HUBUNGAN BODY IMAGE, POLA KONSUMSI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI SISWI SMAN 63 JAKARTA TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh: Wulan Savitri 1111101000026
PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1436 H
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMNINATAN GIZI Skripsi, Oktober 2015 Wulan Savitri, NIM: 1111101000026 Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015 xvi + 117 halaman, 18 tabel, 2 bagan, 2 lampiran ABSTRAK Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk fungsi biologis, seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya. Berdasarkan Riskesdas, prevalensi kegemukan dan kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun mengalami kenaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta, yang dilaksanakan pada Januari 2015-Juni 2015 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 85 siswa. Analisis data terdiri dari analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistik chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswi memiliki tingkat konsumsi energi kurang (65,4%). Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa variabel berhubungan dengan status gizi siswi sman 63 Jakarta adalah body image (p=0,037), asupan energi (p=0,001), asupan karbohidrat(p=0,002), asupan protein (p=0,000) dan asupan lemak (p=0,000). Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah 1) untuk siswa: a) memperhatikan asupan makanannya sehingga status gizi yang dicapai optimal.; b) bagi siswa yang berstatus gizi normal, diharapkan menjaga berat badannya sehingga perlu dilakukan pemantauan status gizi secara berkala; 2) untuk sekolah: 1) adanya pengukuran status gizi siswa dan pemeriksaan kesehatan secara berkala; 2) adanya penyebarluasan informasi mengenai berat badan dan tinggi badan yang normal; 3) adanya penyuluhan dan edukasi gizi terkait makanan yang baik untuk dikonsumsi 3) untuk peneliti selanjutnya: a) adanya penelitian yang menggunakan disain sebab akibat, seperti cohort atau case control. Kata kunci: Status Gizi, Body Image, Remaja Putri Daftar bacaan: 81 (2004-2015)
ii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY Thesis, October 2015 Wulan Savitri, NIM: 1111101000026 The Association Between Body Image, Consumption Patterns, and Physical Activity to Nutritional Status female student at 63 Senior High School Jakarta Year 2015. xvi + 117 pages, 18 tabels, 2 annexs, 2 attachments ABSTACT Nutrition status is a appearance's sign for someone that caused by the balance between nutrition intake and total nutrition of body needs for biological needs, such as physical growth, activities, health protection, etc. Based on Riskedas, the prevalence of obesity and emaciation of teenagers around 16-18 years old is increasing. The purpose of the research is to analyze the association of body image, consumption pattern and physical activity toward the nutrition status of female student of 63 Senior High School Jakarta around January 2015June 2015 which used cross sectional research design. The amount of sample research is eighty five. Data analysis consisted of univariate and bivariate by using chi-square test. The result of this study showed that most of the female students has less of energy consumption (65,4%). Based on the bivariat analysis, the variable of nutrition status of female student of 63 SHS Jakarta are associated with body image (p=0,037), energy intake (p=0,001), carbohydrates intake (p=0,002), protein intake (p=0,000), and fat intake (p=0,000). Based on the research, the suggestions are: 1) for student: a) to be aware of the consumption intake so that the amount of nutrition status is optimum; b) the students who already have normal nutrition status should watch their weight therefore the periodically nutrition status observations is possible. 2) for school: 1) the measurement of students nutrition status and health check-up regularly is required for the prevention of the nutrition problem's impact; 2) the existence of socialization about normal weight and height; 3) the existence of nutrition education about highly nutritious food. 3) for the next researcher: a) the existence of research using cause-effect design, for example like cohort or case control to analyze each of variable followed by nutrition status. Keywords: Nutritional Status, Body Image, Adolescent Girls Reading List: 81 (2004-2015)
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI Nama
: Wulan Savitri
Tempat & Tanggal Lahir
: Jakarta, 23 Desember
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum Menikah
Kewarganegaraan
: WNI
Agama
: Islam
E-mail
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2011-Sekarang
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Kedokteran
dan
Masyarakat,
Jurusan
Masyarakat
2008-2011
: SMAN 63 Jakarta
2005-2008
: SMPN 206 Jakarta
1999-2005
: SDN Sumber Jaya 04
vi
Ilmu
Kesehatan Kesehatan
LEMBAR PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kekuatan lahir batin, kemudahan, dan karunia sehingga skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Saya persembahkan skripsi ini untuk:
Mama dan Papa Tercinta Sebagai rasa terima kasih kepada mama dan papa yang telah memberikan kasih sayang, dukungan serta mendidik dan mendoakan tiada henti. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Aamiin...
َّ ِإ َّن اَّللَ ال يُ َغ ِي ُِّر َما ِب َق ْو ٍم َحتَّى يُغَ ِي ُِّروا َما ِبأ َ ْنفُ ِس ِه ْم “... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” (Qs. Ar-Ra’du/13: 11)
vii
KATA PENGANTAR
Puji serta rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswi SMAN 63 JakartaTahun 2015”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, Asniwati dan Riswandi yang telah bersabar dalam mendidik, memberi dukungan dan motivasi serta do’a yang tiada henti. 2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes., Ph.D, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat. 4. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dengan sabar serta memberikan saran dalam penyusunan skripsi. 5. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dengan sabar serta memberikan saran dalam penyusunan skripsi. 6. Kepada seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis.
viii
7. Kepala sekolah, guru, staf, siswa/i serta semua pihak SMAN 63 Jakarta, yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pengambilan data dalam skripsi ini 8. Abang kesayangan satu-satunya, yang telah memberi dukungan dan mendo’akan adiknya. 9. Sahabat kesayangan Dini, Ina, dan Derry yang selalu memberi semangat dan motivasi. Terimakasih atas dukungannya selama ini, kesayangan! 10. Sahabat seperjuangan Rizkiyah, Falah, Lia, Nadra, Pewe, Safira, dan Upit. Terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan motivasinya. 11. Teman-teman Team Akacrew, Nisa, Namira Andjani, Intan, Obby, Sarah “Saph”. Terima kasih untuk motivasi, dukungan dan canda tawanya. 12. Teman- teman seperjuangan di Program Studi Kesehatan Masyarakat 2011, khususnya di Peminatan Gizi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. Ciputat, Oktober 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................
i
ABSTRAK ....................................................................................................................... ii ABSTRACT ..................................................................................................................... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv PERNYATAAN PENGESAHAN PANITIA SIDANG ............................................... v RIWAYAT HIDUP .........................................................................................................
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN .........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .....................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ...........................................................................................................
xiv
DAFTAR BAGAN ...........................................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................
xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................................
1
A. Latar Belakang ................................................................................................... .
1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. .
8
C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ ..
9
D. Tujuan Penelitian ................................................................................................
9
1. Tujuan Umum ................................................................................................
9
2. Tujuan Khusus................................................................................................
9
E. Manfaat Penelitian ..............................................................................................
10
1. Bagi Siswi ......................................................................................................
10
2. Bagi Dinas Kesehatan ....................................................................................
10
3. Bagi Sekolah ..................................................................................................
10
4. Bagi Peneliti Lain ...........................................................................................
11
F. Ruang Lingkup Penelitian...................................................................................
11
x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................
12
A. Remaja...................................................................................................................
12
1. Definisi Remaja .......................................................................................
12
2. Status Gizi Remaja ..................................................................................
14
3. Kebutuhan Gizi Remaja ..........................................................................
15
B. Penilaian Status Gizi ...........................................................................................
16
C. Penilaian Konsumsi Makanan.............................................................................
17
1. Metode Food Recall 24 Jam ...................................................................
17
2. Metode Estimasi Pencatatan Makanan....................................................
17
3. Food Frequency Questionnaire ..............................................................
18
D. Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi....................................................
18
1. Jenis Kelamin ................................................................................................
18
2. Pola Konsumsi ..............................................................................................
19
3. Body Image ...................................................................................................
23
4. Status Merokok .............................................................................................
25
5. Konsumsi Alkohol ........................................................................................
26
6. Kehamilan Dini .............................................................................................
28
7. Penyakit Infeksi ............................................................................................
29
8. Aktivitas Fisik ...............................................................................................
30
E. Kerangka Teori......................................................................................................
31
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........................
33
A. Kerangka Konsep ...........................................................................................
33
B. Definisi Operasional .......................................................................................
36
C. Hipotesis .........................................................................................................
38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .....................................................................
39
A. Desain Penelitian ............................................................................................
39
B. Waktu dan Lokasi Penelitian..........................................................................
39
C. Populasi dan sampel .......................................................................................
39
1. Populasi ...................................................................................................
39
2. Sampel .....................................................................................................
40
3. Perhitungan Sampel ................................................................................
40
4. Teknik Pengambilan Sampel...................................................................
41
xi
D. Pengumpulan Data .........................................................................................
42
1.
Jenis Data ..............................................................................................
42
2.
Metode Pengumpulan Data...................................................................
42
E. Manajemen Data ............................................................................................
47
F. Analisis Data ..................................................................................................
48
BAB V HASIL .................................................................................................................
50
A. Analisis Univariat..................................................................................................
50
1. Gambaran Status Gizi Responden ...................................................................
50
2. Gambaran Body Image Responden .................................................................
51
3. Gambaran Asupan Energi Responden ............................................................
51
4. Gambaran Asupan Karbohidrat Responden ....................................................
52
5. Gambaran Asupan Protein Responden............................................................
52
6. Gambaran Asupan Lemak Responden ............................................................
53
7. Gambaran Aktivitas Fisik Responden .............................................................
54
B. Analisis Bivariat ....................................................................................................
54
1. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden .........................
55
2. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden .....................
55
3. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden .......................................................................................................
56
4. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden ....................
58
5. Gambaran Status Gizi Berdasarkan supan Lemak Responden .......................
59
6. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden .....................
61
BAB VI PEMBAHASAN................................................................................................
63
A. Keterbatasan Penelitian .........................................................................................
63
B. Gambaran Status Gizi pada Responden ................................................................
64
C. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden ...............................
65
xii
D. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden ...........................
69
E. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden ..................
71
F. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden ..........................
74
G. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden ..........................
77
H. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden ...........................
80
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................
84
A. Simpulan ...............................................................................................................
84
B. Saran ......................................................................................................................
85
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
88
LAMPIRAN ......................................................................................................................
98
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel 2.1 2.2 2.3 3.1 4.1 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 6.0 6.1 6.2 6.3
Halaman Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per Orang Per Hari Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per Orang Per Hari Kategori IMT/U Definisi Operasional Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya Gambaran Status Gizi Responden Gambaran Body Image Responden Gambaran Asupan Energi Responden Gambaran Asupan Karbohidrat Responden Gambaran Asupan Protein Responden Gambaran Asupan Lemak Responden Gambaran Aktivitas Fisik Responden Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden
xiv
16 16 17 36 41 50 51 51 52 53 53 54 55 56 57 58 60 61
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan 2.1 3.1
Halaman Kerangka Teori Kerangka Konsep
32 35
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Bagan 1 2
Halaman Kuesioner Penelitian Analisis SPSS
99 106
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Remaja adalah masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan (UNICEF, 2010). Masa ini ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan yang cepat dari masa kanak-kanak menjadi dewasa muda. Perubahan biologis yang terjadi selama pubertas remaja meliputi pematangan seksual, peningkatan tinggi dan berat badan, akumulasi massa tulang dan perubahan komposisi tubuh. Selama masa remaja terjadi perkembangan identitas pribadi, sistem nilai moral dan etika, harga diri, persepsi body image dan kesadaran seksualitas masalah psikososial. Perubahan dramatis bentuk tubuh dan ukuran tubuh menyebabkan banyak terjadi di kalangan remaja, yang mengarah ke pengembangan citra tubuh yang buruk dan gangguan makan (Brown, 2013) Dalam penelitian Cash dan Linda (2011) menyebutkan bahwa pada majalah fashion wanita, kebanyakan wanita digambarkan dengan perawakan muda, tinggi, wanita berkaki panjang, bermata besar, berpayudara besar, dan kebanyakan berkulit putih. Karakteristik fisik yang paling menonjol dari model ini adalah mereka sangat kurus. Paparan model majalah memiliki efek negatif pada body image perempuan, dimana rata-rata ukuran tubuh model ini sangatlah kurus (Clay, 2005). Tipe ideal
1
2
ini kemudian diteruskan oleh pengaruh sosial budaya, terutama media, keluarga dan rekan-rekan dan model. Mustahil perempuan tidak cocok dengan tipe yang ideal kurus, sehingga mereka kecewa dengan bentuk tubuh mereka dan menyebabkan ketidakpuasan body image. Hal ini menyebabkan diet dan upaya lainnya untuk mengejar bentuk tubuh kurus, yang akhirnya berdampak pada gejala eating disorder (Cash dan Linda, 2011). Selain itu, masalah body image remaja didorong oleh isu-isu ketertarikan romatisme dengan lawan jenis. Jika menjadi populer dengan lawan jenis dan memiliki pasangan dianggap penting, maka remaja putri lebih mungkin untuk memiliki body image negatif (Cash dan Linda, 2011). Status gizi remaja juga dipengaruhi oleh gaya hidup (life style) (Serly, 2015). Gaya hidup yang tidak sehat serta kurangnya kesadaran remaja akan kesehatan menyebabkan banyak remaja makan secara berlebihan dan mengakibatkan obesitas (Arisman, 2010). Remaja yang memiliki asupan energi tetapi tidak diiringi dengan aktivitas yang cukup untuk pembakaran energi tersebut menyebabkan terjadinya tumpukan lemak didalam tubuhnya sehingga menyebabkan seseorang menjadi obesitas. Pengaruh teman sebaya (peer) sangat kuat selama masa remaja. Remaja mengekspresikan kemampuan dan kesediaan mereka untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya dengan mengadopsi pemilihan makanan dan membuat pilihan makanan berdasarkan pengaruh teman sebaya, misalnya pemilihan makanan junk food (Brown, 2013). Kebiasaan makan, persepsi body image dan aktivitas fisik akan mempengaruhi jumlah asupan konsumsi makanan dan zat gizi yang
3
nantinya akan berdampak terhadap status gizi. Body image negatif akan mendorong seseorang
untuk
melakukan
pembatasan
makan
dan
memuntahkan dengan sengaja (Serly, 2015). Hal ini dapat mempengaruhi seseorang untuk dapat mempertahankan dan merubah status gizi seseorang. Masalah yang sering timbul pada remaja putri akibat persepsi mengenai bentuk tubuh adalah masalah perilaku makan, seperti anoreksia nervosa dan bulimia (Noorkasiani dkk, 2007). Pertumbuhan fisik dan perkembangan dramatis yang dialami oleh remaja secara signifikan meningkatkan kebutuhan mereka untuk asupan gizi. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal dibutuhkan asupan gizi yang cukup (Khomsan, 2004). Asupan gizi yang tidak cukup akan berdampak terhadap masalah gizi. Asupan gizi di bawah kebutuhan mengakibatkan kekurangan gizi, sedangkan jika tubuh memperoleh asupan gizi dalam jumlah berlebihan akan mengakibatkan gizi lebih (Almatsier, 2009). Kegagalan mencapai status gizi yang optimal akan berdampak pada status gizi dan kesehatan saat ini dan juga berdampak pada status gizi generasi penerus (Emilia, 2009). Status gizi yang baik akan berkontribusi terhadap kesehatan, sedangkan permasalahan gizi dapat menimbulkan beberapa dampak negatif. Status gizi obesitas pada remaja menjadi masalah yang serius karena dapat berlanjut hingga dewasa dan menjadi faktor risiko penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskular, Diabetes Melitus (DM), artritis, penyakit kantong empedu, penyakit kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit (Aritonang dkk, 2009). Status
4
gizi kurang akan meningkatkan risiko terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi (Sediaoetama, 2006). Perempuan merupakan kelompok yang lebih rentan terkena risiko morbiditas dan mortalitas, hal ini dapat dilihat dari segi aspek psikologis, fisik, emotional dan kematangan reproduksi mereka (Brown, 2013). Pada remaja putri pubertas ditandai dengan menstruasi yang pertama, yaitu menacrche
(Muliaty,
2009).
