POLA KONSUMSI DAN STATUS GIZI PADA KELOMPOK VEGETARIAN DI KOTA BOGOR
RISKA TRI RACHMAWATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Konsumsi dan Status Gizi pada Kelompok Vegetarian di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Riska Tri Rachmawati NIM I14114040
ABSTRAK Riska Tri Rachmawati. Pola Konsumsi dan Status Gizi pada Kelompok Vegetarian di Kota Bogor. Dibimbing oleh M. RIZAL M. DAMANIK. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pola konsumsi dan status gizi pada kelompok vegetarian di Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dan cara pengambilan contoh secara purposive. Jumlah contoh sebanyak 42 orang terdiri dari 22 laki-laki dan 20 perempuan. Tingkat kecukupan energi pada kelompok vegetarian mengalami defisit berat pada laki-laki (50%) dan perempuan (60%). Tingkat kecukupan protein pada kelompok vegetarian mengalami defisit ringan pada laki-laki (59%) dan perempuan (65%). Tingkat kecukupan lemak pada kelompok vegetarian mengalami kekurangan pada lakilaki (64%) dan perempuan (75%). Tingkat kecukupan karbohidrat pada kelompok vegetarian sudah baik, pada laki-laki (68%) sedangkan perempuan (50%). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral pada kelompok vegetarian mengalami kekurangan pada laki-laki (100%) dan perempuan (100%). Hasil analisis dengan uji Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara jenis vegetarian (vegan, lacto vegetarian vegetarian dan lacto-ovo vegetarian vegetarian) dan lama vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Kata kunci: status gizi, tingkat kecukupan, vegetarian
ABSTRACT Riska Tri Rachmawati. Consumption Patterns and Nutritional Status of Vegetarian Groups in Bogor. Supervised by M. RIZAL M. DAMANIK. The objective of this study was to analyze consumption patterns and nutritional status of vegetarian groups in Bogor. The study used cross sectional design and study participants were recruited purposively. The number of subjects was 42 vegetarian consisted of 22 men and 20 women. The result showed that nutritional adequacy level of energy of the vegetarian groups experienced deficiency of men (50%) and women (60%). Nutritional adequacy level of protein of the vegetarian groups of men experienced deficient (59%) and women (65%). Nutritional adequacy level of fat of the vegetarian groups experienced a shortage of men (52%) and women (48%). Nutritional adequacy level of carbohydrates of the vegetarian groups were good of men (64%) while women were deficient (75%). Nutritional adequacy level of vitamins and minerals of the vegetarian groups experienced a shortage of men (100%) and women (100%). The Spearman statistical analysis showed that there was no correlation (p>0.05) between type of vegetarian (vegan, lacto vegetarian vegetarian dan lacto-ovo vegetarian vegetarian) and old vegetarian with the level of recommended dietary allowance. Keywords: nutritional status, the level of recommended dietary allowance, vegetarian
POLA KONSUMSI DAN STATUS GIZI PADA KELOMPOK VEGETARIAN DI KOTA BOGOR
RISKA TRI RACHMAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Pola Konsumsi dan Status Gizi pada Kelompok Vegetarian di Kota Bogor Nama : Riska Tri Rachmawati NIM : I14114040
Disetujui oleh
Prof drh M Rizal M Damanik, MRepSc, PhD Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
i
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pola Konsumsi dan Status Gizi pada Kelompok Vegetarian di Kota Bogor”. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof drh M Rizal M Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyempatkan waktu luang untuk memberikan ide dan saran bagi penulis 2. Dr Ir Budi Setiawan, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran bagi penulis. 3. Bapak Indra Thamrin selaku ketua komunitas vegetarian di Kota Bogor dan Bapak Anantha selaku manajer Restoran Karunia Baru yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 4. Responden vegetarian yang telah meluangkan waktunya untuk membantu dalam melakukan penelitian. 5. Orang tua tercinta, H. Rachmat dan Hj. Iis Mulyati, kakakku Eka Prasetya Rachmattillah dan Dwi Rikzan Noorrakhmat serta Rahmat Nugraha Kamil yang selalu memberikan do’a, perhatian, kasih sayang dan semangatnya. 6. Teman-teman Alih Jenis Gizi Angkatan 5 yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan, dukungan dan kerjasamanya. Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, April 2014 Riska Tri Rachmawati
ii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Kegunaan Hasil Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Jumlah dan Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Contoh Tingkat Pengetahuan Gizi Kebiasaan Makan dan Pola Konsumsi Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Status Gizi Hubungan antar Variabel SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
iii iii iii 1 1 2 3 3 5 5 5 6 7 7 8 8 9 12 13 14 22 23 24 24 25 25 29
iii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis dan cara pengumpulan data ..................................................................... 6 Penggolongan status gizi orang dewasa menurut nilai IMT ............................ 7 Sebaran berdasarkan karakteristik contoh ...................................................... 10 Sebaran berdasarkan tingkat pengetahuan ..................................................... 12 Rata-rata konsumsi, kecukupan gizi yang dianjurkan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi ........................................................................ 15 Sebaran berdasarkan tingkat kecukupan energi ............................................. 17 Sebaran berdasarkan tingkat kecukupan protein ............................................ 18 Sebaran berdasarkan tingkat kecukupan lemak ............................................. 19 Sebaran berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat ..................................... 20 Sebaran berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral ....................... 21 Sebaran berdasarkan status gizi ..................................................................... 22 Hasil uji Spearman antara jenis vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi .......................................................................................... 23 Hasil uji Spearman antara lama vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi .......................................................................................... 23
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 4
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner penelitian........................................................................................ 30 2 Frekuensi dan kuantitas penggunaan bahan pangan ....................................... 38
iv
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Vegetarian adalah orang yang hidup dari mengonsumsi produk nabati dengan atau tanpa susu dan telur, tetapi menghindari konsumsi daging, unggas dan hewan laut. Vegetarian yang hanya mengonsumsi makanan nabati disebut Vegan, sedangkan vegetarian yang mengonsumsi makanan nabati, susu dan produk olahannya disebut Vegetarian lakto. Vegetarian yang mengonsumsi makanan nabati, susu dan telur serta produk olahannya disebut Vegetarian lakto ovo. Beberapa alasan mengapa orang memilih menjadi vegetarian, antara lain karena ingin hidup sehat, ajaran agama, kepedulian akan hewan dan lingkungan (IVU 2001). Diet vegetarian mempunyai banyak manfaat kesehatan, antara lain mencegah dan melindungi seseorang dari berbagai penyakit kronik, seperti jantung coroner, kanker, osteoporosis, diabetes, kelainan syaraf dan menurunkan risiko obesitas serta tekanan darah tinggi. Hal tersebut diyakini karena diet vegetarian kaya akan lemak tak jenuk (MUFA dan PUPA, antioksidan, serat dan rendah kolesterol serta rendah lemak jenuh (Faser 2009). Dibandingkan tipe vegetarian yang lain, vegan cenderung rendah lemak jenuh dan kolesterol serta tinggi serat karena tidak mengonsumsi produk hewani sama sekali (Craig 2009). Lanou (2009) menyatakan bahwa pada zaman modern sekarang ini semakin banyak penyakit ditemukan yang berhubungan dengan konsumsi daging yang berlemak dan berkolesterol tinggi. Permasalahan gizi lebih biasanya ditandai dengan konsumsi daging dan protein hewani yang berlebihan. Konsumsi pangan hewani yang berlebihan tanpa diimbangi oleh pangan nabati dan olahraga (exercise) yang teratur dapat menjadi suatu ancaman kesehatan. Saat ini masyarakat telah menyadari dan mengerti tentang pentingnya hubungan pangan (makanan) yang dikonsumsi dengan penyakit. Hal ini menimbulkan kebiasaan baru dalam diri masyarakat yaitu semakin banyak orang yang mengubah kebiasaan makannya, dari makanan utama yang terdiri dari daging menjadi makanan tanpa daging (sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian dan padi-padian). Orang yang mengonsumsi makanan tanpa daging biasa dikenal sebagai vegetarian. Beberapa kelompok vegetarian yang umumnya dikenal oleh masyarakat, seperti vegan, lacto vegetarian vegetarian, lacto-ovo vegetarian vegetarian, dan kelompok vegetarian lainnya. Perubahan yang dilakukan masyarakat bertujuan untuk mengurangi terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung dan penyumbatan pembuluh darah, diabetes, hipertensi, kanker usus dan lain-lain (Jacobs et al. 2009) Tahun 2006, kira-kira 4.8 juta jiwa atau 2.3% populasi dewasa di Amerika menjadi vegetarian dan menegaskan bahwa mereka benar-benar tidak lagi mengonsumsi daging, ikan dan produk hewani lainnya, dan sekitar 1.4% populasi orang dewasa di Amerika menjadi vegan (ADA 2009). Berdasarkan survey pada tahun 2002, sekitar 4% vegetarian pada orang-orang dewasa di Canada
2
diperkirakan mewakili 900 000 penduduknya. Pada umumnya vegetarian lebih banyak dijumpai pada kaum wanita dengan persentase 6.5% dibandingkan dengan kaum pria yang memiliki persentase 4.1% (ADA 2003). Vegetarian di Indonesia tergabung dalam suatu organisasi yang bernama Indonesia Vegetarian Society (IVS). Jumlah vegetarian yang terdaftar pada Indonesia Vegetarian Society (IVS) saat berdiri pada tahun 1998 sekitar lima ribu orang dan meningkat menjadi enam puluh ribu anggota pada tahun 2007. Angka ini merupakan sebagian kecil dari jumlah vegetarian yang sesungguhnya karena tidak semua vegetarian mendaftar menjadi anggota. Data-data menunjukkan bahwa orang dengan pola makan vegetarian umumnya lebih sehat dan berumur panjang dibanding mereka yang non vegetarian. Sebagai contoh, penelitian pada tahun 2009 di bulan Maret oleh The American Dietetic Association pada lebih dari 500 000 orang-orang yang berusia 50-71 tahun di Amerika dan didapati bahwa orang-orang dewasa yang mengonsumsi paling banyak daging merah lebih berkemungkinan untuk meninggal dalam waktu lebih dari 10 tahun lebih cepat daripada mereka yang paling sedikit mengonsumsi daging merah, kebanyakan karena penyakit kardiovaskular dan kanker (ADA 2009). Melihat vegetarian sebagai pola makan yang alami dan sehat bagi tubuh sudah dikenal masyarakat dunia sejak dulu. Meskipun sudah terbukti bahwa mengonsumsi makanan nabati lebih jauh sehat daripada makanan hewani, tetap saja vegetarian dianggap sebelah mata, berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin meneliti tentang pola konsumsi dan status gizi pada kelompok vegetarian di Kota Bogor.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola konsumsi dan status gizi pada kelompok vegetarian di Kota Bogor. Tujuan Khusus 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengidentifikasi karakteristik contoh Mempelajari pengetahuan gizi pada kelompok vegetarian Mempelajari pola konsumsi pangan pada kelompok vegetarian Mempelajari tingkat kecukupan pangan pada kelompok vegetarian Mempelajari status gizi pada kelompok vegetarian Menganalisis hubungan jenis vegetarian dan lama vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi.
3
Kegunaan Hasil Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pola konsumsi dan status gizi pada kelompok vegetarian, khususnya di Kota Bogor. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perbaikan kualitas hidup kelompok vegetarian serta bisa memberikan informasi yang berguna bagi kesehatannya.
