POLA AKTIVITAS, KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG
NUR’AINI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRACT NUR’AINI. Pattern Activity, Food Consumption, Nutritional Status and Health of Street Children in Bandung. Under direction of ALI KHOMSAN and MIRA DEWI The general objective of this research was to know and analyze the correlation of pattern activity, food consumption, nutritional status and health of street children. The research design was cross sectional study. This research was part of project research Socio-economics and Environmental Factors Contributing to The Health and Nutritional Status of Street Children. Data was collected on February 2009 in Bandung, West Java. Street children was chosen by purposive sampling from eight NGOs in Bandung. Street children criteria were: 1) 5-18 years old 2) boys and girls 3) spend time in the street at least four hours in a day 4) work for a living in the street, commonly work as singers, beggars, shoe-polisher, porters etc. The result showed that most street children activity was singers, spend 4-8 hours in a day and 4-6 days in a week. The average energy and protein adequacy level of street children was light deficit category, iron and vitamin C in low category and vitamin A in sufficient category. Almost street children have normal nutritional and health status and good personal hygiene. There is no correlation between activity and duration of street children with nutrition adequacy level. There is no correlation between personal hygiene and nutritional status with health status.
Keyword: Street Children, Nutritional Status, Health Status, Pattern Activity, Food Consumption
RINGKASAN NUR’AINI. Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di Kota Bandung. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan MIRA DEWI. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis pola aktivitas, konsumsi pangan, status gizi dan kesehatan anak jalanan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik anak jalanan (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan) 2) mengidentifikasi dan menganalisis pola aktivitas anak jalanan 3) mengidentifikasi dan menganalisis kebiasaan makan anak jalanan 4) mengidentifikasi dan menganalisis higiene personal anak jalanan 5) menganalisis hubungan pola aktivitas, konsumsi pangan, status gizi dan kesehatan anak jalanan. Desain penelitian adalah cross sectional study. Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari Penelitian Aspek Sosioekonomi dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan. Waktu pengambilan data dilakukan pada Bulan Februari 2009 di Kota Bandung. Pengambilan anak jalanan dilakukan secara purposive sebanyak 51 anak jalanan dengan kriteria 1) berusia 5-18 tahun, 2) terdiri dari laki-laki dan perempuan, 3) melakukan aktivitas di jalan minimal 4 jam dalam sehari serta 4) memperoleh pendapatan dari bekerja di jalanan seperti mengamen, mengemis, menyemir sepatu, berjualan dan jasa lainnya. Data yang dikumpulkan adalah data karakteristik (umur dan jenis kelamin), sosial-ekonomi (pendidikan dan pendapatan), kebiasaan makan (frekuensi dan konsumsi pangan) dan status kesehatan. Data selanjutnya diolah menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for Window. Hubungan antar variabel yang berupa data kategorik diuji menggunakan korelasi Spearman sedangkan untuk data berjenis numerik digunakan uji korelasi Pearson. Lebih dari separuh anak jalanan (56,9%) adalah laki-laki dan presentase umur terbesar berada pada kisaran umur 9-12 tahun (45,1%). Presentase anak jalanan yang putus sekolah lebih besar (52,9%) dibandingkan anak jalanan yang masih sekolah (43,2%). Sebagian besar riwayat pendidikan anak jalanan baik yang putus sekolah maupun anak jalanan yang masih sekolah adalah SD/MI. Lebih dari separuh anak jalanan (56,9%) memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp.10.000-Rp.20.000 dengan rata-rata pendapatan Rp.14.451±5730,84. Jenis pekerjaan yang banyak dilakukan anak jalanan adalah mengamen (72,5%). Hampir separuh anak jalanan bekerja 4-6 hari dalam seminggu (49%). Sebesar 74,5 persen anak jalanan turun ke jalan selama 4-8 jam per hari dan sebagian besar anak jalanan termasuk kategori children on the street. Kontribusi energi (50,1%), protein (24,9%) dan Fe (31,7%) terbesar anak jalanan berasal dari golongan serealia, umbi, hasil olahannya yaitu beras. Ratarata konsumsi vitamin A terbesar berasal dari sayuran (42,1%) dan rata-rata konsumsi vitamin C terbesar adalah minuman (48,8%) yang berasal dari minuman rasa buah. Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein adalah defisit tingkat ringan (80-89% AKG). Rata-rata tingkat kecukupan Fe dan vitamin C adalah kurang (<70% AKG) sedangkan rata-rata tingkat kecukupan vitamin A cukup (≥70% AKG). Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein, sebesar 37,3 persen dan 45,1 persen anak jalanan termasuk ke dalam kategori defisit tingkat
berat. Lebih dari separuh anak jalanan memiliki tingkat kecukupan Fe, vitamin A dan C kategori kurang. Sebagian besar anak jalanan memiliki kebiasaan mandi minimal 2 kali sehari, selalu mandi menggunakan sabun, memiliki kebiasaan menggosok gigi minimal 2 kali sehari, selalu menggunakan pasta gigi, sering mengganti baju, terbiasa mencuci tangan menggunakan air bersih, sering mencuci dan menjemur handuk, dan selalu menggunakan alas kaki. Hampir sebagian anak jalanan jarang mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun serta menggunting kuku. Lebih dari separuh anak jalanan jarang keramas dan tidak pernah menggunakan handuk milik sendiri. Lebih dari separuh anak jalanan (52,9%) memiliki skor higiene personal tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan sudah menjaga kebersihan tubuh dan pakaian dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sebagian besar anak jalanan memiliki status gizi dan kesehatan yang normal. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan dan durasi anak jalanan dengan tingkat kecukupan gizi. Selain itu, hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status gizi anak jalanan. Terdapat hubungan yang signifikan negatif antara kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dengan diare. Hasil korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor higiene personal anak jalanan dengan status kesehatan anak jalanan. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status kesehatan anak jalanan. Selain itu hasil analisis Spearman juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan status kesehatan anak jalanan.
POLA AKTIVITAS, KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG
NUR’AINI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Skripsi : Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di Kota Bandung Nama : Nur’aini NIM : I14051808
Disetujui : Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS NIP. 19600202 198403 1 001
Dosen Pembimbing II
dr. Mira Dewi, MSi NIP. 19761116 200501 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS NIP. 19621204 198903 2 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, puteri pasangan Bapak Sukandar dan Ibu Saptariah. Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 19 Agustus 1987. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1993 sampai 1999 di SD Teladan Metro Lampung. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 2 Tanggamus dan pada tahun yang sama penulis bersekolah di SLTP 1 Negeri Gading Rejo dan terakhir di SLTP Negeri 3 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor pada tahun 2002-2005. Pada tahun 2005, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis memilih dan berhasil masuk di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat sebagai anggota UKM LISES Gentra Kaheman, anggota Divisi Organoleptik HIMAGITA Periode 2006/2007, Sekretaris I HIMAGIZI periode 2007/2008. Pada tahun 2007, penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan yang berjudul “Pemanfaatan Khasiat Kunyit dan Asam dalam Produk Permen Jelly”. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Putat Nutug, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan tahun 2009 penulis melaksanakan Internship Dietetik di RS LANUD Atang Sendjadja Bogor. Selain itu penulis pernah
menjadi
2007/2008.
penerima
beasiswa
Djarum
(Beswan
Djarum)
periode
PRAKATA Asalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di Kota Bandung” dilakukan sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana pada Program Studi Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia,
Institut
Pertanian Bogor.
Pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan dr. Mira Dewi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi 2. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku dosen pemandu seminar 3. Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku dosen penguji skripsi 4. Dr. Ir. Yayuk F Baliwati selaku dosen pembimbing akademik 5. Dra. Rita Patriasih, MSi dosen UPI Bandung yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk ikut serta dalam proyek penelitian anak jalanan 6. Keluarga atas do’a, nasehat dan semangat yang telah diberikan selama ini 7. Teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 42 8. Untuk Fitra Mailendra, terima kasih atas do’a dan dukungannya selama ini 9. Adik-adik angkatan 43, staf pengajar dan TU serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi ini Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua. Wasamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
iv
PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................
1
Tujuan ................................................................................................
2
Kegunaan ...........................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
4
Karakteristik Anak Jalanan .................................................................
4
Latar Belakang dan Penyebab Anak Turun ke Jalan ...........................
6
Rumah Singgah ...................................................................................
7
Pola Aktivitas .......................................................................................
8
Konsumsi Pangan ..............................................................................
9
Higiene Personal .................................................................................
10
Infeksi Saluran Pernapasan Atas ...................................................
11
Diare ............................................................................................
12
Penyakit Kulit .................................................................................
12
Folikulitis ...............................................................................
12
Skabies .................................................................................
13
Impetigo.................................................................................
13
Tinea ...................................................................................
14
Dermatitis Atropik ..................................................................
14
Status Gizi dan Kesehatan ..................................................................
14
KERANGKA PEMIKIRAN ...........................................................................
17
METODE PENELITIAN ................................................................................
19
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ................................................
19
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh ................................................
19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ....................................................
19
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................
20
DEFINISI OPERASIONAL ..........................................................................
23
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
24
Latar Belakang Menjadi Anak Jalanan .................................................
24
Karakteristik Anak Jalanan ..................................................................
25
Pola Aktivitas ......................................................................................
27
Kebiasaan Makan ...............................................................................
30
Frekuensi Pangan .......................................................................
30
Konsumsi Pangan ........................................................................
34
Tingkat Kecukupan Zat Gizi ................................................................
36
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein .........................................
36
Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral ......................................
37
Higiene Personal ................................................................................
38
Hubungan antar Variabel ....................................................................
40
Hubungan Pola Aktivitas dengan Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Gizi .........................................................
40
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi ...................................................................................
41
Hubungan Higiene Personal dengan Status Kesehatan ...............
42
Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan .........................
44
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
45
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
47
LAMPIRAN ..................................................................................................
51
DAFTAR TABEL Halaman 1
Data kesehatan anak jalanan.................................................................
16
2
Jenis dan cara pengumpulan data .........................................................
20
3
Sebaran anak jalanan berdasarkan alasan turun ke jalan ......................
24
4
Sebaran ayah dan ibu berdasarkan pekerjaan .......................................
24
5
Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan keluarga dan pendapatan per kapita ....................................................................
25
Sebaran anak jalanan berdasarkan dukungan, karakteristik dan pendidikan ......................................................................................
26
Sebaran anak jalanan berdasarkan pola aktivitas dan pendapatan ............................................................................................
28
8
Sebaran alokasi pendapatan anak jalanan ............................................
29
9
Statistik frekuensi konsumsi serealia, umbi dan olahannya ....................
30
10 Statistik frekuensi konsumsi daging, ikan, telur ......................................
31
11 Statistik frekuensi konsumsi kacang-kacangan ......................................
32
12 Statistik frekuensi konsumsi sayuran .....................................................
32
13 Statistik frekuensi konsumsi buah-buahan ............................................
33
14 Statistik frekuensi konsumsi makanan jajanan .......................................
33
15 Statistik frekuensi konsumsi serba-serbi ................................................
34
16 Rata-rata konsumsi pangan, energi dan zat gizi anak jalanan ...............
35
17 Statistik rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan ............
36
18 Sebaran anak jalanan berdasarkan dan anak jalanan............................
36
19 Statistik rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan ............
37
20 Sebaran anak jalanan berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral anak jalanan ..........................................................
38
21 Sebaran higiene personal anak jalanan ................................................
39
22 Sebaran anak jalanan berdasarkan skor penilaian higiene personal ......
40
6
7
23 Sebaran anak jalanan berdasarkan status gizi ......................................
41
24 Sebaran anak jalanan berdasarkan status kesehatan ...........................
42
25 Sebaran anak jalanan berdasarkan status kesehatan dan higiene personal..............................................................................
43
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran ................................................................................
18
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Rata-rata konsumsi pangan, energi dan zat gizi anak jalanan ................
52
2
Identitas anak jalanan .............................................................................
54
PENDAHULUAN Latar Belakang Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan pangan yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi (Soekirman 2000). Sesuai deklarasi tersebut, salah satu kelompok yang perlu diperhatikan dan berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan pangan yang cukup adalah anak jalanan. Hak anak yang tercantum dalam Konvensi Hak Anak (UNICEF 1993) yang diratifikasi oleh Republik Indonesia tahun 1990 adalah hak bertahan hidup yaitu hak anak untuk hidup dan memperoleh semua kebutuhan hidup dasar seperti standar hidup yang layak, tempat berlindung atau rumah, nutrisi atau makanan yang bergizi dan akses pada pelayanan kesehatan (Moeliono & Adi 2004). Dalam konvensi hak-hak anak dinyatakan bahwa anak-anak membutuhkan konvensi khusus karena anak-anak di bawah 18 tahun seringkali membutuhkan perhatian khusus dan perlindungan dimana orang dewasa tidak pernah melakukannya. Salah satu alasan adanya pemisahan hak-hak anak dalam konvensi hak asasi manusia adalah karena perkembangan kesehatan anak-anak sangat penting untuk masa depan yang baik dalam kehidupan bermasyarakat (UNICEF 2008). Semenjak krisis ekonomi yang melanda Indonesia, jumlah anak jalanan di kota besar terus meningkat dari tahun ke tahun. Pemetaan sosial terhadap 12 kota besar di Indonesia yang dilakukan oleh PKPM Universitas Atmajaya pada tahun 1999 (Irwanto et al. 1999) menunjukkan bahwa jumlah anak jalanan di berbagai kota besar amatlah tinggi. Pemetaan menujukkan ada sekitar 39.861 anak jalanan di berbagai kota besar: sekitar 10.373 berada di Jakarta, 2.832 di Bandung dan 2.835 di Surabaya (Moeliono 2001). Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bandung, berdasarkan hasil pemantauan LSM 2006, jumlah anak jalanan di Kota Bandung sebanyak 4.000 orang. Pada akhir 2007, angka ini naik menjadi 6.000 orang. Diperkirakan di akhir 2008 anak jalanan di Kota Bandung meningkat menjadi 8.000 orang (Anonim 2008). Peningkatan jumlah anak jalanan akan meningkatkan permasalahan gizi dan kesehatan. Hal ini disebabkan anak jalanan yang termasuk ke dalam kategori anak-anak dan remaja membutuhkan asupan gizi yang cukup serta kesehatan yang baik untuk mendukung
pertumbuhannya. Menurut UNICEF (2008) anak-anak masih tumbuh dan berkembang sehingga anak-anak lebih rentan dibandingkan dewasa terhadap kondisi kehidupan yang buruk seperti kemiskinan, tidak terpenuhinya pelayanan kesehatan, gizi, air bersih, tempat tinggal dan polusi lingkungan. Pengaruh dari penyakit, malnutrisi dan kemiskinan mengancam masa depan anak-anak dan masyarakat tempat mereka tinggal. Salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada anak jalanan adalah keadaan kurang gizi karena pola makan yang tidak teratur. Keadaan kurang gizi merupakan salah satu faktor penyebab mudahnya seseorang terkena penyakit infeksi, hal ini karena sistem kekebalan tubuh alami yang dimiliki orang melemah. Selain itu status kesehatan anak jalanan yang buruk juga dapat menyebabkan status gizi menjadi buruk (Indriani, Adiningsih & Mahmudiono 2006). Jika status gizi dan kesehatan anak jalanan tidak terpenuhi, dikhawatirkan anak jalanan akan menjadi generasi hilang (lost generation). Menurut Soekirman (2000) krisis ekonomi yang mendera bangsa Indonesia selama ini telah menghasilkan suatu generasi dengan jutaan anak kekurangan gizi. Apabila tidak diwaspadai dan tidak dilakukan upaya yang cepat dan tepat maka jutaan anak yang kurang gizi itu dapat merupakan suatu generasi yang hilang (lost generation) yaitu suatu generasi dengan daya intelektual yang lebih rendah. Situasi kehidupan di jalanan memang memberikan peluang bagi anak jalanan untuk mencari uang tetapi kehidupan di jalanan juga membahayakan status gizi dan kesehatan anak jalanan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui status gizi dan kesehatan anak jalanan terutama di kota besar yaitu Bandung. Hal ini disebabkan status gizi baik masa lampau maupun saat ini merupakan faktor kunci kesehatan, fisik, emosional dan perkembangan kognitif anak. Anak jalanan berada pada resiko pengecualian terhadap dampak kesehatan dan malnutrisi yang luas (UNICEF 2008). Tujuan Tujuan umum Untuk mengetahui dan menganalisis pola aktivitas, konsumsi pangan, status gizi dan kesehatan anak jalanan. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik anak jalanan (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan)
2. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola aktivitas anak jalanan 3. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebiasaan makan anak jalanan 4. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis higiene personal anak jalanan 5. Untuk menganalisis hubungan pola aktivitas, konsumsi pangan, status gizi dan kesehatan anak jalanan Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi bagi pemerintah atau lembaga sosial Kota Bandung mengenai fenomena anak jalanan di Kota Bandung sehingga dapat dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan sosial serta gizi dan kesehatan anak jalanan. Selain itu, penelitian ini berguna dalam memberikan informasi kepada masyarakat bahwa jumlah anak jalanan terus meningkat dengan segala permasalahannya.
