“ ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3 : 30) Saudara-saudari seiman yang dikasihi Kristus, Dalam edisi bulan Juli ini, redaksi menurunkan tiga buah laporan yang aktual kepada pembaca Warta KKI yang setia. Tiga laporan singkat ini, terdiri dari, pertama tama laporan retret ‘Fully alive’ yang diadakan pada tanggal 21 dan 22 Juni,2014, di gereja St Paschal Boxhill. Bapak Istas Hidayat telah mengirimkan laporan santai mengenai retret yang telah berjalan sukses kepada redaksi. Laporan tersebut dilampirkan dalam Warta edisi bulan Juli ini. Terima kasih pak Istas. Laporan kedua adalah event politik di tanah air, Indonesia, pemilihan presiden 2014-2019. Ada dua calon presiden, yang pertama Bpk Prabowo Subianto yang didampingi Bpk Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden. Calon presiden yang kedua adalah Bpk Djoko Widodo yang didampingi Bpk Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden-nya. Waktu Warta KKI edisi Juli ini naik ke meja percetakan, perhitungan resmi hasil lengkap dari Pil-Pres ini belum selesai dilakukan. Walaupun beberapa konsultan, periset, pembuat survey telah melakukan perhitungan cepat, pemerintah RI telah menghimbau untuk bersabar,menunggu badan resmi, Komisi Pemilihan Umum KPU,untuk menyelesaikan perhitungan suara. Hasil Pil-Pres akan diumumkan KPU yang akan dijadikan pegangan untuk menentukan pemenang sebagai presiden Republik Indonesia mendatang. Pengumuman hasil ini diperkirakan dapat dilakukan pada tanggal 22 Juli,2014. Laporan ketiga, adalah pertemuan ‘get together’ KKI yang diadakan di aula gereja St Joseph Port Melbourne pada hari minggu, tanggal 13 Juli,2014. Acara ini terdiri dari Misa dan pemberian sakramen perminyakan, disusul dengan makan siang bersama. Setelah makan siang, acara diisi oleh umat bapak dan ibu yang bernyanyi bersama diikuti instrument key board. Kelompok berikutnya diisi muda mudi, KOMKIA, dengan gitarannya. Pak Chandra Munanto juga turut menyumbang sebuah ‘game sayembara merancang busana’. Acara akhir diisi acara santai dansa poco-poco oleh kelompok senior. Beberapa foto hasil jepretan amatir dilampirkan dalam bagian akhir warta edisi bulan ini.
EDISI Juli 2014
MISA KKI Minggu, 3 Agustus 2014 St Martin de Porres 25 Bellin Street Laverton VIC Pukul: 11.30 Minggu, 10 Agustus 2014 St. Joseph Church 95 Stokes Street Port Melbourne VIC Pukul: 11.00 Minggu, 17 Agustus 2014 St Francis’ Church 326 Lonsdale St Melbourne VIC Pukul: 14:30 Minggu, 24 Agustus 2014 St. Paschal 98-100 Albion Rd Box Hill VIC Pukul: 11.00 MISA MUDIKA Sabtu pertama Monastry Hall St. Francis Church 326 Lonsdale Street
Artikel siraman rohani kali ini diambil dari koleksi tulisan romo Waris, ngopi-bareng-moris, mantan Chaplain KKI-Melbourne. KKI beruntung sekali mempunyai mantan Chaplain yang masih bersedia ‘digerecoki’ redaksi Warta KKI. Beliau gembira, kalau kumpulan tulisan rohaninya dapat membantu kelangsungan Warta KKI. Redaksi tidak malu-malu mengakui bahwa kendala terbesar dalam mengurus newsletter Warta KKI adalah, kontinuitas siraman rohani yang merupakan ‘trade mark’ atau bahan utama dari Warta KKI. Sekali lagi, redaksi ingin mengucapkan terima kasih kepada romo Waris atas bantuannya.
