i
HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE, AKTIVITAS FISIK, DAN KONSUMSI PANGAN SUMBER LEMAK, DENGAN STATUS GIZI GURU WANITA
NOVIA MASARANI PURBA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Persepsi Body image, Aktivitas Fisik, Dan Konsumsi Pangan Sumber Lemak, dengan Status Gizi Guru Wanita adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015 Novia Masarani Purba NIM I14124010
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
v
ABSTRAK NOVIA MASARANI PURBA. Persepsi Body image, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan Sumber Lemak dengan Status Gizi Pada Guru Wanita. Dibimbing oleh IKEU EKAYANTI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara Persepsi Body image, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan Sumber Lemak dengan Status Gizi Pada Guru Wanita di SMP Negeri 15 Bogor dengan desain penelitian cross sectional study. Subjek dalam penelitian ini 35 orang, 74.3% subjek berusia >40 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa subjek memiliki IMT diatas batas normal sekitar 74.3%, 57.1% subjek memiliki persepsi body image negatif. Tingkat aktivitas fisik (PAL) subjek tergolong ringan. Frekuensi konsumsi pangan sumber lemak tergolong normal, tingkat kecukupan lemak tergolong lebih. Berdasarkan uji Pearson, terdapat hubungan yang signifikan antara kecukupan energi, kecukupan protein, kecukupan lemak, kecukupan karbohidrat, dengan status gizi. Berdasarkan uji Spearman terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi PUFA dan konsumsi lemak jenuh dengan status gizi, dan konsumsi kolesterol dengan persepsi Body image (p<0.05). Kata kunci: aktivitas fisik, konsumsi pangan sumber lemak, persepsi body image, status gizi, wanita
ABSTRACT NOVIA MASARANI PURBA. Persepsi Body the association of Perception of Body image, Physical Activity, Consumption of Fat Foods Sources With Nutritional Status of Among Women Teachers. Supervised by IKEU EKAYANTI. The aim of the study was to analyze the association of Perception of Body image, Physical Activity, Consumption of Fat Foods Sources With Nutritional Status of Among Women Teachers at SMP Negeri 15 Bogor, the design of this study was cross sectional. Number of subjects in this study was 35 people, 74.3% subjects is over 40 years old. The results showed that BMI 74.3% of subject were above normal category. 57.1% of subjects had a negative persception of body image. Physical activity level (PAL) subjects classified as mild. Consumption of Fat Foods Sources frequency classified as normal, and fat adequacy classified as over. The result of Pearson test showed significant correlation between energy adequacy, protein adequacy, fat adequacy, carbohydrate adequacy and nutritional status (p>0.05). The result of Spearman test showed significant correlation between age, consumption of PUFA, saturated fat with nutritional status, consumption of cholesterol and perception of body image (p>0.05). Keywords: consumption of fat foods sources, nutritional status perception of body image, physical activity, women
HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE, AKTIVITAS FISIK, DAN KONSUMSI PANGAN SUMBER LEMAK, DENGAN STATUS GIZI GURU WANITA
NOVIA MASARANI PURBA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
vii
Judul Skripsi : Hubungan Persepsi Body image, Aktivitas Fisik, Dan Konsumsi dPangan Sumber Lemak, Dengan Status Gizi Guru Wanita Nama : Novia Masarani Purba NIM : I14124010
Disetujui oleh
Dr Ir Ikeu Ekayanti M Kes Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
ix
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi “Hubungan Persepsi Body image, Aktivitas Fisik, dan Konsumsi Pangan Sumber Lemak, Dengan Status Gizi Guru Wanita” ini berhasil diselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Ikeu Ekayanti M Kes selaku dosen pembimbing akademik selama masa perkuliahan dan dosen pembimbing skripsi yang telah sabar memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen penguji dan pemandu seminar yang telah banyak memberikan masukan untuk penyelesaian skripsi. 3. Kedua orang tua : Maharkarta Purba (Ayah), Rostinawati Ginting (Ibu), Rahelita Beatric Purba (Adik) atas segala doa dan dukungan morilnya. 4. Seluruh keluarga besar Alih Jenis GM atas semua bantuan, doa, dan semangatnya. 5. Ifan Harnata Sembiring atas dukungan moril yang selalu diberikan kepada penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis menerima saran maupun kritik yang berkaitan dengan penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Juni 2015
Novia Masarani Purba
xi
DAFTAR ISI PRAKATA
x
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis
3
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
5
Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian
5
Cara Pengambilan Subjek
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
5
Pengolahan dan Analisis Data
6
Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN
10 10
Karakteristik Individu
10
Status Gizi
12
Persepsi Body image (BSQ)
13
Aktivitas Fisik
14
Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Lemak
14
Tingkat Kecukupan Zat Gizi (TKG)
16
Asupan Kolesterol, Saturated fatty Acid (Saturated FA), Mono Unsaturated fatty Acid (MUFA), dan Poli Unsaturated fatty Acid (PUFA) 19 Uji Hubungan Persepsi Body image, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan Sumber Lemak Dengan Status Gizi 20 Uji Hubungan Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan Sumber Lemak Dengan Persepsi Body image
23
xiii
SIMPULAN DAN SARAN
25
Simpulan
25
Saran
25 25
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL 1 Cara Pengumpulan Data Penelitian
5
2 Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan
7
3 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
8
4 Indeks Massa Tubuh Dewasa
9
5 Sebaran subjek berdasarkan usia dan pendapatan subjek
11
6 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga
11
7 Sebaran subjek berdasarkan status gizi
12
8 Sebaran subjek berdasarkan Persepsi body image (BSQ)
13
9 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik
14
10 Rata-rata konsumsi pangan sumber lemak subjek
15
11 Sebaran subjek berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi
17
12 Sebaran subjek berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein
17
13 Sebaran subjek berdasarkan Tingkat Kecukupan Lemak
18
14 Sebaran subjek berdasarkan Tingkat Kecukupan Karbohidrat
19
15 Asupan kolesterol, saturated fatty acid (saturated FA), mono unsaturated fatty acid (MUFA), dan poly unsaturated fatty acid (PUFA) subjek
19
16 Sebaran subjek berdasarkan persepsi body image dan status gizi
20
17 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dan status gizi
21
18 Sebaran subjek berdasarkan konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dan status gizi
22
19 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dan persepsi body image
23
20 Sebaran subjek berdasarkan konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dan persepsi body image
24
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Pemikiran Hubungan Antara Persepsi Body image, Faktor Aktivitas Dan Konsumsi Pangan Sumber Lemak Terhadap Status Gizi Guru Wanita.
4
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuisioner penelitian
28
2 Uji Normalitas Data
36
3 Uji Beda konsumsi recall dan record (t-test)
37
4 Uji Hubungan Variabel lain dengan Status Gizi
38
5 Uji Hubungan variabel lain dengan persepsi body image
41
6 Hasil Uji regresi linear
43
xv
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengalami kemajuan di bidang ekonomi, dan telah memberikan berbagai dampak positif dan negatif pada masyarakat. Modernisasi atau penggunaan teknologi tinggi dalam berbagai aspek kehidupan adalah dampak utama yang langsung dialami oleh masyarakat, terutama masyarakat perkotaan. Kemajuan standar hidup dan pelayanan terhadap masyarakat yang tersedia adalah dampak positif, akan tetapi dampak negatif selalu menyertai sebagai konsekuensi langsung dari perubahan tersebut. Akan tetapi, modernisasi juga telah membawa beberapa konsekuensi negatif yang secara langsung dan tidak langsung ialah perubahan gaya hidup, dari traditional life style menjadi sedentary life style yakni penyimpangan pola makan dan aktivitas fisik yang berperanan penting terhadap munculnya obesitas (Hadi 2005). Perkembangan masyarakat dengan adanya pengaruh dari media informasi menimbulkan masalah persepsi body image di masyarakat. Gambaran postur ideal yang ditayangkan cenderung memberikan gambaran yang salah tentang bentuk tubuh ideal. Body image merupakan suatu persepsi masing-masing individu untuk menilai bentuk tubuhnya. Ketidakpuasaan atas bentuk tubuh menyebabkan penilaian body image negatif sehingga hasil penilaian bentuk tubuh tidak seperti ukuran tubuh sebenarnya. Persepsi body image negatif apabila seseorang memiliki ketidakpuasan terhadap bentuk tubuhnya dan tidak dapat menilai bentuk tubuhnya yang dapat menyebabkan kepercayaan diri yang rendah, perilaku diet, kecemasan, dan gangguan makan. Persepsi body image juga dapat mempengaruhi terhadap status gizi, persepsi body image seseorang dapat mempengaruhi jumlah pangan sumber lemak seseorang yang berdampak pada status gizi. Sedangkan persepsi body image positif atau sehat adalah jika seseorang memiliki sebuah persepsi yang baik akan ukuran dan bentuk tubuh mereka dan merasa nyaman dengan kondisi tubuhnya yang akan diekspresikan dalam sikap percaya diri dan konsep diri yang sehat (Abramson 2007). Guru wanita wanita usia 30-60 tahun termasuk kedalam golongan wanita dewasa lanjut. Bila dilihat dari kelompok umur dewasa akhir menurut Depkes (2005), usia dewasa akhir ternyata memiliki prevalensi gemuknya lebih tinggi yaitu 33.7%, yang mencakup 59.0% dari total keseluruhan kegemukan di setiap rentang umur. Menurut Riskesdas (2013), tahun 2013 prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32.9% , naik 18.1% dari tahun 2007 (13.9%) dan 17.5% dari tahun 2010 (15.5%). Tiga belas provinsi dengan prevalensi obesitas di atas prevalensi nasional, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Aceh, Papua Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, Maluku Utara, DKI Jakarta, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Gorontalo dan Sulawesi Utara. Dari hal tersebut dapat dilihat terjadinya kenaikan jumlah wanita dewasa yang mengalami obesitas. Pola hidup sedentary merupakan pola hidup yang ditandai dengan aktivitas yang rendah dan perubahan konsumsi menjadi konsumsi makanan sumber lemak yang berlebihan. Perkembangan teknologi pengolahan pangan menyebabkan
2
terjadinya peningkatan kebiasaan mengkonsumsi makanan termasuk didalamnya junk food dan fast food. Kebiasaan mengkonsumsi pangan sumber lemak dapat mempengaruhi status gizi terutama pada wanita usia dewasa. Status gizi seseorang dipengaruhi juga oleh aktivitas fisik. Faktor aktivitas ringan atau sedang menentukan seberapa banyak kalori yang dibutuhkan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas. Menurut RISKESDAS (2013), proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26.1%. Terdapat 22 provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rerata Indonesia. Proporsi penduduk Indonesia dengan perilaku sedentari ≥6 jam perhari 24.1%. Lima provinsi diatas rerata nasional adalah Riau (39.1%), Maluku Utara (34.%), Jawa Timur (33.9%), Jawa Barat (33.0%), dan Gorontalo (31.5%). Aktivitas yang kurang aktif dengan kebiasaan konsumsi pangan sumber lemak yang berlebih dapat menyebabkan status gizi overweight dan obes. Karena itu penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat hubungan persepsi body image, aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak terhadap status gizi pada guru wanita SMP 15 Bogor. Penelitian dibuat untuk melihat sejauh mana persepsi body image, aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak mempengaruhi status gizi guru wanita.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Sejauh mana persepsi body image memiliki keterkaitan dengan aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak subjek? 2. Sejauh mana persepsi body image memiliki keterkaitan dengan status gizi? 3. Apakah terdapat perbedaan signifikan antara hubungan persepsi body image dengan status gizi, aktivitas fisik dengan status gizi dan konsumsi pangan sumber lemak dengan status gizi?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan persepsi body image, aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak dengan status gizi pada guru wanita Tujuan Khusus 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengetahui karakteristik subjek (umur, pendidikan, sosial ekonomi) Mengidentifikasi gambaran persepsi body image Mengidentifikasi gambaran aktivitas fisik menganalisis konsumsi pangan sumber lemak Menganalisis asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat Mengidentifikasi status gizi subjek
3
7. Menganalisis hubungan antara persepsi body image, aktivitas fisik, dan konsumsi pangan sumber lemak dengan status gizi subjek 8. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik, dan konsumsi pangan sumber lemak dengan persepsi body image subjek
Hipotesis Persepsi body image, konsumsi pangan sumber lemak dan faktor aktivitas berhubungan dengan status gizi subjek.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi tambahan dalam melihat hubungan antara persepsi body image, faktor aktivitas dan konsumsi pangan sumber lemak terhadap status gizi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian yang berkaitan dan menambahkan literatur tentang persepsi body image, faktor aktivitas, konsumsi lemak, dan status gizi.
