I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan yang menghasilkan beras sebagai sumber makanan pokok sebagian penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat telah mendorong meningkatnya permintaan pangan terutama beras. Kebutuhan beras terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dari pertumbuhan produksi pangan yang tersedia (Anggraini et al., 2013). Produksi padi tahun 2014 (angka sementara) sebanyak 70,83 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami penurunan sebesar 0,45 juta ton (0,63 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi padi tahun 2014 terjadi di pulau Jawa sebesar 0,83 juta ton, sedangkan produksi padi di luar pulau Jawa mengalami kenaikan sebanyak 0,39 juta ton. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 41,61 ribu hektar (0,30 persen) dan penurunan produktivitas sebesar 0,17 kuintal/hektar (0,33 persen) (Badan Pusat Statistik, 2015). Ketersediaan lahan pertanian semakin menurun dengan terjadinya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Sektor pertanian di Pulau Jawa dihadapkan pada masalah konversi lahan untuk industri dan pemukiman. Oleh karena itu, tantangan bagi pertanian di Pulau Jawa adalah bagaimana memperbesar produktivitas seiring menyempitnya lahan (Budiyanto, 2012). Namun seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk maka lahan yang tersedia untuk sektor pertanian semakin lama semakin sempit. Kondisi tersebut menimbulkan adanya permasalahan baru dalam penyediaan bahan pangan yang terus meningkat sebagai akibat dari penduduk yang terus bertambah dan ekonomi yang berkembang (Anggraini et al., 2013). Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan alternatif dalam upaya penyediaan lahan untuk sektor pertanian. Salah satu pilihan yang tepat adalah ekstensifikasi sisa lahan yang belum diusahakan secara optimal (Kurniasih, 2002) dengan pengembangan lahan marginal untuk pertanian, diantaranya lahan pasir pantai sebagai areal pertanaman padi (Sarjiyah, 1997). Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bagian selatan membentang sepanjang ± 110 km dan berbatasan dengan garis pantai merupakan lahan pesisir dengan luas ± 8.250 ha. Sekitar 3.408 ha merupakan lahan pasir yang membentang sepanjang ± 33 km melintasi bagian selatan Kecamatan Temon, Wates, Panjatan,
1
Galur Kulon Progo dan Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek Bantul (BPS, 2014). Berdasarkan kriteria FAO (1983), kesesuaian aktual lahan pasir pantai selatan termasuk kelas tidak sesuai atau marginal untuk tanaman pangan dan sayuran. Lahan pasir pantai mempunyai tingkat lengas tanah yang rendah (0,39%) (Partoyo, 2005). Hal tersebut disebabkan lahan tersebut didominasi oleh fraksi pasir sehingga tidak membentuk agregat dan berada dalam kondisi berbutir tunggal. Sebagai akibatnya, tanah pasir memiliki daya menyimpan air yang rendah dan adanya pengaruh suhu yang tinggi sehingga terjadi penguapan yang tinggi pula. Permasalahan lain lahan pasir pantai adalah salinitas. Salinitas adalah keadaan terakumulasinya garam – garam terlarut dalam tanah. Salinitas lahan pasir pantai dipengaruhi oleh air laut. Menurut Zelensy (1999) lahan pertanian yang berada di dekat garis pantai akan memiliki potensi yang besar untuk terkena cekaman salinitas. Hal ini disebabkan karena garam – garam yang berasal dari laut mudah untuk masuk ke dalam tanah melalui pasang surut maupun intrusi air laut. Salinitas pada tanah juga dapat terjadi di daerah yang memiliki curah hujan yang rendah dengan hasil pelindian kation basa tanah yang tinggi. Gelombang pasang yang terjadi pada lahan pertanian dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan lahan tergenang dengan air yang mengandung salinitas tinggi (Shaaban et al., 2013). Kondisi salinitas yang tinggi inilah yang kerap menyebabkan beberapa jenis tanaman tersebut tidak tahan terhadap kondisi salinitas yang tinggi. Irigasi pada lahan pertanian tersebut juga kerap mengandung kadar garam yang cukup tinggi (Kusmiyati et al., 2009). Rezaei et al. (2011) mengatakan bahwa pengairan lahan yang menggunakan air salin dalam jangka waktu yang relatif lama akan menyebabkan akumulasi garam terlarut dalam tanah dan akan merusak tanaman. Kadar garam
yang tinggi pada tanah menyebabkan terganggunya
pertumbuhan, produktivitas tanaman dan fungsi – fungsi fisiologis tanaman secara normal, terutama kerusakan akibat tekanan osmosis (Richard, 1954). Salinitas tanah mempengaruhi produktivitas tanaman, menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein, serta penambahan biomassa tanaman (Shannon & Grieve, 1999; Ashraf et al., 2008; Qadir et al., 2008; Rozema & Flowers, 2008). Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi dalam bentuk pertumbuhan tanaman yang tertekan dan perubahan secara perlahan (Sipayung, 2003). Dalam FAO (2005) dijelaskan bahwa
2
