“ ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3 : 30)
EDISI September 2015
Saudara saudari seiman yang terkasih, Bulan September ini juga ditandai dengan perayaan ulang tahun KKI yang kedua puluh delapan. Tidak terlalu singkat tapi juga belum terlalu lanjut. Usia dua puluh lima tahun didalam kehidupan manusia akan mecakup paling sedikitnya dua generasi. Tidak heran, umat sangat antusias menyambut peristiwa ini. Bulan lalu Agustus lalu KKI telah mengadakan pemilihan Ketua yang baru untuk periode 2015-2018. Untuk itu KKI telah menunjuk beberapa orang sebagai pelaksana atau komisi pemilihan ketua (KPU) yang berjalan dengan tertib, jujur dan adil. Pemilihan ini dilakukan bersamaan dengan misa minggu ke-empat di Boxhill dimana kita juga memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke tujuh puluh. Kita semua ingin mengucapkan terima kasih dan selamat kepada KPU yang telah berkerja keras sehingga pemilihan ketua berjalan sukses. Redaksi telah menerima laporan pandangan mata tentang pemilihan ini dari sdr Ben Sugija. Disamping memberikan laporan pemilihan, dia juga menyampaikan pesan dan harapan supaya pengurus KKI yang akan datang tetap dapat menjaga persatuan diantara umat dan melanjutkan kesinambungan pengurus sebelumnya. Warga atau umat yang tidak dapat hadir waktu pemilihan lalu, dapat mengikutinya melalui laporan di bagian berikut Warta KKI ini, setelah artikel utama. Artikel utama yang merupakan siraman rohani kembali lagi diambil dari koleksi renungan Romo Waris OCarm, Mengapa saya suka pare? Romo Waris adalah mantan Chaplain KKI Melbourne yang gemar menulis. Tulisannya lincah dan menarik, tetapi dalam. Ternyata dalam artikel-nya, beliau memperingati ulang tahun tahbisan-nya. Redaksi tidak ingin berlarut-larut memberikan komentarnya, tetapi menganjurkan kepada warga untuk membacanya saja dan menilai sendiri. Pada kesempatan ini, redaksi ingin mengucapkan selamat datang dan salam perkenalan kepada kelompok baru, kelompok meditasi. Kelompok lepas yang terbuka ini, di-bimbing oleh Romo Parwoto SJ dan telah beberapa kali bertemu. Salah satu penggerak kelompok ini, sdr Josep Pranoto memberikan informasi tentang kelompok meditasi ini yang dapat dibaca di bagian berikutnya. Romo Parwoto menerangkan bahwa tujuan meditasi ini bukanlah sebgai sarana kesehatan atau cara untuk mengurangi stress dalam kehidupan sehari-hari, tetapi bagian dari cara berdoa. Edisi September ini, ditutup oleh sebuah artikel yang disumbangkan oleh sdr Frans Suryana tentang refleksi, Kelemahan. Walaupun singkat, tetapi menarik dan dalam. Rencananya, pelantikan pengurus baru KKI periode 2015-2018 akan dilakukan bersamaan dengan perayaan Ulang tahun KKI pada tanggal 27 September 2015. Informasi mengenai tempat dan waktu secara detil akan dapat dilihat di Website KKI. Sekali lagi, Selamat Ulang Tahun dan Dirgahayu KKI, semoga Tuhan YMK selalu memberikan berkat dan bimbingan-Nya kepada kita semua. Bulan Oktober sudah diambang pintu. Bulan ini merupakan saat yang tepat untuk melakukan devosi kepada Bunda Maria, ibu gereja kita. Semoga tradisi luhur ini dapat kita laksanakan dengan baik walaupun barangkali hanya dengan kelompok kelompok kecil saja. Selamat membaca.
