I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani yang cenderung stagnan bahkan menurun membuat petani kita tak mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Hal tersebut berdampak pada keputusan pemerintah untuk mengimpor komoditas bahan pangan agar kebutuhan pangan nasional tercukupi. Komoditas pertanian terutama bahan pangan merupakan salah satu komoditas yang memerlukan perhatian penting. Komoditas bahan pangan terutama padi menjadi salah satu pokok perhatian pemerintah dalam menjaga stabilitas keamanan dan ketahanan pangan nasional sebagai sasaran pembangunan pertanian. Padi masih menjadi sumber bahan pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Ketersedian dan akses terhadap komoditas tersebut serta kontinyuitas ketersediannya sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional. Beras masih menjadi komoditas strategis dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Beragam program telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi beras nasional sehingga tercapai swasembada beras. Berbagai program yang pernah dicanangkan pemerintah dalam upaya peningkatan produksi beras (padi) antara lain Bimas dan Inmas (Bimbingan/Intensifikasi Masyarakat), INSUS (intensifikasi Khusus), SUPRA INSUS, IP 300, IP 400 dan lain lain. Masyarakat yang masih menjadikan beras sebagai sumber bahan makanan pokok utama berdampak pada kebijakan kebijakan pemerintah yang perlu memperhatikan komoditas padi melalui berbagai program yang dibuat. Hasil dari berbagai program yang telah pemerintah canangkan dapat dilihat pada gambar 1.1. Produksi padi pada tahun 2013 setidaknya hampir empat kali lipat apabila dibandingkan dengan produksi pada tahun 1970. Namun apabila dilihat dari segi produktivitas dan luas panennya terlihat tidak banyak mengalami prubahan dalam kurun waktu tersebut. Dilihat dari produktivitasnya, perkembangan produktivitas dari tahun ke tahun terlihat lambat ditunjukan dengan grafik dengan slope yang kecil. Peningkatan produksi padi melalui penambahan luas areal lahan semakin sulit dilakukan karena tingginya tingkat konversi lahan pertanian yang tidak sebanding
1
dengan penambahan lahan baru. Selain itu upaya penambahan luas areal pertanaman juga harus diiringi dengan pembangunan sarana irigasi sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar. Upaya yang lebih memungkinkan yaitu dengan intensifikasi dan penggunaan teknologi baru. Salah satu upayanya yaitu dengan meningkatkan produktivitas lahan melalui efisiensi. 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00
Luas Panen (Juta Ha)
30.00
Produktivitas (Ton/Ha
20.00
Produksi (Juta Ton)
10.00 0.00 2016 2013 2010 2007 2004 2001 1998 1995 1992 1989 1986 1983 1980 1977 1974 1971 1968 1965 Tahun
Gambar 1.1. Produksi, Produktivitas, dan Luas Panen Komoditas Padi di Indonesia Tahun 1970-2013 Sumber: Faostat, 2014. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu produsen padi dengan produksi yang cukup besar di Indonesia. Wilayah DIY dengan lahan pertanian yang masih tersedia cukup luas dan sarana irigasi yang cukup memadai sangat mendukung produksi pertanian terutama padi yang membutuhkan cukup banyak air. Meskipun di beberapa wilayah DIY usahatani padi belum intensif karena hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air utama, namun hal itu tetap dapat dioptimalkan produksinya melalui sistem tanam padi gogo atau padi lahan kering dan penggunaan varietas padi yang tahan kering. Selain Provinsi DIY, Provinsi Jawa tengah juga merupakan sentra produksi padi nasional. Jawa Tengah merupakan provinsi penghasil padi terbesar ke-tiga setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Berdasarkan tabel 1.1. dapat dilihat perbandingan luas panen, produksi dan produktivitas padi di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah. Produksi padi di DIY dan Jawa Tengah cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya meskipun terjadi penurunan masing-masing pada tahun 2010 dan 2013 di DIY sedangkan penurunan produksi di Jawa Tengah terjadi pada tahun 2011. Meskipun produksi
