KERAGAAN STATUS GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN SERTA TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR
SOFYA EKA MASTI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRACT Sofya Eka Masti. The Nutritional Status, Physical Activities, Food Consumption, and Nutrient Adequacy Level of Elementary School Children in Bogor. Supervised by Katrin Roosita, SP, M. Si The objective of this research was to understand nutritional status, physical activity, food consumption and sufficiency energy and nutrient level of elementary school children in Bogor. The research was conducted by using cross sectional study and simple random sampling design from April to July 2009 in 4 elementary School in Bogor that 2 private school (SDIT Aliya and SD Pertiwi) and 2 public school (SDN Baranang Siang and SD Kedung Badak 1). The samples of this research were all of fifth grade students from four elementary school students in Bogor. The result showed that nutritional status obesity and overweight sample in private school higher than sample in public school. Physical activity level (PAL) of sample in private school category sedentary and sample in public school category active. Energy expenditure of sample in public school was higher than private school. Sample in private school has higher energy, protein, vitamin A, vitamin C, calcium, iron and phosphor consumption than sample in public school. Adequacy level of energy, protein, vitamin A, vitamin C, calcium and phosphor of private school sample were also higher than public school, except for iron. Pearson Correlation Test shows that physical activity has significant correlation with the nutritional status. Keyword: Elementary School Children, Nutritional Status, Physical Activity, Food Consumption and Nutrient Adequacy
RINGKASAN SOFYA EKA MASTI. Keragaan Status Gizi, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan serta Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Di bawah bimbingan KATRIN ROOSITA, SP, M. Si Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor. Secara khusus bertujuan untuk: 1) mengetahui karakteristik contoh meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan; 2) menentukan status gizi contoh; 3) menghitung pengeluaran energi dan tingkat aktivitas fisik contoh; 4) mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh; 5) menilai tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilaksanakan di empat sekolah dasar (SD) yang terpisah. Pemilihan SD tersebut dilakukan secara acak (simple random sampling) dari 289 SD di kota Bogor dengan pertimbangan SD yang terdapat penyelenggaraan makanan (sekolah dasar swasta) dan SD yang tidak terdapat penyelenggaraan makanan (sekolah dasar negeri) yang ada di kota Bogor. Pengumpulan data dilakukan pada bulan AprilJuli 2009. Contoh dalam penelitian ini adalah anak Sekolah Dasar kelas 5 di SDIT Aliya, SD Pertiwi, SDN Baranang Siang, dan SDN Kedung Badak 1 yang berusia 10-12 tahun. Seluruh siswa yang memenuhi kriteria dijadikan sebagai contoh. Jumlah contoh 221 siswa dari empat sekolah dasar. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner, wawancara dan pengukuran langsung yang meliputi: (1) data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan), (2) data aktivitas fisik, diperoleh melalui metode pencatatan dan wawancara 2 x 24 jam, (3) data konsumsi pangan, diperoleh melalui metode food recall dan food record 2 x 24 jam, (4) data status gizi, diperoleh melalui pengukuran langsung berat badan dan tinggi badan. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi karakteristik sekolah tempat penelitian. Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu agar sesuai dengan tujuan penelitian. Data kemudian dientri dengan menggunakan Microsoft excel 2007 dan dianalisis menggunakan SPSS 13 for Windows. Contoh pada penelitian ini baik pada SD swasta maupun SD negeri ratarata berusia 11 tahun dengan rata-rata usia contoh SD swasta 11,0 tahun dan contoh pada SD negeri 11,3 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi perempuan dan laki-laki antara SD swasta relatif sama dengan SD negeri dimana persentase perempuan lebih banyak daripada laki-laki, dengan persentase laki-laki 49,6% dan perempuan 50,4% pada SD swasta sedangkan pada SD negeri persentase laki-laki 49% dan perempuan 51%. Rata-rata berat badan dan tinggi badan contoh pada SD swasta lebih tinggi dibandingkan contoh pada SD negeri. SD negeri memiliki lebih banyak siswa dengan status gizi normal dibandingkan SD swasta, masing-masing 76,1% dan 55,2%. Namun, yang mengalami overweight dan obese lebih banyak terdapat pada SD swasta
dibandingkan pada SD negeri. Severe obese atau sangat obese tidak ditemukan pada SD negeri, akan tetapi untuk severe thinness atau sangat kurus ditemukan 3,1% pada SD negeri. Rata-rata angka metabolisme basal contoh pada SD swasta lebih besar dibandingkan dengan SD negeri, akan tetapi pada rata-rata pengeluaran energi contoh pada SD negeri lebih besar dibandingkan SD swasta. Tingkat aktivitas fisik (physical activity level) contoh pada SD swasta termasuk kategori ringan, sedangkan SD negeri termasuk kategori sedang. Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi pearson antara aktivitas fisik (pengeluaran energi) dengan status gizi terdapat hubungan yang signifikan (p<0,01). Kelompok pangan berdasarkan pendekatan kelompok pola pangan harapan (PPH) ditemukan bahwa jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi untuk padi-padian dan olahannya, pangan hewani dan olahannya, kelompok minyak dan lemak, buah/biji berminyak, dan gula, buah dan sayur, serta kelompok lainnya lebih banyak dikonsumsi oleh contoh pada SD swasta dibandingkan contoh pada SD negeri. Kelompok umbi-umbian dan olahannya, lebih banyak dikonsumsi oleh contoh pada SD negeri dibandingkan SD swasta. Rata-rata konsumsi energi, protein, vitamin (A dan C), serta mineral (Ca, Fe dan P) lebih tinggi pada SD swasta dibandingkan SD negeri, sedangkan ratarata tingkat kecukupan energi, protein, vitamin (A dan C), serta mineral (Ca dan P) lebih tinggi pada SD swasta dibandingkan SD negeri, kecuali tingkat kecukupan zat besi. Tingkat kecukupan energi contoh dengan kategori defisit SD negeri lebih banyak dibandingkan SD swasta. Tingkat kecukupan protein contoh SD swasta umumnya termasuk kategori defisit tingkat berat, sedangkan SD negeri termasuk kategori normal. Tingkat kecukupan vitamin A baik pada SD swasta maupun SD negeri termasuk kategori cukup, sedangkan tingkat kecukupan vitamin C, kalsium dan fosfor pada SD swasta dan SD negeri umumnya termasuk dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan zat besi pada SD swasta umumnya termasuk kategori kurang, sedangkan pada SD negeri umumnya termasuk dalam kategori cukup.
KERAGAAN STATUS GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN SERTA TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR
SOFYA EKA MASTI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Skripsi : Keragaan Status Gizi, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan serta Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor Nama : Sofya Eka Masti NIM : I14052321
Disetujui : Dosen Pembimbing
Katrin Roosita, SP, M. Si NIP. 19710201 199903 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS NIP. 19621204 198903 2 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang, provinsi Sumatera Barat pada tanggal 21 September 1988. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, putri dari pasangan Tirmizi Idris dan Masriati. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari taman kanak-kanak (TK) Bhayangkari Balai Selasa tahun 1992. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri No. 14 Pelangai Kecil pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Ranah Pesisir dan lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis meneruskan ke SMA Negeri 1 Ranah Pesisir dan lulus pada tahun 2005. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah menjalani masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama setahun di IPB, selanjutnya penulis diterima di jurusan Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Dan diterima di jurusan Minor Perkembangan Anak, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan sebagai anggota Klub Organoleptik di Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) periode 2006/2007, Staf Klub Peduli Pangan dan Gizi di Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) periode 2007/2008, staf Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kewirausahaan (PSDMK) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM-I) periode 2007/2008, dan anggota Badan Konsultasi Gizi (BKG). Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan diantaranya seminar dan pelatihan kewirausahaan tahun 2006, Funny Fair (Food, Nutrition & Healthy Fair) tahun 2008, Indonesian Ecology Expo (Index) tahun 2008, dan fasilitator stadium general kewirausahaan kecakapan hidup mahasiswa TPB tahun 2009. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kecamatan Pancoran Mas dan Ratu Jaya, Depok, Jawa Barat. Pada bulan Februari 2009 penulis juga melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta Timur.
KATA PENGANTAR Asalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Keragaan Status Gizi, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan serta Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor” yang merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada; 1. Ibu Katrin Roosita, SP, M. Si sebagai dosen pembimbing atas semua waktu, kesempatan, pemikiran, bimbingan, semangat dan dorongan pada penulis mulai dari awal pembuatan usulan penelitian hingga skripsi ini terselesaikan. 2. Ibu Ir. Cesilia Meti Dwiriani, Msc selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas semua saran dan masukannya demi kesempurnaan skripsi ini. 3.
Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama kuliah.
4.
Kepala sekolah dan segenap staf pengajar SDIT Aliya, SD Pertiwi, SDN Baranang Siang, dan SDN Kedung Badak 1 yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian.
5.
Papa Ibuku tercinta, Nenek, Mak’anga, Pak’anga, Tante, Om serta adikadikku tersayang (Emil, Emis, Fiza, dan Firman) yang selalu memberikan cinta, doa, kasih sayang, semangat dan dukungannya.
6. Rekan-rekan satu tim penelitian (Luthfi Rakhmawati, Murni Mutia, dan Janwar Rizki), terima kasih atas kerjasamanya. 7. Nenden, Tri, Mitha, Sri R, Yuges, Yani, Eci, Adhis, Ira, Kokom, Tika, Hani, Angga, Jesa, Rama, teman-teman GM 42 dan teman-teman Perwira 100, terima kasih atas kebersamaan, bantuan, doa, dan semangatnya. 8. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semua dukungan, bantuan dan doanya. Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2009 Sofya Eka Masti
i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .....................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
v
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang .....................................................................................
1
Tujuan Penelitian ..................................................................................
2
Kegunaan Penelitian ............................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
4
Anak Sekolah Dasar .............................................................................
4
Aktivitas Fisik ........................................................................................
5
Konsumsi Pangan ...............................................................................
9
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi ............................................................ 11 Status Gizi ............................................................................................ 18 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................. 20 METODE PENELITIAN ................................................................................... 22 Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 22 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ................................................... 22 Jenis dan Cara Pengambilan Contoh .................................................. 23 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................ 23 Definisi Operasional ............................................................................. 27 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 28 Keadaan Umum Sekolah Dasar ........................................................... 28 Karakteristik Contoh ............................................................................. 32 Status Gizi ............................................................................................ 36 Aktivitas Fisik ........................................................................................ 38 Jumlah dan Jenis Pangan .................................................................... 42 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ............................................... 49 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 57 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59 LAMPIRAN ...................................................................................................... 64
ii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Cara menghitung angka kecukupan energi individu (AKEI) usia 10-19 tahun .......................................................................................
8
Tabel 2 Variabel, jenis, cara pengumpulan data dan alat pengumpul data...... 24 Tabel 3 Faktor koreksi menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin ................... 25 Tabel 4 Cara pengkategorian variabel penelitian ............................................ 26 Tabel 5 Sarana dan prasarana yang ada di SDIT Aliya ................................... 29 Tabel 6 Sarana dan prasarana yang ada di SD Pertiwi ................................... 30 Tabel 7 Sarana dan prasarana yang ada di SDN Baranang Siang .................. 31 Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan usia....................................................... 33 Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ........................................ 33 Tabel 10 Rata-rata berat badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin .. 34 Tabel 11 Rata-rata tinggi badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin .. 35 Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ........................................... 37 Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi .............. 37 Tabel 14 Rata-rata angka metabolisme basal berdasarkan jenis kelamin ....... 38 Tabel 15 Rata-rata alokasi waktu (Jam/Hari) berdasarkan jenis kegiatan ....... 40 Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik (PAL) ................. 41 Tabel 17 Rata-rata pengeluaran energi contoh berdasarkan jenis kelamin ..... 42 Tabel 18 Jumlah dan jenis pangan padi-padian dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh ............................................................................. 43 Tabel 19 Jumlah dan jenis pangan umbi-umbian dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh ............................................................................. 44 Tabel 20 Jumlah dan jenis pangan kelompok pangan hewani dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh ..................................................... 45 Tabel 21 Jumlah dan jenis pangan kelompok minyak dan lemak, buah/biji berminyak, dan gula serta olahannya yang di konsumsi contoh ........ 46 Tabel 22 Jumlah dan jenis pangan kacang-kacangan dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh .............................................................. 46 Tabel 23 Jumlah dan jenis pangan kelompok buah yang dominan di konsumsi contoh ................................................................................................. 47 Tabel 24 Jumlah dan jenis pangan kelompok sayur dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh .............................................................. 48 Tabel 25 Jumlah dan jenis pangan kelompok lainnya yang dominan di konsumsi contoh ................................................................................................. 48 Tabel 26 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh ................................................................................................ 49
iii Halaman Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi ... 50 Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein .. 51 Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A ............................................................................................. 52 Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C............................................................................................. 53 Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan kalsium.. 54 Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan besi ...... 55 Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan fosfor .... 55
iv DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka pemikiran keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor .......................................................................... 21
v DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Jumlah dan jenis pangan kelompok padi-padian dan olahannya yang di konsumsi contoh ............................................................... 65 Lampiran 2 Jumlah dan jenis pangan kelompok umbi-umbian dan olahannya yang di konsumsi contoh ............................................................... 66 Lampiran 3 Jumlah dan jenis pangan kelompok pangan hewani dan olahannya yang di konsumsi contoh ............................................................... 67 Lampiran 4 Jumlah dan jenis pangan kelompok kacang-kacangan dan olahannya yang di konsumsi contoh .............................................. 68 Lampiran 5 Jumlah dan jenis Pangan kelompok buah dan olahannya yang di konsumsi contoh ............................................................................ 68 Lampiran 6 Jumlah dan jenis pangan kelompok sayur dan olahannya yang di konsumsi contoh ............................................................................ 69 Lampiran 7 Jumlah dan jenis pangan kelompok lainnya yang di konsumsi contoh ............................................................................................ 69 Lampiran 8 Hasil uji statistik ............................................................................. 70
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan, kualitas sumber daya manusia, taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia berkaitan erat dengan pangan dan gizi. Menurut Riyadi (2003) anak usia sekolah berada pada masa pertumbuhan yang sangat cepat dengan kegiatan fisik yang sangat aktif. Anak usia sekolah juga selalu ingin mencoba makanan yang mudah dijumpai dan baru dikenalnya seperti makanan jajanan yang dijual di sekitar sekolah, di lingkungan bermain bahkan makanan pemberian teman. Oleh karena itu, anak usia sekolah harus mendapatkan perhatian khusus mengenai makanan yang dikonsumsi agar memperoleh makanan sehat dan bergizi yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Masalah gizi dapat berupa gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah gizi kurang yang ditemukan pada kelompok usia sekolah dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan yaitu bentuk tubuh kurang baik, mudah letih dan mempunyai risiko terhadap penyakit infeksi serta anemia (Depkes 1994). Gizi lebih pada anak umumnya dapat diartikan sebagai berat badan (BB) yang relatif berlebihan jika dibandingkan dengan usia atau tinggi anak yang sebaya. Gizi lebih dengan derajat kelebihan yang berat disebut obesitas (Samsudin 1994). Keadaan ini terjadi sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh. Gizi lebih atau obesitas pada anak dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Menurut Samsudin (1994), gizi lebih pada umumnya disebabkan oleh suplai energi melebihi kecukupan energi individu. Gizi lebih berkaitan dengan berbagai macam faktor antara lain daya beli yang cukup atau berlebihan, ketersediaan makanan berenergi tinggi dan rendah serat, defisiensi aktivitas fisik, pengetahuan tentang nilai gizi yang kurang serta faktor genetik. Penelitian Suwandi (1995) di beberapa sekolah dasar di Kota Bogor menemukan bahwa lebih dari 65% anak yang memiliki pola aktivitas ringan mengalami obesitas. Bahkan terdapat kecenderungan bahwa anak-anak semakin mengurangi aktivitas fisiknya. Hal serupa juga ditemukan di Taiwan, yang berdasarkan penelitian Chinese Dietetics Society, dari 1000 anak sekolah dasar 70% diantaranya memiliki tingkat aktivitas fisik rendah (Anonim 1999). Begitu pula yang dikemukakan oleh Soekirman, Hardinsyah, Jus’at, dan Jahari
2
(1999), bahwa hanya sekitar 28% anak sekolah dasar di wilayah Bogor dan Jakarta Barat yang melakukan olahraga di luar kurikulum sekolah. Bahren (2000) dalam penelitiannya juga menemukan hanya sekitar 26% anak sekolah dasar favorit dan non favorit di Bogor yang berolahraga. Fakta lain yang ditemukan Bahren adalah sekitar 63% anak memiliki aktivitas fisik yang ringan sehingga pengeluaran energinya pun dapat dikatakan minimal. Menurut Depkes (2009) berdasarkan laporan nasional Riskesdas tahun 2007 status gizi penduduk umur 6-14 tahun, berdasarkan standar WHO 2007 prevalensi nasional anak usia sekolah kurus adalah 13,3% pada laki-laki dan 10,9% pada perempuan, sedangkan prevalensi nasional anak usia sekolah berat badan lebih pada laki-laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 untuk provinsi Jawa Barat prevalensi kurus pada laki-laki adalah 10,9% dan 8,3% pada perempuan, sedangkan
prevalensi berat badan lebih
pada anak laki-laki adalah 7,4% dan 4,6% pada perempuan. Prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar di kota Jogjakarta 1997 sebesar 9,5% (Ismail et al 1999), sedangkan hasil penelitian sekolah dasar negeri dan swasta di kota Denpasar sebesar 13,6% anak mengalami obesitas (Padmiari&Hadi 2001). Melihat masalah diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor. Tujuan Tujuan Umum: Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor. Tujuan Khusus: Tujuan khusus pada penelitian ini adalah 1. Mengetahui karakteristik contoh meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan. 2. Menentukan status gizi contoh 3. Menghitung pengeluaran energi dan tingkat aktivitas fisik contoh 4. Mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh 5. Menilai tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh
3
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak terkait khususnya pihak sekolah, orang tua dan pemerintah untuk menetapkan kebijakan atau strategi yang tepat bagi perbaikan status gizi anak usia sekolah dasar.