1
MISA KKI Minggu, 4 Oktober 2015 St Martin de Porres 25 Bellin Street Laverton VIC Pukul: 11.30 Minggu, 11 Oktober 2015 St. Joseph Church 95 Stokes Street Port Melbourne VIC Pukul: 11.00 Minggu, 18 Oktober 2015 St Francis’ Church 326 Lonsdale St Melbourne VIC Pukul: 14:30 Minggu, 25 Oktober 2015 St. Paschal 98-100 Albion Rd Box Hill VIC Pukul: 11.00 MISA MUDIKA Sabtu pertama Monastry Hall St. Francis Church 326 Lonsdale Street Melbourne VIC Pukul: 12.00 PDKKI Setiap Sabtu St. Augustine’s City Church 631 Bourke Street Melbourne VIC Pukul: 18.00
Mengapa Saya Suka (oseng) Pare? Oleh: Romo Waris OCarm
Setiap orang memiliki cara tersendiri dalam merayakan peristiwa yang istimewa dalam hidup mereka. Kebanyakan perayaan, pastilah melibatkan makanan di dalamnya. Demikianpun halnya dengan saya, dalam setiap merayakan peristiwa istimewa dalam hidup saya, saya senantiasa menghadirkan makanan yang istimewa pula. Istimewa bukan karena rasanya atau penampilannya, apalagi karena harganya. Istimewa karena kisah di belakang masakan yang saya tata. Ada banyak kesempatan di mana saya merayakan peristiwa istimewa dalam tahapan kehidupan saya. Yang umum adalah merayakan pesta ulang tahun kelahiran. Sejak saya berada jauh dari kampung halaman, saya senantiasa merayakan pesta ulang tahun kelahiran dengan menu soto. Soto ayam! Kalau tidak bisa memasak sendiri, saya membelinya di warung. Sederhana saja. Bukan karena saya sangat tergila-gila dengan soto ayam. Seperti saya katakan tadi, yang istimewa adalah kisah di belakang menu soto ayam. Menu ini adalah menu istimewa semenjak masa kanak-kanak saya dulu. Setiap kali orangtua saya merayakan pesta ulang tahun saya, ibu selalu memasak soto ayam. Maka, menu soto ayam menjadi istimewa karena membawa kembali seluruh kenangan masa kecil bersama keluarga. Dan ini mengalahkan rasa yang mungkin tidak seberapa. Nah, ada menu lain yang menemani saya dalam merayakan peristiwa istimewa lain dalam tahapan hidup saya yang lain. Misalnya merayakan ulang tahun tahbisan atau kaul kekal. Tentu tidak setiap tahun merayakan dalam suasana yang serupa. Seperti kebanyakan orang memiliki jenjang-jenjang tersendiri, entah dihitung berdasar perpuluhan, perduapuluhlima tahunan, atau yang lainnya. Saya juga merayakan, untuk saya sendiri, secara istimewa. Tentu istimewa menurut saya sendiri. Misalnya, sewaktu merayakan ulang tahun yang ke-5 imamat, saya mengumpulkan catatan yang berserakan di halaman fesbuk, dan menjadikannya sebuah buku. Buku itu saya beri judul, “yang kecil itu”. Karena sebuah kenangan akan perjalanan imamat, maka buku itu tidak saya jual, melainkan saya bagi-bagikan kepada setiap orang yang membantu proses pendidikan saya juga saudara-saudara saya seserikat. Saya menyerahkan buku yang sudah dicetak kepada komisi misi serikat dan mereka yang tahu kepada siapa hendak membagikan buku tersebut. Hari ini, saya merayakan ulang tahun yang ke-10 hidup imamat. Saya juga merayakannya dengan istimewa, berdua dengan saudara seserikat. Saya katakan kepadanya, “siang ini saya yang masak. Nanti sore baru kita makan di warung.” Sore hari saya ajak ke warung untuk mengantisipasi kalau-kalau dia tidak bahagia dengan siang masakan saya, meski saya anggap istimewa. Lalu saya mulai memasak menu istimewa untuk menandai 10 tahun hidup imamat saya. OSENG PARE!! Mungkin Anda tertawa, mengernyitkan alis mata pertanda tidak percaya. Tetapi ini