Melbourne VIC Pukul: 12.00 PDKKI Setiap Sabtu St. Augustine’s City Church 631 Bourke Street Melbourne VIC Pukul: 18.00
Dalam artikelnya yang memperingati hari kedua santo terbesar didalam gereja, Santo Petrus dan Paulus, romo Waris menunjukan bahwa pribadi kedua santo ini penuh dengan kontroversi dan tidak sepenuhnya ideal. Tetapi dengan rachmat Tuhan mereka berhasil menjadi fondasi maupun motor gereja. Romo Waris menceritakan perumpamaan Pelukis dengan kwas-nya, kebun bunga dengan siraman airnya yang menggambarkan peranan doa, kerja keras dan penyerahan diri. Artikel yang tidak panjang, tetapi indah. Selamat membaca dan salam damai. 1
FULLY ALIVE
Oleh : Istas Hidayat Jumlah anggota KKI ada ratusan, tapi hanya sekitar 50 yang ikut retret “Fully Alive” baru-baru ini. Bukan karena enggan atau males ikut, tetapi mereka tidak kebagian tempat. Panitia membatasi jumlah peserta. “My wife and I” ( meminjam pembukaan wejangan raja-raja) berhasil dapat tempat, karena kami menggunakan kiat pat-guli-pat, siapa-cepat-siapadapat. Apalagi mendengar bahwa biayanya murah, cuma $50 per orang, termasuk tiga kali makan, dua kali snack, minum bebas, dan yang terpenting panitia bilang, tidak memungut profit dari kegiatan ini. Ini cocok sekali dengan strategi hidup kami, yang sering dicap “pelit”, padahal kami ingin senantiasa hidup “berhemat”. Retret yang cukup melelahkan ini (panitianya yang lelah) mengambil tempat di ruang belakang St Paschal’s Chappel, atau lebih terkenal dengan istilah “gereja Box Hill”, selama dua hari penuh, Sabtu dan Minggu 21-22 Juni 2014, dari pagi sampai matahari menghilang. Tidak pakai menginap. Pembimbingnya, sekaligus panitia penyelenggaranya, ada tiga pasang suami-istri: dua lokal dan satu dari Jakarta, plus Romo Bone SVD, yang semuanya pernah mengikuti program “Fully Alive” Experience, hasil gagasan seorang Yesuit, Pater John Powell SJ, bertahun-tahun yang lalu. Mungkin karena factor Yesuit itulah, Frater Eka Tanaya SJ, ikut berpartisipasi dalam retret ini. Tapi itu hanya dugaan. Pembimbing utama, artinya yang paling banyak bicara, adalah pria kekar bernama Hotman, kelahiran Tapanuli Selatan. Suaranya menggelegar, pandai main gitar dan sebentar-sebentar bernyanyi, seperti lazimnya teman-teman Batak. Maka tak heran kalau orang bertanya kepada pria berambut putih itu: “Aha marga-mu, bah? (Apa nama marga keluargamu, bah?) Pasaribu, Pardede, Simandjuntak, atau Simanungkalit?” Dia menjawab: “Marga-ku Hotman. Namaku Ignatius Hotman. Dari kecil aku dipanggil Hotman.” Si penanya melonjak gembira bak ketemu orang se-suku: “Kalau begitu, sama dengan aku, bah! Dari kecil aku dipanggil Simatupang. Siang-malam-tunggu-panggilan!” Hotman bilang, retret ini bertujuan mengajak para peserta agar menikmati hidup secara penuh dan utuh, seperti janji Yesus kepada para pengikutnya “agar kau mempunyai hidup yang berkepenuhan”. Bagaimana caranya? Salah satu caranya adalah memahami diri kita sendiri, memahami orang lain, memahami dunia dan memahami Tuhan. Dengan begitu, kita paham bahwa dalam hidup ini ada bermacam-macam paham yang harus kita pahami. “Setuju?” teriak Hotman. Sebagian besar peserta ragu-ragu menjawab. “SETUJU?” teriak Hotman lebih keras. Semua pesertapun dengan gegap gempita menjawab “SETUJUUUU …” , meskipun belum paham apa yang disetujuinya, namun demi kedamaian dan persatuan-dan-kesatuan, pertanyaan tadi disambut dengan penuh semangat berapi-api, persis seperti rapat-rapat politik menjelang pemilihan Presiden. Segenap peserta retret disadarkan, tidak semua orang sama. Yang kembar pun tidak semuanya sama. Masing-masing orang punya keunikan sendiri-sendiri. Untuk itu, pada awal retret, masing-masing peserta diminta mengungkapkan apa “ke-unik-an” dirinya. Dan, apa yang menjadi “kebanggaannya”. Ada yang bilang, keunikannya adalah pintar main gitar (seperti Hotman) dan kebanggaannya adalah sudah