4
TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Hurlock (1980) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Usia sekolah merupakan awal seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya. Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan, selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya dan secara umum mereka tidak pernah mengalami masalah dalam hal nafsu makan (Komalasari
1991).
Pertiwi
(1998)
menyebutkan
bahwa
pada
usia
ini
ketergantungan kepada ibu mengenai makanannya mulai berkurang. Mereka mulai mengenal lingkungan lain di luar keluarganya dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga lebih mudah menjumpai aneka jenis dan bentuk makanan, baik yang dijual di sekitar sekolah maupun lingkungan bermainnya. Pada periode usia sekolah ini terjadi perkembangan sosialisasi yang menonjol pada anak. Diantaranya adalah pergaulan anak menjadi lebih luas, dan tidak terbatas hanya dengan anggota keluarga di rumah. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya. Selain itu, pada usia sekolah terjadi perkembangan intelegensi, minat, emosi dan kepribadian. Perkembangan pada aspek-aspek itulah yang membentuk karakteristik khas pada anak usia sekolah (Akbar 2005). Menurut Hurlock (1991), aktivitas fisik menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari anak sekolah, seperti bermain, bersepeda, berjalan, melompat, melempar, dan lain-lain. Dengan melakukan berbagai macam aktivitas fisik, kemampuan motorik anak akan semakin bertambah. Stassen (1980) juga menyatakan bahwa anak sekolah yang banyak melakukan aktivitas fisik akan mempunyai kecakapan motorik yang lebih baik seperti berlari dengan cepat, melompat sangat tinggi dan melempar lebih jauh dibandingkan dengan anak yang kurang melakukan aktivitas fisik. Menurut teori perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004) anak usia 7-11 tahun termasuk dalam tahap konkret operasional yaitu kemampuan untuk memahami konsep-konsep, hubungan sebab akibat, hubungan yang
5
majemuk, serta kemampuan diri yang menyangkut proses berpikir, daya ingat, pengetahuan, tujuan dan aksi yang meningkat. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pengeluaran energi. Obesitas berhubungan dengan penurunan level aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik orang kurus akan bertolak belakang dengan orang obes. Penelitian yang dilakukan oleh Esperanza et al (2000) di Mexico dan Amerika Serikat menunjukkan adanya indikasi penurunan aktivitas fisik akan meningkatkan prevalensi obesitas. Menurut Wirakusumah (1994), gaya hidup yang kurang menggunakan
aktivitas fisik akan
berpengaruh
terhadap
kondisi
tubuh
seseorang. Aktivitas fisik diperlukan untuk membakar energi dalam tubuh. Bila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang seimbang akan memudahkan seseorang untuk menjadi gemuk. Lebih lanjut, dikemukakan pula bahwa modernisasi yang terjadi saat ini menyebabkan segalanya dimudahkan dengan fasilitas-fasilitas teknologi yang berakibat pada terbatasnya gerak dan aktivitas, hidup terasa lebih santai. Berlama-lama di depan layar televisi, main playstation serta nintendo, telah menjadi bagian dari aktivitas yang kini banyak dilakukan anak-anak. Aktivitas fisik seperti berlari-lari, main layang-layang ataupun permainan lainnya yang menguras energi, nyaris tidak dilakukan lagi di kota besar. Akibatnya energi yang dihabiskan pun cenderung irit sedangkan makanan yang dikonsumsi cenderung
sama,
malah
melebihi
kebutuhan
jika
ditambah
kebiasaan
mengunyah makanan sambil menonton televisi (Wirakusumah 1994). Menurut Satoto (1994), kemakmuran dan kemudahan hidup menimbulkan gaya hidup sedentaris yang sangat menurunkan kerja/aktivitas fisik dan memberikan kesempatan yang luas untuk makan banyak. Disamping itu para keluarga cenderung untuk memanjakan anak mereka dengan pangan. Akibatnya energi dari pangan disimpan dalam bentuk lemak terjadilah obesitas. Pengukuran aktivitas fisik pada anak-anak adalah penting untuk melihat
6
penggunaan energi yang diperlukan untuk menentukan kecukupan konsumsi energi. Alokasi waktu anak antara lain: 1) pekerjaan rumah tangga (membantu ibu dan membersihkan tempat tidur); 2) kegiatan sosial dan pendidikan (belajar, sekolah, les, dan ekstra kurikuler); 3) kegiatan pribadi (mandi, beribadah/shalat); dan 4) waktu luang (rekreasi, menonton, dan olahraga) (Suprihatin 1992). Menurut Soekirman et al (1999), aktivitas utama anak sekolah digolongkan dalam 8 kegiatan yaitu 1) belajar selama jam sekolah; 2) belajar di luar jam sekolah; 3) menonton TV; 4) bermain; 5) olah raga; 6) membantu pekerjaan orang tua; 7) tidur siang; dan 8) tidur malam. Menurut FAO/WHO/UNU (1985), aktivitas fisik dibagi ke dalam golongan tidur, sekolah, kegiatan ringan (duduk, berdiri, bermain ringan), kegiatan sedang (berjalan, menyapu, mengepel), dan kegiatan berat. Pola aktivitas fisik lebih berhubungan erat dengan obesitas dibandingkan pola makan. Survei yang dilakukan pada anak usia 9-10 tahun di Taiwan oleh Chines Dietetics Society memperlihatkan bahwa sebagian besar anak-anak mendapat kelas olah raga tiga kali seminggu namun ternyata lebih banyak tidak aktif setelah pulang sekolah seperti nonton televisi, mengerjakan PR, dan mendengarkan musik. Wirakusumah (1994) menyatakan bahwa penderita obesitas biasanya kadang-kadang timbul sifat malas untuk berolahraga. Penyebabnya adalah bobot badan yang berat sehingga susah untuk bergerak apalagi berolahraga. • Lama Waktu Tidur Anak usia sekolah sebaiknya diberikan jadwal waktu tidur untuk mereka tepati karena waktu tidur yang kurang dapat menjadi pemicu terjadinya obesitas selain perilaku-perilaku negatif lainnya seperti terlalu mengantuk di sekolah sehingga tidak dapat menerima pelajaran dengan baik (Chaput et al 2006). Waktu tidur yang kurang dapat menganggu kesehatan anak dan menyebabkan anak tidak cepat tanggap dan pelupa (Homeier 2004). • Waktu Menonton Televisi atau Main Video game Anak-anak harus diberikan dukungan untuk beraktivitas di luar rumah agar tidak menghabiskan sepanjang waktu sepulang sekolah melakukan kegiatan kurang gerak (sedentarian) seperti menonton televisi atau main komputer dan video game. Kegiatan sedentarian yang dilakukan lebih
7
dari dua jam dapat menyebabkan obesitas pada anak (Dowshen 2005). Televisi juga memberikan dampak terhadap pemilihan makanan anak karena iklan-iklan menarik yang ditayangkan biasanya merupakan iklan makanan dengan kalori tinggi (Astrup et al 2006). • Waktu Beraktivitas di luar Rumah Orang tua yang aktif memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi anak dalam kegiatan-kegiatan olahraga maupun aktivitas di luar rumah. Hal ini dapat membantu mengurangi obesitas pada anak (Clenand et al 2005). Aktivitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Kelebihan energi karena rendahnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko obesitas. Oleh karena itu, angka kebutuhan energi individu disesuaikan dengan aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001). FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama, setelah angka metabolisme basal (AMB) atau basal metabolic rate (BMR) dalam penghitungan pengeluaran energi. Menurut Almatsier (2005) AMB dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), hal yang penting diperhatikan sebelum menghitung angka kecukupan energi individu (AKEI) bagi umur 10-19 tahun adalah informasi tentang jenis kelamin, berat badan, persamaan regresi untuk menghitung AMB yang sesuai dengan kelompok umurnya, tingkat kegiatan, alokasi waktu untuk setiap kegiatan dan faktor energi kegiatan (K) yang merupakan kelipatan AMB. Untuk menentukan pengelompokkan tingkat kegiatan perlu diketahui beragam jenis kegiatan secara rinci dan jumlah energi yang diperlukan oleh setiap jenis kegiatan. Pada prinsipnya angka kecukupan energi individu umur 10-19 tahun adalah penjumlahan dari energi kegiatan (EK) dan energi pertumbuhan (EP) dimana AMB dan Energy Spesific Dynamic Action (ESDA) telah diperhitungkan (implisit) di dalam EK. Pada umumnya energi kegiatan ini dikelompokkan menjadi energi untuk tidur, energi untuk sekolah, energi untuk kegiatan ringan, sedang dan berat. Lebih rinci lagi dapat disusun semua kegiatan selama 24 jam sesuai jenis-jenis kegiatan yang tersedia nilai energi kegiatannya (nilai pengeluaran energi) yang dinyatakan dalam kelipatan angka metabolisme basal (AMB) (Hardinsyah & Martianto 1992).
8
Tabel 1 Cara Menghitung Angka Kecukupan Energi Individu (AKEI) usia 10-19 tahun Jenis Penggunaan Energi 1 AMB 2 EKb) a. Tidur b. Sekolah c. Kegiatan Ringan (duduk, berdiri, kegiatan sosial, bermain ringan) d. Kegiatan Sedang (berjalan,pekerjaan rumah tangga, bermain sedang) e. Kegiatan Berat (mengangkat air, Olahraga, berlari) 3 EPb)
Waktu (Jam) (24) w1 w2
Jumlah Energi (Kal) pada Laki-Laki 17.686 BB + 658.2a)
Jumlah Energi (Kal) Pada perempuan 13.384 BB + 692.6a)
(1.0 w1/24 x AMB) (1.6 w2/24 x AMB) (1.6 w3/24 x AMB)
(1.0 w1/24 x AMB) (1.5 w2/24 x AMB) (1.5 w3/24 x AMB)
(2.5 w4/24 x AMB)
(2.2 w4/24 x AMB)
(6.0 w5/24 x AMB)
(6.0 w5/24 x AMB)
(1.9 BB untuk 10-15 tahun) (2) + (3)
(1.9 BB untuk 10-15 tahun) (2) + (3)
w3
w4
w5
AKEI (Kal/org/hr)
Sumber: a) Schofield 1985 dalam FAO/WHO/UNU 2001 b) Hardinsyah&Martianto 1992 Keterangan: AMB = Angka Metabolisme Basal (Kal/org/hr) EK = Energi Kegiatan (kkal) EP = Energi Pertumbuhan (Kal/org/hr) BB = Berat Badan (kg) w = Alokasi Waktu setiap kegiatan (Jam)
Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam physical activity level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut FAO/WHO/UNU (2004): PAL =
(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam
Keterangan : PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)
9
Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut: 1) Ringan dengan nilai PAL 1,40–1,69; 2) Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99; 3) Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40 (FAO/WHO/UNU 2001). Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2003). Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1988). Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto 1992). Menurut Wulandari (2000) konsumsi pangan secara garis besar adalah kuantitas pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu dengan jenis tunggal ataupun beragam. Ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas dan ragam pangan yang tersedia dan diproduksi, pendapatan, dan tingkat pengetahuan gizi. Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan (internal dan eksternal), aktivitas dan mempertahankan daya tahan tubuh. Kebutuhan gizi merupakan sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Kekurangan atau kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan (Hardinsyah & Martianto 1992). Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan zat gizi. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996) diacu dalam Sukandar
10
(2007) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); (5) kelebihan (
120% AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan
mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG); (2) cukup ( 77% AKG). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et al 1988). Prinsip metode food recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Responden disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin) (Supariasa, Bakri & Fajar 2001). Metode food recall adalah metode penelitian konsumsi pangan, dimana pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh responden. Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Ditanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi ketika makan pagi, siang, malam dan selingan/makanan kecil di luar waktu makan. Tanggal dan waktu makan serta besar porsi setiap makanan dicatat dengan teliti. Hasil pencatatan wawancara kemudian diolah, dikembalikan kepada bentuk bahan mentah dan dihitung zat-zat gizinya berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang berlaku. Jumlah masing-masing zat gizi dijumlahkan dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari (Sediaoetama 2006). Supariasa, Bakri dan Fajar (2001) menjelaskan bahwa metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu: 1) mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden; 2) biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara; 3) cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden; 4) dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Selain kelebihan, metode ini pun memiliki kekurangan, yaitu: 1) tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan food recall satu hari; 2) ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden,
11
sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa; 3) the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate); 4) membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih atau terampil dalam menggunakan alat-alat bantu Ukuran Rumah Tangga (URT) dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat; 5) responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi, mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu misalnya enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono 2006). Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lanjut usia (Hardinsyah et al 2002). Energi Energi
dalam
tubuh
manusia
dapat
dihasilkan
karena
adanya
pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak sehingga manusia memerlukan makanan yang cukup bagi tubuhnya (Marsetyo & Kartasapoetra 1991). Energi yang diperlukan diperoleh dari energi potensial yang tersimpan dalam pangan yang berupa energi kimia. Energi kimia ini dilepaskan waktu terjadi pembakaran ikatan kimia dalam tubuh (dalam proses metabolik). Energi diukur dalam satuan kalori (Karsin 2004).
12
Energi
yang
diperlukan
berdasarkan
peningkatan
aktivitas
fisik,
meningkatkan kebutuhan kalori karena tidak hanya untuk perkembangan dan pertumbuhan. Energi yang diperlukan anak usia sekolah sangat beragam, oleh karena itu
penting mengetahui tinggi dan berat badannya tiap bulan
untuk
menentukan kebutuhan energinya (Endres et al 2004). Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas
yang
sesuai
dengan
kesehatan
jangka
panjang,
dan
yang
memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Almatsier (2003) menyatakan pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusukan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhannya lebih cepat terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak sedangkan perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak (RSCM & Persagi 1990). Protein Istilah protein berasal dari bahasa Yunani, didefinisikan sebagai senyawa dalam pangan yang mengandung nitrogen dan merupakan suatu yang sangat penting bagi berfungsinya tubuh, yang tanpa senyawa ini kehidupan tidak mungkin terjadi (Riyadi 2006). Menurut Hartono (2006) protein terbentuk dari asam-asam amino yang dirangkaikan oleh ikatan peptida. Dimana fungsi protein diantaranya yaitu membangun jaringan tubuh baru, memperbaiki jaringan tubuh, menghasilkan
senyawa
esensial,
mengatur
tekanan
osmotik,
mengatur
keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa, menghasilkan pertahanan tubuh, menghasilkan mekanisme transportasi, dan menghasilkan energi. Almatsier (2003) menyatakan bahwa protein memiliki peran yang sangat penting bagi tubuh yaitu sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi.
