I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan
akan bahan
pangan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi penduduk Indonesia. Kebutuhan beras semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Pada pada tahun 2015 berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) pertama BPS (2015a), produksi padi secara keseluruhan di Indonesia mencapai 75,551 juta ton gabah kering giling (GKG) setara dengan 43,940 juta ton beras tersedia. Hasil tersebut mengalami peningkatan sebanyak 4,704 juta ton atau 6,64% dibandingkan tahun 2014. Namun demikian berdasarkan perhitungan yang sama produksi padi gogo secara nasional masih sangat rendah yaitu hanya hanya 3,631 juta ton gabah kering giling (GKG), hasil tersebut mengalami penurunan sebanyak 113 juta ton atau 3,01 % dibandingkan tahun 2014. Masih rendahnya kontribusi hasil padi gogo terhadap sumbangan padi nasional berkaitan dengan proporsi luas areal padi gogo yang relatif lebih kecil atau sekitar 10% dari luas padi nasional. Penurunan produksi padi gogo diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen sebesar 3,85% atau sekitar 44 juta hektar. Walaupun tingkat produksi padi gogo secara nasional masih sangat rendah, tetapi secara regional kedudukannya cukup strategis apalagi umumnya sentra-sentra padi gogo ada pada daerah terpencil dan tersebar. Bila dilihat dari luas lahan kering yang ada dan sebaran pola hujannya potensi pengembangan padi gogo terdapat di Indonesia wilayah timur seperti NTT, NTB, Sulawesi, Maluku dan Papua (Toha, 2006). Selain adanya penurunan luas panen, terjadinya fenomena alam el nino pada tahun 2015 diduga berpengaruh terhadap penurunan produksi padi sawah. Dampak negatif yang muncul akibat adanya el nino merupakan anomali iklim yang dapat menurunkan produktivitas padi sebesar 1,15% (Tawang, 2013). Begitu pula hasil penelitian Sumaryanto, et al. (2011) mengungkapkan bahwa pengaruh el nino terhadap penurunan produktivitas padi sepanjang tahun adalah 0,15% dan penurunan produktivitas terbesar terjadi pada tanaman padi yang diusahakan pada periode Januari-April yaitu sebesar 0,47%.
Pengembangan padi gogo merupakan salah satu usaha komplementer dalam meningkatkan produksi padi nasional dan ketahanan pangan. Hal ini disebabkan upaya peningkatan produksi padi akhir-akhir ini terus mengalami permasalahan serius. Fenomena krisis air secara terus-menerus mengancam produktivitas padi pada lahan irigasi. Melihat kondisi saat ini maka pengembangan padi gogo menjadi sangat penting karena padi gogo tidak terlalu membutuhkan air yang cukup banyak dibandingkan dengan padi sawah untuk memenuhi keperluan evapotranspirasi. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang menurut perhitungan BPS (2015b) pada tahun ini sudah mencapai 255 juta jiwa dan setiap tahunnya mengalami peningkatan hingga 1,44% per tahun maka usaha untuk pemenuhan pangan (terutama beras) tidak dapat bergantung hanya pada usaha padi sawah saja tetapi perlu diupayakan pengembangan padi gogo pada lahan kering terutama pada daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan padi gogo misalnya di wilayah Indonesia timur. Di samping padi, kacang hijau juga merupakan komoditas prioritas yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan secara intensif. Manfaat kacang hijau sebagai makanan rakyat tergolong penting, karena mengandung karbohidrat, protein, fosfor yang cukup tinggi (Soverda et al., 2008). Namun, menurut data BPS (2015c), sepanjang tahun 2014 Indonesia mengimpor kacang hijau sebanyak 68 ribu ton dari beberapa negara dan pada tahun 2015 sepanjang Januari-juni 2015 Indonesia masih mengimpor kacang hijau sebanyak 33 ribu ton. Masih tingginya tingkat impor kacang hijau menggambarkan masih rendahnya produksi kacang hijau di Indonesia. Selain itu tingginya tingkat konsumsi kacang hijau per tahunnya yang mencapai 312 ribu ton (Pusdatin 2015), tidak mampu mengimbangi dengan produktivitas kacang hijau yang hanya mencapai 271 ribu ton. Tingkat konsumsi kacang hijau yang cukup tinggi pada tahun 2015 yaitu hingga 0,261 (Kg kapita-1 tahun-1) tersebar menjadi beberapa tingkat konsumsi seperti untuk bahan makanan, bibit, dan juga kacang hijau tercecer. Salah satu faktor penghambat produksi kacang hijau yaitu tanah pertanian yang semakin sempit. Saat ini pertanaman padi gogo dan kacang hijau masih dilakukan di lahanlahan tegalan yang luasannya semakin terbatas, sebagai salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan lahan marginal, yaitu lahan pasir pantai. Yogyakarta memiliki lahan pasir pantai seluas sekitar 13.000 hektar atau 4% dari luas wilayah Yogyakarta secara keseluruhan, terbentang sepanjang 110 km di pantai selatan lautan Indonesia. Bentangan pasir pantai ini berkisar antara 1-3 km