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Anak Jalanan Anak jalanan adalah anak yang berusia 5–18 tahun baik laki-laki maupun perempuan yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan, memiliki komunikasi yang minimal atau sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan keluarga dan kurang pengawasan, perlindungan dan bimbingan sehingga rawan terkena gangguan kesehatan dan psikologi (UNICEF 2001). Menurut Moeliono (2001) secara operasional dapat dikatakan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan lebih dari empat jam waktunya di jalanan baik untuk bekerja maupun kegiatan lainnya. Hasil penelitian dan penanganan anak jalanan di beberapa kota besar menunjukkan ada dua kategori anak jalanan yaitu: Pertama, children of the street, tipe ini adalah anak yang hidup dan tinggal di jalanan, tidak berhubungan lagi dengan keluarganya dan di lingkungan anakanak jalanan biasanya disebut gelandangan, gembel, tekyan dan sebagainya. Mereka biasanya tidak mempunyai tempat tinggal maupun pekerjaan yang tetap sehingga banyak diantara mereka terlibat dalam pencurian, kriminalitas dan penggunaan NARKOBA (Narkotik, Alkohol, Obat dan Bahan Adiktif). Kedua, children on the street also called working children. Di Indonesia jenis anak ini disebut pekerja anak di jalan yakni anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja di jalan atau tempat-tempat umum untuk membantu keluarganya. Pada umumnya mereka bekerja untuk memperoleh pendapatan sehingga biasanya mereka relatif tidak banyak menggunakan waktu luang untuk hal lain seperti penggunaan NARKOBA (Moeliono 2001). UNICEF mengkategorikan anak jalanan ke dalam tiga kelompok yaitu children at risk, children on the street dan children of the street. Children at risk didefinisikan sebagai anak malang dengan faktor risiko tertentu seperti kemiskinan dan putus sekolah yang dapat memicu mereka untuk pergi dari rumah dan menghabiskan sebagian hidup mereka di jalan. Children on the street bekerja di jalan sepanjang hari dan kembali ke rumah pada malam hari. Pekerjaan mereka sebagai tenaga kasar seperti menyemir, menjual permen dan barang lain, mencuci dan menjaga mobil atau membawa barang. Children of the street memiliki kontak yang sangat minimal dengan keluarga serta hidup dan tidur di jalan dengan teman atau yang lebih dewasa. Kategori yang lain adalah
abandoned street children yaitu anak jalanan yang tidak berhubungan dengan orangtua lagi (Gilbert et al. 2004). Dari hasil pengolahan data Susenas 2000 diperkirakan jumlah anak terlantar di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 3,06 juta anak dan anak dalam kondisi rawan terlantar diperkirakan berjumlah 10,09 juta anak. Anak jalanan diperkirakan berjumlah 39.861 anak di 12 kota besar. Sebesar 53,7 persen anak laki-laki dan 46,0 persen anak perempuan putus sekolah yaitu di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Mataram, Makasar, Medan, Padang, Palembang dan Lampung (Hamid 2008). Berdasarkan hasil survai tri wulan I di Jakarta, menurut kelompok umur persentase jumlah anak jalanan pada kelompok umur 10-14 tahun merupakan yang terbesar diikuti oleh kelompok umur 15-18 tahun, 19-21 tahun dan 5-9 tahun sedangkan anak jalanan pada kelompok umur balita persentasenya paling kecil (BPS 2001). Pada dua rumah singgah yang berada di Kotamadya Bandung, rentang usia anak jalanan berkisar antara 13-18 tahun (Sugiharto 2001). Pada semua hasil penelitian ada indikasi ketidakseimbangan gender yang jelas pada anak jalanan yakni 75-90 persen anak jalanan di Amerika Latin dan Afrika adalah laki-laki. Hal ini disebabkan laki-laki memiliki kebebasan dan mampu berdapatasi dengan lingkungan jalanan sejak dini untuk memperoleh uang demi menambah pendapatan keluarga meskipun orangtua khawatir dengan adanya kekerasan, obat-obatan dan kecelakaan. Harapan masyarakat dan keluarga terhadap anak perempuan yaitu lebih baik tinggal di rumah melakukan pekerjaan rumah dan mengurus anak. Perempuan yang tinggal di jalan kebanyakan memiliki masalah serius dalam keluarga dengan banyak masalah mengenai penyalahgunaan fisik dan seksual sebelum meninggalkan rumah (Abdelgalil et al. 2004). Berdasarkan studi yang dilakukan Suhartini (2008) terhadap anak jalanan di Kota Bogor, kebanyakan anak jalanan yang berusia 13-18 tahun turun ke jalan untuk mencari tambahan uang saku sedangkan pada usia 16-18 tahun kebanyakan turun ke jalan karena kesulitan ekonomi. Sebagian anak jalanan memperoleh pendapatan Rp.15.000 per hari. Biasanya penghasilan mereka tidak sama setiap harinya. Rata-rata mereka tidak memiliki target penghasilan setiap harinya. Alokasi pendapatan yang diperoleh beragam, sebagian besar alokasi penghasilan untuk bertahan hidup yaitu diberikan kepada orangtua dan makan sehari-hari.
Latar Belakang dan Penyebab Anak Turun ke Jalan Tidak ada satu faktor tunggal yang menyebabkan anak berada, tinggal, hidup atau bekerja di jalanan melainkan ada banyak faktor (multifaktor) yang sangat terkait. Pada dasarnya ada tiga faktor utama sebagai penyebab yaitu: kemiskinan, faktor-faktor keluarga dan pengaruh lingkungan. Setiap faktor bisa saling tumpang tindih atau terkait dengan faktor lainnya. Kemiskinan, persoalan dalam keluarga atau hubungan keluarga yang buruk dan pengaruh lingkungan sebaya yang secara bersamaan dapat memberi tekanan yang begitu besar pada anak sehingga meninggalkan rumah dan melarikan diri ke jalan untuk mencari kebebasan, perlindungan dan dukungan dari jalanan dan dari rekan-rekan senasibnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak anak jalanan berasal dari keluarga besar (5-10 jiwa) dengan orangtua yang tidak bekerja atau bekerja di sektor informal (pemulung, pedagang, asongan/kaki lima, supir dan sebagainya) berpenghasilan rendah atau juga petani miskin di desa (Moeliono 2001). Ada empat hal yang perlu diperhatikan dari faktor keluarga yang menyebabkan anak di jalan. Pertama, orangtua tunggal yakni wanita sebagai kepala keluarga. Banyak anak jalanan berasal dari keluarga tanpa ayah. Kedua, pengalaman
atau
kejadian
traumatis
dalam
keluarga.
Orangtua
sakit
berkepanjangan, keluarga terlibat hutang/kredit, perkelahian dalam rumah tangga, perceraian dan lain-lain menjadikan anak lebih betah tinggal di jalan. Ketiga, penyalahgunaan dan kekerasan terhadap anak. Penelitian DAI-YKAI (1994) menunjukkan bahwa 60 persen dari anak jalanan yang diteliti kabur dari rumah akibat konflik yang dihadapinya di dalam keluarga. Keempat, pandangan terhadap nilai anak. Dari penelitian Atmajaya di tiga kota, terungkap bahwa masih banyak juga orangtua di kota dengan kondisi sosial ekonomi rendah baranggapan bahwa bekerja lebih penting daripada sekolah (Moeliono 2001). Lingkungan juga mempunyai pengaruh kuat atas pola pikir dan perilaku seseorang. Dari penelitian yang dilakukan DAI-YKAI (1994) sebesar 79 persen anak jalanan yang diteliti memperoleh akses menjadi anak jalanan di Jakarta melalui teman atau kerabat yang sudah lebih dahulu berada di Jakarta. Mereka umumnya tertarik pada cerita, pengalaman atau penghasilan rekan-rekan atau kerabatnya yang sudah lebih dahulu berada di Jakarta (Moeliono 2001). Survai yang dilakukan oleh BPS (2001) terhadap keberadaan anak jalanan di Jakarta menyatakan bahwa ada beberapa alasan atau faktor yang
menyebabkan seorang anak menjadi anak jalanan. Alasan tersebut diantaranya sebagian besar dari mereka merupakan korban eksploitasi kerja, kemudian diikuti oleh alasan tidak punya tempat tinggal dan alasan keluarga tidak harmonis. Kebanyakan anak jalanan kembali ke rumah pada malam hari dan mereka turun ke jalan hanya untuk menambah penghasilan mereka sendiri dan keluarga. Pendapatan ini sangat penting untuk keuangan keluarga karena banyak orangtua yang memperoleh uang dari anaknya. Hal ini
disebabkan rata-rata
pendapatan anak di jalanan lebih besar daripada program beasiswa pemerintah. Beasiswa ini bertujuan untuk mendorong agar anak tetap sekolah namun tidak seperti yang diharapkan orangtua bahwa beasiswa dapat mengganti pendapatan yang diperoleh anaknya (Gurgel et al. 2004). Rumah Singgah Rumah singgah adalah organisasi sosial atau merupakan organisasi intregrasi yang sengaja dibentuk karena tujuan-tujuan yang ingin dicapai yaitu terbinanya anak-anak jalanan. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial rumah singgah adalah tempat penampungan bagi anak jalanan dengan memberikan kemudahan bagi eksistensi mereka dengan memberikan pelayanan dan pembinaan yang bermisi sebagai penyiapan untuk masa depannya (Sugiharto 2001). Tujuan umum rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan anak jalanan menurut Departemen Sosial RI (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial) adalah kebutuhan makan 3 kali sehari, kebutuhan pakaian, kebutuhan kesehatan, kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan pendidikan, kasih sayang dari orangtua, uang saku dan citacita atau harapan. Fungsi rumah singgah adalah sebagai tempat pertemuan pekerja sosial dengan anak jalanan, pusat assessment dan rujukan, fasilitator, tempat perlindungan, rumah informasi, kuratif-rehabilitatif, akses terhadap pelayanan dan resosialisasi (Sugiharto 2001). Prinsip rumah singgah disusun sesuai dengan karakteristik pribadi maupun kehidupan anak jalanan untuk memenuhi fungsi dan mendukung strategi. Prinsip rumah singgah adalah:
1. semi institusional yaitu anak jalanan sebagai penerima pelayanan boleh bebas keluar masuk baik untuk tinggal sementara maupun hanya mengikuti kegiatan 2. pusat kegiatan yaitu rumah singgah merupakan tempat kegiatan, pusat informasi dan akses semua kegiatan yang dilakukan didalam maupun diluar rumah singgah 3. terbuka 24 jam yaitu anak jalanan boleh datang kapan saja 4. hubungan informasi dalam rumah singga bersifat informal seperti perkawanan dan kekeluargaan 5. bermain dan belajar 6. persinggahan dari perjalanan ke rumah atau ke alternatif lain. Rumah singgah merupakan persinggahan anak jalanan dari situasi jalanan menuju situasi lain yang dipilih dan ditentukan oleh anak (Zulfadli 2004). Pola Aktivitas Pola aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang biasa dilakukan oleh remaja sehari-hari sehingga akan membentuk pola. Aktifitas remaja mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan berulang ulang (Kartono 1992 dalam Ratnayani 2005). Hasil survai di Jakarta menunjukkan bahwa aktivitas anak jalanan yang paling dominan adalah mengamen, kemudian mengasong dan mengemis yang masing-masing sebesar 54,61 persen, 29,85 persen, dan 6,24 persen. Selain itu, banyak anak jalanan yang sudah tidak sekolah lagi yaitu sebesar 46,89 persen sementara yang masih sekolah dan ingin sekolah tetapi tidak mampu berturut-turut 27,56 persen dan 16,74 persen (BPS 2001). Anak jalanan umumnya bekerja antara 4-18 jam per hari jika melakukan satu atau sejumlah aktivitas dengan rata-rata 11 jam kerja per hari (UNICEF 2001). Dengan jam kerja yang tidak yang menentu, anak jalanan sering ditemui sampai larut malam mengikuti kehidupan kota. Dengan demikian anak jalanan hanya bekerja pada siang sampai sore hari dan tidur pada pagi harinya. Selain itu, aktivitas lain dalam kehidupan anak jalanan adalah mendapatkan tempat aman untuk tidur, tempat untuk istirahat, mendapatkan uang untuk bersenangsenang sedikit dan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka (Twikromo 1999 dalam Janaka 2000). Selain melakukan aktivitas dalam mencari nafkah atau dalam pendidikan, di sela waktu istirahatnya sebagian anak jalanan melakukan kegiatan buruk yang
seharusnya tidak boleh dilakukan oleh anak-anak. Ada tiga ketegori besar kegiatan negatif yang menyertai kehidupan anak jalanan yaitu merokok, minumminuman keras dan mengkonsumsi narkoba (BPS 2001). Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kelebihan atau kekurangan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, aktivitas fisik (Almatsier 2006). Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi, kedua informasi ini (jenis dan jumlah pangan) merupakan hal yang penting. Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Kusharto & Sa’adiyah 2006). Frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi (Sukandar 2007). Frekuesi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, maupun kali per bulan. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al. 1998). Secara umum tujuan survai konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Berdasarkan jenis data terdapat dua jenis data yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makanan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode
telepon, metode pendaftaran makanan (food list). Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), dafar Konversi Mentah Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM) (Supariasa et al. 2001). Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu. Metode ini dilakukan dengan cara mencatat jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam ukuran rumah tangga setelah itu dikonversikan ke dalam satuan berat. Pada metode ini subjek diminta untuk mengingat semua makanan yang telah dimakan dalam 24 jam atau sehari yang lalu. Metode ini dapat menaksir asupan gizi pada individu (Gibson 2005). Beberapa cara dilakukan oleh anak tunawisma untuk memperoleh pangan. Cara memperoleh pangan tersebut diantaranya membeli sendiri, diberi oleh orang lain, sumbangan, tempat sampah atau sisa makanan, pangan yang diperoleh dari program darurat dan pangan yang diperoleh dari lainnya (Tarasuk et al. 2005). Higiene personal Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya penyakit pada higiene personal (kesehatan peseorangan) diantaranya sebagai berikut (Widyati & Yuliarsih 2002) : 1. Mandi minimal dua kali sehari untuk mencegah dan menghindari penyakit kulit 2. Menyikat gigi 3. Pakaian yang bersih 4. Olahraga 5. Minuman yang direbus 6. Mencuci tangan sebelum memegang makanan Mencuci tangan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah penyebaran penyakit diare. Sabun dan abu gosok merupakan pembersih dan desinfektan yang menggunakan air dan dapat digunakan untuk membunuh bakteri patogen pada tangan dan peralatan. Waktu yang paling
