I.
1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kecamatan Srandakan merupakan salah satu kecamatan yang ada di wilayah
Kabupaten Bantul. Secara astronomi keberadaan posisi Kecamatan Srandakan terletak di 110°14’46’’ Bujur Timur dan 07°56’20’’ Lintang Selatan. Berdasarkan posisi geografisnya Kecamatan Srandakan terletak di bagian paling barat daya di wilayah Kabupaten Bantul. Kabupaten Bantul memiliki tiga DAS (Daerah Aliran Sungai) yaitu DAS Progo, DAS Opak, dan DAS Oya (Setyawati, 2014). Salah satu fungsi dari masing-masing DAS adalah untuk mengairi areal pertanian. Sebagian besar masyarakat Desa Poncosari melakukan kegiatan perekonomian bertumpu pada sektor perikanan dan pertanian. Pada awalnya masyarakat Desa Poncosari memiliki mata pencaharian sebagai petani namun tak lama pergeseran aktivitas ekonomi penduduk ditandai dengan dimulainya kegiatan perikanan laut yang baru berkembang sejak tahun 1995 (Setyawati, 2014). Beralihnya mata pencaharian masyarakat kepada kegiatan penangkapan salah satunya disebabkan dengan meningkatnya jumlah pertumbuhan penduduk yang berdampak pada penyusutan lahan pertanian. Keberadaan nelayan pendatang merintis usaha penangkapan ikan di wilayah Pantai Depok, Kuaru, dan Pandansimo (Rustijarno dan Asyiawat, 2002). Kegiatan penangkapan ikan masih didominasi oleh nelayan kecil atau tradisional Murdjijo (1998) (cit, Rustijarno, 2007). Ciri usaha nelayan pesisir pantai yakni padat kerja dengan modal yang terbatas, menggunakan teknologi sederhana, dan memiliki tingkat pendidikan rendah serta keahlian (skill) terbatas (Husein & Sumino, 1986). Masyarakat pesisir memiliki tempat tinggal di sekitar pantai dan dicirikan oleh kinerja perekonomian yang bersifat khas. Aktivitas perekonomian sehari-hari tidak bisa lepas dari pola dan kebiasaan kemaritiman, dengan bertumpu pada linkungan tempat tinggal pesisir. Keterikatan masyarakat dengan laut merupakan ciri tersendiri dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir. Laut sebagai sumber daya perekonomian, dengan ragam kekayaan ikan serta biota lain yang tidak terbatas, sebagai potensi tak
1
ternilai, akan tetapi belum dapat memberikan kesejahteraan yang diharapkan (Setyawati, 2014). Nelayan pesisir pantai pada umumnya menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan sumberdaya laut dan pantai serta sangat bergantung dengan musim yang mengakibtkan menurunnya produksi hasil tangkapan. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh nelayan, yaitu besarnya modal yang digunakan untuk melaut, hasil tangkapan tidak menentu, dan harga pasaran ikan yang cenderung tidak tetap. Besarnya modal yang dikeluarkan oleh nelayan kadang tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh, akibatnya nelayan tidak memperoleh keuntungan sesuai yang diharapkan. Fluktuasi musim ikan bukan merupakan satu-satunya faktor permasalahan yang dihadapi nelayan, melainkan juga karena rendahnya mutu sumberdaya manusia, kurangnya akses dan jaringan penjualan ikan yang banyak tidak menguntungkan kaum nelayan. Faktor lain yang sangat mempengaruhi yakni pendeknya musim melaut yang memungkinkan nelayan untuk melaut. Oleh sebab itu sejumlah nelayan melakukan upaya- upaya untuk tetap mampu bertahan hidup dengan memanfaatkan sumbersumber penghidupan yang dimiliki (Alfarisy, 2014). Berbagai usaha penanggulangan telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain, misalnya masalah pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya laut, pemerintah telah membuat peraturan yang tercantum dalam perundangan yang ada, seperti UU No.45 Tahun 2009tentang perikanan danKeppres 23 Tahun 1982 tentang pengembangan budidaya laut di Indonesia.Peraturan-peraturan tersebut pada dasarnya mengatur tentang pembatasan alat-alat tangkap yang merusak sumberdaya laut, pembatasan dan pengaturan zona penangkapan ikan berdasarkan skala usaha dan alat tangkap yang digunakan, pengaturan izin usaha kepada nelayan-nelayan asing, izin pembudidayaan laut, dan pengaturan sistem pemasaran ikan (Hermanto, 1995). Selain itu, menurut Badan Informasi Publik (2006) Sejak tahun 2001 pemerintah Kabupaten Bantul telah melakukan suatu program yang disebut Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program ini dirancang untuk mengatasi persoalan kemiskinan pada masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Perwujudan adanya program kelembagaan, sejauh ini sudah terbentuk
