I. 1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor yang penting bagi hajat hidup
masyarakat
dan merupakan salah satu core competence Indonesia sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.504 pulau1. (KKP, 2014a). Sektor ini dapat dijadikan sebagai penggerak utama ( prime mover) perekonomian nasional. Alasan utama menempatkan sektor perikanan sebagai new sources of economic growth adalah (KKP, 2011a) : 1. Supply capacity yang sangat besar sedangkan permintaan terus meningkat 2. Pada umumnya output dapat diekspor untuk memperoleh dolar dan input berasal dari sumberdaya lokal 3. Membangkitkan industri hilir dan hulu sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang banyak 4. Memiliki efisiensi usaha yang relatif tinggi 5. Umumnya berlangsung didaerah dan 6. Industri perikanan, bioteknologi dan pariwisata bahari bersifat dapat diperbaharui untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Sumber daya perikanan laut maupun darat dapat menjadi salah satu kekuatan ekonomi tinggi dari sektor pertanian di Indonesia karena Indonesia memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan pangan perikanan di dalam maupun luar negeri. Menurut Kusumastanto (2008), konsumsi ikan masyarakat global akan semakin meningkat yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : (a) meningkatnya jumlah penduduk disertasi meningkatnya pendapatan masyarakat dunia, (b) meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy food) sehingga mendorong konsumsi daging dari red meat ke white meat, (c) adanya globalisasi menuntut adanya makanan yang bersifat universal, (d) berjangkitnya penyakit hewan sumber protein hewani sehingga produk perikanan menjadi pilihan alternatif tebaik. Menurut FAO (2000), ikan menyumbang sekitar 13,8-16,5 persen terhadap asupan protein hewani dan pertumbuhan suplai ikan dunia untuk konsumsi pangan sebesar 3,6 persen per tahun pada periode 1961-1998 yang dirasakan masih kurang, walaupun komoditi ikan dunia yang dipasarkan sebesar 79,60 persen untuk konsumsi pangan, tetapi kecenderungan untuk konsumsi pangan semakin
1
24 pulau tenggelam pada tahun 2005-2007
1
meningkat. Faktor lain bahwa sumberdaya perikanan dunia 25-27 persen masih under/moderate exploited (Kusumastanto, 2008). Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun, dan US$ 15,1 miliar atau 8,41 persen diantaranya merupakan potensi perikanan tangkap (KKP, 2011d). Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, saat ini Indonesia telah menjadi negara produsen perikanan dunia, di samping China, Peru, USA dan beberapa negara kelautan lainnya. Produksi perikanan tangkap Indonesia tahun 2012 sebesar 5.813.800 ton, berada pada peringkat ke-2 dunia, yang pada tahun 2011 dan periode 2007-2009 berada pada peringkat ke-3 dunia (FAO, 2012). Negara
produsen
perikanan
tangkap terbesar sejak tahun 2001 hingga 2008 masih dipegang oleh Cina, dan pesaing produksi Indonesia adalah Peru dan Amerika Serikat. Secara umum trend perikanan tangkap dunia mulai menurun seiring dengan peningkatan kegiatan perikanan tangkap dan terbatasnya daya dukung. Tabel 1.1 . Negara produsen perikanan tangkap terbesar di dunia (ton) Negara
TAHUN 2003
China
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
14.347.27414.464.80314.588.94014.631.01814.659.036 14.791.163 14.919.59615.418.967
Pertum buhan (%) 1,04
Indonesia
4.583.771 4.605.435 4.695.977 4.800.621 5.050.340
4.997.199 5.103.603 5.380.266
2,34
India
3.712.149 3.391.009 3.691.362 3.844.837 3.859.293
4.099.227 4.066.756 4.694.968
3,66
USA
4.938.956 4.959.826 4.892.967 4.852.284 4.767.596
4.349.853 4.222.052 4.369.540
-1,67
Peru Russian Fed
6.086.060 9.604.527 9.388.488 7.017.491 7.210.544
7.394.538 6.914.452 4.261.091
-1,32
3.281.510 2.941.595 3.197.688 3.284.306 3.475.883
3.838.724 3.826.129 4.069.624
3,34
Japan
4.680.360 4.330.029 4.312.430 4.328.134 4.277.691
4.302.264 4.116.263 4.044.185
-2,03
Myanmar
1.343.860 1.586.600 1.732.250 2.006.790 2.235.580
2.493.750 2.766.940 3.063.210
12,53
Chile
3.612.046 4.926.808 4.328.321 4.160.732 3.819.285
3.554.808 3.453.786 2.679.736
-2,86
Norwey
2.548.803 2.524.377 2.392.594 2.256.448 2.380.425
2.431.371 2.524.437 2.675.292
0,80