penting dalam mencuci tangan adalah setelah buang air besar, setelah membersihkan anak yang buang air besar dan sebelum makan atau memegang makanan (WHO 2008). Menurut Depkes RI (2000) kejadian diare erat kaitannya dengan kebiasaan hidup bersih dan sehat, seperti pemeliharaan higiene personal. Begitu juga halnya dengan penyakit kulit dan gigi (Sari 2007). Mandi dan mengganti pakaian secara teratur penting untuk kebersihan dan penampilan seseorang yang baik. Hal ini juga termasuk higiene pencegahan terhadap penyakit seperti skabies, cacing gelang, trakoma, konjungtivitis dan tifus (WHO 2008). Rendahnya higiene personal pada anak jalanan akibat tidur di jalan dan bekerja di lingkungan tidak sehat merupakan alasan mengapa anak jalanan mudah terkena penyakit (UNICEF 2001). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Infeksi pernapasan akut merupakan penyebab masalah kesehatan paling umum yang terjadi di dunia. WHO telah memperkirakan bahwa terdapat 14-15 juta kematian anak di bawah lima tahun dalam setahun dan sepertiganya adalah karena infeksi pernapasan akut. Meskipun penyakit ini belum didefinisikan ke dalam kelompok penyakit, namun infeksi pernapasan akut termasuk di dalamnya batuk influenza, pneumonia, bronkhitis, dan sejumlah penyakit infeksi lainnya. Kebanyakan infeksi pernapasan ditemukan di bagian dunia yang lebih dingin atau di dataran tinggi pada daerah tropis (Webber 2005). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dapat bersifat akut atau kronik. Istilah ISPA atau Acute Respiratory Infection (ARI) meliputi tiga unsur yaitu: 1. Infeksi yaitu masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit 2. Saluran pernapasan yaitu organ mulai dari hidung hingga alveoli. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adenoksa saluran pernapasan (sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura) 3. Infeksi akut yaitu infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menujukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan dalam ISPA. Proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes 2004 dalam Fitriyani 2008).
Diare Diare adalah suatu kondisi buang air besar dengan konsistensi yang lembek sampai encer bahkan dapat berupa air saja yang terjadi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih dari sehari). Diare disebabkan oleh kuman yang ada pada kotoran manusia, ditularkan melalui lalat atau air yang tidak bersih, tangan yang tidak bersih dan keracunan makanan. Tanda-tanda diare diantaranya adalah buang air besar encer terus-menerus (lebih dari tiga kali sehari) kadang disertai muntah (muntaber) dan panas, nafsu makan berkurang dan selalu haus serta badan lesu dan lemas (Latifah et al. 2002). Diare ada dua jenis yaitu diare akut dan kronis. Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu yang disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya sedangkan diare akut adalah diare yang timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari. Diare akut lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil daripada anak yang lebih besar. Penyebab prevalensi yang tinggi dari penyakit diare di negara yang sedang berkembang yaitu kontaminasi dari sumber air yang tercemar dan terjadinya defisiensi zat gizi yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (As’ad 2002). Diare akut lebih mudah diobati dibandingkan yang kronis. Diare akut akan segera hilang setelah gejala atau penyebabnya teratasi. Sebaliknya pengobatan diare kronis lebih spesifik sebab terlebih dahulu harus menemukan dahulu penyebabnya sebelum dilakukan tindakan pengobatan. Diare akut dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi). Dehidrasi berat sering menimpa bayi, anak-anak maupun orang dewasa (manula). Jika terlambat ditanggulangi dapat berakibat fatal. Sebaliknya diare kronis yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan gizi (Uripi 2000). Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah diare diantaranya menggunakan air bersih dan sehat untuk minum, masak, mencuci makanan dan peralatan makan, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar, menggunakan jamban atau kakus sehat ketika buang air besar atau kecil dan membuang tinja bayi atau anak kecil ke dalam lubang jamban (Latifah et al. 2002). Penyakit Kulit Folikulitis Folikulitis adalah infeksi bakteri pada folikel rambut yang menyebabkan formasi bisul-mengumpulkan nanah di bawah lapisan kulit luar. Infeksi dapat di
luar atau di dalam. Folikulitis dapat juga menjurus pada pengembangan furunkel (furunkulosis) umumnya dikenal sebagai borok atau radang (karbunkel). Penyebab umum dari folikulitis, borok dan karbunkel adalah bakteri yang disebut stafilokokus aureus. Faktor yang meningkatkan seseorang untuk terkena folikulitis antara lain luka yang terinfeksi, kebersihan yang buruk, pelemahan diabetes, kosmetik yang menyumbat pori, pakaian ketat, friksi, pemakaian bahan kimia dan pengobatan lesi kulit dengan tar atau dengan terapi penghambat, pemakaian steroid (Sitepoe 1996). Skabies Skabies di Indonesia dikenal dengan penyakit kudis. Kulit terasa sangat gatal di malam hari dan pada kulit didapat vesikula kecil-kecil berisi cairan bening. Kudis ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabei yang memasuki kulit, memakan jaringan kulit dan menaruh telur-telurnya di dalam kulit. Telur akan menetas dalam waktu 4-8 hari dan nymphanya menjadi dewasa dalam waktu dua minggu. Karena gatalnya penderita terus menggaruk-menggaruk kulitnya dan sebagai akibatnya seringkali terjadi infeksi sekunder (Slamet 2006). Skabies didapat terutama di daerah kumuh dengan keadaan sanitasi yang sangat jelek. Reservoir skabies adalah manusia; penularan terjadi secara langsung dari orang ke orang ataupun lewat peralatan seperti pakaian. Hal ini dipermudah oleh keadaan penyediaan air bersih yang kurang jumlahnya. Oleh karena itu skabies banyak didapat juga sewaktu terjadi peperangan (Slamet 2006). Cara pencegahan skabies diantaranya mandi dengan air bersih dan menggunakan sabun, gunakan cairan anti kudis jika salah satu anggota terserang kudis dan jangan menyentuh penderita, pakaian atau peralatan lain yang digunakan penderita (Latifah et al. 2002). Impetigo Impetigo adalah infeksi kulit bagian luar yang menular, ditandai oleh bidang yang melepuh amat kecil dan pecah kemudian menyerang kulit di bawahnya. Penyakit ini dapat muncul hampir dimana pun tetapi biasanya tampak pada daerah di sekitar hidung dan mulut. Gangguan ini yang biasanya muncul di akhir musim panas atau awal musim gugur, menyebar lebih mudah pada bayi, anak kecil dan orangtua. Faktor-faktor resiko tertentu seperti higiene yang buruk, anemia, kurang gizi, dan iklim hangat dapat meningkatkan kemungkinan berjangkitnya infeksi ini. Impetigo dapat merupakan komplikasi cacar ayam, eksim atau kondisi kulit lain
yang ditandai oleh pembukaan lesi. Impetigo disebabkan oleh infeksi bakteri. Tipe-tipe bakteri yang menghasilkan bakteri ini antara lain Stafilokokus aureus dan kadang-kadang kelompok Streptokokus beta hemolitikus A (Sitepoe 1996). Tinea Tinea adalah infeksi jamur yang dapat mempengaruhi kulit kepala (tinea kapitis), tubuh (tinea korporis), kuku (tinea unguium), kaki (tinea pedis), kunci paha (tinea kruris) dan kulit berjambang (tinea barbar). Infeksi tinea disebabkan oleh jamur Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton. Tranmisi dapat muncul secara langsung melalui kontak dengan lesi yang terinfeksi atau secara tidak langsung melalui kontak dengan benda-benda terkontaminasi seperti sepatu, handuk atau kamar mandi dus (Sitepoe 1996). Dermatitis Atropik Dermatitis atropik adalah penyakit kulit menahun atau kronik yang sangat mengganggu bagi seluruh keluarga karena sulit untuk disembuhkan dan sangat gatal. Penyakit ini dapat terjadi pada segala usia namun banyak dijumpai pada anak-anak. Dapat mengenai bagian pipi, kaki, lengan dan punggung, tungkai bawah, lipatan siku-lutut, tangan, bibir, kelopak mata dan kulit kepala. Gejala dermatitis atropik dapat berupa kulit kering dan bersisik, sensitif dan mudah terangsang, kulit merah dan basah (eksim), penebalan kulit terutama di daerah yang sering mengalami garukan disertai dengan perubahan warna menjadi lebih gelap akibat peningkatan jumlah pigmen kulit serta rentan terhadap perubahan suhu (Boediarja 2002). Status Gizi dan Kesehatan Status gizi adalah salah satu aspek status kesehatan yang dihasilkan dari asupan, penyerapan, dan penggunaan pangan serta terjadinya infeksi, trauma, dan faktor metabolik yang mungkin terjadi karena adanya patologi. Status makanan merupakan salah satu aspek yang mengacu pada konsumsi pangan seseorang, kelompok pangan atau zat gizi. Status makanan dan status gizi tidak sepenuhnya sama karena konsumsi pangan tidak hanya faktor yang temasuk dalam faktor penyebab tetapi asupan makanan diperlukan untuk menjaga kesehatan (Rippe 2001). Pada keluarga yang berlatarbelakang sosial dan ekonomi yang rendah atau miskin umumnya menghadapi masalah kekurangan gizi (disebut gizi kurang). Resiko penyakit yang mengancam mereka adalah penyakit infeksi terutama diare dan infeksi saluran pernapasan atas, rendahnya
intelektual dan produktivitas kerja bahkan sebagian berisiko cacat seumur hidup yaitu buta karena kurang vitamin A, cebol, kretin, dan cacat mental karena kurang zat iodium dalam tingkat parah (Soekirman 2000). Terjadinya masalah gizi kurang tidak hanya karena asupan gizi yang kurang karena makanan yang kurang tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit infeksi. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi sering diserang diare atau ISPA dan demam akhirnya dapat menderita kurang gizi. Pada anak yang makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang penyakit infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi (Azwar 2004). Penyebab malnutrisi pada anak jalanan adalah ganda dan berhubungan. Konsumsi makanan busuk, ketidakcukupan asupan zat gizi esensial, kebiasaan makan yang salah, dan sakit yang berulang-ulang menyebabkan malnutrisi (UNICEF 2001). Kurang gizi dihubungkan dengan gangguan kognitif dan fungsi fisiologi serta terjadi peningkatan
resiko
terhadap
penyakit.
Selain
itu
masalah
gizi
dapat
mempengaruhi masalah kesehatan seperti depresi, gangguan penyerapan zat, tuberkulosis, hepatitis B, HIV, penyakit kelamin menular, dan lain-lain yang merupakan prevalensi pada anak-anak tunawisma di Kanada (Tarasuk et al. 2005). Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang dan penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan kesehatan seseorang (Astawan & Wahyuni 1987 dalam Almasari 2007). Status kesehatan individual diartikan sebagai hasil proses yang digambarkan oleh fungsi produksi kesehatan yang menghubungkan status kesehatan dengan bermacam-macam input kesehatan (pelayanan kesehatan, makanan dan sanitasi lingkungan) (Hardjono 2000). Status kesehatan dapat diukur dengan sebuah indikator kesehatan. Indikator yang dapat digunakan adalah angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Morbiditas lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya. Morbiditas berhubungan erat dengan faktor lingkungan seperti perumahan, air minum dan kesehatan serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi serta pelayanan kesehatan di suatu daerah (Subandriyo 1993 dalam Fitriyani 2008). Status kesehatan merupakan bagian dari tingkat kesejahteraan masyarakat. Status kesehatan ini dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung diukur melalui pendekatan objektif yaitu pemeriksaan
medis oleh tenaga kesehatan sedangkan secara tidak langsung diukur dengan pendekatan subjektif melalui persepsi penduduk tentang kesehatan (BPS 2004 dalam Fitriyani 2008). Pada tahun 2003, dilaporkan penyakit anak jalanan rumah singgah Yayasan Masyarakat Sehat (YMS) Bandung sebagai berikut : Tabel 1 Data kesehatan anak jalanan YMS tahun 2003 No. Jenis Penyakit 1. Diare 2. Gatal-gatal dan infeksi kulit 3. Sakit gigi 4. Flu, pilek, demam 5. Anemia 6. Cacingan 7. Demam berdarah 8. TBC 9. Kecelakaan 10. Typhoid Total
Jumlah 25 orang 19 orang 11 orang 8 orang 3 orang 2 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 72 orang
Persentase 34,72 26,39 15,28 11,11 4,17 2,78 1,39 1,39 1,39 1,39 100
Sumber : Lembaga Perlindungan Anak Jabar, 2004
Tabel 1 diatas memperlihatkan bahwa tiga penyakit dengan angka tertinggi adalah diare, gatal-gatal dan infeksi kulit, serta penyakit gigi (Sari 2007). Anak jalanan selalu memiliki resiko tinggi terkait masalah kesehatan kronis seperti penyakit pernapasan, infestasi parasit, infeksi kulit dan penyalahgunaan obatobatan dan masalah kesehatan terkait paparan penyakit lain. Penyakit akan meningkatkan kebutuhan gizi anak jalanan dan sebaliknya imunitas mereka menjadi lebih rendah sehingga dapat membentuk lingkaran setan. Lingkungan tempat tinggal anak jalanan yang tidak sehat dan kurangya ketersediaan serta penggunaan pelayanan kesehatan juga merupakan faktor penyebab malnutrisi pada anak jalanan (UNICEF 2001).