13
Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan antara protein hewani dan protein nabati. Sumber protein antara lain daging, dan organ-organ dalam seperti hati, pankreas, ginjal, paru-paru, jantung dan jeroan (babat, usus halus, dan usus besar). Susu dan telur termasuk juga sumber protein hewani berkualitas tinggi. ikan, kerang dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik karena mengandung sedikit lemak (Nilawati 2008). Kecukupan protein pada anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelamin dan umur. Pada umumnya kecukupan protein pria sedikit lebih tinggi dibanding wanita (Hardinsyah & Martianto 1992). Kecukupan protein bayi dan anak relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kecukupan protein tergantung pula pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kecukupan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino esensial. Kecukupan protein yang diperlukan oleh anak umur 10-18 tahun adalah 1-1,5 g/kg BB (RSCM & Persagi 1990). Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah besar untuk menghasilkan energi atau tenaga. Kebutuhan yang besar akan karbohidrat terjadi karena zat gizi ini terpakai habis dan tidak di daur ulang (Hartono 2006). Sumber utama karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati) dan hanya sedikit yang berasal dari hewani. Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi di dalam tubuh manusia. Dari tiga sumber energi utama (yaitu karbohidrat, lemak, protein), karbohidrat merupakan sumber energi yang paling murah. Karbohidrat yang tidak dapat di cerna memberikan volume kepada isi usus. Rangsangan mekanis yang terjadi melancarkan gerak makanan melalui saluran pencernaan dan memudahkan pembuangan tinja (Nilawati 2008). Lemak Lemak dalam makanan biasanya juga disebut lipid. Lipid seperti halnya karbohidrat juga mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Menurut Hartono (2006) lemak dan minyak merupakan nutrien kedua yang digunakan sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi. Menurut sumbernya kita membedakan lemak nabati dan lemak hewani. Lemak nabati berasal dari bahan makaan tumbuh-tumbuhan, sedangkan lemak
14
hewani berasal dari binatang, termasuk ikan, telur dan susu. Fungsi lemak dalam makanan memberikan rasa gurih, memberikan kualitas renyah, terutama makanan yang digoreng, memberi kandungan kalori yang tinggi dan memberikan sifat empuk (lunak) pada kue yang dibakar. Didalam tubuh lemak berfungsi sebagai cadangan enrgi dalam bentuk jaringan lemak yang ditimbun ditempattempat tertentu (Sediaoetama 2006). Vitamin A Vitamin adalah campuran organik yang seharusnya disediakan oleh bahan makanan. Walaupun sangat penting bagi kesehatan dan pertumbuhan yang normal, namun jumlah vitamin yang diperlukan tubuh adalah sedikit. Bahan tersebut biasanya ditemukan dalam pangan dalam jumlah yang sedikit pula. Beberapa diantara vitamin tersebut dalam lemak, lainnya dalam air, karena itu vitamin dapat digolongkan sebagai vitamin larut dalam lemak dan vitamin larut dalam air (Suhardjo 1986). Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein (Almatsier 2003). Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut lemak. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retinal (aldehida), dan asam retinoat (bentuk asam). Vitamin A tahan terhadap panas cahaya dan alkali, tetapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi (Almatsier 2003). Vitamin A memiliki bentuk ester yang disebut karoten. Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati. Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning banyak mengandung karoten. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya akan karoten. Berbagai makanan hewani seperti susu, keju dan kuning telur, hati dan ikan yang tinggi kandungan lemaknya merupakan sumber utama bagi retinol (Winarno 1992). Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kehilangan nafsu makan, dan rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi. Defisiensi vitamin A dapat menghambat mobilisasi zat besi dan menurunkan respon imun sehingga dapat menyebabkan anemia dan infeksi selanjutnya meningkatkan morbiditas (Gibson 2005). Angka kecukupan vitamin A
15
yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 600 µg RE per hari (WKNPG 2004). Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin yang larut air dan berperan dalam pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam, tulang, dentin dan vascular endotelium. Vitamin C berbentuk asam askorbat yang berperan dalam proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin. Kedua senyawa ini berperan dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan penyakit infeksi sehingga berperan sebagai antioksidan. Salah satu dampak kekurangan vitamin C menyebabkan sariawan dan anemia (Winarno 1992). Sumber utama vitamin C dalam makanan terdapat pada buah dan sayuran segar yang berkontribusi memenuhi kebutuhan vitamin C hingga 90% (Gibson 2005). Menurut Almatsier (2003), vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu buah terutama yang memiliki rasa asam seperti jeruk dan tomat. Selain dalam buah, vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol. Berdasarkan WKNPG (2004), angka kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 50 mg per hari. Kalsium (Ca) Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Hanya sedikit sekali (1%) berada dalam jaringan lunak, cairan ekstra sel dan plasma yang diperlukan dalam banyak peran metabolisme dan pengaturan. Walaupun demikian, keberadaan itu mutlak, jika tidak tubuh akan melepaskan kalsium dari tulang ataupun gigi untuk memenuhi kebutuhannya (WKNPG 2004). Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh, yaitu pembentukan tulang dan gigi, katalisator reaksi-reaksi biologik, dan kontraksi otot. Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serelia, kacang-kacangan dan hasil kaang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini
16
mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat. Susu nonfat merupakan sumber terbaik kalsium, karena ketersediaan biologiknya yang tinggi (Almatsier 2003). Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis pada orang dewasa yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap jumlah dan
kekuatan
jaringan
tulang.
Penurunan
itu
disebabkan
terjadinya
demineralisasi yaitu tubuh yang kekurangan kalsium akan mengambil simpanan kalsium yang ada pada tulang dan gigi. Pada masa pertumbuhan, kekurangan kalsium dapat menyebabkan pengurangan pada masa dan kekerasan tulang yang sedang dibentuk. Angka kecukupan kalsium yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 1000 mg per hari (WKNPG 2004). Fosfor (P) Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidrosiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk adenin trifosfat (ATP) (Almatsier 2003). Fosfor ada di hampir semua sel sehingga hampir semua bahan makanan mengandung fosfor. Daging, ikan, unggas dan serelia merupakan sumber utama fosfor dalam makanan sehari-hari. Fosfor dalam makanan sumber hewani lebih mudah diserap dibanding nabati. Dalam makanan yang diawetkan dan minuman ringan berkarbonat banyak mengandung fosfor dalam bentuk fosfat. Angka kecukupan fosfor yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 1000 mg per hari (WKNPG 2004). Zat Besi (Fe) Zat besi merupakan mineral mikro yang mempunyai peran esensial di dalam tubuh, diantaranya sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan
17
tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Sebagian besar zat besi dalam bentuk ferri direduksi menjadi bentuk ferro. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat di dalam makanan. Sumber zat besi terutama terdapat pada daging, ayam, dan ikan. Sumber zat besi lainnya adalah kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah (Almatsier 2003). Faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat besi adalah keasaman lambung dan bioavailabilitas termasuk pemacu dan penghambat penyerapan besi nonheme. Menurunnya keasaman lambung karena berbagai sebab, misalnya konsumsi antasida berlebihan, dapat menghambat penyerapan besi. Vitamin C dan asam organik lain merupakan pemacu penyerapan besi nonheme, sedangkan fitat, polyfenol, protein nabati dan kalsium merupakan penghambat penyerapan besi nonheme (WKNPG 2004). Besi yang berasal dari sumber hewani (heme) dapat diserap (30%) lebih baik dibanding yang berasal dari sumber nabati (5%). Sumber heme (ikan, ayam dan daging) sendiri mengandung nonheme (60%) dan heme (40%). Konsumsi heme mempunyai keuntungan ganda, yakni selain besinya mudah diserap (23%) dibanding besi nonheme (2-20%), heme juga membantu penyerapan nonheme. Angka kecukupan zat besi yang dianjurkan untuk wanita usia 10-12 tahun sebesar 20 mg per hari dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 13 mg per hari (WKNPG 2004). Air Air atau cairan tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian tubuh tanpa lemak (lean body mass). Angka ini lebih besar untuk anak-anak. Pada proses menua manusia kehilangan air. Kandungan air bayi pada waktu lahir adalah 75% berat badan, sedangkan pada usia tua menjadi 50%. Kandungan air tubuh relatif berbeda antarmanusia, bergantung pada proporsi jaringan otot dan jaringan lemak. Tubuh yang mengandung relatif lebih banyak otot mengandung lebih banyak air, sehingga kandungan air atlet lebih banyak daripada nonatlet, kandungan air pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan kandungan air pada anak muda lebih banyak daripada orang tua (Almatsier 2003).
18
Menurut Almatsier (2003), air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh. Fungsi air yaitu sebagai pelarut dan alat angkut, katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik ( Riyadi 2006). Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin (Almatsier 2003). Menurut Supariasa, Bakri dan Fajar (2001), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, Bakri & Fajar 2001). Menurut
Hartono
(2006)
penggunaan
pengukuran
antropometri,
khususnya pengukuran berat badan, merupakan prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran yang spesifik juga diperlukan dan pengukuran ini mencakup indeks massa tubuh (IMT). Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat
19
(rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, Bakri & Fajar 2001). Penilaian status gizi dengan biokomia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa, Bakri & Fajar 2001). Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).
20
KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan.
Kebutuhan
zat
gizi
(nutrient
requirement)
menggambarkan
banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lanjut usia (Hardinsyah et al 2002). Aktivitas fisik dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Adanya konsumsi pangan berlebih yang tidak diiringi aktivitas fisik yang memadai merupakan faktor risiko penyebab obesitas (Crawford& Ball 2002). Aktivitas fisik yang kurang juga akan menyebabkan pengeluaran energi yang sedikit. Adanya pengeluaran energi yang sedikit juga berdampak pada status gizi lebih (overweight/obesitas). Menurut Esperanza et al (2000) obesitas merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara intake energi dan pengeluaran energi. Tingkat kecukupan gizi juga mempengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan angka kebutuhan gizi yang dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang. Sebaliknya jika konsumsi zat gizi berlebih atau kekurangan akan menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada seseorang. Kekurangan atau kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan (Hardinsyah & Martianto 1992).
21
Aktivitas Fisik
Pengeluaran Energi
Status Kesehatan
Karakteristik Sampel: • Usia • Jenis Kelamin • Berat Badan • Tinggi Badan
Jumlah dan Jenis Pangan
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
Tingkat Kecukupan
Status Gizi
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor
Keterangan: = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti
22
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian
ini
menggunakan
desain
cross
sectional
study
yaitu
pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan cara acak atau simple random sampling dengan pertimbangan sekolah dasar (SD) swasta yang terdapat penyelenggaraan makanan dan SD negeri yang tidak terdapat penyelenggaraan makanannya. Kriteria yang digunakan untuk SD swasta yang terdapat penyelenggaraan makanan, yaitu: 1) tersebar di 6 kecamatan kota Bogor; 2) mengadakan penyelenggaraan makan di sekolah; 3) sekolah bersedia menjadi tempat penelitian; 4) kemudahan akses. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan SD negeri yang tidak terdapat penyelenggaraan makanan: 1) tersebar di 6 kecamatan kota Bogor; 2) sekolah bersedia menjadi tempat peneltian; 3) kemudahan akses. Dari 289 Sekolah Dasar di Bogor (Diknas kota Bogor 2008), dipilih dua SD swasta yang terdapat penyelenggaraan makan dan dua SD negeri yang tidak terdapat penyelenggaraaan makan. SD swasta yang terdapat penyelenggaraan makanannya yaitu SDIT Aliya dan SD Pertiwi, sedangkan SD negeri yang tidak ada penyelenggaraan makanannya yaitu SDN Kedung Badak 1 dan SDN Baranang Siang. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April – juli 2009. Jumlah dan Cara Pemilihan Sampel Subyek dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 5 SDIT Aliya, SD Pertiwi, SDN Baranang Siang, dan SDN Kedung Badak 1 di kota Bogor yang berusia 10-12 tahun. Pemilihan usia anak dilakukan secara purposive dengan pertimbangan tingkat perkembangan kognitif anak pada usia itu berada pada akhir masa konkrit operasional, sehingga kemampuan anak untuk berfikir secara logis terhadap hal konkrit sudah baik (Hurlock 1999). Jumlah contoh diambil dari 4 sekolah dasar, yaitu 2 sekolah dasar swasta yang terdapat penyelenggaraan makan dan 2 sekolah dasar negeri yang tidak terdapat penyelenggaraan makan. Seluruh siswa tersebut dijadikan sebagai contoh setelah dikurangi siswa yang drop out karena tidak masuk saat penelitian berlangsung.
23
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik, dan konsumsi makan. Data sekunder meliputi gambaran umum sekolah tempat penelitian
berlangsung.
Pengumpulan
data
primer
dilaksanakan
melalui
wawancara secara langsung menggunakan kuesioner. Data konsumsi pangan contoh diperoleh melalui metode food recall dan food record 2 x 24 jam, sedangkan data aktivitas fisik contoh diperoleh melalui metode pencatatan dan wawancara 2 x 24 jam. Data aktivitas fisik yang dikumpulkan adalah data pada hari yang sama pada saat diadakan food recall konsumsi pangan. Data usia dan jenis kelamin diperoleh melalui wawancara langsung dengan cara mengisi kuesioner, sedangkan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan timbangan injak digital (bathscale) dan mikrotoise. Semua alat yang digunakan telah dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Data
sekunder
sebagai
data
pendukung
yang
diambil
meliputi
karakteristik sekolah tempat penelitian berlangsung. Selengkapnya jenis dan cara pengumpulan data primer dan sekunder dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Variabel, jenis data, cara pengumpulan data, dan alat pengumpul data No 1.
2.
Variabel dan data Karakteristik contoh Nama Alamat Usia Jenis kelamin Berat badan Tinggi badan Aktivitas fisik contoh
Jenis data
Cara pengumpulan data
Alat bantu
Primer
Pengisian kuesioner (nama, alamat, umur, jenis kelamin), pengukuran langsung (BB, TB)
Kuesioner, timbangan injak digital (bathscale), microtoise
Primer 3.
Konsumsi contoh Primer
4.