2
padi di DIY sudah cukup tinggi, namun wilayah DIY masih dibanjiri produk-produk pertanian (termasuk beras) yang berasal dari luar wilayah DIY. Masuknya beras dari luar DIY mengindikasikan beberapa hal antara lain kurangnya pasokan dari wilayah DIY itu sendiri sehingga perlu menambah pasokan beras dari luar daerah. Selain itu perbedaan tingkat efisiensi juga dapat berpengaruh terhadap kondisi tersebut. Produk-produk pertanian khususnya beras yang masuk ke wilayah DIY sebagian besar berasal dari Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan DIY. Perbandingan luas panen, produktivitas, dan produksi padi di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di DIY dan Jawa Tengah Tahun 2008-2013. Provinsi DIY Provinsi Jawa Tengah Luas Luas Tahun Produktivitas Produksi Produktivitas Produksi Panen Panen (Ku/Ha) (Ton) (Ku/Ha) (Ton) (Ha) (Ha) 2008 140.167 56,95 798.232 1.659.314 55,06 9.136.405 2009 145.424 57,62 837.930 1.725.034 55,65 9.600.415 2010 147.058 56,02 823.887 1.801.397 56,13 10.110.830 2011 150.827 55,89 842.934 1.724.246 54,47 9.391.959 2012 152.912 61,88 946.224 1.773.558 57,70 10.232.934 2013 159.266 57,88 921.824 1.845.447 56,06 10.344.816 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014. Produksi padi di Provinsi DIY dari tahun 2008 hingga tahun 2013 cenderung meningkat meskipun terjadi penurunan produksi pada tahun 2010 dan 2013. Produksi padi tertinggi terjadi pada tahun 2012 dengan total produksi 946.224 ton dengan produktivitas mencapai 61,88 kuintal per hektar. Produksi padi di Provinsi Jawa Tengah juga cenderung mengalami peningkatan meskipun terjadi penurunan pada tahun 2011. Produksi tertinggi yaitu pada tahun 2013 dengan total produksi 10.344.816 ton dan produktivitas sebesar 56,06 kuintal per hektar. Dilihat dari segi produktivitasnya, rerata produktivitas padi di DIY masih lebih tinggi dibandingkan produktivitas padi di Jawa Tengah. Salah satu sentra produksi padi di wilayah DIY yaitu di Kabupaten Sleman sedangkan salah satu sentra produksi padi di Jawa Tengah adalah Kabupaten Klaten. Luas panen, produktivitas, dan produksi padi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten pada tahun 2010-2013 dapat dilihat pada tabel 1.2.
3
Tabel 1.2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Sawah di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten Tahun 2010-2013. Kabupaten Sleman Kabuapten Klaten Luas Luas Produktivitas Produksi Produktivitas Produksi Tahun Panen Panen (Ku/Ha) (Ton) (Ku/Ha) (Ton) (Ha) (Ha) 2010 44.398 59,53 264.317 54.597 55,48 302.893 2011 40.641 56,93 231.376 47.694 43,23 206.204 2012 45.832 67,94 311.378 63.030 61,41 387.089 2013 48.584 63,03 306.201 61.358 57,06 350.084 Sumber: 1. Kabupaten Sleman dalam Angka, 2011, 2012, 2013, 2014. 2. Kabupaten Klaten dalam Angka, 2011, 2012, 2013, 2014. Produksi padi sawah di Kabupaten Sleman mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Penurunan produksi terjadi pada tahun 2011 dengan total produksi 231.376 ton. Produksi padi tertinggi di Kabupaten Sleman yaitu pada tahun 2012 dengan produksi sebesar 311.378 ton. Produksi padi sawah di Kabupaten Klaten dari tahun 2010-2013 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meninngkat. Penurunan produksi terjadi cukup drastis pada tahun 2011 yaitu dengan total produksi 206.204 ton gabah kering giling. Pada tahun 2011 terjadi serangan hama wereng coklat di wilayah Kabupaten Klaten sehingga mengakibatkan gagal panen di beberapa wilayah. Produksi tertinggi yaitu pada tahun 2012 dengan total produksi 387.089 ton. Dilihat dari rerata produktivitasnya, rerata produktivitas padi di Kabupaten Sleman masih lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Klaten. Meskipun demikian di beberapa Kecamatan di Kabupaten Klaten memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan rerata produktivitas padi Kabupaten Sleman. Upaya peningkatan produksi padi bertujuan untuk meningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Pengetahuan petani yang relatif rendah, keterbatasan