KERANGKA PEMIKIRAN Persepsi body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang memiliki persepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benarbenar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif. Seseorang terkadang merasa memiliki bentuk tubuh sesuai dengan persepsinya/subjektif yang berbeda dengan penilaian orang lain (Santrock 2003). Persepsi body image dipengaruhi oleh beberapa faktor yang timbul dari diri sendiri yaitu konsumsi pangan dan aktivitas fisik, atau dari pengaruh orang lain berupa lingkungan dan media yang juga mempengaruhi konsumsi pangan seseorang. Persepsi body image dapat mempengaruhi konsumsi pangan, seseorang yang menginginkan bentuk tubuh yang menarik dan ideal menurut persepsinya akan menjaga konsumsi makannya terutama konsumsi pangan sumber lemak. Apabila persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya negatif maka seseorang tersebut berusaha memperoleh bentuk tubuh ideal menurut persepsinya dengan melakukan diet dan melakukan aktivitas fisik yang berdampak pada status gizi seseorang (Puspita 2012). Sebagai subjek persepsi negatif seseorang akan bentuk tubuhnya menyebabkan seserang tersebut melakukan aktivitas ringan dan konsumsi pangan berlebih yang akan menyebabkan seseorang memiliki status gizi berlebih begitupun sebaliknya. Status gizi seseorang dapat secara langsung dipengaruhi oleh perilaku makan dan aktivitas fisik, sedangkan tidak langsung dapat dipengaruhi oleh
4
karakteristik individu yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, antropometri dan sosial ekonomi individu serta pengetahuan gizi. Karakteristik individu dan pengetahuan gizi juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan individu yang dilihat dari frekuensi dan jumlah konsumsi makanan (Soekirman 2000). Skema kerangka pemikiran pada penelitian ini dijelaskan secara lengkap pada Gambar 1 Karakteristik Responden Karakteristik individu Karakteristik keluarga
Media dan lingkungan
Persepsi Body image Penilaian tentang bentuk tubuh pribadi (BSQ)
Konsumsi pangan Asupan gizi Konsumsi pangan sumber lemak Frekuensi, jenis dan jumlah konsumsi pangan Jumlah dan jenis makanan Aktivitas Fisik Pengetahuan gizi
Status Gizi
Infeksi
Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Hubungan yang dianalisis Hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran mengenai hubungan antara persepsi body image, faktor aktivitas dan konsumsi pangan sumber lemak terhadap status gizi guru wanita.
5
METODE
Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada bulan NovemberDesember 2014 di SMP Negeri 15 Bogor Provinsi Jawa Barat dengan pengambilan data menggunakan kuesioner dan wawancara langsung. Responden dipilih dengan pertimbangan umur, lama mengajar, dan status gizi. Cara Pengambilan Subjek Subjek pada penelitian ini adalah guru-guru wanita SMP Negeri 15 Bogor. Metode yang digunakan dalam penarikan subjek adalah metode sensus dengan kriteria inklusi: (a) guru wanita/tenaga pengajar wanita (b) usia 30 sampai 60 tahun (c) lama mengajar 3 sampai 30 tahun (d) tidak dalam keadaan sakit. Berdasarkan kriteria inklusi terdapat 35 orang yang dapat dijadikan sampel dari jumlah keseluruhan tenaga pengajar sebanyak 63 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, pemberian kuesioner dan pengukuran langsung. Data primer ini meliputi data karakteristik subjek, antropometri (tinggi badan, berat badan), pengisian kuisioner body image dan kuisioner aktivitas fisik, record konsumsi pangan, recall konsumsi pangan, semi Food Frequency questionnaire (FFQ), dan status gizi (IMT). Data sekunder yang berupa karakteristik sosial ekonomi. Cara pengumpulan data penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Cara Pengumpulan Data Penelitian No Variabel Jenis data 1 Karakteristik 1. Umur individu 2. Pendapatan 2 Karakteristik 1. Pendidikan sosial 2. besar keluarga ekonomi 3 Antropometri 1. Berat Badan/BB (kg) dan status 2. Tinggi badan/TB (cm) gizi 3. IMT
Cara pengumpulan data Wawancara dengan kuesioner Wawancara dengan kuesioner
Berat badan diukur menggunakan Bathroom Scale. Tinggi badan diukur menggunakan Microtoise dengan ketelitian 0.1 cm
6
Tabel 1 Cara Pengumpulan Data Penelitian (lanjutan) No 4 5
Variabel Konsumsi pangan sumber lemak Konsumsi pangan
4
Aktivitas fisik
5.
Persepsi Body image
Jenis data Konsumsi pangan sumber lemak Tingkat kecukupan Energi dan Zat Gizi Aktivitas hari libur dan hari kerja Penilaian persepsi subjek
Cara pengumpulan data menggunakan kuisioner Semi kuantitatif FFQ menggunakan kuisioner record 7 x 24 jam dan 2 kali daily food recall 2 kali Recall activity 24 jam Wawancara dengan kuisioner BSQ (Body Shape questionnaire)
Data karakteristik individu mencakup usia, rata-rata pendapatan, pendidikan dan data karakteristik keluarga. Karakteristik keluarga meliputi pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga, pendapatan dan besar keluarga. Data persepsi body image didapatkan melalui kuisioner Body Shape Questionnaire (BSQ) yang berisi pertanyaan seputar penilaian bentuk tubuh pribadi subjek. Aktivitas fisik subjek didapatkan dengan menggunakan 2 kali recall activity selama 24 jam yakni masing-masing kegiatan yang dilakukan selama 1x24 jam pada hari libur dan 1x24 jam pada hari kerja. Data status gizi (IMT) subjek meliputi berat badan dan tinggi badan berdasarkan pengukuran antropometri. Data konsumsi pangan mencakup kuantitas dan kualitas pangan didapat melalui Metode Recall 2x24 jam, record 7x24 jam dan Semi Food Frequency Questionnaire dalam 1 bulan terakhir. Metode Food recall 2x24 jam dilakukan dengan wawancara tentang pangan yang telah dikonsumsi subjek pada hari libur dan hari kerja. Sedangkan Metode Food record 7x24 jam adalah subjek mencatat sendiri pangan yang dikonsumsi setiap hari selama 7 hari. Food Frequency Questionnaire merupakan kuisioner yang menggambarkan frekuensi subjek dalam mengonsumsi beberapa jenis makanan. Makanan yang dicantumkan pada kuisioner ini adala h makanan sumber lemak. Sejumlah jenis makanan dijumlahkan frekuensi konsumsinya selama 1 bulan terakhir.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang dilakukan meliputi coding yaitu pemberian kode yang akan memudahkan pada saat pemasukkan data, entry yaitu memasukkan data masing-masing subjek sesuai dengan kode yang dibuat sesuai dengan variabel masing-masing, cleaning yaitu melakukan pengecekan data apakah sesuai dengan tujuan dan kelengkapan kuisioner yang diberikan, selanjutnya dilakukan pengelompokan data, dan analisis. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Pengolahan dan analisis data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16. 0 for windows. Persepsi Body image Body image adalah suatu konsep pribadi seseorang tentang penampilan fisiknya. Masing-masing orang memiliki penilaian sendiri akan bentuk tubuhnya. Contohnya, ada orang yang merasa tubuhnya gemuk padahal kenyatannya kurus ataupun sebaliknya. Dalam penelitian ini pengukuran body image dinilai melalui metode Body Shape Questionnaire (BSQ) yang dikembangkan oleh Cooper et al 1987. Body Shape Questionnaire (BSQ) merupakan salah satu skala yang biasa
7
digunakan untuk menilai persepsi tubuh. Pengukuran BSQ dilakukan dengan pemberian pilihan kepada subjek dengan skala nomor dari satu hingga enam sesuai dengan apa yang mereka rasakan sekurang-kurangnya empat minggu terakhir. Skala nomor tersebut yaitu 1 untuk tidak pernah, 2 untuk jarang, 3 untuk kadang-kadang, 4 untuk sering, 5 untuk sangat sering, 6 untuk selalu. BSQ memiliki total skor penilaian antara 34 hingga 204, dengan kategori <80 (memiliki persepsi tubuh positif atau normal), 80-110 (memiliki persepsi tubuh negatif tingkat ringan), 111-140 (memiliki persepsi tubuh negatif tingkat sedang), >140 (memiliki persepsi tubuh negatif tingkat berat), semakin tinggi nilai total skor pada BSQ menunjukkan adanya persepsi tubuh yang semakin buruk. Tingkat Aktivitas Fisik Aktivitas fisik diketahui melalui kombinasi metode dua hari recall. Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. WHO 2001 menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel penting dalam penghitungan kebutuhan energi. Berdasarkan WHO (2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam aktivitas selama 24 jam. Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik wanita menurut WHO (2001) tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2 Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan Kegiatan Tidur Perawatan diri (mandi dan berpakaian, beribadah) Makan Memasak Mengepel menyetrika Kegiatan yang dilakukan dengan duduk (berhias, beribadah) Pekerjaan rumahtangga Mengenderai kendaraan Berkendaraan Di Mobil/Bus/Angkutan Berjalan tanpa beban Berdiri/ membawa beban duduk Kegiatan ringan (aktivitas waktu luang) Berbisnis/berdagang bermain laptop/internet nonton tv/film ngobrol/diskusi/rapat/ke pesta ke pasar/warung/shopping mengajar/seminar/praktikum/mengerjakan tugas membaca Olahraga ringan (aerobic intensitas rendah) Olahraga (Berenang) Olahraga (tennis/badminton) Bersepeda Sumber: WHO 2001
PAR 1.0 2.3 1.5 2.1 4.4 1.7 1.5 2.8 2.0 1.3 3.2 2.2 1.2 1.4 1.4 1.72 1.7 1.4 4.6 1.5 2.5 4. 2 1.4 5.92 3.6
8
PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan: PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) PARi : Physical activity rate dari masing-masing aktivitas (jumlah denergi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per jam) Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas Tabel 3 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Ringan (sedentary lifestyle) Sedang (active or moderately active lifestyle) Berat (vigorous or vigorously active lifestyle)
Nilai PAL 1. 40-1. 69 1. 70-1. 99 2. 00-2. 40
Sumber: WHO 2001
Asupan Energi dan Zat Gizi Data konsumsi pangan yang didapat dari recall 2x24 jam, record 7x24 jam dan semi FFQ (untuk asupan lemak) berupa jenis dan jumlah makanan dalam gram/URT dikonversi ke dalam nilai zat gizi meliputi energi (kkal), protein (g), lemak (g), dan karbohidrat (g) dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan Indonesia (DKBM) 2010. Dengan rumus sebagai berikut. KGij = {(Bj/100) x Gij x (BDD/100)} Keterangan: KGij Bj Gij BDD
: Kandungan zat gizi i dari pangan j dengan berat B gram : Berat pangan j (g) : Kandungan zat gizi i dalam 100 g BDD pangan j : Persen pangan j yang dapat dimakan (%BDD)
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Kebutuhan energi subjek didapatkan dari Angka Kecukupan Gizi (AKG 2013) wanita dewasa rentang usia 30-49 tahun dengan estimasi kecukupan energi sebesar 2150 kkal, protein 57 gram, lemak 60 gram serta karbohidrat 323 gram, dan rentang usia 50-64 tahun dengan estimasi kecukupan energi 1900 kkal protein sebanyak 57 gram, lemak 53 gram serta karbohidrat 285 gram. Konsumsi energi subjek diperoleh dari pengolahan data konsumsi makanan dan minuman subjek. Data mengenai konsumsi diukur melalui Semi FFQ, recall 2x24 jam dan record 7x24 jam. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Data yang digunakan untuk mendapatkan konsumsi subjek adalah recall 2x24 jam, record 7x24 jam dan semi FFQ (frekuensi dan kecukupan lemak). Data
9
konsumsi kemudian digunakan untuk menentukan Tingkat Kecukupan Gizi (TKG). Menurut Depkes (2005), tingkat kecukupan energi dan protein dibedakan menjadi lima kategori yang diantaranya adalah defisit berat (<70%), defisit sedang (70-79%), defisit ringan (80-89%), normal (90-119%), dan lebih (≥120%). Tingkat kecukupan lemak menurut WNPG (2004) dibedakan menjadi tiga kategori yaitu kurang (<20% kebutuhan energi), normal (20-30% kebutuhan energi), lebih (>30% kebutuhan energi), dan karbohidrat dibedakan menjadi tiga kategori menurut WNPG (2004) yaitu kurang (<60% kebutuhan energi), normal (60-70% kebutuhan energi), lebih (>70% kebutuhan energi). Kebutuhan lemak perhari dikelompokan menjadi asupan Saturated FA <10%, PUFA sebanyak 610%, trans FA <1% dan asupan MUFA by difference (WHO 2003).
