i
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK, WAKTU MENONTON TELEVISI, DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN STATUS GIZI DAN STATUS KESEHATAN ANAK USIA PRASEKOLAH
MEILITA KUSRAMADHANTY
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 201 2
ii
ABSTRACT MEILITA KUSRAMADHANTY. Correlation Between Physical Activity, Time Watching Television, and Food Consumption on Nutritional and Health Status of Preschool Children. Under direction of KATRIN ROOSITA. The objectives of the following study were to analyze correlation between physical activities, television viewing, and food consumption on nutritional and health status of preschool children in TKA Plus Ihsan Cibinong. The cross sectional study was used and 32 subjects (15 males and 17 females) was chosen by purposive sampling. The inclusion criteria to choose the study samples were preschool children 4-6 years old, good health, no congenital disease, and their parents allowed them to become samples of research. The physical activity (2x24 hours), television viewing time (2x24 hours), food consumption (2x24 hours), nutritional status (age, weight and height), and health status (duration and frequency of sickness) data were collected. Statistical analysis showed that physical activity level was significantly associated with television viewing time (p <0.01). Nutritional status was significantly associated (p<0,05) with intake of energy, protein, carbohydrate, fat and calcium. The result also showed that health status significantly associated (p<0,05) with intake of energy, protein, vitamin D, and calcium. Nutritional status was significantly associated (p<0.01, r=0,598) with health status. Keywords: physical activities, television viewing time, food consumption, preschool children
iii
RINGKASA N MEILITA KUSRAMADHANTY. Hubungan Aktifitas Fisik, Waktu Menonton Televisi, dan Konsumsi Pangan dengan Status Gizi dan Status Kesehatan Anak Usia Prasekolah. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik, waktu menonton televisi, dan konsumsi pangan dengan status gizi dan status kesehatan pada anak usia prasekolah (4-6 tahun). Tujuan khusus yaitu: (1) Mengidentifikasi karakteristik contoh meliputi : usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan, (2) Mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh meliputi: pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan besar keluarga, (3) Menilai tingkat aktivitas fisik contoh, (4) Menghitung waktu menonton televisi contoh, (5) Menilai konsumsi pangan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, (6) Menilai status gizi dan status kesehatan contoh, (7) Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik, waktu menonton televisi, dan konsumsi pangan dengan status gizi dan status kesehatan contoh. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan kemudahan akses dan perizinan dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011. Penetapan subjek didasarkan atas kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi : 1) contoh dalam keadaan sehat; dan 2) orangtua (ibu) mengijinkan anaknya menjadi contoh dalam penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah contoh yang memiliki penyakit bawaan sejak lahir. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 orang yang dihitung berdasarkan rumus perhitungan proporsi sampel Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan anak), karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, besar keluarga dan pendapatan keluarga), data aktivitas fisik dan waktu menonton televisi diperoleh melalui metode pencatatan 2x24 jam, konsumsi pangan contoh diperoleh melalui wawancara menggunakan metode recall 2x24 jam, dan data keadaan kesehatan diperoleh melalui metode pencatatan berdasarkan jenis penyakit dan lama sakit dalam satu bulan terakhir sebelum penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi karakteristik sekolah tempat penelitian. Pengolahan data meliputi editing, coding, dan entry data. Data yang diperoleh tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows versi 16,0. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik contoh, karakteristik keluarga, aktivitas fisik, waktu menonton televisi, tingkat kecukupan zat gizi, status gizi dan status kesehatan anak. Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, persentase, nilai minimum dan maksimum, nilai ratarata dan standar deviasi. Data dianalisis menggunakan korelasi Rank Spearman dan Pearson. Kedua korelasi tersebut digunakan untuk melihat hubungan aktivitas fisik, waktu menonton televisi, konsumsi pangan, status gizi dan status kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar contoh berusia 5 tahun (47%), dan sisanya berusia 6 tahun (31%) serta 4 tahun (22%). Berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh berjenis kelamin perempuan (53%) dan sisanya adalah laki-laki (47%).
iv
Berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur diketahui bahwa rata-rata berat badan contoh laki-laki dan perempuan berada diatas berat badan ideal. Rata-rata berat badan contoh perempuan lebih besar dibandingkan contoh lakilaki. Rata-rata berat badan contoh kelompok usia 4-<5 tahun adalah laki-laki sebesar 17,7±0 kg dan perempuan sebesar 20,1±7,5 kg. Rata-rata berat badan contoh kelompok usia 5-6 tahun adalah laki-laki sebesar 19,9±4,0 kg dan perempuan sebesar 21,4±4,5 kg. Rata-rata tinggi badan contoh laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Rata-rata tinggi badan contoh laki-laki maupun perempuan berada diatas tinggi badan ideal, namun pada kelompok usia 4-<5 tahun berada dibawah tinggi badan ideal. Rata-rata tinggi badan contoh kelompok usia 4-<5 tahun adalah laki-laki sebesar 105,5±0 cm dan perempuan sebesar 105±6,5 cm. Rata-rata tinggi badan contoh kelompok usia 5-6 tahun adalah laki-laki sebesar 113,3±4,8 cm dan perempuan sebesar 111,6±3,9 cm. Berdasarkan kelompok usia, semakin bertambahnya usia maka berat badan dan tinggi badan juga meningkat. Berdasarkan karakteristik keluarga diketahui bahwa rata-rata pendidikan ayah contoh adalah akademi/S1 sebesar 43,8 %, sedangkan rata-rata pendidikan ibu contoh adalah SMA sebesar 53%. Sebagian besar ayah contoh bekerja sebagai pegawai swasta (50%) dan sebagian besar ibu contoh merupakan ibu rumah tangga (59,4%). Lebih dari separuh contoh tergolong kategori keluarga kecil (81,3%) dengan jumlah anggota keluarga tiga sampai empat orang. Tingkat pendapatan keluarga didasarkan pada garis kemiskinan di Kabupaten Bogor sebesar Rp 293.015/kapita/bulan (BPS 2011). Jika dibandingkan dengan garis kemiskinan, maka hampir seluruh contoh berada pada kategori rumah tangga tidak miskin (90,6%) dengan rata-rata pendapatan Rp 582.991/kapita/bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh berada pada kategori tingkat aktivitas fisik ringan (62,5%). Hal ini dikarenakan contoh memiliki waktu tidur yang lebih banyak dan lebih sering melakukan aktivitas menonton televisi atau melakukan kegiatan bermain ringan. Total rata-rata pengeluaran energi contoh adalah 1400±121,1 kkal. Ratarata pengeluaran energi contoh laki-laki sebesar 1422±102,7 kkal, sedangkan rata-rata pengeluaran energi contoh perempuan sebesar 1372±142,3 kkal. Hal ini disebabkan angka metabolisme basal laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan laki-laki cenderung lebih aktif serta lebih banyak melakukan kegiatan berat daripada perempuan sehingga pengeluaran energi contoh laki-laki lebih besar pada daripada perempuan. Sebagian besar contoh memiliki waktu menonton televisi pada kategori sedang (59,4%), sedangkan sisanya berada pada kategori ringan (15,6%) dan berat (25%). Rata-rata waktu yang dihabiskan contoh untuk menonton televisi adalah 2,9 jam/hari. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa contoh biasanya menggunakan waktu belajar atau makan mereka dengan dibarengi oleh kegiatan menonton televisi. Waktu yang cukup banyak dihabiskan contoh dalam menonton televisi dikarenakan hanya sedikit orang tua yang membatasi waktu anak untuk menonton televisi. Jenis pangan yang banyak dikonsumsi oleh contoh berasal dari bahan makanan sumber karbohidrat dengan rata-rata jumlah konsumsi 190,7 g/hari. Tingkat kecukupan energi sebagian besar contoh berada pada kategori normal sebesar 59,4%. Hampir sebagian besar tingkat kecukupan karbohidrat, protein, dan lemak contoh berada pada kategori lebih, yaitu 43,8%, 81,2%, dan 87,5%. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin D, vitamin A dan kalsium contoh termasuk dalam kategori cukup yaitu sebesar 81,2%, 96,9%, dan 81,2%. Sebagian besar
v
tingkat kecukupan vitamin C dan zat besi contoh berada pada kategori kurang masing-masing 65,6% dan 50%. Status gizi contoh diukur berdasarkan indeks BB/U tergolong dalam kategori normal (93,75%) dan gizi lebih (6,25%). Berdasarkan indeks TB/U status gizi contoh tergolong dalam kategori normal (56,25%), pendek (12,5%), dan lebih (31,25%). Berdasarkan indeks BB/TB status gizi contoh tergolong dalam kategori normal (56,2%), kurus (12,5%) dan lebih (31,2%). Sebagian besar contoh tidak mengalami sakit sebesar 81,2 %, sedangkan contoh yang diketahui pernah mengalami sakit dalam satu bulan terakhir sebesar 18,8 %. Jenis penyakit sering dialami oleh sebagian besar contoh adalah batuk dan influenza. Frekuensi sakit yang dialami oleh sebagian besar contoh adalah satu kali dalam satu bulan terakhir dengan lama sakit satu sampai tiga hari. Semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi maka semakin ringan tingkat aktivitas fisik (p<0,01, r=-0,524). Tingkat kecukupan energi, protein, karbohidrat, lemak dan kalsium yang semakin tinggi berkorelasi dengan status gizi yang lebih baik menurut indeks BB/TB (p<0,05). Demikian pula dengan asupan energi, protein, karbohidrat, lemak, dan kalsium yang semakin tinggi berkorelasi (p<0,05) dengan status gizi (BB/TB) yang lebih baik. Status kesehatan yang semakin baik juga berkorelasi (p<0,05) dengan tingkat kecukupan energi, protein, vitamin D, dan kalsium. Semakin tinggi asupan energi, protein, vitamin D, dan kalsium berkorelasi (p<0,05) dengan status kesehatan yang semakin baik. Selain itu, semakin baik status gizi berkorelasi dengan status kesehatan semakin baik pula (p<0,01, r=0,598). Kata Kunci : Anak usia prasekolah, waktu menonton televisi, aktivitas fisik, konsumsi pangan
vi
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK, WAKTU MENONTON TELEVISI, DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN STATUS GIZI DAN STATUS KESEHATAN ANAK USIA PRASEKOLAH
MEILITA KUSRAMADHANTY
Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat.
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 201 2
vii
Judul
: Hubungan Aktivitas Fisik, Waktu Menonton Televisi, dan Konsumsi Pangan dengan Status Gizi dan Status Kesehatan Anak Usia Prasekolah
Nama
: Meilita Kusramadhanty
NIM
: I14096027
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Katrin Roosita, SP, M.Si NIP : 19710201 199903 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Gizi Masyarakat,
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP : 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
viii
PRAKATA Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur tak terhingga penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Hubungan Aktivitas Fisik, Waktu Menonton Televisi, dan Konsumsi Pangan dengan Status Gizi dan Status Kesehatan Anak Usia Prasekolah” dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan banyak
pihak. Oleh
karena
itu, penulis
juga
mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Katrin Roosita, SP, M.Si yang telah senantiasa sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi, atas saran dan perbaikan untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Kepala Sekolah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 4. Ayah, Ibu, adik-adik tersayang (Riris, Fathur, Shakila) dan keluarga besar lainnya yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan motivasi dengan penuh kasih sayang. 5.
Sahabat-sahabat tersayang Tomy, Wiwiet, Harsyi, Yasir, Mustika, Neny, Shinta, Mury, Ryan, Maning, serta Mina dan keluarga kecilnya
atas
segala doa, dukungan, dan motivasi yang diberikan. 6. Raini, Ka Dita, Widya I, Talitha, Irma, dan Ka Cynthia atas bantuan tenaga dan dukungan dalam proses pengambilan data. 7. Teman-teman pembahas seminar (Dewi, Dwi dan Anggrisya) atas saran dan kritik yang diberikan dalam penyempurnaan skripsi ini. 8. Teman-teman Alih Jenis Mayor Ilmu Gizi angkatan 3 untuk perjuangan, kekuatan, semangat, dan kerjasama yang diberikan. 9. Teman-teman seperjuangan ID (Sumi, Dita, Rossana, Aqillah, Widya A) serta keluarga KKP (Agus, Ayu, Leny, Tina, Imam, dan keluarga besar Desa
Gelarmendala
kebersamaannya.
Indramayu)
atas
kekeluargaan
dan
ix
10. Para pengajar dan Staf TU atas segala bantuannya dalam penyusunan usulan penelitian ini. 11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan proposal ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bogor, Maret 2012 Meilita Kusramadhanty
x
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 5 Mei 1987. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak Yonny Koesmaryono dan Ibu Heny Hendrawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Polisi I Bogor pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan ke Program Diploma Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi dan lulus pada tahun 2010.
Pada
bulan
September 2010 penulis diterima di Program Alih Jenis Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan antara lain Try Out Tingkat SMA se-Bogor bersama Bintang Pelajar (2009), Seminar Gizi “Safety Work in Food Industries” (2009), dan menjadi ketua panitia Seminar Nasional Gizi “Lebih Sehat, Muda dan Menarik dengan Susu dan Minuman Antioksidan” (2011). Penulis
juga
pernah
mengadakan
kegiatan
PUSKESMAS Merdeka dan Posyandu Kedung Badak.
konsultasi
gizi
di
Pada bulan Juli sampai
dengan Agustus 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Gelarmendala, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu. Penulis juga melaksanakan kegiatan Internship Dietetic (ID) di RSUD Cibinong, Kabupaten Bogor pada bulan Maret 2011.
