PENGARUH PERSEPSI BODY IMAGE TERHADAP KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWA PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS
MUHAMMAD TAUFIK HIDAYAT
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun, kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014
Muhammad Taufik Hidayat I14100087
ABSTRAK MUHAMMAD TAUFIK HIDAYAT. Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas. Dibimbing oleh DADANG SUKANDAR dan KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi body image terhadap konsumsi pangan dan juga aktivitas fisik pada mahasiswa Peternakan Universitas Andalas. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan responden sebanyak 74 orang. Penilaian body image menggunakan metode Figure Rating Scale dan Body Shape Questionnere. Hasil uji multivariat menunjukkan tingkat kecukupan energi dipengaruhi oleh jenis kelamin dan status gizi responden, tidak terdapat pengaruh yang diberikan oleh body image terhadap tingkat kecukupan energi. Tingkat kecukupan protein dipengaruhi oleh jenis kelamin dan status gizi responden, tidak terdapat pengaruh body image terhadap tingkat kecukupan protein. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik adalah body image BSQ dan jenis kelamin. Kata kunci : Aktivitas fisik, body image, tingkat kecukupan gizi
ABSTRACT MUHAMMAD TAUFIK HIDAYAT. The Effects of Body Image to Food Comsuption and Physical Activity on Students of Animal Husbandry Andalas University. Supervised by DADANG SUKANDAR and KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI The purpose of this study was to determine the effects of body image perception on food consumption and physical activity on student of Animal Husbandry Andalas University. The study design is cross-sectional study with respondents as many as 74 people. Assessment of body image using Figure Rating Scale and Body Shape Questionnere. The results of multivariate analysis showed energy adequacy level was influenced by gender and nutritional status of the subjects, there was no influenced exerted by the body image on the level of energy adequacy. Protein adequacy level was influenced by gender and nutritional status of the subjects, there was no influenced of body image on the level of adequacy of protein. The factors that influenced physical activity was body image BSQ and gender of the subjects. Keywords : Body image, nutrition adequacy level, physical activity,
PENGARUH PERSEPSI BODY IMAGE TERHADAP KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWA PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS
MUHAMMAD TAUFIK HIDAYAT
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Nama NIM
: Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas : Muhammad Taufik Hidayat : I14100087
Disetujui Oleh:
Prof Dr Ir Dadang Sukandar MSc Pembimbing I
dr Karina Rahmadia E SKed MGizi Pembimbing II
Diketahui Oleh:
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul “Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Universitas Andalas” ini dapat diselesaikan sebagai bagian dari syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar M.Sc, dan dr. Karina Rahmadia Ekawidyani.S.Ked M.Gizi, selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, bimbingan, nasihat dan bantuan yang sangat berharga kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Prof. Dr. Ir Dodik Briawan MCN, selaku dosen penguji skripsi atas saran dan 2. masukan dalam perbaikan penulisan skripsi ini. 3. Ayahanda Dr. Ir. Ade Djulardi MS, Ibunda Nenden Tedja Suhati serta kakakkakak M.Rahmat Denya Utama dan Siti Aisyah M, yang demikian sabar dan sangat perhatian, selalu memberikan semangat, dukungan dan dorongan kepada penulis. Terima kasih atas kasih sayang dan support baik moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis bisa mencapai jenjang sarjana. 4. Sahabat-sahabat terbaik penulis di kelas GM 47: Afwin Firdaus, Irmawati Ramadhania, Mochamad Enra Sujanawan, Taufiq Firdaus, Widia Nurfauziah, Erik Sunandar, Miftah Faridh, Iqbar Mahendra, Yoesniasani, Cahyuning serta teman-teman seperjuangan GM 47 yang selama ini berjuang bersama untuk meraih gelar sarjana S.Gz. 5. Sahabat-sahabat penulis selama penelitian: Revivo Rinda, Muhammad Farid, Michael Cham, dan Nurul Afifah yang telah membantu proses penelitian ini sehingga berjalan dengan baik. 6. Teman-teman Wisma Pajar: Eksan, Rizki dan Ilham yang telah sama-sama berjuang untuk dapat menyelesaikan pendidikan di IPB 7. Kakak-kakak GM 45 dan GM 46, adik-adik GM 48 dan GM 49 yang telah memberikan semangat dan support kepada penulis. Bogor, Desember 2014 Muhammad Taufik Hidayat
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan 2 Tujuan Umum 2 Tujuan Khusus 2 Hipotesis 3 Manfaat Penelitian 3 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE 5 Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 5 Cara Pemilihan Responden 6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6 Analisis dan Pengolahan Data 7 Definisi Operasional 11 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Karakteristik Responden 12 Status Gizi 15 Kebiasaan Makan 16 Jenis dan Frekuensi Konsumsi 17 Pengetahuan Gizi 19 19 Aktivitas Fisik Body Image 20 Figure Rating Scale (FRS) 21 Body Shape Questionnere 23 Tingkat Konsumsi Zat Gizi 24 Tingkat Kecukupan Energi 25 Tingkat Kecukupan Protein 26 Tingkat Kecukupan Lemak 27 Tingkat Kecukupan Karbohidrat 28 Hubungan metode persepsi Body Image Figure Rating Scale dengan Body Shape Questionnaire 28 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kecukupan Energi, Tingkat Kecukupan Protein, dan Aktivitas Fisik 29 SIMPULAN DAN SARAN 32 Simpulan 32 Saran 33 DAFTAR PUSTAKA 33 LAMPIRAN 38 RIWAYAT HIDUP 45
iv
DAFTAR TABEL 1 Variabel, jenis data, dan cara pengumpulan data 2 Variabel penelitian yang diteliti 3 Karakteristik responden berdasarkan besar keluarga dan pekerjaan orang tua 4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua dan pendapatan perkapita 5 Sebaran mahasiswa menurut status gizi 6 Sebaran mahasiswa menurut frekuensi sarapan 7 Frekuensi makan/hari mahasiswa 8 Frekuensi konsumsi jajanan mahasiswa 9 Frekuensi konsumsi fast food mahasiswa 10 Frekuensi konsumsi soft drink mahasiswa 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengetahuan gizi 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan aktivitas fisik 13 Sebaran mahasiswa berdasarkan persepsi bentuk tubuh aktual, ideal, dan harapan
7 7 13
14 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual responden laki-laki terhadap status gizi
22
14 16 16 17 18 18 18 19 20 21
15 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual responden perempuan terhadap status gizi 23 16 Sebaran mahasiswa berdasarkan klasifikasi persepsi body image 23 17 Sebaran mahasiswa berdasarkan klasifikasi persepsi body image metode BSQ
24
18 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan energi 25 19 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan protein 26 20 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan lemak 27 21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 28 22 Hasil Uji Multivariat Body Image,jenis kelamin, status gizi, pengetahuan gizi terhadap TKE, TKP, dan Aktivitas Fisik 30 23 Hasil Uji Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi TKE 30 24 Hasil Uji Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi TKP 31 25 Hasil Uji Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik 31
DAFTAR GAMBAR 1 Analisis Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswa 2 Siluet bentuk tubuh berdasarkan metode figure rating scale
5 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Program SAS untuk regresi multivariat berganda dengan metode Stepwise
38
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pada zaman modern seperti saat ini, memiliki tubuh yang ideal dan bagus adalah idaman semua orang. Tubuh yang ideal dan bagus identik dengan seorang yang sehat dan berpenampilan menarik, sehingga dapat menjadi sosok yang diidolakan oleh banyak orang. Tubuh ideal dicerminkan dengan tubuh atletis, langsing dan tinggi, sehingga setiap orang memiliki keinginan untuk mendapatkan tubuh yang ideal tersebut. Setiap orang, memiliki bentuk tubuh yang berbeda-beda, mulai dari bentuk tubuh yang kurus hingga yang gemuk. Bentuk tubuh yang gemuk dan kurus sering kali menjadi suatu bentuk tubuh yang tidak diinginkan oleh orang lain, karena bentuk tubuh ini diidentikkan dengan kondisi seseorang yang memiliki penyakit. Dari situ lah muncul berbagai persepsi orang tentang bentuk tubuh atau yang dikenal dengan Body Image. Body Image adalah konsep pribadi seseorang tentang penampilan fisiknya, dimana masing-masing orang memiliki persepsi sendiri pada tubuhnya (Cash 2008). Body image merupakan sikap individu terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan fungsinya. Perasaan mengenai citra diri meliputi halhal yang terkait dengan seksualitas, feminitas dan maskulinitas, keremajaan, kesehatan dan kekuatan (Romansyah & Natalia 2012). Hasil penelitian yang dilakukan Kakekshita & Almeida (2008) menjelaskan bahwa body image merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan status gizi seseorang. Persepsi terhadap kegemukan ini lebih sering terjadi pada remaja, dimana pada masa ini para remaja akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan bentuk tubuh yang lebih baik dari yang ia miliki saat ini. Hasil penelitian ini juga mengemukakan bahwa wanita cenderung terlalu melebih-lebihkan ukuran tubuhnya dibandingkan pria (Romansyah & Natalia 2012). Hasil penelitian Kusumajaya (2007) menjelaskan bahwa persepsi remaja terhadap body image dapat menentukan pola makan serta status gizinya. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi body image terhadap frekuensi makan, dimana semakin negatif persepsi body image (menganggap diri gemuk) maka akan cenderung mengurangi frekuensi makannya. Diketahui bahwa 41,1% remaja merasa memiliki berat badan yang lebih dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya, yaitu merasa diri gemuk tapi sebenarnya kurus, merasa normal tapi sebenarnya kurus dan merasa gemuk tapi sebenarnya normal. Kejadian ini cenderung terjadi pada remaja putri, yaitu sekitar 45,2%. Berdasarkan data Riskesdas 2013 diketahui untuk provinsi Sumatera Barat prevalensi remaja dengan status gizi dibawah normal (kurus dan sangat kurus) lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional (9.5%) dan remaja dengan status gizi di atas normal (gemuk dan sangat gemuk) juga lebih tinggi daripada prevalensi nasional (7.3%). Menurut Khomsan (2003), persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya akan berpengaruh terhadap perilaku makannya. Ketakutan akan terlalu gemuk atau kurus menjadikan remaja lebih berhati-hati dalam memilih makanannya (Siswanti 2007). Power & Erickson (1989) diacu pada Pasanea 2011 menyatakan bahwa seseorang yang mengalami ketakutan berlebihan terhadap bentuk tubuhnya dan kurang menerima bentuk tubuhnya sehingga melakukan diet
2
dalam waktu lama, mengalami kelainan makan, ketergantungan akan latihan atau olahraga, dan menyalahgunakan steroid yang digunakan untuk membentuk bagianbagian tubuh tertentu. Sebuah penelitian melaporkan bahwa remaja putri yang melakukan diet ketat ternyata memiliki kemungkinan 18 kali lebih besar untuk menderita gangguan makan dibandingkan remaja putri yang tidak berdiet. Diet ketat, khususnya dilakukan pada masa remaja ini berdampak pada defisiensi zat-zat gizi dan terhambatnya pertumbuhan. Melihat dampak yang dapat ditimbulkan karena masalah persepsi tentang body image yang negatif khususnya dikalangan remaja, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas. Perumusan Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat penting untuk pertumbuhan fisik. Untuk mendapatkan pertumbuhan fisik yang maksimal, diperlukan asupan zat-zat gizi yang penting bagi tubuh. Asupan zat-zat gizi ini didapatkan melalui asupan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari. Kekurangan zat-zat gizi dapat menyebabkan defisiensi zat gizi yang berdampak pada status gizi seseorang sehingga menghasilkan status gizi yang kurang atau kurus. Sedangkan kelebihan zat-zat gizi menyebabkan terjadinya penimbunan zat gizi pada tubuh yang dapat menyebabkan status gizi berlebih atau obesitas. Masalah status gizi ini berdampak pada bentuk tubuh seseorang. Ketika bentuk tubuh seseorang sudah bermasalah, maka akan muncul keinginan untuk memperbaiki bentuk tubuh tersebut. Perbaikan bentuk tubuh ini berkaitan dengan persepsi bentuk tubuh atau body image seseorang akan bentuk tubuhnya. Body image ini dapat bernilai negatif atau positif yang dapat berdampak pada pola konsumsi pangan serta aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari. Jika bernilai positif, maka dampaknya pada pola konsumsi pangan dan aktivitas fisiknya akan sejalan. Akan tetapi, jika body image negatif, maka dampak pada pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik akan negatif pula. Hal ini sering terjadi pada kalangan remaja yang selalu menginginkan bentuk tubuh ideal dan proporsional. Berdasarkan hal tersebut perlu diteliti mengenai hubungan body image terhadap pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik pada remaja yaitu mahasiswa. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi mengenai body image terhadap pola konsumsi dan aktivitas fisik mahasiswa jurusan Peternakan Universitas Andalas. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik individu yang terdiri dari umur, status gizi (Indeks Massa Tubuh), asal daerah, dan kondisi sosial ekonomi keluarga yang terdiri dari besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, serta pendapatan orang tua.
3
2. Mempelajari persepsi body image dan pengetahuan gizi mahasiswa jurusan Peternakan Universitas Andalas terkait dengan kegemukan. 3. Mempelajari konsumsi pangan yang meliputi kebiasaan makan (kebiasaan sarapan, kebiasaan makan malam, frekuensi makan, konsumsi fast food dan soft drink, serta konsumsi camilan) dan tingkat kecukupan zat gizi mahasiswa Peternakan Universitas Andalas 4. Mempelajari aktivitas fisik sehari-hari mahasiswa jurusan Peternakan Universitas Andalas 5. Menganalisis pengaruh body image terhadap pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik mahasiswa Peternakan Universitas Andalas Hipotesis Persepsi body image dapat mempengaruhi tingkat konsumsi zat gizi serta mempengaruhi aktivitas fisik seseorang.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan mengenai persepsi body image, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, aktivitas fisik, pengetahuan gizi dan status gizi dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat khususnya mahasiswa di institusi terkait, seperti institusi pendidikan dan kesehatan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam berbagai penyuluhan atau penelitian terkait dengan persepsi body image, khususnya untuk remaja.
