“ ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3 : 30) Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, Selamat bertemu kembali di awal musim dingin ini. Harap semua kita bugar dan sehat menghadapi cuaca dingin Melbourne selama dua tiga bulan mendatang. Bulan Mei dengan kesibukan dan kebersamaaan dalam doa Rosario baru saja kita lewati. Kita bertemu dan berdoa dalam masing-masing wilayah, kelompok kategorial dan kebersamaan lainnya. Semoga berdoa rosario bersama dalam pertemuan mingguan ini lebih mempererat persaudaraan kita sebagai anggota Keluarga Katolik Indonesia Melbourne. Dalam tradisi Gereja Katolik, bulan Mei dan Oktober didekasikan khusus untuk Bunda Maria dan doa roasario adalah salah satu bentuk devosinya. Satu peristiwa penting yang patut dicatat dalam hubungan dengan bulan Maria ini adalah penampakan Bunda Maria di Fatima, Portugal kepada ketiga anak gembala Lucia, Francisco dan Jacinta pada tanggal 13 Mei 1917. Seperti kita ketahui Francisco dan Jacinta meninggal dalam usia muda masing-masing pada tahun 1919 dan 1920, sedangkan Lucia masuk biara menjadi seorang suster Karmel dan meninggal dalam usia lanjut 97 pada tahun 2005. Masih dalam hubungan dengan Fatima, perayaan 100 tahun penampakan Bunda Maria dirayakan pada tahun ini dan mencapai puncaknya pada tanggal 13 Mei 2017. Ribuan orang dari berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia dan Australia datang menghadiri perayaan ini. Ada juga teman-teman KKI Melbourne yang hadir dan kita berharap mereka dapat berbagi pengalaman istimewanya ini dengan kita. Bapa Suci Paus Fransiskus sendiri hadir dan pada kesempatan itu meresmikan kanonisasi atau gelar santo dan santa untuk Francisco dan Jacinta. Di Chapel of Apparitions Paus Fransiskus menyalami para peziarah yang datang ke perayaan dengan sapaan “Dear pilgrims to Mary and with Mary”. Dan beliau mengakhiri salamnya sebagai berikut: “Hand in hand with the Virgin Mother, and under her watchful gaze, may we come to sing with joy the mercies of the Lord, and cry out: “My soul sings to you, Lord!” The mercy you have shown to all your saints and all your faithful people, you have also shown to me. Out of the pride of my heart, I went astray, following my own ambitions and interests, without gaining any crown of glory! My one hope of glory, Lord, is this: that your Mother will take me in her arms, shelter me beneath her mantle, and set me close to your heart. Amen.”
EDISI Juni 2017
MISA KKI Minggu, 2 Juli 2017 St Martin de Porres 25 Bellin Street Laverton VIC Pukul: 11.15 Minggu, 9 Juli 2017 St. Joseph Church 95 Stokes Street Port Melbourne VIC Pukul: 11.00 Minggu, 16 Juli 2017 St Francis’ Church 326 Lonsdale St Melbourne VIC Pukul: 14:30 Minggu, 23 Juli 2017 St. Paschal 98-100 Albion Rd Box Hill VIC Pukul: 11.00 MISA MUDIKA Sabtu pertama Monastry Hall St. Francis Church 326 Lonsdale Street Melbourne VIC Pukul: 12.00
Pada tanggal 4 di bulan Juni ini kita merayakan Hari Pentakosta, peristiwa turunnya Roh Kudus ke atas para Rasul, Bunda Maria dan semua yang berkumpul dalam doa, seperti yang diceritakan dalam Kisah Rasul-rasul 2: 1-13. Kita mengucapkan selamat kepada suster-suster SSpS, Holy Spirit Sisters, pada hari istimewa mereka ini. Pada bulan ini juga, tepatnya pada tanggal 25 Juni 2017 akan diadakan pertunjukan musik angklung dan kolintang di St Kilda Town Hall, Melbourne. Pertunjukan ini diprakarsai oleh The Missionaries of God’s Love dalam rangka menggalang dana untuk pembangunan rumah biara mereka di Flores, Indonesia. Ada dua kali pertunjukan pada hari Minggu itu yaitu jam 2pm dan jam 7pm. Anda dapat menghubungi anggota kelompok angklung untuk membeli tiketnya. Mari kita dukung kegiatan penggalangan dana ini.