2
usaha warung dan toko di sepanjang pesisir pantai, beberapa kelompok nelayan sudah terbentuk dua diantaranya yakni Kelompok Fajar Arum untuk nelayan di Pantai Kuwaru dan Kelompok Pandanmino untuk nelayan di Pantai Baru Pandansimo(DKP Bantul, 2011). Namun di dalam perjalanannya sampai sejauh ini peran tersebut belum mampu sepenuhnya mengatasi permasalahan nelayan, melihat banyak nelayan yang masih terbatas dengan kebutuhan dan modal yang dimiliki. Nelayan di Desa Poncosari umumnya memenuhi sarana kegiatan melaut dengan modal sendiri sesuai kemampuan individu. Sarana penyediaan kebutuhan alat tangkap terbatas dengan modal yang dimiliki. Rata-rata perahu nelayan di Bantul merupakan jenis perahu motor tempel. Keadaan perahu nelayan yang sangat terbatas, menjadikan kendala nelayan untuk beroperasi ketika cuaca buruk. Hal ini dikatakan oleh Arief (2015), banyak kapal nelayan yang bersandar akibat cuaca buruk dan keterbatasan kapal. Terbatasnya modal nelayan, dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendapatan nelayan. Kendala lain juga terjadi yakni terbatasnya kemampuan nelayan dalam mengemudi kapal. Rata-rata nelayan di Kabupaten Bantul, selama ini mengandalkan juru mudi nelayan andon yang berasal dari Cilacap.Menurut Arief (2015), nelayan Bantul sangat mengandalkan nelayan dari Cilacap yang lebih berpengalaman untuk mengemudikan perahu, hal ini menjadi permasalahan terbatasnya skill nelayan dan sifat ketergantungan. Kegiatan penangkapan ikan di laut, umumnya sangat bergantung terhadap musim ikan. Ketika musim paceklik, kendala nelayan tidak bisa pergi melaut dikarenakan cuaca buruk dan sarana kapal yang kurang memenuhi,akibatnya nelayan tidak dapat melaut dan terpaksa menganggur.Kegiatan penangkapan ikan sangat tergantung musim, hal ini menjadikan suatu permasalahan yang dihadapi oleh nelayan,alternatif yang dilakukanbanyak nelayan di Desa Poncosarimemilih untuk beralih pekerjaan. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh nelayan, banyak Nelayan Desa Poncosari yang beralih pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Suprayoga (2015) mengatakan bahwa kawasan pesisir pantai Bantul mengalami perkembangan yang sangat pesat, antara lain dengan berkembangnya budidaya tambak udang yang terdapat di kawasan Pantai Kuaru, Pantai Baru, Pantai Pandansimo, Pantai Glagah dan sebagian Pantai Depok. Sebagian beranggapan bahwa usaha budidaya lebih menguntungkan
3
dilihat dari jumlah produksi dan keuntungan yang dihasilkan jika dibandingkan dengan profesi nelayan yang tidak menentu. Berkembangnya usaha budidaya tambak di sekitar pesisir pantai, menjadikan keinginan nelayan Desa Poncosari untuk melakukan usaha tambak udang. Kenyataannya untuk beralih profesi menjadi petambak, dibutuhkan biaya modal yang jauh lebih tinggi dibandingkandengan modal kegiatan melaut. Nelayan dihadapkan pada keadaan yang cukup sulit. Untuk beralih pekerjaan tersebut nelayan Desa Poncosari harus mempertimbangkan modal yang ada. Sebagian nelayan juragan di Desa Poncosari yang memiliki modal beralih pada mata pencaharian petambak udang, namun kenyataannya tak banyak nelayan yang beralih menjadi petambak, sebagian besar nelayan kecil terus menggantungkan hidupnya pada kegiatan penangkapan dan bertani. Disisi lain, budidaya tambak udang ternyata tak selamanya menjanjikan penghidupan yang lebih baik. Banyak kerentanan yang diakibatkan adanya usaha tambak. Berkembangnya usaha tambak udang memberikan dampak bagi lingkungan salah satunya kerusakan lingkungan. Penataan wilayah yang belum sepenuhnya optimal menjadikan salah satu penyebab permasalahan. Berdirinya tambak udang di pesisir Bantul ini mengancam keberadaan lahan pertanian, yang menjadi sumber pendapatan pokok nelayankecil dan juga petani di Desa Poncosari. Kerusakan lingkungan memang belum dirasakan pada masa sekarang, namun ancaman lingkungan ini akan berpengaruh pada masa selanjutnya dengan kerusakan jangka panjang. Hal ini menjadikan permasalahan bagi nelayan yang juga berprofesi sebagai petani. Permasalahan lain yakni keberadaan tambak udang yang mengancam keberadaan gumuk pasir. Gumuk pasir memiliki fungsi ekologis penting, untuk mencegah intrusi air laut, penahan gelombang, dan dimanfaatkan untuk pertanian. Disamping itu berdirinya tambak udang bagi pembudidaya memiliki resiko faktor modal tinggi, perubahan kualitas air, dan pergantian musim. Faktor tersebut menyebabkan timbulnya penyakit pada usaha tambak. Adanya isu penyakit ini berakibat pada dampak kerugian yang cukup besar (Suprayoga, 2015). Kerentanan lain yang dihadapi disebabkan oleh faktor alam, ketika musim penghujan kerap terjadi luapan air dari Sungai Opak dan Sungai Progo yang mengakibatkan banjir di daerah sekitar muara sungai, yaitu Desa Poncosari, Tirtohargo, dan Desa Parangtritis. Terjadinya abrasi di sepanjang pantai selatan Bantul salah