KERANGKA PEMIKIRAN Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal (Sumanto 2009). Kelebihan berat badan ini mengakibatkan berbagai masalah dalam diri seseorang. Masalah yang muncul ini dapat berupa penyakit yang terdapat dalam tubuh, atau jika terlihat dari luar tubuh akan membuat bentuk tubuh menjadi tidak seimbang dan ideal.Jika bentuk tubuh sudah terlihat tidak seimbang dan ideal, dapat mempengaruhi seseorang, terutama remaja. Kegemukan dapat menjadi masalah yang penting bagi siklus perkembangan remaja. Seorang remaja yang mengalami kegemukan cenderung tidak percaya diri dan tidak puas terhadap bentuk tubuhnya serta memaksa tubuhnya untuk menjadi kurus, dan hal inilah yang mempengaruhi eating disorders seseorang (Bruess 1989). Jika eating disorder sudah terjadi, maka hal ini dapat mengakibatkan terganggunya asupan zat gizi sehingga menghambat proses metabolisme tubuh khususnya untuk pertumbuhan yang terjadi pada remaja. Persepsi body image merupakan gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri; gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh
4
aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya (Germov & Williams 2004). Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja terhadap bentuk tubuh ideal. Adapun faktor-faktor yang merupakan input bagi terbentuknya perilaku seseorang dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu faktor intrinsik (faktor yang berasal dari dalam diri seseorang) dan faktor ekstrinsik (faktor yang berasal dari luar diri seseorang). Faktor intrinsik terdiri dari status gizi, pengetahuan gizi, umur dan asal daerah. Faktor ekstrinsik terdiri dari besar keluarga, pendidikan, pekerjaan serta pendapatan orang tua. Faktor-faktor ini nantinya akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap body image. Persepsi body image ini mempunyai pengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Pola konsumsi pangan juga nantinya akan mempengaruhi tingkat kecukupan gizi seseorang. Jika body image seseorang bernilai positif maka pola konsumsi pangan akan bernilai positif pula sehingga tingkat kecukupan gizi terpenuhi, begitu pula sebaliknya. Tingkat kecukupan gizi ini nantinya akan mempengaruhi status gizi seseorang. Selain itu, aktivitas fisik yang biasa dilakukan akan ikut dipengaruhi oleh persepsi kegemukan ini. Aktivitas fisik juga pada nantinya akan mempengaruhi status gizi seseorang. Indikator status gizi yang digunakan pada penelitian ini adalah IMT (Indeks Massa Tubuh).
5
Persepsi Body Image
Status Gizi
Aktivitas Fisik
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Faktor Ekstrinsik
Faktor Intrinsik
Pendidikan Pekerjaan Pendapatan
Jenis Kelamin Umur Pengetahuan Gizi
Pola Konsumsi Pangan
Kebiasaan makan Frekuensi makan
Gambar 1 Analisis Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswa Keterangan : : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti
METODE
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian “Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas” dilakukan dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional study. Cross-sectional study merupakan rancangan studi epidemiologi yang mempelajari pengamatan yang dilakukan pada satu saat atau periode. Penelitian dilaksanakan di Universitas
6
Andalas yang terletak di Kota Padang, Sumatera Barat. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kemudahan akses dan birokrasi. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Andalas pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2014. Cara Pemilihan Responden Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa tingkat pertama pada jurusan Peternakan yaitu sebanyak 320 orang sehingga jumlah responden yang didapatkan yaitu sebanyak 74 responden yang terdiri dari 37 orang laki-laki dan 37 orang perempuan. Teknik pengambilan responden dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dimana setiap unit penelitian atau responden dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden. 𝑛=
𝑛0
dimana 𝑛0 =
𝑛 1+ 0 𝑁
𝑝 (1−𝑝)𝑧 2 ∝/2 𝑑2
Keterangan: N = Ukuran populasi n = Ukuran contoh Zα/2 = Nilai Z sehingga P(Z > Zα/2) = α/2 d = Presisi perbedaan maksimum antar proporsi dengan perbedaan P = Proporsi mahasiswa yang memiliki body image positif (0,5) Dengan demikian dapat dihitung jumlah contoh minimal, yaitu: 𝑛0 =
0,5 (1−0,5)1,962 0,12
𝑛=
= 96,04 sehingga 𝑛 =
96,04 1+
96,04 320
96,04 = 73,8 ≈ 74 1,3
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan merupakan data primer. Data primer meliputi karakteristik responden yang meliputi nama, usia, indeks massa tubuh . Alat ukur penimbangan berat badan berupa timbangan injak digital, sedangkan pengukuran tinggi badan menggunakan stature meter. Data sosial ekonomi keluarga terdiri dari jumlah anggota keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua. Data pengetahuan gizi didapatkan berdasarkan jawaban pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Data persepsi Body Image dengan melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner dengan metode BSQ (Body Shape Questionnaire) menurut Cooper et al 1987 dan FRS (Figure Rating Scale) menurut Stunkard 1983 Data kebiasaan makan (frekuensi makan, kebiasaaan sarapan, kebiasaan makan malam, kebiasaan mengonsumsi fast food dan soft drink) diambil dengan menggunakan Food Frequency Questionnaire. Data tingkat konsumsi pangan didapatkan dari hasil jawaban wawancara responden berdasarkan recall 2x24 jam
7
melalui kuesioner pada hari libur dan hari kuliah. Data variabel aktivitas fisik didapatkan melalui wawancara dengan responden berdasarkan recall activity 2x24 jam melalui kuesioner pada hari libur dan hari kuliah. Adapun variabel, jenis data dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Variabel, jenis data, dan cara pengumpulan data Jenis Variabel Data Karakteristik Responden Primer - Nama - Usia - Asal Daerah - Status Gizi Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Primer - Pekerjaan orang tua - Pendidikan orang tua - Pendapatan orang tua - Jumlah anggota keluarga Pengetahuan gizi Primer -Pengetahuan gizi secara umum -Pengetahuan mengenai kegemukan Persepsi body image Primer - Body Shape Questionaire - Figure Rating Scale
Cara Pengumpulan Data Kuesioner dan wawancara
Pengukuran BB dan TB Kuesioner dan Wawancara
Kuesioner dan Wawancara
Kuesioner dan Wawancara
Pola Konsumsi Pangan - Frekuensi makan - Kebiasaan sarapan - Kebiasaan makan malam - Konsumsi fast Food dan soft drink, dan kebiasaan mengonsumsi camilan Tingkat Konsumsi Pangan
Primer
Kuesioner dan Wawancara (Food Frequency)
Primer
Kuesioner dan Wawancara (Food Recall 2x24 jam)
Aktivitas Fisik
Primer
Kuesioner dan Wawancara
Analisis dan Pengolahan Data Pengolahan data dan analisis data menggunakan program Microsoft Office Excel 2013 dan SPSS 16.0 for Windows serta SAS 9.1.3. Tahap-tahap pengolahan data sebelum dilakukan analisis terdiri dari editing, coding, entry, dan cleaning. Pada tabel 2 disajikan kategori dan variabel-variabel penelitian ini. Tabel 2 Variabel penelitian yang diteliti No 1
Variabel Karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga 1. Besar Keluarga 2. 3. 1.
Kategori
Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (>7 orang) PNS
Dasar Kategori
BKKBN (2009)
8
Tabel 2 Variabel penelitian yang diteliti (lanjutan) No
2.
3.
4
5.
Variabel Pekerjaan orang 2. 3. tua 4. 5. 6. Pendidikan orang 1. 2. tua 3. 4. 5. Pendapatan orang 1. 2. tua 1. Status Gizi 2. 3. 4. Pengetahuan Gizi 1. 2. 3. Aktivitas Fisik (Nilai 1. PAL) 2. 3. 4. Persepsi Body Image Figure Rating 1. 2. Scale Body Shape 1. 2. Questionnaire 3. 4. Tingkat Kecukupan Zat Gizi 1. Tingkat 2. Kecukupan 3. Energi (TKE) 4. 5. 1. Tingkat 2. Kecukupan 3. Protein (TKP) 4. 5. 1. Tingkat 2. Kecukupan 3. Lemak 1. Tingkat 2. Kecukupan 3. Karbohidrat
Kategori Pegawai swasta Petani, nelayan Wiraswasta Polisi/ABRI Lainnya/tidak bekerja Tidak sekolah SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat PT/Sederajat Rendah (≤Rp 350 000) Cukup (>Rp 350 000) Kurus (IMT < 18.5) Normal (18.5 – 22.99) Overweight (23.0 – 24.99) Obese (≥ 25.0) Kurang (< 60%) Sedang (60%-80%) Baik (>80%) Sangat ringan (PAL<1.40) Ringan (1.40≤PAL≤1.69) Sedang (1.70≤PAL≤1.99) Berat (2.00≤PAL≤2.39) Negatif Positif Positif (<80) Negatif ringan (80-100) Negatif sedang (101-110) Negatif berat (>110)
Defisit berat (<70% AKE) Defisit sedang (70-79%) Defisit ringan (80-89%) Normal (90-119%) Berlebih (≥120%) Defisit berat (<70% AKE) Defisit sedang (70-79%) Defisit ringan (80-89%) Normal (90-119%) Berlebih (≥120%) Kurang (<20% asupan E) Cukup (20-30% asupan E) Lebih (>30% asupan E) Kurang (<50% asupan E) Cukup (50-65% asupan E) Lebih (>65% asupan E)
Dasar Kategori
BPS (2009) IOTF Asia Pasifik
Khomsan (2000)
FAO/WHO/UNU (2001)
Stunkard (1983) Cooper et al (1987)
Depkes (1996)
Depkes (1996)
Depkes (1996)
Depkes (1996)
9
Variabel aktivitas fisik dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) dan dihitung menggunakan rumus PAL PAL =
Σ (𝑃𝐴𝑅 𝑥 𝑎𝑙𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠) 24 𝑗𝑎𝑚
Keterangan: PAL = Physical Activity Level (Tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical Activity Ratio (Jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi subjek dihitung berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2010) dengan menggunakan Microsoft Excel. Rumus yang digunakan yaitu (Hardinsyah & Briawan 1994): Kgij = {(Bj/100) x (Gij x (BDDj/100)} Keterangan: Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g) Gij = Kandungan zat gizi-i dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = Bagian Bahan makanan-j yang dapat dimakan Setelah diketahui kandungan-kandungan zat gizi dari pangan, maka dapat diketahui Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) pada subjek tersebut, yaitu dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual subjek dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut AKG 2013. Rumus untuk menghitung TKG sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994): TKG = (Konsumsi Zat Gizi / Angka Kecukupan Gizi (AKG)) X 100% Tingkat kecukupan zat gizi dalam penelitian ini diperoleh dari perbandingan asupan zat gizi contoh dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Perhitungan untuk AKG contoh yang menggunakan konversi terhadap berat badan, dengan rumus: AKG Contoh =(Berat badan aktual (kg)/ Berat badan dalam daftar AKG)x AKG Pengukuran tingkat kecukupan energi, protein dan lemak merupakan tahap lanjutan dari penghitungan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi merupakan persentase konsumsi aktual siswa dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2004. Secara umum tingkat kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut: TKGi = (Ki/ AKGi) x 100% Keterangan: TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan Pengetahuan gizi mahasiswa diukur dari kemampuan mereka dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi secara umum yang disiapkan dalam kuesioner. Terdapat 20 buah pertanyaan pilihan berganda. Pertanyaanpertanyaan tersebut masing-masing diberi skor kemudian dikelompokkan menjadi
10
tiga kategori yaitu kurang, sedang dan baik. Khomsan (2000) mengkategorikan tingkat pengetahuan gizi menjadi 3 bagian, yaitu tingkat pengetahuan kurang (<60%), sedang (60-80%) dan baik (80%). Pada penelitian ini, persepsi body image mahasiswa dinilai melalui metode Figure Rating Scale (FRS) yang dikembangkan oleh Stunkard (1983) dan metode Body Shape Questionnaire (BSQ) yang dikembangkan oleh Cooper et al (1987). Pada metode FRS mahasiswa mempersepsikan bentuk tubuhnya melalui gambar 1 sampai 9 (Gambar 2). Sedangkan pada metode BSQ mahasiswa diminta untuk mengisi kuesioner berisikan 34 pertanyaan yang masing-masing jawaban bernilai 1 hingga 6. Metode FRS bisa digunakan untuk menganalisis persepsi responden yang berumur 18 tahun keatas. Dari sembilan gambar tersebut dikembangkan lima pertanyaan yaitu: gambar mana yang paling mirip dengan ukuran tubuh responden, gambar bentuk tubuh remaja Indonesia saat ini, gambar tubuh ideal yang diinginkan responden. Dari kelima pertanyaan tersebut responden harus memilih gambar yang mereka anggap paling sesuai dengan pendapat mereka. Berikut adalah gambar siluet yang digunakan pada metode FRS.