manggung di mana-mana. Peserta lain berujar, keunikannya terletak pada ia tidak gampang marah dan kebanggaannya adalah suaminya selalu menuruti kehendaknya. Luarbiasa, kata Hotman, luarbiasa! Memang, ini di luar kebiasaan. Harus diakui bahwa tidak sedikit peserta yang menemui kesulitan untuk mengungkapkan keunikan dirinya dan hal yang dibanggakannya. Barangkali, karena dalam budaya kita, menyebut keunikan diri dan kebanggaan diri merupakan ciri kesombongan, yang harus dihindari. Atau, paling tidak, harus ditutupi. Seorang peserta muda, yang karena kemudaannya juga sulit menjawab kedua pertanyaan tadi, akhirnya menjawab seadanya: “Keunikan saya adalah …. ‘saya anak mama’, dan kebanggaan saya adalah …. ‘saya anak mama’.” Kontan hadirin meledak tertawa. Ibu si pemuda, yang juga hadir sebagai peserta, terlihat senyum-senyum bangga. Kesulitan lain yang dihadapi peserta adalah ketika peserta diminta untuk memberi pujian kepada peserta lain. Maklum, banyak di antara kita yang dari kecil diajar: “jangan sembarang memuji, nanti dia besar kepala!” Kita boleh bertanya, kenapa kita begitu peduli pada kepala orang lain yang mengecil atau membesar. Intinya sebenarnya terletak pada kata “sembarang memuji”. Ini memang harus dihindari. Kalau kita sembarang memuji orang yang, misalnya, suaranya pecah dan parau, bahwa ia “pandai” bernyanyi, maka jangan heran kalau kita sendiri yang akan menderita dalam api neraka setiap kali orang itu bernyanyi. Dalam retret ini ditunjukkan bahwa memuji hal-hal positif seseorang akan mendorong orang
2
yang bersangkutan melanjutkan kepositifannya. Dengan demikian, orang itu akan bahagia dan beroleh hidup penuh, begitu pula kita sendiri. Pastor Bonifasius Buahendri SVD, yang seperti disebutkan di atas pernah turut “Fully Alive” Experience, ikut memberikan pengarahan. Imam yang dikenal dengan panggilan akrab “Romo Bone” dan untuk sementara menjabat Chaplain caretaker KKI itu menunjuk pada kenyataan bahwa tiap orang mempunyai pandangan atau pengalaman yang berbeda tentang Tuhan. Masing-masing punya persepsi yang unik tentang Tuhan, dan pandangan itu terus tumbuh berkembang sepanjang hidup, sejalan dengan tahap-tahap hidup yang dialaminya. Sebagai contoh, Pastor Boni lalu berkisah mengenai sejarah hidupnya, dari kecil sampai menjadi pastor. Di sela-sela lain, Romo Pamong (caretaker) KKI yang perawakannya mirip orang Jawa itu sempat berujar kalau ia kurang senang dipanggil “Romo”, karena ia bukan orang Jawa, tetapi orang Flores. Ia lebih suka dipanggil “Pastor”. Ini bisa dimengerti, sapaan “Romo” yang dalam Bahasa Jawa berarti “Bapak” (Father) itu terasa feudal dan kurang mencerminkan panggilannya sebagai imam. Makanya, ia lebih senang disapa “Pastor” yang artinya Gembala; seperti Yesus sendiri: “Sang Gembala” yang baik. Menurut kabar, Paus Fransiskus baru-baru ini mengimbau segenap imam di seluruh dunia agar meniru Yesus yang tubuhnya selalu memancarkan bau domba, karena memang ia selalu dekat bergumul dengan domba-dombanya. Lebih baik bau domba daripada minyak wangi. Sangat barangkali, Pastor Boni mengikuti imbauan Bapa Suci. Kembali ke ikhwal retret. Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh tim “Fully Alive”, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya ruang ini tidak dapat memuat semua hal yang harus ditulis itu. (bdk Yoh 21:25). Selain itu, tidak ada yang mau cepat-cepat mendaftarkan diri manakala “Fully Alive” diadakan lagi di Melbourne. Retret ini banyak manfaatnya. Seperti dikatakan oleh sebagian besar peserta: “Retret ini bermanfaat bagi saya, karena menyingkapkan bahwa manusia itu unik, dan sudah saatnya kita melihat segi-segi positif dari siapa pun yang kita jumpai, serta memberinya dorongan yang positif pula.” Maka, jangan heran kalau mendapat pujian positif dari orang-orang yang pernah mengikuti “Fully Alive” Experience. Sungguh retret yang positif.