Philippines
2.165.890 2.211.375 2.269.738 2.319.120 2.499.695
2.561.337 2.602.541 2.611.720
2,73
Viet Nam
1.856.105 1.940.034 1.987.900 2.027.700 2.074.600
2.136.300 2.280.500 2.420.800
3,88
Thailand Total Dunia
2.849.670 2.839.669 2.814.295 2.698.803 2.304.951
1.873.432 1.870.702 1.827.199
-5,88
88.299.54492.604.41492.329.27990.023.51590.305.150 89.698.988 89.630.21088.603.826
0,07
Sumber : FAO Fishery and Aquaculture Statistics (2012) Produksi perikanan tangkap dunia masih didominasi oleh China, Indonesia pada tahun 2003 pada urutan ke-5, sedangkan pada tahun 2010 naik pada urutan ke2. Rata-rata perkembangan produksi perikanan tangkap Indonesia menunjukkan
2
trend positif walaupun masih di bawah rata-rata kenaikan perikanan tangkap Philippines. Volume produksi perikanan Indonesia sampai 2009 didominasi oleh perikanan tangkap, dengan peningkatan rata-rata 2,73 persen pada perairan di laut dan 3,26 persen di perairan umum. Perikanan tangkap nasional masih dicirikan dengan perikanan tangkap skala kecil. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan perikanan tangkap Indonesia yang masih didominasi perikanan tangkap skala kecil yaitu sekitar 85 persen. (KKP, 2011e). Peningkatan volume produksi perikanan Indonesia
baik
tangkap
maupun
budidaya
terutama
disebabkan
adanya
peningkatan dalam pemanfaatan wilayah strategis perikanan laut dan adanya peningkatan teknologi budidaya perikanan. Nilai produksi perikanan tangkap tahun 2005-2010 mengalami pertumbuhan sebesar 12,48 persen, dan tingkat pertumbuhan tertinggi adalah Tuna sebesar 17,18 persen. Sedangkan selama periode 2006-2011, rata-rata kenaikan nilai ekspor sebesar 15,18 persen, lebih tinggi daripada volume ekspor (5,17 persen) (KKP, 2013a). Tabel 1.2. Volume ekspor produk perikanan Indonesia menurut komoditi utama tahun 2006-2011 Komoditi
2006
2007
2008
2009
2010
2011
trend
1. Udang
169.329
157.545
170.583
150.989
145.092
158.062
-1,03
91.822
121.316
130.056
131.550
122.450
141.774
9,87
493.540
393.679
424.401
430.513
622.932
621.632
6,70
4. Kepiting
17.905
21.510
20.713
18.673
21.537
23.089
5,82
5. Lainnya
153.881
160.279
165.923
149.688
191.564
214.793
7,60
Total (ton)
926.477
854.329
911.676
881.413
1.103.576
1.159.349
5,17
2. Tuna, cakalang, tongkol 3. Ikan lainnya (termasuk darat)
Sumber : KKP, 2013a Ikan tuna, sebagai salah satu komoditi unggulan kedua setelah udang dalam ekspor perikanan Indonesia, sampai saat ini masih prospektif dalam perdagangan
internasional, dengan perkembangan volume ekspor tahun 2006-
2011 tertinggi (9,87%) dibandingkan komoditi utama lainnya (Tabel 1.2). Di kawasan ASEAN, Indonesia menempati urutan kedua sebagai produsen ikan tuna setelah Thailand (Yudiarosa, 2009; Apsari, 2011), volume ekspor tahun 2011 mencapai 141.774 ton dengan nilai US$ 499 juta atau meningkat sebesar 30,1 persen dibandingkan tahun 2010 dan merupakan pengekspor ikan tuna terbesar di Asia Tenggara (Tempo, 31 Mei 2012). Berdasarkan data FAO (2007), produksi ikan
3
tuna Asean mencapai 26,2 persen dari produksi tuna dunia atau sekitar 1,7 juta ton. Produksi tuna, cakalang, dan tongkol nasional tahun 2011 sebesar 955.520 ton, dan 230.580 ton merupakan jumlah produksi ikan tuna. Tuna diekspor dalam bentuk segar, beku dan olahan. Target utama pasar ekspor ikan tuna Indonesia adalah Jepang dan AS. Pasar utama tuna segar dan beku adalah Jepang sebagai bahan pembuatan sashimi, dengan volume ekspor pada tahun 2010 sebesar 32,45 persen (KKP, 2011d). Dalam bentuk olahan, Indonesia harus menghadapi Thailand dan Philipina (Dirjen perindustrian, 2009). Ekspor ikan tuna Indonesia dalam bentuk olahan terbesar tahun 2008 adalah ke AS yaitu sekitar 31,02 persen (KKP, 2010b). Di pasar dunia, kontribusi ekspor perikanan Indonesia tahun 2008 hanya 2 persen, sementara Thailand 6 persen. Ekspor ikan tuna Indonesia tahun 2004-2005 mengalami penurunan yang cukup besar yaitu 11,41 persen (KKP,2010b) terutama disebabkan oleh mulai banyaknya diberlakukan beberapa hambatan tarif dan isu lingkungan yang membuat ekspor ikan tuna Indonesia melemah, namun pada tahun 2005-2010 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 6,98 persen (KKP, 2011c) Peluang untuk terbuka.