Gambar 2 Siluet bentuk tubuh berdasarkan metode figure rating scale
Gambar diatas menunjukkan bentuk tubuh yang diberi skala 1 hingga 9, dimana 1 menunjukkan bentuk tubuh paling kurus hingga 9 yang menunjukkan bentuk tubuh paling gemuk. Berdasarkan persepsi masing-masing responden, maka mereka akan menentukan bentuk tubuh mereka berdasarkan skala tersebut. Penentuan kategori bentuk tubuh berdasarkan nomor gambar yaitu gambar 1 dan 2 kategori kurus, gambar 3 dan 4 kategori normal, gambar 5 dan 6 kategori overweight, gambar 7, 8 dan 9 kategori obesitas. Klasifikasi body image terdiri dari 2 yaitu body image positif dan body image negatif. Pada metode FRS ini, body image yang positif diartikan jika penilaian bentuk tubuh aktual responden sesuai dengan status gizi aktual responden tersebut, dan jika penilaian bentuk tubuh tersebut tidak sesuai dengan status gizinya maka responden dikategorikan sebagai body image negatif. Metode BSQ ini berisikan 34 pertanyaan yang masing-masing pertanyaan memiliki nilai antara 1 (tidak pernah) hingga 6 (selalu). Setelah itu, jawaban dijumlahkan sehingga memiliki total nilai 34 hingga 204. Adapun klasifikasi
11
penilaian metode BSQ ini yaitu, Persepsi positif (<80), Persepsi negatif ringan (80100), Persepsi negatif sedang (101-110), dan Persepsi negatif berat (>110). Data yang diperoleh dilanjutkan dengan pengolahan data yang meliputi proses cleaning dan analisis. Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2013 dan program SPSS 16.0 for Windows serta SAS 9.1.3. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif. Adapun data yang diolah secara deskriptif terdiri dari karakteristik responden (usia, jenis kelamin) dan keluarga (besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua), pola konsumsi pangan, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, tingkat konsumsi zat gizi, serta persepsi body image. Uji normalitas Kolmogorov Smirnov dilakukan sebelum uji hubungan dan uji beda dilakukan. Uji beda Mann Whitney dilakukan untuk melihat perbedaan persepsi body image antara responden laki-laki dan perempuan. Uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Rank Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara variabel persepsi body image berdasarkan metode FRS dan BSQ. Uji regresi linear digunakan untuk mengetahui pengaruh persepsi body image baik metode FRS maupun BSQ terhadap tingkat kecukupan zat gizi dan juga aktivitas fisik dari responden. Uji multivariat yang digunakan adalah model regresi. Uji ini untuk menunjukkan setidaknya terdapat variabel dependen yang dipengaruhi oleh satu variabel independen. Model persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝑌1 = β01+ β11X1 + β12X2 + β13X3 + β14X4 + β15X5 + ε1 𝑌2 = β02+ β21X1 + β22X2 + β23X3 + β24X4 + β25X5 + ε2 𝑌3 = β03+ β31X1 + β32X2 + β33X3 + β34X4 + β35X5 + ε3 Keterangan: Ŷ1 = Tingkat kecukupan energi Ŷ2 = Tingkat kecukupan protein Ŷ3 = Tingkat aktivitas fisik X1 = Persepsi Body Image dengan BSQ X2 = Persepsi Body Image dengan FRS X3 = Jenis Kelamin X4 = Status Gizi X5 = Pengetahuan Gizi εi = Error ke-i Definisi Operasional Responden adalah mahasiswa tingkat pertama jurusan Peternakan di Universitas Andalas Body image adalah gambaran yang dimiliki dalam pikiran (persepsi) tentang bentuk tubuh yang dinilai dari harapan akan bentuk tubuh dan penilaian terhadap bentuk tubuh aktual. Pola konsumsi pangan adalah perilaku seseorang dalam mengonsumsi makanan sehari-hari yang terkait dengan kebiasaan sarapan, konsumsi sayur dan buah, konsumsi fast food dan soft drink, frekuensi makan, serta kebiasaan mengonsumsi camilan .
12
Frekuensi makan adalah tingkat keseringan seseorang dalam mengonsumsi makanan utama yang diukur dengan satuan kali per hari serta kuantitas dari makanan tersebut (gram). Fast food adalah makanan cepat saji yang umumnya mengandung kalori dan lemak yang tinggi seperti ayam goreng, hamburger, pizza dan hotdog. Soft drink adalah minuman ringan (soft drink) adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubur atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Aktivitas fisik adalah segala jenis kegiatan fisik yang dilakukan remaja yang digolongkan menjadi 3 jenis yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat. Recall Activity adalah wawancara dengan meminta subjek untuk menyebutkan semua aktivitas yang dilakukannya dalam waktu 24 jam sebelumnya Pengetahuan gizi adalah pemahaman remaja terhadap hal-hal yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan khususnya terkait dengan kegemukan yang diukur dengan menggunakan kuesioner. Pengetahuan gizi dikategorikan kurang jika <60% jawaban benar, sedang jika jawaban benar antara 6080%, dan baik jika jawaban benar >80% jawaban benar (Khomsan 2000). Food Recall 24 Jam adalah salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan. Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) yang dinyatakan dalam persen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini merupakan mahasiswa tingkat pertama pada Universitas Andalas jurusan Peternakan. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 74 orang yang terdiri dari 37 laki-laki dan 37 perempuan. Responden penelitian ini memiliki rentang usia antara 17 tahun hingga 20 tahun. Menurut Hurlock (2004) usia remaja merupakan masa transisi dari usia anak-anak menjadi dewasa. Remaja dapat dibagi menjadi dua yaitu remaja awal (usia 13 hingga 17 tahun), dan remaja akhir (usia 18 hingga 21 tahun). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden didapatkan sebaran umur mahasiswa perempuan sebagian besar berusia 18 tahun, sedangkan mahasiswa laki-laki memiliki sebaran usia yang merata pada usia 18 dan 19 tahun. Jika dirata-ratakan maka didapatkan hasil rata-rata usia responden laki-laki dan perempuan berkisar pada usia 18 hingga 19 tahun atau masuk pada kategori remaja akhir. Karakteristik responden juga meliputi besar keluarga, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan pendapatan per kapita. Keluarga adalah mereka yang mempunyai hubungan fisik, sosial, dan emosi yang paling rapat dengan individu sejak dia dilahirkan (Luddin 2010). Besar keluarga
13
adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga menurut BKKBN (2009) dikategorikan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang). Sebaran besar keluarga responden dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan besar keluarga dan pekerjaan orang tua Karakteristik Responden Kecil (≤ 4 orang) Besar Keluarga Sedang (5-7 orang) Besar (>7 orang) Jumlah Rata-rata ± SD PNS Pegawai Swasta Petani, Nelayan Pekerjaan Ayah Wiraswasta/Pedagang Polisi/ABRI Lainnya Jumlah PNS Pegawai Swasta Petani, Nelayan Pekerjaan Ibu Wiraswasta/Pedagang Polisi/ABRI Lainnya/Tidak bekerja Jumlah
Laki-laki n % 11 29.7 20 54.1 6 16.2 37 100 5.49 ± 1.84 7 18.9 1 2.7 10 27.0 9 24.3 0 0.0 10 27.0 37 100 5 13.5 0 0.0 4 10.8 4 10.8 0 0.0 24 64.9 37 100
Perempuan n % 10 27.0 26 70.3 1 2.7 37 100 4.97 ± 1.62 4 10.8 2 5.4 21 56.8 4 10.8 0 0.0 6 16.2 37 100 3 8.1 1 2.7 6 16.2 1 2.7 0 0.0 26 70.3 37 100
Total n % 21 28.4 46 62.2 7 9.5 74 100 5.23 ± 1.7 11 14.9 3 4.1 31 41.9 13 17.6 0 0.0 16 21.6 74 100 8 10.8 1 1.4 10 13.5 5 6.8 0 0.0 50 67.6 74 100
Dari tabel 3 dapat dijelaskan rata-rata besar keluarga responden sebesar 5.23±1.74 orang atau berada pada kategori sedang (5-7 orang). Menurut Sanjur (1982), besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Semakin besar keluarga maka semakin kecil peluang terpenuhinya kebutuhan individu. Hal ini dapat disebabkan karena besarnya anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan individu. Besarnya keluarga dapat mempengaruhi belanja pangan. Pendapatan perkapita dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga. Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima (Soehardjo 1989). Jenis pekerjaan orang tua dibedakan berdasarkan 6 jenis yaitu PNS, Pegawai swasta, Petani/nelayan, Wiraswasta, Polisi/ABRI, Lainnya(tidak bekerja). Berdasarkan tabel 3 dapat terlihat pekerjaan ayah paling banyak pada responden perempuan yaitu petani atau nelayan sebesar 56.8% ,pada responden laki-laki pekerjaan ayah yang paling banyak juga petani atau nelayan yaitu sebesar 27%. Hal ini
14
menunjukkan bahwa sebagian besar responden berasal dari daerah pedesaan yang masih memiliki lahan untuk bertani. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui pula baik responden laki-laki maupun perempuan memiliki ibu yang tidak bekerja, hanya sebagai ibu rumah tangga yaitu sebesar 67.6%. Sebanyak 13.5% ibu responden bekerja sebagai petani atau nelayan merupakan pekerjaan dalam membantu suami mereka yang juga bekerja sebagai petani atau nelayan. Tingkat pendidikan orang tua yang baik akan memungkinkan orang tua dapat memantau dan menerima informasi tentang kesehatan anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi kebutuhan gizinya (Isnani 2011). Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar ayah responden baik laki-laki maupun perempuan memiliki pendidikan setingkat SMA yaitu sebesar 41.9%. Akan tetapi, baik pada responden laki-laki dan perempuan terdapat ayah yang tidak sekolah yaitu sebesar 5.4%, hal ini disebabkan karena responden berasal dari desa sehingga beberapa ayah masih memiliki status pendidikan tidak sekolah. Tabel 4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua dan pendapatan perkapita Karakteristik Responden Tidak Sekolah SD/Sederajat Pendidikan SMP/Sederajat Ayah SMA/Sederajat PT/Sederajat Jumlah Tidak Sekolah SD/Sederajat Pendidikan Ibu SMP/Sederajat SMA/Sederajat PT/Sederajat Jumlah Ekonomi rendah Pendapatan per kapita Ekonomi cukup Jumlah Rata-rata
Laki-laki n % 1 2.7 7 18.9 7 18.9 15 40.5 7 18.9 37 100 3 8.1 6 16.2 4 10.8 18 48.6 6 16.2 37 100 19 51.4 18 48.6 37 100
Perempuan n % 3 8.1 10 27.0 6 16.2 16 43.2 2 5.4 37 100 8 21.6 11 29.7 6 16.2 8 21.6 4 10.8 37 100 26 70.3 11 29.7 37 100
400378±375685
400470±551503
Total n 4 17 13 31 9 74 11 17 10 26 10 74 45 29 74
% 5.4 23.0 17.6 41.9 12.2 100 14.9 23.0 13.5 35.1 13.5 100 60.8 39.2 100
400424±468612
Berdasarkan tabel 4 diketahui pendidikan ibu pada responden laki-laki paling banyak adalah pendidikan setingkat SMA/sederajat (48.6%), responden perempuan paling banyak juga memiliki ibu dengan pendidikan SMA/sederajat (21.6%). Sebaran pendidikan ibu pada responden perempuan cukup merata jika dibandingkan dengan responden laki-laki. Campbell (2002) dalam Marzuki (2006) menyatakan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi cenderung akan memberikan
15
makanan yang sehat kepada anaknya, sedangkan ibu yang berpendidikan rendah akan cenderung memberikan makanan yang enak tetapi kurang sehat Menurut Rahmawati (2006), tingkat pendidikan terakhir ibu contoh merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk status gizi. Hal ini karena pendidikan ibu sangat penting dalam mendidik anak-anak dalam keluarganya. Menurut Hardinsyah et al (2002), orang yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung untuk memilih bahan makanan yang baik daripada mereka yang berpendidikan rendah. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989). Pendapatan per kapita dihitung berdasarkan pendapatan orang tua dibagi jumlah anggota keluarga. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan pendapatan penduduk Indonesia menjadi dua yaitu ekonomi rendah (≤ Rp 350 000) dan ekonomi cukup (>Rp 350 000). Pendapatan ini digunakan BPS sebagai indikator untuk menentukan tingkat kemiskinan suatu keluarga. Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui sebanyak 60.8% responden memiliki tingkat pendapatan yang rendah (≤ Rp 350 000). Masih rendahnya tingkat pendapatan tersebut karena pekerjaan orang tua responden sebagian besar adalah petani dan nelayan, sehingga penghasilan mereka masih tergolong rendah. Tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya (Martianto dan Ariani 2004). Pendapatan keluarga berhubungan dengan penyediaan pangan di dalam keluarga. Apabila penghasilan di dalam keluarga meningkat, maka biasanya pengadaan lauk pauk pun akan meningkat mutunya. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makan ialah pangan yang dikonsumsi itu lebih mahal. Akan tetapi, karena bukti menunjukkan bahwa kebiasaan makan cenderung berubah bersama dengan naiknya pendapatan (Soehardjo 1989). Status Gizi Status gizi adalah suatu kondisi tubuh akibat asupan, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al. 2001). Penilaian status gizi dapat ditentukan dengan berbagai cara, di antaranya secara antropometri, biologi, klinis, konsumsi pangan, dan faktor ekologi (Gibson 2005). Metode yang paling sering digunakan adalah pengukuran antropometri. Indikator antropometri antara lain adalah IMT atau Indeks Massa Tubuh (IMT=BMI, Body Mass Index). IMT merupakan pembagian berat badan (dalam kilogram) terhadap kuadrat tinggi badan (dalam meter) (Pasanea 2011). Status gizi ini dibedakan menjadi empat yaitu kurus (<18.5), normal (18.5-22.99), overweight (23.0-24.99), dan obesitas (≥ 25.0) Status gizi menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan (Sondari 2013). Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat sebagian besar (54.1%) responden laki-laki memiliki status gizi normal, sedangkan pada responden
16
perempuan sebagian besar (45.9%) memiliki status gizi kurus. Secara keseluruhan rata-rata IMT yang dimiliki kedua responden adalah sama yaitu 19.7 kg/m2 Tabel 5 Sebaran mahasiswa menurut status gizi Status Gizi Kurus Normal Overweight Obesitas Jumlah Rata-rata±SD
Laki-laki n % 11 29.7 20 54.1 5 13.5 1 2.7 37 100 19.7±2.75
Perempuan n % 17 45.9 14 37.8 4 10.8 2 5.4 37 100 19.7±3.07
Total n % 28 37.8 34 45.9 9 12.2 3 4.1 74 100 19.7±2.89
Menurut Weiss et al (2007) diacu pada Meriyanti 2013 peningkatan status gizi berhubungan dengan penurunan aktivitas fisik jangka panjang, dimana antara status gizi dan aktivitas fisik memiliki hubungan yang saling memengaruhi. Kurang aktivitas fisik dapat meningkatkan status gizi. Menurut Riyadi (2003) status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung seperti intake makanan dan status kesehatan serta faktor tidak langsung berupa faktor pertanian, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Kebiasaan Makan Menurut Khumaidi (1989) kebiasaan (habit) adalah pola perilaku yang diperoleh dari pola praktek yang terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan merupakan tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya dan terhadap kegemukan akan berpengaruh terhadap perilaku makannya. Tabel 6 Sebaran mahasiswa menurut frekuensi sarapan Kebiasaan sarapan Setiap hari 3-5 kali/minggu 1-2 kali/minggu Tidak pernah Jumlah
n 19 7 5 6 37
Laki-laki % 51.4 18.9 13.5 16.2 100
Perempuan n % 25 67.6 8 21.6 4 10.8 0 0.0 37 100
Total n 44 15 9 6 74
% 59.5 20.3 12.2 8.1 100
Kebiasaan makan pada remaja saat ini lebih sering diamati dibandingkan kebiasaan makan pada orang dewasa ataupun pada usia lain. Hal ini dikarenakan pada remaja seringkali ditemui kebiasaan makan yang tidak biasa seperti konsumsi camilan yang berlebihan, seringnya makan di luar rumah khususnya konsumsi fast food, penerapan diet yang salah, dan meal skiping (Stang 2002). Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui sebanyak 59.5% keseluruhan responden melakukan sarapan setiap hari. Akan tetapi pada responden laki-laki masih terdapat 16.2% yang tidak pernah sarapan, sedangkan responden perempuan tidak ada yang tidak pernah sarapan. Hal ini disebabkan karena responden perempuan sebagian besar memasak sendiri sarapannya, baik di rumah maupun di tempat kos. Kebiasaan sarapan erat kaitannya terhadap konsentrasi belajar, khususnya bagi para pelajar
17
yang membutuhkan energi untuk menuntut ilmu. Penelitian Lestari (2009) mengenai konsentrasi belajar, didapatkan hasil bahwa sebagian besar contoh (70%) yang melakukan sarapan setiap hari memiliki konsentrasi positif ketika belajar dalam kelas, sedangkan sebagian besar (78%) contoh yang tidak terbiasa sarapan pagi memiliki konsentrasi yang negatif ketika belajar dalam kelas. Selain berkaitan terhadap konsentrasi belajar, kebiasaan sarapan memiliki pengaruh terhadap status gizi. Penelitian Mariza (2012) diketahui contoh yang tidak terbiasa sarapan akan mengganti sarapannya dengan membeli makanan cepat saji yang memiliki kalori lebih tinggi dari menu sarapan pada umumnya, hal ini mengakibatkan status gizi contoh cenderung obesitas. Penelitian Pasanea (2011) menunjukkan adapun alasan remaja melewatkan waktu sarapannya bermacam-macam mulai dari sibuk, untuk mencegah rasa kantuk saat sekolah/kuliah, serta menurunkan berat badan dengan membatasi asupan kalori. Menurut Khomsan (2005), sarapan adalah suatu kegiatan makan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Pada penelitian ini sebagian besar alasan mahasiswi melewatkan sarapan adalah karena tidak sempat sarapan (terlambat bangun untuk berangkat ke kampus) dan terbiasa tidak sarapan pagi. Tabel 7 Frekuensi makan/hari mahasiswa Frekuensi Makan/Hari 2 kali/hari 3 kali/hari 4 kali/hari Jumlah
Laki-laki n % 6 16.2 29 78.4 2 5.4 37 100
Perempuan n % 12 32.4 25 67.6 0 0.0 37 100
Total n 18 54 2 74
% 24.3 73.0 2.7 100
Tabel 7 menjelaskan tentang frekuensi makan responden selama sehari, dari data yang tersajikan dapat diketahui sebanyak 73% mahasiswa makan sebanyak 3 kali per hari. Menurut Khomsan (2003) bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2007) terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energi merupakan faktor risiko kejadian kegemukan. Jenis dan Frekuensi Konsumsi Jenis dan frekuensi konsumsi merupakan jenis pangan yang dianalisis berdasarkan golongan makanan yang paling sering dikonsumsi contoh. Golongan makanan yang dibahas pada penelitian ini adalah golongan jajanan, fast food, dan golongan soft drink. Berdasarkan tabel 8 jenis jajanan yang biasa dikonsumsi responden baik ketika kuliah maupun libur adalah bakso, mie ayam, siomay, gorengan, snack gurih dan snack manis. Jenis jajanan yang paling sering dikonsumsi responden adalah gorengan dengan frekuensi rata-rata sebesar 16.32 ± 22.5kali/bulan kemudian snack gurih 15.69 ± 21.16 kali/bulan. Jajanan jenis gorengan dan snack gurih lebih sering dikonsumsi karena lingkungan kuliah dan tempat tinggal mereka lebih banyak menjual jenis makanan seperti itu.