Petrus dan Paulus : Kisah Rahmat Tuhan Oleh : Fr Waris Santoso O.Carm
Sahabat, hari ini Gereja merayakan dua santo besar, Petrus dan Paulus. Dua pilar yang menyangga Gereja tetap tegak berdiri. Yesus memilih Petrus untuk menjadi paus yang pertama, dan seperti yang dikatakan dalam Injil, Yesus memilih dia untuk menjadi “batu karang” di mana akan menjadi pondasi kuat bagi Gereja.Tetapi, Petrus yang dipilih oleh Yesus menjadi paus pertama ini adalah Petrus yang sama dengan yang menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Dia yang mengkhianati gurunya, penyelamatnya, dan sahabatnya. Dia yang tidak berdaya tatkala berhadapan dengan seorang perempuan yang menanyainya perihal latar belakangnya, perihal hubungannya dengan Yesus.Tetapi, Petrus yang menyangkal Yesus ini juga yang ditanyai oleh Yesus sebanyak tiga kali hingga meleleh air mata. Ditanyai apakah dia mencintai Yesus lebih dari yang lain. Petrus yang sama yang diperintahkan oleh Yesus untuk menggembalakan domba-domba-Nya.
3
Diceritakan bahwa Petrus menyesali seluruh dosanya dan dikatakan pula bahwa ia mengaku dosanya seperti membersihkan air mata yang mengalir di pipinya, minimal sekali sehari sampai akhir hayatnya, sampai tetes terakhir air mata membasahi wajahnya.Petrus yang dipilih Yesus ini adalah Petrus yang mengakui Yesus sebagai Mesias, sebagai Tuhan. Yesus juga memilih Paulus.Paulus dipilih untuk menjadi misionaris terbesar dan pertama Gereja. Dia dipilih untuk berkeliling ke seluruh dunia, yang dikenal pada waktu itu, untuk mewartakan kabar gembira.Paulus yang dipilih Yesus ini adalah Paulus yang sama dengan yang menganiaya jemaat perdana. Dialah yang menangkap dan memenjarakan, bahkan katanya membunuh para pengikut Kristus. Paulus yang demikian dipilih Yesus untuk mendirikan komunitas-komunitas yang jumlahnya belasan selama 30 tahunan pelayanan Paulus. Mengapa Paulus dipilih? Apakah karena dia karismatis dan suaranya mantap serta pandai berpidato? Apakah posturnya gagah, tegap berwibawa? Ternyata bukan! Paulus itu badannya pendek. Kulitnya halus. Suaranya lemah dan seperti rengekan anak kecil. (2 Kor 10:10). Bahkan dalam gambar-gambar selalu digambarkan bahwa Paulus itu berkepala botak. Sudah pendek botak pula, kombinasi yang kurang meyakinkan sebagai seorang orator. Dan memang dia bukan orator. Suaranya cempreng jelek dan lemah.Sama sekali tidak menggambarkan seorang missionaris hebat dengan badan tegap dan suara lantang. Lantas mengapa dia bisa begitu hebat? Bagaimanakah Petrus dan Paulus, yang sama-sama memiliki kelemahan secara fisik dan psikis ini bisa menjadi tiang kokoh bagi Gereja?Apakah yang mengubah mereka sehingga mampu menjadi kudus, martir hebat dan pembuat sejarah? Jawabannya hanya satu :RAHMAT TUHAN. Ya, rahmat Tuhanlah yang memampukan mereka. Rahmat yang sama yang menjaga gereja selama 20 abad ini. Rahmat yang sama yang kita terima pada waktu kita dibaptis. Maka pada hari ini, saat kita merayakan pesta kedua santo hebat ini, Gereja hendak mengajak kita untuk lebih menyadari peran Rahmat Tuhan dalam hidup kita.Ada dua cerita yang bisa menjadi ilustrasi untuk kisah mereka. Dua kisah ini mungkin sudah pernah kita dengar, tetapi baik untuk kita renungkan lagi, agar kita terbantu untuk lebih membuka diri kepada rahmat Tuhan. Pertama adalah soal lukisan dan