KERANGKA PEMIKIRAN Kelompok vegetarian ini disebut vegan (pure vegetarian-vegetarian murni). Selain vegetarian murni, terdapat kelompok lacto-ovo vegetarian vegetarian (vegetarian yang masih mengonsumsi susu hewan dan telur) dan kelompok lacto vegetarian vegetarian (vegetarian yang masih mengonsumsi susu hewan) (Susianto, Widjaja, Mailoa 2007). Kelompok vegetarian ini dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, jenis vegetarian dan lama vegetarian. Memahami usia konsumen adalah penting karena konsumen yang berbeda usia akan mengonsumsi produk dan jasa yang berbeda pula. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merk. Seorang yang berumur relatif muda akan relatif lebih cepat dalam menerima sesuatu yang baru. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan seseorang dalam memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung memilih bahan pangan yang lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas dibanding dengan orang yang berpendidikan rendah. Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi yang didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi. Lama menjadi vegetarian adalah minimal 1 tahun sudah menjadi vegetarian. Kebiasaan makan meliputi frekuensi makan dan jenis makanan. Konsumsi pangan hewani yang berlebihan dan tidak diimbangi oleh pangan nabati seperti sayur dan buah menyebabkan daging menjadi penyumbang terbesar terjadinya gizi lebih (obese). Gizi lebih merupakan faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes. Konsumsi makan seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kebiasaan makan, ketersediaan pangan dan pengetahuan gizi. Konsumsi makan yang baik adalah yang mengandung berbagai zat gizi dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Pola konsumsi pangan akan mempengaruhi tingkat konsumsi dan selanjutnya mempengaruhi status gizi. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi adalah persentase konsumsi energi dan zat gizi terhadap angka kecukupan gizi (AKG) masing-masing. Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang yang
4
diukur antara lain secara antropometri. Penilaian status gizi secara antropometri yaitu menilai Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Pola konsumsi juga (metode recall) dapat menjadi acuan untuk menentukan apakah responden termasuk kelompok vegetarian (vegan, lacto vegetarian vegetarian dan lacto-ovo vegetarian vegetarian). Studi epidemiologi gizi menunjukkan bahwa diet vegetarian memberi keuntungan bagi kesehatan, yaitu mengurangi risiko terkena penyakit degeneratif kronik, seperti diabetes mellitus, PJK, kanker, dan lain-lain, dan memperpanjang usia harapan hidup. Hal ini disebabkan pola asupan vegetarian yang rendah asupan makanan hewani, cenderung rendah lemak total, lemak jenuh dan kolesterol, serta tinggi serat dibandingkan nonvegetarian (Weaver 2009). Penyakit tersebut timbul karena berbagai faktor risiko seperti kebiasaan merokok, hipertensi, disiplidemia, diabetes mellitus, obesitas, usia lanjut dan riwayat kesehatan. Status gizi berinteraksi dengan kesehatan akan mempengaruhi mudah tidaknya seseorang mengalami penyakit degeneratif. Kerangka pemikiran selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1. Karakteristik Contoh: Jenis Kelamin Usia Tingkat Pendidikan Jenis Pekerjaan Tingkat Pendapatan Lama Vegetarian
Vegetarian Vegan Lacto vegetarian Vegetarian Lacto-ovo vegetarian Ketersediaan Pangan
Kebiasaan Makan Frekuensi Makan Jenis Pangan
Konsumsi Pangan dan Zat Gizi
Angka Kecukupan Gizi
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Status Gizi Indeks Massa Tubuh (IMT) Gambar 2 Kerangka Pemikiran Keterangan :
Pengetahuan Gizi
Variabel yang diteliti Hubungan yang diteliti
Kesehatan
5
METODE PENELITIAN Desain,Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini adalah penelitian survei bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional (Notoatmodjo 2005) yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Penelitian ini dilakukan pada kelompok vegetarian di Kota Bogor selama satu bulan pada bulan Desember 2013.
Jumlah dan Pengambilan Contoh Pemilihan contoh dilakukan secara purposive, dengan kriteria laki-laki atau perempuan berusia 19 tahun yang telah menjalankan diet vegetarian selama ≥ 1 tahun (terhitung dari mulai penelitian). Contoh dalam penelitian ini adalah komunitas vegetarian dan pengunjung Restoran Karunia Baru di Kota Bogor. Jumlah responden sebanyak 42 orang. Responden dari komunitas vegetarian sebanyak 20 orang dan pengunjung Restoran Karunia Baru sebanyak 22 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer meliputi karakteristik contoh, pengetahuan gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta status gizi. Data ini diperoleh dengan pengisian kuesioner dan wawancara langsung terhadap responden. Jenis data karakteristik contoh dan pengetahuan gizi diperoleh dengan menjawab daftar pertanyaan pada kuesioner. Jenis data tingkat kecukupan energi dan zat gizi dapat diketahui dari konsumsi pangan yang diperoleh melalui recall 2 x 24 jam konsumsi pangan. Data yang dikumpulkan yaitu jumlah pangan yang dikonsumsi yang dinyatakan dalam satuan ukuran rumah tangga (URT), seperti nasi (piring), lauk (potong, buah, butir), sayuran (mangkuk), buah (iris, biji, buah) dan sebagainya, hasilnya kemudian dikonversikan ke dalam satuan ukuran gram (g). Jenis data status gizi yang dikumpulkan adalah berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) responden dengan menggunakan perhitungan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT). Cara pengumpulan datanya diperoleh dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan langsung di lokasi penelitian dengan menggunakan timbangan badan dan microtoise. Jenis dan data pengumpulan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
6
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Variabel
Karakteristik Contoh
Pengetahuan Gizi Konsumsi pangan Status gizi
Data
Cara Pengumpulan Data
Jenis Data
Jenis kelamin Usia Tingkat pendidikan Jenis pekerjaan Tingkat pendapatan Jenis vegetarian Lama vegetarian Pengetahuan tentang vegetarian Konsumsi pangan responden Tingkat kecukupan Berat badan Tinggi badan
Primer
Kuesioner
Primer
Kuesioner
Primer
Food Recall 2 x 24 jam dan FFQ
Primer
Antropometri
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan diolah menggunakan program software Microsoft Excell 2007 dan SPSS 16.0 for Windows. Data dianalisis secara korelasi Spearman digunakan untuk menguji hubungan antar variabel. Data konsumsi pangan yang diperoleh meliputi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi selama dua hari. Data ini kemudian dikonversikan ke dalam bentuk zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), sehingga diketahui rata-rata konsumsi zat gizi per orang per hari (Hardinsyah dan Briawan 2002). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung dengan membandingkan konsumsi energi dan zat gizi dengan angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan. Metode yang digunakan dengan food recall 2 x 24 jam. Tingkat kecukupan ini dinyatakan dalam persen. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung dengan membandingkan konsumsi energi dan zat gizi per orang per hari dengan angka kecukupan energi dan zat gizi masing-masing. Data konsumsi pangan dikonversikan menjadi energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin (vitamin A, vitamin B1, vitamin C) dan mineral (kalsium, fosfor, zat besi) menggunakan DKBM. Tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 2002) : TKGi =
Ki x 100 % TKGi
TKGi = Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi i Ki = Konsumsi sumber energi dan zat gizi i AKGi = Angka kecukupan zat gizi i yang dianjurkan
7
Tingkat kecukupan energi dan protein ini dinyatakan dengan persen dan dikategorikan defisit berat (<70%), defisit sedang (70-90%) dan cukup (>90%) (Martianto et al. 2008). Tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat dikategorikan menjadi tiga yaitu : 1. Kurang (<20 %) 2. Baik (20-30 %) 3. Lebih (>30 %) (IOM 2005) Sedangkan untuk tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi dua yaitu : 1. Kurang (<77%) 2. Cukup (> 77%) (Gibson 2005) Penilaian status gizi dilakukan dengan antropometri. Penilaian antropometri untuk mengetahui status gizi orang dewasa digunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan pengkategorian dapat dilihat pada Tabel 2, rumus IMT dapat dilihat di bawah ini : BB IMT = TB2 Keterangan : IMT = indeks massa tubuh, BB = berat badan (kg), TB = Tinggi Badan (m) Tabel 2 Penggolongan status gizi orang dewasa menurut nilai IMT IMT Status Gizi <18.5 kg/m2 Gizi kurang 18.5-25 kg/m2 Gizi normal >25 kg/m2 Gizi lebih Sumber : Depkes RI (2005) Analisis data yang digunakan pada penelitian ini uji korelasi Spearman. Uji Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan jenis vegetarian dan lama vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi.
Definisi Operasional Vegetarian adalah orang yang mengonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhtumbuhan, meliputi sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan dan tidak mengonsumsi segala jenis binatang, termasuk daging sapi, babi, ayam ataupun ikan. Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok vegetarian dalam memilih pangan dan makanan yang dikonsumsinya serta frekuensi konsumsi makanan yang dikumpulkan melalui wawancara. Konsumsi makan adalah jumlah, jenis dan waktu mengonsumsi pangan seseorang atau kelompok dengan tujuan tertentu yang diukur dengan metode recall 2 x 24 jam.
8
Pengetahuan gizi adalah kemampuan kelompok vegetarian tentang zat gizi serta kegunaan zat gizi di dalam tubuh yang diukur dengan menggunakan kuesioner dengan alternatif jawaban benar dan salah. Pola konsumsi pangan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Tingkat kecukupan gizi adalah persentase konsumsi energi dan zat zat gizi terhadap angka kecukupan gizi dari masing-masing zat gizi tersebut. Energi dan Zat Gizi adalah energi dan zat gizi yang terkandung dalam makanan yang sangat penting bagi kehidupan, dalam penelitian ini zat gizi yang dimaksud adalah protein,lemak, karbohidrat, vitamin (vitamin A, vitamin B, vitamin C) dan mineral (kalsium, fosfor, zat besi). Status gizi adalah suatu kondisi tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaannya zat gizi, sehingga status gizinya bisa baik atu tidak. IMT adalah pengukuran secara antropometri berdasarkan perbandingan berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (meter).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Restoran Vegetarian “Karunia Baru” terletak di jalan Raya Padjajaran No. 50 Bogor merupakan salah satu restoran modern yang menyediakan berbagai menu vegetarian yang berada di Kota Bogor. Restoran ini berdiri pada awal tahun 2006 dengan status kepemilikan perseorangan. Kondisi geografis restoran berada di tempat yang tinggi membuat kondisi di dalam ruangan begitu menarik. Restoran ini adalah mitra dari Indonesia Vegetarian Society (IVS) yang merupakan lembaga vegetarian berjumlah 45 cabang di seluruh Indonesia dengan misi meningkatkan kualitas kehidupan manusia beserta lingkungan hidupnya sejalan dengan waktu. Gaya hidup masyarakat yang mulai beralih dari mengonsumsi daging menjadi vegetarian merupakan alasan lain restoran ini didirikan serta mengmbangkan usaha tersebut. Restoran Vegetarian “Karunia Baru” menyajikan berbagai menu vegetarian yang terbuat dari bahan-bahan berupa sayuran. Restoran ini merupakan satusatunya restoran di Kota Bogor yang murni menyajikan makanan atau menu vegetarian yang tidak mengandung daging, tetapi berupa sayuran yang sama persis seperti menu umumnya yang terbuat dari daging. Indonesia Vegetarian Society (IVS) adalah organisasi yang bersifat nirlaba, yang berdiri di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1998. Sebuah masyarakat vegan pertama telah dibentuk di Indonesia. IVS telah terdaftar menjadi anggota International Vegetarian Union (IVU) sejak tahun 1999. IVS didirikan dengan tujuan sebagai organisasi untuk menyebarluaskan informasi seputar kehidupan vegetarian di Indonesia dan mengembangkan cinta kasih universal dan menyelamatkan dunia melalui vegetarianisme (www.ivs-online.org).
