TESIS
HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA
NABILA ZUHDY
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA
NABILA ZUHDY NIM 1392161041
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana
NABILA ZUHDY NIM 1392161041
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
Lembar Persetujuan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 17 JUNI 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D.
Dr. Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes
NIP. 19810901 200604 2 001
NIP. 19691221 200812 2 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH NIP.19481010 197702 1 001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 17 Juni 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No. 1751/UN14.4/HK/2015, Tanggal 17 Juni 2015
Ketua
: Dr. Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes
Anggota
:
1.
dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D
2.
Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro, PA (K)
3.
Dr. dr. I Wayan Weta, M.S, Sp.GK
4.
Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Nama
: Nabila Zuhdy
NIM
: 1392161041
Program Studi
: Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tesis
: Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan di Universitas Udayana dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Denpasar, Juni 2015
Nabila Zuhdy
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara” dengan tepat waktu. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH sebagai Ketua Program Studi Magister Imu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana atas dorongan, bimbingan, dan dukungan selama proses pembelajaran khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada Dr. Ni Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes dan dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D sebagai pembimbing tesis atas segala perhatian dan kesabarannya memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sebagai mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh
dosen dan staf karyawan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bimbingan dan dukungannya selama menempuh pendidikan. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada para penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro, PA (K), Dr. dr. I Wayan Weta, M.S, Sp.GK, dan Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si yang telah memberikan saran dan kritiknya terhadap tesis ini. Penulis juga sampaikan banyak terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kota Denpasar, seluruh kepala sekolah SMA tempat penelitian yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kota Denpasar, para kepala sekolah SMA yang menjadi tempat penelitian, serta para partisipan atas bantuannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan tesis ini dengan baik. Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua, keluarga dan teman-teman Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan V atas doa dan dukungan selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan tesis ini dengan baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Penulis
ABSTRAK HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA TAHUN 2015 Status gizi remaja sangat penting untuk menunjang tumbuh kembang. Status gizi yang optimal akan membentuk remaja yang sehat dan produktif. Permasalahan yang muncul adalah gizi kurang dan lebih. Gizi kurang dapat mengakibatkan penurunan prestasi akademik dan mengakibatkan gangguan sistem reproduksi yang berdampak buruk di kemudian hari. Sedangkan pada gizi lebih dapat menyebabkan penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola aktifitas fisik dan pola makan dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara. Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 75 pelajar SMA putri yang ditentukan dengan teknik stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dengan Semiquantitatif Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ) dan Adolescent Physical Activity Recall Questionnaires (APARQ), serta pemeriksaan status gizi berupa tinggi badan, berat badan, LILA, dan LP. Data dikumpulkan di tiga SMA di Denpasar Utara pada bulan Februari 2015. Variabel yang dianalisis, yaitu karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan pelajar putri SMA kelas 1. Penelitian ini menunjukkan terjadi beban ganda masalah gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain KEK (18,67%), terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral. Masalah gizi pada pelajar putri SMA cenderung kearah gizi lebih. Gizi lebih ini disebabkan pola makan camilan dan fast food yang berlebihan yang menyebabkan tingkat kecukupan lemak lebih. Variabel pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna pada semua indikator (p<0,05). Sedangkan pola aktivitas fisik tidak bermakna secara statistik. Masalah kesehatan remaja perlu mendapat perhatian khusus untuk mencegah masalah gizi pada remaja putri sebagai calon ibu di masa depan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan, sehingga program remaja dapat diintegrasikan dengan program gizi.
Kata kunci: status gizi pelajar putri, pola aktivitas fisik, pola makan.
ABSTRACT RELATIONSHIP BETWEEN PHYSICAL ACTIVITY PATTERNS AND DIET PATTERNS WITH NUTRITIONAL STATUS AMONG FEMALE STUDENT ON FIRST GRADE OF HIGH SCHOOL IN NORTH DENPASAR 2015 Nutritional status of adolescents is essential to support the growth. Optimal nutritional status will form a healthy and productivity adolescent. The problems that arise are malnutrition. Underweight can lead to lower academic achievement and reproductive system disorders that make a negative impact in the future. While overweight can cause degenerative diseases and non-communicable diseases. This study aims to determine the relationship between physical activity patterns and diet patterns with nutritional status among female student on first grade of high school in North Denpasar. This study was an analytical cross-sectional study with a total sample of 75 high school female students determined by stratified random sampling technique. Data were collected by interviews using a structured questionnaire, Semi-quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) and Adolescent Physical Activity Recall Questionnaires (APARQ), as well as nutritional status examination in the form of height, weight and middle upper arm circumference. Data were collected in three high schools in North Denpasar on February 2015. The variables analyzed such as characteristics, physical activity patterns, and diet patterns of female students in the first grade. This study showed double burden in nutritional status among female student. A number of 18,67% high school female students based on indicators middle upper arm circumference were experienced chronic energy deficiency and as many as 29,33% of high school female students who had central obesity. Nutritional problems in high school female students tend towards over nutrition. This is due to consumption pattern of snack and fast food that causes excessive fat sufficiency level. Variables significantly associated consistently in all indicators of nutritional status were weight control (p <0.05). While physical activities had no significant relationship to nutrition status. The problems of high school female students need a special concern to prevent nutritional problems in the future. The results of this study are expected to be used as additional information so that youth programs can be integrated with nutrition programs. Keywords: nutritional status of female students, physical activity patterns, diet patterns.
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM .....................................................................................
ii
PRASYARAT GELAR ...............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
iv
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI .........................................
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................................
vi
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
vii
ABSTRAK ..................................................................................................
ix
ABSTRACT ..................................................................................................
x
DAFTAR ISI ..............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG..............................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................
6
1.3.1 Tujuan Umum ..........................................................
6
1.3.2 Tujuan Khusus .........................................................
7
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................
7
1.4.1 Manfaat Praktis ........................................................
7
1.4.2 Manfaat Teoritis.......................................................
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi .........................................................................
8
2.1.1 Prinsip Gizi Pada Remaja Perempuan .....................
8
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi ......
9
2.1.3 Standar Status Gizi ..................................................
13
2.1.3 Pengukuran Status Gizi ...........................................
19
2.2 Pola Aktivitas Fisik ...........................................................
20
2.2.1 Aktivitas Aktif..........................................................
20
2.2.2 Aktivitas Pasif (Perilaku Sedentari) ........................
21
2.2.3 Istirahat ....................................................................
23
2.3 Pola Makan ......................................................................
23
2.3.1 Pola makan harian ...................................................
23
2.3.2 Aspek Sosio-Kultural Makanan ..............................
24
2.3.3 Pola Makan Seimbang (Well Balanced Diet) ..........
26
2.3.4 Pola Makan Remaja ................................................
28
2.3.5 Makanan Cepat Saji (Fast Food) ............................
28
2.3.6 Pengontrolan Berat Badan .......................................
30
2.4 Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Status Gizi .........................................................................
32
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir .............................................................
34
3.2 Konsep Penelitian..............................................................
35
3.3 Hipotesis Penelitian...........................................................
35
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................
36
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................
36
4.3 Subjek dan Sampel ............................................................
36
4.3.1 Variabilitas populasi ................................................
36
4.3.2 Kriteria sampel.........................................................
36
4.3.3 Besaran sampel ........................................................
37
4.3.4 Teknik pengambilan sampel ....................................
37
4.4 Variabel Penelitian ............................................................
38
4.4.1 Definisi Operasional ................................................
38
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian........................................
39
4.6 Protokol Penelitian ............................................................
39
4.6.1 Teknik pengumpulan data........................................
39
4.6.2 Teknik pengolahan data ...........................................
39
4.7 Analisis Data .....................................................................
39
4.7.1 Analisis Univariat ....................................................
39
4.7.2 Analisis Bivariat ......................................................
40
4.7.3 Analisis Multivariat .................................................
40
4.8 Etika Penelitian .................................................................
40
BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................
41
5.2 Karakteistik Remaja Putri .................................................
42
5.3 Gambaran Pola Aktivitas Fisik Pelajar SMA Putri Kelas 1 di Denpasar Utara ..............................................................
46
5.4 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pelajar SMA Putri Kelas 1 di Denpasar Utara.................................................
47
5.5 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pelajar SMA Putri Kelas 1 Di Denpasar Utara ...............................................
50
5.6 Analisis Multivariat...........................................................
55
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pola Aktivitas Fisik dan Status Gizi ..................................
58
6.2 Pola Makan dan Status Gizi ..............................................
60
6.3 Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Status Gizi Remaja Putri ..................................................
65
6.4 Keterbatasan .......................................................................
77
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ...........................................................................
78
7.2 Saran ..................................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman 4.1
Definisi operasional ..........................................................................
5.1
Rerata antopometri pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara .................................................................................................
5.2
49
Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan IMT/U pada pelajar putri SMA kelas 1 ........
5.9
47
Gambaran pola konsumsi makanan total pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara ..............................................................................
5.8
46
Gambaran pola konsumsi makanan pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara ..............................................................................
5.7
45
Gambaran pola aktivitas fisik pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara ..................................................................................................
5.6
44
Rerata tingkat kecukupan zat gizi makro pelajar putri SMA kelas 1 Di Denpasar Utara ............................................................................
5.5
43
Distribusi frekuensi pola aktivitas fisik, pola makan, dan status tinggal pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara ......................
5.4
42
Distribusi frekuensi status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara .................................................................................
5.3
38
50
Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan LILA pada pelajar putri SMA kelas 1 ..........
51
5.10 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan LP pada pelajar putri SMA kelas 1 ..............
52
5.11 Hubungan tingkat kecukupan zat gizi makro <80% AKG dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 ........................................
53
5.12 Hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 ..................................................
55
DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1
Tumpeng Gizi Seimbang ..................................................................
27
2.2
Teori faktor yang mempengaruhi status gizi .....................................
33
3.1
Kerangka Konsep ..............................................................................
35
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN AKG
: Angka Kecukupan Gizi
APARQ
: Adolescent Physical Activities Recall Questionnaires
Balita
: bayi di bawah lima tahun
BAZ
: BMI for Age (IMT menurut umur)
BBLR
: Berat Bayi Lahir Rendah
BMI
: Body Mass Index
BMI/A
: BMI for Age (IMT menurut umur)
BPS
: Badan Pusat Statistik
HPK
: Hari Pertama Kehidupan
IMT
: Indeks Massa Tubuh
IMT/U
: Indeks Massa Tubuh per Umur
IPTEK
: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
KEK
: Kurang Energi Kronis
KEP
: Kurang Energi Protein
LILA
: Lingkar Lengan Atas
LP
: Lingkar Perut
OCD
: Obsessive Corbuzier’s Diet
PGS
: Pedoman Gizi Seimbang
PKPR
: Program Kesehatan Peduli Remaja
Riskesdas
: Riset Kesehatan Dasar
SD
: Standar Deviasi
SDKI
: Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
SMA
: Sekolah Menengah Atas
SMK
: Sekolah Menengah Kejuruan
SQ-FFQ
: Semi Quantitative Food Frequency Questionnaires
TGS
: Tumpeng Gizi Seimbang
URT
: Ukuran Rumah Tangga
WHO
: World Health Organization
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Penjelasan Kepada Calon Responden
Lampiran 2.
Formulir Persetujuan
Lampiran 3.
Formulir Penelitian
Lampiran 4.
Protokol Pengukuran Antopometri
Lampiran 4.
Surat Ijin Penelitian kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Denpasar
Lampiran 5.
Surat Permohonan Ethical Clearance kepada Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Lampiran 6.
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Dwijendra
Lampiran 7.
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Dharma Praja Badung
Lampiran 8
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Al-Ma’ruf
D:\stuff\S2 unud\!thesis nabila\!tesis\Proposal tesis - revisi\!fix\tesis\TESIS FIX\!revisi fix\bab 1.rtf
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Status Gizi
2.1.1
Prinsip Gizi Pada Remaja Perempuan Pertumbuhan yang cepat (growth spurt) baik tinggi maupun berat badan
merupakan salah satu tanda periode adolensia. Kebutuhan zat gizi sangat berhubungan dengan besarnya tubuh hingga kebutuhan yang tinggi terdapat pada periode pertumbuhan yang cepat. Growth spurt pada anak perempuan sudah dimulai pada umur antara 10-12 tahun sedangkan pada laki-laki pada umur 12-14 tahun. Permulaan growth spurt pada setiap anak tidak selalu pada umur yang sama, terdapat perbedaan antara individual. Pengingkatan aktivitas fisik yang mengiringi pertumbuhan yang cepat ini sehigga kebutuhan zat gizi akan bertambah. Nafsu makan anak laki-laki sangat bertambah sehingga tidak akan menemukan kesukaran untuk memenuhi kebutuhannya. Anak perempuan biasanya lebih mementingkan penampilan, mereka enggan menjadi gemuk sehingga membatasi diri dengan memilih makanan yang tidak mengandung banyak energi dan tidak mau makan pagi. Mereka harus diyakinkan bahwa masukan zat gizi yang kurang dari yang dibutuhkan akan berakibat buruk baik bagi pertumbuhan maupun kesehatannya (Ambarwati, 2012).
8
9
Usia reproduksi, tingkat aktivitas, dan status nutrisi mempengaruhi kebutuhan energi dan nutrisi pada remaja, sehingga dibutuhkan nutrisi yang sedikit lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya tersebut. Remaja rentan mengalami defisiensi zat besi, karena kebutuhan remaja yang meningkat seiring pertumbuhannya, namun seorang remaja sering terlalu memperhatikan penambahan berat badannya. Remaja dengan berat badan kuarang dan anemia beresiko melahirkan bayi BBLR jika dibandingkan dengan wanita usia reproduksi yang aman untuk hamil (Ambarwati, 2012). Gizi atau makanan tidak saja diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental serta kesehatan, tetapi diperlukan juga untuk fertilitas atau kesuburan seseorang agar mendapatkan keturunan yang selalu didambakan dalam kehidupan berkeluarga. 2.1.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
2.1.2.1 Jenis Kelamin Obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama pada saat remaja, hal ini disebabkan faktor endokrin dan perubahan hormonal (Arisman, 2004). 2.1.2.2 Umur Obesitas yang muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai dengan perkembangan rangka yang cepat. Anak yang obesitas cenderung menjadi obesitas pada saat remaja dan dewasa serta dapat berlanjut ke masa lansia (Arisman, 2004). Menurut Dietz, ada empat periode kritis terjadinya obesitas, yaitu: masa prenatal, masa bayi, masa adiposity rebound dan masa remaja. Obesitas yang terjadi pada masa remaja, 30% akan melanjut sampai dewasa menjadi obesitas persisten. Obesitas yang terjadi pada masa remaja ini perlu
10
mendapatkan perhatian, sebab obesitas yang timbul pada waktu anak dan remaja bila kemudian berlanjut hingga dewasa akan sulit diatasi secara konvensional (diet dan olahraga). Selain itu, obesitas pada remaja tidak hanya menjadi masalah kesehatan di kemudian hari, tetapi juga membawa masalah bagi kehidupan sosial dan emosi yang cukup berarti pada remaja (Virgianto dan Purwaningsih, 2006). Menurut Spear (Spear, 1996), masa remaja adalah masa terjadinya perubahan yang dramatik dalam kehidupan setiap manusia. Pertumbuhan yang relatif sama pada masa kanak-kanak secara tiba-tiba berubah dengan adanya suatu peningkatan kecepatan pertumbuhan. Lonjakan yang tiba-tiba ini berhubungan dengan perubahan hormonal, kognitif dan emosional yang menciptakan kebutuhan-kebutuhan khusus. 2.1.2.3 Tingkat Sosial Ekonomi Peningkatan pendapatan juga dapat mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Peningkatan kemakmuran di masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendidikan dapat mengubah gaya hidup dan pola makan dari pola makan tradisional ke pola makan makanan praktis dan siap saji yang dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang. Pola makan praktis dan siap saji terutama terlihat di kota-kota besar di Indonesia, dan jika dikonsumsi secara tidak rasional akan menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan menimbulkan obesitas (Virgianto dan Purwaningsih, 2006). 2.1.2.4 Faktor Lingkungan Remaja belum sepenuhnya matang dan cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar, atau
11
menyantap kudapan (jajanan). Lebih jauh lagi kebiasaan ini dipengaruhi oleh keluarga, teman dan terutama iklan di televisi. Teman sebaya berpengaruh besar pada remaja dalam hal memilih jenis makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya terkucil dan akan merusak kepercayaan dirinya (Arisman, 2004). 2.1.2.5 Faktor Genetik Genetik memegang peranan penting dalam mempengaruhi berat dan komposisi tubuh seseorang. Jika kedua orang tua mengalami obesitas, kemungkinan bahwa anak-anak mereka akan mengalami obesitas sangat tinggi (75-80%), jika salah satu orangtuanya mengalami obesitas kemungkinan tersebut hanya 40%, sedangkan jika tidak seorangpun dari orang tuanya mengalami obesitas, peluangnya relatif kecil (kurang dari 10%) (Hegarty, 1996; Whitney et al., 1990). 2.1.2.6 Metabolisme Basal Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilakukan oleh organ-organ tubuh dalam keadaan istirahat total (tidur). Kecepatan metabolisme basal setiap orang berbeda-beda, seseorang yang memiliki kecepatan metabolisme yang rendah cenderung lebih gemuk dibanding dengan orang yang kecepatan metabolismenya tinggi (Purwati, 2005). 2.1.2.7 Enzim Tubuh dan Hormon Enzim adipose tissue lipoprotein memiliki peranan penting dalam mempercepat proses peningkatan berat badan. Enzim ini berfungsi untuk mengontrol kecepatan pemecahan triglisida dalam darah menjadi asam-asam
12
lemak dan kemudian disalurkan ke sel-sel tubuh untuk disimpan. Ketika seseorang membutuhkan bahan bakar untuk oksidasi, diperlukan sejumlah energi dan tubuh akan memilih glikogen atau lemak sebagai sumber energinya. Menurut sejumlah penelitian, penggunaan glikogen akan menurunkan glukosa darah sehingga menyebabkan orang merasa lapar (Purwati, 2005). Insulin dapat menyebabkan kegemukan. Seseorang yang mengalami peningkatan insulin juga akan mengalami peningkatan penimbunanan lemak. Gangguan produksi hormon juga berhubungan dengan obesitas, misalnya hipotiroidism dan hipopituitorism. Orang yang seperti ini biasanya telah mengalami kegemukan sejak kecil. Obesitas yang berlanjut (menetap) sampai dewasa, terutama bila obesitas dimulai pada masa pra pubertas (Purwati, 2005). Berdasarkan penelitian longitudinal bahwa 25-50% atau paling banyak 74% anak obesitas akan mengalami obesitas pada masa dewasa (Subardja, 2005). 2.1.2.8 Status tinggal Status tinggal merupakan status bersama siapa remaja tinggal, baik bersama orang tua maupun tidak bersama orang tua (kos atau tinggal bersama keluarga lainnya). Ibu memegang peranan penting dalam menyediakan makanan yang bergizi bagi keluarga, sehingga memiliki pengaruh terhadap status gizi anak (Lazzeri et al., 2006; Rina dan Oktia, 2008). 2.1.2.9 Aktivitas Fisik Sebagian besar energi yang masuk melalui makanan pada anak remaja dan orang dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan banyak energi yang tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-
13
orang yang kurang melakukan aktivitas cenderung menjadi gemuk. Studi kasus yang dilakukan di SMU Semarang menunjukkan bahwa semakin tinggi aktivitas fisik remaja, semakin rendah kejadian obesitas. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat aktivitas fisik juga berkontribusi terhadap kejadian obesitas terutama kebiasaan duduk terus-menerus, menonton televisi, penggunaan komputer dan alat-alat berteknologi tinggi lainnya (Virgianto dan Purwaningsih, 2006). 2.1.2.10 Pola Makan Pola makan dengan kalori berlebih dan kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor yang dominan untuk terjadinya obesitas. Orang yang banyak makan akan memiliki gejala cenderung untuk menderita kegemukan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang serat merupakan faktor penunjang timbulnya masalah kegemukan. Berdasarkan hasil penelitian pada remaja di Yogyakarta dan Bantul terlihat bahwa semakin tinggi asupan energi dan lemak semakin tinggi kemungkinan terjadinya obesitas. Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan kontribusi lemak terhadap total energi dengan terjadinya obesitas (Medawati et al., 2005). 2.1.3
Standar Status Gizi Status gizi merupakan hasil dari keseimbangan atau perwujudan dari
nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2014). Keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi menentukan seseorang tergolong dalam kriteria status gizi tertentu, dan merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam rentang waktu yang cukup lama (Sayogo, 2011). Status gizi baik memungkinkan
14
perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang paling tinggi (Almatsier, 2009).