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.................................................................................................. xiii DAFTAR
GAMBAR
..............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................xvi PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan...................................................................................................... 2 Tujuan umum........................................................................................... 2 Tujuan Khusus......................................................................................... 2 Kegunaan Penelitian ............................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 4 Anak Usia Prasekolah ............................................................................. 4 Aktivitas Fisik........................................................................................... 5 Waktu Menonton Televisi ........................................................................ 6 Konsumsi Pangan ................................................................................... 8 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi ............................................................... 9 Energi ...................................................................................................... 9 Karbohidrat ............................................................................................ 10 Protein ................................................................................................... 11 Lemak.................................................................................................... 11 Vitamin A ............................................................................................... 11 Vitamin C ............................................................................................... 12 Vitamin D ............................................................................................... 12 Kalsium (Ca) .......................................................................................... 13 Zat Besi (Fe) .......................................................................................... 13 Tingkat Kecukupan Gizi......................................................................... 14 Status Gizi Anak .................................................................................... 14 Status Kesehatan .................................................................................. 15 KERANGKA PEMIKIRAN.................................................................................... 16 METODE ............................................................................................................. 18 Desain, Tempat, dan Waktu .................................................................. 18 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ..................................................... 18 Jenis dan Cara Pengumpulan Data....................................................... 19 Pengolahan dan Analisa Data ............................................................... 20 Definisi Operasional .............................................................................. 23 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 25 Keadaan Umum TK ............................................................................... 25 Karakteristik Contoh .............................................................................. 25 Usia ....................................................................................................... 25 Jenis Kelamin ........................................................................................ 26 Berat Badan........................................................................................... 26 Tinggi Badan ......................................................................................... 27 Karakteristik Keluarga ........................................................................... 27 Pendidikan Orangtua ............................................................................. 27 Pekerjaan Orangtua .............................................................................. 28 Besar Keluarga...................................................................................... 29
xii
Halaman Tingkat Pendapatan Keluarga ............................................................... 29 Aktivitas Fisik Anak Usia Prasekolah .................................................... 30 Waktu Menonton Televisi Anak Usia Prasekolah .................................. 32 Konsumsi Pangan Anak Usia Prasekolah ............................................. 33 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat gizi Anak Usia Prasekolah ............ 37 Tingkat Kecukupan Energi .................................................................... 38 Tingkat Kecukupan Protein ................................................................... 38 Tingkat Kecukupan Karbohidrat ............................................................ 39 Tingkat Kecukupan Lemak .................................................................... 39 Tingkat Kecukupan Vitamin A ............................................................... 40 Tingkat Kecukupan Vitamin C ............................................................... 40 Tingkat Kecukupan Vitamin D ............................................................... 41 Tingkat Kecukupan Kalsium (Ca) .......................................................... 41 Tingkat Kecukupan Zat Besi (Fe) .......................................................... 42 Status Gizi Anak Usia Prasekolah ......................................................... 42 Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) ........................................... 42 Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) .......................................... 43 Indeks Berat Badan menurut Tingg Badan (BB/TB).............................. 43 Status Kesehatan Anak Usia Prasekolah .............................................. 44 Hubungan Antar Variabel ...................................................................... 46 Hubungan Waktu Menonton Televisi dengan Aktifitas Fisik.................. 46 Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Gizi Anak ........ 47 Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Kesehatan Anak ............................................................................................................... 47 Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan Anak ........................ 47 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 49 Kesimpulan............................................................................................ 49 Saran ..................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 51 LAMPIRAN .......................................................................................................... 54
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai PAL untuk anak-anak berdasarkan usia dan jenis kelamin........................ 6 2 Kebutuhan energi untuk anak menurut kelompok umur dan jenis kelamin ..... 10 3 Klasifikasi status gizi balita ............................................................................... 15 4 Jenis data, variabel, cara pengumpulan data, dan alat bantu .......................... 19 5 Nilai PAR menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin ........................................ 21 6 Variable dan kategori data ............................................................................... 23 7 Rata-rata berat badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin ................. 26 8 Rata-rata tinggi badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin................. 27 9 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua ......................................... 28 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua................................. 28 11 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ................................................ 29 12 Sebaran contoh berdasarkan besar pendapatan keluarga per bulan ............ 29 13 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori kemiskinan.......................... 30 14 Rata-rata angka metabolisme basal (AMB) berdasarkan jenis kelamin......... 30 15 Rata-rata alokasi waktu (jam/hari) berdasarkan jenis kegiatan...................... 31 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik (PAL) .............................. 31 17 Rata-rata pengeluaran energi contoh berdasarkan jenis kelamin .................. 32 18 Waktu menonton televisi anak dalam sehari .................................................. 32 19 Konsumsi makanan sumber karbohidrat dan olahannya (g/hari) ................... 33 20 Konsumsi makanan sumber protein hewani dan olahannya (g/hari).............. 34 21 Konsumsi makanan sumber protein nabati dan olahannya (g/hari) ............... 34 22 Konsumsi sayuran (g/hari) ............................................................................. 35 23 Konsumsi buah (g/hari) .................................................................................. 35 24 Konsumsi sumber minyak (g/hari) .................................................................. 36 25 Konsumsi sumber susu dan hasil olahannya ................................................. 36 26 Konsumsi sumber gula dan hasil olahannya (g/hari)...................................... 37 27 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi contoh............................... 37 28 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi ................ 38 29 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein............... 39 30 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan karbohidrat........ 39 31 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan lemak ................ 40 32 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A ........... 40 33 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C........... 41
xiv
Halaman 34 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin D........... 41 35 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan kalsium.............. 42 36 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat besi ............. 42 37 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (BB/U) ............................................ 43 38 Sebaran contoh berdasarkan status gizi TB/U ............................................... 43 39 Sebaran contoh berdasarkan status gizi BB/TB............................................. 44 40 Sebaran contoh berdasarkan jenis, kejadian sakit, dan frekuensi penyakit dalam satu bulan terakhir.............................................................. 45 41 Sebaran contoh berdasarkan lama sakit ........................................................ 46 42 Sebaran contoh berdasarkan waktu menonton televisi dan tingkat aktivitas fisik ................................................................................................. 46 43 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan status kesehatan ..................... 48
xv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran hubungan antara aktifitas fisik, waktu menonton televisi, dan konsumsi pangan dengan status gizi dan status kesehatan. .................................................................................................... 17
2 Sebaran contoh berdasarkan usia................................................................... 25 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin .................................................... 26 4 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit ................................................... 45
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hubungan tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi................................. 55 2 Hubungan tingkat kecukupan zat gizi dengan status kesehatan...................... 56 3 Sebaran kategori status gizi contoh. ................................................................ 57 4 Hasil uji statistik. ............................................................................................... 58
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang cerdas dan produktif merupakan prasyarat utama keberhasilan suatu bangsa. Pembangunan kualitas SDM harus dilandasi oleh pentingnya kesadaran akan investasi kesehatan yang berorientasi pada pembangunan kesehatan dan gizi. Menurut Syafiq (2007), pendekatan gizi dan kesehatan harus dilakukan secara simultan di seluruh tahap kehidupan, khususnya tahapan awal kehidupan mulai dari janin, bayi baru lahir, perinatal, anak di bawah tiga tahun, dan prasekolah. Anak usia prasekolah mengalami perkembangan fisiologik maupun motorik yang pesat. Perkembangan anak dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, keadaan biologis anak yang meliputi status kesehatan dan gizi, serta lingkungan tempat tinggal (Sjostorm et al 2005). Usia prasekolah merupakan usia yang rawan terhadap masalah gizi. Masalah gizi anak dapat berupa gizi kurang maupun gizi lebih.
Masalah gizi
kurang yang sering ditemukan pada anak prasekolah dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan. Sebaliknya, gizi lebih pada anak dapat menimbulkan kegemukan atau obesitas pada anak, sehingga perlu pemantauan terhadap status gizi anak (Depkes 2000). Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (2010) menyatakan bahwa prevalensi kasus gizi kurang di Kabupaten Bogor adalah 9,3%, sedangkan prevalensi kasus gizi lebih hanya 1,6%. Status gizi merupakan keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat gizi. Asupan zat gizi harus seimbang dengan kebutuhannya sehingga diperoleh status gizi yang baik.
Ketidakseimbangan asupan gizi, baik kekurangan atau
kelebihan zat gizi dapat mengakibatkan gangguan status kesehatan (Uripi 2003). Status kesehatan anak yang baik ditunjukan dengan ketahanan terhadap penyakit. Anak dengan kondisi tubuh yang baik dapat melakukan aktivitas fisik secara normal sesuai dengan periode usianya (Winarno 1992).
Pada
masa
prasekolah, anak mulai memilih makanan yang disukai dan tidak disukai, sehingga menyebabkan anak sulit makan. Faktor ini menjadi pertimbangan dalam upaya pemenuhan gizi dan kesehatan anak, khususnya usia prasekolah (Khomsan 1993). Aktivitas fisik merupakan kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik.
Hasil penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa saat ini semakin banyak anak-anak yang menjadi kurang
2
aktif secara fisik, sehingga berkontribusi pada peningkatan prevalensi obesitas sebesar 100% sejak tahun 1980 (Elliott 2002). Menonton televisi merupakan salah satu aktivitas fisik yang biasa dilakukan anak.
Bagi sebagian anak prasekolah, menonton televisi merupakan
kegiatan bermain tambahan dan lebih banyak menyita waktu bermainnya (Hurlock 1980). Alokasi menonton televisi pada anak-anak meningkat dari tahun ke tahun (Amna 2009). Waktu yang dihabiskan anak dalam menonton televisi adalah satu hingga empat jam per hari (Bappenas 2010). Aktivitas menonton televisi cenderung menghabiskan lebih sedikit kalori per menit (Dale 2001). Suatu studi penelitian menunjukkan kegiatan menonton televisi anak dilakukan sambil mengemil atau makan (Noviana 2002). Berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya waktu menonton televisi berpotensi menimbulkan berbagai masalah gizi dan kesehatan.
Berdasarkan latar belakang tersebut
peneliti tertarik untuk mempelajari hubungan aktivitas fisik, waktu menonton televisi, dan konsumsi pangan dengan status gizi dan status kesehatan pada anak prasekolah. Tujuan Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik, waktu menonton televisi, dan konsumsi pangan dengan status gizi dan status kesehatan pada anak usia prasekolah (4-6 tahun). Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh meliputi: usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan. 2. Mengidentifikasi karakteristik keluarga
contoh
meliputi: pekerjaan,
pendidikan, pendapatan dan besar keluarga. 3. Menilai tingkat aktivitas fisik contoh. 4. Menghitung waktu menonton televisi contoh. 5. Menilai konsumsi pangan dan tingkat kecukupan zat gizi. 6. Menilai status gizi dan status kesehatan contoh. 7. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik, waktu menonton televisi, dan tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi dan status kesehatan contoh.
3
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi orang tua maupun guru di sekolah tentang aktivitas fisik, kebiasaan menonton televisi, dan konsumsi pangan dan kaitannya dengan status gizi dan status kesehatan pada anak prasekolah. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi orang tua dan guru untuk memperhatikan kebutuhan dan asupan gizi pada anak, dan menyadari pentingnya aktivitas fisik bagi kesehatan anak.
4
TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Prasekolah Kelompok anak usia prasekolah terdiri atas 2 kelompok, yaitu anak usia 1-3 tahun dan usia 4-6 tahun (PERSAGI 1990).
Usia prasekolah merupakan
periode keemasan atau golden age dalam proses perkembangan anak. Pertumbuhan fisik dan motorik cukup pesat terjadi pada masa usia prasekolah yang sejalan dengan kematangan syaraf dan otot. Pada usia ini, anak berusaha mengendalikan lingkungan dan belajar menyesuaikan diri secara sosial (Hurlock 1991). Perkembangan seorang anak tergantung pada bagaimana orang tua memenuhi kebutuhan anak akan makanan, perhatian, dan cinta kasih.
Anak
seringkali mendapat kesulitan dalam hal makanan dan tidur, serta menyesuaikan diri dengan orang lain. Pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting untuk menunjang aktivitasnya, sehingga pada masa ini anak memerlukan perhatian khusus
serta
penanganan
baik
dari segi
pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan (Hurlock 1991). Masalah kesehatan yang sering dijumpai pada anak prasekolah adalah pertumbuhan fisik yang tidak optimal akibat kurang gizi. Kurang gizi pada masa ini menyebabkan gangguan pertumbuhan dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit. Sebaliknya, masalah kesehatan pada anak juga dapat disebabkan gizi lebih yang
beresiko
menyebabkan
kegemukan
dan menderita penyakit
degeneratif (Santoso 2004). Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai potensi genetik yang dimilikinya. Pertumbuhan ini akan dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi anak dalam bentuk makanan.
Kekurangan atau kelebihan zat gizi akan
dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar (Khomsan 1993). Anak usia prasekolah merupakan konsumen aktif, karena mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya.
Pada usia ini, anak mulai bergaul
dengan lingkungannya atau bersekolah sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku, termasuk perilaku makan. Pergaulan dengan anakanak yang lebih besar dapat menimbulkan anak senang jajan.
Jajanan yang
dipilih dapat mengurangi asupan gizi yang diperlukan bagi tubuhnya dan menyebabkan masalah gizi, baik gizi lebih maupun gizi kurang (Uripi 2003).
5
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya.
Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk
metabolisme basal.
Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.
Banyaknya
energi
yang
dibutuhkan bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2003). Pemasukan energi tanpa diimbangi aktivitas fisik yang seimbang dapat berdampak pada kegemukan.
Modernisasi yang terjadi saat ini melalui
perkembangan fasilitas-fasilitas berbasis teknologi menyebabkan terbatasnya gerak dan aktivitas. Memiliki waktu yang lebih banyak untuk menonton televisi, bermain komputer atau playstation telah menjadi bagian dari aktivitas yang dilakukan anak-anak. Hal ini menyebabkan energi yang dihabiskan lebih sedikit sedangkan makanan yang dikonsumsi jumlahnya sama, bahkan melebihi kebutuhan jika ditambah kebiasaan mengunyah makanan sambil menonton televisi (Wirakusumah 1994). Penilaian aktivitas fisik dapat diukur menggunakan empat dimensi utama, yaitu tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas aktivitas fisik. Frekuensi aktivitas fisik adalah jumlah sesi aktivitas fisik per satuan waktu.
Durasi aktivitas fisik
merupakan lamanya waktu yang dihabiskan ketika melakukan aktivitas fisik. Pola aktivitas pada anak lebih kompleks dan multidimensional dibandingkan pada orang dewasa (Sjostrom et al 2005). Penggolongan jenis aktivitas fisik anak-anak dalam FAO/WHO/UNU (2001) adalah tidur, sekolah, kegiatan ringan (duduk, berdiri, bermain ringan), kegiatan
sedang
(berjalan,
menyapu,
mengepel),
dan
kegiatan
berat
(mengangkat air, olahraga, berlari). Gaya hidup yang tidak tepat dan aktivitas fisik yang menurun akan berpengaruh pada kondisi tubuh seseorang, terutama pada masa anak-anak. Saat ini para orang tua banyak yang memanjakan anak mereka dengan berbagai jenis pangan.
Pengukuran aktivitas fisik pada anak-
anak adalah penting untuk melihat penggunaan energi yang diperlukan untuk menentukan kecukupan konsumsi energi (Santoto 1994). Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam. dinyatakan dalam physical activity level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL
6
merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut : PAL = (PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam Keterangan :
PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)
Nilai PAL menurut berbagai intensitas aktivitas fisik yang umumnya dilakukan anak-anak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai PAL untuk anak-anak berdasarkan usia dan jenis kelamin Usia (tahun)
Jenis kelamin
Nilai PAL Ringan
Sedang
Berat
1-6 Laki-laki, perempuan 1,45 1,60 Sumber : Shetty (1996) dan Torrun (1996) dalam Sjostrom et al 2005
1,90
Tingkat aktivitas fisik akan mempengaruhi kebutuhan dan pengeluaran energi seseorang.
Kebutuhan energi seorang sehari ditaksir dari kebutuhan
energi untuk komponen-komponen seperti angka metabolisme basal (AMB), aktivitas fisik, dan pengaruh dinamika khusus makanan (Almatsier 2003). AMB dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan. Kebutuhan energi per kilogram berat badan pada anak usia prasekolah lebih rendah dibandingkan pada usia batita. Hal ini dikarenakan pertumbuhan mereka lebih lambat dibandingkan pada saat mereka bayi sehingga kebutuhan energinya pun turun dari 100 kkal/kg berat badan menjadi 90 kkal/kg berat badan.
Penggunaan energi dalam tubuh anak terdiri atas : a) 50% untuk
metabolisme basal atau sekitar 55 kkal/kg/hari; b) 5-10% untuk Specific Dynamic Action (SDA); c) 12% untuk pertumbuhan; d) 25% untuk aktivitas fisik atau sebanyak 15-25 kkal/kg/hari; dan e) 10% terbuang melalui feses (PERSAGI 1990). Waktu Menonton Televisi Menurut Sumarwan (2002) televisi telah menjadi medium yang sangat banyak
menciptakan budaya
popular.
Televisi
adalah
medium untuk
menyampaikan banyak hal kepada masyarakat : sosial, politik, hiburan, olahraga, berita, dan iklan komersial.
Televisi di Indonesia telah menciptakan budaya
hiburan bagi masyarakat. Pada saat ini hampir sebagian besar tayangan televisi menampilkan beragam hiburan yang menarik untuk semua usia.
7
Televisi menggabungkan hal-hal yang menarik dan merupakan salah satu hiburan yang paling popular selama masa kanak-kanak.
Bagi sebagian anak
prasekolah dan bahkan yang lebih tua, menonton televisi merupakan kegiatan bermain tambahan. Akan tetapi, kebanyakan anak menggunakan waktu untuk menonton televisi lebih banyak dibandingkan kegiatan bermain lainnya.