adalah menu istimewa saya, hari ini, di hari yang istimewa. Sekali lagi bukan soal rasa pertama-tama saya menyukainya. Bukan juga karena harganya yang istimewa, tetapi karena kisah di belakangnya. Sejujurnya, saya bukanlah penggemar oseng pare. Saya hanya menikmati oseng pare yang saya masak sendiri. Anda pasti tahu, pare itu rasanya pahit. Tetapi entah mengapa, oseng pare masakan saya tidak terasa pahitnya. Anda boleh tidak percaya, dan saya tidak memaksa Anda untuk percaya. Anda juga tidak perlu meminta bukti masakan saya dengan meyuruh saya membuatkan oseng pare bagi Anda. Cukup dengarkan penjelasan saya, dan Anda boleh memilih antara percaya, tidak percaya dan sangat tidak percaya. Terserah Anda. Mengapa saya menyukai oseng pare sebagai menu istimewa dalam merayakan ulang tahun imamat ini? Ada banyak alasan. Ada alasan yang ilmiah, ada juga yang tidak. Ada yang bisa diterima dengan akal sehat, ada juga yang yahhh diterima sajalah. Diiyakan saja biar saya senang. Macam-macamlah. Pertama, orang bijak mengatakan “apa yang terasa pahit di mulut menyehatkan badan”. Sejauh saya tahu, kalau saya sakit senantiasa diberi obat yang rasanya selalu pahit. Namun itu menyehatkan badan saya. Bisa jadi ini benar. Kemudian ada banyak sayuran atau buah-buahn lain yang serupa, yang rasanya pahit, namun menurut banyak orang baik untuk kesehatan. Baiklah ini diterima saja sebagai alasan pertama.
2
Kedua, pare itu gambaran rasa yang kerap datang dalam kehidupan. Namun seperti halnya sayur pare yang kalau tepat mengolahnya, rasa pahit itu bisa hilang dan yang tertinggal hanyalah kesedapan yang, bisa jadi, luar biasa. Namun, kalau salah mengolah, sayur pare itu akan sungguh seperti obat yang maha pahit saja rasanya. Di sinilah letak seninya, dan saya menyukainya. Mengolah yang pahit sehingga tidak terasa lagi pahitnya, namun membekaskan rasa yang luar biasa (nikmat) di lidah. Ketiga, masih berkaitan dengan yang kedua. Orang Cina berkata bahwa hanya orang yang mampu makan yang pahit sajalah yang bisa menjadi manusia luar biasa. Makan makanan pahit dalam hidup adalah menghadapi dan melewati setiap peristiwa pahit dalam hidup. Batu-batu terjal yang terjajar di sepanjang jalan. Mereka bukan untuk dihindari, tetapi dihadapi, ditata rapi, dan pada akhirnya dilewati. Meski demikian tidak menjadi penghalang bagi yang lain, karena sudah kita tata dan atur dengan rapi. Jika kita hanya melewati dan menghindari saja, batu-batu itu akan menjadi penghalang bagi setiap orang yang lewat. Maka, menjadi manusia luar biasa memiliki makna menjadi manusia yang berguna bagi sesama. Keempat, oseng pare itu terasa sedap sekali kalau di masak pedas dan dicampur dengan ikan teri yang asin. Perpaduan antara pahit, pedas, dan asin, ketika disatukan menghasilkan rasa yang aduhai. Seperti saya katakan di atas, rasa pahit adalah gambaran pengalaman yang tidak enak dalam kehidupan, sebuah kepahaitan, sebuah masalah, sebuah tragedi. Demikian halnya dengan gambaran asin dan pedas. Dalam kehidupan, asin dan pedas bukanlah gambaran yang baik. Kita biasa menggambarkan sesuatu yang mudah, yang enak, yang menyenangkan dengan sesuatu yang manis. hampir tidak pernah menggambarkan sesuatu yang enak dengan padanan pedas. Sedangkan asin, bisa dipadankan dengan pengalaman dalam hidup. Maka menyatukan sesuatu yang tidak enak, dibutuhkan keberanian dan tekat yang kuat. Inilah sedikit alasan, mengapa