18
Tabel 8 Frekuensi konsumsi jajanan mahasiswa Jenis Jajanan Gorengan Snack gurih Snack manis Bakso Mie Ayam Siomay
Frekuensi makan (kali/bulan) L P Total 18.0 ± 28.59 14.65 ± 14.25 16.32 ± 22.5 9.89 ± 14.69 21.49 ± 24.97 15.69 ± 21.16 11.95 ± 21.85 11.84 ± 19.46 11.89 ± 20.55 3.41 ± 5.24 3.92 ± 6.39 3.66 ± 5.81 1.86 ± 1.97 2.19 ± 4.88 2.03 ± 3.70 1.41 ± 2.31 1.03 ± 2.55 1.22 ± 2.43
Fast food adalah makanan yang mengandung gula dan lemak tinggi, tetapi kandungan seratnya rendah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kestler (1995) bahwa sebagian besar fast food tinggi kandungan kalori, lemak, garam, dan gulanya, akan tetapi rendah kandungan gizinya. Berdasarkan tabel 13 jenis fast food yang paling sering dikonsumsi oleh mahasiswa dan mahasiswi adalah ayam kentucky dengan total 2.07 ± 5.16 kali/bulan sedangkan fast food yang paling jarang dikonsumsi adalah jenis bento atau makanan Jepang. Tabel 9 Frekuensi konsumsi fast food mahasiswa Jenis Fast Food Ayam Kentucky Burger Doughnuts Pizza Bento
Frekuensi makan (kali/bulan) L P Total 2.14 ± 5.16 2.0 ± 5.23 2.07 ± 5.16 1.11 ± 3.57 0.59 ± 1.46 0.85 ± 2.72 0.05 ± 0.23 0.95 ± 4.62 0.5 ± 3.28 0.62 ± 2.70 0.19 ± 0.74 0.41 ± 1.98 0.11 ± 0.52 0.11 ± 0.66 0.11 ± 0.59
Menurut Stang (2002), alasan remaja banyak mengonsumsi fast food adalah harganya yang murah, jarak restoran fast food yang dekat dengan kampus/sekolah mereka, kenyamanan, serta rasa dari fast food yang cocok dengan selera remaja. Selain itu para remaja menganggap makanan fast food merupakan makanan yang modern yang dianggap mengikuti zaman. Nilai kunjungan tertinggi remaja ke restoran fast food yaitu pada waktu pulang sekolah/kuliah, kemudian saat ahkir pekan dan pada saat makan malam. Tabel 10 Frekuensi konsumsi soft drink mahasiswa Jenis Soft Drink Teh Kemasan Minuman Rasa Buah Minuman Bersoda Minuman Isotonik
Frekuensi makan (kali/bulan) L P Total 10.24 ± 16.03 10.32 ± 20.59 10.28 ± 18.33 9.65 ± 23.81 2.70 ± 6.65 6.18 ± 17.71 3.30 ± 5.66 2.54 ± 6.44 2.92 ± 6.03 3.14 ± 6.24 1.70 ± 6.41 2.42 ± 6.32
Minuman ringan (soft drink) memiliki kandungan gula yang tinggi sehingga berat badan akan cepat bertambah bila mengonsumsi minuman ini. Jika kita lihat pada tabel 10 dapat diketahui jenis minuman ringan yang paling sering dikonsumsi oleh responden merupakan teh kemasan sebanyak 10.28 ± 18.33 kali/bulan, teh kemasan ini dapat berupa teh dalam kotak, gelas, maupun dalam botol. Responden
19
banyak mengonsumsi ini dikarenakan harga yang relatif murah dan rasa yang menyegarkan sehingga terhindar dari mengantuk ketika kuliah Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh (Camire & Dougherty 2005). Pengetahuan gizi sangat erat kaitannya dengan baik buruknya kualitas gizi dalam makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan yang benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya mengatur pola makannya dengan seimbang, beragam, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Hasil penelitian Anggraeni (1998) memperlihatkan semakin baik pengetahuan seseorang, akan semakin positif sikapnya terhadap gizi. Menurut Harper et al(1988) diacu pada Yusra (1998), pengetahuan gizi dapat mempengaruhi seseorang dalam jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Tabel 11 menunjukkan sebaran pengetahuan gizi responden. Tabel 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengetahuan gizi Pengetahuan Gizi Kurang Sedang Baik Jumlah Rata-rata±SD
n 2 16 19 37
Laki-laki % 5.4 43.2 51.4 100 77.3±14.1
Perempuan n % 2 5.4 10 27.0 25 67.6 37 100 77.7±10.6
Total n 4 26 44 74
% 5.4 35.1 59.5 100 77.5±12.4
Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui sebanyak 59.5% responden memiliki pengetahuan gizi yang baik, akan tetapi masih ada responden yang memiliki pengetahuan gizi yang kurang yaitu sebesar 5.4% responden. Cukup banyaknya responden yang memiliki pengetahuan gizi yang baik karena meskipun mereka tidak mempelajari ilmu gizi secara khusus akan tetapi mereka mengaku sering membaca buku terkait masalah gizi yang ada. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan seseorang akan mempengaruhi komposisi dan konsumsi pangan seseorang, akan tetapi seseorang yang memiliki pengetahuan gizi belum tentu mengubah kebiasaan makannya (Khomsan 2000). Menurut Geilser (2005) dalam Sebayang (2012), pada umumnya seseorang dengan pengetahuan gizi akan memiliki asupan yang lebih baik, akan tetapi hanya dengan meningkatkan pengetahuan, kebiasaan makan belum tentu menjadi sehat. Kurangnya dukungan dari lingkungan, sulitnya mendapatkan makanan yang sehat, maupun kendala lainnya merupakan hambatan seseorang tidak merubah kebiasaan makannya kearah yang lebih baik. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh. Kelebihan energi karena rendahnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko kegemukan dan obesitas (Mahardikawati 2008). Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung
20
pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002). Tabel 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan aktivitas fisik PAL Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Jumlah Rata-rata±SD
n 1 22 14 0 37
Laki-laki % 2.7 59.5 37.8 0.0 100 1.65±0.14
Perempuan n % 3 8.1 34 91.9 0 0.0 0 0.0 37 100 1.48±0.07
Total n 4 56 14 0 74
% 5.4 75.7 18.9 0.0 100 1.57±0.14
Tabel 12 di atas menunjukkan sebaran aktivitas fisik mahasiswa yang menjadi responden baik laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata level aktivitas fisik responden laki-laki lebih besar dibandingkan responden perempuan yaitu sebesar 1.65±0.14 sedangkan untuk perempuan sebesar 1.48±0.07. Jika dikategorikan, maka baik laki-laki maupun perempuan masuk pada kategori aktivitas fisik yang ringan (1.40 ≤ PAL ≤ 1.69). Hasil pada tabel juga menjelaskan bahwa sebesar 91.9% responden perempuan memiliki aktivitas fisik yang ringan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui responden perempuan jarang melakukan olahraga dan juga lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol sambil duduk dan tidak banyak bergerak, sedangkan pada laki-laki yang memiliki aktivitas ringan sebesar 59.5%. Pada perempuan tidak ada responden yang memiliki aktivitas yang sedang, sedangkan pada laki-laki sebanyak 37.8% memiliki aktivitas sedang. Hal ini dikarenakan responden laki-laki memiliki rutinitas berolahraga seperti futsal, basket, dan joging. Hasil uji beda didapatkan nilai p=0.000 yang berarti terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara responden laki-laki dan perempuan berdasarkan aktivitas fisiknya. Body Image Menurut Germov & Williams (2004), body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri; gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Sedangkan menurut Lightstone (2002) yang diacu pada Pasanea 2011 body image meliputi persepsi, imajinasi, emosi dan sensasi fisik seseorang dari dan terhadap tubuhnya. Hal ini tidak bersifat statis, melainkan akan senantiasa berubah, terutama dipengaruhi oleh mood, lingkungan dan pengalaman fisik. Body image pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini terutama terjadi pada usia remaja. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita, sedangkan tubuh yang kekar dan berotot adalah yang ideal bagi pria (Germov & Williams 2004). Persepsi tubuh terdiri atas tiga bagian, yaitu perasaan dan pikiran subjektif tentang tubuh, serta perasaan cemas terhadap tubuh dan perilaku atas ketidaknyamanan terhadap tubuh (Abramson 2007).
