PEMBAHASAN
Analisis Petik Analisis petik merupakan cara yang dilakukan untuk memisahkan pucuk berdasarkan rumus petiknya yang dinyatakan dalam persen. Tujuan dari analisis petik yaitu menilai kondisi kebun dan menilai keterampilan pemetik. Persentase pucuk kasar, medium, halus maupun pucuk rusak yang ada pada analisis petik dapat menunjukkan jenis petikan yang diterapkan suatu perusahaan. Kegiatan analisis petik dilakukan pada beberapa tempat agar hasilnya mewakili kondisi kebun dan keterampilan pemetik secara keseluruhan. Analisis petik hanya dilakukan sesekali di UP Tanjungsari oleh mandor untuk mengontrol kondisi kebun. Penulis melakukan analisis petik sendiri di kebun setelah kegiatan pemetikan selesai dilakukan. Pengamatan untuk analisis petik dilakukan pada semua blok dari bulan Maret - Mei 2011. Analisis petik dilakukan penulis secara menyeluruh pada semua blok dengan jenis klon Gambung 7, TRI 2024 dan seedling. Jenis petikan dari analisis petik pada bulan Maret - Mei di UP Tanjungsari yang dilakukan oleh penulis dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis Petikan Hasil Analisis Petik Bulan Maret - Mei 2011 Bulan
Maret April Mei Rata - rata
Jenis Petikan Kasar Medium Halus Rusak ….…………………………………(%)……..……………………………. 31.57 46.84 5.86 15.10 31.61 44.15 7.00 17.24 34.64 42.24 6.34 16.98 32.61 44.41 6.40 16.44
Sumber : Hasil Pengamatan Penulis (2011)
Jenis pemetikan yang dilakukan di UP Tanjungsari adalah petikan medium dengan standar persentase petikan medium sebesar 70 %. Persentase petikan medium sebesar 44.41 %,lebih besar dari persentase petikan kasar sehingga jenis petikan di UP Tanjungsari sudah termasuk dalam petikan medium meskipun belum mencapai standar. Menurut Andriyani (2010) persentase petikan medium di
41
UP Bedakah tahun 2010 adalah 50.96 %. Nilai ini lebih besar daripada persentase petikan medium di UP Tanjungsari karena di UP Bedakah kondisi tanaman masih baik dan tidak banyak terserang hama penyakit. Persentase rata-rata petikan halus selama bulan Maret - Mei 2011 adalah 6.40 %, sedangkan toleransi petikan halus di UP Tanjungsari adalah 5 %. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan pemetik kurang dalam melakukan kegiatan pemetikan. Semakin tinggi persentase pucuk halus menunjukkan bahwa semakin banyak pucuk yang belum waktunya terpetik ikut terpetik. Pucuk yang belum waktunya terpetik di UP Tanjungsari yaitu pucuk dengan rumus p+1 dan p+2. Pucuk ini harus tetap dipertahankan pada bidang petik agar dapat tumbuh menjadi pucuk-pucuk yang siap dipetik untuk gilir petik selanjutnya. Persentase pucuk rusak di UP Tanjungsari cukup besar yaitu 16.44 %. Hal ini disebabkan UP Tanjungsari menerapkan cara pemetikan menggunakan gunting sehingga banyak pucuk yang tidak terpetik sempurna (rusak, robek). Pengamatan anaisis petik di UP Tanjungsari dilakukan sesekali dan ketika penulis melakukan pengamatan analisis UP Tanjungsari sedang tidak melakukan analisis petik karena sedang dalam Program Recovery. Pengamatan analisis petik yang dilakukan penulis di UP Tanjungsari dilakukan bersamaan dengan adanya Program Recovery yang bertujuan untuk menyehatkan tanaman kembali sehingga pengambilan data dilakukan pada tanaman yang sedang dalam kondisi tidak sehat.