Beberapa
meningkatkan volume ekspor ikan tuna masih sangat
faktor
penunjang
masih
terbukanya
peluang
tersebut
diantaranya, pertama, permintaan ikan tuna yang selalu ada dan cenderung meningkat setiap tahun. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan volume ekspor tuna Indonesia yang terus meningkat pada periode 2006-2011. Meningkatnya kesadaran manusia terhadap produk perikanan sebagai makanan yang sehat dan bernilai gizi tinggi, rendah kolesterol, serta mengandung asam lemak tak jenuh omega 3, mendorong minat konsumen terutama konsumen luar negeri terhadap ikan tuna. Ikan tuna memiliki semua kelebihan-kelebihan tersebut. Kedua, Indonesia merupakan negara yang berpotensi besar sebagai penghasil ikan tuna. Posisi perairan Indonesia yang terletak diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik memberikan keuntungan karena lokasi tersebut merupakan daerah perlintasan ikan tuna. Potensi lestari ikan tuna dan cakalang diperkirakan mencapai 886.600 ton/tahun atau sekitar 20 persen dari total potensi ikan tuna dan cakalang dunia. Ketiga, Indonesia memiliki jenis ikan tuna dengan berbagai spesies yang memiliki nilai jual tinggi (DKP 2005). Upaya peningkatan ekspor tuna harus didukung oleh peningkatan kuantitas, kualitas, dan nilai tambah ikan tuna, sehingga perlu upaya terpadu agar usaha ekspor ikan tuna dapat terus berkembang dalam
4
menghadapi tantangan yang ada. Peran pemerintah dan pelaku usaha terkait harus lebih dioptimalkan (Purnomo dan Suryawati, 2007). Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada yaitu sekitar 99.093 km, dan total luas laut sekitar 6,32 juta km2 atau sekitar 70 persen dari wilayah Indonesia, yang
sebagian besar menjadi basis kegiatan
ekonomi perikanan (KKP, 2014b), seharusnya meletakan sektor perikanan menjadi salah satu sektor riil yang potensial di Indonesia. Walaupun kontribusi terhadap PDB total mengalami peningkatan dari tahun 2005-2010 (Tabel 1.3), namun lebih kecil dibandingkan dengan negara lain seperti Norwegia, Thailand, China dan Korea Selatan yang dalam hal sumberdaya berada dibawah Indonesia. Sebagai contoh China menyumbang sekitar 48,4% (Xin, dalam Dahuri, 2000), Islandia dan Norwegia, masing-masing
mencapai 60 persen dan 25 persen (Dolly, 2011).
Menurut Dahuri (2000), pemanfaatan sumberdaya kelautan dinilai masih jauh dari optimal, yang tercermin dari masih kecilnya kontribusi bidang kelautan terhadap PDB nasional. Menurut Dahuri (1993) dan Naamin (1993) sumberdaya perikanan baru dimanfaatkan sebesar 39,82 persen, sedangkan menurut Kusumastanto (2008) sebesar 24,5 persen. Tabel 1.3. Kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku (jutaan) Uraian 2005 Pertanian,kehutanan, 367.169 peternakan dan perikanan Subsektor Perikanan 59.639 Produk Domestik Bruto Total 2.774.281,1 % PDB Perikanan terhadap : - Kelompok pertanian 16,38 - PDB Total 2,15
2006 433.223,4
2007 2008 541.931,5 718.291,40
74.335,3 97.697,2 3.339.216,8 3.950.893,2 17,16 2,23
18,3 2,47
136.436 4.954.029
2009 857.200
2010 985.400
176.195 199.299 5.634.127 6.422.918,20
19,13 2,77
19,68 3,15
Sumber : BPS, 2009, 2011; KKP, 2013a (diolah) Produk Domestik Bruto sektor perikanan memegang peranan strategis dalam memberikan kontribusi tidak hanya pada kelompok sektor pertanian secara umum namun juga PDB nasional. PDB sektor perikanan mengalami kenaikan ratarata sebesar 27,59 persen antara tahun 2005-2010 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pertanian (21,98 persen). (Tabel 1.3). Jumlah tenaga kerja yang terserap tahun 2009 mencapai 6,43 juta orang atau meningkat sebesar 3,41 persen dari tahun 2005. Sedangkan jumlah tenaga kerja di bidang pengolahan dan pemasaran hasil dari tahun 2005-2009 meningkat sebesar 10,83 persen (KKP, 2010a).
Besarnya
sumbangan
sektor
kelautan
terhadap
PDB
tersebut
menggambarkan bahwa potensi pembangunan ekonomi Indonesia seharusnya
5
20,23 3,10
dapat mendongkrak kemajuan dari pemikiran tradisional beralih kepada terobosan pemikiran bahwa laut dapat sebagai tumpuan masa depan ekonomi Indonesia. Menurut Saptanto dan Soetjipto (2010) perdagangan internasional memiliki peranan penting bagi Indonesia mengingat aktivitas ekspor yang menjadi komponen utama dapat dijadikan salah satu penggerak perekonomian.
