iv
HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI LEMAK TRANS DENGAN PERSEN LEMAK TUBUH DAN STATUS GIZI PADA ORANG DEWASA DI KABUPATEN DAN KOTA BOGOR
Oleh : Zaenudin I14080089
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ABSTRACT ZAENUDIN. Correlation between Consumption of Trans Fat with Body Fat Percentage and Nutritional Status in the County and the City of Bogor. Supervised by Mira Dewi and Yekti Hartati Effendi. The general objective of this study was to determine relationship between trans fat intake with percent body fat and nutritional status of adults in Bogor rural and urban area. The research was conducted using a cross sectional study. The number of samples for each region was 48 adults aged 20-65 years which selected purposively. The results showed that most of samples in urban and rural area were in the state of high deficit of energy sufficiency, i.e. 29.17% and 33.33%, respectively. The percentage of fat sufficiency was 43.75% in rural area, which was categorized as sufficient, and 45.83% in urban area, which was categorized as high. Meanwhile, most of the samples (97.92%) in both areas had sufficient level of trans fat intake as recommended. Distribution of body fat percentage in respondents were 24,81 ± 8,44 in rural area and 27,62 ± 8,01 in urban area. Meanwhile, 58,3% of respondents in rural and 64,4% of respondent had normal nutritional status. There was no significant difference between trans fat intake, adequate intakes of energy, total fat, trans fat, and body fat percentage (p>0,05), however there was significant difference between nutritional status of samples in rural and urban area (p<0.05). There was no relationship between adequate intakes of energy, total fat, and trans fat, with body fat percentage and nutritional status (p>0,05), however there was significant correlation between body fat percentages and nutritional status of respondents (p<0,05). Keywords: adult, body fat percentage, nutritional status, trans fat
vi
RINGKASAN ZAENUDIN. Hubungan antara Konsumsi Lemak Trans dengan Persen Lemak Tubuh dan Status Gizi pada Orang Dewasa di Kabupaten dan Kota Bogor. Dibimbing oleh Mira Dewi dan Yekti Hartati Effendi. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsumsi lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi pada orang dewasa di Kabupaten dan Kota Bogor. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, antara lain: 1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi contoh (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga); 2) mengetahui asupan energi, protein, lemak total, dan lemak trans contoh; 3) menganalisis tingkat kecukupan konsumsi energi, protein, lemak total, dan lemak trans contoh; 4) menganalisis persen lemak tubuh contoh; 5) menganalisis status gizi contoh yang diukur secara antropometri; 6) menganalisis perbedaan asupan lemak trans, tingkat kecukupan konsumsi energi, lemak total, lemak trans, persen lemak tubuh, dan status gizi antara contoh di wilayah Kabupaten dengan Kota Bogor; 7) menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi energi, lemak total, dan lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi contoh. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul Asupan Fitosterol dari Pangan pada Masyarakat di Wilayah Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang pengambilan datanya pada bulan Mei sampai Juli 2012 di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor. Wilayah kabupaten meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Dramaga, Cikarawang, dan Cihideung Ilir. Wilayah kota juga meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Empang, Lawang Gintung, dan Sukasari. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Lemeshowb et al. (1997), ukuran minimal contoh untuk masing-masing wilayah adalah 48 contoh dan berdasarkan hasil penarikan contoh secara random sample proporsional, maka jumlah contoh yang terpilih untuk wilayah Kabupaten Bogor adalah sebanyak 15 contoh di Kelurahan Dramaga, sebanyak 14 contoh di Kelurahan Cikarawang, dan sebanyak 19 contoh di Kelurahan Cihideung Ilir dan jumlah contoh yang terpilih untuk wilayah Kota Bogor adalah sebanyak 22 contoh di Kelurahan Empang, sebanyak 15 contoh di Kelurahan Lawang Gintung, dan sebanyak 11 contoh di Kelurahan Sukasari. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteritik sosial ekonomi contoh (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga); konsumsi makanan dan minuman; persen lemak tubuh; dan status gizi berdasarkan IMT (berat badan dan tinggi badan). Data sekunder meliputi profil wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, serta data Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan dikumpulkan melalui studi literatur. Pengolahan data yang dilakukan meliputi entry, coding, cleaning, pengelompokan data, dan analisis. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia (uji beda Independent Sample T-Test, uji korelasi Pearson, dan uji korelasi Spearman). Pengolahan dan analisis data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for windows. Sebaran jenis kelamin contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (58,3%) maupun kota (64,6%) adalah perempuan. Sebaran usia contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (58,3%) maupun kota (62,5%) adalah kelompok usia dewasa dini. Sebaran pendidikan terakhir contoh untuk wilayah kabupaten dengan persentase terbesar adalah SD/sederajat, yaitu sebesar 39,6%, sedangkan untuk wilayah kota adalah
SMA/sederajat dengan persentase sebesar 35,4%. Sebaran pekerjaan contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (48%) maupun kota (41,7%) adalah ibu rumah tangga. Sebaran pendapatan per kapita keluarga contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (58,3%) maupun kota (72,9%) adalah kelompok keluarga tidak miskin. Sebaran besar keluarga contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (60,4%) maupun kota (64,6%) adalah kelompok keluarga kecil. Rata-rata asupan energi contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 1634 ± 566 kkal, sedangkan untuk wilayah kota sebesar 1623 ± 451 kkal. Rata-rata asupan protein contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 48 ± 20,88 gram, sedangkan untuk wilayah kota sebesar 50 ± 20,58 gram. Rata-rata asupan lemak total contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 50 ± 21,02 gram, sedangkan untuk wilayah kota sebesar 53 ± 21,75 gram. Rata-rata asupan lemak trans contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 0,40 ± 0,38 gram, sedangkan untuk wilayah kota sebesar 0,41 ± 0,51 gram. Sebanyak 33,33% contoh di wilayah kabupaten dan 29,17% contoh di wilayah kota mengalami defisit berat dalam hal tingkat kecukupan energi. Sebanyak 31,25% contoh di wilayah kabupaten memiliki tingkat kecukupan protein defisit berat dan normal, sedangkan di wilayah kota sebanyak 29,17% contoh memiliki tingkat kecukupan protein normal. Sebanyak 43,75% contoh di wilayah kabupaten memiliki tingkat kecukupan lemak total cukup, sedangkan di wilayah kota sebanyak 45,83% contoh memiliki tingkat kecukupan lemak total lebih. Sebanyak 97,92% contoh baik di wilayah kabupaten maupun kota memiliki tingkat kecukupan lemak trans yang sesuai anjuran. Sebaran persen lemak tubuh contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (48%) maupun kota (60,4%) adalah tinggi dengan rata-rata persen lemak tubuh contoh untuk wilayah kabupaten adalah 24,81 ± 8,44, sedangkan untuk wilayah kota adalah 27,62 ± 8,01. Jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin, sebaran persen lemak tubuh contoh dengan persentase terbesar baik laki-laki (51,4%) maupun perempuan (55,9%) adalah tinggi. Sebagian besar contoh baik di wilayah kabupaten (58,3%) maupun kota (64,4%) memiliki status gizi normal dengan rata-rata IMT untuk wilayah kabupaten adalah 22,57 ± 3,45, sedangkan untuk wilayah kota adalah 24,26 ± 4,26. Jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar contoh baik lakilaki (73%) maupun perempuan (54,2%) juga memiliki status gizi normal. Berdasarkan hasil uji beda Independent Sample T-Test dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara asupan lemak trans, tingkat kecukupan energi, lemak total, lemak trans, dan persen lemak tubuh contoh di wilayah kabupaten dengan wilayah kota (p>0,05), akan tetapi terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi contoh di wilayah kabupaten dengan wilayah kota (p<0,05) dengan IMT contoh di wilayah kota yang lebih tinggi dibandingkan dengan IMT contoh di wilayah kabupaten. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi, lemak total, dan lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi contoh (p>0,05), akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara persen lemak tubuh dengan status gizi contoh (p<0,05 dan r=0,66) yang berarti bahwa semakin tinggi status gizi contoh maka semakin tinggi pula persen lemak tubuhnya.
viii
HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI LEMAK TRANS DENGAN PERSEN LEMAK TUBUH DAN STATUS GIZI PADA ORANG DEWASA DI KABUPATEN DAN KOTA BOGOR
Oleh: Zaenudin I14080089
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul
: Hubungan antara Konsumsi Lemak Trans dengan Persen Lemak Tubuh dan Status Gizi pada Orang Dewasa di Kabupaten dan Kota Bogor
Nama
: Zaenudin
NIM
: I14080089
Disetujui oleh
dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si
dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
x
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah AWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Konsumsi Lemak Trans dengan Persen Lemak Tubuh dan Status Gizi pada Orang Dewasa di Kabupaten dan Kota Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si dan dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pembimbing akademik, pemandu seminar, dan penguji skripsi yang juga senantiasa membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 3. Para pembahas seminar, Avlya Quratul Marjan, Firda Amalia, Nabilah Nabiha Zulfa, dan Nur Herlina Hanum yang telah memberikan saran dalam perbaikan skripsi. 4. Kedua orang tua, keluarga, dan Tante Emma Monrita yang senantiasa memberi dukungan, doa, serta semangat moral, spiritual, dan material. 5. Seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang selalu memberi dukungan semangat dalam menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari penyusunan tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan dan tidak lepas dari kesalahan, namun penulis berharap tulisan ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Semoga
bermanfaat.