Menarche
merupakan
salah
satu
perkembangan reproduksi yang dipengaruhi oleh status gizi. Menarche dapat tertunda pada remaja putri yang sangat membatasi asupan kalori mereka untuk membatasi lemak tubuh (Brown, 2013). Jika remaja putri membatasi asupan kalori mereka dan mengalami status gizi kurang, memungkinkan terjadinya keterlambatan menarche. Hal ini dikarenakan remaja yang kurang gizi tumbuh lebih lambat untuk waktu yang lebih lama, oleh karena itu menarche juga tertunda (Lusiana, 2007). Selain itu, Pada masa terjadi menarche itu berarti mulai terjadi pembuangan Fe setiap menjalani siklus menstruasi setiap bulan sehingga remaja putri lebih rentan terhadap anemia dikarenakan kadar Hb yang rendah, hal ini juga dapat diakibatkan oleh pola konsumsi siswi yang kurang baik (Muliaty, 2009) Remaja juga dikatakan rentan karena pernikahan dan kehamilan dini yang akan mereka alami selanjutnya. Kurang gizi di kalangan remaja perempuan adalah masalah kesehatan masyarakat utama yang mengarah ke gangguan pertumbuhan dan anemia gizi (Kalhan dkk, 2009). Jika kebutuhan gizi remaja putri tidak terpenuhi, maka mereka akan melahirkan
5
anak-anak yang kekurangan gizi pula, hal ini mengakibatkan masalah kurang gizi untuk generasi mendatang (Mulugeta, 2009). Remaja putri yang gemuk memungkinkan untuk tetap gemuk saat dewasa dan mengalami tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada populasi umum (Singh AS dkk, 2008). Prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun mengalami kenaikan. Riskesdas 2010 sebesar 8,9% (1,8% sangat kurus dan 7,1% kurus) dan mengalami kenaikan pada Riskesdas 2013 menjadi 9,4% (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus). Sedangkan prevalensi
kegemukan
berdasarkan Riskesdas 2010 pada anak 16-18 tahun secara nasional masih kecil yaitu 1,4 persen. Namun mengalami kenaikan pada tahun 2013 menjadi 7,3% (5,7% gemuk dan 1,6% obesitas). DKI Jakarta memiliki prevalensi kekurusan dan kegemukan di atas nasional (Riskesdas, 2013). Hasil Penelitian Widianti dan Aryu (2012) di SMA Semarang menunjukkan bahwa terdapat 13,9% mengalami obesitas, 23,6% mengalami overweight, 2,8% mengalami kurus. Sedangkan hasil Penelitian Mardatillah (2008) di SMA Islam PB. Soedirman Jakarta menunjukkan bahwa dari 113 responden terdapat 8,8% mengalami kurus, 18,6 overweight dan 15% mengalami obesitas. Penelitian ini dilakukan di salah satu institusi pendidikan di Jakarta Selatan, yaitu SMAN 63 Jakarta. Pemilihan lokasi di DKI Jakarta dikarenakan DKI Jakarta menempati provinsi yang memiliki prevalensi kegemukan dan kekurusan di atas prevalensi nasional, sedangkan Jakarta Selatan dipilih dikarenakan prevalensi kekurusan dan kegemukan lebih
6
tinggi dibandingkan dengan bagian kota DKI Jakarta lainnya. Remaja menengah atas dipilih karena prevalensi kegemukan dan kekurusan remaja usia 16-18 tahun mengalami kenaikan dari tahun 2007 ke tahun 2013 berdasarkan data Riskesdas. Selain itu remaja usia 16-18 tahun termasuk ke dalam kategori remaja pertengahan (middle adolescence) dimana konflik masalah pribadi, termasuk pola makan dan aktivitas fisik masih tinggi terjadi selama masa remaja pertengahan dan body image juga masih menjadi masalah pada tahap remaja ini (Brown, 2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 40 siswi, diketahui bahwa 6% sangat kurus, 10% kurus, 18% overweight dan 8% obesitas. Angka ini jauh lebih besar dibanding angka kekurusan dan kegemukan nasional provinsi DKI Jakarta pada kelompok umur 16-18 tahun. Status gizi remaja dipengaruhi oleh berbagai macam faktor (multifaktorial). Salah satu faktor yang berhubungan dengan status gizi adalah body image. Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, yang dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diiginkan. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktual maka akan menimbulkan body image negatif (Tejoyuwono, 2007). Hasil penelitian Kakekshita dan Almeida (2008) menjelaskan bahwa body image merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan status gizi seseorang dan perempuan memiliki tingkat ketidakpuasan tubuh yang lebih besar dari laki-laki. Penelitian Kusumawijaya (2007) menunjukkan bahwa persepsi remaja terhadap body image sebanyak 23,8% memiliki
7
persepsi negatif atau menganggap diri mereka lebih gemuk. Terdapat sebanyak 41,1% sampel merasa memiliki berat badan yang lebih dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya. Faktor lainnya yang berhubungan dengan status gizi adalah pola konsumsi.
Konsumsi
pangan
remaja
perlu
diperhatikan
karena
pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga kebutuhan untuk pertumbuhan dan aktivitas juga meningkat (Arisman, 2010). Jika berbagai aktivitas dan pertumbuhan meningkat tidak diimbangi dengan masukan zat gizi yang cukup maka tubuh akan mengalami masalah gizi (malnutrisi) (Arisman, 2010). Hasil penelitian Masdrawati dan Hidayati S (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi. Sama halnya dengan penelitian Sumardilah dkk (2010) yang menyebutkan ada hubungan antara konsumsi energi dan protein dengan status gizi. Faktor lain yang berhubungan adalah aktivitas fisik. WHO (2010) mendefinisikan aktivitas fisik sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik (kurang aktivitas fisik) telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama keempat untuk kematian global (6% dari kematian global). Berdasarkan Riskedas 2013, diketahui proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1%. DKI Jakarta termasuk ke dalam provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rata-rata Indonesia dan menduduki posisi lima tertinggi dengan presentase 44,2% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa ada hubungan
8
antara aktivitas fisik dengan resiko kejadian gizi lebih pada remaja (Aini, 2013). Berdasarkan fakta yang telah disebutkan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015. B. Rumusan Masalah Pada remaja terjadi perkembangan dan pertumbuhan yang cepat. Pada masa ini terjadi banyak perubahan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa muda. Perubahan yang terjadi antara lain secara biologis, seksual maupun psikolois. Salah satu masalah yang sering terjadi pada remaja adalah body image. Body image pada remaja akan berdampak pada masalah gizi remaja tersebut. Masalah gizi pada remaja perlu dihindari karena berdampak pada masalah gizi ketika dewasa. Beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi pada remaja di antaranya body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan prevalensi kekurusan dan kegemukan lebih besar di SMAN 63 Jakarta dibanding angka kekurusan dan kegemukan nasional provinsi DKI Jakarta pada kelompok umur 16-18 tahun. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015.
9
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015? 2. Bagaimana gambaran body image siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015? 3. Bagaimana gambaran pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015? 4. Bagaimana gambaran aktivitas fisik siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015? 5. Apakah ada hubungan body image dengan dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015? 6. Apakah ada hubungan pola konsumsi dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015? 7. Apakah ada hubungan aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya hubungan antara body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015? 2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
10
2. Diketahuinya gambaran body image siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015 3.
Diketahuinya gambaran pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
4.
Diketahuinya gambaran aktivitas fisik siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
5.
Diketahui adanya hubungan body image dengan dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
6.
Diketahui adanya hubungan pola konsumsi dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
7.
Diketahui adanya hubungan aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswi Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi sehingga siswi dapat melakukan tindakan dalam mengoptimalkan status gizi mereka. 2. Bagi Dinas Kesehatan Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar bagi pihak Dinas Kesehatan dalam mengupayakan kegiatan guna mengoptimalkan status gizi remaja. 3. Bagi Sekolah Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai status gizi pada remaja SMAN 63 Jakarta, sehingga pihak sekolah
11
dapat melakukan upaya dalam menghadapi masalah tersebut serta dapat memberikan edukasi gizi yang berkaitan dengan status gizi remaja. 4. Bagi Peneliti Lain Hasil
penelitian
diharapkan
dapat
dijadikan
dasar
untuk
mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan status gizi remaja.
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik terhadap status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 dan direncanakan akan selesai pada bulan Juli 2015 menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Data primer dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner, lembar food recall 1x24 jam selama tiga hari dan melakukan pengukuran antropometri (tinggi badan dan berat badan). Analisis data yang digunakan adalah analisis chi square.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab II menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian dan kerangka teori penelitian. Pada bab tinjauan pustaka menjelaskan definisi remaja, status gizi remaja dan kebutuhan gizi remaja, penilaian status gizi, penilaian konsumsi makanan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, yaitu jenis kelamin, pola konsumsi, body image, status merokok, konsumsi alkohol, kehamilan dini, penyakit infeksi, dan aktivitas fisik. A. Remaja 1. Definisi Remaja Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (2013), remaja adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia 10-19 tahun dan belum menikah. Berdasarkan World Health Organization (WHO), remaja adalah orang-orang yang berusia antara 10-19 tahun. Sedangkan berdasarkan UNICEF (2010), remaja adalah masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan untuk menelusuri risiko dan kerentanan, serta menuntun potensi yang ada dalam diri mereka. Berdasarkan UNICEF, remaja dibagi menjadi dua kategori, yakni remaja awal (10-14 tahun) dan remaja akhir (15-19 tahun). Remaja mengalami perkembangan, biologik, psikologik, dan sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Secara biologik ditandai dengan percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik ditandai
12
13
dengan akhir perkembangan kognitif dan pemantapan kepribadian, dan secara
sosiologik
ditandai
dengan
intensifnya
persiapan
dalam
menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda. Banyak penyakit serius di masa dewasa yang berasal dari masa remaja, misalnya penggunaan tembakau, infeksi menular seksual, kebiasaan makan dan olahraha yang buruk. Hal ini menyebabkan penyakit ataupun kematian dini di kemudian hari (WHO, 2010). Berdasarkan Brown (2013), masa remaja terbagi atas tiga fase menurut perkembangan psikososialnya, yaitu: 1. Remaja muda (young adolescence) pada usia 10-14 tahun 2. Remaja menengah (middle adolescence) pada usia 15-17 tahun 3. Remaja akhir (late adolescence) pada usia 18-21 tahun Pada masa remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara dramatis dalam siklus kehidupan. Masa remaja juga merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia. Menstruasi dan perubahan tinggi badan relatif terhadap perkembangan karakteristik seksual sekunder yang terjadi pada remaja putri selama masa pubertas, seperti perkembangan payudara, rambut kemaluan halus dan menarche. Menarche merupakan salah satu perkembangan reproduksi yang dipengaruhi oleh status gizi. Menarche dapat tertunda pada atlet yang sangat kompetitif atau remaja putri yang sangat membatasi asupan kalori mereka untuk membatasi lemak tubuh (Brown, 2013) Selama masa remaja terjadi perkembangan identitas pribadi, sistem nilai moral dan etika, perasaan harga diri. Pengembangan body image dan kesadaran peningkatan seksualitas masalah psikososial yang terjadi pada
14
periode remaja. Perubahan pada bentuk tubuh dan ukuran tubuh menyebabkan banyak ambivalensi di kalangan remaja, yang mengarah ke pengembangan citra tubuh yang buruk dan gangguan makan (Brown, 2013). Adanya ketertarikan dengan lawan jenis juga merupakan salah satu motivasi remaja putri untuk menjadi lebih kurus, sehingga memungkinkan mereka untuk memiliki body image negatif. Terlebih lagi adanya majalah fashion wanita yang menonjolkan tipe ideal wanita yang sangak kurus. Hal ini dapat menyebabkan mereka kecewa dengan bentuk tubuh mereka dan berakhir pada ketidakpuasan terhadap body image mereka. Untuk mengejar bentuk tubuh tersebut, remaja putri melakukan diet dan upaya lainnya, yang akhirnya berdampak pada gejala eating disorder (Cash dan Linda, 2011). Pengaruh teman sebaya sangat kuat selama masa remaja. kebutuhan untuk menyesuaikan diri dapat mempengaruhi asupan gizi di kalangan remaja. remaja mengekspresikan kemampuan dan kesediaan mereka untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya dengan mengadopsi
pemilihan
makanan
dan
membuat
pilihan
makanan
berdasarkan pengaruh teman sebaya, misalnya pemilihan makanan junk food (Brown, 2013). 2. Status Gizi Remaja Status
gizi
adalah
keadaan
yang
diakibatkan
oleh
status
keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk fungsi biologis, seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya (Suyatno,
15
2009). Pada masa remaja terjadi perubahan yang besar dilihat dari sisi biologis, emosional, sosial dan kognitif dari masa anak-anak menuju dewasa. Pertumbuhan fisik dan perkembangan pada remaja menaikkan kebutuhan energi, protein, vitamin dan mineral (Brown, 2013). a. Sangat Kurus dan Kurus Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial (Almatsier, 2009). Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) dapat menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak, dan perilaku. b. Overweight dan Obesitas Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimpulkan efek toksik atau membahayakan (Almatsier, 2009). Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati, dan kantung empedu (Almatsier, 2009). 3. Kebutuhan Gizi Remaja Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi adekuat (Almatsier, 2009). Kecukupan gizi yang dianjurkan bagi remaja dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
16
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per Orang Per Hari Angka Kecukupan Gizi (Laki-laki) Zat Gizi 10-12 13-15 16-18 Tahun Tahun tahun Energi 2100 kkal 2575 kkal 2675 kkal Karbohidrat 289 gram 340 gram 368 gram Protein 56 gram 72 gram 66 gram Lemak 70 gram 83 gram 89 gram Sumber: Direktorat Bina Gizi, 2014
19-29 tahun 2725 kkal 375 kkal 62 kkal 91 gram
Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per Orang Per Hari Angka Kecukupan Gizi (Perempuan) Zat Gizi 10-12 13-15 16-18 Tahun tahun tahun Energi 2000 kkal 2125 kkal 2125 kkal Karbohidrat 275 gram 292 gram 292 gram Protein 60 gram 69 gram 59 gram Lemak 67 gram 71 gram 71 gram Sumber: Direktorat Bina Gizi, 2014
19-29 tahun 2250 kkal 309 gram 56 gram 75 gram
B. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, diketahui bahwa penilaian status gizi remaja didasarkan pada Indeks IMT/U (Kemenkes, 2011). IMT (Indeks Massa Tubuh) merupakan hasil dari pembagian antara berat badan dengan tinggi badan yang dikuadratkan, seperti pada rumus berikut: IMT
=
Berat badan (kg) Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)
17
Indeks IMT/U diatas, dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu (Kemenkes, 2011): Tabel 2.3 Kategori IMT/U Ambang Batas (Z-score) < -3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 1 SD >1 SD samapi dengan 2 SD >2 SD Sumber : Kemenkes (2011)
Kategori Status Gizi Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas
C. Penilaian Konsumsi Makanan 1. Metode Food Recall 24 Jam Dalam metode recall 24 jam, subyek dan orang tua atau pengasuh mereka diminta oleh ahli gizi, yang telah dilatih dalam teknik wawancara, mengingat asupan makanan yang tepat subjek dalam 24 jam atau hari sebelumnya. Untuk membantu mengingat digunakannya
banyaknya makanan, maka
food model atau ukuran porsi. Asupan nutrisi dapat
dihitung dengan data komposisi bahan makanan. Recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang telah berlalu, pencatatan di deskripsikan secara mendetail, dan sebaiknya dilakukan berulang pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut), tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari (Gibson, 2005). 2. Metode Estimati Pencatatan Makan (Estimated Food Records) Metode ini adalah metode mencatat semua makanan dan minuman termasuk snack yang telah dimakan dari periode 1 sampai 7 hari,
18
digunakan untuk mengukur asupan di rumah tangga dan asupan makan individu sehari-hari. Asupan nutrisi dapat dikur dengan menggunakan data komposisi makanan. Pengukuran bergantung pada hari saat dilakukannya pencatatan (Gibson, 2005). 3. Kuesioner Frekuensi Makanan (Food Frequency Questionnaire) Kuesioner frekuensi makan menggunakan daftar makanan yang spesifik untuk mencatat asupan makanan selama periode waktu tertentu (hari, minggu, bulan, tahun). Pencatatan ini menggunakan interview atau kuesioner yang diisi sendiri. Kuesioner dapat berupa semi kuantitatif, ketika subjek menanyakan ukuran porsi yang digunakan setiap makanan, dengan atau tanpa menggunakan food model (Gibson, 2005). D. Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi 1.
Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan seks yang ditentukan sejak lahir dan dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin menentukan kebutuhan gizi seseorang. Status gizi gemuk (obesitas dan overweight) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Menurut Brown (2013), pria lebih banyak membutuhkan energi dan protein daripada wanita. Hal ini disebabkan pria lebih banyak melakukan aktivitas fisik dibandingkan wanita. Walaupun penambahan lemak pada wanita termasuk normal dan proses fisiologis yang penting, remaja putri biasanya memandang secara negatif (Brown, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Zarei (2014) dengan analisis uji chisquare menemukan hubungan yang signifikan antara status gizi dan jenis
19
kelamin. Secara signifikan lebih banyak perempuan yang mengalami status gizi lebih dan obesitas daripada laki-laki. 2.
Pola Konsumsi Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2009). Konsumsi makanan dan zat gizi yang cukup berperan penting bagi anak usia sekolah untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal (Brown, 2013). Pada masa remaja terjadi perubahan biologis, emosional, sosial dan kognitif. Perubahan ini berpengaruh langsung terhadap status gizi. Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami remaja secara dramatis menaikkan kebutuhan akan zat gizi (Brown, 2013). Energi dibutuhkan remaja untuk aktivitas fisik, Basal Metabolic Rate (BMR) dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan selama pubertas (Brown, 2013). Hasil penelitian Zarei (2014) menunjukkan hubungan yang signifikan antara status gizi dengan asupan makanan. Hasil penelitian Masdrawati dan Hidayati S (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi. Sama halnya dengan penelitian Sumardilah dkk (2010) yang menyebutkan ada hubungan antara konsumsi energi dan protein dengan status gizi.
20
a. Konsumsi Energi Energi merupakan zat yang sangat esensial bagi manusia dalam menjalankan metabolisme basal (proses tubuh yang vital), melakukan aktivitas, pertumbuhan, dan pengaturan suhu (Hardinsyah, dkk, 2012). Energi dibutukan remaja untuk aktivitas fisik, BMR dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan selama pubertas. Pada usia remaja (10-18 tahun), terjadi proses pertumbuhan jasmani yang pesar serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh, selain aktivitas yang tinggi (Brown, 2013).
