KERAGAAN KONSUMSI PANGAN, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PALEDANG BOGOR
MIRA SRI WAHYUNI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2014
Mira Sri Wahyuni NIM I14114034
__________________________ *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK MIRA SRI WAHYUNI. Keragaan Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Bogor. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat keragaan konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober 2013 dengan jumlah contoh 85 orang. Teknik pengambilan data dilakukan secara purposive, metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A, dan Fe contoh termasuk kategori normal, sedangkan tingkat kecukupan vitamin C, kalsium, dan fosfor termasuk kategori defisit. Tingkat aktivitas fisik narapidana berada pada kategori ringan, terjadi penurunan status gizi contoh selama berada di Lembaga Pemasyarakatan. Hasil uji korelasi chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi, dan lama dibina dengan status gizi (p>0.05), namun terdapat hubungan negatif antara aktivitas fisik dengan status gizi (p<0.05). Kata kunci: aktivitas fisik, konsumsi pangan, narapidana, status gizi.
ABSTRACT MIRA SRI WAHYUNI. The Description of Food Consumption, Physical Activity and Prisoners’s Nutritional Status at Paledang Prison Bogor. Supervised by SITI MADANIJAH The purpose of this study was to observed food consumption, physical activity and prisoners’s nutritional status at Paledang Prison Bogor. The design of study was cross sectional, 85 samples was collected in October 2013. The sampling technique was purposive, data was collected by questionnaire using an interview structured. The results showed that prisoners adequacy level of energy, protein, vitamin A, and Fe were categorized normal, whereas adequacy level of vitamin C, calcium, and phosphor were categorized deficit. Physical activity levels of prisoners were low category, prisoners nutritional status decrease since they stayed in prison. Chi-Square correlation test results showed there were no correlation between energy intake and protein with nutritional status, and time of detention with nutritional status (p>0.05), however there was negative correlation between physical activity with nutritional status (p<0.05). Key word: physical activity, food consumption, prisoners, nutritional status.
KERAGAAN KONSUMSI PANGAN, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PALEDANG BOGOR
MIRA SRI WAHYUNI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
:
Nama NIM
: :
Keragaan Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Bogor Mira Sri Wahyuni I14114034
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Siti Madanijah MS Pembimbing
Diketahui
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 dengan judul Keragaan Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Siti Madanijah MS selaku dosen pembimbing, serta Prof Dr Ir Ali Khomsan MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak memberi saran. Disamping itu terima kasih kepada Pimpinan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor yang telah memberikan izin penelitian ini. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga atas doa, pengertian dan dukungannya serta semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data sampai terselesaikannya karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014 Mira Sri Wahyuni
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
KERANGKA PEMIKIRAN
2
METODE PENELITIAN
4
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
4
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
4
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
5
Pengolahan dan Analisis Data
5
Definisi Operasional
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Bogor
9 9
Karakteristik Contoh
12
Konsumsi Pangan
14
Asupan Energi dan Zat Gizi
15
Kontribusi Energi dan Zat Gizi
18
Aktivitas Fisik
18
Status Gizi
19
Hubungan antar Variabel
20
SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan
21
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Jenis dan cara pengumpulan data Pengkategorian variabel penelitian Jumlah warga binaan Lapas Bogor berdasarkan golongan Sebaran pegawai Lapas Bogor menurut unit kerja Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan usia Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan dan usia Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan Sebaran contoh berdasarkan kasus dan lama pidana Sebaran contoh berdasarkan lama dibina dan usia Rata-rata konsumsi pangan contoh berdasarkan kelompok pangan Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan mineral Sebaran contoh berdasarkan jenis aktivitas fisik Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan usia pada awal masuk Lapas Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan usia saat dilakukan penelitian Sebaran contoh berdasarkan lama dibina dan status gizi
5 8 10 11 12 13 13 14 14 15 15 16 17 19 19 19 20 20
DAFTAR GAMBAR 1 2
Kerangka pemikiran hubungan konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan status gizi narapidana Skema alur penarikan contoh narapidana Lapas Paledang
3 4
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Kontribusi energi dan zat gizi contoh Hubungan asupan energi dengan status gizi Hubungan asupan protein dengan status gizi Hubungan aktivitas fisik dengan status gizi Hubungan lama dibina dengan status gizi Dokumentasi penelitian Kuesioner penelitian
26 27 27 27 27 28 29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut bisa diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006). DepKes RI (2009) menyatakan bahwa hasil studi tentang kesehatan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang dilakukan Departemen Kesehatan dan Departemen Kehakiman pada tahun 1990, menunjukkan bahwa prevalensi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi mencapai 40.9%, prevalensi penyakit avitaminosis 14.3 %, dan anemia 8.2 %. Perlindungan terhadap setiap warga negara termasuk yang berada di Lapas atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan tahanan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itu dengan meningkatkan kualitas dan jumlah zat gizi yang dikonsumsi sangat berperan dalam meningkatkan status gizi masyarakat, termasuk WBP dan tahanan di Lapas (DepKes RI 2009). Budiyono (2009) menyatakan bahwa tujuan pembinaan di Lapas adalah agar terciptanya manusia yang lebih baik dan berdaya guna. Konsumsi pangan narapidana masih kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Menciptakan seseorang yang produktif, konsumsi pangan dan status gizinya harus baik agar bisa melakukan aktivitas fisik dengan baik. Keadaan ini belum terpenuhi pada individu yang berada di Lapas. Konsumsi pangan yang bergizi, beragam, dan berimbang akan membantu seseorang untuk dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari dengan baik dan meningkatkan kesehatan. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat berdampak positif bagi kesehatan. Keteraturan beraktivitas fisik dapat meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan berat badan, meningkatkan fungsi jantung, paru-paru dan otot, serta menunda penuaan. Orang yang sehat dapat melakukan aktivitas fisik setiap hari tanpa kelelahan yang berarti. Kegiatan fisik dan olahraga yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi, dapat mengakibatkan berat badan lebih atau berat badan kurang bagi yang bersangkutan. Upaya mempertahankan berat badan normal adalah dengan menyeimbangkan kegiatan fisik dan olahraga dengan masukan energi yang diperoleh dari makanan sehari-hari. Bila kegiatan sehari-hari kurang gerak fisik, upayakan untuk berolahraga secara teratur dan cukup takarannya atau mencari kegiatan lain yang setara (Adiningsih 2010). Penelitian ini ingin melihat keragaan konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi pada narapidana di Lapas. Perumusan Masalah Konsumsi pangan dan aktivitas fisik mempengaruhi status gizi. Status gizi yang baik dapat diperoleh apabila konsumsi pangan mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Konsumsi pangan harus sebanding dengan aktivitas fisik yang dilakukan. Pada Lapas bagi warga binaan/narapidana aktivitas fisik dan
2 konsumsi pangannya masih kurang dibandingkan dengan AKG, dapat dilihat dari data yang diperoleh Depkes RI prevalensi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi mencapai 40.9%. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi narapidana di Lapas Paledang, Bogor. Tujuan Khusus 1. Mendeskripsikan karakteristik contoh (usia, pekerjaan sebelumnya, pendidikan, jenis kasus). 2. Mendeskripsikan status kesehatan contoh. 3. Mendeskripsikan konsumsi pangan contoh (frekuensi makan, jumlah makanan yang dikonsumsi, jenis makanan yang dikonsumsi). 4. Mendeskripsikan aktivitas fisik contoh (jenis aktivitas fisik, durasi). 5. Mendeskripsikan status gizi contoh. 6. Menganalisis hubungan antara asupan energi dan zat gizi dengan status gizi narapidana. 7. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi narapidana. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang akan diuji pada penelitian adalah : 1. Terdapat hubungan asupan energi dan zat gizi dengan status gizi narapidana di Lapas. 2. Terdapat hubungan aktivitas fisik dengan status gizi narapidana di Lapas. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keragaan konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi narapidana di Lapas. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat melihat apakah asupan energi dan zat gizi narapidana memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) individu berdasarkan AKG.
KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif (Supariasa et al. 2001). Status gizi narapidana tergantung dari konsumsi pangan dan aktivitas fisik yang dilakukan. Kurangnya aktivitas fisik, konsumsi pangan atau zat gizi yang dibutuhkan oleh para narapidana dalam Lapas menjadi salah satu faktor utama terjadinya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi, anemia, dan avitaminosis. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Seseorang yang asupan energi dan zat gizinya sesuai dengan AKG
3 maka status gizinya akan baik, dan sebaliknya apabila seseorang yang konsumsi zat gizinya lebih atau kurang maka akan menimbulkan status gizi lebih atau gizi kurang.
Penyelenggaraan makanan (Lapas) Karakteristik individu
Usia Pendidikan Pekerjaan sebelumnya Jenis kasus
Konsumsi pangan Frekuensi makan Jenis makanan Jumlah makanan yang dikonsumsi
Asupan energi dan zat gizi
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi Aktivitas Fisik Jenis Aktivitas Durasi
AKG
Status gizi
Status Kesehatan
Keterangan :
= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan status gizi narapidana
4
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel faktor risiko dan variabel-variabel efek diobservasi sekaligus di waktu yang sama (Notoadmodjo 2005). Penelitian dilakukan di Lapas Paledang Bogor, penentuan lokasi dilakukan secara purposif. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober 2013. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah narapidana laki-laki di Lapas Paledang Bogor yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu telah dibina selama 1 tahun atau lebih dan bersedia diwawancara. Penarikan contoh dilakukan berdasarkan saran dari petugas Lapas. Jumlah contoh minimal dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin (Sevilla et al. 1992) sebagai berikut :
n=
𝑁 1+𝑁 (𝑑)2
Keterangan : : Jumlah contoh n N : Jumlah populasi d : Tingkat kesalahan yang ditolerir (10%) Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas, diperoleh jumlah contoh minimal adalah 85 orang. Alur penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2. Jumlah narapidana Lembaga Pemasyarakatan = 1055 orang
Lolos kriteria inklusi = 560 orang
Jumlah contoh = 85 orang Gambar 2 Skema alur penarikan contoh narapidana Lapas Paledang
5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara terstruktur dengan narapidana menggunakan kuesioner, meliputi karakteristik contoh (usia, pendidikan, pekerjaan sebelumnya, dan jenis kasus), status kesehatan, konsumsi pangan, aktivitas fisik (jenis aktivitas dan durasi), dan data antropometri (berat badan dan tinggi badan). Data sekunder yang berupa gambaran umum Lapas Paledang Bogor. Data konsumsi pangan diperoleh dengan metode food recall 2x24 jam yang dilakukan pada hari besuk. Data tingkat aktivitas fisik contoh diperoleh melalui metode recall activity 2x24 jam. Jenis dan durasi waktu merupakan hal utama yang akan di-recall. Data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan contoh diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Data berat badan diperoleh menggunakan timbangan dengan ketelitian 0.1 kg dan data tinggi badan diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Jenis data Primer
Variabel Karakteristik contoh - Usia - Pendidikan - Pekerjaan sebelumnya - Jenis kasus
Cara pengambilan data Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner
Status kesehatan
Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner Metode Food recall 2×24 jam menggunakan kuesioner
Konsumsi pangan - Frekuensi makan - Jenis makanan - Jumlah makanan yang dikonsumsi
Sekunder
Ukuran antropometri
Pengukuran BB/TB
Aktivitas fisik - Jenis aktivitas - Durasi
Metode Recall activity 2×24 jam menggunakan kuesioner
Gambaran umum Lapas
Data dari instansi
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan diperiksa agar informasi yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian. Tahapan pengolahan data dimulai dari verifikasi, coding, entri, cleaning, dan selanjutnya dianalisis. Verifikasi dilakukan untuk mengecek konsistensi informasi. Penyusunan code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Selanjutnya dilakukan entri data, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Pengolahan data perangkat program komputer Microsoft excel 2007. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi. Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam gram atau URT. Jumlah makanan dalam bentuk gram atau URT dikonversi menjadi energi dan zat gizi dengan
6 menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan 2010. Perhitungan tingkat kecukupan energi, protein, zat besi (Fe), kalsium (Ca), Fosfor (P), vitamin A, dan vitamin C dengan membandingkan konsumsi aktual narapidana dengan AKG. Rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah : Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan : Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j yang dikonsumsi (g) Bj = Berat bahan makanan-j yang dikonsumsi (g) Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = Bahan makanan-j yang dapat dimakan (% BDD) Tingkat kecukupan meliputi Tingkat Kecukupan Energi (TKE), Tingkat Kecukupan Protein (TKP), Tingkat Kecukupan Besi (TKFe), Tingkat Kecukupan Kalsium (TKCa), Tingkat Kecukupan Fosfor (TKP), Tingkat Kecukupan Vitamin A (TKVit A), Tingkat Kecukupan Vitamin C (TKVit C). Menghitung tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh normal menggunakan perhitungan yang dikoreksi dengan berat badan aktual sehat (dari setiap kelompok usia) dengan rumus sebagai berikut : AKGI=(Ba/Bs) x AKG Keterangan : AKGI = Angka kecukupan gizi Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan acuan (kg) AKG = Angka kecukupan gizi yang dianjurkan WNPG (2013) Contoh dengan status gizi kurus, gizi lebih dan obes perhitungan tidak dikoreksi dengan berat badan aktual sehat tetapi berdasarkan berat badan ideal sehingga tingkat kecukupan gizinya sesuai dengan AKG, hal ini dimaksudkan agar contoh kurus, gizi lebih dan obes dapat mencapai berat badan idealnya. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah asupan energi dan zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Menurut Supariasa et al. (2001), tingkat kecukupan gizi contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut : TKGI = (Ki/AKGI) x 100% Keterangan : TKGI = Tingkat kecukupan energi atau zat gizi contoh Ki = Asupan energi atau zat gizi contoh AKGI = Angka kecukupan energi atau zat gizi contoh Tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996), yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan lebih (≥120%). Tingkat
7 kecukupan Fe, Ca, P, vitamin A, dan vitamin C dikategorikan menjadi kurang (<77%) dan cukup (≥77%) (Gibson 2005). Aktivitas Fisik. Data aktivitas fisik yang diperoleh adalah jenis kegiatan dan durasi setiap kegiatan. FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam.PAL per orang ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 𝑃𝐴𝐿 =
𝑃𝐴𝑅 𝑥 𝑎𝑙𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 24 𝑗𝑎𝑚
Keterangan : PAL =Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas fisik tertentu per satuan waktu tertentu). Untuk menghitung nilai PAL seseorang maka perlu diketahui nilai PAR (Physical Activity Ratio). Nilai PAR berbeda untuk setiap aktivitas fisik yang dilakukan. Nilai PAR kemudian dikalikan dengan alokasi waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas fisik tersebut selama 24 jam sehingga diperoleh nilai PAL. Berdasarkan nilai PAL tersebut maka diketahui kategori tingkat aktivitas fisik seseorang. Tingkat aktivitas fisik dibedakan menjadi sangat ringan (<1.4), ringan (1.4-1.69), sedang (1.7-1.99), dan berat (>1.99). Status Gizi. Status gizi dibedakan atas status gizi sebelum dan pada saat dilakukan penelitian. Status gizi sebelum masuk Lapas diperoleh dari catatan Poliklinik Lapas, sedangkan status gizi saat dilakukan penelitian diperoleh dari hasil pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan secara langsung. Status gizi contoh ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung berdasarkan rumus : berat badan (kg) / tinggi badan (m2), kemudian IMT dikelompokkan berdasarkan kategori WHO (2007) menjadi lima kategori yaitu kurus (<18.5), normal (18.5-24.9), gizi lebih (25.0-29.9), dan obes (30.0-39.9). Pengaktegorian variabel penelitian secara rinci dapat dlihat pada Tabel 2. Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif meliputi : a. Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, pekerjaan sebelumnya, dan kasus. b. Status kesehatan contoh c. Asupan energi dan zat gizi contoh d. Aktivitas fisik narapidana meliputi jenis kegiatan, lamanya waktu kegiatan (durasi), dan tingkat aktivitas fisik. e. Status gizi contoh 2. Uji korelasi chi-square digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu : a. Menganalisis hubungan antara asupan zat gizi dan aktivitas fisik dengan status gizi. b. Menganalisis hubungan antara lama dibina dengan status gizi.