Kerangka Pemikiran Anak jalanan menghabiskan waktu lebih dari 4 jam di jalanan baik untuk bekerja maupun kegiatan lainnya. Aktivitas yang dilakukan dapat berupa mengamen, mengemis, memulung, menjadi kuli angkut, berjualan dan jasa lainnya. Aktivitas ini biasanya dilakukan setiap hari sehingga menjadi pola aktivitas anak jalanan. Waktu anak jalanan yang banyak dihabiskan di jalan akan menyebabkan kebiasaan makan menjadi tidak teratur. Kebiasaan makan anak jalanan berupa frekuensi makan dan cara anak jalanan memperoleh pangan. Kebiasaan makan anak jalanan yang tidak teratur akan mengakibatkan konsumsi makan menjadi kurang teratur pula. Selain pola aktivitas dan kebiasaan makan, konsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pendapatan dan tingkat pendidikan. Pendapatan yang diperoleh anak jalanan menentukan jenis, kualitas dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Konsumsi pangan secara langsung mempengaruhi status gizi anak jalanan. Tingkat konsumsi pangan anak jalanan yang rendah baik kualitas maupun kuantitasnya akan menyebabkan status gizi mereka menjadi rendah. Selain status gizi, masalah yang terjadi pada anak jalanan adalah kesehatan. Aktivitas yang banyak dilakukan di jalan menyebabkan anak jalanan kurang memperhatikan kebersihan pribadi seperti mengganti pakaian, mencuci tangan, memotong kuku dsb. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penyakit seperti diare, ISPA dan infeksi kulit. Status gizi dapat mempengaruhi status kesehatan dan sebaliknya. Status gizi yang rendah dapat menyebabkan anak jalanan rentan terhadap penyakit sedangkan status kesehatan yang rendah dapat menyebabkan status gizi yang buruk karena zat gizi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Dengan demikian anak jalanan memerlukan perhatian dan berhak mendapatkan status gizi dan kesehatan yang baik karena anak jalanan merupakan aset sumber daya manusia Bangsa Indonesia.
Kerangka Pemikiran
Karakteristik anak jalanan: umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan
Kebiasa an makan
Pola aktivitas
Sanitasi tempat tinggal
Konsumsi pangan
Status gizi dan kesehatan
Karakteristik keluarga
Higiene personal
Pelayanan kesehatan
Gambar 1 Kerangka pemikiran Keterangan : Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Aspek Sosio-ekonomi dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Bandung. Bandung merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat dan salah satu kota besar di Indonesia. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada alasan bahwa anak jalanan di Indonesia umumnya tinggal di kota besar. Waktu pengambilan data dilakukan pada Bulan Februari 2009. Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Populasi pada penelitian Aspek Sosio-ekonomi dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan adalah kelompok anak jalanan yang melakukan aktivitas di jalan dan berusia di bawah 18 tahun. Pengambilan anak jalanan dilakukan secara purposive sebanyak 300 anak jalanan di delapan yayasan yang tersebar di Kota Bandung. Pemilihan rumah singgah dilakukan dengan pertimbangan kemudahan akses. Pengambilan anak jalanan pada penelitian ini dilakukan secara purposive di dua rumah singgah di Kota Bandung. Jumlah anak jalanan yang terdapat di kedua rumah singgah sebanyak 63 orang. Jumlah anak jalanan yang terambil sebanyak 51 anak jalanan dengan kriteria 1) berusia 5-18 tahun, 2) terdiri dari laki-laki dan perempuan, 3) melakukan aktivitas di jalan minimal 4 jam dalam sehari serta 4) memperoleh pendapatan dari bekerja di jalanan seperti mengamen,
mengemis,
menyemir
sepatu,
berjualan
dan
jasa
lainnya.
Pengambilan data orangtua/wali anak jalanan diperoleh secara purposive yang berjumlah 28 orang. Data yang dibutuhkan adalah data pekerjaan orangtua/wali dan pendapatan keluarga. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari Penelitian Aspek Sosio-ekonomi dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan. Dalam penelitian payung tersebut data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Data karakteristik (umur dan jenis kelamin), sosial-ekonomi (pendidikan dan pendapatan) dan kebiasaan makan (frekuensi dan konsumsi pangan) diperoleh melalui wawancara
sedangkan data penyakit yang diderita dikumpulkan melalui wawancara dan pemeriksaan fisik langsung. Data antropometri seperti berat badan dan tinggi badan ditentukan melalui penimbangan dan pengukuran. Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg, sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan adalah microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Data kebiasaan makan (jenis dan frekuensi konsumsi pangan) diperoleh melalui wawancara langsung dengan cara mengisi kuesioner. Data jenis dan jumlah konsumsi pangan diperoleh menggunakan metode recall 1 x 24 jam. Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data No Variabel Data 1. Karakteristik anak Jenis kelamin, umur, jalanan pendidikan, pendapatan 2. Pola aktivitas anak Frekuensi, durasi dan jalanan aktivitas di jalan 3. Kebiasaan makan anak Jenis dan frekuensi jalanan konsumsi pangan dan cara memperoleh pangan 4. Konsumsi pangan anak Jenis dan jumlah jalanan konsumsi pangan 5.
Higiene personal anak jalanan
6.
Status gizi anak jalanan
7.
Status kesehatan anak jalanan
Kebiasaan mandi, gosok gigi, keramas, cuci tangan, memotong kuku, mengganti baju dan menggunakan alas kaki BB, TB
Penyakit yang diderita
Cara pengumpulan data Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner
Wawancara menggunakan kuesioner (recall 1x24 jam) Wawancara menggunakan kuesioner
Pengukuran antropometri (BB dan TB) dengan penimbangan dan pengukuran Wawancara dan pemeriksaan langsung oleh dokter
Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan analisis data. Data yang telah dikumpulkan kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif dan statistika menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for Window. Bahan pangan yang dikonsumsi anak jalanan dikelompokkan menjadi tujuh kelompok bahan pangan yang terdiri dari 1) serealia, umbi dan hasil olahannya, 2) daging, telur, ikan dan hasil olahannya, 3) kacang-kacangan dan hasil olahannya, 4) sayuran, 5) buah-buahan, 6) jajanan dan 7) serba-serbi. Data
konsumsi pangan yang dikumpulkan dikonversikan ke dalam bentuk energi protein, Fe, vitamin A dan vitamin C menggunakan Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM 2004). Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan : Kgij
= Kandungan zat gizi-I dalam bahan makanan-j
Bj
= Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j
BDDj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan Untuk menemukan Angka Kecukupan Gizi anak jalanan yang dicari digunakan rumus : AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan : AKGI = Angka kecukupan zat gizi anak jalanan yang dicari Ba
= Berat badan aktual sehat (kg)
Bs
= Berat badan patokan
AKG
= Angka kecukupan energi atau protein yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2004) Untuk mineral dan vitamin dihitung langsung dengan angka kecukupan
tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Berikut rumus kecukupan zat gizi yang digunakan : TKG = (K/AKGI) x 100% Keterangan : TKG
= Tingkat kecukupan zat gizi
K
= Konsumsi zat gizi (recall)
AKGI = Angka kecukupan zat gizi anak jalanan yang dicari Tingkat kecukupan energi dan protein dibedakan menjadi empat cut off points menurut Departemen Kesehatan (1996) yaitu: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); dan (5) kelebihan (≥120% AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan zat besi, vitamin A, dan vitamin C menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG) dan (2) cukup (≥77% AKG). Frekuensi konsumsi jenis pangan diukur berdasarkan frekuensi konsumsi jenis pangan tertentu. Cara memperoleh pangan dikelompokkan menjadi enam
yaitu 1) dibeli, 2) ditanam/dipelihara sendiri, 3) diberi, 4) barter, 5) dari alam (memancing, berburu), 6) memulung. Pengukuran
status
gizi
anak
jalanan
dilakukan
dengan
metode
antropometri melalui perhitungan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). IMT/U digunakan untuk anak yang berumur 5-19 tahun. Untuk menilai kurus nilai Zscore adalah z ≤ 2, normal berada pada kisaran -2< z <2 dan gemuk z ≥ 2 (WHO 2007). Referensi yang digunakan adalah tabel WHO 2007 yaitu IMT menurut umur (Zscore). Status kesehatan pada penelitian ini dibatasi oleh penyakit diare, infeksi pernapasan akut dan penyakit kulit. Higiene personal diukur dengan 13 pernyataan mengenai pemeliharaan kebersihan tubuh dan pakaian dalam kehidupan sehari-hari seperti kebiasaan mandi, keramas, gosok gigi, cuci tangan dan mengganti baju seusai mandi. Penilaian higiene personal dilakukan dengan memberi skor pada setiap pertanyaan. Bila menjawab tidak pernah diberi skor 0, bila menjawab jarang diberi skor 1 dan bila menjawab selalu diberi skor 2. Total skor yang diperoleh diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan rumus interval (Slamet 1993) yaitu rendah (11-16), sedang (17-21) dan tinggi (22-26). Pengkategorian ini berdasarkan interval kelas yang rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: Interval kelas = nilai tertinggi-nilai terendah Jumlah kelas Hubungan antar variabel yang berupa data kategorik diuji menggunakan korelasi Spearman sedangkan untuk data numerik digunakan uji korelasi Pearson. Korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan dan arah hubungan dua variabel numerik. Keeratan hubungan dari dua variabel disimbolkan dengan huruf r. Besarnya koefisien korelasi akan berkisar antara -1 (negatif satu) sampai +1 (positif satu) -1≤ r ≥+1 +
= menunjukkan korelasi positif
−
= menunjukkan korelasi negatif
0
= menunjukkan tidak adanya korelasi Hubungan korelasi dapat berpola positif atau negatif. Hubungan positif
terjadi bila kenaikan satu variabel diikuti kenaikan variabel yang lain. Hubungan negatif terjadi bila penurunan satu variabel diikuti penurunan variabel yang lain.
Definisi Operasional Anak jalanan adalah anak jalanan berusia 5-18 tahun yang menghabiskan waktu di jalan minimal 4 jam sehari yang bekerja sebagai pengemis, pengamen, penyemir sepatu, kuli angkut atau jasa lainnya Higiene personal adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia seperti mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air, mandi teratur, mengganti pakaian, menggunting kuku, menggosok gigi Karakteristik anak jalanan adalah beberapa hal yang menggambarkan ciri atau tipe anak jalanan seperti umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan Kebiasaan makan adalah frekuensi pangan serta cara anak jalanan memilih dan mengkonsumsi makanan yang merupakan suatu pola makan yang terjadi dalam jangka waktu tertentu dan dilakukan secara kontinu Konsumsi pangan adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak jalanan Pola aktivitas anak jalanan adalah frekuensi, lama dan jenis aktivitas yang dilakukan anak jalanan selama berada di jalan dalam waktu tertentu yang dilakukan secara terus-menerus Status gizi adalah keadaan tingkat kecukupan gizi anak jalanan yang ditentukan berdasar data antropometri dan penilaian konsumsi pangan Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh anak jalanan
HASIL DAN PEMBAHASAN Latar Belakang Menjadi Anak Jalanan Menurut Moeliono (2001) tidak ada satu faktor tunggal yang menyebabkan anak berada, tinggal, hidup atau bekerja di jalanan melainkan ada banyak faktor (multifaktor) yang sangat terkait. Pada dasarnya ada tiga faktor utama sebagai penyebab yaitu: kemiskinan, faktor-faktor keluarga dan pengaruh lingkungan. Tabel 3 Sebaran anak jalanan berdasarkan alasan turun ke jalan Alasan n % Ekonomi 33 64,7 Diajak teman 10 19,6 Lainnya 8 15,7 Total 51 100,0
Beberapa alasan anak jalanan turun ke jalan adalah faktor ekonomi (64,7%), diajak teman (19,6%) dan lainnya (15,7%). Alasan lainnya dalam hal ini adalah faktor keluarga dan untuk sekedar mengisi waktu. Tabel 3 menunjukkan bahwa alasan utama anak jalanan turun ke jalan adalah ekonomi (64,9%). Tabel 4 Sebaran ayah dan ibu anak jalanan berdasarkan jenis pekerjaan Ayah Ibu Jenis pekerjaan n % Jenis pekerjaan Buruh 7 30,4 Pembantu rumah tangga Penarik becak 3 13 Pedagang Pengelap mobil 3 13 Buruh Pedagang 2 8,7 Pengemis Pengamen 2 8,7 Pemulung Pengangguran 3 13 Pengamen Lainnya 3 12,9 Pengangguran/IRT Total 23 100,0 Total
n 5 3 2 2 2 2 13 29
% 17,2 10,3 6,9 6,9 6,9 6,9 44,8 100,0
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar orangtua anak jalanan bekerja di sektor informal bahkan ada pula orangtua anak jalanan yang menganggur. Pekerjaan ayah terbanyak adalah buruh (30,4%) sedangkan sebagian besar ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga (17,2%). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak anak jalanan berasal dari keluarga besar (5-10 jiwa) dengan orangtua yang tidak bekerja atau bekerja di sektor informal dengan penghasilan rendah (pemulung, pedagang, asongan/kaki lima, supir dan sebagainya) atau juga petani miskin di desa (Moeliono 2001). Pendapatan keluarga merupakan penjumlahan dari pendapatan seluruh anggota keluarga baik dari hasil pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan. Pada penelitian ini, rata-rata pendapatan keluarga anak jalanan adalah Rp.