Energi dapat diperoleh dari
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Karbohidrat menyumbang sebesar 4,1 kkal/g, sedangkan lemak dan protein masing-masing menyumbang energi sebesar 8,87 kkal/g dan 5,65 kkal/g (Almatsier, 2009). Sejalan dengan hasil penelitian Muchlisa dkk (2013) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara energi dengan status gizi. Kekurangan asupan energi jika berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka akan mengakibatkan menurunnya berat badan dan kekurangan gizi (Gibney, 2008). Namun jika konsumsi energi secara berlebihan, maka dapat mengakibatkan kenaikan berat badan dan jika terus berlanjut akan menyebabkan kegemukan dan resiko penyakit degeneratif (Soekirman, 2006). Berdasarkan penelitian Muchlisa (2013), diketahui adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi, apabila asupan energi seseorang rendah maka ia
21
akan memiliki peluang yang lebih besar untuk berada pada kategori status gizi kurus. b. Konsumsi Karbohidrat Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama. Di dalam tubuh, karbohidrat akan dibakar untuk menghasilkan tenaga atau panas. Satu gram karbohidrat akan menghasilkan empat kalori. Menurut besarnya molekul karbohidrat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: monosakarida, disakarida, dan polisakarida (Almatsier, 2009). Makanan kaya karbohidrat seperti buah, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan juga merupakan sumber utama serat makanan. Syarat mutlak untuk asupan karbohidrat kalangan remaja belum ditetapkan. Sebagai gantinya, direkomendasikan bahwa 50% atau lebih dari total kalori harian harus berasal dari karbohidrat, dengan tidak lebih dari 10% kalori berasal dari pemanis, seperti sukrosa dan sirup jagung tinggi fruktosa (Brown, 2013). Hasil penelitian Restiani (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi, dimana status gizi lebih lebih banyak dialami oleh responden yang asupan karbohidratnya berlebih, dibandingkan dengan responden yang asupan karbohidratnya tidak berlebih. c. Konsumsi Protein Protein adalah mineral makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai- rantai panjang asam amin, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida
22
(Almatsier, 2010). Pangan sumber protein hewani meliputi daging, telur, susu, ikan, seafood dan hasil olahnya. Pangan sumber protein nabati maliputi kedele, kacang-kacangan dan hasil olahnya seperti tempe, tahu, susu kedele. Secara umum mutu protein hewani lebih baik dibanding protein nabati (Hardinsyah dkk, 2012). Kebutuhan protein pada remaja dipengaruhi oleh jumlah protein yang diperlukan untuk mempertahankan massa tubuh tanpa lemak, ditambah jumlah yang diperlukan untuk tambahan massa tubuh tanpa lemak selama pertumbuhan remaja. Sama halnya dengan energi, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh asupan protein. Ketika asupan protein tidak cukup, maka akan terjadi penurunan pertumbuhan, keterlambatan maturasi seksual, dan berkurangnya akumulasi massa tubuh tanpa lemak (Brown, 2013). Terdapat hubungan yang signifikan antara protein dengan status gizi.
Jika konsumsi protein yang diperoleh dari makanan
memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan, maka akan diperoleh status gizi yang baik (Amelia, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Muchlisa dkk (2013) diketahui ada
hubungan yang
signifikan antara protein dengan status gizi. d. Konsumsi Lemak Lemak meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umum dikenal di dalam makanan, fosfolipida, sterol, dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh manusia. Lipida mempunyai sifat yang sama, yaitu larut dalam pelarut
23
nonpolat, seperti etanol, eter, kloroform, dan benzena (Almatsier, 2009). Tubuh manusia membutuhkan lemak makanan dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Brown, 2013). Sumber utama lemak adalah minyak tumbuhtumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega, margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, bijibijian, daging, dan ayam gemuk, krim, susu, keju, dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali adpokat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Muchlisa dkk (2013) diketahui ada hubungan yang signifikan antara lemak dengan status gizi. Hasil penelitian Restiani (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan lemak dengan status gizi, dimana status gizi lebih lebih banyak dialami oleh responden yang asupan lemaknya berlebih. 3.
Body Image Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini dianggap sebagai body image yang negatif (Germov & Williams, 2005). Menurut WHO (2005), remaja sensitif tentang body image dan remaja obesitas sangat rentan terhadap diskriminasi sosial. Body image, dan gangguannya, adalah penentu
24
penting dari praktek diet dan risiko gizi pada remaja, khususnya di kalangan perempuan. Hasil penelitian Kusumajaya, dkk (2007) menjelaskan bahwa persepsi remaja terhadap body image dapat menentukan pola makan serta status gizinya. Body image penting pada masa remaja. Masa remaja menengah
(middle
adolescence)
akan
selalu
berusaha
untuk
meningkatkan perhatian terhadap bentuk tubuhnya dengan melakukan sesuatu
agar
penampilan
fisiknya
terlihat
lebih
baik,
namun
menginginkan hasil yang cepat (Tarwoto, 2010). Dorongan psikologis seperti body image dapat mempengaruhi remaja dalam menentukan pola makannya yang dapat berpengaruh pada kecukupan makronutrien dan mikronutrien remaja (WHO, 2005). Prevalensi proporsional remaja dengan status gizi di kisaran kelebihan berat badan akan menyebabkan peningkatan citra tubuh negatif. Namun, ketika persepsi berat badan diperiksa lebih dalam, ternyata tidak hanya remaja underweight yang tidak menganggap diri mereka sebagai kurus, tetapi juga bahwa mereka yang mengalami kelebihan berat badan, terlepas dari status gizi yang sebenarnya (Cheung, 2007). Penelitian yang dilakukan di Bukittinggi juga menunjukkan bahwa sebanyak 55,8% dari 156 remaja putri mengalami distorsi citra tubuh (Santy, 2006). Ketidakpuasan body image lebih tinggi pada kelompok yang diklasifikasikan sebagai status gizi lebih dan obesitas (Laus, 2013). Sejalan dengan hasil penelitian Mendoca (2014) yang menyebutkan bahwa remaja dengan status gizi lebih dan obesitas memiliki
25
ketidakpuasan body image yang lebih tinggi, terutama perempuan. Penelitian Dieny (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara body image dengan status gizi, semakin tinggi kepuasan body image maka status gizinya semakin rendah. 4.
Status Merokok Berdasarkan data Riskesdas diketahui bahwa prevalensi perokok di Indonesia mengalami peningkatan.. Pada Riskesdas 2007, prevalensi perokok di Indonesia sebesar 29,2% dan mengalami peningkatan menjadi 34,7% dalam Riskesdas 2010. Proporsi perokok di Indonesia lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan (Riskesdas 2007 dan Riskesdas 2010). Berdasarkan WHO (2005) diketahui bahwa faktor gaya hidup mrokok pada remaja berhubungan dengan kejadian status gizi. Salah satu faktor yang berperan dalam perilaku merokok adalah keyakinan bahwa remaja memiliki persepsi bahwa merokok sebagai metode pengendalian berat badan (Rochman, 2013). Rokok yang dikonsumsi oleh remaja dapat mengurangi nafsu makan, menyempitkan pembuluh darah jantung dan saluran cerna sehingga mengganggu proses penyerapan (Arisman, 2010). Hasil penelitian Rochman (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan status gizi remaja. Chiolero dkk (2008) menjelaskan bahwa efek merokok terhadap berat badan adalah dapat menyebabkan penurunan berat badan dengan cara meningkatkan laju metabolisme,
mengurangi
efisiensi
metabolisme,
dan
menurunkan penyerapan energi atau penurunan nafsu makan.
dengan
26
Penelitian Huq (2011) menunjukkan bahwa perokok ringan dan berat secara signifikan lebih mungkin untuk terlibat dalam pembatasan makanan yang tidak sehat bila dibandingkan dengan bukan perokok. Hasil penelitian Huq (2011) juga menunjukkah bahwa perokok remaja terlibat dalam perilaku yang lebih diet ketat dan mungkin juga memiliki harapan yang kuat tentang peran merokok dalam membantu mengontrol berat badan. 5.
Konsumsi Alkohol Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, secara nasional prevalensi peminum alkohol 12 bulan terakhir sebesar 4,6% sedangkan yang masih minum alkohol dalam satu bulan terakhir seebesak 3,0%. Prevalensi peminum alkohol 12 terakhir dan satu bulan terakhir mulai tinggi pada umur antara 15-24 tahun, yakni sebesar 5,5% dan 3,5%, kemudian meningkat pada umur 25-34 tahun, yaitu sebesar 6,7% dan 4,3%. Namun selanjutnya prevalensi menurun dengan bertambahnya umur (Riskesdas, 2007). Berdasarkan WHO (2005) diketahui bahwa faktor gaya hidup mrokok pada remaja berhubungan dengan kejadian status gizi. Konsumsi alkohol selama masa remaja memiliki banyak bahaya kesehatan sosial, serta sangat terkait dengan berbagai perilaku berisiko kesehatan. Konsekuensi dari penggunaan alkohol selama masa remaja pada status gizi, khususnya pertumbuhan dan status berat badan sebagian besar belum diketahui pada saat ini (Naude, 2011). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mempengaruhi status gizi siswa remaja (Ibe, 2010).
27
Konsumsi alkohol dapat memperparah masalah keseimbangan energi positif dalam asupan makanan sehingga dapat meningkatkan risiko kenaikan berat badan (Naude, 2011). Remaja perempuan yang mengkonsumsi alkohol mengalami peningkatan risiko overweight atau obesitas
dibandingkan
dengan
remaja
perempuan
yang
tidak
mengkonsumsi alkohol (Naude, 2011). Konsumsi alkohol meningkatkan tingkat metabolisme secara signifikan, sehingga menyebabkan lebih banyak kalori yang akan dibakar daripada disimpan dalam tubuh sebagai lemak (Alatola et al, 2008). Penggunaan alkohol berat dapat mempengaruhi asupan energi total dengan berbagai cara. Pertama, jika energi alkohol menggantikan energi makanan (sehingga tidak ada perubahan dalam asupan total energi) dan kualitas makanan berkurang, dengan asupan miskin makro esensial dan mikronutrien, meskipun kebutuhan energi dapat dipenuhi. Kekurangan gizi ini meningkatkan risiko kekurangan gizi, yang dapat meningkatkan risiko untuk stunting. Kedua, penggunaan alkohol berat dapat menyebabkan penurunan yang signifikan asupan makanan dengan energi dari alkohol tidak seimbang untuk kerugian total asupan energi makanan. Energi dan gizi asupan yang tidak memadai pada remaja mengakibatkan underweight. Ketiga, alkohol mengakibatkan peningkatan konsumsi energi total sehingga meningkatkan risiko untuk overweight dan obesitas (Naude, 2011; Onis, 2007).
28
6.
Kehamilan Dini Data BKKBN menunjukkan, tingkat kehamilan pada usia remaja mencapai 18.582 kasus pada tahun 2008 (BKKBN, 2009).Semua remaja hamil dianggap sebagai kelompok berisiko (Ozunlu, 2013). Kehamilan dini mengakibatkan risiko ibu dan anak karena persaingan dalam mendapatkan asupan energi dan nutrisi lainnya, dan juga karena kondisi fisiologis ibu yang belum matang dikarenakan ibu masih tergolong muda. Selain itu, semakin kurang gizi dan stunting ibu, dan semakin tidak matang usianya, maka semakin pula risikonya (WHO, 2005). Berdasarkan WHO (2005) diketahui bahwa kehamilan dini pada remaja berhubungan dengan kejadian malnutrisi. Tidak banyak penelitian telah dilakukan pada status gizi remaja hamil dan efeknya pada hasil kehamilan. Namun, pada beberapa studi yang terbatas dilakukan di Nepal dan India menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang di kalangan remaja hamil (WHO, 2006). Masa remaja adalah masa lonjakan pertumbuhan di mana kebutuhan nutrisi sangat meningkat. Kehamilan usia dini tidak jarang menyebabkan tindakan aborsi tidak aman yang dapat mengancam nyawa ibu dan anak yang di kandung (Dewi dan Lubis, 2012). Ketika ibu muda masih
terus
berkembang,
ada
persaingan
dengan
janin
untuk
mendapatkan energi dan nutrisi lainnya dari makanan yang dimakan. Sehingga remaja yang masih tumbuh tinggi memiliki bayi yang lebih kecil daripada remaja yang pertumbuhan telah berhenti (WHO, 2005).
29
Selain itu, remaja yang mengalami kehamilan dini berada pada risiko yang lebih tinggi dalam melahirkan bayi dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dibandingkan dengan ibu dewasa. Kehamilan dikalangan remaja mengakibatkan beberapa dampak negatif lainnya, misalnya terjadi peningkatan kasus aborsi dan komplikasi kehamilan dan persalinan berupa pendarahan, keracunan kehamilan, persalinan macet, persalinan dengan tindakan dan bisa berujung pada kematian ibu. Bayi yang dilahirkan pun berisiko tinggi untuk mengalami BBLR, gangguan pertumbuhan janin (IUGR), cacat dan kematian (Arisman, 2010). Oleh karena itu, kehamilan remaja harus dicegah atau kenaikan berat badan yang memadai harus dipastikan karena anak-anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah rentan terhadap pertumbuhan terhambat, tantangan kognitif dan penyakit kronis di kemudian hari (Taiwo, 2014). 7.
Penyakit Infeksi Penyakit dan infeksi meningkatkan kebutuhan gizi tubuh, sementara kekurangan gizi melemahkan kemampuan tubuh untuk memetabolisme dan menyerap nutrisi, sehingga menciptakan lingkaran setan infeksi dan kekurangan gizi, kesehatan memburuk, dan kadangkadang kematian (WHO, 2005). Remaja kurang rentan terhadap infeksi daripada mereka yang berusia muda (bayi dan balita) (WHO, 2005). Infeksi sebagai faktor malnutrisi mungkin relatif kurang penting pada remaja dibandingkan balita (WHO, 2005). Isu-isu gizi utama infeksi HIV adalah hubungan timbal balik antara status gizi dan perkembangan penyakit. Malnutrisi dapat memiliki efek buruk pada morbiditas,
30
mortalitas dan kualitas hidup, terlepas dari disfungsi kekebalan tubuh akibat infeksi HIV itu sendiri. Asupan gizi makro dari penderita Tuberkulosis Paru masih sangat kurang yang akan berpengaruh pada peningkatan kesembuhan dan status gizi penderita adanya peningkatan asupan makanan pada penderita Tuberkulosis paru akan meningkatkan status gizi (Hizira, 2008). 8.
Aktivitas Fisik Menurut
Badan
Kesehatan
Dunia
WHO,
aktivitas
fisik
didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Bergerak/aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Aktivitas fisik pada remaja dapat mempunyai hubungan dengan peningkatan rasa percaya diri, self-concept, dan rasa cemas dan stress yang rendah (Brown, 2013). Berdasarkan Riskedas 2013, diketahui proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1%. DKI Jakarta termasuk ke dalam provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rata-rata Indonesia dan menduduki posisi lima tertinggi dengan presentasi 44,2% (Riskesdas, 2013). Menurut Brown (2013), aktivitas fisik sebaiknya dilakukan secara teratur sebanyak 3 kali atau lebih dalam seminggu dengan tingkatan olahraga sedang sampai berat. aktivitas fisik sebaiknya dilakukan minimal 30 menit setiap hari. Menurut Djoko Pekik (2007) bahwa aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki tingkatan aktivitas fisik sedang,
31
sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar. Remaja yang kurang melakukan aktifitas fisik sehari–hari, menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energi. Oleh karena itu jika asupan energi berlebih tanpa diimbangi aktivitas fisik yang seimbang maka seseorang remaja mudah mengalami kegemukan. Perubahan pada massa lemak tubuh dapat dicegah dengan melakukan aktivitas fisik (Brown, 2013). Berdasarkan penelitian Aini (2013), diketahui bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan resiko kejadian status gizi lebih pada remaja. Sama halnya dengan hasil penelitian Darmadi (2012) yang menunjukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi, di mana semakin rendah aktivitas fisik, maka semakin besar resiko kejadian status gizi lebih. E. Kerangka Teori Kerangka teori ini menggunakan gabungan teori dan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab tinjauan pustaka. Menurut Moreno (2008), status gizi dipengaruhi oleh pola makan, aktivitas fisik, penyakit infeksi. Menurut WHO (2005), status gizi dipengaruhi oleh pola konsumsi. Menurut hasil penelitian Darmadi (2012) status gizi dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Menurut hasil penelitian Mendoca (2014) status gizi berhubungan dengan body image.Menurut hasil penelitian Zarei (2014) status gizi dipengaruhi oleh jenis kelamin, asupan makanan dan body image.
32
Jenis Kelamin
-
Pola Konsumsi Asupan energi, Asupan karbohidrat, Asupan protein, Asupan lemak Body Image Status Gizi
Status Merokok Konsumsi Alkohol Kehamilan Dini Penyakit Infeksi
Aktivitas Fisik Penyakit Infeksi
Bagan 2.1 Kerangka Teori Sumber: Adaptasi dari Moreno (2008), WHO (2005), Zarei (2014), Mendoca (2014), (Naude, 2011), dan Darmadi (2013)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.Kerangka Konsep
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta tahun 2015. Variabel dependen yang diteliti pada penelitian ini adalah status gizi, dan variabel independen yang diteliti adalah body image, pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dan aktivitas fisik. Alasan meneliti variabel body image adalah dikarenakan adalah masalah body image sering terjadi pada remaja, terutama kategori remaja pertengahan (middle adolescence). Remaja yang mengalami distorsi tubuh memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami status gizi kurus. Variabel pola konsumsi diteliti karena pola konsumsi berpengaruh terhadap status gizi seseorang dan remaja masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan, jika tidak diimbangi dengan masukan zat gizi yang cukup maka tubuh akan mengalami masalah status gizi. Asupan gizi yang berlebihan dapat menyebabkan status gizi lebih dan asupan yang kurang dari kebutuhan menyebabkan status gizi kurang. Variabel aktivitas fisik diteliti karena aktivitas fisik berhubungan dengan status gizi. Remaja yang kurang melakukan aktifitas fisik sehari–hari, menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energi. Jika aktivitas fisik yang dilakukan rendah, maka risiko kejadian gizi lebih juga lebih tinggi.
33
34
Ada beberapa variabel independen yang berpengaruh terhadap status gizi namun tidak diteliti dikarenakan adanya keterbatasan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut antara lain variabel jenis kelamin, merokok, konsumsi alkohol, kehamilan dini dan penyakit infeksi. Variabel jenis kelamin tidak diteliti karena semua responden pada penelitian ini adalah perempuan sehingga variabel jenis kelamin homogen, variabel merokok, konsumsi alkohol, kehamilan dini dan penyakit infeksi tidak diteliti karena merupakan kriteria sample eksklusi penelitian.
