“ ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3 : 30)
EDISI Januari 2012
Saudara saudari seiman yang terkasih, Natal dan Tahun baru telah berlalu. Kegiatan rutin masih malas menggeliat setelah menikmati libur panjang diakhir tahun. Kenangan pesta Natal dan akhir tahun masih terbayang jelas. Sekolah dan universitas masih lengang dan banyak pelajar dan mahasiswa dari luar Australia yang masih ‘pulang kampoeng’.Kehidupan normal biasanya memang baru dimulai di akhir bulan Januari. Semuanya ini akan dapat dilihat dari kesibukan di kantor-kantor, sekolah maupun angkutan umum Chaplain KKI, romo Waris-pun, ikut pulang kampoeng. Walaupun, statusnya dalam suasana liburan, beliau masih menyempatkan diri menulis artikel untuk warta KKI. Rupanya hobi menulisnya tidak pernah surut dan ingatannya tidak pernah lepas dari KKI. Tulisannya ringan dimana dia menceritakan pengalamannya menyongsong tahun baru secara sederhana, tapi berarti. Dia menyadari bahwa kebersamaan dengan keluarga telah menjadi hal yang langka dimana mana. Dalam waktu luang, liburan Natal, Ben Sugija juga menceritakan pengalaman pribadinya dengan keluarga. Dia mengaitkan pengalaman lainnya di tahun 2011 dan merefleksikan pengalaman itu dalam hubungan dengan Tuhan. Pak Istas Hidayat, mantan ketua KKI, juga ingin berbagi pengalaman bagaimana menghayati sebuah khotbah yang bagus. Perumpamaan sebagai kerinduan terhadap sang kekasih, dilontarkan dalam artikelnya. Usul perumpamaan ini cukup ‘valid’, karena memang dalam kehidupan spiritual kita, sering terjadi kebosanan. Kehidupan spiritual itu perlu juga diberikan dorongan dan motivasi. Tahun baru Imlek kali ini akan jatuh di akhir bulan Januari ini. Kepada teman teman beserta keluarga yang merayakan saat istimewa ini, redaksi ingin mengucapkan, SELAMAT TAHUN BARU IMLEK. Kami juga mengajak para pembaca untuk menyimak berita pengumuman, iklan dan lain lainnya didalam warta KKI ini Sebagai penutup, marilah kita songsong kedatangan tahun 2012 dan tahun naga ini dengan penuh optimisme, semangat baru. Semoga Tuhan selalu berkenan membimbing dan menyertai KKI. Selamat membaca.
MISA KKI Minggu, 5 Februari 2012 St Martin de Porres 25 Bellin Street Laverton VIC Pukul: 11.30 Minggu, 12 Februari 2012 St. Joseph Church 95 Stokes Street Port Melbourne VIC Pukul: 11.30 Minggu, 19 Februari 2012 St Francis’ Church 326 Lonsdale St Melbourne VIC Pukul: 14:45 Sabtu, 26 Februari 2012 St. Paschal 98-100 Albion Rd Box Hill VIC Pukul: 11.30 MISA MUDIKA Sabtu pertama Monastry Hall St. Francis Church 326 Lonsdale Street Melbourne VIC Pukul: 12.00 PDKKI Setiap Sabtu St. Augustine’s City Church 631 Bourke Street Melbourne VIC Pukul: 18.00
1
SUSUNAN PENGURUS KKI 2009-2012 Website: www.kki-mel.org Informasi
[email protected] Moderator/Pembimbing Rohani: Romo Paulus Waris Santoso O.Carm Ketua: Heru Prasetyo Wakil ketua I: Andi K Mihardja Wakil ketua II: Prabudi Darmawan Bendahara: Matheus Huang, Hari Setiawan Sekretaris: Ray Christian, Eko Aryanto Sekolah Minggu: Suria Winarni, Aureine Wibrata, Samy Sugiana, Sintia Hermawan Kegiatan Reguler Port Melbourne: Linda Munanto, Bradley & Christine Kegiatan Reguler Boxhill: Julius Indria Wijaya, Caesar Sutiono, Chandra & Lina Terliatan