Ekspor dapat
menghasilkan devisa negara untuk kesejahteraan rakyat. Kegiatan ekspor perikanan bertujuan untuk memperoleh devisa, menyerap tenaga kerja, memacu pertumbuhan sektor riil, memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Manfaat ekspor dari dunia usaha adalah memperluas pasar sehingga memperoleh potensi pasar yang lebih luas serta dapat memanfaatkan kelebihan produksi dan mengurangi kejenuhan pasar lokal. Berdasarkan urgensi dan permasalahan tersebut perlu dilakukan kajian dampak faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor komoditas perikanan Indonesia. Salah satu pendorong pertumbuhan industri dan ekonomi adalah ekspor. Oleh sebab itu, untuk menghadapi era perdagangan bebas, maka Indonesia dituntut untuk menyusun dan melakukan strategi ekspor yang tepat dan tidak
hanya
bertumpu pada ekspor migas saja. Sehubungan dengan ini, pemerintah melakukan berbagai kebijakan deregulasi dan debirokratisasi guna meningkatkan efisiensi ekonomi dan menghilangkan biaya tinggi untuk mendorong peningkatan ekspor non migas. Negara tujuan ekspor utama komoditi perikanan Indonesia seperti ikan tuna adalah Jepang dan Amerika Serikat, yaitu sebesar 48,79 persen dan UE-27 sebesar 6,89% dari volume ekspor tuna Indonesia yang diekspor pada tahun 2010. Berdasarkan Renstra 2010-2014, maka negara tujuan ekspor diarahkan ke negara prospektif Asia Timur seperti Korea Selatan (KKP, 2011a; Kusumastanto, 2008). Pergeseran pola perdagangan dunia tidak lagi hanya dengan mengikuti prinsip supply-demand, tetapi juga dibentuk isu-isu, konvensi dan berbagai kesepakatan dan kerja sama internasional. Hal tersebut ditandai dengan terbentuknya blok-blok ekonomi seperti Uni Eropa, APEC, NAFTA, AFTA, kerjasama Asean dan blok-blok ekonomi lainnya. Lembaga pertama yang mengatur perdagangan internasional adalah GATT yang pada putaran Uruguai disepakati GATT berubah nama menjadi WTO. Peraturan WTO yang terkait erat dengan perdagangan internasional di bidang perikanan adalah Technical Barrier to Trade (TBT) dan Sanitary and Phyto Sanitary (SPS). Globalisasi perdagangan makanan termasuk produk perikanan menjadikan keamanan pangan untuk publik menjadi prioritas banyak pemerintah. Keadaan ini
6
menjadikan sebagian besar negara pengimpor mengeluarkan standar tambahan yang berbeda dengan negara lain. Hal tersebut diberlakukan untuk menjamin produk impor hasil perikanan yang masuk ke negaranya memenuhi persyarataan. Terkait dengan pengawasan pangan dalam perdagangan, Uni Eropa acapkali dijadikan acuan dalam aplikasi oleh negara-negara maju yang juga mengedepankan aspek kesehatan dan jaminan mutu yang tingggi. Salah satunya adalah
EC No, 882/2004 yang merupakan hambatan non tarif yang dapat
berdampak pada kasus penolakan maupun mempengaruhi terhadap volume dan kinerja ekspor produk ikan tuna Indonesia (Lambaga, 2009; Simangunsong, 2008).
2.
Perumusan Masalah Ikan merupakan sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resource)
yang
memerlukan
usaha-usaha
pengelolaan
yang
baik
agar
dapat
mempertahankan dan mengembangkan unit populasi yang ada. Subsektor perikanan memberikan harapan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia masa kini dan masa datang. Perikanan merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang memberikan harapan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia melalui berbagai usaha yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan hidup yang lebih baik. Dalam rangka mencapai tujuan pokok pembangunan perikanan dilakukan usaha sebagai berikut (Nadaek, 2009) : (1) peningkatan produksi dan produktivitas, (2) peningkatan kesejahteraan petani ikan (nelayan) melalui perbaikan pendapatan, (3) penyediaan lapangan kerja, (4) menjaga kelestarian sumberdaya hayati perikanan, dan (5) pola manajemen dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Besarnya peluang untuk memanfaatkan perikanan dan laut merupakan prospek yang sangat baik.
Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan nilai
ekspor tahun 2005-2009 yang mengalami kenaikan rata-rata 6,17 persen pertahun dan neraca perdagangan komoditas perikanan masih mengalami surplus yang cukup tinggi dengan pertumbuhan rata-rata 5,54 persen per tahun dalam periode 2005-2009 (KKP, 2011a).