35
Variabel Independen
Variabel Dependen
Body Image Asupan Energi
Asupan Karbohidrat
Status Gizi Remaja
Asupan Protein
Asupan Lemak
Aktivitas Fisik
Bagan 3.1
Kerangka Teori
36
3.2.Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Nama
Definisi
Cara
Alat
No.
Hasil Ukur
Variabel Variabel Dependen 1
Status Gizi
Operasional
Ukur
Ukur
Keadaan gizi saat pengukuran dilakukan berdasarkan indeks antropometri (IMT/U) yang dibagi ke dalam beberapa kategori
Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
Berat badan: Timbangan injak digital Tinggi badan: Microtoise Pedoman NCHS
Variabel Independen 1 Body Image Persepsi responden Kuesioner mengenai gambaran citra tubuhnya
2
3
Tingkat asupan energi
Tingkat asupan karbohidrat
Skala
0. Status gizi kurang 1. Status gizi normal 2. Status gizi lebih
Ordinal
Kuesioner Body 0. Body image Shape negatif Questionnaire 1. Body image positif (BSQ)
Ordinal
(Di Pietro M, 2008) 0. Kurang (<70% AKG) 1. Cukup (≥70 % AKG)
Asupan energi yang Wawancara didapatkan dari rata-rata konsumsi energi dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi responden selama tiga hari dibandingkan dengan AKG
Food recall 1x24 jam nonconsecutive selama 3 hari (Gibson, 2005)
(Balitbangkes, 2010)
Asupan karbohidrat Wawancara yang didapatkan dari rata-rata konsumsi karbohidrat dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi.
Food recall 1x24 jam nonconsecutive selama 3 hari
0. Kurang dari Anjuran 1. Lebih dari Anjuran 2. Sesuai anjuran
(Gibson, 2005)
(Almatsier, 2010)
Ordinal
Ordinal
37
Nama
Definisi
Cara
Alat
No.
Hasil Ukur Variabel
4
5
6
Tingkat asupan protein
Tingkat asupan lemak
Aktivitas fisik
Operasional Ukur responden selama tiga hari berdasarkan anjuran kebutuhan normal karbohidrat Asupan protein yang Wawancara didapatkan dari rata-rata konsumsi protein dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi responden selama tiga hari berdasarkan anjuran kebutuhan normal protein. Asupan lemak yang Wawancara didapatkan dari rata-rata konsumsi lemak dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi responden selama tiga hari berdasarkan anjuran kebutuhan normal lemak. Setiap gerakan tubuh Wawancara yang dilakukan responden selama seminggu terakhir berdasarkan perhitungan MET menit/minggu dan dibagi ke dalam kategori ringan, sedang dan berat
Skala
Ukur
Food recall 1x24 jam nonconsecutive selama 3 hari (Gibson, 2005)
0. Kurang dari Anjuran 1. Sesuai anjuran 0. Lebih dari Anjuran
Ordinal
(Almatsier, 2010) Food recall 1x24 jam nonconsecutive selama 3 hari (Gibson, 2005)
0. Kurang dari Anjuran 1. Sesuai anjuran 2. Lebih dari Anjuran
Ordinal
(Almatsier, 2010) Kuesioner International Physical Activity Questionnaire (IPAQ)
0. Aktivitas berat Ordinal (≥1500 METsmin/minggu) 1. Aktivitas ringan (<600METsmin/minggu) 2. Aktivitas sedang (600 – 1500 METsmin/minggu (Patterson, 2011)
38
3.3.Hipotesis 1. Adanya hubungan antara body image dengan dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015 2. Adanya hubungan antara pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015 3. Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi epidemiologi dengan desain penelitian cross sectional, yaitu data yang mengangkut variabel dependen dan variabel independen dikumpulkan dan diamati dalam waktu yang bersamaan. Variabel dependen yang diteliti adalah status gizi, sedangkan variabel independen yang diteliti adalah body image, dan pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dan aktivitas fisik. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 63 Jakarta pada bulan Januari 2014 sampai bulan Juni 2015. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 63 Jakarta yang berjumlah 370 siswi. Kriteria inklusi dari penelitian yaitu: a. Siswi yang masih terdaftar sebagai siswi aktif, hadir saat pengambilan data dilaksanakan dan berada pada kelas X dan XI.
39
40
Kriteria eksklusi penelitian yaitu: a. Siswi yang merokok. b. Siswi yang dalam masa kehamilan pada saat penelitian dilaksanakan. c. Siswi yang mengkonsumsi alkohol. d. Siswi yang sakit saat penelitian dilaksanakan. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah siswi SMA Negeri 63 Jakarta yang masih aktif kelas X dan XI tahun ajaran 2014/2015. 3. Perhitungan Sampel
Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini ditentukan menggunakan uji hipotesis beda proporsi (Ariawan, 1998):
Z1 / 2 n
n
2P1 P Z1 P11 P1 P21 P22 P1 P22
= Jumlah sampel
Z1- α /2 = Derajat Kepercayaan pada α = 5% (Z score = 1,96) Z1-β
= Kekuatan uji yang akan diukur β = 10%
P1
= Proporsi responden mengalami gizi lebih dengan body image positif
P2
= Proporsi responden mengalami gizi lebih dengan body image negatif
41
Tabel 4.1 Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya Variabel Independen Pola konsumsi Body image Aktivitas fisik
P1 0,95 0,462 0,496
P2 0,158 0,097 0,092
∑Sampel 7 37 30
Sumber Restiani, 2012 Afini, 2013 Sada, 2012
Berdasarkan hasil perhitungan rumus di atas, didapatkan jumlah sampel sebanyak 37 orang. Angka tersebut dilaklikan dua untuk mendapatkan jumlah sampel pada dua proporsi sehingga minimal sampel yang dibutuhkan adalah 74 orang. Peneliti menambahkan jumlah sampel sekitar 10% untuk mengantisipasi kuesioner tidak dikembalikan atau responden drop out, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini menjadi 82 orang, kemudian dibulatkan menjadi 85 orang.
4. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ini menggunakan probability sampling dengan teknik simple random sampling dalam pengambilan sampel. Penggunaan simple random sampling karena setiap subjek di lokasi penelitian memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. Apabila terdapat responden yang tidak memenuhi kriteria inklusi maka peneliti akan mengganti dengan responden yang lainnya dipilih berdasarkan absen selanjutnya. Pertama peneliti mengurus perizinan ke sekolah terkait yang dipilih sebagai tempat penelitian, kemudian peneliti menyusun frame sampling
42
berdasarkan absen sekolah yang telah diminta sebelumnya. Peneliti mengocok secara acak berdasarkan jumlah sampel yang diperlukan, yaitu sebanyak 85 siswi. Nama-nama dari absen tersebut yang telah terpilih kemudian akan dipanggil dan diminta kesediaannya untuk ikut serta dalam penelitian yang akan dilakukan.. D. Pengumpulan Data 1.
Jenis Data Pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara mengumpulkan data primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden yang dipilih sebelumnya melalui perhitungan sampel dan telah diminta kesediaannya dalam melakukan pengisian kuesioner. Data primer terdiri dari beberapa hal terkait variabel-variabel yang diteliti seperti variabel body image, pola konsumsi, aktivitas fisik. Peneliti juga melakukan pengumpulan data dengan pengukuran antropometri terkait variabel status gizi, yaitu penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan untuk mendapatkan data status gizi.
2. Metode Pengumpulan Data a. Variabel Status Gizi 1. Instrumen: Data status gizi diperoleh dari pengukuran antropometri terhadap responden. Berat badan diukur dengan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg dan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.
43
2. Cara ukur: Responden melakukan penimbangan berat badan dengan pekaian seminimal mungkin. Responden melepas alas kaki dan melepas barang yang tergolong berat yang melekat pada tubuh. Posisi responde tegak dengan pandangan lurus ke arah depan. Kedua tangan bergantung di sisi tubuh. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan melepas alas kaki dan berdiri tegak lurus. Kedua tangan tergantung pada sisi tubuh dan pandangan lurus ke depan, sedangkan tumit menyentuh sisi dinding. Antropometri responden berdasarkan IMT menurut umur sesuai dengan standa Depkes RI tahun 2010. Kemudian data IMT menurut umur akan diintrepretasikan ke dalam bentuk standar deviasi (SD). 3. Hasil ukur: Status gizi kurang, status gizi normal, dan status gizi lebih. b. Variabel Pola Konsumsi 1. Instrumen: Pengukuran pola konsumsi dilakukan dengan lembar food recall 1x24 jam berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010. Untuk validitas dan reliabilitas lembar food recall ini telah diuji oleh kementerian kesehatan sehingga dapat digunakan. 2. Cara ukur: Pengumpulan data pola konsumsi dilakukan selama tiga hari, yakni hari weekday dan weekend. Peneliti menanyakan makanan yang dimakan serta diminum responden dalam Ukuran Rumah Tangga (URT). Peneliti menggunakan bantuan food model dalam memperkirakan ukuran berat dan takaran makanan minuman
44
yang responden konsumsi. Data pola konsumsi berupa asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak diperoleh dari food recall 1x24 jam selama tiga hari. Hasilnya kemudian di rata-ratakan dan dikonversi ke dalam bentuk satuan gizi. Pengonversian ini dilakukan dengan software nutisoft. Ada empat tahap dalam wawancara recall. Pada tahap pertama, peneliti menanyakan daftar lengkap dari semua makanan dan minuman yang dikonsumsi selama hari sebelumnya Pada tahap kedua, peneliti merinci masing-masing makanan dan minuman yang dikonsumsi, termasuk cara memasak dan merek makanan dan minuman. Kemudian, peneliti menanyakan perkiraan jumlah setiap item makanan dan minuman yang dikonsumsi dengan bantuan foto dan food model sebagai alat bantu memori atau untuk membantu responden dalam menilai ukuran porsi makanan yang dikonsumsi. Pada tahap empat, recall ditinjau ulang untuk memastikan bahwa semua item, termasuk penggunaan suplemen vitamin dan mineral, telah dicatat dengan benar (Gibson, 2005) 3. Hasil ukur: energi kurang jika <70% AKG cukup ≥70 % AKG, karbohidrat kurang dari anjuran jika <60%, karbohidrat sesuai anjuran jika dalam rentang 60-75% dari total energi, dan karbohidrat lebih dari anjuran >75% dari total energi; protein kurang dari anjuran jika <10%, protein sesuai anjuran jika dalam rentang 10-15% dari total energi, dan protein lebih dari anjuran
45
>15% dari total energi; lemak kurang dari anjuran jika <10%, lemak sesuai anjuran jika dalam rentang 10-25% dari total energi, dan lemak lebih dari anjuran >25% dari total energi. c.
Variabel Aktivitas Fisik 1. Instrumen: Data aktivitas fisik diperoleh melalui International Physical Activity Questionnair (IPAQ) short form yang terdiri dari 7 butir pertanyaan. Pada tesis Hastuti (2013), IPAQ menunjukkan validitas dan realibilitas yang baik dan memungkinkan merinci kegiatan seperti berjalan, intensitas sedang dan aktivitas fisik intensitas berat. Ini mendukung penggunaan IPAQ untuk mengukur tingkat aktivitas fisik. 2. Cara ukur: Variabel aktivitas fisik diukur berdasarkan kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan responden selama seminggu terakhir. Skor total nilai aktivitas fisik dilihat dalam MET-menit/minggu berdasarkan penjumlahan dari aktivitas fisik berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat dalam durasi (menit) dan frekuensi (hari). MET merupakan hasil dari perkalian Basal Metabolic Rate dan MET-menit merupakan hasil dari perhitungan dengan mengalikan skor MET dengan kegiatan yang dilakukan dalam menit. Nilai MET untuk berjalan adalah 3.3, aktivitas sedang adalah 4.0, dan aktivitas berat adalah 8.0 (IPAQ, 2005).
46
Total MET-menit/minggu = aktivitas berjalan (METs x durasi x frekuensi) + aktivitas sedang (METs x durasi x frekuensi) + aktivitas berat (METs x durasi x frekuensi). 3. Hasil ukur: Hasil ukur variabel aktivitas fisik dikategorikan menjadi aktivitas berat (>1500 METs-min/minggu), aktivitas sedang (600 – 1500 METs-min/minggu, dan aktivitas ringan (<600METsmin/minggu). d. Variabel Citra Tubuh 1. Instrumen: Data citra tubuh diperoleh dari kuesioner Body Shape Questionnaire (BSQ) short version yang terdiri dari 16 butir pertanyaan. Hasil tesis Hastuti (2013) mendukung bahwa intrumen Body Shape Questionnaire (BSQ) valid dalam menilai menilai persepsi tubuh pada orang dewasa Indonesia.
Kuesioner BSQ
dengan 16 butir pertanyaan menunjukkan nilai realibilitas yang tinggi (Hastuti, 2013). Sama halnya pada penelitian Conti (2009) yang menyebutkan bahwa kuseioner BSQ memiliki hasil yang baik, sehingga memberikan bukti validitas dan reliabilitasnya dan dianjurkan untuk evaluasi sikap citra tubuh di kalangan remaja 2. Cara ukur: Variabel citra tubuh diukur berdasarkan persepsi responden erhadap citra tubuhnya menggunakan kuesioner. 3. Hasil ukur: Variabel body image dikategorikan menjadi mengalami body image positif (skor <38) dan body image negatif (skor ≥38) .
47
E. Manajemen Data Manajemen atau pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan manual maupun dengan menggunakan bantuan komputer guna memudahkan prosesnya. Tahapan pengolahan data terdiri dari: 1.
Editing data Editing dalam penelitian ini berupa menjumlahkan dan melakukan koreksi. Penjumlahan dilakukan agar kuesioner yang di dapatkan sesuai jumlah yang telah ditentukan, sedangkan koreksian berupa tindakan membenarkan atau menyelesaikan hal-hal yang salah atau kurang jelas.
2.
Coding data Coding data dilakukan untuk membuat kelompok jawaban dan memberi kode jawabannya sebelum di masukkan data ke dalam komputer. Pengkodingan dilakukan sebelum dan sesudah pengumpulan data. Fungsi coding data dalam penelitian ini adalah agar memudahkan pengolahan data setelah data tersebut sudah masuk ke komputer.
3.
Entry data Dalam penelitian ini, peneliti memasukkan data ke dalam template yang telah disediakan. Agar mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.
4.
Cleaning data Peneliti melakukan kegiatan pengecekkan kembali data yang telah di entry untuk memastikan bahwa data tersebut tidak ada kesalahan baik dalam pengcodingan maupun membaca kode sehingga jika ditemukan kesalahan
48
dapat langsung dilakukan perbaikan dan penyesuaian dengan data yang telah dikumpulkan. F. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan analisis bivariat. 1. Analisis Univariat Analisis
univariat
digunakan
untuk
melihat
menyajikan
dan
mendeskripsikan karakteristik data variabel dependen dan independen. Variabel dependen penelitian ini. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk melihat kemungkinan adanya hubungan yang bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen. Analisa bivariat ini menggunakan uji chi square dengan rumus :
𝑥=Σ
(O – E)2 E
Keterangan : X2 = Chi square O = Nilai observasi E = Nilai Ekspektasi K = Jumlah kolom
Df = (b-1) (k-1)
49
b
= Jumlah baris
Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antar dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P ≤ 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara variabel dependen dan variabel independen. Namun sebaliknya, bila nilai P > 0,05 berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel dependen dan variabel independen. Alternatif chi square yang digunakan untuk tabel lebih dari 2 x 2 adalah uji Pearson Chi Square. Namun pada tabel lebih dari 2 x 2 dengan sel yang mempunyai expected kurang dari 5 atau lebih besar dari 20%, maka alternatif chi square yang digunakan adalah uji Likelihood Ratio.
BAB V HASIL
A. Analisis Univariat 1. Gambaran Status Gizi Responden Status gizi dikategorikan berdasarkan nilai z-score dari IMT/U. Berdasarkan Kemenkes RI (2011), status gizi remaja dikategorikan dalam lima kategori, yaitu sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas. Namun pada penelitian ini, status gizi dikategorikan menjadi tiga kategori, status gizi sangat kurus dan kurus dikategorikan menjadi status gizi kurang dan status gizi gemuk dan obesitas dikategorikan menjadi status gizi lebih. Sehingga kategori status gizi pada penelitian ini yaitu status gizi kurang, normal, dan gizi status lebih. Distribusi responden berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Gambaran Status Gizi Responden Status Gizi Gizi kurang Normal Gizi lebih Jumlah
Frekuensi (n) 15 50 20 85
50
Presentase (%) 17,6 58,8 23,5 100,0
51
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari sebagian besar siswi memiliki status gizi normal, yaitu sebanyak 50 siswi (58,8%). 2. Gambaran Body Image Responden Body image dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu body image negatif dan body image positif. Distribusi responden berdasarkan body image dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Gambaran Body Image Responden Body Image Frekuensi (n) Presentase (%) Body Image Negatif 45 52,9 Body Image Positif 40 47,1 Jumlah 85 100,0 Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa lebih dari separuh siswi memiliki body image negatif, yaitu sebanyak 45 siswi (52,9%). 3. Gambaran Asupan Energi Responden Data asupan energi diperoleh dari hasil wawancara food recall 1 x 24 jam selama 3 hari. Distribusi responden berdasarkan asupan energi dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Gambaran Asupan Energi Responden Asupan Energi Frekuensi (n) Presentase (%) Kurang 31 36,5 Cukup 54 63,5 Jumlah 85 100,0 Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa masih ada siswi yang memiliki asupan energi kurang, yaitu sebanyak 31 siswi (36,5%).