9
Menurut data yang didapat langsung dari kantor Sekretariat Indonesia Vegetarian Society (IVS), jumlah anggota IVS yang terdaftar pada kantor pusat IVS saat berdiri pada tahun 1998 sampai tahun 2010 yaitu berjumlah tujuh ribu tujuh ratus empat puluh dua (7 742) anggota. Dan total anggota IVS di seluruh cabang Indonesia (45 cabang) adalah enam puluh ribu (60 000) anggota. Dan ini juga merupakan bagian kecil dari jumlah vegetarian yang sesungguhnya karena tidak semua kaum vegetarian mendaftar menjadi anggota. Salah satu Indonesia Vegetarian Society (IVS) dari 45 cabang di seluruh Indonesia adalah Kota Bogor. Komunitas vegetarian di Kota Bogor ini berdiri pada awal 2010 terletak di jalan Roda No.142 Bogor. Ketua Indonesia Vegetarian Society (IVS) cabang Bogor adalah Bapak Indra Thamrin seorang vegetarian yang sudah 10 tahun lebih menjalani pola hidup sehat.
Karakteristik Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah komunitas vegetarian dan pengunjung Restoran Karunia Baru di Kota Bogor. Responden dari komunitas vegetarian sebanyak 20 orang dan pengunjung Restoran Karunia Baru sebanyak 22 orang. Responden untuk kelompok vegetarian ini diteliti diatas 19 tahun, hal ini dikarenakan untuk memudahkan penilaian status gizi berdasarkan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT). Jenis kelamin kelompok vegetarian ini terdiri dari kelompok vegan laki-laki sebanyak 5 orang (38%) dan perempuan sebanyak 8 orang (62%). Kelompok lacto vegetarian vegetarian terdiri dari 5 laki-laki (42%) dan 7 perempuan (58%). Kelompok lacto-ovo vegetarian vegetarian terdiri dari 12 lakilaki (71%) dan 5 perempuan (29%). Kelompok vegetarian ini terdiri dari 22 lakilaki (52%) dan 20 perempuan (48%). Kelompok vegetarian ini tidak ada yang berusia anak-anak atau balita karena semua responden yang menjadi vegetarian termasuk kelompok usia dewasa. Pengelompokan usia diklasifikasikan menurut WNPG (2004), dewasa muda kelompok vegan sebanyak 3 orang (23%) dan dewasa madya sebanyak 10 orang (77%). Kelompok lacto vegetarian vegetarian pada dewasa muda sebanyak 4 orang (33%) dan dewasa madya sebanyak 8 orang (67%). Kelompok lacto-ovo vegetarian vegetarian pada dewasa muda sebanyak 7 orang (41%), dewasa madya sebanyak 9 orang (53%) dan dewasa lanjut hanya 1 orang (6%). Pengelompokan usia pada kelompok vegetarian ini terdiri dari dewasa muda sebanyak 14 orang (33%), dewasa madya sebanyak 27 orang (65%) dan dewasa lanjut hanya 1 orang (2%). Sebagian besar umur dalam usia produktif yang kecenderungan untuk lebih giat bekerja sehingga bisa menghasilkan pendapatan yang lebih untuk keperluan konsumsi yang akan berpengaruh pada status gizinya. Pendidikan merupakan hal yang cukup penting peranannya terkait dengan kemampuan seseorang menyerap informasi, misalnya informasi yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan. Sehingga tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan gizi (Weaver 2009). Tingkat pendidikan pada kelompok vegan terdiri dari SMA sebanyak 2 orang (15%) dan perguruan tinggi sebanyak 11 orang (85%). Kelompok lacto vegetarian vegetarian terdiri dari SMA sebanyak 2 orang
10
(17%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 10 orang (83%). Sedangkan pada kelompok lacto-ovo vegetarian terdiri dari SMA sebanyak 10 orang (59%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 7 orang (41%). Tingkat pendidikan tertinggi pada kelompok vegetarian ini sampai perguruan tinggi yaitu sebesar 67%. Tingkat pendidikan responden pada kelompok vegetarian yang memiliki persentase terrendah yaitu sebesar 33% pada tingkat pendidikan SMA. Pendidikan merupakan hal yang cukup penting peranannya terkait dengan kemampuan seseorang dalam menyerap informasi, misalnya informasi yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas pangan, karena dengan tingkat pendidikan tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik (Fauziah 2009) yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran berdasarkan karakteristik contoh Karakteristik Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Usia Dewasa muda (≤ 29 Tahun) Dewasa madya (30-49 Tahun) Dewasa lanjut (≥50 Tahun) Total Tingkat Pendidikan SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi Total Jenis Pekerjaan PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Ibu Rumah Tangga Total Tingkat Pendapatan Rendah (<2 000 000) Sedang (2 000 000-5 000 000) Tinggi (>5 000 000) Total Lama Vegetarian 1-10 tahun 11-20 tahun ≥ 20 tahun Total
Vegan
Lacto vegetarian n %
Lacto-ovo vegetarian n %
n
%
Total
n
%
5 8 13
38 62 100
5 7 12
42 58 100
12 5 17
71 29 100
22 20 42
52 48 100
3 10 0 13
23 77 0 100
4 8 0 12
33 67 0 100
7 9 1 17
41 53 6 100
14 27 1 42
33 65 2 100
0 0 2 11 13
0 0 15 85 100
0 0 2 10 12
0 0 17 83 100
0 0 10 7 17
0 0 59 41 100
0 0 14 28 42
0 0 33 67 100
1 10 0 2 13
8 77 0 15 100
0 11 1 0 12
0 92 8 0 100
0 12 3 2 17
0 70 18 12 100
1 33 4 4 42
2 78 10 10 100
0 5 8 13
0 38 62 100
1 6 5 12
8 50 42 100
5 9 3 17
29 53 18 100
6 20 16 42
14 48 38 100
4 8 1 13
31 61 8 100
7 4 1 12
59 33 8 100
10 5 2 17
59 29 12 100
21 17 4 42
50 40 10 100
11
Jenis pekerjaan responden pada kelompok vegetarian ini hanya beberapa jenis profesi seperti PNS, pegawai swasta, wiraswasta dan ibu rumah tangga. Jenis pekerjaan pada kelompok vegan terdiri dari PNS hanya 1 orang (8%), pegawai swasta sebanyak 10 orang (77%) dan ibu rumah tangga sebanyak 2 orang (15%). Kelompok lacto vegetarian vegetarian terdiri dari pegawai swasta sebanyak 11 orang (92%) dan wiraswasta hanya 1 orang (8%). Kelompok lacto-ovo vegetarian vegetarian terdiri dari pegawai swasta sebanyak 12 orang (70%), wiraswasta sebanyak 3 orang (18%) dan ibu rumah tangga sebanyak 2 orang (12%). Jenis pekerjaan responden pada kelompok vegetarian mayoritas bekerja sebagai pegawai swasta sebesar 78%, sisanya wiraswasta dan ibu rumah tangga sebesar 10% dan yang bekerja sebagai PNS sebesar 2%. Pendapatan responden pada kelompok vegetarian dapat dilihat pada Tabel 3. Tingkat pendidikan pada kelompok vegan terdiri dari pendapatan sedang sebanyak 5 orang (38%) dan pendapatan tinggi sebanyak 8 orang (62%). Kelompok lacto vegetarian vegetarian terdiri dari pendapatan rendah hanya 1 orang (8%), pendapatan sedang sebanyak 6 orang (50%) dan pendapatan tinggi sebanyak 5 orang (42%). Kelompok lacto-ovo vegetarian vegetarian terdiri dari pendapatan rendah sebanyak 5 orang (29%), pendapatan sedang sebanyak 9 orang (53%) dan pendapatan tinggi sebanyak 3 orang (18%). Tingkat pendapatan pada kelompok vegetarian yaitu pendapatan rendah (<2 000 000) sebanyak 6 orang (14%), tingkat pendapatan sedang (2 000 000 sampai 5 000 000) sebanyak 20 orang (48%) dan tingkat pendapatan tinggi (> 5 000 000) sebanyak 16 (38%). Menurut Martianto dan Ariani (2004) menyatakan bahwa tingkat pendapatan seseorang berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari 3 kali menjadi 2 kali dalam sehari. Kelompok vegetarian diwawancarai dengan kriteria minimal 1 tahun sudah menjadi vegetarian. Hasilnya cukup bervariasai, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Kelompok vegan sebagian besar menjadi vegetarian selama 1-10 tahun sebanyak 4 orang (31%), 11-20 tahun sebanyak 8 orang (62%) dan >20 tahun hanya 1 orang (8%). Kelompok lacto vegetarian vegetarian sebagian besar menjadi vegetarian selama 1-10 tahun sebanyak 7 orang (59%), 11-20 tahun sebanyak 4 orang (33%) dan >20 tahun hanya 1 orang (8%). Kelompok lacto-ovo vegetarian vegetarian sebagian besar menjadi vegetarian selama 1-10 tahun sebanyak 10 orang (59%), 11-20 tahun sebanyak 5 orang (29%) dan >20 tahun sebanyak 2 orang (12%). Adapum alasan komunitas ini karena alasan kesehatan merupakan alasan utama bagi sebagian besar orang pada saat memilih vegetarian sebagai gaya hidupnya. Dengan menjadi vegetarian berarti sudah mengurangi resiko terkena penyakit ringan seperti sembelit atau wasir, maupun penyakit berat seperti jantung, kanker dan stroke. Pola makan vegetarian juga dapat mencegah obesitas karena sudah secara langsung berdiet secara alami (Key et al. 2009).
12
Tingkat Pengetahuan Gizi Tingkat pengetahuan gizi untuk mengetahui sejauh mana responden mengetahui tentang vegetarian yaitu dengan memberi skor atas semua jawaban yang diberikan responden. Pengetahuan tentang gizi ini terdiri dari 10 item pertanyaan, dengan skor total 10 jika jawaban benar atas semua pertanyaan. Penilaian terhadap ketepatan jawaban dibuat dalam bentuk persentase, yang dikelompokkan menjadi tiga (3) kelompok yaitu baik (≥80% jawaban benar), cukup (60-79% dari jawaban benar) dan kurang (<60% dari jawaban benar) (Madanijah 2004). Tingkat pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran berdasarkan tingkat pengetahuan Pengetahuan Gizi Baik (76%-100%) Cukup (60%-75%) Kurang (<60%) Total
Vegan n 10 3 0 13
% 77 23 0 100
Lacto vegetarian n % 9 75 3 25 0 0 12 100
Lacto-ovo vegetarian n % 13 76 4 24 0 0 17 100
Total n 32 10 0 42
% 76 24 0 100
Secara umum, berdasarkan skor total diketahui responden yang pengetahuannya cukup mencapai 24%, sedangkan responden yang pengetahuannya baik mencapai persentase yaitu 76%. Kelompok vegan memiliki pengetahuan baik sebesar 77% dan pengetahuan cukup sebesar 23%. Kelompok lacto vegetarian vegetarian memiliki pengetahuan baik sebesar 75% dan pengetahuan cukup sebesar 25%. Sedangkan pada kelompok lacto-ovo vegetarian vegetarian memiliki pengetahuan baik sebesar 76% dan pengetahuan cukup sebesar 24%. Hampir semua responden sudah dapat memahami gizi cukup baik. Pengetahuan gizi yang baik yang dimiliki oleh semua kelompok (khususnya vegetarian), diharapkan dapat menunjang di dalam pemilihan atau penyusunan menu yang akan dikonsumsi guna mencapai status gizi baik. Individu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan mencukupi kebutuhan (Nasoetion dan Khomsan 1995). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati, Damanhuri, Fachrurozi 1995). Dapat dikatakan semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang maka baik pula tingkat kesehatan dan gizi seseorang. Akan tetapi, dalam kejadian nyata masih banyak individu yang tidak menerapkan pengetahuan gizinya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga masih adanya kecenderungan individu tersebut mengalami kurang gizi bahkan gizi lebih.