Disamping itu,
dari potensi perdagangan perikanan
dunia pada tahun 2010, Indonesia dominan mengekspor produk perikanan ke negara Asia sebesar 76,74 persen dengan nilai sekitar 52,99 persen, dan 47,86 persen dari volume ekspor ke Asia merupakan ekspor ikan tuna ke Jepang, selanjutnya adalah wilayah Amerika dengan persentase volume sebesar 12,89
7
persen dengan nilai 32,08 persen dan 75,39 persen dari volume ekspor benua tersebut adalah ekspor tuna ke AS (KKP, 2011d diolah) Perubahan tatanan global serta nasional yang berkembang dinamis menuntut percepatan pembangunan kelautan dan perikanan nasional secara nyata untuk mampu menyesuaikan dan memenuhi tantangan lingkungan strategis yang bergerak cepat tersebut. Munculnya kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis
sumberdaya
kelautan
dan
perikanan
sebagai
motor
penggerak
pembangunan nasional, tercermin dalam keputusan politik nasional, sebagaimana terimplementasi dalam Undang-undang No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, yang salah satu misinya menyatakan : Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Langkah-langkah yang dilakukan adalah mewujudkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengotimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan (KKP, 2010a). Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan sektor perikanan melalui Renstra (Rencana Strategis) Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk tahun 2010 – 2014. Kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2014 diharapkan mencapai 6,5 persen dengan kenaikan rata-rata 21,41 persen, total produksi perikanan tangkap 5,5 juta ton dengan nilai total ekspor hasil perikanan US$5,0 milyar. Tahun 2008, Indonesia berada di urutan ke-2 negara produsen perikanan dunia (penangkapan maupun budidaya setelah China), sedangkan perikanan tangkap Indonesia berada di urutan ke-3 setelah China dan Peru) serta sampai sekarang Indonesia masuk 10 negara pemasok ikan dunia dengan pasar utama Amerika, Jepang, Eropa ( KKP, 2011b). Menurut Dahuri (2000), produk perikanan memiliki prospek yang cerah dan peluang Indonesia sangat besar untuk menjadi produsen dan eksportir produk perikanan terbesar di dunia, jika mampu mengelola potensi yang dimiliki. Potensi ekspor dapat tercermin dari neraca perdagangan maupun kinerja dan posisi daya saing suatu produk. Menurut yearbook FAO (2010) posisi nilai ekspor perikanan Indonesia tahun 2008 pada urutan ke-12 , sedangkan nilai impor tidak termasuk dalam 50 terbesar dunia. Disamping itu liberalisasi
8
perdagangan yang semakin bebas menuntut peningkatan kualitas dan kuantitas produk perikanan,
mempunyai keunggulan komparatif dan mampu bersaing di
pasar internasional. Keunggulan komparatif yang dicirikan dengan besarnya daya saing suatu komoditi yang dimiliki oleh Indonesia dalam sektor perikanan di dunia dan beberapa negara importir utama memang belum diketahui secara jelas. Menurut
Fauzie
(2005)
perencanaan
pembangunan
kelautan
dan
perikanan didasarkan pada konsepsi pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh pengembangan industri berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam mencapai daya saing yang tinggi. Salah satu arah pembangunan sektor perikanan ke depan, yaitu membangun sektor perikanan yang berkeunggulan kompetitif
(competitive
advantage)
berdasarkan
keunggulan
komparatif
(comparative advantage). Usaha tersebut ditunjang dengan arah kebijakan ekspor yang ditandai dengan diarahkannya tujuan ekspor dari pasar tradisional (Jepang, AS) ke pasar prospektif/potensial seperti Korea Selatan ( KKP, 2010a) Tabel 1.4. Volume ekspor ikan tuna/cakalang Indonesia di pasar produktif (Jepang dan AS) dan pasar potensial (Korea Selatan) tahun 2007-2011 (ton) Negara tujuan 2007 31.330 (25,83%) 2. AS 21.375 (17,62%) 3. Korea Selatan 1.602 (1,32%) Total ekspor Indonesia 121.316 Sumber : DKP(2008); KKP (2012) 1. Jepang
Volume ekspor (ton) 2008 2009 2010 2011 28.932 32.633 39.740 44.604 (22,46%) (24,81%) (32,45%) (31,46%) 18.370 19.682 20.013 15.062 (14,12%) (14,96%) (16,34%) (10,62%) 1.335 793 1.170 1.339 (1,07%) (0,60%) (0,95%) (,95%) 130.056 131.550 122.450 141.774
Perikanan nasional sampai tahun 2009 didominasi perikanan tangkap terutama tangkap laut. Produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan ratarata 2,73 persen selama periode 2000-2010 (KKP, 2011c). Menurut Kamar Dagang dan Industri, Indonesia mengusung udang dan ikan tuna sebagai komoditas perikanan unggulan. Hal ini menjadi bagian dari road map pangan Kadin 2014 untuk mencapai swasembada pangan berkelanjutan dan peningkatan daya saing komoditas pangan domestik termasuk sektor kelautan dan perikanan. Kadin sudah menetapkan 2 komoditas perikanan unggulan sebagai andalan ekspor, yaitu udang dan ikan tuna. Nilai ekspor ikan tuna tahun 2010 sebesar US$ 358,6 juta, dan
9