Bogor, Maret 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 15 Desember 1989, dari seorang ayah bernama Picang dan seorang ibu bernama Sanih. Penulis merupakan anak terakhir dari delapan bersaudara. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1996 hingga 2002 di SD Negeri Campedak, pada tahun 2002 hingga 2005 di SMP Negeri 7 Depok, dan pada tahun 2005 hingga 2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 105 Jakarta. Pada tahun 2008, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Program strata 1 di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dari Direktorat Kemahasiswaan IPB selama kuliah di Departemen Gizi Masyarakat. Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Eco-Agrifarma 2009-2011 sebagai staf Komunikasi dan Informasi (KOMINFO), serta aktif dalam kegiatan musik band (ONION SKIN) dan perkusi (ZIPER). Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan tingkat Departemen dan Fakultas, seperti Nutrition Fair 2010, Senzational 2011, Rakernas ILMAGI 2010, dan Masa Perkenalan Fakultas (MPF) 2010. Pada bulan Juli-Agustus 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Sukaurip, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Pada bulan Maret 2012 penulis melaksanakan Internship Dietetic di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
xii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix PENDAHULUAN .................................................. Error! Bookmark not defined. Latar Belakang .......................................... Error! Bookmark not defined. Rumusan Masalah ................................................................................... 3 Tujuan ...................................................................................................... 4 Kegunaan Penelitian ................................................................................ 4 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 6 Karakteristik Sosial Ekonomi .................................................................... 6 Usia .............................................................................................. 6 Tingkat Pendidikan ....................................................................... 6 Pendapatan .................................................................................. 7 Besar Keluarga ............................................................................. 8 Gizi Usia Dewasa ..................................................................................... 9 Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya ........................... 9 Metode Food Recall 24 Jam................................................................... 10 Lemak .................................................................................................... 11 Asam Lemak Trans ................................................................................ 12 Angka Kecukupan Gizi ........................................................................... 14 Angka Kecukupan Energi ........................................................... 15 Angka Kecukupan Protein .......................................................... 15 Angka Kecukupan Lemak Total .................................................. 16 Angka Kecukupan Lemak Trans ................................................. 16 Pengukuran Komposisi Lemak Tubuh .................................................... 16 Penilaian Status Gizi .............................................................................. 17 Status Gizi.............................................................................................. 18 KERANGKA PEMIKIRAN .................................... Error! Bookmark not defined. METODE PENELITIAN ..................................................................................... 22 Desain, Tempat, dan Waktu ................................................................... 22 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh....................................................... 22 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ........................................................ 25 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 27 Karakteristik Sosial Ekonomi Contoh .......................................... 27 Asupan Zat Gizi .......................................................................... 28 Tingkat Kecukupan Zat Gizi ........................................................ 28 Persen Lemak Tubuh ................................................................. 29 Status Gizi .................................................................................. 30 Definisi Operasional ............................................................................... 30 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 33 Gambaran Umum Kabupaten dan Kota Bogor ....................................... 33 Karakteristik Sosial Ekonomi Contoh...................................................... 33 Jenis Kelamin ............................................................................. 34
Usia ............................................................................................ 34 Pendidikan.................................................................................. 35 Pekerjaan ................................................................................... 35 Pendapatan ................................................................................ 36 Besar Keluarga ........................................................................... 36 Asupan Zat Gizi...................................................................................... 37 Asupan Energi ............................................................................ 37 Asupan Protein ........................................................................... 38 Asupan Lemak Total ................................................................... 39 Asupan Lemak Trans.................................................................. 41 Tingkat Kecukupan Zat Gizi ................................................................... 42 Tingkat Kecukupan Energi .......................................................... 42 Tingkat Kecukupan Protein ......................................................... 43 Tingkat Kecukupan Lemak Total................................................. 45 Tingkat Kecukupan Lemak Trans ............................................... 45 Persen Lemak Tubuh ............................................................................. 46 Status Gizi.............................................................................................. 49 Hasil Uji Beda antar Variabel.................................................................. 51 Uji Beda Tingkat Kecukupan Energi antar Wilayah ..................... 51 Uji Beda Tingkat Kecukupan Lemak Total antar Wilayah ............ 51 Uji Beda Tingkat Kecukupan Lemak Trans antar Wilayah........... 51 Uji Beda Persen Lemak Tubuh antar Wilayah............................. 52 Uji Beda Status Gizi antar Wilayah ............................................. 52 Hasil Uji Hubungan antar Variabel.......................................................... 52 Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi dengan Persen Lemak Tubuh.............................................................................. 53 Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Lemak Total dengan Persen Lemak Tubuh ................................................................. 53 Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Lemak Trans dengan Persen Lemak Tubuh ................................................................. 54 Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi ............................................................................................. 54 Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Lemak Total dengan Status Gizi .................................................................................. 54 Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Lemak Trans dengan Status Gizi .................................................................................. 54 Uji Hubungan antara Persen Lemak Tubuh dengan Status Gizi . 55 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 56 Kesimpulan ............................................................................................ 56 Saran ..................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 59 LAMPIRAN ............................................................................................ 63
v
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis dan cara pengumpulan data penelitian ................................................. 26 2. Pengelompokkan karakteristik contoh ............................................................ 27 3. Tingkat kecukupan energi dan protein berdasarkan standar Depkes (1996). 29 4. Klasifikasi persen lemak tubuh berdasarkan standar alat Body Fat Monitoring (Omron) .......................................................................................................... 30 5. Klasifikasi status gizi dewasa berdasarkan standar WHO (2004) ................... 30 6. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ................................................... 34 7. Sebaran kelompok usia contoh ...................................................................... 34 8. Sebaran pendidikan contoh ........................................................................... 35 9. Sebaran pekerjaan contoh ............................................................................. 35 10. Sebaran pendapatan contoh ........................................................................ 36 11. Sebaran besar keluarga contoh ................................................................... 37 12. Hasil uji hubungan antar variabel ................................................................. 53
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Struktur molekul asam lemak tak jenuh cis dan trans...... Error! Bookmark not defined. 2. Bagan kerangka pemikiran hubungan konsumsi lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi ........................................................................... 21 3. Kerangka penarikan contoh .............................. Error! Bookmark not defined. 4. Rata-rata asupan energi contoh ........................ Error! Bookmark not defined. 5. Rata-rata asupan protein contoh.................................................................... 39 6. Rata-rata asupan lemak total contoh ............................................................. 40 7. Rata-rata asupan lemak trans contoh ............................................................ 41 8. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi................................. 43 9. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein................................ 44 10. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak total ....................... 45 11. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak trans ................ Error! Bookmark not defined. 12. Sebaran persen lemak tubuh contoh berdasarkan wilayah .. Error! Bookmark not defined. 13. Sebaran persen lemak tubuh contoh berdasarkan jenis kelamin............ Error! Bookmark not defined. 14. Sebaran status gizi contoh berdasarkan wilayah ......................................... 49 15. Sebaran status gizi contoh berdasarkan jenis kelamin ................................. 50
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Jadwal penelitian ........................................................................................... 64 2. Kuisioner penelitian karakteristik responden .................................................. 65 3. Kuisioner penelitian food recall 2x24 jam ....................................................... 69 4. Data karakteristik contoh ............................................................................... 72 5. Data persen lemak tubuh status gizi contoh ................................................... 76 6. Data rata-rata asupan zat gizi contoh ............................................................ 78 7. Data tingkat kecukupan zat gizi contoh………………………………………..…81 8. Hasil uji beda antara asupan lemak trans, tingkat kecukupan konsumsi energi, lemak total, lemak trans, persen lemak tubuh, dan status gizi antara contoh di wilayah Kabupaten dengan Kota Bogor ......................................................... 84 9. Hasil uji hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi energi, lemak total, dan lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi contoh .................... 85
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan determinan yang utama bagi kualitas hidup individu, maka kesehatan yang baik harus merupakan tujuan sosial utama pembangunan. Keadaan gizi lebih dengan konsekuensi timbulnya penyakit degeneratif telah melanda Indonesia, oleh karena itu pencegahan penyakit degeneratif yang seringkali menyertai keadaan gizi lebih perlu ditingkatkan. Hal ini terlihat dari ditemukannya angka prevalensi gizi lebih yang cukup tinggi pada orang dewasa di kota-kota besar Indonesia. Pencegahan penyakit degeneratif ini penting ditujukan terutama pada kelompok masyarakat yang mengalami gizi lebih di usia 40 tahun ke atas karena penyakit degeneratif ini biasanya mulai diderita pada usia dekade keempat dan semakin meningkat jenis dan intensitasnya dengan semakin lanjut usia (Karyadi 1990). Pencegahan penyakit degeneratif ini salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan konsumsi pangan. Menurut Suhardjo (1989), pola konsumsi masyarakat terutama di daerah perkotaan semakin memburuk. Hal ini didorong dengan semakin berkembangnya teknologi, komunikasi, informasi, dan meningkatnya pendapatan sehingga terjadi perubahan kehidupan sosial di masyarakat yang berakibat pada pola konsumsi pangan yang kebarat-baratan (westernisasi diet). Keadaan ekonomi yang semakin membaik juga memberikan dampak pada perubahan pola konsumsi dan cara makan masyarakat. Perubahan pendapatan mengakibatkan peningkatan kekayaan dan membawa perubahan pada pola makan seseorang yang dicirikan dengan kebiasaan makan di luar rumah seperti di restoran-restoran fast food. Hasil penelitian Riskesdas (2010) juga menyatakan bahwa konsumsi lemak dan prevalensi obesitas masyarakat perkotaan lebih tinggi dbandingkan masyarakat pedesaaan. Dalam penelitian Faisal & Riyadi (1994), ditemukan bahwa makananmakanan fast food justru mengandung protein, kalori, lemak, kolesterol, dan garam yang cukup tinggi, tetapi sedikit kandungan vitamin, mineral, dan serat. Kebanyakan dari makanan-makanan fast food tinggi kandungan lemak jenuh yang tidak baik bagi kesehatan. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kegemukan berkaitan dengan tingginya lemak yang dikonsumsi. Begitu juga dengan hasil penelitian Puslitbang Gizi Depkes RI (1993) yang menyatakan bahwa asupan lemak dan gula yang berlebihan mempunyai peranan penting dalam mekanisme terjadinya penyakit degeneratif.