Status Gizi Teknik pengukuran yang paling banyak digunakan adalah pengukuran berat dan tinggi, yang sering digabungkan sebagai Indeks Massa Tubuh (IMT, dalam kg/m2) untuk menunjukkan status gizi seseorang. IMT digunakan untuk mengkategorikan berat badan kedalam kategori underweight, normal, kelebihan berat badan, dan obesitas (Thompson J K 1999). Status gizi subjek diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dihitung berdasarkan data antropometri berat badan dan tinggi badan guru dengan kategori yang terdapat pada Tabel 4. Tabel 4 Indeks Massa Tubuh Dewasa Kategori IMT < 18. 5 18. 5 – 22. 9 23 – 24. 9 25– 30,0 ≥30,0
Klasifikasi Underweight Normal Overweight (at risk) Obes I Obes II
Sumber: WHO Asia Pasifik 2000
Hasil pengolahan data semua variabel selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Sebelum dilakukan Uji beda dan Uji hubungan sebelumnya dilakukan Uji normalitas data untuk mengetahui analisis hubungan apa yang dapat digunakan pada masing-masing variabel. Uji normalitas yang di lihat adalah Shapiro Wilk karena jumlah subjek <50. Setelah menentukan normalitas data masing-masing variabel lalu dilakukan uji beda T-test untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara recall dan record konsumsi subjek. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi, kecukupan energi dan zat gizi dengan status gizi, serta tingkat kecukupan MUFA dan kolesterol dengan status gizi. Sedangkan Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara persepsi body image dengan status gizi, frekuensi konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dengan status gizi, tingkat kecukupan saturated fat dan PUFA , aktivitas fisik dengan persepsi body image, kecukupan energi dan zat gizi dengan persepsi body image, persepsi body image dengan kecukupan saturated fat, MUFA, PUFA dan Kolesterol.
10
Definisi Operasional Subjek adalah guru wanita yang berada di SMP Negeri 15 Bogor. Karakteristik Sosial Ekonomi Subjek adalah identitas subjek yang terdiri dari pendapatan, besar keluarga, dan tingkat pendidikan subjek dan kepala keluarga. Antropometri adalah data yang meliputi berat badan, tinggi badan dan umur yng digunakan untuk menghitung status gizi. Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri. gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya. Persepsi Body image perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkan subjek yang dilihat melalui BSQ (Body Shape Questionnaire). Aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan oleh subjek dimulai dari bangun tidur sampe beristirahat kembali dalam alokasi waktu (24 jam) yang diukur menggunakan Physical Activity Ratio (PAR). Konsumsi Pangan adalah asupan zat gizi makro energi, protein, lemak dan karbohidrat yang diperoleh dari waktu makan utama maupun selingan yang dikonsumsi subjek dalam satu hari dengan metode Food record 7x24 jam dan 2 kali Food recall 24 jam Konsumsi Pangan Sumber Lemak merupakan frekuensi dan jenis pangan sumber lemak yang diperoleh/ dikonsumsi selama satu bulan terakhir yang dikelompokan menjadi pangan sumber lemak jenuh dan tidak jenuh yang dilihat melalui Semi Kuantitatif FFQ Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh subjek yang diakibatkan oleh konsumsi, absorpsi, dan penggunaan zat gizi yang ditentukan melalui Indeks Massa Tubuh (IMT). Gizi Lebih adalah status gizi dengan nilai IMT ≥23 yang masuk dalam kategori (overweight, obes I dan obes II) Persepsi Negatif adalah persepsi subjek dengan skor ≥80 yang masuk dalam kategori (persepsi negatif ringan, sedang dan berat)
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Individu Subjek pada penelitian ini adalah wanita usia dewasa yang menjadi guru di SMP Negeri 15 Bogor. Usia subjek berkisar antara 31-57 tahun. Tahapan dewasa dibagi menjadi dewasa muda dan dewasa lanjut. Dewasa adalah titik seseorang memiliki pertanggungjawaban atas dirinya sendiri dan memiliki kesanggupan untuk menentukan tujuan serta menentukan pilihan. Tahapan dewasa dibagi menjadi dewasa muda dan dewasa lanjut. Dewasa muda dimana terjadi peralihan antara usia remaja yaitu antara usia 18- 30 tahun. Sedangkan dewasa lanjut usia 30-60 tahun pada umumnya memiliki sikap-sikap tertentu akibat pengaruh yang membentuk pola hidup dewasanya. Dewasa lanjut cenderung dapat menentukan sendiri apa yang harus dia lakukan tanpa dapat terpengaruh pada lingkungan
11
sekitar (Gunarsa S & Gunarsa S 2008). Karakteristik subjek meliputi usia dan pendapatan selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan usia dan pendapatan subjek Karakteristik 31-35 36-40 41-45 46-50 51-57 Usia (tahun) rata-rata±SD Pendapatan (Rp) rata-rata±SD Total
N 3 6 3 12 11
% 8.6 17.1 8.6 34.3 31.4
47±7 3.785.714±425.056 35 100
Subjek dalam penelitian ini sebagian besar masuk kedalam kategori dewasa lanjut dengan usia rata-rata 47±7 tahun. Subjek sebagian besar masuk ke dalam usia 46-50 tahun dan 51-57 tahun berturut-turut sebanyak 34.3% dan 31.4%. Pada masa dewasa lanjut biasanya akan mengalami penurunan pendengaran, penglihatan, dan daya akomodasi juga mengalami penurunan. Masalah kesehatan utama adalah penyakit kardiovaskular,kanker dan kenaikan berat badan. kegemukan adalah masalah utama pada masa dewasa lanjut (Gunarsa S & Gunarsa S 2008). Menurut Erem et al. (2004) usia adalah salah satu faktor resiko obesitas yang sulit untuk diubah. Seiring dengan bertambahnya usia, prevalensi obesitas terus mengalami peningkatan. Pendapatan rata-rata subjek Rp. 3.785.714 ± Rp. 425.056 dengan kisaran Rp 3.500.000 – Rp4.200.000. Pendapatan rumah tangga besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar dan pola hidup juga menjadi berubah (Soekirman 2000). Pendapatan mempengaruhi status gizi, hal ini terkait dengan daya beli terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Braithwaite et al. 2009). Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga Karakteristik Pendidikan Perguruan tinggi Besar Keluarga Kecil (≤4) Sedang (5-6) Besar (≥7) Total
N
%
35
100
20 14 1 35
57.1 40.0 2.9 100
Menurut sebaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan seluruh subjek (100%) memiliki tingkat pendidikan yang baik yaitu sampai tingkat perguruan tinggi. Menurut Panagiotakos et al. (2004) Tingkat pengetahuan gizi dan persepsi individu akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, semakin baik pendidikan seseorang maka semakin baik pengetahuan gizinya. Rata-rata besar keluarga subjek adalah keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤4 dan besar keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga
12
5-6 dengan persentase berturut-turut sebanyak 57.1% dan 40%. Menurut Sanjur
(1982), besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Semakin besar keluarga maka semakin kecil peluang terpenuhinya kebutuhan individu. Hal ini dapat disebabkan karena besarnya anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan individu. Besarnya keluarga dapat mempengaruhi belanja pangan. Pendapatan perkapita dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga.
Status Gizi Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumber daya manusia dan kualitas hidup. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan pengunaan zat gizi (Riyadi 2003). Status gizi seseorang merefleksikan seberapa jauh kebutuhan fisiologis akan nutrisi telah dapat dipenuhi. Bila zat gizi dikonsumsi dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan metabolisme, maka perkembangan yang baik, menjaga kesehatan, mendukung aktivitas fisik, dan membantu mencegah terjadinya penyakit. Sebaliknya bila zat gizi dikonsumsi dalam jumlah terlalu banyak atau sedikit, maka tubuh akan beradaptasi untuk mencapai keadaan homeostatik sehingga fungsi fisiologis tetap terjaga. Bila keadaan kelebihan atau kekurangan ini berlangsung lama akan berakibat pada terjadinya gangguan pada fungsi tubuh dan timbulnya penyakit (Khomsan 2002). Status gizi dalam penelitian ini ditentukan dengan pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Sebaran subjek berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan status gizi IMT Normal ( 18.5-22.9) Overweight ( 23-24.9) Obes I (25-30.0) Obes II ( > 30.0) Total Status Gizi rata-rata±SD
N 9 3 17 6 35
% 25.7 8.6 48.6 17.1 100.0 26.7±3.81
Status gizi rata-rata subjek adalah 26.7±3.81 (Obes I). Status gizi subjek sebagian besar adalah gizi lebih dengan jumlah subjek dengan status gizi Obes I sebanyak 48.6%, kemudian ditempat kedua dan ketiga status gizi subjek terbanyak adalah status gizi normal dan obes II, berturut-turut sebesar 25.7% dan 17.1%. Pada masa dewasa tubuh tidak hanya dalam keadaan puncak dari kemampuan fisik tetapi juga mulai mengalami penurunan fungsi pada dewasa akhir. Bagi sebagian orang puncak dari kemampuan fisik dicapai pada usia di bawah 30 tahun. Pada masa dewasa lanjut (40-60 tahun) tubuh mulai mengalami penurunan kesehatan. Penyakit degeneratif dan obesitas merupakan masalah utama yang sering terjadi pada masa dewasa lanjut (UNS 2013). Menurut Diana et al. (2013), Status perkawinan merupakan prediktor kuat kejadian kegemukan dan adipositas sentral pada perempuan. Perempuan yang sudah menikah berisiko hampir tiga kali lebih tinggi untuk mengalami kegemukan dibandingkan perempuan yang belum atau tidak menikah (OR=2.712; 95%; CI:2.559-2.875). Menurut Bove&Sobal (2011) dalam Diana et al. (2013),
13
perempuan yang sudah menikah cenderung kurang peduli dengan bertambahnya berat badan atau menjadi gemuk, berbeda halnya ketika sebelum menikah, perempuan menjaga berat badannya agar lebih mudah mendapatkan pasangan.