21
Figure Rating Scale (FRS) Berdasarkan data pada tabel 13 didapatkan hasil bahwa sebanyak 33.8% responden menganggap bentuk tubuh mereka masing-masing berada pada skala 3 dan 4. Bentuk tubuh untuk skala 3 dan 4 merupakan bentuk tubuh yang normal atau ideal. Akan tetapi terdapat responden yang menilai bentuk tubuh mereka dengan penilaian gemuk yaitu pada skala gambar 5 (8.1%) dan 6 (1.4%), begitu pula dengan penilaian bentuk tubuh yang kurus yaitu pada skala gambar 2 sebesar 2.7%. Berdasarkan hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) antara responden laki-laki dan perempuan mengenai persepsi bentuk tubuh aktual responden (p=0.870) Tabel 13 Sebaran mahasiswa berdasarkan persepsi bentuk tubuh aktual, ideal, dan harapan Persepsi tubuh Aktual
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Jumlah Harapan Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Jumlah Ideal Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Jumlah
Laki-laki n % 1 2,7 6 16,2 15 40,5 11 29,7 3 8,1 1 2,7 0 0 0 0 0 0 37 100 0 0 0 0,0 7 18,9 25 67,6 5 13,5 0 0 0 0 0 0 0 0 37 100 0 0 1 2,7 9 24,3 23 62,2 4 10,8 0 0 0 0 0 0 0 0 37 100
Perempuan n % 1 2,7 9 24,3 10 27,0 14 37,8 3 8,1 0 0,0 0 0 0 0 0 0 37 100 0 0 6 16,2 11 29,7 17 45,9 3 8,1 0 0 0 0 0 0 0 0 37 100 0 0 4 10,8 13 35,1 19 51,4 1 2,7 0 0 0 0 0 0 0 0 37 100
Total n 2 15 25 25 6 1 0 0 0 74 0 6 18 42 8 0 0 0 0 74 0 5 22 42 5 0 0 0 0 74
% 2,7 20,3 33,8 33,8 8,1 1,4 0 0 0 100 0 8,1 24,3 56,8 10,8 0 0 0 0 100 0 6,8 29,7 56,8 6,8 0 0 0 0 100
22
Persepsi bentuk tubuh harapan merupakan penilaian responden terhadap gambar yang memiliki bentuk tubuh yang diinginkan menurut responden. Berdasarkan tabel dapat diketahui sebanyak 67.6% responden laki-laki memilih skala gambar 4 sebagai bentuk tubuh harapan mereka, dan sebanyak 45.9% responden perempuan juga memilih gambar 4 sebagai bentuk tubuh harapan mereka. Berdasarkan hasil uji beda didapatkan nilai p=0.011 sehingga terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentuk tubuh harapan responden. Hal ini disebabkan karena responden perempuan beranggapan bentuk tubuh yang baik adalah bentuk tubuh yang langsing dan kurus menjadi harapan perempuan, oleh sebab itu sekitar 16.2% responden perempuan memilih gambar 2. Persepsi tubuh ideal dijelaskan sebagai penilaian bentuk tubuh ideal berdasarkan persepsi dari responden. Sebanyak 62.2% responden laki-laki memilih gambar 4 sebagai bentuk tubuh ideal seorang laki-laki, dan 51.4% responden perempuan juga memilih gambar 4 sebagai bentuk tubuh yang ideal. Hasil uji beda menunjukkan p=0.042 atau p<0,05 sehingga terdapat perbedaan yang nyata antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentuk tubuh ideal bagi persepsi mereka. Hal ini sesuai menurut pendapat Germov & Williams 2004 dimana seseorang beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita, sedangkan tubuh yang kekar dan berotot adalah yang ideal bagi pria. Selain itu bentuk tubuh aktual mahasiswa dibandingkan dengan status gizi mereka saat ini. Berikut Tabel 14 dan 15 sebaran persepsi tentang bentuk tubuh aktual mahasiswa terhadap status gizi. Tabel 14 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual responden laki-laki terhadap status gizi Persepsi Bentuk Tubuh Kurus Normal Overweight Obesitas Jumlah
Status Gizi Kurus n % 4 36,4 7 63,6 0 0 0 0 11 100
Status Gizi Normal n % 3 15 15 75 2 10 0 0 20 100
Status Gizi Overweight n % 0 0 4 80 1 20 0 0 5 100
Status Gizi Obesitas n % 0 0 0 0 1 100 0 0 1 100
Tabel 14 menjelaskan mengenai perbandingan persepsi tubuh aktual responden berdasarkan gambar yang diberi terhadap status gizi aktual yang telah diukur sebelumnya. Sebanyak 63.6% responden dengan status gizi kurus menilai tubuh mereka sudah normal, begitu pun responden yang memiliki status gizi gemuk sebanyak 80% menganggap tubuh mereka sudah normal. Perbedaan penilaian ini nantinya dapat mempengaruhi persepsi body image responden tersebut. Untuk responden perempuan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel 15 dapat diketahui masih terdapat responden yang memiliki penilaian bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan status gizi aktual yang diukur saat itu juga. Sebanyak 47.1% responden yang kurus menganggap bentuk tubuhnya sudah normal, 75% responden yang overweight menilai tubuhnya normal, dan 50% responden yang obesitas juga menganggap bentuk tubuhnya masih normal. Perbedaan persepsi antara aktual dengan status gizi ini akan membuat body image negatif terhadap seseorang. Menurut Andea (2010) seseorang yang memiliki
23
body image negatif akan berdampak pada perilaku dietnya. Penilaian persepsi body image dengan metode FRS ini dapat diartikan sebagai suatu penilaian penyesuaian persepsi bentuk tubuh secara aktual terhadap status gizi responden Tabel 15 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual responden perempuan terhadap status gizi Persepsi Bentuk Tubuh Kurus Normal Overweight Obesitas Jumlah
Status Gizi Kurus n % 9 52,9 8 47,1 0 0 0 0 17 100
Status Gizi Normal n % 1 7,1 12 85,7 1 7,1 0 0 14 100
Status Gizi Overweight n % 0 0 3 75 1 25 0 0 4 100
Status Gizi Obesitas n % 0 0 1 50 1 50 0 0 2 100
Seperti yang telah diketahui body image terdiri dari 2 yaitu body image positif dan body image negatif. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk masuk pada kategori positif maupun negatif. Berdasarkan tabel 16 dapat diketahui sebanyak 56.8% responden memiliki body image yang positif dan 43.2% lainnya memiliki persepsi body image negatif. Hasil uji beda didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara responden laki-laki dan perempuan berdasarkan persepsi body image dengan metode FRS dengan nilai p=0.641. Melihat hasil tersebut dapat diketahui bahwa baik laki-laki maupun perempuan dapat memiliki persepsi body image yang berbeda, dan metode FRS dapat menentukan persepsi body image laki-laki maupun perempuan. Tabel 16 Sebaran mahasiswa berdasarkan klasifikasi persepsi body image Body Image Positif Negatif Jumlah
Laki-laki n % 20 54.1 17 45.9 37 100
Perempuan n % 22 59.5 15 40.5 37 100
Total n 42 32 74
% 56.8 43.2 100
Body Shape Questionnaire Berbeda dengan metode FRS pada metode BSQ ini semakin tinggi nilai total skor pada BSQ menunjukkan adanya persepsi tubuh yang semakin buruk. BSQ dikembangkan untuk menilai persepsi individu yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya, terutama perhatian terhadap perasaan gemuk atau rasa takut gemuk (Alipoor 2009). Berikut hasil penilaian persepsi body image pada responden berdasarkan metode BSQ. Berdasarkan tabel 17 dapat terlihat sebagian besar responden laki-laki yaitu 75.7% memiliki persepsi body image positif, sedangkan responden perempuan hanya 37.8% yang memiliki persepsi body image positif. Selain itu, responden perempuan memiliki persentase lebih besar untuk responden yang memiliki persepsi body image negatif, baik tingkat ringan, sedang, dan berat jika dibandingkan dengan responden laki-laki. Hasil uji beda menunjukkan nilai p=0.006 dimana terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara responden laki-laki
24
dengan responden perempuan terkait persepsi body image berdasarkan metode BSQ ini. Hal ini dapat terlihat dengan besarnya persentase body image negatif pada responden perempuan dibandingkan responden laki-laki. Menurut Pook (2006), metode BSQ memang cukup peka terhadap persepsi body image untuk wanita ketimbang pria karena pertanyaan yang ada lebih berkaitan dengan penampilan tubuh yang biasanya dikeluhkan oleh wanita. Hasil penelitian ini menunjukkan kisaran skor BSQ responden yaitu terendah dengan skor 56 dan tertinggi 134. Tabel 17 Sebaran mahasiswa berdasarkan klasifikasi persepsi body image metode BSQ Persepsi Body Image Positif Negatif tingkat ringan Negatif tingkat sedang Negatif tingkat berat Jumlah
Laki-laki n % 28 75.7 6 16.2 1 2.7 2 5.4 37 100
Perempuan n % 14 37.8 11 29.7 5 13.5 7 18.9 37 100
Total n 42 17 6 9 74
% 56.8 23.0 8.1 12.2 100
Hasil penelitian Kakekshita dan Almeida (2008) menjelaskan bahwa body image merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan status gizi seseorang. Hasil penelitian juga mengemukakan bahwa wanita cenderung terlalu melebih-lebihkan ukuran tubuhnya dibandingkan pria. Hasil penelitian Tejoyuwono. (2009) menyatakan bahwa body image bagi seorang ahli gizi cukup penting karena akan mempengaruhi kepercayaan dari klien dan kesuksesan dalam pemberian konseling. Selain itu, ahli gizi memiliki tanggung jawab untuk memberikan contoh hidup sehat kepada masyarakat. Seseorang yang memiliki persepsi yang positif akan memiliki harga diri yang tinggi, merasa mampu dan berfikir dengan penuh percaya diri hal tersebut juga didukung pendapat Melliana (2006) bahwa individu yang memiliki persepsi body image yang baik dinilai memiliki persepsi body image positif yang dapat dilihat dari kepedulian diri (self care). Individu mempunyai perhatian pada persoalan kesehatan seperti pilihan pengonsumsian makanan yang sehat. Sebaliknya, individu yang memiliki persepsi body image rendah dinilai memiliki persepsi body image negatif. Individu merasakan ketidakpuasan pada tubuh, pemikirannya hanya terfokus pada bentuk dan berat badan. merasa kurang sehat, dan berpikir bagaimana menjadi ideal yang menyebabkan individu menjadi tidak perhatian terhadap pemilihan makanan yang sehat. Tingkat Konsumsi Zat Gizi Konsumsi pangan merupakan hal penting dalam memenuhi kebutuhan zat gizi pada remaja. Konsumsi pangan yang bergizi akan membantu remaja dalam proses pertumbuhan tubuh dan perkembangan mental. Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Kusharto & Sa’diyyah 2006). Konsumsi pangan remaja diperoleh melalui wawancara dengan metode food recall 2x24 jam, yaitu pada saat hari sekolah dan hari libur. Tingkat kecukupan zat gizi individu dapat diketahui dengan cara
25
membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi oleh individu dengan angka kecukupannya. Tingkat Kecukupan Energi Energi dan tenaga dapat diperoleh dari makanan sumber karbohidrat, lemak, dan protein. Energi dibutuhkan untuk metabolisme dasar dan untuk aktivitas seharihari. Kelebihan energi dapat menjadikan tubuh obesitas (kegemukan) dan kekurangan energi dapat menyebabkan kekurangan gizi (Hartono 2006). Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, diketahui angka kecukupan energi untuk laki-laki usia 16-18 tahun dan 19-29 tahun yaitu 2675 kkal dan 2725 kkal. Untuk perempuan usia 16-18 tahun dan 19-29 tahun yaitu 2125 kkal dan 2250 kkal. Angka Kecukupan Gizi untuk energi terlebih dahulu dikonversi sesuai berat badan keseluruhan responden untuk mengetahui kecukupan energi yang sesuai dengan berat badan responden. Tingkat kecukupan energi didapat dari konsumsi pangan yang dikonversi menjadi satuan kkal dan dibagi dengan angka kecukupan energi harian mahasiswa sesuai umur dan berat badan. Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan energi dibagi kedalam lima kategori, yaitu defisit berat (<70% AKE), defisit sedang (70-79% AKE), defisit ringan (80-89% AKE), normal (90-119% AKE), dan lebih (≥120% AKE). Tabel 18 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan energi TKE Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Berlebih Jumlah Rata-rata±SD
n 26 7 4 0 0 37
Laki-laki % 70.3 18.9 10.8 0 0 100 63.8±11.9
Perempuan N % 8 21.6 7 18.9 5 13.5 14 37.8 3 8.1 37 100 88.1±23.1
Total n 34 14 9 14 3 74
% 45.9 18.9 12.2 18.9 4.1 100 76±22
Berdasarkan tabel 18 terlihat bahwa sebagian besar responden laki-laki mempunyai tingkat kecukupan energi dengan kategori defisit berat sebesar 70.3%, sedangkan responden perempuan sebanyak 45.9%. Perbedaan yang mencolok terlihat pada tingkat kecukupan energi kategori normal, dimana tidak ada responden laki-laki yang mempunyai TKE normal, sedangkan responden perempuan cukup besar yaitu 37.8%.Rata-rata tingkat kecukupan energi responden yaitu sebesar 76%±22% dan termasuk pada kategori defisit sedang. Rata-rata yang cukup kecil disebabkan karena rata-rata TKE responden laki-laki yang rendah sehingga berpengaruh pada rata-rata keseluruhan. Hasil yang jelas berdasarkan uji beda dihasilkan nilai p=0.000 dimana terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara tingkat kecukupan energi responden laki-laki dengan perempuan. Tingkat kecukupan energi ini cukup berkaitan dengan kebiasaan makan dari responden tersebut. Selain itu juga karena pada saat recall responden tidak mengonsumsi banyak makanan.