modal, dan luas lahan yang sempit masih menjadi permasalahan utama dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani. Selain itu permasalahan penggunaan input atau faktor-faktor produksi yang tidak efisien juga berdampak pada produktivitas usahatani mereka. Tidak efisiennya penggunaan input tersebut tentu juga akan berpengaruh terhadap pendapatan petani. Penggunaan input yang tidak efisien akan menurunkan produktivitas sehingga output yang dihasilkanpun kurang optimal. Tingkat efisiensi dalam usaha tani juga akan berpengaruh terhadap daya saing produk yang dihasilkan oleh petani terutama dari segi harga. Petani yang mampu
4
menggunakan faktor-faktor produksi secara efisien akan mampu meminimalkan biaya produksi. Dengan biaya produksi yang lebih rendah tersebut petani dapat menjual produknya dengan harga yang lebih murah sehingga memiliki daya saing tinggi. Keterbatasan kepemilikan petani terhadap faktor-faktor produksi tetapi disisi lain petani juga ingin meningkatkan produktivitas mereka menuntut petani untuk menggunakan faktor-faktor produksinya secara efisien. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi padi dan efisiensi penggunaan faktor produksi oleh petani sehingga petani mampu memperoleh keuntungan yang lebih besar. 2. Perumusan Masalah Kegiatan usahatani padi masih menjadi perhatian utama pemerintah sebagai sasaran pembangunan pertanian. Berbagai macam program telah dibuat oleh pemerintah sebagai upaya peningkatan produksi padi di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui upaya peningkatan produktivitas padi yang diusahakan oleh petani. Selain itu upaya peningkatan kesejahteraan petani juga terus diupayakan oleh pemerintah. Penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani padi yang efisien merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan produksi padi sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. Selain itu, masuknya beberpa komoditas pertanian termasuk padi (beras) yang berasal dari luar Provinsi DIY ke dalam wilayah provinsi DIY diduga sebagai akibat dari perbedaan tingkat efisiensi usahatani padi antara sentra produksi padi di DIY dan di luar Provinsi DIY. Berdasarkan uraian perumusan masalah tersebut, terdapat tiga permasalahan yang akan diteliti, yaitu: a. Faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi padi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten? b. Apakah penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten telah mencapai efisiensi alokatif? c. Apakah terdapat perbedaan tingkat efisiensi alokatif penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten? d. Apakah terdapat perbedaan pendapatan usahatani padi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten?
5
3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten. b. Mengetahui tingkat efisiensi alokatif penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten. c. Mengetahui perbedaan tingkat efisiensi alokatif penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten. d. Mengetahui perbedaan pendapatan usahatani padi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten.
4. Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan mengenai tingkat efisiensi alokatif dalam penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi di Kabupaten Sleaman dan Kabupaten Klaten sekaligus sebagai sarana pengembangan kemampuan analisis pada bidang ilmu yang ditekuni serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. b. Bagi pemerintah dan pihak terkait, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau pertimbangan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan upaya peningkatan produksi padi, peningkatan kesejahteraan petani, maupun hal lain yang berkaitan. c. Bagi petani, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi sehingga dapat meningkatkan pendapatan usahataninya. d. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat efisiensi alokatif penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi serta dapat dijadika acuan untuk penelitian selanjutnya.
6