saya merayakan ulang tahun imamat saya dengan menu oseng pare. oseng pare yang harus saya masak sendiri. Karena saya mengolah pare yang pahit agar menjadi sayuran yang enak membutuhkan seni tersendiri. Demikianlah saya mesti belajar sendiri, mengenal diri sendiri, mengenal setiap kepahitan yang singgah dalam kehidupan saya untuk saya oleh agar membekaskan rasa yang istimewa, tetap renyah ketika digigit namun tidak ada lagi jejak kepahitan di sana. Mengolah kepahitan menjadi sesuatu yang bermakna memang tidak mudah. Itu laksana menata batu-batu kasar di sepanjang jalan yang saya lewati. Batu-batu yang telah membuat kaki saya berdarah juga kesleo, tetapi saya mesti menatanya dnegan rapi agar batu-batu itu tidak mencelakakan orang lain. Di sinilah saya, sebagai seorang gembala (pastor dalam bahasa latin berarti gembala) mesti berjalan menyiapkan jalan yang baik bagi para domba. Menata batu-batu aku hendak bersyukur pada Tuhan karena yang berserakan dalam sepanjang jalan hidup saya. batu-batu itu bisa berupa luka-luka yang tertinggal dari masa lalu, yang terjadi karena ketidaktahuan atau kesembronoan. Itu mesti saya tata agar tidak menjadi celaka bagi orang lain. Terkadang kepahitan hidup tidak datang sendirian, dia juga hadir bersama pedasnya pengalaman. Namun asinnya pengalaman akan membantu menyatukan hingga keduanya tidak melukai. Hal yang sulit bisa datang bersamaan, terkadang bahkan berombongan. Meski demikian semua mesti ditata dengan baik, semua ditakar dengan sempurna agar paduan pedas dan pahit setara dengan denyut asin dan manis yang menyela. Sehingga terpadu dalam adonan yang rata dan istimewa. Bukan karena saya hebat dan luar biasa, tetapi karena DIA yang menguatkan saya untuk mampu menanggung banyak perkara. Seperti kisah Paulus dan Silas dalam buku Kisah Para Rasul yang dibcakan dalam perayaan Ekaristi hari ini. Mereka mengalami kepahitan berkali-kali. Ditangkap di masukkan penjara, bahkan penjara yang paling tengah, yang sangat ketat penjagaannya. Namun mereka menerima semua kepahitan itu dengan tenang dan hati yang lapang. Mereka percaya dengan SIAPA mereka bekerja. Maka, meski kepahitan itu mendera, mereka tetap melantunkan pujian kepada DIA yang mengutus mereka. Dan siapa bisa menduga kalau pujian itu akan menggetarkan pintu-pintu penjara dan membuatnya terbuka. Maka, pada hari di mana saya genap 10 tahun menjadi imam, oseng pare sungguh gambaran yang pantas untuk saya nikmati. Inilah perutusan saya. Mencecap kepahitan demi kepahitan, namun saya harus mengolahnya agar menjadi membekaskan rasa yang sedap. Dan setelah menyadari ini semua, saya kemudian mengambil gitar, memetiknya perlahan dan bersenandung, seperti yang disenandungkan Daud dalam Mazmur 138:1-2:
3
kebaikan-Nya dan memuji-muji nama Tuhan yang maha tingi ya Tuhan...Tuhan kami betapa mulianya namamu Tuhan kami dimuliakan atas sluruh bumi. Aku hendak bersyukur pada Tuhan Atas segala kasih dan setia-Nya Atas segala rahmat karunia-Nya Atas segala perlindungan dan cinta-Nya Aku hendak berterimakasih Kepada semua kawan dan sehat Mereka yg baik dan murah hati Mereka yg gampang marah dan sakit hati Mereka yg menyadarkan kalau tersesat Mereka yg menghihur dengan canda dan tawa Mereka yg rela hati bersama-sama berjalan dalam iman. Aku hendak bersyukur atas orangtua Atas saudara dan saudari, atas kemenakan yang lucu-lucu Atas kerabat semua, mereka yang mendukung dan setia mendoakan, selama 10 tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang. Hong Kong, 12 Mei 2015