Persepsi Body image (BSQ) Body image merupakan perasaan, pencitraan, perilaku seseorang yang berhubungan dengan tubuhnya. Pengidentifikasian adanya gangguan body image dapat dilakukan secara persepsi, subyektif dan perilaku (Heinberg et al 1996). Body image mengacu pada perasaan positif atau negatif dan persepsi diri mengenai bentuk tubuh. Persepsi body image berbeda satu dengan yang lainnya bergantung tingkat kematangan, perubahan yang terjadi menurut waktu, situasi dan pengalaman seseorang (Mandleco 2004). Menurut Thompson et all (1999) menyatakan bahwa body image adalah evaluasi terhadap ukuran tubuh seseorang, berat ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik, dimana evaluasi ini dibagi menjadi komponen persepsi, yang secara umum mengarah kepada keakuratan dalam mempersepsikan ukuran (perkiraan terhadap ukuran tubuh), komponen subyektif yang mengarah kepada kepuasaan, perhatian, evaluasi kognitif dan kecemasan serta komponen perilaku, yang memfokuskan kepada penghindaran individu terhadap situasi yang mengakibatkan ketidaknyamanan terhadap penampilan fisiknya sendiri. Dalam penelitian ini pengukuran body image dinilai melalui metode Body Shape Questionnaire (BSQ) yang dikembangkan oleh Cooper et al 1987. BSQ memiliki total skor penilaian antara 34 hingga 204. Semakin tinggi nilai total skor pada BSQ menunjukkan adanya persepsi tubuh yang semakin buruk. Sebaran subjek berdasarkan skor BSQ persepsi body image dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan Persepsi body image (BSQ) Kategori BSQ Positif Negatif Ringan Negatif Sedang Negatif Berat Total Skor BSQ rata-rata±SD
N 15 12 6 2 35
% 42.9 34.3 17.1 5.7 100.0 84.77±28.23
Skor BSQ rata-rata subjek adalah 84.77±28.2 masuk kedalam kategori negatif ringan yang menunjukan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh aktual yang dimiliki oleh subjek. Persentase tertinggi pada skor BSQ subjek masuk kedalam kategori persepsi bentuk tubuh positif dan negatif ringan sebesar 42.9% dan 34.3%. Menurut Schieman et al. (2007) pada dewasa terutama wanita, mereka memiliki persepsi yang salah terhadap bentuk tubuhnya. Wanita dengan status gizi lebih merasa bentuk tubuhnya adalah ideal dikarenakan oleh faktor lingkungan. Pada penelitiannya dengan subjek laki-laki dan wanita dewasa juga menunjukan bahwa wanita cenderung overestimate atau underestimate dalam menilai bentuk tubuhnya dibandingkan dengan laki-laki dewasa.
14
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuhdan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2006). Aktivitas fisik diketahui melalui kombinasi metode dua hari recall. Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. WHO 2001 menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel penting dalam penghitungan kebutuhan energi. Berdasarkan WHO (2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik Kategori aktivitas fisik Kategori aktivitas fisik Sangat ringan Ringan Sedang Total PAL rata-rata±SD
N
%
1 31 3 35
2.9 88.6 8.6 100.0 1.56±0.09
Rata-rata tingkat aktivitas fisik atau PAL subjek adalah 1.56±0.09 tergolong dalam kategori ringan. Sebagian besar aktivitas fisik subjek termasuk dalam kategori ringan (88.6%) dan sedang (8.6%), Aktivitas fisik subjek sebagian besar tergolong dalam aktivitas ringan (sedentary). Berdasarkan data recall aktivitas fisik 2 kali selama 24 jam, sebagian besar aktivitas subjek selain mengajar yaitu mengerjakan pekerjaan rumah tangga sedangkan untuk waktu senggang dihabiskan untuk bersantai seperti menonton televisi dan sebagian besar subjek jarang berolahraga. Menurut Wirakusumah (2003) gaya hidup dengan aktivitas fisik rendah akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Obesitas disebabkan karena pola makan dan aktivitas fisik yang tergolong aktivitas fisik ringan sehingga energi yang dikeluarkan tidak sesuai dengan asupan pangan. Jika hal ini terjadi dalam kurun waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak di bawah kulit yang akhirnya terjadi obesitas. Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Lemak Lemak merupakan salah satu komponen makanan multi fungsi yang sangat penting untuk kehidupan. Fungsi lemak dalam tubuh antara lain sebagai sumber energi, bagian dari membran sel, mediator aktivitas biologis antar sel, isolator dalam menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung organ-organ tubuh, serta pelarut vitamin A, D, E, dan K. Lemak dalam tubuh juga berperan sebagai sumber energi utama pada saat melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang dalam
15
waktu lama. Penambahan lemak dalam makanan memberikan efek rasa lezat dan tekstur makanan menjadi lembut dan gurih (FAO 2008). Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega, margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali apokat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier 2011). Proporsi konsumsi energi dari lemak saat ini sekitar 20% dari total konsumsi energi. Kontribusi energi dari lemak sebaiknya tidak melebihi 30% dan perlu upaya untuk memperbaiki komposisi asam lemak yang yang lebih baik agar sejalan dengan upaya pencegahan penyakit kronik degeneratif sedini mungkin melalui pengaturan komposisi lemak/minyak yang dikonsumsi (WNPG 2004). Frekuensi konsumsi dilakukan dengan menggunakan metode semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (FFQ). Data food frequency terdiri dari frekuensi dan berat konsumsi pangan sumber lemak. Rata-rata konsumsi pangan sumber lemak subjek dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Rata-rata konsumsi pangan sumber lemak subjek Jenis pangan telur ayam telur bebek telur puyuh daging merah Susu Keju Jeroan minyak kelapa sawit Santan gorengan (bakwan dll) kue manis Biskuit Ikan Ayam Alpukat kacang tanah kacang kedelai Margarin Tempe Tahu Baso Soto mie ayam
Frekuensi (kali/minggu) rata-rata±SD 3.41±3.31 0.30±0.11 0.92±0.98 1.25±1.36 4.47±2.45 1.12±0.81 0.61±0.42 8.00±2.49 1.22±0.84 5.00±2.82 4.09±4.27 3.06±2.54 4.24±3.76 3.73±1.94 0.75±0.86 1.35±1.67 1.63±1.94 3.23±2.76 6.31±3.22 6.24±3.31 1.98±0.65 1.25±0.50 1.91±0.53
Jumlah (gram/minggu) ratarata±SD 190.53±185.48 16.80±6.26 44.59±53.90 70.00±76.08 62.61±34.33 20.86±15.04 28.52±19.69 78.40±26.51 56.92±39.32 493.33±280.29 379.84±397.53 114.33±94.76 395.29±351.15 417.60±217.03 91.00±104.04 57.77±62.38 45.50±54.45 52.33±50.74 294.67±150.48 232.78±123.67 740.44±242.56 291.67±116.67 445.45±112.82
Frekuensi konsumsi pangan sumber lemak tertinggi yaitu minyak kelapa sawit dengan frekuensi rata-rata perminggu sebesar 8.00±2.49. tempe dan tahu merupakan pangan nabati yang paling sering dikonsumsi dengan rata-rata berturut-turut sebesar 6.31±3.22 dan 6.24±3.31. Selain itu konsumsi gorengan juga cukup tinggi dengan frekuensi rata-rata sebesar 5.00±2.82. Lauk hewani yang paling sering dikonsumsi oleh sampel adalah ikan dan ayam berturut-turut sebesar 4.24±3.76 dan 3.73±1.94. Pangan yang paling sering di konsumsi oleh subjek adalah tahu dan tempe yang dijadikan sebagai makanan pendamping yang harus
16
selalu ada menemani lauk hewani. Selain itu gorengan juga merupakan pangan yang paling sering dikonsumsi saat makan utama atau selingan subjek. Lemak yang terdiri dari kolesterol, trigliserida, LDL dan HDL bagi wanita dewasa memiliki hubungan dengan terjadinya premenopause dan kegemukan. Wanita yang memasuki tahap menopause cenderung akan mudah mengalami kegemukan dikarenakan sedikitnya hormone esterogen yang di bentuk oleh tubuh sehingga tidak dapat menekan kerja enzim yang memproduksi lemak (Derby, Crawford, Pasternak et al 2009).
Tingkat Kecukupan Zat Gizi (TKG) Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Sedioetama 1996 dalam Suryono 2007). Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat konsumsi, lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi (Sedioetama 1996 dalam Suryono 2007). Konsumsi pangan subjek diperoleh dengan menggunakan metode Food record selama 7 hari, dan food recall 24 jam selama 2 kali pada saat hari kerja dan libur. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi individu dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi oleh individu dengan angka kecukupan zat gizi sesuai umur subjek yang ditentukan oleh umur dan jenis kelamin subjek. Untuk menghitung estimasi kecukupan zat gizi subjek menggunakan AKG 2013 berdasarkan umur dan jenis kelamin subjek.