8 Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian No 1
Variabel Usia
Kategori pengukuran 1. <25 tahun 2. 25-40 tahun 3. >40 tahun
Sumber -
2
Jenis kelamin
Laki-laki
-
3
Pendidikan
1.SD/Sederajat 2.SMP/Sederajat 3.SMA/Sederajat 4.Sarjana/Pascasarjana
-
4
Pekerjaan
1. PNS/ABRI/POLRI 2. Pegawai swasta 3. Petani 4. Pedagang 5. Wiraswasta (pengusaha depot bengkel, dan rumah makan). 6. Buruh 7. Lainnya (batuk,diare, konstipasi)
-
5
Asupan zat gizi : a. Energi dan Protein
b. Vitamin dan Mineral
air,
1. Defisit tingkat berat (<70% AKG) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) 4. Normal (90-119%AKG) 5. Lebih (≥120% AKG) 1. Defisit (<77% AKG) 2. Normal (≥ 77%AKG)
Depkes (1996)
Gibson (2005)
6
Tingkat aktivitas fisik
1. Sangat ringan (<1.4) 2. Ringan (1.4-1.69) 3. Sedang (1.7-1.99) 4. Berat (>1.99)
FAO/WHO/UNU (2001)
7
Status gizi
1.Kurus (<18.5) 2.Normal (18.5-24.9) 3.Gizi lebih (25.0-29.9) 4.Obes (30.0-39.9)
WHO (2007)
Definisi Operasional
Contoh adalah narapidana laki-laki, dibedakan penahanan ≥ 1 tahun.
berdasarkan lama masa
Narapidana adalah orang yang tengah menjalani masa hukuman atau pidana dalam lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Usia adalah umur contoh pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditamatkan dan memperoleh ijazah atau sertifikat.
9 Riwayat kesehatan adalah informasi mengenai penyakit yang pernah atau sedang diderita selama tiga bulan terakhir. Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang diukur menggunakan timbangan injak ketelitian 0,1 kg kapasitas 120 kg. Tinggi badan adalah pengukuran tinggi badan contoh dalam posisi berdiri tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan diukur dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Status gizi keadaan fisik narapidana yang diukur dengan antropometri (BB/TB) dengan IMT Aktivitas fisik adalah seluruh jenis dan durasi waktu kegiatan yang melibatkan fisik (tubuh) dan diperoleh dari recall 2x24 jam. Tingkat aktivitas fisik adalah aktivitas fisik contoh yang dinyatakan dengan nilai PAL (Physical Activity Level) dan dikategorikan menjadi aktivitas sangat ringan, ringan, sedang, dan berat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Bogor Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bogor merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berada di dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Jawa Barat, berlokasi di Jalan Paledang Nomor 2 Kotamadya Bogor. Lapas Paledang merupakan sebuah bangunan peninggalan kolonial Belanda yang didirikan pada tahun 1906 dengan luas bangunan 2.257,097 m2 di atas tanah seluas 8.186 m2. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut : 1. Timur : berbatasan dengan Jalan Paledang/Kantor PLN; 2. Utara : berbatasan dengan Jalan Kapten Muslihat/Pertokoan; 3. Selatan : berbatasan dengan perumahan dinas pegawai Lapas; 4. Barat : berbatasan dengan sungai Cipakancil. Lembaga Pemasyarakatan diklasifikasikan dalam tiga kelas, yaitu : a. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I. b. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A. c. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B. Klasifikasi tersebut berdasarkan pada jumlah hunian, tempat dan kedudukan serta kegiatan kerja yang dapat dilaksanakan. Lapas Paledang mempunyai kapasitas hunian sebanyak 500 orang dan terletak di wilayah Kotamadya serta kegiatan kerja yang masih dilakukan dengan terbatas, maka Lapas Paledang diklasifikasikan sebagai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A. Pelaksanaan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan di Lapas Paledang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sistem pemasyarakatan. Lapas Paledang selain melaksanakana fungsi perawatan, pembinaan maupun pembimbingan bagi warga binaan pemasyarakatan juga berfungi sebagai Rutan yang merawat dan melayani tahanan yang masih dalam proses peradilan. Rincian bangunan yang ada di Lapas Paledang adalah sebagai berikut :
10 1. Bangunan kantor : Terdiri dari dua lantai dengan 22 ruangan yang berfungsi untuk kegiatan administrasi perkantoran. 2. Bangunan hunian yang terdiri dari : a. Blok A terdiri dari 17, dua kamar khusus untuk sel isolasi, satu kamar khusus untuk kamar sakit, tiga kamar admisi dan orientasi dan sisanya kamar-kamar tahanan. Blok A diperuntukkan bagi para tahanan yang sedang menjalani proses hukum dan belum mendapatkan keputusan hukum yang tetap (proses banding atau kasasi), sedangkan Blok B, C dan D diperuntukkan bagi tahanan yang sudah mendapatkan kepastian hukum yang tetap dan statusnya menjadi narapidana. b. Blok B terdiri dari enam kamar hunian c. Blok C terdiri dari enam kamar, satu kamar diperuntukkan bagi tahanan dan narapidana wanita, dan satu kamar khusus untuk kamar sakit. d. Blok D terdiri dari lima kamar hunian dan satu klinik perawatan. 3. Dua ruangan untuk kegiatan pembinaan dan keterampilan. 4. Empat buah pos menara penjagaan. 5. Lima buah kamar mandi besar terdiri dari empat buah kamar mandi bagi narapidana dan satu buah kamar mandi besar bagi tahanan. 6. Gedung serba guna (tempat pertemuan, tempat ibadah, lapangan bulu tangkis dan lain-lain). Jumlah warga binaan pemasyarakatan Kelas II A Bogor sampai dengan tanggal 25 Oktober 2013 adalah sebanyak 1.055 orang dengan keterangan jumlah narapidana sebanyak 654 orang dan jumlah tahanan sebanyak 401 orang. Tabel 3 Jumlah warga binaan Lapas Bogor berdasarkan golongan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Golongan Golongan B I Golongan B II A Golongan B II B Golongan B III Seumur Hidup Tahanan A I Tahanan A II Tahanan A III Tahanan A IV Tahanan A V WNA Jumlah
Jumlah (orang) 539 90 5 20 93 290 12 6 1.055
Tugas pokok Lapas Paledang adalah melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di bidang Pemasyarakatan, untuk melaksanakan tugas pokok tersebut memerlukan sumber daya manusia selain jumlah yang memadai juga diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Sebaran pegawai Lapas Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.
11 Tabel 4 Sebaran pegawai Lapas Bogor menurut unit kerja No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Unit Kerja Ka.Lapas Sub.Bag. Tata Usaha Seksi Binadik Seksi Kegiatan Kerja Seksi Administrasi Kamtib Kesatuan Pengamanan Lapas Keseluruhan
Jumlah 1 16 35 6 4 60 122
Selain gedung perkantoran, sarana dan fasilitas lain yang ada di Lapas Paledang adalah sebagai berikut : 1. Ruang Kunjungan Ruangan kunjungan dipergunakan untuk tempat kunjungan keluarga tahanan/narapidana yang dipergunakan pada jam-jam kunjungan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak Lapas. Kegiatan ini dilakukan dengan ekstra pengamanan melalui pemantauan pengunjung, deteksi barang bawaan dan hal lainnya terkait dengan upaya pelaksanaan kegiatan kunjungan dapat terlaksana dengan kondusif dan terkendali. 2. Aula Serba Guna Ruangan Aula dipergunakan untuk kegiatan sholat berjamaah, kegiatan pesantren, ruang olahraga dan ruang pembinaan kesenian, selain terdapat sarana perpustakaan dan kegiatan program keaksaraan fungsional. Berbagai kegiatan atau pertemuan insidentil juga dilaksanakan di aula mengingat terbatasnya ruang yang tersedia di Lapas Paledang. 3. Aula Lantai 2 Ruangan Aula yang terletak di gedung perkantoran dipergunakan untuk ruang pertemuan dinas, kegiatan ibadah Kristiani serta berbagai kegiatan pembinaan yang dilaksanakan di dalam gedung. 4. Poliklinik Lapas Paledang memiliki poliklinik dengan personil paramedis yang terdiri dari : Dokter Umum : 2 orang Perawat : 3 orang Staf : 2 orang Sarana Poliklinik Lapas terdiri dari : Poli rawat jalan umum dan sarana farmasi, ruangan ini juga dipergunakan sebagai ruang kantor paramedis. Ruang rawat inap. Laboratorium Dasar. Ruang VCT (Voluntary Conselling Test) 5. Perpustakaan Perpustakaan Lapas Paledang yang berfungsi pula sebagai taman Bacaan Pustaka Muda merupakan program dalam menumbuhkan minat baca bagai para warga binaan dengan jumlah koleksi bacaan : 315 judul, jumlah buku sebanyak : 1.315 eksemplar dan berlangganan 2 surat kabar setiap hari yaitu Kompas dan Radar Bogor.
