i
STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN DAN USIA MENARCHE ANAK PEREMPUAN SEKOLAH DASAR DI BOGOR
SANYA ANDA LUSIANA
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ii
STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN USIA MENARCHE ANAK PEREMPUAN SEKOLAH DASAR DI BOGOR Nutritional Status, Food Consumption, and Menarche Age of Female Elementary School Children in Bogor Sanya Anda Lusiana1) Ali Khomsan2) Cesilia Meti Dwiriani3) Abstract The general objective of this research was to analyze the correlation of nutritional status and food consumption with first menstruation age (menarche) in female elementary school children. The particular objectives of this research were to: 1) Analyze the characteristics of sample (age, daily allowance, nutritonal knowledge, and other things about menstruation), characteristics of family (tribe, size of family, parent’s education, parent’s job, and income per capita), and menarche age of mother; 2) Analyze the nutritional status difference between pre menarche and post menarche sample; 3) Analyze the food consumption difference in pre menarche and post menarche sample; 4) Analyze the correlation between nutritional status and age of menarche of sample. The research was conducted by using cross sectonal study design from May to June 2007 in 14 elementary schools in Bogor. Sample criteria was: 5 grade student consist of pre menarche and post menarche student. Sample was chosen by purposive sampling resulting in 120 students. The result finds out that 46.7% of pre menarche sample and 56.7% of post menarche sample answer that the menarche age of their mother is 13-14 years old. Spearman Correlation Test shows that menarche age of mother don’t have significant correlation with menarche age of sample. Post menarche sample has sufficiency rate of energy in sufficient category, protein in light defisit category (6,2 gram), iron in low category (4,9 mg), vitamin A in sufficient category, and vitamin C in over category, about 5.2 mg. Pre menarche sample has sufficiency rate of energy and protein in over category (652 kkal and 9.1 gram), iron in sufficient category, vitamin A in low category (150,2 RE), and vitamin C in over category, about 21.2 mg. The Difference Test shows that food consumption of energy and protein supply food is different (P<0.05). The factor is because sample food consumption in quality and quantity different. More than half of the post menarche (86.7%) and pre menarche (68.3%) sample has normal nutritional status, but 25% of pre menarche sample include in thin category. Spearman Correlation Test shows that nutritional status has negative significant correlation with menarche age (r=-0.062; P<0.05). It means that better nutritional status implied in earlier menarche age. The recommendation for school and parent states that it is necessary to give better understanding, tutorial, support, attention, and early sex education for children facing menarche. Thus, Children are saved from wrong information from books or other people. Moreover, it is crucial for teacher to explain about menstruation aspects or other things related to puberty.
Keyword: Nutritional Status, Food Consumption and Menarche Age __________________ 1
Alumni Dept. Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB Staf Pengajar Dept. Gizi Masyarakat, FEMA, IPB 3 Staf Pengajar Dept. Gizi Masyarakat, FEMA, IPB 2
iii
RINGKASAN SANYA ANDA LUSIANA. Status Gizi, Konsumsi Pangan Dan Usia Menarche Anak Perempuan Sekolah Dasar Di Bogor. Dibimbing Oleh Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S dan Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis hubungan status gizi dan konsumsi pangan dengan usia pertama kali menstruasi (menarche) pada anak usia sekolah dasar. Secara khusus bertujuan untuk: 1) Mengetahui karakteristik contoh (umur, uang saku, pengetahuan gizi dan hal-hal tentang menstruasi), karakteristik keluarga (suku bangsa, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan/kapita) dan usia menarche ibu; 2) Menganalisis perbedaan status gizi pada contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi; 3) Menganalisis perbedaan konsumsi pangan pada contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi; 4) Menganalisis hubungan status gizi dengan usia menarche pada contoh Penelitian dilakukan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juni 2007 di 14 sekolah dasar di Bogor. Kriteria contoh adalah: siswi kelas 5 baik yang sudah menstruasi maupun belum menstruasi. Pengambilan contoh dilakukan secara purposive dan terpilih 120 contoh. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, dan wawancara dengan alat bantu kuesioner yang meliputi: (1) data karakteristik contoh (umur, uang saku, pengetahuan gizi, dan hal-hal tentang menstruasi), (2) data karakteristik keluarga contoh (suku bangsa, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orangtua, pendapatan orang tua) dan usia menarche ibu, (3) data konsumsi pangan contoh, diperoleh melalui metode recall 2 x 24 jam pada hari sekolah dan libur, (4) data status gizi contoh, diperoleh melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi gambaran umum sekolah tempat penelitian dan diperoleh dari sekolah yang bersangkutan. Data yang telah diperoleh kemudian melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning dan analisis data dengan menggunakan program Microsoft excel dan SPSS versi 13,0 for Windows. Contoh berumur 10-12 tahun dan sebagian besar berumur 11 tahun. Pengetahuan gizi contoh termasuk kategori sedang , hal ini menunjukkan rata-rata tingkat pendidikan gizi seluruh contoh sudah cukup baik. Makanan pantangan contoh pada saat sehat adalah chiki, es, makanan haram, coklat dan mie. Alasannya karena menyebabkan batuk, amandel, haram bagi agamanya, sakit gigi dan takut gemuk. Pada saat menstruasi makanan pantangan adalah nenas, mie, ikan, makanan pedas dan es. Alasannya alergi, takut keputihan, sakit perut, mual dan dilarang ibu. Sebesar 46,7% contoh yang sudah menstruasi dan 56,7% belum menstruasi menjawab bahwa usia menarche ibu yaitu 13-14 tahun. Uji korelasi spearman usia menarche ibu tidak berhubungan signifikan dengan usia menarche contoh (r=0,176; p>0,05). Hasil analisis uji beda menunjukkan terdapat perbedaan pola konsumsi pangan berdasarkan frekuensi dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh kedua contoh (P<0,05). Jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih sedikit dalam
iv
mengkonsumsi mie, bubur, ikan asin, sosis, tempe dan tahu dibandingkan contoh belum menstruasi, sebaliknya jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih banyak mengkonsumsi roti, oncom, sayur daun singkong, semangka, segala jenis chiki, potato chips dan es doger dibandingkan contoh belum menstruasi. Rata-rata konsumsi energi contoh yang sudah menstruasi adalah 1933 kkal dan rata-rata konsumsi protein contoh adalah 49,1 g. Tingkat kecukupan energi contoh termasuk dalam kategori normal sedangkan tingkat kecukupan protein termasuk kategori defisit tingkat ringan. Rendahnya tingkat kecukupan protein disebabkan karena kurangnya jumlah protein yang dikonsumsi dalam sehari. Konsumsi protein yang kurang sebanyak 6,2 g. Rata-rata konsumsi zat besi adalah 15,1 mg, vitamin A 490,5 RE, dan vitamin C 55,2 mg. Tingkat kecukupan vitamin A termasuk dalam kategori cukup. Tingkat kecukupan vitamin C berlebih yaitu sebanyak 5,2 mg, namun kelebihan vitamin dan mineral sampai 20 persen masih dapat ditolerir asal tidak berlangsung dalam waktu yang lama. Tingkat kecukupan Fe termasuk dalam kategori kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya contoh mengkonsumsi pangan sumber Fe. Jumlah konsumsi Fe yang kurang sebanyak 4,9 mg. Rata-rata konsumsi energi contoh yang belum menstruasi adalah 1934 kkal dan rata-rata konsumsi protein contoh adalah 53,7 g. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh termasuk dalam kategori kelebihan sebanyak 652 kkal dan 10,7 g. Hal ini disebabkan karena banyak mengkonsumsi pangan sumber energi, selain itu juga mengkonsumsi pangan sumber energi yang kaya protein sehingga energi dan protein berlebih di dalam tubuh. Rata-rata konsumsi zat besi adalah 17,7 mg, vitamin A 449,8 RE dan vitamin C 71,2 mg. Tingkat kecukupan Fe termasuk dalam kategori cukup. Tingkat kecukupan vitamin C termasuk berlebih yaitu sebanyak 21,2 mg. Tingkat kecukupan vitamin A termasuk kategori kurang sebanyak 150,2 RE. Hal ini disebabkan karena kurangnya contoh mengkonsumsi sumber vitamin A. Hasil analisis uji beda menunjukkan konsumsi pangan sumber energi, protein, zat besi, vitamin A, dan vitamin C tidak terdapat perbedaan antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p>0,05). Uji beda untuk tingkat kecukupan, pangan sumber zat besi, vitamin A dan vitamin C tidak berbeda (p>0,05) sedangkan pangan sumber energi dan protein menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), artinya konsumsi dan kecukupan contoh yang sudah menstruasi lebih baik dibandingkan contoh belum menstruasi. Hal ini disebabkan karena konsumsi pangan contoh baik dari segi kualitas maupun frekuensi pangan berbeda, sehingga pada tingkat kecukupan dapat dilihat bahwa contoh yang sudah menstruasi tingkat kecukupan energi normal sedangkan tingkat kecukupan protein termasuk kategori defisit tingkat ringan. Pada contoh yang belum menstruasi dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan energi dan protein termasuk kategori berlebih. Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan tidak terdapat korelasi antara konsumsi pangan dengan usia menarche (p>0.05). Faktor lain yang diduga berhubungan dengan usia menarche dan tidak dianalisis oleh peneliti adalah proporsi lemak tubuh. Sebagian besar contoh yang sudah menstruasi (86,7%) dan 68,3% yang belum menstruasi berada pada kategori status gizi normal, namun sebanyak 25,0% contoh belum menstruasi termasuk dalam kategori kurus. Hal ini diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi contoh belum mendapatkan
v
menstruasi selain faktor-faktor penyebab lainnya. Berdasarkan uji beda, terdapat perbedaan status gizi antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p<0,05). Hal ini diduga karena status gizi contoh yang sudah menstruasi lebih banyak pada kategori normal sedangkan status gizi belum menstruasi pada kategori normal dan kurus. Berdasarkan uji korelasi spearman, status gizi menunjukkan hubungan signifikan yang negatif dengan usia menarche (r=-0,062; p<0,05) artinya semakin baik status gizi contoh maka semakin awal usia menarche. Saran yang dapat diberikan adalah pihak sekolah maupun orang tua diharapkan dapat memberikan pengertian, bimbingan, bantuan, perhatian lebih dan bekal pendidikan seks usia dini kepada anak yang sudah mengalami menstruasi sehingga anak tidak akan salah dalam menerima informasi dari buku maupun pihak lain. Selain itu, bagi pengajar perlu menjelaskan tentang aspek menstruasi atau hal-hal lain yang berkaitan dengan pubertas.
vi
STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN DAN USIA MENARCHE ANAK PEREMPUAN SEKOLAH DASAR DI BOGOR
Skripsi Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi S1 Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: SANYA ANDA LUSIANA A54103030
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
vii
Judul
: STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN DAN USIA MENARCHE ANAK PEREMPUAN SEKOLAH DASAR DI BOGOR
Nama
: Sanya Anda Lusiana
NRP
: A54103030
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS NIP 131 404 218
Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc NIP 132 008 554
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019
Tanggal Lulus:.............................
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, puteri pasangan Bapak Pribudi Soesanto (Alm.) dan Ibu Chairany Br. Sihombing. Penulis dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 10 Agustus 1985. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1991 sampai 1996 di SD Pertiwi Medan dan pada tahun 1996 sampai 1997 di SD YPKP 1 Sentani, Jayapura. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 2 Sentani dan pada tahun 2000-2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Sentani Pada tahun 2003, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat sebagai staf divisi Kesejahteraan Rakyat HIMAGITA Periode 2004/2005, staf biro sosial periode IPB Crisis Center (ICC) BEM KM IPB periode 2003/2004, asisten peneliti pada penelitian “Keluhan Menstruasi dalam Upaya Penanggulangannya Oleh Mahasiswa Putri TPB IPB 2003/2004 yang diselenggarakan oleh Tim Peneliti Departemen GMSK, pada tahun 2005 menjabat ketua seminar Nasional Pangan dan Gizi (NPGK IX) mengenai perkembangan sport nutrition dalam aspek gizi dan kesehatan. Pada bulan Februari dan Juni tahun 2006 menjabat sebagai ketua Hari Pelepasan Sarjana (HPS) Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, baik yang diselenggarakan oleh HIMAGITA maupun BEM Fakultas Pertanian. Pada tahun 2006 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Sisalam, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Pada tahun 2006, penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Ilmu pengetahuan Sosial yang bejudul “Kekerasan dalam Rumah Tangga: Analisa Penyebab dan Solusinya bagi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga di Indonesia” dan berhasil menjadi finalis tingkat IPB. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Ilmu Bahan Makanan Tahun Ajaran 2006/2007, serta pada Tahun Ajaran 2007/2008 menjadi asisten Konsultasi Gizi, Pengantar Biokimia Gizi, Gizi dan Kulinari dan Ekologi Pangan dan Gizi. Pada tahun 2007 penulis juga memperoleh beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) .
ix
PRAKATA Asalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Status Gizi, Konsumsi Pangan dan Usia Menarche Anak Perempuan Sekolah Dasar Di Bogor” dilakukan sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S dan Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan, semangat dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, M.S selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi atas saran yang diberikan. 3. Dr. Diah K.Pranadji selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam pengisian Kartu Rencana Studi selama kuliah. 4. Kiki Riski Amelia, Rena Ningsih dan Suci Pujiyanti selaku pembahas seminar. 5. Seluruh pihak sekolah yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian serta seluruh murid-murid sekolah dasar yang telah bersedia diwawancarai dan telah membantu kelancaran penelitian. 6. Almarhum Papa yang telah tenang di sisi-Nya, Mama tercinta, dan kedua adik-adikku tersayang (Sandra dan Sandi) atas do’a, nasehat dan semangat yang telah diberikan selama ini. 7. Mbak Nisa, yang sudah berperan sebagai kakak sekaligus teman yang selalu siap mendengarkan segala keluh kesah serta sumber segala informasi. Terima kasih atas segalanya dan semoga ALLAH SWT senantiasa membalasnya. 8. Ursula, teman seperjuangan dalam penyusunan skripsi. Akhirnya penantian dan kesabaran kita membuahkan hasil yang menyenangkan.
x
9. Teman-teman tanjung atas Rhina, Nini, Eja, dan Eza yang telah mengajarkan kedewasaan, serta banyak hal lain kepada penulis. Terima kasih atas masukan, dorongan semangat dan bantuannya selama penulisan skripsi serta terima kasih juga atas kehangatan sebuah keluarga yang telah dihadirkan selama kebersamaan kita. 10. Sahabat-sahabatku (Nining, Yufni dan Herlina), terima kasih atas do’a, nasehat dan dukungan selama ini, semoga persahabatan kita selalu abadi. 11. Teman-temanku (Farah, Mulki, Ica, Vika, Tika, Ratna, Dina, Naok, Pritha, Yudith, Tintin, Nining, Nta, Juli, Wirna, Ticha, Udin, Anna Vipta, Bambang, Aris, Sendi,) dan teman-teman GMSK 40 terima kasih atas segala bantuan, dukungan yang diberikan, serta kebersamaan dan cerita-cerita indah selama empat tahun. 12. Teman-teman kosan Fahmeda (Sinta, Bintik, Uli, Ash, Dian dan Tri). 13. Teman-teman KKP Brebes Kecamatan Wanasari desa Sisalam (Raina, Rohmah, Jayanti, Galih, Wisnu dan Dewi). 14. Adik-adik Angkatan 41, 42, 43, Mbak Ine, Mbak Reisi, Kak aris, Mbak Anggit, Mbak Biwi, Mas Rena dan Pak Ugan serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua. Wasamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bogor,
Januari 2008
Penulis
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ....................................................................................... Tujuan .................................................................................................... Kegunaan ...............................................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Contoh .............................................................................. Umur ................................................................................................ Uang Saku ........................................................................................ Karakteristik Keluarga ........................................................................... Besar Keluarga ................................................................................. Pengetahuan Gizi ............................................................................. Pendidikan ....................................................................................... Jenis Pekerjaan ................................................................................ Pendapatan Orang Tua ...................................................................... Anak Usia Sekolah ................................................................................ Penilaian Status Gizi Anak .................................................................... Pola Konsumsi Pangan .......................................................................... Kebiasaan Makan .............................................................................. Jenis Pangan .................................................................................... Frekuensi Makan ............................................................................. Konsumsi Pangan .................................................................................. Pengukuran Konsumsi Pangan ............................................................... Angka Kecukupan Gizi ......................................................................... Energi ................................................................................................ Protein .............................................................................................. Vitamin A .......................................................................................... Vitamin C ........................................................................................ Zat Besi (Fe)...................................................................................... Menstruasi .............................................................................................. Siklus Menstruasi ............................................................................ Keluhan Menstruasi .........................................................................
4 4 4 4 5 5 6 7 7 8 8 11 12 12 13 13 14 15 15 16 17 17 18 19 20 21
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................
24
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh .................................................. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ........................................................ Pengolahan dan Analisis Data ...............................................................
26 26 26 27
DEFINISI OPERASIONAL .........................................................................
30
xii
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... Keadaan Umum Sekolah Dasar .............................................................. Karakteristik Contoh .............................................................................. Umur ................................................................................................. Uang Saku ......................................................................................... Uang Transportasi ............................................................................ Tingkat Pengetahuan Gizi ................................................................. Karakteristik Keluarga ........................................................................... Umur Orang Tua ............................................................................... Suku Bangsa ...................................................................................... Usia Menarche Ibu ........................................................................... Besar Keluarga .................................................................................. Pendidikan Orang Tua ...................................................................... Pekerjaan Orang Tua ........................................................................ Pendapatan/Kapita/Bulan .................................................................. Pola Konsumsi Pangan .......................................................................... Makanan Kesukaan ........................................................................... Makanan Tidak Disukai .................................................................... Makanan Pantangan ......................................................................... Kebiasaan Makan .............................................................................. Frekuensi dan Jenis Pangan .............................................................. Konsumsi Pangan .................................................................................. Jumlah dan Jenis Pangan................................................................... Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi ......................................... Tingkat Kecukupan Energi ............................................................... Tingkat Kecukupan Protein............................................................... Tingkat Kecukupan Zat Besi (Fe) ..................................................... Tingkat Kecukupan Vitamin A ......................................................... Tingkat Kecukupan Vitamin C ......................................................... Status Gizi ..............................................................................................
32 32 35 35 36 36 37 44 45 45 46 47 48 49 49 50 50 51 51 52 56 61 61 68 71 71 72 73 74 75
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
81
LAMPIRAN ...................................................................................................
85
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Klasifikasi berdasarkan Pengetahuan Gizi, Besar Keluarga, Tingkat Pendidikan Orang Tua, Pendapatan Orang Tua dan Pola Konsumsi Pangan ................................................................................................
27
Tabel 2 Profil Sekolah Dasar berdasarkan Luas Tanah, Luas Bangunan, Jumlah Murid dan Jumlah Guru ........................................................
34
Tabel 3 Persentase Jumlah Contoh Menurut Jumlah Siswi Kelas V ..............
35
Tabel 4 Sebaran Contoh berdasarkan Umur, Besar Uang Saku dan Besar Uang Transportasi ............................................................................
36
Tabel 5 Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban Pertanyaan Benar Terhadap Pengetahuan Gizi ...............................................................
38
Tabel 6 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi ...................
39
Tabel 7 Sebaran Contoh berdasarkan Sumber Informasi Tentang Menstruasi .........................................................................................
39
Tabel 8 Sebaran Contoh berdasarkan Hal-hal tentang Menstruasi .................
42
Tabel 9 Sebaran Contoh berdasarkan Umur Orang Tua Contoh ....................
45
Tabel 10 Sebaran Contoh berdasarkan Suku Bangsa Ayah .............................
45
Tabel 11 Sebaran Contoh berdasarkan Usia Menarche Ibu .............................
46
Tabel 12 Sebaran Contoh berdasarkan Besar Keluarga ..................................
47
Tabel 13 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang Tua ..........
48
Tabel 14 Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Pekerjaan Orang Tua .................
49
Tabel 15 Sebaran Contoh berdasarkan Pendapatan (Rp/kap/Bln) ...................
50
Tabel 16 Sebaran Contoh berdasarkan Kebiasaan Makan ...............................
52
Tabel 17 Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Makanan Pokok .................
57
Tabel 18 Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Protein Hewani ..................
57
Tabel 19 Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Protein Nabati ....................
58
Tabel 20 Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Susu ..................................
58
Tabel 21 Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Sayuran .............................
59
Tabel 22 Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Buah-Buahan ....................
60
Tabel 23 Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Snack ................................
60
Tabel 24 Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Minuman ..........................
61
Tabel 25 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Makanan Pokok Contoh Menstruasi ..........................................................................
62
xiv
Tabel 26 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Makanan Pokok Contoh Belum Menstruasi ..............................................................
62
Tabel 27 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Pangan Hewani Contoh Menstruasi ..........................................................................
62
Tabel 28 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Protein Hewani Contoh Belum Menstruasi ..............................................................
63
Tabel 29 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Protein Nabati Contoh Menstruasi ..........................................................................
63
Tabel 30 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Protein Nabati Contoh Belum Menstruasi ..............................................................
64
Tabel 31 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Sayuran Contoh Menstruasi .......................................................................................
64
Tabel 32 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Sayuran Contoh Belum Menstruasi ...........................................................................
64
Tabel 33 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Buah-buahan Contoh Menstruasi ..........................................................................
65
Tabel 34 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Buah-buahan Contoh Belum Menstruasi ..............................................................
65
Tabel 35 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Jajanan Contoh Menstruasi .......................................................................................
66
Tabel 36 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Jajanan Contoh Belum Menstruasi ...........................................................................
66
Tabel 37 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Minuman Contoh Menstruasi .......................................................................................
67
Tabel 38 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Minuman Contoh Belum Menstruasi ...........................................................................
67
Tabel 39 Rata-rata Konsumsi, Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh Menstruasi ......................................................
69
Tabel 40 Rata-rata Konsumsi, Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh Belum Menstruasi ...........................................
70
Tabel 41 Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kecukupan Energi ...............................................................................................
71
Tabel 42 Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kecukupan Protein ..............................................................................................
72
Tabel 43 Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kecukupan Zat Besi (Fe) ....................................................................................
73
Tabel 44 Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kecukupan Vitamin A .........................................................................................
73
xv
Tabel 45 Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kecukupan Vitamin C .........................................................................................
74
Tabel 46 Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Status Gizi ........................
76
xvi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran ............................................................
25
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Data Referensi persentil IMT menurut Umur (IMT/U) Remaja Putri usia 9-24 Tahun ..................................................................
86
Lampiran 2 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Contoh Menstruasi ....................................................................................
87
Lampiran 3 Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Contoh Belum Menstruasi ....................................................................................
89
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian .....................................................................
91
xviii
PENDAHULUAN Latar belakang Peningkatan kualitas sumberdaya manusia erat kaitannya dengan pangan dan gizi. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia ditujukan pada anak usia Sekolah Dasar (SD). Anak usia sekolah berada pada masa pertumbuhan yang sangat cepat dengan kegiatan fisik yang sangat aktif. Anak usia sekolah juga selalu ingin mencoba makanan yang mudah dijumpai dan baru dikenalnya seperti makanan jajanan yang dijual di sekitar sekolah, di lingkungan bermain bahkan makanan pemberian teman. Oleh karena itu, anak usia sekolah harus mendapatkan perhatian khusus mengenai makanan yang dikonsumsi agar memperoleh makanan sehat dan bergizi yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya (Riyadi, 2003). Pertumbuhan fisik pada anak usia 6-9 tahun merupakan hasil dari faktor lingkungan dan genetik serta interaksi keduanya. Pada penduduk miskin, faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak usia sekolah adalah faktor lingkungan yang dialami sebelum pubertas. Faktor lingkungan ini termasuk pola konsumsi pangan, angka kesakitan, keterbatasan sanitasi, serta praktek higiene dan kesehatan yang buruk (Riyadi, 2003). Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Kriteria yang paling sering digunakan untuk menentukan timbulnya pubertas adalah menstruasi pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki (Hurlock, 1980). Ciri kelamin sekunder yang dialami anak perempuan adalah terjadi pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota badan menjadi panjang), terjadi pertumbuhan payudara, tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di tangan dan kakinya, mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi keriting (Fatimah, 2006). Pubertas bagi anak perempuan mulai antara usia 8,5 dan 11,5 tahun, dengan puncak rata-rata pada usia 12,5 tahun. Sejak itu tingkat pertumbuhan berangsur-angsur berhenti antara 17 atau 18 tahun. Bagi anak laki-laki, pertumbuhan pesat mulai antara 10,5 dan 14,5 tahun, dan mencapai puncaknya
xix
pada usia 14,5 dan 15,5 tahun, kemudian diikuti oleh penurunan secara berangsurangsur sampai usia 20 atau 21 tahun (Hurlock, 1980). Menstruasi merupakan ciri khas kematangan biologik dari seorang wanita yang secara fisik ditandai dengan keluarnya darah dari vagina dan merupakan salah satu perubahan yang terjadi pada alat reproduksi sebagai persiapan untuk kehamilan (Affandi & Danukusumo, 1999). Panjang siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia seseorang dan dukungan gizi. Kekurangan gizi akan menurunkan tingkat kesuburan. Asupan zat gizi yang baik diperlukan agar nantinya didapatkan keadaan sistem reproduksi yang sehat (Hanafiah, 1987). Selain itu pengukuran antropometri sangat penting pada masa ini, karena dapat memonitor dan mengevaluasi pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi oleh faktor hormonal dalam periode ini (Riyadi, 2003). Status gizi perlu diperhatikan karena status gizi yang kurang dapat mengakibatkan menstruasi lebih lambat dari yang seharusnya. Hal ini dikemukakan oleh Riyadi (2003) yaitu remaja putri yang bergizi baik mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi pada masa sebelum pubertas (prapubertas) dibandingkan dengan remaja yang kurang gizi. Remaja kurang gizi ini tumbuh lebih lambat untuk waktu yang lebih lama, karena itu menarche (umur pertama kali mendapat menstruasi) juga tertunda. Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti hubungan antara status gizi dan konsumsi pangan terhadap usia pertama kali menstruasi (menarche) anak perempuan usia sekolah dasar di Bogor. Adanya penelitian ini nantinya diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terkait, antara lain orang tua khususnya ibu dapat lebih memperhatikan makanan yang dikonsumsi oleh anak-anaknya. Tujuan Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan status gizi dan konsumsi pangan dengan usia pertama kali menstruasi (menarche) pada anak usia sekolah dasar.
xx
Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui karakteristik contoh (umur, uang saku, dan pengetahuan gizi), karakteristik keluarga (suku bangsa, besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua), usia menarche ibu dan pola konsumsi pangan pada contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi 2. Menganalisis perbedaan status gizi pada contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi 3. Menganalisis perbedaan konsumsi pangan pada contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi 4. Menganalisis hubungan status gizi dan konsumsi pangan dengan usia menarche pada contoh. Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi tentang anak usia sekolah dasar yang sudah mengalami usia menarche. Hal tersebut karena banyak faktor yang melatarbelakangi termasuk konsumsi pangan dan status gizi sehingga diharapkan pihak-pihak yang terkait khususnya orang tua lebih
memperhatikan
asupan
makan
anak-anaknya.