Karakteristik sekolah lokasi jumlah siswa dan guru lama belajar sarana dan prasarana kegiatan ekstrakurikuler
Sekunder
Pengisian kuesioner dengan metode pencatatan dan wawancara 2 x 24 jam Metode food recall dan food record 2x24 jam, penimbangan (food weighing)
Kuesioner dan timbangan makanan
Wawancara
Kuesioner
Kuesioner
24
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu agar informasi yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian. Tahapan pengolahan data dimulai dari verifikasi, coding, entri, cleaning, dan selanjutnya dianalisis. Verifikasi dilakukan untuk mengecek konsistensi informasi. Penyusunan code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Selanjutnya dilakukan entri data, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Analisis data menggunakan program komputer Microsoft excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) version 13 for windows. Data konsumsi pangan diperoleh dari food recall dan food record 2 x 24 jam kemudian dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan Daftar Kandungan Gizi Makanan Jajanan (DKGJ). Konversi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah&Briawan 1994):
Kej =
Bj 100
x
BDDj 100
x Gj
Keterangan : Kej
= Kandungan energi bahan makanan j yang dikonsumsi (g)
Bj
= Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)
Gj
= Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan
BDDj = Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD)
Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan zat gizi makanan jajanan adalah sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):
KGj =
Bj Bjd
x
Gj
Keterangan : KGj
= Kandungan zat gizi makanan jajanan j dengan berat B (g)
Bj
= Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)
Bjd
= Berat makanan j yang tercantum daam tabel DKGJ
Gj
= Kandungan zat gizi makanan jajanan j dengan berat Bjd (Tabel DKGJ)
Data aktivitas fisik yang diperoleh adalah jenis kegiatan dan alokasi waktu setiap kegiatan. Jenis kegiatan contoh dikelompokkan menjadi beberapa
25
kegiatan yaitu tidur, sekolah (termasuk mengerjakan PR, les, dan mengaji), kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat (Hardinsyah & Martianto 1992). Kegiatan yang termasuk dalam kategori kegiatan ringan adalah duduk diam, berdiri diam, makan, mengobrol, dan bermain yang dilakukan sambil duduk (misalnya main kartu, boneka, dan congklak). Kegiatan yang dikategorikan sebagai
kegiatan
sedang
adalah
pekerjaan
rumah
tangga
(menyapu,
membersihkan perabotan), jalan-jalan santai, dan bermain (main petak umpet, main kelereng, dll). Kegiatan olahraga (lari-lari, bersepeda, main bola, dll) dalam penelitian ini dikategorikan sebagai kegiatan berat. Masing-masing kelompok kegiatan akan dikalikan dengan faktor koreksi (FK) yang merupakan kelipatan bagi basal metabolisme rate (BMR) atau angka metabolisme basal (AMB). Faktor koreksi tiap jenis kegiatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Faktor koreksi menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin Jenis Kegiatan
Laki-Laki
Perempuan
Tidur
1.0 BMR
1.0 BMR
Sekolah
1.6 BMR
1.5 BMR
Kegiatan ringan
1.6 BMR
1.5 BMR
Kegiatan sedang
2.5 BMR
2.2 BMR
Kegiatan Berat
6.0 BMR
6.0 BMR
Sumber : FAO/WHO/UNU (1985)
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) konsumsi makanan pada tingkat individu atau rumah tangga diterjemahkan ke dalam bentuk energi, protein, lemak, vitamin dan mineral per orang per hari. Ratio energi dan zat gizi terhadap kecukupan yang dianjurkan menggambarkan tingkat kecukupan individu. Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan energi di hitung dengan membandingkan jumlah energi yang dikonsumsi dengan kebutuhan energi contoh. Perhitungan tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada rumus berikut :
Tingkat kecukupan E =
Konsumsi E Angka kebutuhan E
x
100%
26
Sementara tingkat kecukupan protein, vitamin dan mineral dibandingkan terhadap kecukupan protein, vitamin dan mineral (AKG). Perhitungan tingkat kecukupan protein, vitamin dan mineral dapat dilihat pada rumus berikut: Konsumsi zat gizi
Tingkat kecukupan zat gizi =
Angka kecukupan
x 100%
Penentuan status gizi berdasarkan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) (Riyadi 2003). Penentuan status gizi ini menggunakan software WHO Anthroplus. Software ini mengacu pada referensi WHO 2007 menurut IMT/U. Tabel 4 Cara pengkategorian variabel penelitian No 1
Variabel
Kategori Pengukuran
Status Gizi
1. Severe obese ( +3 SD)
IMT/U (WHO 2007)
2. Obese (+2 SD
z-score < +3 SD)
3. Overweight (+1 SD
z-score <+2 SD)
4. Normal (-2 SD < z-score < +1 SD) 5. Thinness (-2 SD
z-score < -3 SD)
6. Severe thinness ( -3 SD) 2
Aktivitas Fisik
1. Tidur
Jenis kegiatan (Hardinsyah
2. Sekolah
& Martianto 1992)
3. Kegiatan Ringan 4. Kegiatan Sedang 5. Kegiatan Berat
3
Tingkat aktivitas fisik
1. Ringan (1,40 PAL 1,69)
(FAO/WHO/UNU 2001)
2. Sedang (1,70 PAL 1,99) 3. Berat (2,00 PAL 2,40)
4
Tingkat Kecukupan Energi
1. Defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan)
dan Protein (Depkes 1996
2. Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan)
diacu dalam Sukandar
3. Defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan)
2007)
4. Normal (90-119% angka kebutuhan) 5. Kelebihan ( 120% angka kebutuhan)
5
Tingkat kecukupan vitamin
1. Kurang (<77% angka kecukupan)
dan mineral (Gibson 2005)
2. Cukup ( 77% angka kecukupan)
27
Definisi Operasional Usia adalah lamanya waktu hidup sejak lahir yang di hitung berdasarkan selisih tanggal, bulan dan tahun dengan tanggal, bulan dan tahun saat penelitian. Berat badan adalah masa tubuh dalam satuan kilogram yang meliputi lemak, otot, tulang, cairan tubuh dan lain-lain. Tinggi badan adalah pengukuran tinggi badan anak dalam posisi berdiri tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan indeks berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan. Alokasi waktu adalah jumlah waktu yang diluangkan contoh untuk melakukan suatu jenis kegiatan tertentu dinyatakan dalam jam. Aktivitas fisik adalah kegiatan contoh selama sehari yang meliputi tidur, sekolah, nonton, main game/computer, kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat. Pengeluaran energi adalah jumlah energi yang dikeluarkan berdasarkan perhitungan angka metabolisme basal dan aktivitas fisik selama 2x24 jam. Tingkat aktivitas fisik adalah aktivitas fisik contoh yang dinyatakan dengan nilai PAL (physical activity level) dan dikategorikan menjadi tidur, sekolah, kegiatan ringan, sedang, dan berat. Konsumsi makanan adalah jumlah dan jenis zat gizi energi dan protein yang dikonsumsi contoh. Tingkat kecukupan adalah rasio antara jumlah zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan gizi dikali dengan 100%.
28
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Dasar Penelitian ini dilakukan di empat Sekolah Dasar (SD) yaitu SDIT Aliya, SD Pertiwi, SDN Baranang Siang, dan SDN Kedung Badak 1. Pemilihan sekolah dilakukan secara acak atau simple random sampling dengan pertimbangan sekolah dasar (SD) swasta (ada penyelenggaraan makanan) dan SD negeri (tidak ada penyelenggaraan makanan). Selain itu juga dikarenakan kesediaan sekolah menjadi tempat penelitian dan kemudahan akses terhadap sekolah dasar tersebut. Contoh yang diambil pada setiap sekolah adalah semua siswa kelas lima. SDIT Aliya Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Aliya berdiri pada tahun 2003 dengan status sekolah swasta. Jumlah semua siswa di SDIT Aliya sebanyak 579 siswa. Untuk siswa kelas 5 di SDIT Aliya yang merupakan contoh pada penelitian ini berjumlah 80 siswa dengan 3 kelas paralel yaitu 5A terdiri dari 26 siswa, 5B sebanyak 28 siswa, dan 5C berjumlah 26 siswa. Jumlah guru di SDIT Aliya sebanyak 53 orang terdiri dari 27 laki-laki dan 26 perempuan. Jam belajar per hari berkisar antara 7 hingga 9 jam. Kegiatan belajar mengajar diselenggarakan pada hari senin hingga jumat atau selama lima hari. Oleh karena jam belajar disekolah ini cukup lama, maka pihak sekolah mengadakan sistem penyelenggaraan makan untuk siswa. Sekolah SDIT ini juga memiliki banyak kegiatan ekstrakurikuler yaitu futsal, karate, renang, bulu tangkis, drama, jurnalistik, klub sains, kepanduan, angklung, biola, melukis, tilawah qur’an, klub bahasa inggris, dan klub matematika. SDIT Aliya mempunyai 3 gedung utama yang disetiap gedung terdiri dari 3 lantai. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki SDIT Aliya ini cukup lengkap. Selain itu, terdapat ruangan penunjang seperti dapur, kamar mandi, mushola, tempat wudhu, dan kantin. Sarana dan prasarana yang ada di SDIT Aliya dapat dilihat pada Tabel 5. Fasilitas yang ada di ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, 2 buah loker siswa, 1 buah kursi guru, 1 buah meja guru, 1 buah whiteboard, jam dinding, kipas besar, 1 buah lemari, dan 2 buah karpet besar. Jumlah meja dan kursi siswa yang ada di ruang kelas disesuaikan dengan jumlah siswa. Selain itu di depan ruang kelas juga terdapat rak sepatu dan tong sampah. Tempat
29
mencuci tangan tidak tersedia di sekitar ruang kelas. Siswa mencuci tangan di toilet siswa. Toilet siswa terdapat di masing-masing lantai gedung. Kapasitas maksimum ruang kelas adalah 28 peserta didik. Tabel 5 Sarana dan prasarana yang ada di SDIT Aliya Sarana Prasarana Ruang kelas Ruang perpustakaan Laboratorium IPA Ruang Pimpinan Ruang Guru Tempat Ibadah Ruang UKS Jamban Gudang Ruang Sirkulasi/koridor Tempat bermain/ olah raga Laboratorium computer Ruang Audio Video Kantin Koperasi
Jumlah 24 1 1 1 1 1 9 10 1 9 1 1 2 1 1
SD Pertiwi SD Pertiwi berdiri pada tahun 1972 dengan status sekolah swasta. Jumlah semua siswa di SD Pertiwi sebanyak 627 siswa. Untuk siswa kelas 5 di SD Pertiwi yang merupakan contoh pada penelitian ini berjumlah 99 siswa dengan 3 kelas paralel yaitu 5A terdiri dari 34 siswa, 5B sebanyak 31 siswa, dan 5C berjumlah 34 siswa. Jumlah guru di SD Pertiwi sebanyak 29 orang terdiri dari 12 laki-laki dan 17 perempuan. Jam sekolah per hari berkisar antara 3 hingga 7 jam. Pada hari jumat kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dari pukul 7.00 hingga pukul 10.00. Kegiatan belajar mengajar diselenggarakan pada hari senin hingga jumat atau selama lima hari sedangkan kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan pada hari sabtu. SD Pertiwi ini juga mempunyai sistem penyelenggaraan makan untuk siswa tetapi bersifat tidak wajib. Kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat pada sekolah ini yaitu mesjid dan kegiatan baca tulis Al Qur’an dan kaligrafi, ekstrasia (komunikasi Bahasa Indonesia) dan pertiwi english club, pertiwi sains club, pertiwi macth olimpiade, pertiwi futsal club, pertiwi chees club, tenis meja, informasi dan teknologi komputer, seni musik tradisional (angklung dan
30
gamelan), seni musik modern (group band), seni suara, seni lukis, dan seni peran (drama). Sarana dan prasarana yang terdapat di SD Pertiwi cukup lengkap. Alat bantu proses pembelajaran yang tersedia di SD Pertiwi adalah televisi, infokus, OHP, dan VCD. Sarana penunjang yang terdapat di SD Pertiwi diantaranya dapur, kamar mandi, mushola, tempat wudlu, tempat mencuci tangan, dan kantin. Sarana dan prasarana yang ada di SD Pertiwi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sarana dan prasarana yang ada di SD Pertiwi Sarana Prasarana Ruang kelas Ruang perpustakaan Laboratorium IPA Ruang Pimpinan Ruang Guru Tempat Ibadah Ruang UKS Jamban Gudang Ruang Sirkulasi/koridor Tempat bermain/ olah raga Laboratorium komputer Laboratorium Bahasa Kantin Koperasi Ruang Serbaguna Ruang Musik
Jumlah 18 1 1 1 1 1 1 2 1 4 1 1 1 1 1 1 1
Fasilitas yang ada di ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, 1 buah meja guru, 1 buah kursi guru, 1 buah whiteboard, 1 buah blackboard, jam dinding, lemari, papan jadwal pelajaran, mading kelas, alat permainan edukatif, televisi, alat kebersihan, dan kotak P3K. Jumlah meja dan kursi siswa yang ada di ruang kelas disesuaikan dengan jumlah siswa. Terdapat satu buah tong sampah di depan masing-masing kelas. Tempat mencuci tangan tersedia di koridor kelas. Fasilitas ini memudahkan siswa untuk mencuci tangan. SDN Baranang Siang SDN Baranang Siang berdiri pada tahun 1977 dengan status sekolah Negeri. Jumlah semua siswa di SDN Baranang Siang sebanyak 366 siswa. Untuk kelas 5 SDN Baranang Siang yang merupakan contoh penelitian ini berjumlah 42 siswa dengan satu kelas besar. Jumlah guru sebanyak 18 orang.
31
Siswa yang bersekolah di sekolah ini tidak mengeluarkan biaya karena sudah ditanggung pemerintah melalui biaya operasional sekolah (BOS). Jam belajar di sekolah ini 34 jam/minggu/kelas (1 jam = 35 menit). Sekolah ini memiliki tiga jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan pada tiga hari yang berbeda yaitu ekstrakurikuler pencak silat hari selasa, karawitan hari kamis, dan pramuka hari sabtu. Sarana dan prasarana yang terdapat di SDN Baranang siang ini cukup lengkap. Sarana penunjang yang terdapat di SDN Baranang Siang diantaranya kamar mandi, mushola, tempat wudlu, perpustakaan dan tempat mencuci tangan. Sarana dan prasarana yang ada di SDN Baranang Siang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sarana dan prasarana yang ada di SDN Baranang Siang Sarana Prasarana Ruang kelas Ruang perpustakaan Ruang Kepala Sekolah Ruang Guru Ruang Musholla Kamar mandi Bangku Meja siswa Kursi siswa Lemari Meja Guru Kursi Guru Papan Tulis Kursi Tamu
Jumlah 9 1 1 1 1 6 175 195 16 12 10 12 12 1 step
Fasilitas yang ada di ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, 1 buah meja guru, 1 buah kursi guru, 1 buah papan tulis, jam dinding, papan jadwal pelajaran, mading kelas, alat permainan edukatif, dan alat kebersihan. Jumlah meja dan kursi siswa yang ada di ruang kelas disesuaikan dengan jumlah siswa. Terdapat satu buah tong sampah di depan masing-masing kelas. Tempat mencuci tangan tersedia di depan ruang perpustakaan yang berada di tengahtengah semua kelas. Fasilitas ini memudahkan siswa untuk mencuci tangan. SDN Kedung Badak 1 SDN Kedung Badak 1 berdiri pada tahun 1975 dengan status sekolah Negeri. Jumlah semua siswa di SDN Kedung Badak 1 sebanyak 458 siswa. Untuk kelas 5 SDN Kedung Badak 1 yang merupakan contoh penelitian ini
32
berjumlah 74 siswa dengan 2 kelas paralel yaitu 5A terdiri dari 36 siswa dan 5B terdiri dari 38 siswa. Jumlah guru sebanyak 15 orang. Siswa yang bersekolah di sekolah ini tidak mengeluarkan biaya karena sudah ditanggung pemerintah melalui biaya operasional sekolah (BOS). Jam belajar di sekolah ini 32 jam/minggu/kelas (1 jam = 35 menit). Sekolah ini memiliki kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan pada hari jum’at dan sabtu. Kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah ini yaitu pramuka, seni tari, olahraga, dan seni musik. Sarana dan prasarana yang terdapat di SDN Kedung Badak ini cukup lengkap. Sarana penunjang yang terdapat di SDN Baranang Siang diantaranya kamar mandi, musholla, lapangan dan perpustakaan. Fasilitas yang ada di ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, 1 buah meja guru, 1 buah kursi guru, 1 buah papan tulis, jam dinding, papan jadwal pelajaran, mading kelas, dan alat kebersihan. Jumlah meja dan kursi siswa yang ada di ruang kelas disesuaikan dengan jumlah murid. Terdapat satu buah tong sampah di depan masing-masing kelas. Karakteristik Contoh Contoh pada penelitian ini adalah anak kelas 5 SD yang berusia 10 sampai 12 tahun. Jumlah contoh pada penelitian ini adalah 221 siswa dimana jumlah contoh yang diambil masing-masing sekolah berbeda dikarenakan jumlah siswa kelas 5 pada setiap sekolah berbeda-beda. Contoh dari sekolah dasar (SD) swasta yang mempunyai sistem penyelenggaraan makan yaitu SDIT Aliya terdiri dari 53 contoh dan SD Pertiwi terdiri dari 72 contoh, sedangkan contoh dari SD negeri yang tidak memiliki sistem penyelenggaraan makan yaitu SDN Baranang Siang terdiri dari 35 contoh dan SDN Kedung Badak 1 terdiri dari 61 contoh. Sekolah dasar negeri bersifat gratis atau tanpa membayar uang pendidikan berbeda dengan sekolah dasar swasta yang harus membayar uang pendidikan. Usia Kisaran usia contoh dalam penelitian ini adalah 10 sampai 12 tahun. Pemilihan usia 10 sampai 12 tahun ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan tingkat perkembangan kognitif contoh pada usia itu berada pada akhir masa konkrit operasional, sehingga kemampuan contoh untuk berfikir
33
secara logis terhadap hal konkrit sudah baik (Hurlock 1999). Sebaran usia contoh disetiap sekolah dasar dapat di lihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan usia SD Swasta
Usia (tahun)
SD Negeri
N
%
n
%
• 10
7
5,6
1
1,1
• 11
107
85,6
61
63,5
• 12
11
8,8
34
35,4
Jumlah
125
100,0
96
100,0
Contoh pada penelitian ini baik pada SD swasta maupun SD negeri ratarata berusia 11 tahun dengan rata-rata usia contoh SD swasta 11,0 tahun dan contoh pada SD negeri 11,3 tahun. Tabel 8 menunjukkan sebaran usia contoh dimana contoh yang berusia 11 tahun pada SD swasta 85,6% sedangkan pada SD negeri 63,5%. Jenis Kelamin Jenis kelamin berpengaruh terhadap pengeluaran energi contoh. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) untuk menghitung pengeluaran energi diperlukan data tentang jenis kelamin, berat badan, angka metabolisme basal (AMB) yang sesuai kelompok usia, tingkat kegiatan, alokasi waktu untuk setiap kegiatan dan faktor energi kegiatan (EK). Berikut sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
SD Swasta
SD Negeri
N
%
N
%
Laki-Laki
62
49,6
47
49,0
Perempuan
63
50,4
49
51,0
Jumlah
125
100,0
96
100,0
Sebagaimana yang terlihat pada Tabel 9, baik pada SD swasta maupun SD negeri proporsi perempuan dan laki-laki antara SD swasta relatif sama dengan SD negeri dimana persentase perempuan lebih banyak daripada lakilaki. Persentase contoh pada SD swasta untuk laki-laki 49,6% dan perempuan 50,4%, sedangkan pada SD negeri persentase laki-laki 49% dan perempuan 51%.