13
Kebiasaan Makan dan Pola Konsumsi Hal yang diteliti mengenai kebiasaan makan responden adalah frekuensi makan, jenis bahan makanan yang dikonsumsi dan jenis bahan makanan. Hal ini diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan form Food Frequency Questionaire (FFQ) yang memuat sejumlah bahan makanan dari masing-masing golongan bahan makanan dan frekuensi penggunaannya. Frekuensi makan sebagian besar responden mempunyai kebiasaan makan pada waktu dan frekuensi yang sama pada setiap harinya. Responden yang kebiasaan makannya dua kali sehari relatif sangat sedikit. Kebiasaan makan tiga kali sehari dari setiap kelompok sampel adalah dianggap sudah baik untuk menghindari terjadinya masalah gizi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhardjo (2000), yang menyatakan bahwa guna menghindari terjadinya masalah gizi, frekuensi makan sebaiknya tiga kali sehari. Jenis makanan pokok yang dikonsumsi oleh semua kelompok responden adalah nasi dengan frekuensi 3 kali sehari. Selain nasi sebagai makanan pokok, makanan pokok lainnya seperti jagung, kentang, ubi jalar, roti, biskuit, mie dan bihun dikonsumsi sebagai selingan dengan rata-rata frekuensi 1-5 kali seminggu. Jenis bahan makanan sumber protein nabati seperti tahu, dan tempe dikonsumsi oleh sebagian besar responden dengan rata-rata frekuensi 3 kali sehari, sedangkan jenis kacang tanah, kacang hijau dan kacang merah dikonsumsi rata-rata oleh responden kelompok vegetarian dengan frekuensi 2-3 kali sehari. Bahan makanan sumber protein hewani yang dikonsumsi secara bergantian setiap harinya oleh kelompok lacto vegetarian vegetarian dan lacto-ovo vegetarian vegetarian adalah telur (telur ayam dan telur bebek). Sayur-sayuran yang dikonsumsi oleh ketiga kelompok secara bergantian seperti wortel, tomat, jamur segar, kacang panjang, sawi hijau, kol, labu siam, buncis, bayam dan kangkung. Ketiga kelompok vegetarian mengonsumsi wortel, tomat, jamur segar, kacang panjang dan sawi hijau dengan frekuensi yang sama yaitu 4 kali seminggu, sedangkan tomat sendiri dikonsumsi hampir satu kali setiap hari yang dibuat dalam bentuk sambal. Buahbuahan yang dikonsumsi sampel rata-rata dengan frekuensi 3 kali seminggu adalah apel, jeruk, pisang, melon dan semangka sedangkan buah yang lainnya yaitu mangga, nanas, salak dan sirsak dikonsumsi satu kali sebulan (jarang) tergantung musiman. Kelompok lacto-ovo vegetarian vegetarian masih mengonsumsi susu seperti susu sapi cair dan susu bubuk dengan frekuensi 3 kali seminggu kecuali kelompok vegan (murni tidak mengonsumsi daging, susu dan produknya). Bahan makanan kelompok minyak dan lemak, yang paling sering digunakan sebagian besar responden adalah minyak goreng jenis minyak kelapa sawit dengan frekuensi setiap hari, sedangkan untuk kelapa, santan, ataupun margarin frekuensi penggunaannya jarang. Frekuensi penggunaan bahan makanan dan rata-rata berat bahan yang dikonsumsi ketiga kelompok disajikan dalam Lampiran 2. Ditinjau dari segi penggunaan bahan makanan pada kelompok vegetarian cukup beragam. Kebiasaan makan yang beragam ini akan menguntungkan dalam pemenuhan zat-zat gizi. Hal ini sesuai dengan Suhardjo (2000), yang menyatakan bahwa konsumsi pangan campuran beragam bahan makanan akan memberikan
14
mutu yang lebih baik daripada makanan yang dikonsumsi secara tunggal. Konsumsi pangan campuran tersebut dapat memberikan efek saling mengisi, artinya kekurangan zat gizi suatu pangan dapat diisi oleh kelebihan zat gizi dari pangan lainnya. Keragaman jenis bahan makanan yang dikonsumsi adalah salah satu ukuran mutu gizi makanan disamping nilai mutu gizi berdasarkan kandungan proteinnya (Lonnerdal 2009).
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Konsumsi energi, dan zat gizi lainnya diperoleh dengan mengkonversikan semua jenis bahan makanan yang dikonsumsi responden melalui Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Data konsumsi energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 5. Tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata konsumsi energi pada lakilaki dan perempuan berbeda. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan tinggi badan, genetika (keturunan), serta keadaan fisiologi seseorang yaitu hamil atau menyusui (Karyadi dan Muhilal 1998). Dan tingkat kecukupan gizi seseorang sepenuhnya tergantung atas apa yang dikonsumsi (Riyadi 1995). Rata-rata konsumsi energi pada kelompok vegan laki-laki sebesar 2012 kkal dengan tingkat kecukupan 65% dan rata-rata konsumsi energi pada kelompok vegan perempuan sebesar 1393 kkal dengan tingkat kecukupan 59%. Rata-rata konsumsi protein pada kelompok vegan laki-laki sebesar 57.2 gram dengan tingkat kecukupan 77% dan rata-rata konsumsi protein pada kelompok vegan perempuan sebesar 47.0 dengan tingkat kecukupan 75%. Rata-rata konsumsi lemak pada kelompok vegan laki-laki sebesar 14.5 gram dengan tingkat kecukupan 16% dan rata-rata konsumsi lemak pada kelompok vegan perempuan sebesar 12.2 gram dengan tingkat kecukupan 18%. Rata-rata konsumsi karbohidrat pada kelompok vegan laki-laki sebesar 178.0 gram dengan tingkat kecukupan 49% dan rata-rata konsumsi karbohidrat pada perempuan sebesar 124.0 gram dengan tingkat kecukupan 47%. Rata-rata konsumsi pada kelompok vegan untuk energi, protein, lemak dan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 5. Rata-rata konsumsi energi pada kelompok lacto vegetarian vegetarian lakilaki sebesar 1773 kkal dengan tingkat kecukupan 63% dan rata-rata konsumsi energi pada kelompok lacto vegetarian perempuan sebesar 1626 kkal dengan tingkat kecukupan 73%. Rata-rata konsumsi protein pada kelompok lacto vegetarian laki-laki sebesar 57.0 gram dengan tingkat kecukupan 83% dan ratarata konsumsi protein pada kelompok lacto vegetarian perempuan sebesar 47.4 gram dengan tingkat kecukupan 83%. Rata-rata konsumsi lemak pada kelompok lacto vegetarian laki-laki sebesar 15.8 gram dengan tingkat kecukupan 19% dan rata-rata konsumsi lemak pada kelompok lacto vegetarian perempuan sebesar 13.9 dengan tingkat kecukupan 20%. Rata-rata konsumsi karbohidrat pada kelompok lacto vegetarian laki-laki sebesar 158.1 gram dengan tingkat kecukupan 49% dan rata-rata konsumsi karbohidrat pada perempuan sebesar 132.5 gram dengan tingkat kecukupan 53%. Rata-rata konsumsi pada kelompok
15
lacto vegetarian untuk energi, protein, lemak dan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Rata-rata konsumsi, kecukupan gizi yang dianjurkan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi Zat Gizi Energi Konsumsi (kkal) Kecukupan (kkal) Tk Kecukupan (%) Protein Konsumsi (gr) Kecukupan (gr) Tk Kecukupan (%) Lemak Konsumsi (gr) Kecukupan (gr) Tk Kecukupan (%) Karbohidrat Konsumsi (gr) Kecukupan (gr) Tk Kecukupan (%) Kalsium Konsumsi (mg) Kecukupan (mg) Tk Kecukupan (%) Fosfor Konsumsi (mg) Kecukupan (mg) Tk Kecukupan (%) Zat Besi (Fe) Konsumsi (mg) Kecukupan (mg) Tk Kecukupan (%) Vitamin A Konsumsi (IU) Kecukupan (IU) Tk Kecukupan (%) Vitamin B12 Konsumsi (mg) Kecukupan (mg) Tk Kecukupan (%) Vitamin C Konsumsi (mg) Kecukupan (mg) Tk Kecukupan (%) Keterangan : L = Laki-laki
Vegan
Lacto vegetarian L P
Lacto-ovo vegetarian L P
L
P
2012 3118 65
1393 2407 59
1773 2897 63
1626 2253 73
2052 2640 78
1963 2319 76
57.2 74.6 77
47.0 63.4 75
57.0 69.2 83
47.4 57.6 83
55.6 62.7 89
53.8 60.6 83
14.5 93.8 16
12.2 68.7 18
15.8 87.7 19
13.9 70.0 20
20.0 80.8 25
18.7 72.3 22
178.1 452.1 49
124.0 358.0 47
158.1 419.0 49
132.5 321.4 53
161.5 379.8 55
157.2 330.4 57
265.3 584.9 45
287.9 594.3 49
281.6 543.0 53
244.3 510.3 49
270.9 493.7 55
265.2 596.6 45
593.0 584.9 102
429.8 501.1 87
592.8 543.0 111
449.0 459.3 99
452.9 493.7 92
433.0 483.0 80
9.2 15.2 62
10.4 27.5 42
10.6 14.1 77
16.8 26.5 62
14.0 12.8 109
12.8 25.5 36
898.8 818.9 106
1122.6 556.8 203
1075.2 760.2 144
958.2 510.3 193
653.3 691.2 95
653.5 536.6 126
0.7 1.2 57
0.5 1.1 49
0.5 1.1 49
0.9 1.0 84
4.9 1.0 479
4.1 1.1 160
63.8 65.2 96
69.0 61.2 113
101.6 59.2 171
91.7 64.4 98
53.6 56.8 70.2 66.8 76 85 P = Perempuan
Rata-rata konsumsi energi pada kelompok lacto-ovo vegetarian laki-laki sebesar 2052 kkal dengan tingkat kecukupan 78% dan rata-rata konsumsi energi pada kelompok lacto-ovo vegetarian perempuan sebesar 1963 kkal dengan tingkat kecukupan 76%. Rata-rata konsumsi protein pada kelompok lacto-ovo vegetarian vegetarian laki-laki sebesar 55.6 gram dengan tingkat kecukupan 89% dan ratarata konsumsi protein pada kelompok lacto-ovo vegetarian perempuan sebesar
16
53.8 gram dengan tingkat kecukupan 83%. Rata-rata konsumsi lemak pada kelompok lacto-ovo vegetarian laki-laki sebesar 20.0 gram dengan tingkat kecukupan 25% dan rata-rata konsumsi lemak pada kelompok lacto-ovo vegetarian perempuan sebesar 18.7 gram dengan tingkat kecukupan 22%. Ratarata konsumsi karbohidrat pada kelompok lacto-ovo vegetarian laki-laki sebesar 161.5 gram dengan tingkat kecukupan 55% dan rata-rata konsumsi karbohidrat pada perempuan sebesar 157.2 gram dengan tingkat kecukupan 57% dapat dilihat pada Tabel 5. Rata-rata konsumsi mineral pada kelompok vegan laki-laki untuk kalsium sebesar 265.3 mg dengan tingkat kecukupan 45%, untuk fosfor sebesar 593.0 mg dengan tingkat kecukupan 102% dan zat besi sebesar 9.2 mg dengan tingkat kecukupan 62%. Sedangkan rata-rata konsumsi vitamin pada kelompok vegan perempuan untuk kalsium sebesar 287.9 mg dengan tingkat kecukupan 49%, untuk fosfor sebesar 429.8 mg dengan tingkat kecukupan 87% dan zat besi sebesar 10.4 mg dengan tingkat kecukupan 42% dapat dilihat pada Tabel 5. Rata-rata konsumsi mineral pada kelompok lacto vegetarian laki-laki untuk kalsium sebesar 281.6 mg dengan tingkat kecukupan 53%, untuk fosfor sebesar 592.8 mg dengan tingkat kecukupan 111% dan zat besi sebesar 10.6 mg dengan tingkat kecukupan 77%. Sedangkan rata-rata konsumsi vitamin pada kelompok lacto vegetarian perempuan untuk kalsium sebesar 244.3 mg dengan tingkat kecukupan 49%, untuk fosfor sebesar 449.0 mg dengan tingkat kecukupan 99% dan zat besi sebesar 16.8 mg dengan tingkat kecukupan 62% dapat dilihat pada Tabel 5. Rata-rata konsumsi mineral pada kelompok lacto-ovo vegetarian laki-laki untuk kalsium sebesar 270.9 mg dengan tingkat kecukupan 55%, untuk fosfor sebesar 452.9 mg dengan tingkat kecukupan 92% dan zat besi sebesar 14.0 mg dengan tingkat kecukupan 109%. Sedangkan rata-rata konsumsi vitamin pada kelompok lacto-ovo vegetarian perempuan untuk kalsium sebesar 265.2 mg dengan tingkat kecukupan 45%, untuk fosfor sebesar 433.0 mg dengan tingkat kecukupan 80% dan zat besi sebesar 12.8 mg dengan tingkat kecukupan 36% dapat dilihat pada Tabel 5. Rata-rata konsumsi vitamin pada kelompok vegan laki-laki untuk vitamin A sebesar 898.8 RE dengan tingkat kecukupan 106%, untuk vitamin B12 sebesar 0.7 mg dengan tingkat kecukupan 57% dan vitamin C sebesar 53.3 dengan tingkat kecukupan 76%. Sedangkan rata-rata konsumsi vitamin pada kelompok vegan perempuan untuk vitamin A sebesar 1122.6 RE dengan tingkat kecukupan 203%, untuk vitamin B12 sebesar 0.5 mg dengan tingkat kecukupan 49% dan vitamin C sebesar 56.8 dengan tingkat kecukupan 85% dapat dilihat pada Tabel 5. Rata-rata konsumsi vitamin pada kelompok lacto vegetarian laki-laki untuk vitamin A sebesar 1075.2 RE dengan tingkat kecukupan 144%, untuk vitamin B12 sebesar 0.5 mg dengan tingkat kecukupan 49% dan vitamin C sebesar 63.8 dengan tingkat kecukupan 96%. Sedangkan rata-rata konsumsi vitamin pada kelompok lacto vegetarian perempuan untuk vitamin A sebesar 958.2 RE dengan tingkat kecukupan 193%, untuk vitamin B12 sebesar 0.9 mg dengan tingkat kecukupan 84% dan vitamin C sebesar 69.0 gram dengan tingkat kecukupan 113% dapat dilihat pada Tabel 5.