1.476.800±158.310. Lebih dari separuh keluarga memiliki pendapatan kurang dari Rp.1.300.000 per bulan (60,7%). Pendapatan per kapita per bulan diperoleh dari total seluruh pendapatan keluarga dibagi jumlah anggota keluarga tersebut. Batas garis kemiskinan di Kota Bandung adalah Rp.203.751 (BPS 2009). Sebagian besar anak jalanan turun ke jalan karena alasan ekonomi tetapi berdasarkan garis kemiskinan di Kota Bandung, lebih dari separuh (64,3%) keluarga anak jalanan tergolong keluarga tidak miskin (pendapatan/kapita/bulan >Rp.203.751). Hal ini disebabkan hampir setiap anggota keluarga bekerja mencari uang sehingga pemasukan dari anggota keluarga cukup besar. Tabel 5 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan n
%
Pendapatan keluarga 17 4
60,7 14,3
7
25
Miskin (
10
35,7
Tidak miskin (>Rp.203.751)
18
64,3
Rp.1.600.000 Pendapatan per kapita per bulan
Karakteristik Anak Jalanan Alasan ekonomi juga menyebabkan sebagian besar orangtua mendukung anak jalanan untuk mencari uang di jalan. Orangtua berharap pendapatan yang diperoleh anak jalanan bisa menambah pendapatan keluarga. Tabel 6 menunjukkan bahwa sebesar 47,1 persen orangtua mendukung anak jalanan untuk turun ke jalan mencari uang. Menurut Moeliono (2001) faktor ekonomi menyebabkan anak-anak terpaksa dikerahkan tenaganya untuk mencari tambahan penghasilan keluarga (pekerja anak) atau justru mencari makan di luar rumah (gembel/tekyan). Keluarga
merupakan
tempat
utama
kegiatan
pengasuhan
dan
pencurahan kasih sayang terhadap anak. Berdasarkan Tabel 6 sebesar 90,2 persen anak jalanan masih tinggal dengan orangtua. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan termasuk ke dalam kategori children on the street. Anak jalanan turun ke jalan hanya untuk bekerja dan masih pulang ke rumah serta tinggal dengan orang tua. Di Indonesia disebut
pekerja anak
di jalan yakni anak
yang
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja di jalan atau tempat-
tempat umum untuk membantu keluarganya. Pada umumnya mereka bekerja untuk memperoleh pendapatan (Moeliono 2001). Tabel 6 Sebaran anak jalanan berdasarkan dukungan ortu,karakteristik dan pendidikan Karakteristik Anak jalanan n
%
Dukungan Orangtua Setuju
24
47,1
Tidak Setuju
23
45,1
4
7,8
46
90,2
5
9,8
5-8
5
9,8
9-12
23
45,1
13-15
14
27,5
9
17,6
29
56,9
22
43,1
2
3,9
Putus sekolah SD/MI SMP
21 6
41,2 11,8
Masih sekolah : SD/MI SMP
19 3
37,3 5,9
Tidak Tahu Tinggal dengan Orangtua Ya Tidak Umur (tahun)
16-18 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Status pendidikan Tidak pernah sekolah
Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak jalanan (56,9%) adalah laki-laki. Jumlah anak jalanan yang lebih banyak laki-laki diduga karena anak laki-laki memiliki kebebasan dan mampu berdapatasi dengan lingkungan jalanan sejak dini dibandingkan perempuan (Abdelgalil et al. 2004). Umur anak jalanan berada pada kisaran umur 5-18 tahun. Umur anak jalanan dibagi ke dalam empat kelompok umur yaitu 5-8 tahun, 9-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Persentase umur terbesar berada pada kisaran umur 912 tahun (45,1%) dan 13-15 tahun (27,5%). Persentase anak jalanan yang berumur 16-18 tahun sebesar 17,6 persen dan persentase anak jalanan yang berumur 5-8 tahun sebesar 9,8 persen. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil survai BPS I di Jakarta bahwa persentase jumlah anak jalanan pada kelompok
umur 10-14 tahun merupakan yang terbesar diikuti oleh kelompok umur 15-18 tahun, 19-21 tahun dan 5-9 tahun (BPS 2001). Status pendidikan anak jalanan dikelompokkan menjadi masih sekolah, putus sekolah dan tidak pernah sekolah. Persentase anak jalanan yang putus sekolah lebih besar (52,9%) dibandingkan anak jalanan yang masih sekolah (43,2%). Beberapa alasan anak jalanan putus sekolah di antaranya tidak memiliki biaya, malu dan malas. Di antara alasan tersebut, alasan utama yang menyebabkan anak jalanan putus sekolah adalah tidak memiliki biaya sedangkan anak jalanan yang tidak pernah sekolah mengaku malas untuk sekolah. Selain itu, diduga orang tua anak jalanan beranggapan bahwa anak jalanan lebih baik bekerja di jalanan dibandingkan sekolah sehingga bisa memperoleh uang untuk menambah pendapatan. Berdasarkan penelitian Atmajaya di beberapa kota, banyak orang tua di kota dengan kondisi sosial-ekonomi rendah beranggapan bahwa bekerja lebih penting daripada sekolah (Moeliono 2001). Baik anak jalanan yang masih sekolah maupun putus sekolah memiliki tingkat pendidikan SD/MI. Anak jalanan berhenti sekolah dan memilih untuk mencari uang di jalan disebabkan oleh ketidakmampuan ekonomi. Selain faktor ekonomi, anak jalanan mengaku tidak mau melanjutkan sekolah karena usia anak jalanan sudah tua sehingga malu untuk kembali lagi ke sekolah dan malas untuk mengingat pelajaran. Banyak anak jalanan menolak untuk kembali lagi ke sekolah. Alasan utamanya adalah malu karena sudah merasa besar, sudah tidak mampu lagi mengikuti pelajaran sekolah, lebih senang bekerja dan ingin membantu atau meringankan beban orangtua (Prasadja dan Agustian 2000). Walaupun tidak memiliki biaya, contoh memiliki keinginan untuk melanjutkan sekolah sampai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Contoh menganggap pendidikan dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan sehingga contoh bisa lebih dihargai orang lain dan memperoleh pekerjaan. Selain itu, contoh juga memiliki keinginan untuk mengikuti kursus atau pelatihan. Alasannya adalah contoh ingin memiliki keterampilan dan pengalaman sehingga bisa memperoleh uang tanpa harus turun ke jalan. Pola Aktivitas Pola aktivitas anak jalanan meliputi frekuensi, lama dan jenis aktivitas yang dilakukan anak jalanan selama berada di jalan dalam waktu tertentu yang dilakukan secara terus-menerus. Anak jalanan menghabiskan waktunya di jalan
dengan berbagai macam aktivitas. Salah satu aktivitas yang dilakukan adalah bekerja. Pola kerja anak jalanan merupakan bagian dari strategi bertahan hidup yaitu memperoleh uang. Hal ini disebabkan alasan utama anak jalanan turun ke jalan adalah faktor ekonomi. Selain itu, pemilihan pekerjaan yang tepat juga akan menentukan penghasilan yang diperoleh anak jalanan. Pekerjaan yang dilakukan anak jalanan untuk memperoleh uang di antaranya adalah berjualan, mengamen, menyemir sepatu, mengelap mobil, menyewakan payung, meminta-minta dan sebagainya. Tabel 7 Sebaran anak jalanan berdasarkan pola aktivitas dan pendapatan Pola Aktivitas n Jenis pekerjaan 1 Berjualan 37 Mengamen Lebih dari satu pekerjaan 13 (ganda) Durasi (jam/hari) 38 4-8 13 9-12 0 >12 Jumlah Hari Kerja 5 1-3 25 4-6 21 7 Pendapatan (per hari) 18 < Rp.10.000 29 Rp.10.001-Rp.20.000 4 >Rp.20.001
% 2 72,5 25,5 74,5 25,5 0 9,8 49 41,2 35,3 56,9 7,8
Jenis pekerjaan yang banyak dilakukan anak jalanan adalah mengamen (72,5%). Mengamen banyak dilakukan diduga karena jenis pekerjaan ini lebih cepat menghasilkan uang. Selain itu, sebesar 25,5 persen anak jalanan melakukan lebih dari satu pekerjaan (ganda). Pekerjaan ganda yang banyak dilakukan adalah mengamen sambil melakukan pekerjaan yang lain diantaranya berjualan, meminta-minta dan kuli angkut. Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir separuh anak jalanan bekerja 4-6 hari dalam seminggu (49%). Anak jalanan yang bekerja setiap hari sebesar 41,2 persen sedangkan anak jalanan yang bekerja 1-3 hari sebesar 9,8 persen. Durasi anak jalanan berada di jalan dikelompokkan menjadi 4-8 jam per hari, 912 jam per hari dan lebih dari 12 jam per hari. Rata-rata durasi anak jalanan turun ke jalan adalah 6 jam per hari. Sebagian besar anak jalanan turun ke jalan
selama 4-8 jam per hari (74,5%). Anak jalanan yang masih sekolah biasanya turun ke jalan sehabis pulang sekolah. Anak jalanan umumnya bekerja antara 4-18 jam per hari jika melakukan satu aktivitas atau sejumlah aktivitas dengan rata-rata 11 jam kerja per hari (UNICEF 2001). Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak ada anak jalanan yang turun ke jalan untuk bekerja lebih dari 12 jam/hari. Hal ini diduga karena sebagian besar contoh termasuk kategori children on the street sehingga hanya turun ke jalan untuk mencari uang (pekerja anak) dan masih memiliki keluarga sehingga masih pulang ke rumah secara rutin. Pendapatan anak jalanan merupakan pendapatan yang diperoleh selama anak jalanan turun ke jalan dalam sehari. Pendapatan per hari yang diperoleh anak jalanan beragam. Pendapatan terendah anak jalanan adalah Rp.5.000 dan tertinggi adalah Rp.30.000 serta rata-rata pendapatan anak jalanan adalah Rp.14.451±5730,84. Tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 56,9 persen pendapatan anak jalanan berkisar
Rp.10.001-Rp.20.000; 35,3 persen anak
jalanan berpendapatan kurang dari Rp.10.000 dan hanya 7,8 persen anak jalanan berpendapatan lebih dari Rp.20.001. Tabel 8 Sebaran alokasi pendapatan anak jalanan Alokasi Pendapatan n Untuk orangtua 10 Untuk diri sendiri 6 Untuk orangtua dan diri sendiri 35 Total 51
% 19,6 11,8 68,6 100
Pendapatan yang diperoleh anak jalanan selama turun ke jalan digunakan untuk berbagai macam kebutuhan. Tabel 8 menunjukkan bahwa sebesar 68,6 persen anak jalanan membagi pendapatannya untuk orangtua dan diri sendiri. Anak jalanan yang memberikan seluruh pendapatannya untuk orangtua sebesar 19,6 persen sedangkan anak jalanan yang menggunakan pendapatannya untuk diri sendiri sebesar 11,8 persen. Anak jalanan memberikan sebagian atau seluruh pendapatannya kepada orangtua karena anak jalanan ingin membantu orangtua. Hal ini sesuai dengan alasan utama anak jalanan turun ke jalan yaitu karena faktor ekonomi. Alokasi pendapatan anak jalanan untuk diri sendiri digunakan untuk berbagai macam kebutuhan. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah untuk ditabung, ongkos transportasi ke jalanan, jajan atau makan dan lainnya. Kebanyakan anak jalanan menggunakan pendapatannya untuk jajan atau makan
daripada menabung. Alokasi pendapatan yang digunakan untuk makan atau jajan berkisar Rp.500-Rp.20.000 per hari. Sebagian besar anak jalanan tidak mengalokasikan pendapatannya untuk ongkos transportasi. Hal ini diduga karena jarak rumah anak jalanan menuju jalanan cukup dekat sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Kebiasaan Makan Frekuensi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kelebihan atau kekurangan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan (Almatsier 2006). Frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi (Sukandar 2007). Frekuesi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, maupun kali per bulan. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al. 1998). Kebiasaan makan anak jalanan merupakan frekuensi dan jenis pangan yang dikonsumsi anak jalanan serta bagaimana cara memperolehnya. Frekuensi pangan anak jalanan dikonversi ke dalam satuan bulan. Jenis pangan dikategorikan menjadi tujuh kategori yaitu 1) seralia, umbi dan hasil olahannya 2) daging, telur, ikan dan hasil olahannya 3) kacang-kacangan dan hasil olahannya 4) sayuran 5) buah-buahan 6) jajanan dan 7) serba-serbi. Cara anak jalanan memperoleh pangan dikategorikan menjadi enam yaitu dibeli, ditanam atau dipelihara sendiri, diberi, barter, dari alam (memancing, berburu) dan memulung. Tabel 9 Statistik konsumsi serealia, umbi dan hasil olahannya (kali/bulan) Sumber pangan Rata-rata sd 66,3 18,9 Beras 5,7 5,4 Jagung Singkong
5,1
7,7
Ubi jalar
5,2
7,1
Mie
3,1
7,6
Dalam penelitian ini sumber pangan karbohidrat terdiri atas beras, jagung, singkong, ubi jalar dan mie (Tabel 9). Beras merupakan pangan sumber
karbohidrat yang sering dikonsumsi anak jalanan. Rata-rata konsumsi beras anak jalanan adalah 2 kali/hari. Pangan sumber karbohidrat yang dikonsumsi dengan frekuensi tidak terlalu sering adalah jagung (5,7 kali/bulan), ubi jalar (5,2 kali/bulan), singkong (5,1 kali/bulan). Mie merupakan pangan yang jarang dikonsumsi yaitu 3,1 kali/bulan. Semua pangan sumber karbohidrat diperoleh dengan cara membeli. Tabel 10 Statistik konsumsi daging, telur, ikan dan hasil olahannya (kali/bulan) Sumber pangan Rata-rata sd 4,8 6,6 Daging ayam 1,3 7,8 Daging sapi 0,3 1,2 Daging kambing 2 3,5 Ikan laut 5,5 9,1 Ikan pindang 3,7 5,4 Ikan tawar 8,9 12,9 Ikan asin 13,4 14,5 Telur 6,3 8,9 Susu 0,8 3,2 Madu
Dalam penelitian ini sumber protein hewani terdiri atas daging ayam, daging sapi, daging kambing, ikan, telur, susu, dan madu (Tabel 10). Sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi anak jalanan adalah telur, ikan asin, susu, ikan pindang dan daging ayam. Pangan sumber protein hewani yang tidak terlalu sering dikonsumsi adalah ikan tawar dan ikan laut yaitu 3,7 dan 2 kali/bulan. Pangan sumber hewani hewani lain yaitu daging sapi dan kambing jarang dikonsumsi anak jalanan. Daging sapi dikonsumsi dengan frekuensi 1,3 kali/bulan sedangkan daging kambing 0,3 kali/bulan. Hampir semua pangan sumber protein hewani diperoleh anak jalanan dengan membeli kecuali daging sapi dan kambing. Hampir seluruh anak jalanan memperoleh daging sapi dan kambing dari pemberian pada saat Hari Raya Idul Adha. Dalam penelitian ini sumber protein nabati terdiri atas tahu, tempe, oncom, kacang tanah, buncis, kacang merah, jengkol dan petai (Tabel 11). Pangan sumber protein nabati yang paling sering dikonsumsi anak jalanan adalah tahu dan tempe. Kacang tanah, buncis dan kacang merah tidak terlalu sering dikonsumsi oleh anak jalanan. Pangan yang jarang dikonsumsi adalah oncom, jengkol dan petai. Makanan-makanan ini dikonsumsi antara 1-3 kali/bulan. Semua pangan sumber protein nabati diperoleh anak jalanan dengan membeli.