PEMILIHAN KETUA KKI-MELBOURNE 2015 Oleh : Ben Sugija Beberapa waktu lalu KKI-Melbourne telah membentuk Komisi Pemilihan Ketua KKI (KPU) yang terdiri dari beberapa orang. Tujuan dari komisi ini adalah untuk menyiapkan dan melaksanakan pemilihan ketua baru sebaik-baiknya. Setelah berkonsultasi dengan Chaplain dan KeUskupan Agung Melboure (KAM) dimana KKI bernaung, antara lain diputuskan; Pemilihan dilakukan di satu tempat saja dan hanya sekali, pemilih tidak dapat diwakili oleh orang lain, dan pemilihan dilakukan bersamaan dengan diadakannya misa kudus. Butir terakhir ini merupakan tradisi yang indah, karena mencerminkan sebuah komunitas Kristen yang mengimankan akan kehadiran Jesus dalam kejadian-kejadian yang penting. KPU berhasil menyaring calon-calon ketua KKI periode 2015-2018 yang mengerucut menjadi dua calon saja, Bapak Tjandra Munanto dan Bapak Matheus Huang. KPU telah men-sosialisasikan pemilihan ini, menyiapkan daftar nama-nama pemilih, meminta pemilih untuk meng-konfirmasikan data pemilih. KPU sangat pantas untuk diberikan penghargaan atas kerja keras-nya mempersiapkan pemilihan ini. Pada waktu yang sudah ditentukan pada tanggal 23 Agustus 2015, misa rutin minggu ke-empat yang juga merupakan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke 70, dan pemilihan ketua KKI yang baru, diadakan di gereja St Paschal Boxhill. Pendaftaran dilakukan sejak pagi sebelum misa dan semuanya berjalan lancar dan tertib, dan pemilih yang sudah terdaftar diberikan kertas-slip yang berisi nama kedua calon ketua yang akan dipilih. Misa dipimpin oleh imam-imam Pastor M Loke SVD yang dibantu oleh Pastor P Kotten SVD dan Pastor A Nahak SVD. Setelah homily ditengah misa, pemilihan Ketua berlangsung tertib dan teratur. Setelah misa berakhir, umat makan siang bersama sambil beramah tamah. Suasana sangat gembira, ideal penuh kekeluargaan; ada yang bernyanyi diiringi guitar, berdansa poco-poco dan acara lain seperti pertandingan tarik-tambang yang meriah.
4
Perhitungan hasil suara dilakukan oleh KPU dan hasilnya dimenangkan oleh Bapak Matheus Huang dengan hasil 214 suara untuk pak Matheus dan 72 suara untuk pak Tjandra. Selamat kepada pak Matheus untuk memimpin KKI. Sekali lagi, kita semua perlu mengucapkan selamat dan mengacungkan jempol kepada KPU yang berhasil membuat pemilu KKI ini sukses. Semua bangga dan puas atas kedewasaan KKI dalam pergantian pengurusnya. Pada kesempatan ini mungkin baik adanya, kalau kita melihat ke belakang sedikit melihat sejarah maupun tujuan KKI itu. Rasanya wajar juga kalau ada warga KKI mengungkapkan apa harapan-nya ataupun kita semua, kepada pengurus baru. KKI didirikan dua puluh delapan tahun lalu dengan semangat komunitas Kristen (Christian community) dan kekeluargaan. Komunitas Kristen itu berbeda sekali dengan perhimpunan atau organisasi masa maupun perkumpulan atau klab sosial seperti klab memancing atau futsal. Komunitas Kristen mempunyai tujuan dan sasaran yang lebih serius dan luhur. Komunitas memiliki suatu misi yang indah, me-refleksikan karakter Tuhan kepada kita melalui kasih-Nya, harapan dan kesetiaan-Nya. Berdasarkan inilah, sikap dan hidup kita terhadap sesama akan ditentukan, untuk saling membantu dan menghormati satu sama lainnya. Kriteria seperti ini tentu saja tidak akan tercakup didalam organisasi