Gilir Petik Penentuan gilir petik pada tanaman teh didasarkan pada pertumbuhan pucuk (Suwardi, 2000). Pucuk yang telah memenuhi syarat harus segera dipetik agar tidak kaboler (terlambat petik). Pucuk yang kaboler akan menyebabkan jumlah pucuk burung lebih banyak daripada pucuk peko, sehingga analisis petiknya akan menunjukkan persentase pucuk kasar yang tinggi. Pengamatan analisis petik berdasarkan gilir petik untuk mengetahui pengaruh gilir petik terhadap analisis petik. Pengamatan dilakukan pada masing-masing blok yang memiliki gilir petik yang berbeda. Pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan
42
untuk masing - masing blok dan dilakukan sesuai gilir petik yang berlaku pada masing-masing blok. Hasil analisis petik yang dilakukan penulis berdasarkan gilir petik dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Analisis Petik Berdasarkan Gilir Petik Gilir Petik Blok
Rencana
Realisasi
Jenis Petikan Petikan Kasar
Petikan Medium
Petikan Halus
Petikan Rusak
……………………(%)…………………… Kutilang
10-12 hari
8-17 hari
31.79
45.38
6.27
16.56
Murai
9-11 hari
10-16 hari
31.51
45.35
6.87
16.28
Gelatik
8-10 hari
10-19 hari
32.31
43.09
7.00
16.81
31.87
44.61
6.71
16.55
Rata-rata Sumber : Hasil Pengamatan Penulis (2011)
Semakin panjang gilir petik, maka pertumbuhan pucuk burung akan semakin besar dan pucuk akan kaboler. Semakin panjang gilir petik juga akan menyebabkan mutu pucuk makin kasar dan jenis pucuk tidak seragam (Mahmud dan Sukasman, 1988). Hal ini menyebabkan persentase petikan kasar akan lebih tinggi untuk blok dengan gilir petik yang lebih panjang daripada blok yang memilki gilir petik yang lebih pendek. Tabel 8 menunjukkan bahwa pada Blok Gelatik semakin panjang gilir petik maka petikan kasar akan semakin besar yaitu 32.31 %, demikian juga untuk petikan medium akan semakin besar jika gilir petiknya semakin pendek. Berdasarkan Tabel 8 analisis petik berdasarkan gilir petik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata untuk petikan kasar maupun medium karenakan perbedaan gilir petik pada masing – masing blok yang tidak terlalu signifikan. Pengamatan dilakukan pada ketiga blok yang memiliki jenis klon yang bervariasi diantaranya Gambung 7, TRI 2024 dan seedling sehingga hal ini juga ikut mempengaruhi hasil pengamatan.
43
Ketinggian Tempat Kegiatan analisis petik sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan pucuk. PPTK (2006) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pucuk adalah ketinggian tempat atau elevasi. Berdasarkan hal inilah pengamatan analisis petik dilakukan pada dua nomor kebun dengan ketinggian yang berbeda. Pengamatan dilakukan pada ketinggian 1 040 m dpl dan ketinggian 700 m dpl pada jenis klon yang sama yaitu Gambung 7. Hasil analisis petik untuk dua ketinggian yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Analis Petik Berdasarkan Dua Ketinggian Jenis Petikan
Ketinggian tempat (m dpl)
Gilir Petik (hari)
Bobot Contoh (g)
n
1040 700
8-17 10-14
200 200
3 3
Sumber Keterangan
Petikan Petikan Petikan Petikan Kasar Medium Halus Rusak ……………………(%)………………… 46.94 a 34.12 a 3.59 a 15.35 a 45.07 a 7.39 a 14.10 a 33.45 a
: Hasil Pengamatan Penulis (2011) : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada Uji – t taraf 5 % ; n : ulangan
Semakin tinggi suatu kebun dari permukaan laut, maka intensitas cahaya akan semakin berkurang. Ketinggian tempat akan berpengaruh terhadap pertumbuhan pucuk, semakin rendah intensitas cahaya maka pertumbuhan pucuk juga semakin lambat (Andriyani, 2010). Ketinggian tempat juga berpengaruh terhadap gilir petik. Pertumbuhan pucuk yang lambat pada lokasi kebun yang lebih tinggi menyebabkan gilir petiknya juga semakin lama seperti yang terlihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa perbedaan ketinggian menunjukkan hasil yang berbeda untuk jenis petikan kasar, petikan medium, petikan halus maupun petikan rusak meskipun perbedaannya tidak nyata.