34
Berat Badan Berat badan diperlukan untuk menentukan status gizi contoh dan juga menentukan pengeluaran energi contoh. Menurut Jellife dan Jellife (1989) berat badan memberikan gambaran tentang masa tubuh termasuk otot dan lemak. Oleh karena itu, masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak. Berikut rata-rata berat badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin pada Tabel 10. Tabel 10 Rata-rata berat badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin Variabel
Berat Badan (rata-rata±sd) SD Swasta SD Negeri
Laki-Laki 37,5 ± 12,6 • 10 41,1 ± 11,3 • 11 42,6 ± 11,3 • 12 Perempuan 30,9 ± 9,8 • 10 35,0 ± 9,7 • 11 36,9 ± 5,4 • 12 Laki-Laki+Perempuan 34.7 ± 11,1 • 10 38,9 ± 10,7 • 11 38,4 ± 9,0 • 12 Total 38,7 ± 10,6 Min-Maks 21,2 – 73,1
32,1 ± 0 32,6 ± 7,4 35,0 ± 7,4 0 30,9 ± 7,4 34,8 ± 3,9 32,1 ± 0 31,9 ± 7,4 34,9 ± 6,1 32,9 ± 7,1 20,1 – 54,3
Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa contoh pada SD swasta memiliki rata-rata berat badan yang lebih besar daripada contoh pada SD negeri. Hal ini mengindikasikan pertumbuhan contoh pada SD swasta lebih cepat dibandingkan contoh pada SD negeri. Menurut Belizzi dan Dietz (1999), berat badan dapat menjadi salah satu indikator kegemukan namun anak dengan berat badan yang sama dan berbeda tinggi badan akan memiliki jumlah jaringan adiposa yang berbeda. Berdasarkan jenis kelamin dan usia, rata-rata berat badan laki-laki lebih besar dari pada perempuan di semua tingkatan usia baik pada SD swasta maupun SD negeri. Semakin bertambah usia rata-rata berat badan contoh juga semakin besar baik pada SD swasta maupun SD negeri. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Aktaria (2004), yang melakukan penelitian pada anak sekolah dasar dengan hasil penelitiannya anak perempuan memiliki rata-rata berat badan yang lebih besar dibandingkan anak laki-laki.
35
Tinggi Badan Tinggi badan dapat menggambarkan status gizi seseorang. Tinggi badan pada dasarnya merupakan hasil pengukuran terhadap jaringan tulang tubuh. Tinggi badan merupakan gabungan dari pengukuran komponen-komponen tubuh seperti kaki, pelvis, punggung, dan kepala (Jellife dan Jellife 1989). Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama (Jellife dan Jellife 1989). Rata-rata tinggi badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin pada Tabel 11. Tabel 11 Rata-rata tinggi badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin Variabel
Tinggi Badan (rata-rata±sd) SD Swasta SD Negeri
Laki-Laki 141,8 ± 7,0 • 10 142,7 ± 6,4 • 11 146,6 ± 5,5 • 12 Perempuan 139,6 ± 12,1 • 10 141,7 ± 7,7 • 11 142,3 ± 4,6 • 12 Laki-Laki+Perempuan 140,8 ± 8,6 • 10 142,2 ± 7,1 • 11 144,2 ± 5.2 • 12 Total 142,3 ±7,0 Min-Maks 127,4 161,0
140,0 ± 0 137,1 ± 6,5 139,6 ± 8,9 0 138,7 ± 6,0 144,1 ± 3,8 140,0 ± 0 138,0 ± 6,2 141,6 ± 7,4 139,3 ± 6,8 123,7 – 158,1
Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa rata-rata tinggi badan contoh pada SD swasta
lebih tinggi daripada contoh pada SD negeri. Berdasarkan jenis
kelamin dan usia, rata-rata tinggi badan laki-laki lebih besar dari pada perempuan di semua tingkatan usia baik pada SD swasta maupun SD negeri. Menurut WKNPG (2004) tinggi badan ideal untuk perempuan usia 10 – 12 tahun 145,4 cm, sedangkan laki-laki usia 10 – 12 tahun 139,1 cm. Rata-rata tinggi badan laki-laki berada diatas tinggi badan ideal menurut WKNPG, sedangkan rata-rata tinggi badan perempuan berada dibawah tinggi badan ideal menurut WKNPG. Rata-rata berat badan dan tinggi badan contoh pada SD swasta lebih tinggi dibandingkan contoh pada SD negeri. Seperti yang dikemukakan
36
Soekirman (2000), pada umumnya berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, pertambahan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan dengan percepatan tertentu sehingga berat badan normal akan proporsional dengan tinggi badan. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006). Penentuan status gizi contoh didasarkan pada indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada referensi WHO 2007. Klasifikasi pengkategorian status gizi pun dibagi ke dalam 6 kelompok yaitu severe obese ( +3 SD), obese (+2 SD
z-score < +3 SD), overweight (+1 SD
SD), normal (-2 SD < z-score < +1 SD), thinness (-2 SD
z-score <+2
z-score < -3 SD), dan
severe thinness ( -3 SD) (WHO 2007). Penentuan nilai status gizi ditentukan berdasarkan software anthroplus 2007 yang mengacu pada referensi WHO 2007. SD negeri memiliki lebih banyak contoh dengan status gizi normal dibandingkan SD swasta, masing-masing 76,1% dan 55,2%. Namun, yang mengalami overweight dan obese lebih banyak terdapat pada SD swasta dibandingkan pada SD negeri. Severe obese tidak ditemukan pada SD negeri, akan tetapi untuk severe thinness ditemukan 3,1% pada SD negeri. Hal ini dikarenakan rata-rata berat badan dan tinggi badan SD swasta lebih besar dibandingkan SD negeri dan rata-rata usia SD swasta lebih kecil daripada SD negeri. Menurut Samsudin (1994), gizi lebih pada anak umumnya adalah berat badan yang relatif berlebihan jika dibandingkan usia atau tinggi anak sebaya, sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak tubuh. Kejadian gizi lebih yang umum terjadi pada anak adalah overweight dan obese. Sebaran contoh berdasarkan status gizi dapat di lihat pada Tabel 12.
37
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi Severe Obese Obese Overweight Normal Thinness Severe Thinness Jumlah
SD Swasta n 2 23 21 69 9 1 125
SD Negeri % 1,6 18,4 16,8 55,2 7,2 0,8 100,0
N 0 4 8 73 8 3 96
% 0 4,2 8,3 76,1 8,3 3,1 100,0
Tabel 13 menunjukkan bahwa proporsi laki-laki mengalami overweight dan obese lebih besar daripada perempuan baik pada SD swasta maupun SD negeri, akan tetapi proporsi perempuan yang mengalami thinness lebih besar daripada laki-laki baik pada SD swasta maupun SD negeri. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi Jenis Kelamin dan Status Gizi Laki-Laki • Severe Obese • Obese • Overweight • Normal • Thinness • Severe Thinness Perempuan • Severe Obese • Obese • Overweight • Normal • Thinness • Severe Thinness
SD Swasta
SD Negeri
n
%
n
%
2 16 11 31 1 1
3,2 25,8 17,8 50 1,6 1,6
0 2 6 34 3 2
0 4,3 12,8 72,2 6,4 4,3
0 7 10 38 8 0
0 11,1 15,9 60,3 12,7 0
0 2 2 39 5 1
0 4,1 4,1 79,6 10,2 2,0
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang ditemukan oleh Bahren (2000) dimana anak-anak usia 10-12 tahun yang umumnya mengalami overweight (gizi lebih) berjenis kelamin perempuan. Menurut Hurlock (1980), pertumbuhan pesat pubertas pada anak perempuan dimulai pada usia 8,5 – 11,5 tahun. Pada periode ini terjadi perubahan bentuk tubuh dan terjadi perkembangan secara psikologi dan reproduksi. Secara psikologi, anak-anak perempuan mulai memperhatikan penampilan dan bentuk tubuhnya sehingga sangat besar kemungkinan munculnya persepsi body image, sedangkan anak laki-laki baru
38
akan memulai masa pubertas pada usia 12 tahun sehingga pada anak laki-laki belum terlalu terbentuk persepsi body image. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pengeluaran energi. Banyak faktor yang mempengaruhi angka metabolisme basal seseorang antara lain usia, berat badan, pertumbuhan, komposisi tubuh, demam, stress, temperatur lingkungan, kelaparan, malnutrisi dan hormon tiroksin. Metabolisme basal merupakan energi minimal yang diperlukan untuk mempertahankan proses-proses hidup yang pokok, meliputi mempertahankan tonus otot, sistem sirkulasi, pernafasan, kelenjer-kelenjer dan aktivitas seluler. Basal metabolisme dinyatakan per satuan luas badan yang disebut basal metabolic rate (BMR) atau angka metabolisme basal (AMB) (Suhardjo&Kusharto 1992). Berikut rata-rata angka metabolisme basal (AMB) berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Rata-rata angka metabolisme basal berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Angka Metabolisme Basal (rata-rata±sd) SD Swasta
SD Negeri
Laki-Laki
1267 ± 81,2
1230 ± 79,0
Perempuan
1157 ± 65,9
1145 ± 59,6
Total
1212 ± 92,0
1187 ± 82,0
Min-Maks
1018 – 1585
976 – 1373
Tabel 14 menunjukkan bahwa rata-rata angka metabolisme basal (AMB) contoh pada SD swasta lebih besar daripada SD negeri. Hal ini dikarenakan contoh pada SD swasta memiliki berat badan yang lebih besar daripada SD negeri. Seperti yang dikemukakan oleh Muhilal, Jalal, dan Hardinsyah (1998) bahwa perkiraan AMB cukup dilakukan dengan indeks berat badan sebagai peubah yang berpengaruh, sedangkan tambahan indeks lain seperti tinggi badan dan luas permukaan tubuh tidak memberikan perbedaan yang nyata.
39
Rata-rata angka metabolisme basal contoh laki-laki baik pada SD swasta maupun
SD negeri
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
rata-rata
angka
metabolisme basal perempuan. Hal ini menurut Sizer dan Whitney (2000) dikarenakan komposisi tubuh laki-laki yang lebih didominasi otot dibandingkan perempuan yang lebih banyak jaringan adiposa yang juga mempengaruhi nilai AMB. Semakin banyak jaringan otot yang dimiliki maka akan semakin besar energi yang diperlukan untuk kerja otot. Selain itu, menurut Almatsier (2003), angka metabolisme basal perempuan lebih rendah 5% daripada laki-laki. Dalam menentukan pengeluaran energi contoh yang juga mempengaruhi adalah jenis kegiatan yang dilakukan. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), jenis kegiatan dikategorikan menjadi lima yaitu tidur, sekolah, kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat. Setiap jenis kegiatan memiliki faktor koreksi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Faktor koreksi setiap jenis kegiatan dapat dilihat pada Tabel 3. Kegiatan tidur terdiri dari tidur disaat malam hari dan tidur saat siang hari. Rata-rata kegiatan tidur contoh SD negeri (8,6 jam/hari) lebih lama dibandingkan SD swasta (8,2 jam/hari). Waktu tidur untuk contoh di semua sekolah cukup. Menurut Homeier (2004), waktu tidur yang kurang dapat menganggu kesehatan anak dan menyebabkan anak tidak cepat tanggap dan pelupa. Kegiatan sekolah yaitu kegiatan yang dilakukan oleh contoh belajar di kelas (sekolah), les, mengaji, membuat PR, belajar di rumah, dan mengerjakan tugas sekolah. Rata-rata kegiatan sekolah contoh pada SD swasta lebih lama daripada SD negeri. Hal ini dikarenakan, pada sekolah dasar swasta memiliki kegiatan ekstrakurikuler (les) berbagai mata pelajaran sesudah jam pulang sekolah. Dan juga contoh pada SD swasta umumnya mengikuti les di luar jam sekolah serta setiap hari meluangkan waktu untuk belajar atau membuat pekerjaan rumah (PR). Contoh pada SD negeri umumnya hanya belajar di jam pelajaran sekolah. Hanya beberapa orang contoh di SD negeri yang meluangkan waktu belajar di rumah. Contoh SD negeri lebih senang bermain di luar jam sekolah daripada mengikuti les ataupun belajar. Kegiatan ringan meliputi duduk (duduk santai), berdiri, ngobrol, nonton, dan bermain ringan (main congklak, ular tangga, main komputer, playstation, dll). Rata-rata kegiatan ringan contoh pada SD swasta lebih lama dibandingkan dengan SD negeri. Umumnya kegiatan ringan yang dilakukan contoh SD swasta
40
adalah bermain komputer, playstation, dan internet, sedangkan contoh SD negeri umumnya ngobrol dengan teman dan nonton televisi. Kegiatan sedang meliputi berjalan, mengasuh adik, bermain drama, menyapu, mengepel, dan bermain sedang (main petak umpet, main kelereng, dll). Rata-rata kegiatan sedang contoh pada SD negeri lebih besar daripada SD swasta. Hal ini dikarenakan contoh pada SD negeri lebih senang bermain daripada belajar. Kegiatan berat meliputi berlari, olahraga (bersepeda, main sepak bola, main layang-layang, main gala, dll). Rata-rata kegiatan berat contoh pada SD negeri lebih besar daripada SD swasta. Hal ini dikarenakan setelah pulang sekolah contoh pada SD swasta cenderung mengikuti kegiatan les atau belajar, sedangkan contoh pada SD negeri umumnya bermain sepeda, main lari-larian, main sepak bola, dan main layang-layang. Contoh SD swasta umumnya melakukan kegiatan berat pada saat jam olahraga di sekolah. Rata-rata alokasi waktu (Jam/Hari) berdasarkan jenis kegiatan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Rata-rata alokasi waktu (jam/hari) berdasarkan jenis kegiatan Jenis Kegiatan
Rata-Rata (Jam/Hari) SD Swasta
SD Negeri
Tidur
8,2
8,6
Sekolah
5,9
4,5
Kegiatan Ringan
6,3
5,5
Kegiatan Sedang
2,5
2,9
Kegiatan Berat
1,1
2,5
Total
24,0
24,0
Menurut FAO/WHO/UNU (2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam physical activity level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Besarnya tingkat aktivitas fisik yang dilakukan dapat dilihat dari nilai Physical activity level (PAL), yang dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu ringan (1,40 PAL 1,69), sedang (1,70 PAL 1.99), dan berat (2,00 PAL 2,40). Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Aktivitas Fisik (PAL) dapat dilihat pada Tabel 16.