2.1.3.1 Gizi Seimbang (Balanced Nutrition) Gizi seimbang merupakan susunana makanan sehari-hari yang mengadung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. Prinsip Gizi Seimbang (PGS) divisualisasikan sesuai dengan budaya dan pola makan setempat. Bentuk tumpeng dengan nampannya di Indonesia disebut sebagai Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) yang dirancang untuk membantu memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat, sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut) dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit) (Irianto, 2014). Remaja merupakan kelompok umur yang rentan terhadap masalah gizi karena beberapa alasan, diantaranya: pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh (growth spurt) memerlukan energi lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obat-obatan meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman, 2004). 2.1.3.2 Gizi Kurang (Undernutrition)
15
Menurut Guthrie (1995), gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi. Dalam hal ini terjadi ketidakseimbangan negatif, yaitu asupan lebih sedikit dari kebutuhan. Secara umum, kekurangan gizi menyebabkan beberapa gangguan dalam proses pertumbuhan, mengurangi produktivitas kerja dan kemampuan berkonsentrasi, struktur dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku (Almatsier, 2009). 2.1.3.3 Gizi Lebih (Overnutrition) Ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi memengaruhi status gizi seseorang. Ketidakseimbangan positif terjadi apabila asupan energi lebih besar dari pada kebutuhan sehingga mengakibatkan kelebihan berat badan atau gizi lebih (Guthrie, Helen A., 1995). Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang positif ini. Selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan meningkatkan keseimbangan energy yang positif. Faktor penyebabnya adalah aktivitas fisik golongan masyarakat rendah, efek toksis yang membahayakan, kelebihan energi, kemajuan ekonomi, kurang gerak, kurang pengetahuan akan gizi seimbang, dan tekanan hidup (stress). Akibat dari kelebihan gizi di antaranya obesitas (energi disimpan dalam bentuk lemak), penyakit degenerative seperti hiperensi, diabetes, jantung koroner, hepatitis, dan penyakit empedu, serta usia harapan hidup semakin menurun (Irianto, 2014). 2.1.4
Pengukuran Status Gizi
16
Penilaian status gizi dengan pengukuran langsung berupa: antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik; dan pengukuran tidak langsung berupa survei konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi.
2.1.3.1 Antropometri Penggunaan antropometri untuk menilai status gizi merupakan pengukuran yang paling sering dipakai. Antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa parameter sebagai salah satu indikator status gizi diantaranya umur, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit. Pada penelitian ini menggunakan pengukuran dengan antropometri untuk menghitung status gizi (Supariasa, 2014). Namun hanya ada empat parameter dalam pembahasan ini, yaitu: 1. Berat badan Antropometri paling sering digunakan adalah berat badan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Berat badan dijadikan pilihan utama karena berbagai pertimbangan, antara lain: pengukuran atau standar yang paling baik, kemudahan dalam melihat perubahan dan dalam waktu yang relatif singkat yang disebabkan perubahan kesehatan dan pola konsumsi; dapat mengecek status gizi saat ini dan bila dilakukan secara berkala dapat memberikan gambaran pertumbuhan; berat badan juga merupakan ukuran antropometri yang sudah digunakan secara luas dan umum di Indonesia; keterampilan pengukur tidak banyak mempengaruhi ketelitian pengukuran. Faktor
17
penting lainnya untuk penilaian status gizi adalah umur, maka perhitungan berat badan terhadap tinggi badan merupakan parameter yang tidak tergantung pada umur. Pengukuran berat badan dilakukan dengan menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan yaitu: mudah dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain dan mudah digunakan; harganya relatif murah dan mudah diperoleh; skalanya mudah dibaca dan ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg (Supariasa, 2014). 2. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang. Selain itu, faktor umur dapat dikesampingkan dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick). Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2014). 3. Lingkar Lengan Atas (LILA) Pengukuran LILA merupakan suatu cara untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Protein (KEP) pada wanita usia subur (WUS). Pemantauan LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LILA pada kelompok WUS adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) (Supariasa, 2014). 4. Lingkar Perut (LP) LP lebih banyak digunakan secara klinis untuk menilai obesitas abdominal, dengan mengukur lemak yang terpusat di perut. Beberapa hasil
18
penelitian menunjukkan, LP merupakan prediktor terbaik untuk risiko penyakit degeneratif (Triwinarto et al., 2012). 2.1.3.2 Penilaian Status Gizi Pada Remaja Penilaian status gizi menggunakan bebercara apa parameter antropometri sebagai dasar. Kombinasi beberapa parameter disebut indeks antropometri. Penilaian status gizi pada remaja dapat dilakukan secara antropometri dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), LILA, dan lingkar perut. a.
Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT digunakan sebagai alat untuk memantau status gizi orang dewasa
yang berhubungan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan (Supariasa, 2014). Perhitungan staus gizi remaja IMT/U dihitung dengan menggunakan software WHO Anthro Plus dengan indikator status gizi normal -2 SD hingga +2 SD. Status gizi kurang jika nilai IMT/U kurang dari -2 SD dan status gizi lebih jika IMT/U lebih dari +2 SD. b.
Lingkar Lengan Atas (LILA) Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5
cm. apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau bagian merah pita LILA artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak (Supariasa, 2014). c.
Lingkar Perut
19
Lingkar perut sebagai indeks distribusi lemak tubuh baik tersebar di subkutan (perifer) dan sentral (visceral). Obesitas sentral jika lingkar perut lebih dari 90 cm pada laki-laki dan lebih dari 80 cm pada wanita (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009).
2.1.3.3 Pengukuran konsumsi Pengukuran konsumsi dengan survei konsumsi melalui: 1). metode kualitatif dilakukan dengan: metode dietary history, metode pendaftaran makanan (food list), metode frekuensi makanan (food frequency), dan metode telepon; 2). metode kuantitatif dengan: metode recall 24 jam, penimbangan makanan (food weighing), perkiraan makanan (estimated food records), metode inventaris (inventory method), metode food account, dan pencatatan (household food record); 3). metode kualitatif dan kuantitatif dengan metode riwayat makan (dietary history) dan metode recall 24 jam (Supariasa, 2014). Dalam penelitian ini menggunakan semi quantitative food frequency questionnaires (SQ-FFQ). Hasil pengukuran menggunakan SQ-FFQ akan dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) remaja. Semi Quantitative Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ) Data yang diperoleh berupa frekuensi konsumsi bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu (seperti hari, minggu, bulan atau tahun) (Supariasa, 2014). Metode SQ-FFQ ini memodifikasi frekuensi konsumsi pangan dengan cara menambahkan patokan ukuran rumah tangga (URT) dan berat pangan
20
(gram). Berat pangan ditampilkan dalam porsi. Metode ini memudahkan peneliti untuk mendapatkan variasi, frekuensi, dan kuantitas pangan sehingga zat gizi dapat dikorelasikan dengan indeks masa tubuh, status penyakit, sosial ekonomi, kondisi atau kesehatan lingkungan dan perilaku seseorang atau masyarakat (Gibson, 2005; Widajanti, 2009).
2.2
Pola Aktivitas Fisik Aktivitas fisik menurut BPS merupakan pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan pembakaran kalori yang dilakukan minimal 30 menit berturut untuk memelihara kesehatan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap bugar dan sehat sepanjang hari (Badan Pusat Statistik, 2013). Saat beraktivitas, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan oksigen dan zat-zat gizi keseluruh tubuh dan digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Seberapa banyak otot yang bergerak, seberapa lama dan seberapa berat pekerjaan yang dilakukan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan (Almatsier, 2009). Berikut beberapa aktivitas harian remaja selain sekolah: 2.2.1
Aktivitas Aktif
2.2.1.1 Olahraga Derajat kesehatan optimal dapat dipertahankan melalui aktivitas fisik seperti olahraga cukup dan dilakukan secara teratur. Olahraga dan aktivitas fisik, yang tidak berimbang dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi dapat menyebabkan
21
berat badan tidak normal. Olahraga dan kegiatan fisik diharapkan selalu seimbang dengan asupan nutrisi dan masukan energi yang diperoleh dari makanan seharihari (Departemen Kesehatan RI, 1995). Olah raga yang baik harus dilakukan secara teratur, sedangkan macam dan takaran olahraga tergantung menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kondisi kesehatan.
2.2.1.2 Ekstrakurikuler Ekstrakurikuler merupakan bagian dari aktivitas pendidikan di luar mata pelajaran yang diselenggarakan untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan potensi, bakat, kebutuhan, dan minat siswa melalui kegiatan yang dibuat oleh tenaga kependidikan dan pendidik yang berkewenang dan berkemampuan di sekolah (Kurniawan dan Karyono, 2010). 2.2.2
Aktivitas Pasif (Perilaku Sedentari) Anak-anak harus diberikan dukungan untuk beraktivitas di luar rumah
agar tidak menghabiskan sepanjang waktu sepulang sekolah melakukan kegiatan kurang gerak (sedentarian) seperti menonton televisi atau main komputer dan video game. Kegiatan sedentarian yang dilakukan lebih dari dua jam dapat menyebabkan obesitas pada anak (Dowshen, 2005). 2.2.2.1 Menonton Televisi dan Main Game Televisi juga memberikan dampak terhadap pemilihan makanan anak karena iklan-iklan menarik yang ditayangkan biasanya merupakan iklan makanan dengan kalori tinggi (Astrup, 2006). Berdasarkan penelitian di Semarang tahun 2012 pada remaja usia 18-20 tahun didapatkan hasil perilaku sedentari, 89,5%
22
memiliki kebiasaan menonton televisi, 100% memiliki kebiasaan bekerja dengan komputer atau laptop, 26,7% memiliki kebiasaan bermain video game, 100,0% memiliki kebiasaan duduk-duduk, 48,8% remaja memiliki lama waktu tidur yang buruk (Cahyani, 2012). Penelitian yang dilakukan kepada alumni Harvard University, sepanjang tahun 1962-1978 terdapat 1413 orang meninggal, 45% disebabkan karena penyakit jantung dan 32% lainnya disebabkan kanker. Mereka yang meninggal memiliki gaya hidup sedentari. Sedangkan yang memiliki kebiasaan berjalan/ berlari 20 mil/minggu memiliki kecenderungan hidup 2 tahun lebih lama dibandingkan yang berjalan/ berolahraga kurang dari 5 mil/minggu (Rosita, 2012). 2.2.2.2 Media Sosial Media yang banyak digunakan remaja saat ini salah satunya adalah internet dan social media. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang, dimana 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial (Kemenkominfo, 2013). Persentase aktivitas jejaring sosial Indonesia mencapai 79,72 persen, tertinggi di Asia, mengalahkan Filipina (78 persen), Malaysia (72 persen), China (67 persen) (Mohamad, 2013). Pengguna aktif berada pada rentan usia 18 hingga 29 tahun dan pengguna social media dan social sharing tertinggi adalah perempuan (Heni, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Nurmihasti pada tahun 2012, diketahui bahwa pelaku utama yang meramaikan pergerakan sosial media di Indonesia sebagian besar didominasi oleh usia remaja, khususnya mereka para peserta didik atau
23
pelajar. Penelitian lain memaparkan bahwa pengguna situs jejaring sosial di Indonesia mayoritas adalah dari kalangan remaja usia sekolah, dengan peningkatan pengguna situs jejaring sosial Facebook pada 2009 sebanyak 700% dibanding pada tahun 2008. Penggunaan sosial media merupakan salah satu kegiatan sedentari. Kemajuan teknologi ini membuat remaja menghabiskan banyak waktu untuk mengecek sosial media melalui gadget yang dimiliki baik laptop maupun smartphone (Isnainiyah, 2012). 2.2.3
Istirahat Anak usia sekolah sebaiknya diberikan jadwal waktu tidur untuk mereka
tepati karena waktu tidur yang kurang dapat menjadi pemicu terjadinya obesitas selain perilaku-perilaku negatif lainnya seperti terlalu mengantuk di sekolah sehingga tidak dapat menerima pelajaran dengan baik (Chaput dan Jean-Phillippe, 2007). Pola tidur dengan durasi kurang dari 7 jam dihubungkan dengan kenaikan indeks massa tubuh, baik pada anak-anak, remaja maupun pada orang dewasa pada penelitian- penelitan sebelumnya. Durasi waktu tidur yang pendek dikaitkan dengan penurunan leptin dan meningkatnya grelin. Perubahan hormon ini yang mungkin berkontribusi terhadap kenaikan indeks masaa tubuh (Taheri et al., 2004). Hasil penelitian (Papalia et al., 2010) menyatakan bahwa remaja yang obesitas tidur lebih sedikit dibanding remaja yang normal dan underweight. Durasi tidur ditemukan berhubungan dengan risiko overweight dan obesitas pada remaja Australia 10-15 tahun.
2.3
Pola Makan
24
2.3.1
Pola makan harian Orang Indonesia makan tiga kali sehari yaitu sarapan di pagi hari, makan
siang dan makan malam. Makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan khususnya di usia remaja. Konsumsi makanan yang kurang, baik secara jumlah maupun kualitas akan mengakibatkan terjadinya gangguan proses metabolisme dalam tubuh, yang tentunya mengarah pada timbulnya suatu penyakit. Sehingga dalam hal mengkonsumsi makanan, yang perlu diperhatikan adalah kecukupannya agar didapatkan suatu fungsi tubuh yang optimal (Almatsier, 2009). Angka kecukupan gizi dihitung menggunakan hasil perhitungan nutrisurvey yang kemudian dibandingkan dengan AKG remaja perempuan. Cut off points tingkat kecukupan zat gizi (Jayanti et al., 2011): a. Kurang (<80%) b. Normal (80-120%). c. Lebih (≥ 120% AKG) 2.3.2
Aspek Sosio-Kultural Makanan Selain peran biologik yaitu untuk memenuhi rasa lapar, makanan
mempunyai peranan sosio-kultural. Den Hartog et. al (Almatsier, 2009) mengelompokkannya sebagai berikut : 2.3.2.1 Fungsi Kenikmatan (Gastronomik) Manusia makan untuk mendapatkan kenikmatan. Kesukaan makanan antar bangsa dan suku berbeda. Makanan di daerah tropik biasanya lebih berbumbu. Ini kemungkinan secara naluri penduduk negara tropik sejak dulu kala telah tahu
25
bahwa pemberian bumbu banyak pada makanan dapat menghambat pembusukan. Secara umum, makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera yaitu dalam rasa, bau, dan tekstur (Almatsier, 2009).
2.3.2.2 Makanan Untuk Menunjukkan Jati Diri Makanan sering dianggap sebagai bagian penting untuk menyatakan jati diri seseorang atau sekelompok orang. Di Jepang misalnya, sushi merupakan makanan terhormat untuk disajikan kepada tamu-tamu. Di sebagian besar Sumatera, daging dianggap sebagai makanan berprestise (Almatsier, 2009). 2.3.2.3 Fungsi Religi Dan Magis Banyak symbol religi dan magis dikaitkan dengan makanan. Dalam agama Islam, kambing sering dikaitkan dengan upacara-upacara penting dalam kehidupan, seperti pada upacara akikoh dan khitan. Pada masyarakat Jawa di berbagai upacara selamatan dihidangkan nasi tumpeng atau nasi kuning (Almatsier, 2009). 2.3.2.4 Fungsi Komunikasi Makanan merupakan media penting dalam upaya manusia bersosialisasi. Dalam keluarga, kehangatan hubungan antar anggotanya terjadi saat makan bersama. Begitu pula di keluarga besar diupayakan pertemuan secara berkala dengan makan bersama untuk mempererat hubungan silaturahmi. Antar tetangga juga sering dilakukan tukar-menukar makanan. Dalam dunia bisnis, kesepakatan sering diperoleh dalam jamuan makanan (Almatsier, 2009).
26
2.3.2.5 Fungsi Status Ekonomi Makanan sering digunakan untuk prestise atau status ekonomi. Semua budaya memiliki makanan yang dianggap berprestise (Almatsier, 2009). Saat ini makanan dianggap sebagai gaya hidup. Remaja sering makan di tempat-tempat bergengsi dan mengunggah foto-foto makanannya di situs jejaring sosial. 2.3.2.6 Simbol Kekuasaan Melalui
makanan
seseorang
atau
sekelompok
masyarakat
dapat
menunjukkan kekuasaannya terhadap orang atau kelompok masyarakat lain. Majikan member makanan yang berbeda kepada bawahan atau pembantunya. Dalam keadaan berperang atau bermusuhan, suatu negara menetapkan embargo bahan pangan terhadap negara musuhnya (Almatsier, 2009). 2.3.3
Pola Makan Seimbang (Well Balanced Diet) Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) menggambarkan empat prinsip gizi
seimbang yaitu beragam makanan sesuai kebutuhan, kebersihan makanan, aktivitas fisik, dan pemantauan berat badan ideal. TGS terdiri dari beberapa potongan tumpeng: satu potong besar, dua potong sedang, dua potong kecil, dan di puncak terdapat potongan terkecil. Luas potongan TGS menunjukkan porsi yang harus dikonsumsi per hari oleh setiap orang. TGS dialasi oleh air putih, karena air putih merupakan bagian terbesar dan zat gizi esensial untuk hidup sehat dan aktif (Irianto, 2014). Pesan-pesan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) diantaranya: 1). Syukuri dan nikmati aneka ragam makanan, 2). Banyak makan sayuran dan cukup buahbuahan, 3). Biasakan mengkonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi,
27
4). Biasakan mengkonsumsi anekaragam makanan pokok, 5). Batasi konsumsi pangan manis, asin, dan berlemak, 6). Biasakan sarapan, 7). Biasakan minum air putih yang cukup dan aman, 8). Biasakan membaca label pada klemasan pangan, 9). Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih mengalir, 10). Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal (Irianto, 2014).