Tabel 11 Statistik konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya (kali/bulan) Sumber pangan Rata-rata sd 15,9 14,5 Tahu 14,8 12,3 Tempe 2,2 8,3 Oncom 7,2 13,9 Kacang tanah 4,9 6,5 Buncis 4,4 5,7 Kacang merah 3,3 9,7 Jengkol 1,3 4,4 Petai
Sayuran yang dikonsumsi anak jalanan cukup beragam yang terdiri atas 17 macam, antara lain bayam, kangkung, sawi, wortel kol, daun singkong dan lainlain (Tabel 12). Sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah tomat dan selada. Sayuran yang tidak terlalu sering dikonsumsi adalah bayam, wortel, kol, daun singkong, kacang panjang, mentimun dan nangka muda. Semua sayuran yang dikonsumsi anak jalanan diperoleh dengan membeli. Tabel 12 Statistik konsumsi sayuran (kali/bulan) Sumber pangan Rata-rata 7,6 Bayam 8,5 Kangkung 3,6 Sawi 6,8 Wortel 7,5 Kol 4,2 Daun singkong 0,9 Daun papaya 12 Daun melinjo 6,5 Kacang panjang 13 Selada 3,8 Labu siam 11,3 Tomat 6,9 Mentimun 6,4 Nangka muda 0,9 Papaya muda 3,1 Terong 2,2 Melinjo
sd 9,1 12,1 6,1 7,0 13,1 7,5 4,1 3,0 14,5 3,6 5,7 15,3 16,3 14,2 2,1 7,1 5,1
Buah yang dikonsumsi anak jalanan adalah jambu, pepaya, mangga, nanas, pisang dan lain-lain (Tabel 13). Buah yang sering dikonsumsi diantaranya jambu, pepaya, mangga, nanas, pisang, nangka tua, rambutan dan jeruk. Namun buah yang paling sering dikonsumsi adalah rambutan (16,6 kali/bulan) dan jambu (13,7 kali/ bulan. Buah lainnya (semangka dan apel) hanya dikonsumsi 1,1 kali/bulan. Semua buah yang dikonsumsi anak jalanan diperoleh dengan membeli.
Tabel 13 Statistik konsumsi buah-buahan (kali/bulan) Sumber pangan Rata-rata sd 13,7 23,1 Jambu 6,2 8,7 Papaya 3,9 4,5 Mangga 2,4 6,0 Nanas 8,6 9,3 Pisang 3,9 7,2 Nangka tua 16,6 19,6 Rambutan 5,7 7,4 Jeruk 3,8 7,8 Salak 0,2 0,6 Durian 1,1 3,0 Lainnya
Makanan
jajanan
yang
dikonsumsi
anak
jalanan
cukup
banyak,
diantaranya bakso, siomay, pisang goreng, mi ayam, bakwan dan lain-lain (Tabel 14). Hampir semua makanan jajanan dikonsumsi dengan frekuensi sering dalam sebulan. Namun, makanan jajanan yang paling sering dikonsumsi adalah gorengan yaitu tahu goreng (21,2 kali/bulan), pisang goreng (19,9 kali/bulan) dan tempe goreng (19 kali/bulan). Makanan jajanan lainnya (batagor, minuman serbuk dan roti) dikonsumsi dengan frekuensi tidak terlalu sering (1,3 kali/bulan). Semua makanan jajanan yang dikonsumsi anak jalanan diperoleh dengan membeli. Tabel 14 Statistik konsumsi makanan jajanan (kali/bulan) Sumber pangan Rata-rata Sd 13,0 15,3 Bakso 7,8 12,3 Siomay 19,9 26,6 Pisang goreng 3,9 4,6 Mi ayam 14,8 26,8 Bakwan 21,2 26,9 Tahu goreng 19,0 25,6 Tempe goreng 1,3 7,9 Lainnya
Pangan lainnya yang dikonsumsi anak jalanan adalah gula, teh, kopi, saos, kerupuk, dan kecap (Tabel 15). Semua pangan lainnya sering dikonsumsi dalam sebulan. Pangan lainnya yang paling sering dikonsumsi adalah gula (18,6 kali/bulan), teh (13,6 kali/bulan) dan kerupuk (12,8 kali/bulan) sedangkan yang tidak terlalu sering dikonsumsi adalah saos dan kecap. Kopi jarang dikonsumsi anak jalanan dengan frekuensi 7,5 kali/bulan. Semua pangan lainnya diperoleh anak jalanan dengan membeli.
Tabel 15 Statistik konsumsi serba-serbi (kali/bulan) Sumber pangan Rata-rata Sd 18,6 32,1 Gula 13,6 19,0 Teh 7,5 23,4 Kopi 11,4 15,5 Saos 12,8 11,6 Kerupuk 9,0 11,3 Kecap
Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi, kedua informasi ini (jenis dan jumlah pangan) merupakan hal yang penting. Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Kusharto & Sa’adiyah 2006). Jenis pangan yang dikonsumsi anak jalanan terbilang cukup beragam walaupun ada yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit. Selain berasal dari makanan yang biasa dikonsumsi sehari-hari, anak jalanan memperoleh kebutuhan gizinya dari makanan jajanan. Tabel 16 menunjukkan bahwa kontribusi energi (50,1%), protein (24,9%) dan Fe (31,7%) terbesar berasal dari golongan serealia, umbi, hasil olahannya yaitu beras. Selain itu rata-rata konsumsi beras paling besar dibandingkan pangan yang lain. Rata-rata konsumsi protein hewani terbesar adalah telur sedangkan rata-rata konsumsi protein nabati terbesar adalah tahu. Sayuran yang paling banyak dikonsumsi adalah bayam sedangkan buah-buahan yang banyak dikonsumsi adalah rambutan. Rata-rata konsumsi vitamin A terbesar berasal dari sayuran yaitu 42,1 persen. Sumber vitamin A terbesar berasal dari sayur sawi. Rata-rata konsumsi vitamin C terbesar adalah minuman (48,8%) yang berasal dari minuman rasa buah. Makanan jajanan yang paling banyak dikonsumsi adalah pisang goreng sedangkan serba-serbi yang paling banyak dikonsumsi adalah kopi. Rata-rata konsumsi pangan, energi dan zat gizi tiap jenis pangan dapat dilihat pada lampiran 1.
Tabel 16 Rata-rata konsumsi pangan, energi dan zat gizi anak jalanan
Berat (g/kap/ hari)
En erg i (Ka l)
%
Prot ein (g)
%
F e ( m g)
Serealia, umbi dan hasil olahannya
461,2
96 2
58, 4
14,4
37 ,0
Daging, telur, ikan dan hasil olahannya
55,8
13 7
8,3
9,4
Kacang-kacangan dan hasil olahannya
73,8
15 6
9,5
Sayuran
37,3
12
Buah
44,4
Jajanan
%
Vit A (m g)
3, 8
31 ,7
24 ,2
1, 3
9,1
23 ,4
0,8
0,7
15
0,9
83,1
21 3
Serba-Serbi
16,4
Minuman
Total
Pangan
%
Vit C (m g)
%
4, 1
0,9
1,5
3,4
11 ,1
79 ,9
16, 7
0,3
0,7
3, 3
27 ,5
0
0,3
0,8
1, 7
0, 6
4, 8
0, 1 20 1, 8
42, 1
12, 8
28, 0
0,2
0, 5
0, 2
1, 4
66 ,1
13, 8
7,9
17, 3
13, 0
4,0
10 ,3
2, 4
20 ,3
0,5
0,5
1,0
44
2,6
0,9
2, 4
0, 4
3, 2
2, 6 12 5, 1
26, 1
0,0
0,0
79,8
10 7
6,5
0,2
38,9
0, 0 47 9, 6
48, 8
10 0,0
0, 0 10 0, 0
22, 3
16 46
0, 0 1 2, 1
0,0
851,6
0, 5 10 0, 0
10 0,0
45, 7
10 0,0
Tingkat Kecukupan Gizi Tingkat Kecukupan Energi (TKE) dan Tingkat Kecukupan Protein (TKP) Tingkat kecukupan energi dan protein dibedakan menjadi empat cut off points menurut Departemen Kesehatan (1996) yaitu: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG) (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG) (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG) (4) normal (90-119% AKG) dan (5) kelebihan (≥120% AKG). Tabel 17 Statistik konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan Energi dan Protein Rata-Rata Energi Konsumsi (Kal/hari) 1640 Kecukupan (Kal/hari) 1871 Tingkat Kecukupan (%) 88 Protein Konsumsi (Kal/hari) Kecukupan (Kal/hari) Tingkat Kecukupan (%)
38,7 46,3 84
Sd 833,47 427,15 57,5 21,86 10,61 54,1
Rata-rata konsumsi energi anak jalanan adalah 1640 Kal sedangkan ratarata kecukupan energi anak jalanan adalah 1871 Kal. Jika rata-rata konsumsi dibandingkan dengan rata-rata kecukupan maka diperoleh rata-rata Tingkat Kecukupan Gizi (TKG). Rata-rata tingkat kecukupan energi anak jalanan adalah 88 persen dan termasuk ke dalam kategori defisit tingkat ringan. Rata-rata konsumsi protein anak jalanan adalah 38,7 gram sedangkan rata-rata angka kecukupan protein anak jalanan 46,3 gram. Rata-rata tingkat kecukupan protein anak jalanan adalah 84 persen dan termasuk ke dalam kategori defisit tingkat ringan. Tabel 18 Sebaran anak jalanan berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein TKE TKP Kategori n % n % Defisit Tingkat Berat (<70% AKG) 19 37,3 23 45,1 Defisit Tingkat Sedang (70-79% AKG) 4 7,8 4 7,8 Defisit Tingkat Ringan (80-89% AKG) 6 11,8 4 7,8 Normal (90-119% AKG) 10 19,6 9 17,6 Lebih (≥120% AKG) 12 23,5 11 21,6 Total 51 100,0 51 100,0
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebesar 37,3 persen tingkat kecukupan energi anak jalanan termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Persentase anak jalanan yang termasuk ke dalam kategori normal sebesar 9,6 persen dan
yang termasuk ke dalam kategori lebih sebesar 23,5 persen. Anak jalanan yang mengalami tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat diduga disebabkan frekuensi makan yang jarang. Menurut Sukandar (2007) frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi. Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein (TKP), hampir separuh anak jalanan (45,1%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Persentase anak jalanan yang termasuk ke dalam kategori normal sebesar 17,6 persen dan yang termasuk ke dalam kategori lebih sebesar 21,6 persen. Sumber protein yang banyak dikonsumsi anak jalanan adalah telur dan tahu. Menurut Almatsier (2006)
bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutu seperti susu, telur, daging, unggas dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya seperti tempe dan tahu serta kacang-kacangan lain. Tingkat kecukupan protein anak jalanan yang termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat disebabkan pangan sumber protein yang dikonsumsi anak jalanan rendah walaupun mutu proteinnya baik. Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral Klasifikasi tingkat kecukupan zat besi, vitamin A dan vitamin C menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG) dan (2) cukup (≥77% AKG). Ratarata konsumsi Fe, vitamin A dan vitamin C anak jalanan adalah 12 mg, 492,2 RE dan 45,6 mg. Angka kecukupan Fe, vitamin A dan vitamin C anak jalanan adalah 16,7 mg, 577,5 RE dan 61,3 mg. Rata-rata tingkat kecukupan Fe dan vitamin C anak jalanan termasuk ke dalam kategori kurang sedangkan rata-rata tingkat kecukupan vitamin A anak jalanan termasuk dalam kategori cukup. Tabel 19 Statistik konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan Vitamin dan Mineral Rata-Rata Fe
Sd
Konsumsi (Kal/hari)
12,0
8,58
Kecukupan (Kal/hari)
16,7
5,27
72
79,5
492,2
657,57
577,5
43,95
85
115,4
Konsumsi (Kal/hari)
45,6
122,58
Kecukupan (Kal/hari)
61,3
16,12
74
270,7
Tingkat Kecukupan (%) Vitamin A Konsumsi (Kal/hari) Kecukupan (Kal/hari) Tingkat Kecukupan (%) Vitamin C
Tingkat Kecukupan (%)
Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak jalanan (70,6%) memiliki tingkat kecukupan Fe kurang. Hal ini karena konsumsi protein hewani anak jalanan rendah dan sumber pangan Fe anak jalanan terbesar berasal dari serealia. Menurut Almatsier (2006) sumber baik besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Pada umumnya besi di dalam daging, ayam dan ikan mempunyai ketersediaan biologi tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologi sedang. Tabel 20 Sebaran anak jalanan berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral
Kategori Kurang (<77% AKG) Cukup (≥77% AKG) Total
TK Fe n % 36 70,6 15 29,4 51 100,0
TK Vit A n % 35 68,6 16 31,4 51 100,0
TK Vit C n 38 13 51
% 74,5 25,5 100,0
Lebih dari separuh anak jalanan memiliki tingkat kecukupan vitamin A dan C kurang (Tabel 20). Menurut Almatsier (2006) vitamin A terdapat di dalam pangan hewani sedangkan karoten terutama di dalam pangan nabati. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buahbuahan yang berwarna kuning jingga seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, papaya, mangga, nangka masak dan jeruk. Vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati yaitu sayur dan buah terutama yang asam seperti jeruk, nenas, rambutan, papaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat di sayuran daun-daunan dan jenis kol. Higiene Personal Higiene personal anak jalanan diukur dengan 13 pernyataan mengenai pemeliharaan kebersihan tubuh dan pakaian dalam kehidupan sehari-hari. Pemeliharaan personal tersebut meliputi kebiasaan mandi, keramas, gosok gigi, cuci tangan, menggunting kuku, menggunakan alas kaki dan mengganti baju. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002) usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya penyakit pada higiene personal (kesehatan peseorangan) diantaranya, mandi minimal dua kali sehari, menyikat gigi, pakaian yang bersih, olahraga, minuman yang direbus dan mencuci tangan sebelum memegang makanan. Higiene personal yang baik dapat membantu dalam pencegahan penyakit. Tabel 21 Sebaran higiene personal anak jalanan Higiene personal 1. Kebiasaan mandi 2. Kebiasaan menggunakan sabun mandi 3. Kebiasaan gosok gigi 4. Kebiasaan menggunakan pasta gigi 5. Kebiasaan keramas
Total
n 48
% 94,1
n 3
% 5,9
Tidak pernah n % 0 0
48
94,1
3
5,9
0
0
51
100
41
80,4
9
17,6
1
2
51
100
45
88,2
5
9,8
1
2
51
100
19
37,3
32
62,7
0
0
51
100
Sering
Jarang
n 51
% 100
6. Kebiasaan mencuci tangan menggunakan air bersih 7. Kebiasaan mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun 8. Kebiasaan menggunting kuku 9. Kebiasaan menggunakan alas kaki 10. Kebiasaan menggunakan handuk sendiri 11. Kebiasaan menjemur handuk 12. Kebiasaan mencuci handuk 13. Kebiasaan mengganti baju
38
74,5
11
21,6
2
3,9
51
100
17
33,3
23
45,1
11
21,6
51
100
21
41,2
27
52,9
3
5,9
51
100
43
84,3
7
13,7
1
2
51
100
21
41,2
1
2
29
56,9
51
100
41 26 38
80,4 51 74,5
7 23 12
13,7 45,1 23,5
3 2 1
5,9 3,9 2
51 51 51
100 100 100
Tabel 21 menunjukkan bahwa sebesar 94,1 persen anak jalanan memiliki kebiasaan mandi minimal 2 kali sehari dan selalu mandi menggunakan sabun, 80,4 persen anak jalanan memiliki kebiasaan menggosok gigi minimal 2 kali sehari dan 88,2 persen anak jalanan selalu menggunakan pasta gigi. Menurut Rositawaty (2007), untuk memelihara gigi, gigi harus disikat minimal 2 kali sehari secara teratur sehingga kebersihan mulut akan terjaga. Hampir separuh anak jalanan (62,7%) jarang keramas sedangkan anak jalanan yang memiliki kebiasaan keramas hanya sebesar 37,3 persen. Lebih dari separuh anak jalanan (56,9%) tidak pernah menggunakan handuk milik sendiri. Anak jalanan biasanya menggunakan handuk bersamasama dengan anggota keluarga yang lain. Sebagian besar anak jalanan selalu menjemur handuknya setelah digunakan dan lebih dari separuh anak jalanan (51%) selalu mencuci handuknya. Sebagian besar anak jalanan sering mengganti baju 2 kali atau lebih dalam sehari (74,5%). Mandi dan mengganti pakaian secara teratur penting untuk kebersihan dan penampilan seseorang yang baik. Hal ini juga termasuk higiene pencegahan terhadap penyakit seperti skabies, cacing gelang, trakoma, konjungtivitis dan tifus (WHO 2008). Lebih dari separuh anak jalanan (74,5%) terbiasa mencuci tangan menggunakan air bersih tetapi hampir separuh anak jalanan (45,1%) jarang mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun. Menurut WHO (2008) mencuci tangan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah penyebaran penyakit diare. Sabun dan abu gosok merupakan pembersih dan desinfektan yang menggunakan air dapat digunakan untuk membunuh bakteri patogen pada tangan dan peralatan. Waktu yang paling penting dalam mencuci tangan adalah setelah buang air besar, setelah membersihkan anak yang buang air besar dan sebelum makan atau memegang makanan.