41
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik (PAL) SD Swasta
Tingkat Aktivitas Fisik
SD Negeri
N
%
N
%
Ringan (1,40 – 1,69)
82
65,6
20
20,8
Sedang (1,70 – 1,99)
43
34,4
40
41,7
Berat (2,00 – 2,40)
0
0
36
37,5
125
100,0
96
100,0
Jumlah Min – Maks
1,33 – 1,98
1,40 – 2,38
Rata-Rata ± sd
1,65 ± 0,1
1,91 ± 0,2
Tabel 16 menunjukkan pada SD swasta tidak terdapat contoh yang berada pada kategori physical activity level tingkat berat, berbeda dengan contoh pada SD negeri sebanyak 37,5% contoh berada pada kategori tingkat berat. Contoh pada SD negeri yang berada pada kategori tingkat berat umumnya memiliki kegiatan berat seperti main bola, layang-layang, main sepeda, berlari, dll yang banyak dilakukan contoh pada SD negeri dibandingkan contoh pada SD swasta. Secara keseluruhan rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh pada SD swasta termasuk kategori ringan, sedangkan SD negeri termasuk kategori sedang (SD swasta 1,65; SD negeri 1,91). Pengeluaran energi didefinisikan sebagai jumlah energi yang dihabiskan untuk aktivitas fisik dan pertumbuhan untuk anak-anak. Besar energi yang dikeluarkan ini erat kaitannya dengan kejadian gizi lebih sebagai salah satu faktor yang menentukan simpanan energi seseorang. Energi dari konsumsi pangan yang tidak dibakar dengan aktivitas fisik akan menjadi tumpukan lemak dalam tubuh. Menurut Sizer dan Whitney (2000), ada dua cara utama tubuh mengeluarkan energi yaitu metabolisme basal dan aktivitas fisik. Kedua hal tersebut merupakan komponen utama dalam pengeluaran energi. Pengeluaran energi yang paling besar adalah metabolisme basal yaitu sekitar 60 – 65% total pengeluaran energi, kemudian diikuti oleh aktivitas fisik yaitu sekitar 25 – 35% total pengeluaran energi, dan sisanya sekitar 5–10% digunakan untuk pencernaan makanan. Pengeluaran energi contoh pada SD negeri lebih besar daripada SD swasta. Rata-rata pengeluaran energi contoh berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 17 berikut.
42
Tabel 17 Rata-rata pengeluaran energi contoh berdasarkan jenis kelamin Pengeluaran Energi (kkal)
SD Swasta
SD Negeri
Laki-Laki
2459 ± 365,2
2602 ± 319,8
Perempuan
1927 ± 239,7
2059 ± 264,2
Total rata-rata ± sd
2181 ± 407,1
2324 ± 399,2
Min – Maks
1460 – 3448
1572 – 3457
Rata-rata angka metabolisme basal (AMB) SD swasta lebih besar daripada SD negeri, akan tetapi untuk rata-rata pengeluaran energi SD negeri lebih besar daripada SD swasta. Hal ini dikarenakan aktivitas yang dilakukan contoh pada SD negeri lebih banyak melakukan kegiatan berat seperti main sepak bola, bersepeda, dan berlarian daripada contoh SD swasta. Seperti yang dikemukakan Sizer dan Whitney (2000), bahwa tubuh mengeluarkan energi melalui AMB dan aktivitas fisik. Berdasarkan jenis kelamin, baik pada SD swasta maupun SD negeri rata-rata pengeluaran energi contoh laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan angka metabolisme basal laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan laki-laki cenderung lebih aktif serta lebih banyak melakukan kegiatan berat daripada perempuan sehingga pengeluaran energinya lebih besar pada contoh laki-laki daripada perempuan. Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi pearson antara aktivitas fisik (pengeluaran energi) dengan status gizi terdapat hubungan yang signifikan (p<0,01). Hasil penelitian ini sama dengan yang ditemukan Amelia (2008) pada remaja bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik (pengeluaran energi) dengan status gizi remaja. Jumlah dan Jenis Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto, 1988). Pengelompokkan jenis pangan didasarkan pada pendekatan kelompok pola pangan harapan (PPH). Pola pangan harapan merupakan jenis dan jumlah
43
kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Ada Sembilan kelompok pangan pada PPH yaitu kelompok padi-padian, umbi-umbian/pangan berpati, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak,
kacang-kacangan,
gula,
sayur
dan
buah,
dan
lain-lainnya
(Hardinsyah et al 2001). Jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi contoh baik pada SD swasta maupun SD negeri berdasarkan kelompok PPH adalah jenis pangan kelompok padi-padian. Ada 80 jenis pangan/makanan yang dikonsumsi contoh yang termasuk kelompok padi-padian dan olahannya. Contoh pada SD swasta lebih beragam mengkonsumsi jenis pangan/makanan kelompok padi-padian dibandingkan SD negeri. Jenis pangan yang dikonsumsi contoh selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel 18 menunjukkan jumlah dan jenis pangan padi-padian yang dominan dikonsumsi contoh. Secara keseluruhan jenis pangan yang sama-sama dikonsumsi contoh pada SD swasta dan SD negeri terlihat bahwa contoh pada SD swasta umumnya lebih banyak mengkonsumsi pangan/makanan tersebut dibandingkan contoh pada SD negeri. Tabel 18 Jumlah dan jenis pangan padi-padian dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh Jenis Makanan Beras giling masak (nasi) Bihun Bubur Cakue/Roti goreng Indomie goreng Indomie rebus Jagung Koko crunch Kue cucur Makaroni Mie goreng Nasi goreng Nasi uduk Roti Tepung terigu
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 266,18 226,78 10,45 0,57 27,88 46,54 2,15 4,25 10,17 43,96 3,34 12,50 2,58 1,15 2,84 0,21 3,60 2,09 0,08 9,05 1,33 32,32 40,48 10,00 14,64 20,78 13,14 6,64 6,14
Pada jenis pangan padi-padian dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh terdapat enam jenis pangan/makanan yang lebih banyak dikonsumsi contoh pada SD negeri dibandingkan SD swasta. Jenis pangan/makanan tersebut yaitu bubur 46,54 g/kap/hari, cakue/roti goreng 4,25 g/kap/hari, indomie
44
goreng 43,96 g/kap/hari, indomie rebus 12,50 g/kap/hari, nasi goreng 40,48 g/kap/hari, dan nasi uduk 14,64 g/kap/hari. Jenis pangan/makanan kelompok umbi-umbian dan olahannya yang dikonsumsi contoh tidak sebanyak pada kelompok padi-padian. Ada 19 jenis pangan yang dikonsumsi pada kelompok umbi-umbian dan olahannya. Jumlah dan jenis pangan umbi-umbian dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Jumlah dan jenis pangan umbi-umbian dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 3,20 4,70 7,16 2,24 3,48 4,08 1,19 1,36 1,64 1,88 1,44 0,52 2,00 2,84 1,50 5,26
Jenis Makanan Batagor French fries Kentang Keripik singkong Kerupuk aci Pempek Siomai Tepung sagu
Jenis pangan umbi-umbian dan olahannya yang lebih beragam dikonsumsi contoh adalah pada SD negeri. Jenis pangan/makanan umbi-umbian dan olahannya selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2. Untuk kelompok umbi-umbian dan olahannya ini, jenis pangan yang ditemukan sama-sama dikonsumsi contoh pada SD swasta dan SD negeri terlihat bahwa contoh pada SD negeri umumnya lebih banyak mengkonsumsi pangan/makanan kelompok umbi-umbian dan olahannya dibandingkan contoh pada SD swasta. Pada jenis pangan/makanan kelompok umbi-umbian yang dominan dikonsumsi contoh terdapat dua jenis pangan/makanan yang lebih banyak dikonsumsi
contoh
pada
SD
swasta
dibandingkan
SD
negeri.
Jenis
pangan/makanan tersebut yaitu French fries 7,16 g/kap/hari, dan pempek 1,44 g/kap/hari. Kelompok selanjutnya pangan hewani dan olahannya dapat dilihat pada Tabel 20. Jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi untuk pangan hewani dan olahannya ini lebih banyak pada SD swasta dibandingkan SD negeri. Jenis pangan hewani dan olahannya selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.
45
Tabel 20 Jumlah dan jenis pangan pangan hewani dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh Jenis Makanan Ayam Bakso Daging sapi Ikan gurame Ikan mas Soto daging Susu cair Susu sapi Telur ayam Udang Worst (sosis daging)
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 46,67 17,06 28,66 22,64 8,15 1,46 4,20 0,73 5,68 5,16 6,20 3,13 34,35 9,28 54,84 16,52 30,36 47,37 6,08 0,21 5,40 1,22
Jenis pangan/makanan kelompok pangan hewani dan olahannya yang dikonsumsi contoh terdiri dari 46 jenis pangan/makanan. Contoh pada SD swasta lebih beragam dalam mengkonsumsi jenis pangan kelompok pangan hewani ini dibandingkan SD negeri. Sebagaimana Tabel 20, jenis pangan yang ditemukan sama-sama dikonsumsi contoh pada SD swasta dan SD negeri terlihat bahwa contoh pada SD swasta lebih banyak mengkonsumsi pangan/makanan kelompok pangan hewani dan olahannya dibandingkan contoh pada SD negeri. Pada jenis pangan/makanan kelompok pangan hewani yang dominan dikonsumsi contoh, tidak terdapat satupun pangan yang lebih banyak dikonsumsi contoh
pada
SD
negeri
dibandingkan
SD
swasta.
Perbedaan
jumlah
pangan/makanan yang dikonsumsi pada jenis pangan/makanan yang samasama dikonsumsi contoh pada SD swasta dan SD negeri cukup berbeda signifikan. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 20 jenis pangan/makanan yaitu ayam, daging sapi, susu cair, dan susu sapi terlihat bahwa jumlah yang dikonsumsi contoh pada SD negeri hanya sepertiga dari jumlah yang dikonsumsi contoh pada SD swasta. Kelompok selanjutnya yaitu minyak dan lemak, buah.biji berminyak, dan gula dapat dilihat pada Tabel 21. Ketiga kelompok PPH ini tidak seperti kelompok PPH lainnya yang memiliki jenis pangan yang dikonsumsi beragam oleh contoh.
46
Tabel 21 Jumlah dan jenis pangan kelompok minyak dan lemak, buah/biji berminyak, dan gula serta olahannya yang di konsumsi contoh Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 0,05 5,64 4,59 0,80 0,20 0,12 0,55 0,35 0,45 0,18 0,31 9,72 4,51 2,66 1,98
Jenis Makanan Gula kelapa Gula pasir Kelapa muda, air Kelapa muda, daging Kelapa setengah tua, daging Margarin Mentega Minyak kelapa sawit Santan (kelapa+air)
Tabel 21 menunjukkan jenis pangan pada ketiga kelompok PPH ini lebih beragam ditemukan pada SD swasta. Jumlah yang dikonsumsi pada jenis pangan yang ditemukan sama-sama dikonsumsi contoh pada SD swasta dan SD negeri terlihat bahwa contoh pada SD swasta umumnya lebih banyak mengkonsumsi jenis pangan ketiga kelompok PPH ini dibandingkan contoh pada SD swasta. Jenis pangan ketiga kelompok PPH ini yang dikonsumsi contoh terdapat tiga jenis pangan yang lebih banyak dikonsumsi contoh pada SD negeri dibandingkan SD swasta. Jenis pangan tersebut yaitu daging kelapa setengah tua 0,55 g/kap/hari, margarin 0,45 g/kap/hari, dan mentega 0,31 g/kap/hari. Kelompok kacang-kacangan dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 22. Ada 19 jenis pangan/makanan yang dikonsumsi contoh yang termasuk kelompok kacang-kacangan dan olahannya. Contoh pada SD negeri lebih beragam mengkonsumsi jenis pangan/makanan kelompok kacang-kacangan dan olahannya dibandingkan SD swasta. Jenis pangan yang dikonsumsi contoh selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4. Secara
keseluruhan
jenis
pangan
yang
ditemukan
sama-sama
dikonsumsi contoh pada SD swasta dan SD negeri terlihat bahwa contoh pada SD swasta umumnya lebih banyak mengkonsumsi pangan/makanan tersebut dibandingkan contoh pada SD negeri. Sebagaimana Tabel 22, pada jenis pangan/makanan yang dominan dikonsumsi contoh terlihat bahwa terdapat empat jenis pangan/makanan yang lebih banyak dikonsumsi contoh pada SD swasta dibandingkan SD negeri. Jenis pangan tersebut yaitu kacang ijo, kacang tanah, kecap, dan tahu, sedangkan pada contoh SD negeri pun terdapat dua
47
jenis pangan yang lebih banyak dikonsumsi daripada SD swasta. Jenis pangan/makanan tersebut yaitu kacang kedelai dan tempe. Tabel 22 Jumlah dan jenis pangan kelompok kacang-kacangan dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh Jenis Makanan Kacang ijo Kacang kedelei Kacang tanah Kecap Susu kedelai Tahu Tempe
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 0,34 0,23 0,40 2,68 0,42 0,03 1,84 0,65 3,20 3,13 6,14 3,75 8,58 10,16
Kelompok selanjutnya yaitu kelompok buah dan sayur. Kelompok buah yang dominan di konsumsi contoh disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Jumlah dan jenis pangan kelompok buah yang dominan di konsumsi contoh Jenis Makanan Apel Jambu biji Jeruk manis Melon Pepaya Pisang Semangka Strawberry
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 1,02 1,20 0,26 5,24 2,21 0,20 3,02 5,24 1,09 5,54 4,94 13,74 1,04 2,40 -
Terdapat 21 jenis pangan yang dikonsumsi contoh pada kelompok buah. Contoh pada SD swasta lebih beragam mengkonsumsi jenis pangan kelompok buah dibandingkan SD negeri. Jenis pangan yang dikonsumsi contoh selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5. Jenis pangan kelompok buah yang ditemukan sama-sama dikonsumsi contoh pada SD swasta dan SD negeri terlihat bahwa contoh pada SD swasta umumnya lebih banyak mengkonsumsi pangan tersebut dibandingkan contoh pada SD negeri. Sebagaimana Tabel 23, pada jenis pangan yang dominan dikonsumsi contoh terlihat bahwa terdapat lima jenis pangan yang lebih banyak dikonsumsi contoh pada SD swasta dibandingkan SD negeri. Jenis pangan tersebut yaitu jambu biji, jeruk manis, papaya, pisang, dan semangka, sedangkan
48
pada contoh SD negeri terdapat satu jenis pangan yang lebih banyak dikonsumsi daripada SD swasta. Jenis pangan tersebut yaitu melon. Kelompok sayur yang dominan dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 24. Pada kelompok sayur ini terdapat 22 jenis pangan yang dikonsumsi contoh. Contoh pada SD swasta lebih beragam mengkonsumsi jenis pangan kelompok sayur ini dibandingkan SD negeri. Jenis pangan yang dikonsumsi contoh selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6. Tabel 24 Jumlah dan jenis pangan kelompok sayur dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh Jenis Makanan Bayam Buncis Kacang panjang Kangkung Labu siam Sawi Sop kool dan wartel Toge Wortel
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 5,44 3,65 1,43 0,44 2,90 1,56 3,04 2,45 1,82 1,69 2,76 0,36 5,61 11,41 1,24 0,26 3,37 1,07
Secara keseluruhan jenis pangan kelompok sayur yang ditemukan samasama dikonsumsi contoh pada SD swasta dan SD negeri terlihat bahwa contoh pada SD swasta umumnya lebih banyak mengkonsumsi pangan tersebut dibandingkan contoh pada SD negeri. Sebagaimana Tabel 24, terlihat bahwa hanya satu jenis pangan kelompok sayur yang lebih banyak dikonsumsi contoh pada SD negeri dibandingkan SD swasta. Pangan tersebut yaitu sop kool dan wartel 11,41 g/kap/hari. Kelompok PPH yang terakhir yaitu kelompok lainnya yaitu jenis pangan yang tidak termasuk ke dalam delapan kategori kelompok di atas. Kelompok lainnya yang dominan dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 25. Pada kelompok lainnya ini terdapat 31 jenis pangan yang dikonsumsi contoh. Contoh pada SD swasta lebih beragam mengkonsumsi jenis pangan kelompok lainnya ini dibandingkan SD negeri. Jenis pangan yang dikonsumsi contoh selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.
