PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2010 LAPORAN UJI PETIK KEGIATAN SIKLUS MASYARAKAT PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Periode : Bulan Juli - September 2010
I. KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM
Dana BLM merupakan dukungan dana stimulan PNPM Mandiri Perkotaan yang dapat digunakan secara fleksibel oleh masyarakat sebagai upaya pembelajaran penanggulangan kemiskinan, sesuai dengan PJM (Perencanaan Jangka Menengah) dan Renta Pronangkis (Rencana Tahunan Program Penanggulangan Kemiskinan) yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Substansi makna dana BLM PNPM-MP sesungguhnya merupakan wahana pembelajaran masyarakat untuk terus membangun kapital sosial dan menumbuhkan nilai-nilai universal kemanusiaan maupun prinsipprinsip kemasyarakatan sehingga pada gliranya akan mampu menyelesaikan persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan/permukiman mereka. Dana BLM diadakan juga dengan tujuan membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber dana yang dapat langsung dimanfaakan oleh masyarakat miskin untuk upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
Dana BLM diberikan kepada masyarakat melalui BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) bersumber dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota/Kabupaten. Setiap kelurahan sasaran PNPM akan mendapatkan dana BLM yang dialokasikan dalam 3 (tiga) tahap. Pemanfaatan dana BLM oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan masyarakat.
II. CAKUPAN PELAKSANAAN UJI PETIK
Uji petik ini dilakukan terhadap kegiatan pengelolaan dana BLM Tahap-2 & Tahap-3 yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam tahun 2010. Pelaksanaan uji petik pengelolaan BLM dilakukan dalam Bulan Juli hingga awal September 2010
Lokasi sasaran uji petik meliputi 14 wilayah kerja Korkot di 9 propinsi, yaitu : Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua. Total lokasi uji petik sebanyak 61 kelurahan atau 1% dari 6.092 lokasi kelurahan sasaran di wilayah I yang menjalani siklus Tahun ke-2 atau lebih.
III. HASIL UJI PETIK 1. Capaian Umum
Capaian pelaksanaan Pengelolaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) pada kelurahan sasaran tahun 2010 yang termasuk dalam kategori Lokasi Tahun II, III, dan IV secara nasional menunjukkan capaian 64,3%; ini berarti bahwa capaian kegiatan Pengelolaan Dana BLM tersebut dalam klasifikasi Baik.
1
Berdasarkan 5 aspek (materi) yang dikaji dalam uji petik ini menunjukkan bahwa capaian 66,7% (kategori Baik) didukung oleh capaian tinggi pada aspek Capaian indikator kuantitatif dan kesesuaian dengan informasi dari lapang pada tingkat 87,3%, (Sangat Baik) dan dipengaruhi oleh capaian rendah pada aspek Ketersediaan materi dan capaian sosialisasi, pada tingkat 17,4% (Sangat Kurang).
2. Pemenuhan Substansi Proses Kegiatan Pengelolaan BLM
Pada aspek Proses Kegiatan, secara umum seluruh propinsi menunjukkan capaian di atas 60,0% hingga 98,6% (Sulsel), dengan capaian aspek ini (rata-rata) 84,7% atau Sangat Baik. Hal ini menunjukkan sebagian besar ketentuan (koridor) dalam pelaksanaan pengelolaan BLM dapat dipenuhi.
Ketentuan (koridor) pelaksanaan siklus kegiatan Pengelolaan BLM yang umumnya dapat dipenuhi antara lain : o Pencairan dana dari BKM diumumkan dan disaksikan oleh para anggota KSM/panitia o Kegiatan KSM yang didanai dengan BLM sesuai dengan kebutuhan yang tercantum dalam Renta Pronangkis dan proposal yang disetujui BKM; baik tentang jenis, anggaran, lokasi, volume, termasuk dana swadaya masyarakat o Rekening bank atas nama lembaga (bukan perorangan) dan memenuhi ketentuan speciment signature 3 orang. o Tidak ada penyimpangan maupun pemotongan dana BLM yang dilakukan oleh anggota BKM/LKM
2
Tercatat bahwa hampir di seluruh lokasi uji petik menunjukkan lemah dalam hal penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas, khususnya terkait penyebaran informasi melalui papan informasi untuk mengumumkan : BAPPUK, penerimaan dana BLM oleh BKM dan KSM/Panitia, laporan keuangan BKM dan KSM, dan daftar calon penerima BLM di setiap kelurahan yang pada umumnya kurang dari 5 unit.