Selain
itu,
dapat
meningkatkan kesadaran pihak sekolah dan orang tua akan pentingnya pendidikan seks usia dini.
xxi
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Contoh Umur Kebiasaan makan setiap individu berbeda satu sama lain. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah umur. Jumlah energi yang diperlukan individu untuk mempertahankan kelangsungan hidup, biasanya terkait dengan kebiasaan makan. Pada masa kanak-kanak, jumlah energi yang diperlukan tubuh tidak sebesar jumlah energi yang diperlukan pada masa remaja. Seiring pertambahan umur, jumlah energi tersebut akan semakin meningkat dan mencapai puncaknya pada masa dewasa. Namun, jumlah energi yang diperlukan oleh tubuh akan mengalami penurunan kembali pada saat lanjut usia (Suhardjo, 1989). Selain itu, pola konsumsi pangan juga dapat dipengaruhi oleh suku bangsa. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa hal ini terkait dengan kebudayaan dan pangan lokal yang tersedia di suatu daerah. Uang Saku Setiap orang membawa tiga sumber daya ke dalam setiap sistem pengambilan keputusan, yaitu waktu, uang dan perhatian. Berhubungan dengan sumberdaya uang, maka seseorang akan menggunakan uang yang diperolehnya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk barang atau jasa tertentu. Begitu pula halnya dengan anak usia sekolah yang biasanya diberi uang saku oleh orangtuanya baik anak dari keluarga berpendapatan tinggi maupun keluarga berpendapatan rendah (Engel, Blackwell & Miniard, 1994). Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian, mingguan atau bulanan. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, sehingga anak diharapkan untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki (Napitu, 1994).
xxii
Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Sanjur menulis dalam suatu studinya (1960-1961) bahwa dengan tambahan pendapatan sebesar 1% untuk semua keluarga, maka keluarga dengan anggota 2-3 orang akan meningkatkan pengeluaran untuk pangan lebih dari 1%, sedangkan untuk keluarga dengan jumlah anggota lebih besar pengeluaran pangan hanya meningkat sebesar 0,8%-0,9% (Sanjur, 1982). Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur, 1982). Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi, seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo, 1996). Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan: (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi, (3) ilmu gizi
xxiii
memberikan
fakta-fakta
yang
perlu
sehingga
penduduk
dapat
belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo, 1996). Menurut Sanjur (1982), pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linier, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu konsumsi makanan menjadi baik. Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan gizi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan cenderung memilih makanan yang murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan dan minum sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi. Seseorang yang memiliki pengetahuan positif tentang makanan maka akan memiliki kualitas makanan yang lebih baik. Kualitas yang dimaksud adalah ketersediaan zat gizi dalam jumlah dan jenis yang cukup bagi kesehatan tubuh. Pendidikan Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo, 1996). Pendidikan ibu tidak berhubungan secara langsung dengan pertumbuhan anak, namun melalui mekanisme hubungan lain seperti produktivitas dan efisiensi penjagaan
kesehatan,
peningkatan
pengasuhan,
karakteristik
keluarga,
peningkatan nilai dan tingkat kesukaan dalam keluarga. Tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan lebih memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah (Atmarita & Fallah, 2004). Terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik (Madanijah, 2004).
xxiv
Jenis Pekerjaan Bekerja
adalah
kegiatan
melakukan
pekerjaan
dengan
maksud
memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak boleh terputus, termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam usaha atau kegiatan ekonomi. Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo, 1989). Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Kebutuhan zat gizi tubuh akan berbeda menurut berat ringannya pekerjaan (Engel et al., 1994) Pendapatan Orang Tua Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo, 1989). Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumberdaya manusia, sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula (Guhardja, Puspitawati, Hartoyo, dan Hastuti 1992). Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan keluarga akan relatif lebih besar jika suami dan istri bekerja di luar rumah (Susanti, 1999). Tingginya tingkat pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Secara teoritis terdapat hubungan positif antara pendapatan dengan jumlah permintaan pangan. Makin tinggi tingkat pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap pangan, sehingga akan membawa pengaruh terhadap semakin beragam dan banyaknya pangan yang dikonsumsi. Konsumsi makanan baik jumlah maupun mutunya dipengaruhi oleh faktor pendapatan keluarga (Soekirman, 1994).
xxv
Anak Usia Sekolah Anak-anak mempunyai perkembangan fisik maupun psikologis yang khas pada setiap tahapan kehidupannya. Banyak perbedaan perkembangan saat anak masih pada usia prasekolah, usia sekolah, remaja dan waktu anak menginjak usia dewasa. Anak Sekolah Dasar (SD) disebut juga masa pertengahan anak-anak (middle childhood) adalah pada waktu anak berusia 6-12 tahun. Pada usia ini anak memiliki fisik yang lebih tinggi dan kurus dibandingkan pada masa prasekolahnya (Papalia & Olds, 1979). Periode pertengahan masa kanak-kanak, yaitu anak usia sekolah (6-12 tahun) merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Walaupun pertumbuhan fisik anak-anak pada usia sekolah relatif lambat, tetapi terdapat perubahan yang mencengangkan dalam hal intelektualnya dan dalam hal membina hubungan dengan orang lain (Harris & Liebert, 1991). Menurut Papalia dan Olds (1986), pada masa usia sekolah, anak-anak secara berangsur-angsur mengalami pertumbuhan tetapi berjalan agak lambat jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan mereka pada saat bayi atau usia prasekolah. Mereka juga menunjukkan perubahan yang sangat kecil dalam keseluruhan proporsi tubuh. Penilaian Status Gizi Anak Penilaian status gizi berfungsi untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang mempunyai gizi yang baik atau tidak. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai status gizi antara lain adalah konsumsi makanan, antropometri, biokimia dan klinis (Riyadi, 2003). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Supariasa, Bakri, dan Fajar, (2001) bahwa penilaian gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Antropometri
artinya
ukuran
tubuh
manusia.
Antropometri
gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al., 2001). Penilaian secara
xxvi
antropometri meliputi ukuran-ukuran organ atau tubuh secara keseluruhan seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Riyadi, 2003). Secara umum penilaian status gizi dengan cara antropometri memiliki beberapa kelebihan, yaitu (1) cara penggunaan sederhana, aman dan dapat digunakan pada ukuran sampel yang besar; (2) peralatan yang digunakan tidak mahal, mudah dibawa (portable), tahan lama dan dapat dibuat atau dibeli secara lokal; (3) cara pengukuran dapat dilakukan oleh petugas yang relatif tidak ahli; (4) dapat mengidentifikasi keadaan gizi ringan, sedang dan buruk; serta (5) dapat digunakan untuk melakukan pemantauan status gizi dari waktu ke waktu. Beberapa kekurangan pengukuran secara antropometri, yaitu (1) relatif kurang sensitif; (2) tidak dapat mendeteksi defisiensi zat gizi khusus; dan (3) faktor-faktor non gizi, seperti penyakit dan genetik dapat mengurangi spesifisitas dan sensitivitas pengukuran (Riyadi, 2003). Pengukuran status gizi anak berdasarkan kriteria antropometri mempunyai beberapa kelemahan. Namun, sampai saat ini antropometri dianggap merupakan cara yang paling mudah dan praktis untuk dilakukan, karena dapat dilakukan oleh siapa saja dengan terlebih dahulu mendapat sedikit latihan. Defisit Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) menunjukkan ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara kumulatif dalam jangka panjang. Berat Badan menurut Umur (BB/U) dipengaruhi oleh tinggi badan anak (TB/U) dan berat badannya (BB/TB). Kecukupan zat gizi pada anak usia sekolah tidak dibedakan menurut jenis kelamin, sedangkan kecukupan anak remaja dibedakan menurut jenis kelamin dan golongan umur (Riyadi, 2003). Berat Badan menurut Umur (BB/U) dianggap tidak informatif bila tidak disertai dengan informasi Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat dapat menjadi tidak berarti jika penentu umur tidak tepat (Riyadi, 2003). Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Tinggi badan merupakan parameter yang
xxvii
penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat (Supariasa et al., 2001). Berat badan mempunyai hubungan liniear dengan tinggi badan. Perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks tunggal BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi masa kini dan biasanya digunakan bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Kelebihan indeks BB/TB adalah: (1) hampir independen terhadap pengaruh umur dan ras, (2) dapat membedakan keadaan anak dalam penilaian BB relatif terhadap TB (kurus, cukup, gemuk dan keadaan marasmus atau bentuk KEP berat lainnya). Kelemahan indeks BB/TB adalah: tidak dapat memberi gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan TB karena faktor umur tidak diperhatikan, (3) sering mengalami kesulitan ketika mengukur panjang badan anak baduta atau tinggi badan anak balita, (4) sering terjadi kesalahan membaca angka hasil pengukuran, terutama bila pembacaan dilakukan oleh tenaga yang kurang profesional (Riyadi, 2003). Berat badan (BB) merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberi gambaran massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu makan atau penurunan makanan yang dikonsumsi sehingga berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Sifat berat badan yang sangat labil tersebut sehingga indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi pada saat ini. Indeks ini dapat digunakan untuk mendeteksi underweight dan overweight. Penggunaaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu mendapatkan perhatian. Kelebihan indeks ini adalah: (1) dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, (2) sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek, (3) dapat mendeteksi kelebihan berat badan (overweight), (4) pengukuran objektif dan kalau diulang memberikan hasil yang sama, peralatan dapat dibawa kemana-mana dan relatif murah, (5) pengukuran mudah dilaksanakan dan teliti, (6) pengukuran tidak memakan banyak waktu (Riyadi, 2003).
xxviii
Kekurangan indeks BB/U adalah: (1) dapat mengakibatkan kekeliruan interpretasi status gizi bila terdapat oedema, (2) memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk kelompok umur dibawah lima tahun (balita), (3) sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, misalnya pengaruh pakaian atau gerakan anak saat penimbangan, (4) secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat (misal orang tuanya tidak mau menimbangkan anaknya) (Riyadi, 2003). Pola Konsumsi Pangan Konsumsi pangan meliputi pola dan tingkat konsumsi pangan. Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo, 1996). Sanjur (1982) menyatakan jumlah pangan yang tersedia di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Perkembangan teknologi yang pesat dan perubahan pola hidup yang tidak sehat saat ini mempengaruhi terjadinya perubahan pola konsumsi pangan dengan peningkatan asupan kalori terutama dari bahan pangan sumber lemak dan karbohidrat Secara umum tujuan survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktorfaktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Berdasarkan jenis data maka terdapat dua jenis data, bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon dan metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al., 2001). Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak
xxix
(DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Terdapat empat metode dalam survei konsumsi pangan secara kuantitatif yaitu metode inventaris (inventory method), metode pendaftaran (food list method), metode mengingat kembali (recall 24 jam), metode penimbangan (weighing method), perkiraan makanan (estimated food records), metode food account dan pencatatan (household food records) (Supariasa et al., 2001). Kebiasaan Makan Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan (Khumaidi, 1994). Riyadi (1996) mengungkapkan bahwa pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yang terpenting adalah: 1. Ketersediaaan pangan Jenis dan jumlah pangan di dalam pola makanan di suatu daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut selama jangka waktu lama. Bila pangan tersedia secara kontinyu, maka dapat membentuk kebiasaan makan. 2. Pola sosial budaya Pola kebudayaan mempengaruhi orang dalam memilih pangan. Hal ini juga mempengaruhi jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimana cara pengolahannya, penyalurannya, penyiapannya dan penyajiannya. Pilihan pangan biasanya ditentukan oleh adanya faktor-faktor penerimaan atau penolakan terhadap pangan oleh seseorang atau sekelompok orang. Khumaidi (1994) menyatakan bahwa dari segi gizi, kebiasaan makan ada yang baik dan ada yang buruk. Kebiasaan makan yang baik adalah yang dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, sedangkan kebiasaan makan yang buruk adalah kebiasaan yang dapat menghambat terpenuhinya kecukupan zat gizi, seperti adanya pantangan atau tabu yang berlawanan dengan konsep gizi. Jenis Pangan Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar
xxx
yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi dan pendidikan (Riyadi, 1996). Frekuensi Makan Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu maupun kali per bulan. Frekuensi makan pada orang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang kondisi ekonominya lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan, Sukandar, Sumarwan & Briawan, 1998). Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim dan aktivitas fisik (Almatsier, 2002). Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto, 1988). Ketersediaan pangan tidak selalu mencerminkan konsumsi makanan yang sebenarnya, karena konsumsi pangan yang sebenarnya tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, tetapi juga oleh harga makanan dan faktor sosial budaya. Secara umum ada dua kriteria untuk menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu kalori dan konsumsi protein. Kebutuhan kalori biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan protein dipenuhi dari konsumsi sejumlah
xxxi
substansi hewan, seperti ikan, daging, telur dan susu (Hardinsyah & Martianto, 1988). Untuk menghitung kecukupan gizi seseorang dapat mengacu pada Daftar Kecukupan Gizi (DKG), yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan zat gizi rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka Kecukupan Gizi (AKG) tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan individu, sehingga kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman. AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan zat gizi seseorang (Hardinsyah & Briawan, 1994). Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); dan (5) kelebihan (≥120% AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG) dan (2) cukup (≥77% AKG). Pengukuran Konsumsi Pangan Prinsip metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Responden, ibu atau pengasuh (bila anak masih kecil) disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin) (Supariasa et al., 2001). Metode recall adalah metode penelitian konsumsi pangan, dimana pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh responden. Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Ditanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi ketika makan pagi, siang, malam dan selingan/makanan kecil di luar waktu makan, biasanya 1-3 hari dari waktu wawancara. Tanggal dan waktu makan serta besar porsi setiap makanan dicatat dengan teliti. Hasil pencatatan wawancara kemudian diolah, dikembalikan kepada bentuk bahan mentah dan dihitung zat-zat gizinya berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang berlaku. Jumlah masing-masing zat gizi dijumlahkan dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari (Sediaoetama, 1989).
xxxii
Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. (Supariasa et al., 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Sanjur, 1997 dalam Supariasa et al., 2001). Supariasa et al., (2001) menjelaskan bahwa metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu: (1) mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden, (2) biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara, (3) cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden, (4) dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Selain kelebihan, metode ini pun memiliki kekurangan, yaitu: (1) tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall satu hari, (2) ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden, sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa, (3) the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate), (4) membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih atau terampil dalam menggunakan alat-alat bantu Ukuran Rumah Tangga (URT) dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat, (5) responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian. Angka Kecukupan Gizi Energi Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam
xxxiii
bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah dan Tambunan, 2004) Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat dan protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain gajih/lemak dan minyak, buah berlemak (alpukat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar air rendah (kacang tanah dan kacang kedelai) dan serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain-lain) dan aneka produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu dan aneka produk turunannya. Angka kecukupan energi yang dianjurkan untuk anak perempuan berusia 10-12 tahun dengan berat badan 38 kg dan tinggi badan 145 cm adalah 2050 kkal (Hardinsyah dan Tambunan, 2004). Protein Protein adalah suatu zat gizi yang berperan sebagai penghasil energi, pembentukan jaringan baru, dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno, 1997). Menurut Almatsier (2002), protein juga berfungsi mengatur keseimbangan air di dalam tubuh, memelihara netralitas tubuh, membantu antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Protein yang berperan sebagai pengangkut zat besi di dalam tubuh adalah transferin. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi termasuk zat besi (Fe). Sumber protein berasal dari pangan hewani seperti susu, telur, daging, unggas, ikan, dan kerang, serta pangan nabati seperti kedelai dan produk olahannya seperti tempe, tahu dan kacang-kacangan lainnya. Pangan hewani mempunyai faktor yang membantu penyerapan besi (Almatsier, 2002). Angka kecukupan protein yang dianjurkan untuk anak perempuan yang berusia 10-12 tahun dengan berat badan 38 kg dan tinggi badan 145 cm adalah 50 g/hari (Hardinsyah dan Tambunan, 2004).
xxxiv
Vitamin A. Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wotel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak dan jeruk (Almatsier, 2002). Vitamin A berfungsi dalam penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung. Selain itu, vitamin A juga berperan dalam pembentukan sel darah merah, kemungkinan melalui interaksi dengan zat besi (Fe) (Almatsier, 2002). Kelebihan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan toksisitas dan mempunyai efek teratogenik bagi wanita hamil karenanya, asupan vitamin A harus sesuai dan memenuhi kebutuhan serta menghindari kelebihan konsumsi vitamin A. Angka kecukupan vitamin A untuk anak perempuan yang termasuk kategori usia 10-12 tahun dengan berat badan 38 kg dan tinggi badan 145 cm adalah 600 RE/hari (Muhilal dan Sulaeman, 2004). Vitamin C. Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, yaitu untuk mensintesis kolagen, karnitin, serotonin, noradrenalin, absorpsi kalsium, mencegah infeksi, mencegah kanker dan penyakit jantung (Almatsier, 2002). Sumber utama vitamin C adalah buah dan sayuran segar. Biasanya sumber vitamin C dihubungkan dengan jeruk walaupun buah dan sayuran yang lain juga merupakan sumber yang baik. Kekurangan vitamin C yang berat akan mengakibatkan fungsinya pada sintesa kolagen terganggu dan akan tampak sebagai perdarahan terutama pada jaringan lunak, seperti gusi, gejala ini disebut scurvy (Setiawan dan Rahayuningsih, 2004). Pada derajat yang lebih ringan, kekurangan vitamin C berpengaruh pada sistem pertahanan tubuh dan kecepatan penyembuhan luka. Asupan vitamin C yang tinggi akan meningkatkan risiko timbulnya batu ginjal karena meningkatnya produksi oksalat, rebound scurvy akibat penurunan yang mendadak selain itu pada beberapa orang dapat mengakibatkan gangguan lambung dan diare. Angka kecukupan vitamin C untuk anak perempuan yang termasuk dalam kategori usia
xxxv
10-12 tahun dengan berat badan 38 kg dan tinggi badan 145 cm adalah 50 mg/hari (Setiawan dan Rahayuningsih, 2004). Zat besi (Fe) Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi (Fe) merupakan komponen penting dalam Hb darah, mioglobin, sitokrom dan enzim katalase dan peroksidase. Zat besi sangat penting bagi tubuh manusia karena keberadaannya dalam banyak hemoprotein (hemoglobin, mioglobin dan sitokrom). Penyerapan besi diatur ketat pada tingkat mukosa intestinal dan ditentukan oleh kebutuhan tubuh. Jika tubuh memerlukan banyak besi, transferin menjadi tidak jenuh dan dapat mengikat lebih banyak besi (Almatsier, 2002). Kebutuhan zat besi pada anak perempuan usia 10-12 tahun dengan berat badan 38 kg dan tinggi badan 145 cm adalah 20 mg sedangkan anak laki-laki usia 10-12 tahun dengan berat badan 35 kg dan tinggi badan 138 cm adalah 13 mg (Kartono dan Soekatri, 2004). Kebutuhan yang tinggi pada perempuan disebabkan karena pada perempuan mengalami menstruasi sehingga membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak dari pada laki-laki. Selain itu perempuan jarang makan makanan hewani dan sering melakukan diit pengurangan makan karena ingin langsing (Depkes, 1998). Menurut Karyadi dan Muhilal (1995), zat yang menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat, asam oksalat dan tanin terdapat dalam serealia, sayuran, kacang-kacangan dan teh. Protein, terutama protein hewani dan vitamin C membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Pangan yang mengandung zat besi dalam jumlah yang cukup tinggi adalah hati, daging, makanan laut, buah kering, kacang-kacangan, sayuran hijau dan serealia. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan zat besi adalah asam organik (vitamin C), zat penghambat penyerapan (asam fitat, asam oksalat dan tanin), tingkat keasaman lambung, faktor intrinsik dan kebutuhan tubuh (Almatsier, 2002).
xxxvi
Menstruasi Pubertas adalah masa awal pematangan seksual, yaitu suatu periode dimana seorang anak mengalami perubahan fisik, hormonal dan seksual serta mampu mengadakan proses reproduksi. Usia pubertas dipengaruhi oleh kesehatan dan gizi anak, juga faktor sosial-ekonomi dan keturunan. Pertumbuhan pesat pada masa puber (saat dimana perubahan masa puber berlangsung sangat cepat) berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan, seperti gizi, kesehatan dan tekanan emosional (Hurlock, 1980). Pubertas berhubungan dengan pertumbuhan yang pesat dan timbulnya ciri-ciri seksual sekunder. Pubertas biasanya muncul pada usia 10-14 tahun dan pada seorang gadis ditandai dengan permulaaan menstruasi (menarche). Menstruasi adalah periode pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan) dari uterus berupa campuran darah, cairan jaringan dan hasil luruhnya dinding uterus (endometrium). Usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, kesehatan wanita, keadaan gizi (konsumsi dan status gizi) dan kesehatan umum (Riyadi, 2003). Seratus tahun yang lalu, rata-rata usia menarche adalah 15-19 tahun. Menurunnya usia menarche disebabkan oleh keadaan gizi dan kesehatan umum yang membaik dan berkurangnya penyakit menahun (Hanafiah, 1987). Anak perempuan yang agak gemuk cenderung mengalami siklusnya yang pertama lebih awal, sedangkan anak perempuan yang kurus dan kekurangan gizi cenderung mengalami siklusnya yang pertama lebih lambat. Siklus yang pertama juga terjadi lebih awal pada anak perempuan yang tinggal di kota. Remaja putri yang bergizi baik mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi pada masa sebelum pubertas (prapubertas) dibandingkan dengan remaja yang kurang gizi. Remaja kurang gizi ini tumbuh lebih lambat untuk waktu yang lebih lama, karena itu menarche (umur pertama kali mendapat menstruasi) juga tertunda (Riyadi, 2003). Rata-rata lama menstruasi antara 3-5 hari dianggap normal dan lebih dari 8 atau 9 hari dianggap tidak normal. Banyaknya darah yang keluarpun dapat berbeda-beda pada setiap orang, bahkan pada seorang remaja wanita banyaknya
xxxvii
pengeluaran darah dan lamanya menstruasi bisa berbeda-beda dari bulan ke bulan. Perbedaan lama menstruasi merupakan proses fisiologik yang dipengaruhi banyak faktor antara lain lingkungan, lamanya menstruasi ibu, usia dan ovulasi (Affandi & Danukusumo, 1990). Hormon-hormon yang berpengaruh dalam proses menstruasi diantaranya adalah FSH (Follicle Stimulating Hormone), LH (Luteinizing Hormone), hormon estrogen, dan hormon progesteron. Adapun mekanisme hormon tersebut dalam mempengaruhi menstruasi adalah berawal dari folikel yang berkembang akiba pengaruh dari produksi FSH yang meningkat. Folikel akan semakin berkembang sehingga produksi estrogen semakin meningkat, hal ini mengakibatkan produksi FSH semakin menurun. Produksi estrogen secara berangsur-angsur mencapai puncaknya, dan hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan LH pada pertengahan siklus. Kenaikan estrogen inilah yang mengakibatkan terjadinya ovulasi (Hanafiah, 1987). Hanafiah (1987) menjelaskan dalam beberapa jam setelah kenaikan LH, estrogen menurun dan akhirnya LH juga menurun. Setelah ovulasi, folikel berubah menjadi korpus luteum, Luteinized granulosa cells dalam korpus lutem memproduksi progesteron, dan luteinized theca cells memproduksi estrogen, sehingga jumlah kedua hormon tersebut meningkat pada fase luteal. Salah satu fungsi progesteron adalah mempertahankan endometrium. Korpus luteum berangsur-angsur akan terdegradasi dan karena tidak adanya pembuahan maka pengeluaran hormon progesteron menjadi semakin berkurang kemudian endometrium akan luruh dan akhirnya terjadi menstruasi. Siklus Menstruasi Siklus menstruasi terdiri atas perubahan di dalam ovarium dan uterus. Masa menstruasi berlangsung sekitar lima hari, selama masa ini epitelium permukaan lepas dari dinding uterus dan pendarahan terjadi. Masa sesudah menstruasi adalah tahap perbaikan dan pertumbuhan yang berlangsung sembilan hari ketika selaput terlepas untuk diperbaharui (Pearce, 1992). Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Panjang siklus menstruasi yang normal adalah 28 hari. Panjang siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata-rata
xxxviii
panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 27 hari, pada wanita usia 43 tahun 35 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 52hari. Panjang siklus yang biasa adalah 25-32 hari dan kira-kira 97% wanita yang berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18-42 hari (Hanafiah, 1987). Menurut Pearce (1992) lama siklus menstruasi rata-rata 28 hari, 14 hari persiapan untuk ovulasi dan 14 hari selanjutnya adalah ovulasi. Kira-kira pada hari ke 21, endometrium disiapkan untuk kedatangan ovum yang dibuahi. Bila ovum yang tidak dibuahi memasuki uterus maka pada hari ke 28 endometrium runtuh dan menstruasi pun terjadi, kemudian siklus berulang pada bulan berikutnya. Siklus menstruasi yang tidak teratur biasanya terjadi pada remaja wanita yang baru saja mengalami menstruasi, tubuh membutuhkan waktu untuk membiarkan segala perubahan terjadi. Seorang remaja wanita mungkin memiliki siklus 28 hari untuk dua bulan, kemudian kehilangan satu bulan atau mengalami dua periode dalam satu bulan. Biasanya setelah beberapa bulan siklus menstruasi akan semakin teratur. Namun banyak juga yang memiliki siklus yang tidak teratur sampai dewasa. Siklus menstruasi pada wanita berkaitan dengan usia. Siklus terlama adalah saat setelah menstruasi yang pertama dan saat menjelang menopause. Siklus menstruasi memendek secara bertahap bersamaan dengan bertambahnya usia dan menjadi stabil pada usia tiga puluhan (Affandi & Danukusumo, 1990). Keluhan Menstruasi Keluhan menstruasi yang sering dialami remaja antara lain menstruasi tidak teratur (terutama dalam 3 tahun pertama setelah menarche), nyeri menstruasi (dismenorea), tidak datangnya menstruasi selama beberapa bulan (amenorea) dan menstruasi yang banyak dan lama (hipermenorea). Dismenorea atau nyeri menstruasi mungkin merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan (Simanjuntak, 1987). Keluhan
menstruasi
ini
bersifat
subyektif,
sehingga
berat
atau
intensitasnya sukar dinilai. Walaupun frekuensi dismenorea cukup tinggi dan sudah lama dikenal, namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat
xxxix
dipecahkan dengan memuaskan. Oleh karena hampir semua wanita mengalami keluhan sakit atau keram di bawah perut menjelang dan saat menstruasi disertai rasa mual maka sering memaksa penderita untuk beristirahat dan meninggalkan pekerjaan atau aktivitasnya selama beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 1987). Dismenorea ada dua yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Dismenorea primer terjadi pada jam-jam atau hari-hari pertama selama periode menstruasi, diikuti dengan perasaan mulas, ingin muntah, pusing dan lemah. Nyeri dirasakan di sekitar pinggul dan punggung bagian bawah dan bisa merambat ke lengan. Pada dismenorea sekunder nyeri biasanya dimulai pada hari ketiga atau keempat sebelum menstruasi, bisa sembuh dengan sendirinya atau bahkan bertambah nyeri ketika pendarahan (Simanjuntak, 1987). Amenorea adalah keadaan tidak menstruasi sedikitnya 3 bulan berturutturut. Amenorea terbagi dua yaitu amenorea primer dan sekunder. Amenorea primer apabila seorang wanita berumur lebih dari 18 tahun tidak pernah mendapat menstruasi, penyebabnya lebih berat dan sulit seperti kelainan genetik sedangkan amenorea sekunder adalah penderita pernah mendapat menstruasi, tetapi kemudian tidak dapat lagi. Hal ini disebabkan karena gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor dan penyakit infeksi (Simanjuntak, 1987). Simanjuntak (1987) menyatakan bahwa Hipermenorea ialah perdarahan menstruasi yang lebih banyak atau lebih lama dari normal (lebih dari 9 hari). keluhan menjelang menstruasi merupakan keluhan secara psikis maupun fisik yang terjadi antara hari kedua sampai hari keempat belas menjelang menstruasi dan mereda segera saat menstruasi berawal, walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai menstruasi berhenti. Gejala-gejala psikis dari keluhan menjelang menstruasi yang sering muncul adalah ketegangan, rasa cepat marah, lesu, gelisah dan kurang konsentrasi. Gejala fisik diantaranya sakit kepala, mual, sakit atau keram di bawah perut, pembesaran dan rasa nyeri pada payudara. Faktor lingkungan seperti polusi dapat berpengaruh terhadap keluhan menstruasi. Keadaan lingkungan yang banyak polusi khususnya polusi udara dari kendaraan bermotor akan menghasilkan zat beracun seperti timbal (Pb) yang dapat menurunkan kualitas
xl
penyerapan zat-zat gizi. Penimbunan dan penyerapan timbal dapat menyebabkan keluhan menstruasi. Upaya untuk meminimalkan keluhan menstruasi dari segi makanan adalah dengan mengurangi konsumsi garam, kopi, gula dan makanan yang mengandung banyak karbohidrat sederhana (refined carbohydrate) seperti mie dan roti; disertai dengan meningkatkan konsumsi sayur dan buah (termasuk jus), meningkatkan konsumsi makanan sumber vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, E, Zink (Zn), Zat besi (Fe), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Chromium (Cr) dan asam lemak omega-3, omega-6 dan meningkatkan konsumsi protein hewani. (Hardinsyah, 2004).
