I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penghasilan Kepala Desa dan Perangkat Desa, Pemerintah Desa merupakan bagian dari pemerintahan Republik Indonesia yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan dibantu oleh Perangkat Desa. Kepala desa adalah pemimpin desa yang dipilih langsung oleh penduduk desa yang bersangkutan sedangkan Perangkat Desa adalah unsur pembantu kepala desa yang terdiri dari sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan, dan unsur kewilayahan. Dalam UU Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dijelaskan bahwa Pemerintah Desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraaan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Pemerintahan Desa sebagai badan kekuasaan terendah, memiliki wewenang asli untuk mengatur rumah tangga sendiri (wewenang otonomi/pemerntahan sendiri), juga memiliki wewenang dan kekuasaan sebagai pelimpahan dekonssentrasi dari pemerintah di atasnya. Pemerintah Desa diselenggarakan dibawah pimpinan seorang Kepala Desa beserta para pembantunya, mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat desa (Saparin, 1986). Pemerintah Kabupaten Kulon Progo memberikan wewenang kepada Pemerintah Desa atau KeKepala Desaan untuk mengelola Tanah Kas Desa yang terdapat pada masing-masing wilayah. Wewenang tersebut diwujudkan dalam pengeloalaan Tanah Kas Desa untuk berbagai jenis penggunaan. Tanah Kas Desa adalah tanah-tanah yang dikuasai desa baik yang berasal dari pemerintah tingkat atasnya maupun yang diperoleh melalui swadaya masyarakat desa untuk dikelola yang hasilnya merupakan sumber pendapatan asli desa dan dipergunakan untuk penyelenggaran pemerintahan desa ( Radjab, 1997) Aset kekayaan desa yang salah satunya berupa tanah kas desa terbagi menjadi berupa tanah bengkok/lungguh, pengarem-arem, titisara, kuburan, jalan-jalan desa,
penggembalaan hewan, danau-danau, tanah pasar desa, tanah keramat, lapanganlapangan, dan tanah yang dikuasai oleh pemerintah desa. Pengelolaan tanah kas desa merupakan usaha mengoptimalkan daya guna dan hasil guna tanah kas desa melalui kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan serta pengendaliannya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat desa. Penghasilan Kepala Desa dan Perangkatnya berupa tunjangan yang diberikan setiap tiga bulan yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Selain itu, Pemerintah Desa juga mendapat gaji pokok berupa tanah lungguh/ bengkok yang berasal dari Tanah Kas Desa. Tanah bengkok merupakan aset kekayaan desa yang dimanfaatkan sebagai kompensasi gaji bagi Pemerintah Desa. Besarnya tanah bengkok yang diberikan berbeda disetiap desa, tergantung besarnya tanah kas desa yang dimiliki. Tanah bengkok diberikan sebagai kompensasi gaji pada Pemerintah Desa yang pemanfaatannya diserahkan kepada Aparat Desa yang bersangkutan. Tanah Bengkok merupakan gaji berupa lahan garapan yang harus dilakukan pengelolaan untuk mendapatakan hasil. Hasil yang diperoleh akan dipengaruhi oleh berbagai faktor karena membutuhkan proses pengelolaan. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima oleh Aparat Desa dari tanah bengkok tidak memiliki kepastian nominalnya dan dapat menimbulkan ketidakmerataan pendapatan yang diterima antar sesama jabatan. Tanah bengkok akan dikembalikan kepada desa setelah Aparat Desa yang bersangkutan tidak lagi menjabat di pemerintahan desa. Kompensasi berupa tanah bengkok diharapkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selain itu, kompensasi berupa tanah bengkok seharusnya memiliki kontribusi besar terhadap total pendapatan rumah tangga. Namun pada kenyataannya kompensasi Perangkat Desa dari tanah bengkok tersebut dirasa kurang layak. Hal ini dikarenakan gaji yang didapatkan masih dibawah UMR yang rata-rata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pendapatan yang diterima dari tanah bengkok merupakan pendapatan yang tidak langsung karena harus dilakukan pengelolaan agar menjadi pendapatan riil yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran rumah tangga yang ada. Pengelolaan tanah bengkok dilakukan dengna