masa atau politik, maupun klab atau perkumpulan. Misalnya saja, bagaimana impak pasca pemilihan ketua KKI yang baru? Sedih dan ironi sekali kalau pemilu itu dibayangkan sebagai pemilu pergantian pemerintahan atau presiden. Yang menang akan memimpin dan yang kalah silahkan menunggu sampai pemilu yang berikutnya, dan menjadi oposisi. Dalam komunitas Kristen seperti KKI, tidak perlu ada pemenang dan oposisi. Hal ini dapat terjadi karena rujukannya (reference) bukanlah dari kita dan untuk kita lagi, tetapi dari kita untuk DIA yang di atas. Inilah beda utama dari organisasi masa dengan komunitas Kristen yang mengimani bahwa semangat Jesus terus hidup dan aktif dalam komunitas-Nya. Semoga saja, persatuan ideal ini dapat ter-refleksi dalam proses pembentukan kepengurusan KKI periode 2015-2018. Memang, KKI sudah besar sekali dan menjadi majemuk (plural); perbedaanpun muncul diantara kita sendiri. Pengurus KKI harus bisa meng-antisipasikan perbedaan ini dan mencarikan jalan keluarnya. Karenanya wajar kalau umat berharap KKI akan tetap bersikap inklusif dan tidak eksklusif. Tidak perlulah pengurus menghakimi, membenarkan atau menyalahkan seseorang atau kelompok tertentu. Di sisi lain, umat, kelompok kategorial dan wilayah sebaiknya juga mempertahankan sikap yang sudah positif. Kepentingan bersama harus lebih dikedepankan dari pada kepentingan sendiri. KKI sangat beruntung, memiliki Chaplain yang tetap, full-time maupun KeUskupan Agung Melbourne sebagai pelindung. Dedikasi dan kontribusi mereka sangat berguna dan membuat KKI optimis dan berbesar hati. KKI Melboune memiliki motto .. “Dia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” .. yang konsisten sekali dengan semangat komunitas Kristen, suatu sikap sebagai abdi atau pelayan. “Ladang” dan pekerjanyapun telah tersedia; tinggal pengurus dan umat bagaimana mengisinya. Umatpun harus dapat mengambil inisiatif, jangan menunggu dan hanya menjadi penonton saja. Tuhan beserta kita semua.
5
Latihan Doa Dasar di Wilayah Yohanes Oleh: Josep Pranoto Kegiatan Latihan Doa Dasar adalah kegiatan doa kelompok yang baru dimulai di wilayah Yohanes. Kegiatan yang dibimbing oleh romo Parwoto SJ (akrabnya romo Toto), dan ini mendapat respon yang positif dari umat. Hal ini terlihat pada saat pendaftaraan peserta di mana tempat yang tersedia (untuk 20 orang) dipenuhi dalam waktu singkat. Latihan Doa Dasar dilakukan setiap dua minggu sekali, pada hari Sabtu mulai pukul 15.00 – 16.30 PM di rumah salah satu umat secara bergiliran. Sampai saat ini kegiatan ini telah berjalan empat kali dengan jumlah perserta antara 15 sampai dengan 20 orang di setiap pertemuan. Metode Latihan Doa Dasar/ Meditasi Terpimpin yang relatif sederhana dan dengan bimbingan dari romo Toto SJ sangat membantu peserta dalam berlatih meditasi terutama dalam pengaturan posisi tubuh, pernapasan, indera perasa dan juga untuk tetap fokus dan terarah perhatiannya selama meditasi (sesi pertama – mindfulness). Dalam Latihan Doa Dasar ini peserta juga diajak untuk merenungkan bacaan-bacaan dari kitab suci dan menggunakan imajinasi untuk menghadirkan diri dalam peristiwa yang dibacakan dari kitab suci. Melalui meditasi kontemplatif ini, peserta semakin memahami makna dari kisah-kisah yang ada dalam kitab suci (sesi kedua - meditatif & kontemplatif). Penjelasan lebih detil, pembaca dapat melihat penjelasan yang diberikan oleh romo Toto di bawah ini.
