perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI, KARBOHIDRAT, DAN PROTEIN DARI MAKANAN JAJANAN DENGAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
TRIASIH ARIMURTI G 0005198
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan antara Asupan Energi, Karbohidrat, dan Protein dari Makanan Jajanan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Usia 9-12 Tahun
Triasih Arimurti, G0005198, Tahun 2010
Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Jumat, Tanggal 30 Juli 2010
Pembimbing Utama Nama NIP
: Prof. Bhisma, dr., MPH., M.Sc., PhD : 19551021 199412 1 001
( ……………………...)
Pembimbing Pendamping Nama NIP
: Anik Lestari, dr.,M.Kes. : 19680805 200112 2 001
( ……………………...)
Penguji Utama Nama NIP
: Zainal Abidin, dr., M.Kes. : 19460202 197610 1 001
( ……………………...)
Penguji Pendamping Nama NIP
: Widardo, Drs., M.Sc. : 19631216 199003 1 001
( ……………………...)
Surakarta, Ketua Tim Skripsi
Dekan FK UNS
Sri Wahyono, dr., M.Kes. DAFK. NIP. 19450824 197310 1 001
Prof. Dr. A.A Subijanto, dr., MS. NIP. 19481107 197310 1 003
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 30 Juli 2010
TRIASIH ARIMURTI NIM. G0005198
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Triasih Arimurti, G0005198, 2010, Hubungan antara Asupan Energi, Karbohidrat, dan Protein dari Makanan Jajanan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Usia 9-12 Tahun. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penjualan makanan jajanan merupakan fenomena yang lazim ditemukan pada sekolah tingkat dasar. Di sisi lain terdapat sejumlah survei yang menemukan sejumlah anak sekolah dasar yang mengalami gizi kurang atau buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein, dari makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar usia 9-12 tahun. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Dengan menggunakan simple random sampling, besar sampel dalam penelitian ini adalah 59 responden. Asupan zat gizi diperoleh dengan mengolah 24-hours food recall menggunakan Nutrisurvey. Sementara itu, klasifikasi status gizi didapat dari hasil pengukuran berdasar Z-Skor (BB/U). Hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dengan status gizi dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman (data kontinu) dan uji KruskalWallis (data kategorikal). Penelitian ini menemukan, terdapat hubungan antara asupan energi (Kal), karbohidrat (g), dan protein (g) dari makanan jajanan, dengan status gizi (BB/U) pada anak SD usia 9-12 tahun. Makin besar jumlah asupan energi, karbohidrat, maupun protein dari makanan jajanan, makin besar kecenderungan anak untuk berstatus gizi yang lebih tinggi. Hubungan masing-masing jenis asupan energi, karbohidrat, dan protein dengan status gizi (BB/U) secara statistik signifikan (berturut-turut, p= 0.004, p=0.015, dan p=0.013). Penelitian ini menyimpulkan, terdapat hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar usia 9-12 tahun. Orang tua dapat menambahkan makanan jajanan sebagai makanan utama untuk meningkatkan status gizi anak yang berstatus gizi kurang atau gizi buruk. Pada saat yang sama orang tua seharusnya mengetahui kemungkinan bahwa makanan jajanan dapat menyebabkan kelebihan berat badan atau obesitas bagi anak yang sudah mempunyai berat badan normal. Kata Kunci : asupan energi, karbohidrat, protein, makanan jajanan, status gizi anak
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Triasih Arimurti, G0005198, 2010. The Associations between Intake of Energy, Carbohydrate, and Protein Taken from Side Meal, and Nutritional Status Among Primary School Children Aged 9 to 12 Years Old. Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. The sale of meal is a phenomenon commonly present at primary schools. Some surveys have shown that there are considerable number of poor nutrition and undernutrition cases among primary school children. This study aimed to examine the relationships between intake of energy, carbohydrate, and protein taken from side meal, and nutritional status among primary school children aged 9 to 12 years old. This study was analytic and observational using cross sectional approach. A sample of 59 primary school children was selected at random. The nutritional intake was assessed on 24-hours food recall by use of Nutrisurvey instrument. The main nutritional status under study was Weight-for-Age Z score. The relationships between intake of energy, carbohydrate, and protein were analyzed by Spearman correlation (continuous data) and Kruskal-Wallis test (categorical data). This study found, there were relationships between intake of energy (Kal), carbohydrate (g), as well as protein (g) taken from the side meal, and nutritional status (Weight-for-Age) among primary school children aged 9 to 12 years old. The larger intake of energy, carbohydrate, and protein the more likely is a child to have a higher nutritional status. The relationship between each kind of side meal and the nutritional status was statistically significant (p= 0.004, p=0.015, and p=0.013, respectively). This study concludes that there are relationships between intake of energy, carbohydrate, and protein taken from the side meal, and nutritional status (Weight-for-Age) among primary school children aged 9 to 12 years old. Parents can add side meal onto the main meal to increase the nutritonal status of children with poor nutrition or undernutrion status. At the same time parents should be aware of the likelihood of side meal to cause overweight or obesity for children who already have normal weight. Key Words : intake of energy, carbohydrate, protein, side meal, child nutritional status
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ‘Hubungan Antara Asupan Energi, Karbohidrat, dan Protein dari Makanan Jajanan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Usia 9-12 Tahun’. Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan lancar tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak pihak. Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. H. A. A. Subiyanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Sri Wahjono, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta staf skripsi yang telah memberi pengarahan. 3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH., MSc., PhD., selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran serta motivasi dalam pembuatan skripsi. 4. Anik Lestari, dr., M.Kes, selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam pembuatan skripsi. 5. Zainal Abidin, dr., M.Kes, selaku penguji utama yang memberikan arahan sehingga menjadi koreksi demi penyempurnaan skripsi. 6. Widardo, Drs., M.Sc, selaku penguji pendamping yang memberikan kritik dan saran dalam pembuatan skripsi. 7. Keluargaku tercinta, Bapak, Ibu, Mbak Atik, Mbak Lilis, dan Ida yang telah memberikan doa dan motivasi serta keponakanku (Dimas, Danish, Dinda) yang memberikan semangat dalam pembuatan skripsi. 8. Teman-teman PBL B3 Jatipuro 9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak yang membutuhkan . Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Surakarta, 30 Juli 2010 Triasih Arimurti commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman PRAKATA .................................................................................................... .vi DAFTAR ISI ................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ......................................................................................... .ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ..x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. .xi BAB I.
PENDAHULUAN ........................................................................ ..1 A. Latar Belakang Masalah. ....................................................... ..1 B. Perumusan Masalah ............................................................... ..3 C. Tujuan Penelitan .................................................................... ..4 D. Manfaat Penelitian ................................................................. ..4
BAB II. LANDASAN TEORI.. ................................................................. ..5 A. Tinjauan Pustaka.. ................................................................. ..5 1. Makanan Jajanan..................................................................5 2. Status Gizi ........................................................................ 18 3. Hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dengan status gizi anak ......................................................23 B. Kerangka Pemikiran .............................................................. 26 C. Hipotesis ................................................................................ 26 BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................. 27 A. Jenis Penelitian ...................................................................... 27 B. Lokasi Penelitian ................................................................... 27 C. Subjek Penelitian ................................................................... 27 D. Teknik Sampling ................................................................... 28 E. Besar Sampel ......................................................................... 28 F. Rancangan Penelitian ............................................................ 29 G. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................. 29 H. Definisi Operasional Variabel Penelitian .............................. 30 commit to user I. Instrument Penelitian ............................................................. 31 vii
perpustakaan.uns.ac.id
J.
digilib.uns.ac.id
Cara Pengambilan Data..........................................................33
K. Teknik Analisis Data..............................................................33 BAB IV. HASIL PENELITIAN .................................................................. 34 BAB V.