Tahun Pangkas Tanaman teh merupakan tanaman pohon yang apabila dibiarkan tumbuh alami dapat mencapai ketinggian 14 m, sehingga kegiatan pemangkasan tanaman
44
teh merupakan tindakan pemeliharaan yang harus dilakukan dalam suatu perkebunan teh. Secara garis besar kegiatan pemangkasan teh bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman (Setyamidjaja, 2000). Kecepatan tumbuh pucuk tanaman yang telah dipangkas berbeda-beda tergantung pada umur pangkasnya sehingga analisis petik juga dilakukan berdasarkan tahun pangkas pada masing - masing blok. Hasil analisis petik berdasarkan tahun pangkas (TP) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Analisis Petik Berdasarkan Tahun Pangkas Blok Kutilang TP
K
M
H
Blok Murai R
K
M
H
Blok Gelatik R
K
M
H
R
……………(%)…………… ……………(%)…………… ……………(%)…………… 20.93 50.30 8.13 20.64 40.31 38.54 5.40 15.74 33.72 40.70 5.82 16.59 I 46.94 34.12 3.59 15.35 40.31 38.54 5.40 15.74 33.34 40.80 8.25 17.61 II III 27.10 49.80 7.94 15.18 25.49 46.46 8.67 19.39 33.45 45.07 7.39 14.10 IV 32.20 47.29 5.44 15.07 27.85 49.70 6.84 15.61 28.72 45.80 6.55 18.93 Sumber : Hasil Pengamatan Penulis (2011) Keterangan : K = petikan kasar TP = tahun pangkas M = petikan medium H = petikan halus R = petikan rusak
Hasil analisis petik pada Tabel 10 menunjukkan bahwa analisis petik untuk tahun pangkas pertama masih tergolong tinggi. Analisis petik pada tahun pangkas pertama yang paling tinggi terdapat pada blok Kutilang yaitu 50.30 %. Pada tahun pangkas kedua analisis petik yang paling tinggi terdapat pada blok Gelatik yaitu 40.80 %. Sedangkan analisis petik pada tahun pangkas ketiga yang paling tinggi terdapat pada blok Kutilang sebesar 59.80 % dan untuk tahun pangkas keempat blok Murai memiliki analisis petik yang tertinggi yaitu 49.70 %. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa pada blok Kutilang semakin tinggi tahun pangkasnya maka semakin kecil analisis petik untuk petikan mediumnya. Menurut Setyamidjaja (2000) semakin lama umur pangkas semakin sedikit pertumbuhan pucuk pekonya, tetapi pertumbuhan pucuk burungnya semain banyak. Pertumbuhan pucuk burung yang semakin bertambah ini menyebabkan
45
persentase petikan kasar juga semakin meningkat. Sebaliknya pada tahun pangkas pertama pertumbuhan pucuk peko terjadi lebih banyak sehingga analisis petik untuk petikan medium juga menghasilkan presentase yang lebih besar. Hasil analisis petik berdasarkan tahun pangkas pada blok Murai dan Gelatik berbanding terbalik dengan blok Kutilang. Analisis petik pada blok Murai dan Gelatik justru menunjukkan persentase analisis petik yang meningkat pada tahun pangkas ketiga dan keempat. Padahal seharusnya pada tahun pangkas ketiga dan keempat pertumbuhan pucuk burung lebih tinggi daripada pucuk peko. Hal ini salah satunya disebabkan oleh keterampilan pemetik dan gilir petik. Gilir petik pada blok Murai dan Gelatik yang cenderung lebih singkat daripada blok Kutilang menyebabkan persentase pucuk peko menjadi lebih besar daripada pucuk burung. Sehingga persentase analisis petik pada blok Murai dan Gelatik tetap tinggi meskipun pada tahun pangkas ketiga dan keempat, bahkan cenderung bertambah.
Jenis Klon Jenis klon yang ada di UP Tanjungsari diantaranya Gambung 7, TRI 2024, TRI 2025 serta seedling dan klon - klon lain yang jumlahnya sedikit. Pengamatan analisis petik berdasarkan 2 jenis klon yaitu Gambung 7 dan TRI 2024. Pemilihan 2 klon ini dikarenakan kedua klon tersebut merupakan 2 klon yang paling banyak ditanam di UP Tanjungsari. Hasil analisis petik berdasarkan klon Gambung 7 dan TRI 2024 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Analisis Petik Berdasarkan Jenis Klon
Jenis Klon
Blok
Petikan Kasar
Jenis Petikan (%) Petikan Petikan Medium Halus
Petikan Rusak
………………………(%)……………………….. Gambung 7 TRI 2024
Kutilang Murai
20.93 32.38
Sumber : Hasil Pengamatan Penulis (2011)
50.30 46.70
8.13 6.56
20.64 14.36
46
Hasil analisis petik pada Tabel 11 menujukkan bahwa analisis petik untuk klon Gambung 7 lebih besar dibandingkan dengan TRI 2024. Analisis untuk petikan medium pada klon Gambung 7 sebesar 50.30 % sedangkan analisis petik pada klon TRI 2024 sebesar 46.70 %. Hal ini disebabkan karena klon Gambung 7 lebih tahan terhadap serangan penyakit blister blight atau cacar daun teh dibanding klon TRI 2024 (Astika et al., 2000). Ketahanan klon Gambung 7 terhadap serangan cacar membuat pertumbuhan pucuknya tidak terlalu terganggu. Berbeda dengan klon TRI 2024 yang rentan terhadap serangan penyakit cacar sehingga pertumbuhan pucuknya terganggu serta banyak pucuk yang masuk dalam kategori tidak memenuhi syarat olah. Pengamatan analisis petik terhadap 2 klon yang berbeda dilakukan pada blok yang berbeda pula yaitu blok Kutilang untuk klon Gambung 7 dan blok Murai untuk klon TRI 2024. Keterampilan pemetik pada kedua blok juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hasil analisis petik. Persentase petikan rusak pada blok Kutilang jauh lebih besar daripada blok Murai. Hal ini bisa disebabkan rata-rata usia pemetik blok Kutilang yang lebih muda daripada pemetik blok Murai, sehingga keterampilan pemetik blok Kutilang lebih rendah daripada blok Murai. Akibatnya persentase petikan rusak pada blok Kutilang lebih besar dari blok Murai yaitu sebesar 20.64 %.
