Anni, Pengembangan Ubi Jalar Ungu sebagai Mie Kering
PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS), KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK SEKOLAH DASAR Ershelly Arfiah Wiraningrum, Astutik Pudjirahaju, Sugeng Iwan Setyobudi Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen 77C Malang E-mail:
[email protected]
Abstract: Food Snacks School Children (PJAS) plays an important role in the energy and nutrient adequacy of school children especially proteins. The purpose of research to analyze the value of energy and nutrients (carbohydrates, proteins, fats, and iron) PJAS in the Elementary School of Village Sukopuro District Jabung-Malang. There are 20 samples analyzed PJAS, showed that 3 PJAS according to the adequacy standard for meals quantitatively (the value of energy and nutrients) that weci B (345Kalori and 6.1 g of protein per 100 g), the contents of chocolate Molen (759 Calories and 6, 7 g protein per 100 g), and fried tempe contain 433 calories and 19.7 g of protein per 100 g), whereas qualitative (protein quality) 6 kinds PJAS that according to the standard of adequacy is Cilok and Tahu C, Chocolate Molen, Banana Molens, Fried Tempe,Fried Tofu, and Tofu Balado. Conclusion of the study, PJAS in the Sukopuro village still not according to the standards adequacy of energy and nutrients are recommended. Keywords: food snacks, energy and substance nutritional value, quality protein, dietary Allowance Abstrak: Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) berperan penting dalam memenuhi kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah khususnya protein. Tujuan penelitian menganalisis nilai energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, dan zat besi) PJAS di Sekolah Dasar Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Terdapat 20 sampel PJAS yang dianalisis, menunjukkan bahwa 3 PJAS memenuhi standar kecukupan untuk jajanan secara kuantitatif (nilai energi dan zat gizi) yaitu weci B (345Kalori dan 6,1 g protein per100 g), molen isi coklat (759 Kalori dan 6,7 g protein per100 g), dan tempe goreng 433 Kalori dan 19,7 g protein per100 g), sedangkan secara kualitatif (mutu protein) ada 6 macam PJAS yang sesuai standar kecukupan yaitu cilok+tahu C, molen isi coklat, molen isi pisang, tempe goreng, tahu goreng, dan tahu balado. Kesimpulan penelitian, PJAS di Desa Sukopuro masih belum memenuhi standar kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan. Kata Kunci: PJAS, nilai energi dan zat gizi, mutu protein, kecukupan gizi
PENDAHULUAN
PJAS sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di berbagai kelompok usia, salah satu diantaranya yaitu anak sekolah baik di perkotaan maupun di pedesaan (Winarno, 2004). Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melaporkan 99% anak Sekolah Dasar pada 18 provinsi di Indonesia selalu mengonsumsi PJAS. Hasil penelitian Yanti (2012) di Semarang sesuai dengan survei BPOM tentang kebiasaan jajan, yaitu 90,65% anak sekolah selalu jajan dan 43,76% anak sekolah tidak pernah sarapan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya setiap hari anak sekolah menghabiskan seperempat waktunya di sekolah dan lebih banyak menjumpai PJAS kaki lima di 25 lingkungan sekolah, sehingga sebagian besar anak
Riskesdas 2010 melaporkan rata-rata kecukupan energi anak usia sekolah (7-12 tahun) berkisar 71,6-89,1% dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, dan sebanyak 44,4% anak mengonsumsi energi dan zat gizi di bawah kecukupan minimal (2.050 Kalori). Selain itu, kontribusi energi dan zat gizi dari sarapan pagi pada anak sekolah masih rendah, sebesar 18% anak usia sekolah kurang dari 25% AKG (Khomsan, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) memegang peranan penting dalam memberikan kontribusi untuk memenuhi kecukupan energi dan ISSN 2460-0334 zat gizi, khususnya protein. 25