menggarap, disewakan, dan disakapkan dimana masing mempunyai resiko yang berdampak pada maksimal tidaknya pendapat yang diperoleh. Rumah tangga Aparat Desa juga memiliki pendapatan lainnya di luar pendapatan sebagai Aparat Desa yaitu pekerjaan sampingan Aparat Desa dan anggota keluarga yang bekerja (Sendhikasari, 2012). Pendapatan yang diperoleh rumah tangga Aparat Desa dialokasikan untuk pengeluaran pangan maupun non pangan. Pada kondisi pendapatan yang terbatas lebih mementingkan kebutuhan konsumsi pangan daripada untuk kebutuhan non pangan, sehingga dapat terlihat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah yang sebagian besar pendapatannya digunakan untuk memenuhhi kebutuhan makanan. Proporsi pengeluaran pangan terhadap non pangan dapat menjadi ukuran kesejahteran suatu rumah tangga Aparat Desa (Sugiarto, 2006). Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan kedalam dua kategori besar, yaitu kebutuhan akan pangan dan bukan pangan. Dengan demikian, pada tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang dibutuhkan seseorang akan mencapai titik jenuh sementara kebutuhan bukan pangan, termasuk kualitas pangan tidak terbatasi dengan cara yang sama. Dengan demikian, besaran pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut atau dengan kata lain semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga yang bersangkutan sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut semakin sejahtera (Purwantini dan Aryani, 2008). Dalam rumah tangga Aparat Desa dapat dilihat tingkat kemiskinan dan kesejahteraannya melalui pendekatan pendapatan dan pengeluaran. Dari pendekatan pendapatan dapat dihitung dari total pendapatan rumah tangga yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga Aparat Desa dan dihitung pendapatan per kapita per harinya. Untuk pendekatan pengeluaran dapat dilihat dari proporsi kebutuhan yang dikeluarkan untuk pangan terhadap pengeluaran non pangan maupun terhadap total pengeluaran rumah tangga Aparat Desa.
Berdasarkan hal tersebut penelitian dilakukan untuk mengkaji kelayakan tanah bengkok, melihat adanya ketimpangan pendapatan yang diterima dari tanah bengkok, dakontibusi tanah bengkok sebagai kompensasi gaji Aparat Desa serta tingkat kemiskinan dan kesejahteraan rumah tangga Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. 2. Rumusan Masalah Pendapatan Aparat Desa diperoleh dari hasil pemanfaatan tanah bengkok dan Tunjangan Perangkat Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD). Besarnya pendapatan Aparat Desa berbeda-beda dan dirasa belum mencukupi kebutuhan rumah tangga Aparat Desa. Saat ini terdapat opini yang berkembang dikalangan Aparat Desa bahwa pemberian gaji berupa tanah bengkok sudah tidak relevan lagi. Berdasarkan keadaan ini maka dapat diambil perumusan masalah, yaitu: 1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan Aparat Desa dari tanah bengkok? 2. Bagaimana kontribusi tanah bengkok sebagai kompensasi gaji Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon progo terhadap total pendapatan rumah tangga? 3. Bagaimana distribusi pendapatan tanah bengkok antar sesama jabatan Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo? 4. Apakah tanah bengkok sudah layak sebagai kompensasi gaji Aparat Desa 5. Bagaimana tingkat kemiskinan dan kesejahteraan rumah tangga Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo.
3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan Aparat Desa dari tanah bengkok. 2. Mengetahui kontribusi tanah bengkok sebagai gaji Aparat Desa terhadap total pendapatan rumah tangga.
3. Mengetahui distribusi pendapatan tanah bengkok antar sesama jabatan Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. 4. Mengetahui kelayakan tanah bengkok sebagai kompensasi gaji Aparat Desa. 5. Mengetahui tingkat kemiskinan dan kesejahteraan pendapatan Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo.
4. Kegunaan Kegunaan penelitian ini yang berjudul “Kontribusi Tanah Bengkok terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo” yaitu: 1. Bagi peneliti sebagai syarat dalam mencapai syarat Sarjana Pertanian Strata 1 (S1) di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta serta berguna untuk mengembangkan kemampuan akademik dan menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam bentuk karya ilmiah. 2. Bagi instansi terkait, penelitian ini berguna sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang sesuai dengan masalah yang diteliti. 3. Bagi mayarakat dan pihak lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar informasi untuk pemecahan masalah dan penelitian lebih lanjut.