PEMBAHASAN .......................................................................... 43
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................48 LAMPIRAN
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Penilaian status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, BB/TB standart baku antropometri WHO Tabel 4.1 Karakteristik sampel (data kontinu) Tabel 4.2 Karakteristik sampel menurut jenis kelamin dan kelas SD Tabel 4.3 Karaktersitik sampel tentang kebiasaan sarapan dan jajan Tabel 4.4 Disribusi frekuensi status gizi, baik BB/U, TB/U, maupun BB/TB, pada sampel Tabel 4.5 Hubungan antara nilai Z score (BB/U) dan asupan energi (Kal), karbohidrat (g), dan protein (g), diukur dengan koefisien korelasi Spearman
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangkan Pemikiran Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian Gambar 4.1 Hubungan antara asupan energi (Kal) dan nilai Z score (BB/U) Gambar 4.2 Hubungan antara asupan karbohidrat (g) dan nilai Z score (BB/U) Gambar 4.3 Hubungan antara asupan protein (g) dan nilai Z score (BB/U) Gambar 4.4 Hubungan antara asupan energi (Kal) dan status gizi (BB/U) Gambar 4.5 Hubungan antara asupan karbohidrat (g) dan status gizi (BB/U) Gambar 4.6 Hubungan antara asupan protein (g) dan status gizi (BB/U)
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Surat Ijin Penelitian Lampiran B. Kuesioner Penelitian Lampiran C. Kuesioner 24-Hours Food Recall Lampiran D. Output Analisis Nutrisurvey Lampiran E. Data-data Hasil Penelitian Lampiran F. Hasil Analisis Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan investasi sumber daya manusia (SDM) yang memerlukan perhatian khusus untuk kecukupan status gizinya sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan. Zat gizi dari makanan merupakan sumber utama memenuhi kebutuhan anak untuk tumbuh kembang optimal sehingga dapat mencapai kesehatan yang paripurna (kesehatan fisik, mental, dan sosialnya) (Chaerunnisa, 2008). Indonesia dan negara berkembang lain pada umumnya masih didominasi oleh empat masalah gizi utama. Masalah tersebut adalah Kurang Energi dan Protein, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium, Anemia Gizi Besi, dan Kurang Vitamin A (Kurniawan dalam Nainggolan dan Kristiani, 2006). Menurut Sediaoetama (2006), anak sekolah merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap ketidakcukupan gizi, sehingga anak sekolah harus dipantau agar ketidakcukupan gizi bisa dihindari. Bahaya yang pelanpelan berwujud pada pembentukan karakter konsumerisme anak bangsa dan pembentukan generasi masa depan yang miskin kreativitas sebagai akibat minimnya asupan gizi yang sehat pada masa kanak-kanaknya (Taryadi, 2007). Herry (2009) mengemukakan bahwa dalam ilmu kesehatan masyarakat penyebab langsung malnutrisi adalah ketidakseimbangan antara asupan makanan. commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Menurut Suyitno (2009) dari Data Departemen Kesehatan Tahun 2007, dari 4.7 juta balita yang mengalami malnutrisi, 82% diantaranya mengalami kurang gizi dan 18% berisiko gizi buruk. Sedangkan Toriola (2000) memperkirakan 4% dari seluruh anak-anak yang dilahirkan di negaranegara berkembang meninggal dunia akibat malnutrisi sebelum berusia lima tahun. Menurut Dinkes DKI Jakarta yang dikutip dalam Suara Pembaharuan (2009), menjelaskan bahwa dari hasil penelitian, dari sebanyak 28.4% anak SD mengalami kurang gizi akut dan 29.3% kurang gizi kronis. Status gizi kurang dan buruk anak usia SD yang dihitung menurut umur dan berat badan mencapai 28.4% tampak pada fisik yang kurus. Menurut Bardosono yang dikutip dalam Kompas (2008), menjelaskan bahwa dari penelitian terhadap 220 anak di lima Sekolah di Jakarta, asupan kalori anak-anak umumnya di bawah 100% dari kebutuhan mereka. Dari total anak yang diteliti, 94.5% mengonsumsi kalori di bawah angka kecukupan gizi yang dianjurkan, yakni 1800 kilo kalori. Untuk asupan protein sebanyak 64.5% di bawah batas kecukupan, zat besi sebesar 91.8%dan seng sebanyak 98.6% di bawah kebutuhan yang seharusnya. Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak-anak sekolah baik di kota maupun pedesaan di Indonesia, didapatkan kenyataan bahwa pada umumnya berat dan tinggi badan rata-rata anak sekolah dasar berada di bawah ukuran normal. Tidak jarang pula pada anak sekolah dasar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
ditemukan tanda-tanda penyakit gangguan gizi, baik dalam bentuk ringan maupun dalam bentuk berat (Moehji, 2003). Dari hasil uji sampel di 7 sekolah dasar di Kabupaten Karanganyar dari 30 sampel jajanan yang diuji 53.3 % TMS (tidak memenuhi syarat) yaitu mengandung : pemanis buatan (sakarin, siklamat, aspartam) positif label tidak mencantumkan kandungan pemanis buatan : 15 sampel, sedangkan pewarna dilarang (auramin, methanil yellow, rhodamin B) : 1 sampel (Suryani, 2008). Moehji (2003) berpendapat bahwa, terlalu sering mengkonsumsi makanan jajanan akan mempengaruhi status gizi karena makanan jajanan tersebut kebanyakan mengandung tinggi karbohidrat, sehingga membuat cepat kenyang, selain itu kebersihan dan standar gizi dari makanan jajanan itu sendiri masih diragukan. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui tentang hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar usia 9-12 tahun. B. Perumusan Masalah Adakah hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar usia 9-12 tahun?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar usia 912 tahun. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui asupan energi, karbohidrat, dan protein pada anak sekolah dasar usia 9-12 tahun. b. Mengukur status gizi pada anak sekolah dasar usia 9-12 tahun D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan status gizi, khususnya anak sekolah dasar usia 9-12 tahun. 2. Manfaat Praktis Diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi orang tua/masyarakat, petugas
kesehatan
dan
guru/penanggung
jawab
sekolah
untuk
meningkatkan peran serta mereka dalam memantau pemilihan makanan jajanan anak yang lebih bergizi terutama yang mengandung energi, karbohidrat dan protein agar anak dapat tumbuh kembang secara optimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Makanan Jajanan a. Definisi Makanan Jajanan adalah kue atau panganan yang dijajakan (Depdikbud, 1999). Makanan jajanan merupakan campuran dari berbagai bahan makanan yang dianalisis secara bersamaan dalam bentuk olahan (Supariasa dkk, 2002). Menurut FAO dalam Februhartanty dan Iswarawanti (2004), makanan jajanan (street food) didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang disajikan dalam wadah/sarana penjualan yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan/dimasak di tempat produksi/dirumah/ ditempat berjualan yang dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa persiapan atau pengolahan lebih lanjut. b. Fungsi dan Jenis Makanan Jajanan Kebutuhan zat gizi berbeda-beda menurut umur, kecepatan pertumbuhan, banyaknya aktivitas fisik, efisiensi penyerapan dan utilisasi makanannya. Pertumbuhan dan perkembangan yang sehat tergantung pada masukan makanannya (Pudjiadi, 2003). Makanan yang mengandung gizi cukup dan seimbang diartikan sebagai makanan yang commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
menyediakan semua zat gizi dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. (Tirtawinata, 2006). Menurut Prasetyo (2007), secara umum jajanan anak sekolah sangat membantu sekali dalam pemenuhan kalori dalam sehari, dimana selama berada di sekolah, sumbangsih kalori dari jajanan di sekolah berperan penting sekitar 30% dari total kalori. Fungsi makanan secara umum : 1) Sebagai sumber energi atau tenaga Zat-zat
gizi
yang
dapat
memberikan
karbohidrat, lemak, dan protein.
