I. PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini
disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada semakin meningkatnya jumlah dan ragam kebutuhan masyarakat, termasuk kebutuhan pangan. Dengan demikian, maka terjadinya peningkatan jumlah konsumsi buah-buahan. Buah-buahan menjadi bagian jenis bahan makanan yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas kehidupannya. Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan buah-buahan khususnya buah tropis. Produksi buah-buahan Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (BPS, 2013). Seiring dengan meningkatnya produksi buah, konsumsi buah masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun meningkat pula. Konsumsi buah per kapita per tahun pada tahun 2002 sebesar 29,38 kilogram dan secara bertahap meningkat mencapai 40 kilogram pada tahun 2010 (Ditjen Hortikultura, 2012). Akan tetapi, tingkat konsumsi buah masyarakat Indonesia masih jauh dari standar yang direkomendasikan oleh Food Agricultural Organization (FAO) yaitu sebesar 65,75 kilogram per kapita per tahun. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki peluang pasar bagi produk buah-buahan lokal. Sayangnya peluang yang potensial untuk pengembangan buah-buahan lokal tersebut belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Walaupun produksi buah-buahan lokal tersebut mengalami peningkatan, namun belum mampu mencukupi kebutuhan pasar. Akibatnya, buah-buahan impor lebih mendominasi pasar-pasar di tanah air (Agro Media, 2009). Meningkatnya impor buah menunjukkan tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhadap buah impor. Akibatnya terjadi kompetisi antara buah lokal dan buah impor baik dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinuitas. Jangka panjang impor buah secara bertahap akan mengancam petani buah lokal di Indonesia. Sebagai akibat dari meningkatnya kompleksitas pasar buah impor, pihak-pihak yang berperan dalam industri buah membutuhkan pengetahuan tentang permintaan buah lokal dan buah impor di Indonesia. Dari segi perspektif pengambilan keputusan, informasi tentang hubungan
1
permintaan berbagai produk buah-buahan akan sangat berharga. Rachman (2001), menyatakan bahwa pengetahuan tentang konsumsi dan permintaan diperlukan oleh pembuat kebijakan untuk memprediksi kebutuhan masyarakat dan dampak apabila terjadi perubahan harga dan pendapatan terhadap tingkat konsumsi dan permintaan (elastisitas permintaan). Buah adalah bahan makanan yang kaya akan vitamin, mineral, lemak, protein dan serat. Setiap jenis buah mempunyai keunikan dan daya tarik tersendiri, seperti rasa yang lezat dan beraroma yang khas dalam buah tersebut. Saat ini buah-buahan merupakan salah satu bahan makanan yang telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia. Hal ini berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memperbaiki kualitas pemenuhan kebutuhan gizinya, yang tentu saja harus didukung kapasitas untuk memenuhi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia. Salah satu buah yang sekarang ini digemari masyarakat, baik dalam bentuk segar maupun olahan adalah jeruk. Permintaan jeruk terus meningkat di seluruh wilayah terutama wilayah perkotaan. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang letaknya strategis karena berada di antara DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang. Posisi strategis tersebut menjadikan perkembangan Kota Tangerang Selatan berjalan pesat. Pada satu sisi, Kota Tangerang Selatan menjadi daerah limpahan dari berbagai kegiatan dari DKI Jakarta. Pesatnya perkembangan Kota Tangerang Selatan didukung pula dari tersedianya jaringan transportasi terpadu dengan wilayah Jabodetabek. Kedudukan geostrategik Kota Tangerang Selatan tersebut telah mendorong bertumbuhkembangnya aktivitas industri, perdagangan dan jasa yang merupakan basis perekonomian Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah 147,19 km2 dengan jumlah penduduk 968.122 jiwa dan memiliki 7 kecamatan (BPS Tangerang, 2013). Buah-buahan sebagai sub-sektor pertanian rakyat kian lama kian mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung pula dengan adanya himbauan pemerintah tentang perlunya buah-buahan untuk dikembangkan, yaitu dalam peningkatan sistem tataniaga buah-buahan juga perlu ditingkatkan sehingga dapat menjamin permintaan yang ada. Sistem tata niaga buah-buahan yang efisien adalah
2
suatu prakondisi bagi kelancaran dan keseimbangan pembangunan pertanian sektor tanaman pangan, khususya komoditi buah-buahan. Sistem tata niaga yang baik tentu akan mengarahkan aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen dan memberikan indikasi tentang perubahan-perubahan penawaran dan permintaan kepada produsen. Secara tidak langsung pula, sistem tata niaga yang demikian tentu akan mengalokasikan sumber daya, menyesuaikan produksi dan suplai dalam hal bentuk, tempat dan waktu (Sastraatmadja, 1984). Jeruk adalah komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan dibutuhkan oleh masyarakat pada berbagai kalangan. Hal tersebut dikarenakan jeruk memiliki keunggulan yaitu rasa yang nikmat, kemudahan dalam cara menyajikan, harga buah yang relatif murah, daya simpan buah yang cukup lama serta kandungan gizi tinggi. Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila konsumen kebutuhannya tidak terpenuhi, dia akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya jika kebutuhan terpenuhi maka konsumen akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi terasa puasnya (Mangkunegara, 2002). Tabel 1.1. Kandungan gizi pada 100 gram jeruk manis segar (dalam tiap 100 gram bahan) No. Kandungan Gizi Proporsi (Banyaknya) 1 Kalori (kal) 48,00 2 Protein (g) 0,60 3 Lemak (g) 0,20 4 Karbohidrat (g) 12,40 5 Kalsium (mg) 23,00 6 Fosfor (mg) 27,00 7 Zat besi (mg) 0,50 8 Vitamin A (SI) 20,00 9 Vitamin B1 ( mg) 0,04 10 Vitamin C (mg) 43,00 11 Air (g) 86,30 12 Bagian yang dapat dimakan (%) 71,00 Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI, 1989 Menurut BPS (2011), produksi jeruk di Indonesia pada tahun 2011 adalah 2.479.852 ton dengan luas pertanaman yang telah berproduksi diperkirakan lebih dari 3