xli
KERANGKA PEMIKIRAN Karakteristik contoh meliputi umur, uang saku, pengetahuan gizi dan hal-hal tentang menstruasi mempengaruhi pola konsumsi pangan secara langsung, baik dalam frekuensi, jenis dan jumlah konsumsi pangan. Karakteristik keluarga meliputi suku bangsa, jumlah anggota keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan orangtua. Usia menarche dipengaruhi oleh kesehatan dan gizi anak, juga faktor sosial-ekonomi dan keturunan (usia menarche ibu). Pola konsumsi pangan lebih menekankan pada aspek-aspek kebiasaan makan dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang. Survei tersebut dilakukan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan dan mencari informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh pangan. Pola konsumsi pangan dalam hal frekuensi dan jenis makanan yang dikonsumsi mempengaruhi tingkat konsumsi pangan seseorang. Tingkat konsumsi mempengaruhi keadaan gizi seseorang. Tingkat konsumsi dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan di dalam susunan hidangan, kuantitas hidangan menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi di dalam susunan hidangan. Keadaan gizi akan tercapai jika kualitas dan kuantitas hidangan dapat dipenuhi dengan baik (Sediaoetama, 1989). Tingkat kecukupan contoh adalah konsumsi zat gizi aktual contoh dibandingkan dengan kecukupan zat gizi standar yang sesuai dengan AKG (2004) yang dipresentasikan dalam persen. Konsumsi pangan akan mempengaruhi tingkat kecukupan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang selanjutnya akan mempengaruhi status gizi seseorang. Status gizi seseorang sangat berpengaruh terhadap menstruasi. Status gizi diukur dengan
menggunakan indeks antropometri yaitu Indeks Massa
Tubuh/Umur (IMT/U). Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan, yang ditentukan oleh berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, keadaan fisiologis dan keadaan kesehatan.
xlii
KERANGKA PEMIKIRAN
Karakteristik Keluarga • Suku bangsa • Besar keluarga • Pendidikan orangtua • Pekerjaan orangtua • Pendapatan orangtua
Karakteristik Contoh • Umur • Uang saku • Pengetahuan gizi dan hal-hal tentang menstruasi
Pola Konsumsi Pangan • Kebiasaan makan • Frekuensi • Jenis Usia Menarche ibu
Usia Menarche
Tingkat Kecukupan • Energi • Protein • Fe (Besi) • Vit A • Vit. C
Status gizi (IMT/U)
Keterangan : = variabel diteliti = variabel tidak diteliti = hubungan yang dianalisis = hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Status Kesehatan/Infeksi
xliii
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study. Data dikumpulkan untuk dapat membandingkan status gizi dan konsumsi pangan dengan usia menarche anak perempuan sekolah dasar di Bogor. Penelitian ini dilakukan di 14 sekolah dasar yang ada di Bogor (SD Budi Mulia, SD Bina Insani, SD Ummul Quro, SDN Sindang Barang 1, SDN Sindang Barang 2, SDN Sindang Barang 3, SDN Sindang Barang 4, SDN Bubulak 1, SDN Loji 1, SDN Purbasari 3, SDN Cibalagung 5, SDN Gunung Batu 1, SDN Gunung Batu 2, dan SDN Situgede 3). Pemilihan sekolah-sekolah dilakukan secara purposive yaitu sekolah dengan tingkat sosial ekonomi orang tua menengah ke atas dan sosial ekonomi orang tua menengah ke bawah. Pemilihan tersebut berdasarkan pertimbangan kemudahan dalam melakukan penelitian serta keterbatasan waktu penelitian karena bertepatan dengan pelaksanaan ujian anak sekolah dasar yang dilaksanakan pada bulan Juni. Penelitian berlangsung selama dua bulan, yaitu bulan Mei 2007 sampai bulan Juni 2007. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Populasi contoh penelitian adalah anak perempuan yang masih duduk di kelas lima Sekolah Dasar (SD). Pemilihan ini dilakukan karena usia pertama kali menstruasi (menarche) pada anak SD terjadi pada anak kelas lima, sehingga contoh yang diambil berasal dari kelas lima. Pemilihan contoh secara purposive. Secara keseluruhan jumlah contoh sebanyak 120 yaitu 60 anak yang sudah menstruasi dan 60 anak yang belum menstruasi. Jumlah contoh dari setiap sekolah berbeda berdasarkan jumlah contoh yang sudah menstruasi di sekolah tersebut. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh (usia, uang saku, pengetahuan gizi dan hal-hal tentang menstruasi), karakteristik keluarga (suku bangsa, besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan orangtua), usia menarche ibu, pola konsumsi pangan, konsumsi pangan dan status gizi. Data sekunder meliputi gambaran umum sekolah tempat penelitian berlangsung.
xliv
Pengumpulan data primer dilaksanakan melalui wawancara secara langsung menggunakan kuesioner. Data pola konsumsi pangan (kebiasaan makan, frekuensi dan jenis pangan) diperoleh melalui wawancara langsung dengan cara mengisi kuesioner. Data jenis dan jumlah konsumsi pangan diperoleh menggunakan metode recall 2 x 24 jam, yaitu satu hari libur dan satu hari aktivitas. Data status gizi diperoleh melalui pengukuran Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB). Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg, sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan adalah microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Semua alat yang digunakan dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Pengolahan Dan Analisis Data Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Program yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data adalah Microsoft Excel dan SPSS 13.0 for Windows. Pengolahan data yang dilakukan berupa editing, coding, scoring, entry, cleaning dan analisis data. Hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Spearman, sedangkan perbedaan antar variabel menggunakan uji beda t dan Mann Whitney. Bahan pangan contoh dikelompokkan menjadi 8 kelompok bahan pangan yang terdiri dari pangan pokok, protein hewani (daging, susu, telur, ikan), protein nabati, susu, sayuran, buah, minuman, dan snack. Data konsumsi pangan yang dikumpulkan dikonversikan ke dalam bentuk energi, protein, Fe, vitamin A dan vitamin C menggunakan Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM 2004). Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan: Kgij
= Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j
Bj
= Berat makan-j yang dikonsumsi (g)
Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan
xlv
Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi contoh yang dicari digunakan rumus: AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI = Angka kecukupan zat gizi contoh yang dicari Ba
= Berat badan aktual sehat (kg)
Bs
= Berat badan patokan (kg)
AKG = Angka kecukupan energi atau protein yang dianjurkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG 2004) Untuk mineral dan vitamin dihitung langsung dengan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya, tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Berikut rumus tingkat kecukupan zat gizi yang digunakan: TKG = (K/AKGI) x 100% Keterangan: TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K
= Konsumsi zat gizi (recall)
AKGI = Angka kecukupan zat gizi contoh yang dicari Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U. IMT/U digunakan untuk anak yang berumur 9-24 tahun, dengan menggunakan persentil. Untuk menilai kurus < persentil ke-5, normal persentil ke-5 < x < persentil ke-85 dan gemuk ≥ persentil ke-85. Caranya adalah tentukan dulu umur anak. Kemudian hitung IMT-nya berdasarkan rumus:
IMT =
Berat badan ( Kg ) Tinggi badan 2 (meter)
Kemudian hasilnya dibandingkan dengan referensi pada umur yang sama dengan anak yang dinilai status gizinya. Data referensi persentil IMT/U dapat dilihat pada lampiran 1 (Riyadi, 2003).
xlvi
Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan Pengetahuan Gizi, Besar Keluarga, Tingkat Pendidikan Orang Tua, Pendapatan Orang Tua dan Pola Konsumsi Pangan Variabel 1. Pengetahuan Gizi • Rendah • Sedang • Tinggi 2. Besar Keluarga • ≤ 4 orang • 5-6 orang • ≥ 7 orang 3. Tingkat Pendidikan Orang Tua • Sekolah Dasar (SD) • Tidak tamat SD • Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) • Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) • Perguruan Tinggi (PT) 4. Pendapatan Orang Tua (Rp/Kap/bln) • < 150.000 • 150.000-300.000 • 300.000-450.000 • 450.000-600.000 • > 600.000 5. Pola Konsumsi Pangan • Tidak pernah mengkonsumsi • Jarang mengkonsumsi • Sering mengkonsumsi
Kategori < 60% 60%-80% > 80% keluarga kecil keluarga sedang keluarga besar
sangat rendah rendah sedang tinggi sangat tinggi 0x seminggu 1-2x seminggu > 3x seminggu
Uji statistik yang digunakan yaitu : 1. Tabulasi frekuensi dan crosstabs
dilakukan untuk
menganalisis
karakteristik contoh (umur, uang saku, pengetahuan gizi dan hal-hal tentang menstruasi), karakteristik keluarga (suku bangsa, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua), usia menarche ibu dan pola konsumsi pangan pada contoh yang sudah menstruasi dan belum menstruasi. 2. Uji beda MannWhitney untuk menganalisis perbedaan status gizi dan uji beda t untuk menganalisis perbedaan konsumsi pangan contoh yang sudah menstruasi dan belum menstruasi. 3. Uji korelasi spearman untuk menganalisis hubungan status gizi dengan usia menarche, konsumsi pangan dengan usia menarche, usia menarche ibu dengan usia menarche contoh, pengetahuan gizi dengan usia menarche dan protein hewani dengan usia menarche.
xlvii
DEFINISI OPERASIONAL Responden atau contoh adalah anak usia sekolah dasar kelas lima dan dipilih
secara purposive bagi yang sudah mendapat menstruasi dan dipilih secara acak bagi yang belum mendapat menstruasi. Menstruasi adalah pengeluaran darah dari dinding rahim secara periodik yang
terjadi karena luruhnya bagian dinding rahim yang dipersiapkan bagi embrio dan biasanya dimulai pada anak wanita umur 10-16 tahun. Usia Menarche adalah usia dimana seorang wanita mendapatkan menstruasi
untuk pertama kalinya. Karakteristik contoh adalah pertanyaan yang meliputi usia, uang saku dan
pengetahuan gizi contoh. Uang saku adalah seluruh uang yang diberikan oleh orang tua contoh untuk
digunakan oleh contoh (tidak termasuk uang transportasi). Pengetahuan gizi contoh adalah pengetahuan gizi contoh yang diukur dengan
cara menanyakan sebanyak 15 pertanyaan mengenai gizi secara umum dan 5 pertanyaan mengenai zat besi ditambah 7 pertanyaan pengetahuan mengenai menstruasi. Karakteristik keluarga adalah pertanyaan yang meliputi suku bangsa, usia
menarche ibu, besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan orangtua. Besar keluarga adalah jumlah keluarga contoh, keluarga kecil ≤ 4 orang,
keluarga sedang 5-6 orang dan keluarga besar ≥ 7 orang. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh
oleh orang tua contoh. Pendapatan adalah jumlah pendapatan orang tua contoh yang dihasilkan per
bulan dari pekerjaan utama dan pekerjan tambahan yang dinilai dalam rupiah. Pola konsumsi pangan contoh adalah frekuensi, jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi oleh contoh dan menjadi suatu kebiasaan contoh Konsumsi pangan adalah jumlah pangan tunggal atau beragam yang dikonsumsi
oleh contoh.
xlviii
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Dasar
Penelitian dilakukan di 14 Sekolah Dasar (SD) yaitu SD Budi Mulia, SD Bina Insani, SD Ummul Quro, SDN Sindang Barang 1, SDN Sindang Barang 2, SDN Sindang Barang 3, SDN Sindang Barang 4, SDN Bubulak 1, SDN Loji 1, SDN Purbasari 3, SDN Cibalagung 5, SDN Gunung Batu 1, SDN Gunung Batu 2, dan SDN Situgede 3. Pemilihan sekolah-sekolah dilakukan secara purposive yaitu sekolah dengan tingkat sosial ekonomi orang tua menengah ke atas dan sosial ekonomi orang tua menengah ke bawah. Selain itu juga dikarenakan kemudahan dalam memperoleh ijin penelitian dan keterbatasan waktu penelitian karena ujian anak sekolah dasar yang dilaksanakan pada bulan Juni 2007 kemudian diikuti libur panjang. Sekolah Dasar Budi Mulia terletak di Jalan Kapten Muslihat no 22 Bogor Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Psikologi. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu aula, lab komputer, lab bahasa, perpustakaan, masjid, kantin dan lapangan olahraga. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah seni tari, band, mading, paduan suara, bina prestasi, bahasa inggris, pramuka, catur, basket, badminton, tenis meja, futsal, karawitan dan bina vokalia. Sekolah Dasar Bina Insani terletak di Jalan KH. Sholeh Iskandar Tanah Sareal Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Magister. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu aula, kantin, ruang komputer, UKS, perpustakaan. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah karate, sepak bola, paduan suara, drama, Al-Qur’an, bahasa inggris, band cilik, seni tari, drum band, pramuka, seni lukis dan jurnalis. Selain itu, di sekolah ini terdapat kelas akselerasi bagi anak yang kemampuan IQnya di atas rata-rata teman sebayanya. Sekolah Dasar Ummul Quro terletak di Jalan KH. Sholeh Iskandar no 1 Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu mesjid, lab MIPA, lab komputer, perpustakaan dan kantin. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah Al-Qur’an (Tahfidzul Qur’an), klub bahasa (english club, bahasa arab), penelitian dan akademik (kelompok ilmiah anak, klub penggemar matematika), bengkel seni (bina vokalia islami, teater islami, seni musik, melukis, menggambar mewarnai,
xlix
kaligrafi) dan keterampilan (komunikasi dan jurnalistik, dokter kecil, bengkel kreatif siswa) dan olahraga (sepak bola, futsal, basket ball). Sekolah Dasar Sindang Barang 1 terletak di Jalan Sindang Barang Jero Pilar 1 Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana pendidikan. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu perpustakaan dan UKS. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah seni bela diri dan pramuka. Sekolah Dasar Sindang Barang 2 terletak di Jalan Letjen Ibrahim Adjie Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu perpustakaan dan UKS. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah pencak silat dan pramuka. Sekolah Dasar Sindang Barang 3 terletak di Jalan Sindang Barang Pilar 1 Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Agama. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu perpustakaan dan UKS. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah pembinaan bidang studi, kesenian dan pramuka. Sekolah Dasar Sindang Barang 4 terletak di Jalan Sindang Barang Pilar 1 No 25 Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana pendidikan.
Fasilitas
yang
dimilki
sekolah
yaitu
UKS.
Kegiatan
ekstrakurikulernya adalah gamelan dan pramuka. Sekolah Dasar Bubulak 1 terletak di Jalan Raya Cifor Sindang Barang Jero Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar sarjana Muda dalam bidang seni. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu UKS. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah pramuka. Sekolah Dasar Loji 1 terletak di Jalan Siaga No 7 Kelurahan Loji Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu UKS dan perpustakaan. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah berenang dan pencak silat. Sekolah Dasar Purbasari 3 terletak di Jalan Mayjen Ishak Juarsa No 38 Gunung Batu Rt 01/03 Bogor Barat. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang Sarjana Pendidikan. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu UKS dan perpustakaan. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah pramuka dan seni tari. Sekolah Dasar Cibalagung 5 terletak di Jalan Cibalagung Pasir Kuda Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana
l
Pendidikan. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu UKS, ruang pramuka dan perpustakaan. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah pramuka dan pencak silat. Sekolah Dasar Gunung Batu 1 terletak di Jalan Raya Gunung Batu Loji No 1 Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Magister dalam bidang seni. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu UKS dan perpustakaan. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah pramuka dan pencak silat. Sekolah Dasar Gunung batu 2 terletak di Jalan Raya Gunung Batu Loji Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Magister Manajemen. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu UKS, koperasi, kantin dan perpustakaan. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah drum band, pramuka, dokter kecil, bahasa inggris, komputer, matematika nalariah dan menggambar/melukis. Sekolah Dasar Situgede 3 terletak di Jalan Cilubang Tonggoh Situgede Rt02/10 Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu mushala dan perpustakaan. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah pramuka, gamelan tradisional dan pencak silat. Tabel 2. Profil Sekolah Dasar berdasarkan Luas Tanah, Luas Bangunan, Jumlah Murid dan Jumlah Guru Nama SD Budi Mulia Bina Insani Ummul Quro Sindang Barang 1 Sindang Barang 2 Sindang Barang 3 Sindang Barang 4 Bubulak 1 Loji 1 Purbasari 3 Cibalagung 5 Gunung Batu 1 Gunung Batu 2 Situgede 3
Luas Tanah (m2) 7.150 20.000 6.000 1.400 529 1.600 1.500 1.350 1.300 764 1.000 1.650 700 200
Luas Bangunan (m2) 1.373 12.000 4.500 800 282 500 900 1.315 549 664 450 784 245 192
Jumlah Murid (orang) 821 874 822 225 365 286 225 422 373 480 334 695 724 282
Jumlah Guru (orang) 24 48 73 15 14 11 9 17 16 15 13 28 33 8
li
Karakteristik Contoh
Tabel 3 menunjukkan persentase jumlah contoh yang sudah menstruasi berbeda-beda dari setiap sekolah. Pada sekolah swasta dibutuhkan tiga sekolah untuk mendapatkan contoh yang sudah menstruasi sebanyak 30 orang sedangkan pada sekolah negeri dibutuhkan sebelas sekolah untuk mendapatkan contoh yang sudah menstruasi sebanyak 30 orang. Berdasarkan jumlah siswi kelas lima di masing-masing sekolah, dapat dilihat bahwa sekolah Ummul Quro mempunyai jumlah siswi lebih banyak dibandingkan sekolah swasta lainnya sedangkan pada sekolah negeri, sekolah Gunung Batu 2 mempunyai jumlah siswi yang paling banyak diantara sekolah lainnya. Hal ini juga yang menyebabkan jumlah siswi yang menstruasi lebih banyak didapatkan di sekolah Gunung batu 2. Tabel 3. Persentase Jumlah Contoh Menstruasi Menurut Jumlah Siswi Kelas V Nama SD Budi Mulia Bina Insani Ummul Quro Sindang Barang 1 Sindang Barang 2 Sindang Barang 3 Sindang Barang 4 Bubulak 1 Loji 1 Purbasari 3 Cibalagung 5 Gunung Batu 1 Gunung Batu 2 Situgede 3
Jumlah Siswi Kelas V (orang) 68 59 73 31 21 23 12 25 26 16 23 41 60 29
Jumlah Contoh Menstruasi (orang) 10 10 10 2 2 1 2 4 1 1 3 8 2 5
% 14,7 16,9 13,7 6,5 9,5 4,3 16,7 16,0 3,8 6,25 13,0 19,5 3,3 17,2
Umur
Contoh dalam penelitian ini berumur 10-12 tahun dan presentase tersebar pada umur 11 tahun, baik pada kelompok menstruasi (66,7%) maupun belum menstruasi (76,6%) (Tabel 3). Anak Sekolah Dasar (SD) disebut juga usia pertengahan anak-anak (middle childhood). Masa ini merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Pada usia ini anak memiliki fisik yang lebih tinggi dan kurus dibandingkan pada masa prasekolahnya (Papalia & Olds, 1979).