Lebih dari separuh anak jalanan (52,9%) jarang menggunting kuku minimal seminggu sekali. Anak jalanan menggunting kukunya bila merasa kukunya sudah kotor. Lebih dari separuh anak jalanan (84,3%) sering menggunakan alas kaki. Anak jalanan selalu menggunakan alas kaki setiap turun ke jalan. Tabel 22 Sebaran anak jalanan berdasarkan skor penilaian higiene personal Klasifikasi n % Rendah (11-16)
4
7,8
Sedang (17-21)
20
39,2
Tinggi (22-26)
27
52,9
Total
51
100,0
Klasifikasi skor penilaian higiene personal terdiri dari tiga kategori yaitu rendah (11-16), sedang (17-21) dan tinggi (22-26). Berdasarkan Tabel 22 sebesar 52,9 persen anak jalanan memiliki skor higiene personal tinggi dan 39,2 persen anak jalanan memiliki skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan sudah menjaga kebersihan tubuh dan pakaian dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan antar Variabel Hubungan Pola Kecukupan Gizi
Aktivitas
dengan
Konsumsi
Pangan
dan
Tingkat
Anak jalanan menghabiskan waktunya di jalan dengan berbagai macam aktivitas. Salah satu aktivitas yang dilakukan adalah bekerja agar anak jalanan bisa memperoleh uang. Pekerjaan yang dilakukan anak jalanan untuk memperoleh uang diantaranya adalah berjualan, mengamen, menyemir sepatu, mengelap mobil, menyewakan payung, meminta-minta dan sebagainya. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara jenis pekerjaan yang dilakukan anak jalanan dengan tingkat kecukupan gizi. Durasi anak jalanan turun ke jalan merupakan waktu yang dihabiskan anak jalanan untuk beraktivitas di jalan dalam sehari. Sebagian besar anak jalanan menghabiskan waktunya di jalan selama 4-8 jam dalam sehari. Waktu yang dihabiskan anak jalanan untuk turun ke jalan dalam sehari diduga akan menyebabkan pola makan yang tidak teratur sehingga berpengaruh terhadap konsumsi pangan anak jalanan. Namun hasil korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara durasi anak
jalanan berada di jalan dengan konsumsi dan tingkat kecukupan energi, protein, zat besi dan vitamin C anak jalanan. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan dan durasi dengan tingkat kecukupan gizi anak jalanan karena sebagian besar anak jalanan menghabiskan waktu di jalan selama 4-8 jam sehingga anak jalanan masih dapat membagi waktu antara bekerja dan makan. Berbeda halnya dengan konsumsi dan tingkat kecukupan vitamin A anak jalanan. Hasil korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan positif antara durasi anak jalanan berada di jalan dengan konsumsi vitamin A (p<0,05, r=0,286) dan tingkat kecukupan vitamin A anak jalanan (p<0,05, r=0,282) tetapi hubungannya sangat lemah. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi Pengukuran
status
gizi
anak
jalanan
dilakukan
dengan
metode
antropometri melalui perhitungan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). IMT/U digunakan untuk anak yang berumur 5-19 tahun. Berdasarkan perhitungan IMT/U sebagian besar anak jalanan memiliki status gizi normal (96,1%) dan tidak terdapat anak jalanan yang berstatus gizi lebih atau gemuk. Tabel 23 Sebaran anak jalanan berdasarkan status gizi Klasifikasi n % Kurus
2
3,9
Normal
49
96,1
Total
51
100,0
Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi (p>0,05) dengan status gizi anak jalanan. Hal ini diduga karena sebagian besar status gizi anak jalanan tersebar pada status gizi normal. Konsumsi pangan yang cukup akan membuat keadaan gizi seseorang baik. Konsumsi pangan pada penelitian ini
tidak mencerminkan keseluruhan
gambaran status gizi saat ini secara langsung sebab status gizi merupakan akibat dari konsumsi sebelumnya. Konsumsi pangan hanya gambaran bukti sementara dari tingkat kecukupan seseorang dan merupakan konsumsi pada saat diteliti (Roedjito 1989). Pada penelitian ini recall yang dilakukan adalah 1x24 jam sehingga diduga memberikan hasil yang kurang representatif. Menurut Supariasa et al. (2001) apabila recall hanya dilakukan 1x24 jam maka data yang diperoleh kurang
representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Kelemahan recall 1x24 jam adalah tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari sedangkan kelebihan dari recall 1x24 jam adalah mudah, murah, cepat serta tidak membebani responden. Hubungan Higiene Personal dengan Status Kesehatan Selain menghadapi masalah gizi, anak jalanan juga beresiko mengalami gangguan kesehatan. Kelompok anak jalanan merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan. Masalah penyakit yang banyak terjadi adalah penyakit saluran pernafasan, penyakit kulit, gangguan pencernaan, gangguan kepala dan telinga (Sekartini et al. 2004). Pada penelitian ini penyakit yang diderita hanya dibatasi pada penyakit ISPA, diare dan penyakit kulit. Selain pada anak jalanan, prevalensi penyakit ISPA dan diare masih menjadi prioritas pada program pengendalian penyakit. Penyakit ISPA dan diare masih banyak diderita oleh sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat miskin, pendidikan rendah dan banyak tinggal di pedesaan. Prevalensi penyakit ISPA dan diare di Kota Bandung adalah 11,9 persen dan 5,3 persen (Riskesdas 2007). Tabel 24 Sebaran anak jalanan berdasarkan penyakit Penyakit n ISPA Diare Penyakit kulit
Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak
19 32 12 39 9 42
% 37,3 62,7 23,5 76,5 17,6 82,4
Penyakit ISPA yang diderita anak jalanan antara lain flu, tonsillitis dan faringitis sedangkan diare yang banyak diderita anak jalanan adalah diare akut. Jenis penyakit kulit yang diderita anak jalanan antara lain tinea dan dermatitis. Namun berdasarkan Tabel 24 sebagian besar anak jalanan memiliki status kesehatan yang baik. Lebih dari separuh anak jalanan tidak memiliki gangguan penyakit ISPA (62,7%), diare (76,5%) dan penyakit kulit (82,4%). Menurut Widyati & Yuliarsih (2002) higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Higiene personal yang baik dapat mencegah timbulnya penyakit diantaranya penyakit infeksi. Apabila dilihat dari setiap komponen higiene personal, terdapat hubungan yang signifikan negatif (p<0,05, r= -0,294) antara kebiasaan mencuci tangan
menggunakan sabun dengan diare. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sering mencuci tangan menggunakan sabun maka kejadian diare semakin rendah. Menurut Rositawaty (2007) hal termudah untuk menghindari penyakit diare dan muntaber adalah dengan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, setelah buang air besar dan kecil ataupun menyeka lendir ketika terserang flu. Tabel 25 Sebaran anak jalanan berdasarkan status kesehatan dan higiene personal Status Kesehatan Higiene Personal n % n % ISPA Normal Rendah (11-16) 2 3,9 2 3,9 Sedang (17-21)
9
17,6
11
21,6
Tinggi (22-26)
8
15,7
19
37,3
19
37,3
32
62,7
Total
p>0,05 Rendah (11-16)
Diare 1
Sedang (17-21)
4
7,8
16
31,4
Tinggi (22-26)
7
13,7
20
39,2
12
23,5
39
76,5
Total
2
Normal 3
5,9
p>0,05 Rendah (11-16)
Penyakit Kulit 0
0
Normal 4
7,8
Sedang (17-21)
4
7,8
16
31,4
Tinggi (22-26)
5
9,8
22
43,1
Total
9
17,6
42
82,4
p>0,05
Berdasarkan Tabel 25 anak jalanan yang menderita ISPA sebagian besar memiliki higiene personal sedang (17,6%). Anak jalanan yang menderita diare dan penyakit kulit sebagian besar memiliki higiene personal tinggi (13,7% dan 9,8%). Hal ini menunjukkan bahwa higiene personal yang baik belum tentu diikuti dengan semakin baiknya kesehatan seseorang. Selain itu, hasil korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara higiene personal anak jalanan dengan status kesehatan anak jalanan (ISPA, diare dan penyakit kulit). Keadaan demikian diduga karena lingkungan tempat tinggal anak jalanan yang kurang sehat. Kondisi lingkungan rumah berpengaruh terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Semakin buruk kondisi lingkungan rumah maka status kesehatan penghuninya semakin menurun (Entjang 2000). Perilaku yang sehat tidak cukup
bila tidak didukung oleh lingkungan yang sehat karena selain diperlukan perilaku hidup yang sehat diperlukan kondisi lingkungan yang baik. Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan Salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada anak jalanan adalah keadaan kurang gizi karena pola makan yang tidak teratur. Keadaan kurang gizi merupakan salah satu faktor penyebab mudahnya seseorang terkena penyakit infeksi, hal ini karena sistem kekebalan tubuh alami yang dimiliki orang melemah (Indriani, Adiningsih & Mahmudiono 2006). Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status kesehatan anak jalanan. Hal ini disebabkan sebagian besar anak jalanan memiliki status kesehatan yang normal yaitu tidak memiliki penyakit ISPA, diare dan penyakit kulit. Menurut Entjang (2000) terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan seperti kekebalan (daya tahan tubuh). Meskipun agen penyebab penyakit menyerang manusia jika memiliki daya tahan tubuh yang tinggi maka tidak akan sakit. Ada hubungan timbal balik antara penyakit infeksi dengan tingkat keadaan gizi. Tingkat keadaan gizi yang baik akan memberikan resistensi yang tinggi dari tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi. Sebaliknya infeksi berbagai penyakit akan memperjelek tingkat keadaan gizi karena zat gizi yang didapat dari makanan tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh (Roedjito 1989). Namun hasil analisis Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara status gizi dengan status kesehatan anak jalanan. Hal ini disebabkan sebagian besar anak jalanan memiliki status gizi dan kesehatan yang normal.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lebih dari separuh anak jalanan adalah laki-laki dan presentase umur terbesar berada pada kisaran umur 9-12 tahun. Presentase anak jalanan yang putus sekolah lebih besar dibandingkan anak jalanan yang masih sekolah. Sebagian besar riwayat pendidikan anak jalanan baik yang putus sekolah maupun anak jalanan yang masih sekolah adalah SD/MI. Lebih dari separuh anak jalanan memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp.10.000-Rp.20.000 dengan rata-rata pendapatan Rp.14.451.