Daya
tarik terhadap televisi sangat berbeda-beda pada setiap tingkatan usia (Hurlock 1980). Rata-rata anak prasekolah menghabiskan waktu untuk menonton televisi sebanyak setengah dari waktu kerja orang dewasa selama seminggu.
Sejak
anak berusia 3 tahun sampai masuk sekolah pada usia 6 tahun terjadi peningkatan yang tajam dalam jumlah waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat anak terhadap televisi, yaitu usia, jenis kelamin, intelegensi, status sosioekonomi, prestasi akademik, penerimaan sosial, dan kepribadian anak (Hurlock 1980). Intensitas alokasi waktu yang digunakan untuk menonton TV di setiap daerah dan juga keluarga menunjukkan variasi meskipun secara keseluruhan cukup intens, yaitu lebih dari satu jam per hari. Anak-anak di Sumatera Utara menghabiskan waktu untuk menonton televisi mulai dari satu jam hingga lebih dari empat jam per hari. Rata-rata waktu anak menonton televisi di Propinsi DI Yogyakarta relatif sedikit, yaitu di bawah dua jam per hari. Fenomena ini tak lepas dari kebijakan pemerintah setempat yang kondusif melalui pembiasaan ”jam belajar” di rumah sehingga kesempatan untuk menonton televisi dapat dikurangi. Meskipun lama menonton televisi sangat beragam, namun hampir semua orang tua memiliki kekhawatiran yang sama terhadap dampak menonton televisi terhadap anak-anak sehingga orang tua berupaya untuk membatasai dengan cara melarang atau juga mengalihkan aktivitas anak ke aktivitas lainnya (Bappenas 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dunstan et al
tahun 2010, waktu menonton televisi dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu ringan (<2 jam per hari), sedang (≥2 sampai <4 jam per hari), dan berat (≥4 jam per hari). Kegiatan menonton televisi adalah kegiatan rekreasi yang paling umum. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara menonton televisi dan kesehatan, seperti aktivitas fisik, diet, dan status berat badan (Meyer et al 2008).
Anak-anak yang menonton televisi cenderung
menghabiskan lebih sedikit kalori per menit.
Bagi anak dengan berat badan
8
normal, nonton televisi bisa menggerakkan 12% penurunan metabolisme dan turun sebanyak 16% bagi anak yang bertubuh gemuk (Dale 2001).
Banyaknya
aktivitas yang dilakukan, maka jenis-jenis makanan yang menyertai aktivitas itupun semakin banyak. Kegiatan menonton televisi mempengaruhi asupan gizi pada anak. Kegiatan menonton televisi anak dilakukan sambil mengemil atau makan (Novianan 2002). Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2003). Konsumsi pangan
adalah
jumlah pangan (tunggal/beragam)
dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu.
yang Tujuan
memperoleh pangan adalah untuk mendapatkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh.
Pada dasarnya keadaan gizi ditentukan oleh konsumsi pangan dan
kemampuan tubuh dalam menggunakan zat gizi tersebut (Hardinsyah dan Martianto 1989). Konsumsi pangan dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu karakteristik individu, karakteristik makanan, dan karakteristik lingkungan. Karakteristik individu yang mempengaruhi konsumsi pangan meliputi umur, jenis kelamin, pengetahuan, pendapatan dan kesehatan. Karakteristik makanan berupa rasa, bentuk, warna, tekstur, dan penampilan akan mempengaruhi nafsu makan seseorang. Karakteristik lingkungan yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah musim, tingkat sosial masyarakat, pekerjaan dan jumlah keluarga (Harper et al 2009). Penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan maupun kelompok. Tujuan dari survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran
tingkat kecukupan
bahan
makanan
serta
berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut.
faktor-faktor yang Salah
satu
metode
pengukuran konsumsi makanan untuk individu antara lain adalah metode recall 24 jam. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-berturut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih
9
optimal, dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Supariasa et al 2002). Metode recall 24 jam memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode recall 24 jam adalah (1) mudah dalam pelaksanaannya; (2) biaya relatif murah; (3) dapat mencakup banyak responden; dan (4) dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Adapun kekurangan metode recall 24 jam, yaitu (1) tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari jika hanya dilakukan recall sehari; (2) ketepatan sangat bergantung pada daya ingat responden; (3) responden perlu diberikan motivasi dan penjelasan tentang tujuan penelitian; dan membutuhkan tenaga yang terlatih (FKM-UI 2007). Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan, seperti menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta memproduksi substansial tertentu seperti hormon, enzim, dan antibodi.
Pengelompokkan zat gizi berdasarkan
jumlah yang dibutuhkan tubuh terbagi menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro merupakan zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar, sedangkan zat gizi mikro dibutuhkan dalam jumlah kecil. Zat gizi makro terdiri atas karbohidrat, protein dan lemak. Zat gizi mikro terdiri atas vitamin dan mineral (Sulistyoningsih 2011). Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah zat gizi yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan. Secara garis besar kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan dan tinggi badan. Kebutuhan gizi yang terpenuhi dengan baik akan diperoleh status gizi yang baik pula. Kebutuhan gizi pada anak harus terpenuhi dengan tepat. Kekurangan zat gizi pada anak dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit dan infeksi.
Jika berlebih dapat
menimbulkan obesitas (Uripi 2003). Energ i
Energi yang diperlukan tubuh dapat bersumber dari zat gizi karbohidrat,
lemak, dan protein. Setiap satu gram karbohidrat menghasilkan energi sebesar 4 kalori, satu gram protein menghasilkan 4 kalori, dan satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.
Energi diperlukan untuk berbagai proses metabolisme
10
dalam tubuh, yaitu untuk proses pertumbuhan dan mempertahankan fungsi jaringan tubuh, proses mempertahankan suhu tubuh, dan gerakan otot untuk aktivitas (Uripi 2003). Kebutuhan energi sehari anak pada tahun pertama sebesar 100-120 kkal/kg berat badan.
Setiap tiga tahun pertambahan umur, kebutuhan energi
anak turun 10 kkal/kg berat badan. Kebutuhan energi pada anak dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kebutuhan energi untuk anak menurut kelompok umur dan jenis kelamin Kelompok Umur (tahun) 0-1
Kebutuhan Energi (kkal/kg BB) Pria Wanita 110-120 110-120
1-3
100
100
4-6
90
90
6-9
80-90
60-80
10-14
50-70
40-55
14-18
40-50
40
Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian.
Selain itu
bahan makanan sumber karbohidrat yang mengandung energi tinggi, seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni (Almatsier 2003). Karbohidrat Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi utama.
Selain
sebagai
penghasil energi, karbohidrat juga memiliki fungsi lain, yaitu membantu pengeluaran feses, sebagai cadangan energi, pemberi
rasa
manis pada
makanan, pengatur metabolisme lemak, dan sebagai bagian dari struktur sel (Paath et al 2002). Sumber utama karbohidrat antara lain padi-padian, umbi-umbian, gula, tepung-tepungan, dan roti. Konsumsi sumber karbohidrat yang berlebih terutama gula pada anak-anak dapat menyebabkan obesitas dan mempercepat timbulnya aterosklerosis (pengapuran pembuluh darah) pada usia di atas 20 tahun. Karbohidrat yang berlebih akan diubah menjadi lemak dan disimpan dibawah kulit.
Kebutuhan karbohidrat yang dianjurkan adalah 60%-70% dari total
kebutuhan energi (Uripi 2003).
11
Protein Tubuh manusia terdiri atas berjuta-juta sel yang terbuat dari protein. Fungsi utama protein di dalam tubuh adalah sebagai zat pembangun.
Selain itu,
protein juga mampu berfungsi sebagai zat pengatur, zat sumber tenaga, serta sebagai alat pertahanan tubuh saat terserang penyakit (Uripi 2003). Protein yang terdapat dalam makanan, baik yang berasal dari hewani maupun nabati akan diuraikan menjadi asam-asama amino di dalam saluran pencernaan oleh enzim dan cairan pencernaan.
Selanjutnya, asam amino
diserap dalam usus, kemudian diangkut ke hati untuk diolah menjadi bentuk lain sesuai keperluan tubuh (Sediaoetama 2006). Kekurangan protein ditandai dengan kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
penurunan
gerak
reflek, dan menyebabkan
pertumbuhan
terhambat. Kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak. Fisisologis balita yang sedang dalam masa pertumbuhan memiliki kebutuhan Lema k
Lemak dan minyak merupakan zat gizi yang digunakan sebagai bahan
bakar dalam menghasilkan energi. Lemak terdiri dari molekul karbon, hidrogen dan oksigen. Lemak dapat larut pada zat pelarut tertentu.
Lemak yang ada
dalam makanan maupun tubuh dapat dibedakan menjadi tiga kelompok utama, yaitu trigliserida, kolesterol, dan fosfolipid (Hartono 2006). Lemak terbagi menjadi dua menurut sumber pangan, yaitu lemak hewani dan lemak nabati.
Lemak hewani berasal dari binatang seperti telur, ikan,
daging, dan susu.
Lemak nabati bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Lemak
memberikan cita rasa yang gurih, membuat tekstur makanan menjadi renyah, serta memberi kandungan kalori yang tinggi.
Dalam tubuh, lemak berfungsi
sebagai cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak (Sediaoetama 2006). Vitamin A Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak dan pelarut lemak. Vitamin A berperan penting dalam proses penglihatan, pertumbuhan, reproduksi, perkembangan tulang, kekebalan, dan mempertahankan jaringan epitel. Vitamin ini tahan terhadap panas, cahaya, dan alkali, tapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi (Sulistyoningsih 2011).
12
Kekurangan terhadap vitamin A dapat menyebabkan kerusakan kornea yang berakibat buruk pada kebutaan hingga kematian. Anak yang kekurangan vitamin A akan beresiko terhadap penyakit infeksi dan pernapasan, serta diare. Anak prasekolah yang menderita xeroftalmia akibat defisiensi vitamin A diperkirakan berjumlah 6-7 juta anak setiap tahun. Keracunan atau kelebihan vitamin A terjadi bila dikonsumsi dalam dosis tinggi dengan jangka waktu yang lama (Almatsier 2003). Sumber vitamin A terdapat dalam pangan hewani seperti hati, kuning telur, susu, dan mentega.
Vitamin A mengandung karoten atau provitamin A
yang merupakan pigmen kuning.
Karoten terdapat dalam bahan makanan
nabati, seperti papaya, wortel, bayam, brokoli dan seledri (Sediaoetama 2006). Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air. Vitamin ini berperan dalam pembentukan kolagen yang terdapat dalam tulang rawan, tulang, dan dentin.
Vitamin C berbentuk asam askorbat yang berperan dalam proses
penyembuhan luka, serta daya tahan tubuh melawan penyakit infeksi. Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraselular.
Beberapa karakteristiknya antara lain sangat mudah
teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam. Peran vitamin C sebagai antioksidan juga dapat melindungi anak-anak dari pencemaran lingkungan.
Kekurangan
vitamin C dapat menyebabkan sariawan dan anemia (Winarno 1992). Sumber vitamin C adalah buah-buahan dan sayuran yang dimakan segar. Proses penyimpanan dan pengolahan pangan yang mengandung vitamin C perlu diperhatikan. Vitamin ini mudah rusak oleh pemanasan dan oksidasi udara. Penyimpanan yang terlalu lama akan menyebabkan kehilangan vitamin C (Sulistyoningsih 2011). Vitamin D Vitamin D sangat penting bagi kesehatan tulang karena berperan dalam penyerapan kalsium di lambung dan saluran pencernaan, serta membantu pembentukan mineralisasi dalam tulang. Vitamin ini dapat disintesa dari jenis kolesterol tertentu yang terdapat di dalam jaringan di bawah kulit.
Defisiensi
vitamin D pada anak dapat menyebabkan penyakit rakhitis. Konsumsi berlebih
13
dari vitamin D dapat pula memberikan gejala hypervitaminosis D.
Hal ini
menimbulkan perkapuran di dalam jaringan (Sediaoetama 2006). Vitamin D yang berasal dari makanan, suplemen dan paparan sinar matahari bersifat inaktif secara biologis sehingga harus menjalani dua proses hidroksilasi di dalam tubuh untuk mengaktifkannya. Bahan makanan yang kaya akan sumber vitamin D ialah susu dan minyak ikan. Ikan salmon, kuning telur, keju, tuna dan udang merupakan bahan makanan hewani sumber vitamin D (Sulistyoningsih 2011). Kalsium (Ca) Kalsium merupakan mineral yang berperan dalam pertumbuhan dan kesehatan tulang serta gigi.
Di samping itu, kalsium berperan dalam proses
pembekuan darah serta pengaturan denyut jantung. Penyerapan kalsium dalam tubuh akan dipermudah bila kebutuhan akan vitamin D terpenuhi. Proses penyerapan mineral ini terjadi dalam usus (Uripi 2003). Bahan makanan sumber kalsium utama bagi anak-anak adalah susu. Susu nonfat termasuk salah satu sumber terbaik kalsium karena ketersediaan biologiknya yang tinggi. Bahan makanan yang kaya akan kalsium dan mudah diperoleh adalah kacang-kacangan dan hasil olahannya (tempe dan tahu), sayuran hijau, serta ikan yang dimakan bersama tulang (teri).
Kekurangan
kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan pengurangan pada masa dan kekerasan tulang yang sedang dibentuk (Almatsier 2003). Zat Besi (Fe) Zat besi merupakan senyawa essensial untuk pembentukan hemoglobin. Hemoglobin berperan dalam transportasi oksigen dari paru-paru menuju jaringan tubuh. Kekurangan akan zat besi dapat menyebabkan kurang darah, lemah dan lesu, serta tidak tahan terhadap serangan penyakit (Almatsier 2003), Sumber zat besi yang paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging, hati, kerang, dan telur.
Serealia
dan
kacang-kacangan
merupakan sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologik yang rendah.
Walaupun mineral ini terdapat luas di dalam makanan, banyak
penduduk dunia yang mengalami kekurangan besi, termasuk Indonesia. Prevalensi anemia gizi pada kelompok usia balita mencapai 47% (Depkes 2000).
14
Tingkat Kecukupan Gizi Keadaan gizi seseorang dipengaruhi juga dengan tingkat kecukupan. Tingkat kecukupan ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan. Kuantitas menunjukkan jumlah masingmasing zat gizi terhadap kebutuhan hidup. Konsumsi yang kurang baik kualitasnya maupun kuantitasnya akan memberikan kondisi status gizi yang kurang atau defisiensi. Gizi kurang dapat disebabkan oleh susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhannya tidak mencukupi kebutuhan badan. Kondisi ini terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh pesat yaitu kelompok anak balita (Sediaoetama 2006). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan, kemudian hasil tersebut dinyatakan dalam bentuk persen (Hardinsyah dan Briawan 1994). Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG), (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); dan kelebihan (≥120% AKG).
Klasifikasi tingkat
kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu kurang (<70% AKG) dan cukup (≥70-79% AKG). Status Gizi Anak Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan manusia dan kualitas hidup.
sumberdaya
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh
seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion) dan penggunaan (utilization) zat gizi. Pada dasarnya, merupakan refleksi dari makanan
yang
status gizi
dikonsumsi dan dimonitor dari
pertumbuhan fisik anak (Riyadi 2001). Status gizi adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang.
Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi
kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi (Harper et al 2009). Prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik adalah menggunakan pengukuran antropometri, khususnya pengukuran berat badan.
Ada beberapa
cara mengukur status gizi anak, yaitu dengan pengukuran antropometrik, klinik dan laboratorik (Hartono 2006).