lii
Tabel 4. Sebaran Contoh berdasarkan Umur, Besar Uang Saku dan Besar Uang Transportasi Menstruasi Variabel n Umur (tahun) • 10 • 11 • 12 Besar uang saku (Rp/bln) • < 60.000,00 • 60.000,00-200.000,00 • > 200.000,00 Rata-rata Besar Uang Transportasi (Rp/bln) • < 90.000,00 • 90.000,00-180.000,00 • > 180.000,00 Rata-rata
3 40 17
% 5,0 66,7 28,3
Belum Menstruasi n % 7 46 7
11,7 76,6 11,7
Jumlah n 10 86 24
% 8,3 71,7 20,0
3 5,0 52 86,7 5 8,3 123.333
7 11,7 48 80,0 5 8,3 115.083
10 8,3 100 83,4 10 8,3 119.208
35 58,3 19 31,7 6 10,0 78.692
42 70,0 17 28,3 1 1,7 47.808
77 64,2 36 30,0 7 5,8 63.250
Uang Saku
Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian, mingguan atau bulanan (Napitu 1994). Sebagian besar contoh baik yang sudah menstruasi (86,7%) maupun belum menstruasi (80,0%) memperoleh uang saku yang berkisar Rp 60.000,00- 200.000,00/bulan. Rata-rata besar uang saku contoh yang sudah menstruasi dan belum menstruasi adalah Rp 119. 208,00 ± 68.449,00 (Tabel 4). Hal ini dapat dikarenakan pada contoh yang sudah menstruasi maupun belum menstruasi berasal dari keluarga yang mempunyai pendapatan tinggi. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan besar uang saku yang diperoleh oleh kedua contoh baik yang sudah maupun yang belum menstruasi (p>0,05). Uang Transportasi
Uang transportasi adalah uang yang diperoleh contoh diluar uang jajan. Rata-rata besar uang transportasi kedua contoh adalah Rp 63.250,00 ± 73.530,00. Sebanyak 58,3% contoh yang sudah menstruasi dan 70,0% belum menstruasi memperoleh uang transportasi sebesar < Rp 90.000,00/bulan (Tabel 4). Hal ini diduga karena sebagian contoh diantar jemput oleh orang tuanya dan selain itu juga jarak yang ditempuh ke sekolah cukup dekat sehingga contoh memilih untuk berjalan kaki. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan besar uang
liii
transportasi yang diperoleh oleh kedua contoh baik yang sudah maupun yang belum menstruasi (p>0,05). Tingkat Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan (Suhardjo, 1996). Pengetahuan gizi mempengaruhi praktek melalui sikap terhadap makanan. Praktek konsumsi pangan merupakan hasil interaksi dari pengetahuan gizi dan sikap terhadap gizi. Pengetahuan gizi dapat membentuk praktek pangan secara langsung dan dapat juga mempengaruhi praktek pangan melalui sikap. Tingkat pengetahuan gizi diukur dari pertanyaan-pertanyaan umum mengenai gizi yaitu sebanyak 15 pertanyaan, zat besi 5 pertanyaan dan menstruasi 7 pertanyaan (Tabel 5). Pertanyaan gizi secara umum sebagian besar dapat dijawab oleh contoh. Pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh contoh yaitu mengenai karbohidrat dan lemak (47,5%), kekurangan vitamin dalam tubuh (51,7%), dampak kurang gizi bagi anak (65,0%) dan protein nabati (66,7%). Contoh sudah mengetahui mengenai gizi karena di sekolah sudah ada pelajarannya. Pertanyaan-pertanyaan ini belum dapat dijawab oleh seluruh contoh diduga karena contoh sudah lupa mengenai pelajaran tersebut dan juga contoh masih belum memahami mengenai pelajaran tersebut (Tabel 5). Pertanyaan mengenai zat besi yang dapat dijawab oleh sebagian besar contoh adalah mengenai tanda-tanda anemia. Pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh contoh yaitu mengenai fungsi zat besi, sumber zat besi, kekurangan zat besi dan golongan yang lebih mudah terkena anemia. Hal ini disebabkan karena contoh belum memahami mengenai zat besi, walaupun sudah mempelajari mengenai gizi. Contoh masih kesulitan memahami mengenai zat besi sehingga harus diberitahukan terlebih dahulu mengenai zat besi itu sendiri (Tabel 5). Pertanyaan mengenai menstruasi yang tidak dapat dijawab oleh sebagian besar contoh mengenai perubahan yang paling terlihat ketika puber. Contoh masih belum memahami mengenai perubahan fisik, mental, moral dan spiritual. Contoh mulai memahami ketika dijelaskan mengenai perubahan-perubahan tersebut. Contoh lebih mengetahui bahwa ketika menstruasi yang terjadi adalah payudara
liv
berkembang, tumbuh bulu-bulu halus dan sebagainya, namun belum mengerti apakah hal tersebut termasuk ke dalam perubahan fisik atau bukan (Tabel 5). Tabel 5. Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban Benar terhadap Pertanyaan Pengetahuan Gizi Pertanyaan I. Pengetahuan Gizi Makanan sehat adalah makanan yang cukup mengandung zat gizi dan higienis Zat gizi yang dibutuhkan tubuh karbohidrat,lemak,protein,vitamin dan mineral Makanan yang mengandung karbohidrat adalah beras Berdasarkan sumbernya lemak ada dua macam, yaitu lemak nabati dan hewani Karbohidrat dan lemak disebut sebagai zat tenaga Protein nabati terdapat dalam tempe Bahan pangan yang banyak mengandung air adalah ketimun Dampak kurang gizi bagi anak, kecuali pertumbuhan normal Agar tidak kekurangan gizi sebaiknya makan 4 sehat 5 sempurna Akibat utama kekurangan sumber energi adalah pertumbuhan badan terganggu Kekurangan vitamin dalam tubuh disebut avitaminosis Vitamin A banyak terdapat pada wortel Kekurangan vitamin A dapat meyebabkan rabun senja Vitamin C banyak terdapat pada jeruk Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan II. Pengetahuan umum mengenai zat besi (Fe) Fungsi zat besi adalah sebagai zat penambah darah Bahan makanan sumber zat besi adalah daging dan telur Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan anemia Tanda-tanda anemia adalah lemah, letih, lesu Golongan yang lebih mudah terkena anemia adalah perempuan III.Pengetahuan umum mengenai menstruasi Menstruasi adalah keluarnya darah setiap bulan Puber adalah bertambah dewasa (usia kedewasaan) Perubahan puber yang paling terlihat adalah perubahan fisik Tanda-tanda puber pada perempuan kecuali suara membesar Tanda-tanda menstruasi kecuali sakit gigi Pada umumnya menstruasi berlangsung selama 7 hari Jika sudah menstruasi dan tidak berhati-hati berteman maka dapat hamil
Jawaban Benar n % 118 99 98 105 57 80 102 78 118 112 62 114 99 113 102
98,3 82,5 81,7 87,5 47,5 66,7 85,0 65,0 98,3 93,3 51,7 95,0 82,5 94,2 85,0
42 42 51 107 47
35,0 35,0 42,5 89,2 39,2
117 112 68 77 91 102 113
97,5 93,3 56,7 64,2 75,3 85,0 94,2
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kemudian diberi skor yang nantinya dikelompokkan menjadi kategori rendah, sedang, dan tinggi. Lebih dari separuh contoh yang sudah menstruasi maupun belum menstruasi (58,3%) memiliki pengetahuan gizi pada kategori sedang. Contoh yang memiliki tingkat pengetahuan pada kategori baik (tinggi) masing-masing 36,7% yang sudah menstruasi dan 26,7% belum menstruasi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan gizi dari seluruh sudah cukup baik.
lv
Tabel 6. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi Tingkat Pengetahuan Gizi Rendah (< 60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (> 80%)
Menstruasi n
% 3 35 22
5,0 58,3 36,7
Belum Menstruasi n % 9 15,0 35 58,3 16 26,7
Sumber informasi contoh mengenai menstruasi yaitu sebesar 68,3% contoh yang sudah menstruasi dan 71,6% belum menstruasi mengetahuinya dari orang tua, khususnya ibu. Hal ini diduga karena adanya keterbukaan antara anak dan orang tua sehingga anak merasa jika ada sesuatu yang belum dipahami dan meningkatkan rasa ingin tahunya maka anak akan bertanya kepada orang tuanya (Tabel 7). Tabel 7 menunjukkan sumber informasi lainnya diperoleh contoh yang sudah menstruasi (10,0%) dan belum menstruasi (1,7%) dari orang lain yaitu tante dan guru bahkan ada yang mengetahuinya dengan membaca buku atau majalah. Hal ini tentunya harus mendapat perhatian lebih dari orang tua. Akan lebih baik jika anak bertanya kepada orang tuanya daripada sekedar membaca buku/majalah karena apa yang ditulis buku/majalah terkadang akan sulit diartikan oleh seorang anak yang belum mengerti apapun. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan darimana contoh mengetahui pengertian menstruasi antara kedua contoh (p>0,05). Tabel 7. Sebaran Contoh berdasarkan Sumber Informasi Tentang Menstruasi Variabel Orang tua Kakak Teman Lainnya
Menstruasi n
% 41 10 3 6
68,3 16,7 5,0 10,0
Belum Menstruasi n % 43 71,6 9 15,0 7 11,7 1 1,7
Rata-rata umur menarche contoh adalah 10,3 tahun. Sebagian besar contoh (86,7%) mengalami menarche pada umur 10-11 tahun. Selain itu, sebesar 13,3% contoh mendapat menstruasi pada umur < 10 tahun. Riyadi (2003) menyatakan bahwa menstruasi yang dimulai antara umur 10 dan 16 tahun dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kesehatan wanita, faktor keturunan, konsumsi gizi dan status gizi (Tabel 8). Penurunan usia awal menstruasi disebabkan karena peningkatan standar kehidupan ekonomi dan kemudahan akses perawatan kesehatan. Hal ini
lvi
dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2003) bahwa siswisiswi di SMUN 1 Bogor (34,4%) dan SMUN 81 Jakarta (35,8%) mengalami menstruasi pertama pada umur 12 tahun sedangkan pada SMUN 1 Ciampea mengalami menstruasi pertama kali pada umur 13 tahun (51,0%). Lokasi SMUN 1 Bogor dan SMUN 81 Jakarta yang berada di kota Bogor dan Jakarta sehingga lebih mudah mendapatkan akses perawatan kesehatan serta memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik dibandingkan SMUN 1 Ciampea. Pertanyaan yang berikutnya ditanyakan adalah kepada siapa biasanya contoh memberitahukan ketika pertama kali mendapat menstruasi. Sebesar 76,7% contoh menjawab kepada orang tua khususnya ibu. Hal ini diduga karena contoh menganggap orang yang paling dekat dan paling dipercayainya adalah orang tua khususnya ibunya, sehingga diperlukan adanya keterbukaan antara anak dan orang tua sehingga anak tidak akan malu untuk bertanya kepada orang tuanya (Tabel 8). Sebesar 58,3% contoh menjawab tidak selalu mendapat menstruasi setiap bulannya. Hal ini dapat saja dipengaruhi karena contoh baru mengalami menstruasi sehingga tubuh membutuhkan waktu untuk membiarkan segala perubahan terjadi. Sejak tahun 1880 para peneliti menemukan bahwa siklus iregular adalah suatu yang normal. Iregulitas siklus menstruasi adalah suatu kompleks fisiologis menyangkut berbagai organ, hormon dan susunan syaraf pusat (Affandi & Danukusumo, 1990) (Tabel 8). Sebagian besar contoh (88,3%) menjawab lama menstruasinya 4-7 hari setiap bulannya. Hal ini masih normal terjadi pada setiap orang tetapi jika menstruasi terjadi lebih dari 9 hari maka dianggap tidak normal seperti yang dikemukakan oleh Affandi & Danukusumo (1990) rata-rata lama menstruasi antara 3-5 hari dianggap normal dan lebih dari 8 atau 9 hari dianggap tidak normal. Perbedaan lama menstruasi merupakan proses fisiologik yang dipengaruhi banyak faktor antara lain lingkungan, lamanya menstruasi ibu, usia dan ovulasi (Tabel 8). Sebesar 66,7% contoh mengalami siklus menstruasi selama 25-35 hari. Selain itu sebesar 10,0% contoh mengalami siklus > 35 hari. Panjang siklus menstruasi yang normal adalah 28 hari. Rata-rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 35 hari dan dapat dipengaruhi oleh usia seseorang. Selain itu
lvii
faktor lain yang mengganggu kelancaran siklus menstruasi adalah faktor stres, perubahan berat badan, olahraga yang berlebihan dan keluhan menstruasi. Pada siklus wanita, hormon selalu berubah naik turun yang dapat mempengaruhi wanita baik secara mental maupun fisik (Hanafiah, 1987) (Tabel 8). Sebagian besar contoh (88,3%) menjawab ≤ 14 kali mendapat menstruasi sampai wawancara dilakukan. Pada saat wawancara dilakukan, terdapat 6 orang contoh yang baru dapat menstruasi pertama kalinya. Selain itu, sebesar 11,7% contoh sudah mendapat menstruasi > 14 kali (Tabel 8). Hampir seluruh contoh menjawab (90%) memiliki keluhan ketika mengalami menstruasi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Affandi dan Danukusumo (1999) bahwa menstruasi tidak hanya sekedar keluarnya darah dari vagina tetapi kadang-kadang disertai dengan keluhan. Ratsmawan (2007) menyatakan PMS diderita perempuan yang mengalami ketidakseimbangan hormon, misalnya atlet, penderita obesitas, pemakai narkoba dan pecandu alkohol. Atlet biasanya tidak menyimpan banyak lemak tubuh, padahal lemak adalah penghasil hormon estrogen akibatnya tubuh mengalami kekurangan estrogen. Selain gangguan metabolisme, pola nutrisi yang tidak seimbang berupa diet tinggi lemak, tinggi garam dan gula, rendah vitamin dan mineral, sedikit serat dapat menimbulkan PMS. Konsumsi kafein serta alkohol yang berlebihan dapat memperberat gejala yang ada. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui prevalensi dari dismenore yaitu sebesar 3-90%. Berbagai laporan juga memberitahukan bahwa prevalensi PMS sebesar 5-95% dari wanita yang telah menstruasi dan sebesar 40% telah terpengaruh oleh adanya PMS (Jones & Jones 1982 dalam Utami 2003) (Tabel 8). Keluhan yang biasa dirasakan oleh lebih dari separuh contoh (55,6%) adalah sakit/keram di bawah perut. Keluhan menstruasi ini bersifat subyektif, sehingga berat atau intensitasnya sukar dinilai. Oleh karena hampir semua wanita mengalami keluhan sakit atau keram di bawah perut menjelang dan saat menstruasi disertai rasa mual maka sering memaksa penderita untuk beristirahat dan meninggalkan pekerjaan atau aktivitasnya selama beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 1987) (Tabel 8).
lviii
Tabel 8. Sebaran Contoh berdasarkan Hal-hal tentang Menstruasi Variabel 1. Usia pertama kali menstruasi • 9 tahun • 10-11 tahun 2. Pertama kali memberitahukan mendapat menstruasi • orang tua • kakak • teman • lainnya (bibi, nenek) 3. Keteraturan menstruasi • tidak teratur • teratur 4. Lama menstruasi • < 4 hari • 4-7 hari • > 7 hari 5. Siklus menstruasi • < 25 hari • 25-35 hari • > 35 hari 6.Frekuensi menstruasi hingga sekarang • 0-14 kali • > 14 kali 7. Adanya keluhan selama menstruasi • tidak • ya 8. Keluhan yang biasa dirasakan • sakit kepala • jerawat • sakit/keram di bawah perut • lesu 9. Kebiasaan meminum suplemen/jamu • tidak • ya (kiranti) 10. Perasaan ketika pertama kali menstruasi • malu • risih/jijik • takut • biasa saja 11. Makanan pantangan selama menstruasi • tidak ada • ikan • nenas • mie 12. Tanggapan keluarga • biasa saja • cuek • lebih perhatian • tidak tahu
n
% 8 52
13,3 86,7
46 9 3 2
76,7 15,0 5,0 3,3
35 25
58,3 41,7
5 53 2
8,3 88,3 3,4
14 40 6
23,3 66,7 10,0
53 7
88,3 11,7
6 54
10,0 90,0
5 12 30 7
9,3 22,2 55,6 12,9
52 8
86,7 13,3
9 3 25 23
15,0 5,0 41,7 38,3
19 4 26 11
31,7 6,7 43,3 18,3
32 1 26 1
53,3 1,7 43,3 1,7
lix
Penelitian Khaerunnisa (2005) mengungkapkan bahwa hampir seluruh contoh (93,9%) mahasiswi TPB mengeluhkan sakit/keram di bawah perut pada saat menstruasi. Ratsmawan (2007) menyatakan bahwa sakit/keram di bawah perut disebabkan oleh otot tertentu mengejang, sementara darah dan pelapis rahim terdorong ke luar. Beberapa perempuan merasa tubuhnya menggemuk menjelang menstruasi. Kenaikan berat badan disebabkan adanya retensi cairan yang bertambah bahkan berlebihan dalam tubuh menjelang menstruasi. Selain itu, ketika menstruasi beberapa wanita nafsu makannya cenderung bertambah dan lebih menyukai makanan yang manis seperti coklat. Rata-rata angka kejadian sakit/keram menstruasi di dunia sangat besar yaitu lebih dari 50% wanita di setiap negara mengalaminya. Di Amerika, persentase sakit/keram menstruasi sekitar 60%, Swedia 72% dan Indonesia 55% wanita tersiksa sakit/keram selama menstruasi bahkan tidak mampu beraktivitas (Lie 2004 dalam Khaerunnisa 2005). Sebagian besar contoh (86,7%) menjawab tidak meminum jamu/kiranti untuk menghilangkan/meredakan keluhan yang biasanya dirasakan ketika menstruasi. Upaya paling efektif yang dilakukan oleh contoh untuk mengurangi rasa sakitnya adalah dengan beristirahat dan berbaring atau juga mengompres perut dengan air panas. Pengompresan dengan air panas pada perut bagian bawah dapat mengurangi penderitaan akibat nyeri yang hebat (Simanjuntak, 1987). Sebesar 13,3% contoh meminum jamu/kiranti/obat sakit kepala untuk mengurangi rasa sakitnya (Tabel 8). Shreeve (1989) dalam Khaerunnisa (2005) mengungkapkan bahwa berkonsultasi dengan dokter dapat mengurangi beban yang terjadi ketika terjadi keluhan menstruasi. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan menstruasi diantaranya adalah olahraga, pemijatan pada bagian yang sakit, penggunaan balsem/minyak angin. Berolahraga secara teratur dapat mengatasi keluhan-keluhan selama menjelang maupun saat menstruasi. Perasaan yang dialami contoh ketika pertama kali mendapat menstruasi adalah takut (41,7%), biasa saja (23%), malu (9%) dan risih/jijik (3%). Perasaan yang muncul adalah normal karena ketika pertama kali menstruasi yang dirasakan adalah takut karena ketidaktahuan tentang hal tersebut. Contoh yang menjawab biasa saja diduga telah mengetahui tentang apa yang harus diperbuat ketika
lx
pertama kali menstruasi dan sudah mendapat penjelasan dari orang tua. Rasa malu dan risih/jijik yang dirasakan contoh lebih karena contoh merasa bahwa sudah lebih mendahului teman-temannya sehingga malu jika diketahui oleh orang lain dan juga risih/jijik dengan keadaan yang baru pertama kali dirasakan (Tabel 8). Sebesar 43,3% contoh menjawab dilarang makan nenas, 31,7% tidak dilarang, 18,3% dilarang makan mie dan 6,7% dilarang makan ikan ketika sedang menstruasi. Kebanyakan contoh tidak mengetahui mengapa makanan-makanan tersebut dilarang dikonsumsi, contoh hanya dilarang oleh orang tua tanpa penjelasan lebih lanjut (Tabel 8). Sebagian besar orang tua diduga mengetahui mengapa makanan-makanan tersebut dilarang. Agustini (2007) mengungkapkan bahwa upaya untuk mengurangi PMS yaitu menghindari makanan dengan kadar garam tinggi, makanan manis, kafein, alkohol, makanan siap saji dan stres yang berkepanjangan. Selain itu selalu melakukan olahraga rutin karena mampu meningkatkan produksi endorphin otak yang dapat menurunkan stres sehingga secara tidak langsung dan tidur minimal 8 jam/hari. Tanggapan keluarga yang dirasakan oleh contoh ketika pertama kali mendapat menstruasi adalah biasa saja (53,3%), lebih perhatian (43,3%), cuek dan tidak tahu (1,7%). Tanggapan biasa saja diduga lebih karena contoh sudah diberitahukan terlebih dahulu apa yang harus dilakukan ketika mendapat menstruasi, sedangkan untuk keluarga yang lebih perhatian disebabkan karena contoh belum mengetahui apapun sehingga harus lebih diperhatikan. Keluarga yang cuek dan tidak tahu diduga lebih disebabkan karena orang tua sudah mempercayai anak sepenuhnya sehingga tidak perlu diberi perhatian ataupun diberi tahu tentang apa yang harus dilakukannya (Tabel 8). Karakteristik Keluarga Umur Orang tua
Tabel 9 menunjukkan sebesar 41,7% contoh yang sudah menstruasi memiliki ayah yang berumur antara 30-40 tahun dan lebih dari separuh contoh belum menstruasi (56,7%) memiliki ayah yang berumur antara 40-50 tahun. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara umur ayah kedua contoh (p>0,05). Lebih dari separuh contoh (70,0%) yang sudah menstruasi maupun belum menstruasi (68,3%) memiliki ibu yang berumur antara 35-45
lxi
tahun. Sebesar 11,7 % contoh yang sudah menstruasi dan 6,7% belum menstruasi mempunyai ibu yang sudah berumur > 45 tahun. Tabel 9. Sebaran Contoh berdasarkan Umur Orang Tua Contoh Menstruasi
Variabel
n
Belum Menstruasi n %
%
1. Umur Ayah (tahun) • 30-40 • 40-50 • > 50 tahun Rata-rata 2. Umur Ibu (tahun) • 25-35 • 35-45 • > 45 Rata-rata
25 23 12 44,7
41,7 38,3 20,0
21 34 5 42,6
35,0 56,7 8,3
11 42 7 39,9
18,3 70,0 11,7
15 41 4 38,7
25,0 68,3 6.7
Suku bangsa
Suku bangsa orang tua adalah suku bangsa ayah contoh. Sebesar 38.3% contoh yang sudah menstruasi dan 55.0% belum menstruasi berasal dari suku Sunda. Hal ini diduga karena orang tua contoh tinggal dan bekerja di Bogor, sehingga kebanyakan contoh berasal dari suku Sunda. Selain itu juga sebesar 38.3% contoh yang sudah menstruasi dan 25.0% belum menstruasi berasal dari suku Jawa. Hal ini diduga karena kedua orang tua contoh berasal dari Jawa dan sudah menetap di Bogor. Suku lainnya adalah Batak, Bugis, Betawi, Ambon, Minang, Menado, Melayu Dan Tionghoa. Berdasarkan uji beda, tidak terdapat perbedaan antara suku bangsa ayah kedua contoh (p>0.05) (Tabel 10). Tabel 10. Sebaran Contoh berdasarkan Suku Bangsa Ayah Suku Bangsa Jawa Sunda Lainnya
Menstruasi n
% 23 23 14
38,3 38,3 23,4
Belum Menstruasi n % 15 25,0 33 55,0 12 20,0
Usia Menarche Ibu
Sebesar 46,7% contoh yang sudah menstruasi dan 56,7% belum menstruasi menjawab bahwa usia menarche ibu yaitu 13-14 tahun. Hal ini seperti yang dikemukakan Hanafiah (1987) usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun,
lxii
tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara usia menarche ibu pada kedua contoh (p>0.05) (Tabel 11). Variasi umur rata-rata saat menarche merupakan interaksi dari perbedaan genetik dan lingkungan. Perbedaan umur menarche antara kelompok pedesaan dan perkotaan atau remaja puteri kaya dan miskin di daerah tertentu, terutama karena adanya perbedaan status sosial ekonomi yang berkaitan dengan kesehatan: gizi, higiene, perawatan kesehatan dan sebagainya (WHO, 1995). Pada beberapa situasi, perbedaan sosial atau ekonomi mencerminkan perbedaan etnik atau genetik. Menurunnya umur rata-rata saat menarche terlihat pada beberapa populasi dan perubahan sekular menandakan adanya perbaikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kesehatan sehingga memungkinkan terjadinya kematangan (maturation) yang lebih cepat pada saat remaja. Sebagai contoh, di Norwegia rata-rata umur menarche menurun dari 15,6 tahun pada wanita yang dilahirkan tahun 1860 menjadi 13,3 tahun pada wanita yang dilahirkan setelah tahun 1940. Pada penelitian inipun terjadi penurunan umur menarche yaitu ibu mendapatkan menstruasi pada umur 13-14 tahun (umur ibu antara 35-45 tahun) dan rata-rata anaknya mendapatkan menstruasi pada umur 1011 tahun yang dilahirkan pada tahun 1995-1996 (WHO, 1995). Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan tidak terdapat korelasi antara usia menarche ibu dengan usia menarche contoh (r=0,176; p>0,05). Ini menunjukkan bahwa usia menarche ibu tidak berhubungan dengan usia menarche anak. Hal ini bertentangan dengan yang diungkapkan oleh Hanafiah (1987) yaitu usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi (konsumsi dan status gizi) dan kesehatan umum. Seratus tahun yang lalu, rata-rata usia menarche adalah 15-19 tahun. Menurunnya usia menarche disebabkan oleh keadaan gizi dan kesehatan umum yang membaik dan berkurangnya penyakit menahun (Tabel 11). Tabel 11. Sebaran Contoh berdasarkan Usia Menarche Ibu Usia Menarche Ibu 9-10 tahun 11-12 tahun 13-14 tahun 15-16 tahun 17-18 tahun
Menstruasi n
% 1 16 28 10 5
1,7 26,6 46,7 16,7 8,3
Belum Menstruasi n % 1 1,7 8 13,3 34 56,7 13 21,6 4 6,7
lxiii
Besar Keluarga
Besar keluarga menurut BKKBN (1998) dibagi menjadi keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-6 orang, dan besar jika ≥ 7 orang. Sebesar 50,0% contoh yang sudah menstruasi dan 55,0% belum menstruasi mempunyai besar keluarga ≤ 4 orang (keluarga kecil). Besar keluarga 5-6 orang (keluarga sedang) yaitu dimiliki oleh contoh yang sudah menstruasi sebesar 43,3% dan 40,0% belum menstruasi. Selain itu, sebesar 6,7% contoh yang sudah menstruasi dan 5,0% belum menstruasi mempunyai besar keluarga ≥ 7 orang (keluarga besar) (Tabel 12). Jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi, khususnya pada keluarga yang berpenghasilan rendah pemenuhan makan akan lebih mudah jika jumlah anggota keluarganya sedikit. Pada taraf ekonomi yang sama, keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan sulit memenuhi kebutuhannya jika dibandingkan dengan keluarga dengan jumlah anak yang sedikit (Suhardjo, 1989). Menurut Sediaoetama (1989) pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan. Selain dalam hal konsumsi pangan, besar keluarga juga akan berpengaruh terhadap perhatian orangtua, bimbingan, petunjuk, dan perawatan kesehatan. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan besar anggota keluarga antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p>0,05). Tabel 12. Sebaran Contoh berdasarkan Besar Keluarga Besar keluarga ≤ 4 orang 5-6 orang ≥ 7 orang Rata-rata
Menstruasi n % 30 50,0 26 43,3 4 6,7 4,6
Belum menstruasi n % 33 55,0 24 40,0 3 5.0 4,6
Jumlah n 63 50 7 4,6
% 52,5 41,7 5,8
lxiv
Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan ayah dan ibu contoh dibagi menjadi SD, tidak tamat SD, SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebesar 43,3% contoh yang sudah menstruasi dan 51,7% belum menstruasi mempunyai ayah dengan tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ayah contoh yang sudah menstruasi dan yang belum menstruasi sudah cukup baik. Hasil yang tidak begitu berbeda dilihat pada tingkat pendidikan ayah sampai SLTA, yaitu sebesar 31,7% pada contoh yang sudah menstruasi dan 28,3% belum menstruasi. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan ayah pada kedua kelompok contoh (p>0,05). Tabel 13. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) Tidak Tamat SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi
Pendidikan Ayah Menstruasi Belum menstruasi n % n % 9 15,0 7 11,7 1 1,7 0 0,0 5 8,3 5 8,3 19 31,7 17 28,3 26 43,3 31 51,7
Pendidikan Ibu Menstruasi Belum menstruasi n % n % 15 25,0 5 8,3 1 1,7 1 1,7 2 3,3 11 18,4 24 40,0 14 23,3 18 30,0 29 48,3
Pendidikan ibu contoh sampai tingkat SLTA adalah sebesar 40.0% pada contoh yang sudah menstruasi dan sebesar 23,3% belum menstruasi. Sebesar 30,0% contoh yang sudah menstruasi dan 48,3% belum menstruasi mempunyai ibu dengan tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi. Namun, pada tingkat pendidikan ayah maupun ibu contoh masih ada yang menempuh pendidikannya hanya sampai SD. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap asupan makanan serta gizi anak-anaknya, seperti yang dikemukakan oleh Suhardjo (1996) tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan ibu pada kedua contoh (p>0,05).