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 25-33
rutin mengonsumsi jajanan di sekolah (Adriani, 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan anak usia sekolah, antara lain kebiasaan sarapan pagi, banyaknya penjual PJAS di lingkungan sekolah menyebabkan anak-anak selalu jajan dan melewatkan waktu untuk sarapan pagi di rumah, sebagai gantinya anak jajan di sekolah untuk memenuhi kecukupan energi dan zat gizi sebagai kontribusi dalam mencukupi kecukupan energi dan zat gizi (Khomsan, 2003). Lebih lanjut, Khomsan (2003) menjelaskan bahwa perbandingan pola konsumsi makanan dalam sehari yang baik adalah konsumsi energi dari sumber karbohidrat 50-60%, protein 10-20%, dan lemak 20-30% dari total energi. Sedangkan, makanan selingan atau jajanan 20% dari angka kecukupan energi dalam sehari dengan perbandingan karbohidrat 10-12%, protein 2-4%, dan lemak 4-6% atau minimal harus mengandung energi 300 Kalori dan zat gizi 5 g protein untuk tiap anak dalam sehari (Inpres RI, 1997). Lebih lanjut dijelaskan, untuk meningkatkan kecukupan konsumsi energi dan zat gizi anak sekolah melalui PJAS harus memenuhi syarat yang tercantum di dalamnya, beragam jenisnya, bergizi seimbang dan aman, mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Akan tetapi, kandungan energi dan zat gizi PJAS tidak seimbang karena hanya terdapat satu atau dua jenis zat gizi berupa karbohidrat dan lemak, apabila ada zat gizi lain hanya dalam jumlah kecil (Inpres RI, 1997). PJAS berperan penting dalam memenuhi kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah khususnya protein. Apabila PJAS yang di jual di lingkungan sekolah sudah cukup baik mutu gizinya, anak-anak akan mendapatkan manfaat tambahan energi dan zat gizi, sehingga mampu memenuhi kecukupan energi dan zat gizi dalam tubuh (Sihadi, 2004). Sebaliknya, apabila mutu gizi PJAS tidak cukup baik, anak-anak tidak mampu memenuhi kecukupan energi dan zat gizi sehingga akan terjadi defisiensi energi dan zat gizi tertentu. Hal tersebut disebabkan karena pada PJAS tidak mengandung energi dan zat gizi yang cukup banyak dan pada umumnya lebih banyak mengandung karbohidrat dan lemak (Astawan, 2008). 26
Anak usia sekolah tidak hanya membutuhkan zat gizi berupa karbohidrat dan lemak, akan tetapi protein juga dibutuhkan untuk meningkatkan daya konsentrasi belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi anak di sekolah. Masalah gizi yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu masalah anemia gizi besi (AGB). Prevalensi anemia pada anak sekolah di Indonesia sekitar 26,4%, dimana di daerah pedesaan lebih tinggi (22,8%) dibanding daerah perkotaan (20,6%) (Riskesdas, 2013). Hal ini disebabkan anak sekolah dasar sering melewatkan sarapan pagi, sehingga membutuhkan kontribusi energi dan zat gizi yang dapat memenuhi kecukupan yang dianjurkan dalam sehari dengan PJAS yang dijajakan sekitar lingkungan sekolah. Penelitian Sulistyanto (2005) di Semarang menunjukkan bahwa konsumsi energi dan zat gizi PJAS di dua Sekolah Dasar yang berbeda yaitu di SDN Bendungan dan SD H. Isriati, masih di bawah Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, yaitu masing-masing 292 Kalori dan 245 Kalori dari rata-rata konsumsi per hari. Sedangkan kontribusi protein sudah memenuhi, yaitu 5 g dan 7 g rata-rata konsumsi protein per hari. Sejalan dengan penelitian Oktora (2009) di SDN Tunjungsekar 1 Kota Malang yang menunjukkan nilai energi dan zat gizi PJAS masih di bawah anjuran, yaitu 148 Kalori dan 3 g protein. Untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak agar sesuai dengan tahapan usia secara normal, memerlukan konsumsi energi dan zat gizi yang adekuat