15
Pengukuran
antropometrik adalah yang relatif paling sederhana dan
banyak dilakukan. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini. Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, dan indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini (Supariasa et al 2002). Klasifikasi status gizi berdasarkan BB/U atau TB/U atau BB/TB dengan menggunakan nilai z-skor dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi status gizi balita Indeks
Kriteria Gizi buruk Gizi kurang BB/ Gizi baik U Gizi lebih Sangat Pendek Pendek TB/U Normal Tinggi Sangat kurus Kurus BB/TB Normal Gemuk Sumber : Riskesdas (2007)
Standar Z-skor < -3,0 ≥ -3,0 s/d < -2,0 ≥ -2,0 s/d ≤ 2,0 > 2,0 < -3,0 ≥ -3,0 s/d < -2,0 ≥ -2,0 s/d ≤ 2,0 >2,0 < -3,0 ≥ -3,0 s/d < -2,0 ≥ -2,0 s/d ≤ 2,0 > 2,0
Status Kesehatan Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang, penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan kesehatan seseorang (Herlina 2001).
Keadaan lingkungan fisik
menentukan tingkat kesehatan masyarakat yang hidup di dalamnya dan dapat diukur dalam angka kematian dan kesakitan penduduk (Depkes 1993). Kekurangan makanan yang bergizi pada anak menyebabkan anak mudah sekali terserang penyakit yang pada akhirnya berakibat pada gangguan kesehatan. Hal tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan otak dan terjadinya gangguan perkembangan intelegensi (Winarno 1992). Infeksi dan demam dapat menyebabkan turunnya nafsu makan anak atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan sehingga akan berdampak pada terjadinya kurang gizi pada anak. Anak yang sakit dan sedang dalam masa penyembuhan memerlukan asupan pangan yang cukup untuk meningkatkan status kesehatan yang memburuk. Kondisi kesehatan yang buruk pada anak sangat rawan karena pada periode ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan (Harper et al 2009).
16
KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan
sumberdaya
manusia dan kualitas hidup. Status gizi adalah hasil dari konsumsi zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh.
Pada dasarnya,
status gizi merupakan refleksi
dari makanan yang dikonsumsi dan dimonitor dari pertumbuhan fisik anak (Riyadi 2001). Status gizi dan status kesehatan saling mempengaruhi.
Status gizi
adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tingkat kecukupan gizi juga mempengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi zat gizi yang cukup akan mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang. Sebaliknya jika konsumsi zat gizi berlebih atau kekurangan akan menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada seseorang. Kekurangan atau kelebihan konsumsi zat gizi dari kebutuhan normal dalam jangka waktu yang lama
dapat
membahayakan
kesehatan
sehingga
kesehatan (Hardinsyah & Martianto 1992). Tingkat
mempengaruhi kecukupan
gizi
status yang
menunjukkan konsumsi pangan yang baik. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh faktor individu meliputi usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan, serta aktivitas. Faktor
keluarga
yang
mempengaruhi konsumsi pangan meliputi pekerjaan, pendapatan, pendidikan dan besar keluarga (Sukandar 2007). Konsumsi pangan seseorang dikatakan baik jika sudah memenuhi kebutuhannya. jumlah zat gizi yang
Kebutuhan gizi seseorang adalah
diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan.
Kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan dan tinggi badan (Uripi 2003). Status gizi yang baik akan tercapai melalui konsumsi pangan yang memenuhi kebutuhan (Suhardjo 1996). Banyaknya
aktivitas fisik yang
dilakukan anak
dipengaruhi oleh
karakteristik individu dan karakteristik keluarga. Aktivitas fisik yang kurang akan menyebabkan pengeluaran energi yang sedikit.
Ketidakseimbangan
antara
aktivitas fisik, pengeluaran energi dan konsumsi pangan akan berdampak pada status gizi dan status kesehatan.
Perkembangan fasilitas-fasilitas berbasis
teknologi menyebabkan terbatasnya gerak dan aktivitas. Hal ini menyebabkan meningkatnya waktu menonton televisi.
Berkurangnya aktivitas fisik dan
meningkatnya waktu menonton televisi menyebabkan timbulnya berbagai masalah gizi dan kesehatan. Kegiatan menonton televisi anak biasa dilakukan sambil mengemil atau makan (Noviana 2002). penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Hubungan antara variabel
17
Karakteristik Anak • Usia • Jenis kelamin • BB • TB
Karakteristik Keluarga • Pekerjaan • Pendapatan • Pendidikan • Besar keluarga
Waktu MenontonTelevisi
Aktifitas fisik
Pengeluaran energi
Kebutuhan energi dan zat gizi
Konsumsi Pangan
Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi
Status gizi
Status kesehatan
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara aktifitas fisik, waktu menonton televisi, dan konsumsi pangan dengan status gizi dan status kesehatan. Keterangan :
= hubungan yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti
18
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain
cross sectional
study yaitu
pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan kemudahan akses dan perizinan dalam pelaksanaan penelitian. Kriteria yang digunakan dalam penetapan Taman Kanak-kanak adalah memiliki kelas bagi anak prasekolah usia 4-6 tahun dengan jumlah siswa lebih dari 30 anak. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi dari penelitian ini adalah siswa TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong yang berusia 4-6 tahun. Jumlah populasi siswa sebanyak 80 orang. Adapun penentuan sampel didasarkan atas kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria Inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek agar dapat diikut sertakan sebagai sumber data dalam penelitian.
Kriteria inklusi dalam
penelitian ini meliputi : 1) contoh dalam keadaan sehat dan 2) orangtua (ibu) mengijinkan anaknya menjadi contoh penelitian.
Contoh yang berusia kurang
dari 6 tahun 6 bulan dikategorikan dalam kelompok usia 6 tahun.
Kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah anak yang memiliki penyakit bawaan sejak lahir. Besar sampel merupakan bagian dari anggota populasi yang dijadikan sampel. Besar sampel yang diperoleh adalah sebanyak 32 orang yang dihitung berdasarkan rumus perhitungan proporsi sampel menurut Notoatmodjo (2010) sebagai berikut : 2
n = Z P (1- P) 2 d Keterangan : n = jumlah sampel Z = derajat kemaknaan (1,96) P = perkiraan proporsi gizi kurang sebesar 9,3% (Dinkes Kabupaten Bogor 2010) d = tingkat kepercayaan yang diinginkan sebesar 0,1 (Notoatmodjo 2010)
19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh, karakteristik keluarga contoh, aktivitas fisik dan waktu menonton televisi, serta konsumsi pangan.
Data
sekunder meliputi gambaran umum sekolah tempat penelitian berlangsung. Selengkapnya jenis dan cara pengumpulan data primer dan sekunder dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis data, variabel, cara pengumpulan data, dan alat bantu Jenis Data
Variabel Dan Data Karakteristik contoh 1. Nama 2. Alamat 3. Jenis kelamin 4. Usia 5. Berat badan 6. Tinggi badan Karakteristik keluarga contoh 1. Besar Keluarga 2. Pendidikan 3. Pendapatan Keluarga 4. Pekerjaan
Primer
Aktivitas fisik contoh
Cara Pengumpulan Data
Alat Bantu
Pengisian kuesioner oleh ibu contoh
Kuesioner
Pengukuran langsung (BB, TB)
Timbangan injak, Microtoise
Pengisian kuesioner oleh ibu contoh Pengisian kuesioner metode pencatatan 2x24 jam oleh ibu anak dikombinasikan dengan wawancara
Kuesioner
Kuesioner
Waktu menonton televisi Lama waktu dalam sehari Konsumsi zat gizi 1. Jenis pangan 2. Jumlah konsumsi
Sekunder
Status Kesehatan 1. Jenis penyakit 2. Lama sakit (hari) 3. Tempat berobat 4. Jenis penyembuhan Karakteristik sekolah 1. Nama 2. Alamat 3. Jumlah kelas 4. Jumlah murid 5. Jumlah guru
Pengisian kuesioner metode pencatatan 2x24 jam oleh ibu anak dikombinasikan dengan wawancara
Kuesioner
Pengisian kuesioner oleh ibu anak dengan metode recall 2x24 jam
Kuesioner
Pengisian kuesioner oleh ibu anak
Kuesioner
Kerjasama dengan pihak sekolah
Dokumen sekolah
20
Pengumpulan data primer diperoleh melalui alat bantu kuesioner. Pengisian kuesioner dikombinasikan dengan metode wawancara. penelitian diberikan dan diisi oleh ibu/pengasuh contoh.
Kuesioner
Kuesioner meliputi
pertanyaan/formulir tentang karakteristik contoh, karakteristik keluarga, keadaan kesehatan, serta konsumsi pangan dan aktivitas fisik hari ke-1 diberikan kepada ibu contoh pada hari pertama penelitian. Pada hari kedua penelitian, enumerator melakukan
wawancara
kepada
ibu/pengasuh
contoh
mengenai
pengisian
kuesioner hari ke-1 untuk memverifikasi dan mengecek kelengkapan kuesioner, serta memberikan formulir konsumsi pangan dan aktivitas fisik hari ke-2. Hari ketiga dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan contoh, melakukan wawancara
mengenai
pengisian
pengumpulan kuesioner oleh enumerator.
kuesioner hari
ke-2,
serta
Metode wawancara dikombinasikan
dengan observasi agar diperoleh informasi yang lengkap. Data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan timbangan injak digital (bathscale) dan mikrotoise. Alat yang digunakan telah dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Data konsumsi pangan contoh diperoleh melalui metode
record yang
dikombinasi dengan recall 2x24 jam, sedangkan data aktivitas fisik dan waktu menonton televisi diperoleh melalui metode pencatatan 2x24 jam.
Data
pencatatan aktivitas fisik dan recall konsumsi pangan dilakukan pada hari yang sama. Data status kesehatan diperoleh melalui metode pencatatan berdasarkan jenis penyakit dan lama sakit dalam satu bulan terakhir sebelum penelitian, tempat berobat, serta jenis pengobatan. Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows versi 16,0. Pengolahan data meliputi verifikasi, dianalisis.
coding, entri, cleaning,
dan selanjutnya
Verifikasi dilakukan untuk mengecek konsistensi informasi yang
diperoleh. Penyusunan code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Selanjutnya dilakukan entri data, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik contoh, karakteristik keluarga, aktivitas fisik, waktu menonton televisi, tingkat kecukupan zat gizi, status gizi dan status kesehatan anak.
Analisis deskriptif
21
disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, persentase, nilai minimum dan maksimum, nilai rata-rata dan standar deviasi. Data dianalisis menggunakan korelasi Rank Spearman dan Pearson. Analasis data digunakan untuk melihat hubungan antara variabel penelitian. Data aktivitas fisik yang diperoleh adalah jenis kegiatan dan alokasi waktu setiap kegiatan.
Jenis kegiatan contoh dikelompokkan menjadi beberapa
kegiatan yaitu tidur, sekolah (termasuk mengerjakan PR dan mengaji), kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat (Hardinsyah & Martianto 1992). Masing-masing alokasi waktu dari jenis kegiatan akan dikalikan dengan nilai Physical Activity Ratio (PAR). Nilai PAR tiap jenis kegiatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai PAR menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin Jenis Kegiatan
Laki-laki 1.0
Perempuan 1.0
Sekolah
1.6
1.5
Kegiatan ringan
1.6
1.5
Kegiatan sedang
2.5
2.2
Kegiatan Berat
6.0
6.0
Tidur
Sumber : FAO/WHO/UNU (1985) dalam Hardinsyah & Martianto (1992)
Aktivitas fisik diukur dengan menggunakan Physical Activity Level (PAL). Aktivitas fisik anak prasekolah digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu ringan (1,45), sedang (1,60), dan berat (1,90). Nilai PAL diperoleh dengan menghitung Nilai PAR dikalikan dengan alokasi waktu (jam) untuk setiap jenis kegiatan, lalu dibagi dengan jumlah waktu dalam satu hari (24 jam) Angka kebutuhan energi yang ditentukan dengan menghitung angka pengeluaran energi aktual yaitu tingkat aktivitas fisik dikalikan dengan angka metabolisme basal pada anak usia prasekolah sebesar 55 kkal/kg BB/hari dalam PERSAGI
(1990).
Rumus
angka
kebutuhan
energi
sebagai
berikut
(FAO/WHO/UNU 2001) : Angka kebutuhan energi = tingkat aktivitas fisik x angka metabolisme basal
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) konsumsi makanan pada tingkat individu atau rumah tangga diterjemahkan ke dalam bentuk energi, protein, lemak, vitamin dan mineral per orang per hari. Data konsumsi pangan diperoleh dari food recall 2x24 jam kemudian dikonversikan ke dalam energi dan
22
zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan Daftar Kandungan Gizi
Makanan Jajanan (DKGJ). Konversi dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994) : KGij = Bj/100 x BDDj/100 x Gj Keterangan : KGij = Kandungan zat gizi dari bahan makanan j yang dikonsumsi dengan berat B (g) Bj = Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Gj = Kandungan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan (% BDD)
Ratio energi
dan zat
gizi terhadap
menggambarkan tingkat kecukupan individu.
kecukupan
yang
dianjurkan
Tingkat kecukupan energi dan
protein dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi dengan kebutuhan energi dan protein contoh. Perhitungan tingkat kecukupan energi dan protein dapat dilihat pada rumus berikut : Tingkat kecukupan E,P =
Tingkat
kecukupan
Konsumsi E.P x 100% Angka kebutuhan E,P
vitamin dan
mineral
dibandingkan terhadap
kecukupan protein, vitamin dan mineral. Angka kecukupan protein, vitamin dan mineral yang digunakan berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1998) dalam Supariasa (2001) adalah 460 RE vitamin A, 45 mg vitamin C, 10 µg vitamin D, 500 µg kalsium, dan 9 mg zat besi. Perhitungan tingkat kecukupan vitamin dan mineral dapat Kandungan dilihat pada rumus berikut: Tingkat kecukupan zat gizi =
Konsumsi zat gizi kecukupan zat gizi
x 100% Angka
Penentuan status gizi berdasarkan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dengan menggunakan standar baku WHO-NCHS.
Status
gizi
dikategorikan menjadi gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. Penentuan status kesehatan berdasarkan jenis penyakit dan lama sakit dalam satu bulan terakhir sebelum penelitian.
Kategori
penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
pengukuran
berdasarkan
variabel
23
Tabel 6 Variable dan kategori data No.
Variabel
1.
Besar keluarga
2.
Pekerjaan orangtua
Kategori 1. Kecil (≤ 4 orang) 2. Sedang (5-6 orang) 3. Besar (≥ 7 orang) 1. PNS 2. Pegawai swasta 3. Wiraswasta 4. Tidak bekerja/Ibu rumah tangga
3.
Pendidikan orangtua
1. 2. 3. 4. 5.
SD SMP SMA Akademi /sarjana Pasca sarjana
4.
Tingkat aktifitas fisik (Sjostrom et al 2005)
1. 2. 3. 4.
Sangat ringan (<1,45) Ringan (1,45-1,59) Sedang (1,60-1,89) Berat (1,90)
5.
Tingkat pendapatan keluarga (Rp/kapita/bulan)
1. Rumah tangga tidak miskin (> garis kemiskinan) 2. Rumah tangga miskin (≤ garis kemiskinan)
6.
Waktu menonton televisi (Dunstan et al 2010)
1. Ringan (<2 jam per hari), 2. Sedang (≥2 sampai <4 jam per hari), 3. Berat (≥4 jam per hari).
7.
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein (Depkes 1996)
1. Defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan) 4. Normal (90-119% angka kebutuhan) 5. Kelebihan (≥120% angka kebutuhan)
8.