lxv
Pekerjaan Orang Tua
Sebesar 43,3% contoh yang sudah menstruasi dan 38.3% belum menstruasi memiliki ayah dengan pekerjaan sebagai pegawai swasta. Jenis pekerjaan lain yang ditekuni ayah contoh adalah lain-lain (BUMN, wiraswasta, pedagang, dosen/guru, buruh, penjaga sekolah dan supir) yaitu sebesar 41,7% pada contoh yang sudah menstruasi dan 48,3% belum menstruasi. Selain itu, sebesar 15,0% contoh yang sudah menstruasi dan 13,4% belum menstruasi mempunyai ayah yang bekerja sebagai PNS/Polri/ABRI (Tabel 14). Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan pekerjaan ayah pada kedua kelompok contoh (p>0,05). Tabel 14 menunjukkan jenis pekerjaan ibu yang paling besar adalah sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja. Sebagian besar contoh yang sudah menstruasi (70,0%) dan belum menstruasi (78,3) mempunyai ibu yang tidak bekerja. Selain sebagai ibu rumah tangga, sebesar 8.3% contoh yang sudah menstruasi dan 6.7% belum menstruasi memiliki ibu yang bekerja sebagai pegawai swasta. Menurut Engel et al., (1994) tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Kebutuhan zat gizi tubuh akan berbeda menurut berat ringannya pekerjaan. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan jenis pekerjaan ayah pada kedua kelompok contoh (p>0,05). Tabel 14. Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Pekerjaan Orang Tua Jenis pekerjaan PNS/Polri/ABRI Pegawai Swasta Ibu rumah tangga Lainnya Lainnya
Pekerjaan Ayah Menstruasi Belum menstruasi n % n % 9 15,0 8 13,4 26 43,3 23 38,3 0 0,0 0 0,0 25 41,7 29 48,3 0 0,0 0 0,0
Pekerjaan Ibu Menstruasi Belum menstruasi n % n % 3 5,0 2 3,3 5 8,3 4 6,7 42 70,0 47 78,3 0 0,0 0 0,0 10 16,7 7 11,7
Pendapatan/kapita/bulan
Pendapatan/kapita/bulan diperoleh dari total seluruh pendapatan keluarga dibagi jumlah anggota keluarga tersebut. Kisaran pendapatan orang tua per bulan adalah Rp 2.000.000,00. Pendapatan/kapita/bulan contoh yang sudah menstruasi
lxvi
(48,3%) dan belum menstruasi (45,0%) adalah > Rp 600.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian keluarga contoh termasuk dalam keluarga tidak miskin, sesuai dengan BPS (2003) bahwa pendapatan/kapita/bulan keluarga miskin adalah memiliki pendapatan/kapita/bulan < Rp 150.000,00 (Tabel 15). Sebesar 5,0% contoh yang sudah menstruasi dan 13,3% belum menstruasi mempunyai keluarga dengan pendapatan/kapita/bulan < Rp 150.000,00. Hal ini diduga karena jenis pekerjaannya dan pendapatan yang diterima oleh keluarga tersebut sangat terbatas. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan pendapatan orangtua antara kedua kelompok contoh (p>0,05). Tabel 15. Sebaran Contoh berdasarkan Pendapatan (Rp/Kap/Bln) Variabel (Rp) < 150.000 150.000-300.000 300.001-450.000 450.001-600.000 > 600.000 Rata-rata
Menstruasi n % 3 5.0 10 16.7 7 11.7 11 18.3 29 48.3 864.638
Belum menstruasi n % 8 13.3 10 16.7 7 11.7 8 13.3 27 45.0 795.744
Jumlah n % 11 9.1 20 16.7 14 11.7 19 15.8 56 46.7 830.191
Pola Konsumsi Pangan Makanan kesukaan
Makanan kesukaan adalah makanan yang paling disukai oleh contoh. Pertanyaan ini berbentuk pertanyaan terbuka sehingga contoh dapat menulis semua makanan kesukaannya sebanyak 4 jenis beserta alasan mengapa contoh menyukai makanan tersebut. Sebanyak 50,0% contoh yang sudah menstruasi menjawab menyukai ayam dan nasi goreng sebagai makanan favoritnya, sedangkan contoh yang belum menstruasi 43,3% menjawab nasi goreng dan ayam goreng. Alasan yang dikemukakan oleh seluruh contoh mengapa menyukai makanan-makanan tersebut adalah karena enak. Selain itu, makanan lain kesukaan contoh yang sudah menstruasi adalah mie goreng 28,3%, sayur bayam 21,7%, buah-buahan dan seafood masing-masing 16,7%, sedangkan pada contoh yang belum menstruasi menyukai sayur bayam dan jeruk masing-masing 20,0%. Alasan yang dikemukakan contoh juga tidak jauh berbeda yaitu enak.
lxvii
Makanan Tidak Disukai
Makanan yang tidak disukai oleh contoh yang sudah menstruasi adalah jengkol 31,67%, pete 25,0%, ikan asin 21,7% dan hati ayam 13,3%, begitu juga dengan contoh belum menstruasi tidak menyukai pete 30,0%, jengkol 26,7%, pare 21,7% dan ikan asin 18,33%. Alasan yang dikemukakan oleh contoh hampir sama yaitu bau, tidak enak, pahit dan rasanya yang asin. Makanan Pantangan
Makanan pantangan adalah makanan yang dilarang dimakan baik karena kondisi kesehatan maupun karena tabu/dilarang orang tua. Makanan pantangan ditanyakan dalam dua kondisi yaitu saat menstruasi dan saat sehat. Makanan pantangan contoh yang sudah menstruasi ketika kondisi sehat adalah chiki 10,0%, es 6,7%, makanan yang haram 5,0%, coklat
dan mie masing-masing 3,3%.
Alasannya adalah karena batuk, amandel, haram bagi agamanya, sakit gigi dan takut gemuk. Pada saat menstruasi makanan pantangannya adalah nenas 43,3%, mie 20,0%, ikan 6,7%, makanan pedas 5% dan es 3,3%. Alasannya adalah alergi, takut keputihan, sakit perut, mual, dan sebagian besar menjawab dilarang orang tua khususnya ibu. Contoh hanya mampu menjawab sebatas dilarang ibunya tanpa ada penjelasan lebih jauh mengapa makanan-makanan tersebut dilarang dimakan ketika menstruasi. Sebagian orang tua diduga melarang anaknya karena mengetahui bahwa ada makanan-makanan tertentu yang dapat menyebabkan keluhan ketika menstruasi, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Hardinsyah (2004), upaya untuk meminimalkan keluhan menstruasi dari segi makanan adalah dengan mengurangi konsumsi garam, kopi, gula dan makanan yang mengandung banyak karbohidrat sederhana (refined carbohydrate) seperti mie dan roti; disertai dengan meningkatkan konsumsi sayur dan buah (termasuk jus), meningkatkan konsumsi makanan sumber vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, E, Zink (Zn), Zat besi (Fe), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Chromium (Cr) dan asam lemak omega-3, omega-6 dan meningkatkan konsumsi protein hewani. Lebih lanjut dikatakan oleh Hardinsyah (2004) yaitu kurangi makan garam, makanan yang asin atau makanan yang banyak mengandung natrium.
lxviii
Natrium yang berlebihan akan meningkatkan kandungan air tubuh padahal tubuh sudah terlalu banyak air, selain itu juga dalam makanan yang diberi penyedap MSG dan dalam makanan yang diberi pengawet sodium. Makanan pantangan contoh belum menstruasi hanya saat kondisi sehat. Makanan pantangannya tidak jauh berbeda dengan yang sudah menstruasi yaitu es 15%, chiki 11,7%, nenas 8,3%, makanan yang haram 6,7% dan permen 5,0%. Alasannya meliputi batuk, amandel, takut keputihan, haram bagi agamanya dan sakit gigi. Kebiasaan Makan
Kuesioner mengenai kebiasaan makan terdiri dari 13 pertanyaan. Pertanyaan ini digunakan untuk melihat kebiasaan makan contoh pada masa ini. Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh yang sudah menstruasi (71,7%) maupun belum menstruasi (88,3%) memiliki kebiasaan makan dengan frekuensi tiga kali dalam sehari. Tabel 16. Sebaran Contoh berdasarkan Kebiasaan Makan Variabel 1. Frekuensi makan per hari • 1 kali • 2 kali • 3 kali • > 3 kali 2. Kebiasaan sarapan pagi • selalu • kadang-kadang • jarang • tidak pernah 3. Jenis minuman setiap pagi • susu • teh tawar • air putih • lainnya (teh manis, jus)
Menstruasi n
Belum Menstruasi n %
% 1 8 43 8
1,7 13,3 71,7 13,3
1 4 53 2
1,7 6,7 88,3 3,3
29 25 5 1
48,3 41,7 8,3 1,7
28 24 6 2
46,7 40,0 10,0 3,3
27 8 22 3
45,0 13,3 36,7 5,0
33 1 23 3
55,0 1,7 38,3 5,0
Sebesar 48,3% contoh yang sudah menstruasi dan 46,7% belum menstruasi menjawab selalu sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah. Hal ini diduga karena orang tua membiasakan agar anaknya harus terlebih dahulu sarapan sehingga dapat berkonsentrasi memperhatikan pelajaran di kelas. Selain itu 1,7% contoh yang sudah menstruasi dan 3,3% belum menstruasi tidak pernah sarapan pagi. Hal ini diduga karena orang tua tidak sempat membuatkan sarapan anaknya
lxix
sehingga anak memilih untuk tidak sarapan dan dapat juga disebabkan anak yang malas untuk sarapan pagi (Tabel 16). Sebesar 60,0% contoh yang sudah menstruasi dan 58,3% belum menstruasi menyatakan bahwa makanan yang biasanya untuk sarapan terdiri dari nasi dan lauk pauk. Hal ini sudah cukup menggambarkan bahwa orang tua contoh sangat memperhatikan asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh sehingga ketika di sekolah contoh dapat lebih berkonsentrasi. Selain itu, 31,7% contoh yang sudah menstruasi dan 35,0% belum menstruasi mengkonsumsi roti sebelum berangkat ke sekolah. Hal ini dapat disebabkan karena lebih praktis dalam proses penyiapannya dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Menu lainnya yang biasa dikonsumsi adalah mie yaitu 3,3% oleh contoh yang sudah menstruasi maupun belum menstruasi dan 5,0% contoh yang sudah menstruasi serta 3,4% belum menstruasi mengkonsumsi nasi uduk. Sebesar 45,0% contoh yang sudah menstruasi dan 55,0% belum menstruasi mengatakan meminum susu setiap pagi hari sebelum berangkat ke sekolah. Contoh yang sudah menstruasi (36,7%) dan belum menstruasi (38,3%) menjawab selalu minum air putih sebagai jenis minuman yang diminum setiap paginya (Tabel 16). Susunan menu makan siang contoh yang sudah menstruasi (36,7%) dan belum menstruasi (40,0%) adalah nasi, lauk hewani/nabati, sayur dan buah. Selain itu sebesar 35,0% contoh baik yang sudah menstruasi maupun belum menstruasi mempunyai menu makan siang yaitu nasi, lauk hewani/nabati dan sayur. Menu lainnya yang biasa dikonsumsi adalah nasi dan sayur yaitu 20,0% oleh contoh yang sudah menstruasi dan 18,3% belum menstruasi. Sebesar 8,3% contoh yang sudah menstruasi dan 6,7% belum menstruasi mengkonsumsi nasi dan lauk pauk. Menu makan siang sebagian besar contoh baik yang sudah menstruasi (60,0%) maupun belum menstruasi (86,6%) dibuatkan oleh orang tua contoh. Hal ini berarti ketika makan siang contoh sudah berada di rumah dan memakan makanan yang dimasak oleh orang tuanya. Sebesar 21,7% contoh yang sudah menstruasi dan 6,7% belum menstruasi menu makan siangnya dibuatkan oleh pembantu, nenek, tante bahkan membuat sendiri. Hal ini diduga orang tua contoh masih sibuk bekerja di luar rumah sehingga ketika makan siang belum berada di
lxx
rumah dan tidak ada sanak famili/pembantu yang membantu untuk membuatkan makan siang, tetapi terdapat 5,0% contoh yang sudah menstruasi dibuatkan menu makan siang oleh kakaknya. Selain itu sebesar 13,3% contoh yang sudah menstruasi dan 6,7% belum menstruasi makan siang di sekolah. Hal ini karena pihak sekolah menyediakan catering. Susunan menu makan malam contoh yang sudah menstruasi (35,0%) dan belum menstruasi (43,3%) adalah nasi, lauk hewani/nabati, sayur dan buah. Menu makan malam lainnya yang biasa dikonsumsi contoh yang sudah menstruasi (28,3%) dan belum menstruasi (38,3%) adalah nasi, lauk hewani/nabati dan sayur. Sebesar 21,7% contoh yang sudah menstruasi dan 11,7% belum menstruasi mengkonsumsi nasi dan sayur. Selain itu sebesar 15,0% contoh yang sudah menstruasi dan 6,7% belum menstruasi mengkonsumsi nasi dan lauk pauk. Sebagian besar contoh yang sudah menstruasi (73,3%) dan belum menstruasi (83,3%) menu makan malamnya dibuatkan oleh orang tuanya. Hal ini diduga karena orang tua contoh sudah berada di rumah dan mempunyai waktu luang untuk menyiapkan makan malam. Sebesar 20,0% contoh yang sudah menstruasi dan 15,0% belum menstruasi membuat sendiri, dibuatkan oleh pembantu, nenek atau tante. Sebesar 6,7% contoh yang sudah menstruasi dan 1,7% belum menstruasi menu makan malamnya dibuat oleh kakak. Sebesar 30,0% contoh yang sudah menstruasi dan 45,0% belum menstruasi mempunyai frekuensi jajan sebanyak 3 kali dalam sehari. Contoh yang sudah menstruasi (20,0%) dan belum menstruasi (25,0) mempunyai frekuensi jajan > 3 kali sehari. Pada contoh yang sudah menstruasi (16,7%) dan belum menstruasi (10,0%) mempunyai frekuensi jajan hanya sehari sekali. Frekuensi jajan 2 kali sehari yaitu 33,3% contoh sudah menstruasi dan 20,0% belum menstruasi. Kebiasaan jajan dapat berakibat fatal karena sekarang ini banyak ditemukan kandungan bahan kimia berbahaya pada makanan anak-anak. Faktor yang menyebabkan anak jajan adalah dukungan lingkungan seperti adanya penjual makanan di kantin atau di sekitar sekolah. Selain itu kurang bervariasinya makanan di rumah sehingga anak menjadi bosan dengan makanan yang disiapkan di rumah lalu tertarik untuk jajan. Oleh karena itu, orang tua mempunyai tanggung
lxxi
jawab membentuk kebiasaan positif kepada anak meskipun orang tua sibuk bekerja. Alasan jajan contoh yang sudah menstruasi (66,6%) dan belum menstruasi (46,7%) adalah hanya karena contoh mau jajan saja/kepingin untuk jajan. Alasan lain yang diungkapkan contoh yang sudah menstruasi (21,7%) dan belum menstruasi (33,3%) adalah karena rasa lapar. Sebesar 11,7% contoh yang sudah menstruasi dan 20,0% belum menstruasi mengatakan alasan jajan karena diajak temannya. Alasan ini dapat menimbulkan dampak negatif yang akan muncul karena seringnya jajan yaitu anak menjadi malas makan terutama bila anak jajan berdekatan dengan waktu makan, anak juga tidak mempunyai selera terhadap makanan di rumah karena terbiasa jajan. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua menerapkan pola konsumsi pangan yang bergizi, berimbang dan beragam kepada anak sejak dini, membatasi uang saku, dan menyiapkan bekal sebelum anak berangkat sekolah sehingga anak tidak jajan sembarangan. Jumlah air putih yang biasa diminum oleh contoh yang sudah menstruasi (55,0%) dan belum menstruasi (41,7%) adalah 8 gelas perhari. Hasil ini menunjukkan bahwa kebiasaan minum air putih contoh sudah baik. Contoh sudah mengetahui jumlah air putih yang harus dikonsumsi setiap harinya. Sebesar 25,0% contoh yang sudah menstruasi dan 41,6% belum menstruasi biasanya meminum 5 gelas air putih setiap harinya. Selain itu, 11,7% contoh yang sudah maupun belum menstruasi meminum air putih 3 gelas perharinya. Sebesar 8,3% contoh yang sudah menstruasi serta 5,0% belum menstruasi meminum < 3 gelas air putih perharinya. Jenis minuman ringan yang biasa diminum oleh contoh yang sudah menstruasi (41,7%) adalah teh, sedangkan contoh yang belum menstruasi (46,7%) biasanya meminum jus buah sebagai minuman ringan. Hal ini diduga contoh belum menstruasi mempunyai uang saku lebih besar dari contoh yang sudah menstruasi sehingga jenis minuman ringan lebih beragam. Jenis jajanan yang biasa beli oleh contoh baik yang sudah menstruasi (36,7%) maupun belum menstruasi (41,7%) adalah pempek, sobamie, makaroni, siomay, minuman dan chiki. Sebesar 31,7% contoh yang sudah menstruasi dan
lxxii
21,7% belum menstruasi biasanya membeli jenis jajanan cimol. Jenis jajanan yang biasa dibeli ini adalah jajanan yang biasanya terdapat di sekolah contoh. Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan kebiasaan makan (frekuensi makan per hari, kebiasaan sarapan pagi, menu sarapan pagi, jenis minuman setiap pagi, susunan menu makan siang, siapa yang membuatkan menu makan siang, susunan menu makan malam, siapa yang membuatkan menu makan malam, frekuensi jajan dalam sehari, alasan jajan, banyaknya air putih yang biasa diminum setiap pagi, jenis minuman yang biasa diminum dan jenis jajanan yang biasa dibeli) diantara contoh yang sudah menstruasi dan belum menstruasi (p>0,05). Frekuensi dan Jenis Pangan
Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi dan pendidikan (Riyadi, 1996). Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu maupun kali per bulan. Frekuensi makan pada orang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang kondisi ekonominya lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan, Sukandar, Sumarwan & Briawan, 1998). Tabel 17 menunjukan konsumsi sumber pangan berdasarkan frekuensi sering (> 3x seminggu), jarang (1-2x seminggu) dan tidak pernah (0x seminggu). Seluruh contoh (100%) baik yang sudah menstruasi maupun belum menstruasi mengkonsumsi nasi dengan frekuensi sering. Sebesar 81,8% contoh yang sudah menstruasi dan 68,4% belum menstruasi mengkonsumsi roti dengan frekuensi sering. Sebesar 57,4% contoh yang sudah menstruasi mengkonsumsi bubur dengan frekuensi jarang sedangkan 50,9% belum menstruasi mengkonsumsi bubur dengan frekuensi sering.
lxxiii
Tabel 17. Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Makanan Pokok Menstruasi Frekuensi Sering Jarang 100,0 0,0 39,7 60,3 71,7 28,3 81,8 18,2 42,6 57,4
Sumber pangan Nasi Mie Biskuit Roti Bubur
Hasil
analisis
uji
beda
menunjukkan
Belum menstruasi Frekuensi Sering Jarang 100,0 0,0 40,0 60,0 75,4 24,6 68,4 31,6 50,9 49,1
tidak
terdapat
perbedaan
mengkonsumsi biskuit diantara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p>0,05). Hasil analisis uji beda menunjukkan terdapat perbedaan mengkonsumsi mie, roti dan bubur antara contoh yang sudah menstruasi dengan contoh belum menstruasi (p<0,05). Hal ini diduga karena pada frekuensi sering, jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih sedikit dibandingkan contoh belum menstruasi dalam mengkonsumsi mie dan bubur serta lebih banyak dalam mengkonsumsi roti (Tabel 17). Jenis pangan ikan asin dikonsumsi dengan frekuensi jarang oleh contoh yang sudah menstruasi (65,2%) juga belum menstruasi (57,6%). Sebagian besar contoh baik yang sudah menstruasi (71,4%) maupun belum menstruasi (61,1%) mengkonsumsi daging sapi dengan frekuensi jarang. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan mengkonsumsi pangan hewani antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p>0,05). Hasil analisis uji beda menunjukkan terdapat perbedaan mengkonsumsi ikan asin dan sosis antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p<0,05). Hal ini diduga karena pada frekuensi sering, jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih sedikit dibandingkan contoh belum menstruasi dalam mengkonsumsi ikan asin dan sosis (Tabel 18). Tabel 18. Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Protein Hewani Sumber pangan Ikan Ikan asin Ayam Daging sapi Telur Sosis
Menstruasi Frekuensi Sering Jarang 53,8 46,2 34,8 65,2 69,5 30,5 28,6 71,4 70,9 29,1 50,0 50,0
Belum menstruasi Frekuensi Sering Jarang 56,9 43,1 42,4 57,6 60,3 39,7 38,9 61,1 69,6 30,4 56,5 43,5
lxxiv
Makanan sumber nabati tempe dikonsumsi dengan frekuensi sering yaitu sebesar 61,8% pada contoh yang sudah menstruasi dan 75,4% belum menstruasi. Sebesar 66,0% contoh yang sudah menstruasi dan 73,2% belum menstruasi mengkonsumsi tahu dengan frekuensi sering. Sebesar 50,0% contoh yang sudah menstruasi mengkonsumsi oncom masing-masing dengan frekuensi sering dan jarang,
sedangkan
sebagian
besar
contoh
belum
menstruasi
(73,5%)
mengkonsumsi dengan frekuensi jarang (Tabel 19). Hasil
analisis
uji
beda
menunjukkan
tidak
terdapat
perbedaan
mengkonsumsi pangan kacang-kacangan antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p>0,05). Hasil analisis uji beda menunjukkan terdapat perbedaan mengkonsumsi tempe, tahu dan oncom antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p<0,05). Hal ini diduga karena pada frekuensi sering, jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih sedikit dibandingkan contoh belum menstruasi dalam mengkonsumsi tempe dan tahu serta lebih banyak mengkonsumsi oncom (Tabel 19). Tabel 19. Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Protein Nabati Sumber pangan Tempe Tahu Kacang-kacangan Oncom
Menstruasi Frekuensi Sering Jarang 61,8 38,2 66,0 34,0 44,7 55,3 50,0 50,0
Belum menstruasi Frekuensi Sering Jarang 75,4 24,6 73,2 26,8 42,3 57,7 26,5 73,5
Sebagian besar contoh baik yang sudah menstruasi (70,6%) maupun belum menstruasi (80,9%) mengkonsumsi susu segar dengan frekuensi sering. Sebesar 73,9%
contoh
yang
sudah
menstruasi
dan
64,4%
belum
menstruasi
mengkonsumsi susu bubuk dengan frekuensi sering. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan mengkonsumsi segala jenis susu antara kedua contoh (p>0,05) (Tabel 20). Tabel 20. Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Susu Sumber pangan Susu segar Susu kental manis Susu bubuk
Menstruasi Frekuensi Sering Jarang 70,6 29,4 53,7 46,3 73,9 26,1
Belum menstruasi Frekuensi Sering Jarang 80,9 19,1 53,3 46,7 64,4 35,6
lxxv
Tabel 21 menunjukkan sebesar 74,5% contoh yang sudah menstruasi dan 60,8% belum menstruasi mengkonsumsi wortel dengan frekuensi sering. Kangkung dikonsumsi oleh contoh yang sudah menstruasi (51,4%) dengan frekuensi sering sedangkan contoh belum menstruasi (53,8%) mengkonsumsi kangkung dengan frekuensi jarang. Jenis pangan sayur daun singkong dikonsumsi oleh contoh yang sudah menstruasi (51,3%) dan belum menstruasi (61,5%) dengan frekuensi jarang. Sebesar 65,4% contoh yang sudah menstruasi dan 55,6% belum menstruasi mengkonsumsi bayam dengan frekuensi sering. Sebesar 61,3% contoh yang sudah menstruasi mengkonsumsi kol dengan frekuensi sering sedangkan 70,6% belum menstruasi mengkonsumsi kol dengan frekuensi jarang. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi dalam mengkonsumsi wortel, kangkung, buncis, bayam, kol, sayur sop dan sayur asem (p>0,05). Hasil analisis uji beda menunjukkan perbedaan dalam mengkonsumsi daun singkong oleh kedua contoh (p<0,05). Hal ini diduga karena pada frekuensi sering, jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih banyak dibandingkan contoh belum menstruasi dalam mengkonsumsi daun singkong (Tabel 21). Tabel 21. Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Sayuran Sumber pangan Wortel Kangkung Buncis Daun singkong Bayam Kol Sayur sop Sayur asem
Menstruasi Frekuensi Sering Jarang 74,5 25,5 51,4 48,6 71,1 28,9 48,7 51,3 65,4 34,6 61,3 38,7 61,8 38,2 50,0 50,0
Belum menstruasi Frekuensi Sering Jarang 60,8 39,2 46,2 53,8 69,1 30,9 38,5 61,5 55,6 44,4 29,4 70,6 58,5 41,5 45,8 54,2
Jenis buah semangka dikonsumsi oleh 58,3% contoh yang sudah menstruasi dengan frekuensi sering, sedangkan 56,4% contoh belum menstruasi mengkonsumsi buah semangka dengan frekuensi jarang. Sebesar 64,6% contoh yang sudah menstruasi dan 57,4% belum menstruasi mengkonsumsi pisang dengan frekuensi sering (Tabel 22). Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi dalam mengkonsumsi
lxxvi
pepaya, pisang, melon dan jeruk (p>0,05). Hasil analisis uji beda menunjukkan terdapat perbedaan dalam mengkonsumsi semangka oleh kedua contoh (p<0,05). Hal ini diduga karena pada frekuensi sering, jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih banyak dibandingkan contoh belum menstruasi dalam mengkonsumsi semangka (Tabel 22). Tabel 22. Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Buah-buahan Menstruasi Frekuensi Sering Jarang 58,3 41,7 53,2 46,8 64,6 35,4 54,0 46,0 75,9 24,1
Sumber pangan Semangka Pepaya Pisang Melon Jeruk
Belum menstruasi Frekuensi Sering Jarang 43,6 56,4 49,0 51,0 57,4 42,6 51,0 49,0 76,4 23,6
Contoh yang sudah menstruasi (70,8%) dan belum menstruasi (59,6%) mengkonsumsi chiki-chikian dengan frekuensi sering. Sebesar 64,6% contoh yang sudah menstruasi mengkonsumsi potato chips dengan frekuensi sering, sedangkan 53,8% contoh belum menstruasi mengkonsumsinya dengan frekuensi jarang (Tabel 23). Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan diantara kedua contoh dalam mengkonsumsi wafer dan coklat (p>0,05). Hasil analisis uji beda menunjukkan terdapat perbedaan dalam mengkonsumsi segala jenis chiki dan potato chips oleh kedua contoh (p<0,05). Hal ini diduga karena pada frekuensi sering, jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih banyak dibandingkan contoh belum menstruasi dalam mengkonsumsi segala jenis chiki dan potato chips (Tabel 23). Tabel 23. Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Snack Menstruasi Frekuensi Sering Jarang 89,1 10,9 64,8 35,2 70,8 29,2 64,6 35,4
Sumber pangan Wafer Coklat Chiki-chikian Potato chips
Belum menstruasi Frekuensi Sering Jarang 72,4 27,6 63,5 36,5 59,6 40,4 46,2 53,8
Sebesar 59,0% contoh yang sudah menstruasi mengkonsumsi es doger dengan
frekuensi
sering,
sedangkan
56,3%
contoh
belum
menstruasi
mengkonsumsinya dengan frekuensi jarang. Sebesar 76,4% contoh yang sudah menstruasi dan 65,4% belum menstruasi mengkonsumsi sosro dengan frekuensi
lxxvii
sering. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan diantara kedua contoh dalam mengkonsumsi es krim, es sirup, es kelapa, soft drink dan sosro (p>0,05). Hasil analisis uji beda menunjukkan terdapat perbedaan dalam mengkonsumsi es doger oleh kedua contoh (p<0,05). Hal ini diduga karena pada frekuensi sering, jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih banyak dibandingkan contoh belum menstruasi dalam mengkonsumsi es doger (Tabel 24). Tabel 24. Sebaran Contoh berdasarkan Frekuensi Minuman Sumber pangan Es krim Es sirup Es doger Es kelapa Soft drink Sosro
Menstruasi Frekuensi Sering Jarang 57,4 42,6 52,4 47,6 59,0 41,0 62,5 37,5 58,7 41,3 76,4 23,6
Belum menstruasi Frekuensi Sering Jarang 58,9 41,1 46,7 53,3 43,7 56,3 58,0 42,0 51,1 48,9 65,4 34,6
Konsumsi Pangan Jumlah dan Jenis Pangan
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto, 1988). Jenis pangan yang dikonsumsi oleh contoh terbilang cukup beragam, walaupun jumlahnya ada yang relatif sedikit. Tabel 25 menunjukkan sumber pangan makanan pokok utama contoh yang sudah menstruasi diperoleh melalui konsumsi nasi yaitu rata-rata 370,3 g/kap/hari dengan energi sebesar 678 kkal dan protein 8,1 g. Sumber Fe terbesar berasal dari mie instan yaitu 2,7 mg sedangkan untuk vitamin A (0,2 RE) dan vitamin C (1,5 mg) berasal dari sumber pangan lainnya (kentang, Lampiran 2).