Oksidasi
energi
adalah
zat-zat gizi ini
menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan aktivitas (Almatsier, 2004). Selain itu energi diperlukan juga untuk aktifitas internal tubuh/kegiatan organ-organ misalnya detak jantung, pernafasan, pengaliran darah, pengaturan suhu badan dan pencernaan (Tirtawinata, 2006). 2) Menyokong pertumbuhan badan dan memelihara jaringan tubuh Zat gizi berperan dalam pembentukan sel baru atau bagianbagiannya.
Pada
pertumbuhan
dibentuk
sel-sel
baru
yang
ditambahkan kepada sel-sel baru untuk menggantikan sel-sel lama yang telah rusak atau aus terpakai (Almatsier, 2004). Protein, mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel-sel yang rusak (Sediaoetama, 2006). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
3) Mengatur Proses tubuh Makanan berfungsi dalam pembentukan enzim dan hormon yang mengatur berbagai proses kimiawi dalam tubuh, berperan sebagai pembentuk sistem kekebalan tubuh yang disebut antibodi atau imunitas (Tirtawinata, 2006). Protein, mineral, air dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai penangkal organisme yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh. Mineral dan vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam prosesproses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot serta proses lain termasuk proses menua. Air diperlukan untuk melarutkan bahanbahan di dalam tubuh, seperti di dalam darah, cairan pencernaan, jaringan dan mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/ekskresi serta proses tubuh lain (Sediaoetama, 2006). Sedangkan menurut Depdikbud (1993), makanan jajanan ditinjau dari fungsinya : 1) Makanan jajanan sebagai pengganti makanan utama. Makanan yang dimaksud adalah makanan yang dalam keadaan tertentu (bepergian, bekerja) dapat menggantikan saat makan utama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
2) Makanan jajanan sebagai makanan. Makanan yang dimaksud adalah makanan jajanan yang memiliki zatzat yang diperlukan tubuh yang tidak ditemukan pada makanan sehari-hari, karena makanan jajanan tersebut mungkin tidak pernah disediakan di rumah. 3) Makanan jajanan sebagai hiburan. Makanan yang dimaksud adalah semua jenis makanan yang berfungsi sebagai hiburan. Untuk makanan yang berfungsi sebagai hiburan ini sebagian besar biasanya berupa makanan kecil/makanan ringan, sebab dapat dipakai sebagai teman santai bersama keluarga. Jenis makanan jajanan menurut Winarno dalam Mulyati (2003), dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu : 1) Makanan utama seperti nasi rames, nasi pecel, mie ayam, bubur ayam, dan sebagainya. 2) Snack atau panganan seperti kue-kue, onde-onde, pisang goreng, dan sebagainya. 3) Golongan minuman seperti es krim, es cendol, es teler, es buah, es teh, dan sebagainya. 4) Buah-buahan segar. Sedangkan menurut Muktamar (2008), mengklasifikasikan jenis makanan jajanan dalam 3 kelompok makanan berdasarkan sumber produksinya yaitu : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
1) Makanan dan minuman kemasan pabrik 2) Makanan dan minuman pedagang lokal 3) Makanan dan minuman yang dijual para pedagang keliling c. Kandungan Zat Gizi Makanan Jajanan 1) Energi/Kalori Makanan
seorang
anak
harus
mengandung
protein,
karbohidrat, lemak, air, vitamin dan mineral. Energi untuk metabolisme, dihitung dalam kilokalori (kkal), berasal dari protein (4 kkal/gr), karbohidrat (4 kkal/gr), dan lemak (9 kkal/gr). Khusus untuk
anak
kkal/kgBB/hari
sekolah, dan
kecukupan
kecukupan
energinya
proteinnya
antara 1
80-90
gr/kgBB/hari,
sedangkan untuk distribusi kalori makanan dengan gizi seimbang didapat dari 9-15% protein, 35-45% lemak dan 45-55% karbohidrat (Judarwanto, 2008). Asupan kandungan nutrisi tersebut harus mempertimbangkan porsi atau varian makanan yang dikonsumsi (Suyitno, 2009). Muatan energi di dalam makanan bergantung terutama pada kandungan karbohidrat, protein, lemak dan alkoholnya. Jumlah energi dalam makanan atau zat gizi, dapat ditentukan dengan jalan membakar makanan tersebut di dalam bom kalorimeter. Panas yang kemudian dihasilkan diukur. Tiap jenis makanan akan mengeluarkan sejumlah energi tertentu jika dibakar atau dimetabolisasi oleh tubuh. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Jumlah kalori yang kemudian dihasilkan bergantung pada komposisi makanan tersebut (protein, karbohidrat, dan lemak) (Arisman, 2004). a) Karbohidrat Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, disamping membantu
pengaturan
metabolisme
protein.
Kecukupan
karbohidrat di dalam diet akan mencegah penggunaan protein sebagai sumber energi. Dengan demikian, fungsi protein sebagai bahan pembentuk jaringan dapat terlaksana. Inilah yang dimaksud dengan “sparing effect”. Karbohidrat terhadap protein (Arisman, 2004). Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera. Dimana sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk disimpan sebagai cadangan energi dalam jaringan lemak (Almatsier, 2004). b) Lemak Lemak juga bertindak sebagai sumber energi, namun fungsi pokoknya adalah memasok asam-asam lemak esensial. Agar dapat berfungsi dengan baik, tubuh membutuhkan lemak sebanyak (maksimal) 30% dari kebutuhan energi total (Arisman, 2004). c) Protein Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat tubuh lain, yaitu membangun serta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2004). Protein tidak dapat langsung dimetabolisme, tapi harus diubah dahulu menjadi karbohidrat atau lemak. Dengan demikian protein tidak dapat diandalkan sebagai sumber energi dalam keadaan mendadak (akut) (Arisman, 2004). Defisiensi protein hampir selalu, atau praktis selalu bergandengan dengan defisiensi kalori. Asosiasi kedua penyakit ini dapat dipahami melalui berbagai hubungan antara protein dan energi (Sediaoetama, 2006). Hubungan metabolisme terdapat antara energi dan protein, yaitu bahwa protein merupakan salah satu penghasil energi. Jadi bila energi kurang cukup di suatu hidangan, maka protein lebih banyak dikatabolisme menjadi energi. Ini berarti semakin kurang protein yang tersedia untuk keperluan lain, termasuk untuk sintesis protein tubuh (Sediaoetama, 2006). Suplai energi bagi pemeliharaan sel lebih diutamakan daripada suplai protein bagi pertumbuhan. Maka bilamana jumlah energi dalam makanan sehari-hari tidak cukup, sebagian masukan protein makanan akan dipergunakan sebagai energi, hingga mengurangi bagian yang diperlukan bagi pertumbuhan. Bahkan jika masukan energi dan protein jauh dari cukup, proses katabolisme akan terjadi terhadap otot-otot untuk menyediakan glukosa bagi energi dan asam-asam untuk sintesis protein yang sangat esensial (Pudjiadi, 2003).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Energi yang digunakan oleh tubuh dibedakan oleh 2 hal yaitu : a) Energi untuk kebutuhan fisiologis tubuh dalam keadaan basal/metabolisme basal. Metabolisme basal adalah energi minimal yang diperlukan untuk melakukan proses biologis tanpa melakukan kerja luar. Energi ini digunakan untuk denyut jantung, gerak alat-alat pencernaan, gerak alat pernapasan, alat urogenital, sekresi kelenjar-kelenjar, biolistrik syaraf dan sejenisnya. Sedangkan seseorang dikatakan dalam kondisi basal jika tidak dalam keadaan tidur, tetapi secara rileks terlentang tidak melakukan aktifitas (Asfuah S. dan Proverawati A., 2009) b) Energi untuk melakukan kerja luar Adalah energi yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan kerja luar yang merupakan tambahan terhadap energi basal. Energi ini pada dasarnya juga berasal dari energi pokok yang dapat diukur dengan kalorimetrik langsung misalnya dengan kantung dauglas dan spirometer kofrany michaelis (Asfuah S. dan Proverawati A., 2009). 2) Vitamin Vitamin