12 6. Kegiatan Kerja Lapas Paledang melaksanakan beberapa kegiatan pembinaan keterampilan kerja bagi warga binaan yaitu pembuatan tas, handy craft (mainan motor dari kertas), dan usaha cuci steam motor dan mobil yang dilaksanakan di areal parkir belakang Lapas. 7. Dapur Umum Dapur umum Lapas Paledang dipergunakan untuk melayani konsumsi bagai warga binaan. Petugas dapur umum berjumlah dua orang, dibantu 18 warga binaan yang bertugas sebagai tamping dapur yang dibagi dalam dua jadwal yaitu bertugas setiap dua hari sekali. Penyajian makan bagi warga binaan diatur sebagai berikut : Pagi : pukul 06.00 – 06.45 WIB Siang : pukul 11.00 – 12.00 WIB Sore : pukul 16.00 – 17.00 WIB. Karakteristik Contoh Jenis Kelamin dan Usia Contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki dengan jumlah 85 orang, ratarata usia contoh adalah 31.6±9.2 tahun. Kelompok usia contoh dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu <25 tahun sebanyak 22 orang (25.9%), 25-40 tahun sebanyak 49 orang (57.6%), dan >40 tahun sebanyak 14 orang (16.5%). Secara keseluruhan sebagian besar contoh berada pada rentang usia 25-40 tahun. Pendidikan Tingkat pendidikan contoh pada usia <25 tahun sebesar 50% merupakan lulusan SMA, sebesar 38.8% contoh pada usia 25-40 tahun merupakan lulusan SMP, dan sebesar 35.7% contoh pada usia >40 tahun adalah lulusan SMP dan SMA. Secara keseluruhan tingkat pendidikan contoh adalah lulusan SMP dan SMA masing-masing 35.3% (Tabel 5). Menurut Sumarwan (2011) tingkat pendidikan dapat dijadikan sebagai cerminan keadaan sosial ekonomi di dalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pekerjaannya, yang memungkinkan seseorang memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap suatu hal. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan usia Usia (thn) Pendidikan SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Sarjana/Pascasarjana Total
<25 n 4 6 11 1 22
25-40 % 18.2 27.3 50.0 4.5 100
n 11 19 14 5 49
% 22.4 38.8 28.6 10.2 100
>40 n 3 5 5 1 14
Total % 21.4 35.7 35.7 7.1 100
n 18 30 30 7 85
% 21.2 35.3 35.3 8.2 100
Pekerjaan Pekerjaan contoh sebelum masuk Lapas usia <25 tahun sebesar 40.9% dan usia 25-40 tahun sebesar 40.8% merupakan wiraswasta (pengusaha depot air,
13 bengkel, dan rumah makan), sedangkan contoh pada usia >40 tahun sebesar 57.1% bekerja sebagai buruh. Secara keseluruhan pekerjaan contoh sebelum masuk Lapas adalah wiraswasta (pengusaha depot air, bengkel, dan rumah makan) (35.3) (Tabel 6). Menurut Suhardjo (1989) jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan individu. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan dan usia Usia (thn) Pekerjaan
<25
PNS/ABRI/POLRI Pegawai swasta Petani Pedagang Wiraswasta Buruh Lainnya Total
n 1 2 0 2 9 2 6 22
25-40 % 4.5 9.1 0.0 9.1 40.9 9.1 27.3 100
n 2 7 0 5 20 7 8 49
% 4.1 14.3 0.0 10.2 40.8 14.3 16.3 100
>40 n 0 1 1 1 1 8 2 14
Total % 0.0 7.1 7.1 7.1 7.1 57.1 14.3 100
n 3 10 1 8 30 17 16 85
% 3.5 11.8 1.2 9.4 35.3 20.0 18.8 100
Status Kesehatan Status kesehatan di Lapas menunjukkan bahwa sebanyak 24 dari 85 contoh (28.2%) mengalami gangguan kesehatan. Tabel 7 menunjukkan sebaran penyakit yang dialami oleh contoh, dapat dilihat bahwa persentase penyakit hampir merata, namun angka kejadian paling tinggi terdapat pada penyakit kulit (9.4%). Penelitian ini sejalan dengan Astriyanti et al. (2010) yang menyatakan bahwa dari empat orang yang berpraktek higiene perorangan yang buruk di Lapas Kupang diketahui bahwa dua orang hanya mengganti pakaian satu kali sehari, hal ini diduga menjadi penyebab terjadinya penyakit kulit. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan Penyakit Demam ISPA Maag Kulit Lainnya Total
n 6 1 4 8 5 24
% 7.1 1.2 4.7 9.4 5.9 28.2
Kasus Sebagian besar contoh yang dibina <10 tahun dan ≥15 tahun adalah kasus narkotika (narkoba dan psikotropika), sedangkan contoh yang dibina 10-15 tahun adalah kasus pembunuhan dan penganiayaan (Tabel 8). Berdasarkan hasil penelitian BNN bekerjasama dengan Puslitkes UI tahun 2011 diketahui bahwa angka prevalensi penyalahgunaan narkoba telah mencapai 2.2% dari total populasi penduduk (usia 10-60 tahun) atau sekitar 3.8-4.3 juta orang. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 0.2% dibandingkan tahun 2008 (2.0%) atau sekitar 3.3 juta orang (BNN 2013).
14 Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kasus dan lama pidana Kasus
1-5
Perlindungan anak Terhadap ketertiban Narkotika Pencurian Asusila Pembunuhan &penganiayaan Penipuan Total
n 6 1 17 4 3 2 1 34
5-10 n % 7 15.9 3 6.8 31 70.5 1 2.3 2 4.5 0 0 0 0 44 100
% 17.6 2.9 50.0 11.8 8.8 5.9 2.9 100
Lama pidana (thn) 10-15 ≥15 n % n % 1 16.7 0 0 1 16.7 0 0 1 16.7 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0 3 50 0 0 0 0 0 0 6 100 1 100
n 14 5 50 5 5 5 1 85
Total % 16.5 5.9 58.8 5.9 5.9 5.9 1.2 100
Lama dibina Secara keseluruhan contoh untuk semua kelompok umur telah dibina selama 1.5-3.5 tahun sebesar 60.0% (Tabel 9). Menurut Mangunhardjana (1996) tujuan pembinaan adalah untuk menciptakan pribadi atau kelompok maupun masyarakat yang terampil dan bersikap mental positif. Hal tersebut memungkinkan terlaksananya rencana kegiatan yang telah diprogramkan, sehingga terwujud masyarakat yang aktif dan dinamis. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan lama dibina dan usia Usia (thn) Lama dibina (thn) <1.5 1.5-3.5 ≥3.5 Total
<25 n 10 12 0 22
25-40 % 45.5 54.5 0.0 100
n 14 29 6 49
% 28.6 59.2 12.2 100
>40 n 2 10 2 14
Total % 14.3 71.4 14.3 100
n 26 51 8 85
% 30.6 60.0 9.4 100
Konsumsi Pangan Tabel 10 menunjukkan bahwa kelompok pangan yang paling banyak dikonsumsi contoh adalah serealia sebanyak 284.6 g/hari. Penelitian ini sejalan dengan Syofyarti (2013) yang menyatakan bahwa konsumsi pangan tertinggi pada pegawai Dinkes Padang Pariaman berasal dari kelompok pangan serealia. Konsumsi pangan umbi-umbian 79.2 g/hari, lainnya yang terdiri dari bumbu seperti kecap 78.1 g/hari, pangan hewani 45.1 g/hari, kacang-kacangan 33.7%, dan sayur dan buah 23.4%. Sebagian kecil pangan yang dikonsumsi adalah gula (6.8%) serta minyak dan lemak (5.0%) (Tabel 10). Menurut Suhardjo (1989) konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat maupun keluarga. Konsumsi pangan dapat dilihat dari aspek kuantitas dan kualitasnya. Aspek kuantitas berkaitan dengan jumlah zat gizi yang dianjurkan, sedangkan aspek kualitas berkaitan dengan keragaman dan jenis konsumsi pangan dan nilai mutu gizinya.