17
Rata-rata konsumsi vitamin pada kelompok lacto-ovo vegetarian laki-laki untuk vitamin A sebesar 653.3 RE dengan tingkat kecukupan 95%, untuk vitamin B12 sebesar 4.9 mg dengan tingkat kecukupan 479% dan vitamin C sebesar 101.6 dengan tingkat kecukupan 171%. Sedangkan rata-rata konsumsi vitamin pada kelompok lacto-ovo vegetarian perempuan untuk vitamin A sebesar 653.5 RE dengan tingkat kecukupan 126%, untuk vitamin B12 sebesar 4.1 mg dengan tingkat kecukupan 160% dan vitamin C sebesar 91.7 gram dengan tingkat kecukupan 98% dapat dilihat pada Tabel 5. Menurut Krieger et al. (2006), diet vegetarian secara keseluruhan lebih rendah dalam hal konsumsi energi, demikian pula protein dan lemak dibandingkan dengan diet omnivora. Akan tetapi dari segi serat dan karbohidrat kompleks lebih tinggi ada pada diet vegetarian. Berdasarkan hasil wawancara pada responden, bahwa mereka pada awal menjadi vegetarian mengalami penurunan berat badan yang cukup besar. Setelah adanya proses waktu menjadi vegetararian, tubuhnya kembali dalam berat badan normal. Artinya bahwa tubuhnya mampu beradaptasi atau sudah terpola dengan asupan makanan yang kurang dan tubuhnya pun memiliki fisik yang kuat (Crowe et al 2013). Tingkat kecukupan energi pada kelompok vegan laki-laki mengalami defisit berat sebanyak 3 orang (60%) dan defisit ringan sebanyak 2 orang (40%). Tingkat kecukupan energi pada kelompok vegan perempuan mengalami defisit berat sebanyak 7 orang (88%) dan defisit ringan hanya 1 orang (12%). Tingkat kecukupan energi pada kelompok lacto vegetarian laki-laki mengalami defisit berat sebanyak 4 orang (80%) dan cukup hanya 1 orang (20%). Tingkat kecukupan energi pada kelompok lacto vegetarian perempuan mengalami defisit berat sebanyak 3 orang (43%), defisit ringan sebesar 3 orang (43%) dan cukup hanya 1 orang (14%). Tingkat kecukupan energi pada kelompok lacto-ovo vegetarian laki-laki mengalami defisit berat sebanyak 4 orang (33%), defisit ringan sebanyak 4 orang (33%) dan cukup sebesar 4 orang (33%). Tingkat kecukupan energi pada kelompok lacto-ovo vegetarian perempuan mengalami defisit berat sebanyak 2 orang (40%), defisit ringan sebesar 2 orang (40%) dan cukup hanya 1 orang (20%) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran berdasarkan tingkat kecukupan energi Vegan Kategori
L n
Lacto vegetarian P
%
n
L %
n
P %
n
%
Defisit 3 60 7 88 4 80 3 43 Berat Defisit 2 40 1 12 0 0 3 43 Ringan Cukup 0 0 0 0 1 20 1 14 Total 5 100 8 100 5 100 7 100 Keterangan : L = Laki-laki P = Perempuan
Lacto-ovo vegetarian L P n % n %
Total
n
%
n
%
4
33
2
40
11
50
12
60
4
33
2
40
6
27
6
30
4 12
33 100
1 5
20 100
5 22
23 100
2 20
10 100
L
P
Rata-rata konsumsi energi kelompok vegetarian mengalami defisit tingkat berat. Menurut Krieget et al. (2006) bahwa kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kegiatan
18
efek termik, iklim dan adaptasi. Kelompok vegetarian ini kekurangan asupan energi, tetapi jika dilihat dari status gizinya sebagian besar dalam kategori normal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya aktivitas pada responden, sehingga asupan energi tidak banyak terbuang. Faktor lainnya adalah adanya proses adaptasi untuk mencerna asupan makanan yang tersedia di dalam tubuhnya, sehingga berat badannya mampu dalam kondisi normal walaupun dengan asupan makanan yang kurang. Tingkat kecukupan protein pada kelompok vegan laki-laki mengalami defisit berat hanya 1 orang (20%) dan defisit ringan sebanyak 4 orang (80%). Tingkat kecukupan protein pada kelompok vegan perempuan mengalami defisit berat sebanyak 4 orang (50%) dan defisit ringan sebesar 4 orang (50%). Tingkat kecukupan protein pada kelompok lacto vegetarian laki-laki mengalami defisit ringan sebanyak 3 orang (60%) dan cukup sebesar 2 orang (40%). Tingkat kecukupan protein pada kelompok lacto vegetarian perempuan mengalami defisit ringan sebanyak 6 orang (86%) dan cukup hanya 1 orang (14%). Tingkat kecukupan protein pada kelompok lacto-ovo vegetarian laki-laki mengalami defisit ringan sebanyak 6 orang (50%) dan cukup sebesar 6 orang (50%). Tingkat kecukupan protein pada kelompok lacto-ovo vegetarian perempuan mengalami defisit ringan sebanyak 3 orang (60%) dan cukup sebesar 2 orang (40%) dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran berdasarkan tingkat kecukupan protein Vegan Kategori
L n
Lacto vegetarian P
%
n
L %
n
P %
n
%
Defisit 1 20 4 50 0 0 0 0 Berat Defisit 4 80 4 50 3 60 6 86 Ringan Cukup 0 0 0 0 2 40 1 14 Total 5 100 8 100 5 100 7 100 Keterangan : L = Laki-laki P = Perempuan
Lacto-ovo vegetarian L P n % n %
Total
n
%
n
%
0
0
0
0
1
5
4
20
6
50
3
60
13
59
13
65
6 12
50 100
2 5
40 100
8 22
36 100
3 20
15 100
L
P
Sumber protein banyak terdapat pada pangan hewani daripada berasal dari pangan nabati. Namun sebenarnya, kekurangan tersebut dapat diatasi dengan variasi makanan yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Variasi makanan bisa menyiasati masalah zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh, diantaranya protein dapat dipenuhi dari biji-bijian dan kacang-kacangan (Barnard et al. 2009). Kelompok vegetarian ini lebih sering mengonsumsi bahan pangan sumber protein nabati dari bahan pangan kacang kedelai (tempe dan tahu), kacang tanah dan kacang merah. Sehingga kecukupan protein pada kelompok ini termasuk kategori cukup. Protein nabati lebih mudah dicerna dan dapat langsung diserap serta diedarkan ke seluruh tubuh. Sedangkan protein hewani lebih kompleks dan memerlukan lebih banyak enzim saat dicerna sehingga organ tubuh (seperti hati dan ginjal) harus bekerja ekstra berat. Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein bermutu tinggi adalah protein hewani, yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan.