merupakan
zat-zat
organik
kompleks
yang
dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan bagi tubuh. Vitamin berperan dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh dan pada umumnya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim. Vitamin dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut air yaitu vitamin C dan vitamin B (thiamin, riboflavin, niacin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6, Kobalamin, dan folat) (Almatsier, 2004). 3) Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro (natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, magnesium dan sulfur) dan mineral mikro (besi, seng, iodium, selenium, tembaga, mangan, fluor, khrom, molibden, arsen, nikel, silikon, dan boron) (Almatsier, 2004). d. Kandungan Zat Kimia Makanan Jajanan Menurut Intisari (1996) yang dikutip dalam Khomsan (2004), menyebutkan jajanan khususnya yang dijual di pinggir jalan rentan terhadap polusi debu maupun asap knalpot. Sering kali makanan tersebut tidak disiapkan secara higienis atau juga mempergunakan bahan-bahan yang berbahaya seperti zat pewarna karena alasan murah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Sedangkan menurut Environment Nutrition dalam Sitorus (2009), bahan makanan tambahan pada makanan adalah setiap substansi, selain dari makanan itu sendiri sebagai pokok yang menjadi bagian dari makanan itu sebagai hasil proses olahan, pembungkusan atau penyimpanan. Sitorus (2009), mengemukakan tujuan pemakaian bahan tambahan (food additives) adalah : 1) Mengawetkan makanan itu sehingga tidak cepat rusak 2) Meningkatkan kadar gizinya 3) Membantu dalam mengolah dan menyiapkannya, antara lain : Mengontrol kadar keasamannya, menjaga kelembaban, mencegah agar tidak terjadi terlalu encer atau terlalu kentaldan menstabilkan makanan. 4) Untuk maksud-maksud kosmetik atau penampilan makanan tersebut, seperti : warnanya, aromanya, dan peningkatan rasanya. Penelitian menunjukkan bahwa apabila warna dari sesuatu makanan sudah berubah dari yang sebenarnya, maka makanan itu sudah berkurang mutunya atau bahkan sudah rusak. Berdasarkan kenyataan inilah sering penjual bahan makanan, yang tidak bertanggung jawab melakukan tindakan untuk menyiasati pembeli dengan cara membubuhi zat tertentu pada makanan yang dijualnya agar kelihatan segar dan bagus, yang sebenarnya tidak demikian (Sitorus, 2009). Keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan. Pada penelitian jajanan sekolah yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
dilakukan dibeberapa sekolah ternyata tercemar mikrobiologis dan kimiawi, yang umum ditemukan adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam berat), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil), rhodamin B (pewarna merah pada tekstil) dan lain-lain (Februhartanty dan Iswarawanti, 2004). e. Syarat Makanan Jajanan Yang Baik Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat (2001), mengemukakan makanan jajanan yang baik meliputi : makanan yang sehat yaitu makanan yang memenuhi triguna makanan; makanan yang bersih yaitu makanan yang bebas dari lalat, debu, dan serangga; makanan yang aman yaitu makanan yang tidak mengandung bahan berbahaya yang dilarang untuk makanan, seperti zat pewarna dan zat pengawet yang diperuntukkan bukan untuk makanan dan tidak tercemar oleh bahan kimia yang membahayakan manusia; makanan yang halal yaitu makanan yang tidak bertentangan dengan agama yang dianut oleh siswa. Adapun ciri-ciri makanan yang tidak layak dikonsumsi adalah sebagai berikut : makanan bau basi, makanan yang berubah warna; makanan yang kadaluarsa; makanan yang berjamur; makanan yang mengeras/mengering; makanan yang berulat/mengandung benda asing, makanan yang sudah lembek, berlendir, atau berbusa; makanan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
kemasan yang rusak; dan makanan yang rasanya sudah berubah (Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat, 2001). Pola makan seseorang berkaitan erat dengan budaya. Faktorfaktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih makanannya (Hartono, 2006) : 1) Kesenangan (food like) 2) Kebiasaan (food habit) 3) Daya beli serta ketersediaan makanan (purchasing power and food avaibility) 4) Kepercayaan 5) Aktualisasi diri 6) Faktor agama serta psikologis 7) Pertimbangan gizi serta kesehatan f. Gangguan Kesehatan Akibat Makanan Jajanan Adanya cemaran mikrobia patogen dan bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan jajanan anak di sekolah akan menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada anak. Gejala terganggunya kesehatan biasanya dapat segera diketahui dengan terjadinya gangguan pencernaan seperti mual, muntah, dan diare. Sedangkan gangguan kesehatan yang bersifat kumulatif, akan terkumpul dalam tubuh dan dapat memicu penyakit kanker serta gangguan pada ginjal jika dikonsumsi dalam jangka panjang (Maherawati, 2006). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Penelitian lain yang dilakukan suatu lembaga studi di daerah Jakarta Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie bakso dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok. Berdasarkan uji lab, pada otak-otak dan bakso ditemukan borax, tahu goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin, dan es sirup merah positif mengandung rhodamin B. Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia (Judarwanto, 2008). Belakangan juga terungkap bahwa reaksi dampak dari makanan tertentu ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autism. Pengaruh jangka pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan buang air besar. Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes no. 722/Menkes/Per/IX/1998 (Judarwanto, 2008). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
2. Status Gizi a. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu (Soekirman, 2000). Sedangkan menurut Almatsier (2004) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. b. Faktor-faktor yang menentukan Status Gizi Menurut Gumala (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua : 1) Faktor Internal adalah faktor dalam tubuh manusia sendiri yang berpengaruh terhadap status gizi, seperti kemampuan tubuh untuk menyerap makanan yang masuk ( utilisasi makanan ), genetik (alergi), penyakit infeksi. 2) Faktor Eksternal meliputi : Tingkat pendidikan dan pendapatan orang tua, budaya, kebersihan lingkungan tempat tinggal. Walaupun pada dasarnya faktor-faktor tersebut di atas tidak berpengaruh secara langsung terhadap status gizi, tetapi berpengaruh langsung terhadap konsumsi makanan yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi (Gumala, 2002).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