dan mengandung zat gizi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan menurut kelompok usia (11-12 tahun) yaitu 2.050 Kalori. Berdasarkan fakta-fakta di atas, kontribusi PJAS masih belum memenuhi Angka Kecukupan Gizi Jajanan yang dianjurkan, sedangkan pangan jajanan berperan penting bagi anak sekolah untuk memenuhi kecukupan energi dan zat gizi. Sekolah Dasar di Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang banyak menjajakan PJAS berupa cilok, jelly, dan lain-lain. Belum diketahui apakah nilai energi dan zat gizi PJAS tersebut memenuhi kecukupan energi dan zat gizi dari kecukupan dalam sehari. Oleh karena itu, ISSN 2460-0334
Anni, Pengembangan Ubi Jalar Ungu sebagai Mie Kering
diperlukan kajian penelitian tentang nilai energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak dan zat besi) PJAS terhadap kecukupan energi dan zat gizi anak Sekolah Dasar di Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. METODE PENELITIAN Jenis penelitian eksploratif, yaitu menganalisis nilai energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, dan zat besi) PJAS terhadap kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Populasi PJAS sebesar 27 sampel, selanjutnya ditetapkan 20 sampel berdasarkan kesediaan pedagang di lingkungan SD di Desa Sukopuro ditetapkan sebagai produk PJAS yang yang dianalisis. Penelitian ini dilakukan di 4 (empat) Sekolah Dasar di Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang pada Bulan Maret hingga April 2014. Pengolahan dan analisis data, meliputi : 1) nilai energi menggunakan faktor Atwater, dan ditetapkan melalui perhitungan komposisi karbohidrat, protein, dan lemak (Almatsier, S., 2001). 2) kadar zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, dan zat Besi) ditentukan secara empiris menggunakan Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI), 3) mutu protein meliputi mutu cerna (MC), NPU (Net Protein Utilization), PER (Protein Efficiency Ratio). HASIL PENELITIAN Desa Sukopuro merupakan desa yang memiliki potensi bidang pertanian yaitu produk jagung dan singkong. Lahan jagung di desa tersebut tergolong luas. Selain itu, Desa Sukopuro terdapat banyak industri, antara lain produksi tempe, kripik singkong, kripik pisang dan aneka kripik lainnya dengan bahan hasil pertanian di wilayah desa tersebut. Fasilitas pendidikan di Desa Sukopuro berupa Sekolah Dasar terdapat 4 (empat), yaitu SD Sukopuro 1, SD Sukopuro 2, SD Sukopuro 3, dan MI Islamiyah. Tiap sekolah belum terdapat kantin sekolah yang menjajakan PJAS sehat, hanya penjaja PJAS dari lingkungan sekitar sekolah atau
ISSN 2460-0334
dari luar desa yang menjajakan PJAS. PJAS yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 20 macam PJAS dan terbagi menjadi 4 jenis, yaitu panganan, makanan utama, minuman, dan buah-buahan. Ada 3 macam pangan jajanan yang memenuhi standar untuk PJAS, yaitu weci B, molen isi coklat, dan tempe goreng. Nilai energi dan kadar protein per 100 g masing-masing 345 Kalori dan 6,1 g protein, 759 Kalori dan 6,7 g, serta 433 Kalori dan 19,7 g protein. Kandungan gizi PJAS disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa masing-masing nilai energi dan kadar zat gizi PJAS berbeda. Sebanyak 60% PJAS jenis panganan dijajakan di lingkungan sekolah dengan komposisi bahan utama berasal dari tepung terigu. Penjaja PJAS jenis panganan banyak menjajakan panganan berupa cilok dengan komposisi, nilai energi dan kadar zat gizi yang masing-masing berbeda. Cilok-cilok tersebut masih belum memenuhi standar PJAS karena komposisi bahan yang digunakan kurang bervariasi. Cilok A merupakan pangan jajanan yang dijajakan di SD Sukopuro 1, komposisi bahan berupa tepung terigu, tepung tapioka, dan daging sapi. Proporsi tepung terigu dan tapioka lebih banyak dibandingkan