Asupan Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup. Menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya. Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (2001) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila dia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai
17
dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi (Almatsier 2009). Setelah dilakukan Uji beda T test pada recall dan record subjek didapatkan hasil tidak berbeda nyata (p>0.05) antara konsumsi harian subjek sehingga dirataratakan antara konsumsi subjek berdasarkan recall dan record. Rata-rata konsumsi energi subjek adalah 1868±312 kkal perhari dengan tingkat kecukupan 91.6±16.2%. sebaran subjek berdasarkan kecukupan kebutuhan energi dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi Tingkat konsumsi Energi Defisit berat (<70%) Defisit sedang (70-79%) Defisit ringan (80-89%) Normal (90-119%) Lebih (≥120%) Jumlah TKG energi (kkal) rata-rata±SD
N 3 2 11 18 1 35
% 8.6 5.7 31.4 51.4 2.9 100 91.6±16.2
Berdasarkan tabel sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi rata-rata subjek memiliki tingkat konsumsi normal dan defisit ringan dengan persentase sebesar 51.4% dan 31.4%. dan kategori tingkat konsumsi energi terendah yaitu konsumsi lebih (2.9%). Dilihat dari data konsumsi subjek, konsumsi pangan cukup beragam dengan rata-rata 3 kali makan utama dan 2-3 kali selingan setiap harinya. Asupan Protein Protein merupakan kebutuhan penting dalam tubuh kita untuk membentuk tubuh kita maka protein yang berada dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Salah satu fungsi protein sebagai pembentukan antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Dalam keadaan kekurangan protein kemampuan tubuh untuk menghalangi pengaruh toksik bahan-bahan racun ini berkurang sehingga seseorang yang mengalami kekurangan protein lebih rentan terhadap bahan-bahan racun dan obat-obatan. Selain itu, menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi (Almatsier 2009). Hasil uji beda t test yang dilakukan pada recall dan record konsumsi menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan (p>0.05) antara recall dan record konsumsi pangan sehingga hasil dirata-ratakan. Rata-rata konsumsi protein subjek adalah 68.4±12.9 gram perhari dengan tingkat kecukupan 121.0±21.7%. Sebaran subjek berdasarkan kecukupan kebutuhan protein dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein Tingkat konsumsi Energi Defisit sedang (70-79%) Defisit ringan (80-89%) Normal (90-119%) Lebih (≥120%) Jumlah TKG protein (g) rata-rata±SD
N 2 1 15 17 35
% 5.7 2.9 42.9 48.6 100 121.0±21.7
18
Berdasarkan tabel sebaran subjek terbanyak yang dimiliki subjek berdasarkan kecukupan protein adalah lebih dan normal dengan persentase berturut-turut sebesar 48.6% dan 42.9%. dan kategori tingkat konsumsi protein terendah yaitu defisit berat, sedang dan defisit ringan dengan presentase sama yaitu 2.9%. dilihat berdasarkan kuisioner konsumsi pangan subjek dapat dilihat konsumsi protein berlebih disebabkan karena subjek mengkonsumsi sumber protein baik nabati maupun hewani seperti tempe, tahu, ikan, telur, daging sapi dan ayam. Asupan Lemak Fungsi lemak dan minyak dalam makanan adalah membantu penyerapan vitamin A, D, E, K, menambah energi dan melezatkan makanan. Lemak dikelompokkan menjadi 3 menurut tingkat pencernaanya asam lemak jenuh yang sulit dicerna, asam lemak tidak jenuh tunggal yang mudah dicerna, dan asam lemak tidak jenuh ganda yang paling mudah dicerna (Depkes 2002). Hasil Uji beda t t-test p menunjukan recall konsumsi dan record konsumsi lemak tidak berbeda nyata (p>0.05). Rata-rata konsumsi lemak subjek subjek adalah 70.3±20.5 gram dan 60.6±19.3 gram perhari dengan tingkat kecukupan 30.9±9.7% dan 26.7±8.4%. Sebaran subjek berdasarkan kecukupan lemak dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan Tingkat Kecukupan Lemak Tingkat konsumsi Lemak Kurang (<20%) Normal (20-30%) Lebih (>30%) Jumlah TKG Lemak (g) rata-rata±SD
N 4 16 15 35
% 11.4 45.7 42.9 100 65.7±16.5
Berdasarkan tabel sebaran subjek terbanyak yang dimiliki subjek berdasarkan kecukupan lemak adalah normal dan lebih dengan persentase berturut-turut pada sebesar 45.7% dan 42.9%. Jika dilihat pada kuisioner konsumsi pangan subjek hal tersebut disebabkan karena rata-rata kebiasaan makan subjek selalu mengkonsumsi gorengan disetiap waktu makan. Menurut penelitian Widiardani et al (2011) menunjukkan konsumsi lemak yang tidak baik melebihi anjuran persentase lemak yang dianjurkan dalam sehari memiliki resiko 2.58 kali lebih besar terhadap kejadian sindroma metabolik, dibandingkan dengan konsumsi lemak yang sesuai anjuran. Prevalensi sindroma metabolik meningkat dengan bertambahnya usia sekitar 10% pada penduduk usia 20 tahun dan mencapai 40% pada usia 60 tahun. Selain itu, resiko penyakit ini lebih besar terjadi pada wanita, yang berarti peluangnya lebih besar terjadi pada wanita dewasa. Asupan Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi utama sumber energi bagi tubuh. Dalam 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat menentukan jumlah energi yang tersedia bagi tubuh setiap hari (Almatsier 2006). Setelah dilakukan Uji t-test pada recall dan record konsumsi
19
karbohidrat subjek didapatkan hasil tidak berbeda nyata (p>0.05), sehingga dirataratakan antara konsumsi subjek berdasarkan recall dan record. Rata-rata konsumsi karbohidrat subjek adalah 238.9±40.3 gram perhari dengan tingkat kecukupan 77.3±13.7%. sebaran subjek berdasarkan kecukupan kebutuhan karbohidrat dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan Tingkat Kecukupan Karbohidrat Tingkat konsumsi Energi Kurang (<60%%) Normal (60-70%) Jumlah TKG karbohidrat (g) rata-rata±SD
N 32 3 35
% 91.4 8.6 100 77.3±13.7
Berdasarkan tabel sebaran subjek terbanyak yang dimiliki subjek berdasarkan kecukupan karbohidrat pada adalah kurang dan normal dengan persentase berturut-turut pada sebesar 91.4% dan 8.4%. Persentase tingkat kecukupan karbohidrat subjek sebagian besat defisit (kurang) dilihat dari kuisioner konsumsi pangan subjek hal itu dapat disebabkan karena subjek cenderung sedikit mengkonsumsi pangan sumber karbohidrat terutama nasi. Para subjek mengurangi konsumsi nasi dikarenakan mereka beranggapan bahwa nasi lah sumber utama yang dapat menyebabkan kegemukan.
Asupan Kolesterol, Saturated fatty Acid (Saturated FA), Mono Unsaturated fatty Acid (MUFA), dan Poli Unsaturated fatty Acid (PUFA) Asupan kolesterol, saturated fatty acid (saturated FA), mono unsaturated fatty acid (MUFA), dan poly unsaturated fatty acid (PUFA) subjek dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Asupan kolesterol, saturated fatty acid (saturated FA), mono unsaturated fatty acid (MUFA), dan poly unsaturated fatty acid (PUFA) subjek Asupan Zat Gizi Kolesterol (mg) Saturated FA (g) MUFA (g) PUFA (g)
Konsumsi yang dianjurkan <300 <17.7 - 20 17.7 – 20 15.9-18
Konsumsi rata-rata±SD 337.6±128.5 41.9±.13.4 22.3±6.9 21.3±8.4
Kebutuhan lemak perhari dikelompokan menjadi asupan Saturated FA <10%, PUFA sebanyak 6-10%, trans FA <1% dan asupan MUFA by difference (WHO 2003). Menurut AKG 2013 angka kecukupan lemak subjek <30% adalah 53 dan 60 gram per hari. Sehingga asupan Saturated FA yang dianjurkan adalah sebanyak 17.7 sampai 20 gram, PUFA maksimal sebesar 17.7 sampai 20 gram, trans FA < 1.7 dan 2 gram serta MUFA by difference yaitu sisa antara penjumlahan Saturated FA, PUFA dan trans FA yaitu sebesar 15.9 sampai 18 gram perhari. Dari rata-rata konsumsi lemak subjek asupan pangan sumber Saturated FA subjek berlebih yaitu 41.9±.13.4 g/hari. Asam lemak jenuh (Saturated FA) mempunyai potensi yang besar sekali pengaruhnya terhadap kolesterol darah.
20
Setiap penurunan 1% kalori dan asam lemak jenuh pada diet akan menurunkan kolesterol darah hampir 3 mg/dl (Soeharto 2004). Asam lemak jenuh (Saturated FA) dalam diet bekerjasama dengan kolesterol yang berada dalam diet dan mengurangi aktivitas reseptor LDL di lever, sehingga kolesterol total dan kolesterol LDL dalam darah naik, karena itu konsumsi asam lemak jenuh harus dibatasi (Soeharto 2004). Pada rata-rata asupan MUFA dan PUFA subjek juga mengalami kelebihan yaitu 22.3±6.9 g/hari dan 21.3±8.4 g/hari. Konsumsi MUFA dan PUFA dapat menurunkan resiko penyakit jantung koroner Menurut Soeharto (2004), konsumsi asam lemak tak jenuh ganda umumnya dapat menurunkan kolesterol darah. Setiap 1% kenaikan kalori dari asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) menghasilkan pengurangan kolesterol ±½ mg/dl. Asupan kolesterol subjek tinggi dengan rata-rata secara berurutan 337.6±128.5 mg. Menurut WHO (2003), anjuran asupan kolesterol sebagai pencegahan penyakit degeneratif adalah sebesar <300 mg per hari. Menurut Hardinsyah (2011), proporsi lemak jenuh yang tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit kronik degeneratif. Fakta ini bisa menjadi salah satu penjelas kenapa di beberapa negara asia yang konsumsi total lemaknya jauh di bawah 30 % energi tetapi kejadian penyakit jantung koroner semakin meningkat. Uji Hubungan Persepsi Body image, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan Sumber Lemak Dengan Status Gizi Hubungan antara Persepsi Body image dengan Status Gizi Hasil uji Spearman yang dilakukan menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara persepsi body image dengan status gizi (p=0.097;r=0.285), hal ini berarti bahwa semakin baik persepsi body image yang dimiliki subjek tidak berdampak kepada status gizi subjek. Sebaran subjek berdasarkan persepsi body image dan status gizi dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan persepsi body image dan status gizi Persepsi Body image Positif Negatif Total
Status gizi Normal 4 4 8
% 50 50 100
Lebih 11 16 27
% 41 59 100
Tidak terdapat hubungan antara persepsi dan status gizi dikarenakan sebagian besar subjek sudah memiliki persepsi tubuh positif tetapi tidak diaplikasikan terhadap perbaikan status gizi subjek yang dapat dilihat dalam tabulasi silang sebaran subjek berdasarkan persepsi body image dan status gizi bahwa subjek dengan status gizi lebih sebanyak 41% telah memiliki persepsi yang positif tetapi tidak membuat subjek melakukan perbaikan terhadap status gizi yang dimilikinya. Tidak sesuai dengan penelitian Kakeshita dan Almeida (2006) yang menggunakan subjek wanita dan laki-laki usia dewasa menunjukan terdapat hubungan antara persepsi body image dengan status gizi subjek. Semakin tinggi peningkatan status gizi mempengaruhi penilaian bentuk tubuh menjadi semakin tinggi (negatif). Penelitian ini juga menunjukan pada wanita dengan status gizi
21
normal cenderung overestimate menilai bentuk tubuh aktualnya, sedangkan wanita dengan status gizi lebih cenderung underestimate menilai bentuk tubuh aktualnya. Menurut Thompson (2000) Persepsi body image dipengaruhi oleh usia, konsep diri (sikap), lingkungan sekitar. Tidak terdapat hubungan pada penelitian ini dapat disebabkan subjek yang memiliki lingkungan yang cenderung memiliki bentuk tubuh yang sama sehingga subjek tidak mempermasalahkan bentuk tubuh mereka, dan sikap subjek yang mengetahui bentuk tubuhnya dan dapat menilai bentuk tubuhnya dan puas terhadap bentuk tubuhnya (persepsi positif) sehingga tidak memiliki keinginan untuk memperbaiki status gizinya. Selain itu tidak terdapat adanya hubungan kemungkinan karena subjek yang terlalu sedikit. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Hasil uji Pearson yang dilakukan menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara aktivitas fisik dengan status gizi (p=0.195;r= -0.225). Terdapat korelasi negatif antara aktivitas fisik dan status gizi, hal tersebut menunjukan walaupun tidak terdapat hubungan (p>0.05) tetapi memiliki kecenderungan terdapat hubungan terbalik antara subjek dengan status gizi yang lebih tinggi memiliki aktivitas fisik yang cenderung rendah. Sejalan dengan penelitian Weiss et al. (2007) peningkatan status gizi berhubungan dengan penurunan aktivitas fisik jangka panjang, dimana antara status gizi dan aktivitas fisik memiliki hubungan yang saling memengaruhi. Kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan status gizi. Tidak terdapat hubungan signifikan kemungkinan dapat disebabkan oleh jumlah sampel yang terlalu sedikit dan aktivitas fisik subjek pada Tabel 10 cenderung homogen (88.6% subjek memiliki aktivitas fisik yang ringan). Hal ini sejalan dengan penelitian Meriyanti (2013), bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi. Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dan status gizi dapat dilihat pada tabel 17. Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dan status gizi Aktivitas Fisik Sangat ringan Ringan Sedang Total
Status gizi Normal 0 6 2 8
% 0 75 25 100
Lebih 1 25 1 27
% 3.7 92.6 3.7 100
Dapat dilihat dari tabel sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dan status gizi bahwa subjek dengan status gizi normal memiliki aktivitas fisik ringan dan sedang masing-masing 75% dan 25%, sedangkan status gizi lebih memiliki aktivitas fisik ringan sebanyak 92.6% dan sangat ringan serta sedang masingmasing 3.7%. Rata-rata aktivitas fisik subjek dengan status gizi lebih cenderung lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas fisik subjek dengan status gizi normal.