c. Akibat Gangguan Gizi terhadap Fungsi Tubuh 1) Akibat gizi kurang pada proses tubuh Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas maupun kualitas) menyebabkan gangguan proses : a) Pertumbuhan Anak-anak membutuhkan zat gizi untuk menunjang pertumbuhan tubuhnya. Protein sebagai salah satu unsur zat gizi berguna dalam pemeliharaan
proses
tubuh,
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan, Kekurangan protein mengakibatkan rambut rontok dan lemahnya jaringan otot (Almatsier, 2004). b) Produksi Tenaga Kekurangan energi yang berasal dari makanan, menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lemah dan produktivitas kerja menurun (Almatsier, 2004). c) Pertahanan Tubuh Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian (Almatsier, 2004). d) Struktur dan Fungsi Otak Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kemampuan berpikir. Otak mencapai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
bentuk maksimal pada usia dua tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen (Almatsier, 2004). e) Perilaku Baik anak-anak maupuan orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan perilaku tidak tenang, mudah tersinggung, cengeng dan apatis (Almatsier, 2004). 2) Akibat Gizi Lebih pada Proses Tubuh Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes, jantung koroner, hati dan kandung empedu (Almatsier, 2004). d. Penilaian Status Gizi Masalah kekurangan nutrisi bukan semata-mata kekurangan makanan sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, akan tetapi juga karena perubahan paradigma yang lebih mendorong pola pertumbuhan dan status gizi anak sebagai salah satu indikator kesejahteraan (Chaerunnisa, 2008). Penilaian status gizi dibedakan menjadi penilaian secara langsung dan tidak langsung yang antara lain : Penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian secara tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
langsung dibagi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Faktor yang dipertimbangkan dalam memilih metode penilaian status gizi adalah tujuan, unit sampel yang diukur, jenis informasi yang dibutuhkan, tersedianya fasilitas dan peralatan, tenaga, waktu, serta dana. Metode yang paling cocok untuk mengukur status gizi masyarakat adalah antropometri gizi (Supariasa dkk, 2002). Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri (Supariasa dkk, 2002). Indeks antropometri yang sering digunakan : 1) Berat badan menurut umur (BB/U) Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak namun sangat labil, sehingga indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Kelebihan indeks BB/U yaitu a) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat. b) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis. c) Berat badan dapat berfluktuasi. d) Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil. Selain kelebihan diatas, dengan Growth monitoring, pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth failure karena infeksi atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
KEP, serta dapat mendeteksi kegemukan (overweight) (Supariasa dkk, 2002). Sedangkan kelemahan indeks BB/U yaitu a) Mengakibatkan interprestasi status gizi yang salah bila terdapat edema maupun acites. b) Umur sulit ditaksir dengan baik untuk masyarakat yang masih terpencil dan tradisional. c) Kesalahan pengukuran sering terjadi (Supariasa dkk, 2002). 2) Tinggi badan menurut umur (TB/U) Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Indeks tinggi badan menggambarkan status gizi masa lalu, dan lebih berkaitan dengan status sosial-ekonomi. Kelebihan indeks TB/U yaitu a) Baik untuk melihat status gizi di masa lampau. b) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Sedangkan kelemahan indeks TB/U yaitu a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun. b) Pengukuran relatif sulit karena anak harus berdiri tegak, maka dilakukan oleh dua orang pengukur. c) Ketepatan umur sulit ditentukan (Supariasa dkk, 2002). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
3) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Berat badan mempunyai hubungan yang linier dengan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini dan merupakan indeks yang independen terhadap umur. Kelebihan indeks BB/TB yaitu a) Tidak memerlukan data umur. b) Dapat membedakan proporsi badan. Sedangkan kelemahan indeks BB/TB yaitu a) Tidak memberikan gambaran, anak tersebut pendek, cukup tinggi, atau jangkung karena faktor umur tidak diperhitungkan. b) Membutuhkan dua macam alat ukur dan dua orang pengukur. c) Pengukuran lebih lama (Supariasa dkk, 2002). 3. Hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dengan status gizi anak Asupan gizi yang baik setiap harinya dibutuhkan anak sekolah, supaya mereka memiliki pertumbuhan, kesehatan dan kemampuan intelektual yang lebih baik sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang unggul (Kompas, 2008). Nutrisi dan kesehatan sangat mempengaruhi perkembangan fisik anak. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak (Massofa, 2008). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Suara Karya (1992) yang dikutip dalam Khomsan (2004), menyebutkan bahwa pertumbuhan seseorang mencangkup pertambahan fisik tubuh. Sedangkan perkembangan lebih mengarah pada diferensiasi dan pematangan sel sehingga sistem organ tubuh seseorang bisa melakukan fungsi yang lebih kompleks. Pertumbuhan dan perkembangan ini dipengaruhi oleh genetik, hormonal, lingkungan dan faktor perilaku. Menurut (Soekirman, 2000), lingkungan mempunyai peran yang sangat besar dalam mendukung tumbuh kembang anak. Pada keluarga yang menyandang masalah gizi, baik gizi lebih maupun gizi kurang akan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas karena perkembangan kecerdasan anak-anak mereka tidak optimal. Pada usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah dimana anak-anak mulai masuk ke dalam dunia baru, berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya, dan dia berkenalan dengan suasana baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja akan banyak mempengaruhi kebiasaan makan mereka (Moehji, 2003). Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya, membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas (Khomsan, 2004). Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan (Almatsier, 2004). Ketidakseimbangan
antara
asupan
dan
keluaran
energi
mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia anak cenderung berlanjut hingga ke dewasa, dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes militus, artritis, penyakit kantong empedu, kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit (Arisman, 2004). Intisari (1997) yang dikutip dalam Khomsan (2004) menyebutkan bahwa
intake gizi yang baik berperan penting di dalam mencapai
pertumbuhan badan yang optimal, dimana pertumbuhan badan yang optimal mencakup pula pertumbuhan otak yang sangat menentukan kecerdasan seseorang. Dampak akhir dari konsumsi gizi yang baik dan seimbang adalah meningkatnya kualitas sumber daya manusia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
A. Kerangka Pemikiran
Kesenangan; kebiasaan; daya beli serta ketersediaan makanan; kepercayaan; aktualisasi diri; faktor agama serta psikologis; pertimbangan gizi serta kesehatan