Analisis Pucuk Analisis pucuk merupakan cara pemisahan pucuk yang didasarkan pada bagian tua dan muda atau pucuk yang memenuhi syarat olah dan yang tidak memenuhi syarat olah yang dinyatakan dalam persen (Setyamidjaja, 2000). Analisis pucuk akan menentukan mutu teh jadi di pabrik. Selain itu tujuan analisis pucuk juga untuk menentukan premi pemetik. Premi adalah harga petik yang dibayarkan kepada pemetik apabila hasil petikan telah melewati standar analisis pucuk yang diterapkan perusahaan. Kegiatan analisis pucuk dilakukan di pabrik, tetapi karena UP Tanjungsari tidak memiliki pabrik pengolahan maka penulis melakukan analisis pucuk sendiri
47
di kebun. Cara pengambilan pucuk untuk analisis pucuk sama dengan cara pengambilan pucuk untuk analisis petik. Setelah pucuk selesai dilakukan analisis petik, selanjutnya dilakukan analisis pucuk. Kegiatan analisis pucuk dilakukan pada masing - masing blok sebanyak tiga kali ulangan. Hasil analisis pucuk yang dilakukan penulis di masing-masing blok di UP Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Analisis Pucuk Bulan Maret - Mei 2011 Blok
Kutilang Murai Gelatik Rata-rata Sumber Keterangan
Maret MS TMS ………(%)……... 34.84 55.23 47.77 45.95
65.16 44.77 52.23 54.05
April
Mei
MS TMS ………(%)……...
MS TMS ………(%)……...
51.80 45.96 45.97 47.91
48.20 54.04 54.03 52.09
42.56 36.87 35.76 38.39
57.44 63.13 64.24 61.61
Standar …(%)… 55.00 55.00 55.00
: Hasil Pengamatan Penulis (2011) : MS = p+1, p+2, p+3, b+1m, b+2m, b+3m TMS = p+4, p+5, b+(1 – 5)t
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa analisis pucuk untuk tiap blok dari bulan Maret sampai Mei sangat bervariasi. Menurut Mahmud dan Sukasman (1988) penentuan analisis pucuk didasarkan pada dua parameter yaitu pucuk halus dan pucuk kasar . Pucuk halus termasuk dalam pucuk yang memenuhi syarat olah (MS) dan pucuk kasar termasuk dalam pucuk yang tidak memenuhi syarat olah (TMS). Analisis pucuk tertinggi di UP Tanjungsari dicapai pada bulan April yaitu sebesar 47.97 %. Analisis untuk masing - masing blok yang mencapai persentase tertinggi yaitu pada blok Murai bulan Maret sebesar 55.23 %. Analisis pucuk terendah untuk UP Tanjungsari terdapat pada bulan Mei yang hanya mencapai 38.89 %, hal dikarenakan pengamatan yang dilakukan penulis pada bulan Mei tidak mencakup secara keseluruhan. Pengamatan bulan Mei tidak dilakukan sampai akhir bulan melainkan hanya di minggu-minggu awal bulan Mei saja. Secara keseluruhan analisis pucuk di UP Tanjungsari selama bulan Maret sampai Mei belum memenuhi standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 55 %.