22
Hubungan antara Konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dengan Status Gizi Hasil uji Spearman yang dilakukan menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dengan status gizi (p=0.845 ;r= 0.034). Hal itu menunjukan bahwa semakin tinggi status gizi subjek tidak berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan sumber lemak subjek. Dilihat dari kuisioner subjek, konsumsi pangan sumber lemak subjek dengan status gizi lebih ataupun normal cenderung sama. Sebaran subjek berdasarkan konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dan status gizi dapat dilihat pada tabel 18. Tabel 18 Sebaran subjek berdasarkan konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dan jhujhjhjhstatus gizi Kecukupan lemak FFQ Defisit Normal Lebih Total
Status gizi Normal 2 5 1 8
% 25 62.5 12.5 100
Lebih 9 12 6 27
% 33.3 44.4 22.2 100
Dari tabel 18 sebaran subjek berdasarkan konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dan status gizi kecukupan lemak tertinggi adalah normal baik pada status gizi normal dan lebih dengan persentase masing-masing sebesar 44.4% dan 62.5%. Hubungan antara Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi Hasil uji Pearson yang dilakukan menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara Tingkat kecukupan energi dengan status gizi (p=0.000;r=0.582), tingkat kecukupan protein dengan status gizi (p=0.001;r=0.526), tingkat kecukupan lemak dengan status gizi (p=0.001 ;r=0.535), dan tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi (p=0.003;r=0.491). Hal ini menunjukan bahwa jumlah konsumsi mempengaruhi status gizi subjek. Semakin tinggi status gizi subjek maka semakin tinggi juga konsumsi pangan sumber energi, protein, lemak, dan karbohidrat subjek. Faktor pola makan pada usia 40-55 tahun dengan ukuran porsi makannya yang tidak tepat (porsi besar), lemak tubuh yang meningkat dan didukung aktivitas fisik yang rendah akan menyebabkan terjadinya kelebihan konsumsi. Pola makan merupakan risiko penyebab overweight atau obesitas (Almatsier 2006).
Hubungan antara Kecukupan Lemak (saturated fat, PUFA, MUFA, dan Kolesterol) dengan Status Gizi Hasil Uji Pearson menyatakan tidak terdapat hubungan yang nyata antara konsumsi MUFA dan konsumsi Kolesterol dengan status gizi subjek. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi status gizi subjek tidak mempengaruhi konsumsi pangan sumber MUFA dan Kolesterol subjek. Hasil Uji Spearman menyatakan terdapat hubungan yang nyata antara konsumsi Saturated fat dengan status gizi subjek (p=0.012;r=0.422), dan konsumsi pangan sumber PUFA dengan status gizi subjek yaitu (p=0.044;r=0.343). Hal ini menunjukan bahwa semakin
23
tinggi status gizi subjek maka konsumsi pangan sumber PUFA dan Saturated fat subjek semakin tinggi.
Uji Hubungan Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan Sumber Lemak Dengan Persepsi Body image Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Persepsi Body image Hasil uji Spearman yang dilakukan menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara aktivitas fisik dengan persepsi body image (p=0.675 ;r=0.073). Hal ini menunjukan bahwa semakin baik aktivitas fisik yang dilakukan tidak membuat subjek memiliki persepsi body image yang baik. Subjek yang memiliki persepsi body image yang baik tidak mengaplikasikan kepada aktivitas fisik yang baik pula. Tabel 19 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dan persepsi body image Aktivitas Fisik Sangat ringan Ringan Sedang Total
Negatif 0 19 1 20
Persepsi Body image % Positif 0 1 95 12 5 2 100 15
% 6.7 80 13.3 100
Dapat dilihat dari tabel sebaran subjek berdasarkan persepsi body image dan aktivitas fisik baik subjek dengan persepsi body image yang negatif maupun positif rata-rata memiliki aktivitas yang ringan dengan persentase masing-masing yaitu 95% dan 80%. Dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan aktivitas fisik yang terlalu jauh antara seseorang yang memiliki persepsi tubuh yang positif dan negatif. Hal ini sesuai dengan penelitian Maria FL, Telma MBC, Almaeida SS (2011), bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan persepsi body image subjek. Pada wanita cenderung memiliki aktivitas yang lebih ringan dibandingkan laki-laki baik subjek dengan persepsi positif maupun negatif. Tetapi hal tersebut bertolak belakang dengan penelitian Korn L, Gonen E, Shaked Y, Golan M (2013), dalam penelitian tersebut dikatakan terdapat hubungan antara persepsi body image positif subjek terhadap peningkatan aktivitas fisik jika dibandingkan dengan subjek yang memiliki persepsi negatif.
Hubungan antara Konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dengan Persepsi Body image Hasil uji Spearman yang dilakukan menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dengan persepsi body image (p=0.468 ;r= -0.127). Hal ini menunjukan persepsi body image subjek tidak berpengaruh terhadap konsumsi pangan sumber lemak subjek.
24
Tabel 20 Sebaran subjek berdasarkan konsumsi pangan sumber lemak (FFQ) dan jdsdsdsdspersepsi body image Kecukupan lemak FFQ Defisit Normal Lebih Total
Negatif 8 8 4 20
Persepsi Body image % Positif 40 3 40 9 20 3 100 15
% 20 60 20 100
Hubungan antara Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Persepsi Body image Hasil uji Spearman yang dilakukan menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara Tingkat kecukupan energi dengan dengan persepsi body image (p=0.668;r=0.075), tingkat kecukupan protein dengan persepsi body image (p=0.375;r=0.155), tingkat kecukupan lemak dengan persepsi body image (p=0.383;r=0.152), dan tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi (p=0.491;r=0.120). Hal itu menunjukan semakin tingginya persepsi body image subjek tidak berpengaruh terhadap konsumsi pangan sumber energi, protein, lemak dan karbohidrat subjek. Hubungan antara Kecukupan Lemak (saturated fat, PUFA, MUFA, dan Kolesterol) dengan Persepsi Body image Hasil Uji Spearman menyatakan tidak terdapat hubungan yang nyata antara konsumsi Saturated fat dengan persepsi body image (p=0.082;r=0.298), konsumsi MUFA dengan persepsi body image (p=0.130;r=0.261), dan konsumsi PUFA dengan persepsi body image (p=0.110;r=0.275). Hal ini menunjukan bahwa persepsi body image tidak mempengaruhi konsumsi pangan sumber MUFA, PUFA dan Saturated fat subjek. Hasil Uji Spearman menyatakan terdapat hubungan yang nyata antara konsumsi Kolesterol dengan persepsi body image subjek (p=0.026;r=0.377), hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi persepsi body image subjek mempengaruhi konsumsi kolesterol subjek.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Setelah dilakukan analisis regresi linear berganda, faktor yang berpengaruh terhadap status gizi adalah tingkat kecukupan energi dengan determinasi sebesar 31.8% artinya status gizi dipengaruhi oleh variasi kecukupan energi. Selain itu status gizi dapat dipengaruhi oleh faktor lain yaitu lingkungan, gaya hidup, sosial ekonomi, biologis dan status kesehatan seseorang (Brown 2005 dalam Karomah 2013)
25
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Usia subjek berada pada rentang 31-57 tahun dan termasuk kategori dewasa. Pendidikan subjek tergolong tinggi (100%). Pendapatan subjek tergolong tinggi (80%). Rata-rata besar keluarga subjek adalah keluarga kecil (57.1%). Status gizi rata-rata subjek adalah gizi lebih (74.3%). Rata-rata tingkat aktivitas fisik atau PAL subjek tergolong ringan (88.6%). Frekuensi konsumsi pangan sumber lemak tertinggi yaitu minyak kelapa sawit dengan frekuensi ratarata perminggu sebesar 8.00±2.49. tempe dan tahu merupakan pangan nabati yang paling sering dikonsumsi dengan rata-rata berturut-turut sebesar 6.31±3.22 dan 6.24±3.31. Selain itu konsumsi gorengan juga cukup tinggi dengan frekuensi ratarata sebesar 5.00±2.82. Lauk hewani yang paling sering dikonsumsi oleh sampel adalah ikan dan ayam berturut-turut sebesar 4.24±3.76 dan 3.73±1.94. Rata-rata konsumsi energi subjek masuk kedalam kategori normal (51.4%). Konsumsi protein subjek masuk kedalam kategori lebih (48.6%). Rata-rata konsumsi lemak subjek masuk kedalam kategori normal (45.7%) dan rata-rata konsumsi karbohidrat subjek adalah kurang (91.4%). Terdapat hubungan yang nyata antara Tingkat kecukupan energi dengan, tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan lemak, tingkat kecukupan karbohidrat, konsumsi,pangan sumber Saturated fat dan konsumsi pangan sumber PUFA dengan status gizi subjek. Terdapat hubungan konsumsi kolesterol dengan persepsi body image subjek. Hasil analisis linear berganda, faktor yang berpengaruh terhadap status gizi adalah tingkat kecukupan energi dengan pengaruh sebesar 31.8% dan dengan kekuatan kepercayaan tinggi (R= 0.582) dan selain itu status gizi dipengaruhi oleh faktor lain yaitu lingkungan, gaya hidup, sosial ekonomi, biologis dan status kesehatan seseorang (Brown 2005 dalam Karomah 2013) Saran Sebagian subjek telah memiliki persepsi body image yang baik, sebaiknya diimbangi dengan aktivitas fisik yang lebih baik dengan rutin melakukan olahraga serta memperoleh konsumsi pangan lebih beragam sehingga subjek dapat mencapai status gizi yang baik untuk menghindari penyakit yang disebabkan oleh obesitas atau status gizi berlebih.