52
4. Gambaran Asupan Karbohidrat Responden Data asupan karbohidrat diperoleh dari hasil wawancara food recall 1 x 24 jam selama 3 hari. Kategori asupan karbohidrat dibagi dua, yaitu tidak sesuai anjuran dan sesuai anjuran. Dimana anjuran kebutuhan karbohidrat normal adalah (60-75%) (Almatsier, 2010). Distribusi responden berdasarkan asupan karbohidrat dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Gambaran Asupan Karbohidrat Responden Asupan Karbohidrat Kurang dari Anjuran Sesuai Anjuran Lebih dari Anjuran Jumlah
Frekuensi (n) 14 49 22 85
Presentase (%) 16,5 57,6 25,9 100,0
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa lebih dari separuh siswi memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran, yaitu sebanyak 49 siswi (57,6%). 5. Gambaran Asupan Protein Responden Data asupan protein diperoleh dari hasil wawancara food recall 1 x 24 jam selama 3 hari. Kategori asupan protein dibagi dua, yaitu tidak sesuai anjuran dan sesuai anjuran. Dimana anjuran kebutuhan protein normal adalah (10-15%) (Almatsier, 2010). Distribusi responden berdasarkan asupan protein dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut.
53
Tabel 5.5 Gambaran Asupan Protein Responden Asupan Protein Kurang dari Anjuran Sesuai Anjuran Lebih dari Anjuran Jumlah
Frekuensi (n) 13 58 14 85
Presentase (%) 15,3 68,2 16,5 100,0
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebagian besar siswi memiliki asupan protein sesuai anjuran, yaitu sebanyak 58 siswi (68,2%). 6. Gambaran Asupan Lemak Responden Data asupan lemak diperoleh dari hasil wawancara food recall 1 x 24 jam selama 3 hari. Kategori asupan lemak dibagi dua, yaitu tidak sesuai anjuran dan sesuai anjuran. Dimana anjuran kebutuhan lemak normal adalah (10-25%) (Almatsier, 2010). Distribusi responden berdasarkan sasupan lemak dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut. Tabel 5.6 Gambaran Asupan Lemak Responden Asupan Lemak Kurang dari Anjuran Sesuai Anjuran Lebih dari Anjuran Jumlah
Frekuensi (n) 15 51 19 85
Presentase (%) 17,6 60,0 22,4 100,0
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa lebih dari separuh siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran, yaitu sebanyak 51 siswi (60,0%).
54
7. Gambaran Aktivitas Fisik Responden Aktivitas
fisik
responden
dalam
seminggu
diukur
dengan
menggunakan total MET-menit minggu, yaitu dengan menjumlahkan aktivitas berjalan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat. Kemudian hasil yang diperoleh diklasifikasikan ke dalam aktivitas fisik ringan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat berdasarkan IPAQ (2005). Distribusi responden berdasarkan aktivitas fisik dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Gambaran Aktivitas Fisik Responden Aktivitas Fisik Aktivitas Fisik Berat Aktivitas Fisik Sedang Aktivitas Fisik Ringan Total
Frekuensi (n) 19 30 36 85
Presentase (%) 22,4 35,3 42,4 100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 85 siswi, hampir separuh dari keseluruhan siswi memiliki aktivitas fisik ringan yaitu sebanyak 36 siswi (42,4%). B. Hasil Analisis Bivariat 1. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden Hasil analisis bivariat antara body image dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.8
55
Tabel 5.8 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden Body Image
Kurang n % 9 20,0
Status Gizi Normal n % 21 46,7
Body Image Negatif Body Image 6 15,0 29 Positif Total 15 17,6 20 *Ket :OR1: Odd Ratio Kurang-Lebih OR2: Odd Ratio Normal-Lebih
Total
Lebih N % 5 12,5
n 40
% 100
72,5
15
33,3
45
100
23,5
50
58,8
85
100
OR1*
OR2*
0,500
0,241
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki body image negatif (20,0%) dibanding dengan siswi yang memiliki body image positif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,037, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara body image dengan status gizi. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki body image negatif memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 0,500 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki body image positif. Sedangkan siswi yang memiliki body image negatif memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 0,241 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki body image positif.
2. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden Hasil analisis bivariat antara asupan energi dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.9
PValue 0,037
56
Tabel 5.9 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden Status Gizi Kurang Normal Lebih n % n % n % Kurang 12 38,7 14 45,2 5 16,1 Cukup 3 5,6 36 66,7 15 27,8 Total 15 17,6 50 58,8 20 23,5 *Ket :OR1: Odd Ratio Kurang-Lebih OR2: Odd Ratio Normal-Lebih Asupan Energi
Total N 31 54 85
% 100 100 100
OR1*
12,000
OR2*
1,167
PValue 0,001
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan energi kurang (38,7%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan energi cukup (5,6%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,001, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara asupan energi dengan status gizi. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan energi kurang memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 12,000 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan energi cukup. Sedangkan siswi yang memiliki asupan energi kurang memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 1,167 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan energi cukup.
3. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden Hasil analisis bivariat antara asupan karbohidrat dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 6.0
57
Tabel 6.0 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden Asupan Karbohidrat
Kurang n % 7 50,0
Status Gizi Normal Lebih n % n % 6 42,9 1 7,1
Total
OR1*
OR2*
OR3*
OR4*
PValue
N % Kurang dari 14 100 23,333 1,852 6,667 4,321 0,002 Anjuran Sesuai 5 10,2 35 71,4 9 18,4 49 100 Anjuran Lebih dari 3 13,6 9 40,9 10 45,5 22 100 Anjuran Total 15 17,6 50 58,8 20 23,5 85 100 *Ket :OR1: Odd Ratio pada status gizi kurang-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran OR2: Odd Ratio pada status gizi kurang- lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran OR3: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran OR4: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran
Berdasarkan tabel 6.0 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran (50,0%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran (10,2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,002, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dengan status gizi. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 23,333 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki tingkat asupan karbohidrat sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,852 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran anjuran. Siswi
58
yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 6,667 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 4,321 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran.
4. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden Hasil analisis bivariat antara asupan protein dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 6.1 Tabel 6.1 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden Asupan Protein
Kurang n % 7 53,8
Status Gizi Normal Lebih n % n % 6 46,2 0 0
Total
OR1*
OR2*
OR3*
OR4*
PValue
N % Kurang dari 13 100 1,375 2,000 5,892 6,667 0,000 Anjuran Sesuai 6 10,3 40 69,0 12 20,7 58 100 Anjuran Lebih dari 2 14,3 4 28,6 8 57,1 14 100 Anjuran Total 15 17,6 50 58,8 20 23,5 85 100 *Ket :OR1: Odd Ratio pada status gizi kurang-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran OR2: Odd Ratio pada status gizi kurang- lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran OR3: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran OR4: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran
Berdasarkan tabel 6.1 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran (53,8%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran (10,3%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,000,
59
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara asupan protein dengan status gizi. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,375 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 2,000 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein lebih dari anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 5,892 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 6,667 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein lebih dari anjuran.
5. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden Hasil analisis bivariat antara asupan lemak dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 6.2.
60
Tabel 6.2 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden Asupan Karbohidrat
Kurang n % 7 46,7
Status Gizi Normal Lebih n % n % 8 53,3 0 0
Total
OR1*
OR2*
OR3*
OR4*
PValue
n % Kurang dari 15 100 1,216 3,667 4,633 7,333 0,000 Anjuran Sesuai 6 11,8 36 70,6 9 17,6 51 100 Anjuran Lebih dari 2 10,5 6 31,6 11 57,9 19 100 Anjuran Total 15 17,6 20 23,5 50 58,8 85 100 *Ket :OR1: Odd Ratio pada status gizi kurang-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran OR2: Odd Ratio pada status gizi kurang- lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran OR3: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran OR4: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran
Berdasarkan tabel 6.2 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran (46,7%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran (11,8%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara asupan lemak dengan status gizi. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,216 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 3,667 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak lebih dari anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar
61
4,663 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 7,333 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak lebih dari anjuran. 6. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden Hasil analisis bivariat antara aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 6.3 Tabel 6.3 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden Aktivitas Fisik Aktivitas Fisik Berat Aktivitas Fisik Sedang Aktivitas Fisik Ringan Total
Kurang n % 5 26,3
Status Gizi Normal n % 5 26,3
Total
Lebih n % 9 47,4
n 19
% 100
5
16,7
8
26,7
17
56,7
30
100
5
13,9
7
19,4
24
66,7
36
100
15
17,6
20
23,5
50
58,8
85
100
OR1*
OR 2*
1,400
0,875
OR 3*
OR4*
0,525
*Ket :OR1: Odd Ratio aktivitas fisik ringan- sedang pada status gizi kurang-lebih OR2: Odd Ratio aktivitas fisik ringan- sedang pada status gizi normal-lebih OR3: Odd Ratio aktivitas fisik sedang-berat pada status gizi kurang- lebih OR4: Odd Ratio aktivitas fisik sedang-berat pada status gizi normal- lebih
Berdasarkan tabel 6.3 diketahui bahwa status gizi lebih lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki aktivitas fisik sedang (26,7%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki aktivitas fisik berat (26,3%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,677, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi.
0,620
PValue 0,677
62
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,400 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki tingkat aktivitas fisik sedang. Siswi yang memiliki aktivitas fisik sedang memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 0,875 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik ringan. Siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 0,525 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik sedang. Siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi lebih sebesar 0,620 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik ringan.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang menjadi keterbatasan penelitian. Keterbatasan ini berasal dari peneliti sendiri maupan keterbatasan instrumen yang ada. Berikut ini adalah keterbatasan yang ada pada penelitian ini: 1. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti pada waktu yang bersamaan sehingga tidak bisa menyimpulkan hubungan sebab akibat karena pengukuran variabel dependen dengan variabel independen dilakukan pada waktu yang bersamaan. 2. Adanya kemungkinan bias the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang berstatus gizi kurus melaporkan konsumsi makanan yang berlebihan sedangkan responden yang berstatus gizi gemuk cenderung melaporkan makanan yang lebih sedikit, sehingga data yang dihasilkan kurang valid. Untuk mengantisipasi bias yang terjadi, peneliti melakukan probing dalam wawancara recall mengenai makanan yang dikonsumsi responden di hari sebelumnya.
63
64
B. Gambaran Status Gizi Responden Status gizi adalah keadaan
yang diakibatkan oleh status
keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk fungsi biologis, seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya (Suyatno, 2009). Penilaian status gizi remaja didasarkan pada Indeks IMT/U (Kemenkes, 2011). IMT diperoleh dengan melakukan pengukuran antropometri berat badan dan tinggi badan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 85 sampel siswi, didapatkan bahwa sebagian besar siswi memiliki status gizi normal (58,8%), namun masih banyak pula siswi yang mengalami permasalahan gizi (status gizi kurang dan status gizi lebih). Presentase status gizi kurang dan gizi lebih pada penelitian ini bila dibandingkan dengan data Riskesdas 2013, angka tersebut telah melebihi prevalensi nasional kekurusan dan kegemukan, yaitu 9,4% untuk kekurusan dan 7,3% untuk kegemukan. Selain itu, presentase gizi kurang dan gizi lebih juga lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi kekurusan dan kegemukan DKI Jakarta. Permasalahan gizi dapat menimbulkan beberapa dampak negatif pada kesehatan. Malnutrisi (kekurangan gizi atau kelebihan gizi) yang mengacu pada gangguan kesehatan baik dari kekurangan atau kelebihan atau ketidakseimbangan nutrisi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting di kalangan remaja di seluruh dunia. Masalah ini berdampak
65
pada
pertumbuhan,
perkembangan
dan
kebugaran
fisik
remaja
(Doustmohammadian, 2013). Status gizi obesitas pada masa remaja menjadi masalah yang serius karena dapat berlanjut hingga dewasa dan menjadi faktor risiko penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskular, DM, artritis, penyakit kantong empedu, penyakit kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit (Aritonang dkk, 2009). Sedangkan status gizi kurang akan meningkatkan
risiko
terhadap
penyakit,
terutama
penyakit
infeksi
(Sediaoetama, 2006). Kekurangan gizi pada kelompok remaja perempuan merupakan masalah kesehatan masyarakat utama, terutama di negara berkembang, yang mengarah ke gangguan pertumbuhan dan anemia gizi (Kalhan dkk, 2009). Apabila kebutuhan gizi remaja putri tidak terpenuhi, maka mereka akan melahirkan anak-anak yang kekurangan gizi pula, hal ini mengakibatkan masalah kurang gizi untuk generasi selanjutnya (Mulugeta, 2009). Remaja putri yang gemuk memungkinkan untuk tetap gemuk saat dewasa dan mengalami tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi (Singh AS dkk, 2008). C. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, yang dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diiginkan. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktual maka akan
66
menimbulkan body image negatif (Tejoyuwono, 2007). Dalam penelitian Cash dan Linda (2011) menyebutkan bahwa pada majalah fashion wanita, kebanyakan wanita digambarkan dengan perawakan muda, tinggi, wanita berkaki panjang, bermata besar, berpayudara besar, dan kebanyakan berkulit putih. Karakteristik fisik yang paling menonjol dari model ini adalah mereka sangat kurus. Paparan model majalah memiliki efek negatif pada body image perempuan, dimana rata-rata ukuran tubuh model ini sangatlah kurus (Clay, 2005). Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa lebih banyak siswi yang memiliki body image negatif, yaitu sebesar 52,9% dibandingkan dengan siswi yang memiliki body image positif. Penelitian yang dilakukan di Bukittinggi juga menunjukkan bahwa sebanyak 55,8% mengalami distorsi body image (Santy, 2006). Hasil penelitian Dieny (2007) menunjukkan bahwa masih banyak responden yang memiliki body image negatif (ketidakpuasan pada bentuk/ukuran tubuhnya), yaitu sebanyak 51,5%. Penelitian Mendoca (2014) menyebutkan bahwa sebesar 69,4% remaja memiliki body image negatif dan merasa tidak puas dengan body image mereka. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak siswi yang memiliki body image negatif. Perkembangan citra tubuh pada remaja putri yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya merupakan gambaran terjadinya masalah gizi pada remaja putri (Rahayu, 2012). Masalah
yang sering timbul pada remaja putri akibat persepsi
mengenai bentuk tubuh adalah anoreksia nervosa dan bulimia. Upaya
67
mendapat bentuk tubuh ideal dengan cara yang tidak tepat mengakibatkan banyak remaja putri yang menderita anoreksia nervosa dan bulimia (Noorkasiani dkk, 2007). Berdasarkan hasil bivariat diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki body image negatif (20,0%) dibanding dengan siswi yang memiliki body image positif. Masih banyak siswi dengan status gizi normal yang memiliki body image negatif, yaitu sebesar 46,7%. Presentase tersebut memperlihatkan bahwa proporsi status gizi normal lebih banyak pada siswi yang memiliki body image negatif. Walaupun mereka telah memiliki status gizi normal, bahkan status gizi kurang, tetapi mereka masih memiliki persepsi body image yang negatif. Hal ini didukung oleh hasil uji statistik yang menunjukkan adanya hubungan antara body image dengan status gizi dengan nilai p-value sebesar 0,037. Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2012) ditemukan bahwa terdapat responden dengan status gizi normal namun mempunyai body image negatif. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa meskipun responden telah mempunyai tubuh ideal, tapi akan selalu menjaga bentuk badannya karena cenderung menilai ukuran tubuhnya lebih besar dari ukuran sebenarnya. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki body image negatif memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 0,500 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki body image positif. Sedangkan siswi yang memiliki body image negatif memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 0,241 kali lebih
68
besar dibandingkan dengan siswi memiliki body image positif. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki body image negatif memiliki kecenderungan untuk memiliki status kurang dibandingkan status gizi normal. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widianti (2014), yakni adaya hubungan antara body image dengan status gizi (p=0,001). Hal ini berarti semakin tinggi ketidakpuasan terhadap body image, maka status gizinya semakin tidak normal. Ketidakpuasan body image pada remaja putri terjadi karena ketidaksesuaian bentuk tubuhnya dengan bentuk tubuh yang diinginkan. Ketidakpuasan terhadap body image rata-rata terjadi pada subyek dengan status gizi overweight atau obesitas. Namun terdapat pula subyek yang memiliki status gizi normal namun tidak puas terhadap bentuk tubuhnya. Hasil penelitian Widianti (2014) menyatakan bahwa ada responden yang memiliki status gizi normal namun tidak puas terhadap bentuk tubuhnya. Ketidakpuasan ini dikarenakan responden merasa tubuhnya terlalu gemuk dan terdapat beberapa bagian tubuh yang tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya, sehingga terlihat tidak proporsional. Meskipun remaja putri telah mempunyai tubuh ideal namun mereka cenderung menilai ukuran tubuhnya lebih besar dari ukuran yang sebenarnya (Grogan, 2008). Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Serly (2015), yang menunjukkan adanya hubungan status gizi dengan body image (p<0,001). Hasil penelitian Laus dkk (2009) juga menunjukkan ada hubungan antara body image dengan status gizi (p < 0,01).