48
Hanya blok Murai saja yang bisa mampu memenuhi standar 55 % yaitu pada bulan Maret sebesar 55.23 %, sehingga hanya blok Murai saja yang pada bulan Maret mendapat premi. Analisis pucuk yang belum memenuhi standar ini dikarenakan kondisi tanaman di UP Tanjungsari yang sedang tidak sehat. Kondisi tanaman banyak yang terserang penyakit dan hama sehingga pertumbuhan pucuk pun terganggu. Hal inilah yang menyebabkan Program Recovery perlu dilakukan di UP Tanjungsari, sehingga pengamatan penulis dilakukan bersamaan dengan Program Recovery perusahaan. Persentase analisis pucuk yang semakin besar mengakibatkan premi yang diberikan kepada pemetik juga akan bertambah besar. Pemberian premi di UP Tanjungsari dilakukan apabila analisis pucuk telah mencapai standar 55 % atau lebih. Tetapi untuk analisis pucuk yang telah mencapai 50 % juga tetap diberikan premi walaupun harga preminya tidak setinggi untuk analisis pucuk yang mencapai 55 %.
Gilir Petik dan Hanca Petik
Gilir Petik. Gilir petik merupakan jangka waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan yang lain. Panjang pendeknya gilir petik ditentukan oleh kecepatan pertumbuhan pucuk. Semakin cepat pertumbuhan pucuk maka semakin pendek gilir petiknya. Kecepatan pertumbuhan pucuk dipengaruhi oleh umur pangkas, iklim, elevasi/ketinggian tempat dan kesehatan tanaman (Setyamidjaja, 2000). Gilir petik yang tepat akan menentukan produksi dan produktivitas. Gilir petik di UP Tanjungsari bervariasi di masing - masing blok seperti terlihat pada Tabel 13. Realisasi gilir petik berbeda dengan rencana gilir petik yang ada. Perbedaan gilir petik antara rencana dan realisasi disebabkan beberapa hal. Salah satu hal utama yang menyebabkan adalah adanya Program Recovery di UP Tanjungsari yang mulai dilaksanakan dari bulan Januari 2011 sampai waktu yang belum ditentukan. Hal-hal yang dilakukan selama Program Recovery sering
49
dilakukan menyimpang dengan standar yang telah berlaku dengan tujuan untuk menyehatkan tanaman sehingga produktivitasnya naik. Salah satu contohnya adalah penggabaran yaitu membiarkan pucuk tidak dipetik selama 2 - 3 kali gilir petik sehingga gilir petik menjadi lebih lama dari rencana yang telah ditetapkan.
Hanca Petik Hanca petik merupakan luas areal yang harus dipetik oleh seorang pemetik dalam satu hari. Setyamidjaja (2000) menyatakan bahwa hanca petik diatur berdasarkan kapasitas rata-rata pemetik, blok kebun, daur/gilir petik serta topografi dan musim. Pembagian hanca petik harus tepat untuk menjamin kelancaran kegiatan pemetikan. Gilir petik sangat menentukan penentuan hanca petik, semakin pendek gilir petik makin luas hanca petiknya. Perhitungan hanca petik di UP Tanjungsari adalah sebagai berikut : Luas areal petik/hari = luas areal yang dipetik (ha) gilir petik (hari) = 165.10 ha
= 13.7 ha/hari
12 hari Berdasarkan perhitungan luas areal yang dipetik per hari, maka hanca petik per pemetik di UP Tanjungsari dapat dihitung sebagai berikut Hanca seorang pemetik
= luas areal petik/hari x jumlah patok/ha jumlah pemetik = 13.7 ha/hari x 25 patok/ha 170 = 2.01 patok/hari
Hasil perhitungan hanca petik menunjukkan bahwa hanca petik untuk seorang pemetik adalah 2.01 patok/hari. Artinya dalam satu hari seorang pemetik harus menyelesaikan areal petik seluas 2.01 patok (1 patok = 400 m2) atau sekitar 0.08 ha/hari. Hanca petik seorang pemetik secara riil di lapangan di UP Tanjungsari seluas 2 patok/hari. Hanca petik dipngaruhi oleh luas areal yang
50
dipetik dalam satu hari, semakin luas areal yang dipetik semakin luas pula hanca petiknya.
