I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Dasar hukum koperasi adalah UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1 yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Selanjutnya di dalam penjelasan dikemukakan antara lain bahwa kemakmuran rakyatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang, yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Dalam hubungan ini koperasi sangat penting guna menumbuhkan potensi ekonomi rakyat dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan. Indonesia mendapatkan julukan sebagai negara agraris karena mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian, baik on-farm ataupun off-farm. Akan tetapi, julukan tersebut tidak serta merta mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki sektor pertanian yang kuat, unggul, dan bersaing. Negara agraris hanya dipandang sebagai julukan atas kondisi demografis penduduk, tanpa ada keinginan kuat dari pemimpin dan penyelenggara negara untuk mengokohkannya. Rata-rata petani di Indonesia hanya memiliki luasan lahan kurang dari 0,5 ha. Kepemilikan luas lahan tersebut diprediksi akan terus berkurang seiring meningkatnya aktifitas sosial ekonomi manusia, yaitu kebutuhan akan tempat tinggal, sistem pewarisan tanah, dan lain sebagainya. Di sisi lain pada kegiatan pertaniannya, petani menghadapi berbagai kendala dari mulai on-farm hingga offfarm. Pada on-farm, kendalanya adalah: (1) harga saprotan (bibit, obat-obatan tanaman, dan pupuk) yang fluktuatif, (2) sulitnya menjangkau kredit, dan (3) faktor iklim, yaitu kekeringan dan banjir. Sementara itu, kendala pada off-farm adalah: (1) rendahnya produktivitas, (2) rendahnya harga jual, (3) heterogenitas kualitas produksi, (4) rendahnya aksesbilitas petani terhadap pasar, dan (5) masuknya produk impor ketika masa panen. Kendala yang dihadapi oleh petani pada saat ini juga merupakan kendala yang dihadapi oleh petani pada masa lalu. Ketika itu, untuk mengatasi berbagai kendala pada sektor pertanian, pemerintah menerapkan berbagai program agar mampu menghasilkan formulasi terbaik, salah satunya adalah Bimas Gotong Royong. Namun, sama halnya seperti program-program lainnya yang pernah dilakukan, pelaksanaan Bimas Gotong Royong dianggap kurang berhasil, karena 1
pengembalian kredit yang berupa bahan/padi menimbulkan berbagai masalah yang sulit diawasi. Belajar dari kegagalan tersebut, pemerintah mencoba untuk melibatkan para petani melalui koperasi di bawah Menteri Sekretaris Negara. Direktur Jendral Koperasi diberi tugas untuk melibatkan peran koperasi agar Bimas juga merupakan programnya, dan bukan hanya program pemerintah (Soenarjo, 1995). Atas inisiatif Bank Indonesia dan BRI yang didukung oleh Departemen Pertanian dan Direktorat Jendral Koperasi, maka mulai tahun 1969/1970 di Daerah Istimewa Yogyakarta diadakan Pilot Proyek Bimas yang disempurnakan dengan sistem Unit Desa atau disingkat Pilot Proyek Bimas Unit Desa. Sebagai tindak lanjut atas inisiatif tersebut, maka kemudian pada tanggal 11 Februari 1971 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 33 tentang Pembentukan Badan Usaha Unit Desa (BUUD). BUUD merupakan badan kerjasama antara primer-primer koperasi pertanian yang ada dalam wilayah unit desa, kecuali ditentukan lain oleh badan pembina bimbingan masyarakat (Bapem Bimas) DIY. Tugas utama BUUD adalah untuk membantu para petani produsen dalam mengatasi masalah proses produksi (termasuk kredit dan ketentuan bagi hasil), penyediaan sarana produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil produksi. Dalam melaksanakan tugasnya, BUUD bertanggungjawab kepada primer koperasi-koperasi pertanian dan Bapem Bimas DIY (Soenarjo, 1995). BUUD terus menunjukkan perkembangan positif dalam aktivitasnya, di antaranya adalah (1) dalam situasi langkanya pupuk, BUUD dapat mendistribusikan pupuk sampai ketangan petani. Harga pupuk yang diperdagangakan di luar BUUD sangat tinggi, sedangkan petani dengan melalui BUUD dapat menerima pupuk dengan harga yang ditentukan oleh pemerintah, (2) pada tahun 1972, saat dunia sedang dilanda kekurangan pangan, BUUD di Yogyakarta telah berhasil mengadakan pengadaan pangan melalui dolog setempat, dan (3) ditinjau dari aspek sosial, keberadaan BUUD dapat diterima masyarakat. Sementara dari aspek ekonomis, keberadaan KUD dapat dipertanggungjawabkan (Anonim, 1995). Kinerja positif BUUD tersebut ditanggapi langsung oleh Presiden, hingga akhirnya diterbitkan Instruksi Presiden No. 4 tahun 1973 tentang Unit Desa. Tindak lanjut dari Inpres tersebut adalah meleburnya seluruh koperasi pertanian/koperasi desa dalam satu wilayah unit desa menjadi koperasi unit desa (KUD).