2
Tingginya konsumsi lemak terutama lemak jenuh dan kolesterol selalu identik dengan peningkatan lemak tubuh, meningkatnya kegemukan, dan prevalensi penyakit degeneratif. Selain lemak jenuh, salah satu jenis lemak tak jenuh juga diketahui berpengaruh buruk terhadap kesehatan adalah lemak trans atau sering disebut juga dengan trans fatty acid (TFA). Berdasarkan penelitian epidemiologis telah menunjukkan bahwa TFA merupakan faktor resiko yang penting pada PJK. Konsumsi TFA menimbulkan pengaruh negatif karena menaikkan kadar LDL, sama seperti pengaruh asam lemak jenuh, akan tetapi disamping menaikkan LDL, TFA juga akan menurunkan HDL sedangkan asam lemak jenuh tidak akan mempengaruhi kadar HDL (Silalahi & Tampubolon 2002). Menurut Wardlaw & Kessel (2002), peningkatan 5% asupan energi dari asam lemak jenuh akan menaikkan resiko PJK sebesar 17%, sedangkan setiap kenaikkan 2% asupan energi dari TFA akan meningkatkan resiko PJK sebesar 93%. Asupan TFA yang tinggi juga akan mempengaruhi dan mengganggu metabolisme asam lemak omega-3 yang sangat diperlukan dan berfungsi dalam otak dan penglihatan, serta mengganggu metabolisme asam lemak esensial selama kehamilan sehingga akan mempengaruhi perkembangan janin. Oleh karena itu, asupan lemak dengan kandungan TFA yang tinggi bagi anak-anak terutama margarin tidak dianjurkan (Wardlaw & Kessel 2002). Sekitar 90% dari TFA yang dikonsumsi manusia berasal dari tumbuhan sumber utama pangan nabati yang digoreng, khususnya makanan siap saji (fast food). Jumlah asam lemak trans dapat meningkat dalam makanan berlemak akibat proses pengolahan seperti hidrogenasi (Sebedio & Chardigny 1996). Selain proses hidrogenasi, TFA juga terbentuk selama proses penggorengan. Perubahan struktur cis menjadi trans mulai terjadi pada temperature 180°C dan meningkat sebanding dengan kenaikan temperatur. TFA juga terdapat secara alami pada jumlah yang rendah di dalam daging dan produk susu sebagai hasil dari fermentasi oleh bakteri pada hewan ruminansia (Lichenstein et al. 1999). Produk biskuit, donat, dan produk lain yang menggunakan pelembut (shortening) juga menjadi sumber TFA di dalam makanan sehari-hari (Oomen et al. 2001). Di Indonesia sendiri data mengenai kadar dan konsumsi TFA belum ada, meskipun BPOM sudah memberikan keterangan pada beberapa produk cookies bahwa produk tersebut mengandung lemak trans dengan memberikan label Hydrogenated Vegetable Oil. Margarin berpotensi sebagai sumber TFA dalam
3
diet orang Indonesia, karena margarin cenderung lebih disukai daripada mentega karena bersifat lebih padat pada suhu kamar sehingga penanganannya lebih mudah dan didukung pula oleh kebiasaan orang Indonesia yang kurang menyukai susu maupun produk-produk susu (Puspitasari 1996). Meskipun demikian, saat ini produk margarin di Indonesia sudah bebas dari kandungan TFA dan produk margarin dari luar yang terbuat dari soybean dan kaya TFA sudah mulai diturunkan produksinya karena masyarakat mulai memahami akan bahaya dari TFA tersebut. Restoran-restoran fast food di Indonesia juga sudah menurunkan penggunaan minyak goreng dengan shortening untuk menurunkan kadar TFA dalam makanan yang dihasilkan. Kebanyakan penelitian mengenai pengaruh TFA hanya terkait bidang kesehatan dan masih sedikit penelitian mengenai pengaruh TFA terhadap simpanan lemak tubuh dan status gizi. Meskipun dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa simpanan lemak tubuh terutama pada bagian visceral juga menjadi resiko terhadap terjadinya PJK. Menurut Gurr (1992), metabolisme asam lemak trans dalam tubuh merupakan proses yang dinamis. Setelah diakumulasi ke dalam jaringan, asam lemak trans akan segera diganti dengan diet kontrol, hanya sejumlah kecil asam lemak trans yang tinggal di dalam jaringan. Hal ini menunjukkan bahwa asam lemak trans akan segera dikatabolisme dan dikeluarkan dari jaringan. Pengaruh asupan lemak trans terhadap peningkatan simpanan lemak dalam tubuh juga membutuhkan waktu yang cukup lama (Kohbanerjee et al. 2003) dan penelitian mengenai pengaruh TFA terhadap simpanan lemak tubuh lebih banyak aplikasinya pada hewan tikus dan primata (Atal et al. 1994). Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh dari konsumsi lemak trans terhadap simpanan lemak tubuh (persen lemak tubuh) dan status gizi.
Rumusan Masalah Prevalensi penyakit degeneratif dan status gizi lebih di Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya. Salah satu zat gizi yang diduga sangat berkontribusi terhadap penyakit degeneratif dan peningkatan status gizi adalah lemak, terutama lemak trans. Selain dari konsumsi makanan, lemak juga dapat ditinjau dari komposisinya dalam tubuh atau sering disebut juga dengan persen lemak tubuh. Penelitian mengenai lemak trans di Indonesia masih sedikit. Di wilayah Bogor sendiri juga masih sedikit penelitian mengenai persen lemak tubuh dan
4
status gizi, terutama bagi orang dewasa. Melihat pentingnya untuk mengetahui konsumsi lemak trans dan keterkaitannya dengan persen lemak tubuh serta status gizi, maka diperlukan penelitian mengenai hubungan antara konsumsi lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi pada orang dewasa di Kabupaten dan Kota Bogor. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsumsi lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi pada orang dewasa di Kabupaten dan Kota Bogor. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi contoh (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga). 2. Mengetahui asupan energi, protein, lemak total, dan lemak trans contoh. 3. Menganalisis tingkat kecukupan konsumsi energi, protein, lemak total, dan lemak trans contoh. 4. Menganalisis persen lemak tubuh contoh. 5. Menganalisis status gizi contoh yang diukur secara antropometri. 6. Menganalisis perbedaan asupan lemak trans, tingkat kecukupan konsumsi energi, lemak total, lemak trans, persen lemak tubuh, dan status gizi antara contoh di wilayah Kabupaten dengan Kota Bogor. 7. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi energi, lemak total, dan lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi contoh.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data atau informasi mengenai tingkat kecukupan energi, protein, lemak total, lemak trans, persen lemak tubuh, dan status gizi contoh di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor. Penelitian ini juga diharapkan dapat mengetahui hubungan antara konsumsi lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi contoh. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya untuk pengembangan penelitian dengan topik serupa, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran
5
bagi pemerintah Kabupaten dan Kota Bogor tentang perbaikan pola konsumsi masyarakat terutama konsumsi lemak trans dalam rangka peningkatkan derajat kesehatan dan perbaikan status gizi masyarakat.
6
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Sosial Ekonomi Masalah gizi merupakan efek kumulatif dari masalah sosial ekonomi, kesehatan, dan gizi (WHO 2008). Riset menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi keluarga anak mempunyai dampak signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan. Penyebab perbedaan ini kurang jelas, meskipun kesehatan dan gizi yang kurang baik pada tingkat sosial ekonomi rendah mungkin merupakan faktor signifikan. Sumber makanan bergizi (khususnya protein) sulit didapatkan, dan faktor lain (misalnya ukuran keluarga besar dan ketidakteraturan dalam makan, tidur, dan latihan fisik) dapat memainkan peran. Keluarga dari kelompok sosial ekonomi rendah mungkin kurang memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk memberikan lingkungan yang aman, menstimulasi, dan kaya gizi yang membentuk perkembangan optimal (Fotso et al. 2008). Usia Setiap rumah tangga memiliki kebutuhan akan makanan yang berbedabeda, perbedaan ini dapat dilihat dari umur masing-masing anggota rumah tangga. Menurut Sumarwan (2004) menyatakan bahwa perbedaan usia dapat mempengaruhi tingkat maupun macam barang dan jasa (baik berupa pangan maupun non pangan) yang akan dibeli dan dikonsumsi seseorang. Konsumen yang berbeda usia akan mengonsumsi produk dan jasa yang berbeda pula. Perbedaan usia juga dapat mengakibatkan selera dan kesukaan terhadap merek suatu produk pangan maupun jasa. Sediaoetama (1985) mengatakan bahwa distribusi kebutuhan pangan dalam rumah tangga tidak merata, artinya setiap anggota rumah tangga tersebut mendapat jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya, menurut umur dan keadaan fisiknya. Zat gizi yang diperlukan oleh anak-anak dan anggota rumah tangga yang masih muda pada umumnya lebih tinggi dari kebutuhan orang dewasa, tetapi kalau dinyatakan dalm kuantum absolut, anak-anak tentu membutuhkan kuantum makanan yang lebih kecil dibandingkan dengan kuantum yang diperlukan oleh orang dewasa. Hurlock (1980) mengelompokkan usia menjadi tiga kelompok, yaitu dewasa dini (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa lanjut (>60 tahun). Tingkat Pendidikan Menurut BPS (2004) kualitas manusia secara keseluruhan mencakup dua komponen, yaitu kualitas fisik dan non fisik yang keduanya saling berkaitan erat.
7
Kualitas fisik manusia berhubungan dengan kondisi kebugaran dan kesehatan fisik, serta daya tahan tubuh. Sejalan dengan itu, kualitas fisik seseorang biasa diukur dengan indikator kesehatan. Kualitas non fisik berhubungan dengan keterampilam,
kemampuan
intelektual,
dan
moral
serta
perilaku
yang
bermartabat. Kualitas non fisik biasanya diukur dari tingkat pendidikan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan selain merupakan sarana untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan intelektual dan keterampilan, juga merupakan sarana untuk membentuk watak dan peradaban yang sesuai dengan bangsa yang bermartabat. Pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam pendidikan formal dan non formal (Suhardjo 1989). Pendapatan Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah tingkat sosial ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya (Apriadji 1986 dalam Syafiq et al. 2009). Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Orang dengan tingkat ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatan untuk makanan, sedangkan orang dengan tingkat ekonomi tinggi akan berkurang belanja untuk makanan. Menurut Berg (1986) dalam Syafiq el al (2009)
mengatakan
bahwa
pendapatan
merupakan faktor
yang
paling
menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang diperoleh. Semakin tinggi penghasilan semakin menurun bagian penghasilan yang dialokasikan untuk membeli pangan. Bila penghasilan keluarga semakin membaik, maka jumlah uang yang dialokasikan untuk pembelian pangan meningkat, sampai tingkat tertentu dimana uang pembeli pangan itu tidak bertambah secara berarti atau dianggap tetap dan tidak banyak berubah. Hal tersebut sesuai dengan teori Engel yang menyatakan bahwa
semakin
sejahtera
seseorang
maka
semakin
kecil
persentase
pendapatannya untuk membeli pangan (Sumarwan 2003). Berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat (BPS 2011), pendapatan per kapita keluarga contoh
8
dikelompokkan menjadi dua, yaitu keluarga miskin jika pendapatan/kapita/bulan keluarga ≤Rp 220.098 dan tidak miskin jika pendapatan/kapita/bulan keluarga >Rp 220.098. Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya
yang
sama.
Ukuran
rumah
tangga
akan
mempengaruhi
pengeluaran rumah tangga (Sukandar 2007). Menurut BKKBN (1998), besar rumah tangga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar rumah tangga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu rumah tangga kecil, sedang, dan besar. Rumah tangga kecil adalah rumah tangga yang jumlah anggotanya kurang atau sama dengan 4 orang. Rumah tangga sedang adalah rumah tangga yang memiliki anggota antara lima sampai tujuh orang, sedangkan rumah tangga besar adalah rumah tangga dengan jumlah anggota lebih dari tujuh orang. Hasil penelitian Latief et al. (2000) menemukan bahwa jumlah anggota rumah tangga akan mempengaruhi kontribusi karbohidrat, lemak, dan protein terhadap total energi intake per kapita per hari. Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 1989 juga membuktikan bahwa semakin besar jumlah anggota rumah tangga semakin besar proporsi pengeluaran rumah tangga untuk makanan daripada untuk bukan makanan. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga maka akan semakin berkurang kontribusi karbohidrat, lemak dan protein terhadap total energi yang dikonsumsinya. Sanjur (1982) menyatakan bahwa jumlah pangan yang dikonsumsi dan juga
pembagian
berbagai
jenis
makanan
yang
dikonsumsi
kelluarga
berhubungan dengan besar keluarga. Keluarga yang memiliki anggota banyak, cenderung akan membagi makanan yang dimilikinya dengan semaksimal mungkin sehingga makanan yang dikonsumsi tidakakan cukup untuk memenuhi kebutuhan dari setiap orang. Hal ini dapat menyebabkan masalah gizi yang dapat tercipta berdasarkan jumlah keluarga yang besar (Suhardjo 1989). Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Hal ini disebabkan oleh besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam satu keluarga.