Kapasitas Pemetik Kapasitas pemetik adalah kapasitas pucuk yang mampu dipetik oleh pemetik dalam satu hari pada satu kemandoran. Kondisi pucuk di kebun sangat mempengaruhi kapasitas pemetik. Semakin banyak pucuk yang dihasilkan maka semakin besar juga kapasitas pemetik seorang pemetik. Menurut Tobroni (1983) faktor lain yang mempengaruhi kapasitas pemetik diantaranya keterampilan pemetik, topografi kebun, pengaturan hanca petik, kondisi fisik pemetik serta peran mandor dalam mengawasi dan membimbing pemetik dalam melakukan kegiatan pemetikan. Penulis mengambil data kapasitas pemetik pada masing-masing blok selama bulan Maret - Mei 2011. Pengambilan data dilakukan ketika kondisi kebun sedang tidak sehat dan dalam Program Recovery. Kapasitas pemetik bulan Maret Mei 2011 dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kapasitas Pemetik Bulan Maret – Mei 2011
Blok Kutilang Murai Gelatik Rata-rata
Kapasitas pemetik Maret April Mei Rata-rata Standar ………………………………(kg/pemetik)…………………………… 28.67 32.83 43.67 35.06 60 23.67 38.00 44.67 35.44 60 33.33 42.50 59.67 45.17 60 28.56 37.78 49.33
Sumber : Laporan Kantor Kebun UP Tanjungsari
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa kapasitas pemetik di UP Tanjungsari pada bulan Maret 2011 secara keseluruhan belum mampu mencapai standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 60 kg/pemetik. Hal ini dikarenakan pada bulan Maret kondisi pucuk di UP Tanjungsari sedang tidak sehat karena banyak terserang hama Empoasca, sp. Kondisi pucuk yang tidak sehat ini mempengaruhi
51
dalam penurunan produksi pucuk sehingga rata - rata kapasitas pemetik selama bulan Maret hanya 28.56 kg/pemetik, jauh dari standar yang ditetapkan perusahaan. Kapasitas pemetik mulai meningkat pada bulan April dengan rata - rata sebesar 37.78 kg/pemetik. Kondisi pucuk mulai terlihat lebih baik dibandingkan dengan kondisi pucuk pada bulan Maret. Kemudian pada bulan Mei kapasitas pemetik kembali mengalami peningkatan menjadi 49.33 kg/pemetik. Program Recovery yang diterapkan perusahaan sedikit banyak mulai menunjukkan hasil yang dapat dilihat dari kapasitas pemetik yang makin meningkat. Kapasitas pemetik tertinggi di bulan Mei ada pada blok Gelatik yaitu sebesar 59.67 kg/pemetik. Selain karena faktor kondisi pucuk, luasan areal yang dipetik juga mempengaruhi kapasitas pemtik. Semakin luas areal yang dipetik, pembagian hanca petik juga semakin luas sehingga kapasitas pemetik juga semakin besar. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata kapasitas pemetik pada blok Gelatik yang selalu lebih besar daripada kapasitas pemetik pada blok Kutilang dan Blok Murai.
Kebutuhan Tenaga Pemetik Tenaga petik menjadi faktor utama yang harus diperhatikan dalam suatu perkebunan. Kebutuhan tenaga pemetik yang tercukupi akan sangat membantu dalam kegiatan pengumpulan pucuk atau pemetikan. Seluruh tenaga petik di UP Tanjungsari terdiri dari wanita yang berjumlah 170 dan terbagi atas 6 kemandoran. Masing-masing kemandoran terdiri dari 25 - 30 tenaga petik. Pengamatan terhadap kebutuhan tenaga petik dilakukan dengan menghitung kebutuhan tenaga pemetik berdasarkan rumus kemudian membandingkannya dengan jumlah tenaga petik yang ada di kebun. Sebelum menghitung kebutuhan pemetik perlu diketahui terlebih dahulu produktivitas kering (kg/ha/th), luas areal TM, rendemen, absensi pemetik, kapasitas pemetik standar serta jumlah hari kerja dalam satu tahun. Contoh perhitungan kebutuhan tenaga pemetik di UP Tanjungsari adalah sebagai berikut :
52
Produktivitas kering (kg/ha/th) Luas areal TM (ha)
: 2 635 : 165.10
Rendemen : 21.5 % Absensi pemetik :8% Kapasitas pemetik standar (kg) : 60 Jumlah HKE (hari/th) : 293 Kebutuhan tenaga pemetik = [produktivitas kering x rendemen] x (100+absensi) %
Kapasitas pemetik x HKE = [2 635 kg/ha/th x (100/21.5)] x (100+8) % 60 kg x 293 hari/th = 0.75 orang/Ha = 0.75 orang/Ha x 165.10 Ha = 124 orang