DAFTAR PUSTAKA Abramson Edward. 2007. Body Intelligence: Menurunkan dan Menjaga Berat Badan Tanpa Diet. Dwi Prabantini, penerjemah. Yogyakarta (ID): Andi. Almatsier S. 2006. Penuntun Diet. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. __________. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
26
Almatsier S, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Departemen Kesehatan R. I. 2002. Program Perbaikan Gizi Makro, Jakarta (ID): Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes RI ________________________. 2005. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta(ID): Depkes RI ________________________. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta (ID): Depkes RI Derby C A, Crawford S L, Pasternak R C, Sowers M, Sternfeld B, Matthews K A. 2009. Lipid Changes During the Menopause Transition in Relation to Age and Weight. American Journal of Epidemiology. Am J Epidemiol 2009;169:1352–136. DOI: 10. 1093/aje/kwp043 Diana R, Yuliana I, Yasmin G, Hardinsyah. 2013. Faktor risiko kegemukan pada wanita dewasa Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan. 8(1): 1-8. Erem C et al. 2004. Prevalence of obesity and associated risk factors in a Turkish population (Trabzon City, Turkey). Obes Res.12:1117-27. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2008. Interim Summary of Conclusions and Dietary Recommendations on Total Fat & Fatty Acids. Geneva (IT): FAO/WHO Expert Consultation on Fats and Fatty Acids in Human Nutrition. Gunarsa S, Gunarsa S. 2008. Psikologi perawatan. Jakarta (ID) : Gunung Mulia Hadi H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Yogyakarta (ID) : Universitas Gadjah Mada Hardinsyah. 2011. Analisis Konsumsi Lemak, Gula, Dan Garam Penduduk Indonesia. Gizi Indonesia 34(2)92-100. Heinberg LJ, Wood KC, Thomson JK. 1996. Adolescent Nutrition: Assessment and Management. (US) : Chapman and Hall. Kakeshita Idalina S, Almeida Sebastião DS. 2006. Relationship Between Body Mass Index And Self- Perception Among University Students. Nutritional status and body image. Rev Saúde Pública Karomah Anis.2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi lebih pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Ciputat. Jakarta (ID). Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Khomsan. A. 2002. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Bogor (ID). Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Korn L, Gonen E, Shaked Y, Golan M. 2013. Health Perceptions, Self and Body Image, Physical Activity and Nutrition among Undergraduate Students in Israel.Israel: Nutrition Week & the AODA Regional Conference. Mandleco Barbara L. 2004. Growth and Development Handbook: Newborn Through Adolescent . Utah (US) : Thomson. Maria FL, Telma MBC, Sebastiao SA. 2011. Body Image Dissatisfaction And Its Relationship With Physical Activity And Body Mass Index In Brazilian Adolescents. Brazil : Laboratorio de Nutricao e Comportamento Universidade de Sao Paulo Meriyanti Fitria. 2013. Pengaruh Pengetahuan Gizi, Persepsi Body image, Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi Mahasiswi Gizi dan Non Gizi IPB. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
27
Panagiotakos DB et al. Epidemiology of Overweight and Obesity in a Greek Adult Population: the ATTICA Study. Obes Res. 2004;12:1914-20. Puspita PA. 2012. Hubungan Persepsi Body image, Pola Makan, Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi Wanita Model di Jakarta. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Riset Kesehatan Dasar [RISKESDAS]. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional 2013[internet]. [diunduh02 Mar 2014]Tersedia pada http/www. riskesdas. litbang. depkes. go. id Riyadi H. 2003. Diktat Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Santrock JW. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja . Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih, alih bahasa. Wisnu CK dan Yati S, editor. Jakarta (ID) :Erlangga. Sanjur D. 1982. Social Cultural Perspective in Nutrition. New Jersey: PrenticeHall, Englewood Cliffs. Schieman S, Pudrovska T, Eccles R. 2007. Perceptions of Body Weight Among Older Adults: Analyses of the Intersection of Gender, Race, and Socioeconomic Status. Journal of Gerontology: SOCIAL SCIENCES. 2007, Vol. 62B, No. 6, S415–S423 Soeharto, I 2004. Serangan Jantung dan Stoke Hubungan dengan Lemak dan Kolesterol. Gramedia Utama Pustaka Edisi ke II, Jakarta. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Thompson J K et al. 1999. Exacting Beauty: Theory, Assesment, and Treatment of Body image Disturbance. Washington DC (US): American Pshycological Association. Thompson, J.K. 2000. Body image, Eating Disorders, and Obesity. Washington DC (US): American Pshycological Association. UNS . 2013. Kebutuhan Nutrisi Untuk Dewasa [internet]. [diunduh 25 Mar 2014]. Tersedia pada :http://s2giziuns12. blogspot. com/2013/01/kebutuhan-nutrisiuntuk-dewasa. html. WHO. 2001. Human Energy Requirement. Rome ( IT ): FAO Food And Nutrition Technical Report Series Wirakusumah ES. 2003. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan. Jakarta: Gramedia. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta(ID):LIPI. Yao M, McCrory M A, Ma G, Tucker K L, Gao S, Fuss P, Roberts S B. 2003. Relative influence of diet and physical activity on body composition in urban Chinese adults. American Society for Clinical Nutrition. Am J Clin Nutr 2003;77:1409–16.
28
Lampiran 1 Kuisioner penelitian
KODE LEMBAR PERSETUJUAN (Informed Consent) Saya yang bertanda tangan dibawah ini bersedia menjadi subjek penelitian yang berjudul Hubungan Persepsi Body image, Faktor Aktivitas, dan Konsumsi Pangan Sumber Lemak dengan Status Gizi Guru Wanita dan memberikan informasi sesuai keadaan yang sebenarnya tanpa paksaan dari pihak manapun. Data yang diberikan oleh subjek dijaga kerahasiaannya dan tidak disebutkan identitasnya serta hanya digunakan untuk kepentingan penyusunan skripsi Bogor, ..…………………
(
1. Nama Lengkap
:
2. Tanggal Lahir
:
3. Umur
:
4. Berat Badan
:
5. Tinggi Badan
:
6. No Telp/HP
:
)
29
A. Data Karakteristik Responden 1. Berat Badan (BB)
:
kg
2. Tinggi Badan (TB)
:
cm
3. Status Gizi
:
kg/m2
4. Lama Mengajar
:
5. Pendapatan Perbulan
:
6. Alokasi biaya hidup untuk kebutuhan pangan dalam 1 bulan ………………………….. 7. Alokasi biaya hidup untuk kebutuhan non pangan dalam 1 bulan ………………………
B. Data Karakteristik Keluarga No. Nama
Status dalam keluarga *)
JK L/P
Umur
Pendidikan **)
Pekerjaan ***)
Keterangan : *) : (1) Suami ; (2) Istri ; (3) Anak ; (4) Lainnya ……………….. **) ***)
: (1) Tidak tamat SD ; (2) Tamat SD ; (3) Tamat SMP ; (4) Tamat SMA ; d(5) Perguruang tinggi : (0) Tidak bekerja ; (1) Petani ; (2) PNS/ABRI ; (3) Karyawan Swasta ; (4) sWiraswasta ; (5) IRT ; (6) Buruh ; (7) Lainnya ……………..
Pendapatan Keluarga : (1) < 1 juta/bulan ; (2) 1-2,5 juta/bulan ; (3) ≤2,5-4 juta/bulan ; (4) Sangat tinggi (>4 juta/bulan)
Jumlah anggota keluarga :
30
C. Body Shape Questionaire (Meriyanti 2013) Isilah kolom keterangan dengan angka dari skala 1 sampai 6 1 = tidak pernah 2 = jarang 3= kadang-kadang 4= sering 5 = sangat sering 6 = selalu No Pertanyaan 1. Apakah situasi yang membosankan membuat anda memikirkan tubuh anda? 2. Apakah anda mengkhawatirkan tubuh anda sehingga anda melakukan diet? 3. Apakah anda merasa bahwa paha dan pinggul yang anda miliki terlalu besar? 4. Apakah anda takut jika menjadi gemuk? 5. Apakah anda mencemaskan bagian tubuh anda yang kurang kencang? 6. Apakah setlah makan kenyang (misalnya sehabis makan banyak), membuat anda jadi merasa gemuk? 7. Apakah anda merasa bentuk tubuh yang anda miliki kurang baik? 8. Apakah anda merasa bahwa tubuh anda sangat mengganggu ketika sedang berlari? 9. Apakah berada dekat dengan seorang yang kurus membuat anda merasa minder dengan bentuk tubuh yang anda miliki? 10. Apakah anda mengkhawatirkan paha anda yang melebar ketika duduk? 11. Apakah anda merasa gemuk setelah mengkonsumsi makanan walaupun dalam jumlah yang sedikit? 12. Apakah anda selalu memperhatikan bentuk tubuh orang lain dan merasa bentuk tubuh anda kurang baik? 13. Apakah anda berfikir bahwa bentuk tubuh anda dapat mengganggu konsentrasi untuk melakukan kegiatan lain, misalnya belajar? 14. Apakah anda merasa gemuk ketika anda mandi? 15. Apakah anda menghindari berpakaian yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh anda? 16. Apakah anda ingin mengurangi lemak di tubuuh anda? 17. Apakah anda erasa gemuk setelah mengkonsumsi makanan manis, seperti cake atau makanan yang berkalori tinggi?
Keterangan
31
Lanjutan Body Shape Questionnaire No 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
27.
28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.
Pertanyaan Keterangan Apakah anda tidak senang pergi ketempat ramai (seperti mall, kafe) karena anda memiliki tubuh yang kurang baik Apakah anda merasa bentuk tubuh anda gemuk dan berisi? Apakah anda malu terhadap bentuk tubuh yang anda miliki? Apakah anda melakukan diet karena mencemaskan bentuk tubuh anda? Apakah anda merasa senang ketika perut anda kosong (misalnya pada pagi hari)? Apakah anda pernah berfikir bahwa anda kurang memiliki kontrol diri terhadap pemeliharaan tubuh? Apakah anda khawatir jika orang lain melihat adanya lipatan lemak disekitar pinggang dan perut anda? Apakah anda merasa tidak adil jika ada orang lain yang memiliki tubuh yang lebih kurus? Apakah anda suka memuntahkan dengan sengaja agar makanan yang telah anda makan tidak diserap tubuh, sehingga hal ini membuat anda merasa lebih kurus? Apakah anda khawatir keberadaan anda akan menyesakkan ruangan ketika berada pada sebuah rombongan (misalnya di angkutan umum)? Apakah anda mengkhawatirkan pipi anda yang terlihat gemuk? Apakah anda merasa kecewa saat melihat bentuk tubuh anda di cermin? Apakah anda selalu mencubit bagian tubuh yang berlemak untuk mengetahui seberapa gemukkah anda? Apakah anda menghindari situasi dimana banyak orang dapat melihat lekuk tubuh anda (misalnya kolam renang)? Apakah anda mengkonsumsi obat pencahar dengan sengaja agar anda meraa lebih kurus? Apakah anda merasa minder dengan bentuk tubuh anda saat berada di keramaian? Apakah anda mengkhawatirkan bentuk tubuh anda sehingga hal ini membuat anda merasa harus melakukan olahraga?
32
D. SEMI KUANTITATIF FOOD FERQUENCY QUESTIONNAIRE (FFQ) No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nama pangan Lemak Jenuh Telur ayam Telur bebek Telur puyuh Daging Merah Susu Keju Jeroan (kulit, babat, dll) Minyak kelapa sawit Mentega Santan Gorengan Kue manis (pastry) Biskuit Lemak tidak jenuh Ikan Minyak ikan Ayam Alpukat Kacang tanah Kacang kedelai Margarin Lainnya. .
Frekuensi konsumsi dalam Hari Minggu Bulan
Banyaknya URT Gram
33
E. AKTIVITAS FISIK Isilah formulir ini dengan semua jenis kegiatan yang dilakukan satu hari sebelumnya selama 1x24 jam dari bangun tidur samapai tidur lagi : Hari Waktu Jenis Aktivitas Lama (Jam) I
II
34
F. RECALL KONSUMSI PANGAN 2 HARI SELAMA 24 JAM 1. Hari kerja/Libur Waktu Nama Bahan URT Berat (g) Keterangan Makanan Pangan Pagi (06. 0009. 00)
Selingan (09. 00-12. 00)
Siang (12. 00-14. 00)
Selingan (14. 00-18. 00)
Malam (18. 00-21. 00)
Selingan (21. 00)
35
G. RECORD KONSUMSI PANGAN 7 HARI SELAMA 24 JAM 2. Hari kerja/Libur Waktu Nama Makanan Pagi (06. 0009. 00)
Bahan Pangan
Selingan (09. 00-12. 00)
Siang (12. 00-14. 00)
Selingan (14. 00-18. 00)
Malam (18. 00-21. 00)
Selingan (21. 00)
Keterangan : *URT 1. 2. 3. 4. 5.