4
satunya disebabkan oleh gelombang Samudera Indonesia yang menggerus pasir di sepanjang pantai mengakibatkan perubahan bentuk pantai setiap tahun. Faktor lain yang mempengaruhi yakni adanya kegiatan penambangan pasir di DAS Sungai Progo dan DAS Sungai Opak yang menyebabkan degradasi lingkungan dan rawan banjir. Bencana banjir ini mengancam keberadaan lahan pertanian dan budidaya tambak yang berakibat pada lumpuhnya kegiatan bertani dan tambak. Ketika musim penghujan, luapan air sungai banyak merugikanmasyarakat pesisir, terutama petani dan petambak (Rustijarno dan Asyiawat, 2002). Faktor bencana ini tentunya memberikan ancaman terhadap aset, akses, dan aktivitas masyarakat pesisir salah satunya terhadap lumpuhnya kegiatan bertani, dan tambak. Banyaknya permasalahan yang ada, menjadikan masyarakat pesisir pantai untuk melakukan strategi yang harus dilakukan untuk mencapai penghidupan yang memadai. Sebenarnya hampir tidak ada masyarakat yang mampu bertahan sepenuhnya dari sumberdaya tanpa melakukan adaptasi terhadap kondisi alam. Perbedaan karakteristik wilayah sangat menentukan penghidupan apa yang mampu dilakukan oleh masyarakat nelayan sebagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir pantai ini tentunya sangat berkaitan dengan kondisi fisik, sosial, dan sumberdaya yang ada di kawasan pesisir. Masyarakat nelayan umumnya cenderung memiliki etos kerja yang tinggi, solidaritas antar masyarakat yang kuat serta terbuka dengan perubahan- perubahan dan interaksi sosial (Kusnadi, 2009). Akan tetapi kondisi ini tidak kemudian menyebabkan masyarakat nelayan mampu meningkatkan kualitas kehidupannya dengan terlepas dari jeratan kemiskinan dan kerentanan (Alfarisy, 2014). Salah satu strategi untuk mengahadapi permasalahan yang ada, yakni dengan pendekatan Sustainable livelihood, yaitu bagaimana masyarakat mengoptimalkan pemanfaatan asset/ modal yang ada untuk memenuhi penghidupan yang memadai. Asset tersebut terdiri dari modal alam, modal fisik, modal sosial, modal finansial, dan modal manusia. Penghidupan berkelanjutan dilihat melalui bagaimana masyarakat mengelola, memanfaatkan, serta memprioritaskan asset- asset yang tersedia untuk mengatasi permasalahan dalam hal memenuhi penghidupan (Sulistyo, 2014) Pendekatan livelihood yang bertujuan untuk melihat bagaimana strategi penghidupan masyarakat pesisir nelayan pantai Desa Poncosari, utamanya dalam
5
menghadapi berbagai permasalahan, dengan cara mengoptimalkan, memanfaatkan, dan mengatur kelebihan asset yang dimiliki, serta bagaimana cara menyikapi perubahan lingkungan
untuk
mencapai
penghidupan
yang memadai meliputi aset-aset,
karakteristik-karakteristik individu, dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Penelitian ini mengarah pada bagaimana masyarakat nelayan pantai Desa Poncosari menghadapi berbagai permasalahan yang ada, dengan menggunakan aset penghidupan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, serta menguraikan berbagai keragaman aset yang dimiliki. 2.
TUJUAN 2.1 Mengetahui aset penghidupan rumah tangga nelayan pesisir Pantai KuwaruPandansimo Desa Poncosari, yang terdiri dari aset alam, asetfisik, aset finansial, aset manusia, dan aset sosial. 2.2 Mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan aset penghidupan nelayan di Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul 2.3 Mengetahui strategi pemanfaatan aset untuk menunjang penghidupan (Sustainable livelihood) rumah tangga nelayan di Desa Poncosari.
3.
MANFAAT Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai informasi
pelengkap mengenai kelebihan asetyang dimiliki sebagai sumber penghidupan berkelanjutan masyarakatnelayan Desa Poncosari, Bantul.
6