26
Tingkat Kecukupan Protein Protein adalah komponen yang terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Protein merupakan zat pembangun yang tersusun dari beberapa jenis asam amino. Protein yang mengandung bahan selain asam amino, seperti turunan vitamin, lemak, dan karbohidrat disebut protein kompleks. Kualitas protein ditentukan oleh jenis asam amino dan jumlah asam amino tersebut dalam makanan, sehingga dalam konsumsi sehari-hari dianjurkan untuk mengombinasikan makanan dengan yang lainnya untuk mendapatkan semua asam amino esensial (Devi 2010). Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, diketahui angka kecukupan protein untuk laki-laki usia 16-18 tahun dan 19-29 tahun yaitu 66 gram dan 62 gram. Untuk perempuan usia 16-18 tahun dan 19-29 tahun yaitu 59 gram dan 56 gram. Angka Kecukupan Gizi untuk energi terlebih dahulu dikonversi sesuai berat badan keseluruhan responden untuk mengetahui kecukupan protein yang sesuai dengan berat badan responden. Tingkat kecukupan protein didapat dari konsumsi pangan yang dikonversi menjadi satuan gram dan dibagi dengan angka kecukupan energi harian mahasiswa sesuai umur dan berat badan. Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan protein dibagi kedalam lima kategori, yaitu defisit berat (<70% AKP), defisit sedang (70-79% AKP), defisit ringan (80-89% AKP), normal (90-119% AKP), dan lebih (≥120% AKP). Hasil perhitungan tingkat kecukupan protein responden tersaji pada tabel berikut ini. Tabel 19 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan protein TKP Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Berlebih Jumlah Rata-rata±SD
n 26 8 2 1 0 37
Laki-laki % 70.3 21.6 5.4 2.7 0 100 61.9±15.5
n 15 8 9 1 4 37
Perempuan % 40.5 21.6 24.3 2.7 10.8 100 75.4±21.8
Total n 41 16 11 2 4 74
% 55.4 21.6 14.9 2.7 5.4 100 68.7±19.9
Berdasarkan tabel 19 sebanyak 55.4% dari seluruh responden mempunyai tingkat kecukupan protein dengan kategori defisit berat. Responden laki-laki memiliki kategori defisit berat yang cukup besar jika dibandingkan responden perempuan. Rata-rata tingkat kecukupan protein responden sebesar 68.7%±19.9% dan masuk pada kategori defisit berat, bisa terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki TKP defisit berat. Hasil uji beda dengan Mann Whitney didapatkan nilai p=0.003 sehingga terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara tingkat kecukupan protein responden laki-laki dengan perempuan. Makanan sumber protein pada penelitian ini dapat berasal dari konsumsi protein hewani dan juga nabati. Protein mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting yaitu sebagai zat pembangun dan pemelihara sel-sel dan jaringan tubuh yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, sebagai pengatur semua reaksi kimia dalam tubuh dan menjaga daya tahan tubuh (Ide 2007). Kekurangan konsumsi protein dapat mengakibatkan mudah lelah dan kehilangan selera makan. Pada individu yang konsumsi proteinnya
27
melebihi kebutuhan pada saat dewasa/lanjut usia memiliki risiko dapat memberatkan atau menambah beban kerja hati dan ginjal yang berisiko terjadi gangguan pada hati dan ginjal (Hartono 2006). Tingkat Kecukupan Lemak Lemak adalah zat gizi kedua penghasil energi setelah karbohidrat. Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah energi. Selain sumber energi, lemak juga berperan dalam membentuk komponen struktural membran sel. Kelompok lemak tubuh mencakup pula hormon steroid dan vitamin larut lemak. Sebagai organ endokrin, jaringan lemak menghasilkan lebih dari 10 jenis hormon, seperti leptin, resistin, dan adiponektin (Almatsier 2002). Kecukupan lemak yang diperlukan tubuh tiap harinya adalah 20%-30% total energi yang dikonsumi. Sehingga kategori tingkat kecukupan lemak meliputi tiga kategori yaitu kurang (<20% asupan energi), cukup (20%-30% asupan energi), dan lebih (>30% asupan energi). Berdasarkan tabel 20 dapat diketahui sebanyak 93.2% keseluruhan responden memiliki tingkat kecukupan lemak yang melebihi kebutuhannya. Adapun rata-rata tingkat kecukupan lemak keseluruhan responden didapatkan sebesar 36.3%±4.49% jika dikategorikan maka kecukupannya masuk pada kategori lebih (>30%). Baik laki-laki maupun perempuan tidak terlihat perbedaan yang mencolok, sehingga hasil uji beda menunjukkan dimana p=0.646 sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara tingkat kecukupan lemak responden laki-laki dengan perempuan. Banyaknya responden yang memiliki tingkat kecukupan lemak yang berlebih karena kesukaan responden mengonsumsi makanan yang memiliki lemak dan minyak yang tinggi seperti gorengan dan makanan lain yang dimasak dengan metode penggorengan. Tabel 20 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan lemak TK Lemak Kurang Cukup Lebih Jumlah Rata-rata±SD
n 0 3 34 37
Laki-laki % 0.0 8.1 91.9 100 36.2±5.02
Perempuan N % 0 0.0 2 5.4 35 94.6 37 100 36.4±3.96
Total n 0 5 69 74
% 0.0 6.8 93.2 100 36.3±4.49
Konsumsi lemak dalam kategori cukup dapat mengoptimalkan fungsi lemak bagi tubuh seperti membantu penyerapan vitamin larut air, yaitu vitamin A, D, E, dan K. selain itu, lemak berfungsi menambah kelezatan hidangan. Namun, lemak dan minyak dapat membuat seseorang mudah kenyang. Mengonsumsi lemak dan minyak secara berlebihan akan mengurangi konsumsi makanan lainnya. Akibatnya, kecukupan akan zat gizi yang lain tidak terpenuhi. Konsumsi lemak dan minyak dianjurkan paling sedikit 10% dari kebutuhan energi dan tidak lebih dari 30% dari total kebutuhan energi (Khomsan & Faisal 2008). Hal ini selaras dengan anjuran dari dietary guidelines yaitu konsumsi lemak tidak kurang dari 10% kebutuhan kalori per hari (USDA dan HHS 2010)
28
Tingkat Kecukupan Karbohidrat Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro. Karbohidrat ada yang dapat dicerna oleh tubuh sehingga menghasilkan glukosa dan energi, dan ada pula karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang berguna sebagai serat makanan. Fungsi utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah untuk menyediakan energi bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya tergantung pada suplai karbohidrat berupa glukosa (Mahan & Stump 2008). Tabel 21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat TK Karbohidrat Kurang Cukup Lebih Jumlah Rata-rata±SD
n 10 23 4 37
Laki-laki % 27.0 62.2 10.8 100 71±60.4
Perempuan n % 11 29.7 15 40.5 11 29.7 37 100 88.2±75.1
Total n 21 38 15 74
% 28.4 51.4 20.3 100 79.6±68.2
Kecukupan karbohidrat total menggunakan perhitungan asupan karbohidrat total berkisar antara 50-65% dari konsumsi energi subyek sesuai dengan anjuran WNPG (2004). Tingkat kecukupan karbohidrat dibedakan menjadi tiga, yaitu kurang (<50% asupan energi), cukup (50-65% asupan energi), lebih (>65% asupan energi). Responden secara keseluruhan sudah memiliki tingkat kecukupan karbohidrat yang cukup yaitu sebesar 51.4%. Akan tetapi masih terdapat responden yang memiliki tingkat kecukupan yang kurang dan lebih sebesar 28.4% dan 20.3%. Rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat responden yaitu sebesar 79.6%±68.2% dimana sudah masuk pada kategori lebih (>65%). Kelebihan tingkat kecukupan karbohidrat dikarenakan konsumsi pangan yang tinggi karbohidrat oleh responden sehingga membuat tingkat kecukupannya meningkat. Berdasarkan hasil uji beda didapatkan nilai p=0.356 sehingga tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) antara tingkat kecukupan karbohidrat responden laki-laki dengan perempuan. Hubungan metode persepsi Body Image Figure Rating Scale dengan Body Shape Questionnaire Pengukuran persepsi body image dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan menggunakan metode figure rating scale (FRS) yang dikembangkan oleh Stunkard (1983) dan metode body shape questionnaire (BSQ) yang dikembangkan oleh Cooper et al (1987). Setiap metode memiliki kelebihan dan juga kekurangan masing-masing sehingga diperlukan perpaduan kedua metode tersebut untuk menilai persepsi body image tersebut. Adapun variabel FRS yang diuji korelasi adalah bentuk tubuh aktual, bentuk tubuh ideal, dan bentuk tubuh harapan responden. Sedangkan untuk BSQ variabel yang diuji korelasi merupakan total nilai jawaban responden. Setelah dilakukan uji korelasi Spearman diketahui bahwa bentuk tubuh aktual FRS memiliki hubungan yang signifikan terhadap BSQ dengan nilai p= 0.000 atau p<0.05. Hubungan ini bernilai hubungan positif dengan nilai r=0.413 yang berarti bahwa kekuatan hubungan antara bentuk tubuh aktual FRS terhadap BSQ adalah hubungan moderat. Artinya semakin tinggi skala penilaian tubuh aktual
29
responden maka nilai BSQ akan semakin tinggi pula. Hal ini cukup berkaitan karena jika penilaian bentuk tubuh aktual semakin tinggi maka artinya bentuk tubuh semakin gemuk, hal ini pada nantinya akan berpengaruh pada penilaian BSQ yang semakin tinggi maka persepsi body image bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan penelitian Septiadewi & Briawan (2010) dimana terjadi peningkatan rata-rata skor BSQ pada pilihan gambar FRS aktual yang semakin besar. Sementara itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara bentuk tubuh aktual FRS terhadap bentuk tubuh ideal FRS dan bentuk tubuh harapan dengan masing-masing nilai p= 0.617 dan p= 0.462. Bentuk tubuh harapan merupakan bentuk tubuh yang diharapkan menjadi bentuk tubuh aktual responden. Berdasarkan penelitian ini, didapatkan bentuk tubuh harapan merupakan bentuk tubuh ideal pada umumnya, dengan kata lain, bentuk tubuh harapan responden adalah bentuk tubuh yang ideal sesuai dengan gambar pada metode FRS. Hal tersebut terbukti melalui uji korelasi Spearman yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara bentuk tubuh harapan dengan bentuk tubuh ideal dengan nilai p= 0.000 dan r= 0.824 sehingga berkorelasi positif dengan kekuatan hubungan sangat kuat. Sementara itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara bentuk tubuh harapan terhadap bentuk tubuh aktual dan metode BSQ dengan nilai p=0.148. Didapatkan pula tidak adanya hubungan yang signifikan (p>0.05) antara bentuk tubuh ideal terhadap metode BSQ dengan nilai p=0.255. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kecukupan Energi, Tingkat Kecukupan Protein, dan Aktivitas Fisik Setiap orang membutuhkan asupan energi yang cukup untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Asupan energi ini berasal dari pangan yang dikonsumi oleh masing-masing orang. Konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya. Kelebihan konsumsi pangan yang tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang mencukupi dapat mengakibatkan timbulnya gizi lebih. begitu pula sebaliknya. jika konsumsi pangan tidak mencukupi kebutuhannya sehari-hari maka dapat menimbulkan gizi kurang (Hardinsyah & Martianto 1992). Gizi lebih maupun gizi kurang akan berdampak pada status gizi seseorang. Status gizi akan mempengaruhi penampilan fisik seseorang sehingga akan berdampak pada persepsi body image (Romansyah & Natalia 2012). Beberapa faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan manusia. yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia yang meliputi lingkungan alam. lingkungan sosial. lingkungan budaya. dan agama serta lingkungan ekonomi. Sedangkan faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia antara lain asosiasi emosional. keadaan jasmani. dan kejiwaan. serta penampilan yang lebih terhadap mutu makanan (Khumaidi 1989). Hasil uji multivariat yang terdapat pada tabel 22 menunjukkan terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (p<0.05). Variabel independen yang diteliti pada penelitian ini meliputi persepsi body image metode FRS, body image metode BSQ, jenis kelamin, status gizi, dan pengetahuan gizi. Sedangkan variabel dependen meliputi tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, dan aktivitas fisik.
30
Tabel 22 Hasil Uji Multivariat Body Image,jenis kelamin, status gizi, pengetahuan gizi terhadap TKE, TKP, dan Aktivitas Fisik Statistic Wilks’ Lambda Pillai’s Trace Hotelling-Lawley Trace Roy’s Greatest Root
Value 0.25437 0.95408 2.14099 1.70473
F Value 7.81 6.34 9.29 23.18
Num DF 15 15 15 5
Den DF 182.6 204 119.53 68
Pr > F < .0001 < .0001 < .0001 < .0001
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola konsumsi yaitu faktor endogen, faktor eksogen, dan persepsi atau wawasan. Faktor endogen yaitu keturunan, jenis kelamin, dan usia. Faktor eksogen adalah sosial budaya, ciri masyarakat, dan sistem ekonomi. Persepsi yang dapat mempengaruhi pola konsumsi meliputi pengetahuan, kepercayaan, menyenangkan, harga, prestige, familiarity, rasa atau selera, toleran, dan kesan menyenangkan (Susanto 1997). Berdasarkan hasil uji multivariat yang menunjukkan adanya pengaruh variabel independen terhadap dependen, maka dilanjutkan dengan uji regresi masingmasing variabel dependen untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi variabel dependen. Tabel 23 Hasil Uji Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi TKE Variabel Intercept Jenis Kelamin Status Gizi
Parameter estimate 153.87570
Standard eror 12.81162
Partial RSquare -
Model RSquare -
< .0001
-24.27929
3.66166
0.3090
0.3090
< .0001
-3.33210
0.63578
0.1928
0.5017
< .0001
Pr > F
Pada tingkat kecukupan energi (tabel 23) diketahui terdapat dua faktor yang mempengaruhi TKE yaitu jenis kelamin dan status gizi, sedangkan body image dan pengetahuan gizi tidak memberikan pengaruh terhadap TKE. Jenis kelamin memberikan pengaruh sebesar 30.9% sedangkan status gizi memberikan pengaruh sebesar 19.28%. Berdasarkan nilai R Square yaitu sebesar 0.5017 sehingga dapat dijelaskan bahwa kedua faktor ini memberikan pengaruh terhadap tingkat kecukupan energi sebesar 50.2%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa jenis kelamin dan status gizi memberikan pengaruh yang berbanding terbalik (negatif) terhadap tingkat kecukupan energi. Dimana perbedaan jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat kecukupan energi responden. Selain itu, semakin tinggi status gizi responden maka tingkat kecukupan energinya akan berkurang, hal ini disebabkan karena adanya pengurangan konsumsi makan pada responden agar status gizinya tidak meningkat. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan protein adalah jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, tingkat pendapatan, serta tingkat pengetahuan gizi (Harper, Deaton & Driskel 1986). Menurut Dapi et al (2005) peningkatan status ekonomi akan mengakibatkan seorang lebih sering mengkonsumsi makanan modern seperti daging sapi dan ayam. Sejalan dengan tingkat kecukupan energi, maka pada penelitian ini faktorfaktor yang diduga memiliki pengaruh pada tingkat kecukupan protein adalah persepsi body image yang terdiri dari FRS dan BSQ, jenis kelamin, status gizi, dan
31
pengetahuan gizi. Berdasarkan tabel 24 maka dapat diketahui terdapat dua faktor yang memiliki pengaruh terhadap tingkat kecukupan protein yaitu jenis kelamin dan status gizi, sedangkan sisanya tidak memberikan pengaruh pada TKP. Tabel 24 Hasil Uji Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi TKP Variabel Intercept Jenis Kelamin Status Gizi
Parameter estimate 127.49230
Standard eror 14.12700
Partial RSquare -
Model RSquare -
< .0001
-13.44519
4.03760
0.1476
0.1476
0.0014
-2.64053
0.70106
0.1152
0.2627
0.0003
Pr > F
Pengaruh yang diberikan oleh masing-masing variabel dapat dilihat pada nilai R Square parsial. Jenis kelamin memiliki nilai 0.1476 dimana artinya jenis kelamin memberikan pengaruh sebesar 14.76% terhadap TKP. Sedangkan status gizi memiliki nilai 0.1152 sehingga pengaruh yang diberikan status gizi terhadap TKP yaitu sebesar 11.52%. Dengan demikian dapat diketahui pengaruh kedua faktor tersebut berjumlah 26.27% sedangkan sisanya merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini. Berdasarkan hasil regresi yang didapatkan dapat menjelaskan bahwa pengaruh yang diberikan variabel jenis kelamin dan status gizi merupakan pengaruh yang berbanding terbalik (negatif) terhadap tingkat kecukupan protein. Perbedaan jenis kelamin menentukan tingkat kecukupan protein dari responden, pada penelitian ini rata-rata TKP responden perempuan lebih besar daripada responden laki-laki. Pada status gizi, pengaruh yang diberikan dapat dijelaskan sebagai setiap peningkatan status gizi maka akan menurunkan tingkat kecukupan protein. Responden yang memiliki status gizi yang bernilai besar, cenderung mengurangi konsumsi makannya, hal ini disebabkan responden merasa untuk mengurangi berat badan menjadi lebih ideal adalah dengan cara mengurangi asupan makanan. Hal tersebut berakibat terhadap TKP responden per hari yang menurun. Aktivitas fisik berkaitan dengan gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh (Almatsier 2002) Aktivitas fisik yang kurang atau tidak memadai dan zat gizi yang tidak mencukupi karena hanya konsumsi pangan padat kalori diakui sebagai mekanisme utama yang mendasari peningkatan dalam berat badan berlebih (Pasanea 2011). Hal ini berkaitan dengan status gizi yang merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang (body image) akibat keseimbangan pemasukan dan pengeluaran yang berasal dari pangan yang dikonsumsi. Tabel 25 Hasil Uji Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik Variabel Intercept BSQ Jenis Kelamin
Parameter estimate 1.63019 -0.00171
Standard error 0.06401 0.00069157
Partial RSquare 0.0497
Model RSquare 0.0497
< .0001 0.0161
0.15188
0.02738
0.3702
0.4199
< .0001
Pr > F
Berdasarkan tabel 25 dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik responden adalah persepsi body image BSQ dan juga jenis kelamin.