PDKKI Setiap Sabtu St. Augustine’s City Church 631 Bourke Street Melbourne VIC Pukul: 18.00
Dalam edisi ini Bp Ben Sugija berbagi pengalaman mengenai perjalanan ziarah bersama istrinya Ibu Erny ke Tanah Suci. Anda juga dapat mengikuti artikel singkat mengenai Devosi Paus Fransiskus kepada Bunda Maria Pengurai Simpul. Selamat membaca dan sampai jumpa di acara-acara KKI. 1
ZIARAH KE JERUSALEM Oleh : Benjamin Sugija Seperti biasanya, di akhir tahun saya menelpon teman-teman dekat di Jakarta, mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru, dilanjutkan dengan obrolan ringan. Dalam percakapan telepon dengan seorang teman, dia menceritakan pengalamannya ke Jerusalem. Ceritanya sangat menarik, setelah berdiskusi dengan istri, kami memutuskan untuk menghubungi agen perjalanan yang di-rekomendasikan teman tersebut, Stella Kwarta. Selanjutnya, kami memutuskan untuk ikut ziarah ke Jerusalem di tanggal 17 sampai 29 Maret. Ternyata jumlah peserta termasuk pastor pendamping hanya lima belas orang saja, jumlah yang ideal. Jadwal perjalanan, kami berdua pergi ke Jakarta lalu bergabung dengan kelompok dari Indonesia ke Jerusalem. Dari brosur yang didapat, terlihat acara ziarah yang sangat padat. Tentu saja, informasi tersebut membuat kami melakukan persiapan yang sebaik-baiknya. Kami berangkat di malam hari dari Jakarta menuju Dubai yang dilanjutkan ke Kairo, mendarat sekitar jam sepuluh pagi. Acara sudah langsung dimulai dengan melihatlihat kota Kairo dan makan siang. Setelah makan siang, kelompok kami mengujungi gereja Abu Sirga dan sinagoga Ben Ezra. Gereja Abu Sirga adalah salah satu tempat tinggal Keluarga Kudus, Jusuf, Maria dan kanak-kanak Jesus waktu mengungsi ke Mesir. Sinagoga Ben Erza merupakan sungai tempat di mana Musa ditemukan oleh kerabat kerajaan. Sayang, sungainya sudah tiada lagi dan penuh dengan bangunan, sehingga kesannya menjadi berubah. Hari berikutnya, kami pergi ke dataran tinggi Giza untuk melihat piramida raja Kheops, Khephrene dan Mykerinos. Piramidanya sangat berkesan melihat skala ukurannya yang luar biasa. Batu-batunya yang besar dan berat tentu saja patut dipertanyakan bagaimana cara mengangkat dan meletakkannya ke atas sampai ratusan meter di atas (lihat foto No 1).
Siangnya setelah makan siang, kami mengunjungi gereja ‘sampah’. Mengapa gereja ini disebut gereja sampah, karena umat gereja ini di-dominir oleh komunitas pemulung yang miskin. Hal yang unik dari gereja ini karena dibangun di dalam gua yang dipahat dan proses renovasi-nya masih berlanjut sampai saat ini. Makan malam diadakan di sebuah restoran kapal di sungai Nil dengan hiburan tari perut. Hari berikutnya mulailah kisah perjalanan di gurun yang sesungguhnya. Alam yang kurang ramah bagi orang-orang Indonesia. Alam yang gersang, kering dan panas. Kami menuju dan menyiapkan perjalanan ke gunung Sinai, di mana nabi Musa menerima kesepuluh perintah Allah. Perjalanan bis yang jauh ini mencakup dari Kairo ke terusan Sues menuju ke Selatan menyusuri laut Merah sampai ke Sharm El-Sheikh, sebuah tempat wisata di pantai yang menarik dan terkenal. Setiba di hotel dan sesudah makan malam, rombongan kami dipisahkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, orang-orang yang tidak ikut mendaki gunung Sinai, dan hanya mengunjungi gereja dan biara St Katarina di kaki gunung. Kelompok kedua terdiri dari orang-orang yang ingin mendaki gunung dengan unta sampai di puncak gunung untuk melihat terbitnya matahari. 2
Kelompok kedua ini harus meninggalkan hotel jam 23.00 malam, bergabung dengan peziarah lain untuk dapat menikmati terbitnya matahari, sedangkan kelompok pertama dapat beristirahat di hotel. Besok paginya, setelah turun dari puncak gunung, kelompok kedua bergabung lagi dengan kelompok pertama dan perjalanan dilanjutkan ke arah Timur laut menuju Nuweiba untuk bermalam. Dapat dimengerti kelompok kedua sangat lelah, melakukan pendakian dan mengalami kurang tidur di perjalanan menuju desa St Katarina (foto No 2 memperlihatkan gunung Sinai dan bagian muka dari biara). Dari sini, kami menuju Nuweibaa untuk makan siang. Perjalanan dilanjutkan lagi menuju Taba di Utara menyusuri teluk Aqaba. Taba adalah kota perbatasan dengan Israel di ujung teluk Aqaba. Kami beruntung dapat bermalam di hotel Hilton di Taba yang sangat nyaman. Dalam perjalanan di dalam bis sepanjang laut Merah ini, kami melihat banyak bangunan yang belum selesai dibangun, terbengkalai atau kosong tanpa penghuni. Di dalam segmen perjalanan tertentu, kami mendapatkan pengawalan