dengan daging sapi, sehingga dapat memengaruhi kadar protein PJAS. Berbeda dengan cilok + tahu B, C, dan D, komposisi bahan Cilok + tahu B dan D berupa tepung terigu, tepung tapioka, daging sapi, dan tahu goreng, sedangkan cilok + tahu C berupa tepung terigu, tepung tapioka, tepung sagu, telur ayam, daging ayam, dan tahu goreng. Perbedaan komposisi bahan makanan mempengaruhi kadar protein masing-masing cilok, komposisi cilok berupa tahu goreng dan telur ayam dapat meningkatkat kadar protein dibandingkan dengan cilok A yang komposisinya hanya sedikit. Oleh karena itu, untuk memenuhi standar PJAS pada pangan jajanan cilok dapat dilakukan penambahan telur rebus yang kemudian dipotongpotong kecil dan dimasukkan dalam cilok atau menambah komposisi cilok dengan ikan lele. Penambahan bahan pangan pada PJAS akan meningkatkan nilai gizi, selain itu juga berdampak pada harga yang lebih tinggi. Pemenuhan nilai energi dan zat gizi berdasarkan standar yaitu energi 300 Kalori, 27
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 25-33
Tabel 1. Kandungan Gizi Pangan Jajanan Anak Sekolah/100 Gram
Nilai Energi dan Zat Gizi No. A
Jajanan
E (Kalori)
P (g)
L (g)
KH (g)
Fe (mg)
Jenis Panganan
1
Cilok A
159.3
4.2
2.0
14.4
0.2
2
Cilok + tahu B
184.5
7.4
4.9
37.8
2.1
3
Cilok + tahu C
186.6
7.7
7.8
21.7
4.7
4
Cilok + tahu D
157.6
5.1
1.8
32.7
0.6
5
Weci A
239.3
4.0
10.5
32.9
0.8
6
Weci B
345.2
6.1
21.0
34.7
1.1
7
Molen isi coklat
759.0
6.7
55.5
75.4
3.8
8
Molen isi pisang
698.5
4.9
49.7
69.1
1.3
9
Tempe goreng
432.5
19.7
24.3
37
3.7
10
Tahu goreng
203.4
9.7
18.5
2.5
4.2
11
Tahu balado
168.4
10.9
14.7
0.8
3.4
12
Kue badut
262.0
8.1
12.2
35.9
1
B
Jenis Makanan Utama
13
Nasi goreng A
222.4
1.8
11.8
26.9
3.6
14
Nasi goreng B
236.1
4.6
10
30.7
2.2
15
Bakmi
104.5
2.3
5.9
10.4
5.5
16
Bakso
269.4
14.6
9.7
49.2
3.2
C
Minuman
17
Jelly warna-warni
140.2
1.7
2
28.3
0.1
18
Es salju
82.9
0.1
1.7
16.4
0.1
19
Es pelangi
73.9
1.1
0.8
15.5
1.0
113.6
2.1
2.9
21.1
3.15
D 20
Buah-buahan Rujak buah
protein 5 g, lemak 8,3 g, karbohidrat 45 g dan zat besi 4 mg untuk 100 g PJAS. Kadar lemak 55% telah memenuhi standar. Distribusi pemenuhan nilai energi dan zat gizi pangan jajanan anak sekolah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa pemenuhan nilai energi dan zat gizi dominan pada kadar lemak, sedangkan nilai energi, kadar protein, karbohidrat, dan zat besi dalam rentang 55-85% belum memenuhi standar PJAS. Komposisi bahan dan cara pengolahan PJAS berpengaruh dalam
28
pemenuhan nilai energi dan kadar zat gizi, dan banyak PJAS yang diolah dengan cara digoreng disukai oleh siswa sekolah karena rasa yang gurih. Dalam memenuhi standar PJAS tidak hanya dari zat gizi lemak, akan tetapi zat gizi lain yang berperan dalam proses pertumbuhan juga harus terpenuhi khususnya protein. Nilai energi pangan jajanan anak sekolah hasil penelitian berkisar 74-759 Kalori dengan rata-rata 252 ± 185 Kalori per 100 g PJAS. Nilai energi tersebut kurang dari standar PJAS. Distribusi pangan jajanan anak sekolah berdasarkan standar ISSN 2460-0334
Anni, Pengembangan Ubi Jalar Ungu sebagai Mie Kering
Tabel 2. Pemenuhan nilai energi dan zat gizi pangan jajanan anak sekolah (PJAS) Energi dan Zat Gizi Energi Protein Lemak Karbohidrat Zat Besi
Memenuhi n 3 9 11 3 3
% 15 45 55 15 15
Tidak Memenuhi n % 17 85 11 55 9 45 17 85 17 85
Jumlah n 20 20 20 20 20
% 100 100 100 100 100
Tabel 3. Distribusi PJAS berdasarkan standar nilai energi
Standar Nilai Energi 300 Kalori < 300 Kalori Jumlah
Jumlah PJAS n % 3 15 17 85 20 100
Tabel 4. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar protein
Standar Kadar Protein 5g <5 g Jumlah
Jumlah PJAS n % 9 45 11 55 20 100