32
Diketahui berdasarkan nilai R Square partial variabel jenis kelamin memberikan pengaruh sebesar 37.02% sedangkan body image BSQ memberikan pengaruh sebesar 4.97%. Jika diakumulasikan kedua faktor tersebut memberikan pengaruh sebesar 41.9%, sedangkan sisanya merupakan pengaruh dari faktor-faktor lainnya yang tidak diteliti pada penelitian ini. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa jenis kelamin memberikan pengaruh yang berbanding lurus karena bernilai positif, sedangkan body image BSQ memberikan pengaruh yang berbanding terbalik karena bernilai negatif. Artinya responden laki-laki memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih besar dibandingkan dengan responden perempuan. Sedangkan body image BSQ menjelaskan semakin tinggi skor BSQ seseorang maka menunjukkan tingkat aktivitas fisik yang semakin rendah. Tingginya skor BSQ menunjukkan persepsi body image yang negatif atau merasa bentuk tubuhnya gemuk, akan tetapi tidak meningkatkan aktivitasnya, hal ini sejalan dengan penelitian Pasanea (2011) dimana mahasiswa merasa takut akan gemuk akan tetapi tidak berusaha meningkatkan aktivitas fisiknya karena tidak ada waktu untuk berolahraga disebabkan padatnya waktu kuliah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Responden merupakan mahasiswa Universitas Andalas yang terdiri dari 37 mahasiswa laki-laki dan 37 mahasiswa perempuan. Rata-rata usia responden bekisar dari umur 17-20 tahun. Rata-rata besar keluarga dari responden adalah termasuk pada kategori besar keluarga yang sedang (5-7 orang). Adapun jenis pekerjaan ayah responden yang paling banyak merupakan petani atau nelayan sebesar, sedangkan pekerjaan ibu paling banyak merupakan ibu rumah tangga. Pendidikan ayah paling banyak yaitu SMA atau sederajat, sedangkan pendidikan ibu paling banyak juga SMA atau sederajat. Pendapatan per kapita responden paling banyak pada sebaran ≤ Rp 350 000 dengan kategori ekonomi rendah. Status gizi responden paling banyak pada kategori normal (IMT 18.5-22.99). Berdasarkan metode FRS perbandingan responden yang memilki body image negatif dan positif cukup berimbang. Pada metode BSQ, dapat diketahui responden perempuan paling banyak memiliki body image negatif ketimbang responden laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan gizi pada kategori baik (≥80%) meskipun masih terdapat responden dengan pengetahuan gizi rendah. Persepsi body image diukur dengan metode FRS dan BSQ. Kebiasaan makan responden dinilai berdasarkan frekuensi sarapan dan makan dalam sehari. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden selalu sarapan setiap hari, akan tetapi masih terdapat responden yang tidak pernah sarapan dikarenakan tidak sempat dan tidak terbiasa untuk sarapan. Rata-rata frekuensi makan responden selama sehari yaitu 3 kali/hari meliputi sarapan, makan siang, dan makan malam. Jenis jajanan atau camilan yang paling banyak dikonsumsi responden adalah gorengan dan snack rasa manis. Jenis fast food yang paling sering dikonsumsi responden merupakan fried chicken. Adapun jenis soft drink yang
33
paling sering dikonsumsi responden adalah teh kemasan serta minuman rasa buah dalam kemasan. Tingkat kecukupan energi (TKE) dan tingkat kecukupan protein (TKP) responden sebagian besar pada kategori defisit berat, sedangkan tingkat kecukupan lemak berada pada kategori lebih dan tingkat kecukupan karbohidrat pada kategori cukup. Aktivitas fisik diukur dengan menggunakan PAL sehingga didapatkan hasil rata-rata PAL responden baik laki-laki maupun perempuan termasuk pada kategori aktivitas ringan (1.40 ≤ PAL ≤ 1.69). Perbedaan mencolok terlihat bahwa responden perempuan tidak ada yang memiliki PAL dengan kategori sedang, pada responden pria sebesar 37.8% memilki PAL kategori sedang (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99). Berdasarkan hasil regresi didapatkan bahwa tidak terdapat pengaruh body image terhadap TKE maupun TKP. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi TKE dan TKP meliputi jenis kelamin dan status gizi. Pengaruh yang diberikan jenis kelamin dan status gizi pada TKE dan TKP bernilai negatif sehingga memberi pengaruh yang berbanding terbalik. Pada aktivitas fisik, diketahui bahwa terdapat pengaruh body image terhadap tingkat aktivitas fisik. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat aktivitas fisik yaitu body image BSQ dan jenis kelamin. Body image BSQ memberi pengaruh negatif atau berbanding terbalik sedangkan jenis kelamin berbanding lurus atau bernilai positif. Saran Jika akan dilakukan penelitian mengenai persepsi body image jangan hanya terfokus pada wanita, karena pada kenyataannya pria memiliki persepsi bentuk tubuh yang sama seperti wanita. Penelitian lanjutan dapat dilakukan terkait tentang faktor-faktor yang mempengaruhi body image negatif pada remaja atau dewasa, serta penanggulangannya agar tidak terjadi masalah gizi. yang berakibat terhadap status kesehatan seseorang, juga agar memiliki kepercayaan diri mengenai bentuk tubuhnya agar tidak menjadi penghambat untuk beraktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA Alipoor S. 2009. Analysis of the relationship between eating attitudes and body shape in female student. Journal Of Applied Sciences. 9 (10): 1994-1997. Almatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Abramson E. 2007. Body Intelligence: Menurunkan dan Menjaga Berat Badan Tanpa Diet. Dwi Prabantini, penerjemah. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Andea R. 2010. Hubungan antara body image dan perilaku diet pada remaja [skripsi]. Medan (ID): Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara Anggraeni D. 1998. Persepsi remaja putri terhadap tubuh ideal serta kaitannya dengan kebiasaan makan dan status gizi di SMUN 1 dan SMU PBI 1 Bandung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2009. Modul keluarga berencana.http://www.bkkbn.go.id . [diakses pada 10 Oktober 2014]
34
Bruess CE, Richardson GE. 1989. Decision for Helalth. Ed ke-2. Iowa (US): WM.C Brown Publishers. Bulik CM, Wade TD, Heath AC, Martin NG, Stunkard AJ, Eaves LJ. 2001. Relating body mass index to figural stimuli: population-based normative data for caucasians. International Journal Obesity Relating Metabolisme Disorders, Oct 2001;25(10):1517-24 Cash TF. 2008. The Body Image Workbook: An Eight-Step Program Learning to Like Your Look. Ed ke-2. Oakland (US): New Harbinger Production Inc Camire ME, Dougherty MP. 2005. Internet survey of nutrition claim knowledge. Journal of Food Science Education. 4:18-21. Cooper PJ, Taylor MJ, Cooper Z, Fairburn CG. 1987. The development and validation of the body shape questionnaire. Int J Eat Disord. 6(4): 485-94. Dapi LN, Nouedui C, Janlert U, Haglin L. 2005. Adolescents food habits and nutritional status in urban and rural Areas in Cameroon, Africa. Scandinavian Journal of Nutrition. 49: 151-158. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes. Devi N. 2010. Nutrition and Food Gizi untuk Keluarga. Jakarta (ID): PT Kompas Media Nusantara. [FAO/WHO/UNU] Food Agriculture Organization, World Health Organization, United Nations University. 2001. Human Energy Requirement. Rome (IT): FAO/WHO/UNU. Germov J, Williams L. 2004. A Sociology of food & Nutrition: The Social Appetite. New York (US): Oxford University Press Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assesment Second Editioni. Oxford (GB): University Press Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. ___________, Retnaningsih, Herawati T, dan Wijaya R. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor : Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG). Bogor (ID): IPB. Harper LJ, BJ Deaton, JA Driskel. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Jakarta (ID): UI Press. Hartono A. 2006. Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit Ed ke-2. Ester M, editor. Jakarta (ID): EGC. Hurlock B. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta (ID): Erlangga Ide P. 2007. Seri Diet Korektif: Diet South Beach. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo.
35
Isnani F. 2011. Praktik hidup sehat dan persepsi tubuh ideal remaja putri SMA Negeri 1 Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kakekshita SI, Almeida SS. 2008. The relationship between body mass index and body image in brazilian adults. Journal Psychology and Neuroscience 2008; 1(2); 103-107 Kestler D. 1995. Nutrition and Fitness Macmilan Health Encylopedia. New York (US): Simon and Schuster Macmilan Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor __________. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. __________.2005. Pangan dan Gizi Kesehatan 2. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. __________, Faisal A. 2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Jakarta (ID): Hikmah (PT Mizan Publika). Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. PAU. Bogor (ID): IPB Kusharto C, Sa’diyyah NY. 2006. Diklat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor (ID): IPB Press Kusumajaya, Ngurah.A.A, dkk. 2007. Persepsi remaja terhadap body image (citra tubuh) kaitannya dengan pola konsumsi makan dan status gizi. Jurnal Skala Husada 2007; 5(2); 114-25 Lestari DY. Hubungan antara makan pagi dengan kemampuan konsentrasi belajar anak sekolah dasar. Jurnal Saintika Medika.5(11); 135-139 Luddin A. 2010. Dasar-Dasar Konseling. Bandung (ID): Citapustaka Media Perintis. Mahan K, Escoot S. 2004. Krause’s Food Nutrition & Diet Therapy 11th Edition. USA: Elsevies Mahardikawati A. Venny , Roosita K. 2008. Aktifitas fisik, asupan energi, dan status gizi wanita pemetik teh di PTPN VIII Bandung. Jawa Barat. Jurnal Gizi dan Pangan. 3(2); 79-85. Martianto D. Ariani M. 2004. Analisis Perubahan Konsumsidan Pola Konsumsi Masyarakat Dekade Terakhir. Di Dalam Soekirman et al.. editor.”Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi”. Jakarta. 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): LIPI. Hlmn 185-190. Mariza YY. 2012. Hubungan antara kebiasaan sarapan dan kebiasaan jajan dengan status gizi pada anak sekolah dasar di kecamatan Pendurungan kota Semarang [skripsi]. Semarang (ID): Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
36
Marzuki. 2006. Analisis hubungan sosial ekonomi dengan tingkat kecukupan protein mahasiswa di asrama TPB IPB 2005-2006 [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Melliana A. 2006. Menjelajah Tubuh Perempuan dan Mitos Kecantikan. Yogyakarta (ID): PT Lukis Pelangi Aksara. Meriyanti F. 2013. Pengaruh pengetahuan gizi, persepsi body image, kebiasan makan, aktivitas fisik terhadap status gizi mahasiswa gizi dan non gizi IPB [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Pasanea S. 2011. Analisis hubungan persepsi kegemukan dengan pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik pada mahasiswa tingkat persiapan bersama Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Pook M. Brunna TC. Elmar B. 2006. Evaluation and comparison of differentversions of the body shape questionnaire psychiatry research. Vol 158 : 67-73. Priyanto R. 2007. Besar risiko frekuensi makan, asupan energi, lemak, serat dan aktivitas fisik terhadap kejadian kegemukan pada remaja sekolah menengah pertama (SMP) [tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro Rahmawati. 2006. Status gizi dan perkembangan anak usia dini di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam, Desa Sukamantri [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 2003. Diktat Penilaian Gizi Secara Antropometri. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Romansyah M, Natalia D. 2012. Body image disorder linked with sports activities to obesity students. Jurnal STIKES RS Baptis; 5(2); 203-212 Sanjur D. 1982. Social Cultural Perspective in Nutrition. New Jersey (US): Prentice- Hall, Englewood Cliffs. Septiadewi D, Briawan D. 2010. Penggunaan metode body shape questionnaire (bsq) dan figure rating sale (frs) untuk pengukuran bentuk tubuh remaja perempuan. Journal of the Indonesian Nutrition Association; 33(1);29-36 Siswanti. 2007. Hubungan body image dengan perilaku makan, perilaku sehat, status gizi, dan kesehatan mahasiswa [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Soehardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, PAU Pangan dan Gizi, IPB. Sondari H. 2013. Hubungan body image dengan perilaku makan, konsumsi pangan dan status gizi pada remaja putri perkotaan dan pedesaan [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor
37