lxxviii
Tabel 25. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Makanan Pokok Contoh Menstruasi Jenis Makanan 1. Nasi 2. Mie Instan 3. Lainnya Total
Rata-rata (g/kap/hari) 370,3 46,8 45,1
Energi (kkal) 678 243 54 975
Protein (g) 8,1 4,9 1,3 14,3
Fe (mg) 1,8 2,7 0,2 4,7
Vit. A (RE) 0,0 0,0 0,4 0,4
Vit. C (mg) 0,0 0,0 1,6 1,6
Sumber pangan makanan pokok utama contoh belum menstruasi diperoleh melalui konsumsi nasi yaitu rata-rata 358,6 g/kap/hari dengan energi sebesar 628 kkal dan protein 7,5 g. Sumber Fe terbesar berasal dari mie instan yaitu 2,1 mg sedangkan untuk vitamin A (0,3 RE) dan vitamin C (1,8) berasal dari sumber pangan lainnya (kentang, Lampiran 3). Total energi, protein, Fe dan vitamin A makanan pokok pada contoh yang sudah menstruasi lebih tinggi dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 975 kkal, 14,3 g, 4,7 mg dan 0,4 RE sedangkan vitamin C contoh yang sudah menstruasi lebih rendah dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 1,6 mg (Tabel 26). Tabel 26. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Makanan Pokok Contoh Belum Menstruasi Jenis Makanan 1. Nasi 2. Mie Instan 3. Lainnya Total
Rata-rata (g/kap/hari) 358,6 58,3 34,8
Energi (kkal) 628 200 71 899
Protein (g) 7,5 3,8 1,6 12,9
Fe (mg) 1,7 2,1 0,8 4,6
Vit. A (RE) 0,0 0,0 0,3 0,3
Vit. C (mg) 0,0 2,0 1,8 3,8
Tabel 27 menunjukkan kebutuhan protein banyak dipenuhi melalui konsumsi daging ayam, telur dan daging sapi. Rata-rata konsumsi ayam contoh yang sudah menstruasi adalah 50,3 g/kap/hari dengan jumlah protein 5,8 g dan Fe 2,5 mg yang paling besar diantara telur dan daging sapi. Telur mempunyai jumlah energi dan vitamin A terbesar yaitu 99 kkal dan 70,0 RE sedangkan jumlah vitamin C terbesar diperoleh dari daging sapi yaitu 0,3 mg. Tabel 27. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Protein Hewani Contoh Menstruasi Jenis Makanan 1. 2. 3. 4.
Ayam Telur Daging sapi Lainnya Total
Rata-rata (g/kap/hari) 50,3 37,5 27,9 66,3
Energi (kkal) 91 99 41 30 261
Protein (g) 5,8 5,6 1,6 5,1 18,1
Fe (mg) 2,5 0,0 0,5 0,4 3,4
Vit. A (RE) 22,8 70,0 0,0 4,8 97,6
Vit. C (mg) 0,1 0,2 0,3 0,1 0,7
lxxix
Sumber pangan hewani contoh belum menstruasi yaitu ayam sebesar 42,2 g/kap/hari. Telur mempunyai energi, protein, dan vitamin A terbesar yaitu 77 kkal, 4,5 g dan 52,5 RE. Daging sapi mempunyai nilai Fe dan vitamin C lebih besar dibandingkan ayam dan telur yaitu 8,9 g dan 0,4 mg. Total Fe, vitamin A dan vitamin C pangan hewani pada contoh yang sudah menstruasi lebih tinggi dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 3,4 mg, 97,6 RE dan 0,7 mg sedangkan energi dan protein contoh yang sudah menstruasi lebih rendah dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 261 kkal dan 18,1 g (Tabel 28). Tabel 28. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Protein Hewani Contoh Belum Menstruasi Jenis Makanan 1. 2. 3. 4.
Ayam Telur Daging sapi Lainnya Total
Rata-rata (g/kap/hari) 42,2 27,9 33,2 56,4
Energi (kkal) 73 77 75 60 285
Protein (g) 4,5 4,3 4,2 8,9 21,9
Fe (mg) 0,6 0,7 0,8 1,1 3,2
Vit. A (RE) 18,3 52,5 1,6 20,4 92,8
Vit. C (mg) 0,0 0,1 0,4 0,1 0,6
Tabel 29 menunjukkan pangan sumber nabati yang paling banyak dikonsumsi contoh yang sudah menstruasi yaitu tempe dan tahu. Rata-rata konsumsi tempe adalah 9,0 g/kap/hari dan tahu 7,3 g/kap/hari. Tempe mempunyai jumlah energi, protein dan Fe sebesar 27 kkal, 1,7 g dan 1,0 mg sedangkan jumlah vitamin A sebesar 16,4 RE diperoleh dari pangan lainnya (Lampiran 2). Tabel 29. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Protein Nabati Contoh Menstruasi Jenis Makanan 1. Tempe 2. Tahu 3. Lainnya Total
Rata-rata (g/kap/hari) 9,0 7,3 27,9
Energi (kkal) 27 8 4 39
Protein (g) 1,7 0,4 0,3 2,4
Fe (mg) 1,0 0,0 0,0 1,0
Vit. A (RE) 0,1 0,0 16,4 16,5
Vit. C (mg) 0,0 0,0 0,0 0,0
Sumber pangan nabati contoh belum menstruasi tertinggi berasal dari tempe yaitu 13,1 g/kap/hari. Jumlah energi, protein, Fe dan Vitamin A diperoleh dari tempe yaitu 36 kkal, 2,4 g, 1,4 mg dan 0,2 RE. Total vitamin A pangan nabati pada contoh menstruasi lebih tinggi dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 16,4 RE sedangkan energi, protein dan Fe contoh yang sudah menstruasi lebih rendah dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 39 kkal, 2,4 g dan 1,0 mg (Tabel 30).
lxxx
Tabel 30. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Protein Nabati Contoh Belum Menstruasi Jenis Makanan 1. Tempe 2. Tahu 3. Lainnya
Rata-rata (g/kap/hari) 13,1 6,2 1,8
Total
Energi (kkal) 36 6 8 50
Protein (g) 2,4 0,4 0,5 3,3
Fe (mg) 1,4 0,0 0,0 1,4
Vit. A (RE) 0,2 0,0 0,0 0,2
Vit. C (mg) 0,0 0,0 0,0 0,0
Tabel 31 menunjukkan sayuran yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh yang sudah menstruasi yaitu bayam (14,0 g/kap/hari) dan sawi (11,6 g/kap/hari). Total energi adalah 17 kkal, protein 0,9 g dan Fe 0,4 mg yang diperoleh dari bayam yaitu energi 4 kkal, protein 0,2 g dan Fe 0,1 mg sedangkan Total vitamin A adalah 282,8 RE yang diperoleh dari wortel yaitu 104,7 RE (Lampiran 3). Total vitamin C adalah 19,3 mg diperoleh dari sawi yaitu sebesar 10,3 mg. Tabel 31. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Sayuran Contoh Menstruasi Jenis Makanan 1. Bayam 2. Sawi 3. Lainnya
Rata-rata (g/kap/hari) 14,0 11,6 27,9
Total
Energi (kkal) 4 2 11 17
Protein (g) 0,2 0,2 0,5 0,9
Fe (mg) 0,1 0,0 0,3 0,4
Vit. A (RE) 66,8 98,1 117,9 282,8
Vit. C (mg) 3,2 10,3 5,8 19,3
Rata-rata konsumsi bayam contoh belum menstruasi adalah 17,4 g/kap/hari dan sawi 7,1 g/kap/hari. Total nilai energi, protein dan vitamin A adalah 18 kkal, 1,0 g dan 252,2 RE yang diperoleh dari bayam yaitu 4 kkal, 0,2 g dan 78,5 RE sedangkan Fe dan vitamin C diperoleh dari sawi yaitu 0,2 mg dan 6,3 mg. Total vitamin A dan vitamin C sayuran pada contoh menstruasi lebih tinggi dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 282,8 RE dan 19,3 mg sedangkan energi, protein dan Fe contoh yang sudah menstruasi lebih rendah dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 17 kkal, 0,9 g dan 0,4 mg (Tabel 32). Tabel 32. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Sayuran Contoh Belum Menstruasi Jenis Makanan 1. Bayam 2. Sawi 3. Lainnya Total
Rata-rata (g/kap/hari) 17,4 7,1 29,8
Energi (kkal) 4 1 13 18
Protein (g) 0,2 0,1 0,7 1,0
Fe (mg) 0,1 0,2 0,2 0,5
Vit. A (RE) 78,5 60,1 113,6 252,2
Vit. C (mg) 3,3 6,3 7,1 16,7
lxxxi
Tabel 33 menunjukkan buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh yang sudah menstruasi yaitu apel, jeruk dan mangga. Rata-rata konsumsi apel dan jeruk adalah sama yaitu masing-masing 13,8 g/kap/hari sedangkan ratarata konsumsi mangga adalah 7,8 g/kap/hari. Jumlah protein dan vitamin C diperoleh dari konsumsi jeruk yaitu 0,1 g dan 4,9 mg. Jumlah vitamin A diperoleh dari apel yaitu 1,5 mg. Jumlah energi diperoleh dari pisang yaitu 10 kkal dan Jumlah Fe diperoleh dari salak yaitu 0,4 mg (Lampiran 2). Tabel 33. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Buah-buahan Contoh Menstruasi Jenis Makanan 1. 2. 3. 4.
Apel Jeruk Mangga Lainnya
Rata-rata (g/kap/hari) 13,8 13,8 7,8 31,7
Total
Energi (kkal) 7 4 2 17 30
Protein (g) 0,0 0,1 0,0 0,1 0,2
Fe (mg) 0,0 0,0 0,0 0,7 0,7
Vit. A (RE) 1,5 0,0 0,0 4,5 6,0
Vit. C (mg) 0,6 4,9 0,3 8,6 14,4
Jenis buah yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh belum menstruasi adalah apel, pisang dan mangga. Total energi adalah 33 kkal yang diperoleh dari apel yaitu 11 kkal. Total protein adalah 0,5 g yang diperoleh dari pisang yaitu 0,3 g. Total vitamin A adalah 26,5 RE yang diperoleh dari mangga sebesar 15,0 RE. Total Fe adalah 0,4 mg yang diperoleh dari pear sebesar 0,3 mg sedangkan total energi dan vitamin C adalah 33 kkal dan 23,3 mg yang diperoleh dari apel sebesar 11 kkal dan 15,9 mg (Lampiran 3). Total Fe buah-buahan pada contoh menstruasi lebih tinggi dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 0,7 mg sedangkan energi, protein, vitamin A dan vitamin C contoh yang sudah menstruasi lebih rendah dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 30 kkal, 0,2 g, 6,0 RE dan 14,4 mg (Tabel 34). Tabel 34. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Buah-buahan Contoh Belum Menstruasi Jenis Makanan 1. 2. 3. 4.
Apel Pisang Mangga Lainnya Total
Rata-rata (g/kap/hari) 21,3 18,1 12,5 35,7
Energi (kkal) 11 3 4 15 33
Protein (g) 0,1 0,3 0,0 0,1 0,5
Fe (mg) 0,1 0,0 0,0 0,3 0,4
Vit. A (RE) 2,2 1,7 15,0 7,6 26,5
Vit. C (mg) 0,9 0,4 0,5 21,5 23,3
lxxxii
Tabel 35 menunjukkan jenis jajanan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh yang sudah menstruasi adalah siomay yaitu rata-rata 14,9 g/kap/hari. Jenis jajanan lainnya adalah soto (8,7 g/kap/hari), chitato (7,5 g/kap/hari) dan brownies (7,0 g/kap/hari). Total energi dan Fe adalah 234 kkal dan 2,7 mg yang diperoleh dari chitato sebesar 39 kkal dan 0,5 mg. Jumlah protein yaitu 0,8 g diperoleh dari sate, vitamin A sebesar 9,4 RE diperoleh dari makaroni dan vitamin C sebesar 7,5 mg diperoleh dari burger (Lampiran 2). Tabel 35. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Jajanan Contoh Menstruasi Jenis Makanan 1. Siomay 2. Soto 3. Chitato 4. Brownies 5. Lainnya
Rata-rata (g/kap/hari) 14,9 8,7 7,5 7,0 65,4
Total
Energi (kkal) 14 11 39 19 151 234
Protein (g) 0,7 0,2 0,1 0,3 4,0 5,3
Fe (mg) 0,0 0,2 0,5 0,1 1,9 2,7
Vit. A (RE) 0,0 1,0 0,0 3,9 25,3 30,2
Vit. C (mg) 0,0 0,0 0,8 0,0 7,5 8,3
Jenis jajanan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh belum menstruasi sama dengan contoh yang sudah menstruasi yaitu siomay (21,3 g/kap/hari), namun urutan terbanyak kedua dan seterusnya berbeda. Jajanan lainnya yaitu batagor (13,5 g/kap/hari), wafer tango (10,5 g/kap/hari) dan coklat (8,5 g/kap/hari). Jumlah energi terbesar diperoleh dari coklat yaitu 40 kkal, protein dan Fe diperoleh dari batagor yaitu 1,6 g dan 0,6 mg (Tabel 36). Vitamin A dari martabak yaitu 2,0 RE dan vitamin C dari burger yaitu 11, 3 mg (Lampiran 3). Total vitamin A contoh yang sudah menstruasi lebih tinggi dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 30,2 RE sedangkan total energi, protein, Fe dan vitamin C contoh yang sudah menstruasi lebih rendah dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 234 kkal, 5,3 g, 2,7 mg dan 8,3 mg (Tabel 36). Tabel 36. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Jajanan Contoh Belum Menstruasi Jenis Makanan 1. Siomay 2. Batagor 3. Wafer tango 4. Coklat 5. Lainnya Total
Rata-rata (g/kap/hari) 21,3 13,5 10,5 8,5 68,8
Energi (kkal) 20 20 17 40 214 311
Protein (g) 0,9 1,6 0,2 0,2 4,5 7,4
Fe (mg) 0,3 0,6 0,0 0,2 3,1 4,2
Vit. A (RE) 0,0 0,0 0,0 0,3 16,3 16,6
Vit. C (mg) 0,0 0,0 0,0 0,0 12,4 12,4
lxxxiii
Jenis minuman contoh yang sudah menstruasi adalah susu cair (31,3 g/kap/hari), susu bubuk (22,0 g/kap/hari), sari buah cair (17,1 g/kap/hari) dan soft drink (16,5 g/kap/hari). Susu bubuk mempunyai jumlah energi dan vitamin A terbesar yaitu 95 kkal dan 29,8 RE sedangkan protein diperoleh dari susu cair yaitu 2,3 g. Jumlah Fe diperoleh dari teh botol/teh sosro yaitu 0,9 mg dan sari buah bubuk mempunyai jumlah vitamin C terbesar yaitu 2,1 mg (Tabel 37). Tabel 37. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Minuman Contoh Menstruasi Jenis Makanan 1. Susu cair 2. Susu Bubuk 3. Sari buah cair 4. Soft drink 5. Lainnya Total
Rata-rata (g/kap/hari) 31,3 22,0 17,1 16,5 67,7
Energi (kkal) 22 95 8 9 143 277
Protein (g) 2,3 1,1 0,0 0,0 1,5 4,9
Fe (mg) 0,2 0,0 0,0 0,0 1,2 1,4
Vit. A (RE) 0,0 29,8 0,0 0,0 4,6 34,4
Vit. C (mg) 1,7 2,0 0,9 0,0 2,2 6,8
Tabel 38 menunjukkan jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh belum menstruasi sama dengan contoh yang sudah menstruasi yaitu susu cair (30,4 g/kap/hari), namun urutan terbanyak kedua dan seterusnya berbeda. Jenis minuman lainnya yaitu soft drink (24,8 g/kap/hari), susu bubuk (21,0 g/kap/hari) dan sari buah cair (18,4 g/kap/hari). Jumlah Fe dan vitamin A terbesar diperoleh dari susu bubuk yaitu 0,2 mg dan 28,4 RE. Jumlah energi diperoleh dari gula pasir yaitu 48 kkal, protein diperoleh dari susu cair yaitu 2,2 g dan vitamin C diperoleh dari sari buah bubuk 3,5 mg. Total energi dan Fe contoh yang sudah menstruasi lebih tinggi dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 277 kkal dan 1,4 mg. Total vitamin A dan vitamin C yang sudah menstruasi lebih rendah dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 34,4 RE dan 6,8 mg sedangkan total protein contoh yang sudah menstruasi sama dengan contoh belum menstruasi yaitu 4,9 g (Tabel 38). Tabel 38. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Minuman Contoh Belum Menstruasi Jenis Makanan 1. Susu cair 2. Soft drink 3. Susu Bubuk 4. Sari buah cair 5. Lainnya Total
Rata-rata (g/kap/hari) 30,4 24,8 21,0 18,4 50,5
Energi (kkal) 21 12 19 9 138 199
Protein (g) 2,2 0,0 1,0 0,0 1,7 4,9
Fe (mg) 0,1 0,0 0,2 0,0 0,0 0,3
Vit. A (RE) 0,0 0,0 28,4 0,0 10,8 39,2
Vit. C (mg) 2,0 2,8 1,9 2,6 3,6 12,9
lxxxiv
Total seluruh energi, protein, Fe, vitamin A dan vitamin C berasal dari makanan pokok, protein hewani, protein nabati, sayuran, buah, jajanan dan minuman. Total energi dan vitamin A contoh yang sudah menstruasi lebih tinggi dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 1.833 kkal dan 467,9 RE. Total protein, Fe dan vitamin C contoh yang sudah menstruasi lebih rendah dibandingkan contoh belum menstruasi yaitu 46,1 g, 14,3 mg dan 51,0 mg. Hasil analisis uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara total energi dan zat gizi lainnya (protein, Fe, vitamin A dan vitamin C) antara contoh yang sudah menstruasi dengan contoh belum menstruasi (P>0,05), hal ini dapat disebabkan karena nilainya yang saling mendekati sehingga tidak terlihat perbedaan antara nilai energi, protein, Fe, vitamn A dan vitamin C contohyang sudah menstruasi dengan contoh belum menstruasi. Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, antara lain tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik dan faktor lainnya yang bersifat relatif (Supariasa et al., 2001). Rata-rata konsumsi energi contoh yang sudah menstruasi adalah 1933 kkal dan rata-rata konsumsi protein contoh adalah 49,1 g. Jika dibandingkan dengan kecukupan energi dan protein rata-rata contoh maka diperoleh rata-rata Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) energi adalah 93,7% dan protein 88,8%. Tingkat kecukupan energi contoh termasuk dalam kategori normal sedangkan tingkat kecukupan protein termasuk kategori defisit tingkat ringan. Rendahnya tingkat kecukupan protein disebabkan karena kurangnya jumlah protein yang dikonsumsi dalam sehari. Konsumsi protein yang kurang sebanyak 6,2 g (Tabel 39). Rata-rata konsumsi zat besi adalah 15,1 mg, vitamin A 490,5 RE, dan vitamin C 55,2 mg. Jika dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 maka TKG contoh untuk Fe adalah 75,5%, vitamin A 81,7% dan vitamin C 110,4%. Klasifikasi tingkat kecukupan zat besi, vitamin A, dan vitamin C menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG) dan (2) cukup (≥77% AKG). Tingkat kecukupan vitamin A termasuk dalam kategori cukup. Tingkat kecukupan vitamin C berlebih yaitu sebanyak 5,2 mg, namun kelebihan vitamin dan mineral sampai
lxxxv
20 persen masih dapat ditolerir asal tidak berlangsung dalam waktu yang lama (Briawan dan Hardinsyah, 1994). Vitamin C yang dikonsumsi berlebih dapat dibuang melalui urin tetapi akibatnya kerja organ ginjal menjadi berat, sehingga sebaiknya mengkonsumsi dalam batas yang wajar (Tabel 39). Tingkat kecukupan Fe termasuk dalam kategori kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya contoh mengkonsumsi pangan sumber Fe. Jumlah konsumsi Fe yang kurang sebanyak 4,9 mg (Tabel 39). Selain itu juga disebabkan contoh sudah mengalami menstruasi sehingga membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak dari pada laki-laki maupun yang belum menstruasi. Perempuan jarang makan makanan hewani dan sering melakukan diit pengurangan makan karena ingin langsing (Depkes, 1998). Hal lainnya disebabkan karena adanya zat yang dapat menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh seperti asam fitat, asam oksalat dan tanin terdapat dalam serealia, sayuran, kacang-kacangan dan teh. Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan zat besi adalah asam organik (vitamin C), zat penghambat penyerapan (asam fitat, asam oksalat dan tanin), tingkat keasaman lambung, faktor intrinsik dan kebutuhan tubuh (Almatsier, 2002). Tabel 39. Rata-Rata Konsumsi, Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh Menstruasi Zat Gizi Konsumsi AKG contoh TKG (%) Energi (kkal) 1933 2064 93,7 Protein (g) 49,1 55,3 88,8 Zat Besi (mg) 15,1 20 75,5 Vitamin A (RE) 490,5 600 81,7 Vitamin C (mg) 55,2 50 110,4 Rata-rata konsumsi energi contoh yang belum menstruasi adalah 1934 kkal dan rata-rata konsumsi protein contoh adalah 53,7 g. Jika dibandingkan dengan kecukupan energi dan protein rata-rata contoh maka tingkat kecukupan energi adalah 150,9% dan protein 124,9%. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); dan (5) kelebihan (≥120% AKG). Tingkat kecukupan energi dan protein contoh termasuk dalam kategori kelebihan. Hal ini disebabkan karena banyak mengkonsumsi pangan sumber
lxxxvi
energi, selain itu juga mengkonsumsi pangan sumber energi yang kaya protein sehingga energi dan protein berlebih di dalam tubuh. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu dan aneka produk turunannya (Hardinsyah dan Tambunan, 2004). Jumlah konsumsi energi dan protein yang berlebih sebanyak 652 kkal dan 10,7 g (Tabel 40). Rata-rata konsumsi zat besi adalah 17,7 mg, vitamin A 449,8 RE dan vitamin C 71,2 mg. Jika dibandingkan dengan AKG menurut WKNPG tahun 2004 maka TKG contoh untuk Fe adalah 88,5%, vitamin A 75,0% dan vitamin C 142,4%. Menurut Gibson (2005) tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibedakan menjadi dua, yaitu dikatakan cukup jika tingkat konsumsi ≥ 77% dan kurang jika < 77%. Tingkat kecukupan Fe termasuk dalam kategori cukup. Tingkat kecukupan vitamin C termasuk berlebih yaitu sebanyak 21,2 mg, namun kelebihan vitamin dan mineral sampai 20 persen masih dapat ditolerir asal tidak berlangsung dalam waktu yang lama (Briawan dan Hardinsyah, 1994). Vitamin C yang dikonsumsi berlebih dapat dibuang melalui urin tetapi akibatnya kerja organ ginjal menjadi berat, sehingga sebaiknya mengkonsumsi dalam batas yang wajar (Tabel 40). Tingkat kecukupan vitamin A termasuk kategori kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya contoh mengkonsumsi sumber vitamin A. Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak dan jeruk (Almatsier, 2002). Berdasarkan konsumsi dan kecukupan contoh maka jumlah konsumsi Vitamin A yang kurang sebanyak 150,2 RE (Tabel 40). Tabel 40. Rata-Rata Konsumsi, Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh Belum Menstruasi Zat Gizi Konsumsi AKG contoh TKG (%) Energi (kkal) 1934 1282 150,9 Protein (g) 53,7 43,0 124,9 Zat Besi (mg) 17,7 20 88,5 Vitamin A (RE) 449,8 600 75,0 Vitamin C (mg) 71,2 50 142,4
lxxxvii
Tingkat Kecukupan Energi
Tingkat kecukupan energi dan protein dibedakan menjadi empat cut off points menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); dan (5) kelebihan (≥120% AKG). Tabel 41. Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kecukupan Energi Klasifikasi
Menstruasi n
Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan
% 26 3 5 11 15
43,3 5,0 8,3 18,3 25,0
Belum menstruasi n % 3 5,0 9 15,0 3 5,0 15 25,0 30 50,0
Keterangan : Defisit tingkat berat (<70% AKG), Defisit tingkat sedang (70-79% AKG), Defisit tingkat ringan (80-89% AKG), Normal (90-119%) AKG), Kelebihan (≥120% AKG) Sebanyak 18,3% contoh yang sudah menstruasi dan 25,0% contoh belum menstruasi termasuk kedalam kategori normal. Selain itu terdapat 25,0% contoh yang sudah menstruasi dan 50,0% belum menstruasi termasuk kedalam kategori kelebihan. Contoh yang termasuk kedalam kategori defisit tingkat berat yaitu 43,3% sudah menstruasi dan 5,0% belum menstruasi. Kurang separuh contoh yang sudah menstruasi (43,3%) mengalami defisit tingkat berat disebabkan karena kurangnya jumlah energi yang dikonsumsi dalam sehari dan juga frekuensi makan. Selain itu, separuh contoh yang belum menstruasi (50,0%) mengalami kelebihan disebabkan karena banyaknya mengkonsumsi pangan sumber enegi dan diduga kurangnya aktivitas bergerak sehingga menyebabkan penimbunan lemak dalam tubuh (Tabel 41). Tingkat Kecukupan Protein
Tabel 42 menunjukkan 18,3% contoh yang sudah menstruasi dan 26,7% belum menstruasi termasuk kedalam kategori normal. Sebanyak 46,7% contoh yang sudah menstruasi dan 28,3% belum menstruasi termasuk kedalam kategori kelebihan. Sebesar 28,3% contoh yang sudah menstruasi dan 46,7% belum menstruasi termasuk kategori kelebihan didiga karena konsumsi pangannya mengandung pangan sumber energi yang kaya protein. Pangan sumber energi
lxxxviii
yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu dan aneka produk turunannya (Hardinsyah dan Tambunan, 2004). Contoh yang termasuk kedalam kategori defisit tingkat berat adalah 40,0% yang sudah menstruasi dan 10,0% belum menstruasi. Defisit yang dialami oleh contoh yang sudah menstruasi maupun belum menstruasi disebabkan karena kurang mengkonsumsi pangan sumber nabati dan hewani. Berdasarkan analisis korelasi spearman tidak terdapat hubungan antara konsumsi protein hewani dengan usia menarche (p>0,05). Hal ini disebabkan karena contoh yang sudah menstruasi kurang mengkonsumsi pangan hewani dibandingkan contoh yang belum menstruasi. Protein adalah suatu zat gizi yang berperan sebagai penghasil energi, pembentukan jaringan baru, dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno, 1997). Tabel 42. Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kecukupan Protein Klasifikasi
Menstruasi n
Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan
% 24 3 7 11 28
40,0 5,0 11,7 18,3 46,7