100.000 hektar. Produksi dan luas panen jeruk di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi agribisnis jeruk di Indonesia masih didominasi oleh jeruk siam (yang mencapai 80 persen dari total produksi jeruk). Jeruk siam merupakan varietas jeruk yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Umumnya petani lebih menyukai menanam jeruk siam karena lebih cepat berbuah dan produktivitasnya lebih tinggi. Pengembangan varietas lain, misalnya jeruk keprok, perlu ditingkatkan karena dibandingkan dengan jeruk siam, harga jual jeruk keprok jauh lebih tinggi. Penampilan serta rasa jeruk keprok pun dapat diadu dengan jeruk impor (Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, 2012). Konsumen dalam membeli barang sering sekali akan membeli lebih banyak pada harga rendah dan akan mengurangi pembeliannya pada harga yang tinggi. Dalam memasarkan suatu produk, selain harga juga perlu diperhatikan bagaimanakah sikap seorang konsumen dalam menentukan jumlah dan komposisi dari barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperoleh penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana didapati dalam hukum permintaan (Sukirno, 1997). Untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen akan permintaan komoditi yang mereka usahakan, maka masalah kegagalan pasar atas anjloknya harga dapat diminimalisasi. Oleh sebab itu petani perlu mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen untuk membeli suatu produk (Kotler, 1997). Dalam ilmu ekonomi, istilah permintaan menunjukkan jumlah barang dan jasa yang akan dibeli konsumen pada periode waktu dan keadaan tertentu. Periode waktu tersebut bisa satu tahun dan keadaan-keadaan yang harus diperhatikan antara lain harga barang yang akan dibeli, harga barang lain, pendapatan dan lain-lain. Jumlah produk yang diinginkan dan mampu dibeli konsumen pada berbagai tingkat harga dalam jangka waktu tertentu dengan menganggap faktor yang mempengaruhinya konstan (Arsyad, 2000).
4
Tabel 1.2. Perkembangan Konsumsi Jeruk Rumah Tangga di Indonesia Tahun 20022012 Tahun Konsumsi Pertumbuhan (%) (kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun) 2002 0,038 1,981 2003 0,047 2,451 23,68 2004 0,052 2,711 10,64 2005 0,050 2,607 -3,85 2006 0,059 3,076 18,00 2007 0,074 3,859 25,42 2008 0,069 3,598 -6,76 2009 0,089 4,641 28,99 2010 0,080 4,171 -10,11 2011 0,067 3,494 -16,25 2012 0,053 2,764 -20,90 Rata-rata 0,062 3,214 4,887 Sumber : BPS, 2012 Tingginya tingkat permintaan dan konsumsi jeruk disebabkan karena buah ini relatif mudah dan sering dijumpai di masyarakat, selain itu harganya yang cukup terjangkau menyebabkan jeruk sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hal tesebut terkait erat dengan sifat jeruk yang tidak mengenal musim dalam berbuah sehingga ketersediaannya selalu stabil dimasyarakat walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Hal ini didukung pula dengan banyaknya pedagang yang banyak membuka kios-kios buah disekitar pusat kegiatan masyarakat. Ini sangat memudahkan masyarakat dalam memperoleh buah sebagai pemenuhan kebutuhannya, yang berpengaruh pula pada tingkat permintaan buah-buahan tersebut. Pedagang kios dapat dikatakan sebagai mata rantai terakhir dalam tata niaga buah, termasuk jeruk lokal yang berhubungan langsung dengan masyarakat sebagai konsumen terakhir. Dari hal ini diperkirakan bahwa dari pedagang buah-buahan di tingkat kios bisa digambarkan dengan lebih jelas tingkat permintaan buah-buahan pada umumnya dan jeruk lokal pada khususnya. Kedudukan pedagang kios buah-buahan dalam proses pemasaran jeruk adalah sebagai pedagang eceran. Ini disebabkan karena pedagang kios buah-buahan langsung menjual komoditi usahanya kepada konsumen akhir. Hal tersebut juga sesuai dengan definisi pengecer yang dikemukakan oleh The American Marketing Association yang dikutip dalam Swastha (1992), bahwa pedagang
5
pengecer merupakan pedagang yang kegiatan pokokya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir. Kontribusi tersebut dapat secara nyata kita lihat dalam pemasaran jeruk ditingkat pedagang kios. Kios buah-buahan banyak dijumpai di tempat yang mudah dijangkau. Hal ini memudahkan konsumen yang ingin membeli buah-buahan. Pada pemasaran buah di kios, konsumen dapat memilih sendiri jenis yang diinginkannya. Harga buah pada kios buah-buahan relatif bervariasi sehingga konsumen dapat memilih sesuai kemampuannya. Kunci keberhasilan pengembangan tanaman jeruk ditentukan oleh ketersediaan bibit yang bermutu pada saat tanam yang tepat dan dengan harga terjangkau petani. Oleh karna itu penelitian dan pengembangan serta pengelolaan kebunkebun bibit yang ada perlu ditingkatkan guna memenuhi permintaan kosumen bibit yang terus meningkat (Sumekto, 1995).