Berdasarkan perhitungan di atas maka kebutuhan pemetik di UP Tanjungsari adalah 124 orang untuk luasan areal TM 165. 10 ha. Jumlah ini lebih sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah riil tenaga pemetik yang dimiliki UP Tanjungsari yaitu sebanyak 170 orang. Artinya kebutuhan tenaga pemetik di UP Tanjungsari sudah terpenuhi bahkan cenderung berlebihan. Kebutuhan tenaga pemetik untuk masing - masing blok dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Kebutuhan Tenaga Pemetik (TP) UP Tanjungsari Blok Kutilang Murai Gelatik Total
Luas TM (ha) 57.79 53.12 54.19 165.10
Produktivitas Kering (kg/ha/th) 2 407.08 2 634.88 2 877.47 7 919.43
TP Standar 40 40 44 124
TP di Lapangan 50 60 60 170
Sumber : Laporan Kantor Kebun UP Tanjungsari Tahun 2010
Kebutuhan tenaga pemetik di UP Tanjungsari untuk masing-masing blok berdasarkan Tabel 14 telah melebihi standar yang berlaku. Jumlah tenaga pemetik yang banyak membantu dalam sistem pembagian hanca petik sehingga kegiatan pemetikan dapat diselesaikan tepat waktu dan tidak mengganggu gilir petik. Seharusnya dengan cara pemetikan yang diterapkan di UP Tanjungsari yaitu
53
dengan gunting petik, maka tenaga pemetik yang diperlukan tidak terlau banyak. Jumlah tenaga petik yang melebihi standar menyebabkan kegiatan pemetikan dapat berjalan dengan baik dan produksi dapat tetap terjaga. Kebutuhan tenaga pemetik yang melebihi standar ini tidak terlalu berpengaruh terhadap perusahaan terkait masalah upah. Hal ini karena dengan semakin banyaknya tenaga pemetik maka kapasitas pemetik akan berkurang sehingga upah yang diberikan kepada pemetik dengan jumlah yang melebihi standar tidak memberikan dampak buruk bagi perusahaan. Kelebihan tenaga pemetik ini juga disebabkan letak UP Tanjungsari yang memiliki kebun yang dikelilingi oleh beberapa desa sehingga untuk mendapatkan tenaga kerja sangat mudah. Kelebihan tenaga ini harus diimbangi dengan pengawasan yang maksimal dari para mandor agar jumlah tenaga pemetik yang banyak dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan mampu mencapai semua target perusahaan yang telah ditetapkan.
Sarana Panen dan Transportasi Kegiatan pemetikan merupakan kegiatan utama yang ada pada suatu perkebunan teh. Hal - hal yang menunjang dalam kegiatan pemetikan harus diperhatikan dengan baik agar kegiatan pemetikan dapat berjalan maksimal dan menghasilkan pucuk secara optimal. Persiapan terhadap segala sesuatu yang diperlukan selama kegiatan pemetikan harus diawasi kepala blok yang dibantu oleh mandor petik. Sarana panen dan saranan transportasi merupakan dual hal penting yang menunjang dalam kegiatan pemetikan. Sarana panen yang diperlukan selama kegiatan pemetikan adalah gunting petik, keranjang, waring, sramben dan caping. Gunting petik berfungsi sebagai alat petik karena pemetikan di UP Tanjungsari sejak tahun 1995 sudah tidak menggunakan cara pemetikan manual, melainkan menggunakan gunting petik. Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006) pemilihan gunting petik dianjurkan yang mempunyai bantalan. Keranjang berfungsi sebagai tempat pucuk yang dibawa oleh pemetik dipunggungnya (digendong). Saat pemetik mulai
54
menggunting pucuk dan pucuk sudah mulai menumpuk digunting, maka pucuk dimasukkan ke dalam keranjang di punggung pemetik dengan cara dilempar kebelakang melewati bahu. Satu keranjang dapat menampung 10 - 20 kg pucuk, dalam satu kali pemetikan seorang pemetik dapat mengumpulkan pucuk sebanyak 2 - 3 keranjang. Setelah keranjang penuh oleh pucuk maka pucuk dipindahkan ke waring atau sejenis kantong berbentuk persegi, baru setelah itu pemetik kembali untuk memetik lagi. Ada dua jenis waring yang digunakan oleh pemetik yaitu waring asok dan waring angkut. Waring asok adalah waring untuk menampung pucuk dari keranjang yang disediakan sendiri oleh pemetik. Kapasitas waring asok ini adalah 30 - 40 kg. Waring angkut adalah waring yang disediakan oleh perusahaan yang fungsi nya untuk memindahkan pucuk dari waring asok. Waring asok berbentuk lembaran persegi sedangkan waring angkut berbentuk kantong. Pucuk yang telah dipindahkan ke waring angkut inilah yang nantinya akan diangkut oleh truk menuju pabrik pengolahan. Sedangkan sramben merupakan alas yang diikatkan kebadan pemetik agar tidak basah ketika berada di celah – celah perdu teh dan caping