Stang J. 2002. Assesment of nutritional status and motivation to make behavior changes among adolenscent. Journal American Diet Association 102 (3 suppl): S13. Sumanto A. 2009. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta (ID): Argo Media Pustaka. Supariasa IDN, Bakri B , Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Susanto IG. 1997. Dinamika Perilaku dan Kebiasaan Makan. Jakarta (ID): Pra Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Tejoyuwono AAT. Sudargo T. Padmawati RS. 2011. Persepsi mahasiwa program studi gizi kesehatan terhadap citra tubuh ahli gizi. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol. 8. No. 1. Juli 2011: 42-49 [USDA, HHS] U.S. Department of Agriculture and U.S. Department of Health and Humas Services. 2010. Dietary Guidelines for Americans 7th Edition. Washington, DC (US): U.S. Government Printing Office. Yusra. 1998. Pengetahuan, Sikap dan Praktek Pasangan Usia Subur tentang Pesanpesan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) serta Implikasinya pada Pemasaran Sosial [tesis tidak dipublikasikan]. Bogor (ID). Institut Petanian Bogor
38
LAMPIRAN Lampiran 1 Program SAS untuk regresi multivariat berganda dengan metode Stepwise data BODYIMG; input TKE TKP PAL FRS BSQ JK SG PG; cards; 54.3 44.4 1.49 1 72 40.2 34.2 1.38 0 122 53.5 43.3 1.67 1 62 49.6 35.1 1.45 0 99 89.0 72.7 1.55 1 70 52.3 68.0 1.78 1 69 56.9 43.1 1.76 1 75 70.5 79.1 1.79 0 62 58.3 47.9 1.53 0 134 85.5 86.5 1.74 1 67 72.0 72.3 1.89 1 68 73.3 107.5 1.70 1 78 56.4 45.1 1.68 0 85 58.6 76.8 1.82 1 82 57.5 59.5 1.73 1 79 66.5 64.3 1.93 1 66 58.2 41.9 1.47 0 83 58.0 67.4 1.88 0 62 60.1 58.7 1.67 0 67 62.6 72.0 1.87 0 60 89.0 85.5 1.63 1 78 84.4 79.5 1.68 1 71 44.7 50.9 1.49 1 103 50.0 63.4 1.48 0 58 68.4 62.2 1.89 0 62 69.8 47.0 1.66 0 73 75.6 72.8 1.62 1 79 54.9 57.4 1.56 0 64 63.4 53.1 1.46 0 78 77.5 71.2 1.75 0 86 59.8 60.5 1.54 1 65 75.3 57.8 1.75 0 79 62.4 66.4 1.60 1 63 54.5 60.6 1.59 1 71 56.9 52.3 1.50 0 89 68.1 64.8 1.53 1 62 73.3 65.9 1.65 1 58 97.6 82.4 1.46 1 73 77.4 60.8 1.36 0 62 95.5 88.0 1.47 0 82 75.0 54.6 1.47 0 129 52.5 44.4 1.56 0 108 93.4 71.5 1.47 1 86 52.2 58.0 1.39 0 109 70.8 63.9 1.40 0 106 64.9 45.4 1.49 1 56 90.0 61.2 1.43 1 69 82.7 74.0 1.46 1 80 80.3 78.1 1.44 0 89
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18.7 23.6 14.5 20.2 15.3 20.7 18.7 17.2 25.6 20.5 18.8 15.8 16.6 20.4 20.8 19.2 17.1 18.5 15.7 17.8 16.2 20.8 20.1 23.5 24.1 23.5 19.8 21.0 18.8 19.5 20.3 16.5 21.6 24.5 21.3 21.2 22.0 17.8 18.2 17.4 18.3 23.0 21.5 27.5 23.3 17.0 16.7 15.9 17.8
80 75 75 75 70 85 85 80 80 60 75 85 60 65 85 90 60 85 85 90 30 60 55 100 95 90 70 65 75 85 70 90 90 75 95 75 95 95 80 80 40 80 80 90 75 75 85 80 60
39
106.7 88.7 1.48 0 93 0 17.5 70 152.1 116.3 1.45 1 88 0 14.9 70 145.9 133.6 1.43 1 106 0 14.5 80 71.1 63.3 1.55 1 116 0 24.5 85 81.3 63.3 1.50 1 90 0 19.6 90 79.0 78.0 1.46 0 64 0 19.2 75 109.2 69.6 1.56 1 98 0 20.2 85 58.6 43.4 1.47 0 112 0 25.6 75 63.9 48.7 1.43 0 92 0 24.7 95 104.8 104.6 1.47 0 87 0 17.0 80 64.3 47.5 1.46 1 117 0 22.2 85 59.6 43.5 1.38 1 112 0 20.9 80 122.7 115.1 1.62 0 67 0 16.8 80 97.4 84.1 1.59 1 122 0 21.5 85 69.1 77.9 1.48 1 76 0 22.1 80 99.1 87.5 1.49 1 69 0 17.3 80 109.6 113.1 1.40 1 58 0 19.9 70 78.1 74.4 1.47 1 78 0 18.4 60 85.3 86.4 1.41 0 71 0 21.3 80 96.3 88.0 1.59 1 89 0 20.4 80 92.6 65.8 1.69 0 66 0 16.3 80 107.9 80.3 1.47 1 63 0 19.5 55 70.3 83.5 1.45 1 110 0 22.5 75 95.6 77.5 1.61 1 65 0 18.1 80 107.5 72.7 1.41 1 124 0 20.9 80 ; proc reg; model TKE TKP PAL=FRS BSQ JK SG PG; mtest FRS,BSQ,JK,SG,PG; run; proc reg; model TKE TKP PAL=FRS BSQ JK SG PG/selection=stepwise slstay=0.05; run;
40
The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: TKE Number of Observations Read Number of Observations Used
74 74
Stepwise Selection: Step 1 Variable JK Entered: R-Square = 0.3090 and C(p) = 28.7381 Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
1 72 73
10922 24424 35346
10922 339.22454
F Value
Pr > F
32.20
<.0001
Variable
Parameter Estimate
Standard Error
Type II SS
F Value
Pr > F
Intercept JK
88.11622 -24.29730
3.02791 4.28211
287285 10922
846.89 32.20
<.0001 <.0001
Bounds on condition number: 1, 1 ----------------------------------------------------------------------------------------Stepwise Selection: Step 2 Variable SG Entered: R-Square = 0.5017 and C(p) = 3.1952 Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 71 73
17735 17611 35346
8867.37449 248.04300
F Value
Pr > F
35.75
<.0001
The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: TKE Stepwise Selection: Step 2
Variable
Parameter Estimate
Standard Error
Type II SS
F Value
Pr > F
Intercept JK SG
153.87570 -24.27929 -3.33210
12.81162 3.66166 0.63578
35782 10905 6813.11384
144.26 43.97 27.47
<.0001 <.0001 <.0001
Bounds on condition number: 1, 4 ----------------------------------------------------------------------------------------Stepwise Selection: Step 3 Variable FRS Entered: R-Square = 0.5233 and C(p) = 2.1110
Source
DF
Analysis of Variance Sum of Squares
Model Error Corrected Total
3 70 73
18498 16848 35346
Mean Square
6165.88156 240.68796
F Value
Pr > F
25.62
<.0001
Variable
Parameter Estimate
Standard Error
Type II SS
F Value
Pr > F
Intercept FRS JK
147.29916 6.53903 -23.92656
13.14975 3.67289 3.61240
30201 762.89570 10559
125.48 3.17 43.87
<.0001 0.0794 <.0001
41
SG
-3.19587
0.63094
6175.23940
25.66
<.0001
Bounds on condition number: 1.018, 9.1077 --------------------------------------------------------------------------------------The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: TKE Stepwise Selection: Step 4 Variable FRS Removed: R-Square = 0.5017 and C(p) = 3.1952 Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 71 73
17735 17611 35346
8867.37449 248.04300
F Value
Pr > F
35.75
<.0001
Variable
Parameter Estimate
Standard Error
Type II SS
F Value
Pr > F
Intercept JK SG
153.87570 -24.27929 -3.33210
12.81162 3.66166 0.63578
35782 10905 6813.11384
144.26 43.97 27.47
<.0001 <.0001 <.0001
Bounds on condition number: 1, 4 -----------------------------------------------------------------------------------------All variables left in the model are significant at the 0.0500 level. The stepwise method terminated because the next variable to be entered was just removed. Summary of Stepwise Selection Step 1 2 3 4
Entered
Variable Removed
Variable Vars In
JK SG FRS
1 2 3 2
FRS
Number R-Square
Partial R-Square
0.3090 0.1928 0.0216 0.0216
0.3090 0.5017 0.5233 0.5017
Model C(p) 28.7381 3.1952 2.1110 3.1952
F Value 32.20 27.47 3.17 3.17
Pr > F <.0001 <.0001 0.0794 0.0794
The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: TKP Number of Observations Read Number of Observations Used
74 74
Stepwise Selection: Step 1 Variable SG Entered: R-Square = 0.1476 and C(p) = 14.6293 Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
1 72 73
4285.60542 24757 29043
4285.60542 343.85110
F Value
Pr > F
12.46
0.0007
Variable
Parameter Estimate
Standard Error
Type II SS
F Value
Pr > F
Intercept SG
120.81296 -2.64272
14.93151 0.74857
22511 4285.60542
65.47 12.46
<.0001 0.0007
Bounds on condition number: 1, 1 -----------------------------------------------------------------------------------------Stepwise Selection: Step 2 Variable JK Entered: R-Square = 0.2627 and C(p) = 5.1973 Analysis of Variance
42
Source
DF
Model Error Corrected Total
2 71 73
Sum of Squares
Mean Square
7629.90363 3814.95181 21413 301.59129 29043 The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: TKP Stepwise Selection: Step 2
F Value
Pr > F
12.65
<.0001
Variable
Parameter Estimate
Standard Error
Type II SS
F Value
Pr > F
Intercept JK SG
127.49230 -13.44519 -2.64053
14.12700 4.03760 0.70106
24563 3344.29821 4278.49822
81.45 11.09 14.19
<.0001 0.0014 0.0003
Bounds on condition number: 1, 4 -----------------------------------------------------------------------------------------Stepwise Selection: Step 3 Variable FRS Entered: R-Square = 0.2930 and C(p) = 4.1879 Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 70 73
8510.25624 20533 29043
2836.75208 293.32327
F Value
Pr > F
9.67
<.0001
Variable
Parameter Estimate
Standard Error
Type II SS
F Value
Pr > F
Intercept FRS JK SG
120.42762 7.02440 -13.06628 -2.49419
14.51656 4.05466 3.98788 0.69652
20187 880.35261 3148.95874 3761.26418
68.82 3.00 10.74 12.82
<.0001 0.0876 0.0016 0.0006
Bounds on condition number: 1.018, 9.1077 ----------------------------------------------------------------------------------------Stepwise Selection: Step 4 The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: TKP Stepwise Selection: Step 4 Variable FRS Removed: R-Square = 0.2627 and C(p) = 5.1973 Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 71 73
7629.90363 21413 29043
3814.95181 301.59129
F Value
Pr > F
12.65
<.0001
Variable
Parameter Estimate
Standard Error
Type II SS
F Value
Pr > F
Intercept JK SG
127.49230 -13.44519 -2.64053
14.12700 4.03760 0.70106
24563 3344.29821 4278.49822
81.45 11.09 14.19
<.0001 0.0014 0.0003
Bounds on condition number: 1, 4 -----------------------------------------------------------------------------------------
43
All variables left in the model are significant at the 0.0500 level. The stepwise method terminated because the next variable to be entered was just removed. Summary of Stepwise Selection Step 1 2 3 4
Entered
Variable Removed
Variable Vars In
SG JK FRS
1 2 3 2
FRS
Number R-Square
Partial R-Square
0.1476 0.1152 0.0303 0.0303
0.1476 0.2627 0.2930 0.2627
Model C(p) 14.6293 5.1973 4.1879 5.1973
F Value 12.46 11.09 3.00 3.00
Pr > F 0.0007 0.0014 0.0876 0.0876
The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: PAL Number of Observations Read Number of Observations Used
74 74
Stepwise Selection: Step 1 Variable JK Entered: R-Square = 0.3702 and C(p) = 7.9654 Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
1 72 73
0.56045 0.95353 1.51398
0.56045 0.01324
Variable Intercept JK
F Value
Pr > F
42.32
<.0001
Parameter Estimate
Standard Error
Type II SS
F Value
Pr > F
1.47892 0.17405
0.01892 0.02676
80.92644 0.56045
6110.67 42.32
<.0001 <.0001
Bounds on condition number: 1, 1 ----------------------------------------------------------------------------------------Stepwise Selection: Step 2 Variable BSQ Entered: R-Square = 0.4199 and C(p) = 3.8150 Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 71 73
0.63567 0.87831 1.51398
0.31784 0.01237
F Value
Pr > F
25.69
<.0001
The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: PAL Stepwise Selection: Step 2 Variable Intercept BSQ JK
Parameter Estimate
Standard Error
Type II SS
F Value
Pr > F
1.63019 0.06401 8.02332 648.58 <.0001 -0.00171 0.00069157 0.07522 6.08 0.0161 0.15188 0.02738 0.38075 30.78 <.0001 Bounds on condition number: 1.1209, 4.4835 -----------------------------------------------------------------------------------------All variables left in the model are significant at the 0.0500 level. No other variable met the 0.1500 significance level for entry into the model.
44
Summary of Stepwise Selection Step 1 2
Entered JK BSQ
Variable Removed
Variable Vars In 1 2
Number R-Square
Partial R-Square
0.3702 0.0497
0.3702 0.4199
Model C(p) 7.9654 3.8150
F Value 42.32 6.08
Pr > F <.0001 0.0161
45
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Muhammad Taufik Hidayat yang dilahirkan di Bandung pada tanggal 13 Juli 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Dr. Ir. Ade Djulardi MS dengan Ibu Nenden Tedja Suhati. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1998 di SD Negeri 15 Ulu Gadut Padang. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 8 Padang pada tahun 2004. Penulis selanjutnya melalui pendidikan di SMA Negeri 1 Padang pada tahun 2007 hingga akhirnya berhasil lulus di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB) pada tahun 2010 pada Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Gizi Masyarakat. Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Padang dan Pariaman (HIMAPD) tahun 2011-2012 Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) tahun 2012-2013, Klub Kulinari Gizi tahun 2012-2014 sebagai anggota. Lembaga Struktural ECOAGRIFARMA tahun 2012-2014 sebagai ketua umum. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan seperti MPKMB 48 sebagai anggota divisi medis, Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen sebagai ketua divisi medis, Nutrition Fair tahun 2012 sebagai anggota divisi acara. Penulis juga memiliki prestasi seperti pemenang pada pemilihan Uda dan Uni Sumatera Barat IPB pada tahun 2011, meraih juara 1 Liga Gizi Masyarakat pada cabang badminton tahun 2012, meraih juara 1 pada ESPENT Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2012 dan 2013, juara 1 Liga Gizi Masyarakat cabang aerobik dan meraih medali perunggu pada Olimpiade Mahasiswa IPB tahun 2014. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Analisis Zat Gizi Mikro, Pendidikan Gizi, dan Ekologi Pangan dan Gizi. Penulis pernah menjalani Kuliah Kerja Bersama Masyarakat di desa Ciadeg, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Selain itu, penulis juga pernah melakukan Praktik Kerja Lapangan berupa Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang pada tahun 2014.