2.
Rumusan Masalah Produksi buah-buahan di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal
ini menandakan bahwa seiring dengan meningkatnya produksi buah, menunjukkan adanya peningkatan konsumsi buah bagi masyarakat Indonesia (BPS, 2013). Akan tetapi, tingkat konsumsi buah masyarakat Indonesia masih jauh dari standar yang direkomendasikan oleh Food Agricultural Organization (FAO) yaitu sebesar 65,75 kilogram per kapita per tahun. Hal ini Indonesia yang dapat menjadi peluang pasar bagi produk buah-buahan lokal. Sayangnya peluang yang potensial utnuk pengembangan buah-buahan lokal tersebut belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Walaupun produksi buah-buahan lokal tersebut mengalami peningkatan, namun belum mampu mencukupi kebutuhan pasar. Akibatnya, buah-buahan impor lebih mendominasi pasar-pasar di tanah air. Meningkatnya impor buah menunjukkan tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhadap buah impor. Akibatnya terjadi kompetisi antara buah lokal dan buah impor baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Dalam jangka panjang impor buah secara bertahap akan mengancam petani buah lokal di Indonesia. Sebagai akibat dari meningkatnya kompleksitas pasar buah impor dan lokal, pihak-pihak yang berperan 6
dalam industri buah membutuhkan pengetahuan tentang permintaan buah (buah lokal dan buah impor) di Indonesia. Dari perspektif pengambilan keputusan, informasi tentang hubungan permintaan berbagai produk buah-buahan akan sangat berharga. Permintaan akan jeruk lokal dan impor dipengaruhi oleh banyak hal. Bila hal-hal tersebut dapat diketehui dengan jelas, maka akan dapat dilakukan langkah-langkah yang lebih baik dalam usaha memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat terhadap jeruk lokal dan impor. Pedagang kios merupakan mata rantai terakhir dalam jalur tata niaga jeruk lokal yang biasanya langsung berhubungan dengan konsumen terakhir. Dalam menjalankan aktivitas pemasarannya pedagang kita selalu berinteraksi langsung dengan konsumennya sehingga banyak informasi yang bisa diperoleh dari pedagang kios, terutama yang berkenaan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Berdasarkan informasi yang diperoleh oleh pedagang kios dari konsumen, mereka kemudian menentukan strategi pemasaran yang sesuai. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa berbagai hal yang dilakukan oleh pedagang kios, pada dasarnya merupakan gambaran dari kebutuhan masyarakat sebagai konsumen akhir. Selain itu Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah dimulai pada awal tahun 2015 ini. Menghadapi perdagangan bebas ASEAN maka pemerintah harus meningkatkan daya saing produk mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar berpotensi menjadi pasar bagi produk sejenis tetangga. Peningkatan daya saing ini mencangkup baik produk unggulan maupun yang bukan produk unggulan terlebih pada jeruk. Dengan diketahuinya minat konsumen dengan lebih memilih jeruk lokal maupun impor dapat menggambarkan apakah jeruk lokal kita mampu bersaing dengan jeruk impor. Sehingga dapat mengurangi produk impor yang dapat membanjiri pedagang kios.
7
pasar Indonesia khususnya di
Hal-hal yang diuraikan di atas, maka masalah yang perlu dibahas berkaitan dengan permintaan jeruk lokal ditingkat pedagang kios yaitu: 1. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap permintaan jeruk lokal dan jeruk impor? 2. Bagaimana elastisitas permintaan jeruk lokal dan jeruk impor? 3. Apa alasan utama konsumen dalam membeli jeruk lokal atau impor?
3.
Tujuan Penelitian
a. Untuk megetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan jeruk lokal dan jeruk impor. b. Untuk mengetahui elastisitas permintaan jeruk lokal dan jeruk impor. c. Untuk mengetahui alasan konsumen dalam membeli jeruk lokal dan impor.
4.
Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti, berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Selain itu, penelitian ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. b. Bagi masyarakat akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informai dan masukan untuk dianalisis lebih lanjut. c. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan yang berkenaan dengan pengembangan produksi dan tata niaga buah-buahan, khususnya jeruk.
8