49
Tabel 25 Jumlah dan jenis pangan kelompok lainnya yang dominan di konsumsi contoh Jenis Makanan Coca cola Coklat susu, batang Es cream Fanta Frutang Jelly drink Mountea Nutrisari Pocari sweat The botol/kotak
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 2,60 2,40 1,21 1,86 2,60 1,04 52,16 0,99 1,56 4,06 3,04 72,38 1,73 9,80 2,60 10,98 5,47
Secara keseluruhan jenis pangan kelompok lainnya yang ditemukan sama-sama dikonsumsi contoh pada SD swasta dan SD negeri terlihat bahwa contoh pada SD swasta umumnya lebih banyak mengkonsumsi pangan tersebut dibandingkan contoh pada SD negeri. Pada Tabel 25 terlihat bahwa terdapat tiga jenis pangan kelompok lainnya yang lebih banyak dikonsumsi contoh pada SD negeri dibandingkan SD swasta. Pangan tersebut yaitu es cream 2,60 g/kap/hari, jelly drink 4,06 g/kap/hari, dan mountea 72,38 g/kap/hari. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh (Hardinsyah et al 2002). Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi zat gizi energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, besi, dan fosfor contoh pada SD swasta lebih tinggi dibandingkan contoh pada SD negeri. Untuk rata-rata tingkat kecukupan zat gizi energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium dan fosfor lebih tinggi pada SD swasta dibandingkan SD negeri kecuali untuk tingkat kecukupan zat besi yang lebih tinggi pada SD negeri dibandingkan SD swasta. Hal ini dikarenakan ratarata angka kecukupan zat besi SD negeri lebih rendah dibandingkan SD swasta, masing-masing 14,8 mg dan 17,5 mg.
50
Tabel 26 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh Variabel
Rata-Rata
Zat Gizi
SD Swasta
SD Negeri
Energi (kkal)
1679
1546
Protein (g)
47,3
36,9
1099,8
606,3
Vitamin A (RE) Konsumsi
Tingkat Kecukupan
Vitamin C (mg)
45,1
16,4
Kalsium (mg)
1955,2
1318,1
Zat besi (mg)
13,4
12,1
Fosfor (mg)
903,7
603,2
Energi (kkal)
81,9
68,5
Protein (g)
94,3
85,8
Vitamin A (RE)
178,3
120,5
Vitamin C (mg)
88,4
38,3
Kalsium (mg)
206,9
148,1
Zat besi (mg)
85,5
89,5
Fosfor (mg)
89,5
71,7
Tingkat Kecukupan Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya. Tingkat kecukupan energi dan protein dibedakan menjadi empat cut off points menurut DepKes (1996) diacu dalam Sukandar (2007) adalah: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); dan (5) kelebihan ( 120% AKG). Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi Klasifikasi Defisit tk. Berat Defisit tk. sedang Defisit tk. ringan Normal Kelebihan Jumlah
SD Swasta N 37 27 25 27 9 125
% 29,6 21,6 20,0 21,6 7,2 100,0
SD Negeri n 61 10 9 13 3 96
% 63,5 10,5 9,4 13,5 3,1 100,0
Tabel 27 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi contoh pada SD swasta maupun SD negeri umumnya mengalami defisit. Untuk SD negeri jumlah
51
contoh yang mengalami defisit tingkat berat melebihi separuh dari jumlah contoh. Adanya defisit tingkat berat pada SD negeri yang melebihi separuh contoh dikarenakan contoh pada SD negeri kurang mengkonsumsi pangan sumber energi dan juga frekuensi makan contoh yang kurang. Rata-rata contoh pada SD negeri makan 2 kali sehari. Untuk SD swasta pun tidak berbeda jauh dengan SD negeri. Walaupun pada SD swasta memiliki sistem penyelenggaraan makan di sekolah, tidak menjamin bahwa tingkat kecukupan energi contoh pada SD swasta mencukupi. Hal ini bisa dilihat dari jumlah contoh pada SD swasta yang mengalami defisit tingkat berat sebanyak 29,6%. Contoh pada SD swasta umumnya mengalami defisit untuk tingkat kecukupan energi dikarenakan, contoh pada SD swasta umumnya jarang menghabiskan makanan yang disediakan. Walaupun pihak sekolah menyediakan sistem penyelenggaraan makanan, akan tetapi contoh sering tidak menghabiskan makanan dengan alasan tidak suka ataupun tidak selera. Tingkat Kecukupan Protein Menurut Almatsier (2003), fungsi protein yaitu untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi, dan sebagai sumber energi. Tabel 28 menunjukkan bahwa contoh SD swasta umumnya mengalami tingkat kecukupan protein defisit tingkat berat (32,8%). Berbeda dengan contoh pada SD negeri umumnya termasuk kategori normal (32,3%). Hal ini dikarenakan rata-rata angka kecukupan protein SD negeri lebih rendah dibandingkan SD swasta, masing-masing 44,8 g dan 54 g. Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein Klasifikasi Defisit tk. Berat Defisit tk. Sedang Defisit tk. Ringan Normal Kelebihan Jumlah
SD Swasta N 41 14 17 29 24 125
% 32,8 11,2 13,6 23,2 19,2 100,0
SD Negeri n 25 14 16 31 10 96
% 26,0 14,6 16,7 32,3 10,4 100,0
Bahan makanan hewani, merupakan sumber protein yang baik, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati adalah
52
kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain (Almatsier 2003). Angka kecukupan protein bagi anak usia 10-12 tahun lakilaki dan perempuan adalah 50 g per hari (WNPG 2004). Tingkat Kecukupan Vitamin A Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibedakan menjadi dua cut off points menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG); (2) cukup ( 77% AKG). Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin terdiri dari dua kategori yaitu larut lemak (vitamin A dan vitamin B), dan larut air (vitamin C). Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro, yaitu mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg perhari, misalnya kalsium (Ca) dan fosfor (P), dan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari, misalnya besi (Fe) (Almatsier 2003). Vitamin A essensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup dan berbagai fungsi faali tubuh. Vitamin A berperan dalam fungsi penglihatan, diferensia sel, kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier 2003). Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A Klasifikasi
SD Swasta
SD Negeri
N
%
n
%
Kurang
19
15,2
39
40,6
Cukup
106
84,8
57
59,4
Jumlah
125
100,0
96
100,0
Tabel 29 menunjukkan bahwa contoh pada SD swasta dan SD negeri umumnya memiliki tingkat kecukupan vitamin A berada pada kategori cukup. Hal ini mengindikasikan bahwa umumnya contoh cukup mengkonsumsi bahan makanan
sumber
vitamin
A.
Menurut
Almatsier
(2003)
pangan
yang
mengandung sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning-jingga, seperti wortel, tomat, daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, pepaya, mangga dan nangka masak.
53
Angka kecukupan vitamin A bagi anak usia 10-12 tahun laki-laki dan perempuan adalah 600 RE per hari (WNPG 2004). Adanya defisiensi vitamin A pada contoh dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Organ tubuh yang mengalami mengalami degradasi fungsi akibat defisiensi vitamin A adalah mata. Buta senja adalah salah satu tanda awal kekurangan vitamin A, selain itu juga dapat terjadi perubahan pada mata berupa xeroftalmia (Almatsier 2003). Tingkat Kecukupan Vitamin C Vitamin C di dalam tubuh berfungsi terkait dengan sifat alamiahnya sebagai antioksidan. Fungsi vitamin C lainnya yang penting di dalam tubuh yaitu sintesis kolagen, absorpsi dan metabolisme zat besi, absorpsi kalsium, dan mencegah infeksi (Almatsier 2003). Tabel 30 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan vitamin C contoh pada SD negeri maupun SD swasta umumnya berada dalam kategori kurang. Hal ini diduga, contoh kurang mengkonsumsi pangan sumber vitamin C. Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C Klasifikasi
SD Swasta
SD Negeri
N
%
n
%
Kurang
89
71,2
89
92,7
Cukup
36
28,8
7
7,3
Jumlah
125
100,0
96
100,0
Sediaoetama (2006) menyebutkan bahwa defisiensi vitamin C memberi gejala penyakit skorbut dengan kerusakan terutama terjadi pada rongga mulut, pembuluh darah kapiler, dan jaringan tulang. Angka kecukupan vitamin C bagi anak usia 10-12 tahun laki-laki dan perempuan adalah 50 mg per hari (WNPG 2004). Almatsier (2003) menyebutkan bahwa vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya, dan gandaria. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol.
54
Tingkat Kecukupan Kalsium (Ca) Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh. Salah satu yang terpenting adalah pembentukan tulang dan gigi. Di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontaksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga permeabilitas membran sel. Kalsium mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier 2003). Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan kalsium dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan kalsium Klasifikasi
SD Swasta
SD Negeri
n
%
n
%
Kurang
68
54,4
59
61,5
Cukup
57
45,6
37
38,5
Jumlah
125
100,0
96
100,0
Tabel 31 diatas menunjukkan bahwa contoh pada SD swasta maupun SD negeri umumnya mengalami tingkat kecukupan kalsium kategori kurang. Hal ini dikarenakan contoh kurang mengkonsumsi bahan makanan sumber kalsium. Dan juga bisa dikarenakan bahwa umumnya contoh pada SD swasta dan SD negeri juga mengalami kekurangan vitamin C sehinggga berdampak pada kekurangan kalsium. Seperti yang disebutkan Almatsier (2003) bahwa vitamin C juga membantu absorpsi kalsium dengan menjaga agar kalsium berada dalam bentuk larutan. Selain vitamin C, vitamin D juga membantu absorpsi kalsium. Dengan adanya contoh kekurangan vitamin C, maka kekurangan kalsium dapat terjadi karena penyerapannya terganggu. Angka kecukupan kalsium bagi anak usia 10-12 tahun laki-laki dan perempuan adalah 1000 mg per hari (WNPG 2004). Menurut Almatsier (2003), sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Tingkat Kecukupan Besi (Fe) Tabel 32 menunjukkan bahwa contoh pada SD negeri (52,1%) umumnya memiliki tingkat kecukupan zat besi kategori cukup, sedangkan contoh pada SD swasta sebesar 56,8% berada pada tingkat kecukupan besi kurang. Menurut
55
Almatsier (2003), kehilangan zat besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau gangguan absorpsi zat besi. Di samping itu kekurangan zat besi dapat terjadi karena perdarahan akibat cacingan atau luka dan akibat penyakit-penyakit yang mengganggu absopsi, seperti penyakit gastro intestinal. Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat besi Klasifikasi
SD Swasta
SD Negeri
n
%
n
%
Kurang
71
56,8
46
47,9
Cukup
54
43,2
50
52,1
Jumlah
125
100,0
96
100,0
Angka kecukupan zat besi untuk anak laki-laki usia 10-12 tahun yaitu 13 mg per hari, sedangkan untuk anak perempuan usia 10-12 tahun yaitu 20 mg per hari (WNPG 2004). Almatsier (2003) menyebutkan zat besi berfungsi penting sebagai metabolisme energi, berperan dalam kemampuan belajar, dan sistem kekebalan. Pada anak-anak kekurangan besi menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar. Tingkat Kecukupan Fosfor (P) Fosfor mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh, yaitu kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengatur keseimbangan asam basa (Almatsier 2003). Tabel 33 menunjukkan bahwa contoh pada semua sekolah baik sekolah SD swasta maupun SD negeri mengalami tingkat kecukupan fosfor kategori kurang (< 77%). Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan fosfor Klasifikasi
SD Swasta
SD Negeri
n
%
N
%
Kurang
92
73,6
81
84,4
Cukup
33
26,4
15
15,6
Jumlah
125
100,0
96
100,0
56
Angka kecukupan fosfor bagi anak usia 10-12 tahun laki-laki dan perempuan adalah 1000 mg per hari (WNPG 2004). Menurut Almatsier (2003), fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan kaya protein, seperti daging, ayam, ikan, telur, susu dan hasilnya, kacang-kacangan dan hasilnya, serta serelia.
57
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Contoh berusia 10-12 tahun, berdasarkan hasil analisis deskriptif umumnya usia contoh pada SD swasta dan SD negeri 11 tahun. Proporsi perempuan pada SD swasta relatif sama dengan SD negeri. Rata-rata berat badan dan tinggi badan contoh pada SD swasta lebih tinggi dibandingkan contoh pada SD negeri. Status gizi contoh pada SD swasta maupun SD negeri umumnya berada pada kategori normal. Rata-rata angka metabolisme basal contoh pada SD swasta lebih besar dibandingkan dengan SD negeri, akan tetapi pada rata-rata pengeluaran energi contoh pada SD negeri lebih besar dibandingkan SD swasta. Tingkat aktivitas fisik (physical activity level) contoh pada SD swasta termasuk kategori ringan, sedangkan SD negeri termasuk kategori sedang. Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi pearson antara aktivitas fisik (pengeluaran energi) dengan status gizi terdapat hubungan yang signifikan (p<0,01). Kelompok pangan berdasarkan pendekatan kelompok pola pangan harapan (PPH) ditemukan bahwa jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi untuk padi-padian dan olahannya, pangan hewani dan olahannya, kelompok minyak dan lemak, buah/biji berminyak, dan gula,
buah dan sayur, serta
kelompok lainnya lebih banyak dikonsumsi oleh contoh pada SD swasta dibandingkan contoh pada SD negeri. Kelompok umbi-umbian dan olahannya, lebih banyak dikonsumsi oleh contoh pada SD negeri dibandingkan SD swasta. Rata-rata konsumsi energi, protein, vitamin (A dan C), serta mineral (Ca, Fe dan P) lebih tinggi pada SD swasta dibandingkan SD negeri, sedangkan ratarata tingkat kecukupan energi, protein, vitamin (A dan C), serta mineral (Ca dan P) lebih tinggi pada SD swasta dibandingkan SD negeri, kecuali tingkat kecukupan zat besi. Tingkat kecukupan energi contoh dengan kategori defisit SD negeri lebih banyak dibandingkan SD swasta. Tingkat kecukupan protein contoh SD swasta umumnya termasuk kategori defisit tingkat berat, sedangkan SD negeri termasuk kategori normal. Tingkat kecukupan vitamin A baik pada SD swasta maupun SD negeri termasuk kategori cukup, sedangkan tingkat kecukupan vitamin C, kalsium dan fosfor pada SD swasta dan SD negeri umumnya termasuk dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan zat besi pada SD swasta umumnya termasuk kategori kurang, sedangkan pada SD negeri umumnya termasuk dalam kategori cukup.