MEDITASI (Oleh : Romo F.Parwoto SJ) Dua macam Meditasi Meditasi dibedakan menurut intensinya ada dua macam 1. Meditasi sebagai cara berdoa (prayer) Meditasi sebagai cara berdoa dan tindakan doa berorientasi perjumpaan pribadi dengan Allah, memuji dan memuliakan Allah. Pokok tujuannya adalah perjumpaaan secara pribadi dengan Tuhan dalam suasana hening 2. Meditasi sebagai sarana wellness (health) Meditasi sebagai sarana wellness atau kesehatan berorientasi pada kesehatan kesimbangan pikiran dan tumbuh, keseimbangan metabolisme tubuh dan sirkulasi darah dsb. Pokok tujuannya adalah kesegaran tubuh dan kesehatan. Dua macam meditasi dbedakan oleh niat dan intensi pribadi yang akan melakukan. Sikap dan posisi duduk dalam dua macam meditasi ini adalah sama tetapi suasana batin dan kerohaniannya berbeda. Sama-sama dalam teknik mindfulness tetapi keduanya berbeda dalam isinya. Yang sangat jelas membedakan adalah unsur kehadiran Allah dalam meditasi sebagai cara berdoa. Meditasi sebagai sarana kebugaran sesuai dengan tujuannya tidak pertama tama mengutamakan suasana hadir dihadapan Tuhan. Memahami dua macam meditasi ini, seseorang yang akan melakukan meditasi tentu memiliki sikap hati dan persiapan yang berbeda. Sama sama memasuki keheningan, meditasi sebagai doa mensyaratkan suatu sikap hormat dan penuh sikap kerendahan hati. Dengan sikap hormat dan rendah hati ini seseorang secara sadar berdoa dengan bermeditasi. Perjumpaan dengan Allah yang Maha Pencipta diawali dengan sikap hormat. Meditasi sebagai cara berdoa Meditasi sebagai cara berdoa dapat dibedakan menjadi 3 1) Mindfulness/Centering Yang dimaksud dengan teknik mindfulness/centering adalah teknik dalam doa meditasi dengan menyadari sensasi bagian dan anggota tubuh. Contohnya adalah teknik memfokuskan diri pada pernafasan atau pendengaran. Contoh doa meditasi dengan mindfulness atau centering ini misalnya doa Yesus, mengucapkan kata Yesus pada saya menghirup atau mengeluarkan udara saat bernafas. Atau mendengarkan suara burung atau alam sebagai sarana mengenali Allah Maha Pencipta.
6
2) Meditatif Yang dimaksud dengan metode meditative adalah teknik dalam doa meditasi dengan membaca, merenungkan, merasarasakan dan menimbang-nimbang kata kata dalam doa atau kata kata dalam kitab suci. Contoh doa meditasi dengan teknik meditatif ini adalah mendaraskan doa Bapa Kami atau membaca Mazmur 139 3) Kontemplatif Yang dimaksud dengan metode contemplative adalah teknik dalam doa meditasi dengan membawa masuk dalam imajinasi kisah kisah dalam Kitab Suci. Metode contemplative ini membawa orang yang berdoa, hadir didalam kisah atau peristiwa yang dibayangkan dalam keheningan budi. Seringkali dalam metode kontemplatif ini, seseorang dapat merasakan diri hadir dalam peristiwa tertentu atau seperti merasa ada dalam sebuah film. Langkah langkah doa Meditasi Dalam tradisi Ignatian, meditasi sebagai cara berdoa memiliki beberapa langkah 1. Tiga atau lima langkah dari tempat berdoa berdiam sejenak, sebagai sarana untuk membawa kesadaran sungguh siap hadir dihadapan Allah dan juga mengingat bahan bahan doa yang sudah disiapkan. (1 menit) 2. Memilih posisi duduk atau sikap berdoa sesuai dengan situasi dan keadaan supaya dapat bertahan dalam keheningan sesuai dengan waktu yang direncanakan dan juga disesuaikan dengan bahan yang akan didoakan. 3.