dari garis pantai. Lahan ini cukup potensial untuk pengembangan tanaman pangan seperti padi gogo dan kacang hijau, didukung dengan ketersediaan air tanah yang besar dan relatif dangkal serta sinar matahari yang berlimpah (Sunghening, 2013). Namun, lahan pasir pantai merupakan lahan marjinal yang memiliki produktivitas rendah. Produktivitas lahan pasir pantai yang rendah disebabkan oleh faktor pembatas berupa kemampuan memegang/menyimpan air rendah, infiltrasi tinggi, bahan organik sangat rendah dan efisiensi penggunaan air rendah (Kertonegoro, 2001; Al-Omran, et al., 2004). Pada umumnya pengelolaan lahan pasir pantai dilakukan dengan penambahan pembenah tanah, berupa tanah sawah dan pupuk kandang (Yudono et al, 2004). Oleh karena itu, pada lahan pasir pantai yang diberi pembenah tanah berupa pupuk kandang dan tanah sawah dapat memicu pembentukan dan perubahan komunitas gulma yang pada waktu tertentu dapat menimbulkan gangguan bagi tanaman budidaya. Pertumbuhan gulma harus dikendalikan karena sangat merugikan bagi tanaman yang akan dibudidayakan, karena gulma dapat menurunkan hasil dan produktifitas tanaman budidaya, disamping itu gulma dapat mengeluarkan zat allelopati yang dapat menyebabkan tanaman budidaya merana hidupnya atau bahkan mati. Berdasarkan penelitian Yudono, et al (2013) telah terjadi perubahan komposisi gulma pada lahan pasir pantai tersebut karena lahan yang sebelumnya bero kemudian dibudidayakan. Gulma-gulma tersebut diduga berasal dari biji-biji atau propagule gulma yang terdapat dalam massa pupuk kandang dan tanah sawah. Upaya untuk mengatasi gulma disamping dengan melakukan penyiangan, memperhatikan periode kritis tanaman, menanam tanaman berdaun lebar, juga dapat dilakukan dengan menerapkan sistem tumpangsari. Pertanaman tumpangsari merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas lahan dan efisiensi waktu. Tumpangsari memiliki berbagai keunggulan dari segi positif antara lain yaitu saling mendukung untuk pertumbuhan dan produksi serta meningkatkan produktivitas per satuan luas lahan (Francis, 1986 dalam Ridwan, 1992), gagal panen diperkecil, kesinambungan hasil, efisiensi penggunaan lahan dan akhirnya pendapatan lebih stabil serta meningkat (Purnama et al, 2013). Namun demikian, sistem tumpangsari dapat memberikan dampak negatif bila tidak dikelola dengan baik seperti terjadinya persaingan sumberdaya, potensi kehlangan unsur hara, meningkatnya laju erosi, allelopati dan munculnya serangan hama serta penyakit (Anggraeni dan Wibowo, 2007).
Pengaturan kerapatan tanaman dan proporsi populasi dalam tumpangsari sangat penting untuk mengurangi terjadinya kompetisi terhadap sumberdaya yang tersedia. Proporsi harus diatur dengan tujuan agar sumberdaya yang tersedia harus mampu mencukupi kebutuhan tanaman pokok dan tanaman sela. Jika pengaturan proporsi tidak ideal maka akan sangat berpengaruh terhadaphasil total per satuan luas. Penerapan proporsi 50:50 pada pengaturan proporsi populasi pada tumpangsari jagung dan kedelai terbukti mampu meningkatkan hasil per satuan luas (Kuncoro, 2012). Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin diketahui pengaruh proporsi populasi padi gogo dan kacang hijau di dalam tumpangsari terhadap hasil dan komposisi gulma pada lahan pasir pantai serta menghitung Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) dan nilai ekonomi dengan harapan diperoleh pola tanam yang cocok untuk digunakan dalam sistem tumpangsari padi gogo dan kacang hijau di lahan pasir pantai. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka didapat permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana pengaruh tanaman padi gogo dan kacang hijau terhadap komposisi gulma di dalam sistem tumpangsari ? 2) Bagaimana pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan dan hasil masingmasing tanaman penyusun dalam pola pertanaman tumpangsari ? 3) Berapakah Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) dan nilai ekonomi pada setiap pola pertanaman tumpangsari ? 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh pola tanam padi gogo dan kacang hijau terhadap komposisi gulma di dalam sistem tumpangsari. 2) Untuk mengetahui pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan dan hasil masing-masing tanaman penyusun dalam pola pertanaman tumpangsari. 3) Untuk menghitung NKL, ATER, nilai ekonomi dan R/C ratio pada setiap pola pertanaman tumpangsari.
4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dan panduan teknis bagi masyarakat terutama petani di lahan pasir pantai dalam mengembangkan kegiatan usaha taninya. Di samping itu, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa dalam pelaksanaan kegiatan kegiatan penelitian selanjutnya. 5. Keaslian Penelitian Penelitian sistem pertanaman tumpangsari kacang hijau dengan berbagai tanaman lain telah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian tentang sistem pertanaman tumpangsari kacang hijau dengan padi gogo masih terbatas. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan relatif terkait dengan penelitian ini adalah kajian waktu tanam dan jumlah baris kacang hijau dalam sistem pertanaman tumpangsari dengan padi gogo di tanah regosol (Nina, 2003). Hasil penelitian menunjukan bahwa penanaman kacang hijau 10 hari sebelum penanaman padi gogo dengan perbandingan populasi 50% kacang hijau + 50% padi gogo merupakan perlakuan terbaik dengan memiliki nilai Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) tertinggi. Berdasarkan hal tersebut
maka
kebaruan
dalam
penelitian
ini
adalah
dengan
mencoba
mengintegrasikan perlakuan proporsi populasi padi gogo dan kacang hijau di lahan pasir pantai serta waktu tanam kacang hijau yang berbeda yaitu pada saat fase generatif dan fase vegetatif padi gogo dengan pola pertanaman tumpang gilir terhadap hasil tanaman dan komposisi gulma.