2
Menurut Hadisapoetro (1975), KUD merupakan koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk dari desa-desa yang berada dalam satu wilayah kecamatan. KUD dikukuhkan sebagai koperasi tunggal pedesaan berdasarkan Inpres No. 4 tahun 1984. Pada saat itu KUD berperan pokok menyalurkan sarana produksi, pengadaan pangan, penyalur kredit, pemasaran hasil pertanian dan sebagainya (Waluyati et al., 2012). Status sebagai koperasi tunggal pedesaan yang disandang KUD tidak bertahan lama, karena pada tahun 1998, diterbitkan Inpres No. 18 tentang Pengembangan Koperasi. Dengan diberlakukannya Inpres tersebut, maka legitimasi KUD sebagai satu-satunya koperasi di pedesaan menjadi gugur. Secara tidak langsung, pemerintah telah membuka kesempatan seluas-seluasnya kepada masyarakat untuk membentuk dan mengelola koperasi tanpa batasan wilayah kerja, dan koperasi diberikan kesempatan untuk lebih mandiri dan bebas melakukan aktivitasnya, lebih-lebih dengan berkembangnya iklim demokrasi di kalangan masyarakat, maka tidak perlu ada campur tangan pemerintah (Subandi, 2009). Ketika mengalami amalgamasi pada tahun 1973, seluruh koperasi pertanian yang terdapat di dalam satu wilayah unit desa melebur menjadi koperasi unit desa. Momentum tersebut tidak bertahan lama, karena ketika Inpres No. 18 tahun 1998 diterbitkan, masyarakat mulai mendirikan berbagai jenis koperasi di wilayahnya, khususnya pedesaan. Salah satu koperasi yang didirikan tersebut adalah koperasi pertanian. Seiring berjalannya waktu, koperasi pertanian dan koperasi unit desa berjalan seiringan namun dengan tanggung jawab yang berbeda. Koperasi pertanian pada umumnya hanya menaungi anggota dalam tingkat desa, sementara koperasi unit desa menaungi anggota dalam tingkat wilayah unit desa atau saat ini lebih dikenal dengan tingkat kecamatan. Keberhasilan koperasi adalah terwujudnya tingkat efisiensi pelayanan yang optimal bagi anggota, dengan kata lain anggota koperasi dapat merasakan manfaat jasa pelayanan yang dihasilkan koperasi. Sitio (2001) dalam Rosyidha (2013) menyebutkan bahwa secara umum koperasi diukur untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan (growth) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah koperasi per propinsi, jumlah koperasi per kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif dan non aktif), keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset dan sisa hasil usaha. sedangkan Wirasasmita menjelaskan bahwa ukuran keberhasilan usaha koperasi
3
tidak semata-mata dengan ukuran efisiensi koperasi sebagai perusahaan, akan tetapi dengan ukuran efisiensi dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota dengan dampak-dampaknya yang bersifat sosial.
Tabel 1.1 Jumlah Koperasi Pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten Jumlah Bantul 38 Gunungkidul 46 Kulon Progo 34 Sleman 35 Jumlah 153 Sumber : Disperindagkop DIY, 2014 Tabel 1.1 merupakan tabel koperasi tani yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Koperasi tani tersebut terdiri dari koperasi pertanian dan koperasi unit desa. Untuk jumlah koperasi di Kabupaten Bantul sebesar 38, jumlah koperasi ini berada dalam urutan kedua setelah Kabupaten Gunungkidul yaitu sebesar 46. Dari 38 koperasi yang terdapat di Bantul salah satunya adalah koperasi pertanian Cinta Manis yang letaknya berada di Kecamatan Sewon.