Dari 61 kelurahan lokasi uji petik, ditemukan penerima manfaat yang tidak termasuk dalam daftar PS-2 PJM Pronangkis di 8 kelurahan; dapat dikatakan bahwa penerima bantuan tersebut tidak termasuk keluarga miskin.
3. Pelaksanaan Pelatihan/Coaching BKM & Unit Pelaksana
Dalam hal Coaching (pelatihan) untuk BKM & Unit Pelaksana (UP) terkait modul Pengelolaan BLM dengan tingkat capaian 73,4% (kategori Baik). Dengan capaian 7 propinsi sekitar 67% dan Sulawesi Selatan dengan capaian 100%. Sebagian besar lokasi menunjukkan kondisi yang hampir sama.
Dari 3 parameter yang diuji, ada 2 hal yang umumnya dapat dipenuhi, yaitu : i). Pemandu adalah Fasilitator yang telah mengikuti pelatihan dari KMW, dan ii). Penggunaan modul yang dikembangkan KMP (P2KP). Sedangkan parameter „Penggunaan dana pelatihan (fixed cost) yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat‟ umumnya tidak di-implementasikan.
3
4. Capaian indikator kuantitatif dan kesesuaian dengan data/informasi pendukung di lapangan.
Pada aspek Capaian Indikator Kuantitaif, hasil uji petik tercatat capaian 87,3% (Sangat Baik); dengan capaian Sangat Baik di 8 propinsi sedangkan Maluku dengan capaian Kurang (40,0%). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum bahwa hasil-hasil kegiatan Pengelolaan BLM memenuhi standar minimal pada indikator yang ditetapkan.
Terdapat 3 hal yang lemah dalam pelaksanaan Pengelolaan BLM di Maluku (khususnya Ambon), yaitu : pinjaman dengan status outstanding loan kurang dari 90%; artinya nilai pinjaman yang beredar di masyarakat dibandingkan dana yang tersedia di UPK untuk
4
dipinjam-gulirkan, tidak mencapai 90%. Kondisi ini menunjukkan terdapat sejumlah dana di UPK yang tidak segera digulirkan kembali. Kelemahan kedua adalah repayment rate (RR) kurang dari 90%; artinya tingkat pengembalian pinjaman dari anggota KSM kepada UPK tidak mencapai 90%. Ketiga, KSM yang mengajukan pinjaman bergulir dengan anggota terdiri dari para perempuan, kurang dari 30%.
Dapat dikatakan bahwa seluruh lokasi sasaran uji petik menunjukkan pencapaian baik dalam hal pendataan proposal dan realisasi dana BLM. Dalam hal proposal, data-data lengkap menyangkut jumlah proposal KSM/panitia yang diterima dan disetujui oleh BKM. Terkait realisasi dana BLM, pendataan meliputi : jenis kegiatan yang didanai, besar dana BLM pemerinta, dana swadaya masyarakat, dan sebagainya.
5. Ketersediaan materi sosialisasi terkait pelaksanaan siklus.
Pada aspek Sosialisasi dengan capaian 17,4% (dapat dikatakan Sangat Buruk), secara umum dipengaruhi oleh tidak tersedianya media sosialisasi yang digunakan untuk mendukung kegiatan siklus BLM ini sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan dan disebarkan tepat waktu. Sejak tahun 2009, rencana produksi dan penyebaran media sosialisasi untuk mendukung setiap kegiatan siklus masyarakat tidak terealisasi.
Di sejumlah kelurahan sasaran (di Propinsi Kalsel, Jatim, dan Sulawesi Barat) dapat ditemui adanya media sosialisasi dengan tema BLM yang tersebar di masyarakat; sebagian tepat waktu saat siklus pengelolaan BLM dan sebagian terlambat. Media yang ada merupakan sisa produksi tahun 2008.
6. Ketersediaan Pernyataan Bersama
Pada aspek ketersediaan (perumusan) berita acara pernyataan BKM tentang hasil pemanfaatan dana BLM dan kesiapan untuk pencairan dana BLM tahap berikutnya menunjukkan capaian yang Baik (70,6%); walaupun terdapat kelurahan yang tidak
5
dapat menunjukkan berita acara dimaksud; baik sebagaian maupun seluruhnya. Secara umum berita acara telah disusun untuk semua tahapan pengelolaan BLM.