Pola Konsumsi Makanan Jajanan
Asupan Energi, Karbohidrat, dan Protein dari Makanan Jajanan Umur, aktifitas fisik, tingkat pendidikan dan pendapatan orang tua, Budaya, Kebersihan lingkungan tempat tinggal, Alergi, Penyakit
Sumber Bahan Makanan Jajanan
Status Gizi
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan : : Diukur : Tidak diukur
C. Hipotesis Ada hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar usia 9-12 tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Survey cross sectional merupakan penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko berupa asupan energi, karbohidrat, dan protein dengan efek berupa status gizi dengan model pendekatan atau observasi sekaligus pada suatu saat (Praktiknya, 2001). B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Malangjiwan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. C. Subjek Penelitian Populasi penelitian adalah siswa SD Negeri 1 Malangjiwan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. Adapun kriteria subjek ditentukan sebagai berikut : 1. Siswa kelas 4-6 2. Usia 9-12 tahun 3. Dalam keadaan sehat Penentuan subjek dengan usia 9-12 tahun yaitu karena daya ingat anak sudah baik dan dapat diajak koordinasi dengan mudah dalam menjawab kuesioner dan mengingat serta mencatat konsumsi makanan dalam lembar konsumsi pangan 24 jam yang lalu (24-hour food recall). commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
D. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah simple random sampling. Dimana dalam penelitian ini, masing-masing subjek atau unit dari populasi memiliki peluang sama dan independen (tidak tergantung) untuk terpilih ke dalam sampel (Murti, 2006). E. Besar sampel Adapun, rumus ukuran sampel untuk menaksir proporsi populasi (Murti, 2007) sebagai berikut : Zα².p.q _________________
n =
d2 (1,96)². (0,04).(0,96) =
__________________________
(0,05)² =
59
Keterangan : Zα
= statistik Z (misalnya Z=1,96, untuk α=0,05)
P
= perkiraan proporsi (prevalensi) variabel dependen pada populasi.Dimana menurut Toriola (2000), prevalensi malnutrisi anak sebesar 4 % = 0.04
q
= 1-p (1-0,04 = 0,96)
d
= presisi absolut atau margin of error yang diinginkan di kedua sisi proporsi (+/- 5%) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Jadi dari N (jumlah populasi anak) = 142, dibutuhkan n (sampel) anak SD sebesar 59 anak yang nantinya akan diambil dengan teknik simple random sampling
F. Rancangan Penelitian Populasi (Anak SD usia 9-12 tahun) Simple random sampling 59 sampel
Kriteria Subjek
asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan (Nutrisurvey)
Status Gizi (Z-Score)
Uji Korelasi Spearman dan Uji Kruskal-Wallis
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
G. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas
: Asupan energi, karbohidrat, dan protein
2. Variabel Terikat
: Status gizi
3. Variabel Luar
:
Umur; aktifitas fisik; tingkat pendidikan dan pendapatan orang tua; budaya; utilisasi makanan; alergi dan penyakit infeksi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Asupan energi, karbohidrat, dan protein Asupan energi dalam penelitian ini adalah jumlah konsumsi dari asupan energi (Kal) yang diperoleh dari makanan jajanan yang dikonsumsi responden dalam satu hari. Asupan karbohidrat adalah jumlah konsumsi dari asupan karbohidrat (g) yang diperoleh dari makanan jajanan yang dikonsumsi responden dalam satu hari. Asupan protein dalam penelitian ini adalah jumlah konsumsi dari asupan energi protein (g) yang diperoleh dari makanan jajanan yang dikonsumsi responden dalam satu hari. Dimana Makanan jajanan merupakan kue atau panganan yang dijajakan (Depdikbud, 1999). Data diperoleh dari metode food recall 24 jam, kemudian dikonversikan dari Ukuran Rumah Tangga (URT) ke dalam berat (gram) serta diolah dengan program komputer Nutrysurvey/Ebispro. Skala pengukuran : Rasio 2. Status gizi Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2004). Indeks antropometri gizi yang digunakan adalah BB/U karena penelitian lebih menitikberatkan pada penilaian status gizi masa sekarang. Ambang batas hasil pengukuran disajikan dengan cara standar deviasi unit (SD) atau disebut juga Z-Skor.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Tabel 3.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometri WHO 2005
1
Indeks yang dipakai BB/U
2
TB/U
3
BB/TB
No
Batas Pengelompokan < -3 SD -3 s/d < -2 SD -2 s/d +2 SD > +2Sd < -3 SD -3 s/d < -2 SD -2 s/d < -2 SD > +2 SD < -3 SD -3 s/d < -2SD -2 s/d +2 SD > +2 SD
Sebutan Status Gizi Gizi buruk/severely underwigh Gizi kurang/underweight Gizi baik Gizi lebih/overweight Sangat pendek/severely stunded Pendek Normal Tinggi Sangat kurus/severely wasted Kurus/wasted Normal Gemuk/overweight
Sumber : WHO 2005 Rumus perhitungan Z-Skor (Arisman, 2004) : Z-Skor = Nilai Individu Subyek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan Skala pengukuran : Rasio I. Instrumentasi Penelitian Pengumpulan data dilakukan dengan : 1. Penimbangan Berat Badan (BB) a. Alat
: Timbangan berdiri , ketelitian 0,1 kg
b. Cara
:
1) Pakaian dibuat seminimal mungkin. 2) Minta anak untuk naik di atas timbangan yang tersedia. 3) Lihat angka pada skala timbangan, menunjukkan berat badan anak. 4) Catat BB dengan teliti sampai satu angka desimal (Gibson, 2005). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
2. Pengukuran Tinggi Badan (TB) a. Alat
: Mikrotoise antropometer dengan ketelitian 0,1 cm untuk mengukur tinggi badan anak
b. Cara
:
1) Subjek berdiri dengan pakaian biasa dan tanpa sepatu maupun kaos kaki. 2) Subjek berdiri pada tempat yang rata dan tepat di bawah microtoise. 3) Berat badan terdistribusi merata pada kedua kaki dan posisi kepala lurus ke depan. 4) Tangan tergantung secara bebas pada kedua sisi badan dengan arah telapak tangan menghadap ke paha. 5) Kedua tumit subjek berdekatan dan menyentuh dasar dan dinding vertikal. 6) Bahu dan bagian belakang subjek menyentuh dasar dari dinding vertikal. 7) Perintahkan subjek untuk berdiri dengan posisi tegak tanpa mengubah beban dari kedua tumit. 8) Turunkan bagian microtoise yang dapat digerakkan sampai pada bagian paling atas dari kepala dengan sedikit menekan rambut. 9) Catat hasil pengukuran (Supariasa dkk, 2002). 3. Kuesioner Identitas Untuk mengetahui data identitas, data sosial ekonomi, konsumsi makanan jajanan di rumah dan di sekolah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
4. Kuesioner konsumsi pangan Dengan lembar konsumsi pangan 24 jam yang lalu (24-hour food recall), responden diminta untuk mencatat semua yang ia makan dan minum 24 jam yang lalu. J. Cara Pengambilan Data 1. Siswa di SD Negeri 1 Malangjiwan yang memenuhi syarat sebagai subjek penelitian diukur tinggi dan berat badannya.
2. Klasifikasi status gizi didapat dari hasil pengukuran berdasar Z-Skor. 3. Kuesioner dibagikan kepada siswa yang dijadikan subjek penelitian untuk diisi sehingga memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. 4. Dari data metode food recall 24 jam dihitung tingkat asupan energi, karbohidrat, dan protein dengan program komputer Nutrisurvey. 5. Setelah itu, data diuji dengan menggunakan korelasi Spearman (data kontinu) dan uji Kruskal-Wallis (data kategorikal) dengan batas kemaknaan 5%.