Nasi (centong) Sayur (mangkuk, sendok sayur) Lauk (potong, buah, ekor) Buah (buah, buji) Air teh, kopi, susu (gelas)
URT
Berat (g)
Keterangan
36
Lampiran 2 Uji Normalitas Data Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Imt
.109
35
.200
*
.971
35
.477
Ffq
.134
35
.115
.932
35
.033
*
.970
35
.440
TKE_recall
.083
35
.200
TKP_recall
.136
35
.101
.960
35
.232
TKL_recall
.089
35
.200
*
.952
35
.131
TKKH_recall
.090
35
.200
*
.979
35
.738
*
.972
35
.498
aktivitas_fisik
.079
35
.200
BSQ
.128
35
.157
.951
35
.121
TKE_record
.100
35
.200
*
.967
35
.368
TKP_record
.115
35
.200
*
.970
35
.442
.200
*
.968
35
.397
.968
35
.402
TKL_record
.095
35
TKKH_record
.100
35
.200
*
Gab_TKE
.099
35
.200
*
.983
35
.851
Gab_TKP
.086
35
.200
*
.978
35
.679
.200
*
.983
35
.858
*
.973
35
.532
Gab_TKL
.069
35
Gab_TKKH
.119
35
.200
saturatedfat
.160
35
.024
.923
35
.017
MUFA
.069
35
.200
*
.981
35
.807
PUFA
.152
35
.041
.924
35
.019
35
*
.973
35
.525
Kolesterol
.117
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
.200
37
Lampiran 3 Uji Beda konsumsi recall dan record (t-test) Uji Beda TKE recall dan TKE record Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F TKE Equal variances assumed
1.047
Sig.
t
.310 .782
Equal variances not assumed
Sig. (2- Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower
Df
Upper
68
.437
3.266
4.176
-5.067 11.599
.782 67.146
.437
3.266
4.176
-5.069 11.601
Uji Beda TKP recall dan TKP record Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F TKP Equal variances assumed
3.675
Sig.
t
.059 1.953
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower
Df
Upper
68
.055 13.72857
7.03019 -.29996 27.75711
1.953 59.107
.056 13.72857
7.03019 -.33828 27.79542
Uji Beda TKL recall dan TKL record Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F TKL Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.094
Sig.
t
.299 1.931
Df
Sig. (2- Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower
Upper
68
.058
4.17429
2.16173 -.13938 8.48795
1.931 66.612
.058
4.17429
2.16173 -.14101 8.48958
38
Uji Beda TKKh recall dan TKKh record Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F TKH Equal variances assumed
Sig.
.599
.442
Equal variances not assumed
t
Sig. (2- Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower
df
1.148
68
.255 -2.59429
2.25987
1.91521 7.10379
67.986 1.148
.255 -2.59429
2.25987
1.91523 7.10380
Lampiran 4 Uji Hubungan Variabel lain dengan Status Gizi Uji Hubungan Persepsi Body image dengan Status Gizi Correlations imt Spearman's rho
imt
Correlation Coefficient
kat BSQ
1.000
.285
.
.097
35
35
Correlation Coefficient
.285
1.000
Sig. (2-tailed)
.097
.
35
35
Sig. (2-tailed) N kat BSQ
N
Uji Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Correlations Imt Imt
Pearson Correlation
aktivitas_fisik 1
Sig. (2-tailed) N aktivitas_fisik
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Upper
-.225 .195
35
35
-.225
1
.195 35
35
39
Uji Hubungan Frekuensi Pangan sumber lemak (FFQ) dengan Status Gizi Correlations Imt Spearman's rho
Imt
Correlation Coefficient
1.000
.034
.
.845
35
35
Correlation Coefficient
.034
1.000
Sig. (2-tailed)
.845
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Ffq
Ffq
N
Uji Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi Correlations Imt ‘imt
Gab_TKE
Pearson Correlation
1
.582
Sig. (2-tailed)
.000
N Gab_TKE
Pearson Correlation
**
35
35
**
1
.582
Sig. (2-tailed)
.000
N
35
35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Uji Hubungan Tingkat Kecukupan Protein dengan Status Gizi Correlations Imt Imt
Gab_TKP
Pearson Correlation
1
.526
Sig. (2-tailed)
.001
N Gab_TKP
Pearson Correlation
**
35
35
**
1
.526
Sig. (2-tailed)
.001
N
35
35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Uji Hubungan Tingkat Kecukupan Lemak dengan Status Gizi Correlations Imt Imt
Pearson Correlation
Gab_TKL 1
Sig. (2-tailed) N Gab_TKL
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.535
**
.001 35
35
**
1
.535
.001 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
35
40
Uji Hubungan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dengan Status Gizi Correlations imt Imt
Gab_TKKH
Pearson Correlation
1
.491
Sig. (2-tailed)
.003
N Gab_TKKH
**
Pearson Correlation
35
35
**
1
.491
Sig. (2-tailed)
.003
N
35
35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Uji Hubungan Konsumsi Saturated fat dengan Status Gizi Correlations Imt Spearman's rho
imt
Correlation Coefficient
.422
.
.012
35
35
Correlation Coefficient
.422
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.012
.
35
35
N
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Uji Hubungan Konsumsi MUFA dengan Status Gizi Correlations Imt Imt
Pearson Correlation
MUFA 1
Sig. (2-tailed)
.214 .217
N MUFA
35
35
Pearson Correlation
.214
1
Sig. (2-tailed)
.217
N
35
35
Uji Hubungan Konsumsi PUFA dengan Status Gizi Correlations Imt Spearman's rho
Imt
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
PUFA
1.000
.343
*
.
.044
35
35
Correlation Coefficient
.343
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.044
.
35
35
N PUFA
*
1.000
Sig. (2-tailed) saturatedfat
saturatedfat
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
41
Uji Hubungan Konsumsi Kolesterol dengan Status Gizi Correlations Imt Imt
Kolesterol
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
.217
N Kolesterol
.214
35
35
Pearson Correlation
.214
1
Sig. (2-tailed)
.217
N
35
35
Lampiran 5 Uji Hubungan variabel lain dengan persepsi body image Uji Hubungan Aktivitas Fisik dengan Persepsi Body image Correlations kat BSQ Spearman's rho
kat BSQ
Correlation Coefficient
1.000
.073
.
.675
35
35
Correlation Coefficient
.073
1.000
Sig. (2-tailed)
.675
.
35
35
Sig. (2-tailed) N aktivitas_fisik
aktivitas_fisik
N
Uji Hubungan Frekuensi Pangan sumber lemak (FFQ) dengan image
Persepsi Body
Correlations kat BSQ Spearman's rho
kat BSQ
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Ffq
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Ffq
1.000
-.127
.
.468
35
35
-.127
1.000
.468
.
35
35
Uji Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan Persepsi Body image Correlations kat BSQ Spearman's rho
kat BSQ
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Gab_TKE
Gab_TKE
1.000
.075
.
.668
35
35
Correlation Coefficient
.075
1.000
Sig. (2-tailed)
.668
.
35
35
N
42
Uji Hubungan Tingkat Kecukupan Protein dengan Persepsi Body image Correlations kat BSQ Spearman's rho
kat BSQ
Correlation Coefficient
1.000
.155
Sig. (2-tailed)
.
.375
35
35
Correlation Coefficient
.155
1.000
Sig. (2-tailed)
.375
.
35
35
N Gab_TKP
Gab_TKP
N
Uji Hubungan Tingkat Kecukupan Lemak Recall dengan Persepsi Body image Correlations Gab_TKL Spearman's rho
Gab_TKL
Correlation Coefficient
1.000
.152
.
.384
35
35
Correlation Coefficient
.152
1.000
Sig. (2-tailed)
.384
.
35
35
Sig. (2-tailed) N kat BSQ
kat BSQ
N
Uji Hubungan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dengan Persepsi Body image Correlations kat BSQ Spearman's rho
kat BSQ
Correlation Coefficient
.120
.
.491
35
35
Correlation Coefficient
.120
1.000
Sig. (2-tailed)
.491
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Gab_TKKH
Gab_TKKH
1.000
N
Uji Hubungan Konsumsi Saturated fat (lemak jenuh) dengan Persepsi Body image Correlations saturatedfat Spearman's rho
Saturatedfat
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
kat BSQ
kat BSQ
1.000
.298
.
.082
35
35
Correlation Coefficient
.298
1.000
Sig. (2-tailed)
.082
.
35
35
N
43
Uji Hubungan Konsumsi MUFA dengan Persepsi Body image Correlations kat BSQ Spearman's rho
kat BSQ
Correlation Coefficient
1.000
.261
Sig. (2-tailed)
.
.130
35
35
Correlation Coefficient
.261
1.000
Sig. (2-tailed)
.130
.
35
35
N MUFA
MUFA
N
Uji Hubungan Konsumsi PUFA dengan Persepsi Body image Correlations kat BSQ Spearman's rho
kat BSQ
Correlation Coefficient
1.000
.275
.
.110
35
35
Correlation Coefficient
.275
1.000
Sig. (2-tailed)
.110
.
35
35
Sig. (2-tailed) N PUFA
PUFA
N
Uji Hubungan Konsumsi kolesterol dengan Persepsi Body image Correlations kat BSQ Spearman's rho
kat BSQ
Correlation Coefficient
*
.377
.
.026
35
35
Correlation Coefficient
.377
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.026
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Kolesterol
Kolesterol
1.000
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 6 Hasil Uji regresi linear Model Summary
b
Change Statistics Model 1
R Adjusted R Square Square
R a
.582
.338
a. Predictors: (Constant), Gab_TKE b. Dependent Variable: imt
.318
Std. Error of the Estimate 3.14888
R Square F Sig. F Change Change df1 df2 Change .338
16.869
1 33
.000
44
b
ANOVA Sum of Squares
Model 1
df
Mean Square
Regression
167.267
1
167.267
Residual
327.209
33
9.915
Total
494.476
34
F
Sig.
16.869
a
.000
a. Predictors: (Constant), Gab_TKE b. Dependent Variable: imt
Coefficients Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
14.106
3.107
Gab_TKE
.137
.033
a. Dependent Variable: imt
y= 141.06+0.137 TKE
R=0.582
a
Standardized Coefficients Beta
t .582
Sig.
4.539
.000
4.107
.000
45
RIWAYAT HIDUP Novia Masarani Purba lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 24 November 1991 dari ayah Maharkarta Purba dan Ibu Rostinawati Ginting. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan menengah atas di tempuh selama tiga tahun di SMA Negeri 7 Bogor dan lulus pada tahun 2009, kemudian melanjutkan pendidikan di Program Diploma Institut Pertanian Bogor dengan Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi. Selama perkuliahan penulis melaksanakan praktek usaha jasa boga (PUJB) selama 3 bulan di Hotel Salak The Heritage Bogor. Selain itu juga penulis melaksanakan Internship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI) Bogor selama 3 bulan. Setelah lulus menempuh program pendidikan diploma, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertaniaan Bogor melalui seleksi penerimaan Program Alih Jenis Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Selama perkuliahan penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Sindang Mulya, Kecamatan Kuta Waluya, Kabupaten Karawang pada bulan JuliAgustus 2014