9
Gizi Usia Dewasa Kebutuhan gizi pada usia dewasa berubah sesuai kelompok usia tersebut. Peranan gizi pada usia dewasa terutama adalah untuk mencegah penyakit
dan
meningkatkan
kesehatan.
Makan
merupakan
salah
satu
kesenangan dalam hidup. Memilih makanan secara bijak selama usia dewasa, dapat menunjang kemampuan seseorang dalam menjaga kesehatan fisik, emosional, mental, dan mencegah penyakit. Tujuan utama kesehatan gizi pada usia dewasa adalah meningkatkan kesehatan secara menyuluruh, mencegah penyakit, dan memperlambat proses menjadi tua (Soetardjo 2011, diacu dalam Almatsier et al. 2011). Penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, kanker, serta penyakit lainnya berkaitan erat dengan gaya hidup dan proses menua. Contoh gaya hidup sehat adalah mengonsumsi makanan seimbang, minum air putih, berolahraga secara teratur, tidak merokok, cukup tidur, berteman dan bersosialisasi, selalu optimis, dan belajar seumur hidup (life long learning). Pada usia dewasa seseorang perlu menjaga kadar gula darah, kolesterol, dan tekanan darah dalam batas normal, serta berkonsultasi dengan profesi kesehatan secara teratur. Menurut Worhington et al (2000) dalam Almatsier et al. (2011) secara umum, kunci untuk memaksimalkan kesehatan seumur hidup adalah menciptakan keseimbangan antara status fisik, mental, psikologis, dan sosial.
Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya Dikemukakan oleh Maslow, pangan merupakan salah satu kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup (Sumarwan 2003). Pangan merupakan kebutuhan pokok yang paling mendasar bagi manusia, karenanya pemenuhan kebutuhan pangan merupakan bagian dari hak azasi individu. Pemenuhan kebutuhan pangan sangat penting sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan pangan, setiap negara akan mendahulukan
pembangunan
ketahanan
pangan
sebagai
fondasi
bagi
pembangunan sektor-sektor lainnya (Dewan Ketahanan Pangan 2006). Hak atas kecukupan pangan tidak dapat dilepaskan dari masalah hak asasi manusia. Aspek gizi memandang bahwa tujuan mengonsumsi pangan adalah memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh, sehingga bila hak
10
atas pangan terpenuhi, maka kualitas hidup yang baik mencakup status gizi dan kesehatan akan tercapai (Khomsan 2002). Jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi tidak saja dipengaruhi oleh produksi, ketersediaan pangan, tetapi juga daya beli, kesukaan, pendidikan, nilai sosial budaya yang berlaku di masyarakat. Metode Food Recall 24 Jam Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai istirahat malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Sanjur 1997, diacu dalam Supariasa 2002). Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, sebabgai berikut: Kelebihan metode recall 24 jam: Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden. Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi indvidu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
11
Kekurangan metode recall 24 jam: Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall satu hari. Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus unruk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate). Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian. Untuk menggambarkan konsumsi makanan sehari-hari, recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan, dan lain-lain.
Lemak Lemak adalah senyawa organik yang terdiri dari atom karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Lemak bersifat larut dalam pelarut lemak, seperti benzen, eter, petroleum, dan sebagainya. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi berbentuk padat pada suhu kamar disebut lemak, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah berbentuk cair disebut minyak (Syafiq et al. 2009). Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak sering kali ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega, dan margarin. Di samping itu, penambahan lemak dimaksudkan juga untuk menambah kalori serta memperbaiki terkstur dan cita rasa bahan pangan, seperti pada kembang gula, penambahan shortening pada pembuatan kue-kue, dan lain-lain. Berdasarkan sumbernya lemak dibedakan menjadi lemak hewani dan lemak nabati. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangka lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung
12
asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak) yang biasanya berasal dari hewan darat seperti lemak susu, lemak babi, lemak sapi, dan lemak sapi. Lemak hewan laut biasnya berbentuk cair dan disebut minyak (Winarno 2008). Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega, margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali apokat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier 2011). Lemak merupakan salah satu komponen makanan multifungsi yang sangat penting untuk kehidupan. Selain memiliki sisi positif, lemak juga mempunyai sisi negatif terhadap kesehatan. Fungsi lemak dalam tubuh antara lain sebagai sumber energi, bagian dari membran sel, mediator aktivitas biologis antar sel, isolator dalam menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung organorgan tubuh, serta pelarut vitamin A, D, E, dan K. Penambahan lemak dalam makanan memberikan efek rasa lezat dan tekstur makanan menjadi lembut dan gurih. Di dalam tubuh, lemak menghasilkan energi 2 kali lebih banyak dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, yaitu 9 kkal/gram lemak yang dikonsumsi. Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh dari hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Asam lemak pembentuk lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada atau tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan rangkap, serta letak ikatan rangkap. Berdasarkan struktur kimianya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA), yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Sementara itu, asam lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acids), dibedakan menjadi Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) memiliki satu ikatan rangkap, dan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) dengan satu atau lebih ikatan rangkap (Syafiq 2009). Asam Lemak Trans Asam lemak adalah monokarboksilat berantai lurus yang terdapat di alam sebagai ester dalam molekul lemak atau trigliserida. Hasil hidrolisis trigliserida
13
akan menghasilkan asam lemak jenuh dan tak jenuh berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap rantai karbon di dalam molekulnya. Asam lemak tak jenuh (memiliki ikatan rangkap) yang terdapat di dalam minyak dapat berada dalam dua bentuk yakni isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh alami biasanya berada sebagai asam lemak cis, hanya sedikit bentuk trans. Isomer asam lemak tak jenuh dapat dibedakan menjadi isomer geometris dan isomer posisi. Isomer geometris atau sering disebut isomer cis/trans terbentuk ketika asam lemak tak jenuh dengan konfigurasi cis terisomerasi menjadi berkonfigurasi trans. Isomer posisi terbentuk jika ikatan rangkap dalam molekul asam lemak bergeser dari posisi semula ke posisi lain. Asam lemak berikatan rangkap pada posisi 9 dan 12 jika mengalami isomerasi posisi, ikatan rangkapnya dapat berubah ke berbagai posisi dalam molekul mulai dari posisi 4 sampai 16 dengan domain pada posisi yang dekat pada posisi awalnya. Isomerisasi posisi umumnya disertai pula dengan isomerisasi geometris (Schmidt 1992).
Gambar 1 Struktur molekul asam lemak tak jenuh cis dan trans Jumlah asam lemak trans (Trans Fatty Acid/TFA) dapat meningkat di dalam makanan berlemak terutama margarin akibat dari pengolahan yang diterapkan seperti hidrogenasi dan pemanasan pada suhu tinggi. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan TFA di dalam makanan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan yakni sebagai pemicu penyakit jantung koroner (PJK) yang tidak boleh diabaikan. Bahkan menurut hasil-hasil penelitian dua tahun terakhir bahwa pengaruh TFA lebih buruk daripada efek asam lemak jeuh dan kolesterol (Silalahi & Tampubolon 2002).
14
Berdasarkan penelitian epidemiologis telah menunjukkan bahwa TFA merupakan faktor resiko yang penting pada PJK. Konsumsi TFA menimbulkan pengaruh dari asam lemak jenuh, akan tetapi disamping menaikkan LDL, TFA juga akan menurunkan HDL sedangkan asam lemak jenuh tidak akan menurunkan HDL. Jadi TFA memiliki efek yang lebih negatif lebih tinggi dibandingkan pengaruh asam lemak jenuh atau kolesterol (Ovesen et al. & Subbaiah et al. 1998). Menurut Wardlaw & Kessel (2002) peningkatan 5% asupan energi dari asam lemak jenuh akan menaikkan resiko PJK sebesar 17%, sedangkan setiap kenaikkan 2% asupan energi dari TFA akan meningkatkan resiko PJK sebesar 93%. Hal serupa juga dikemukakan oleh Silalahi (2002), bahwa menggantikan asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh sebanyak 5% akan menurunkan resiko PJK sebesar 42%, sedangkan penggantian 2% TFA dengan asam lemak cis akan mengurangi 53% resiko PJK. Mekanisme TFA menurunkan HDL adalah dengan menghambat aktifitas lechitin cholesterol acyl transferase (LCAT). Asupan TFA yang tinggi juga akan mempengaruhi dan mengganggu metabolisme asam lemak omega-3 yang sangat diperlukan dan berfungsi dalam otak dan penglihatan, serta mengganggu metabolisme asam lemak esensial selama kehamilan sehingga akan mempengaruhi perkembangan janin. Oleh karena itu asupan lemak dengan kandungan TFA yang tinggi bagi anak-anak terutama margarin tidak dianjurkan (Wardlaw & Kessel 2002). Pengaruh TFA sangat bergantung pada kadar asupan. Sekitar 90% dari TFA yang dikonsumsi manusia berasal dai tumbuhan sumber utama pangan nabati yang digoreng, khususnya makanan siap saji (fast food). Di Indonesia sendiri data mengenai kadar dan konsumsi TFA belum ada, namun margarin berpotensi pula sebagai sumber TFA dalam diet orang Indonesia, karena margarin cenderung lebih disukai daripada mentega karena bersifat lebih padat pada suhu kamar sehingga penanganannya lebih mudah dan didukung pula oleh kebiasaan orang Indonesia yang kurang menyukasi susu maupun produk-produk susu (Puspitasari 1996).