nilai energi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa PJAS 85% nilai energi kurang dari 300 Kalori. Seharusnya, konsumsi energi pada jajanan sesuai dengan yang dianjurkan yaitu lebih dari 300 Kalori. Kadar protein PJAS berkisar 0,1-19,7 g dengan rata-rata 6,1 ± 4,8 g/100 g. Rata-rata kadar protein tersebut sudah memenuhi standar yang ditentukan yaitu 6,1 gram protein. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar protein disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar protein pangan jajanan 55% belum memenuhi standar. Rendahnya kadar protein dalam PJAS disebabkan komposisi bahan pangan produk jajanan sebagian besar sumber karbohidrat dan lemak. Rata-rata komposisi PJAS berupa tepung terigu dan tapioka, yaitu pada pangan jajanan cilok, weci, molen, nasi goreng, dan bakmi. Pada kenyataannya, anak sekolah membutuhkan protein yang cukup untuk proses pertumbuhan dan
ISSN 2460-0334
Tabel 5. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar lemak Standar Jumlah PJAS Kadar Lemak n % 11 55 8,3 g < 8,3 g 9 45 Jumlah 20 100 Tabel 6. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar karbohidrat Standar Jumlah PJAS Kadar Karbohidrat n % 45 g 3 15 < 45 g 17 85 Jumlah 20 100 Tabel 7. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar zat besi
Standar Kadar Zat Besi 4 mg < 4 mg Jumlah
Jumlah PJAS n % 3 15 17 85 20 100
perkembangan otak yang mampu menunjang prestasi di sekolah, minimal kebutuhan protein untuk PJAS yaitu 5 gram. Kadar lemak PJAS berkisar 0,8-55,5 g dengan rata-rata 13,4 ± 15,9/100 g. Sebanyak 11 jenis PJAS yang memenuhi standar atau sebesar 55% yang memenuhi standar dan 45% yang belum memenuhi standar kadar lemak PJAS. Distribusi Pangan Jajanan Anak Sekolah berdasarkan standar kadar lemak disajikan pada Tabel 5. Kadar lemak PJAS 55% di atas 8,3 g lemak dan memenuhi standar untuk PJAS. Lemak menyumbang energi sebanyak 9 Kalori per 1 g lemak dan lebih besar dari zat gizi karbohidrat, sehingga lemak merupakan penyumbang energi terbesar. Selain itu, lemak juga memiliki cita rasa yang gurih dan menarik. PJAS dengan kadar lemak yang melebihi standar yaitu cilok, weci, molen, tempe goreng, kue badut, nasi goreng dan bakso. Kadar karbohidrat PJAS berkisar 0,8-75,4 g dengan rata-rata 29,7 ± 19,1 g/100 g. Sebanyak 17 jenis PJAS yang belum memenuhi standar.
29
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 25-33
Tabel 8. Mutu protein pangan jajanan anak sekolah/100 Gram No. A
Jajanan
Mutu Protein SAA
Mutu Cerna
NPU
PER
Jenis Panganan 1 2
Cilok A Cilok + tahu B
78.6 79.4
60.0 59.9
75.5 71.5
9.1 9.6
3
Cilok + tahu C
117.1
92.3
108.1
20.6
4
Cilok + tahu D
69.9
53.3
67.1
7.5
5
Weci A
105.0
177.8
93.4
18.4
6
Weci B
231.2
315.0
91.2
26.0
7 8
Molen isi coklat Molen isi pisang
187.0 253.5
384.0 454.5
169.5 238.0
19.0 23.5
9
Tempe goreng
304.6
303.0
277.0
55.7
10
Tahu goreng
250.0
180.0
225.0
43.0
11
Tahu balado
250.0
180.0
225.0
58.2
12
Kue badut
40.8
71.1
34.5
5.4
13
Jenis Makanan Utama Nasi goreng A
62.9
91.0
57.3
4.4
14
Nasi goreng B
74.5
73.0
70.8
10.3
15
Bakmi
53.4
45.7
36.6
4.6
16
Bakso
87.6
62.8
82.6
22.2
17
Minuman Jelly warna-warni
-
-
-
-
18
Es salju
-
-
-
-
19
Es pelangi
36.8
60.3
33.3
3.1
74.3
103.6
61.7
4.5
B
C
D
Buah-buahan 20
Rujak buah
Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar karbohidrat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat PJAS 85% kurang dari standar, yaitu 45 g. Hal ini disebabkan karena ada beberapa jajanan yang berupa minuman yang hanya mengandung sedikit karbohidrat. Selain itu, komposisi bahan makanan hanya berupa sirup atau gula yang menyumbang sedikit karbohidrat. Kadar zat besi PJAS berkisar 0,1-4,7 mg dengan rata-rata 2,3 ± 1,7 mg/100 g. Sebanyak 17 jenis PJAS yang belum memenuhi kadar zat besi yang dianjurkan. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar zat besi disajikan pada Tabel 7.