15 Tabel 10 Rata-rata konsumsi pangan contoh berdasarkan kelompok pangan Kelompok pangan Serealia Umbi-umbian Pangan hewani Minyak dan lemak Buah/biji berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan buah Lainnya
Rata-rata konsumsi pangan (g/hari)
284.6 79.2 45.1 5.0 15.0 33.7 6.8 23.4 78.1
Asupan Energi dan Zat Gizi Asupan Energi dan Protein Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi contoh berada pada kategori normal/cukup sebesar 71.8%, kategori di atas tingkat kecukupan sebesar 23.5%. Rata-rata asupan energi contoh 2794 kkal dan tingkat kecukupan energi 111%. Dilihat dari kategori kecukupan energi contoh, asupan contoh sudah bagus dan perlu dipertahankan. Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk memelihara fungsi dasar tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total. Selain itu, energi juga diperlukan untuk fungsi lain seperti mencerna, mengolah, dan menyerap makanan dalam alat pencernaan (Soekirman 2000). Kelebihan energi dapat menyebabkan kegemukan dan gangguan dalam fungsi tubuh. Makanan sumber energi didapatkan dari sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula (Almatsier 2009). Tingkat kecukupan protein contoh sebagian besar berada pada kategori normal/cukup dengan persentase sebesar 64.7%, kategori di atas tingkat kecukupan sebesar 31.8%. Rata-rata asupan protein contoh 68.7 g dan tingkat kecukupan protein 114.4%. Dilihat dari kategori kecukupan protein contoh, asupan contoh sudah bagus dan perlu dipertahankan. Sebagian besar tingkat kecukupan protein contoh normal dikarenakan pada hari tersebut menu lauk hewani saat makan siang adalah daging sapi. Sumber protein yang dikonsumsi di Lapas adalah ikan asin, telur, daging, dan kacang-kacangan. Menurut Khumaidi (1989) kecukupan protein akan terpenuhi apabila kecukupan energi telah terpenuhi karena sebanyak apapun protein akan dibakar menjadi panas dan tenaga apabila cadangan energi masih dibawah kebutuhan. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Kategori Defisit tingkat berat (<70%) Defisit tingkat sedang (70-79%) Defisit tingkat ringan (80-89%) Normal/cukup (90-119%) Diatas tingkat kecukupan (≥120%) Total Max (%) Min (%) Rata-rata (%)
Energi n 1 0 3 61 20 85 156.3 57.1 111
% 1.2 0.0 35 71.8 23.5 100.0
Protein n % 1 1.2 1 1.2 1 1.2 55 64.7 27 31.8 85 100.0 173.7 57.4 114.4
16 Asupan Vitamin Tabel 12 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan vitamin A semua contoh berada pada kategori normal/cukup sebesar 100%. Rata-rata asupan vitamin A contoh 2665 RE dan tingkat kecukupan vitamin A 469%. Sumber vitamin A tersebut berasal dari daging sapi dan sayuran singkong dan bayam. Dilihat dari kategori kecukupan vitamin A contoh, asupan contoh sudah bagus dan perlu dipertahankan. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan xerophtalmia yaitu sekresi air mata berhenti sehingga bola mata menjadi kering (Suhardjo & Kusharto 1988). Sumber vitamin A terdapat di dalam pangan hewani seperti hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega, sedangkan karoten terdapat di dalam sayuran berwarna hijau tua dan buah-buahan seperti pepaya, nangka masak, dan jeruk (Almatsier 2009). Sumber vitamin A yang dikonsumsi di Lapas adalah sayuran bewarna hijau (bayam, sawi hijau, daun singkong), kuning telur, dan daging bewarna merah. Menurut Haskell (2012) β-caroten merupakan salah satu sumber pangan vitamin A yang penting bagi manusia. Bioavaibilitas dan ekuivalen vitamin A dari β-caroten sangat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh pangan dan faktor yang berhubungan dengan diet dan gizi, kesehatan, serta karakteristik genetik dari manusia. Lairon et al. (2005) menyatakan bahwa meningkatnya konsumsi makanan yang mengandung serat, vitamin, antioksidan dan zat fitokimia aktif lainnya yang banyak berasal dari buah dan sayur sangat direkomendasikan untuk mencegah kondisi patologis yang berhubungan dengan BMI (Body Mass Indeks), kolesterol dan hipertensi. Tingkat kecukupan vitamin C contoh sebagian besar berada pada kategori defisit dengan persentase sebesar 95.3%. Rata-rata asupan vitamin C contoh 46.7 mg dan tingkat kecukupan vitamin C 54.6%. Hal tersebut diduga karena konsumsi buah-buahan contoh hanya berasal dari buah pisang. Dilihat dari kategori kecukupan vitamin C contoh, asupan contoh masih rendah dan perlu ditingkatkan. Kekurangan vitamin C menyebabkan timbulnya penyakit skorbut yang ditandai dengan lelah, lemas, gusi bengkak dan berdarah, kulit menjadi kering, warna merah kebiruan di bawah kulit dan mata kering. Sumber vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam diantaranya jeruk, nenas, pepaya, dan tomat. (Almatsier 2009). Menurut O’Brien et al. (2001) Rata-rata asupan harian vitamin C tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Sumber utama vitamin C untuk keseluruhan populasi berasal dari kentang, produk olahan kentang, buah, jus, kacang-kacangan dan biji, rempah, serta sayuran dan hidangan sayuran. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin Kategori Defisit (<77%) Normal/cukup (≥77%) Total Max (%) Min (%) Rata-rata (%)
Vitamin A n % 0 0.0 85 100.0 85 100.0 637.8 245.0 469
Vitamin C n % 81 95.3 4 4.7 85 100.0 159.3 2.0 54.6
17 Asupan Mineral Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat besi contoh berada pada kategori normal/cukup sebesar 98.8%. Rata-rata asupan zat besi contoh 21.5 mg dan tingkat kecukupan zat besi 174.5%. Hal ini diduga karena konsumsi lauk hewani yang disediakan di Lapas pada saat makan siang adalah daging sapi. Dilihat dari kategori kecukupan zat besi contoh, asupan contoh sudah bagus dan perlu dipertahankan. Menurut Almatsier (2009) besi hem yang terdapat dalam daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada besi non hem. Zat besi merupakan mikroelemen yang essensial bagi tubuh. Zat besi terutama diperlukan dalam hemopobesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa hemoglobin (Sediaoetama 2006). Kekurangan zat besi dapat menurunkan kekebalan individu, sehingga sangat peka terhadap serangan bibit penyakit. Hal ini berhubungan erat dengan menurunnya fungsi enzim pembentuk antibodi (Suhardjo & Kusharto 1988). Kekurangan zat besi juga dapat berpengaruh negatif terhadap fungsi otak yaitu menurunnya daya konsentrasi atau daya ingat. Sumber zat besi diperoleh dari makanan hewani seperti daging, ayam, ikan, telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah (Almatsier 2009). Sumber zat besi yang dikonsumsi di Lapas adalah telur, kacang-kacangan, dan daging bewarna merah. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan mineral Kategori Defisit (<77%) Normal/cukup (≥77%) Total Max (%) Min (%) Rata-rata (%)
Zat besi n % 1 1.2 84 98.8 85 100.0 302.8 45.8 174.5
Kalsium N % 83 97.6 2 2.4 85 100.0 122.3 4.3 25.9
Fosfor n % 56 65.9 29 34.1 85 100.0 255.9 33.9 76.1
Tingkat kecukupan kalsium contoh sebagian besar berada pada kategori defisit dengan persentase sebesar 97.6%. Rata-rata asupan kalsium contoh 46.7 mg dan tingkat kecukupan 25.9%. Dilihat dari kategori kecukupan kalsium contoh, asupan contoh masih rendah dan perlu ditingkatkan. Hal ini diduga karena kurangnya konsumsi pangan sumber kalsium seperti susu, dan ikan yang dikonsumsi beserta tulang. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan osteomalasia. Heaney (2003) menyatakan bahwa defisiensi kalsium dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan osteoporosis, namun demikian tulang merupakan cadangan kalsium dalam tubuh. Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahannya, ikan dimakan dengan tulangnya. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi apabila kita makan makanan yang seimbang setiap hari. Tingkat kecukupan fosfor contoh sebagian besar berada pada kategori defisit dengan persentase sebesar 65.9%. Rata-rata asupan fosfor contoh 506.8 mg dan tingkat kecukupan 76.1%. Dilihat dari kategori kecukupan fosfor contoh, asupan contoh masih rendah dan perlu ditingkatkan. Fosfor ada di dalam semua makanan terutama makanan kaya protein seperti daging, ikan, ayam, susu dan olahannya, kacang-kacangan dan olahannya serta serealia. Fosfor banyak terdapat di dalam makanan sehingga jarang terjadi kekurangan. Kekurangan fosfor bisa terjadi pada penderita yang kehilangan banyak cairan melalui urin. kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang (Almatsier 2009). Menurut Hannon et al.