Angka Kecukupan Gizi Dikemukakan pula oleh Hardinsyah dan Martianto (1989), agar hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya manusia memerlukan sejumlah zat gizi. Jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus
15
mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan, pemeliharaan tubuh, dan pertumbuhan bagi yang masih dalam taraf pertumbuhan. Kekurangan zat gizi terutama energi dan protein pada tahap awal akan menimbulkan rasa lapar, akan tetapi bila berlangsung cukup lama akan berakibat berat badan menurun disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Apabila kekurangan berlanjut terus akan menyebabkan marasmus, kwashiorkor atau marasmus dan kwashiorkor. Penanganan yang terlambat akan mengakibatkan mudah terkena infeksi yang dapat berakhir dengan kematian. Sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan disebut sebagai kebutuhan gizi. Konsumsi yang berlebih maupun kekurangan dan berlangsung dalam jangka waktu lama akan berbahaya bagi kesehatan (Hardinsyah dan Martianto 1989). Kebutuhan gizi didefinisikan pula sebagai kebutuhan minimal zat gizi agar dapat hidup sehat, sedangkan kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar hampir semua orang (sekitar 97.5% populasi) hidup sehat. Angka Kecukupan Energi Angka kecukupan energi (AKE) pada WNPG VIII bagi orang dewasa didasarkan pada Oxford Equation, yang merupakan hasil meta analysis untuk estimasi energi basal metabolisme (EBM) berdasarkan berat badan. Basis dari RNI dan RDA adalah EAR atau kebutuhan. Oleh karena itu, sejalan dengan definisi FAO/WHO (1985) yang juga digunakan IOM (2002), Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok usia, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Khusus bagi anak, ibu hamil dan menyusui, AKE ini termasuk kebutuhan energi untuk pertumbuhan janin, cadangan energi dan produksi ASI untuk hidup sehat. Menurut hasil WNPG tahun 2004, Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata orang Indonesia untuk tingkat konsumsi sebesar 2.000 kalori dan sebesar 2.200 kalori untuk tingkat ketersediaan. Depkes (1996) mengklasifikasikan tingkat kecukupan konsumsi energi menjadi defisit berat (<70%), defisit sedang (70-79%), defisit ringan (8089%), normal (90-119%), dan lebih (≥120%). Angka Kecukupan Protein Angka Kecukupan Protein (AKP) adalah rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar
16
mencapai hampir semua populasi sehat (97,5%) di suatu kelompok usia, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat aktifitas sedang. Khusus bagi anak, ibu hamil dan menyusui ditambah untuk pertumbuhan janin, cadangan dan produksi ASI. Perbedaannya dengan AKE adalah adanya tambahan sejumlah tertentu untuk mencapai RDA, yang biasanya dengan menambah sejumlah dua kali standar deviasi atau dianggap sama dengan dua kali CV (Coefficient of Variation). Angka Kecukupan Protein (AKP) pada tingkat konsumsi sebesar 52 gram sedangkan pada tingkat ketersediaan sebesar 57 gram. Depkes (1996) juga mengklasifikasikan tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein menjadi defisit berat (<70%), defisit sedang (70-79%), defisit ringan (80-89%), normal (90-119%), dan lebih (≥120%). Angka Kecukupan Lemak Total Proporsi konsumsi energi dari lemak saat ini sekitar 20% dari total konsumsi energi. Kontribusi energi dari lemak sebaiknya tidak melebihi 30% dan perlu upaya untuk memperbaiki komposisi asam lemak yang yang lebih baik agar sejalan dengan upaya pencegahan penyakit kronik degeneratif sedini mungkin melalui pengaturan komposisi lemak/minyak yang dikonsumsi (WNPG 2004). Angka Kecukupan Lemak Trans WHO dalam FAO/WHO Expert Consultation on Fats and Fatty Acids in Human Nutrition tahun 2008 di kota Geneva menganjurkan asupan lemak total dari konsumsi makanan sebesar 20-35% dari energi total, sedangkan anjuran untuk TFA adalah sebesar <1% dari energi total. Efek negatif dari konsumsi TFA juga masih dipengaruhi oleh komponen lain terutama asam lemak tak jenuh ganda. Jadi pengaruh negatif TFA meningkat jika asupan asam lemak esensial linoleat rendah karena TFA menghambat biosintesa asam lemak arakhidonat yang sangat dibutuhkkan untuk pertumbuhan jaringan (Judd et al. 1994).
Pengukuran Komposisi Lemak Tubuh Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama, yaitu adiposa (simpanan lemak) dan jaringan bebas lemak (lean tissue). Secara konseptual, jaringan bebas lemak (lean tissue) adalah sangat aktif dalam proses metabolisme. Oleh karena itu, kebutuhan gizi erat kaitannya dengan ukuran jaringan ini. Adiposa adalah jaringan yang tidak aktif dalam proses metabolisme dan fungsi utamanya adalah sebagai cadangan energi.
17
Lemak disimpan dalam tubuh di jaringan adiposa. Konsumsi lemak yang tinggi akan menyebabkan penumpukan lemak di jaringan adiposa. Jaringan adiposa ini merupakan salah satu komponen penyusun berat badan sehingga terjadinya penumpukan lemak di jaringan adiposa akan mengakibatkan kenaikan berat badan (Owen 1988). Adiposa adalah jaringan yang terdiri dari simpanan lemak dalam bentuk trigliserida. Walaupun kurang aktif dalam proses metabolisme, adiposa mempunyai peranan penting dalam metabolisme hormon seperti sintesis estrogen setelah menopause pada wanita. Simpanan lemak utama terdapat pada lemak bawah kulit dan dalam perut. Jumlah lemak juga dapat diperhitungkan pada otot dan sekitar organ tertentu, seperti hati dan ginjal. Jumlah simpanan lemak adiposa ini akan mewakili persen lemak dalam tubuh. Lemak cadangan dapat terdistribusi di jaringan bawah kulit sebagai lemak subkutan serta di sekitar alat-alat visceral yang terdapat di dalam rongga dada dan rongga perut sebagai lemak visceral. Menurut Shephard (1989) persentase lemak tubuh umumnya akan selalu meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini terutama disebabkan karena berkurangnya aktivitas fisik. Salah satu teknik pengukuran komposisi lemak tubuh yang paling sederhana adalah dengan menggunakan skinfold caliper. Bagian-bagian tubuh yang umumnya diukur adalah tricep, bicep, subscapula, dan suprailiac. Pada awal tahun 1900, pengukuran lemak tubuh mulai diperkenalkan, dan sekarang penggunaannya sudah meluas mulai pada club fitness dan tempat-tempat latihan kebugaran lainnya. Hal ini digunakan untuk memantau cadangan lemak tubuh dan melihat tingkat obesitas seseorang (Supariasa et al. 2002). Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi berfungsi untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang mempunyai gizi yang baik atau tidak. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai status gizi antara lain adalah konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis (Riyadi 2003), akan tetapi metode yang paling sering digunakan adalah antropometri. Penilaian status gizi secara antropometri meliputi ukuran-ukuran organ atau tubuh secara keseluruhan seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Riyadi 2003).
18
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadinya antropometri adalah ukuran tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan zat gizi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Kelebihan dari penilaian status gizi secara antropometri adalah prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah contoh yang besar; relatif tidak membutuhkan tenaga ahli; alatnya murah, mudah dibawa, dan tahan
lama;
metodenya
tepat
dan
akurat;
dapat
mendeteksi
atau
menggambarkan riwayat gizi di masa lampau; serta dapat mengidentifikasi status gizi baik, kurang dan buruk karena telah ada ambang batas yang jelas. Adapun kelemahan dari penilaian status gizi secara antropometri adalah tidak sensitif untuk mendeteksi status gizi dalam waktu singkat; adanya faktor diluar gizi seperti penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi; adanya kesalahan pada saat pengukuran sehingga dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi (Supariasa et al. 2002).
Status Gizi Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Status gizi dapat dikatakan baik apabila pola makan kita seimbang artinya banyak dan jenis makanan yang kita makan sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tingkat pendapatan, pengetahuan gizi dan budaya setempat. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari (Depkes 2002). Status gizi sangat tergantung pada konsumsi dan tingkat konsumsi. tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan (Sediaoetama 1996). Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditemukan berdasarkan nilai body mass indeks (BMI). Di Indonesia istilah body mass index diterjemahkan menjadi Indeks Masa
19
Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Anggraeni 2012). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai barikut: IMT = BB(kg)/TB(m)2 WHO (2004) mengklasifikasikan status gizi berdasarkan IMT menjadi kurus (IMT<18,5), normal (IMT18,5-24,9), overweight (IMT 25-29,9), obes I (IMT 30-34,9), Obes II (IMT 35-39,9), dan Obes III (IMT ≥40). Indeks Masa Tubuh (IMT) mempunyai hubungan positif dengan lemak tubuh karena merupakan bentuk simpanan energi utama dalam tubuh dan sensitif terhadap malnutrisi yang akut. Perubahan kandungan lemak tubuh memberikan dugaan tidak langsung
dalam
keseimbangan
energi
(Riyadi
1995).
Praskoro
(1992)
mengungkapkan bahwa masukan energi yang berlebih dari sumber apa saja (karbohidrat, lemak, maupun protein) mengakibatkan kegemukan (obes), dan kegemukan termasuk salah satu faktor sekunder untuk terkena Penyakit Jantung Koroner (PJK). Dalam hal ini lemak sangat berperan karena kandungan energi lemak paling tinggi, yaitu 9 kkal/g dibandingkan dengan karbohidrat dan protein.
20
KERANGKA PEMIKIRAN Konsumsi makanan adalah jumlah makanan yang dinyatakan dalam bentuk zat gizi, salah satunya adalah lemak. Konsumsi makanan merupakan faktor terhadap keadaan gizi seseorang. Konsumsi makanan oleh masyarakat atau keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan pendidikan masyarakat yang bersangkutan (Almatsier 2001). Konsumsi dari beberapa golongan lemak dapat berdampak negatif terhadap kesehatan, salah satunya lemak trans. Asam lemak trans merupakan golongan lemak nabati yang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan. Lemak ini terbentuk akibat proses pemanasan yang terlalu tinggi dan proses hidrogenasi. Konsumsi lemak ini selain tidak baik bagi kesehatan, juga diduga dapat mempengaruhi simpanan lemak dalam tubuh dan status gizi. Komposisi tubuh seseorang terdiri dari simpanan lemak adiposa dan lean body mass. Simpanan lemak adiposa mewakili persen lemak dalam tubuh dan berkaitan dengan status gizi. Komposisi tersebut dapat diukur dengan berbagai cara, salah satunya menggunakan suatu alat yang disebut Body Fat Monitoring. Status gizi merupakan keadaan gizi seseorang yang dipengaruhi oleh asupan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi, dan dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Kualitas manusia antara lain dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan gizi. Keadaan gizi yang rendah antara lain disebabkan oleh konsumsi pangan yang rendah,
hal ini karena
mengonsumsi pangan berarti juga mengonsumsi zat gizi yang ada dalam makanan (Suhardjo 2003). Secara keseluruhan hubungan antar variabel disajikan pada Gambar 2.