Website KKI: Hanny Santoso, Erick Kuncoro Sie Liturgie: Robin Surjadi, Lucie Hadi, Anna Munanto, Rudy Pangestu Warta KKI: Edy Lianto, Sucipto, Benjamin Sugija, Rufin Kedang Sie Konsumsi: Inge Setiawan, Angela Roy Mudika: Utusan Mudika PDKKI: Utusan PDKKI KTM: Utusan KTM Kegiatan Reguler Point Cook: Ray Christian, Suhandi Kegiatan Reguler St Francis: Robin Surjadi, FX Heru Sugiharjo Kegiatan Non Reguler: Thomas Yani, Bernadette Sidharta, Lylia Dewi, Siska Setjadiningrat
REFLEKSI AKHIR TAHUN 2011 Oleh : Ben Sugija Saya senang melamun, mengingat kembali apa yang pernah saya lakukan, alami dan kalau bisa, mempelajari sesuatu yang baru. Karenanya, pada akhir tahun inipun saya ingin berbagi rasa pengalaman di tahun 2011 ini dengan teman teman lainnya. Misalnya saja, saya pernah di-‘kuliahi’ oleh seorang yang mengaku seorang Kristen yang sejati. Dia memberikan nasihat kepada saya untuk takut kepada Tuhan, karena Tuhan itu maha kuasa dan berada dimana-mana. Dia mengatakan bahwa kita tidak dapat bersembunyi dari Tuhan karena Tuhan pasti dapat menemukan diri kita. Karenanya kita tidak boleh berdosa, karena kita pasti dapat ditemukan lalu akan diberikan ganjaran atau hukuman yang setimpal. Tentu saja saya tidak mau memberikan komentar pada saat itu. Sambil tersenyum saya mendengarkan nasihatnya dan berpikir. Disamping itu saya juga pernah membaca sebuah buku renungan. Pengarangnya mengatakan bahwa Tuhan itu maha pengasih, dan Dia tidak akan dan pernah tertarik atau bersuka cita untuk menghukum ciptaan-Nya sendiri, kita manusia. Tuhan itu bukanlah Tuhan yang senang melihat manusia menderita. Pengalaman lainnya yang terus melekat di ingatan saya, adalah pengalaman membaca sebuah majalah yang mungkin bukan ditulis oleh seorang Kristen; penulisnya mengatakanbahwa iman yang tepat adalah iman yang bukan di-dasarkan atas ketakutan tetapi ‘kerinduan’ kepada Tuhan. Tiga pengalaman sehari-hari diatas memang tidak spektakuler, tetapi cukup bagi saya untuk dijadi-kan bahan renungan yang mana yang baik, maupun mana yang kurang tepat, sesuai dengan akal budi, dan intelektualitas saya. Pada hari Natal yang lalu, saya sudah tahu lama bahwa anak anak dan mantu saya akan mengunjungi saya dan merayakan Natal bersama. Saya sangat gembira mendengar rencana mereka, dan saya juga diberitahu bahwa mereka akan menyetir mobil bergantian dari Sydney ke Melbourne, begitupun pulangnya. Pada siang hari tanggal 24 Desember lalu, saya mendapat telepon bahwa mereka telah memasuki kota Melbourne dan akan tiba di rumah dalam waktu setengah jam. Hati saya melonjak gembira dan setelah memberi tahu istri, saya langsung membersihkan kamar kosong, menyiapkan tempat tidur mereka. ‘Wajar’-kah reaksi saya sebagai orang tua mereka? Apa yang mendorong saya begitu spontan bergembira dan turun tangan sendiri menyiapkan dan menyambut kedatangan anak mantu saya?