dari tentara Mesir. Rupanya, keadaan politik dan keamanan masih merupakan isu yang memprihatinkan di sana. Tentu saja, wisatawan sangat menghargai usaha pemerintah Mesir untuk melindungi industri pariwisatanya. Begitu melewati garis perbatasan dan imigrasi Israel, terasa sekali perbedaan antara kedua negara, Mesir dan Israel. Sosial budaya, tertib masyarakat maupun ekonomi Israel jauh di depan dibandingkan dengan Mesir. Ziarah di Israel ini, dimulai dengan mengunjungi Qumran di mana gembala setempat menemukan naskah atau arsip kuno (dead sea scroll) di dalam gua. Waktu saya bertanya kepada romo pendamping apa imbasnya penemuan ini terhadap keempat injil yang menjadi dasar iman kita; jawaban beliau adalah, sampai saat ini aspek iman tidak berubah, tetapi naskah kuno ini dapat menjadi bukti aspek sejarah tentang keberadaan Jesus dan perkembangan Gereja. Perjalanan dilanjutkan ke laut mati yang ramai dengan pengunjung dari anak-anak, orang dewasa sampai lansia. Saya melihatnya sebagai tempat hiburan saja seperti pantai Ancol di Jakarta. Tentu saja perjalanan ziarah seperti ini mengandung banyak harapan atau ekspektasi spiritual, karena dari injil kita telah mengetahui latar belakang peristiwanya. Kita tinggal mencocokannya saja dengan kenyataan yang kita temukan. Misalnya saja waktu rombongan kami tiba di Jerusalem. Kami memandangnya dari atas bukit melihat Dome of the Rock dengan kubah emasnya, mesjid Al Aqsa dengan kubahnya yang gelap dan tembok Bait Allah yang mengelilinginya (lihat foto No 3, sayang gereja tidak terlihat karena terhalang bangunan lain). Saya sangat terkesan melihatnya dan membayangkan panorama ini sebagai bukti kebesaran dari nabi Ibrahim dengan keturunannya. 3
Terasa kedamaiannya dari jauh, walaupun kenyataan yang sebenarnya, belum tentu terjadi seperti yang kita bayangkan di antara keturunan Ibrahim. Banyak tempat yang kita kunjungi seperti sungai Jordan, tempat Jesus dibaptis. Sungainya kecil dan sempit sehingga hilanglah keangkeran yang kita bayangkan di Kitab Suci, di mana Roh Kudus turun menaungi Jesus. Tempat lainnya banyak gereja, yang dikunjungi seperti tempat gembala menerima kabar gembira, kelahiran Jesus, tempat mukjisat pertama di Kanaan, Jesus berkotbah tentang Sabda Bahagia, tempat Petrus menyangkal Jesus dan lain-lainnya. Hal yang sama terjadi waktu berdoa Jalan Salib. Gambaran di benak saya adalah kenangan setelah menonton film The Passion of Christ, mengharukan dan penuh kesedihan. Jesus disiksa, dihukum mati dan dipaksa memikul salibNya. Doa Jalan Salib ini dimulai di perhentian atau stasi pertama dan kedua yang masih ada di dalam kompleks gereja (lihat foto No 4) di mana kita berdoa dengan nyaman. Stasi berikutnya, keluar dari kompleks gereja dan kita memasuki lorong atau jalan Via Dolorosa, di mana dahulu Jesus mulai memanggul salib. Walaupun sudah tahu dari informasi yang diberikan teman di Jakarta, saya tetap terkejut, karena suasananya persis suasana pasar. Orang sibuk berjualan, mobil lalu lalang, lagu dangdut atau padang pasir terdengar jelas dan sulit sekali untuk khusuk berdoa (lihat foto No 5). Tidak terlalu berbeda, terjadi juga di gereja tempat Jesus wafat di salib, dikafani dan dimakamkan di Golgota. Sangat banyak orang dan berdesak-desakan. Kesempatan untuk berdoa secara khusuk hampir tidak memungkinkan. Foto No 6 dan No 7, menunjukkan tempat Jesus dibalut kain kafan dan dimakamkan. Bagian terakhir di Israel, kami pergi puncak gunung Nebo, tempat di mana Tuhan menunjukkan tanah perjanjian kepada nabi Musa. Beliau tidak diperkenankan Tuhan untuk masuk ke tanah perjanjian. Lihat foto No 8 yang menunjukkan salib dekat gereja. Besoknya perjalanan dilanjutkan menuju Jordania untuk melihat makam kuno di Petra. Sesudah itu sorenya, kami menuju Amman ibukota Jordania, untuk kembali ke Indonesia. Terus terang perjalanan ziarah ini sangat melelahkan dan kami berdua menghabiskan beberapa hari di Jakarta hanya untuk beristirahat. Evaluasi ziarah ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Dari aspek kemanusiaan saya prihatin melihat hubungan rakyat Israel dengan Palestina. Indah dan ideal sekali kalau mereka bisa hidup berdampingan dengan damai. Dari aspek spiritual, kepuasan dan ekspektasinya tidak optimal terpenuhi. Hal ini tidak dapat dihindari, misalnya unsur komersial atau perdagangan souvenir dan massa yang banyak sering mengusik kekhusukan untuk berdoa. Walaupun ada kekurangan dalam ziarah ini, saya berpendapat impaknya masih tetap positif, dan layak dilakukan.