Berita acara ini disusun untuk memastikan bahwa masyarakat mengetahui bahwa BLM yang lalu telah dicairkan dan dimanfaatkan kemudian siap untuk mengajukan BLM berikutnya. Ketentuan ini tidak sekedar menuntut adanya berkas adminitrasi tetapi lebih terhadap penertapan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Tertib dalam menyimpan berkas administrasi (domumen) merupakan faktor yang menyebabkan BKM tidak dapat menunjukkan BA ini ketika ada pemeriksaan. Namun demikian, terhadap kelurahan di Propinsi Gorontalo dan Papua perlu dilakukan pendampingan yang intensif untuk memastikan ketersediaan berita acara ini.
IV. TEMUAN / ISUE RELEVAN & KESIMPULAN 1. PJM pronangkis, temuan di beberapa kelurahan terkait hal ini antara lain :
Nilai biaya rencana kegiatan dalam PJM Pronangkis (3 tahun) dan Rencana Tahunan (Renta) berorientasi pada nilai pagu BLM. Seharusnya nilai biaya rencana seluruh kegiatan dalam PJM Pronangkis sesuai dengan kebutuhan riil bedasarkan hasil Pemetaan Swadaya.
Dilakukan review PJM Pronangkis kemudian revisi setiap tahun untuk jangka waktu 3 tahun ke depan. Dengan sendirinya tidak pernah (dapat) dilakukan review PJM Pronangkis per 3 tahun. Semestinya setiap tahun dilakukan review terhadap Renta Pronangkis kemudian pada akhir tahun ketiga dilakukan siklus ulangan untuk menyusun PJM Pronangkis baru.
6
2. Penerima Manfaat BLM. Beberapa penerima manfaat kegiatan yang didanai dari BLM sesuai LPJ (Laporan Pertanggung-jawaban KSM) tidak tercantum dalam daftar KK Miskin hasil Pemetaan Swadaya (Daftar PS-2); Adanya penerima kredit bergulir yang telah memiliki usaha walaupun tidak termasuk KK miskin karena BKM (UPK) mengharapkan potensi kelancaran dalam pembayaran kredit tersebut. Disamping itu, terdapat peneriman manfaat kegiatan ekonomi & soaial yang faktanya memiliki kondisi sebagai keluarga miskin namun tidak/belum tercatat dalam daftar PS-2 (KK miskin) saat dilakukan Pemetaan Swadaya. 3.
Dana & Kegiatan Sosial. Dana untuk kegiatan sosial dikelolah sebagai dana pinjaman bergulir untuk usaha-usaha yang umumnya bidang pertanian, dan peternakan dan tidak (dapat) difasilitasi melalui skema kredit bergulir biasa. Mekanisme/skema kredit bergulir ini tidak disertai dengan kegiatan sosial dari KSM dan LKM.
4. Operasi & Pemeliharaan. Pembentukan organisasi (kelompok) dan rencana operasi (pemanfaatan) dan pemeliharaan sarana lingkungan (infrastruktur) tidak cukup “menguat” untuk diimplementasikan. Sejumlah kelurahan menyatakan telah membentuk kelompok (tim) dan menjelaskan rencana pemeliharaan, namun demikian tidak didukung dengan dokumentasi yang cukup tentang keduanya.
5. Media sosialisasi & hasil kegiatan. Input kegiatan siklus untuk menunjang pemahaman masyarakat melalui sosialisasi nampak lemah dengan kurangnya media sosialisasi (berupa poster, spanduk, dll.). Namun demikian, hasil kegiatan siklus ini menunjukkan dipenuhinya sebagian besar koridor pelaksanaan siklus (sangat baik) dan capaian kuantitatif yang memenuhi standar (sangat baik). Hal ini dipengaruhi oleh pelaksanaan pelatihan & pendampingan yang dilakukan oleh Faskel secara intensif.
6. Capaian umum. Secara umum pelaksanaan kegiatan siklus Pengelolaan BLM Tahun 2010 ini berkinerja Baik dengan capaian 66,7%. Kelemahan serius terjadi pada aspek sosialisasi dengan kinerja Sangat Kurang (17,4%) karena ketiadaan media sosialisasi di sebagian besar lokasi. Capaian yang Sangat Baik terjadi pada aspek Pemenuhan Substansi dan aspek Capaian Indikator Kuantitatif; hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan sesuai dengan koridor (pedoman), hasil (output) kegiatan tercatat, dan memenuhi standar yang ada.