K. Teknik Analisis Data Penghitungan statistik dilakukan dengan Stastistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for windows. Untuk mengetahui hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan status gizi anak, data diuji dengan menggunakan korelasi Spearman (data kontinu) dan uji Kruskal-Wallis (data kategorikal) dengan batas kemaknaan 5%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. KARAKTERISTIK SAMPEL Sampel sebanyak 59 anak SD kelas 4 sampai dengan 6 pada SD Negeri I Malangjiwan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, dipilih dengan teknik random sederhana. Berdasarkan distribusi frekuensi asupan energi ditemukan 3 outlier yang dikeluarkan dari analisis, sehingga jumlah sampel anak yang dianalisis adalah 56 anak. Tabel 4.1 menunjukkan, rata-rata anak pada sampel ini berumur 10 tahun, berkisar dari 8.1 hingga 12.4 tahun. Berat badan rata-rata 30.5 kg, berkisar antara 19.0 hingga 53.0 kg. Jadi pada sampel ini ada anak yang gemuk. Tinggi badan anak rata-rata 136 cm, berkisar antara 120 hingga 165 cm. Tabel 4.1 juga menunjukkan, uang saku rata-rata Rp 2413 per hari, berkisar antara Rp 1000 hingga Rp 5000 per hari. Frekuensi jajan rata-rata 3.6 kali per hari, berkisar antara 1 hingga 6 kali. Makanan jajanan memberikan sumbangan energi rata-rata sebesar 49.9%, berkisar antara 31.5 sampai 61.1%. Besarnya asupan energi yang berasal dari makanan jajanan rata-rata sebesar 899.7 Kal, berkisar antara 567 hingga 1099
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Tabel 4.1 Karakteristik sampel (data kontinu) Variabel n Mean 56 10.3 Umur anak (tahun) 56 30. 5 Berat badan ( kg) 56 136.0 Tinggi badan (cm) 56 2.9 Nilai Z skor (BB/U) 56 899.7 Asupan Energi (Kal) 212.5 Asupan Karbohidrat (g) 56 56 61.1 Asupan Protein (g) 56 49.9 Sumbangan energi (%) 56 14.3 Asupan Fe (g) 56 212.3 Asupan Vitamin A (mg) 56 519.4 Asupan Vitamin C (mg) 56 23.2 Asupan Zink (mg) 56 2412.7 Uang saku/ hr (Rp) 56 3.6 Frekuensi jajan/ hr Sumber : Data Primer, Agustus 2010
SD Min. 1.1 8.1 7.8 19.0 8.0 120.0 0.7 2.0 124.0 167.0 56.9 345.0 16.9 42.0 6.9 31.5 3.8 5.8 31.3 116.7 93.7 381.0 3.6 16.0 874.4 1000.0 1.3 1.0
Max. 12.4 53.0 165.0 5.4 1099.0 292.0 96.4 61.1 23.4 263.5 890.0 32.0 5000.0 6.0
Tabel 4.2 menunjukkan, sampel laki-laki dan perempuan sama banyaknya. Jumlah anak yang duduk di kelas 4, 5, dan 6, kurang-lebih sama banyaknya dalam sampel ini. Tabel 4.2 Karakteristik sampel menurut jenis kelamin dan kelas SD Variabel
n
%
Jenis kelamin: - Laki-laki
28
50.0
- Perempuan
28
50.0
- Total
56
100.0
- 4
17
30.4
- 5
20
35.7
- 6
19
33.9
- Total
56
100.0
Kelas:
Sumber : Data Primer, Agustus 2010 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Tabel 4.3 menunjukkan, terdapat hampir 20% anak-anak tidak memiliki kebiasaan sarapan. Sebagian dari anak, jajan di warung atau kantin. Kebanyakan anak menyukai makanan manis.
Tabel 4.3 Karaktersitik sampel tentang kebiasaan sarapan dan jajan Variabel
N
%
- Tidak
10
17.9
- Ya
46
82.1
- Total
56
100.0
28
50.0
- Bawa dari rumah
7
12.5
- Asongan
3
5.4
- Beli di warung/toko
18
32.1
- Total
56
100.0
0
0.0
- Manis
31
55.4
- Asam
0
0.0
- Kombinasi
25
44.6
- Total
56
100.0
Kebiasaan sarapan:
Cara jajan: - Beli di kantin
Selera rasa: - Asin
Sumber : Data Primer, Agustus 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
B. DISTRIBUSI FREKUENSI STATUS GIZI Tabel 4.4 menunjukkan terdapat perbedaan distribusi frekuensi antar metode penentuan status gizi, yaitu antara BB/U, TB/U, dan BB/U. Sebagai contoh, terdapat 5.6% anak mengalami status gizi kurang dengan metode BB/U, 37.5% dengan metode TB/U, dan 25% dengan metode BB/TB. Tetapi frekuensi anak dengan status gizi normal kurang-lebih sama antar metode pengukuran status gizi, yaitu berkisar antara 60.7 hingga 67.9%. Tidak terdapat anak dengan status gizi buruk. Terdapat 28.6% anak gizi lebih dan 7.1% obes dengan metode penentuan status gizi BB/U.
Tabel 4.4 Disribusi frekuensi status gizi, baik BB/U, TB/U, maupun BB/TB,pada sampel Status
BB/U
TB/U
BB/TB
gizi n
%
n
%
n
%
Buruk
0
0.0
0
0.0
0
0.0
Kurang
2
5.6
21
37.5
14
25.0
Normal
34
60.7
34
60.7
38
67.9
Lebih
16
28.6
1
1.8
4
7.1
Obes
4
7.1
0
0.0
0
0.0
Total
56
100.0
56
100.0
56
100.0
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
C. HUBUNGAN ANTARA ASUPAN DAN NILAI Z SCORE (BB/U) Gambar 4.1 menunjukkan hubungan positif antara asupan energi (Kal) dan nilai Z score (BB/U). Makin meningkat jumlah asupan energi (Kal), makin meningkat nilai Z score (BB/U).
Gambar 4.1 Hubungan antara asupan energi (Kal) dan nilai Z score (BB/U) Gambar 4.2 menunjukkan hubungan positif antara asupan karbohidrat (g) dan nilai Z score (BB/U). Makin meningkat jumlah asupan karbohidrat (g), makin meningkat nilai Z score (BB/U).
commit to user Gambar 4.2 Hubungan antara asupan karbohidrat (g) dan nilai Z score (BB/U)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Gambar 4.3 menunjukkan hubungan positif antara asupan protein (g) dan nilai Z score (BB/U). Makin meningkat jumlah asupan protein, makin meningkat nilai Z score (BB/U).
Gambar 4.3 Hubungan antara asupan protein (g) dan nilai Z score (BB/U) Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai Z score (BB/U) berkorelasi positif dalam derajat sedang dengan asupan energi (Kal), karbohidrat (g) maupun protein (g). Masing-masing hubungan itu secara statistik signifikan. “Secara statistik signifikan” mengandung arti, hubungan tersebut dalam jangka panjang konsisten (dapat diandalkan). Koefisien korelasi Spearman (non-parametrik) dipilih karena nilai Z score tersebar dalam rentang tidak terlalu lebar (dari 2 hingga 5.4) sehingga data mendekati ordinal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Tabel 4.5 Hubungan antara nilai Z score (BB/U) dan asupan energi (Kal), karbohidrat (g), dan protein (g), diukur dengan koefisien korelasi Spearman Nilai Z score (BB/U) n
Koefisien korelasi
p
Spearman (r) Asupan energi (Kal)
56
0.38
0.004
Asupan karbohidrat (g)
56
0.32
0.015
Asupan protein (g)
56
0.33
0.013
D. HUBUNGAN ANTARA ASUPAN DAN STATUS GIZI (BB/U) Gambar 4.4 menunjukkan hubungan antara asupan energi dan status gizi (BB/U). Status gizi dibagi menjadi gizi buruk, kurang, normal, lebih, dan obes. Gambar tersebut menunjukkan, makin besar jumlah asupan energi (Kal), makin besar kecenderungan anak untuk memiliki status gizi dengan tingkat yang lebih tinggi. Dalam sampel ini tidak ditemukan anak dengan status gizi buruk.
Gambar 4.1 Hubungan antara asupan energi (Kal) dan status gizi (BB/U) commit to user Gambar 4.4 Hubungan antara asupan energi (Kal) dan status gizi (BB/U)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Gambar 4.5 menunjukkan, makin besar jumlah asupan karbohidrat (g), makin besar kecenderungan anak untuk memiliki status gizi dengan tingkat yang lebih tinggi.
Gambar 4.5 Hubungan antara asupan karbohidrat (g) dan status gizi (BB/U)
Gambar 4.6 menunjukkan, makin besar jumlah asupan protein (g), makin besar kecenderungan anak untuk memiliki status gizi dengan tingkat yang lebih tinggi.
commit to user
Gambar 4.6 Hubungan antara asupan protein (g) dan status gizi (BB/U)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Tabel 4.6 menunjukkan, status gizi yang lebih tinggi (yaitu, lebih berat) memiliki mean peringkat asupan yang lebih tinggi (yaitu, lebih banyak), baik asupan energi, karbohidrat, maupun protein. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan, kecenderungan tersebut secara statistik signifikan. Uji KruskalWallis (non-parametrik) dipilih, bukannya ANOVA, karena distribusi frekuensi energi (Kal), karbohidrat (g) maupun protein (g) tidak normal.