Gambar 2.1 Tumpeng Gizi Seimbang (Irianto, 2014) Kebutuhan air putih dalam sehari minimal dua liter (delapan gelas). Potongan besar tumpeng selanjutnya merupakan golongan makanan pokok (sumber karbohidrat) yang dianjurkan dikonsumsi tiga hingga delapan porsi per hari. Selanjutnya, terdapat golongan sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Potongannya berbeda luas untuk menekankan pentingnya peran dan porsi setiap golongan. Ukuran potongan sayur dalam PGS sengaja dibuat lebih besar dari buah yang terletak di sebelahnya, ini berarti jumlah sayur yang harus dikonsumsi setiap hari sedikit lebih besar (3-4 porsi) daripada buah (2-3 porsi). Kemudian di lapisan ketiga ada golongan protein seperti daging, telur, ikan, susu, dan produk susu (yogurt, mentega, keju, dan lain-lain) dipotongan kanan dan
28
dipotongan kiri kacang-kacangan serta hasil olahan seperti tahu, tempe, dan oncom. Puncak TGS makanan dalam potongan yang sangat kecil adalah minyak, gula dan garam yang dianjurkan dikonsumsi seperlunya. Pada bagian bawah tumpeng terdapat PGS lain yaitu pola hidup aktif dengan berolahraga, menjaga kebersihan, dan memantau berat badan (Irianto, 2014). 2.3.4
Pola Makan Remaja Dibandingkan segmen usia lain, diet yang tidak adekuat adalah masalah
yang paling umum dialami remaja putri. Gizi tidak adekuat akan menimbulkan masalah kesehatan yang akan mengikuti sepanjang kehidupan. Kekurangan gizi dalam masa remaja dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk emosi yang tidak stabil, keinginan untuk menjadi kurus yang tidak tepat, dan ketidakstabilan dalam gaya hidup dan lingkungan sosial secara umum. Beberapa perilaku spesifik yang umumnya dipercaya menyebabkan masalah gizi pada ramaja putrid adalah: (1). Kurang didampingi ketika mengkonsumsi makanan tertentu, (2). Kurangnya perhatian dalam memilih makanan di luar rumah, (3). Kurangnya waktu uantuk mengkonsumsi secara teratur, (4). Melewatkan waktu makan satu kali atau lebih setiap hari, (5). Mulai mengkonsumsi alcohol, (6). Pemilihan makanan selingan yang kurang tepat, (7). Perhatian terhadap makanan tertentu yang menyebabkan jerawat, (8). Takut mengalami obesitas, (9). Tidak mau minum susu (Irianto, 2014). Selain itu remaja juga memiliki kebiasaan makan cemilan diluar jam makan. Gaya hidup duduk lama sambil ngemil makanan tinggi kalori dan lemak dan rendah gizi serta nutrisi memicu kelebihan berat badan pada remaja (Hasdianah et al., 2014).
29
2.3.5
Makanan cepat saji (Fast food) Makanan cepat saji merupakan makanan yang tersedia dan siap untuk
dimakan dalam waktu cepat, seperti fried chiken, hamburger atau pizza. Makanan cepat saji umumnya mengandung kalori, sodium (Na), gula, dan kadar lemak yang tinggi tetapi rendah serat, asam akorbat, kalsium, vitamin A, dan folat. Makanan cepat saji merupakan gaya hidup remaja (Khomsan, 2004). Mudahnya memperoleh makanan siap saji mempermudah tersedianya variasi makanan sesuai daya beli dan selera. Selain itu, cocok bagi mereka yang selalu sibuk karena pengolahan dan penyiapannya lebih cepat dan mudah (Restiani, 2012). Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan Indonesia dapat mempengaruhi pola makan khususnya remaja di kota dengan tingkat kesejahteraan menengah ke atas.
Tempat makan makanan fast food menjadi
tempat bersantai. Makanan di restoran fast food menawarkan harga terjangkau bagi mereka, penyajiannya cepat dan jenis makanannya memenuhi selera remaja. Manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan misalnya pelayanan yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan bersih tanpa meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat mereka yang sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis fast food, karena pelayanan lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian masyarakat. Bahkan banyak keluarga yang memilih makanan diluar dengan jajanan fast food di hari libur (Khomsan, 2004). Berdasarkan hasil penelitian, kentang goreng dan fried chicken merupakan makanan cepat saji yang banyak dimakan saat makan siang atau makan malam
30
remaja di enam kota besar di Indonesia seperti di Denpasar, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Bandung, dan Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan 1520% remaja di Jakarta mengonsumsi fried chicken dan burger sebagai makan siang dan 1-6% lainnya mengonsumsi pizza dan spaghetti. Apabila makanan jenis ini dikonsumsi berlebih dan terus-menerus dapat menyebabkan gizi lebih (Restiani, 2012). Dalam penelitian ini akan dilihat konsumsi fast food diantaranya: ayam goreng, kentang goreng, burger, pizza, spaghetti, hot dog, donat, mie instan dan soft drink, diantaranya : coca-cola, sprite, fanta, pepsi (Badjeber et al., 2009). 2.3.6
Pengontrolan Berat Badan Buruknya status gizi remaja diduga disebabkan berbagai praktik
penurunan berat badan yang dilakukan remaja demi mendapatkan tubuh ideal yang di tampilkan di berbagai media (Tucci dan Peters, 2008; Vonderen, 2012) dan tekanan teman sebaya (Ryde et al., 2011). Pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat pada remaja. Perilaku remaja banyak dipengaruhi oleh tekanan dari teman sebaya. Teman sebaya diakui dapat mempengaruhi seorang remaja dalam berperilaku. Kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup (Papalia et al., 2001). Penelitian sebelumnya mengenai gangguan makan dan perilaku penurunan berat badan yang tidak sehat pada remaja wanita di Australia di dapatkan hasil 33% remaja mengalami gangguan makan, 57% responden melakukan praktik penurunan berat badan yang tidak sehat, dan 12% mengalami disorientasi body image. Faktor yang mempengaruhi pola perilaku ini adalah tekanan teman sebaya, tekanan media dan
31
persepsi bahwa penurunan berat badan yang tidak sehat tidak berbahaya bagi mereka (Ryde et al., 2011). Remaja memiliki pandangan tersendiri mengenai tubuhnya (body image) yang seringkali salah (Notoatmodjo, 2010). Hal itu sering menjadi penyebab masalah, karena remaja menerapkan pengaturan pembatasan makanan yang salah untuk memelihara kelangsingan tubuhnya, sehingga kebutuhan gizi tidak terpenuhi dan mendorong terjadinya gangguan gizi (Kathlen dan Sylvia, 2008; Sayogo, 2011). Perilaku pengontrolan berat badan yang tidak sehat yang banyak dilakukan remaja berdasarkan beberapa penelitian diantaranya melewatkan jam makan untuk menurunkan berat badan (skipping meals), mengkonsumsi suplemen diet, sengaja memuntahkan makan untuk menurunkan berat badan (self-induced vomiting), puasa 24 jam atau lebih, metode diet khusus seperti OCD (Obsessive Corbuzier’s Diet), vegetarian, atau hanya makan satu jenis makanan tertentu (crush dieting). Dalam beberapa penelitian puasa merupakan perilaku yang paling banyak dilakukan, diikuti dengan makan satu jenis makanan, memuntahkan makanan dengan sengaja, diuretik/obat pencahar, pil penurun berat badan, dimana puasa dan melewatkan jam makan adalah perilaku yang paling banyak dilakukan (Ryde et al., 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011; Yu, 2011). Melewatkan jam makan juga merupakan praktik pengontrolan berat badan yang banyak dilakukan remaja. Berdasarkan data BPS tahun 2013 didapatkan data masyarakat Bali yang berusia 10 tahun ke atas melewatkan sarapan pagi 23,2%, lebih tinggi jika dibandingkan angka nasional 14,33% (Badan Pusat Statistik, 2013).
32
Penelitian lainnya di Amerika, 11% remaja melakukan pengontrolan berat badan yang ekstrim yaitu dengan memuntahkan makanan secara teratur untuk menurunkan berat badan (self-induced vomiting). Di Australia dari 606 remaja perempuan yang disurvey didapatkan 9% memuntahkan makanan, 6% menggunakan pil diet, 6% menggunakan diuretik/pencahar secara teratur untuk mengontrol berat badannya dan 11% dari responden melakukan paling tidak salah satu praktik penurunan berat badan yang ekstrim, dan 0,4% tetap melakukan diet walaupun mereka sudah sangat kurus (underweight berdasarkan standar BMI) (Ryde et al., 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011). Penelitian lain di Australia menyebutkan bahwa proporsi perempuan sangat signifikan yaitu 10-20% melakukan praktik penurunan berat badan yang tidak sehat yang menghambat intake nutrisi dan energi, termasuk menghindari daging (sumber zat besi, protein, dan zink), produk susu (sumber kalsium), makanan mengadung tepung (sumber energi dan serat), dan menggunakan suplemen diet atau mengganti makanan dengan makanan diet yang tidak mengandung gizi seimbang (Ryde et al., 2011).
2.4
Hubungan Pola Aktivitas dan Pola Makan dengan Status Gizi Faktor yang mempengaruhi status gizi diantaranya zat gizi dalam bahan
makanan, ada/tidak program pemberian makanan di luar keluarga, daya beli keluarga yang berhubungan dengan pendapatan, kebiasaan makan orang tua pemeliharaan kesehatan dan faktor lingkungan (Supariasa, 2014). Kesehatan mempengaruhi kebutuhan nutrisi seseorang. Ketika saat dibutuhkan asupan yang lebih baik seperti protein tinggi untuk mempercepat proses penyembuhan.
33
Sedangkan menurut Ambarwati, status gizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Ketiga faktor ini mempengaruhi tingkat kebutuhan nutrisi yang selanjutnya mempengaruhi status gizi (Ambarwati, 2012). Semakin muda usia maka kebutuhan nutrisi semakin tinggi. Nutrisi dibutuhkan untuk proses tumbuh kembang. Sedangkan untuk pola aktivitas, semakin banyak aktivitas yang dilakukan maka semakin banyak energi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga diperlukan asupan nutrisi yang lebih banyak (Irianto, 2014). Bagan Hubungan Pola Aktivitas dan Pola Makan dengan Status Gizi
Konsumsi makan
Umur
STATUS GIZI
Kesehatan
Tingkat kebutuhan nutrisi
Jenis kelamin
Aktivitas fisik
Gambar 2.2 Teori faktor yang mempengaruhi status gizi, modifikasi teori Call dan Levinson dan teori Ambarwati (Ambarwati, 2012; Supariasa, 2013).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Berpikir Berdasarkan teori yang telah dibahas di bab sebelumnya, banyak faktor
yang mempengaruhi status gizi seseorang, terutama status gizi remaja khususnya remaja putri. Remaja memiliki pola aktivitas fisik dan pola makan yang berbeda seiring tumbuh kembangnya. Banyak penelitian tentang penilaian status gizi remaja namun belum spesifik. Pola aktivitas fisik dan pola makan pada remaja sangat menarik untuk diteliti lebih mendalam karena pada usia remaja terjadi perubahan dari anak-anak menuju dewasa sehingga merubah pola aktivitas fisik dan pola makannya banyak dipengaruhi oleh lingkungannya atau teman sebaya yang berdampak pada status gizinya. Karakteristik remaja dalam penelitian ini yaitu siswa SMA yang berjenis kelamin perempuan kelas 1 dan berumur 15-16 tahun. Dalam penelitian ini diteliti lebih detail mengenai pola aktivitas yang lebih spesifik yang dilakukan remaja seperti olahraga dan ektrakulikuler dalam seminggu. Selain itu pola makan remaja dalam penelitian ini juga diteliti lebih detail yaitu mengenai pola makan harian, kebiasaan makan fast food termasuk konsumsi soda dan juga praktik pengontrolan berat badan yang berkembang dikalangan remaja.
34
35
3.2
Konsep Penelitian Dari penjabaran teori-teori di atas, dapat disusun kerangka konsep
penelitian sebagai berikut: Faktor yang mempengaruhi status gizi -
Jenis Kelamin Umur Tingkat sosial ekonomi Lingkungan Genetik Metabolism basal Enzim tubuh dan hormon Status Gizi
- Karakteristik • Status tinggal - Pola aktivitas fisik - Pola makan
- IMT/U - LILA - Lingkar Perut
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
Keterangan: : tidak diteliti : diteliti
3.3
Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini rumusan hipotesis berdasarkan konsep penelitian
yang ada yaitu: 3.3.1
Pola aktivitas fisik berhubungan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara.
3.3.2
Pola makan berhubungan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan analitik kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional.
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga SMA/SMK di Denpasar Utara, yaitu SMA
Dwijendra, SMA Dharmapraja, dan SMA Al-Ma’ruf pada bulan Oktober 2014 hingga April 2015.
4.3
Subjek dan Sampel
4.3.1
Variabilitas Populasi Populasi target penelitian ini adalah semua pelajar putri usia sekolah yang
sedang mengikuti pendidikan SMA/SMK di Denpasar Utara tahun 2015 yaitu sejumlah 6859 orang dari 25 SMA/SMK. Sedangkan populasi terjangkau penelitian ini adalah pelajar putri kelas satu di tiga SMA/SMK terpilih. 4.3.2
Kriteria sampel Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: kriteria inklusi
dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah siswa yang sedang mengikuti pendidikan SMA/SMK di Denpasar Utara yang berjenis kelamin perempuan, duduk di kelas 1 (kelas 1 berusia 15-16 tahun merupakan awal remaja
36
37
pertengahan) dan bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria ekslusi adalah siswa yang tidak masuk atau sakit saat penelitian dilakukan. 4.3.3
Besar sampel Penentuan besar sampel menurut Sastroasmoro (Sastroasmoro & Ismael,
2011) menggunakan rumus: + ( −
=2
)
Keterangan : N
= jumlah sampel = kesalahan tipe I, 5% = 1,96 = kesalahan tipe II, 80% = 0,842
s (
= simpang baku kelompok yaitu 3,85 (Novianingsih, 2012) 1
−
2)
= clinical judgement (22,9-21,05) (Novianingsih, 2012)
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 68 orang. 4.3.4
Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dengan memilih secara random tiga
SMA/SMK dari masing-masing wilayah kerja puskesmas yaitu di tiga wilayah kerja puskesmas di Denpasar Utara. Masing-masing wilayah kerja puskesmas diwakili satu SMA/SMK. SMA Dwijendra mewakili wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara, SMA Al Ma’ruf mewakili wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Utara, SMA Dharmapraja mewakili wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. SMA/SMK yang terpilih kemudian diambil kelas satu paralel secara purposive sampling (dengan alasan kelas satu SMA merupakan peralihan awal masa remaja
38
pertengahan). Penentuan kelas yang digunakan sebagai sampel dengan random sampling diambil satu kelas. Dari kelas yang terpilih diambil 25 siswi putri secara random menggunakan absensi kelas.
4.4
Variabel Penelitian
4.4.1
Definisi operasional Tabel 4.1 Definisi operasional variabel penelitian
Variabel
Definisi Operasional
Cara dan Alat Ukur
Catatan tentang Rencana Analisis
Pola aktivitas fisik
Kegiatan rutin yang dilakukan responden yang terdiri dari: jenis kegiatan, durasi, dan frekuensi dalam satuan minggu.
Dengan wawancara menggunakan kuesioner APARQ (Adolecent Physical Activity Recall Questionairs)
Aktivitas fisik: Durasi x frekuensi x skor METs • Ringan (<1202,01 • Sedang (1202,02-2406,64 • Berat (>2406,65) (Novitasary et al., 2013; Sudibjo et al., 2013).
Pola makan
Kegiatan makan rutin yang dilakukan responden yang terdiri dari pola makan dalam sehari dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) remaja putri, serta pengontrolan berat badan
Dengan wawancara menggunakan kuesioner SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire). Selanjutnya dianalisis menggunakan nutri survey. Sedangkan pola makan lainnya dengan mengisi kuesioner.
Tingkat kecukupan zat gizi: • Kurang (<80%) • Cukup (80-120%) • Lebih (>120%) (Jayanti et al., 2011)
Status gizi
Status gizi remaja yang dinilai dengan membandingan berat badan dan tinggi badan berdasarkan umur yang dihitung dengan menggunakan software WHO Anthro Plus (IMT/U), pengukuran lingkar lengan atas (LILA), dan lingkar perut.
Menimbang BB responden dengan timbangan (digital scale) dan mengukur TB responden dengan microtoise dan dianalisis menggunakan software WHO Anthro Plus, mengukur LILA dengan pita lila, dan mengukur lingkar perut dengan metlin.
IMT/U: (z-score) • Kurang : <-2 SD • Normal : -2 SD s.d 2 SD • Lebih : > 2 SD LILA: (cm) • Kurang : < 23,5 cm • Normal: > 23,5 cm Lingkar perut: (cm). • Normal : < 80 cm • Lebih : > 80 cm (Supariasa, 2014)
39
4.5
Bahan dan Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, pengukur berat
badan dengan timbangan digital (digital scale) merk Camry model EB9003 ISO 9001 certified by SGS, pengukur tinggi badan dengan microtoise, metlin untuk mengukur lingkar perut dan pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas. 4.6
Protokol Penelitian
4.6.1
Teknik pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data
yang diambil dari hasil pengisian kuesioner, wawancara terstruktur, hasil pengukuran berat badan, tinggi badan, LILA, dan LP. 4.6.2
Teknik pengolahan data Pada penelitian ini pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan
meliputi: editing, coding, counting, transferring, dan tabulating yang dilakukan sebelum melakukan analisis data. 4.7
Analisis Data
4.7.1
Analisis Univariat Data hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk tabel dan narasi
untuk mengevaluasi besarnya proporsi dari masing-masing faktor predisposisi untuk masing-masing variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini analisis univariat ditampikan dalam bentuk proporsi dari karakteristik pelajar putri SMA kelas 1 sebagai responden. Selain itu analisis univariat juga dilakukan pada masingmasing variabel yaitu pola aktivitas, pola makan, dan status gizi pelajar putri SMA kelas 1.