Belum menstruasi n % 6 10,0 2 3,3 6 10,0 16 26,7 17 28,3
Keterangan : Defisit tingkat berat (<70% AKG), Defisit tingkat sedang (70-79% AKG), Defisit tingkat ringan (80-89% AKG), Normal (90-119%) AKG), Kelebihan (≥120% AKG) Tingkat Kecukupan Zat Besi (Fe)
Tabel 43 menunjukkan 65,0% pada contoh yang sudah menstruasi dan 51,7% contoh belum menstruasi termasuk kedalam kategori kurang, sedangkan 35,0% contoh yang sudah menstruasi dan 48,3% belum menstruasi termasuk kedalam kategori cukup. Hal ini disebabkan karena contoh yang sudah menstruasi kurang mengkonsumsi pangan sumber Fe. Selain itu karena contoh sudah mengalami menstruasi sehingga membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak dari pada laki-laki maupun yang belum menstruasi. Perempuan jarang makan makanan hewani dan sering melakukan diit pengurangan makan karena ingin langsing (Depkes, 1998). Hal lainnya disebabkan karena adanya zat yang dapat menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh seperti asam fitat, asam oksalat dan tanin
lxxxix
terdapat dalam serealia, sayuran, kacang-kacangan dan teh. Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan zat besi adalah asam organik (vitamin C), zat penghambat penyerapan (asam fitat, asam oksalat dan tanin), tingkat keasaman lambung, faktor intrinsik dan kebutuhan tubuh (Almatsier, 2002). Tabel 43. Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kecukupan Zat Besi Klasifikasi Kurang Cukup
Menstruasi n 39 29
Belum menstruasi % 65,0 35,0
n 31 29
% 51,7 48,3
Keterangan : kurang (TK<77%), cukup (TK≥77%) (Gibson, 2005) Tingkat Kecukupan Vitamin A
Tabel 44 menunjukkan 43,3% contoh yang sudah menstruasi dan 38,3% belum menstruasi termasuk kedalam kategori cukup. Sebanyak 56,7% contoh yang sudah menstruasi dan 61,7% belum menstruasi termasuk kedalam kategori kurang. Tingkat kecukupan vitamin A termasuk kategori kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya contoh mengkonsumsi pangan sumber vitamin A, terutama contoh yang belum menstruasi. Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wotel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak dan jeruk (Almatsier, 2002). Tabel 44. Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kecukupan Vitamin A Klasifikasi Kurang Cukup
Menstruasi n 34 26
Belum menstruasi % 56,7 43,3
n 37 223
% 61,7 38,3
Keterangan : kurang (TK<77%), cukup (TK≥77%) (Gibson, 2005) Kekurangan vitamin A meningkatkan resiko anak terhadap penyakit infeksi seperti penyakit saluran pernapasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan. Penelitian-penelitian lain juga menunjukkan keterkaitan fungsi beta karoten dan
xc
vitamin A sebagai antioksidan yang mampu menyesuaikan fungsi kekebalan dan sistem perlawanan tubuh terhadap mikroorganisme atau proses merusak lain. Tingkat Kecukupan Vitamin C
Tabel 45 menunjukkan 45,0% contoh yang sudah menstruasi dan 51,7% belum menstruasi termasuk kedalam kategori cukup. Sebanyak 55,0% contoh yang sudah menstruasi dan 48,3% belum menstruasi termasuk kedalam kategori kurang. Lebih dari separuh contoh yang sudah menstruasi (56,7%) tergolong kedalam kategori kurang. Ini disebabkan contoh kurang mengkonsumsi pangan sumber vitamin C. Kelebihan vitamin C yang diperoleh contoh yang sudah menstruasi dibandingkan contoh belum menstruasi hanya dari pangan hewani, nabati dan sayuran. Asupan vitamin C yang tinggi akan meningkatkan risiko timbulnya batu ginjal karena meningkatnya produksi oksalat, rebound scurvy akibat penurunan yang mendadak selain itu pada beberapa orang dapat mengakibatkan gangguan lambung dan diare (Setiawan dan Rahayuningsih, 2004). Tabel 45. Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kecukupan Vitamin C Klasifikasi Kurang Cukup
Menstruasi n 33 27
Belum menstruasi % 55,0 45,0
n 29 31
% 48,3 51,7
Keterangan : kurang (TK<77%), cukup (TK≥77%) (Gibson, 2005) Hasil analisis uji beda menunjukkan konsumsi pangan sumber energi, protein, zat besi, vitamin A, dan vitamin C tidak terdapat perbedaan antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p>0,05). Uji beda untuk tingkat kecukupan, pangan sumber zat besi, vitamin A dan vitamin C tidak berbeda (p>0,05) sedangkan pangan sumber energi dan protein menunjukkan perbedaan (p<0,05), artinya konsumsi dan kecukupan contoh yang sudah menstruasi lebih baik dibandingkan contoh belum menstruasi. Hal ini disebabkan karena konsumsi pangan contoh baik dari segi kualitas maupun frekuensi pangan berbeda, sehingga pada tingkat kecukupan dapat dilihat bahwa contoh yang sudah menstruasi tingkat kecukupan energi normal sedangkan tingkat kecukupan protein termasuk kategori
xci
defisit tingkat ringan. Pada contoh yang belum menstruasi dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan energi dan protein termasuk kategori berlebih. Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan tidak terdapat korelasi antara konsumsi pangan dengan usia menarche (p>0.05) Faktor lain yang diduga berkaitan dengan usia menarche dan tidak dianalisis oleh peneliti adalah proporsi lemak tubuh. Cadangan lemak dalam tubuh diperoleh apabila konsumsi karbohidrat, lemak dan protein berlebih. Menurut Riyadi (2003) perubahan kandungan lemak tubuh memberikan dugaan perubahan tidak langsung dalam keseimbangan energi. Proporsi lemak tubuh seseorang tidak hanya dilihat dari ukuran tubuh seseorang (kurus/gemuk) namun dapat diketahui melalui pengukuran antropometri menggunakan skinfold callifer. Proporsi lemak tubuh untuk wanita adalah 30%. (Riyadi, 2003). Menurut penelitian di Amerika bahwa jaringan lemak menyebabkan perubahan hormon di dalam tubuh sehingga jika tubuh berubah menjadi gemuk atau kurus akan menyebabkan gangguan keseimbangan hormonal. Selain itu, bayi yang diberikan makanan berlebihan dan tumbuh secara cepat akan mencapai pubertas lebih dini dibanding dengan bayi seusianya. Kemungkinan lainnya adalah semakin banyak acara di televisi yang mengubah keseimbangan hormonal dalam tubuh sehingga mendorong terjadinya pubertas yang lebih awal (Simamora, Sunarjo, Avianti & Wahyuni,1996 dalam Khaerunnisa, 2005). Status Gizi
Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U. IMT/U digunakan untuk anak yang berumur 9-24 tahun, dengan menggunakan persentil. Untuk menilai kurus < persentil ke-5, normal persentil ke-5 < x < persentil ke-85 dan gemuk ≥ persentil ke-85. Caranya adalah tentukan dulu umur anak. Kemudian hitung IMT-nya berdasarkan rumus: IMT =
Berat badan ( Kg ) Tinggi badan 2 (meter)
Kemudian hasilnya dibandingkan dengan referensi pada umur yang sama dengan anak yang dinilai status gizinya. Data referensi persentil IMT/U dapat dilihat pada lampiran 1 (Riyadi, 2003).
xcii
Sebagian besar contoh yaitu 86,7% yang sudah menstruasi dan 68,3% belum menstruasi berada pada kategori normal, namun sebanyak 25,0% contoh belum menstruasi termasuk dalam kategori kurus (Tabel 46). Hal ini diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi contoh belum mendapatkan menstruasi selain faktor-faktor penyebab lainnya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Riyadi (2003) bahwa remaja putri yang bergizi baik mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi pada masa sebelum pubertas (prapubertas) dibandingkan dengan remaja yang kurang gizi. Menstruasi yang dimulai antara umur 10 dan 16 tahun dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk di dalamnya kesehatan wanita, konsumsi gizi dan status gizi. Remaja kurang gizi ini tumbuh lebih lambat untuk waktu yang lebih lama, karena itu menarche (umur pertama kali mendapat menstruasi) juga tertunda. Menstruasi yang tertunda ini sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan baik oleh contoh maupun orang tua karena seperti yang diungkapkan oleh Riyadi (2003) pubertas biasanya muncul pada usia 10-14 tahun dan pada seorang gadis ditandai dengan permulaaan menstruasi (menarche) sehingga contoh yang belum mendapat menstruasi diduga akan mendapatkan pada rentang umur tersebut. Tabel 46. Sebaran Contoh berdasarkan Klasifikasi Status Gizi Klasifikasi Kurus Normal Gemuk
Menstruasi n 2 52 6
Belum menstruasi % 3,3 86,7 10,0
n 15 41 4
% 25,0 68,3 6,7
Keterangan: kurus (< persentil ke-5), normal (persentil ke 5 < x < persentil ke85), gemuk ( ≥ persentil ke-85) Status gizi contoh yang juga harus mendapat perhatian adalah gemuk. Pada penelitian ini terdapat 10,0% contoh yang sudah menstruasi dan 6,7% contoh belum menstruasi berada dalam kategori gemuk. Orang tua hendaknya lebih memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi anak. Pilihlah jenis makanan yang sehat dan bergizi untuk dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan-makanan tersebut juga sebaiknya rendah lemak karena anak akan kesulitan bergerak jika kondisi tubuhnya sudah terlalu berlebih dan jika keadaan
xciii
ini terus dibiarkan hingga dewasa maka akan memiliki resiko tinggi penyakit degeneratif (Supariasa et al. (2002). Anak yang terlalu gemuk akan lebih cepat mendapat menstruasi, hal ini tentunya tidak terlepas dari konsumsi pangan yang tinggi lemak. Sehingga orang tua harus memperhatikan konsumsi pangan anak-anaknya agar tidak kekurangan gizi tetapi juga tidak kelebihan gizi. Berdasarkan uji beda, terdapat perbedaan antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p<0,05). Hal ini diduga karena status gizi contoh yang sudah menstruasi lebih banyak pada kategori normal sedangkan status gizi belum menstruasi pada kategori normal dan kurus. Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan status gizi mempunyai hubungan signifikan yang negatif dengan usia menarche, artinya adalah semakin baik status gizi contoh maka semakin cepat usia menarche (r=-0,062; p<0,05). Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Riyadi (2003) bahwa remaja putri yang bergizi baik mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi pada masa sebelum pubertas (prapubertas) dibandingkan dengan remaja yang kurang gizi. Menurunnya usia menarche disebabkan oleh keadaan gizi dan kesehatan umum yang membaik dan berkurangnya penyakit menahun (Hanafiah, 1987). Hubungan negatif yang ditunjukkan status gizi terhadap usia menarche sangat lemah karena angka yang ditunjukkan adalah r=-0,062.
xciv
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Contoh berumur 10-12 tahun, lebih dari separuh contoh yang sudah menstruasi (66,7%) dan belum menstruasi (76,7%) berumur 11 tahun. Sebesar 86,7% contoh yang sudah menstruasi dan 80,0% belum menstruasi memperoleh uang saku yang berkisar Rp 60.000,00- 200.000,00/bulan. Rata-rata besar uang transportasi kedua contoh adalah Rp 63.250,00 ± 73.530,00. Lebih dari separuh contoh (58,3%) memiliki pengetahuan gizi pada kategori sedang. Sebesar 41,7% contoh yang sudah menstruasi memiliki ayah yang berumur antara 30-40 tahun sedangkan 56,7% belum menstruasi memiliki ayah yang berumur antara 40-50 tahun. Umur ibu contoh yang sudah menstruasi (70,0%) dan belum menstruasi (68,3%) antara 35-45 tahun. Suku bangsa ayah contoh yang sudah menstruasi (38,3%) dan belum menstruasi (55,0%) adalah Sunda. Usia menarche ibu contoh yang sudah menstruasi (46,7%) dan belum menstruasi (56,7%) adalah 13-14 tahun. Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan usia menarche ibu tidak berhubungan signifikan dengan usia menarche (r=0,176; p>0,05), artinya faktor lingkungan juga mempengaruhi untuk terjadinya usia menarche. Variasi umur rata-rata saat menarche merupakan interaksi
dari perbedaan genetik dan lingkungan. Perbedaan umur menarche
antara kelompok pedesaan dan perkotaan atau remaja puteri kaya dan miskin di daerah tertentu, terutama karena adanya perbedaan status sosial ekonomi yang berkaitan dengan kesehatan: gizi, higiene, perawatan kesehatan dan sebagainya. Sebesar 50,0% contoh yang sudah menstruasi dan 55,0% belum menstruasi memiliki besar keluarga ≤ 4 orang (keluarga kecil). Tingkat pendidikan ayah contoh yang sudah menstruasi (43,3%) dan belum menstruasi (51,7%) adalah perguruan tinggi. Tingkat pendidikan ibu yang sudah menstruasi (40,0%) adalah SLTA sedangkan belum menstruasi (48,3%) adalah perguruan tinggi. Jenis pekerjaan ayah contoh yang sudah menstruasi (43,3%) dan belum menstruasi (38,3%) adalah pegawai swasta. Lebih dari separuh contoh yang sudah menstruasi (70,0%) maupun belum menstruasi (78,3%) mempunyai ibu yang tidak bekerja. Pendapatan/kapita/bulan bagi contoh yang sudah menstruasi (48,3%) dan belum menstruasi (45,0%) adalah > Rp 600.000,00.
xcv
Hasil analisis uji beda menunjukkan terdapat perbedaan pola konsumsi pangan berdasarkan frekuensi dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh kedua contoh (P<0,05). Jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih sedikit dalam mengkonsumsi mie, bubur, ikan asin, sosis, tempe dan tahu dibandingkan contoh belum menstruasi, sebaliknya jumlah contoh yang sudah menstruasi lebih banyak mengkonsumsi roti, oncom, sayur daun singkong, semangka, segala jenis chiki, potato chips dan es doger dibandingkan contoh belum menstruasi. Rata-rata konsumsi energi contoh yang sudah menstruasi adalah 1933 kkal dan rata-rata konsumsi protein contoh adalah 49,1 g. Tingkat kecukupan energi contoh termasuk kategori normal sedangkan tingkat kecukupan protein termasuk kategori defisit tingkat ringan. Rendahnya tingkat kecukupan protein disebabkan karena kurangnya jumlah protein yang dikonsumsi dalam sehari. Konsumsi protein yang kurang sebanyak 6,2 g. Rata-rata konsumsi zat besi adalah 15,1 mg, vitamin A 490,5 RE, dan vitamin C 55,2 mg. Tingkat kecukupan vitamin A termasuk kategori cukup. Tingkat kecukupan vitamin C berlebih sebanyak 5,2 mg, namun kelebihan vitamin dan mineral sampai 20 persen masih dapat ditolerir asal tidak berlangsung dalam waktu yang lama. Tingkat kecukupan Fe termasuk kategori kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya contoh mengkonsumsi pangan sumber Fe. Jumlah konsumsi Fe yang kurang sebanyak 4,9 mg. Rata-rata konsumsi energi contoh yang belum menstruasi adalah 1934 kkal dan rata-rata konsumsi protein contoh adalah 53,7 g. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh termasuk kategori kelebihan sebanyak 652 kkal dan 10,7 g, disebabkan karena banyak mengkonsumsi pangan sumber energi, selain itu juga mengkonsumsi pangan sumber energi yang kaya protein sehingga energi dan protein berlebih di dalam tubuh. Rata-rata konsumsi zat besi adalah 17,7 mg, vitamin A 449,8 RE dan vitamin C 71,2 mg. Tingkat kecukupan Fe termasuk kategori cukup. Tingkat kecukupan vitamin C termasuk berlebih sebanyak 21,2 mg. Tingkat kecukupan vitamin A termasuk kategori kurang sebanyak 150,2 RE. Hal ini disebabkan kurangnya contoh mengkonsumsi sumber vitamin A. Hasil analisis uji beda menunjukkan konsumsi pangan sumber energi, protein, zat besi, vitamin A, dan vitamin C tidak terdapat perbedaan antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p>0,05). Uji beda untuk tingkat
xcvi
kecukupan, pangan sumber zat besi, vitamin A dan vitamin C tidak berbeda (p>0,05) sedangkan pangan sumber energi dan protein menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), artinya konsumsi dan kecukupan contoh yang sudah menstruasi lebih baik dibandingkan contoh belum menstruasi. Hal ini disebabkan karena konsumsi pangan contoh baik dari segi kualitas maupun frekuensi pangan berbeda, sehingga pada tingkat kecukupan dapat dilihat bahwa contoh yang sudah menstruasi tingkat kecukupan energi normal sedangkan tingkat kecukupan protein termasuk kategori defisit tingkat ringan. Pada contoh yang belum menstruasi dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan energi dan protein termasuk kategori berlebih. Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan tidak terdapat korelasi antara konsumsi pangan dengan usia menarche (p>0.05). Faktor lain yang diduga berhubungan dengan usia menarche dan tidak dianalisis oleh peneliti adalah proporsi lemak tubuh. Sebagian besar contoh yang sudah menstruasi (86,7%) dan 68,3% yang belum menstruasi berada pada kategori status gizi normal, namun sebanyak 25,0% contoh belum menstruasi termasuk dalam kategori kurus. Hal ini diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi contoh belum mendapatkan menstruasi selain faktor-faktor penyebab lainnya. Berdasarkan uji beda, terdapat perbedaan status gizi antara contoh yang sudah menstruasi dengan belum menstruasi (p<0,05). Hal ini diduga karena status gizi contoh yang sudah menstruasi lebih banyak pada kategori normal sedangkan status gizi belum menstruasi pada kategori normal dan kurus. Berdasarkan uji korelasi spearman, status gizi menunjukkan hubungan signifikan yang negatif dengan usia menarche (r=-0,062; p<0,05) artinya semakin baik status gizi contoh maka semakin awal usia menarche. Saran Saran yang dapat diberikan kepada pihak sekolah maupun orang tua adalah diharapkan dapat memberikan pengertian, bimbingan, bantuan, perhatian lebih dan bekal pendidikan seks usia dini kepada anak yang sudah mengalami menstruasi sehingga anak tidak akan salah dalam menerima informasi dari buku maupun pihak lain. Selain itu, bagi pengajar perlu menjelaskan tentang aspek menstruasi atau hal-hal lain yang berkaitan dengan pubertas.
xcvii
DAFTAR PUSTAKA Agustini, Sheila. 2007. Pre menstruasl syndrome. http://niex-klaten.blogspot.com. [22 Januari 2008]. Affandi B & Danukusumo D. 1990. Gangguan Haid pada Remaja dan Dewasa. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Atmarita, FTS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Hlm 149. BKKBN. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes RI. . 1998. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat. Engel, JF., RD. Backwell & PW. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen (Edisi Keenam, Jilid I), (F.X. Budiyanto, Penerjemah). Jakarta: Binarupa Aksara. Fatimah, E. 2006. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: Pustaka Setia. Gibson RS. 2005. Principal of Nutritional Assesment. Oxford: Oxford University Press. Guhardja S, H Puspitawati, Hartoyo & D Hastuti. 1992. Manajemen Sumberdaya Keluarga [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hanafiah, MJ. 1987. Haid dan Siklusnya. Di dalam Ilmu Kandungan. H. Wiknjosastro (Ed.). Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hardinsyah. 2004. Kiat Meminimalkan Keluhan Menstruasi. Bogor: Klinik Konsultasi Gizi dan Klub Diet Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. & D Briawan. 1994. Perencanaan dan Penilaian Konsumsi Pangan [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
xcviii
& D Martianto. 1988. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. & V Tambunan. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Di dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI. Harris, JR. dan RM Liebert. 1991. The Child. New Jersey: Prentice Hall. Hendra, Ratsmawan. 2007. Akibat fluktuasi hormon menyebabkan mudah marah hingga jerawatan. http://seksfile.wordpress.com [22 Januari 2008]. Hurlock, EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Istiwidayanti dan Soedjarwo, Penerjemah). , Jakarta: Erlangga. Karyadi D & Muhilal. 1995. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: Gramedia. Khaerunnisa. 2005. Hubungan kadar hemoglobin dengan skor keluhan menstruasi pada mahasiswa putri TPB IPB Tahun 2003/2004 [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khomsan, A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. , D Sukandar, U Sumarwan & D Briawan. 1998. Pangan Sebagai Indikator Kemiskinan. Di dalam Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta: LIPI. Kartono D & M Soekatri. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Besi, Yodium, Seng, Mangan, Selenium. Di dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizo VIII. Yakarta: LIPI. Khumaidi, M. 1994. Gizi Masyarakat. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Madanijah, S. 2004. Model pendidikan “GI-PSI-SEHAT” bagi ibu serta dampaknya terhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi anak usia dini [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Muhilal & A Sulaeman. 2004. Angka Kecukupan Vitamin larut Lemak. Di dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI.
xcix
Napitu, N. 1994. Perilaku jajan di kalangan siswa di kota dan di pinggiran kota DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Papalia, D.E. & S.W. Olds. 1979. A Child's World Infancy Through Adolescence. (2nd ed.). New York: McGraw-Hill Book Company. . 1986. Human Development. (3th ed.). Jakarta: McGraw-Hill Book Company. Pearce, EC. 1992. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia. Riyadi, H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian (Khomsan, A & A Sulaeman, Editor). Bogor: IPB – Press. . 2003. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. New Jersey: Prentice Hall Inc. Sediaoetama, AD. 1989. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta: Dian Rakyat. Setiawan B & S Rahayuningsih. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Air. Di dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI. Simanjuntak, P. 1987. Gangguan Haid dan Siklusnya. Di dalam Ilmu Kandungan. H. Wiknjosastro (Ed.). Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Soekirman. 1994. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. . 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Supariasa, IDN, B. Bakri & I. Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Susanti L. 1999. Kebiasaan makan dan aktivitas fisik dalam hubungannya dengan gizi lebih pada murid taman kanak-kanak di Kotamadya Bengkulu [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
c
Utami, NH. 2003. Hubungan gizi dengan keluhan menstruasi pada remaja [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. WHO. 1995. Physical Status: The Use and Interpretation of Anthropometry: report of a WHO expert committe. Geneva.