21
Sosial Ekonomi Contoh: -
Jenis Kelamin
-
Usia
-
Pendidikan
-
Pekerjaan
-
Pendapatan
-
Besar Keluarga
Kebudayaan/
Informasi/
Gaya Hidup
Pengetahuan Konsumsi Makanan
Penyakit Infeksi
Asupan Energi
Asupan Lemak Total
dan Protein
danTrans
Status Gizi
Persen
(IMT)
Lemak Tubuh
Keterangan: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 2 Bagan kerangka pemikiran hubungan konsumsi lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi
22
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul Asupan Fitosterol dari Pangan pada Masyarakat di Wilayah Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah Cross-Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor dengan pertimbangan masing-masing wilayah memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda dan kemudahan akses ke masing-masing wilayah. Wilayah kabupaten terdiri dari Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciampea, sedangkan wilayah kota terdiri dari Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Bogor Timur. Wilayah kabupaten meliputi tiga kelurahan, yaitu Kecamatan Dramaga terdiri dari Kelurahan Dramaga dan Kelurahan Cikarawang, sedangkan Kecamatan Ciampea di Kelurahan Cihideung Ilir. Wilayah kota juga meliputi tiga kelurahan, yaitu Kecamatan Bogor Selatan terdiri dari Kelurahan Empang dan Kelurahan Lawang Gintung,
sedangkan
Kecamatan
Bogor
Timur
di
Kelurahan
Sukasari.
Pengambilan data penelitian berlangsung selama tiga bulan, yaitu dari bulan Mei hingga bulan Juli 2012.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi dari penelitian ini adalah seluruh laki-laki dan perempuan dewasa yang berusia 20-65 tahun dan tinggal di kelurahan-kelurahan yang telah ditentukan secara purposive. Pemilihan kelurahan-kelurahan tersebut dengan pertimbangan bahwa masing-masing kelurahan di setiap wilayah memiliki karakteristik yang sama atau homogen dan keterjangkauan peneliti ke masingmasing kelurahan di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor. Kriteria pemilihan contoh dalam penelitian ini terdiri dari kriteria awal, kriteria inklusi, dan kriteria eksklusi. Kriteria awal digunakan untuk menentukan jumlah populasi penelitian, yaitu laki-laki dan perempuan dewasa berusia 20-65 tahun. Kriteria inklusi digunakan untuk screening dalam penentuan calon contoh, yaitu orang-orang yang bersedia untuk diwawancarai dan ditetapkan untuk masing-masing wilayah sebanyak 200 calon contoh. Kriteria eksklusi digunakan untuk menentukan contoh dari calon contoh hasil screening secara random, yaitu calon contoh yang memiliki riwayat penyakit. Berdasarkan data profil wilayah masing-masing kelurahan di Kabupaten dan Kota Bogor, maka jumlah populasi yang memenuhi kriteria awal dalam
23
penelitian ini adalah 49.794 orang. Jika besar populasi (N) diketahui, maka perhitungan ukuran minimal contoh dengan menggunakan rumus Lemeshowb et al. (1997) adalah sebagai berikut:
Keterangan: z = 1,96 n = jumlah contoh minimal yang diperlukan N = populasi penelitian p = prevalensi obesitas penduduk dewasa di Jawa Barat berdasarkan Riskesdas (2010), yaitu 12,8% α = derajat kepercayaan (0,05) d = presisi (limit error = 10% atau 0,1)
Pendekatan proporsi yang digunakan adalah prevalensi obesitas penduduk dewasa di Jawa Barat berdasarkan Riskesdas (2010), karena hasil dari penelitian ini lebih fokus terhadap persen lemak tubuh dan status gizi contoh yang identik dengan peningkatan berat badan. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas, ukuran minimal contoh yang digunakan adalah 43 contoh, dan untuk mengantisipasi drop out ditambah 10% dari ukuran minimal contoh sehingga menjadi 48 contoh. Contoh akan ditarik dari wilayah kabupaten dan kota sehingga jumlah contoh untuk masing-masing wilayah adalah 48 contoh. Penarikan contoh dilakukan dengan cara random sample proporsional terhadap hasil screening di masing-masing wilayah untuk menentukan jumlah contoh yang dipilih di setiap kelurahan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan: ni = Jumlah contoh setiap kelurahan n = ukuran minimal contoh yang diambil dalam penelitian Ni = Populasi penelitian setiap kelurahan N = Jumlah populasi penelitian setiap wilayah
24
Jumlah populasi untuk setiap wilayah dalam penelitian ini diketahui berdasarkan data profil wilayah dari masing-masing kelurahan. Pada wilayah Kabupaten Bogor, jumlah populasi penelitian di Kelurahan Dramaga sebanyak 5.276 orang, di Kelurahan Cikarawang sebanyak 4.871 orang, dan di Kelurahan Cihideung Ilir sebanyak 6.773 orang. Berdasarkan perhitungan di atas dan kriteria eksklusi, maka jumlah contoh yang terpilih di Kelurahan Dramaga sebanyak 15 contoh, di Kelurahan Cikarawang sebanyak 14 contoh, dan di Kelurahan Cihideung Ilir sebanyak 19 contoh. Pada wilayah Kota Bogor, jumlah populasi penelitian di Kelurahan Empang sebanyak 15.092 orang, di Kelurahan Lawang Gintung sebanyak 10.532 orang, dan di Kelurahan Sukasari sebanyak 7.250 orang. Berdasarkan perhitungan di atas dan kriteria eksklusi, maka jumlah contoh yang terpilih di Kelurahan Empang sebanyak 22 contoh, di Kelurahan Lawang Gintung sebanyak 15 contoh, dan di Kelurahan Sukasari sebanyak 11 contoh. Secara keseluruhan penentuan jumlah contoh dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 3. Bogor
Populasi Penduduk Kabupaten Bogor (4.779.578 orang)
Populasi Penduduk Kota Bogor (950.334 orang)
Kriteria Awal Populasi Penelitian (16.920 orang)
Kab. + Kota 49.794 orang
Populasi Penelitian (32.874 orang)
Purposive Kec.Dramaga (10.147 orang)
Kec. Ciampea (6.773 orang)
Kec. Bogor Timur (7.250 orang)
Kec. Bogor Selatan (25.624 orang)
Purposive Kel. Dramaga Kel. Cikarawang Kel. Cihideung Ilir
Kel. Empang Kel. Lawang Gintung Kel. Sukasari
200 calon contoh (kriteria inklusi + screening)
200 calon contoh (kriteria inklusi + screening)
Random Sample Proporsional
Kriteria Eksklusi Kel. Dramaga (15 contoh)
Kel. Cikarawang (14 contoh)
Kel. Cihideung Ilir (19 contoh)
Kel. Sukasari (11 contoh)
Kel. Empang (22 contoh)
48 contoh
48 contoh 96 contoh
Kel. Lawang Gintung (15 contoh)
25
Keterangan: 1. Kriteria inklusi: laki-laki dan perempuan yang berusia 20-65 tahun bersedia untuk diwawancarai 2. Kriteria eksklusi: calon contoh memiliki riwayat penyakit
Gambar 3 Kerangka penarikan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik sosial ekonomi, konsumsi makanan dan minuman, persen lemak tubuh, dan status gizi berdasarkan IMT. Data sekunder meliputi profil wilayah dan data Angka Kecukupan Gizi (AKG) berdasarkan usia contoh. Data karakteristik sosial ekonomi contoh meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga. Data karakteristik sosial ekonomi contoh dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuisioner karakteristik sosial ekonomi contoh. Data konsumsi makanan dan minuman contoh meliputi konsumsi sarapan, selingan pagi, makan siang, selingan sore, dan makan malam contoh dalam satuan Ukuran Rumah Tangga (URT) yang dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuisioner food recall 2x24 jam. Data persen lemak tubuh dikumpulkan merupakan data persen lemak tubuh terhadap berat badan yang dikumpulkan dengan cara pengukuran menggunakan alat Body Fat Monitoring (Omron). Data status gizi meliputi berat badan (kg) dan tinggi badan (cm) yang dikumpulkan dengan cara penimbangan berat badan menggunakan timbangan injak dan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise. Data profil wilayah meliputi gambaran umum wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, serta jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang berusia 20-65 tahun yang dikumpulkan dari catatan arsip masing-masing kelurahan di Kabupaten dan Kota Bogor (2012). Data Angka Kecukupan Gizi (AKG) meliputi Angka Kecukupan Energi (AKE), Angka Kecukupan Protein (AKP), serta Angka Kecukupan Lemak Total dan Lemak Trans dikumpulkan melalui studi literatur berdasarkan AKG yang dianjurkan WNPG (2004) dan WHO (2008). Secara keseluruhan jenis dan cara pengumpulan data penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
26
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian No Jenis Data Data Primer
Data yang Dikumpulkan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Kelamin Usia Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besar Keluarga
1.
Karakteristik Sosial Ekonomi Contoh
2.
Konsumsi Makanan dan Minuman
Konsumsi makanan dan minuman (pagi, siang, malam, dan selingan) selama 2 hari.
3.
Persen Lemak Tubuh
Persen Lemak Tubuh terhadap Berat Badan
4.
Status Gizi berdasarkan IMT
Cara Pengumpulan Data
Wawancara dengan menggunakan kuisioner karakteristik sosial ekonomi contoh.
Wawancara dengan menggunakan kuisioner Food Recall 2x24 jam.
Pengukuran dengan menggunakan alat Body Fat Monitoring (Omron)
Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm)
Penimbangan berat badan menggunakan timbangan injak dan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise
Gambaran umum wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, serta jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang berusia 20-65 tahun.
Catatan arsip kelurahankelurahan di Kabupaten dan Kota Bogor (2012).
1. Angka Kecukupan Energi (AKE) 2. Angka Kecukupan Protein (AKP) 3. Angka Kecukupan Lemak Total 4. Angka Kecukupan Lemak Trans
Studi literatur berdasarkan AKG yang dianjurkan WNPG (2004) dan WHO (2008).
1. 2.
Data Sekunder
5.
6.
Profil Wilayah
Angka Kecukupan Gizi (AKG)
berdasarkan Usia Contoh
27
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang dilakukan meliputi entry, coding, cleaning, pengelompokan data, dan analisis. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Pengolahan dan analisis data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for windows. Karakteristik Sosial Ekonomi Contoh Pengolahan data karakteristik sosial ekonomi contoh yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga dikelompokkan
dan
dianalisis
secara
deskriptif.
Jenis
kelamin
contoh
dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. Berdasarkan Hurlock (1980) usia contoh dikelompokkan menjadi dewasa dini (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa lanjut (>60 tahun). Pendidikan contoh dikelompokkan menjadi tidak lulus SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, Diploma /sederajat, dan Sarjana/sederajat. Pekerjaan contoh dikelompokkan menjadi petani, pedagang, wiraswasta, pegawai swasta, PNS, Polisi/TNI, dan lainnya. Berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat (BPS 2011), pendapatan per kapita keluarga contoh dikelompokkan menjadi dua, yaitu keluarga miskin jika pendapatan/kapita/bulan keluarga ≤Rp 220.098 dan keluarga tidak miskin jika pendapatan/kapita/bulan keluarga >Rp 220.098. Berdasarkan BKKBN (1998) besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang). Secara keseluruhan pengelompokan karakteristik sosial ekonomi contoh disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Pengelompokan karakteristik sosial ekonomi contoh No.