69
D. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden Energi merupakan zat yang sangat esensial bagi manusia dalam menjalankan metabolisme basal (proses tubuh yang vital), melakukan aktivitas, pertumbuhan, dan pengaturan suhu (Hardinsyah, dkk, 2012). Pada usia remaja (10-18 tahun), terjadi proses pertumbuhan jasmani yang pesat serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh, selain aktivitas yang tinggi (Brown, 2013). Kecepatan pertumbuhan fisik pada masa remaja merupakan kedua tercepat setelah bayi, sehingga dibutuhkan asupan energi yang cukup pada remaja (Khomsan, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswi memiliki asupan energi cukup (63,5%), namun masih ada siswi yang memiliki asupan energi kurang, yaitu sebesar 36,5%. Berdasarkan Riskesdas (2010), diketahui bahwa sebanyak 54,5% konsumsi energi penduduk usia remaja (16-18 tahun) di bawah kebutuhan minimal, sedangkan presentase nasional penduduk usia remaja konsumsi energi di bawah kebutuhan minimal di DKI Jakarta sebanyak 53,3%. Berdasarkan
Almatsier
(2010),
kekurangan
energi
akan
mengakibatkan berat badan kurang dari berat badan ideal. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi. Sedangkan apabila kelebihan energi, maka akan mengakibatkan berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan dapat disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal karbohidrat, protein maupun lemak, namun juga karena kurang bergerak atau
70
aktivitas. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh, yang merupakan risiko dari penyakit kronis, seperti Diabetes Melitus (DM), penyakit
jantung
koroner,
hipertensi,
penyakit
kanker,
dan
dapat
memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2010). Hasil bivariat menunjukkan bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan energi kurang (38,7%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan energi cukup. Presentase tersebut memperlihatkan bahwa proporsi status gizi kurang lebih banyak pada siswi yang memiliki asupan energi kurang. Hal ini mungkin dikarenakan berdasarkan hasil recall, siswi yang mengalami status gizi kurang tidak membiasakan pola konsumsi yang beranekaragam dan tidak membiasakan sarapan, sehingga nutrisi tidak dalam kesehariannya belum sesuai dengan kebutuhan gizi siswi, yang pada akhirnya mengakibatkan status gizi kurang. Hal ini didukung oleh uji statistik yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara asupan energi dengan status gizi dengan nilai p value 0,001. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan energi kurang memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 12,000 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan energi cukup. Sedangkan siswi yang memiliki asupan energi kurang memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 1,167 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan energi lebih. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki asupan gizi kurang memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi kurang.
71
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dieny (2007) yang menunjukkan adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi (p=0,000), dimana semakin baik tingkat asupan energi maka status gizinya semakin baik. Berdasarkan hasil penelitian Serly (2015) diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan status gizi (p=0,000). Hasil penelitian Muchlisa (2013) menunjukkan ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi (p=0,000), artinya jika asupan energi seseorang rendah memiliki peluang yang lebih besar untuk berada pada kategori status gizi kurang. Asupan energi dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Asupan energi yang kurang dapat menyebabkan seseorang menjadi status gizi kurang, hal ini dikarenakan asupan gizi yang kurang menyebabkan kebutuhan tubuh akan nutirisi tidk terpenuhi. Sedangkan asupan enegi yang berlebih dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi gizi lebih (Serly, 2015). Kekurangan asupan energi apabila berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka akan mengakibatkan menurunnya berat badan dan keadaan kekurangan zat gizi yang lain (Gibney, 2008). Konsumsi energi yang melebihi kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan dan apabila terus berlanjut maka akan menyebabkan kegemukan dan resiko penyakit degeneratif (Soekirman, 2006). E. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden Karbohidrat merupakan zat gizi penting yang diperlukan tubuh sebagai sumber energi utama. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal. Sumber karbohidrat berasal dari padi-padian atau serealia, umbi-umbian,
72
kacang-kacangan kering, dan gula. Hasil olahannya seperti bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup, dan sebagainya (Almatsier, 2009). Berdasarkan Almatsier (2010), anjuran kebutuhan karbohidrat normal adalah (60-75%). Selain sebagai sumber energi utama bagi tubuh, karbohidrat juga berfungsi sebagai pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak, membantu pengeluaran feses. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hari dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak (Almatsier, 2009). Hasil univariat menunjukkan bahwa sebagian besar siswi memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran (57,6%), namun masih ada siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran (16,5%) dan iswi yang memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran (25,9%). Anjuran normal karbohidrat berada pada rentang 60-75%,
namun pada penelitian asupan
karbohidrat paling rendah adalah sebesar 50%, sedangkan asupan karbohidrat paling tinggi mencapai 90%. Berdasarkan hasil wawancara dari lembar food recall 1x24 jam selama 3 hari penelitian, diketahui bahwa asupan karbohidrat responden sebagian besar berasal dari konsumsi nasi. Selain itu asupan karbohidrat responden juga diperoleh dari konsumsi makanan olahan lainnya seperti roti, mie dan sebagainya. Salah satu fungsi karbohidrat adalah sebagai penghemat protein, yaitu bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan
73
digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh dengan mengalahkan fungsi utamanya sebagai zat pembangun (Almatsier, 2009). Jadi jika asupan karbohidrat tidak mencukupi, maka protein akan bekerja sebagai sumber energi tubuh. Namun apabila seseorang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah berlebihan, maka akan menjadi gemuk (Almatsier, 2009). Berdasarkan hasil bivariat, diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran (50,0%). Dapat dilihat pula bahwa 18,4% siswi mengalami status gizi lebih, walaupun telah memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran. Hal ini dapat diasumsikan bahwa siswi memiliki asupan
lemak yang lebih dari
anjuran atau siswi memiliki tingkat aktivitas fisik ringan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,002. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dengan status gizi. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 23,333 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki tingkat asupan karbohidrat sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,852 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran anjuran. Siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 6,667 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan
74
karbohidrat sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 4,321 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang. Hasil penelitian Oktaviani dkk (2012) dengan pendekatan cross sectional menunjukkan ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi (p=0,001). Hasil penelitian Muchlisa (2013) menunjukkan ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi (p=0,000). Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh yang diperlukan untuk melakukan aktivitas. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak. Apabila seseorang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah berlebihan, maka akan menjadi gemuk (Almatsier, 2009). F. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden Protein adalah mineral makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amin, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida (Almatsier, 2009). Selain sebagai sumber energi, protein juga berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat pengatur di dalam tubuh (Muchtadi, 2009). Satu gram protein menghasilkan 4 kkal. Sumber protein antara lain kacang-kacangan, daging,
75
unggas, susu, telur, ikan, kerang (Almatsier, 2009). Berdasarkan Almatsier (2010), anjuran kebutuhan protein normal adalah (10-15%). Berdasarkan Riskesdas (2010), diketahui bahwa persentase nasional penduduk umur 16-18 tahun yang mengkonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal adalah 35,6%, sedangkan presentasi penduduk usia remaja konsumsi protein di bawah kebutuhan minimal di DKI Jakarta sebanyak 32,5%. Hasil univariat menunjukkan bahwa sebagian besar siwi memiliki asupan protein sesuai anjuran (68,2%), namun masih ada siswi yang memiliki asupan kurang dari anjuran (15,3%) dan siswi yang memiliki asupan lebih dari anjuran (16,5%). Anjuran normal protein berada pada rentang 10-15%, namun pada penelitian asupan protein paling rendah adalah sebesar 5%, sedangkan asupan protein paling tinggi mencapai 30%. Berdasarkan hasil wawancara dari lembar food recall 1x24 jam selama 3 hari penelitian, diketahui bahwa asupan protein responden sebagian besar berasal dari kacang-kacangan dan olahannya, seperti tahu dan tempe. Asupan protein responden juga diperoleh dari konsumsi telur dan ikan, susu, dan daging. Apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi untuk kebutuhan energi tubuh, maka protein akan menggantikan fungsi karbohidrat sebagai penghasil energi (Almatsier, 2009). Kekurangan
protein
ini
apabila
berlangsung
lama
dapat
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan jaringan yang tidak normal, kerusakan fisik dan mental pada anak, ibu hamil dapat mengalami keguguran, melahirkan bayi prematur, dan anemia (Devi, 2010). Kelebihan protein dapat
76
merangsang pengeluaran kalsium. Kemudian kelebihan protein juga dapat mengakibatkan kerja berat pada ginjal, serta hipertrofi (pembesaran) pada hati dan ginjal. (Devi, 2010). Berdasarkan hasil bivariat, diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran (53,8%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran (10,3%). Diketahui berdasarkan hasil univariat asupan protein paling rendah adalah sebesar 5%, kemudian hasil wawancara recall menunjukkan konsumsi asupan protein siswi dengan status gizi kurang masih sedikit dan tidak beranekaragam. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,000. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara asupan protein dengan status gizi. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,375 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 2,000 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein lebih dari anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 5,892 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 6,667 kali lebih besar dibandingkan
77
dengan siswi memiliki asupan protein lebih dari anjuran. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi normal. Hasil penelitian penelitian sejalan dengan penelitian Amelia (2013), yang menunjukkan adanya hubungan antara asupan protein dengan status gizi. Konsumsi protein yang memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan akan menghasilkan status gizi yang baik. Hasil penelitian Restiani (2012) dengan desain studi cross sectional menunjukkan bahwa adan hubungan antara asupan protein dengan status gizi (p=0,006). Sama halnya dengan penelitian Dieny (2007) yang menunjukkan adanya hubungan asupan protein dengan status gizi (p=0,000), artinya semakin baik asupan protein maka status gizinya semakin baik. Orang yang ingin mengurangi berat badan akan mengalami hambatan jika mengkonsumsi banyak protein, karena makanan yang banyak mengandung protein biasanya mengandung banyak lemak pula sehingga menyebabkan obesitas. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi akan lemak, sehingga konsumsi protein secara berlebihan dapat menyebabkan obesitas (Alamtsier, 2009). Kekurangan protein akan berdampak terhadap pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh menurun, lebih rentan terserang penyakit, serta daya kreativitas dan daya kerja merosot (Irianto & Waluyo, 2004). G. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden Asupan lemak merupakan asam organik yang terdiri di atas rantai hidrokarbon lurus pada satu ujung mempunyai gugus karboksil (COOH) dan
78
pada ujung lain gugus metil (CH3) (Almatsier, 2009). Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan, mentega, margarin, dan lemak hewan (Almatsier, 2009). Tubuh manusia membutuhkan lemak makanan dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Brown, 2013). Lemak merupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 kkal dalam tiap grammnya, yaitu menyediakan energi sekitar 2 ½ kali lebih besar daripada yang diberikan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier, 2009). Berdasarkan Almatsier (2010), anjuran kebutuhan lemak normal adalah 10-25%. Hasil univariat menunjukkan bahwa lebih dari separuh siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran (60,0%), namun masih ada siswi yang memiliki asupan kurang dari anjuran (17,6%) dan siswi yang memiliki asupan lebih dari anjuran (22,4%). Anjuran normal lemak berada pada rentang 1025%, namun pada penelitian asupan lemak paling rendah adalah sebesar 5%, sedangkan asupan lemak paling tinggi mencapai 40%. Berdasarkan hasil wawancara dari lembar food recall 1x24 jam selama 3 hari penelitian, diketahui bahwa asupan lemak responden sebagian besar berasal dari makanan yang digoreng dengan lemak atau minyak, yaitu goreng-gorengan. Selain itu asupan lemak responden juga berasal dari konsumsi daging, telur, keju, susu dan kacang-kacangan. Sama halnya seperti karbohidrat dan protein, lemak juga mengandung kalori sebagai sumber energi. Kelebihan konsumsi lemak dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas, penyumbatan pembuluh darah karena
79
penumpukan lemak di dalam dinding pembuluh darah. Lemak yang menumpuk tersebut bisa dalam bentuk kolesterol. Akibatnya, kolesterol akan tinggi, menjai hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke. Lemak yang tinggi juga mempunyai dampak kanker payudara, kolon, dan prostat (Devi, 2010). Berdasarkan hasil bivariat diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran (46,7%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran (11,8%) dan asupan lemak lebih dari anjuran (10,5%). Diketahui pula bahwa ada siswi yang mengalami status gizi lebih walaupun memiliki asupan lemak sesuai anjuran (17,6%). Hal ini mungkin dikarenakan kelompok responden memiliki aktivitas fisik ringan. Walaupun mereka telah memiliki asupan lemak yang sesuai anjuran, namun kurangnya aktivitas fisik responden menyebabkan menyebabkan kegemukan atau obesitas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,000. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara asupan lemak dengan status gizi. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,216 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 3,667 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak lebih dari anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran
80
memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 4,663 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 7,333 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak lebih dari anjuran. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi normal. Hasil penelitian Muchlisa (2013) menunjukkan ada hubungan antara asupan lemak dengan status gizi (p=0,002). Penelitian Restiani (2012) menunjukkan adanya hubungan antara asupan lemak dengan status gizi (p=0,000), dimana seorang remaja yang asupan lemaknya berlebih akan beresiko mengalami gizi lebih dibanding dengan remaja yang asupannya tidak lebih. H. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden Menurut WHO (2013), aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki tingkatan aktivitas fisik sedang, sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar (Djoko Pekik, 2007). Kurangnya aktivitas fisik diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk keempat kematian di dunia, yaitu sekitar 6% dari kematian di dunia (WHO, 2010). Aktivitas fisik secara teratur mengurangi risiko penyakit jantung koroner dan stroke, diabetes, hipertensi, kanker usus besar, kanker payudara dan depresi (WHO, 2010).
81
Penelitian ini menggunakan instrumen IPAQ untuk mengukur aktivitas fisik. IPAQ merupakan kuesioner internasional untuk mengukur aktivitas fisik pada 7 hari sebelumnya. Jenis aktivitas fisik terbagi menjadi aktivitas fisik ringan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat (IPAQ, 2005). Hasil univariat menunjukkan bahwa dari 85 siswi, hampir separuh dari keseluruhan siswi memiliki aktivitas fisik ringan yaitu sebanyak 36 siswi (42,4%), kemudian diikuti aktivitas fisik sedang sebesar 35,3%. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa siswi lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan jenis aktivitas ringan dan sedang dibandingkan dengan jenis aktivitas fisik berat. Hal ini dikarenakan status mereka yang masih pelajar, sehingga kegiatan utama yang biasa dilakukan dalam kesehariannya adalah belajar di sekolah. Dalam kesehariannya sisiwi kurang lebih menghabiskan waktu 8 jam di sekolah. Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa sebagian besar siswi menggunakan kendaraan bermotor. Berdasarkan Riskesdas (2013), diketahui bahwa proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1%. DKI Jakarta termasuk ke dalam 5 provinsi tertinggi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada diatas rata-rata Indonesia 44,2%. Hal ini menujukkan bahwa aktivitas fisik siswi SMAN 63 Jakarta masih rendah. Berdasarkan hasil bivariat diketahui bahwa dari rata-rata siswi dengan status gizi kurang memiliki tingkat aktivitas fisik berat (26,3%) dibandingkan aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik ringan. Kemudian
82
66,7% siswi dengan siswi gizi lebih memiliki tingkat aktivitas fisik ringan. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value=0,677. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi. Aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab yang mempengaruhi dengan keadaan gizi seseorang, aktivitas fisik yang ringan dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi obesitas, overweight atau menjadi underweight. Biasanya aktivitas fisik yang ringan akan menyebabkan status gizinya menjadi obesitas atau overweight hal ini dikarenakan banyaknya energi yang tertumpuk di dalam tubuh dikarenakan tidak adanya pembakaran kalori ditubuh karena aktivitasnya yang tidak cukup (Serly, 2015). Pada penelitian ini ada beberapa responden yang memiliki aktivitas fisik berat tetapi status gizinya lebih, hal ini dapat diasumsikan pola konsumsinya yang tidak baik, sehingga walaupun aktivitas fisiknya berat tetapi status gizinya tergolong lebih. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,400 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki tingkat aktivitas fisik sedang. Siswi yang memiliki aktivitas fisik sedang memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 0,875 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik ringan. Siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 0,525 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki
83
aktivitas fisik sedang. Siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi lebih sebesar 0,620 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik ringan. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi kurang dibandingkan dengan status gizi normal. Pada lazimnya seseorang yang memiliki aktivitas fisik berat biasanya status gizi menjadi underweight (Serly, 2015). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Afini (2013) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi (p=0,663), hasil penelitian Afini menunjukkan bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik rendah tetapi mengalami status gizi kurus. Sama halnya denngan penelitian Mulia (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi. Namun hasil penelitian tidak sejalan dengan hasil penelitian Serly (2015) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi (p=0,000).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan body image, pola konsumsi, dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta tahun 2015, diperoleh kesimpulan sebagian berikut: 1. Berdasarkan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta, diketahui terdapat 17,6% status gizi kurang, 58,8% status gizi normal, dan 23,5% status gizi lebih. 2. Berdasarkan body image, diketahui terdapat 52,9% body image negatif dan 47,1% body image positif. 3. Berdasarkan pola konsumsi, diketahui diketahui bahwa asupan energi terdapat 36,5% asupan kurang dan 63,5% asupan lebih. Berdasarkan asupan karbohidrat, diketahui terdapat 16,5% asupan kurang dari anjuran, 57,6% asupan sesuai anjuran, dan 25,9% asupan lebih dari anjuran. Berdasarkan asupan protein, diketahui terdapat 15,3% asupan kurang dari anjuran, 68,2% asupan sesuai anjuran, dan 16,5% asupan lebih dari anjuran. Berdasarkan asupan lemak, diketahui terdapat 17,6% asupan kurang dari anjuran, 60,0% asupan sesuai anjuran, dan 22,4% asupan lebih dari anjuran .