2
Saya jadi teringat injil karangan St Lukas 15:11-32 tentang perumpamaan anak yang hilang (prodigal son). Sang anak pergi meninggalkan Bapak dan rumahnya untuk bersenang dan berfoya-foya. Sang Bapak gundah hatinya dan selalu menunggu kembalinya si anak bungsu yang kurang berbakti ini. Suatu saat, si anak ingin kembali ke Bapak-nya karena uang yang diperolehnya telah habis. Pulanglah dia, dengan rasa menyesal karena telah berbuat kurang tepat kepada Bapak. Begitu sang Bapak melihat anaknya kembali dari jauh, dia langsung bangkit, berlari menyongsong kedatangan anaknya, merangkul dan menciuminya (Patut diingat, bahwa sikap sang Bapak ini tidak cocok atau sesuai dengan budaya dan kebiasaan orang Yahudi. Seorang ayah Yahudi harus menjaga jarak dan menunjukan wibawanya terhadap anak). Ternyata sang Bapak tidak memperdulikan lagi kebiasaan dan adat istiadat, karena begitu gembiranya dia melihat kepulangan anaknya. Rasa gembira sang Bapak juga dinyatakan dalam Lukas:15 ayat 7, ... demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan. Rasa gembira saya karena anak dan mantu yang datang untuk merayakan Natal bersama, tidak akan saya mengerti seandainya, anak saya itu selalu bersama saya. Harus saya akui dengan jujur bahwa spontanitas gembira saya itu disebabkan oleh kerinduan, seperti kerinduan sang Bapak dalam injil St Lukas bab 15 itu. Apa lagi kalau kita mengenang lagu yang sering kita nyanyikan di paroki masing masing, .... Only a shadow, ... yang kata-katanya antara lain seperti ini, The love I have for you, my Lord, is only a shadow of your love for me Only a shadow of your love for me, your deep abiding love Mutu rasa sayang , dan kerinduan saya terhadap anak anak saya tidak ada artinya, hanya sebagai ‘bayangan’ saja, dibanding dengan kasih Allah kepada kita semua. Menyadari ini, me-refleksikan kepada injil St Lukas, kita dapat menjawab pertanyaan klasik, apakah perlu rasa takut kepada Tuhan dibanding kerinduan kita kepada Allah dan sebaliknya?
KHOTBAH DI RUMAH TUHAN Oleh : Istas Hidayat Khotbah macam apa yang disebut khotbah yang “bagus”? Jawabnya: khotbah yang mendorong umat untuk berpikir atau merenungkannya selama seminggu. Salah satu gereja Protestan di Melbourne punya kebiasaan bagus: setiap Sabtu malam mereka berkumpul untuk membahas khotbah bapak pendeta pada hari Minggu sebelumnya. Dengan kata lain, mereka selalu menyimak baik-baik khotbah bapak pendeta, dan mencernakannya selama 6 hari, agar dapat di-sharing-kan bersama pada hari Sabtu itu. Mana ada pastor yang tidak tergiur pada kebiasaan bagus seperti itu? Khotbah Romo Waris baru-baru ini di gereja Port Melbourne bisa membuat umat merenung selama seminggu. Romo Waris melontarkan pertanyaan klasik: Buat apa kita ke gereja? Tuhan bisa ditemui di mana-mana - di rumah, di kamar tertutup, di mall, di bioskop, di pantai,, pendeknya di mana saja. Jadi, mengapa kita harus capek-capek mengayunkan kaki ke gereja? Jaman pra-konsili Vatikan II tempo doeloe, kalau orang tidak ke gereja pada hari Minggu, itu dosa besar. Memang, belum tergolong “dosa tak berampun”, tapi absen ke gereja pada hari Minggu bisa menghalangi kelancaran orang untuk masuk ke surga. Jadi, mengapa orang perlu ke gereja? Romo Waris meniru kebiasaan Yesus dalam menjawab pertanyaan tadi dengan memberi perumpamaan. Dimisalkan, orang yang sedang bercinta. Orang yang sedang kesengsem asmara pasti pingin ketemu pacarnya, tidak peduli hujan, panas ataupun angin ribut. Dan, ia ingin ketemu pacarnya di rumahnya, bukan di tempat lain yang hiruk-pikuk, ramai dan bising. Dan ia ingin ke rumah pacarnya itu untuk menunjukkan itikad baiknya kepada orang tua si pacar, tidak peduli adik atau kakaknya, atau paman atau bibinya, cemberut dan nyebelin. 3