pada tahun 2014 diharapkan nilai ekspor bisa sampai US$ 415,8 juta (Kompas, 5 Januari 2012). Di kawasan Asean, Indonesia menduduki urutan kedua sebagai produsen ikan tuna setelah Thailand (Yudiarosa, 2009), sedangkan menurut Suharno (2008), dan Tempo (10 Agustus 2011), Thailand merupakan pesaing utama dalam pengusahaan ikan tuna olahan, dengan pangsa pasar ikan tuna olahan dunia ratarata sebesar 35,37 persen, yang sangat jauh dibandingkan Indonesia yang rata-rata pangsa pasarnya hanya 4,11 persen. Ikan tuna diekspor baik dalam bentuk segar, beku maupun olahan. Pangsa ekspor ikan tuna segar Indonesia berdasarkan negara tujuan pada tahun 2009 adalah Jepang (69,7 persen) dan AS (24,79 persen), sedangkan ikan tuna beku adalah AS (25,01 persen). Ekspor ikan tuna beku jenis Madidihang ke Jepang sejak tahun 2001-2005 mengalami penurunan hingga 92,1 persen (KKP, 2010a). Pada tahun 2010 pangsa terbesar ekspor ikan tuna Indonesia adalah Jepang (32,45 persen) dan AS (16,34 persen). Dari volume ekspor ikan tuna ke Jepang, 76,20 persen dalam bentuk segar dan beku, sedangkan ekspor ke AS sebagian besar merupakan ikan tuna olahan (77,45 persen). Pasar potensial Indonesia antara lain Korea Selatan dengan pangsa pasar ikan tuna tahun 2010 sebesar 0,96 persen. Kenaikan ekspor ikan tuna Indonesia ke Jepang tahun 2005–2009 sebesar 10,46 persen, walaupun tahun 2008 sempat mengalami penurunan sebesar 7,65 persen dari tahun 2007. Pangsa ekspor komoditi ikan tuna Indonesia tahun 1998-2011 berfluktuasi dengan rata-rata tertinggi pada produk ikan tuna segar (10,42%), sedangkan ikan tuna olahan dengan rata-rata 4,78% relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan Thailand (32,63%). Menurut Daryanto (2009) Indonesia masih mengandalkan resource abundance dan ketergantungan pada sumber daya alam. Indonesia sebagai pengekspor perikanan terbesar dan produsen utama ikan tuna di Asia Tenggara memiliki tantangan besar untuk dapat menjadikan produk ikan tuna memiliki daya saing di pasar global terutama di negara importer utama. Tekanan perdagangan ikan tuna yang berupa isu-isu keamanan pangan dan lingkungan akan mempengaruhi daya saing ekspor perikanan Indonesia, antara lain isu mercury by catch lumba-lumba dan kedepan isu carbon footprint. Sementara dalam perdagangan ikan tuna steak dan beku, terdapat pula isu karbon monoksida yang dipermasalahkan oleh sebagian pelaku sebagai salah satu kecurangan atau bahkan kriminal
karena
penampakannya
menjadi
“lebih
cerah”
menyembunyikan mutu produk yang sebenarnya (WPI, 2010).
10
sehingga
dapat
Kondisi tersebut
menunjukkan pentingnya daya saing produk perikanan tuna Indonesia dalam mempertahankan maupun menerobos pasar ekspor serta faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ikan tuna Indonesia. Tabel 1.5. Share ekspor ikan tuna Indonesia di pasar dunia Tahun
Market Share (%) Tuna Segar Tuna Beku 1998 11.25 1.70 1999 12.96 1.56 2000 12.54 1.78 2001 11.89 2.62 2002 12.53 1.73 2003 9.12 1.21 2004 10.65 0.54 2005 9.71 0.97 2006 5.93 1.53 2007 8.98 2.58 2008 12.07 2.24 2009 9.64 2.49 2010 12.06 3.29 2011 6.51 4.70 Rerata 10.42 2.78 Sumber : UNComtrade, 2012 (diolah)
Tuna Olahan 5.66 5.03 5,58 4.58 4,37 4,21 4.86 4.47 3.98 4.06 3,58 4,64 4,37 6,24 4.78
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, disimpulkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional/dunia ? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume dan harga ekspor ikan tuna (segar, beku, dan olahan) Indonesia di pasar Jepang, USA dan Korea Selatan ? 3. Bagaimana daya saing ekspor ikan tuna (segar, beku, olahan) Indonesia di pasar Internasional/dunia dibandingkan dengan Thailand ? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing ikan tuna (segar, beku, olahan) Indonesia di pasar Jepang, USA, dan Korea Selatan ? 5. Bagaimana posisi daya saing ekspor ikan tuna Indonesia di pasar dunia, Jepang, USA dan Korea Selatan ?
11
3. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian adalah untuk : 1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor produk ikan tuna Indonesia di pasar internasional/dunia 2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang yang mempengaruhi volume dan harga ekspor ikan tuna (segar, beku, dan olahan) Indonesia di pasar Jepang, USA dan Korea Selatan 3) Mengetahui daya saing ekspor ikan tuna (segar, beku, olahan) Indonesia di pasar Internasional/dunia, Jepang, USA, dan Korea Selatan dibandingkan dengan Thailand 4) Mengetahui faktor –faktor yang mempengaruhi daya saing ikan tuna (segar, beku, olahan) Indonesia di pasar Jepang, USA, dan Korea Selatan 5) Mengetahui posisi daya saing ekspor ikan tuna Indonesia di pasar dunia, Jepang, USA dan Korea Selatan 4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna : a. Bagi pemerintah, sebagai bahan untuk menentukan kebijakan ekspor produk perikanan tangkap khususnya produk ikan tuna Indonesia agar mempunyai daya saing di pasar internasional terutama negara importer utama dan prospektif. b. Bagi pihak lain sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut di bidang ilmu ekonomi pertanian yang terfokus pada subsektor perikanan tangkap khususnya produk ikan tuna. 5.