4
Devosi Paus Fransiskus Kepada Bunda Maria Pengurai Simpul Rufin Kedang Terpilihnya Jorge Mario Bergoglio sebagai Paus dengan nama Fransiskus membawa angin segar bagi Gereja Katolik. Sikapnya yang tidak formal yang menekankan pentingnya kerendahan hati dan belas kasih telah menjadi ciri khas kepausannya. Kita teringat pada upacara Kamis Putih ketika beliau membasuh kaki para narapidana; kita teringat juga pada kehangatannya menerima dan menyapa para refugees. Paus Fransiskus juga adalah seorang pendoa yang tekun. Kali ini marilah kita melihat devosi Paus Fransiskus kepada Bunda Maria, khususnya Bunda Maria Pengurai Simpul (Mary, Undoer/Untier of Knots). Mungkin masih menjadi tanda-tanya, juga bagi banyak orang Katolik, apa itu Devosi Bunda Maria Pengurai Simpul. Nama ini berasal dari sebuah lukisan baroque di gereja St Peter am Perlach di Augsburg, Bavaria, Jerman. Lukisan itu dibuat oleh Johann Georg Schmidtner pada tahun 1700-an menggambarkan Bunda Maria yang dikelilingi para malaikat dan Roh Kudus dalam bentuk burung merpati melayang di atas kepalanya. Bunda Maria dalam posisi mengurai simpul dengan dua malaikat di kedua sisinya. Malaikat di sebelah kirinya memegang pita dengan banyak simpul, sedangkan malaikat di samping kanan memegang sambungan pita yang sudah diurai simpulnya oleh Bunda Maria.
5
Lukisan itu diilhami oleh meditasi Santo Irenaeus, Uskup Lyon yang menjadi martir pada tahun 2002. Beliau membuat perbandingan antara Hawa dan Bunda Maria, dengan mengatakan, “Hawa dengan ketidaktaatannya telah mengakibatkan simpul-simpul keaiban bagi umat manusia; sedangkan Maria dengan ketaatannya telah menguraikan simpul-simpul masalah itu”. Apa sebenarnya simpul-simpul itu? Simpul-simpul itu adalah persoalan hidup yang kita alami, yang mungkin kita rasakan sebagai tak ada jalan keluarnya. Ketidakcocokan suami-istri dalam hidup keluarga, anak-anak yang terlibat narkoba, sakit, kesepian, putus asa dan banyak masalah hidup lainnya yang bisa berakibat menjauhkan kita dari Tuhan. Pada abad ke 18 devosi ini masih terbatas di Jerman saja, tetapi kemudian menyebar ke Austria. Ketika sedang melanjutkan studi teologinya di Freiburg, Jerman, Jorge Mario Bergoglio SJ sangat terkesan dengan makna lukisan Johann Georg Schmidtner itu dan simbolismenya. Pada waktu pulang ke Argentina dia membawa postcard lukisan itu dan dalam setiap surat yang dikirimnya dia menyertakan fotokopi lukisan itu. Berkat jasa Jorge Mario Bergoglio yang kini kita kenal sebagai Paus Fransiskus, devosi Bunda Maria Pengurai Simpul mulai dikenal dan berkembang di Argentina dan kemudian juga di Brasil. Doa novenanya sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa termasuk bahasa Indonesia. Seperti halnya Doa Koronka Kerahiman Ilahi yang tersebar luas berkat jasa Paus Yohanes Paulus II, Devosi Bunda Maria Pengurai Simpul mulai lebih luas dikenal berkat jasa Paus Fransiskus. (dari berbagai sumber Katolik)
Warta KKI diterbitkan oleh pengurus Keluarga Katolik Indonesia setiap akhir bulan. Sumbangan tulisan, naskah, dan berita seputar kegiatan KKI anda, bisa di kirim lewat email ke Bpk Rufin Kedang di
[email protected] Deadline penerimaan tulisan/naskah tanggal 15 setiap bulannya.
6