40
4.7.2
Analisis Bivariat Pada penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan
variabel pola aktivitas dengan status gizi pelajar putri SMA dan juga untuk mengetahui hubungan variabel pola makan dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji spearman rank dengan kepercayaan 95% menggunakan software analisis data. Nilai p yang didapatkan dari hasil analisis dibandingkan dengan signifikan 0,05. Hubungan dinyatakan bermakna jika p lebih kecil daripada 0,05. 4.7.3 Analisis Multivariat Analisis multivariat pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis banyak variabel (pola aktivitas fisik dan pola makan pelajar SMA putri) secara serentak terhadap status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain itu analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling kuat mempengaruhi status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Uji yang dilakukan adalah linier regression dengan signifikasi 0,05 melalui software analisis data. 4.8
Etika Penelitian Penelitian mengenai hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan
status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di wilayah Denpasar Utara menggunakan prinsip-prinsip etik yaitu confidentiality dan anonymity. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti mengurus Ethical Clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana karena penelitian ini melibatkan manusia.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Denpasar terletak diantara 08° 35" 31'-08° 44" 49' lintang selatan dan
115° 10" 23'-115° 16" 27' bujur timur. Ditinjau dari topografi Kota Denpasar secara umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m diatas permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar berkisar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15% (Pemerintah Kota Denpasar, 2015). Wilayah Denpasar dibagi menjadi empat kecamatan yaitu: Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan Denpasar Utara. Denpasar Utara merupakan salah satu kecamatan di Denpasar tempat penelitian ini dilakukan. Denpasar merupakan salah satu kota besar di Indonesia, sebagai ibu kota Provinsi Bali sehingga pertumbuhan perekonomian sangat pesat. Begitu pula dengan penyediaan fasilitas umum dan tempat makan. Fast food telah menjadi gaya hidup warga perkotaan, sehingga terdapat banyak tempat makan cepat saji (fast food) yang tersebar di wilayah Denpasar dan kian menjamur. Data yang didapatkan dari dinas kesehatan bagian pengawasan makanan terdapat 396 rumah makan yang beberapa di antaranya merupakan tempat makan fast food (Dinkes Kota Denpasar, 2015). Selain itu terdapat dua lapangan untuk jogging track dan menjamurnya pusat kebugaran. Fitness juga menjadi gaya hidup warga perkotaan. Terdapat 11 puskesmas yang tersebar di keempat kecamatan tersebut. Di wilayah Denpasar Utara terdapat tiga puskesmas yaitu Puskesmas I Denpasar
41
42
Utara, Puskesmas II Denpasar Utara, dan Puskesmas III Denpasar Utara (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2015). Terdapat 66 SMA dan SMK negeri dan swasta yang tersebar di Denpasar dengan jumlah siswa 35.121 siswa (BPS, 2013). Di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Utara terdapat 25 SMA dan SMK negeri dan swasta dengan jumlah siswa 13.718 (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2015). Penelitian dilakukan di tiga SMA di Denpasar Utara. Masing-masing SMA mewakili wilayah kerja Puskesmas. SMA Dwijendra mewakili wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara, SMA Al Ma’ruf mewakili wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Utara, SMA Dharmapraja mewakili wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. 5.2
Karakteristik Pelajar SMA Putri
5.2.1 Rerata Antropometri Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara Rerata antropometri pelajar putri SMA kelas 1 disajikan dalam tabel berikut: Tabel 5.1 Rerata antropometri pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Antropometri Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) IMT/U LILA (cm) LP (cm)
Rerata±SD 53,7 ±12,6 157,4 ± 5,6 0,073 ± 1,3 26,3 ± 3,6 76,5 ± 9,6
Keterangan :IMT/U: IMT berdasarkan umur, SD: standar deviasi, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut.
Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa rerata status gizi normal, baik berdasarkan IMT/U dengan rerata z-score 0,073 (z-score normal antara -2 SD hingga 2 SD). Berdasarkan LILA didapatkan rerata 26,3 cm (LILA normal sebagai indikator KEK adalah diatas 23,5 cm). Rerata distribusi lemak
43
berdasarkan indikator LP adalah 76,45 cm (LP sebagai indikator obesitas sentral dengan nilai normal kurang dari 80 cm untuk perempuan). 5.2.2 Distribusi Frekuensi Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara Tabel berikut menyajikan distribusi frekuensi status gizi responden: Tabel 5.2 Distribusi frekuensi status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Status Gizi Berdasarkan IMT/U Kurang Normal Lebih Berdasarkan LILA KEK Non-KEK Berdasarkan LP Sentral Perifer
f (%) 3 (4,0) 66 (88,0) 6 (8,0)
14 (18,7) 61 (81,3) 22 (29,3) 53 (70,7)
Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut.
Permasalahan status gizi pelajar putri SMA yang muncul adalah status gizi kurang. Kurang gizi akut terjadi pada pelajar putri SMA sebanyak 4,0% yang ditandai nilai IMT/U <-2 SD. Kurang gizi kronik juga terjadi pada pelajar putri SMA yaitu sebanyak 18,7% dengan nilai LILA <23,5 cm. Sementara itu juga terjadi status gizi lebih. Obesitas sentral menunjukkan angka 8,0% ditandai dengan nilai IMT/U >2 SD dan LP >80 cm. Angka ini lebih tinggi dibandingkan angka nasional hasil Riskesdas 2013 yaitu 7,3% (BPPK RI, 2013). Selain itu, sebaran lemak sentral sebagai resiko terjadinya obesitas sentral terjadi pada 29,3% pelajar putri SMA (Tabel 5.2).
44
5.2.3 Distribusi Frekuensi Pola Aktivitas Fisik, Pola Makan, dan Status Tinggal Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi pola aktivitas fisik, pola makan, dan status tinggal pada pelajar putri SMA Kelas 1 Variabel Aktivitas fisik Ringan Sedang Berat Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi makro Energi Kurang Cukup Lebih Karbohidrat Kurang Cukup Lebih Protein Kurang Cukup Lebih Lemak Kurang Cukup Lebih Pengontrolan berat badan Ya Tidak Status tinggal Bersama orangtua Tidak bersama orangtua
f (%) 11 (14,7) 31 (41,3) 44 (44,0)
20 (26,7) 27 (36,0) 28 (37,3) 33 (44,0) 29 (38,7) 13 (17,3) 23 (30,7) 26 (34,7) 26 (34,7) 15 (20,0) 15 (20,0) 45 (60,0) 22 (29,3) 53 (70,7) 66 (88,0) 9 (12,0)
Aktivitas pelajar putri SMA cenderung aktivitas berat (44,0%) dan aktivitas sedang (41,3%). Variasi aktivitas ini didominasi kegiatan olahraga, baik
45
olahraga wajib sebagai bagian dari mata pelajaran maupun olahraga di luar jam sekolah pada akhir pekan atau ekstrakurikuler. Tingkat kecukupan zat gizi total bervariasi, cut off untuk kecukupan gizi dikatakan kurang jika <80% AKG, cukup jika diantara 80-120% AKG dan lebih jika >120% AKG (Jayanti et al., 2011). Tingkat kecukupan energi dan lemak cenderung lebih, yaitu 37,33% dan 60%, tingkat kecukupan karbohidrat cenderung kurang (44%), sedangkan tingkat kecukupan protein seimbang antara cukup dan lebih yaitu 34,67%. Beberapa responden melakukan pengontrolan berat badan (29,3%) dan sebagian besar responden tinggal bersama orangtua (88%) (Tabel 5.3). 5.2.4 Rerata Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro Pada Pelajar Putri SMA Kelas1 Di Denpasar Utara Tabel 5.4 Rerata tingkat kecukupan zat gizi makro pelajar putri SMA kelas 1 Zat Gizi Makro (% AKG)
Rerata ±SD 88,3±33,1 112,9±50,2 145,0±66,1 108,7 ±39,8
Karbohidrat Protein Lemak Energi Keterangan: AKG: Angka Kecukupan Gizi, SD :Standar deviasi
Secara garis besar rerata tingkat kecukupan masing-masing zat gizi sudah tercapai, dengan nilai tingkat kecukupan karbohidrat 88,3%, protein 112,9%, dan energi 108,7%. Walaupun tingkat kecukupan karbohidrat sudah memenuhi angka kecukupan
(80-120%)
namun
mendekati
batas
bawah
rentang
tingkat
kecukupannya (88,3%). Sedangkan tingkat konsumsi lemak cenderung berlebih yaitu 145,0%. Angka ini sudah melebihi batas atas kecukupan lemak (Tabel 5.4).
46
5.3
Gambaran Pola Aktivitas Fisik Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara Tabel 5.5 Gambaran jenis aktivitas fisik pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Kegiatan Olahraga
Teratur f(%) 75 (100,0)
Keteraturan Tidak teratur f(%) 0(0,0)
Tidak melakukan f(%) 0(0,0)
Jogging
49 (65,3)
7 (9,3)
19 (25,3)
Renang
15 (20,0)
37 (49,3)
23 (30,7)
Badminton
35 (46,7)
8 (10,7)
32 (42,7)
Basket
12 (16,0)
1 (1,3)
62 (82,7)
Bersepeda
8 (10,7)
5 (6,7)
62 (82,7)
Jalan cepat
8 (10,6)
2 (2,7)
65 (86,7)
Voli
8 (10,7)
3 (4,0)
64 (85,3)
Sepakbola
0 (0,0)
6 (8,0)
69 (92,0)
Lompat tali
6 (8,0)
0 (0,0)
69 (92,0)
Aerobik
4 (5,3)
1 (1,3)
70 (93,3)
Golf
0 (0,0)
3 (4,0)
72 (96,0)
Silat
3 (4,0)
0 (0,0)
72 (96,0)
Berkuda
0 (0,0)
2 (2,7)
73 (97,3)
Futsal
2 (2,7)
0 (0,0)
73 (97,3)
Maraton
0 (0,0)
2 (2,7)
73 (97,3)
Sepatu roda
0 (0,0)
6 (8,0)
69 (92,0)
Baseball
0 (0,0)
1(1,3)
74 (98,7)
Tinju
1(1,3)
0 (0,0)
74 (98,7)
Snorkeling
0 (0,0)
1(1,3)
74 (98,7)
Surfing
1(1,3)
0 (0,0)
74 (98,7)
Jalan santai
63 (84,0)
3 (4,0)
9 (12,0)
Tari dan yoga
35 (46,7)
2 (2,7)
38 (50,7)
Tari
14 (18,7)
4 (5,3)
57 (76,0)
Yoga
28 (37,3)
0 (0,0)
47 (62,7)
Ekstrakurikuler dan les
37 (49,3)
0 (0,0)
38 (50,7)
Pembelajaran sore
25 (33,3)
0 (0,0)
50 (66,7)
Pramuka
25 (33,3)
0 (0,0)
50 (66,7)
Les
9 (12,0)
0 (0,0)
66 (88)
Vokal
8 (10,7)
0 (0,0)
67 (89,3)
Karya Tulis Ilmiah
6 (8,0)
0 (0,0)
69 (92)
Paskibra
4 (5,3)
0 (0,0)
71 (94,7)
Palang Merah Remaja
1 (1,3)
0 (0,0)
74 (98,7)
67 (89,3)
0 (0,0)
8 (10,7)
Domestik
47
Aktivitas fisik dikatakan teratur jika dilakukan ≥ 3 kali per minggu dan tidak teratur jika <3 kali per minggu (Graha, 2010). Berdasarkan Tabel 5.5, jenis olahraga yang teratur dilakukan pelajar putri SMA kelas 1 adalah jogging (65,3%) dan badminton (46,7%). Aktivitas fisik lain yang paling teratur dilakukan adalah jalan santai (84%) dan aktivitas domestik (89,3%), seperti mengepel, menyapu, mencuci baju, memasak dan aktivitas rumah tangga lainnya. Sedangkan ekstrakurikuler dan les yang paling teratur dilakukan adalah pembelajaran sore (33,3%) yaitu les tambahan seusai jam pelajaran normal dan pramuka. 5.4
Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara Tabel berikut menyajikan gambaran pola konsumsi makanan pada pelajar
putri SMA kelas 1di Denpasar Utara. Tabel 5.6 Gambaran pola konsumsi makanan pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara
Sumber Karbohidrat Nasi Nasi kuning Nasi goreng Biskuit Roti tawar Protein hewani Daging ayam Telur ayam Bakso Ikan segar Susu sapi
Sering f(%)
Kekerapan Kadang f(%)
Jarang f(%)
75 (100,0) 35 (46,7) 12 (16,0) 27 (36,0) 10 (13,3)
0 (0,0) 22 (29,3) 31 (41,3) 9 (12,0) 26 (34,7)
0 (0,0) 18 (24,0) 32 (42,7) 39 (52,0) 39 (52,0)
53 (70,6) 38 (50,7) 20 (26,7) 9 (12,0) 7 (9,3)
14 (18,7) 22 (29,3) 34 (45,3) 19 (25,3) 5 (6,7)
8 (10,7) 15 (20,0) 21 (28,0) 47 (62,7) 63 (84,0)
48
Sumber Protein nabati Tempe Tahu Sayuran Kangkung Wortel Buncis Sawi hijau Buah Jeruk Apel Pisang Pepaya Camilan Keripik Coklat Chiki Fast food Mie instan Ice cream Ayam fast food Kentang goreng Soft drink
Sering f(%)
Kekerapan Kadang f(%)
Jarang f(%)
54 (72,0) 33 (44,0)
11 (14,7) 14 (18,7)
10 (13,3) 28 (37,3)
10 (13,3) 11 (14,6) 4 (5,4) 12 (16,0)
47 (62,7) 44 (58,7) 34 (45,3) 18 (24,0)
18 (24,0) 20 (26,7) 37 (49,3) 45 (60,0)
16 (21,3) 14 (18,7) 10 (13,3) 10 (13,3)
11 (14,7) 9 (12,0) 16 (21,4) 13 (17,3)
48 (64,0) 52 (69,4) 49 (65,3) 52 (69,4)
37 (49,4) 23 (30,7) 7 (9,4)
10 (13,3) 14 (18,7) 1 (1,3)
28 (37,3) 38 (50,7) 67 (89,3)
29 (38,7) 22 (29,3) 3 (4,0) 4 (5,3) 13 (17,3)
37 (49,3) 32 (42,7) 32 (42,7) 21 (28,0) 32(42,7)
9 (12,0) 21 (28,0) 40 (53,3) 50 (66,7) 30 (40,0)
Kekerapan pelajar putri SMA kelas 1 dalam mengkonsumsi makanan dibagi menjadi tiga kategori. Sering jika konsumsi makanan ≥3 kali per minggu, kadang bila konsumsi 1-3 kali per minggu, dan jarang jika konsumsi <1 kali per minggu. Jenis makanan yang paling sering dikonsumsi adalah nasi (100%) pada jenis karbohidrat, daging ayam (70,6%) pada jenis protein hewani, tempe (72%) pada protein nabati, sawi hijau (16%) pada sayuran, jeruk (21,3%) pada buah. Jenis-jenis makanan ini baik untuk dikonsumsi dengan jumlah yang seimbang. Sedangkan untuk camilan, yang paling sering dikonsumsi adalah keripik (49,4%)
49
dan mie instan (38,%) pada fast food. Kedua jenis makanan ini tinggi kalori namun rendah zat gizi sehingga konsumsinya perlu dibatasi. (Tabel 5.6). 5.5
Gambaran Pola Konsumsi Makanan Total Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara Tabel berikut menyajikan gambaran pola konsumsi makanan total. Tabel 5.7 Gambaran pola konsumsi makanan total pelajar putri SMA kelas 1
Sumber Karbohidrat Protein hewani Protein nabati Sayuran Buah Camilan Fast food
Sering f(%) 75 (100,0) 73 (97,3) 57 (76,0) 59 (78,7) 56 (74,7) 58 (77,3) 71 (94,7)
Kekerapan Kadang f(%) 0 (0,0) 2 (2,7) 12 (16,0) 13 (17,3) 13 (17,3) 6 (8,0) 4 (5,3)
Jarang f(%) 0 (0,0) 0 (0,0) 6 (8,0) 3 (4,0) 6 (8,0) 11 (14,7) 0 (0,0)
Total konsumsi sumber makanan menunjukkan karbohidrat sering dikonsumsi (100%) namun variasinya sedikit. Sumber protein hewani dan nabati juga sering dikonsumsi pelajar putri SMA, begitu pula sayur dan buah. Secara garis besar camilan (77,3%) dan fast food (94,7%) sering dikonsumsi pelajar putri SMA. Kedua sumber makanan ini mengandung kalori yang tinggi namun sedikit mengandung zat gizi yang dibutuhkan tubuh sehingga konsumsinya harus dibatasi (Tabel 5.7).
50
5.6
Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara
5.6.1 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U Tabel 5.8 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan IMT/U pada pelajar putri SMA kelas 1
Variabel Karakteristik Status tinggal Bersama orang tua Tidak bersama orang tua Pola aktivitas fisik Ringan Sedang Berat Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi a. Energi Kurang Cukup Lebih b. Karbohidrat Kurang Cukup Lebih c. Protein Kurang Cukup Lebih d. Lemak Kurang Cukup Lebih Pengontrolan berat badan Ya Tidak
Kurang f (%)
Status gizi, f (%) Normal Lebih f (%) f (%)
β
Nilai p
2 (3,0) 1 (11,1)
58 (87,9) 8 (88,9)
6 (9,1) 0 (0,0)
0,3140
0,009*
0 (0,0) 2 (6,5) 1 (3,0)
9 (81,8) 27 (87,1) 30 (90,9)
2 (18,2) 2 (6,5) 2 (6,1)
-0,0001
0,336
1 (5,0) 1 (3,7) 1 (3,6)
18 (90,0) 21 (77,8) 27 (96,4)
1 (5,0) 5 (18,5) 0 (0,0)
-0,1036
0,400
1 (3,0) 2 (6,9) 0 (0,0)
31 (93,9) 22 (75,9) 13 (100,0)
1 (3,03) 5 (17,2) 0 (0,0)
-0,0554
0,654
0 (0,0) 3 (11,5) 0 (0,0)
21 (91,3) 20 (76,9) 25 (96,2)
2 (8,7) 3 (11,5) 1 (3,9)
-0,1346
0,274
1 (6,7) 0 (0,0) 2 (4,4)
13 (86,7) 12 (80,0) 41 (91,1)
1 (6,7) 3 (20,0) 2 (4,4)
-0,1578
0,199
0 (0,0) 3 (5,7)
17 (77,3) 49 (92,4)
5 (22,7) 1 (1,9)
-0,6196
0,001*
Keterangan : IMT/U:Indeks massa tubuh berdasarkan umur, β: koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).
51
5.6.2 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Berdasarkan LILA Tabel berikut menyajikan hubungan beberapa variabel pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Tabel 5.9 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan LILA pada pelajar putri SMA kelas 1
Variabel Karakteristik Status tinggal Bersama orang tua Tidak bersama orang tua Pola aktivitas Ringan Sedang Berat Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi a. Energi Kurang Cukup Lebih b. Karbohidrat Kurang Cukup Lebih c. Protein Kurang Cukup Lebih d. Lemak Kurang Cukup Lebih Pengontrolan berat badan Ya Tidak
Status gizi Kurang Normal f (%) f (%)
β
Nilai p
56 (84,9) 5 (55,6)
10 (15,1) 4 (44,4)
2,8485
0,024*
0 (0,0) 9 (29,0) 5 (15,2)
11 (100,0) 22 (71,0) 28 (84,8)
-0,0001
0,669
3 (15,0) 6 (22,2) 5 (17,9)
17 (85,0) 21 (77,8) 23 (82,1)
-0,0140
0,168
7 (21,21) 6 (20,7) 1 (7,7)
26 (78,8) 23 (79,3) 12 (92,3)
-0,0101
0,390
1 (4,4) 8 (30,8) 5 (19,2)
22 (95,7) 18 (69,2) 21 (80,8)
-0,0100
0,234
3 (20,0) 1 (6,7) 10 (22,2)
12 (80,0) 14 (93,3) 35 (77,8)
-0,0109
0,082
22 (100,0) 39 (73,6)
0 (0,0) 14 (26,4)
-4,0858
0,001*
Keterangan :LILA: Lingkar Lengan Atas, β : koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).