Tabel 4.6 Hasil uji Kruskal-Wallis tentang beda mean peringkat jumlah asupan energi, karbohidrat dan protein, menurut status gizi (BB/U) Status gizi (BB/U)
N
Kurang Normal Lebih Obes Total Chi Kuadrat p
2 34 16 4 56
Energi Mean peringkat
Asupan Karbohidrat Mean peringkat
Protein Mean peringkat
22.8 23.7 35.4 44.8 10.12
14.5 25.1 32.6 48.0 9.69
16.0 24.8 34.4 42.6 8.01
0.018
0.021
0.046
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil analisis untuk hubungan antara asupan dan nilai Z score (BB/U), dimana hubungan antara asupan energi (Kal) dan Z score (BB/U) dapat ditunjukkan dengan grafik meningkat, yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi (Kal) dan Z zcore (BB/U). Hal itu berarti bahwa makin meningkat jumlah asupan energi (Kal), akan makin meningkat nilai Z score (BB/U). Dari Gambar 4.1 menunjukkan dimana jumlah rata-rata asupan energinya 900 Kal. Untuk hubungan antara asupan karbohidrat (g) dan Z score (BB/U) dapat ditunjukkan dengan grafik yang meningkat. Dari Gambar 4.2 menunjukkan dimana jumlah rata-rata asupan karbohidratnya 600 g. Begitu juga, grafik meningkat pada hubungan antara asupan protein (g) dengan Z score (BB/U). Dari Gambar 4.3 dapat dilihat jumlah asupan rata-rata proteinnya 50 g. Sehingga berarti bahwa jika jumlah asupan zat gizi lebih maka akan meningkatkan status gizi, sedangkan jika asupan zat gizi kurang maka akan menurunkan status gizi yang dapat dilihat dari nilai Z score. Untuk mengetahui hubungan antara nilai Z score (BB/U) dan asupan energi (Kal), karbohidrat (g), dan protein (g), diukur dengan koefisien korelasi Spearman (r). Pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai Z score (BB/U) rata-rata bernilai 0.3, untuk asupan energi nilai p=0.004; asupan karbohidrat dengan nilai commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
p=0.015; dan asupan protein dengan nilai p=0.013. Sehingga nilai Z score untuk semua asupan berkorelasi positif dalam derajat sedang. Berdasarkan hubungan antara asupan dan nilai status gizi (BB/U), dimana status gizi anak dikategorikan menjadi gizi buruk, kurang, normal, lebih, dan obes. Untuk hubungan antara asupan energi dan status gizi (BB/U) dapat dilihat pada Gambar 4.4 dimana jumlah asupan energi (Kal) untuk status gizi obesitas antara 900 sampai dengan 1100 Kal, untuk status gizi lebih antara 900 sampai dengan 1000 Kal, sedangkan untuk status gizi baik dan status gizi kurang hampir sama yaitu antara 700 sampai dengan 1000 Kal. Hal tersebut berarti bahwa makin besar jumlah asupan energi (Kal), makin besar kecenderungan anak untuk memiliki status gizi dengan tingkat yang lebih tinggi. Untuk hubungan antara karbohidrat dan status gizi (BB/U) dapat dilihat pada Gambar 4.5 dimana jumlah asupan karbohidrat (g) untuk status gizi obesitas antara antara 700 sampai dengan 800 g, untuk status gizi lebih antara 600 sampai dengan 700 g, status gizi baik antara 500 sampai dengan 700 g, dan status gizi kurang antara 300 sampai dengan 600 g. Hal tersebut menunjukkan bahwa makin besar jumlah asupan karbohidrat (g), makin besar kecenderungan anak untuk memiliki status gizi dengan tingkat yang lebih tinggi. Untuk hubungan antara protein dan status gizi (BB/U) dapat dilihat pada Gambar 4.6 dimana jumlah asupan protein (g) untuk status gizi obesitas antara antara 60 sampai dengan 90 g, untuk status gizi lebih antara 50 sampai dengan 90 g, status gizi baik antara 40 sampai dengan 80 g, dan status gizi kurang antara 40 sampai dengan 50 g. Hal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
tersebut berarti bahwa makin besar jumlah asupan protein (g), makin besar kecenderungan anak untuk memiliki status gizi dengan tingkat yang lebih tinggi. Kelebihan berat badan anak terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar, terlalu banyak makan, sedikit olahraga atau keduanya. Berat badan berlebih, jika tidak teratasi (jika telah mencapai obesitas) akan berlanjut sampai remaja dan dewasa (Arisman, 2004). Berbeda dengan dewasa, kelebihan berat badan anak tidak boleh diturunkan, karena penyusutan berat badan akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan (Arisman, 2004). Berdasarkan hasil analisis statistika dengan uji Kruskal-Wallis tentang beda mean peringkat jumlah asupan energi, karbohidrat dan protein, menurut status gizi (BB/U) menunjukkan, jumlah asupan energi dengan status gizi (BB/U) didapatkan nilai p=0.018, untuk jumlah asupan karbohidrat dengan status gizi (BB/U) didapatkan nilai p=0.021, dan untuk jumlah asupan protein dengan status gizi (BB/U) didapatkan nilai p=0.046. Ketiganya dengan nilai p=<0.05, yang berarti bahwa didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan energi, karbohidrat, dan protein, dengan status gizi (BB/U) anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN: Penelitian ini menyimpulkan bahwa status gizi pada anak SD usia 912 tahun berdasarkan (BB/U), adalah sebagai berikut : untuk status gizi buruk 0.0%, status gizi kurang 5.6%, status gizi normal 60.7%, status gizi lebih 28.6%, dan untuk status gizi obes 7.1%. Disamping itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi (Kal), karbohidrat (g), dan protein (g) dari makanan jajanan, dengan status gizi (BB/U) pada anak SD usia 9-12 tahun. Makin besar jumlah asupan energi, karbohidrat,
maupun
protein
dari
makanan
jajanan,
makin
besar
kecenderungan anak untuk berstatus gizi yang lebih tinggi. Hubungan masing-masing jenis asupan energi, karbohidrat, dan protein, dengan status gizi (BB/U) secara statistik signifikan (berturut-turut, p= 0.004, p=0.015, dan p=0.013). B. SARAN: Bagi orangtua yang memiliki anak dengan status gizi buruk atau kurang, hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa asupan energi, karbohidrat, dan protein, yang berasal dari makanan jajanan dapat digunakan oleh para orangtua untuk meningkatkan status gizi (BB/U) anak. Sebaliknya, bagi orangtua yang memiliki anak dengan status gizi normal, lebih, atau obes, penelitian ini memberikan informasi bahwa asupan commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
energi, karbohidrat, dan protein, yang berasal dari makanan jajanan dapat menyebabkan anak untuk mengalami gizi lebih atau obes. Penelitian ini tidak meneliti dampak zat aditif dalam makanan jajanan terhadap kesehatan maupun status gizi anak. Karena itu disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut yang bertujuan meneliti kadar kandungan zat-zat aditif pada berbagai jenis makanan jajanan, dan pengaruhnya bagi kesehatan dan status gizi anak sekolah. Penelitian ini juga tidak meneliti kebersihan dalam penyajian makanan jajanan terhadap status gizi anak. Sehingga disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut yang bertujuan meneliti dampak kontaminasi terhadap berbagai makanan jajanan, dan pengaruhnya bagi kesehatan dan status gizi anak.
commit to user