84
85
4. Berdasarkan aktivitas fisik, diketahui terdapat 42,4% aktivitas fisik ringan, 35,3% aktivitas fisik sedang, dan 22,4% aktivitas fisik berat. 5. Ada hubungan antara body image dengan status gizi siswi SMA 63 Jakarta tahun 2015. 6. Ada hubungan antara pola konsumsi (asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dengan status gizi siswi SMA 63 Jakarta tahun 2015. 7. Tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dan dengan status gizi siswi SMA 63 Jakarta tahun 2015. B. Saran 1. Bagi Siswa a. Bagi siswa yang berstatus gizi normal, diharapkan menjaga berat badannya sehingga perlu dilakukan pemantauan status gizi secara berkala. b. Diharapkan siswa mulai memperhatikan asupan makanannya sehingga status gizi yang dicapai optimal. Bagi siswi yang memiliki asupan energi kurang, diharapkan
mengkonsumsi makanan
beranekaragam dan membiasakan sarapan, sedangkan siswi yang mengkonsumsi energi berlebihan, diharapkan pula memperbaiki pola makan dalam kesehariannya dan diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup. Diharapkan siswi membiasakan sarapan pagi dan makan 3 kali sehari sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014, yakni anjuran konsumsi karbohidrat 3-4 porsi per orang
86
perhari, konsumsi protein sebanyak 2-4 porsi per orang perhari, dan anjuran konsumsi lemak sekitar 67 gram atau 5 sendok makan per orang perhari. c. Membiasakan melakukan aktivitas fisik yang cukup. Aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik atau olah raga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu. 2. Bagi Dinas Kesehatan Diharapkan Dinas Kesehatan khususnya di bagian pendidikan mengupayakan untuk dapat melakukan pendidikan kesehatan di sekolah mengenai status gizi dan pentingnya masa remaja, serta mengoptimalkan fungsi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), mengingat begitu pentingnya ruang UKS di sekolah. 3. Bagi Sekolah (Guru Konseling, Guru Biologi dan Guru Pendidikan Jasmani) a. Diharapkan para guru bekerja sama dengan pihak sekolah untuk mengadakan pengukuran status gizi siswa dan pemeriksaan kesehatan sebagai tindakan pencegahan agar siswi tidak mengalami dampak akibat masalah status gizi. b. Diharapkan para guru bekerja sama dengan pihak Puskesmas untuk mengadakan
penyuluhan
maupun
penyebarluasan
informasi
mengenai berat badan dan tinggi badan yang normal, sehingga siswi
87
tidak salah merepresentasikan status gizinya sendiri, sehingga tidak memiliki persepsi body image yang salah. c. Diharapkan para guru bekerja sama dengan pihak Puskesmas untuk mengadakan penyuluhan dan edukasi gizi terkait makanan yang baik untuk dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi pada usia remaja. 4. Bagi Penliti Lain Diharapkan adanya penelitian dengan menggunakan desain studi yang
berbeda,
seperti
cohort
atau
case
control
sehingga
menggambarkan hubungan kausalitas (sebab akibat) terkait masingmasing variabel dengan status gizi.
88
DAFTAR PUSTAKA
Aeberli I, Molinari L, Spinas G, Lehmann R, l’Allemand D, Zimmermann MB. Dietary intakes of fat and antioxidant vitamins are predictors of subclinical inflammation in Nutrition in adolescence 297 overweight Swiss children. American Journal of Clinical Nutrition 2006; 84: 748–55. Afini, Nursetya. 2013. Hubungan Citra Tubuh, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Siswi di SMPN 200 Jakarta Tahun 2013. Univeristas Indonesia, Depok. Skripsi Aini, Syarifatun Nur. 2013. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Remaja Di Perkotaan. Unnes Journal of Public Health 2 (1) (2013) Alatola P.I., Koivisto H.M., Hietala J.P., (2008). Effect of modedrate alcohol consumption on liver enzymes increases with increasing body mass index. Am. J. Clin. Nutr; 88: 1097-1103 Almatsier, Sunita. 2009.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Amelia, dkk. 2013. Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi Santri Putri Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makasar Sulawesi Selatan Tahun 2013. Makasar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Arisman. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
89
Aritonang, Iriyanton. 2009. Hubungan Intensitas Menonton Televisi dengan Asupan Energi dan Status Gizi Remaja. Prosiging Temu Ilmiah Kongres XIV Persagi: 147-154 Badan Litbang Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas Indonesia Tahun 2007. Departemen Kesehatan RI, Jakarta Badan Litbang Kesehatan. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas Indonesia Tahun 2010. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta Badan Litbang Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas Indonesia Tahun 2013. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta BKKBN. 2009. Satu Dari Lima Orang Indonesia Adalah Remaja. BKKBN: Jakarta BKKBN. 2013. Ayo Menjadi Remaja Berkarakter: Religius, Sehat, Cerdas, Produktif. BKKBN: Jakarta Brown, Judith E. Et.al. 2013. Nutrition Through the Life Cycle. Wadsworth: USA Cash, Thomas F dan Linda Smolak. 2011. Body Image A Handbook of Science, Practice and Prevention. The Guilford Press Cheung, CH Patrick et al. 2007. A study on body weight perception and weight control behaviours among adolescents in Hong Kong. Hong Kong Med J 2007;13:16-21 Chiolero, A dkk. 2008. Consequences of Smoking for Body Weight, Body Fat Distribution, and Insulin Resistence. American Jornal of Clinical Nutrition 87, 801-9
90
Clay, Daniel. Et al. 2005. Body Image and Self-Esteem Among Adolescent Girls: Testing the Influence of Sociocultural Factors. JOURNAL OF RESEARCH ON ADOLESCENCE, 15(4), 451–477 Conti, Maria Aparecida. 2009. A study of the validity and reliability of the Brazilian version of the Body Shape Questionnaire (BSQ) among adolescents. Rev. Bras. Saude Mater. Infant. vol.9 no.3 Recife July./Sept. 2009 Darmadi, Riska Habriel Ruslie. 2012. Analisis Regresi Logistik Untuk Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Remaja. Medical Journal of the Andalas University. Volume 36, Nomor 1, Jan - Jun 2012 Devi, Nirmala. 2010. Nutrition and food Gizi untuk Keluarga. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Dewi, Dewa Ayu Dian Krisna dan Dinar SM Lubis. 2012. Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Tentang Kehamilan Usia Dini Di Kota Denpasar. Arc. Com. Health • Juli 2012 Vol. 1 No.1: 63-68 Dieny, Fillah Fithra. 2007. Hubungan Body Image, Aktivitas Fisik, Asupan Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Pada Siswi Sma. Universitas Diponegoro Djoko Pekik Irianto,2007, Panduan Giz Lengkap Keluarga dan Olahragawan, Andi. Yogyakarta. Doustmohammadian, Anza. 2013. Nutritional status and dietary intake among adolescent girls. Journal of Paramedical Sc iences (JPS) Vol 4 (Winter 2013) Supplement ISSN 2008-4978 Emilia, Esi. 2009. Pendidikan Gizi Sebagai Salah Satu Sarana Perubahan Perilaku Gizi pada Remaja. Jurnal Tabularasa Pps Unimed Vol.6 No.2, Desember 2009
91
Germov J, Williams L. 2005. A Sociology of Food and Nutrition: The Social Appetite. Victoria: Oxford University Press. Gibney, Michael J. et al. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC: Jakarta Gibson, R.S., 2005. Principle of Nutritional and Assessment. Oxford University Press. Newyork Grogan, S 2008, Body image: Understanding body dissatisfaction in men, women, and children. East Sussex: Routledge. Hardinsyah, Gustam dan Briawan. 2012. Faktor risiko dehidrasi pada remaja dan dewasa Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan Vol 8. Hastuti, Janatin. 2013. Anthropometry And Body Composition Of Indonesian Adults: An Evaluation Of Body Image, Eating Behaviours, And Physical Activity. Queensland University of Technology Hizira, Saifuddin. 2008. Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Penderita TB di Wilayah Kerja Puskesmas Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Tahun 2008. Universitas Hasanuddin. Huq, A. K. Obidul. 2011. Studies on the Behavioral Changes Among Adolescent Smokers and Their Nutritional Status. J. Environ. Sci. & Natural Resources, 4(2): 7-12, 2011 Ibe, S.N.O. 2010. Anthropometric Indices And Energy Intakes Of Alcoholic Adolescent Students In Abia State University. Journal Of Agriculture And Social Research (Jasr) Vol. 10, No. 2, 2010 IPAQ. 2005. Guidelines For Data Processing and Analysis of The International Physical Activity Questionnaire (IPAQ)
92
Irianto, Kus. & Waluyo, Kusno. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV. Yrama Widya. Kakekshita, S, Idalina & Almeida, S, Sebastiao. 2008. The Relationship Between Body Mass Index and Body Image in Brazilian Adults. Journal Psychology & Neuroscience 2008; 1(2); 103 Kalhan dkk. 2009. Nutritional Status of adolescent girls of rural Haryana. The Internet Journal of Epidemiology Volume 8 Number 1 Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Bakti Husada Kementrian Kesehatan. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Khomsan, Ali. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. PT Grasindo: Jakarta Kusumajaya, NAA, Wiardani, NK, & Juniarsana, IW., 2007. Persepsi Remaja Terhadap Body Image (Citra Tubuh) Kaitannya Dengan Pola Konsumsi Makan Dan Status Gizi. Jurnal Skala Husada 2008 LA Moreno dkk. 2008. Assessing, understanding and modifying nutritional status, eating habits and physical activity in European adolescents: The HELENA (Healthy Lifestyle in Europe by Nutrition in Adolescence) Study. Public Health Nutrition: 11(3), 288–299 Laus, Maria Fernanda. 2013. Body image dissatisfaction, nutritional status, and eating attitudes in adolescents. Acta Scientiarum. Health Sciences Maringá, v. 35, n. 2, p. 243-237, July-Dec., 2013
93
Marcos A, Nova E, Montero A. 2004. Changes in the immune system are conditioned by nutrition. European Journal of Clinical Nutrition 2003; 57(Suppl. 1): S66–9. Mardatillah. 2008. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Siap Saji Modern (Fast Food), Aktifitas Fisik dan Faktor Lainnya dengan Kejadian Gizi Lebih pada Remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur Tahun 2008. Skripsi. Universitas Indonesia. Masdrawati dan Hidayati S. 2012. Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Pada Mahasiswa FKM-UVRI Makassar Tahun 2009. Jurnal Ilmiah Vol. 1 No. 2. Politeknik Kesehatan Makassar. Mendonça, Karla L. 2014. Does nutritional status interfere with adolescents' body image perception? Eating Behaviors 15 (2014) 509–512 Muchlisa, 2013, Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi pada Remaja Putri di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, Skripsi, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makasar Mulia, Dina Dwi. 2013. Hubungan konsumsi makanan dan aktivitas fisik serta citra tubuh terhadap status gizi pada mahasiswa FKM UI tahun 2012. Skripsi. Universitas Indonesia Muliaty. 2009. Hubungan Pola Menstruasi dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Remaja Siswi SMP Negeri I Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara. Indonesian Scientific Journal Database Vol.4 No.1 Hal:85-97 Mulugeta A, Hagos F, Stoecker B, et al. Nutritional status of adolescent girls from rural communities of Tigray, Northern Ethiopia. Ethiop J Health Dev. 2009;23:5–11.
94
Naude, Celeste E. 2011. Growth and weight status in treatment-naïve 12-16 year old adolescents with Alcohol Use Disorders in Cape Town, South Africa. Nutrition Journal 2011, 10:87 Noorkasiani, Heryati dan Ismail, R. 2007. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC Oktaviani, Wiwied Dwi dkk. 2012. Hubungan kebiasaan konsumsi fast food, aktivitas fisik, pola konsumsi, karakteristik remaja dan orang tua dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) Sma Negeri 9 Semarang. Volume 1 Nomor 2 tahun 2012 Onis Md, Onyango AW, Borghi E, Siyam A, Nishida C, Siekmann J: Development of a WHO growth reference for school-aged children and adolescents. Bulletin of the World Health Organization 2007, 85:660-667. Özünlü, Türkan dan Senay Cetinkaya. 2013.
The relation between pregnant
adolescents’ attitude about nutrition and weight gain during pregnancy and hemoglobin level . Journal of Obstetrics and Gynecology, 2013, 3, 172-179 Palmer, Amanda C. 2011. Nutritionally Mediated Programming of the Developing Immune System. Adv Nutr September 2011 vol. 2: 377-395, 2011 Rahayu, Santi Dwi dan Fillah Fithra Dieny. 2012. Citra Tubuh, Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Pengetahuan Gizi, Perilaku Makan dan Asupan Zat Besi pada Siswi SMA. Media Medika Indonesiana Volume 46, Volume 46, 184 Nomor 3, Tahun 2012 Restiani, Novita. 2012. Hubungan Citra Tubuh, Asupan Energi dan Zat Gizi Makro sert Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebah pada Siswa SMP Muhammadiyah 31 Jakarta Timur Tahun 2012. Universitas Indonesia
95
Rochman, Iftita dan Merryana Adriani. 2013. Hubungan Gaya Hidup dengan Status Gizi Remaja. Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari–Juni 2013: hlm. 36–41 Sada, Merinta, Veni Hadju dan Djunaedi M. Dachlan. 2012. Hubungan Body Image, Pengetahuan Gizi Seimbang, dan Aktifitas Fisik Terhadap Status Gizi Mahasiswa Politeknik Kesehatan Jayapura. Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.2, No.1, Agustus 2012 : 44-48 Samosir, Inge Arissa. 2008. Hubungan Antara Citra Tubuh, Pola KOnsumsi, dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Remaja Putri SMP Kristoforus 2 Jakarta Barat. Skripsi. Universitas Indonesia Santrock, John W. 2007. Remaja. Edisi 11. Jakarta: Erlangga Santy, Rini. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubuhngan Dengan IMT Remaja Putri Di Kota Bukittinggi Tahun 2006. Universitas Indonesia, Depok. Tesis Sediaoetama, A. Djaeni. 2006. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat: Jakarta Serly, Vicennia. 2015. Hubungan Body Image, Asupan Energi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Angkatan 2014. Jom FK Volume 2 No.2 Oktober 2015 Singh AS, Mulder C, Twisk JW, van Mechelen W, Chinapaw MJ. 2008. Tracking of childhood overweight into adulthood: A systematic review of the literature. Obesity Reviews. 2008; 9(5):474–488. [PubMed: 18331423] Soekirman. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. PT. Primamedia Pustaka: Jakarta
96
Sumardilah D, Masra F, dan Nugroho A. 2010. Hubungan Tingkat Konsumsi Makanan Dengan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Di Bandar Lampung Tahun 2009. Jurnal Kesehatan Vol. 1 No. 1 April 2010. Bandar Lampung. Suyatno. 2009. Survei Konsumsi Sebagai Indikator Status Gizi. Yogjakarta: Universitas Diponegoro Taiwo, Abimbola A, Morenike Oyewumi ogunkunle, Rasaki Adegoke SANUSI. 2014. Weight Gain and Pregnancy Outcome in Adolescent And Adult Mothers in Ilorin, Nigeria. African Journal Of Biomedical Research Vol 17, No 3 (2014) Tarwoto, Aryani R, Nuraeni A, Miradwiyana B, Nurbayani S, Aminah S. dkk. 2010. Kesehatan remaja problem dan solusinya. Jakarta: Salemba Medika. 2010:25-8 Tejoyuwono T.A.A, dkk. Persepsi Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan Terhadap Citra Tubuh Ahli Gizi. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2011; 8(1); 42-9. WHO. 2005. Nutritional in adolescence - Issues and Challanges for Health Sector. Geneva 2005. ____. 2006. Adolescent Nutiriton: A Review of the Situation in Selected South-East Asian Countries. New Delhi ____. 2010. Global Reccomendations on Physical Activity for Health. Geneva Widianti, Nur & Candra, Aryu (2012) Hubungan antara Body image dan Perilaku Makan dengan Status Gizi Remaja Putri di SMA Theresiana Semarang. Semarang: Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
97
Zarei, Maryam. 2014. Nutritional Status of Adolescents Attending the Iranian Secondary School in Kuala Lumpur, Malaysia. Global Journal of Health Science; Vol. 6, No. 6; 2014
98
LAMPIRAN
99
LAMPIRAN 1
No. Responden KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015 Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Perkenalkan nama saya Wulan Savitri, mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2011. Saya sedang melakukan penelitian skripsi dengan judul “Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015”. Oleh karena itu, saya meminta kesediaan Anda untuk menjadi responden dalam penelitian saya dan mengisi semua pertanyaan di kuesioner ini dengan jujur. Kuesioner ini akan dijaga kerahasiannya dan hanyak diktehhaui oleh peneliti. Bila teman-teman bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan di bawah ini. Terima kasih atas kesedian waktu dan partisapasi dari teman-teman. Pernyataan Persetujuan Dengan ini saya bersedia menjadi responden pada ini dengan menjawab sebenarbenarnya dan apabila ada kekurangan di kemudian hari, maka saya bersedia dihubungi kembali untuk dimintai informasi lebih lanjut. Menyetujui
(........................................................)
100
Petunjuk : Isilah dan beri lingkaran pada poin jawaban yang disediakan !
A.
IDENTITAS RESPONDEN
A1.
Nama Lengkap
…………………………....
A2.
Kelas
…………………………....
A3.
Tanggal Lahir
Tanggal …………Bulan………..Tahun………….
A4.
No HP
…………………………...
B.
STATUS GIZI (diisi oleh peneliti)
Pengukuran
1
2
3
Rata-Rata
B1.
Berat Badan
...... kg
...... kg
...... kg
...... kg
B2
Tinggi Badan
...... cm
...... cm
...... cm
...... cm
101
C. KUESIONER AKTIVITAS FISIK
Saya ingin mengetahui berbagai aktivitas fisik yang Anda kerjakan sebagai bagian kehidupan sehari-hari Anda. Pertanyaan-pertanyaan akan bertanya tentang waktu yang Anda habiskan secara fisik aktif dalam 7 hari sterakhir. Jawablah setiap pertanyaan meskipun Anda tidak menganggap diri Anda sebagai orang yang aktif. Pikirkan aktivitas fisik yang Anda kerjakan minimal 10 menit sekali waktu. Tidak ada jawaban benar atau salah, sehingga tolong jawab sesuai dengan keseharian Anda.