6. Transparansi & Akuntabilitas. Direkomendasikan, perlu dilakukan upaya penguatan pemahaman dan mendorong komitmen untuk penerapan prinsip-prinsip transparansi & akuntabilitas melalui sosialisasi, bimbingan, dan pendampingan yang lebih intensif. Disisi lain, diperlukan pula suatu kajian terhadap teknis (cara-cara) dan sarana dalam menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas berdasarkan kearifan dan metode lokal yang berlaku di tengah masyarakat.
7. Lokasi dengan kinerja kurang. Perlu intensitas supervisi (pengendalian) terhadap lokasi –lokasi yang capaian kinerjanya Sedang/Kurang, yaitu : Jayapura, Ambon, Gorontalo, dan Klaten. ---eof
7
Lampiran : DAFTAR LOKASI DAN TINGKAT CAPAIAN ASPEK UJI PETIK KEGIATAN PENGELOLAAN BLM TAHUN 2010
CAPAIAN PER ASPEK PENGUJIAN
PROPINSI KOTA / KABUPATEN KELURAHAN
No
Jumlah kelurahan diuji petik
Pemenuhan Pelaksanaan substansi proses Coaching (Pelatihan) pelaksanaan kegiatan
Capaian indikator kuantitatif dan Ketersediaan materi kesesuaian dengan dan capaian informasi dari sosialisasi lapangan
Ketersediaan pernyataan bersama masyarakat
Nilai Rata-rata
I.
Propinsi Jawa Timur
18
90,0%
75,0%
92,2%
43,8%
93,8%
78,9%
1.
Kabupaten Jember
4
91,2%
66,7%
93,8%
25,0%
75,0%
70,3%
2.
Kabupaten Jombang
6
86,7%
66,7%
90,0%
50,0%
100,0%
78,7%
3.
Kabupaten Gresik
4
98,1%
100,0%
95,0%
100,0%
100,0%
98,6%
4.
Kabupaten Pacitan
4
84,2%
66,7%
90,0%
0,0%
100,0%
68,2%
II.
Prop. Kalimantan Selatan
4
91,8%
83,3%
100,0%
87,5%
100,0%
92,5%
1.
Kabupaten Banjar Baru
4
91,8%
83,3%
100,0%
87,5%
100,0%
92,5%
III.
Propinsi Gorontalo
4
84,5%
66,7%
100,0%
0,0%
0,0%
50,2%
1.
Kabupaten Gorontalo
4
84,5%
66,7%
100,0%
0,0%
0,0%
50,2%
IV.
Propinsi Jawa Tengah
15
78,3%
68,9%
87,9%
0,0%
88,9%
64,8%
1.
Kabupaten Temanggung
5
71,2%
73,3%
100,0%
0,0%
100,0%
68,9%
2.
Kabupaten Klaten
6
82,7%
66,7%
70,0%
0,0%
66,7%
57,2%
3.
Kabupaten Banyumas -Cilacap
4
80,9%
66,7%
93,8%
0,0%
100,0%
68,3%
V.
Propinsi Papua
6
75,2%
66,7%
94,4%
0,0%
0,0%
59,1%
1.
Kota Jayapura
6
75,2%
66,7%
94,4%
0,0%
0,0%
59,1%
VI.
Propinsi Maluku
5
66,4%
66,7%
40,0%
0,0%
100,0%
54,6%
Kota Ambon
5
66,4%
66,7%
40,0%
0,0%
100,0%
54,6%
VII. Prop. Nusa Tenggara Timur
2
97,0%
66,7%
100,0%
0,0%
100,0%
72,7%
1.
2
97,0%
66,7%
100,0%
0,0%
100,0%
72,7%
Kabupaten Ende
VIII. Prop. Sulawesi Barat
4
80,9%
66,7%
87,5%
25,0%
75,0%
67,0%
4
80,9%
66,7%
87,5%
25,0%
75,0%
67,0%
1.
Kabupaten Majene
IX.
Prop. Sulawesi Selatan
3
98,6%
100,0%
83,3%
0,0%
77,8%
71,9%
1.
Kabupaten Palopo
3
98,6%
100,0%
83,3%
0,0%
77,8%
71,9%
61
84,7%
73,4%
87,3%
17,4%
70,6%
66,7%
Total
---
8