Tingkat kecukupan vitamin dan mineral (Gibson 2005)
1. Kurang (<77% angka kecukupan) 2. Cukup (≥77% angka kecukupan)
9.
Status gizi (WHO)
1. BB/U 2. TB/U 3. BB/TB
10.
Status kesehatan
1. Jenis penyakit 2. Lama sakit
Definisi Operasional Asupan energi dan zat gizi adalah jumlah energi (kkal), protein (g), karbohidrat (g), lemak (g), vitamin A (RE), vitamin C (mg), vitamin D (µg), kalsium (µg) dan zat besi (mg) bersumber dari makanan dan minuman yang dikonsumsi contoh dalam sehari. Aktivitas fisik adalah kegiatan contoh selama 24 jam yang meliputi sekolah, kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat.
tidur,
24
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan satu dapur serta bergantung pada sumber penghidupan yang sama. Contoh adalah anak usia prasekolah yang berasal dari TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong yang berusia 4-6 tahun (usia kurang dari 6 tahun 6 bulan dikategorikan dalam kelompok usia 6 tahun), dalam keadaan sehat, bersedia menjadi subyek penelitian, dan tidak memiliki penyakit bawaan sejak lahir. Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh dalam sehari. Pendidikan orangtua adalah jenjang pendidikan formal yang dicapai oleh orangtua (ayah dan ibu) contoh. Pengeluaran energi adalah jumlah energi yang dikeluarkan berdasarkan perhitungan angka metabolisme basal dan tingkat aktivitas fisik selama 1x24 jam. Status gizi adalah kondisi
fisik anak
yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan dan penggunaan zat gizi yang diukur dengan dengan cara z-skor menggunakan indeks antropometri BB/U, TB/U dan BB/TB. Status kesehatan adalah keadaan kesehatan (riwayat sakit) anak dalam satu bulan terakhir yang meliputi status sakit,
jenis penyakit, frekuensi sakit
(berapa kali sakit) dan lama sakit (dalam hari). Tingkat aktivitas fisik adalah intensitas kegiatan contoh yang dinyatakan dengan nilai PAL (physical activity level). Tingkat kecukupan adalah total konsumsi zat gizi aktual berdasarkan metode recall 2 x 24 jam yang dibandingkan dengan angka kebutuhan zat gizi sehari anak dan dinyatakan dalam persen. Tingkat pendapatan keluarga adalah tingkat ekonomi rumah tangga yang dilihat dari total penghasilan keluarga dalam satu bulan dibagi jumlah anggota keluarga (per kapita). Waktu menonton televisi adalah lama waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi selama 24 jam.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum TK TKA Plus Ihsan Mulya merupakan taman kanak-kanak Al-Quran yang berdiri pada tahun 2002.
Sekolah ini terletak di Jl. Raya Al-Falah No.9,
Kelurahan Harapan Jaya. Cibinong. Jumlah seluruh siswa di TKA Plus Ihsan Mulya sebanyak 87 siswa.
Siswa yang menjadi contoh dalam penelitian ini
berjumlah 32 siswa, yaitu kelas A terdiri dari 7 siswa, kelas B1 terdiri dari 12 siswa, serta kelas B2 terdiri dari 13 siswa. Jumlah guru di TKA Plus Ihsan Mulya berjumlah 6 orang. Kegiatan belajar mengajar dilmulai pukul 8.30 hingga 10.30.
Kegiatan
belajar mengajar dilaksanakan hari senin hingga kamis untuk kelas A, sedangkan kelas B dilaksanakan hari senin hingga jumat. Sarana dan prasarana yang terdapat di TKA Plus Ihsan Mulya cukup memadai.
Sarana yang terdapat di TKA Plus Ihsan Mulya terdiri dari taman
bermain dan tiga ruang kelas yang digunakan untuk
kelas A, B1 dan B2.
Fasilitas yang terdapat di setiap ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, 1 buah meja guru, 2 buah kursi guru, 1 buah papan tulis, dan 1 buah jam dinding. Dinding kelas dihiasi oleh lukisan hasil karya siswa. Jumlah meja dan kursi yang terdapat disetiap kelas disesuaikan dengan jumlah murid. Karakteristik Contoh Usia Gambar 2 menunjukkan sebaran usia contoh.
Sebagian besar contoh
berusia 5 tahun (47%), dan sisanya berusia 6 tahun (31%) serta 4 tahun (22%). Faktor umur menjadi penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah (Supariasa et al 2002)
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan usia
26
Jenis Kelamin Berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh berjenis kelamin perempuan (53%) dan sisanya adalah laki-laki (47%) seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Jenis kelamin adalah salah satu
faktor penentu kebutuhan dan pengeluaran energi contoh.
Kebutuhan energi
seorang sehari ditaksir dari angka metabolisme basal (AMB), aktivitas fisik, dan pengaruh dinamika khusus makanan.
AMB dipengaruhi oleh umur, jenis
kelamin, berat badan dan tinggi badan (Almatsier 2003).
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Berat Badan Berdasarkan Tabel 7, rata-rata berat badan contoh laki-laki dan perempuan berada diatas berat badan ideal.
Rata-rata berat badan contoh
perempuan lebih besar dibandingkan contoh laki-laki.
Rata-rata berat badan
contoh kelompok usia 4-<5 tahun adalah laki-laki sebesar 17,7 kg dan perempuan sebesar 20,1 kg.
Rata-rata berat badan contoh kelompok usia 5-6
tahun adalah laki-laki sebesar 19,9 kg dan perempuan sebesar 21,4 kg. Berdasarkan kelompok usia, berat badan contoh laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia maka berat badan juga semakin besar. Tabel 7 Rata-rata berat badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin Usia
Berat Badan (rata-rata±SD)
Berat Badan Ideal
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
4-<5 tahun
17,7 ± 0
20,1 ± 7,5
17,6
16,7
5-6 tahun
19,9 ± 4,0
21,4 ± 4,5
19,7
18,6
27
Berat badan yang besar akan mempunyai AMB yang lebih tinggi dibandingkan berat badan yang kecil. Berat badan sangat berpengaruh terhadap angka metabolisme basal. Berat badan dapat menggambarkan komposisi tubuh. Pada masa bayi dan balita, berat badan digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi (Almatsier 2003). Tinggi Badan Tabel 8 menunjukkan rata-rata tinggi badan contoh laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Rata-rata tinggi badan contoh baik laki-laki maupun perempuan berada diatas tinggi badan ideal, namun pada kelompok usia 4-<5 tahun berada dibawah tinggi badan ideal.
Rata-rata tinggi badan
contoh kelompok usia 4-<5 tahun adalah laki-laki sebesar 105,5 cm dan perempuan sebesar 105 cm.
Rata-rata tinggi badan contoh kelompok usia 5-6
tahun adalah laki-laki sebesar 113,3 cm dan perempuan sebesar 111,6 cm. Semakin bertambahnya usia, maka tinggi badan juga meningkat. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan usia (Supariasa et al 2002). Tabel 8 Rata-rata tinggi badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin Usia
Tinggi Badan (rata-rata±SD)
Tinggi Badan Ideal
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
4-<5 tahun
105,5 ± 0
105,0 ± 6,5
106.2
104.8
5-6 tahun
113,3 ± 4,8
111,6 ± 3,9
113.1
111.5
Tinggi badan dapat menggambarkan status gizi seseorang. Tinggi badan pada dasarnya merupakan hasil pengukuran terhadap jaringan tulang tubuh. Tinggi badan merupakan gabungan dari pengukuran komponen-komponen tubuh seperti kaki, pelvis, punggung, dan kepala. Tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama (Jellife & Jellife 1989). Karakteristik Keluarga Pendidikan Orangtua Pendidikan orangtua contoh dapat dilihat pada Tabel 9.
Rata-rata
pendidikan ayah contoh adalah akademi/S1 sebesar 43,8 %, sedangkan rata-
28
rata pendidikan ibu contoh adalah SMA sebesar 53%.
Berdasarkan Tabel 8
dapat diketahui bahwa pendidikan tertinggi ayah contoh adalah S2/S3 (3,1%) dan pendidikan tertinggi ibu contoh adalah akademi/S1 (15,6%).
Pendidikan
terendah baik ayah maupun ibu contoh adalah SD (masing-masing 3,1% dan 6,3%). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua n
Ayah %
n
%
SD
1
3.1
2
6.3
SMP
4
12.5
8
25.0
SMA
12
37.5
17
53.1
Akademi/S1
14
43.8
5
15.6
S2/S3
1
3.1
0
0.0
Total
32
100
32
100
Pendidikan
Tingkat pendidikan orangtua
Ibu
merupakan salah
satu
faktor yang
berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Pekerjaan Orangtua Tabel 10 menunjukkan sebagian besar ayah contoh bekerja sebagai pegawai swasta (50%), sedangkan lainnya bekerja sebagai pegawai PNS (18,8%), wiraswasta (31,3%) dan tidak ada ayah contoh yang tidak bekerja. Sebagian besar ibu contoh merupakan ibu rumah tangga (59,4%) dan lainnya bekerja sebagai swasta (3,1%), wiraswasta (15,6%) dan PNS (21,9%). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua Jenis pekerjaan
Ayah
Ibu
n
%
n
%
6
18.8
7
21.9
Swasta
16
50.0
1
3.1
wiraswasta
10
31.3
5
15.6
Tidak bekerja/ibu rumah tangga
0
0.0
19
59.4
Total
32
100
32
100
PNS
29
Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan. Jika keluarga tidak memiliki pekerjaan tetap, maka pendapatan keluarga setiap bulannya juga tidak dapat dipastikan (Khomsan 2007). Besar Keluarga Tabel 11 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga. Sebagian besar keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil (81,3%). Konsumsi pangan dalam suatu keluarga berkaitan dengan jumlah anggota keluarga. Semakin besar suatu keluarga, maka pangan yang untuk setiap anak berkurang. Keluarga akan lebih mudah memenuhi kebutuhan akan makanannya jika jumlah anggota keluarga yang harus diberi makan lebih sedikit (Suhardjo 2003). Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Kecil (≤ 4 orang)
n 26
% 81.3
Sedang (5-6 orang)
5
15.6
Besar (≥ 7 orang)
1
3.1
32
100
Total
Tingkat Pendapatan Keluarga Tabel 12 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan besar pendapatan keluarga per kapita per bulan.
Sebagian besar pendapatan keluarga contoh
berada pada kategori Rp360.000 – Rp650.000/kapita/bulan (59,4%). Rata-rata pendapatan keluarga contoh sebesar Rp 582.991/kapita/bulan. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan besar pendapatan keluarga per bulan Besar Pendapatan (Rp/kapita/bulan) ≤ Rp 350.000
n 5
% 15.6
Rp 360.000 - Rp 650.000
19
59.4
> Rp 660.000
8
25
Total
32
100
Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang menunjukkan status sosial ekonomi keluarga. Tingkat pendapatan berkaitan dengan konsumsi
30
pangan dalam suatu keluarga.
Pada umumnya, jika tingkat pendapatan naik,
jumlah dan jenis makanan cenderung membaik pula (Sukandar 2007). Tabel 13 menunjukkan sebagian besar contoh berada pada kategori rumah tangga tidak miskin (90,6%) jika dibandingkan dengan garis kemiskinan di Kabupaten Bogor. Namun, masih terdapat contoh yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin yaitu sebesar 9,4%.
Pendapatan per kapita per bulan
menunjukkan garis kemiskinan penduduk di suatu wilayah. Garis kemiskinan di Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp 293.015 (BPS 2011). Tabel 13 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori kemiskinan Kategori Kemiskinan
n
%
3
9.4
Rumah tangga tidak miskin (> Rp 293.015)
29
90.6
Total
32
100
Rumah tangga miskin (≤ Rp 293.015)
Konsep dasar
garis kemiskinan ditetapkan berdasarkan
besarnya
pengeluaran untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar seseorang agar dapat hidup dengan layak. Hal ini menunjukkan jika suatu keluarga berada dibawah garis kemiskinan, maka keluarga tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dari setiap anggota keluarganya. Kemiskinan di tingkat keluarga akan menurunkan kuantitas dan kualitas konsumsi makanan dan aksesibilitas pelayanan kesehatan (Khomsan 2009). Aktivitas Fisik Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa rata-rata AMB contoh laki-laki sebesar 977 kkal lebih besar dibanding contoh perempuan yaitu 967 kkal. Hal ini menurut Sizer dan Whitney (2000) dikarenakan komposisi tubuh laki-laki yang lebih didominasi otot dibandingkan perempuan yang lebih banyak jaringan adiposa sehingga mempengaruhi nilai AMB. Semakin banyak jaringan otot yang dimiliki maka akan semakin besar energi yang diperlukan untuk kerja otot. Selain itu, angka metabolisme basal perempuan lebih rendah 5% daripada laki-laki. Tabel 14 Rata-rata angka metabolisme basal (AMB) berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Angka Metabolisme Basal(rata-rata ± SD)
Laki-laki
977 ± 80,7
Perempuan
967 ± 82,4
Total
971 ± 80,5
31
Tabel 15 menunjukkan rata-rata alokasi waktu (jam/hari) berdasarkan jenis kegiatan. Sebagian besar kegiatan anak prasekolah dihabiskan untuk tidur, yaitu sebanyak 10,5 jam/hari. Selain itu, rata-rata anak prasekolah juga banyak mengalokasikan
waktu mereka
untuk sekolah,
berjalan dan bersepeda,
menonton televisi, bermain ringan, serta makan dan minum. Kegiatan mandi dan berpakain memiliki alokasi waktu yang paling kecil dibanding kegiatan lainnya, yaitu 1 jam/hari. Tabel 15 Rata-rata alokasi waktu (jam/hari) berdasarkan jenis kegiatan Jenis Kegiatan
Rata-rata (Jam/Hari)
Tidur
10.5
Sekolah
3.7
Bemain ringan
1.5
Berjalan,bersepeda
3.0
Makan dan minum
1.3
Mandi, berpakaian
1.0
Menonton tv Total
2.9 24.0
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh berada pada kategori tingkat aktivitas fisik (PAL) ringan (62,5 %). Adapun contoh yang berada pada kategori tingkat sangat ringan (34,4%) umumnya contoh tersebut memiliki waktu tidur yang lebih banyak, tidak mengikuti aktivitas mengaji dan lebih sering melakukan aktivitas menonton televisi atau melakukan kegiatan bermain ringan. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik (PAL) Tingkat Aktivitas Fisik Sangat ringan (<1,45)
n 11
% 34,4
Ringan (1,45≤PAL≤1,59)
20
62,5
Sedang (1,60≤PAL≤1,89)
1
3,1
Berat (≥1,90)
0
0,0
Total
32
100,0
Min-maks Rata-rata ± SD
1,35-1,60 1,44 ± 0,05
Aktivitas fisik yang sangat ringan pada anak dapat berdampak pada kesehatan dan perkembangan anak.
Usia prasekolah membutuhkan berbagai
aktivitas fisik yang menunjang bagi perkembangan fisik maupun motorik anak. Rendahnya aktivitas fisik dapat beresiko mengalami kegemukan atau obesitas, serta mengalami gangguan kesehatan (Sulistyoningsih 2011).
32
Berdasarkan Tabel 17, pengeluaran energi pada contoh laki-laki lebih besar dibandingkan pengeluaran energi pada contoh perempuan.