Tabel 1.2 Nama-nama Koperasi Pertanian di Kabupaten Bantul Kecamatan Koperasi Pertanian Kecamatan Koperasi Pertanian Sedyo Makmur Taruna Karya Srandakan Manunggal Sedyo Rukun Tani Maju Jetis Sumber Makmur Sarono Mulyo Basuki Sanden Tani Makmur Amrih Lestari Sido Makmur Bangkit Sejahtera Ngudi Makmur Utami Kretek Rukun Lestari Mekar Sari Tani Maju Imogiri Timbul Lestari Makmur Giri Makmur Pundong Kembang Lestari Sinar Rukun Rukun Sedyo Manuggal Bambanglipuro Dadi Makmur Piyungan Sidomulyo Pandak Tani Manunggal Ngudi Mulyo Banguntapan Ngudi Makmur Ngudi Rahayu Bantul Andini Mulya Gemah Ripah Harapan Makmur Sewon Gapoktan Luwes Dlingo Sumber Makmur Cinta Manis Pleret Karya Agung Kasihan Tirto Manunggal Sumber : Disperindagkop DIY, 2014 4
Koperasi Cinta Manis Pendowoharjo Sewon Bantul merupakan koperasi berprestasi tingkat nasional dari DIY. Pada tahun 2009 Koperasi Cinta Manis mendapatkan dana akselerasi untuk petani tebu di wilayah Provinsi DIY senilai 16 miliar rupiah. Ribuan petani tebu di Provinsi DIY telah menikmati dana tersebut dalam bentuk kredit untuk bongkar ratun, pengeprasan, dan perluasan. Setiap petani minimal memperoleh kredit 4,7 juta rupiah untuk bongkar ratun per hektar, 3,08 juta rupiah untuk pengeprasan per hektar, dan 4,7 juta rupiah untuk perluasan per hektar. Setiap petani dibebani bunga kredit 7 persen yang dibayarkan setelah panen. Dalam Rapat Anggota Tahunan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Bantul memberikan penghargaan kepada KPRT Cinta Manis sebagai salah satu koperasi yang dinyatakan sehat.
2. Rumusan Masalah Secara makro, pertumbuhan koperasi dilihat dari banyaknya jumlah koperasi dan banyaknya jumlah anggota koperasi. Apabila jumlah koperasi meningkat, maka jumlah anggota koperasi juga akan ikut meningkat. Hal ini mengingat bahwa koperasi didirikan oleh minimal 20 orang, sehingga peningkatan jumlah koperasi akan berbanding lurus dengan peningkatakn jumlah anggota. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan koperasi pertanian di DIY. Meskipun mengalami peningkatan yang signifikan dari sisi jumlah koperasi, di sisi lain jumlah anggota justru mengalami penurunan sebanyak 1.092 orang dari tahun 2011 ke tahun 2012. Koperasi sebagai salah satu badan usaha harus melakukan pelayanan untuk anggotanya. Pelayanan merupakan salah satu daya tarik bagi seseorang untuk menjadi anggota koperasi tersebut dan mendorong anggota yang pasif menjadi aktif. Hal ini dikarenakan anggota akan memiliki pandangan bahwa menjadi anggota koperasi akan mendapatkan keuntungan yang banyak dari layanan-layanan yang diberikan oleh koperasi. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimana kualitas layanan koperasi pertanian Cinta Manis di Kabupaten Bantul? b. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi layanan koperasi pertanian Cinta Manis di Kabupaten Bantul?
5
3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui kualitas layanan koperasi pertanian. b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi layanan dalam koperasi pertanian.
4. Manfaat Penelitian a. Bagi mahasiswa untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Strata 1 (S1) pada program studi Agribisnis jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. b. Bagi petani dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam menunjang usahataninya. c. Bagi pemerintah dan instansi terkait digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan dalam peningkatan kinerjakinerja koperasi DIY untuk layanannya. d. Bagi peneliti lain dapat digunakan sebagai bahan untuk mengkaji permasalahan yang sama.
6