19
Peningkatan jumlah asupan protein nabati atau mencampurkan dua jenis protein nabati dapat menghasilkan protein bermutu tinggi. Contohnya adalah mengkombinasikan nasi (rendah asam amino lisin) dengan tempe (rendah metionin) (Jacobs et al. 2009). Selain itu, pada vegan kategori proteinnya banyak yang mempunyai kategori rendah. Secara tidak langsung, protein juga berperan sebagai protein pembawa (carrier) untuk kalsium, seperti hormon insulin-like growth factor 1 (IGF 1) (Daly dan Petit 2007). Tingkat kecukupan lemak pada kelompok vegan laki-laki mengalami kekurangan hanya 1 orang (20%) dan baik sebesar 4 orang (80%). Tingkat kecukupan lemak pada kelompok vegan perempuan mengalami kekurangan sebanyak 7 orang (88%) dan yang baik hanya 1 orang (12%). Tingkat kecukupan lemak pada kelompok lacto vegetarian laki-laki mengalami kekurangan sebanyak 3 orang 60%) dan baik sebesar 2 orang (40%). Tingkat kecukupan lemak pada kelompok lacto vegetarian perempuan mengalami kekurangan sebanyak 5 orang (71%) dan baik sebesar 2 orang (29%). Tingkat kecukupan lemak pada kelompok lacto-ovo vegetarian laki-laki mengalami kekurangan sebanyak 10 orang (83%) dan baik sebanyak 2 orang (17%). Tingkat kecukupan lemak pada kelompok lacto-ovo vegetarian perempuan mengalami kekurangan sebanyak 3 orang (60%) dan baik sebesar 2 orang (40%) dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran berdasarkan tingkat kecukupan lemak Vegan
Lacto vegetarian
Kategori
L P L P n % n % n % n % Kurang 1 20 7 88 3 60 5 71 Baik 4 80 1 12 2 40 2 29 Lebih 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 5 100 8 100 5 100 7 100 Keterangan : L = Laki-laki P = Perempuan
n 10 2 0 12
Lacto-ovo vegetarian L P % n % 83 3 60 17 2 40 0 0 0 100 5 100
Total L n 14 8 0 22
P % 64 36 0 100
n 15 5 0 20
% 75 25 0 100
Menurut Fraser (2009) menyatakan bahwa makanan yang mengandung lemak mampu memberikan rasa kenyang yang lebih lama dibandingkan makanan yang kurang atau tidak mengandung lemak. Penyebabnya, lemak dan minyak akan lebih lama berada di dalam lambung dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Proses penyerapan lemak juga lebih lambat dibandingkan unsur-unsur lainnya. Lemak terdapat di dalam daging, susu, margarin, mentega dan minyak sayur. Karena kelompok vegetarian ini tidak mengonsumsi daging dan susu sehingga kelompok vegetarian ini mengalami kekurangan pada kecukupan lemak. Meskipun beberapa bahan pangan nabati juga mengandung lemak, namun sebagian besar lemak terkandung dalam bahan hewani sehingga jika kaum vegetarian tidak pandai mengatur diet akan mengalami defisiensi lemak (Yuliarti 2008). Faktor risiko yang terkait dengan serum kolesterol total dan trigliserida yang tinggi yaitu usia, asupan zat gizi (tinggi karbohidrat, lemak total, lemak jenuh dan kolesterol serta serat), obesitas, kebiasaan merokok serta rendahnya aktivitas fisik (Krummel 2008). Tingkat kecukupan karbohidrat pada kelompok vegan laki-laki mengalami kekurangan sebesar 3 orang (60%) dan baik sebesar 2 orang (40%). Tingkat kecukupan karbohidrat pada kelompok vegan perempuan mengalami kekurangan
20
sebanyak 6 orang (75%) dan baik sebesar 2 orang (25%). Tingkat kecukupan karbohidrat pada kelompok lacto vegetarian laki-laki mengalami kekurangan sebanyak 2 orang (40%) dan baik sebesar 3 orang (60%). Tingkat kecukupan karbohidrat pada kelompok lacto vegetarian perempuan mengalami kekurangan sebanyak 2 orang (29%) dan baik sebesar 5 orang (71%). Tingkat kecukupan karbohidrat pada kelompok lacto-ovo vegetarian laki-laki mengalami kekurangan sebanyak 2 orang (17%) dan baik sebesar 10 orang (83%). Tingkat kecukupan karbohidrat pada kelompok lacto-ovo vegetarian perempuan mengalami kekurangan sebanyak 2 orang (40%) dan baik sebesar 3 orang (60%) dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Vegan
Lacto vegetarian
Kategori
L P L P n % n % n % n % Kurang 3 60 6 75 2 40 2 29 Baik 2 40 2 25 3 60 5 71 Lebih 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 5 100 8 100 5 100 7 100 Keterangan : L = Laki-laki P = Perempuan
n 2 10 0 12
Lacto-ovo vegetarian L P % n % 17 2 40 83 3 60 0 0 0 100 5 100
Total L n 7 15 0 22
P % 32 68 0 100
n 10 10 0 20
% 50 50 0 100
Menurut Krieger et al. (2006) menyatakan bahwa karbohidrat adalah sumber utama energi tubuh. Selain terdapat di dalam buah dan kacang-kacangan, nutrisi ini juga terdapat didalam makanan pokok seperti beras, gandum, kentang dan umbi-umbian lain. Sering kali karbohidrat dianggap sebagai makanan penyebab kegemukan karena hanya memberikan kontribusi dalam memproduksi energi. Padahal secara alami, makanan berkarbohidrat sebenarnya juga mengandung serat, vitamin dan mineral. Namun, makanan tersebut melalui proses melalui proses pengolahan maka tersisa hanyalah kalori murni. Tingkat kecukupan vitamin pada kelompok vegetarian (vegan, lacto vegetarian dan lacto-ovo vegetarian) mengalami kekurangan vitamin baik vitamin A, vitamin B12 dan vitamin C pada laki-laki sebanyak 22 orang (100%) dan perempuan sebanyak 20 orang (100%). Begitu juga pada tingkat kecukupan mineral mengalami kekurangan mineral baik kalsium, fosfor dan zat besi dapat dilihat pada Tabel 10. Vitamin A dalam makanan terdapat dalam tiga bentuk, yaitu sebagai betakaroten, pro-vitamin A (keduanya ditemukan pada produk tumbuhan) dan retinol (yang ditemui pada produk hewani). Beta-karoten akan dapat dengan mudah diubah menjadi vitamin A oleh tubuh. Kelebihan beta-karoten menyebabkan kulit menjadi kuning, tetapi tidak berbahaya bagi tubuh. Lain halnya bila kelebihan pro-vitamin A. Jumlah pro-vitamin A yang berlebih akan disimpan di dalam hati. Oleh karena itu, bila terlalu banyak mengonsumsi vitamin A akan menimbulkan kerusakan hati. Sebagian lainnya akan masuk ke dalam tulang dan dapat menyebabkan osteoporosis karena unsur tersebut akan bekerja melarutkan bahan tulang (Chen et al. 2008). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat status vitamin B12 pada vegetarian. Penelitian yang dilakukan di Jerman pada subjek vegetarian, sebanyak 52% vegan, 26% lakto dan lakto-ovo vegetarian memiliki serum vitamin B12 yang
21
rendah (< 156 pmol/L) dibandingkan kelompok non vegetarian yang hanya 1%. Penelitian di Semarang menyatakan bahwa tingkat kecukupan asupan vitamin B12 pada vegetarian sebanyak 80,4% termasuk kategori kurang. Sebanyak 85,4% vegetarian yang tidak mengonsumsi suplemen mengalami kekurangan asupan vitamin B12 (Zahra 2009). Makanan sumber vitamin B12 bagi vegetarian terbatas karena pola konsumsi yang menghindari atau membatasi sumber makanan hewani. Asupan vitamin B12 diperoleh dari makanan yang difortifikasi atau suplementasi vitamin. Fungsi essensial vitamin B12 dalam tubuh adalah pembelahan sel (sintesis tetrahidrofolat) metabolisme satu karbon (terkait dengan fungsinya sebagai koenzim) (Edmalfa & Singer 2009). Defisiensi vitamin B12 dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik, gangguan syaraf (gangguan motorik, gangguan sensori akstremitas), serta gangguan gastrointestinal (kehilangan nafsu makan, kembung, serta konstipasi) (Green dan Miller 2007).
Tabel 10 Sebaran berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral Vegan
Lacto vegetarian
Kategori
L P L P n % n % n % n % Kurang 5 100 8 100 5 100 7 100 Cukup 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 5 100 8 100 5 100 7 100 Keterangan : L = Laki-laki P = Perempuan
n 12 0 12
Lacto-ovo vegetarian L P % n % 100 5 100 0 0 0 100 5 100
Total L n 22 0 22
P % 100 0 100
n 20 0 20
% 100 0 100
Vitamin C atau asam askorbat adalah penambah stamina, penguat sistem kekebalan tubuh agar tidak mudah terinfeksi penyakit, serta memepertahankan jaringan penghubung agar selalu dalam kondisi baik. Vitamin C juga merupakan alat untuk asimilasi besi agar mudah diserap tubuh. Namun, karena vitamin C mudah rusak akibat panas yang berlebihan maka disarankan untuk memasaknya dengan panas sedang dan tidak terlalu lama. Oleh karena itu, memakan buah dan meminum jus buah ataupun jus sayur merupakan cara yang baik untuk mendapatkan vitamin C. Menurut Weaver (2009), vitamin C terdapat dalam hampir semua jenis makanan vegetarian. Ketersediaan Fe di dalam tubuh dipengaruhi oleh adanya vitamin C yang membantu penyerapan Fe. Absorpsi (penyerapan) Fe meningkat apabila vitamin C dan Fe keduanya dicerna secara simultan. Jika konsumsi vitamin C yang rendah, maka penyerapan Fe pun akan terhambat dan vitamin C meningkatkan daya tahan aerob (Power dan Jackson 2010). Penyerapan asupan kalsium yang berasal dari produk nabati perlu diwaspadai karena kandungan asam fitat yang dapat mengganggu penyerapan kalsium (Power dan Jackson 2010). Kalsium di dalam darah sangat penting bagi pengirim impuls saraf dan kontraksi otot. Kekurangan kalsium darah menyebabkan kerusakan serius, misalnya berhentinya denyut jantung. Bila kalsium di dalam darah berkurang, sering kali darah mengambil kalsium dari tulang. Untuk mencegah kekurangan kalsium, diperlukan suplemen kalsium. Namun memakan suplemen kalsium secara berlebihan dan sembarangan dapat menumbulkan risiko overdosis yang berujung pada timbulnya penyakit batu ginjal. Selain itu, karena banyaknya mineral yang diserap di tempat yang sama maka usus akan membanjiri sistem pencernaan dengan mineral dan menyebabkan
22
hambatan bagi penyerapan unsur lain. Oleh karena itu, upaya terbaik adalah dengan menjaga segala sesuatu sesuai dengan keseimbangannya (Key et al. 2009). Hemoglobin tidak dapat dibuat tanpa zat besi. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan kekurangan hemoglobin. Jika hemoglobin tidak tersedia cukup maka sel tubuh akan mudah menjadi lelah. Besi terdapat dalam dua bentuk yaitu feri (Fe3+) dan fero (Fe2+) yang lebih mudah diserap tubuh. Asam askorbat (vitamin C) dapat membantu pengubahan besi menjadi fero supaya dapat diserap dengan baik. Zat besi antara lain terdapat pada sayuran hijau, gandum-ganduman, roti, telur, buah-buahan kering. Selain itu besi juga mempengaruhi tingkah laku dan kecerdasan seseorang (Sen dan Kunani 2008).