Rata-rata
pengeluaran energi contoh laki-laki sebesar 1422 kkal, sedangkan rata-rata pengeluaran energi contoh perempuan sebesar 1372 kkal. Hal ini disebabkan angka metabolisme basal laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan lakilaki cenderung lebih aktif serta lebih banyak melakukan kegiatan berat daripada perempuan sehingga pengeluaran energinya lebih besar pada contoh laki-laki dibandingkan perempuan. Tabel 17 Rata-rata pengeluaran energi contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
Pengeluaran Energi (kkal/hari)
Laki-laki
1422 ± 102,7
Perempuan Rata-rata ± SD
1372 ± 142,3 1400 ± 121,2
Besar energi yang dikeluarkan berkaitan dengan kejadian gizi lebih. Energi dari konsumsi pangan yang tidak dibakar dengan aktivitas fisik akan menjadi tumpukan lemak
dalam tubuh. Ada
dua
cara utama tubuh
mengeluarkan energi yaitu metabolisme basal dan aktivitas fisik. Kedua
hal
tersebut merupakan komponen utama dalam pengeluaran energi (Sizer & Whitney 2000). Waktu Menonton Televisi Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa sebagian besar contoh memiliki waktu menonton televisi pada kategori sedang (59,4%).
Berdasarkan hasil
wawancara, diketahui bahwa contoh biasanya menggunakan waktu belajar atau makan mereka dengan dibarengi oleh kegiatan menonton televisi. Waktu yang cukup banyak dihabiskan contoh dalam menonton televisi dikarenakan sebagian besar orang tua tidak membatasi waktu anak untuk menonton televisi sehingga hanya sedikit contoh yang berada pada kategori ringan (25,6%). Tabel 18 Waktu menonton televisi anak dalam sehari Waktu Menonton Televisi Ringan (<2 jam/hari)
n 5
% 15,6
Sedang (≥2 sampai <4 jam per hari)
19
59,4
Berat (≥4 jam per hari).
8
25
Total
32
100
Min-Maks
1,5-4,5
Rata-rata±SD
2,9±0,9
33
Kebanyakan anak menggunakan waktu untuk menonton televisi lebih banyak dibandingkan kegiatan bermain lainnya.
Anak prasekolah
dapat
menghabiskan waktu untuk menonton televisi sebanyak setengah dari waktu kerja orang dewasa selama seminggu. Jumlah waktu untuk menonton televisi bagi anak ditentukan oleh berbagai hal, yaitu peraturan keluarga, tuntutan pekerjaan rumah, jumlah televisi yang dimiliki, dan berapa banyak anggota keluarga yang berbagi waktu menonton televisi (Hurlock 1991). Konsumsi Pangan Anak Usia Prasekolah Pangan yang dikonsumsi digolongkan berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) terdiri dari bahan makanan sumber karbohidrat, sumber protein hewani, sumber protein nabati, sayuran, buah-buahan, susu, minyak, dan gula. Bahan makanan sumber karbohidrat dan olahannya yang sering dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 19.
Terdapat tiga jenis makanan
yang lebih banyak dikonsumsi contoh, yaitu nasi (100%), roti (31,3%), dan Biskuat Bolu (28,1%).
Rata-rata jumlah makanan sumber karbohidrat yang
dikonsumsi adalah 190,7 g/hari.
Nasi merupakan jenis makanan yang paling
banyak dikonsumsi. Hal ini dikarenakan nasi merupakan salah satu hidangan utama yang dikonsumsi setiap hari. Kebanyakan contoh mengonsumsi makanan ringan komersiil untuk dijadikan bekal sekolah ataupun makanan selingan. Tabel 19 Konsumsi makanan sumber karbohidrat dan olahannya (g/hari) Jenis Makanan Nasi Nasi uduk
n 32 6
% 100.0 18.8
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari) 159.6 0.8
4
12.5
1.8
Jagung
7
21.9
0.8
Roma Kelapa
2
6.3
5.9
Biskuat
9
28.1
2.3
Slai O'lai
3
9.4
4.8
Biskuat Bolu
4
12.5
5.3
Roti
10
31.3
2.9
Mie instan
12
37.5
0.9
Hello Panda
3
9.4
3.5
Kentang goreng
4
12.5
1.3
Chitato
5
15.6
0.8
Bubur ayam
Total
190.7
*) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
*)
34
Makanan sumber protein hewani dan olahannya dapat dilihat pada Tabel 20. Jenis sumber protein hewani dan olahannya yang paling sering dikonsumsi contoh, yaitu telur (93,8%), ayam (71,9%), dan nugget (50%). Rata-rata jumlah makanan sumber protein hewai yang dikonsumsi contoh sebesar 89,2 g/hari. Sebagian besar contoh sangat menyukai berbagai hidangan olahan ayam dan Selain dari rasa, alasan contoh sering mengonsumsi kedua pangan
telur.
tersebut adalah mudah didapat dan memiliki harga yang ekonomis. Tabel 20 Konsumsi makanan sumber protein hewani dan olahannya (g/hari) Jenis Makanan
n
%
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari)
Sosis
4
12.5
0.6
Nugget
16
50.0
9.8
Bakso
5
15.6
0.6
Ayam
23
71.9
26.9
Telur
30
93.8
45.6
Lele
7
21.9
1.4
Daging sapi
10
31.3
2.6
Ikan mas
7
21.9
1.5
Hati ayam
3
9.4
0.1
Cumi
2
6.3
0.1
Ikan bandeng
2
6.3
*)
0.1 Total 89.2 *) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
Makanan sumber protein nabati dan olahannya yang dikonsumsi oleh contoh terdapat pada Tabel 21.
Golongan bahan makanan sumber protein
nabati cukup jarang dikonsumsi oleh contoh. Jenis sumber protein nabati dan olahannya yang paling dominan dikonsumsi contoh, yaitu kecap (25%) dan tempe (15,6%). Jumlah pangan sumber protein yang dikonsumsi sangat rendah yaitu 2,8 g/hari atau sebesar . Anak usia 4-6 tahun sebaiknya mengonsumsi lauk nabati sebanyak 2,5 satuan penukar dalam satu hari (Sulistyoningsih 2011). Tabel 21 Konsumsi makanan sumber protein nabati dan olahannya (g/hari) Jenis Makanan
n
%
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari)
Tahu
3
9.4
0.8
Tempe
5
15.6
1.1
Kecap
8
25.0
1.0
Total
*)
2.8
*) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
35
Berdasarkan hasil wawancara, para orangtua menyatakan jarang sekali anak yang menyukai bahan makanan sumber protein nabati karena rasa dan aroma bahan makanan tersebut kurang menarik meskipun harganya jauh lebih murah dibandingkan bahan makanan sumber protein hewani. Sayuran yang dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 22. Jumlah sayuran yang dikonsumsi contoh masih sangat jauh dari jumlah yang dianjurkan. Rata-rata jumlah sayuran yang dikonsumsi hanya sebesar 3,4 g/hari.
Jenis
sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah wortel (62,5%) dan buncis (43,8%). Rata-rata jumlah sayuran yang dikonsumsi contoh sebesar 17,2 g/hari. Jumlah ini sangat rendah dibandingkan dengan jumlah yang dianjurkan. Anakanak dianjurkan mengonsumsi sayur sebanyak 100 g/hari (Sulistyoningsih 2011). Tabel 22 Konsumsi sayuran (g/hari) Jenis Makanan Bayam
n 6
% 18.8
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari) 1.8
Caysin
15
46.9
4.0
Wortel
20
62.5
7.4
Buncis
14
43.8
4.1
Total
*)
17.2
*) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa jenis buah yang sering dikonsumsi contoh adalah jeruk (15,6%).
Buah merupakan golongan bahan
makanan yang jarang dikonsumsi contoh. Rata-rata
jumlah
buah
yang
dikonsumsi contohadalah 3,3 g/hari. Anak yang berusia 4-6 tahun dianjurkan untuk mengonsumsi 300 g buah setiap harinya (Sulistyoningsih 2011). Tabel 23 Konsumsi buah (g/hari) Jenis Makanan
n
%
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari)
Apel Jeruk
3 5
9.4 15.6
1.3 2.0
Total 3.3 *) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
Jenis makanan golongan minyak yang dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 24.
Sebanyak 93,8% contoh mengonsumsi minyak goreng.
Rata-
rata jumlah minyak yang dikonsumsi contoh yaitu 28,8 g/hari, jumlah tersebut melebihi jumlah yang dianjurkan. Jumlah golongan minyak yang dianjurkan untuk dikonsumsi anak-anak adalah sebanyak 20 g atau 2 sendok makan setiap harinya (Sulistyoningsih 2011).
36
Tabel 24 Konsumsi sumber minyak (g/hari) Jenis Makanan Santan Minyak goreng Mentega
n 4 30 4
*)
% 12.5 93.75 12.5
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari) 0.2 27.8 0.7 Total 28.8 *) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
Tabel 25 menunjukkan jenis dan jumlah susu yang dikonsumsi contoh. Susu merupakan golongan bahan makanan yang paling sering dikonsumsi oleh anak. Berbagai jenis produk susu usia balita dikonsumsi contoh, baik dalam bentuk susu bubuk maupun susu cair dalam kemasan. Jenis susu yang sering dikonsumsi adalah susu bubuk Frisian Flag (31,3%) dan Dancow (25%). Ratarata jumlah konsumsi sumber susu contoh adalah sebesar 58,8 ml/hari dalam bentuk cair dan 62,2 g/hari dalam bentuk padat. Jumlah konsumsi sumber susu tersebut melebihi jumlah yang dianjurkan. Menurut Sulistyoningsih (2011), anak usia 4-6 tahun dianjurkan mengonsumsi susu sebanyak 200 cc susu segar atau 20 g susu bubuk. Olahan susu seperti es krim menjadi salah satu jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak. Tabel 25 Konsumsi sumber susu dan hasil olahannya Jenis Makanan Cair (ml/hari)
n
%
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi
Milkuat
6
18.8
2.5
Calpico
2
6.3
0.3
Yakult
4
12.5
0.3
Frisian Flag pack
7
21.9
13.2
Indomilk pack
8
18.8
15.3
Real Good
7
21.9
4.5
Ultra Milk pack
8
18.8
22.8
Total
58.8
Padat (g/hari) Keju
3
9.4
1.2
Es krim
5
15.6
5.5
Biokids
2
6.3
1.3
SGM
4
12.5
3.8
10
31.3
26.1
Bonito Dancow
4 8
12.5 25
3.4 17.6
Bebelac
4
12.5
3.4
Frisian Flag bubuk
*)
Total 62.2 *) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
37
Konsumsi sumber gula dan hasil olahannya dapat dilihat pada Tabel 26. Jenis gula yang paling sering dikonsumsi adalah gula pasir (53,1%) dan produk permen (12,5%).
Rata-rata jumlah gula yang dikonsumsi contoh adalah 11,1
g/hari. Jumlah gula yang dianjurkan untuk dikonsumsi anak usia 4-9 tahun adalah sebanyak 30 gatau 3 sendok makan per hari. Tabel 26 Konsumsi sumber gula dan hasil olahannya (g/hari) Jenis Makanan Jelly Selai Gula pasir Teh kotak Permen
n % Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari) 2 6.3 0.1 3 9.4 0.0 17 53.1 9.8 1 3.1 0.1 4 12.5 1.1 Total 11.1 *) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
*)
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat gizi Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Tabel 27 diketahui bahwa rata-rata karbohidrat, vitamin C dan zat besi contoh masih lebih rendah dibandingkan kecukupan yang dianjurkan, masing-masing sebesar 1395 kkal,
284,8 g, dan
7,6 g. Tingkat
kecukupan energi dihitung dengan membandingkan antara asupan energi dengan angka kebutuhan (estimated average requirement/EAR). angka kebutuhan energi
diperoleh dari pengeluaran energi.
Penentuan Rata-rata
pengeluaran energi contoh sebesar 1400 kkal menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan dengan AKG. Tingkat kecukupan energi akan lebih tepat jika menggunakan EAR dibandingkan AKG, karena EAR menggunakan angka metabolisme basal berdasarkan kelompok usia, ukuran tubuh (berat badan), dan aktifitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001). Tabel 27 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi contoh Zat Gizi (satuan)
Asupan
AKG
Tingkat Kecukupan (%)
Energi (kkal)
1395
1400
99,9
Protein (g)
51,9
32
162,1
Lemak (g)
55,7
25,4
180
Karbohidrat (g)
284,8
290
116,2
Vitamin A (RE)
814,7
400
177,1
Vitamin C (mg)
36,2
45
80,5
Vitamin D (µg)
14,6
5
146,2
Kalsium (µg)
871,1
500
174,2
Zat besi (mg)
7,6
9
84,7
38
Asupan vitamin C dan zat besi yang lebih rendah dibandingkan AKG dikarenakan rendahnya konsumsi contoh akan pangan sumber vitamin C dan zat besi. Rata-rata asupan protein, lemak, vitamin A, vitamin D, dan kalsium yang melebihi AKG. Secara umum asupan zat gizi contoh diperoleh dari konsumsi pangan sehari yang merupakan penjumlahan dari makan pagi, siang, malam, dan makanan selingan. Kebutuhan gizi pada anak harus terpenuhi dengan tepat, sehingga tercapai status gizi yang baik. terhadap masalah gizi.
Usia prasekolah merupakan usia yang rawan
Kekurangan zat gizi pada anak dapat menyebabkan
timbulnya berbagai penyakit dan infeksi.
Jika berlebih dapat menimbulkan
obesitas (Uripi 2003). Tingkat Kecukupan Energi Tabel 28 menunjukkan tingkat kecukupan energi sebagian besar contoh berada pada kategori normal (59,4%) dan lebih (21,9%). Hal ini menunjukkan konsumsi pangan sumber energi contoh sudah memenuhi kebutuhan. Rata rata contoh mengonsumsi susu dan jajanan seperti biskuit, yang mengandung energi cukup tinggi.
Contoh yang berada pada kategori defisit sedang dan ringan
(9,4%) dipengaruhi oleh nafsu makan yang rendah dan kurangnya kemampuan membeli pangan yang beragam. Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi Klasifikasi Defisit sedang Defisit ringan Normal
n 3 3 19
% 9.4 9.4 59.4
Lebih
7
21.9
Total
32
100.0
Kebutuhan energi pada anak relatif lebih besar untuk menunjang pertumbuhan yang pesat. Energi diperlukan untuk berbagai proses metabolisme dalam tubuh. Energi yang diperlukan tubuh dapat bersumber dari zat gizi karbohidrat, lemak, dan protein (Uripi 2003). Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh berada pada kategori tingkat kecukupan protein lebih (81,2%), dan sisanya
39
berada pada kategori defisit ringan (6,2%) serta normal (12,5%).
Hal ini
dikarenakan hampir seluruh contoh mengonsumsi pangan yang tinggi akan kandungan protein dalam jumlah yang banyak terutama susu dan telur. Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein. Klasifikasi Defisit ringan Normal Lebih
n 2 4 26
% 6.2 12.5 81.2
Total
32
100.0
Kekurangan protein pada anak dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat. Kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak (Sulistyoningsih 2011).
Maksimal asupan protein yang boleh
dikonsumsi adalah dua kali dari AKG.
Kelebihan protein pada anak akan
memberatkan kerja ginjal dan dapat memicu obesitas, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum, dan demam (Almatsier 2003). Tingkat Kecukupan Karbohidrat Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan karbohdrat dapat dilihat pada Tabel 30.
Sebagian besar contoh berada pada tingkat
kecukupan karbohidrat kategori lebih (43,8%).
Konsumsi pangan sumber
karbohidrat yang berlebih dapat menimbulkan kegemukan dan memicu timbulnya diabetes mellitus (Hartono 2006). Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan karbohidrat Klasifikasi
n
%
Defisit berat
4
12.5
Defisit sedang
4
12.5
Normal
10
31.2
Lebih
14
43.8
Total
32
100.0
Tingkat Kecukupan Lemak Bedasarkan Tabel 31 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan lemak sebagian besar contoh berada pada kategori lebih (87,5%) dan sisanya termasuk dalam kategori normal (12,5%).