18 (2001) Asupan fosfor pada laki-laki untuk semua kelompok umur lebih tinggi daripada perempuan. Kontribusi terbesar dari fosfor berasal dari daging, produk olahan daging, susu dan yoghurt, serta roti. Menurut Eves & Gesch (2003) selama 7 hari penelitian di penjara menunjukkan bahwa asupan lemak melebihi tingkat kecukupan, sedangkan asupan vitamin dan mineral kurang dari tingkat kecukupan. Kontribusi Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Lampiran 1 dapat dilihat bahwa kontribusi energi terbesar berasal dari kelompok pangan serealia (64.7%). Penelitian ini sejalan dengan Wirda (1989) yang menyatakan bahwa kelompok pangan serealia merupakan penyumbang kontribusi terbesar untuk energi. Kontribusi protein terbesar berasal dari kelompok pangan hewani (36.8%) dan serealia (35.3%). Kontribusi zat besi terbesar berasal dari kelompok pangan serealia (28.6%), kontribusi kalsium terbesar berasal dari kelompok pangan pangan hewani (22.4%), kontribusi fosfor terbesar berasal dari kelompok pangan hewani (24.2), serealia dan umbi-umbian (23.4%), kontribusi vitamin A terbesar berasal dari kelompok pangan minyak dan lemak (16.6%), kacang-kacangan (16.3%), sayur dan buah (16.2%), gula dan kelompok pangan lain (16.1%). Kontribusi vitamin C terbesar berasal dari kelompok pangan minyak dan lemak (15.0%), kacang-kacangan dan sayur dan buah (14.6%), gula dan kelompok pangan lain (14.5%). Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kelompok pangan serealia merupakan penyumbang kontribusi terbesar untuk energi dan besi, kelompok pangan hewani merupakan penyumbang kontribusi terbesar untuk protein, fosfor dan kalsium. Kelompok pangan minyak dan lemak penyumbang kontribusi terbesar untuk vitamin A dan vitamin C. Mauludyani et al. (2008) menyatakan bahwa beras atau nasi sering diidentikkan dengan pangan pokok yang mempunyai status sosial yang tinggi dan mempunyai komposisi gizi relatif lebih baik dibandingkan dengan makanan pokok lainnya. Kelompok pangan serealia yang dikonsumsi di Lapas adalah padi-padian, kelompok pangan umbi-umbian adalah singkong, kelompok pangan hewani adalah telur, ikan asin, dan daging. Kelompok pangan kacang-kacangan adalah tempe, dan kelompok pangan sayur dan buah adalah kol, kacang panjang, wortel, terong, toge, daun singkong, sawi, dan pisang. Aktivitas Fisik Tabel 14 menunjukkan rata-rata waktu yang digunakan contoh untuk melakukan aktivitas. Sebagian besar waktu contoh dihabiskan untuk tidur, mengobrol, duduk, dan kegiatan lain seperti olahraga. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor resiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global. Aktivitas-aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan yaitu: terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis, berat badan terkendali, otot lebih lentur dan tulang lebih kuat, bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional, lebih percaya diri, lebih bertenaga, bugar dan secara keseluruhan kesehatan menjadi lebih baik. Setiap kegiatan fisik
19 menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis aktivitas fisik Jenis aktivitas fisik Tidur Ngobrol Nonton TV Mandi/berpakaian Makan Duduk Berjalan tanpa beban Berdiri Memasak Lain-lain
Rata-rata ± SD (jam) 7.1±1.0 3.2±1.9 1.5±1.3 0.5±0.1 0.6±0.2 2.5±1.5 1.3±0.6 1.4±0.6 1.6±3.5 4.3±2.3
Tabel 15 menunjukkan tingkat aktivitas fisik contoh, dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh berada dalam kategori ringan sebesar 71.8%. sedang sebesar 24.7%, sangat ringan sebesar 2.4%, dan sisanya berat sebesar 1.2%. Secara keseluruhan tingkat aktivitas fisik contoh berada pada kategori ringan. Menurut Sallis (2000) penurunan aktivitas fisik sejalan dengan penurunan usia. Penurunan tersebut umumnya lebih besar pada laki-laki daripada perempuan, dan penurunan bervariasi menurut jenis dan intensitas kegiatan. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik Tingkat aktivitas fisik (PAL) Sangat ringan (<1.4) Ringan (1.4-1.69) Sedang (1.7-1.99) Berat (>1.99) Total
n 2 61 21 1 85
% 2.4 71.8 24.7 1.2 100.0
Status Gizi Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar status gizi contoh usia <25 tahun sebesar 81.8%, usia 25-40 tahun sebesar 65.3%, dan usia >40 tahun sebesar 71.4% adalah status gizi normal. Secara keseluruhan status gizi contoh adalah normal sebesar 70.6% (Tabel 16). Supariasa et al. (2001) menyatakan status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung seperti intake makanan dan status kesehatan. Kedua faktor tersebut saling tergantung satu sama lainnya (Riyadi 2001). Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan usia pada awal masuk Lapas Status gizi Kurus Normal Gizi lebih Obes Total
<25 n 3 18 0 1 22
25-40 % 13.6 81.8 0.0 4.5 100
n 6 32 10 1 49
% 12.2 65.3 20.4 2.0 100
Usia (tahun) >40 n 0 10 4 0 14
Total % 0.0 71.4 28.6 0.0 100
n 9 60 14 2 85
% 10.6 70.6 16.5 2.4 100
20 Tabel 17 menunjukkan status gizi berdasarkan usia saat dilakukan penelitian. Sebagian besar status gizi contoh usia <25 tahun sebesar 72.7%, usia 25-40 tahun sebesar 71.4%, dan usia >40 tahun sebesar 78.6% adalah status gizi normal. Secara keseluruhan status gizi contoh sebesar 72.9% adalah normal, bila dibandingkan status gizi contoh saat awal masuk Lapas dengan saat dilakukan penelitian jumlah contoh dengan status gizi kurus bertambah 4.7%, status gizi normal bertambah 2.3%, status gizi lebih berkurang 7.1%, dan status gizi obes tetap 2.4%. Dilihat secara keseluruhan status gizi contoh menurun. Hal ini diduga karena konsumsi pangan yang kurang beragam, kondisi psikologis, dan status kesehatan. Menurut Elder et al. (2012) kurangnya waktu tidur, depresi, dan stres dapat menurunkan berat badan sebanyak 10 pound selama 6 bulan intervensi. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Wirda (1989) yang menyatakan bahwa status gizi narapidana selama berada di dalam Lapas cenderung bertambah baik. Hal ini dikarenakan konsumsi energi dari kecukupan sudah dapat memenuhi kebutuhan energi contoh. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan usia saat dilakukan penelitian Usia (tahun) Status gizi
<25 n 5 16 0 1 22
Kurus Normal Gizi lebih Obes Total
25-40 % 22.7 72.7 0.0 4.5 100.0
n 8 35 6 0 49
>40
% 16.3 71.4 12.2 0.0 100.0
n 0 11 2 1 14
Total % 0.0 78.6 14.3 7.1 100.0
n 13 62 8 2 85
% 15.3 72.9 9.4 2.4 100
Tabel 18 menunjukkan bahwa contoh yang telah dibina selama <1.5 tahun sebanyak 30.6%, sebanyak 9.4% telah dibina selama ≥3.5 tahun. Dari keseluruhan kelompok contoh berdasarkan status gizi telah dibina selama 1.5-3.4 tahun (60.0%). Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan lama dibina dan status gizi Lama dibina (thn) <1.5 1.5-3.4 ≥3.5 Total
kurus n 6 7 0 13
% 46.2 53.8 0.0 100
normal n % 17 27.4 38 61.3 7 11.3 62 100
Status gizi gizi lebih n % 2 25.0 5 62.5 1 12.5 8 100
obes n 1 1 0 2
% 50.0 50.0 0.0 100
Total n 26 51 8 85
% 30.6 60.0 9.4 100
Hubungan antar Variabel Hasil uji korelasi chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dan protein dengan status gizi (p>0.05). Asupan zat gizi pada penelitian ini tidak mencerminkan keseluruhan gambaran status gizi saat ini secara langsung sebab status gizi merupakan akibat dari konsumsi sebelumnya dan asupan zat gizi hanya gambaran bukti sementara dari tingkat kecukupan seseorang serta merupakan konsumsi pada saat diteliti. Hasil uji korelasi chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara aktivitas fisik dengan status gizi (p<0.05). Hasil uji korelasi chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama dibina