garam mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya melalui : (a) keracunan yang disebabkan penyerapan unsur penyusun garam yang berlebihan, (b) penurunan penyerapan air dan (c) penurunan penyerapan unsur – unsur hara yang penting bagi tanaman. Cekaman salinitas pada tanaman pangan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan pada jenis yang rentan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh (Kurniasih et al., 2002). Pengaruh salinitas pada tanaman padi akan menyebabkan stres ion, stres osmotik dan stres sekunder yaitu kerusakan pada struktur sel dan makromolekul seperti lipid, enzim dan DNA (Xiong & Zhu, 2002). Penyerapan Na+ yang berlebihan berakibat pada berkurangnya kecepatan perkecambahan, berkurangnya tinggi tanaman, jumlah anakan, pertumbuhan akar, meningkatnya sterilitas biji, berkurangnya bobot 1000 gabah dan berkurangnya kandungan protein total dalam biji (Samaullah & Darajat, 2001; Sembiring & Gani, 2005). Respon tanaman padi pada pemberian kadar garam 300 mM dengan frekuensi penyiraman 6 hari sekali menunjukkan tinggi tanaman, jumlah anakan padi yang cenderung menurun dan menyebabkan tanaman lebih cepat berbunga (Kurniasih, 2008) Tanaman padi merupakan tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan di lahan salin. Berbagai usaha telah dilakukan untuk dapat mengatasi permasalahan tanah salin pada pertanaman padi, yaitu menggunakan kultivar padi hibrida yang dapat bertahan atau memiliki toleransi pada kondisi salinitas yang tinggi. Kultivar Banyuasin, Siakraya, Martapura, Dendang dan Margasari memiliki kemampuan untuk tumbuh dan beradaptasi pada tanah salin 400 mM (Kurniawan et al., 2013), kultivar Banyuasin, Batanghari, Dendang, Indragiri, Punggur, Siak, Air Tenggulang, Lembur, Margasari, IR-64, Ciherang dan Martapura dapat tumbuh pada tanah bekas tambak dengan pH : 4,1 – 4,6 dan DHL : 6,5 – 6,8 (Halimatussakdiah et al., 2013). Pengujian ketahanan padi menunjukkan bahwa tanaman tersebut tergolong sensitif dengan ambang nilai DHL diatas 2,0 dS m -1. Hasil tanaman padi juga menurun sebanyak 10% setiap kenaikan DHL tanah 1,0 dS m -1, serta komponen hasil menurun secara signifikan dengan semakin tingginya tingkat salinitas. Respon terhadap salinitas dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan tanaman dan keragaman kultivar (Shareen et al., 2005). Untuk mengetahui respon berbagai kultivar tanaman padi terhadap salinitas maka perlu dilakukan penelitian pengaruh salinitas tanah
3
dengan berbagai frekuensi pemberian air salin terhadap pertumbuhan dan hasil padi.
2. Perumusan Masalah Upaya ekstensifikasi di lahan pasir pantai merupakan langkah strategis dalam menjawab tantangan peningkatan produksi pertanian yang semakin kompleks. Lahan pasir pantai merupakan lahan marginal yang mempunyai sifat kurang produktif. Masalah yang mendasar dalam budidaya tanaman di lahan pasir pantai adalah cekaman salinitas akibat intrusi air laut yang menyebabkan banyak tanaman khususnya tanaman padi yang tidak dapat hidup dengan normal pada lingkungan yang tidak optimum dan menyebabkan penurunan hasil gabah hingga 50% (Sembiring & Gani, 2005). Pengaruh jenis – jenis garam tidak khas akan tertapi tergantung pada konsentrasi total garam. Salinitas tidak ditentukan oleh garam Na + dan Cl- saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Tingkat salinitas yang tinggi menyebabkan terbatasnya pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Sharifi et al., 2007). Padi tergolong tanaman yang memiliki kepekaan terhadap salinitas. Toleransi terhadap salinitas pada saat perkecambahan nampaknya
tidak
banyak
kaitannya
dengan
pertumbuhan
setelah
fase
perkecambahan (Al-Niemi et al., 1992). Banyak peneliti yang melaporkan bahwa tanggapan padi terhadap tingkat salinitas bervariasi antar kultivar (Hasamuzzaman et al, 2009). Keragaman kultivar padi memiliki tingkat kepekaan yang berbeda dalam merespon tingkat salinitas yang ditampilkan dalam setiap tahap pertumbuhan padi. Rumusan masalah yang akan dianalisis dan diteliti lebih lanjut adalah bagaimana perubahan karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis dan hasil tiga kultivar padi pada beberapa frekuensi penyiraman air salin di lahan pasir pantai ?
3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 3.1. Pengaruh tingkat salinitas terhadap pertumbuhan dan hasil padi (Oryza sativa L.) di lahan pasir pantai. 3.2. Respon tiga kultivar padi terhadap pemberian air laut di lahan pasir pantai.
4
4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini secara keilmuan diharapkan mampu memberikan manfaat terhadap perkembangan ilmu khususnya dalam bidang ekofisiologi tumbuhan yaitu informasi tentang gambaran pertumbuhan dan hasil padi pada variasi tingkat salinitas. Secara praktis dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh tingkat salinitas tehadap pertumbuhan dan hasil padi di lahan pasir pantai.
5