Hal ini disebabkan sebagian besar contoh
mengonsumsi bahan pangan yang mengandung lemak dalam jumlah besar
40
seperti susu, minyak dan pangan hewani.
Susu yang dikonsumsi contoh
merupakan susu full cream dengan kandungan lemak yang tinggi.
Sebagian
besar contoh mengonsumsi pangan hewani yang digoreng sehingga lemak contoh cukup tinggi. Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan lemak Klasifikasi Normal
n 4
% 12,5
Lebih
28
87,5
Total
32
100.0
Lemak dan minyak merupakan zat gizi kedua yang digunakan sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi.
Lemak terdiri dari molekul karbon,
hidrogen dan oksigen (Hartono 2006). Kecukupan lemak yang dianjurkan adalah 15-20% berasal dari energi total (PERSAGI 1990). Tingkat Kecukupan Vitamin A Berdasarkan Tabel 32, diketahui bahwa sebagian besar contoh berada pada tingkat kecukupan vitamin A kategori cukup (96,9%). Hal ini dikarenakan contoh tersebut mengonsumsi produk vitamin yang mengandung vitamin A yang cukup tinggi. Contoh yang berada pada kategori kurang hanya berjumlah 3,1%. Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A Klasifikasi Kurang
n 1
% 3.1
Cukup
31
96.9
Total
32
100.0
Bahaya konsumsi vitamin A terjadi jika dikonsumsi dalam dosis yang tinggi secara terus menerus (Sulistyoningsih 2011). Kelebihan vitamin A dapat menyebabkan rambut rontok, sakit pada tulang, kulit mengering, hidrosefalus, pusing, dan anoreksia (Almatsier 2003). Tingkat Kecukupan Vitamin C Pada Tabel 33 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat kecukupan vitamin C contoh berada pada kategori kurang (65,6%). Contoh yang termasuk dalam kategori cukup terdapat sebanyak 34,4%.
Hal ini disebabkan contoh
jarang mengonsumsi sayur dan buah yang merupakan sumber pangan kaya vitamin C.
41
Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C Klasifikasi Kurang
n 21
% 65.6
Cukup
11
34.4
Total
32
100.0
Vitamin C berperan penting bagi kesehatan anak. Vitamin ini berperan sebagai daya tahan tubuh, membantu dalam melawan penyakit infeksi, serta melindungi anak-anak dari pencemaran lingkungan. vitamin C
dapat
meningkatkan kelarutan zat
Pada saluran pencernaan, besi
dan kalsium, serta
meningkatkan metabolisme tirosin dalam tubuh (Sulistyoningsih 2011) . Tingkat Kecukupan Vitamin D Tabel 34 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan vitamin D contoh yang berada pada kategori cukup sebanyak 81,2%, sedangkan yang berada pada kategori kurang hanya 18,8%. Sumber vitamin D paling besar diperoleh contoh dari susu. Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin D Klasifikasi
n
%
Kurang
6
18.8
Cukup
26
81.2
Total
32
100.0
Vitamin D yang berasal dari makanan dan suplemen bersifat inaktif secara biologis sehingga harus menjalani dua proses hidroksilasi di dalam tubuh untuk mengaktifkannya (Sulistyoningsih 2011).
Defisiensi vitamin D dapat
menyebabkan
dijumpai pada
penyakit rakhitis yang
sering
anak-anak
(Sediaoetama 2006).
Tingkat Kecukupan Kalsium (Ca) Tingkat kecukupan kalsium dapat dilihat pada Tabel 35. Sebagian besar contoh berada pada kategori tingkat kecukupan kalsium cukup (81,2%) dan sisanya berada pada kategori kurang (18,8%).
Hal ini dikarenakan konsumsi
contoh akan pangan sumber kalsium yang cukup dan dipengaruhi juga oleh kecukupan vitamin D di dalam tubuh.
42
Tabel 35 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan kalsium. Klasifikasi Kurang Cukup
n 6 26
% 18.8 81.2
Total
32
100.0
Bahan makanan sumber kalsium utama bagi anak-anak adalah susu. Kalsium sangat dibutuhkan oleh anak-anak untuk pertumbuhan dan kesehatan tulang serta gigi.
Penyerapan kalsium dalam tubuh akan dipermudah bila
kebutuhan akan vitamin D terpenuhi.
Kekurangan
kalsium
pada
masa
pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan (Uripi 2003). Tingkat Kecukupan Zat Besi (Fe) Tabel 36 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat besi contoh kategori kurang dan cukup masing-masing 50%.
Kurangnya kecukupan akan zat besi
pada contoh diduga karena rendahnya konsumsi pangan sumber zat besi dan adanya pengaruh dari kurangnya kecukupan vitamin C sehingga menyebabkan gangguan penyerapan zat besi. Penyerapan zat besi di dalam tubuh dipengaruhi oleh vitamin C.
Vitamin C dapat meningkatkan kelarutan zat besi di dalam
saluran pencernaan sehingga mudah diserap oleh tubuh (Sulistyoningsih 2011). Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat besi Klasifikasi
n
%
Kurang Cukup
16 16
50.0 50.0
Total
32
100.0
Status Gizi Anak Usia Prasekolah Status gizi contoh ditentukan dengan menggunakan beberapa indeks yang telah direkomendasikan oleh WHO (1995), yaitu indeks untuk berat badan menurut umur (BB/U), indeks tinggi badan tehadap umur (TB/U) dan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Berdasarkan Tabel 37, status gizi seluruh contoh berdasarkan indeks BB/U dalam penelitian ini termasuk ke dalam dua kategori yaitu gizi normal (93,75%) dan gizi lebih (6,25%). Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh (tulang, otot dan lemak).
43
Tabel 37 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (BB/U) Status Gizi (BB/U) Normal (≥ - 2 SD sampai + 2 SD)
n 30
% 93.75
Lebih (>+ 2 SD)
2
6.25
Total
32
100
Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
makan atau berkurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
Pada
keadaan
normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur (Supariasa et al 2002). Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Tabel 38 menunjukkan sebagian besar status gizi contoh berdasarkan indeks TB/U berada pada kategori normal (90,63%). Selain itu masih terdapat 3,13% contoh yang berada pada kategori pendek dan 6,25% contoh pada kategori lebih. Tabel 38 Sebaran contoh berdasarkan status gizi TB/U Status Gizi (BB/TB)
n
%
1
3.13
Normal (≥ - 2 SD sampai + 2 SD)
29
90.63
Tinggi (>+ 2 SD)
2
6.25
Total
32
100
Pendek/stunting (< - 2 SD)
Riyadi
(2001)
menyatakan
bahwa
defisit
TB/U
menunjukkan
ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara kumulatif dalam jangka panjang. Stunting merefleksikan proses kegagalan untuk mencapai pertumbuhan linear sebagai akibat dari keadaan gizi dan atau kesehatan yang subnormal. Indeks Berat Badan menurut Tingg Badan (BB/TB) Pada Tabel 39 dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi contoh termasuk kategori normal (56,2%) jika diukur berdasarkan berat badan menurut tinggi badan. Contoh yang termasuk dalam kategori kurus (12,5%) dan lebih (31,2%). Hal ini menunjukkan meskipun rata-rata status gizi anak berada pada kategori normal, namun terdapat kecenderungan status gizi anak berada pada
44
kategori lebih. Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indeks yang baik dalam menilai status gizi saat ini (Supariasa et al 2002). Tabel 39 Sebaran contoh berdasarkan status gizi BB/TB Status Gizi (BB/TB)
n
%
Kurang (< - 2 SD sampai ≥ - 3 SD) Normal (≥ - 2 SD sampai + 2 SD)
4 18
12.5 56.2
Lebih (>+ 2 SD)
10
31.2
Total
32
100.0
Berdasarkan indeks status gizi meliputi BB/U, TB/U, dan BB/TB menunjukkan sebagian besar contoh berada pada kategori normal.
Data
mengenai sebaran kategori status gizi contoh dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebagian besar contoh yang yang berada pada kategori status gizi normal berdasarkan indeks TB/U akan memiliki status gizi normal berdasarkan indeks BB/U maupun BB/TB. Contoh yang memilki kategori pendek menurut status gizi indeks TB/U menunjukkan kategori normal menurut status gizi indeks BB/U dan BB/TB. Hasil tersebut menunjukkan bahwa contoh pernah mengalami masalah kekurangan gizi di masa lalu, namun melalui asupan zat gizi yang cukup dan kondisi kesehatan yang baik mempengaruhi peningkatan status gizi contoh. Selain itu, terdapat contoh yang memiliki status gizi normal berdasarkan indeks BB/U dan TB/U namun menunjukkan status gizi kurang berdasarkan indeks BB/TB. Hal ini menunjukkan meskipun keadaan gizi contoh di masa lalu baik, namun kondisi kesehatan dan menurunnya jumlah pangan yang dikonsumsi akan menunjukkan status gizi saat kini yang kurang.
Status Kesehatan Anak Usia Prasekolah Gambar 7 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kejadian pernah atau tidaknya sakit. Sebagian besar contoh tidak mengalami sakit dalam satu bulan terakhir sebesar 81,2% dan sebanyak 18,8 % contoh tidak mengalami sakit. Pemberian vitamin secara teratur setiap harinya diduga mempengaruhi kesehatan anak.
Umumnya contoh yang tidak mengalami sakit mengonsumsi
vitamin yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh.
45
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit Tabel 40 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jenis, kejadian sakit, dan frekuensi penyakit dalam satu bulan terakhir. Jenis penyakit yang pernah dialami oleh contoh dalam satu bulan terakhir cukup beragam yaitu meliputi demam, batuk, influenza, dan diare. Berdasarkan Tabel 40 diketahui bahwa frekuensi sakit yang dialami oleh sebagian besar contoh adalah satu kali dalam satu bulan terakhir dengan jenis penyakit batuk dan influenza. Umumnya contoh mengalami influenza dan batuk disertai demam. Tabel 40 Sebaran contoh berdasarkan jenis, kejadian sakit, dan frekuensi penyakit dalam satu bulan terakhir Frekuensi sakit (kali) Jenis penyakit n
tidak pernah %
1
2
n
%
n
%
Demam
28
87.5
4
12.5
0
0.0
Batuk
26
81.3
5
15.6
1
3.1
Influenza
27
84.4
1
3.1
4
12.5
Diare
31
96.9
1
3.1
0
0.0
Berdasarkan Tabel 41 diketahui bahwa sebagian besar contoh yang sakit mengalami lama sakit selama satu sampai tiga hari dengan jenis penyakit batuk. Infeksi dapat menyebabkan turunnya nafsu makan anak atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan. Anak yang sakit dan sedang dalam masa
penyembuhan
memerlukan
asupan
pangan
yang
cukup
untuk
meningkatkan status kesehatan yang memburuk (Harper et al 2009). Contoh yang mengalami kejadian sakit melakukan pengobatan baik di rumah, puskesmas maupun klinik dokter. Contoh yang melakukan pengobatan di rumah diberikan obat generik yang dibeli di apotik atau warung, sedangkan contoh yang melakukan pengobatan ke puskesmas dan klinik diberikan obat
46
berdasarkan resep dokter. Pemberian pelayanan kesehatan yang terpenuhi dan didukung pemberian makan seimbang akan berdampak
pada status gizi dan
status kesehatan yang baik (Suryono & Supardi 2004). Tabel 41 Sebaran contoh berdasarkan lama sakit Jenis penyakit
Lama sakit (hari) 1-3 hari n % 3 9.4 4 12.5
0 hari
Demam Batuk
n 28 26
% 87.50 81.25
Influenza
27
84.38
3
Diare
31
96.88
1
n 1 2
4-6 hari % 3.13 6.25
9.4
2
6.25
3.1
0
0.0
Hubungan Antar Variabel Hubungan Waktu Menonton Televisi dengan Aktifitas Fisik Hasil analisis uji Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan waktu menonton televisi (p<0,01, r=-0,524). Hal ini bermakna bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan contoh untuk menonton televisi maka semakin ringan tingkat aktivitas fisik contoh. Hasil analisis korelasi tersebut juga sesuai dengan kecenderungan yang dapat dilihat pada Tabel 42, sebanyak 25% anak usia prasekolah memiliki waktu menonton televisi pada kategori berat dengan tingkat aktivitas fisik yang ringan. Tabel 42 Sebaran contoh berdasarkan waktu menonton televisi dan tingkat aktivitas fisik Tingkat Aktivitas Fisik Waktu Menonton Televisi
Sangat ringan
Ringan
Total
Sedang
n
%
n
%
n
%
n
%
Ringan
2
6.3
3
9.4
0
0.0
5
34.4
Sedang
1
3.1
17
53.1
1
3.1
19
62.5
Berat
8
25.0
0
0.0
0
0.0
8
3.1
Total
11
34.4
20
62.5
1
3.1
32
100
Menonton televisi merupakan bagian dari aktivitas yang ringan dan termasuk dalam kegiatan yang rutin dilakukan contoh setiap hari. Waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi mempengaruhi alokasi melakukan aktivitas lainnya.
waktu untuk
Menonton televisi sering mengganggu jadwal
makan dan tidur anak (Hurlock 1991).
47
Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Gizi Anak Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi (p<0.01), protein (p<0.01), karbohidrat (p<0.05) ,lemak (<0,05) dan kalsium (p<0.05) dengan status gizi menurut indeks BB/TB (Lampiran 1). Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi asupan energi, protein, karbohidrat, lemak dan kalsium anak maka semakin meningkat status gizinya.
Status gizi
dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat gizi. Usia prasekolah merupakan usia dimana kebutuhan akan zat gizi anak harus terpenuhi untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada
Keadaan
gizi
kelambatan pertumbuhan
dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu, kemampuan untuk belajar dan bekerja serta bersikap pada anak yang kurang gizi akan lebih terbatas daripada anak yang normal.
Keadaan gizi yang berlebih pada anak
berpotensi menimbulkan kegemukan dan berpotensi menimbulkan berbagai penyakit, seperti diabetes, jantung kronik, dan kanker (Santoso 2004). Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Kesehatan Anak Pada penelitian ini diketahui bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecukupan energi (p<0,01), protein (p<0,05), vitamin D (p<0,05), dan kalsium (p<0,05) denga status kesehatan contoh berdasarkan kejadian sakit (Lampiran 2). Hal tersebut bermakna bahwa semakin tinggi asupan energi, protein, vitamin D dan kalsium contoh akan menghasilkan status kesehatan yang baik. Status kesehatan anak dapat dipengaruhi juga oleh konsumsi suplemen.
Suplemen
tersebut berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, membantu proses penyembuhan saat sakit, dan meningkatkan nafsu makan. Masa usia prasekolah merupakan masa yang masih rawan, karena pada usia ini bila anak kekurangan makanan yang bergizi, maka akan mudah sekali terserang penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. Hal tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan otak dan terjadinya gangguan perkembangan intelegensi (Winarno 1992). Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan Anak Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara status gizi menurut indeks BB/TB dengan status kesehatan anak (p<0,01, r=0,598).