yang digunakan sebagai topi yang membedakan antara pemetik satu kemandoran dengan kemandoran lainnya berdasarkan warnanya. Setelah kegiatan pemetikan selesai, truk pengangkut pucuk datang untuk mengambil pucuk. Truk pengangkut pucuk ini membawa waring angkut yang akan digunakan untuk memindahkan pucuk dari waring asok, kemudian pucuk ditimbang dan dibawa ke pabrik pengolahan. Sebelum mengangkut pucuk alas bak truk harus dibersihkan dan dilapisi dengan terpal. Begitu juga selama perjalanan dari kebun menuju pabrik pengolahan, pucuk harus ditutup dengan terpal untuk menghindari hujan. UP Tanjungsari memiliki tiga unit truk untuk masing-masing blok. Berat kosong truk adalah 2 950 kg dengan kapasitan maksimal adalah tiga orang. Truk pengangkut pucuk mampu mengangkut pucuk sebanyak 2 000 - 3 000 kg, bahkan ketika produksi pucuk sedang tinggi, daya angkut truk bisa bertambah dua kali lipat. Selain karena kenaikan produksi, daya angkut truk yang melebihi kapasitas
55
juga bisa disebabkan tidak beroperasinya salah satu truk karena rusak atau kekurangan supir. Akibatnya satu truk terpaksa digunakan untuk mengangkut produksi pucuk dari dua blok untuk menghemat waktu dan tenaga supir. Pada kondisi normal dimana semua supir dapat bekerja dan truk dalam kondisi layak operasi, maka hal ini dinilai sudah cukup memenuhi kebutuhan masing – masing blok. Kualitas pucuk salah satunya juga dipengaruhi dari sarana transportasi. Peletakan waring berisi pucuk yang ditumpuk di bak truk menyebabkan waring yang berada di posisi paling bawah mengalami kerusakan pucuk yang lebih besar. Cara memasukkan waring ke dalam bak truk juga harus diperhatikan agar kerusakan pucuk dapat dikurangi. Ghani (2002) menyatakan penyusunan pucuk di bak truk harus longgar agar aerasi udara terjaga. Kapasitas waring yang diangkut melebihi daya angkut truk menyebabkan petugas pengangkut terpaksa menginjak - injak/menjejalkan waring dan menumpuknya terlalu tinggi agar semua waring dapat terangkut oleh truk. Hal ini lah yang harus dikelola dengan baik oleh perusahaan sehingga kerusakan pucuk dapat dihindari dan dikurangi sebanyak mungkin.
Produktivitas Berdasarkan Umur Setelah Pangkas Produksi maupun produktivitas tanaman sangat dipengaruhi oleh kesehatan tanaman itu sendiri. Produktivitas yang tinggi akan menunjukkan kesehatan tanaman yang baik pula. Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman selain kesehatan tanaman itu sendiri, diantaranya iklim, bahan tanam, populasi tanaman serta umur/tahun setelah pangkas. Produktivitas berdasarkan umur setelah pangkas di UP Tanjungsari pada masing - masing blok tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 15. Semakin tinggi umur pangkas tanaman teh maka produksinya akan semakin menurun. Hal ini menyebabkan tanaman dengan umur pangkas empat tahun perlu dipangkas karena produksinya sudah mulai menurun. Setyamidjaja (2000) mengemukakan bahwa produktivitas tertinggi tanaman teh dicapai pada
56
tahun pangkas kedua dan ketiga karena pada tahun pangkas ini pucuk peko aktif tumbuh. Pucuk burung pada tahun pangkas keempat tumbuh lebih dominan sehingga berpengaruh pada turunnya produktivitas.
Gambar 15. Produktivitas Berdasarkan Umur Setelah Pangkas
Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa produktivitas tertinggi blok Gelatik dicapai pada tahun pangkas kedua sebesar 3 600.74 kg/ha/th. Produktivitas tertinggi blok Kutilang dicapai pada tahun pangkas pertama sebesar 2 456.89 kg/ha/th dan blok Murai mencapai produktivitas tertinggi pada tahun pangkas keempat sebesar 2 633.92 kg/ha/th. Rata - rata produktivitas tertinggi secara keseluruhan di UP Tanjungsari dicapai pada tahun pangkas ketiga yang mencapai 2 562.68 kg/ha/th. Produktivitas tanaman selain dipengaruhi oleh kesehatan tanaman dan jumlah pucuk juga dipengaruhi oleh luas areal tanaman. Semakin luas areal dan didukung oleh kondisi pucuk yang baik akan menyebabkan produksi meningkat. Kondisi pucuk yang baik dapat dilihat dari pertumbuhan pucuk yang seragam serta merata pada semua perdu tanaman. Produksi yang meningkat akan diikuti pula oleh peningkatan produktivitas.