Ruang Lingkup, Keterbatasan dan Asumsi Penelitian daya saing ekspor ikan tuna Indonesia dilakukan pada tingkat
nasional pada aspek perdagangan dengan pendekatan produk yang didisagregasi menjadi tiga jenis yaitu Tuna Segar, Tuna Beku, dan tuna Olahan, dengan pasar tujuan Jepang, Amerika Serikat dan Korea Selatan.. Beberapa keterbatasan dan asumsi dari studi ini adalah : 1) Konsep daya saing dilihat dari keunggulan komparatif, sedangkan keunggulan kompetitif hanya diperbandingkan dengan negara lain sebagai kompetitor yaitu Thailand.
12
2) Harga ikan tuna ekspor diproxy dari harga rata-rata (nilai ekspor dibagi dengan kuantitas ekspor) karena kesulitan data, terutama pada tuna olahan tidak ada data yang menyebutkan jenis (spesies) ikan tuna. 3) Variabel hambatan non tarif yang menyangkut persyaratan mutu diproxy dengan dummy variabel dengan pertimbangan jumlah penolakan produk oleh negara importer tidak tersedia secara lengkap seperti dilakukan oleh Juarno (2012), Soepanto (1999), dan Lambaga (2009). 4) Stok ikan tuna dianggap konstan 6. Keaslian Penelitian Penelitian ekonomi perikanan pada umumnya telah mengacu pada aspek kelestarian sumberdaya ikan semenjak ahli biologi Schaefer pada tahun 1954 mengembangkan model pertumbuhan ikan (Soepanto, 1999). Indonesia dengan wilayah laut terluas dan sebagai lead country ikan tuna di Asia Tenggara, diharapkan menjadikan ikan tuna sebagai brand produk perikanan melalui penelitian-penelitian. Dalam usulan penelitian disertasi ini, spesifikasi topik penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya adalah : 1. Penelitian tentang daya saing pada produk perikanan telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain Widyasanti (2010) pada produk ekspor Indonesia dengan
indeks
intensitas
ekspor,
pangsa
pasar,
dan
RCA
dinamis,
Kusumastanto (2008) pada jenis ikan tuna dengan pendekatan pangsa pasar, tetapi tidak mengkaitkan dengan faktor yang berperan atau mempengaruhi daya saing ekspor. Gonarsyah (2007) mengemukakan bahwa identifikasi pola keunggulan kompatarif hanya merupakan langkah awal, yang lebih penting adalah mengerti faktor pendorong di balik itu. 2. Penelitian tentang daya saing yang dilakukan Soepanto (1999) dengan pendekatan elastisitas substitusi ekspor pada produk ikan tuna ke pasar Jepang, AS, Eropa, dan Singapura, memperlihatkan urutan pesaing di negara tujuan ekspor tetapi tidak memperlihatkan posisi daya saing ikan tuna Indonesia di negara tujuan ekspor dengan para pesaingnya ( Perbedaan dengan disertasi ini dapat dilihat pada Tabel 1.6). Penelitian yang mengkaitkan antara daya saing dan faktor yang mempengaruhinya telah dilakukan oleh Juarno (2012) dengan pendekatan CMSA dan RCA pada produk udang, pada pasar tujuan ekspor ke Jepang, AS, dan UE dan di perbandingkan dengan pesaing Thailand. Perbedaan dengan penelitian Juarno adalah, jenis produk dan data, indikator
13
penentu posisi daya saing, spesifikasi faktor yang mempengaruhi, serta tujuan pasar ekspor. Menurut pengetahuan penulis belum ada penelitian daya saing ekspor ikan tuna Indonesia dengan tujuan pasar Korea Selatan dan belum ada penelitian produk tuna Indonesia dengan analisis CMSA level 1-3. 3. Penelitian ini menggunakan konsep derived demand, seperti yang dilakukan Keefe (2002) dan Juarno (2012) bahwa produk udang yang satu maupun disagregasinya merupakan substitusi bagi produk udang yang lain dengan tingkat substitusi yang berbeda, maka pada penelitian ini, komoditi ikan tuna didisagregasi menjadi ikan tuna segar, beku, dan olahan. Indikator RCA dinamis diacu dari penelitian Widyasanti (2010), Edwards & Schoer (2001) yang dimodifikasi disesuaikan dengan tujuan penelitian dengan mengkaitkan bentuk struktur pasar ikan tuna. 4. Lokasi dan data. Lokasi yang menjadi obyek penelitian adalah Indonesia dengan menggunakan data sekunder tahun 1982-2012 pada komoditi ikan tuna beku, tuna segar dan olahan. Winanti (2011) meneliti ekspor ikan tuna segar dengan menggunakan data tahun 1995-2009, Lambaga (2009) menggunakan data ekspor ikan tuna tahun 2002-2007, dan Soepanto (1999) menggunakan data ekspor ikan tuna segar, beku, dan olahan tahun 1975-1995. 5. Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian sebelumnya pada produk perikanan dengan pengembangan variabel, lokasi, komoditi, tujuan negara ekspor, alat analisis, maupun data yang digunakan. Ringkasan dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan ikan tuna ataupun daya saing produk ekspor dan perikanan disajikan pada Lampiran 1.