Dia mau menunjukkan bahwa dia orang baik-baik, sekalipun barangkali banyak dosanya. Nah, keinginan yang berapi-api untuk bertemu itulah yang selayaknya mendorong kita untuk datang menemui Tuhan, sang kekasih, di rumahnya, yaitu gereja. Tidak peduli Hari Minggu atau hari biasa. Saya pernah terkesan ketika seorang seminarian MGL (Missionaries of God’s Love) minta permisi sebentar di siang hari bolong untuk pergi ke kapel. Rupanya dia sudah rindu untuk ketemu pacarnya. Setiap kali dia melihat rumah Tuhan, dia ingat kekasihnya. Minggu ini, ketika mengingatkan pesan Santo Markus agar kita berjaga-jaga menunggu kedatangan Kristus, Romo Waris melanjutkan perumpamaan orang yang sedang kesengsem asmara tadi. Orang yang sedang mencoba menarik kekasihnya cenderung untuk bicara banyak, ramai-ramai, banyak tertawa dan banyak meminta. Meminta perhatian. Tetapi, manakala dia sudah “mendapat” kekasihnya, orang yang bersangkutan cenderung diam, sunyi sepi, dan puas diri. Ciri-ciri ini juga terlihat bagi mereka yang sedang mencari Tuhan: bicara banyak, meminta banyak, ramai-ramai, dan menarik perhatian. Sedangkan yang sudah disentuh atau “mendapat” Tuhan, cenderung diam, tenang dan percaya diri. Perumpamaan tadi bukan saja masuk akal, tetapi juga menyingkapkan dengan jelas duduk perkaranya. Khotbah yang bagus adalah khotbah yang direnungkan umatnya selama seminggu. Saya termasuk di antara umat yang begitu, bahkan butuh waktu lebih dari seminggu. Sudah pasti, saya tidak sendiri.
(Sudah) Tahun 2012 Oleh : Romo Waris, O.Carm Saudari-saudara terkasih. Sudah 2012, hmmm begitu cepat waktu berlalu. Sedikit cerita ingin saya bagikan kepada Anda sekalian. Bukan cerita istimewa, hanya sekadar cerita biasa. Biasalah, karena memang tidak ada sesuatu yang istimewa yang saya cari. Setelah menunaikan tugas chaplaincy misa malam natal, saya berkemas untuk berlibur. Akhir tahun ini saya sempatkan pulang kampung. Tidak lama, tetapi cukup berarti. Tanggal 25 pagi saya berangkat meninggalkan Melbourne, dan tanggal 26 sore saya telah berkumpul dengan keluarga di kampung. Selebihnya saya hanya berdiam di rumah. Tidak ke manamana. Menikmati kebersamaan bersama keluarga. Apalagi handphone saya kehilangan signal. Lengkaplah liburan saya, terpisah dengan siapapun. Hanya bersama keluarga. Juga pada saat menikmati moment pergantian tahun dan tahun baru, semua saya nikmati bersama keluarga. Tahuntahun sebelumnya, moment pergantian tahun saya nikmati dengan usaha mencari perayaan yang meriah dengan atraksi kembang api sebagai puncaknya. Malam tahun baru yang baru lalu saya nikmati bersama bapak dan simbok saya sambil menyaksikan pertandingan sepak bola di televisi. Sepertinya memang tidak ada yang istimewa. Hanya duduk-duduk di pembaringan sembari menikmati para pemain sepak bola memainkan si kulit bundar. Tetapi pada saat itulah saya mendapatkan rahmat yang sangat istimewa. Saya lupa, kapan terakhir kali menikmati pergantian tahun hanya bersama orangtua. Seingat saya, sejak remaja, ketika saya aktif sebagai misdinar atau kemudian ketika masuk biara dan kemudian menjadi imam, saat-saat menikmati moment pergantian tahun hanya bersama keluarga sungguhlah langka. Maka malam itu, atau tepatnya pagi dini hari, saat banyak orang bergembira dengan terompet dan petasan, saya tersenyum lebar menyaksikan kekalahan Chelsea dan kemudian pamit tidur. Sudah tahun baru. Saya tersenyum karena hanya menikmatinya bersama bapak dan simbok. Tidak ada sesuatu yang lebih indah yang bisa saya minta. Karena semuanya sudah diberikan. Malam sebelumnya kami berkumul lengkap. Bapak dan simbok serta kedua adik saya ada berserta keponakan. Hmmm, apalagi yang kurang. Tahun baru ini Tuhan memberi hadiah yang sungguh luar biasa. Saatsaat bersama keluarga. Tidak melakukan banyak hal. Hanya bersama mereka. Karena kesempatan ini sangat langka.