pelukisnya. Kalau kita melihat lukisan yang indah, kita akan tergerak untuk memuji pelukis hebat tersebut. Tidak pernah kita akan memuji kuas yang dipakai. Meskipun untuk menghasilkan lukisan hebat, pelukis selalu menggunakan kuas. Hidup manusia, kita, saya dan kamu (iya kamu!) adalah lukisan hebat karya Tuhan. Tuhan adalah pelukis hebat, dan manusia adalah kuasnya. Bedanya, sebagai kuas manusia bisa memutuskan untuk melepaskan diri dari tangan Tuhan, atau bergerak sesuka hati tidak seperti yang dimaui sang pelukis.Hanya kalau kita membiarkan diri dipegang Tuhan maka akan tercipta lukisan yang hebat, kehidupan yang hebat. Gambaran kedua saya ambil dari contoh yang diberikan oleh Santa Teresa Avilla. Beliau menggambarkan jiwa itu seperti sebuah taman yang indah. Bunga-bunga di taman adalah nilai-nilai kehidupan yang dimiliki manusia. Ada kesabaran, iman, harapan, kasih, dll. Semua tanaman ini, nilai-nilai indah ini semuanya ditanam oleh Tuhan. Tugas menusia hanyalah menyirami kebun itu dengan air agar subur. Air yang bagus untuk tanaman dalam jiwa adalah doa dan yang menyuburkan setiap nilai-nilai kehidupan itu adalah pengorbanan diri, penyangkalan diri. Tetapi, doa dan penyangkalan diri tidak akan berguna kalau Tuhan tidak memberi keehidupan pada benih-benih tanaman tersebut. Paradox. Bertentangan! Apa yang paradoks? Apa yang bertentangan? yaitu antara doa, rahmat Tuhan dan usaha manusia. Kalau semuanya adalah rahmat Tuhan, mengapa manusia harus berusaha, mengapa manusia harus berdoa, mengapa manusia harus bekerja keras, mengapa manusia harus menyangkal diri kalau semuanya adalah rahmat Tuhan? Sebuah pertentangan. Bagaimana memahami ini? Santo Ignatius Loyola memberi sedikit pertolongan. Dia mengatakan begini, “berdoalah seakan semuanya hanya tergantung kepada Tuhan dan bekerjalah seakan semuanya hanya tergantung padamu.”
4
Kita semua ingin menjadi pengikut Kristus yang dewasa, yang memiliki kebijaksanaan, yang gembira. Maka kita harus berdoa, memohon semuanya dari Tuhan, karena semuanya hanya mungkin karena rahmat Tuhan. Merenungkan Kitab Suci, menerima sakramen secara teratur, dan setiap hari memohon pertolongan Tuhan. Tetapi di lain pihak juga bekerja keras. Kita harus memanggul salib kita setiap hari. Harus bekerja keras mengatasi kemalasan, mengatasi segala kecenderungan negatif dan membuat silih untuk dosa-dosa kita. Maka doa dan bekerja adalah kombinasi yang sempurna. usaha dan rahmat Tuhan akan bekerja bersama.Bekerja tanpa berdoa hanya membuat kita seperti sungai kering. tak akan ada rahmat Tuhan yang mengalir di sana.Berdoa tanpa bekerja kita akan menjadi vas bunga yang penuh air dan bau. Tidak ada orang yang suka mendekat. Tidak ada yang mau memakai untuk menancapkan bunga. Kita harus menjadi sungai penuh air, sehingga rahmat Tuhan bisa mengalir dalam hidup kita. Kita harus menjadi vas bunga yang kosong dan kering sehingga Tuhan bisa menaruh bunga-bunga harum di dalamnya. Petrus dan Paulus adalah gambaran pribadi yang bekerja sekuat tenaga dan berdoa sepenuh hati. Mereka membiarkan diri menjadi sungai yang penuh air agar rahmat Tuhan bisa mengalir dan dinikmati banyak orang. Mereka juga membiarkan diri menjadi vas bunga yang kering sehingga Tuhan bisa menaruh bunga di dalamnya. Dan kita sungguh melihat keindahannya itu. Hong Kong, 29 Juni 2014
5