52
5.6.3 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Berdasarkan LP Tabel berikut menyajikan hubungan beberapa variabel pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Tabel 5.10 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan LP pada pelajar putri SMA kelas 1
Variabel Karakteristik Status tinggal Bersama orang tua Tidak bersama orang tua Pola aktivitas fisik Ringan Sedang Berat Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi a. Energi Kurang Cukup Lebih b. Karbohidrat Kurang Cukup Lebih c. Protein Kurang Cukup Lebih d. Lemak Kurang Cukup Lebih Pengontrolan berat badan Ya Tidak
Status gizi Normal Lebih f (%) f (%)
β
Nilai p
45 (68,2) 8 (88,9)
21 (31,8) 1 (11,1)
0,3140
0,009*
7 (63,6) 21 (67,7) 25 (75,8)
4 (36,4) 10 (32,3) 8 (24,2)
-0,0006
0,541
14 (70,0) 18 (66,7) 21 (75,0)
6 (30,0) 9 (33,3) 7 (25,0)
-0,0127
0,647
25 (75,8) 18 (62,1) 10 (76,9)
8 (24,2) 11 (37,9) 3 (23,1)
-0,0048
0,879
16 (69,6) 19 (73,1) 18 (69,2)
7 (30,4) 7 (26,9) 8 (30,8)
-0,0121
0,595
10 (66,7) 10 (66,7) 33 (73,3)
5 (33,3) 5 (33,3) 12 (26,7)
-0,0124
0,466
7 (31,8) 46 (86,8)
15 (68,2) 22 (29,3)
-10,6565
0,001*
Keterangan : LP: Lingkar Perut, β : koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).
53
Karakteristik pelajar putri SMA kelas 1 yang diteliti adalah status tinggal yang berhubungan secara signifikan (nilai p<0,05) secara konsisten dengan status gizi berdasarkan semua indikator (IMT/U, LILA, dan LP). Hubungan bermakna dengan nilai p<0,05 juga didapatkan pada pengontrolan berat badan pada ketiga indikator status gizi (Tabel 5.8, 5.9, dan 5.10). 5.6.4 Analisis Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro <80% AKG Dengan Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara Tabel berikut menyajikan analisis hubungan tingkat kecukupan zat gizi makro pada sub sampel yaitu pada sampel dengan tingkat kecukupan zat gizi makro <80% AKG dengan status gizi pada pelajar putri SMA.
Tabel 5.11 Hubungan tingkat kecukupan zat gizi makro <80% AKG dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Variabel Terhadap IMT/U Energi Karbohidrat Protein Lemak Terhadap LILA Energi Karbohidrat Protein Lemak Terhadap LP Energi Karbohidrat Protein Lemak
n
β
Nilai p
33 33 23 15
-0,03 -0,04 -0,01 -0,03
0,009* 0,013* 0,745 0,248
33 33 23 15
-0,10 -0,12 -0,07 -0,14
0,007* 0,013* 0,263 0,122
33 33 23 15
-0,22 -0,25 -0,10 -0,23
0,015* 0,046* 0,564 0,315
Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut, β : koefisien regresi, *: signifikan (p<0,05).
54
Berdasarkan hasil analisis stratifikasi didapatkan tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan karbohidrat memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi, baik dengan indikator IMT/U, LILA, dan LP dengan nilai p<0,05. Hasil analisis stratifikasi dapat disimpulkan semakin meningkat tingkat kecukupan energi sebanyak 1% pada kelompok tingkat kecukupan energi kurang, maka IMT/U akan meningkat 0,03 mendekati status gizi normal, LILA akan meningkat 0,10 cm dan LP meningkat 0,22 cm. Selain itu pada analisis stratifikasi karbohidrat didapatkan hasil, semakin meningkat tingkat kecukupan karbohidrat sebanyak 1% maka IMT/U akan meningkat 0,04 mendekati status gizi normal, LILA meningkat 0,12 cm, dan LP meningkat 0,25 cm. Namun hubungan ini tidak berlaku ketika tingkat kecukupan energi dan karbohidrat telah mencukupi atau lebih dari 80% AKG (Tabel 5.11).
55
5.7
Analisis Multivariat Analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi linier.
Analisis ini untuk mengetahui faktor yang secara mandiri (independent) berpengaruh terhadap status gizi. Pada penelitian ini yang masuk ke dalam model analisis multivariat jika nilai p hasil uji bivariat >0,25.
Tabel 5.12 Hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 Di Denpasar Utara Variabel IMT/U Status tinggal Tingkat kecukupan lemak Pengontrolan berat badan LILA Status tinggal Tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan lemak Pengontrolan berat badan LP Status tinggal Pengontrolan berat badan
β
Nilai p
-0,98 0,01 -1,58
0,008* 0,265 0,001*
-2,53 0,32 -0,01 -0,01 -4,19
0,020* 0,175 0,743 0,313 0,001*
R2 37,6
34,6
28,8 -5,16 -10,44
0,083 0,001*
Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur), LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut β : koefisien regresi, R2 : koefisien determinasi (explanatory power), *: signifikan (p<0,05).
Berdasarkan Tabel 5.12, diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi status gizi pelajar putri SMA kelas 1 secara konsisten setelah diuji secara multivariat dengan tiga indikator status gizi adalah pengontrolan berat badan. Berdasarkan hasil uji multivariat dapat disimpulkan bahwa pengontrolan berat badan berhubungan dengan status gizi dengan semua indikator. Bila remaja putri melakukan pengontrolan berat badan maka: nilai z score IMT/U akan turun 1,58
56
mendekati normal, LILA menurun 4,20 cm dan LP turun 10,44 cm mendekati normal. Model analisis ini menunjukkan bahwa R2 status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan indikator IMT/U adalah 0,376 yang berarti 37,6% variasi nilai status gizi berdasarkan IMT/U dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan lemak, dan pengontrolan berat badan dan 62,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Sedangkan R2 status gizi berdasarkan indikator LILA adalah 0,346 yang berarti 34,6% variasi nilai status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan LILA dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan energi, protein, lemak, pengontrolan berat badan dan 65,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai R2 status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan indikator LP adalah 0,288 yang berarti 28,8% variasi nilai status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel status tinggal, pengontrolan berat badan dan 71,2% dipengaruhi oleh faktor lain.
BAB VI PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada pelajar putri SMA kelas 1 yang dilakukan di tiga sekolah menengah atas di wilayah Denpasar Utara pada bulan Februari 2015 menunjukkan bahwa terjadi beban ganda (double burden) masalah gizi pelajar putri SMA. Sebanyak 12% pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini mengalami malnutrisi berdasarkan indikator IMT/U. Terdapat 4% pelajar putri mengalami gizi kurang akut terlihat dari nilai z-score <-2 SD. Sejumlah 18,67% pelajar putri SMA mengalami gizi kurang kronik yang ditandai LILA <23,5 cm. Gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi, sehingga terjadi ketidakseimbangan negatif, yaitu asupan lebih sedikit dari kebutuhan (Guthrie, 1995). Sementara itu terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral yang ditandai nilai z-score IMT/U >2SD dan LP >80 cm. Selain itu terdapat 29,3% pelajar putri SMA yang memiliki sebaran lemak sentral sebagai resiko terjadinya obesitas sentral. Gizi lebih terjadi akibat ketidakseimbangan positif yaitu apabila asupan energi lebih besar dari pada kebutuhan (Guthrie, 1995). Masalah gizi merupakan faktor dasar (underlying factor) dari berbagai masalah kesehatan. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact),
57
58
sehingga untuk memutuskan siklus kurang gizi antargenerasi, perlu perbaikan terhadap status gizi remaja putri sebagai calon ibu (FKMUI, 2007). 6.1
Pola Aktivitas dan Status Gizi Rentang usia pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini adalah 15-16
tahun. Pada rentang usia tersebut, remaja putri termasuk dalam tahap remaja menengah (middle adolescence) (Tarwoto, et al., 2010). Pada usia ini aktivitas fisik remaja sangat beragam, baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah. Secara garis besar remaja putri memiliki waktu belajar di sekolah yang relatif sama. Remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibanding usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Oleh karena itu dalam menentukan kebutuhan energi remaja perlu dipertimbangkan jenis aktivitas fisik, seperti olahraga yang diikuti, baik dalam di sekolah maupun di luar sekolah (Depkes Poltekes, 2010; Rahmi, et al., 2009). Berdasarkan hasil penelitian ini, aktivitas fisik yang paling sering dilakukan remaja putri adalah kegiatan domestik dengan jumlah 89,3% pelajar putri SMA kelas 1 yang secara teratur melakukan aktivitas domestik. Perempuan dalam budaya sering dituntut untuk melakukan tugas rumah tangga (domestik), seperti: memasak, mencuci, membersihkan rumah dan pekerjaan rumah lainnya (Moore, 1998). Budaya ini menyebabkan remaja putri juga dituntut untuk ikut bertanggung jawab terhadap aktivitas domestik. Jenis olahraga yang teratur dilakukan oleh pelajar putri SMA kelas 1 adalah jalan santai, jogging, dan badminton. Aktivitas fisik lainnya yang juga teratur dilakukan adalah menari dan yoga. Di salah satu tempat penelitian yaitu di SMA
59
Dwijendra, yoga merupakan kelas tambahan yang wajib diikuti semua siswa sekali setiap minggu dengan durasi 120 menit setiap pertemuan. Hasil penelitian di Jayapura menunjukan bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat mempertahankan status gizi optimal. Aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat membakar penimbunan lemak, sehingga mengurangi risiko overweight (Sada et al., 2012). Pada pola ekstrakurikuler dan les, yang paling teratur adalah pembelajaran sore dan pramuka. Di salah satu SMA tempat penelitian, yaitu SMA Dwijendra, kegiatan ini merupakan kegiatan yang wajib dilakukan pelajar putri SMA kelas 1. Pembelajaran sore dilakukan tiga kali per minggu dan pramuka seminggu sekali dengan durasi yang sama yaitu 120 menit setiap pertemuan. Sedangkan ekstrakurikuler lain seperti vokal, les tambahan, karya tulis ilmiah, paskibra, dan palang merah remaja merupakan ekstrakurikuler pilihan. Aktivitas fisik tergantung kepada jenis, frekuensi, intensitas dan durasi (Almaeida dan Blair, 2002). Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang tidak signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi yang dinilai dengan semua indikator status gizi (IMT/U, LILA, dan LP) jika dianalisis secara independen tanpa mengendalikan faktor lain. Simpulan ini bertolak belakang dengan penelitian Sherwood yang menunjukkan bahwa olahraga berkontribusi pada pencegahan kenaikan berat badan (Sherwood et al, 2000). Aktifitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Aktivitas fisik menyebabkan terjadinya proses pembakaran energi, sehingga semakin banyak aktivitas fisik remaja, semakin banyak energi yang terpakai (Goran dan Sothern, 2006). Kelebihan
60
energi karena rendahnya aktifitas fisik dapat meningkatkan risiko kegemukan dan obesitas (Mahardikawati dan Katrin, 2008). Hasil penelitian di Kabupaten Kerinci, Jambi menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik (pengeluaran energi) dengan status gizi remaja. Semakin aktif secara fisik, maka semakin baik status gizi (Amelia, 2008; Rahmi et al., 2009). Selain itu, penelitian di Surabaya menunjukkan tingkat aktivitas fisik remaja obesitas lebih rendah dibandingkan remaja non obesitas (Suryaputra dan Rahayu, 2012). Aktivitas fisik merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, yaitu anak yang beraktivitas fisik ringan berhubungan bermakna terhadap berat badan lebih (Mujur, 2011). Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola aktivitas fisik dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 dengan nilai p>0,05. Hal ini dikarenakan aktivitas fisik antar kelompok relatif sama sehingga sulit dianalisis secara statistik. Secara garis besar pelajar putri SMA kelas 1 memiliki aktivitas yang hampir sama. Kegiatan di sekolah menghabiskan waktu yang relatif hampir sama. Pelajar putri SMA kelas 1 secara psikologis memliki karakteristik yang hampir sama karena umur dan jenis kelamin sama. Selain itu secara psikologis remaja cenderung lebih senang menghabiskan waktu bersama temantemannya sehingga pola aktivitas fisik cenderung sama (Irianto, 2014).
6.2
Pola Makan dan Status Gizi Status gizi dengan ketiga indikator (IMT/U, LILA, dan LP) memiliki
hubungan yang signifikan dengan karakteristik pelajar putri SMA kelas 1 yaitu status tinggal pada uji bivariat, yaitu bila pelajar putri SMA kelas 1 tinggal
61
bersama orang tua, maka akan meningkatkan status gizinya. Hal ini dikarenakan remaja yang tinggal bersama orang tua mendapatkan perhatian khusus mengenai makanannya. Ibu memegang peranan penting dalam menyediakan makanan yang bergizi bagi keluarga, sehingga memiliki pengaruh terhadap status gizi anak (Lazzeri et al., 2006; Rina dan Oktia, 2008). Pola makan dalam penelitian ini yang memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 adalah pengontrolan berat badan. Variabel ini berhubungan signifikan secara negatif saat diuji secara independen tanpa mengontrol faktor lain, sehingga ketika pelajar putri SMA kelas 1 melakukan pengontrolan berat badan maka akan menurunkan status gizinya. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gouado dkk di Kamerun yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi (Gouado et al., 2010). Pola makan merupakan cara makan baik di rumah maupun di luar rumah, yang meliputi frekuensi dan waktu makan, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi, termasuk makanan yang disukai dan makanan pantangan (Suhardjo et al.,1998). Pertumbuhan pada usia remaja juga dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan zat gizi akan menyebabkan pertumbuhan yang menyimpang (Pahlevi, 2012). Gangguan gizi pada usia remaja sering terjadi, seperti KEK dan anemia, serta defisiensi berbagai vitamin. Sebaliknya, masalah gizi lebih (overweight) yang ditandai oleh tingginya obesitas remaja terjadi terutama di kota-kota besar (Sayogo, 2011).
62
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik pada tingkat kecukupan energi, karbohidrat, protein dan lemak. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Faktorfaktor yang menentukan status gizi remaja putri adalah total energi, citra tubuh, konsumsi karbohidrat, penghasilan ayah, dan kebiasaan makan (Santy, 2006). Pola makan merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, dimana anak yang mempunyai pola makan berlebih dan sangat berlebih mempunyai resiko memiliki berat badan lebih (Mujur, 2011). Penelitian lain di Surabaya dan Semarang menunjukkan bahwa seluruh remaja pada kelompok obesitas memiliki tingkat konsumsi energi, karbohidrat, protein dan lemak yang lebih tinggi daripada kelompok non obesitas (Nurfaridah dan Sulistyowati, 2008; Suryaputra dan Rahayu, 2012). Pada dasarnya status gizi seseorang ditentukan berdasarkan konsumsi gizi dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat-zat gizi tersebut. Status gizi normal menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas makanan yang telah memenuhi kebutuhan tubuh (Indriasari, 2013). Asupan zat gizi (energi, protein, lemak dan karbohidrat) dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari sangat besar dampaknya terhadap status gizi seseorang karena akan berpengaruh kepada keseimbangan energi yang berdampak terhadap terjadinya masalah gizi. Seseorang memerlukan sejumlah zat gizi untuk dapat hidup sehat serta dapat mempertahankan kesehatannya (Almatsier, 2009). Zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus sesuai dan cukup bagi kebutuhan tubuh (Almatsier, 2011). Hasil penelitian di Bukittinggi menunjukkan bahwa asupan protein, asupan lemak,
63
aktifitas fisik, citra tubuh dan sikap terhadap gizi mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi remaja putri (Rahmi et al., 2009). Penelitian serupa yang dilakukan di Kabupaten Jember menunjukkan terdapat hubungan yang antara tingkat konsumsi (energi, protein, lemak dan karbohidrat) dengan status gizi (Nurcahyani, 2014). Penelitian lain terhadap remaja SMA di Cepu, didapatkan hasil terdapat hubungan signifikan asupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat dengan IMT sebelum dan setelah dikontrol dengan aktifitas fisik (Nurani, 2004). Hasil penelitian ini tidak menemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara status gizi dan zat gizi makro dalam makanan. Zat gizi makro dalam makanan yang dianalisis dalam penelitian ini diantaranaya karbohidrat, protein, lemak dan energi total makanan. Pola konsumsi tidak bisa menjelaskan hubungannya dengan status gizi karena sebagian besar tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan zat gizi makro relatif sama (tidak ada beda) antar kelompok status gizi, sehingga tidak bermakna saat diuji secara statistik. Rerata tingkat kecukupan zat gizi makro telah mencukupi AKG dan berada dalam rentang tingkat kecukupan cukup yaitu di antara rentan 80-120% AKG, hanya rerata tingkat kecukupan lemak melebihi AKG yaitu 145%. Penimbunan lemak berkontribusi pada status gizi lebih pada penelitian ini, yaitu 8% berdasarkan IMT/U dan 29,3% berdasarkan LP. Dalam penelitian ini pola makan remaja putri, camilan dan fast food berkontribusi 36,83% dari total energi harian. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu camilan berkontribusi 30% atau lebih dari total asupan kalori
64
remaja setiap hari. Tetapi camilan ini sering mengandung tinggi lemak, gula, dan natrium dan dapat meningkatkan risiko kegemukan dan karies gigi. Tessmer et al. berpendapat bahwa makanan ringan (camilan) hanya mengandalkan kalori, sehingga remaja suka mengemil dan menjadi tidak makan makanan yang mengandung zat gizi lengkap (Tessmer et al., 2006). Camilan memberikan kontribusi lemak yang cukup besar bagi tubuh (Matthys et al., 2006). Pada penelitian ini, camilan yang paling sering dikonsumsi pelajar putri SMA kelas 1 adalah keripik, coklat, dan chiki. Selain itu pelajar putri SMA juga gemar mengkonsumsi fast food dan yang paling sering dikonsumsi adalah mie instan, ice cream, ayam fast food, kentang goreng dan soft drink. Fast food sudah menjadi tren di kalangan remaja perkotaan. Selain menjadi tempat makanan, restoran fast food menjadi tempat kumpul favorit dengan teman (Irianto, 2014). Jenis-jenis makanan fast food seperti pizza, hamburger, fried chicken dan french fries sering dianggap sebagai lambang kehidupan modern oleh para remaja. Padahal berbagai jenis fast food tersebut mengandung kadar lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi disamping kadar garam. Konsumsi fast food bisa meningkatkan risiko bagi para remaja untuk menjadi obesitas, sehingga konsumsinya harus dibatasi (Nurhaedar, 2012). Menurut hasil penelitian Fraser et al. remaja yang sering makan di restoran cepat saji mengkonsumsi lebih banyak makanan yang tidak sehat dan cenderung memiliki IMT lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak secara periodik makan di restoran cepat saji (Fraser et al., 2011). Kebiasaan makan di restoran cepat saji (sedikitnya seminggu sekali) berhubungan positif dengan diet tinggi lemak
dan
IMT
(Jeffery
et
al.,
2006).