Jenis pekerjaan yang banyak dilakukan anak jalanan adalah mengamen. Hampir separuh anak jalanan bekerja 4-6 hari dalam seminggu. Rata-rata durasi anak jalanan turun ke jalan adalah 6 jam per hari. Sebagian besar anak jalanan turun ke jalan selama 4-8 jam per hari. Sebagian besar anak jalanan termasuk kategori children on the street. Kontribusi energi, protein dan Fe terbesar anak jalanan berasal dari golongan serealia, umbi, hasil olahannya yaitu beras. Rata-rata konsumsi vitamin A terbesar berasal dari sayuran dan rata-rata konsumsi vitamin C terbesar adalah minuman yang berasal dari minuman rasa buah. Rata-Rata tingkat kecukupan energi dan protein adalah defisit tingkat ringan. Rata-rata tingkat kecukupan Fe dan vitamin C adalah kurang sedangkan vitamin A cukup. Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein, sebesar 37,3 persen dan 45,1 persen anak jalanan termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Lebih dari separuh anak jalanan memiliki tingkat kecukupan Fe, vitamin A dan C kategori kurang. Lebih dari separuh anak jalanan memiliki skor higiene personal tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan sudah menjaga kebersihan tubuh dan pakaian dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sebagian besar anak jalanan memiliki status gizi dan kesehatan yang normal. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan dan durasi anak jalanan dengan tingkat kecukupan gizi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status gizi anak jalanan. Terdapat hubungan yang signifikan negatif antara kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dengan diare. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor higiene personal anak jalanan dengan status kesehatan anak jalanan (ISPA, diare dan penyakit kulit). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status kesehatan anak jalanan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan status kesehatan anak jalanan. Saran Peran rumah singgah dalam upaya perlindungan anak jalanan perlu dioptimalkan misalnya
dengan
melakukan penyuluhan
kesehatan
untuk
memenuhi salah satu hak anak yaitu kesehatan. Penyuluhan kesehatan dapat berupa penerapan pola hidup sehat terutama mengenai higiene personal sehari-
hari. Disarankan adanya penelitian lanjutan mengenai masalah kesehatan pada anak jalanan yang disebabkan atau berkaitan dengan polusi udara (zat polutan; Pb, Co dsb).
DAFTAR PUSTAKA Abdelgalil S et al. 2004. Household and Family Characteristic of Street Children in Aracaju, Brazil 89: 817-820. www. archdischild.com. [3 April 2009] Almasari A. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan lansia pria di Desa Sukajadi Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor: Faperta IPB Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Anonim.
2008. Siapa Peduli Kelangsungan http://pendis.depag.go.id. [15 desember 2008]
Pendidikan
Anjal?.
As’ad S. 2002. Gizi-Kesehatan Ibu dan Anak. Makasar: Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Azwar A. 2004. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan WNKPG VIII Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta Badan Pusat Statistik [BPS]. 2001. Fenomena Anak Jalanan di DKI Jakarta Triwulan I. www.BPS.go.id. [Desember 2008] . 2009. Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2009. www.BPS.go.id. [Agustus 2009] Boediardja. 2002. Infeksi Kulit pada Bayi dan Anak-anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes RI Departemen Sosial [Depsos]. 2008. Peta Masalah Anak Jalanan dan Alternatif Model Pemecahannya Berbasis Pemberdayaan Keluarga. www.depsos.go.id. [Desember 2008] Entjang I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat cetakan ke 14. Bandung: Alumni Fitriyani Y. 2008. Kondisi lingkungan, perilaku hidup sehat dan status kesehatan wanita pemetik teh di PTPN VIII Pengalengan, Bandung Jabar. [skripsi]. Bogor: Faperta IPB Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assessment (2nd Edition). New York: Oxford University Press Gilbert et al. 2004. A Comparative Analysis of Abandoned Street Children and Formerly Abandoned Street Children in La Paz, Bolivia 89: 821-826. www.archdischild.com. [3 April 2009] Gurgel RQ et al. 2004. Capture-recapture to Estimate the Number of Street Children in a City in Brazil 89: 222-224. www.archdischild.com. [3 April 2009] Hamid A. 2008. Peta Masalah Kesejahteraan Sosial Anak. www.depsos.go.id. [15 desember 2008] Hardjono. 2000. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat untuk hidup sehat. [tesis]. Bogor: Faperta IPB Indriani D, S Adiningsih dan T Mahmudiono. 2006. Hubungan Life Style Anak Jalanan terhadap Kejadian Penyakit Paru: Studi Kasus di Yayasan Insani Surabaya. www.litbangdepkes.go.id. [Desember 2008] Janaka J. 2000. Karakteristik individu, kebiasaan makan dan status gizi anak jalanan. [skripsi]. Bogor: Faperta IPB
Khomsan A, D Sukandar, U Sumarwan dan D Briawan. 1998. Pangan Sebagai Indikator Kemiskinan. Di dalam Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta: LIPI Kusharto CM dan NY Sa’adiyah. 2006. Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: IPB Press Latifah M, MD Djamaludin, E Damayanthi dan SM Atmojo. 2002. Mengenal Berbagai Penyakit dan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan. Bogor: Kerja Sama Departemen Pendidikan Nasional dan Lembaga Penelitian IPB Moeliono L. 2001. Anak Jalanan di Jakarta: Antara Kerentanan dan Ketahanan. Warta Demografi tahun 31 no 4: 21-26 Moeliono L dan Adi D. 2004. Pendampingan Anak Jalanan Menurut Para Pendamping Anak Jalanan. Jakarta: Save The Children US-Indonesia Prasadja H dan M Agustian. 2000. Anak Jalanan dan Kekerasan. Jakarta: PKPM Unika Atmajaya Ratnayani. 2005. Identifikasi Karakteristik Mahasiswa Putra TPB IPB dengan Status Gizi Kurang [skripsi] Bogor: Faperta IPB Rippe JM. 2001. Life Style Nutrition. USA Riskesdas. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Barat 2007. www.litbang.depkes.go.id. [Agustus 2009] Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian (Khomsan A & A Sulaeman, Editor). Bogor: IPB-Press Roedjito D. 1989. Kajian Penelitian Gizi. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa Rositawaty S. 2007. 25 Kiat Sehat Bugar. Bandung: PT Karya Kita Sari SP. 2007. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Higiene personal Anak Jalanan Bimbingan Rumah Singgah YMS Bandung. www.unpad.ac.id. [4 Januari 2009] Sekartini et al. 2004. Masalah Kesehatan Anak Jalanan di Rumah Singgah. Medika volume XXX no 12: 774-777 Sitepoe M. 1996. Penyakit. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Slamet JS. 2006. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo: Dabara Publisher Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Sugiharto ST. 2001. Persepsi anak jalanan terhadap bimbingan sosial melalui rumah singgah di Kotamadya Bandung. [tesis]. Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan. IPB Suhardjo. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara Suhartini T. 2008. strategi bertahan hidup anak jalanan (kasus anak jalanan di Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat). [skripsi]. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Manusia. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi (Petani Sawah Beririgasi di Banjar Jawa Barat). Departemen Gizi Masyarakat. FEMA IPB Supariasa IDN, B Bakri dan I Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Tarasuk V, N Dachner dan J Li. 2005. Homeless Youth in Toronto are Nutritionally Vulnerable 135: 1926-1933. www.ajcn.org. [18 November 2008] UNICEF. 2001. The Situation of Street Children in Cairo and Alexandria Including The Children’s Drug Abuse and Health/Nutritional Status 1-89. www.UNICEF.org. [4 januari 2009] . 2008. Conventions on The Rights of The Child. www.UNICEF.org. [Desember 2008] Uripi V. 2000. Menu untuk Penderita Hepatitis dan Gangguan Saluran Pencernaan. Jakarta: Puspa Swara Webber R. 2005. Communicable Disease Epidemiology and Control a Global Perspective 2nd edition. UK: CABI Publishing World Health Organization [WHO]. 2008. Healthy Villages: a Guide for Communities and Community Health Workers 65-72. www.WHO.org .[Desember 2008] . 2009. WHO AnthroPlus for Personal Computers Personal. www.WHO.org. [Agustus 2009] Widyati R dan Yuliarsih. 2002. Higiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Zulfadli. 2004. Pemberdayaan anak jalanan dan orangtuanya melalui rumah singgah. [tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rata-rata konsumsi pangan, energi dan zat gizi anak jalanan
Lampiran 1 (Lanjutan) Jenis Rata-rata Energi Protein makanan (g/kap/hari) (Kal) (g) Serealia, Umbi, umbian dan Hasil Olahannya Nasi
Fe (mg)
Vitamin A (mg)
Vitamin C (mg)
359,0
675
8,4
1,8
0,0
0,0
Bubur
16,5
10
0,2
0,0
0,0
0,0
Roti
21,2
53
1,7
0,5
3,6
0,0
Mie
48,4
190
3,6
1,3
0,0
1,1
Lainnya
16,1
34
0,5
0,2
0,5
0,4
Subtotal
461,2
961,6
14,4
3,8
4,1
1,5
3,9
0,0
Daging, Telur, Ikan, Susu dan Hasil Olahannya Ayam
7,6
16
1,1
0,1
Ikan
14,2
25
3,9
0,5
8,2
0,0
Telur
25,6
78
4,0
0,7
62,2
0,2
Susu
6,1
12
0,2
0,1
3,2
0,1
Lainnya
2,2
6
0,3
0,0
2,5
0,0
Subtotal
55,8
136,9
9,4
1,3
79,9
0,3
Kacang-kacangan dan Hasil Olahannya Tahu
35,7
42
2,4
0,2
0,0
0,0
Tempe Kacangkacangan Lainnya
29,5
94
6,1
3,0
0,1
0,0
5,1
13
0,5
0,1
0,0
0,2
3,5
7
0,2
0,0
0,0
0,1
Subtotal
73,8
156,4
9,1
3,3
0,1
0,3
Bayam
9,5
2
0,1
0,0
42,6
1,8
Kangkung
7,9
4
0,2
0,1
26,7
0,8
Sawi Kacang panjang Wortel
7,3
2
0,2
0,2
70,5
7,4
1,7
2
0,0
0,0
0,5
0,2
2,4
1
0,0
0,0
35,6
0,0
Buncis
1,5
0
0,0
0,0
0,8
0,1
Lainnya
7,1
2
0,1
0,1
25,2
2,5
Subtotal
37,3
12,4
0,7
0,6
201,8
12,8
3,9
1
0,0
0,0
0,8
1,4
Rambutan
18,9
5
0,1
0,0
0,0
4,4
Lainnya
21,5
8
0,1
0,1
65,3
2,1
Subtotal
44,4
14,6
0,2
0,2
66,1
7,9
Sayuran
Buah-Buahan Jeruk
Makanan Jajanan Bakso
7,0
5
0,3
0,2
0,0
0,1
Pisang goreng
14,1
35
0,3
0,0
0,0
0,0
Bakwan
13,1
36
0,5
0,9
0,0
0,0
Batagor
9,7
15
1,2
0,4
0,0
0,0
Siomay Permen
10,0 0,2
9 1
0,4 0,0
0,1 0,0
0,0 0,0
0,0 0,0
Jenis makanan
Rata-rata (g/kap/hari)
Energi (Kal)
Protein (g)
Fe (mg)
Vitamin A (mg)
Vitamin C (mg)
Wafer
2,4
11
0,1
0,0
0,0
0,0
Chiki
7,0
36
0,0
0,1
0,0
0,2
Kue
14,3
50
1,0
0,4
2,6
0,0
Lainnya
5,4
16
0,2
0,2
0,0
0,1
Subtotal
83,1
213,5
4,0
2,4
2,6
0,5
Gula
2,0
7
0,0
0,0
0,0
0,0
Kopi
6,1
22
0,9
0,3
17,7
0,0
Minyak
1,3
12
0,0
0,0
107,4
0,0
Teh
5,1
2
0,0
0,0
0,0
0,0
Lainnya
1,9
0
0,0
0,1
0,0
0,0
Subtotal
16,4
43,5
0,9
0,4
125,1
0,0
76,9
97
0,0
0,0
0,0
22,3
2,3
9
0,2
0,0
0,0
0,0
0,6
0
0,0
0,0
0,0
0,0
79,8
106,9
0,2
0,0
0,0
22,3
Serba-Serbi
Minuman Minuman buah Minuman rasa susu Lainnya Total
Lampiran 2 Identitas anak jalanan
No
Nama
JK
Umur
BB (kg)
TB (cm)
1
Ita Kartika
P
11
25,1
134,4
2
Eka Rian Puspitasari
P
13
36,1
143,2
3
Siti Aisyah
P
15
45,6
151,9
4
Mul Guntoro
L
13
34,2
148,0
5
Dea Widyawati
P
9
21,0
120,3
6
Cici
P
10
22,1
122,0
7
Bagus Muhidin
L
11
32,9
136,7
8
Isyah
P
14
44,5
145,9
9
Amir
L
11
26,4
132,8
10
Sela
P
8
21,3
120
11
Jamaludin
L
15
40,1
150,5
12
Yudi Guntara
L
12
25,8
129,5
13
Dimas Valintino
L
8
20,6
118,2
14
Ayu
P
15
46,9
143,6
15
Neng Ria
P
12
39,4
139,5
16
Ali
L
8
21,7
120,3
17
Ayi Nopianto
L
14
32,3
139,0
18
Ardi Sunandar
L
13
28,4
139,3
19
Rizal Febriansyah
L
10
23,0
125,6
20
Sri Handayani
P
12
45,6
146,6
21
Riki Rustandi
L
9
25,0
122,8
22
Iwan
L
14
42,1
152,4
23
Haris Setiawan
L
15
50
154,3
24
Rian
L
16
62,6
168,5
25
Dian Wahyuni
P
9
22,9
125,6
26
Rangga
L
13
43,2
154,4
27
Sandi
L
11
32,3
138,8
28
Gilang
L
11
26,4
132,6
29
Erwin
L
18
58,2
169,9
30
Ida Rosita
P
18
41,0
150,8
31
Ai Yulianti
P
12
22,4
137,0
32
Khodijah
P
18
41,8
146,0
33
Ajat Nurdiansyah
L
18
49,8
168,9
34
Heri Hermasyah
L
18
48,6
158,3
35
Aditia
L
12
45,2
145,5
36
Agus Firman
L
13
35,6
144,2
37
Dena Nugroho
L
13
34,7
140
38
Lina Karlina
P
6
14,7
105,9
39
Ita Juita
P
12
35,1
144
40
Fajar Hadiansyah
L
18
47,1
160,2
41 42
Linda Sri Rohaeni
P P
9 9
22,5 25,9
122 128,5
Lampiran 2 (Lampiran)
No
Nama
JK
Umur
BB (kg)
TB (cm)
43
Eneng
P
11
42,1
138,2
44
Widyaningrum
P
11
30,4
132,3
45
Roni Rosadi
L
10
27,5
132
46
Sri Sekar Handayani
P
11
42,2
148,3
47
Rahman
L
17
52,2
161
48
Cahya Julianto
L
17
48,3
161,8
49
Wahyudin
L
9
18,5
114,3
50
Aji Maulana
L
7
17,6
104
51
Rian
P
13
36,6
144