Variabel
1.
Jenis Kelamin
2.
Usia
3.
Pendidikan
4.
Pekerjaan
Kelompok 1. 2. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Laki-laki Perempuan Dewasa dini (18-40 tahun) Dewasa madya (40-60 tahun) Dewasa lanjut (>60 tahun) Tidak lulus SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma/sederajat Sarjana/sederajat Petani Pedagang Wiraswasta Pegawai swasta PNS Polisi/TNI
Sumber Acuan
Hurlock (1980)
28 Tabel 2 (Lanjutan) No.
Variabel
5.
Pendapatan (Rp/kapita/bulan)
6.
Besar Keluarga
Sumber Acuan
Kelompok 7. 1. 2. 1. 2. 3.
Lainnya Keluarga Miskin (≤ Rp 220.098) Keluarga Tidak miskin (>Rp 220.098) Keluarga kecil (≤ 4 orang) Keluarga sedang (5-7 orang) Keluarga besar (≥ 8 orang)
BPS (2011) BKKBN (1998)
Asupan Zat Gizi Asupan zat gizi contoh diperoleh dari pengolahan data konsumsi makanan dan minuman contoh. Data konsumsi makanan dan minuman contoh dalam satuan URT diolah dengan cara mengelompokkan makanan dan minuman yang dikonsumsi contoh dalam golongan bahan makanan, seperti nasi, laukpauk, sayur, buah, dan minuman, kemudian dikonversikan ke dalam bentuk energi, protein, dan lemak total dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2010) dan dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Hardinsyah & Briawan 2004): KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan: KGij
:
Kandungan zat gizi i dari pangan j dengan berat B gram
Bj
:
Berat pangan j (g)
Gij
:
Kandungan zat gizi i dalam 100 g BDD pangan j
BDD
:
Persen pangan j yang dapat dimakan (%BDD)
Untuk kandungan lemak trans dari makanan dan minuman yang dikonsumsi dapat diketahui berdasarkan data dari U.S. Department of Agriculture (USDA 2011) dengan satuan g/100 g makanan dan minuman yang dikonsumsi contoh . Tingkat Kecukupan Zat Gizi Tingkat kecukupan
zat
gizi
dalam
penelitian ini
diperoleh
dari
perbandingan asupan zat gizi contoh dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Untuk menghitung angka kecukupan energi dan protein contoh digunakan rumus: AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI
= Angka kecukupan gizi contoh
Ba
= Berat badan aktual sehat (kg)
Bs
= Berat badan standar (kg)
AKG
= Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2004)
29
Tingkat kecukupan energi dan protein dihitung berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan menurut usia dan berat badan sehat (WNPG 2004), sedangkan bagi individu dengan status gizi kurus atau gemuk, maka digunakan berat badan ideal sehingga AKG individu kurus atau gemuk sama dengan AKG menurut WNPG (2004). Tingkat kecukupan energi dan protein dihitung menggunakan rumus: TKG = (K/AKGI) x 100 Keterangan: TKG
= Tingkat kecukupan zat gizi
K
= Konsumsi zat gizi
AKGI
= Angka kecukupan gizi contoh
Tingkat kecukupan energi dan protein diklasifikasikan berdasarkan standar Depkes (1996) yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Tingkat kecukupan energi, protein berdasarkan standar Depkes (1996) Klasifikasi Lebih Normal Defisit Ringan Defisit Sedang Defisit Berat
Tingkat Kecukupan ≥120 % 90-119% 80-89% 70-79% <70%
Angka kecukupan lemak total dan lemak trans lebih difokuskan pada kontribusi energi yang berasal dari asupan lemak total dan lemak trans contoh. Kecukupan lemak total menggunakan perhitungan asupan lemak total berkisar antara 20-30% dari konsumsi energi contoh sesuai dengan anjuran WNPG (2004), sedangkan kecukupan lemak trans sesuai dengan anjuran WHO (2008), yaitu asupan lemak trans <1% konsumsi energi contoh. Tingkat kecukupan lemak total diklasifikasikan menjadi kurang (<20% konsumsi energi), cukup (2030% konsumsi energi), dan lebih (>30% konsumsi energi). Tingkat kecukupan lemak trans diklasifikasikan menjadi sesuai anjuran (<1% konsumsi energi) dan tidak sesuai anjuran (≥1% konsumsi energi). Persen Lemak Tubuh Persen lemak tubuh yang diukur dapat menggambarkan jumlah simpanan lemak dalam jaringan adiposa. Data persen lemak tubuh diolah dengan mengelompokkan
berdasarkan
jenis
kelamin,
kemudian
diklasifikasikan
berdasarkan standar alat Body Fat Monitoring (Omron) yang disajikan pada Tabel 4.
30
Tabel 4 Klasifikasi persen lemak tubuh berdasarkan standar alat Body Fat Monitoring (Omron) Persen Lemak Tubuh Kurang Normal Tinggi
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan <10% <20% 10-20% 20-30% >20% >30%
Status Gizi Penilaian status gizi dalam penelitian ini berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung dengan menggunakan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m)2 Status gizi diklasifikasikan berdasarkan IMT menurut standar WHO (2004) yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Klasifikasi status gizi dewasa berdasarkan standar WHO (2004) Klasifikasi Status Gizi Kurus Normal Overweight Obes I Obes II Obes III
2
IMT (kg/m ) <18,5 18,5-24,9 25-29,9 30-34,9 35-39,9 ≥40
Sumber: WHO (2004)
Uji beda Independent Sample T-Test digunakan untuk melihat perbedaan asupan lemak trans, tingkat kecukupan konsumsi energi, lemak total, lemak trans, persen lemak tubuh, dan status gizi antara contoh di Kabupaten dengan di Kota Bogor. Uji korelasi Pearson dan Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi energi, lemak total, dan lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi contoh. Definisi Operasional Populasi adalah sejumlah subjek yang memiliki karakteristik tertentu yang akan menjadi calon contoh untuk penelitian. Contoh adalah pria dan perempuan dewasa yang berusia 20-65 tahun yang tinggal di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor. Kriteria inklusi adalah kriteria yang digunakan dalam memilih calon contoh untuk dijadikan contoh dalam penelitian ini, yaitu laki-laki dan perempuan yang berusia 20-65 tahun bersedia untuk diwawancarai.
31
Kriteria eksklusi adalah kriteria yang digunakan untuk menyingkirkan atau membatasi calon contoh dalam penlitian ini, yaitu calon contoh yang memiliki riwayat penyakit. Karakteristik sosial ekonomi contoh adalah identitas diri contoh yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh contoh yang
dikelompokkan
menjadi
tidak
lulus
SD,
SD/sederajat,
SMP/sederajat, SMA/sederajat, Diploma /sederajat, Sarjana/sederajat, dan lainnya. Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan oleh contoh dengan tujuan untuk memperoleh profit. Pendapatan adalah semua hasil yang diterima seluruh anggota rumah tangga dari hasil kerja perbulan dalam rupiah yang dikelompokkan menjadi miskin jika pendapatan/kapita/bulan keluarga ≤Rp 220.098 dan keluarga tidak miskin jika pendapatan/kapita/bulan keluarga >Rp 220.098. Besar
keluarga
adalah
jumlah
anggota
dalam
setiap
keluarga
yang
dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang). Konsumsi zat gizi adalah asupan zat gizi yang diperoleh dari makanan, baik dari makanan pokok maupun makanan jajanan yang dikonsumsi per hari. Energi adalah zat gizi yang diperoleh dari makanan dan minuman yang dikonsumsi dan dibutuhkan untuk membantu metabolisme tubuh serta aktivitas fisik yang dinyatakan dalam satuan kilo kalori. Protein adalah zat gizi yang diperoleh dari pangan hewani dan nabati sebagai zat pembangun tubuh yang dinyatakan dalam satuan gram. Lemak total adalah kandungan lemak secara keseluruhan dari makanan yang dikonsumsi, baik lemak jenuh maupun tak jenuh. Lemak trans adalah asam lemak tidak jenuh (memiliki ikatan rangkap) dalam makanan yang menjadi faktor resiko penyakit kardiovaskular dan banyak terkandung dalam lemak nabati, terutama margarin. Angka Kecukupan Energi dan Protein adalah jumlah energi dan protein yang sebaiknya dipenuhi contoh agar hampir semua orang (sekitar 97.5% populasi) hidup sehat, selain itu berguna untuk mengukur tingkat konsumsi, perencanaan konsumsi, dan ketersediaan pangan.
32
Angka Kecukupan Lemak Total adalah proporsi konsumsi energi dari lemak yang berkisar antara 20-30% dari total konsumsi energi sesuai dengan anjuran WNPG (2004). Angka Kecukupan Lemak Trans adalah anjuran untuk membatasi konsumsi lemak trans menurut WHO (2008), yaitu sebesar <1% dari energi total. Persen lemak tubuh adalah komposisi lemak dalam tubuh yang tersimpan dalam jaringan adiposa dan dapat diukur dengan berbaga cara, salah satunya dengan menggunakan alat Body Fat Monitoring (Omon) dan diklasifikasikan menjadi kurang, normal, dan tinggi. Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang diukur secara antropometri dan
ditentukan
berdasarkan
indeks
massa
tubuh
(IMT),
serta
diklasifikasikan menjadi kurus, normal, overweight, obes I, obes II, dan obes III.
33
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kabupaten dan Kota Bogor Bogor merupakan wilayah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah penduduk cukup tinggi. Bogor terbagi menjadi dua wilayah, yaitu kota dan kabupaten. Secara sosial ekonomi, wilayah kabupaten berbeda dengan wilayah kota, baik dari jumlah penduduk, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Wilayah kabupaten lebih didominasi oleh pertanian, perikanan, dan kehutanan yang sangat berperan penting dalam perekonomian masyarakat di Kabupaten Bogor. Wilayah Kota Bogor lebih didominasi oleh bidang pariwisata. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan dengan jumlah total kelurahan paling banyak di Provinsi Jawa Barat, yaitu berjumlah 428 kelurahan, sedangkan Kota Bogor hanya terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Berdasarkan data BPS dari hasil sensus tahun 2010, jumlah penduduk di Kabupaten Bogor mencapai 4.779.578 orang, sedangkan jumlah penduduk di Kota Bogor mencapai 950.334 orang. Kelurahan yang dipilih untuk menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini untuk wilayah kabupaten adalah Kelurahan Dramaga, Kelurahan Cikarawang, dan Kelurahan Cihideung Ilir, sedangkan kelurahan yang dipilih untuk wilayah kota adalah Kelurahan Empang, Kelurahan Sukasari, dan Kelurahan Lawang Gintung. Pertimbangan pemilihan kelurahan-kelurahan tersebut sebagai lokasi penelitian adalah masing-masing kelurahan memiliki kriteria yang sama atau homogen dan faktor keterjangkauan peneliti ke masing-masing lokasi. Karakteristik Sosial Ekonomi Contoh Penelitian ini menggunakan contoh orang dewasa yang berusia 20-65 tahun yang bertempat tinggal di Kabupaten dan Kota Bogor. Berdasarkan perhitungan jumlah contoh maka ditetapkan jumlah contoh untuk masing-masing wilayah adalah 48 orang. Jumlah contoh yang terpilih untuk wilayah kabupaten adalah di Kelurahan Dramaga sebanyak 15 orang, di Kelurahan Cikarawang sebanyak 14 orang, dan di Kelurahan Cihideung Ilir sebanyak 19 orang, sedangkan jumlah contoh yang terpilih untuk wilayah kota adalah di Kelurahan Empang sebanyak 22 orang, di Kelurahan Lawang Gintung sebanyak 15 orang, dan di Kelurahan Sukasari sebanyak 11 orang. Karakteristik sosial ekonomi contoh meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga contoh.