21 dengan status gizi (p>0.05). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wirda (1989) yang menyebutkan bahwa lama dibina tidak berhubungan dengan status gizi. Semakin lama seseorang dibina di Lapas tidak menjamin status gizinya akan semakin baik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Contoh dalam penelitian ini adalah narapidana (85 orang) dengan rata-rata berat badan 57.9 kg dan tinggi badan 164 cm. Secara keseluruhan sebagian besar contoh berada pada rentang usia 25-40 tahun (57.6%). Sebaran penyakit yang dialami oleh contoh hampir merata, namun angka kejadian paling tinggi terdapat pada penyakit kulit yaitu 8 orang (9.4%). Tingkat pendidikan contoh mayoritas adalah lulusan SMP dan SMA (35.3%) dan mayoritas pekerjaan contoh adalah wiraswasta (pengusaha depot air, bengkel, dan rumah makan) (35.3%). Dari keseluruhan contoh sebanyak 58.8% kasus contoh adalah narkotika (narkoba dan psikotropika) dengan lama pidana 5-10 tahun, dimana sebanyak 60% contoh sudah dibina selama 1.5-3.4 tahun. Konsumsi pangan contoh selama berada di Lapas terdiri dari tiga kali makan besar dan dua kali selingan. Jenis makanan yang dikonsumsi contoh berdasarkan kelompok pangan adalah serealia (beras), umbi-umbian (singkong), minyak dan lemak (minyak kelapa sawit), buah/biji berminyak (santan/kelapa parut), kacangkacangan (tahu, tempe), gula, sayur dan buah (kol, sawi putih, kacang panjang, toge, terong, pisang, dll). Konsumsi pangan dan kontribusi energi contoh terbesar berasal dari kelompok pangan serealia. Tingkat aktivitas fisik contoh termasuk kategori ringan (71.8%). Aktivitas fisik yang sering dilakukan contoh adalah tidur, ngobrol, nonton TV, mandi/berpakaian, makan, duduk, berjalan tanpa beban, berdiri, memasak, dan lain-lain.Status gizi contoh secara keseluruhan normal (72.9%) dengan rata-rata IMT 21.5 kg/m2. Berdasarkan hasil uji korelasi chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dan protein dengan status gizi (p>0.05), namun terdapat hubungan negatif antara aktivitas fisik dengan status gizi (p<0.05). Hasil uji korelasi chi-square juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama dibina dengan status gizi (p>0.05). Saran Diharapkan kepada Lapas agar lebih memperhatikan konsumsi narapidana agar tidak terjadi defisiensi zat gizi, selain itu narapidan diharapkan lebih meningkatkan aktivitas fisik agar terhindar dari berbagai penyakit. Penelitian yang dilakukan di Lembaga pemasyarakatan masih terbatas sehingga diharapkan ada penelitian lanjutan agar ada pembanding pada penelitian ini dan dapat melakukan food recall berdasarkan siklus menu agar lebih dapat menggambarkan konsumsi pangan contoh selama berada di Lapas.
22
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih S. 2010. Waspadai Gizi Balita Anda. Jakarta (ID). PT Elex Media Komputindo. Amatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Astriyanti T, Lerik MC, &Sahdan M. 2010. Perilaku hygiene perorangan pada narapidana penderita penyakit kulit dan bukan penderita penyakit kulit di Lembaga Pemasyarakatan klas II A Kupang tahun 2010.MKM, 05(01), 5559. Budiyono. 2009. Fungsi lembaga pemasyarakatan sebagai tempat untuk melaksanakan pembinaan dan pelayanan terpidana mati sebelum dieksekusi. Jurnal Dinamika Hukum vol, 9(3). BNN. 2013. Perkembangan Ancaman Bahaya Narkoba di Indonesia Tahun 20082013. Jakarta (ID): Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Depkes. 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi Kesehatan Keluarga. . 2009. Pedoman Penyelenggaraan Makanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara Departemen Kesehatan RI. Jakarta (ID). Hal. 1-38 Elder CR, Gullion CM, Debar LL, Linberg NM &Stevans VJ. 2012. Impact of sleep, screen time, depression and stress on weight Changde in the intensif Weights los phase of the Life study. International Journal of Obesity, 36, 86-92. Eves A&Gesch B. 2003.Food provision and the nutritional implications of food choices made by young adult males, in a young offenders' institution.The Journal of Human Nutrition and Dietetics, 16, 167-179. [FAO] Food And Nutrition Technical Report Series. 2001. Human Energy Requirements. Roma (ID): FAO/WHO/UNU. [FKM-UI] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Gibson RS. 2005. Principal of Nutritional Assesment. Oxford (ID): Oxford University Press. Hannon EM, Kiely M, Harrington KE, Robson PJ, Strain JJ, &Flynn A. 2001. The north/south Ireland food comsumption survey: mineral intakes in 18-64 year old adult. The British Journal of Nutrition, 4(5A), 1081-1088. Haskell MJ. 2012. The challenge to reach nutritional adequacy for vitamin A: bcarotene bioavailability and conversion—evidence in humans. The American Journal of Clinical Nutrition, 96, 119-203. Heaney RP. 2003. Long-latency deficiency disease: insights from calcium and vitamin D. The American Journal of Clinical Nutrition, 78, 912-920.
23 Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Kusharto CM, Saadiyah NY. 2008. Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lairon D. et al. 2005. Dietary fiber intake and risk factors for cardiovascular disease in French adults. Am J Clin Nutr, 82(6), 1185-1194. Mangunhardjana. 1996. Pembinaan, Arti dan Metodenya. Yogyakarta (ID): Kanisius. Mauludyani AVR, Martianto D &Baliwati YF. 2008. Pola konsumsi dan permintaan pangan pokok berdasarkan analisis data susenas 2005. Jurnal Gizi dan Pangan, 3(2),101-117. Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta O’Brien MM, Kiely M, Harrington KE, Robson PJ, Strain JJ &Flynn A. 2001. The north/south Ireland food comsumption survey: vitamin intakes in 18— 64 year old adult. The British Journal of Nutrition, 4(5A), 1069-1079. Riyadi H. 2001. Diktat Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometrit. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. . 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga Edisi ke 2. Jakarta (ID): Universitas Terbuka Sallis JF. 2000. Age-related decline in physical activity: a synthesis of human and animal studies. Medicine and Science in Sports Exercise, 32(9), 1598-1600. Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta (ID): Dian Rakyat Sevilla CG, Ochave JA, Punzalan TG, Regalla BP, &Uriarte GG. 1992. Research Methods. Quezon City (ID) : Rex Printing Company Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas. Suhardjo, Kusharto CM. 1988. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi IPB Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen (Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran). Jakarta (ID): PT Ghalia Indonesia. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Syofyarti. 2013. Hubungan indikator antropometri obesitas dengan tekanan darah pada pegawai Dinas Kesehatan Kota Pariaman Sumatera Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
24 [WHO] World Health Organization. 2007. Cut off point nutritional status. [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. [Diunduh 2012 Nov 20]. Tersedia pada http://www.euro.who.intnutrtion-20030507_1 Wirda. 1989. Penyelenggaraan makan, konsumsi makanan dan keadaan gizi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. .