Beberapa penelitian tuna
Indonesia dan perbedaanya yang telah dilakukan antara lain dapat dilihat pada Tabel 1.6.
14
Tabel 1.6. Beberapa penelitian daya saing dan komoditi ikan tuna Indonesia No 1
Peneliti Soepanto
2
Winanti, Apsari
3
Lambaga, Arifin
4
Oktaviani, Sofia
5
Indri Nilam Cahya
6
Rahim
RD
Penelitian sebelumnya di Indonesia Judul Data, Variabel, alat analisis Model Ekonometri Perikanan Data : sekunder 1975-1995 Indonesia : Analisis Simulasi Produk : tuna & udang Kebijakan pada Era Liberalisasi Alat analisis : Persamaan Perdagangan (Disertasi IPB, simultan; daya saing dengan 1999) elastisitas substitusi impor Pasar : Jepang, AS, UE, Singapura, pesaing sesuai jenis komoditi di setiap pasar Analisis Permintaan Ekspor Data : sekunder 1990-2009 Ikan Tuna Segar di Pasar Produk : tuna segar Internasional (IPB, 2011) Alat analisis : Simultan
Disertasi yang diteliti peneliti Persamaan Perbedaan Komoditi : Tuna Data : 1982-2012 ; Variabel Alat analisis : Simultan analisis simultan; alat ukur daya saing; pasar tujuan & pesaing
Komoditi : tuna segar Alat analisis : Simultan
Data 1982-2012; variabel analisis simultan; tidak ada tuna beku & olahan; tidak ada pengukur daya saing
Akselerasi Ekspor Produk Perikanan Indonesia melalui Penerapan Standar (Prosiding PPI, 2009)
Data : sekunder 2002-2007 Produk : tuna, udang Alat analisis : OLS Pasar : Jepang, AS, UE, Gabungan Asean & Asia Timur Jenis komoditi : tuna Data : sekunder 1980-1997 Alat analisis : OLS
Komoditi : tuna (total)
Data 1982-2012 ; alat analisis simultan; jenis produk tuna ; pasar & tidak ada pesaing
Komoditi : tuna
Data 1982-2012; alat analisis
Jenis produk : tuna (tidak termasuk tongkol dan cakalang) Data : sekunder 1998-2007 Analisis pasar : HI, CR Daya saing : RCA, SWOT Jenis produk : ikan tangkap segar Jenis data : sekunder 19802006; cross section th 2008 Alat analisis : metode reduced
Jenis produk : tuna Analisis pasar; analisis RCA
Data 1982-2012; Jenis produk tuna tidak termasuk tongkol & cakalang; tidak ada analisis faktor; RCA hanya untuk pasar internasional
Analisis simultan
jenis komoditi perikanan; data; variabel persamaan simultan; tidak ada analisis daya saing
Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perdagangan Tuna Indonesia di Jepang (skripsi IPB, 2000) Analisis Daya Saing Ikan tuna Indonesia di Pasar Internasional (Skripsi IPB, 2010)
Analisis harga ikan laut segar dan Pendapatan usaha Tangkap nelayan di Sulawesi Selatan (Disertasi UGM, 2010)
15
7
Adinda Kharisma Ramadhan
Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di beberapa Negara Importir Utama dan Dunia (skripsi IPB, 2011)
8
Juarno, Ono.
9
Amalia Adininggar W
Daya saing dan Strategi Peningkatan Ekspor Udang Indonesia di Pasar Internasional (Disertasi, IPB, 2012) Perdagangan Bebas Regional dan Daya Saing Ekspor : Kasus Indonesia
form persamaan simultan Jenis komoditi : 10 komoditi perikanan & tuna hanya jenis Yellowfin segar & beku Data : sekunder th 2001, 2005, 2009 Pasar : Australia, China; Hongkong; Jepang, Malaysia, Belanda, Singapura, Taiwan, Inggris, AS, dunia Alat analisis : RCA, EPD Jenis komditi : udang Data : sekunder th 1989 -2008 (20 th) ; data primer Analisis : simultan; CMSA; RCA Jenis komoditi : produk dengan HS-1996 Data : sekunder 1996-2008 Alat analisis : MS, RCA, EII, EPD Pasar : ASEAN & China
Sumber : Analisis data sekunder, 2013
16
Alat analisis : RCA, EPD
Jenis komoditi, jenis data, pasar, alat analisis selain RCA & EPD, tidak ada analisis faktor
Simultan; CMSA, pesaing Thailand
Jenis komoditi & data; variabel simultan; CMSA hanya dalam bentuk perubahan per peride, tidak ada analisis posisi daya saing Jenis produk dalam total perikanan; kode HS; data; tidak ada persamaan simultan; CMSA; pasar
RCA;
Alat analisis daya saing
235