Status Gizi Menurut Riyadi (2006) status gizi menggambarkan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi pangan. Faktor gizi akan mempengaruhi status gizi secara langsung yaitu konsumsi pangan dan keadaan kesehatan. Sebaran kelompok vegetarian berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran berdasarkan status gizi Vegan Status Gizi Gizi Kurang Gizi Normal Gizi Lebih Total
n 1 11 1 13
% 8 84 8 100
Lacto vegetarian n % 0 0 11 92 1 8 12 100
Lacto-ovo vegetarian n % 2 12 13 76 2 12 17 100
Total n 3 35 4 42
% 7 83 10 100
Berdasarkan Tabel 11, hampir sebagian kelompok vegetarian memiliki status gizi normal sebanyak 35 orang (83%). Namun masih ada yang memiliki status gizi kurang sebanyak 3 orang (7%) dan gizi lebih sebanyak 4 orang (10%). Gizi kurang terjadi karena konsumsi energi memang tidak mencukupi kebutuhan sehingga mengakibatkan hampir seluruh zat gizi lainnya ikut berkurang. Menurut Key et al. (2009) mengemukakan bahwa ada suatu bukti yang menunjukkan bahwa tidak semua vegetarian di negara Amerika Serikat memiliki status gizi yang baik. Pria vegetarian lebih seimbang konsumsi gizinya dibandingkan dengan wanita vegetarian, karena pria vegetarian mengonsumsi kacang-kacangan, biji-bijian dan keju, sedangkan wanita vegetarian mengonsumsi buah-buahan, sayuran dan salad. Akibatnya adalah wanita vegetarian banyak mengalami masalah gizi. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Key dan Appleby (2001), karena status gizi overweight dan obesitas justru lebih banyak ditemukan pada kelompok vegetarian (sesuai dengan Tabel 11). Masih ditemukannya status gizi lebih pada kelompok vegetarian, merupakan hal yang penting untuk dikaji. Teori menyebutkan bahwa IMT normal cenderung ditemukan pada vegetarian. Status gizi lebih berhubungan dengan ketetidakseimbangan antara asupan energi dan kebutuhan zat gizi. Walaupun vegetarian menjadi gaya hidup yang baik karena diyakini tidak mengonsumsi
23
kolesterol dan asam lemak jenuh, namun faktor kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi penting untuk diperhatikan (Yuliarti 2008). Status gizi lebih berhubungan dengan ketidakseimbangan antara asupan energy dan kebutuhan zat gizi. Walaupun vegetarian menjadi gaya hidup yang baik karena diyakini tidak mengonsumsi kolesterol dan asam lemak jenuh, namun faktor kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi penting untuk diperhatikan (Newby, Tucker, Wolk 2008)
Hubungan antar Variabel Hubungan jenis vegetarian dan lama vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi dilakukan dengan uji statistik Spearman. Seluruh variabel yang ada diuji normalitas terlebih dahulu, setelah mendapatkan hasil uji normalitas variabel jenis vegetarian dan lama vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi diuji dengan uji Spearman. Hasil uji menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara jenis vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi (p<0.05) karenakan di kelompok vegetarian banyak responden yang mengalami defisit tingkat berat dapat dilihat pada Tabel 12. Sama halnya dengan lama vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata (p<0.05) dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 12 Hasil uji Spearman antara jenis vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi Variable Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B12 Vitamin C
Jenis Vegetarian
r 0.090 0.224 -0.048 -0.041 0.183 -0.082 0.065 -0.341 -0.145 -0.344
p 0.572 0.154 0.762 0.798 0.245 0.604 0.684 0.397 0.443 0.658
Tabel 13 Hasil uji Spearman antara lama vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi Variable Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B12 Vitamin C
Lama Vegetarian
r -0.161 0.036 0.133 -0.123 0.044 -0.039 0.048 0.080 -0.044 0.144
p 0.308 0.823 0.400 0.438 0.784 0.808 0.764 0.616 0.781 0.364
24
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Contoh dalam penelitian ini adalah komunitas vegetarian dan pengunjung Restoran Karunia Baru di Kota Bogor dengan jumlah 42 orang. Kelompok vegetarian ini terdiri dari 22 laki-laki (52%) dan 20 perempuan (48%). Sebagian besar kelompok vegetarian umur 30-49 tahun (55%). Tingkat pendidikan tertinggi pada kelompok vegetarian ini perguruan tinggi yaitu sebesar 67%. Jenis pekerjaan responden mayoritas bekerja sebagai pegawai swasta sebesar 79%. Pendapatan responden pada kelompok vegetarian tingkat pendapatan sedang (Rp 2 000 000Rp 5 000 000) (48%). Jenis vegetarian pada kelompok ini adalah lacto-ovo vegetarian vegetarian (40%). Sebagian besar responden menjadi vegetarian selama 1-10 tahun sebesar 57%. Tingkat pengetahuan gizi pada kelompok vegetarian, responden yang pengetahuannya cukup mencapai 10% dan responden yang pengetahuannya baik mencapai persentase yaitu 76%. Hampir semua responden sudah dapat memahami gizi cukup baik. Jenis makanan pokok yang dikonsumsi oleh semua kelompok responden adalah nasi dengan frekuensi 3 kali sehari. Jenis bahan makanan sumber protein nabati seperti tahu, dan tempe dikonsumsi oleh sebagian besar responden dengan rata-rata frekuensi 3 kali sehari. Sayur-sayuran yang dikonsumsi oleh ketiga kelompok secara bergantian seperti wortel, tomat, jamur segar, kacang panjang, sawi hijau, kol, labu siam, buncis, bayam dan kangkung. Ketiga kelompok vegetarian mengonsumsi wortel, tomat, jamur segar, kacang panjang dan sawi hijau dengan frekuensi yang sama yaitu 4 kali seminggu. Tingkat kecukupan energi pada kelompok vegetarian mengalami defisit berat baik laki-laki (50%) maupun perempuan (60%). Tingkat kecukupan protein pada kelompok vegetarian laki-laki mengalami defisit ringan (59%) dan perempuan (65%). Tingkat kecukupan lemak pada kelompok vegetarian mengalami kekurangan baik laki-laki (64%) maupun perempuan (75%). Tingkat kecukupan karbohidrat pada kelompok vegetarian sudah baik, pada laki-laki (68%) sedangkan perempuan (50%). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral pada kelompok vegetarian mengalami kekurangan sebesar 100% pada laki-laki dan perempuan. Kelompok vegetarian memiliki status gizi normal sebanyak 35 orang (83%). Namun masih ada yang memiliki status gizi kurang sebanyak 3 orang (7%) dan gizi lebih sebanyak 4 orang (10%). Gizi kurang terjadi karena konsumsi energi memang tidak mencukupi kebutuhan sehingga mengakibatkan hampir seluruh zat gizi lainnya ikut berkurang. Hasil uji menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara jenis vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi (p<0.05). Sama halnya dengan lama vegetarian dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata (p<0.05).
25
Saran Pada peneliti berikutnya bisa lebih baik untuk meneliti pada kelompok vegetarian dengan menambahkan riwayat penyakit. Pada diet vegetarian, terutama vegan, perlu diperhatikan dalam menyusun menu, yaitu pada jumlah protein nabatinya agar menghasilkan protein bermutu tinggi sehingga asupan protein tetap dalam keadaan normal atau cukup. Untuk mencegah defisiensi energi dan zat gizi, kelompok vegetarian sebaiknya lebih memperhatikan bahan makanan. Untuk itu diet vegetarian perlu terencana dengan baik agar dapat memenuhi kecukupan gizi.
DAFTAR PUSTAKA ADA Reports. 2003. Position of the American Dietetic Association and Dietitans of Canada: Vegetarian Diets. J Am Diet Assoc 103(6): 748-765. ADA Reports. 2009. Position of the American Dietetic Association and Dietitans of Canada: Vegetarian Diets. J Am Diet Assoc 109(7): 1266-1282. Barnard ND, Cohen J, Jenkins DJ, McGrievy GT, Gloede L, Green A, Ferdowsian H. 2009. A Low-Fat Vegan Diet and a Conventional Diabetes Diet in the Treatment of Type 2 Diabetes: a Randomized, Controlled, 74-WK Clinical Trial. Am J Clin Nutr 89(5): 1588S-1596S. Chen CW, Lin YL, Lin TK, Chen BC, Lin CL. 2008. Total Cardiovascular Risk Profile of Taiwanese Vegetarian. Eu J Clin Nutr 62: 138-144. Craig WJ. 2009. Health Effect of Vegan Diets. Am J Clin Nutr 89(5): 1627S1633S. Crowe FL, Appleby PN, Travis RC, Key TJ. 2013. Risk of Hospitalization or Death from Ischemic Heart Disease Among British Vegetarian and Nonvegetarian Result from the EPIC-Oxford Cohort Study. Am J Clin Nutr 97(3): 597-603. Daly RM, Petit MA. 2007. Optimizing Bone Mass and Strength: the Role of Physical Activity and Nutrition During Growth. Switzerland: Karger. Journal of Sports Science and Medicine 51: 50-61. [Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Depkes RI. Edmalfa I & Singer I. 2009. Vitamin B12 and Homocytein Status Among Vegetarians: a Global Perspective. Am J Clin Nutr 89(5): 1693S-1698S. Fauziah D. 2009. Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Balita yang Tinggal Di Daerah Rawan Pangan Di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
26
Fraser GE. 2009. Vegetarian Diets: What Do We Know of Their Effect on Common Chronic Diseases?. Am J Clin Nutr 89(5): 1613S-1619S Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York (US): Oxford University Press. Green R & Miller JW. 2007. Vitamin B12. In: Zempleni J, Rucker RB, McCormick DB, Suttie JW, eds. Handbook of vitamins. Baton Raton FL: CRC Press. Hardinsyah, Briawan D. 2002. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. International Vegetarian Union (IVU). 2001. IVU News. Cheshire: UK. Vol 7. [IOM] Institute of Medicine. 2005. Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids. A Report of the Panel on Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes, and the Standing Committee on the Scientific. Irawati, Damanhuri, Fachrurozi. 1995. Pengetahuan Gizi Murid SD dan SLTP di Kota Madya Bogor. Bogor (ID): Pusat penelitian Gizi. Jacobs DR, Haddad EH, Lanou AJ, Messina MJ. 2009. Food, Plant Food and Vegetarian Diet in the US Dietary Guidelines: Conclusion of on Expert Panel. Am J Clin Nutr 89(5): 1549S-1552S Karyadi D, Muhilal. 1998. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Key TJ, Appleby PN. 2001. Vegetarianism, Coronary Risk Factors and Coronary Heart Disease. In: Joan Sabate, editor. Vegetarian Nutrition. USA: CRC Press LLC. Key TJ, Appleby PN, Spencer EA, Travis RC, Roddom AW, Allen NE. 2009. Mortality In British Vegetarian: Result From the European Prospective Investigation inti Cancer and Nutrition (EPIC-Oxford). Am J Clin Nutr 89(5): 1613S-1619S. Krieger JW, Sitren HS, Daniels MJ, Henken BL. 2006. Effects of Variation in Protein and Carbohydrate Intake on Body Mass and Composition During Energy Restriction: a Meta-Regression. Am J Clin Nutr 83(2): 260-274. Krummel DA. 2008. Medical Nutrition Therapy for Cardiovascular Disease. In: Mahan LK, Sylvia ES, editors. Krause’s Food, nutrition and diet therapy, 12th edition. USA: Saunders. 32: 833-860. Lanou AJ. 2009. Should Dairy Be Recommended as Part of a Healty Vegetarian Diets? Counterpoint. Am J Clin Nutr 89(5): 1638S-1642S. Lonnerdal Bo. 2009. Soybean Ferritin: Implication for Iron Status of Vegetarians. Am J Clin Nutr 89(5): 1680S-1685S. Madanijah S. 2004. Pendidikan Gizi dalam Pengantar Pengadaan Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
27
Martianto D, Ariani. 2004. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade Terakhir Dalam Soekirman et al., editor Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII “Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi”, Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): LIPI. Martianto D, Riyadi H, Hastuti D, Altiasari. 2008. Kajian Ketahanan Pangan dan Alokasi Sumberdaya Keluarga serta Keterkaitannya dengan Status Gizi dan Perkembangan Anak di Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Nasoetion A & Khomsan A. 1995. Aspek Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Makalah yang disajikan dalam Lokakarya Eksekutif dalam Rangka Training Integrasi Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Newby PK, Tucker KL, Wolk A. 2005. Risk of Overweight and Obesity Among Semivegetarian, Lactovegetarian and Vegan Women. Am J Clin Nutr 81: 1267-1274. Notoatmodjo. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Power S, Jackson M. 2010. Exercise-Induced Oxidative Stress : Celular Mechanism and Impact on Muscle Force Production. Journal of Physiology 12: 587-927 Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Bogor Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Sabate J, Blix G. 2001. Vegetarian Diets and Obesity Prevention. In: Joan Sabate, editor. Vegetarian Nutrition. USA: CRC Press LLC. Sen A, Kunani S. 2008. Impact of Iron-Folic Acid Supplementation on Cognitive Abilities of School Girls in Vadodara. Department of Foods and Nutrition. Maharaja Sayajirao University of Baroda, Vadodara India. Indian Pediatric Journal 46: 136-143. Suhardjo. 2000. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Susianto, Widjaja H, Mailoa H. 2007. Diet Enak ala Vegetarian. Jakarta (ID): Penebar Plus, Weaver CM. 2009. Should Dairy Be Recommended as Part of a Healty Vegetarian Diet? Point. Am J Clin Nutr 89(5): 1634S-1637S. WNPG VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID): LIPI. Yuliarti N. 2008. Pilih Vegetarian atau Nonvegetarian?. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
28
Zahra SF. 2009. Asupan Besi, Seng, Kalsium, dan Vitamin B12 pada Vegetarian di Semarang. Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas Kedokteran. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
29
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 4 April 1990. Penulis merupakan putri ketiga dari pasangan H. Rachmat dan Hj. Iis Mulyati. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1995-1996 di Sekolah Taman Kanak-Kanak PGRI, pada tahun 1996-2002 di Sekolah Dasar Negeri Ciherang Kencana dan melanjutkan masa pendidikannya di SMP Negeri 1 Karangtengah tahun 2002-2005 serta SMA Negeri 1 Ciranjang tahun 2005-2008. Pada tahun yang sama penulis lulus ujian masuk Diploma III IPB jurusan Menejemen Industri Jasa Makanan dan Gizi. Tahun 2011 penulis lulus Diploma III dan penulis lulus seleksi masuk kelas alih jenis menjadi mahasiswi mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan Juli-Agustus 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Bersama Masyarakat (KKBM) di Desa Babakanjaya, Kecamatan Gabus Wetan Kabupaten Indramayu.