58
Saran Saran yang dapat diberikan kepada pihak sekolah maupun orang tua adalah diharapkan dapat memberikan pengertian, bimbingan, bantuan dan perhatian lebih kepada siswa yang memiliki status gizi overweight, obese dan severe obese tentang pentingnya melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, sedangkan untuk siswa yang mengalami tingkat kecukupan energi dan zat gizi defisit agar diberikan pengertian, bimbingan, bantuan dan perhatian tentang pentingnya mengkonsumsi makanan yang beragam dalam jumlah yang cukup. Selain itu, bagi pengajar agar menambahkan materi mengenai pangan dan gizi supaya siswa mengerti dan paham tentang pentingnya mengkonsumsi makanan yang beragam dalam jumlah yang cukup sehingga dapat mengatasi defisit tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa.
59
DAFTAR PUSTAKA Akbar R Hawadi. 2005. Identifikasi Keterbakatan Intelektual melalui Metode Non-tes dengan Pendekatan Konsep Keterbakatan Renzulli. Jakarta: PT Grasindo. Aktaria E. 2004. Keseimbangan Energi pada Anak Sekolah Dasar dengan Status Gizi Normal, Overweight, dan Obesitas [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga-IPB. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. . 2005. Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Amelia F. 2008. Konsumsi pangan, pengetahuan gizi, aktivitas fisik dan status gizi pada remaja di kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi [skripsi]. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB. [Anonim]. 1999. Children in Taiwan Watch TV, but Not Their Weight. Food Fact Asia, Issue 5. Astrup A et al. 2006. Food for thought or thought for food? – A stakeholder dialogue around the role of the snacking industry in addressing the obesity epidemic, obesity reviews 7, 303 – 312. Bahren I. 2000. Jenis Alokasi Watu Kegiatan Anak Sekolah Dasar Favorit dan Non Favorit [skripsi]. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga , IPB. Bellizzi MC & WH Dietz. 1999. Workshop on Childhood Obesity: Summary of the Discussion. Dalam WH Dietz & MC Belizzi (eds), Assesment of Childhood and Adolescent, Supplement to The American Journal of Clinical Nutrition, 70, 173 – 175S. Chaput JP, M Brunet & A Tremblay. 2006. Relationship between short sleeping hours and childhood overweight/obesity: result from the ‘que bec en forme’ project. International Journal of Obesity 1-6. Cleland V, Alison Venn, Jayne Fryer, Terence Dwyer & Leigh Blizzard. 2005. Parenteral exercise is associated with Australian childrens extracurricular sports participation and cardiorespiratory fitness: A cross – sectional study. International Journal of Behavioral Nutrition and physical activity. Crawford D & K Ball. 2002. Behavioral Determinants of the Obesity Epidemic. Asia Pasific Journal of Clinical Nutrition 11, 718-721. [Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes.
60
[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Laporan Nasional Riskesdas 2007. [terhubung berkala]. http://www.google.com [8 April 2009]. Dowshen Shephen. 2005. Healthy Habits For TV, Video Games and The Internet. [terhubung berkala]. http://www.kidshealth.org [10 Mei 2009]. Endres JB, Robert E Rokwell, Chintya GM. 2004. Food Nutrition and The Young Child. Ohio: Pearson Prentice Hall. Esperanza J et al. 2000. Daily Energy Expenditure in Mexican and USA Pima Indians: Low Physical Activity as a Possible Cause of Obesity. International Journal of Obesity, 24, 55-59. [FAO] Food And Nutrition Technical Report Series. 2001. Human Energy Requirements. Rome: FAO/WHO/UNU. [FKM-UI] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Gibson RS. 2005. Principal of Nutritional Assesment. Oxford: Oxford University Press. Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC. Hardinsyah & D Martianto. 1988. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. & D Martianto. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Hardinsyah et al. 2001. Pengembangan Konsumsi Pangan Dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan. Bogor: Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. ____________ , Briawan D, Retnaningsih, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor : Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG). Institut Pertanian Bogor. Hoeger WWK, Hoeger SA. 2005. Lifetime Physical Fitness and Wellness, a Personalized Program. Ed ke-5. USA: Thomson Wadsworth. Homeier BP. 2009. What Kids say about Sleep. [terhubung berkala]. http://www.kidshealth.org [10 Mei 2009]. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. . 1991. Perkembangan Anak (jilid 2, Edisi ke-6). Jakarta: Erlangga.
61
Hurlock EB. 1999. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan. Edisi Kelima. Istiwidayanti, Soedjarwo. Penerjemah. Jakarta: Penerit Erlangga. Ismail D, ES Herini, Pudjo Hagung & Tony Sadjimin. 1999. Fast food consumption and obesity: Relationship among elementary school students in Yogyakarta. Journal of the Indonesian society of Pediatricians. Jakarta. Jellife DB & EFP Jellife. 1989. Community Nutritional Assesment. New York: Oxford University Press. Karsin ES. 2004. Klasifikasi Pangan dan Gizi. Di dalam: Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Komalasari Y. 1991. Pengaruh pendidikan gizi terhadap sikap dan kebiasaan jajan serta sumbangan jajan terhadap kecukupan gizi [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Marsetyo H, Kartasapoetra G. 1991. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). Jakarta: Rineka Cipta. Muhilal, F Jalal & Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, LIPI, Jakarta. Muhilal & Sulaeman. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak. Dalam Soekirman et al (Eds), Widyakarya Pangan dan Gizi. Jakarta: LIPI. Nilawati S, Krisnatuti D, Mahendra B, Djing OG. 2008. Care Yourself Kolesterol. Jakarta: Penebar Plus. Padmiari AE & Hadi H. 2003. Konsumsi fast food sebagai faktor risiko obesitas pada anak sekolah dasar. Medika; 29 (3): 159-165. Riyadi H. 2003. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. . 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta : Universitas Terbuka. Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 1990. Penuntun Diit Anak. Cet 2. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Samsudin. 1994. Gizi lebih pada anak dan masalahnya. Dalam M.A Rifai (Ed). Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V (hlm 396-407). Jakarta: LIPI.
62
Satoto S. 1994. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) gizi lebih sebagai bagian dari KIE gizi ganda Dalam M.A. Rifai (Ed), Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi V (hlm 562-573). Jakarta: LIPI. Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian Rakyat. Singarimbun M & Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Sizer FS & EN Whitney. 2000. Nutrition Concepts and Controversies (8th ed.). Wadsworth, Australia. Soekirman, Hardinsyah, I Jus’at & AB Jahari. 1999. Nutrition Status, Dietary and Physical Activity Patterns of Urban Primary School Children in Indonesia. Jakarta: Bogor Agriculture University and School of Nutrition, Ministry of Health. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Suhardjo LJ Harper, BJ Deaton, JA Driskel. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Jakarta: UI Press. , Hardinsyah & Riyadi. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Suhardjo & Kusharto CM. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius. Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi Petani Sawah Beririgasi di Banjar Jawa Barat. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Supariasa IDN, B Bakri & I Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Suwandi. 1995. Studi konsumsi pangan dan aktivitas fisik pada murid sekolah dasar (SD) berstatus gizi lebih [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB. [WHO] World Health Organization. 1985. Energy And Protein Requirements. Geneva: FAO/WHO/UNU. [WHO] World Health Organization. 2007. Body Mass Index for age. [terhubung berkala]. http://www.int/bmi/index.html [10 Mei 2009]. Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
63
Wirakusumah ES. 1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. WNPG. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI. Wulandari E. 2000. Konsumsi pangan dan status gizi anak sekolah penerima PMT-AS di daerah pantai dan pegunungan di Nusa Tenggara Timur [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB.
64
65
Lampiran 1 Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Padi-Padian dan Olahannya yang di Konsumsi Contoh Jenis Makanan Bagelen Bakwan Beras giling masak (nasi) Beras ketan hitam, kukus Beras merah, tumbuk Bihun Biskuit Biskuat bolu Biskuat merah Biskuit better Biskuit marie roma Biskuit trenz Bismart Blackforest Brownies Buavita Bubur Cakue/Roti goreng Cendol/Dawet Cheetos Chiki Ball Cookies Corn flakes Corned beef Dadar gulung Donat Goodtime chocochip cookies Indomie goreng Indomie rebus Jagung Jet Z Karedok Karoket Koko crunch Kue bolu Kue cucur Kue keju Kue Pia Kue pisang Ku talam Kwetiau Lumpia Maizena (pati jagung) Makaroni Martabak Martabak mie Martabak telur Mie gelas Mie goreng Mie, basah Momogi keju Nabati siip Nasi goreng
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 0,64 0,60 1,31 266,18 226,78 0,17 0,40 10,45 0,57 0,52 0,21 0,45 1,02 0,16 0,21 0,21 0,06 0,36 0,20 0,42 0,21 4,00 27,88 46,54 2,15 4,25 1,04 0,38 0,22 1,22 0,19 0,58 0,28 0,08 1,74 0,57 0,38 10,17 43,96 3,34 12,50 2,58 1,15 0,35 0,16 0,97 0,61 2,84 0,21 0,32 0,99 3,60 0,10 0,16 0,36 0,08 0,38 1,68 0,52 0,18 0,52 0,02 2,09 0,08 1,36 0,39 0,93 0,13 0,60 0,81 0,43 9,05 1,33 1,30 0,39 0,04 0,24 0,04 0,52 32,32 40,48
66
Jenis Makanan Nasi uduk Onde-onde Oreo Pastel Pilus Pizza beef Pop corn Pow Quaker Oats Richeese ahh Richeese rolls Risoles Roma biskuit Roti Salt cheese/crispy Smack ring Snack jagung/beras Soba mie Spagheti Super bubur Taro snack Tepung terigu Timtam Turbo jagung puff Twister coklat Wafer coklat Wafer tango
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 10,00 14,64 0,39 0,28 0,13 0,26 1,40 0,70 0,06 0,33 0,48 0,20 0,05 0,29 0,13 2,79 0,57 0,40 20,78 13,14 0,16 0,13 0,05 2,83 0,86 0,58 0,58 0,53 0,64 0,36 6,64 6,14 0,31 0,05 0,60 0,30 0,38 0,66 0,78
Lampiran 2 Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Umbi-Umbian dan Olahannya yang di Konsumsi Contoh Jenis Makanan Batagor Chitato Combro French fries Kentang Keripik kentang Keripik singkong Kerupuk aci Kerupuk ikan, berpati Kerupuk udang, berpati Ketela pohon (singkong) Lays Pempek Singkong goreng Singkong, tape Siomai Tepung sagu Ubi jalar goreng Ubi jalar rebus
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 3,20 4,70 1,94 0,78 0,13 7,16 2,24 3,48 4,08 0,68 1,19 1,36 1,64 1,88 0,26 0,55 0,60 0,48 0,26 1,10 1,44 0,52 0,13 0,23 2,00 2,84 1,50 5,26 0,13 0,28 0,52
67
Lampiran 3 Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Pangan Hewani dan Olahannya yang di Konsumsi Contoh Jenis Makanan Abon Ampela ayam Ayam Babat Bakso Bandeng Burger daging ayam Ceker ayam Cumi-cumi Daging asap Daging kambing Daging sapi Dendeng daging sapi Dendeng paru Empal goreng Hati ayam Ikan asin Ikan gurame Ikan mas Ikan tenggiri Ikan tuna Kakap Keju Kembung Kepala susu (cream) Kerang Lele, goreng Milkuat Milo Pindang selar kecil Sardines, dalam kaleng Sate ayam Soto daging Susu bear brand Susu bubuk Susu cair Susu kedelai Susu kental manis Susu sapi Telur ayam Telur puyuh Tepung susu Tongkol Udang Usus ayam Worst (sosis daging) Yoghurt
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 0,38 0,10 0,35 0,26 46,67 17,06 0,08 28,66 22,64 1,92 0,78 1,68 0,39 0,21 0,72 0,84 0,13 0,20 0,36 8,15 1,46 0,95 0,20 0,40 0,76 0,39 1,28 1,33 4,20 0,73 5,68 5,16 0,70 0,96 0,34 0,40 0,79 0,13 0,60 0,20 0,40 2,78 1,46 1,68 0,52 2,44 0,42 0,60 1,28 0,65 1,04 0,89 6,20 3,13 0,80 2,73 3,55 34,35 9,28 3,20 3,13 1,00 0,65 54,84 16,52 30,36 47,37 0,16 0,43 1,46 0,20 2,90 1,95 6,08 0,21 0,21 0,10 5,40 1,22 2,08 0,68
68
Lampiran 4 Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Kacang-Kacangan dan Olahannya yang di Konsumsi Contoh Jenis Makanan Kacang atom garuda Kacang bawang Kacang hot nut Kacang ijo Kacang kapri goreng Kacang kedelei Kacang merah Kacang sukro putih Kacang tanah Kacang telur Kecap Ketupat tahu Oncom kedele Oncom merah Tahu Tempe Tepung Hunkwee Toge tahu
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 0,65 0,21 0,18 0,34 0,23 0,10 0,40 2,68 0,20 0,18 0,42 0,03 0,14 1,84 0,65 0,80 0,26 0,20 0,41 6,14 3,75 8,58 10,16 0,08 0,40 0,26
Lampiran 5 Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Buah dan Olahannya yang di Konsumsi Contoh Jenis Makanan Apel Belimbing Jambu air Jambu biji Jeruk manis Jeruk manis, air (sari) Keripik pisang Ketimun Lemon squasih Mangga harum manis Melon Nanas Nangka Pepaya Pir Pisang Salak Semangka Strawberry Sirsak Tomat
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 1,02 0,40 0,52 1,20 0,26 5,24 2,21 1,04 0,52 0,21 0,42 0,05 0,02 0,40 0,26 0,20 3,02 0,26 0,65 5,24 1,09 0,40 5,54 4,94 0,46 0,17 13,74 1,04 2,40 0,20 0,51 -
69
Lampiran 6 Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Sayur dan Olahannya yang di Konsumsi Contoh Jenis Makanan Bayam Bayam merah Buncis Daun katuk Daun melinjo Daun singkong Gabus, segar Gado-gado Gambas Jamur Kacang panjang Kangkung Kool kembang Labu siam Lidah buaya Sawi Selada Sop kool Sop kool dan wartel Toge Terong Wortel
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 5,44 3,65 0,20 1,43 0,44 0,40 0,26 0,12 0,49 0,80 0,39 0,20 0,60 0,40 0,26 0,70 0,08 2,90 1,56 3,04 2,45 0,60 1,82 1,69 0,10 2,76 0,36 0,14 0,20 5,61 11,41 1,24 0,26 0,30 0,13 3,37 1,07
Lampiran 7 Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Lainnya yang di Konsumsi Contoh Jenis Makanan Agar-agar Coca cola Coklat manis, batang Coklat susu, batang Energen Es cone Es cream Es mambo Fanta Fantos wafer chocolato Frutang Happy jus Hore Jam selai Jasjus Jelly drink Kopi Madu Mountea Nutrisari Permen Pocari sweat Pop ice
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 0,14 0,10 2,60 0,12 2,40 1,21 0,48 0,31 1,70 0,08 1,86 2,60 1,30 1,04 0,06 52,16 0,99 1,60 0,45 0,55 0,40 0,55 0,08 0,08 1,56 4,06 0,14 0,08 0,10 3,04 72,38 1,73 0,46 0,43 9,80 2,60 0,08 2,28
70
Jumlah yg di konsumsi (g/kapita/hari) SD Swasta SD Negeri 0,05 0,72 0,10 0,79 0,10 0,71 2,06 0,04 0,05 0,10 0,08 0,22 0,26 10,98 5,47
Jenis Makanan Ragi Sambal (chili sauce) Saos tomat Selai coklat Selai kacang Setrup, sirup The The botol/kotak
Lampiran 8 Hasil uji statistik Correlations
Pengeluaran Energi
Status Gizi
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Pengeluaran Energi 1
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Status Gizi .561** .000 221 221 .561** 1 .000 221 221