30
Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar zat besi pada pangan jajanan anak sekolah 85% belum memenuhi dan kurang dari standar, yaitu > 4 mg. Tidak tercukupinya kadar zat besi dalam PJAS dapat berdampak pada kurangnya konsumsi zat besi siswa sehingga terjadi anemia gizi besi. Manfaat PJAS untuk anak sekolah tidak hanya dalam segi pemenuhan energi dan zat gizi saja, akan tetapi mutu protein pada PJAS juga perlu diperhatikan. Terdapat 6 macam (30%) PJAS yang memenuhi mutu protein yaitu SAA, mutu cerna, NPU, dan PER, sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan
ISSN 2460-0334
Anni, Pengembangan Ubi Jalar Ungu sebagai Mie Kering
Tabel 9. Distribusi PJAS berdasarkan nilai mutu cerna Nilai Mutu Cerna Jumlah PJAS n % Baik ( 85) 14 70 Tidak baik (< 85) 6 30 Jumlah 20 100 Tabel 10. Distribusi PJAS berdasarkan nilai NPU
Nilai NPU Baik ( 100) Tidak baik (< 100) Jumlah
Jumlah PJAS n % 6 30 14 70 20 100
bahwa mutu protein cilok + tahu C, molen isi coklat, molen isi pisang, tempe goreng, tahu goreng, dan tahu balado adalah baik karena nilai SAA, mutu cerna, NPU dan PER memenuhi standar mutu protein. Dapat diketahui bahwa PJAS dengan nilai energi dan zat gizi memenuhi standar belum tentu baik mutu proteinnya yaitu weci B, weci B memenuhi standar nilai energi dan zat gizi PJAS akan tetapi mutu protein belum cukup baik. PJAS yang mutu gizinya baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat memberi manfaat untuk anak sekolah. PJAS yang secara kuantitatif dan kualitatif memenuhi yaitu molen isi coklat dan tempe goreng. Nilai mutu cerna PJAS dalam rentang 0-96,07 dengan rata-rata 75 ± 28,01 termasuk dalam kategori tidak baik. Distribusi PJAS berdasarkan nilai mutu cerna disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 menunjukkan bahwa mutu cerna dalam kategori baik sebesar 70%. Dikatakan baik apabila hasil perhitungan mutu cerna >85. Hasil perhitungan menunjukkan mutu cerna 14 jajanan dalam kategori baik, dan 6 jajanan tidak memenuhi nilai mutu cerna. Mutu cerna dapat menentukan mutu protein pada bahan makanan, sehingga apabila nilai mutu cerna 85 atau lebih dapat meningkatkan j uml ah asam ami no yang di serap untuk pertumbuhan. Komposisi PJAS sebagian besar berasal dari tepung-tepungan, jenis pangan tepung memiliki nilai mutu cerna 96, sehingga dapat
ISSN 2460-0334
Tabel 11. Distribusi PJAS berdasarkan nilai PER
Nilai PER Baik Tidak Baik Jumlah
Jumlah PJAS Laki-laki Perempuan n % n % 13 65 11 55 7 35 9 45 20 100 20 100
dikatakan 70% dengan mutu cerna baik. Nilai mutu cerna yang baik terdapat pada telur dan susu dengan nilai cerna 100, pada ikan dan daging 97, dan terigu 96. Hal tersebut menunjukkan bahwa protein yang berasal dari sumber protein hewani lebih mudah untuk dicerna dan diserap di dalam tubuh. Nilai Net Protein Utilization (NPU) PJAS hasil penelitian berkisar 0-123,9 dengan rata-rata 69,7 ± 42.3 dalam kategori tidak baik. Distribusi PJAS berdasarkan standar nilai NPU disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai NPU PJAS dalam kategori tidak baik atau tidak mudah cerna, yaitu sebesar 70%. Rata-rata nilai NPU PJAS sebesar 69,8 (baik, jika nilai NPU 100). Hal ini menunjukkan bahwa bagian protein dari PJAS yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh hanya sekitar 69,8%. Nilai Protein Efficiancy Ratio (PER) hasil penelitian berkisar 0-33,4 dengan rata-rata 11,3 ± 9,3 dalam kategori baik. Distribusi PJAS berdasarkan nilai PER disajikan pada Tabel 11. Nilai PER untuk anak usia sekolah yaitu laki-laki 6,1 dan perempuan 7,2. Nilai PER PJAS di Desa Sukopuro dalam kategori baik, yaitu nilai PER pada laki-laki sebesar 65% dan perempuan 55%. PEMBAHASAN Komposisi bahan pangan jajanan weci A dan B sama yaitu tepung terigu, wortel, dan kubis. Akan tetapi, yang memenuhi standar PJAS hanya weci B, hal ini disebabkan karena perbedaan berat tiap porsi yang disajikan. Weci A tiap porsi 50 g sedangkan weci B tiap porsi 25 g, sehingga mempengaruhi tiap 100 g weci A dan B. Kadar lemak weci A 10,5 g, sedangkan weci B 21,0 g atau dua kali dari weci A. Adriani (2012) menjelaskan bahwa lemak merupakan sumber