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2 Frekuensi dan kuantitas penggunaan bahan pangan
31
I.
PENGETAHUAN GIZI
Pilihlah salah satu jawaban dari pertanyaan di bawah ini 1. Vegetarian murni yang hanya mengonsumsi biji-bijian, kacang-kacangan, sayur-sayuran dan buah-buahan disebut … a. Vegan b. Lacto vegetarian vegetarian c. Ovo vegetarian d. Lakto-ovo vegetarian 2. Vegetarian yang mengonsumsi bahan-bahan nabatI, susu dan produk olahannya disebut … a. Vegan b. Lacto vegetarian vegetarian c. Ovo vegetarian d. Lakto-ovo vegetarian 3. Vegetarian yang mengonsumsi bahan pangan nabati, susu dan telur serta produk olahannya disebut … a. Vegan b. Lacto vegetarian vegetarian c. Ovo vegetarian d. Lakto-ovo vegetarian 4. Makanan sumber karbohidrat dapat diperoleh dari … a. Nasi, ubi, kentang b. Nasi, kangkung, kacang tanah c. Kentang, kuning telur, susu d. Telur, ubi , ayam 5. Makanan sumber protein adalah … a. Beras, tahu b. Beras, tempe c. Tempe, tahu d. Beras, kacang tanah 6. Sumber makanan yang kaya kalsium adalah … a. Jagung, sayuran hijau, kacang tanah b. Sayuran hijau, kacang hijau, singkong c. Singkong, jagung, bayam d. Sayuran hijau, wijen, agar-agar 7. Makanan sumber zat besi dalam sayuran dan buah-buahan adalah … a. Bayam, daun kacang panjang, daun singkong, pisang ambon b. Bayam, jagung, kacang panjang, nanas c. Bayam, kacang merah, durian d. Daun singkong, kacang panjang, apel 8. Cara mencuci sayuran sebelum dimasak adalah … a. Sayuran direbus dulu baru dicuci b. Sayuran dipotong-potong dulu baru dicuci c. Sayuran tidak perlu dicuci terlebih dahulu d. Sayuran dicuci dulu baru dipotong-potong
32
9.
Salah satu upaya agar zat gizi yang terkandung dalam sayuran tidak hilang adalah… a. Sayuran dicuci hingga bersih di dalam ember b. Sebelum diolah, sayuran harus dicelupkan dalam air mendidih c. Mencuci sayuran hingga bersih dibawah air mengalir d. Merendam sayuran selama 8 jam dalam ruang tertutup 10. Kelebihan menjadi seorang vegetarian adalah… a. Asupan protein lebih rendah dibandingkan non vegan b. Beresiko lebih besar mengalami anemia defisiensi zat besi c. Beresiko lebih besar mengalami defisiensi vitamin B12, zinc, kalsium d. Mengurangi risiko penyakit degeneratif, mengurangi risiko kelebihan berat badan dan obesitas. II. RIWAYAT PENYAKIT No
Jenis Sakit
1 Jantung 2 Diabetes Melitus 3 Hipertensi 4 Osteoporosis 5 Batu Ginjal 6 Gagal Ginjal 7 Kanker 8 Lainnya … 9 10 Ket : coret yang tidak perlu
Sebelum Menderita Lama sakit sakit (hari) Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak
Sesudah Menderita Lama sakit sakit (hari) Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak
33
III. DATA KONSUMSI PANGAN FOOD RECALL 2 x 24 JAM Hari ke 1 Tanggal : ……………………………………. Porsi Konsumsi Nama Jenis Bahan Waktu Berat Makanan Makanan Jumlah URT (gram)
Keterangan
Makan Pagi
Selingan
Makan Siang
Selingan
Makan Malam
Keterangan : URT = Ukuran Rumah Tangga misalnya 1 piring, 1 mangkuk, 1 gelas, 1 potong, dsb Catatan : ……………………………………………………………………………………………...
34
FOOD RECALL 2 x 24 JAM Hari ke 2 Tanggal : ……………………………………. Porsi Konsumsi Nama Jenis Bahan Waktu Berat Makanan Makanan Jumlah URT (gram)
Keterangan
Makan Pagi
Selingan
Makan Siang
Selingan
Makan Malam
Keterangan : URT = Ukuran Rumah Tangga misalnya 1 piring, 1 mangkuk, 1 gelas, 1 potong, dsb Catatan : ……………………………………………………………………………………………
35
IV. KEBIASAAN MAKAN FOOD FREQUENCY QUESTIONARE (FFQ) Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
> 1 kali tiap hari
Sumber Karbohidrat Nasi Jagung Kentang Singkong Ubi jalar Roti (terigu) Mie Bihun Lainnya (sebutkan ...)
Sumber Protein Hewani Daging sapi Daging ayam Daging babi Telur ayam Telur bebek Pindang Ikan segar Ikan asin Ikan teti Udang Lainnya(sebutkan ...)
Sumber Protein Nabati Tempe Tahu Kacang hijau Kacang merah Kacang tanah Lainnya (sebutkan…)
Kelompok Sayuran Brokoli Kol Labu Siam Onyong (gambas) Pare Wortel Bahan Makanan Tomat Buncis
1 kali tiap hari
3 kali seminggu
<3 kali seminggu
Jarang (1 kali sebulan)
Tidak Pernah
36
Frekuensi Konsumsi Bahan Makaan
> 1 kali tiap hari
Kelompok Sayuran (Lanjutan) Nangka muda Ketimun Jagung muda Melinjo Jamur segar Kacang panjang Bayam Kangkung Lainnya (sebutkan…)
Buah-buahan Apel Mangga Duku Durian Jeruk manis Nanas Nangka Pepaya Pisang ambon Pisang raja sereh Rambutan Salak Melon Semangka Lainnya (sebutkan…)
Kelompok Susu Susu sapi (cair) Susu bubuk Susu kental manis Yogurt Lainnya (sebutkan…)
Minyak/Lemak Minyak goring Kelapa parut Santan Margarin Mayonnaise Lainnya (sebutkan…)
1 kali tiap hari
3 kali seminggu
<3 kali seminggu
Jarang (1 kali sebulan)
Tidak Pernah
37
Frekuensi Konsumsi Bahan Makaan Lain-Lain Tepung agar-agar Teh Kopi Gula pasir Gula merah Kecap Tauco Lainnya (sebutkan…)
> 1 kali tiap hari
1 kali tiap hari
3 kali seminggu
<3 kali seminggu
Jarang (1 kali sebulan)
Tidak Pernah
38
Lampiran 2 Frekuensi dan kuantitas penggunaan bahan pangan Frekuensi (kali/minggu) Vegan Lacto Lacto-ovo vegetarian vegetarian Bahan pangan sumber tenaga Nasi 21 21 21 Jagung 2 2 1 Kentang 4 3 2 Ubi jalar 3 2 1 Singkong 2 1 1 Biskuit 5 5 5 Roti 1 4 4 Mie 1 2 3 Bihun 2 2 2 Bahan pangan sumber zat pembangun (protein) Daging sapi Daging ayam Daging babi Telur ayam 2 3 Telur bebek 1 Pindang Ikan segar Ikan asin Udang Tempe 7 7 7 Tahu 7 7 7 Kacang tanah 3 3 3 Kacang hijau 3 2 2 Kacang merah 3 3 3 Bahan pangan sumber zat pengatur Kol 3 3 3 Labu siam 3 3 2 Oyong 1 1 1 Wortel 4 4 4 Tomat 4 4 4 Buncis 3 3 3 Nangka muda 1 1 1 Ketimun 2 2 2 Jagung muda 1 1 1 Melinjo 1 1 1 Jamur segar 4 4 4 Kacang panjang 4 4 4 Daun singkong 1 1 1 Bayam 3 3 3 Kangkung 3 3 3 Tauge 2 2 2 Sawi hijau 4 4 4 Apel 3 3 3 Mangga 1 1 1 Jeruk manis 3 3 3 Nanas 1 1 1 Pepaya 4 4 4 Jenis Pangan
Vegan
Berat Konsumsi (gr) Lacto Lacto-ovo vegetarian vegetarian
250 50 50 40 50 40 50 25 25
250 50 50 40 50 40 50 25 25
250 50 50 40 50 40 50 25 25
50 50 25 25 25
60 50 50 25 25 25
60 70 50 50 25 25 25
25 25 25 25 20 25 25 25 25 25 50 25 25 50 50 25 50 100 100 100 50 100
25 25 25 25 20 25 25 25 25 25 50 25 25 50 50 25 50 100 100 100 50 100
25 25 25 25 20 25 25 25 25 25 50 25 25 50 50 25 50 100 100 100 50 100
39
Frekuensi (kali/minggu) Vegan Lacto Lacto-ovo vegetarian vegetarian Pisang ambon 3 3 3 Pisang raja sereh 1 1 1 Salak 1 1 1 Melon 3 3 3 Semangka 3 3 3 Sirsak 1 1 1 Bahan pangan sumber lemak Susu sapi (cair) 3 Susu bubuk 3 Susu kental manis Minyak goreng 21 21 21 Kelapa parut 2 2 1 Santan 2 2 2 Margarin 1 1 1 Lain-Lain Tepung agar-agar 1 1 Teh 2 2 Kopi 1 Gula pasir 7 7 7 Gula merah 3 3 3 Kecap 2 2 2 Tauco 1 1 1 Jenis Pangan
Vegan 100 50 50 75 75 50
Berat Konsumsi (gr) Lacto Lacto-ovo vegetarian vegetarian 100 100 50 50 50 50 75 75 75 75 50 50
10 10 10 5
10 10 10 5
30 20 10 10 10 5
10 10 5 10
5 5 10 10 5 10
5 5 10 10 10 5 10