ci
LAMPIRAN
cii
Lampiran 1. Data Referensi Persentil IMT menurut Umur (IMT/U) Remaja Putri Usia 9-24 Tahun Usia Persentil (tahun) Ke-5 Ke-15 Ke-50 Ke-85 Ke-95 9 13,87 14,66 16,33 19,19 21,78 10 14,23 15,09 17,00 20,19 23,21 11 14,60 15,53 17,67 21,18 24,59 12 14,98 15,98 18,35 22,17 25,95 13 15,36 16,43 18,95 23,08 27,07 14 15,67 16,79 19,32 23,88 27,97 15 16,01 17,16 19,69 24,29 28,51 16 16,37 17,54 20,09 24,74 29,10 17 16,59 17,81 10,36 25,23 29,72 18 16,71 17,99 10,57 25,56 30,22 19 16,87 18,20 10,80 25,85 20,72 20-24 17,38 18,64 21,46 26,14 31,20 Sumber: Riyadi (2003)
ciii
Lampiran 2. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Contoh Menstruasi Jenis Makanan I. Makanan Pokok 1. Nasi 2. Mie Instan 3. Roti 4. Kentang 5. Lainnya Sub Total II. Pangan Hewani 1. Ayam 2. Telur 3. Daging sapi 4. Ikan gurame 5. Cumi-cumi 6. Ikan mas 7. Ikan tongkol 8. Lainnya Sub Total III. Pangan Nabati 1. Tempe 2. Tahu 3. Lainnya Sub Total IV. Sayuran 1. Bayam 2. Sawi 3. Kangkung 4. Wortel 5. Buncis 6. Daun singkong 7. Labu siam 8. Kol 11. Lainnya Sub Total V. Buah-Buahan 1. Apel 2. Jeruk 3. Mangga 4. Pisang 5. Melon 6. Pepaya 7. Semangka 8. Ketimun 9. Strawbery 10. Salak 11. Alpukat 12. Pear 13. Lainnya Sub Total
Rata-rata (g/kap/hari)
Energi (kkal)
Protein (g)
Fe (mg)
Vit. A (RE)
Vit. C (mg)
370,3 46,8 14,7 10,5 19,9
678 243 41 7 6 975
8,1 4,9 1,0 0,2 0,1 14,3
1,8 2,7 0,0 0,1 0,1 4,7
0,0 0,0 0,0 0,2 0,2 0,4
0,0 0,0 0,0 1,5 0,1 1,6
50,3 37,5 27,9 9,3 9,2 6,3 3,5 10,1
91 99 41 9 7 7 4 3 261
5,8 5,6 1,6 1,6 1,5 0,9 0,5 0,6 18,1
2,5 0,0 0,5 0,0 0,2 0,2 0,0 0,0 3,4
22,8 70,0 0,0 4,5 0,0 0,2 0,0 0,1 97,6
0,1 0,2 0,3 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,7
9,0 7,3 1,1
27 8 4 39
1,7 0,4 0,3 2,4
1,0 0,0 0,0 1,0
0,1 0,0 16,4 16,5
0,0 0,0 0,0 0,0
14,0 11,6 5,3 6,6 2,5 2,9 2,2 1,7 6,7
4 2 3 2 1 2 0 0 3 17
0,2 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 0,1 0,9
0,1 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 0,4
66,8 98,1 0,0 104,7 1,8 6,9 0,6 0,0 3,9 282,8
3,2 10,3 0,5 0,3 0,3 2,4 0,3 0,6 1,4 19,3
13,8 13,8 7,8 6,6 6,1 3,4 3,3 2,8 2,5 1,9 1,2 1,0 2,9
7 4 2 10 2 1 0 0 1 1 1 1 0 30
0,0 0,1 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,2
0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,2 0,0 0,0 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 0,7
1,5 0,0 0,0 0,5 0,0 1,4 1,4 0,1 0,1 0,0 0,2 0,0 0,8 6,0
0,6 4,9 0,3 0,1 0,0 2,0 0,1 0,2 1,2 0,0 0,1 4,0 0,9 14,4
civ
Lampiran 2 (lanjutan). Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Contoh Menstruasi Jenis Makanan VI. Jajanan 1. Siomay 2. Soto 3. Chitato 4. Brownies 5. Biskuit 6. Martabak 7. Wafer tango 8. Coklat 9. Batagor 10. Donat 11. Puding 12. Meses 13. Astor 14. Kerupuk 15. Sate 16. Makaroni 17. Burger 18. Pempek 19. Santan 21.Pizza 22. Bakwan 23. Kacang atom 24. Buras 25. Lainnya Sub Total VII. Minuman 1. Susu cair 2. Susu bubuk 3. Soft drink 4. Sari buah cair 5. Teh botol 6. Gula pasir 7. Pop ice 8. Susu kental manis 9. Susu kedelai 10. Sari buah bubuk 11. Yoghurt 12. Milo Sub Total Total
Rata-rata (g/kap/hari)
Energi (kkal)
Protein (g)
Fe (mg)
Vit. A (RE)
Vit. C (mg)
14,9 8,7 7,5 7,0 6,0 5,8 5,1 4,8 4,3 3,6 3,2 2,9 2,5 2,5 1,9 1,9 1,7 1,7 1,7 1,5 1,3 1,3 1.2 10,5
14 11 39 19 28 10 8 23 6 13 3 14 12 1 4 7 3 3 2 3 4 6 1 42 234
0,7 0,2 0,1 0,3 0,3 0,3 0,1 0,1 0,5 0,3 0,1 0,1 0,2 0,0 0,8 0,2 0,3 0,1 0,0 0,2 0,1 0,1 0,0 0,2 5,3
0,0 0,2 0,5 0,1 0,1 0,0 0,2 0,1 0,2 0,1 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,7 2,7
0,0 1,0 0,0 3,9 0,2 1,7 0,0 0,2 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 9,4 0,0 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,0 13,1 30,2
0,0 0,0 0,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 7,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 8,3
31,3 22,0 16,5 17,1 27,1 16,0 12,5 4,3 5,0 1,3 0,8 0,7
22 95 9 8 9 58 51 14 2 6 0 3 277 1.833
2,3 1,1 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,2 0,2 0,0 0,0 0,1 4,9 46,1
0,2 0,0 0,0 0,0 0,9 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1 1,4 14,3
0,0 29,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,1 1,3 0,0 0,2 0,0 34,4 467,9
1,7 2,0 0,0 0,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 2,1 0,0 0,0 6,8 51,0
cv
Lampiran 3. Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Contoh Belum Menstruasi Jenis Makanan I. Makanan Pokok 1. Nasi 2. Mie Instan 3. Roti 4. Kentang 5. Lainnya Sub Total II. Pangan Hewani 1. Ayam 2. Telur 3. Daging sapi 4. Ikan mas 5. Ikan tongkol 6. Ikan gurame 7. Ikan kembung 8. Udang 9. Cumi-cumi 10. Kerang 11. Ikan kakap 11. Kepiting 12. Ikan lele 13. Ikan bandeng 14. Ikan layur 15. Ikan asin 16. Lainnya Sub Total III. Pangan Nabati 1. Tempe 2. Tahu 3. Lainnya Sub Total IV. Sayuran 1. Bayam 2. Sawi 3. Kangkung 4. Wortel 5. Daun katuk 6. Tauge 7. Buncis 8. Daun singkong 9. Lainnya Sub Total V. Buah-Buahan 1. Apel 2. Pisang 3. Mangga 4. Melon 5. Jeruk
Rata-rata (g/kap/hari)
Energi (kkal)
Protein (g)
Fe (mg)
Vit. A (RE)
Vit. C (mg)
358,6 58,3 19,8 12,2 2,8
628 200 57 9 5 899
7,5 3,8 1,3 0,2 0,1 12,9
1,7 2,1 0,7 0,1 0,0 4,6
0,0 0,0 0,0 0,0 0,3 0,3
0,0 2,0 0,0 1,8 0,0 3,8
42,2 27,9 33,2 11,0 9,4 9,3 6,7 4,0 3,5 2,7 2,0 1,6 1,6 1,4 1,3 1,2 0,7
73 77 75 13 9 9 5 2 8 0 1 2 3 1 1 5 1 285
4,5 4,3 4,2 1,6 1,3 1,6 1,2 0,5 1,3 0,0 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,3 0,1 21,9
0,6 0,7 0,8 0,5 0,2 0,0 0,1 0,2 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,2
18,3 52,5 1,6 12,9 0,0 4,4 0,5 0,0 0,0 0,3 0,1 0,7 0,6 0,5 0,0 0,0 0,4 92,8
0,0 0,1 0,4 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,6
13,1 6,2 1,8
36 6 8 50
2,4 0,4 0,5 3,3
1,4 0,0 0,0 1,4
0,2 0,0 0,0 0,2
0,0 0,0 0,0 0,0
17,4 7,1 6,8 4,7 2,9 2,6 2,2 1,7 8,9
4 1 4 2 2 2 1 1 1 18
0,2 0,1 0,1 0,0 0,2 0,2 0,0 0,1 0,1 1,0
0,1 0,2 0,1 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,5
78,5 60,1 20,5 74,0 0,0 0,4 1,9 16,3 0,5 252,2
3,3 6,3 0,6 0,2 1,9 0,4 0,4 3,1 0,5 16,7
21,3 18,1 12,5 11,4 5,6
11 3 4 4 2
0,1 0,3 0,0 0,1 0,0
0,1 0,0 0,0 0,0 0,0
2,2 1,7 15,0 0,0 1,1
0,9 0,4 0,5 0,0 1,9
cvi
Lampiran 3 (lanjutan). Rata-rata Konsumsi Pangan, Energi dan Zat Gizi Contoh Belum Menstruasi Jenis Makanan 6. Pear 7. Semangka 8. Pepaya 9. Manggis 10. Jambu biji 12. Salak 13. Lainnya Sub Total VI. Jajanan 1. Siomay 2. Batagor 3. Wafer tango 4. Coklat 5. Chitato 6. Biskuit 7. Martabak 8. Pempek 9. Buras 10. Donat 11. Bakwan 12. Burger 13. Meses 14. Sate 15. Makaroni 16. Brownies 17. Risoles 18. Soto 19. Kerupuk 20. Kwaci 21. Kacang atom 26. Lainnya Sub Total VII. Minuman 1. Susu cair 2. Susu bubuk 3. Soft drink 4. Sari buah cair 5. Teh botol 6. Gula pasir 7. Pop ice 8. Susu kental manis 9. Susu kedelai 10. Sari buah bubuk 11. Yoghurt 12. Milo Sub Total Total
Rata-rata (g/kap/hari) 4,2 3,3 3,0 1,8 1,3 1,3 3,8
Energi (kkal) 3 2 1 0 1 0 2 33
Protein (g) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,5
Fe (mg) 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4
Vit. A (RE) 0,0 5,0 1,3 0,0 0,0 0,0 0,2 26,5
Vit. C (mg) 15,9 0,3 1,8 0,0 0,9 0,0 0,7 23,3
21,3 13,5 10,5 8,5 6,6 5,5 5,5 4,6 4,5 3,5 3,3 2,5 2,4 2,3 2,3 2,3 2,0 2,0 2,0 1,8 1,7 14,0
20 20 17 40 34 25 11 6 6 12 8 5 11 5 8 6 7 3 1 3 9 54 311
0,9 1,6 0,2 0,2 0,1 0,3 0,3 0,2 0,1 0,3 0,2 0,5 0,0 1,0 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0,2 0,2 0,6 7,4
0,3 0,6 0,0 0,2 0,4 0,1 0,1 0,4 0,3 0,1 0,3 0,1 0,1 0,1 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 0,6 4,2
0,0 0,0 0,0 0,3 0,0 0,0 2,0 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,2 0,0 0,0 0,0 13,6 16,6
0,0 0,0 0,0 0,0 0,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 11,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 12,4
30,4 21,0 24,8 18,4 6,3 13,5 10,4 8,2 6,7 2,7 2,1 0,6
21 19 12 9 2 48 42 28 3 12 1 2 199 1.795
2,2 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,8 0,5 0,2 0,0 0,1 0,1 4,9 51,9
0,1 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,3 14,6
0,0 28,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 8,6 1,7 0,0 0,5 0,0 39,2 428,1
2,0 1,9 2,8 2,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 3,5 0,0 0,0 12,9 69,7
cvii
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Kode
KUESIONER
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN KONSUMSI PANGAN TERHADAP PUBERTAS AWAL PADA ANAK PEREMPUAN USIA SEKOLAH DASAR DI BOGOR
Nama Responden
:
Asal Sekolah
:
Enumerator
:
Tanggal Wawancara
:
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
cviii
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama Lengkap 2. Asal Sekolah 3. Suku bangsa 4. Tempat/tanggal lahir (Umur) 5. No. Telp. / HP 6. Berat Badan 7. Tinggi Badan 8. Uang saku 9. Uang transportasi
: : : : : : ……….. kg : ……….cm : ……......(Rp/hari) ……......(Rp/minggu) ............. (Rp/bulan) : ……......(Rp/hari) ……......(Rp/minggu) ............. (Rp/bulan)
B. KARAKTERISTIK KELUARGA 1. Identitas keluarga No. (a)
Nama
L/ P (b)
Umur (tahun) (c)
Status dalam Keluarga (d)
Pendidikan (e)
Pekerjaan (f)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterangan : (d) Status dalam Keluarga : 1) Ayah, 2) Ibu, 3) Anak, 4) Kerabat (e) Pendidikan : 1) Belum sekolah , 2) Tidak sekolah, 3) TK, 4) SD, 5) Tamat SD, 6) SLTP, 7) SLTA, 8) Perguruan Tinggi (f) Pekerjaan : 1) Pegawai negeri/Polri/ABRI , 2) Pegawai swasta/BUMN, 3) Wiraswasta, 4) Pedagang, 5) Petani, 6) Lainnya 2. Pendapatan keluarga Anggota Jenis Pendapatan keluarga pekerjaan Per hari Per minggu Per bulan Per tahun Kepala Utama: keluarga Tambahan: Istri Utama: Tambahan: Anak Utama: Tambahan: Anggota Utama: lainnya Tambahan: Total
cix
Keterangan : Pendapatan Keluarga: (a) < Rp 500000 (b) Rp 500000 – Rp 1000000 (c) Rp 1000001 – Rp 2000000 (d) Rp 2000001- Rp 5000000 (e) Rp > Rp 5000000 3. Usia berapa ibu mendapatkan menstruasi untuk pertama kalinya?(Khusus Ibu) a. 9-10 tahun d. 15-16 tahun b. 11-12 tahun e. 17-18 tahun c. 13-14 tahun
C. MENSTRUASI 1. Apakah yang dimaksud dengan menstruasi (datang bulan)? a. keluarnya darah setiap bulan c. Keluarnya darah dari hidung b. kekurangan darah d. Keluarnya darah karena terluka 2. Darimana kamu tahu mengenai menstruasi? a. orang tua c. teman b. kakak d. Lainnya (sebutkan)..... 3. Apa yang dimaksud dengan puber? a. bertambah dewasa (usia kedewasaan) c. Makin manja b. makin pintar d. Makin mandiri 4. Perubahan yang paling terlihat ketika masa puber adalah: a. perubahan fisik c. perubahan mental b. perubahan moral d. Perubahan spiritual 5. Di bawah ini adalah tanda-tanda puber pada perempuan, kecuali: a. payudara membesar c. timbulnya menstruasi b. tumbuhnya bulu-bulu di ketiak d. Suara membesar 6. Di bawah ini adalah tanda-tanda akan mendapat menstruasi, kecuali..... a. payudara sakit c. kram/sakit perut b. timbulnya jerawat d sakit gigi 7. Pada umumnya menstruasi berlangsung selama berapa hari? a. 1 hari c. 14 hari b. 7 hari d. 21 hari 8. Menurut kamu, jika seseorang yang sudah menstruasi maka harus berhati-hati dalam berteman dan tidak boleh melakukan hubungan dengan lawan jenisnya karena dapat mengakibatkan? a. demam c. hamil b. sakit perut d. flu “Bagi yang sudah menstruasi” 9. Usia berapa kamu mendapatkan menstruasi pertama kali?...th 10. Siapakah yang pertama kali kamu beritahukan ketika mendapat menstruasi? a. orangtua (ibu/bapak) c. teman b. kakak d. lainnya (sebutkan) 11. Apakah setiap bulan kamu selalu mendapat menstruasi? a. selalu/teratur c. kadang-kadang teratur b. tidak teratur d. kadang-kadang tidak teratur
cx
12. Berapa lama biasanya kamu mengalami menstruasi?....hr 13. Berapa lama siklus menstruasi kamu?.....hari [Siklus menstruasi = waktu sejak awal menstruasi bulan lalu hingga awal menstruasi bulan berikutnya (dalam hari). Contoh: hari pertama mens bulan lalu tanggal 4 Agustus dan hari mens pertama pada bulan September tanggal 1, maka siklus menstruasinya 28 hari] 14. Sejak pertama kali mendapat menstruasi, sudah berapa kali kamu mendapat menstruasi?......kali 15. Apakah kamu memiliki keluhan menjelang menstruasi? a. ya b. tidak 16. Keluhan apa yang biasanya dirasakan? a. sakit kepala c. sakit/keram di bawah perut b. jerawat d. lesu 17. Apakah pada saat menstruasi kamu mengkonsumsi suplemen atau jamu (untuk menghilangkan keluhan)? a. ya b. tidak jika ya, sebutkan...... 18. Apa yang kamu rasakan ketika pertama kalinya mendapat menstruasi? a. malu c. takut b. risih/jijik d. biasa saja 19. Kalau lagi menstruasi, kamu dilarang untuk mengurangi makanan apa? a. apel c. nenas b. ikan d. Mie 20. Bagaimana tanggapan keluarga kamu ketika pertama kali mendapat menstruasi? a. biasa saja c. lebih perhatian b. cuek d. tidak tahu
D. PENGETAHUAN GIZI 1. makanan yang sehat adalah? a. makanan yang mengenyangkan b. makanan yang mahal dan enak rasanya c. makanan yang cukup mengandung zat gizi dan higienis d. makanan yang mudah didapat dan praktis dalam mengelolanya 2. Zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari? a. karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral b. karbohidrat dan protein c. vitamin d. vitamin dan mineral 3. Makanan yang banyak mengandung karbohidrat adalah? a. beras c. ayam b. hati d. mangga 4. Berdasarkan sumbernya lemak ada dua macam, yaitu..... a. lemak nabati dan hewani b. lemak hewani dan margarin
cxi
c. lemak nabati dan ayam berlemak d. margarin dan gajih 5. Karbohidrat dan lemak disebut juga sebagai zat? a. tenaga c. pengatur b. pembangun d. penguat 6. Protein nabati terdapat dalam makanan ini, yaitu.......... a. tempe c. mangga b. ayam d. bayam 7. Bahan pangan yang banyak mengandung air adalah....... a. ketimun c. pisang b. salak d. wortel 8. Dampak kurang gizi bagi anak adalah, kecuali.... a. tinggi dan berat badan kurang c. badan sehat b. pertumbuhan normal d. menstruasi lancar 9. Agar tidak kekurangan gizi, sebaiknya makan? a. apa saja yang diinginkan c. nasi, sayur, susu b. nasi, sayur, tempe d. 4 sehat 5 sempurna 10. Akibat utama kekurangan makan sumber energi adalah? a. badan semakin kuat c. badan semakin sehat b. pertumbuhan badan terganggu d. pertumbuhan badan normal 11. kekurangan vitamin di dalam tubuh disebut? a. gizi kurang c. kerdil (pendek) b. avitaminose d. gigantisme (badan besar) 12. vitamin A banyak terdapat pada.............. a. wortel c. nenas b. nangka d. jeruk 13. Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan penyakit? a. rabun senja c. sariawan b. beri-beri d. tulang rapuh 14. Vitamin C banyak terdapat pada? a. apel c. jeruk b. belimbing d. Jagung 15. Kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan penyakit? a. sakit gigi c. amandel b. gondok d. sariawan 16. Apakah fungsi zat besi? a. sebagai zat penambah darah (tidak terkena anemia) b. sumber energi c. sumber zat pembangun d. untuk kecerdesan otak (supaya pintar) 17. Bahan makanan di bawah ini merupakan sumber zat besi : a. nasi, singkong c. buah-buahan b. daging, telur d. roti 18. Bila tubuh kekurangan zat besi, maka akan mengalami penyakit: a. KEP c. anemia b. marasmus d. gondok 19. Di bawah ini yang termasuk tanda-tanda anemia adalah: a. demam c. lemah, letih, lesu
cxii
b. sakit kepala d. Sakit gigi 20. Di bawah ini adalah golongan yang lebih mudah terkena anemia, yaitu: a. laki-laki c. lansia b. perempuan d. balita
E. POLA KONSUMSI PANGAN 1. Kebiasaan makan a. Food preference = makanan pilihan (makanan yang paling disukai dan paling tidak disukai)
Makanan yang paling disukai
Alasan (max 2)
Makanan yang paling tidak disukai 1. 2. 3. 4.
Alasan (max 2)
1. 2. 3. 4.
b. Food taboo = makanan pantangan Kondisi Menstruasi
Makanan pantangan
Alasan
Normal/sehat *) Makanan pantangan adalah makanan yang tidak dikonsumsi karena alasan tertentu yang kuat (mis: agama, kepercayaan, kesehatan, dll) dan dipercaya akan merugikan bila dilanggar. 1. Berapa kali kamu makan dalam sehari? c. 3 kali a. 1 kali b. 2 kali d. > 3 kali 2. Apakah anda biasa sarapan pagi? a. selalu c. jarang b. kadang-kadang d. tidak pernah 3. Biasanya makanan apa yang kamu makan setiap pagi? a. nasi + lauk pauk c. roti b. mie d. lainnya, sebutkan.... 4. Biasanya minuman apa yang kamu minum setiap pagi? a. susu c. air putih b. teh tawar d. lainnya, sebutkan.... 5. Bagaimana susunan makan siang hari yang sering kamu makan? a. nasi, lauk hewani atau nabati, sayur b. nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah
cxiii
c. nasi, sayur d. lainnya, sebutkan... 6. Siapa yang membuat menu makan siang kamu? a. sekolah c. kakak b. orang tua d. lainnya, sebutkan... 7. Bagaimana susunan menu yang biasa dimakan untuk malam hari? a. nasi, lauk hewani atau lauk nabati, sayur b. nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah c. nasi, sayur d. lainnya, sebutkan....... 8. Siapa yang membuat menu makan malam kamu? a. sekolah c. kakak b. orang tua d. lainnya, sebutkan... 9. Berapa kali kamu jajan dalam sehari? (pilih yang paling sering) a. 1 kali c. 3 kali b. 2 kali d. > 3 kali 10. Alasan kamu jajan : (pilih salah satu) a. rasa lapar c. mau saja (kepingin) b. diajak teman d. lainnya, sebutkan... 11. Berapa jumlah air putih yang kamu minum/hari? a. 8 gelas c. 3 gelas b. 5 gelas d. < 3 gelas 12. Apakah minuman ringan yang biasa kamu minum? a. jus buah c. kopi b. soft drink d. teh 13. Jenis jajanan yang biasa kamu beli? a. cimol c. batagor b. gorengan d. Lainnya
2. Frekuensi dan jenis pangan No
Kelompok pangan
Jenis pangan Nasi Mie
1.
Pangan sumber karbohidrat
Biskuit Roti Bubur ................
2
Protein hewani
Ikan segar Ikan asin Daging ayam
Frekuensi konsumsi (kali) hari
minggu
bulan
cxiv
2. Frekuensi dan jenis pangan (lanjutan) No 2
Kelompok pangan Protein hewani
Jenis pangan Daging sapi Telur Sosis ...............
3
Protein nabati
Tempe Tahu Kacang-kacangan Oncom ................
4.
Susu
Susu segar Susu kental manis Susu bubuk .................
5.
Sayuran
Wortel Buncis Kangkung Daun Singkong Bayam Kol Sayur Sop Sayur Asem
6.
Buah
Semangka Pepaya Pisang Melon Jeruk ................
Frekuensi konsumsi (kali) hari
minggu
bulan
cxv
2. Frekuensi dan jenis pangan (lanjutan) No
Kelompok
Jenis pangan
pangan
Frekuensi konsumsi (kali) hari
minggu
bulan
Wafer Coklat 7.
Snack
Chiki-Chikian Potato Chips ................ Es krim Es Sirup Es Doger
8.
Minuman
Es Kelapa Soft drink (fanta, sprite, dll) Teh manis/sosro ....................
F. RECALL KONSUMSI PANGAN (2X24 JAM) Hari Sekolah Waktu
Pagi (06.00-10.00)
Selingan (10.00-12.00)
Nama Makanan
Bahan Pangan
Jumlah yang dikonsumsi URT Berat (g)
Keterangan
cxvi
F. RECALL KONSUMSI PANGAN (2X24 JAM) Hari Sekolah (lanjutan) Waktu
Siang (12.00-16.00)
Selingan (16.00-19.00)
Malam (19.00-21.00)
Selingan (21.00-....)
Nama Makanan
Bahan Pangan
Jumlah yang dikonsumsi URT Berat (g)
Keterangan
cxvii
RECALL KONSUMSI PANGAN (2X24 JAM) Hari Libur Waktu
Pagi (06.00-10.00)
Selingan (10.00-12.00)
Siang (12.0016.00)
Nama Makanan
Bahan Pangan
Jumlah yang dikonsumsi URT Berat (g)
Keterangan
cxviii
RECALL KONSUMSI PANGAN (2X24 JAM) Hari Libur (lanjutan) Waktu
Selingan (16.00-19.00)
Malam (19.00-21.00)
Selingan (21.00-....)
Nama Makanan
Bahan Pangan
Jumlah yang dikonsumsi URT Berat (g)
Keterangan