25
LAMPIRAN
26
Lampiran 1 Kontribusi energi dan zat gizi contoh Kelompok pangan Serealia Umbi-umbian Pangan hewani Minyak dan lemak Buah/biji berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan buah Lainnya Total
Berat gram 890 130.4 163.1 25.4 33.7 126.2 42.7 214.4 6.6 1632.5
energi kkal % 1583 64.7 270 11.1 186 7.6 70 2.8 67 2.7 68 2.8 67 2.8 68 2.8 68 2.8 2447 100.0
protein gram % 18.8 35.3 4.1 7.7 19.6 36.8 1.8 3.5 1.8 3.3 1.8 3.4 1.8 3.3 1.8 3.4 1.8 3.4 53.2 100.0
Fe mg 4.5 2.5 1.6 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2 15.6
Ca % 28.6 15.8 10.2 7.8 7.4 7.6 7.5 7.5 7.5 100.0
mg 44.7 47.6 91.4 38.4 36.7 37.5 37.1 37.3 37.2 408.0
P % 11.0 11.7 22.4 9.4 9.0 9.2 9.1 9.1 9.1 100.0
mg 195.3 195.3 201.3 41.3 39.4 40.4 39.9 40.1 40.0 833.1
% 23.4 23.4 24.2 5.0 4.7 4.8 4.8 4.8 4.8 100.0
Vit A RE % 0.0 0.0 0.8 0.0 79.4 2.8 470.7 16.6 449.3 15.9 460.0 16.3 454.7 16.1 457.3 16.2 456.0 16.1 2828.2 100.0
Vit C mg % 0.0 0.0 16.2 12.5 0.0 0.0 19.5 15.0 18.6 14.3 19.0 14.6 18.8 14.5 18.9 14.6 18.9 14.5 130.1 100.0
27
Lampiran 2 Hubungan asupan energi dengan status gizi Asupan Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat ringan Lebih Normal Total
Gizi lebih n % 0 0 0 0 1 12.5 7 87.5 8 100.0
Status Gizi Kurus Normal n % n % 0 0 1 1.6 0 0 3 4.8 1 7.7 17 27.4 12 92.3 41 66.1 13 100.0 62 100.0
n 0 0 1 1 2
Obes % 0 0 50 50.0 100.0
Total n 1 3 20 61 85
% 1.2 3.5 23.5 71.8 100.0
Berdasarkan uji chi-square tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi (P=0.767) Lampiran 3 Hubungan asupan protein dengan status gizi Asupan Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat ringan Defisit tingkat sedang Lebih Normal Total
Gizi lebih n % 0 0 0 0 0 0 3 37.5 5 62.5 8 100.0
Status Gizi Kurus Normal n % n % 0 0 1 1.6 0 0 1 1.6 0 0 1 1.6 1 7.7 23 37.1 12 92.3 36 58.1 13 100.0 62 100.0
n 0 0 0 0 2 2
Obes % 0 0 0 0 100.0 100.0
Total n 1 1 1 27 55 85
% 1.2 1.2 1.2 31.8 64.7 100.0
Berdasarkan uji chi-square tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status gizi (P=0.851) Lampiran 4 Hubungan aktivitas fisik dengan status gizi Kategori Aktivitas Sangat ringan Ringan Sedang Berat Total
Gizi lebih n % 0 0 6 75.0 2 25.0 0 0 8 100.0
n 0 9 4 0 13
Status Gizi Kurus Normal % n % 0 2 3.2 69.2 39 62.9 30.8 21 33.9 0 0 0 100.0 62 100.0
n 1 0 0 1 2
Obes % 50.0 0 0 50.0 100.0
Total n 3 54 27 1 85
% 3.5 63.5 31.8 1.2 100.0
Berdasarkan uji chi-square terdapat hubungan negatif antara aktivitas fisik dengan status gizi (P<0.005) Lampiran 5 Hubungan lama dibina dengan status gizi Kategori Lama Dibina (tahun) 1-1.29 1.3-4.8 Total
Gizi lebih n % 2 25.0 6 75.0 8 100.0
n 6 7 13
Status Gizi Kurus Normal % n % 46.2 15 24.2 53.8 47 75.8 100.0 62 100.0
n 1 1 2
Obes % 50.0 50.0 100.0
Total n 24 61 85
% 28.2 71.8 100.0
Berdasarkan uji chi-square tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama dibina dengan status gizi (P=0.381)
28 Lampiran 6 Dokumentasi penelitian
Pengukuran tinggi badan
Wawancara terstruktur dengan contoh
Pengukuran berat badan
Penyerahan ucapan terimakasih
Foto bersama dengan tamping dapur
29 Lampiran 7 Kuesioner penelitian Enumerator :
KUESIONER DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KONSUMSI PANGAN, AKTIFITAS FISIK, DAN STATUS GIZI NARAPIDANA LEMBAGA PEMASYARAKATAN PALEDANG, BOGOR Isilah dengan huruf kapital. Jawaban yang jujur sangat membantu untuk keberhasilan penelitian ini. Terima kasih atas partisipasi Anda. Sheet 1: Cover Nama Lengkap Usia Tempat/Tanggal lahir Jenis Kelamin Berat Badan (BB) Tinggi Badan (TB) Kasus Lama Dibina Lama Pidana Tanggal Pengisian
: : : : : : : : : :
Sheet 2: Data KLRG Data Karakteristik Keluarga B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 No Nama Status JK Usia (th) Pendidikan Pekerjaan c) dalam terakhir b) a) keluarga 1 2 3 4 5 Keterangan : a): (1) Ayah; (2) Anak; (3) Lainnya, sebutkan… b): (0) Tidak sekolah; (1) SD/Sederajat; (2) SMP/Sederajat; (3) SMA/Sederajat; (4) Diploma/Akademi; (5) Sarjana/Pascasarjana c): (0) Tidak Bekerja; (1) PNS/ABRI/POLRI; (2) Peagawai Swasta; (3) Petani;(4) Pedagang; (5) Wiraswasta; (6) Buruh; (7) Lainnya, sebutkan…
30 Sheet 3: Data RWP C2 C3 C4 C5 C6 C7 Jenis Ya/Tidak Lama Frekuensi Diobati/Tidak Keterangan Penyakit Berobat Sakit 1 Demam 2 ISPA 3 Diare 4 Cacar 5 Campak 6 Tifus 7 DB 8 Maag 9 Kulit 10 Lainnya Keterangan :* Riwayat penyakit yang diderita 3 bulan terakhir C1 No
Sheet 4: KSPN RECALL KONSUMSI PANGAN (1X24 JAM) Tgl
Waktu Mak. pokok Pagi Selingan pagi Siang Selingan siang Malam Pagi Selingan pagi Siang Selingan siang Malam
Banyak porsi yang dihabiskan Lauk Sayur Buah Susu snack Gula (ps) (bh) (gls) (ps) (sdm) H N (ptg) (ptg)
31 Sheet 5: Data AKFS Petunjuk Pengisian: Responden mengisi semua jenis kegiatan yang dilakukan selama 1x24 jam sehari sebelum dilakukan wawancara, misalnya: wawancara pada hari Selasa, maka responden menulis semua kegiatan yang dilakukan pada hari Senin dari CONTOH: libur) bangun tidur pagi(Hari sampai tidur malam. 05 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
0 5.00 6.00 7.00
5
10 15 20 Sholat Bersih-bersih Sarapan
25
30 35 40 Mencuci baju Mandi Jalan pagi
Hari/Tanggal : ……………… ( 0 5 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 01.00 02.00 03.00 04.00
10
15
20
45
50 55 60 Menjemur baju Membaca buku Sholat dhuha
) 25
(menit) 30 35
40
45
50
55
60
32
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukittinggi Sumatera Barat pada tanggal 29 Agustus 1989 dari ayah Emizar dan ibu Murni. Penulis lulus dari SMAN 5 Bukittinggi Sumatera Barat pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis masuk Diploma IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di jurusan Supervisor Jaminan Mutu Pangan dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Banjarlor, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes pada tahun 2013 dan Intership Dietetik (ID) di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi Jakarta pada tahun 2014.