31
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 25-33
energi lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat. Kadar lemak yang tinggi dalam panganan weci B mengakibatkan jumlah energi meningkat dan mampu memenuhi standar PJAS. Pemenuhan pangan jajanan tersebut hanya bersumber dari satu zat gizi yaitu lemak. Hal ini tidak baik untuk kesehatan anak, apabila anak mengonsumsinya dalam jumlah banyak dan dilakukan secara terus menerus akan mengakibatkan obesitas pada anak. Jika tiap porsi pangan jajanan weci 50 g seperti pada weci A dan ditambahkan kacang tanah sebagai komposisi tambahan, maka akan berdampak baik terhadap pemenuhan energi dan zat gizi PJAS. Tahu goreng dan tahu balado merupakan pangan jajanan sumber protein. Nilai energi tahu goreng belum memenuhi standar PJAS, hal ini disebabkan karena hanya protein saja sebagai sumber pemenuhan kadar zat gizi, sehingga diperlukan komposisi bahan lain untuk memenuhi standar PJAS yaitu tepung terigu. Penambahan tepung terigu sebagai lapisan luar, dan isi berupa sayur wortel dan bihun mampu meningkatkan nilai energi dan kadar zat gizi pangan jajanan tersebut. Ada 4 macam pangan jajanan jenis makanan utama antara lain nasi goreng A, nasi goreng B, bakmi, dan bakso. PJAS tersebut masih belum memenuhi standar untuk PJAS. Nasi goreng A merupakan pangan jajanan yang dijajakan di SD Sukopuro 1. Komposisi nasi goreng A yaitu nasi dan mi basah, komposisi bahan ini kurang bervariasi dan hanya sumber karbohidrat. Untuk meningkatkan nilai energi dan zat gizi khususnya protein, pangan jajanan tersebut ditambahkan dengan bahan pangan lain, seperti telur dadar dan sayursayuran, sehingga selain meningkatkan zat gizi protein juga mampu meningkatkan zat besi. Anak usia sekolah membutuhkan nilai energi dan zat gizi yang cukup untuk menunjang prestasi di sekolah, dengan konsumsi yang cukup akan membantu proses belajar dan meningkatkan konsentrasi belajar anak di sekolah. Nasi goreng B sudah lebih baik dibandingkan nasi goreng A, karena pada nasi goreng ini sudah bervariasi komposisi bahan makanannya dengan menambahkan telur dadar. Untuk meningkatkan kadar zat besi lebih baik
32
dilakukan penambahan bahan lain, berupa sayuran bayam. Meskipun sudah ada tambahan telur dadar, namun jumlah telur dadar tersebut hanya sedikit, sehingga kadar protein belum dapat memenuhi standar PJAS. Oleh karena itu, sebaiknya porsi telur dadar tersebut lebih banyak agar mampu memenuhi standar kecukupan protein. Nilai energi dan kadar zat gizi pangan jajanan jenis minuman dan buah-buahan lebih rendah dibandingkan dengan jenis panganan dan makanan utama. Hal ini disebabkan karena pada jenis minuman komposisi bahan pangan berupa susu, agar-agar, dan sirup yang rendah nilai energi dan kadar zat gizi. Hasil penelitian Febry (2006) menunjukkan bahwa dengan melakukan kombinasi pangan jajanan jenis minuman dengan jenis panganan atau makanan utama mampu memenuhi standar PJAS, sehingga dapat melengkapi pemenuhan standar energi dan zat gizi PJAS. Sebagaimana dijelaskan Eka (2007), pola konsumsi tidak hanya sekedar makanan dan minuman utama saja, melainkan jajanan juga berperan dalam menyumbangkan sebagian energi sebagai pemenuhan energi dan zat gizi anak sekolah. PENUTUP Nilai energi dan zat gizi PJAS yang memenuhi standar kecukupan hanya sebesar 15% (dari 20 sampel), yaitu weci B, molen isi coklat, dan tempe goreng. Masing-masing nilai energi dan protein per 100 g PJAS adalah 345 Kalori dan 6,1 gram, 759 Kalori dan 6,7 gram, dan 433 Kalori dan 19,7 gram. Nilai energi dan zat gizi PJAS di Desa Sukopuro 85% belum memenuhi standar kecukupan energi dan zat gizi. Mutu protein PJAS yang memenuhi standar hanya sebesar 30% (dari 20 sampel), yaitu cilok+tahu C, molen isi coklat, molen isi pisang, tempe goreng, tahu goreng, dan tahu balado. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hanya sebesar 10% PJAS di Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur yang memenuhi nilai energi, zat gizi, dan mutu protein yaitu molen isi coklat, dan tempe goreng.
ISSN 2460-0334
Anni, Pengembangan Ubi Jalar Ungu sebagai Mie Kering
Saran penelitian adalah diperlukan modifikasi PJAS yang belum memenuhi standar nilai energi dan zat gizi, maupun mutu protein dengan cara menambahkan bahan makanan tinggi protein. Contoh, pada PJAS yang banyak diminati anak sekolah yaitu cilok, untuk meningkatkan mutu gizi dapat ditambahkan ikan lele yang relatif murah pada cilok tersebut, sehingga mampu meningkatkan mutu protein. Bagi anak sekolah diperlukan pendidikan untuk dapat lebih cerdas dalam memilih PJAS yang dijajakan di lingkungan sekolah. Selain itu, mengkombinasikan PJAS jenis makanan utama dengan minuman akan lebih baik karena pemenuhan zat gizi akan lebih bervariasi. Bagi pihak sekolah diperlukan perencanaan terhadap fasilitas kantin sehat di sekolah agar PJAS yang dijajakan terjamin mutu gizi dan keamanan pangannya. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2008. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Adriani, M., dkk. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta : Kencana Astawan, M. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta : Gramedia Beck, M. E. 2011. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya Penyakit-Penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : CV. Andi Offset BPOM. 2013. Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi. http:// www.fortunepr.com/newsroom/1549-menujupangan-jajanan-anak-sekolah-yang-amanbermutu-dan-bergizi.html Departemen Kesehatan RI. 2010 dan 2013. Laporan Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2010. Badan Litbang Kes Depkes RI
ISSN 2460-0334
Febry, F. 2006. Penentuan Kombinasi Makanan Jajanan Tradisional Harapan untuk Memenuhi Kecukupan Energi dan Protein Anak Sekolah Dasar di Kota Palembang. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang Gichara, J. 2010. Ibu Bijak Menghasilkan Anak yang Hebat. Jakarta : Elex Media Komputindo Inpres RI. 1997. Lampiran pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia pelaksanaan tahun keempat Repelita VI (1 April 1997/98 s/d 31 Maret 1998/99). Pedoman Instruksi Presiden RI. No. 1 Tahun 1997 Hardinsyah dan V. Tambunan. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi Kartasapoetra, G., dan Marsetyo, H. 2002. Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, Kesehatan, dan Produktifitas Kerja. Jakarta : Rineka Cipta Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : Raja Grafindo Persada Muchtadi, D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung : Alfabeta Oktora, F. D. 2009. Analisis Mutu Gizi Makanan Jajanan di Kantin SDN Tunjung Sekar 1 Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Jurusan Gizi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 18 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah Sihadi. 2004. Makanan Jajanan Bagi Anak Sekolah. Jurnal Kedokteran Yarsi Sulistyanto, J. 2005. Kontribusi Makanan Jajanan terhadap Tingkat Kecukupan Energi dan Protein serta Status Gizi dalam kaitanya dengan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar. Artikel Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Winarno, F. G. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor : M-BRIOS PRESS
33