Membuka doa dengan tanda salib
4. Menyadari diri hadir dihadapan Allah, bersyukur dan mohon rahmat yang diperlukan untuk doa saat itu, rahmat ketekunan, rahmat kerendahan hati atau rahmat keterbukaan. (2 menit) 5.
Hening, membaca bahan doa (meditative) atau mengingat pokok pokok doanya (5-7 menit)
6.
Hening berkontemplasi atau berdoa meditative. (30-45 menit) [sudah dilatihkan]
7.
Wawancara dengan Yesus atau Allah Bapa. (5 menit)
8.
Bersyukur atas doa dan ditutup dengan doa Bapa Kami atau Salam Maria.
9. Mengakhiri dengan hening merefleksikan pengalaman doa. Bagaimana Allah dirasakan dalam doa? Dorongan dorongan suci apa yang muncul? Bagaimana perjalanan doanya? Bagaimana sikapku selama berdoa? (10-15 menit) Untuk mempersiapkan doa meditasi dengan baik, bahan doa atau bahan doa dari kitab suci dibaca beberapa kali semalam sebelumnya atau sehari sebelumnya. Dengan demikian, pokok pokok doa dapat di ingat dengan baik dan dapat merencanakan tempat berdoa atau teknik berdoa dengan lebih baik.
7
Kelemahan Oleh : Fransiscus Suryana “Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Korintus 12: 9-10). Inilah kutipan surat Santo Paulus yang dipakai sebagai kata pengantar di sebuah buku kontemporer yang saya baru selesai baca. Tema kutipan ini adalah kelemahan. Suatu atribut yang sering dipandang negatif oleh kebanyakan manusia termasuk kita sendiri. Padahal kalau kita menelaah kutipan di atas, Santo Paulus justru senang memiliki kelemahan dan malah mengatakan sesuatu yang sepertinya bertolak belakang dengan akal sehat: “Jika aku lemah, maka aku kuat”. Apa sih maksudnya? Kalau kita membaca Kitab Suci atau riwayat hidup Santo/Santa kita akan banyak menjumpai kisah Tuhan yang menggunakan kelemahan manusia sebagai sumber kekuatan. Nabi Musa misalnya. Beliau dipanggil Tuhan untuk menjadi pemimpin pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir ketika berusia 80 tahun dengan pengalaman memimpin yang amat minim. Sungguh aneh pilihan Tuhan ini. Masa yang dipilih manusia yang sudah dalam usia pensiun, lebih-lebih lagi pengalaman memimpinnya sangat minim. Tapi kenyataannya, meski dibelenggu dengan kelemahan tersebut, Nabi Musa dengan bimbingan Tuhan berhasil membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir dan tercatat sebagai salah satu nabi besar dalam sejarah Gereja. Santo Agustinus lain lagi. Kehidupan pribadinya amburadul sampai punya anak di luar pernikahan. Tapi Tuhan malah memanggil dia dengan segala kelemahannya untuk menjadi gembala umatNya. Jadilah Santo Agustinus salah satu pujangga besar Gereja Katolik. Karyanya yang berjudul “Confessions” menjadi salah satu referensi utama tidak hanya di lingkungan Kristiani tapi juga di dunia filsafat moderen. Setiap manusia termasuk diri kita pasti mempunyai kelemahan. Janganlah kita menyesali kelemahan itu atau malah menyalahkan orang tua karena kok kita terlahir dengan kelemahan. Bagaimana kalau kita melihat kelemahan itu sebagai instrumen Tuhan untuk berbicara dan menunjukkan kekuatanNya. Meminjam lagi ungkapan Santo Paulus: “Jika aku lemah, maka aku kuat”. Mari kita jadikan kelemahan kita sebagai sumber kekuatan untuk berkarya demi kemuliaan Tuhan. Salam
Warta KKI diterbitkan oleh pengurus Keluarga Katolik Indonesia setiap akhir bulan. Sumbangan tulisan, naskah, dan berita seputar kegiatan KKI anda, bisa di kirim lewat email ke Bpk Rufin Kedang di
[email protected] Deadline penerimaan tulisan/naskah tanggal 15 setiap bulannya.
8