Pertanyaan
Koding [Diisi oleh Peneliti]
C1. Selama seminggu terakhir, apakah Anda melakukan aktivitas fisik berat? Misal: angkat berat, menggali, senam aerobik, atau bersepeda cepat, berlari, olahraga sepakbola, voli, dan basket 1. Ya 2. Tidak
Loncat ke no C4
C2. Berapa hari yang Anda melakukan aktivitas fisik berat tersebut? _________ hari C3. Berapa lama waktu yang biasanya Anda gunakan untuk melakukan aktivitas berat tersebut? _________ jam ________ menit/hari C4. Selama seminggu terakhir, apakah yang Anda melakukan aktivitas fisik sedang? Misal: membawa beban ringan < 20kg, bersepeda dengan
102
kecepatan sedang, menari, berkebun, menyapu, mengepel lantai, atau bermain badminton)? Tidak termasuk berjalan 1. Ya 2. Tidak
Loncat ke nomor C7
C5. Berapa hari yang Anda melakukan aktivitas fisik sedang tersebut? _________ hari C6. Berapa lama waktu yang biasanya Anda habiskan untuk melakukan aktivitas sedang tersebut? _________ jam ________ menit/hari C7. Selama seminggu terakhir, berapa hari Anda berjalan kaki minimal 10 menit? Misalnya, berjalan kaki di sekolah dan di rumah, berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain, dan berjalan kaki untuk rekreasi, berolahraga, bersenam, atau berjalan kaki pada waktu senggang _________ hari C8. Berapa lama waktu yang biasanya Anda habiskan untuk melakukan aktivitas berjalan? _________ jam ________ menit/hari C9. Selama seminggu terakhir, berapa banyak waktu yang Anda habiskan untuk duduk dalam sehari? Termasuk duduk di sekolah, di rumah, duduk pada waktu belajar dan pada waktu senggang, mengunjungi teman-teman, membaca, atau duduk atau berbaring sambil menonton televisi. _________ jam ________ menit sehari Sumber: IPAQ, 2005.
103
C. KUESIONER BODY IMAGE Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perasaan Anda mengenai penampilan Anda dalam jangka waktu EMPAT MINGGU TERAKHIR. Tolong baca tiap pertanyaan dengan seksama dan lingkari jawaban Anda. Tolong jawab semua pertanyaan. Terima kasih. Keterangan: 1 : Tidak Pernah
3 : Kadang-Kadang
5 : Sangat Sering
2 :
4 : Sering
6 : Selalu
Jarang
Koding No
Pertanyaan
Skala Jawaban
[Diisi Peneliti]
D1.
D2.
D3.
D4.
D5.
D6.
D7.
D8.
Pernahkan merasa bosan yang membuat Anda khawatir tentang bentuk tubuh) Anda Pernahkah Anda merasa bahwa paha, pinggul, atau pantat Anda terasa terlalu besar untuk tubuh Anda? Pernahkah Anda merasa khawatir daging/otot Anda tidak cukup kendur? Pernahkah Anda merasa sangat sedih tentang bentuk tubuh Anda sehingga membuat Anda menangis? Pernahkah Anda menghindari lari-lari karena takut otot Anda kelihatan kendur atau bergoyang-goyang? Pernahkah Anda merasa peka ketika berada bersama orang yang langsing? Pernahkah Anda merasa cemas paha Anda mungkin menggelambir sewaktu Anda duduk? Pernahkah Anda merasa gemuk meskipun Anda hanya makan dalam jumlah sedikit?
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
104
Koding No
Pertanyaan
[Diisi
Skala Jawaban
oleh Peneliti]
D9.
Pernahkah Anda menghindari memakai pakaian yang membuat Anda menyadari bentuk tubuh Anda?
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
Pernahkah Anda merasa sewaktu makan kue, D10. manisan dan makanan berkalori tinggi lain yang membuat Anda merasa gemuk? D11.
Pernahkan Anda merasa malu akan bentuk tubuh Anda? Apakah perasaan khawatir terhadap bentuk tubuh
D12. Anda membuat Anda melakukan pengaturan pola makan (diet)? Apakah Anda merasa sangat senang tentang bentuk D13. tubuh Anda ketika perut sedang kosong (misalnya dipagi hari)? D14.
D15.
Pernahkan Anda merasa tidak adil karena orang lain lebih langsing dari Anda? Pernahkah Anda merasa khawatir bila badan menjadi berlekuk-lekuk karena lipatan lemak? Pernahkah Anda merasa khawatir dengan bentuk
D16. tubuh, sehingga Anda merasa ingin melakukan senam atau olah raga? Sumber: Body Shape Questionnaire Keterangan: 1 : Tidak Pernah
3 : Kadang-Kadang
5 : Sangat Sering
2 : Jarang
4 : Sering
6 : Selalu
105
E. Lembar Food Recall
Tanggal recall :
Nama Waktu
Bahan Makanan Makanan
Pagi/jam
Selingan/jam
Siang/jam
Selingan/jam
Malam/jam
Jumlah Berat (gr) (URT)
106
LAMPIRAN 2 A. Hasil Analisis Univariat 1. Variabel Status Gizi Statistics StatGizi N
Valid
85
Missing
0 StatusGizi Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Gizi Kurang
15
17.6
17.6
17.6
Normal
50
58.8
58.8
76.5
Gizi Lebih
20
23.5
23.5
100.0
Total
85
100.0
100.0
2. Variabel Body Image Statistics Body Image Negatif N
Valid Missing
85 0 Body Image Negatif Cumulative Frequency
Valid
Valid Percent
Percent
BI Negatif
45
52.9
52.9
52.9
BI Positif
40
47.1
47.1
100.0
Total
85
100.0
100.0
3. Variabel Asupan Energi Statistics Energi_Kat N
Percent
Valid Missing
85 0
107
Energi_Kat Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kurang
31
36.5
36.5
36.5
Cukup
54
63.5
63.5
100.0
Total
85
100.0
100.0
4. Variabel Asupan Karbohidrat Statistics Karbo_Kat N
Valid Missing
85 0 KarboKat Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kurang dari Anjuran
14
16.5
16.5
16.5
Sesuai Anjuran
49
57.6
57.6
74.1
Lebih dari Anjuran
22
25.9
25.9
100.0
Total
85
100.0
100.0
5. Variabel Asupan Protein Statistics Protein_Kat N
Valid Missing
85 0 ProtKat Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kurang dari Anjuran
13
15.3
15.3
15.3
Sesuai Anjuran
58
68.2
68.2
83.5
Lebih dari Anjuran
14
16.5
16.5
100.0
Total
85
100.0
100.0
108
6. Variabel Asupan Lemak Statistics Lemak_Kat N
Valid
85
Missing
0 LemakKat Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kurang dari Anjuran
15
17.6
17.6
17.6
Sesuai Anjuran
51
60.0
60.0
77.6
Lebih dari Anjuran
19
22.4
22.4
100.0
Total
85
100.0
100.0
7. Variabel Asupan Aktivitas Fisik Statistics Aktivitas Fisik Kategori N
Valid
85
Missing
0 AktFisKat Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Aktivitas Fisik Berat
19
22.4
22.4
22.4
Aktivitas Fisik Sedang
30
35.3
35.3
57.6
Aktivitas Fisik Ringan
36
42.4
42.4
100.0
Total
85
100.0
100.0
109
B. Hasil Analisis Bivariat 1. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Case Processing Summary Cases Valid N Body Image Negatif *
Percent 85
StatGizi
Missing N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 85
100.0%
Body Image Negatif * StatusGizi Crosstabulation StatusGizi Gizi Kurang Body Image
BI Negatif
Count
Negatif
% within Body Image Negatif BI Positif
Total
15
45
20.0%
46.7%
33.3%
100.0%
6
29
5
40
15.0%
72.5%
12.5%
100.0%
15
50
20
85
17.6%
58.8%
23.5%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.037
Likelihood Ratio
6.828
2
.033
Linear-by-Linear Association
1.285
1
.257
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
6.609
85
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,06.
Total
21
Count % within Body Image Negatif
Gizi Lebih
9
Count % within Body Image Negatif
Normal
110
Analisis Multinomial Logistic Regression
Parameter Estimates 95% Confidence Interval for Exp(B)
Std. StatusGizi Gizi Kurang
a
B
Intercept [BI_New=0] [BI_New=1]
Normal Intercept
Error
df
Sig.
Exp(B)
Lower Bound
Upper Bound
.182
.606
.091
1
.763
-.693
.738
.882
1
.348
.500
.118
2.123
b
.
.
0
.
.
.
.
.484 13.178
1
.000
.591
5.793
1
.016
.241
.076
.768
.
.
0
.
.
.
.
0
1.758
[BI_New=0]
1.421
[BI_New=1]
Wald
0
b
a. The reference category is: Gizi Lebih. b. This parameter is set to zero because it is redundant.
2. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Case Processing Summary Cases Valid N Energi_Kat * StatGizi
Missing
Percent 85
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 85
100.0%
Energi_Kat * StatusGizi Crosstabulation StatusGizi Gizi Kurang Energi_Kat
Kurang
Count % within Energi_Kat
Cukup
Count % within Energi_Kat
Total
Count % within Energi_Kat
Normal
Gizi Lebih
Total
12
14
5
31
38.7%
45.2%
16.1%
100.0%
3
36
15
54
5.6%
66.7%
27.8%
100.0%
15
50
20
85
17.6%
58.8%
23.5%
100.0%
111
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square
df a
2
.001
14.732
2
.001
9.568
1
.002
14.951
Likelihood Ratio
sided)
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
85
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,47.
Analisis Multinomial Logistic Regression
Parameter Estimates 95% Confidence Interval for Exp(B)
Std. StatusGizi
a
Gizi
Intercept
Kurang
B
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower Bound
Upper Bound
-1.609
.632
6.476
1
.011
2.485
.827
9.036
1
.003
12.000
2.374
60.648
b
.
.
0
.
.
.
.
Intercept
.875
.307
8.115
1
.004
[Energi_Kat=0]
.154
.605
.065
1
.799
1.167
.357
3.818
b
.
.
0
.
.
.
.
[Energi_Kat=0] [Energi_Kat=1]
Normal
Error
0
[Energi_Kat=1]
0
a. The reference category is: Gizi Lebih. b. This parameter is set to zero because it is redundant.
3. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Case Processing Summary Cases Valid N Karbo_Kat * StatGizi
Missing
Percent 85
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 85
100.0%
112
Crosstab StatusGizi Gizi Kurang KarboKat
Kurang dari
Count
Anjuran
% within KarboKat
Sesuai Anjuran
Lebih dari
% within KarboKat
Total
1
14
50.0%
42.9%
7.1%
100.0%
5
35
9
49
10.2%
71.4%
18.4%
100.0%
3
9
10
22
13.6%
40.9%
45.5%
100.0%
15
50
20
85
17.6%
58.8%
23.5%
100.0%
Count % within KarboKat
Total
6
Count
Anjuran
Gizi Lebih
7
Count % within KarboKat
Normal
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4
.001
Likelihood Ratio
17.136
4
.002
Linear-by-Linear Association
10.780
1
.001
Pearson Chi-Square
19.820
N of Valid Cases
85
a. 3 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,47.
Analisis Multinomial Logistic Regression Parameter Estimates 95% Confidence Interval for Exp(B) StatusGizi Gizi Kurang
a
Intercept
B
Std. Error
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower Bound
-1.204
.658
3.345
1
.067
[KarboKat=0]
3.150
1.255
6.295
1
.012 23.333
[KarboKat=1]
.616
.863
.510
1
.475
b
.
.
0
.
-.105
.459
.053
1
.819
[KarboKat=0]
1.897
1.174
2.612
1
[KarboKat=1]
1.463
.592
6.106
b
.
.
[KarboKat=2] Normal Intercept
[KarboKat=2]
0
0
a. The reference category is: Gizi Lebih.
Upper Bound
1.992
273.294
1.852
.341
10.047
.
.
.
.106
6.667
.668
66.533
1
.013
4.321
1.353
13.795
0
.
.
.
.
113
Parameter Estimates 95% Confidence Interval for Exp(B) StatusGizi Gizi Kurang
a
Intercept
B
Std. Error
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower Bound
-1.204
.658
3.345
1
.067
[KarboKat=0]
3.150
1.255
6.295
1
.012 23.333
[KarboKat=1]
.616
.863
.510
1
.475
b
.
.
0
.
-.105
.459
.053
1
.819
[KarboKat=0]
1.897
1.174
2.612
1
[KarboKat=1]
1.463
.592
6.106
b
.
.
[KarboKat=2]
0
Normal Intercept
[KarboKat=2]
0
Upper Bound
1.992
273.294
1.852
.341
10.047
.
.
.
.106
6.667
.668
66.533
1
.013
4.321
1.353
13.795
0
.
.
.
.
b. This parameter is set to zero because it is redundant.
4. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Case Processing Summary Cases Valid N Protein_Kat * StatGizi
Missing
Percent 85
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 85
100.0%
Crosstab StatusGizi Gizi Kurang ProtKat
Kurang dari Anjuran
Count % within ProtKat
Sesuai Anjuran
Count % within ProtKat
Lebih dari Anjuran
Count % within ProtKat
Total
Count % within ProtKat
Normal
Gizi Lebih
Total
7
6
0
13
53.8%
46.2%
.0%
100.0%
6
40
12
58
10.3%
69.0%
20.7%
100.0%
2
4
8
14
14.3%
28.6%
57.1%
100.0%
15
50
20
85
17.6%
58.8%
23.5%
100.0%
114
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
4
.000
Likelihood Ratio
23.511
4
.000
Linear-by-Linear Association
15.019
1
.000
Pearson Chi-Square
25.023
N of Valid Cases
85
a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,29.
Analisis Multinomial Logistic Regression Parameter Estimates 95% Confidence Interval for Exp(B) StatusGizi
a
Gizi
Intercept
Kurang
[ProtKat=0]
B
Std. Error
-1.386 21.04 2
[ProtKat=1]
1.029
df
3.075 417.87 1
Sig.
Exp(B)
Lower Bound
1
.080
1
.000 1.375E9
Upper Bound
1.828E8
1.034E10
.693
.935
.549
1
.459
2.000
.320
12.510
b
.
.
0
.
.
.
.
Intercept
-.693
.612
1.281
1
.258
[ProtKat=0]
20.19
.000
.
1
.
5.892E8
5.892E8
5.892E8
[ProtKat=2] Normal
.791
Wald
0
4 [ProtKat=1]
1.897
.695
7.446
1
.006
6.667
1.707
26.042
[ProtKat=2]
b
.
.
0
.
.
.
.
0
a. The reference category is: Gizi Lebih. b. This parameter is set to zero because it is redundant.
115
5. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Lemak Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
Lemak_Kat * StatGizi
85
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
85
100.0%
Crosstab StatusGizi Gizi Kurang LemakKat
Kurang dari Anjuran
Count % within LemakKat
Sesuai Anjuran
Lebih dari Anjuran
Total
0
15
46.7%
53.3%
.0%
100.0%
6
36
9
51
11.8%
70.6%
17.6%
100.0%
2
6
11
19
10.5%
31.6%
57.9%
100.0%
15
50
20
85
17.6%
58.8%
23.5%
100.0%
Count % within LemakKat
Total
8
Count % within LemakKat
Gizi Lebih
7
Count % within LemakKat
Normal
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
4
.000
Likelihood Ratio
25.407
4
.000
Linear-by-Linear Association
17.790
1
.000
Pearson Chi-Square
26.194
N of Valid Cases
85
a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,65.
Analisis Multinomial Logistic Regression Parameter Estimates 95% Confidence Interval for Exp(B)
Std. StatusGizi
a
B
Error
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower Bound
Upper Bound
116
Gizi Kurang
Intercept
-1.705
.769
4.918
1
.027
[LemakKat=0]
20.919
.967
468.267
1
.000 1.216E9
[LemakKat=1]
1.299
.932
1.943
1
.163
b
.
.
0
.
-.606
.508
1.426
1
.232
[LemakKat=0]
19.954
.000
.
1
[LemakKat=1]
1.992
.630
10.013
b
.
.
[LemakKat=2] Normal Intercept
0
[LemakKat=2]
0
1.829E8
8.089E9
3.667
.590
22.783
.
.
.
.
4.633E8
4.633E8
4.633E8
1
.002
7.333
2.135
25.192
0
.
.
.
.
a. The reference category is: Gizi Lebih. b. This parameter is set to zero because it is redundant.
6. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Case Processing Summary Cases Valid N Aktivitas Fisik Kategori * StatGizi
Missing
Percent 85
100.0%
N
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
85
100.0%
AktFisKat * StatusGizi Crosstabulation StatusGizi Gizi Kurang AktFisKat
Aktivitas Fisik Berat
Count % within AktFisKat
Aktivitas Fisik Sedang
Count % within AktFisKat
Aktivitas Fisik Ringan
Count % within AktFisKat
Total
Count % within AktFisKat
Normal
Gizi Lebih
Total
5
9
5
19
26.3%
47.4%
26.3%
100.0%
5
17
8
30
16.7%
56.7%
26.7%
100.0%
5
24
7
36
13.9%
66.7%
19.4%
100.0%
15
50
20
85
17.6%
58.8%
23.5%
100.0%
117
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square
df a
4
.666
2.321
4
.677
.047
1
.829
2.381
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
sided)
85
a. 2 cells (22,2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,35.
Analisis Multinomial Logistic Regression
Parameter Estimates 95% Confidence Interval for Exp(B) StatusGizi Gizi Kurang
a
Intercept
B
Std. Error
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower Bound
Upper Bound
-.336
.586
.330
1
.566
[AktFisKat=0]
.336
.862
.152
1
.696
1.400
.259
7.582
[AktFisKat=1]
-.134
.817
.027
1
.870
.875
.176
4.341
b
.
.
0
.
.
.
.
1.232
.430
8.228
1
.004
[AktFisKat=0]
-.644
.704
.838
1
.360
.525
.132
2.086
[AktFisKat=1]
-.478
.607
.621
1
.431
.620
.189
2.036
b
.
.
0
.
.
.
.
[AktFisKat=2] Normal Intercept
[AktFisKat=2]
0
0
a. The reference category is: Gizi Lebih. b. This parameter is set to zero because it is redundant.