Dalam
penelitian
ini,
65
tingginya konsumsi camilan dan fast food turut berkontribusi dalam kelebihan tingkat kecukupan lemak total (145% AKG). Pola makan remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Remaja lebih menyukai makanan dengan kandungan natrium dan lemak yang tinggi tetapi rendah vitamin dan mineral, seperti camilan dan fast food yang sudah dijelaskan sebelumnya. Makanan cemilan tersebut biasanya padat energi, tinggi natrium dan lemak, serta rendah vitamin dan mineral (Antipatis dan Gill, 2001; David R, 2006). Selain itu rasa suka yang berlebihan terhadap makanan tertentu menyebabkan kebutuhan gizi tak terpenuhi dengan optimal (Nurhaedar, 2012). Pola makan remaja sering kali tidak menentu yang merupakan resiko terjadinya masalah nutrisi. Kebiasaan makan yang sering terlihat pada remaja antara lain makan camilan (makanan padat kalori), melewatkan waktu makan terutama sarapan pagi, waktu makan tidak teratur, sering makan fast food, jarang mengkonsumsi sayur, dan buah ataupun produk pertenakan (dairy food) serta pengontrolan berat badan yang salah pada remaja putri. Hal tersebut dapat mengakibatkan asupan makanan tidak sesuai kebutuhan dan gizi seimbang dengan akibatnya gizi kurang atau gizi lebih (Irianto, 2014). 6.3
Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Status Gizi Pelajar putri SMA Kelas 1 Pada penelitian ini terdapat 12% status gizi pelajar putri SMA kelas 1 yang
tidak normal (malnutrisi), baik status gizi kurang maupun lebih. Pelajar putri SMA kelas 1 mengalami gizi kurang akut sebanyak 4% dan KEK sejumlah 18,67%. Secara umum, kekurangan gizi menyebabkan beberapa gangguan dalam
66
proses
pertumbuhan,
mengurangi
produktivitas
kerja
dan
kemampuan
berkonsentrasi, struktur dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku (Almatsier, 2009). Remaja awal yang mengalami gizi buruk dapat mengakibatkan intelegensia rendah dan memberikan dampak pada penurunan prestasi akademik. Bila masalah mengenai gizi buruk ini tidak mendapatkan perhatian secara khusus maka para remaja akan menemui kesulitan dalam pencapaiaan prestasi akademik yang baik dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas para remaja di kemudian hari pada khusunya dan kualitas masyarakat pada umumnya (Suryowati, 2005). Dampak yang lebih jauh, kekurangan asupan nutrisi juga dapat mengakibatkan gangguan sistem reproduksi, seperti kejadiaan anemia dan melahirkan bayi yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) di kemudian hari. Masalah nutrisi ini terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan nutrisi. Hal ini diperparah dengan adanya praktik pengontrolan berat badan yang banyak dilakukan remaja dalam pola makannya yang akan menyebabkan pemenuhan nutrisi yang kurang pada remaja. Pengontrolan berat badan dan pembatasan asupan nutrisi pada remaja dihubungkan dengan beberapa macam gejala diantaranya kelelahan, kegelisahan, periode menstruasi yang irregular, konsentrasi melemah, lesu, dan prestasi belajar rendah (Ryde et al., 2011). Sementara itu, terdapat 8% pelajar putri SMA kelas 1 yang mengalami obesitas sentral yang ditandai nilai z-score IMT/U lebih dari +2SD dan lingkar perut >80 cm. Terdapat 29,33% pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini yang mengalami sebaran lemak sentral yang ditandai dengan lingkar perut lebih
67
dari 80 cm yang merupakan resiko obesitas sentral. Gizi lebih (overweight) dapat menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan pola makan (diet-related disease) seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, stroke dan penyakit tidak menular lainnya (non-communicable disease) (Irianto, 2014; WHO, 2013b) yang dulu dianggap sebagai penyakit orang tua sekarang mulai terjadi pada usia produktif. Saat ini semua umur memiliki resiko yang sama, karena berdasarkan data yang ada sembilan juta kematian diakibatkan penyakit tidak menular (noncommunicable disease) yang terjadi sebelum usia 60 tahun akibat pola nutrisi dan pola aktivitas fisik yang salah (WHO, 2013a). Hal ini yang menyebabkan penurunan kualitas hidup dan angka harapan hidup. Berdasarkan hasil penelitian, obesitas yang terjadi pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa (Moreno, 2007). Berdasarkan uraian di atas, terjadi beban ganda (double burden) masalah gizi
pelajar
putri
SMA
kelas
1.
Angka
ini
merupakan
hasil
dari
ketidakseimbangan asupan dan kebutuhan zat gizi dalam rentang waktu yang cukup lama (Sayogo, 2006). Fenomena ini membutuhkan perhatian khusus. Gizi kurang berakibat pada gangguan tumbuh kembang dan perkembangan intelektualnya dan lebih jauh lagi sebagai persiapan remaja tersebut menjadi ibu. Sedangkan
gizi
lebih
berakibat
pada
penyakit-penyakit
degeneratif.
Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu masalah gizi lebih maupun gizi kurang (Almatsier, 2009; Riyadi, 1995). Gizi yang optimal dibutuhkan remaja untuk tumbuh kembangnya. Status gizi baik memungkinkan perkembangan otak, pertumbuhan fisik,
68
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum menjadi maksimal (Almatsier, 2009). Gizi yang cukup merupakan suatu kebutuhan vital bagi manusia khususnya remaja yang merupakan periode terjadinya perubahan fisik, fisiologis, dan peran sosial yang signifikan. Status gizi pada remaja ini berpengaruh pada pertumbuhan otak yang sangat diperlukan dalam proses kognitif dan intelektual. Hasil penelitian sebelumnya di Ngagel, Jawa Tengah tahun 2005 menyatakan bahwa nutrisi yang buruk dapat mengakibatkan partisipasi di sekolah yang kurang, disertai dengan performa tidak baik di kelas (Suryowati, 2005). Selain dilakukan uji bivariat dalam penelitian ini juga dilakukan analisis multivariat dengan regresi linier. Pada uji bivariat, terdapat beberapa sub variabel yang berhubungan dengan status gizi di antaranya status tinggal dan pengontrolan berat badan, namun setelah dilakukan uji multivariat, hanya pengontrolan berat badan yang berpengaruh terhadap status gizi remaja putri secara signifikan berdasarkan ketiga indikator. Hasil uji multivariat akan didapatkan faktor yang memiliki hubungan secara independen terhadap status gizi. Tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat tidak berkorelasi bermakna secara statistik, karena secara garis besar pola makan yang dinilai dalam penelitian ini memiliki nilai yang relatif sama di seluruh kategori status gizi sehingga saat dilakukan uji statistik multivariat tidak didapatkan korelasi yang bermakna. Menurut Katahn (1987) dalam Novikasari (2003), kegiatan fisik cukup besar pengaruhnya terhadap kestabilan berat badan. Semakin aktif seseorang melakukan aktivitas fisik, energi yang diperlukan semakin banyak (Novikasari, 2003). Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuka metabolisme basal.
69
Selama melakukan aktivitas fisik, otot memerlukan energi untuk bergerak sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengedarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisasisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada banyaknya otot yang bergerak, waktu, dan berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2001). Semakin banyak aktivitas fisik yang dilakukan, maka semakin banyak energi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga asupan nutrisi yang dibutuhkan lebih banyak (Irianto, 2014). Menurut Supariasa, status gizi dipengaruhi secara langsung oleh tingkat konsumsi energi yang diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak. Energi diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan dan aktivitas. Kebutuhan energi terutama dibentuk oleh karbohidrat dan lemak, sedangkan protein untuk menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel dan hormon serta enzim untuk mengukur metabolisme (Supariasa, 2014). Pada penelitian ini keempat sub variabel ini tidak berhubungan secara statistik dengan status gizi, namun pada analisis stratifikasi dapat membuktikan bahwa sebernarnya zat gizi berpengaruh terhadap status gizi seperti pada teori dan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini setelah dilakukan analisis stratifikasi didapatkan hasil bahwa pada pelajar putri SMA dengan tingkat kecukupan energi kurang yaitu tingkat kecukupan energi <80% AKG didapatkan hubungan yang signifikan secara statistik dengan status gizi pada ketiga indikator, yang ditandai nilai p<0,05. Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik (Kartosapoetra dan
70
Marsetyo, 2005). Energi dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak, sehingga manusia membutuhkan zat-zat makanan yang cukup untuk memenuhi kecukupan energinya (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2010). Apabila asupan energi kurang dari kecukupan energi yang dibutuhkan maka cadangan energi yang terdapat di dalam tubuh yang disimpan dalam otot akan digunakan (Gibson, 2005). Kekurangan asupan energi ini apabila berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka akan mengakibatkan menurunnya berat badan dan keadaan kekurangan zat gizi yang lain (Gibney, 2007). Penurunan berat badan yang berlanjut akan menyebabkan keadaan gizi kurang yang akan berakibat terhambatnya proses tumbuh kembang (Irianto dan Waluyo, 2004). Dampak lain yang dapat timbul adalah tinggi badan yang tidak mencapai ukuran normal dan mudah terkena penyakit infeksi. Sedangkan konsumsi energi yang melebihi kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan dan apabila terus berlanjut maka akan menyebabkan kegemukan dan resiko penyakit degeneratif (Soekirman, 2006). Hasil analisis stratifikasi dapat disimpulkan semakin meningkat tingkat kecukupan energi sebanyak 1% pada kelompok tingkat kecukupan energi kurang, maka IMT/U akan meningkat 0,03 mendekati status gizi normal, LILA akan meningkat 0,10 cm dan LP meningkat 0,22 cm. Namun hubungan ini tidak berlaku ketika tingkat kecukupan energi telah mencukupi atau lebih dari 80% AKG. Selain itu, secara spesifik salah satu zat gizi makro yang berpengaruh dalam pembentukan energi adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber energi
71
utama bagi tubuh sehingga digolongkan sebagai makanan pokok. Sumber karbohidrat utama dalam pola makanan Indonesia adalah beras (Irianto, 2014). Karbohidrat merupakan salah satu penyumbang energi terbesar dalam tubuh (Sediaoetama, 2010) dan nasi merupakan sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia (Paath et al., 2004). Sama halnya pada penelitian ini, nasi merupakan sumber karbohidrat utama yang paling sering dikonsumsi pelajar putri SMA. Konsumsi karbohidrat dapat mempengaruhi status gizi karena karbohidrat berlebih akan disimpan dalam bentuk glikogen dalam jaringan otot dan juga dalam bentuk lemak yang akan disimpan dalam jaringan-jaringan adipose seperti perut, bagian bawah kulit (Nazari, 2011). Penelitian sebelumnya di Kota Bengkulu juga didapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara asupan total energi, asupan protein, asupan lemak, dan asupan karbohidrat dengan status gizi (Wuryani, 2008). Analisis lanjutan juga dilakukan terhadap tingkat kecukupan karbohidrat. Saat tingkat kecukupan karbohidrat diuji statistik baik bivariat maupun multivariat tidak didapatkan hasil yang bermakna signifikan secara statistik karena hubungan antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi hanya terjadi pada kelompok tingkat kecukupan karbohidrat kurang (<80% AKG). Pada tingkat kecukupan karbohidrat kurang, semakin meningkat tingkat kecukupan karbohidrat sebanyak 1% maka IMT/U akan meningkat 0,04 mendekati status gizi normal, LILA meningkat 0,12 cm, dan LP meningkat 0,25 cm. Namun hubungan ini tidak terjadi ketika tingkat kecukupan karbohidrat di atas 80%. Hasil analisis lanjutan ini membuktikan adanya hubungan setelah dilakukan analisis stratifikasi sehingga
72
pada pelajar putri SMA kelas 1 dengan tingkat kecukupan zat gizi makro kurang dari 80% AKG perlu mendapat perhatian khusus. Variabel lain yang juga berpengaruh terhadap status gizi pada saat diuji multivariat adalah pengontrolan berat badan. Rentang usia remaja putri menyebabkan secara psikologis, penampilan menjadi faktor penting bagi remaja sehingga mereka berusaha untuk meningkatkan perhatian terhadap bentuk tubuhnya dengan melakukan sesuatu agar penampilan fisiknya terlihat lebih baik (Tarwoto et al., 2010). Remaja putri biasanya lebih mementingkan penampilan, mereka tidak ingin menjadi gemuk sehingga membatasi diri dengan memilih makanan yang tidak mengandung banyak energi dan tidak mau makan pagi (Ambarwati, 2012). Remaja putri umumnya menginginkan bentuk tubuh yang langsing dan menginginkan tubuh yang ideal sehingga remaja mulai menyibukkan dirinya untuk lebih memperhatikan bentuk tubuh khususnya terjadi pada remaja putri (Boschi et al., 2003; Kusumajaya, et al., 2008; Santy, 2006). Dibandingkan segmen usia yang lain pengontrolan berat badan yang tidak adekuat adalah masalah yang paling umum dialami oleh remaja putri khususnya siswi SMA (Irianto, 2014; Stang dan Story, 2005). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, remaja putri lebih mudah terpengaruh untuk melakukan prakitik penurunan berat badan yang tidak sehat yang berujung pada penurunan status gizi (Marita et al., 2001; Nan Sook, 2011). Keadaan status gizi remaja pada umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan makan (Thamrin et al., 2008). Pada penelitian ini didapatkan 29,3% remaja putri melakukan pengontrolan berat badan dengan membatasi asupan makanan.
73
Ketidakpuasan body image pada remaja putri terjadi karena ketidaksesuaian bentuk tubuhya dengan bentuk tubuh yang diinginkan. Masa pubertas pada remaja putri diikuti dengan peningkatan lemak tubuh. Akibat adanya perubahan komposisi tubuh menyebabkan remaja sering merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya (Grogan, 2008). Ketidakpuasan terhadap bentuk badan ini dapat mengarahkan remaja perempuan untuk melakukan praktik penurunan berat badan yang tidak sehat dan melakukan pembatasan terhadap konsumsi makanannya, bahkan melakukan pengontrolan berat badan yang ketat tanpa nasehat atau pengawasan dari seorang ahli gizi atau ahli kesehatan. Akibatnya, asupan gizi secara kuantitas dan kualitas tidak sesuai dengan AKG yang dianjurkan, sehingga dapat berakibat pada penurunan status gizi (Kusumajaya et al., 2008; McMurray, 2003; Sarwono, 2010; Sayogo, 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011) . Hasil penelitian oleh Sivert dan Sinanovic yang menyatakan bahwa ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh lebih sering terjadi pada remsaja, khususnya remaja putri, dibandingkan wanita dewasa. Hal tersebut dikarenakan remaja lebih mudah dipengaruhi oleh media dan tren saat ini (Sivert et al., 2008). Remaja cenderung melakukan praktik penurunan berat badan yang demi mendapatkan tubuh ideal yang di tampilkan di berbagai media (Tucci dan Peters, 2008; Vonderen, 2012) dan tekanan teman sebaya (Ryde et al., 2011). Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya. Faktor yang
74
mempengaruhi pola perilaku pengontrolan berat badan ini adalah tekanan teman sebaya, tekanan media dan persepsi bahwa penurunan berat badan yang tidak sehat tidak berbahaya bagi mereka (Ryde et al., 2011). Remaja tidak sadar hal tersebut berbahaya karena mereka sedang dalam masa percepatan tumbuh kembang (growth spurt) utamanya pada sistem reproduksi yang membutuhkan asupan gizi terbaik. Hasil penelitian ini menunjukkan pengontrolan berat badan memiliki korelasi yang bermakna secara statistik dimana setiap remaja yang melakukan pengontrolan berat badan maka z-score IMT/U remaja tersebut akan berkurang 1,58 mendekati z-score normal, LILA turun 4,2 cm dan LP turun 10,4 cm, namun belum diketahui lebih jauh frekuensi, durasi dan derajat pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja putri sehingga dapat memberikan dampak pada nilai status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang praktik pengontrolan berat badan pada remaja. Pada dasarnya sangat penting bagi individu untuk mempertahankan berat badan ideal karena dengan berat badan yang ideal, status kesehatan akan optimal. Pemantauan berat badan secara berkala akan menjadi tindakan preventif terhadap obesitas maupun KEK (Nurhaedar, 2012). Namun perlu diperhatikan cara pengontrolan berat badan, pola konsumsi yang benar dan sehat, pola aktivitas yang menunjang status gizi yang ideal, serta berat badan ideal berdasarkan tinggi badan dan umur. Pada penelitian ini, sebagian besar remaja putri dengan status gizi lebih melakukan pengontrolan berat badan (83,33%) namun beberapa remaja
75
putri dengan status gizi normal juga melakukan pengontrolan berat badan (23,73%). Dapat disimpulkan secara garis besar pola aktivitas fisik dan pola makan remaja putri pada penelitian ini relatif hampir sama sehingga sulit dilihat hubungannya pada uji statistik. Hal ini dikarenakan remaja memiliki karakteristik yang sama. Perubahan psikis menyebabkan remaja sangat mudah terpengaruh oleh teman sebaya. Remaja berusaha untuk menampilkan dirinya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok sebayanya. Kelompok teman sebaya mempengaruhi seorang remaja dalam berperilaku karena kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup (Papalia et al, 2001). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan stratifikasi yang lebih jelas saat pengambilan sampling agar hubungan antar variabel lebih bermakna secara statistik. Model analisis pada penelitian ini menunjukkan 37,6% variasi nilai status gizi berdasarkan IMT/U dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan lemak, dan pengontrolan berat badan dan 62,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Sedangkan 34,6% variasi nilai status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan LILA dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan energi, protein, lemak, pengontrolan berat badan dan 65,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Terdapat 28,8% variasi nilai status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel status tinggal, pengontrolan berat badan dan 71,2% dipengaruhi oleh faktor lain.
76
Faktor lain inilah di antaranya adalah residual confounder yang tidak turut di teliti dalam penelitian ini, namun sebernarnya memiliki kontribusi yang besar dalam mempengaruhi status gizi pelajar SMA putri, misalnya faktor sosial ekonomi (pendapatan orang tua dan uang saku remaja putri), faktor genetik, dan metabolisme makanan yang turut mempengaruhi status gizi remaja putri. Konsumsi energi dan zat gizi dipengaruhi oleh umur, berat badan, tinggi badan, pola dan kebiasaan makan, serta pendapatan (Kartosapoetra dan Marsetyo, 2005). Pendapatan orang tua berhubungan dengan uang saku remaja putri dan daya belinya terhadap makanan selama di luar rumah. Selain itu, kebiasaan hanya menyukai satu jenis makanan tertentu, jarang sarapan pagi, lebih suka jajan, merupakan kebiasaan tidak sehat yang sering dilakukan oleh remaja (Kurniasih, 2010; Soekirman, 2006). Lebih dari 50% faktor lain tidak diteliti dalam penelitian ini berdasarkan ketiga indikator, sehingga dapat diteliti lebih lanjut. Seiring dengan meningkatnya populasi remaja di Indonesia, masalah gizi remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi dewasa (Nursari, 2010; Pudjiadi, 2005). Pembangunan nasional memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan penerapan gizi seimbang (Depkes RI, 2005). Gizi yang baik akan menghasilkan SDM yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Perbaikan gizi diperlukan pada seluruh siklus kehidupan, mulai sejak masa kehamilan, bayi dan anak balita, pra sekolah, anak SD, remaja dan dewasa sampai usia lanjut (Heath et al., 2005). Upaya peningkatan status gizi untuk pembangunan SDM yang berkualitas harus dimulai
77
sedini mungkin (Calderón dan Villarreal, 2002; Choi, 2008). Hal ini menjadi penting karena anak sekolah merupakan generasi penerus tumpuan bangsa sehingga perlu dipersiapkan dengan baik kualitasnya dengan status gizi yang seimbang (Joshi, 2011).