4
Tahun baru pagi kami isi dengan ke Gereja bersama. Di Gereja stasi. Kebetulan tidak ada pastornya, karena pastornya sudah merayakan ekaristi semalam dan dini hari di paroki, maka saya mempersembahkan misa dengan segenap umat yang hadir. Ada suasana yang berbeda. Dulu kerapkali umat ini berisik sebelum Ekaristi, tetapi kemarin itu saya merasakan sebuah keheningan. Sangat menyenangkan bisa merayakan ekaristi dalam suasana hening, suasana doa. Siang harinya, kami pergi ke Malang, ke kota. Yang saya maksud dengan kami adalah keluarga besar saya, semua orang yang tinggal di komplek rumah saya. Oh iya, tentu Anda bingung membayangkan. Rumah saya itu berdempetan dengan rumah nenek dan paman saya. Jadi saya bisa menyebutnya kompleks. Nah siang itu kami hendak membezuk saudara yang baru saja melahirkan. Dia adalah kakak ipar dari Anna, adik saya yang paling bungsu. Kami menumpangs atu mobil panther milik paman saya. Ada 9 orang dewasa dan 2 anak-anak. Saya menyediakan diri sebagai sopir. Perjalanan diiringi dengan hujan yang sangat lebat. Mungkin Tuhan mendengar degup hati saya. Jika hujan lebat, banyak motor akan menepi dari jalan, dan ini agak melegakan bagi mobil. Dan memang benar, sepanjang jalan, jalanan lengan dari motor, tetapi jarak pandang tidak jauh karena lebatnya hujan. Malang bagi kami, mobil ini mogok di kota kepanjen. Sekitar 18 km sebelum memasuki kota Malang. Roda kipasnya soak. Hmmm, kami menepi. Paman saya bersama menantunya mencoba membetulkan sebisanya. Hasilnya nihil. Saya mencoba menghubungi bebera romo di sekitar situ. Hmmmm, inilah enaknya adi romo. Di mana-mana ada saudara. Pastor paroki Kepanjen yang baru pulang dari stasi datang menolong dengan mencarikan bengkel. Sedangkan satu teman tahbisan di Malang, rela meninggalkan tidur siangnya untuk menjemput kami. Tahun baru itu saya nikmati dengan merasakan suasana kekeluargaan dan persaudaraan. Menjadi saudara bukan hanya karena ada ikatan darah, tetapi juga karena ada ikatan iman. Romo Wahyu dan Romo Krist, yang membantu saya sungguh hadir sebagai saudara. Tidak kalah dengan mereka yang ada ikatan darah dengan saya. Saudari-saudara terkasih, demikian sedikit catatan tahun baru yang saya alami. rahmat Tuhan yang saya terima begitu luar biasa. Kebersamaan bersama keluarga sungguh sesuatu yang sangat besar nilainya. Juga hidup bersaudara, meski tidak ada hubungan darah, adalah sesuatu yang istimewa. Semoga tahun 2012 ini membawa berkat yang melimpah dalam keluarga Anda, dan hidup persaudaraan kita makin hangat berkat Tuhan yang hidup di dalamnya.
5