Hal tersebut bermakna bahwa semakin baik status gizi anak
menunjukkan semakin jarang anak tersebut jatuh sakit. Tabel 43 menunjukkan
48
bahwa status gizi contoh pada kategori kurang cenderung mengalami sakit, sedangkan contoh yang memiliki status gizi normal dan lebih akan memiliki kesehatan yang baik. Tabel 43 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan status kesehatan Status Kesehatan Status Gizi
Total
Kurang
Tidak Sakit n % 0 0.0
n 4
% 12.5
n 4
% 34.4
Normal
14
43.8
4
12.5
18
62.5
Lebih
10
31.3
0
0.0
10
3.1
24
75.0
8
25.0
32
100
Total
Sakit
Status gizi dan status kesehatan saling mempengaruhi. Semakin sering anak mengalami sakit maka status gizinya akan semakin memburuk. Begitupula sebaliknya semakin buruk status gizi anak maka penyakit yang diderita akan semakin lama sembuh (Suhardjo 2005). masa
penyembuhan
memerlukan
.Anak yang sakit dan sedang dalam
asupan
pangan
yang
cukup
untuk
meningkatkan status kesehatan yang memburuk. Kondisi kesehatan yang buruk pada anak sangat rawan karena pada periode ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan (Harper et al 2009).
49
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Contoh rata-rata berusia 5 tahun, dengan kisaran 4-6 tahun. Rata-rata berat badan contoh perempuan lebih besar dibandingkan contoh laki-laki. Ratarata berat badan contoh kelompok usia 4-<5 tahun adalah laki-laki sebesar 17,7 kg dan perempuan sebesar 20,1 kg.
Rata-rata berat badan contoh kelompok
usia 5-6 tahun adalah laki-laki sebesar 19,9 kg dan perempuan sebesar 21,4 kg. Ratarata
tinggi
perempuan.
badan
contoh
laki-laki
lebih
tinggi
dibandingkan
contoh
Rata-rata tinggi badan contoh kelompok usia 4-<5 tahun adalah
laki-laki sebesar 105,5 cm dan perempuan sebesar 105 cm.
Rata-rata tinggi
badan contoh kelompok usia 5-6 tahun adalah laki-laki sebesar 113,3 cm dan perempuan sebesar 111,6 cm. Rata-rata pendidikan ayah contoh adalah akademi/S1 dan rata-rata pendidikan ibu contoh adalah SMA.
Sebagian besar ayah contoh bekerja
sebagai pegawai swasta dan ibu contoh sebagai ibu rumah tangga.
Sebagian
besar contoh berada pada kategori rumah tangga tidak miskin dengan rata-rata pendapatan keluarga contoh sebesar Rp 582.991/kapita/bulan. Tingkat aktivitas fisik sebagian besar contoh berada pada kategori ringan dengan rata-rata nila PAL sebesar 1,44.
Jenis kegiatan yang dilakukan oleh
contoh dalam sehari adalah tidur, sekolah, bermain ringan, berjalan dan bersepeda, makan dan minum, mandi dan berpakaian, serta menonton televisi. Sebagian besar contoh memiliki waktu menonton televisi pada kategori sedang (≥2 jam sampai <4 jam per hari). Rata-rata waktu yang dialokasikan contoh untuk menonton televisi adalah 2,9 jam/hari. Jenis yang banyak dikonsumsi oleh contoh berasal dari bahan makanan sumber karbohidrat dan olahannya. Rata-rata jumlah bahan makanan sumber karbohidrat yang dikonsumsi contoh adalah 190,7 g/hari.
Tingkat kecukupan
energi sebagian besar contoh berada pada kategori normal. Sebagian
besar
tingkat kecukupan karbohidrat, protein dan lemak contoh berada pada kategori lebih. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin D, vitamin A dan kalsium contoh termasuk dalam kategori cukup. Sebagian besar tingkat kecukupan vitamin C dan zat besi contoh berada pada kategori kurang. Berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB, status gizi contoh tergolong dalam kategori normal. Sebagian besar contoh tidak mengalami sakit sebesar 81,2. Jenis penyakit sering dialami oleh sebagian besar contoh adalah batuk
50
dan influenza. Frekuensi sakit yang dialami oleh sebagian besar contoh adalah satu kali dalam satu bulan terakhir. Semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi maka tingkat aktivitas fisik akan semakin ringan (p<0,01, r=-0,524).
Terdapat
hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi (p<0.01), protein (p<0.01), karbohidrat (p<0.05) ,lemak (<0,05) dan kalsium (p<0.05) dengan status gizi menurut indeks BB/TB. Asupan energi, protein, karbohidrat, lemak, dan kalsium yang semakin tinggi menunjukkan status gizi (BB/TB) yang baik. Status kesehatan berkorelasi dengan tingkat kecukupan energi (p<0,01), protein (p<0,05), vitamin D (p<0,05), dan kalsium (p<0,05). Semakin tinggi asupan energi, protein, vitamin D, dan kalsium menunjukkan status kesehatan yang baik. Status gizi yang baik menunjukkan status kesehatan yang baik (p<0,01, r=0,598). Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian antara lain : 1. Rendahnya konsumsi sayur dan buah pada anak usia prasekolah, khususnya di lokasi penelitian maka diperlukan upaya penyediaan dan motivasi untuk meningkatkan konsumsi sayur dan buah pada anak usia prasekolah. 2. Berdasarkan tinggat aktivitas fisik anak yang masih ringan dan keadaan status gizi anak yang cenderung berada pada kategori lebih, maka perlu adanya pengarahan terhadap peningkatan kegiatan anak baik di rumah maupun di sekolah.
Aktifitas fisik yang cukup pada anak sangat membantu dalam
perkembangan fisiologik maupun kognitif anak, sehingga akan berpengaruh terhadap kesehatan dan kecerdasan anak.
51
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Yogyakarta : Gramedia Pustaka Utama. Amna M. 2009. Televisi. http://www.mustafidamna.com/content/televisi [10 September 2011] [Bappenas] Badan Pengawas Pembangunan Nasional. 2010. Televisi ramah anak. http://www.bappenas.go.id [15 September 2011]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Analisis Kemiskinan di Kabupaten Bogor. http://www.bps.go.id [15 September 2011]. Dale. 2001. How to get the best out of TV. http://www.christiannews.net [15 Juli 2011]. [Dinkes] Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. 2010. Bulan penimbangan balita. http://www.bogorkab.go.id [24 November 2011]. [Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat. [Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat Bagi Balita. Yogyakarta : Direktorat Gizi Masyarakat. Dunstan D, E. Barr, G. Healy, J. Salmon, J. Shaw, B. Balkau. 2010. Television viewing time and mortality : the australian diabetes, obesity and lifestyle study. Journal of The American Heart Association 121:384-391. http://www.circ.ahajournals.org [12 oktober 2011]. Elliott E. 2002. Children and physical activity. Journal of health Psychology 14:109-115. http://www.pbs.org [23 September 2011] [FAO] Food And Nutrition Technical Report Series. 2001. Requirements. Rome: FAO/WHO/UNU.
Human Energy
[FKM-UI] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Gibson RS. 2005. Principal of Nutritional Assesment. Oxford : Oxford University Press. Hardinsyah & Martianto D. 1989. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. . 1992. Gizi Terapan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Hardinsyah & Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
52
Harper L, Brady D, Judy D. 2009. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo, Penerjemah; Jakarta : UI Press Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC. Herlina H. 2001. Mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan makan dan status gizi lansia di pedesaan dan di perkotaan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hurlock E. 1980. Psikologi Perkembangan.. Penerjemah; Jakarta: Penerbit Erlangga.
Istiwidayanti, Soedjarwo.
. 1991. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Jellife DB & EFP Jellife. 1989. Community Nutritional Assesment. New York: Oxford University Press. Khomsan A. 1993. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. . 2007. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. . 2009. Garis kemiskinan baru. http://www.suarapembaruan .com [23 Desember 2011] Mayer M, Kelly E, David C, June S, Mark P, Gerardo H. 2008. Televison, physical activity, diet, and body weight status : The Aric Cohort. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 5 (68). http://www.ijbnpa.org [23 September 2011] Notoatmodjo S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Noviana I. 2002. Pola Menonton Televisi Pada Anak. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial 12 (03) : 70-79. Paath E, Rumdasih Y, Heryati. 2002. Gizi Dalam Kesehatan dan Reproduksi. Jakarta : EGC. Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 1990. Penuntun Diit Anak. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Rahmawati D. 2006. Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia Dini di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam, Desa Sukamantri, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Laporan hasil riset kesehatan dasar nasional 2007. http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id [24 November 2011]. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
53
Santoso. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta. Satoto S. 1994. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) gizi lebih sebagai bagian dari KIE gizi ganda Dalam M.A. Rifai (Ed), Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi V (hlm 562-573). Jakarta : LIPI. Sediaoetama A. 2006. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian Rakyat. Shetty PS. 1996. Body Mass Index, a Measure of Chronic Energy Deficiency in Adult, FAO Food and Nutrition. UK : Rowett Research Institut. Sizer FS & EN Whitney. 2000. Nutrition Concepts and Controversies. Australia : Wadsworth. Sjostrom M, Ekelund U, Yngve A. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Hartono A, Penerjemah; Jakarta : EGC. Suhardjo. 1996. Gizi dan Pangan. Yogyakarta : Kanisius. . 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara. Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi Petani Sawah Beririgasi di Banjar Jawa Barat. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sulistyoningsih H. 2011. Garaha Ilmu.
Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak.
Yogyakarta :
Sumarwan U. 2002. Perilaku Konsumen. Jakarta : Ghalia Indonesia. Supariasa IDN, Bachyar B, Ibnu F. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC Suryono, Supardi S. 2004. Risiko penyakit ISPA dan diare pada batita penderita kekurangan energi protein (KEP) di Kabupaten Sukoharjo. Sains Kesehatan 17 (2) : 134-143. Syafiq A. 2007. Tinjauan atas kesehatan dan gizi anak usia dini dalam makalah pada Diskusi Peningkatan Kesehatan Gizi Anak Usia Dini. BAPPENAS : 17 Juli 2007. Torun B. 1996. Energy requirements and dietary energy recommendations for children and adolescents 1 to 18 years old. Journal Clinical Nutrition 50 : S37–S81. Uripi V. 2003. Menu Sehat Untuk Balita. Jakarta : Puspa Swara. Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wirakusumah E. 1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Hubungan tingkat konsumsi zat gizi dengan status gizi Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Energi
Protein
Karbohidra t
Lemak
defisit sedang defisit ringan normal lebih Total defisit ringan normal lebih Total defisit berat defisit sedang normal lebih Total lebih Total
kurang n %
Status Gizi (BB/TB) normal lebih n % n %
Total n
%
Nilai P dan r
3
9.4
0
0.0
0
0.0
3
9.4
1 0 0 4
3.1 0.0 0.0 12.5
2 16 0 18
6.3 50.0 0.0 56.3
0 3 7 10
0.0 9.4 21.9 31.3
3 19 7 32
9.4 59.4 21.9 100
2 2 0 4 4
6.3 6.3 0.0 12.5
0.0 6.3 50.0 56.3
0.0
2 4 26 32 4
6.3 12.5 81.3 100.0
0.0
0 0 10 10 0
0.0 0.0 31.3 31.3
12.5
0 2 16 18 0
0
0.0
2
6.3
2
6.3
4
12.5
p<0,05
0 0 4 4 4
0.0 0.0 12.5
25.0 25.0 56.3
r=0,442
31.3 31.3
10 14 32 32 32
31.3 43.8 100
56.3 56.3
2 6 10 10 10
6.3 18.8 31.3
12.5 12.5
8 8 18 18 18
100.0 100
P<0,05 r=0,391
0.0 12.5 12.5 9.4 3.1 12.5
0 18 18 14 4 18
0.0 56.3 56.3 43.8 12.5 56.3
1 9 10 4 6 10
3.1 28.1 31.3 12.5 18.8 31.3
1 31 32 21 11 32
3.1 96.9 100 65.6 34.4 100
p=0,185 r=- 0,241
p<0,01 r=0,845
p<0,01 r=0,615
12.5
Vitamin A
kurang cukup Total
Vitamin C
kurang cukup Total
0 4 4 3 1 4 2 2 4
6.3 6.3 12.5
3 15 18
9.4 46.9 56.3
1 9 10
3.1 28.1 31.3
6 26 32
18.8 81.3 100
p=0,161 r=0,254
Vitamin D
kurang cukup Total
2 2 4
6.3 6.3 12.5
2 16 18
6.3 50.0 56.3
0 10 10
0.0 31.3 31.3
4 28 32
12.5 87.5 100
P<0,05 r=0,391
Kalsium
kurang cukup Total
2 2 4
6.3 6.3 12.5
10 8 18
31.3 25.0 56.3
4 6 10
12.5 18.8 31.3
16 16 32
50.0 50.0 100
p=0,561 r=0,107
Zat Besi
kurang cukup Total
p=0,074 r=0,321
56
Lampiran 2 Hubungan tingkat konsumsi zat gizi dengan status kesehatan Status Kesehatan Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Protein
Karbohidrat
Lemak
Vitamin A
Vitamin C
Vitamin D
Kalsium
Zat Besi
Total
Sakit
Nilai P dan r
n
%
n
%
N
%
0 1
0.0 3.1
3 2
9.4 6.3
3 3
9.4 9.4
p<0,01
14
43.8
5
15.6
19
59.4
r=0,571
lebih
7
21.9
0
0.0
7
21.9
Total
22
68.8
10
31.3
32
100
0 2
0.0 6.3
2 2
6.3 6.3
2 4
6.3 12.5
p<0,05
lebih
20
62.5
6
18.8
26
81.3
r= 0,387
Total
22
137.5
10
62.5
64
100.0
defisit berat defisit sedang
0 4
4 0
5
5
12.5 0.0 15.6
4 4
normal
0.0 12.5 15.6
10
12.5 12.5 31.3
lebih
13
40.6
1
3.1
14
43.8
Total
22
68.8
10
31.3
32
100
lebih Total
22 22
68.8 68.8
10 10
31.3 31.3
1 32
100.0 100.0
p=0,403 r= - 0,153
kurang cukup
0 22
0.0 68.8
1 9
3.1 28.1
1 31
3.1 96.9
p=0,141 r= - 0,266
Total
22
68.8
10
31.3
32
100.0
kurang cukup
13 9
40.6 28.1
8 2
25.0 6.3
21 11
65.6 34.4
Total
22
68.8
10
31.3
32
100.0
kurang cukup
2 20
6.3 62.5
4 6
12.5 18.8
6 26
18.8 81.3
Total
22
68.8
10
31.3
32
100.0
kurang cukup
1 21
3.1 65.6
3 7
9.4 21.9
4 28
12.5 87.5
Total
22
68.8
10
31.3
32
100.0
kurang cukup
12 10
37.5 31.3
4 6
12.5 18.8
16 16
50.0 50.0
Total
22
68.8
10
31.3
32
100.0
defisit sedang defisit ringan Energi
Tidak sakit
normal
defisit ringan normal
p<0,01 r= 0,482
p=0,263 r= - 0,204 p<0,05 r= 0,367 p<0,05 r= 0,357 p=0,462 r= - 0,135
57
Lampiran 3 Sebaran kategori status gizi contoh Kode Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
BB/U normal normal normal normal lebih normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal lebih normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal
Kategori Status Gizi TB/U normal normal normal normal lebih normal tinggi normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal pendek normal normal normal normal normal normal normal normal
BB/TB lebih kurang kurang normal lebih normal kurang lebih lebih normal lebih normal normal normal normal lebih normal normal normal normal lebih normal normal normal normal lebih kurang normal normal normal kurang kurang
58
Lampiran 4 Hasil uji statistik Correlation s
Spearman's rho
katWktTV
Correlation Coefficient
katWktTV
katAktFsk
1.000
-.524
Sig. (2-tailed) N katAktFsk
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**
.
.002
32
32
**
1.000
.002
.
32
32
-.524
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlation s katBBTB Spearman's rho
katBBTB
Correlation Coefficient
statkes
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
**
1.000
.598
.
.00 0
Sig. (2-tailed) N
statkes
32 **
1.000
.000
.
32
32
.598