6.4
Keterbatasan Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menyebabkan data
relatif tidak ada beda sehingga dibutuhkan teknik sampling stratifikasi berdasarkan hubungan yang akan dicari, baik beda status gizi, beda pola aktivitas fisik, atau pun beda pola makan untuk melihat hubungan yang lebih bermakna secara statistik.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan
7.1.1 Terjadi beban ganda masalah gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain KEK (18,67%), terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral. Masalah gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 cenderung kearah gizi lebih. 7.1.2 Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa variabel status tinggal bersamaan dengan variabel pola makan yaitu pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 (p<0,05) berdasarkan ketiga indikator status gizi. Namun variabel aktivitas fisik, tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan status gizi pelajar SMA putri kelas 1 (p>0,05). Tingkat kecukupan energi total dan karbohidrat berhubungan bermakna dengan status gizi saat dilakukan uji stratifikasi pada status gizi kurang (tingkat kecukupan <80% AKG). 7.1.3 Berdasarkan
hasil
analisis
multivariat
diketahui
bahwa
variabel
pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Model pada analisis multivariat hanya dapat menjelaskan <50% variasi status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 dan sisanya dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini dan menjadi residual counfounder.
7.2
Saran
7.2.1 Bagi Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas Petugas gizi dapat memberikan sosialisasi berkala tentang pola aktivitas fisik yang seimbang dan pola makan yang baik untuk menunjang tumbuh kembang remaja. Selain itu health promotion pada remaja juga lebih menekankan tentang KEK dan obesitas. Sosialisasi tentang pengontrolan berat badan yang sehat juga perlu diberikan kepada remaja khususnya remaja putri. Selain itu sebaiknya dinas kesehatan memberikan perhatian khusus mengenai gizi remaja dengan memberikan fasilitas khusus mengenai konsultasi gizi melalui posyandu remaja dan mengintegrasikan program gizi remaja dengan program kesehatan reproduksi yang telah ada. Deteksi status gizi remaja dapat dilakukan secara berkala di sekolah kepada seluruh remaja untuk mencegah gizi kurang dan gizi lebih pada remaja akibat kesalahan pola aktivitas fisik dan pola konsumsi. 7.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya Pada penelitian ini ditemukan bahwa pola makan yang menunjukkan korelasi yang bermakna signifikan secara statistik dengan status gizi remaja putri adalah pengontrolan berat badan. Namun belum diketahui lebih jauh frekuensi, durasi dan derajat pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja putri sehingga dapat memberikan dampak pada nilai status gizi. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang praktik pengontrolan berat badan pada remaja putri. Selain itu penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti juga residual confounder yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti variabel sosial ekonomi dan faktor predisposisi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, Mestri, N.N dan Arsani, N.L.K.A. 2013. “Remaja Sehat Melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Di Tingkat Puskesmas.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 9(1):66–73. Almaeida, M.J, dan Blair, S.N. 2002. Hand Book of International and Food : Energy Assessment (Physical Activity). edited by C. D. Bardanier. USA: CRC Press. Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Amelia,. Almatsier, S. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ambarwati, F.R. 2012. Gizi Dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu. Amelia, F. 2008. “Konsumsi Pangan, Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Pada Remaja Di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi.” Intitut Pertanian Bogor. Antipatis, V.J, dan Gill, T.P. 2001. Obesity as a Global Problem. In: Bjortorp P. International Textbook of Obesity. UK: John Willey and sons. Arisman. 2003. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC Kedokteran. Astrup. 2006. “Food for Thought or Thought for Food? – A Stakeholder Dialogue around the Role of the Snacking Industry in Addressing the Obesity Epidemic, Obesity Reviews.” 7:303–12. Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Kesehatan 2013. Jakarta: BPS. Retrieved (http://www.bps.go.id/eng/hasil_publikasi/statkes_2013/index3.php?pub=Sta tistik Kesehatan 2013). Badjeber, F., Kapantouw, N.H. dan Punuh, M. 2009. “Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Gizi Lebih Pada Siswa SD Negeri 11 Manado.” Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado 11– 14.
Borzekowski, D.L.G. dan Bayer, A.M. 2005. “Body Image and Media Use among Adolescents.” Adolescent medicine clinics 16(2):289–313. Retrieved October 15, 2014 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16111619). Boschi, V., Siervo, M., D’Orsi, P., Margiotta, N., Trapanese, E., Basile, F.2003. “Body Composition, Eating Behavior, Food-Body Concerns and Eating Disorders in Adolescent Girls.” Ann Nutr Metab 47:284–93. BPPK RI. 2013. Hasil Riskesdas 2013. Retrieved April 2, 2014 (http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil Riskesdas 2013.pdf). BPS. 2013. “Badan Pusat Statistik Kota Denpasar.” Retrieved (http://denpasarkota.bps.go.id/web2015/frontend/Subjek/view/id/28#subjekV iewTab3). Cahyani, A.E. 2012. “Gambaran Aktivitas Fisik, Perilaku Sedentary Dan Status Kelebihan Berat Badan Pada Mahaisiwa Usia 18-20 Tahun Sebagai Faktor Risiko Sindroma Metabolik.” Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro 8007. Calderón, dan Villarreal, A. 2002. “Assessment of Physical Education Time, and Aſter-School Outdoor Time in Elementary, and Middle School Students in South Mexico City: The Dilemma Between Physical Fitness, and The Adverse Health Effects of Outdoor Pollutant Exposure.” Archives of Environmental Health 57(5). Chaput, dan Jean-Phillippe. 2007. “Short Sleep Duration Is Associated with Reduced Leptin Levels and Increased Adiposity: Result from the Quebec Family Study”. Obesity.” 15:253–61. Retrieved (http://www.nature.com/oby). Chen, L.J. dan Po-Wen Ku. 2009. Weight Control Behaviors Among Taiwanese Adolescents. Choi, E. 2008. “A Study on Nutrition Knowledge, and Dietary Behavior of Elementary School Children in Seoul.” Nutrition Research and Practice 2(4):308–16. Cordeiro, Lamstein, Mahmud, dan Levinson. 2014. “Adolescent Malnutrition in Developing Countries: A Close Look at the Problem and at Two National Experiences.” SCN News (31). Retrieved November 10, 2014 (http://www.popline.org/node/174816). David,R.J. Jr. 2006. “Fast Food and Sedentary Lifestyle: A Combination That Leads to Obesity.” Am J Clin Nutr 83:189–90.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2010. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Departemen Kesehatan RI. 1995. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengukuran Dan Pemeriksaan. Jakarta. Depkes Poltekes. 2010. Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta: PT Salemba Medik. Depkes RI. 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar, Dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat. Dinas Kesehatan Kota Denpasar. 2013. Laporan Tahunan Dinaks Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2013. Denpasar. Dinas Kesehatan Kota Denpasar. 2015. “Situs Dinas Kesehatan Kota Denpasar.” Retrieved (http://dinkes.denpasarkota.go.id). Dinkes Kota Denpasar. 2015. Jumlah Tempat Makan Di Denpasar. Denpasar. Dowshen, S. 2005. Healthy Habits For TV, Video Games and The Internet. Retrieved (http://www.kidshealth.org). FKMUI. 2007. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Grafindo Persada. Fraser, L.K, Edwards, K.L, Cade, J.E dan Clarke, G.P. 2011. “Fast Food, Other Food Choices and Body Mass Index in Teenagers in the United Kingdom (ALSPAC): A Structural Equation Modelling Approach.” Int J Obes (Lond) 35(10):1325–30. Gibney, M. 2007. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Gibson, R.S. 2005. Principle of Nutritional Evaluation. 2nd ed. New York: Oxford. Goran, M.I, dan Sothern, M. 2006. Handbook of Pediatric Obesity: Etiology, Pathophysiology and Prevention. USA: CRC Press, Taylor & Francis Group. Gouado, I., Tetanye, E., dan Zolo, P.H. 2010. “Nutritional Status, Food Habits and Energy Profile Of Young Adult Cameroonian University Students.” African Journal of Food Science 4(12):748–53.
Graha, C.K. 2010. 100 Questioner and Answers : Kolesterol. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Grogan, S. 2008. Body Image, Understanding Dissatisfaction in Men, Women, and Children. New York: Routledge. Guthrie, H. A. dan Picciano, M.F. 1995. Human Nutrition. Mosby Year Book: Missouri. Hasdianah, Sandu Siyoto, dan Yuli Perstyowati. 2014. Pemanfaatan Gizi, Diet, Dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika. Heath, L.D., dan Panaretto, S.K. 2005. “Original Article Nutrition Status of Primary School Children in Townsville.” Aust. J. Rural Health 13:282–89. Hegarty, V. 1996. Nutrition, Food and Environment. USA: Eagon Press, Minnesotta, USA. Heni. 2013. Riset Pengguna Social Media 2013. Jakarta. (http://artikelinformasi.com/riset-pengguna-social-media-2013/).
Retrieved
Hitchock, J., Schubert, P., dan Thomas, S. 1999. Community Health Nursing: Caring in Action. Delmar Publishers: International Thomson Publishing Company. Indriasari, R. 2013. “Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013.” Universitas Hasanuddin Makassar. Irianto, K. 2014. Gizi Seimbang Dalam Kesehatan Reproduksi. 1st ed. Bandung: Alfabeta. Irianto, K. dan Waluyo, K. 2004. Gizi Dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV. Yrama Widya. Isnainiyah, I. 2012. Internet Sosial Media Dan Globalisasi. Retrieved (https://www.academia.edu/7019763/Internet-Sosial_Media-danGlobalisasi_Internet_Social_Media_and_Globalization_Effects_to_Indonesia n_Students_). Jayanti, L.D., Effendi,Y.H., dan Sukandar, D. 2011. “Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Serta Perilaku Gizi Seimbang Ibu Kaitannya Dengan Status Gizi Dan Kesehatan Balita Di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.” Jurnal Gizi dan Pangan 6(3):192–99.
Jeffery, R.W., Baxter, J., McGuire, M., dan Linde, J. 2006. “Are Fast Food Restaurants an Environmental Risk Factor for Obesity?” International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 3(2). Joshi, H.S. 2011. “Determinants of Nutritional Status of School Children. A Cross Sectional Study in the Western Region of Nepal.” NJIRM 2(1):10–15. Kartosapoetra, M. 2005. Ilmu Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan, Dan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Kathlen, M. dan Sylvia, E.S. 2008. Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy. 12th ed. Philadelphia: Saunders. Kemenkominfo. 2013. Pengguna Internet Di Indonesia 63 Juta Orang. Jakarta. Retrieved(http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A +Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.VCgjR VcXKfM). Kementerian Kesehatan Indonesia. 2013. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas 2013. Jakarta. Retrieved (www.litbang.depkes.go.id). Kementerian Kesehatan RI. 2011. Kerangka Kebijakan: Gerakan Nasional Sadar Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan. Jakarta. Khomsan, A. 2004. Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT. Grasindo. Kurniasih. 2010. Sehat Dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: PT Gramedia. Kurniawan, F. dan Karyono, T.H. 2010. “Ekstra Kurikuler Sebagai Wahana Pembentukan Karakter Siswa Di Lingkungan Pendidikan Sekolah.” 1–17. Retrieved (http://101.203.168.85/sites/default/files/132313281/semornas fik uny %28Faidillah 1%29.pdf). Kusumajaya, N.A, Wiardani, N.K., dan Juniarsana, I.W. 2008. “Persepsi Remaja Terhadap Body Image Kaitannya Dengan Pola Konsumsi Makan.” Jurnal Skala Husada 5(2):.114–25. Lazzeri, G., Casorelli, A., Giallombardo, D., Grasso, A., Guidoni, C., Menoni, E., Giacchi, M. 2006. 2006. “Nutritional Surveillance in Tuscany: Maternal Perception of Nutritional Status of 8-9 Y-Old School-Children.” Journal of Preventive Medicine And Hygiene 47:16–21. Mahardikawati dan Katrin, R. 2008. “Aktifitas Fisik, Asupan Energi, Dan Status Gizi Wanita Pemetik Teh Di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat.” Jurnal Gizi dan Pangan 3(2):79–85.
Marita, M.C. dan Lina, R. 2001. “Parent, Peer, And Media Influences On Body Image And Strategies To Both Increase And Decrease Body Size Among Adolecent Boys And Girls.” Adolescent medicine clinics 36(142). Matthys, C., DeHaneuw, S., Bellemans, M., DeMaeyer, M. dan DeBacker, G. 2006. “Breakfast Habits Affect Overall Nutrient Profiles in Adolescents. In : The Adolescents’ Diet from a Public Health Perspective.” 53–69. McMurray, A. 2003. Community Health and Wellness: A Socioecological Approach. 2nd ed. USA: St. Louis USA: Mosby Year Company. Medawati, A., Hadi, H., dan Pramantara, I. 2005. “Hubungan Antara Asupan Energi, Asupan Lemak, Dan Obesitas Pada Remaja SLTP Di Kota Yogyakarta Dan Di Kabupaten Bantul.” Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1(3):119–29. Mohamad, A. 2013. “Di 5 Media Sosial Ini Orang Indonesia Pengguna Terbesar.” Merdeka. Retrieved ( http://www.merdeka.com/uang/di-5-media-sosial-iniorang-indonesia-pengguna-terbesar-dunia.html ). Moore, H.L. 1998. Feminisme Dan Anropologi. Jakarta: OBOR (Anggota IKAPI). Moreno, L. 2007. “Assessing, Understanding And Modifying Nutritional Status, Eating Habits And Physical Activity In European Adolescents: The Helena (Healthy Lifestyle In Europe By Nutrition In Adolescence) Study.” Public Health Nutrition 11(3):288–99. Mueller, A.S., Pearson, J., Muller, C., Frank, K., dan Turner, A.. 2010. “Sizing up Peers: Adolescent Girls’ Weight Control and Social Comparison in the School Context.” Journal of Health and Social Behavior 51(1):64–78. Mujur, A. 2011. Hubungan Antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Berat Badan Lebih Pada Remaja (Thesis). Semarang. Nan Sook, Y. 2011. “A Study on Perceived Weight , Eating Habits , and Unhealthy Weight Control Behavior in Korean Adolescents.” International Journal of Human Ecology 12(December):13–24. Nazari, P.E. 2011. “Hubungan Antara Body Image, Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizidan Kejadian Dysmenorrhea Primer Anak Perempuan Yang Mengalami Menarche Pada Usia ≤12 Tahun.” (Thesis). Universitas Airlangga.
Neumark-Sztainer, D., Patterson, J., Mellin, A., Ackard, D.M., Utter, J., Story, M., dan Sockalosky, J. 2002. “Weight Control Practices and Disordered Eating Behaviors Among Adolescent Females and Males With Type 1 Diabetes: Associations with Sociodemographics, Weight Concerns, Familial Factors, and Metabolic Outcomes.” Diabetes Care 25(8):1289–96. Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Novianingsih, E. 2012. “Hubungan Antara Beberapa Indikator Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Remaja.” Journal of Nutrition College 1:169–75. Novikasari, M. 2003. “Perubahan Berat Badan Dan Status Gizi Mahasiswa Putra Jalur USMI Tahun 2002 Pada Empat Bulan Pertama Di IPB.” (Thesis). Institut Pertanian Bogor. Novitasary, M.D., Mayulu, N., dan Kawengian, S.E. 2013. “Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Obesitas Pada Wanita Usia Subur Peserta Jamkesmas Di Puskesmas Wawonasa Kecamatan Singkil Manado.” Jurnal e-Biomedik 1(2):1040–46. Nurani, G.S. 2004. “Analisis Hubungan Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat Dan Serat Dengan Indeks Massa Tubuh Cdc Pada Siswa SLTA.” (Thesis). Universitas Diponegoro. Nurcahyani, F.D. 2014. “Hubungan Antara Body Image Dan Konsumsi Makanan Dengan Status Gizi Remaja Putri.” (Thesis). Universitas Negeri Jember. Nurfaridah, S. dan Sulistyowati, E. 2008. “Obesity Pada Anak SMP Islam AlAzhar 14 Semarang.” (Thesis). Universitas Diponegoro. Nurhaedar, J. 2012. “Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja.” (Thesis). Universitas Hasanuddin. Nursari, D. 2010. “Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri SMP Negeri 18 Kota Bogor Tahun 2009.” (Thesis).Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Paath, E.F., Rumdasih, Y., dan Heryati. 2004. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: ECG. Pahlevi, A.E. 2012. “Determinan Status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 7(2):122–26. Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D. 2001. Human Development. 8th ed. Boston: McGraw-Hill.
Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D. 2010. “Day Type and the Relationship between Weight Status and Sleep Duration in Children and Adolescent.” Australian and New Zealand Journal of Public Health 34(2). Pemerintah Kota Denpasar. 2015. “Situs Resmi Pemerintah Kota Denpasar.” Retrieved April 26, 2015 (http://www.denpasarkota.go.id/index.php/selayang-pandang/2/KondisiGeografi). Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Pudjiadi, S. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Purwati, S. 2005. Perencanaan Menu Untuk P Enderita Kegemukan. Jakarta: Penebar Swadaya. Rahmi, N., Azrimaidaliza, dan Edmon. 2009. “Determinan Status Gizi Remaja Putri Di MAN Model.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 3(2):72–76. Restiani, N. 2012. “Hubungan Citra Tubuh, Asupan Energi Dan Zat Gizi Makro Serta Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa SMP Muhammadiyah. (Thesis).31 Jakarta Timur.” Rina, R., and Woro Oktia. 2008. “Kebiasaan Makan Fast Food, Konsumsi Serat Dan Status Obesitas Pada Remaja.” Jurnal Kemas 3(2):185–95. Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS ) Tahun 2010. Jakarta. Riyadi, H. 1995. “Metode Penelitian Dan Pengukuran Status Gizi. Diktat Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga.” (Thesis).Institut Pertanian Bogor. Rosita, A. 2012. “Sedentary, Gaya Hidup Nyaman Yang Mengancam Kesehatan.” Kompas Internasional. Retrieved January 30, 2015 (http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/02/27/sedentary-gaya-hidupnyaman-yang-mengancam-kesehatan-442706.html). Ryde. 2011. “Disordered Eating and Unhealthy Weight Reduction Practices among Adolescent Females.” North, Health Sciences, and Kings Cross. 756(1996):748–56.
Sada, M., Hadju, V. dan Djunaedi, M.D. 2012. “Hubungan Body Image, Pengetahuan Gizi Seimbang, Dan Aktifitas Fisik Terhadap Status Gizi Mahasiswa Politeknik Kesehatan Jayapura.” Media Gizi Masyarakat Indonesia, 2(1):44–48. Santy, R. 2006. “Determinan Indeks Massa Tubuh Remaja Putri Di Kota Bukit Tinggi.” Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 1(3):134–38. Sarwono, S.W. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: PT.Raja Grafindo; 2010. Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto. Sayogo, S. 2011. Gizi Remaja Putri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sediaoetama, A. 2010. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat. Sherwood, Jeffery, French, Hannan, dan Murray. 2000. “Predictors of Weight Gain in the Pound of Prevention Study.” International Jurnal Obesity. 24:395–403. Sivert, S.S., Sinanovic, dan Osman. 2008. “Dissatisfaction-Is Age A Factor.” Journal Series Philosophy, Psychology, and History 7(1):55–61. Soekirman. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Spear, B. 1996. Adolescent Growth and Development Dalam Adolescent Nutrition Assessment and Management. New York: Chapman and Hall, New York. Stang, J., dan Story, M. 2005. “Understanding Adolescent Eating Behavior.” Departement of Health and Human Services US p.1–15;101–2;155. 18. Subardja, D. 2005. Obesitas Pada Anak, Penyakit Masa Depan Yang Terabaikan Yang Disampaikan Dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetic II, Bandung. Bandung. Sudibjo, P, Arovah, N.I., dan Lakmi, R. 2013. “Tingkat Pemahaman Dan Survei Level Aktivitas Fisik, Status Kecukupan Energi Dan Status Antropometrik Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga FIK UNY.” Medikora 11(2):183–203. Suhardjo, H, dan Riyadi, H. 1998. Survey Konsumsi Pangan. Bogor.
Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Supariasa, I.D.N. 2013. Pendidikan & Konsultasi Gizi. edited by Dwi Widiarti. Jakarta: EGC. Supariasa, I.D.N. 2014. Penilaian Status Gizi. edited by Monica Ester. Jakarta: EGC. Suryaputra, Kartika, dan Rahayu. 2012. “Perbedaan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Antara Remaja Obesitas Dengan Non Obesitas.” Makara Kesehatan 16:45–50. Suryowati, D.I. 2005. “Pengaruh Status Gizi Terhadap Prestasi Akademik Siswa Usia 10-12 Tahun SDN Ngagel.”(thesis). Taheri, S., Lin, L., Austin, D., Young, T., dan Mignot, E. 2004. “Short Sleep Duration Is Associated with Reduced Leptin, Elevated Ghrelin, and Increased Body Mass Index.” PLoS Med 1(3): e62. doi:10.1371/journal.pmed.0010062. Tarwoto, R.A., Nuraeni, A., Miradwiyana, B., dan Nurbayani, S. 2010. Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika. Tessmer, K.A, Beecher, M., dan Hagen, M. 2006. Conquering Childhood Obesity for Dummies. Indiana: Indianapolis. Thamrin, M.H, Kusharto, C.M. dan Setiawan, B. 2008. “Kebiasaan Makan Dan Pengetahuan Reproduksi Remaja Putri.” Jurnal Gizi dan Pangan; 3:124–31. Thøgersen-ntoumani, C., Cumming, J., dan Chatzisarantis, L.D. 2011. “When Feeling Attractive Matters Too Much to Women: A Process Underpinning the Relation between Psychological Need Satisfaction and Unhealthy Weight Control Behaviors.” Motivation and Emotion Springer 35(4):413–22. Triwinarto, A, Muljati, S., dan Jahari, A.B. 2012. “Cut-Off Point Indeks Massa Tubuh (IMT) Dan Lingkar Perut Sebagai Indikator Risiko Diabetes Dan Hipertensi Pada Orang Dewasa Di Indonesia.” Penel Gizi Makan 2012 35(2):119–35. Tucci, S. dan Peters, J. 2008. “Media Influences on Body Satisfaction in Female Students.” Psicothema. vol. 20, (4), 20:521–24. Virgianto, G. dan Purwaningsih, E. 2006. “Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obestias Pada Remaja.” (Thesis). Universitas Diponegoro.
Vonderen, K.E. 2012. “Media Effects on Body Image : Examining Media Exposure in the Broader Context of Internal and Other Social Factors.” American Communication Journal. 41 14(2):41–57. Whitney, E. N., Cataldo, C.B., dan Rolfes, S.R. 1990. Weight Control : Over Weight and Under Weight. Fifth Edit. USA: West/Wadsworth, USA. WHO. 2013a. Noncommunicable Diseases. (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/).
Retrieved
WHO. 2013b. Turning the Tide of Malnutrition : Responding to The Challange of the 21 Th Century. Widajanti, L. 2009. Survei Konsumsi. Semarang: BP UNDIP Semarang. Wuryani, W. 2008. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Remaja Putri SMAN Di Kota Bengkulu Tahun 2007.” (Thesis). Universitas Gadjah Mada.
Lampiran 1. Penjelasan Kepada Calon Responden PENJELASAN PENELITIAN JUDUL
PENELITIAN
: HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA DI DENPASAR UTARA : NABILA ZUHDY
LATAR BELAKANG Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan. Status gizi remaja yang baik sangat dibutuhkan untuk proses tumbuh kembang remaja yang maksimal. Permasalahan yang kemudian muncul pada remaja adalah terjadinya gizi buruk dan gizi lebih yang dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya pola aktivitas dan pola makan. Gizi buruk dapat mengakibatkan intelegensia rendah dan memberikan dampak pada penurunan prestasi akademik dan lebih jauh, kekurangan asupan nutrisi juga dapat mengakibatkan gangguan sistem reproduksi, seperti kejadiaan anemia dan melahirkan bayi yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) di kemudian hari. Sedangkan pada gizi lebih dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, stroke dan penyakit tidak menular lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pola aktivitas dan pola makan dengan status gizi pada remaja perempuan di Denpasar Utara.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Tujuan umun dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada remaja putri di Denpasar Utara. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan pola aktivitas fisik remaja dengan status gizi remaja putri di Denpasar Utara. b. Mengetahui hubungan pola makan remaja dengan status gizi remaja putri di Denpasar Utara.
MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Praktis Penelitian hubungan antara pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada remaja putri diharapkan akan menjadi informasi yang penting untuk mengembangkan strategi pendekatan kepada remaja dan pengembangan program untuk remaja terkait pemenuhan nutrisi. 2. Manfaat Teoritis Penelitian mengenai hubungan antara pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada remaja putri diharapkan memberikan tambahan informasi yang berguna untuk kepentingan penelitian selanjutnya yaitu penelitian kualitatif mengenai faktor internal dan eksternal status gizi remaja serta praktik pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja dan pola makan remaja yang tidak sehat (fast food).
PROSEDUR PENELITIAN Keikutsertaan Anda dalam penelitian ini akan terdiri dari: 1. Pengisian kuesioner 2. Wawancara yang akan berlangsung sekitar 20-30 menit. Anda dapat mengundurkan diri dari penelitian ini atau menolak menjawab pertanyaan yang tidak Anda sukai. Selama wawancara, kami akan menanyakan halhal tentang diri Anda yang mungkin menurut Anda bersifat pribadi dan sensitif. Kami akan melakukan segala hal untuk menjaga kerahasiaan dan anonimitas Anda. 3. Kemudian kami akan melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, dan lingkar perut.
KOMPLIKASI Tidak ada komplikasi yang akan terjadi saat Anda menjadi responden dalam penelitian ini karena Anda hanya akan diwawancarai dan mengisi kuesioner serta diukur berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan lingkar perut.
KERAHASIAAN Kerahasiaan jawaban akan kami jamin. Semua informasi yang dikumpulkan akan disimpan hanya dengan mencantumkan kode, dimana nama Anda sama sekali tidak akan ada di data penelitian ini. Selain itu data penelitian juga akan ditempatkan pada tempat yang aman dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga informasi itu tidak dapat dikaitkan dengan Anda. Jawaban Anda juga tidak akan berpengaruh pada nilai Anda di kelas.
Lampiran 2. Formulir Persetujuan FORMULIR PERSETUJUAN Setelah mendapat penjelasan secara lisan dan tertulis, dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia ikut serta dalam penelitian ini. Apabila saya merasa dirugikan dikemudian hari, saya berhak menarik diri dari penelitian ini setiap saat.
Denpasar, ........................................ Yang membuat persetujuan,
Responden,
Pengambil Data,
(Tanda tangan dan nama terang)
(Tanda tangan dan nama terang)
Lampiran 3. Formulir Penelitian FORMULIR PENELITIAN HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA Pengenalan Tempat (diisi oleh fasilitator) Kode Sekolah Tanggal Pengambilan Data (dd/mm/yyyy)
__/__/ __
Nama Pengumpul data Tanda tangan pengumpul data
Blok 1. Karakteristik 101
Tanggal lahir (dd/mm/yyyy)
102
Dimana Anda tinggal 1. Rumah orangtua 2. Kos 3. Saudara (selain orang tua) 4. Lainnya, (sebutkan _____________)
103
Berapa lama Anda tidur dalam sehari? (dalam jam) 1. Tidur siang ____________________ jam 2. Tidur malam __________________ jam
104
Berat badan (dalam kilogram), tinggi badan (dalam cm), lingkar lengan atas (dalam cm), lingkar perut (dalam cm) BB
: ____________ kg
TB
: ____________ cm
LLA
: ____________ cm
__/__/____
Lingkar perut : ____________ cm
Blok 2. Pengontrolan berat badan yang tidak sehat (unhealthy weight control) 201
Apakah Anda melakukan praktik diet (mengontrol berat badan) dalam setahun terakhir ?
1. 2.
Ya Tidak
202
Apakah Anda hanya memakan beberapa jenis makanan (pantang makan) untuk menurunkan berat badan? jika TIDAK, lanjut pertanyaan 203
1. Ya 2. Tidak
203
Makanan apa saja yang pantang Anda makan? (sebutkan)
Blok 3. Adolescent Physical Activity Recall Questionnaire (APARQ) atau Kuesioner Aktivitas Fisik Remaja A. Aktivitas Fisik Terorganisir Ini adalah beberapa pertanyaan tentang olahraga terorganisir dan permainan yang Anda lakukan di sekolah, sebelum dan setelah sekolah dan pada akhir pekan. TIDAK TERMASUK LIBUR SEKOLAH. Silakan pikirkan seminggu yang normal dan menulis dalam tabel di bawah ini: olahraga atau permainan yang biasanya Anda lakukan, berapa kali dalam seminggu biasanya Anda melakukannya, dan jumlah waktu yang biasa Anda habiskan untuk melakukannya. Jika Anda tidak melakukan kegiatan yang terorganisasi, silakan menulis " nol " pada baris pertama tabel
No
Olahraga
Frekuensi (Jumlah kali per minggu yang Anda melakukannya)
Durasi (Jumlah waktu yang dihabiskan setiap kali Anda melakukannya)
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
B. Aktivitas Fisik Yang Tidak Terorganisir Ini adalah beberapa pertanyaan tentang olahraga terorganisir dan permainan yang Anda lakukan di sekolah , sebelum dan setelah sekolah dan pada akhir pecan. TIDAK TERMASUK LIBUR SEKOLAH. Silakan pikirkan seminggu yang normal dan menulis dalam tabel di bawah ini : olahraga atau permainan yang biasanya Anda lakukan, berapa kali dalam seminggu biasanya
Anda melakukannya, dan jumlah waktu yang biasa Anda habiskan untuk melakukannya. Jika Anda tidak melakukan kegiatan yang terorganisasi, silakan menulis " nol " pada baris pertama tabel.
No
Olahraga
Frekuensi (Jumlah kali per minggu yang Anda melakukannya)
Durasi (Jumlah waktu yang dihabiskan setiap kali Anda melakukannya)
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
C. Aktivitas Fisik Lainnya Ini merupakan aktivitas fisik lainnya di luar kegiatan yang sudah Anda tuliskan di atas, misalnya ekstrakurikuler dan les tambahan.
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kegiatan
Frekuensi (Jumlah kali per minggu yang Anda melakukannya)
Durasi (Jumlah waktu yang dihabiskan setiap kali Anda melakukannya)
Total
Blok 5. Kuesioner Semikuantitatif Frekuensi Pangan
Nama Makanan
Berat (gram)
A. Sumber Karbohidrat Nasi 100 Roti Tawar 80 Singkong 120 Ubi Jalar 150 Biskuit 40 Bihun 50 Kentang 200 Gula pasir 10 B. Sumber Protein Hewani Daging Ayam 50 Daging Sapi 50 Daging Bebek 50 Daging Kambing 50 Daging Babi 50 Telur Ayam 50 Telur Bebek 60 Telur bebek asin 60 Ikan Asin 15 Ikan Lele 40 Ikan Bandeng 25 Bakso 170 Udang 35 Susu bubuk 8 Susu Sapi 200 C. Sumber Protein Nabati Tempe 25 Tahu 75 Kacang Hijau 20 D. Sayuran Bayam 25 Kangkung 75 Wortel 50 Tomat 25 Sawi Hijau 60 Tauge 70 Terong 30 Buncis 20 Kacang Panjang 10 Kembang Kol 12 Labu Siam 20
Frekuensi Porsi S
¼ gls 4 lb 1,5 ptg 1 bj 4 bh ½ gls 2 bh 1 sdm 1 ptg 1 ptg 1 ptg 1 ptg 1 ptg 1 btr 1 btr 1 btr 1 ptg ½ ekor 1 ptg 10 biji 5 ekor 1 sdm 1 gls 1 ptg 1 bj 2 sdm 1 sdm ¾ gls 1 ptg 1 bh ¾ gls 1 gls 1 sdm 1 sdm 1 sdm 1 sdm 1 sdm
x/ H
x/ M
x/ B
Porsi x/ T
K
S
B
Ratarata
Berat
x/H
g/H
E. Buah-buahan Jambu Biji Jambu Air Apel Mangga Jeruk Pisang Pepaya Nanas Duku Manggis Anggur Nangka Rambutan Semangka Belimbing Melon Alpukat F. Serba-serbi Teh Kopi Sirup Madu G. Camilan
75 40 85 90 110 50 110 95 80 80 165 45 75 180 140 150 60
1 bh 1 bh ½ bh ½ bh 1 bh 1 bh 1 ptg 1 ptg 8 bh 1 bh 8 bh 3 bh 4 bh 1 ptg 1 bh 1 ptg ½ bh
5 5 10 15
1 sdm 1 sdm 1 sdm 1 sdm
H. Lainnya
Keterangan: bh=buah, sdm=sendok makan, prg=piring, gls=gelas, ptg=potong, lbr=lembar, btr=butir.
Blok 6. Konsumsi Fast Food
Nama Makanan Fast Food Ayam goreng Kentang goreng Burger Pizza Spaggetti Donat Mie instan Soda Soda Lainnya
Berat (gram)
Frekuensi Porsi
x/ H
x/ M
x/ B
Porsi x/ T
K
S
B
Ratarata
Berat
x/H
g/H
Lampiran 4. Protokol Pengukuran Antropometri PROTOKOL PENGUKURAN ANTROPOMETRI Berikut cara pengukuran antropometri responden (Departemen Kesehatan RI, 2007). 1.
Pengukuran Berat Badan
a.
Alat: timbangan berat badan digital. Timbangan berat badan digital sangat sederhana penggunaannya, namun
diperlukan pelatihan petugas agar mengerti dan dapat menggunakannya secara sempurna. Pedoman penggunaan timbangan berat badan ini harus dipelajari dengan benar untuk hasil yang optimal. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menggunakan timbangan digital. b.
Persiapan 1) Ambil timbangan dari kotak karton dan keluarkan dari bungkus plastiknya 2) Letakan alat timbang pada lantai yang datar 3) Responden yang akan ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket serta mengeluarkan isi kantong yang berat.
c.
Prosedur penimbangan responden dewasa 1) Responden diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di tengah alat timbang tetapi tidak menutupi jendela baca . 2) Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang, sikap tenang (jangan bergerak-gerak) dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan)
3) Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan tunggu sampai angka tidak berubah (statis) 4) Catat angka yang terakhir (ditandai dengan munculnya tanda bulatan O diujung kiri atas kaca display) dan isikan pada kolom: 5) Minta responden turun dari alat timbang 6) Alat timbang akan off secara otomatis. 7) Untuk menimbang responden berikutnya, ulangi prosedur 1 s/d 6. Demikian pula untuk responden berikutnya. 2.
Pengukuran Tinggi Badan Pengukuran tinggi badan (cm) dimaksudkan untuk mendapatkan data tinggi
badan semua kelompok umur, agar dapat diketahui status gizi penduduk. a. Alat : microtoise dengan kapasitas ukur 2 meter dan ketelitian 0,1 cm. b. Persiapan (cara memasang microtoise) : 1) Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di dinding agar tegak lurus. 2) Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari bandul tersebut dan menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan (rata). 3) Tarik papan penggeser tegak lurus keatas, sejajar dengan benang berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca menunjukkan angka 0 (nol). Kemudian dipaku atau direkat dengan lakban pada bagian atas microtoise. Untuk menghindari terjadi perubahan posisi
pita, beri lagi perekat pada posisi sekitar 10 cm dari bagian atas microtoise. c. Prosedur pengukuran tinggi badan 1) Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup kepala). 2) Pastikan alat geser berada diposisi atas. 3) Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser. 4) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang. 5) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas. 6) Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada dinding. 7) Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas. 8) Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar. 9) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang koma (0,1 cm). Contoh 157,3 cm; 160,0 cm; 163,9 cm. Keterangan : Keterbatasan microtoise adalah memerlukan tempat dengan permukaan lantai dan dinding yang rata, serta tegak lurus tanpa tonjolan atau
lengkungan di dinding. Bila tidak ditemukan dinding yang rata dan tegak lurus setinggi 2 meter, cari tiang rumah atau papan yang dapat digunakan untuk menempelkan microtoise. 3.
Pengukuran LILA Pengukuran lingkar lengan atas dimaksudkan untuk mengetahui prevalensi
wanita usia subur umur 15–45 tahun dan ibu hamil yang menderita Kurang Energi kronis (KEK). a.
Alat : pita LILA sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm atau meteran kain.
b.
Persiapan 1) Pastikan pita LILA tidak kusut, tidak terlipat-lipat atau tidak sobek 2) Jika lengan responden > 33cm, gunakan meteran kain 3) Responden diminta berdiri dengan tegak tetapi rileks, tidak memegang apapun serta otot lengan tidak tegang 4) Baju pada lengan kiri disingsingkan keatas sampai pangkal bahu terlihat atau lengan bagian atas tidak tertutup.
c.
Pengukuran Sebelum pengukuran, dengan sopan minta izin kepada responden bahwa petugas akan menyingsingkan baju lengan kiri responden sampai pangkal bahu. Bila responden keberatan, minta izin pengukuran dilakukan di dalam ruangan yang tertutup.
1) Tentukan posisi pangkal bahu. 2) Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak tangan ke arah perut. 3) Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan menggunakan pita LILA atau meteran, dan beri tanda dengan pulpen/spidol (sebelumnya dengan sopan minta izin kepada responden). Bila menggunakan pita LILA perhatikan titik nolnya. 4) Lingkarkan pita LILA sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan responden sesuai tanda (di pertengahan antara pangkal bahu dan siku). 5) Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LILA. 6) Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar. 7) Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LILA (kearah angka yang lebih besar). 8) Tuliskan angka pembacaan pada kuesioner Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang kidal diukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik, dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya tidak rata (Supariasa, 2014).
4.
Pengukuran Lingkar Perut
a.
Alat yang dibutuhkan: 1) Ruangan yang tertutup dari pandangan umum. Jika tidak ada gunakan tirai pembatas. 2) Pita pengukur 3) Spidol atau pulpen
b.
Teknik pengukuran lingkar perut adalah sebagai berikut 1) Meminta pasien/responden untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran. 2) Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah dan tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal panggul. 3) Tetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis. 4) Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal). 5) Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran lingkar perut yang benar
yaitu dilakukan dengan menempelkan pita pengukur diatas kulit langsung. Pengukuran di atas pakaian sangat tidak dibenarkan. Apabila tidak bersedia
membuka/menyingkap pakaian bagian atasnya, pengukuran dengan menggunakan pakaian yang sangat tipis (kain nilon, silk) diperbolehkan dan beri catatan pada kuesioner.