34
Jenis Kelamin Pada penelitian ini jenis kelamin contoh terdiri dari laki-laki dan perempuan. Sebaran jenis kelamin contoh di wilayah kabupaten dan kota disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin No. 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total
Wilayah Kabupaten Kota N % n % 20 41,7 17 35,4 28 58,3 31 64,6 48 100 48 100
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa contoh laki-laki paling banyak terdapat di wilayah kabupaten dengan persentase 41,7%, sedangkan contoh perempuan paling banyak terdapat di wilayah kota dengan persentase 64,6%. Sebaran jenis kelamin contoh dipengaruhi oleh kriteria pemilihan contoh yang sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit. Jumlah contoh perempuan lebih banyak dibandingkan contoh laki-laki karena berdasarkan hasil wawancara contoh perempuan lebih banyak yang sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit dibandingkan dengan contoh laki-laki. Usia Usia merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktifitas seseorang (Khomsan et al. 2007). Terdapat keberagaman usia contoh dalam penelitian ini, yaitu berkisar antara 25-65 tahun. Sebaran usia contoh di wilayah kabupaten dan kota disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran kelompok usia contoh Wilayah No. 1. 2. 3.
Kelompok Usia Dewasa Dini Dewasa Madya Dewasa Akhir Total Rata-rata ± SD
Kabupaten N % 28 58,3 16 33,4 4 8,3 48 100 39,81 ± 12,76
Kota n % 30 62,5 14 29,2 4 8,3 48 100 39 ± 11,56
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa rata-rata usia contoh untuk wilayah kabupaten adalah 39,81 ± 12,76 tahun dan untuk wilayah kota adalah 39 ± 11,56. Berdasarkan sebaran usia contoh, baik wilayah kabupaten maupun kota kebanyakan termasuk dalam kelompok usia dewasa dini, yaitu sebesar 58,3% untuk wilayah kabupaten dan 62,5% untuk wilayah kota. Dari keseluruhan contoh dalam penelitian ini usia paling muda untuk wilayah kabupaten adalah 26 tahun
35
dan untuk wilayah kota adalah 25 tahun, sedangkan usia paling tua baik di wilayah kabupaten maupun kota adalah 65 tahun. Pendidikan Pendidikan formal seseorang dapat mempengaruhi banyak hal, salah satunya pengetahuan gizi. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan formal yang tinggi dapat mempunyai pengetahuan yang tinggi pula (Pranadji 1988). Sebaran pendidikan contoh di wilayah kabupaten dan kota disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran pendidikan contoh No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pendidikan Tidak Lulus SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma/sederajat Sarjana/sederajat Total
Wilayah Kabupaten Kota n % n % 3 6,2 2 4,2 19 39,6 13 27,1 13 27,1 9 18,7 11 22,9 17 35,4 0 0 3 6,2 2 4,2 4 8,4 48 100 48 100
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir contoh untuk wilayah kabupaten dengan persentase terbesar adalah SD/sederajat, yaitu sebesar 39,6%. Pendidikan terakhir contoh untuk wilayah kota dengan persentase terbesar adalah SMA/sederajat, yaitu sebesar 35,4%. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa pendidikan terakhir contoh di wilayah kota lebih tinggi dibandingkan contoh di kabupaten. Pekerjaan Pekerjaan contoh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi petani, pedagang, wiraswasta, pegawai swasta, PNS, polisi/TNI, dan pekerjaan lainnya. Pekerjaan lainnya diantaranya adalah ibu rumah tangga, buruh bangunan, buruh cuci, pengajar gereja, penjaga sekolah, tukang ojek, dan supir. Beberapa contoh juga ada yang sudah tidak bekerja karena usianya yang sudah tua. Sebaran pekerjaan contoh di wilayah kabupaten dan kota disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran pekerjaan contoh No.
Pekerjaan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Petani Pedagang Wiraswasta Pegawai Swasta PNS Polisi/TNI
Wilayah Kabupaten Kota n % n % 1 2,1 0 0 5 10,4 4 8,3 4 8,3 5 10,4 3 6,3 0 0 1 2,1 4 8,3 0 0 6 12,6
36 Tabel 9 (Lanjutan) No.
Pekerjaan
7.
Lainnya Total
Wilayah Kabupaten Kota n % n %
34
70,8
29
60,4
48
100
48
100
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa pekerjaan contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten maupun kota adalah ibu rumah tangga, yaitu 48% untuk wilayah kabupaten dan 41,7% untuk wilayah kota. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa di wilayah kabupaten terdapat contoh yang memiliki pekerjaan sebagai polisi/TNI, sedangkan untuk wilayah kabupaten terdapat contoh yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta. Pendapatan Menurut Harper et al (1986), pendapatan seseorang atau keluarga akan menentukan daya beli terhadap pangan. Semakin meningkatnya pendapatan seseorang maka akan terjadi perubahan di dalam susunan menunya setiap hari. Pendapatan keluarga dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi keluarga miskin dan tidak miskin berdasarkan data garis kemiskinan BPS Jawa Barat (2011). Sebaran pendapatan contoh di wilayah kabupaten dan kota disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran pendapatan contoh No.
Pendapatan
1. 2.
Miskin (≤ Rp 220.098) Tidak miskin (>Rp 220.098) Total Rata-rata ± SD
Wilayah Kabupaten Kota n % n % 20 41,7 12 27,1 28 58,3 36 72,9 48 100 48 100 301.808,61 ± 296.721,65 518.098,96 ± 486.392,95
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan per kapita keluarga contoh di wilayah kabupaten sebesar Rp 301.808,61 ± 296.721,65, sedangkan rata-rata pendapatan contoh di wilayah kota sebesar Rp 518.098,96 ± 486.392,95. Pendapatan per kapita keluarga contoh baik di wilayah kabupaten maupun kota dengan persentase terbesar termasuk dalam kelompok keluarga tidak miskin, yaitu sebesar 58,3% untuk wilayah kabupaten dan 72,9% untuk wilayah kota. Besar Keluarga Besar keluarga ditentukan dengan cara mendata jumlah anggota keluarga. Ukuran besarnya keluarga berkaitan erat dengan kejadian masalah gizi dan kesehatan. Besar keluarga contoh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar berdasarkan
37
BKKBN (1998). Sebaran besar keluarga contoh di wilayah kabupaten dan kota disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran besar keluarga contoh No.
Besar Keluarga
1. 2. 3.
Keluarga kecil (≤ 4 orang) Keluarga sedang (5-7 orang) Keluarga besar (≥ 8 orang) Total Rata-rata ± SD
Wilayah Kabupaten Kota n % n % 29 60,4 31 64,6 16 33,3 16 33,3 3 6,3 1 2,1 48 100 48 100 4,56 ± 2,12 3,92 ± 1,49
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa rata-rata besar keluarga contoh di wilayah kabupaten adalah 4,56 ± 2,12, sedangkan rata-rata besar keluarga contoh di wilayah kota adalah 3,92 ± 1,49. Besar keluarga contoh baik di wilayah kabupaten maupun kota dengan persentase terbesar termasuk dalam kelompok keluarga kecil, yaitu sebesar 60,4% untuk wilayah kabupaten dan 64,6% untuk wilayah kota. Asupan Zat Gizi Asupan zat gizi merupakan asupan yang diperoleh orang dari konsumsi makanan dan minuman. Asupan zat gizi ini terbagi menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan mikro. Zat gizi makro terdiri dari energi, karbohidrat, protein, dan lemak, sedangkan zat gizi mikro terdiri dari vitamin dan mineral. Asupan zat gizi yang dianalis dalam penelitian ini hanya zat gizi makro, yaitu energi, protein, lemak total, dan lemak trans. Zat gizi makro lebih berperan dalam metabolisme energi yang akan digunakan untuk aktifitas sehari-hari. Asupan Energi Asupan energi sangat penting bagi kehidupan sehari-hari, terutama untuk membantu metabolisme tubuh. Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan aktifitas fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi, dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan energi jangka panjang (WNPG 2004). Pada usia dewasa kebutuhan energi akan meningkat. Hal ini disebabkan aktifitas fisik pada usia dewasa semakin tinggi. Rata-rata asupan energi contoh dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 4.
38
Gambar 4 Rata-rata asupan energi contoh Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa rata-rata asupan energi contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 1634 ± 566 kkal dengan asupan yang berkisar antara 541-3540 kkal, sedangkan rata-rata asupan energi contoh untuk wilayah kota sebesar 1623 ± 451 kkal dengan asupan yang berkisar antara 8712979 kkal. Kelompok pangan yang memberikan kontribusi terbesar bagi asupan energi contoh dalam penelitian ini adalah kelompok serealia dan hasil olahannya, seperti nasi, bubur nasi, dan mie. Jenis makanan yang menyumbang asupan energi tertinggi adalah nasi (1780 kkal). Rata-rata asupan energi contoh di wilayah kabupaten lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah kota. Hal ini sesuai dengan tingginya aktifitas dan pekerjaan contoh di wilayah kabupaten sehingga membutuhkan asupan energi yang lebih tinggi. Asupan Protein Protein adalah zat gizi utama untuk mempertahankan pertumbuhan dan struktur tubuh, tetapi protein adalah sumber yang miskin untuk penyediaan energi dalam periode yang cepat untuk orang yang aktif fisiknya. Sumber protein dapat berasal dari pangan hewani dan nabati. Protein hewani contohnya adalah daging (dianjurkan daging yang tidak berlemak), ayam, ikan, telur dan susu. Sumber protein nabati yang dianjurkan adalah tahu, tempe, dan kacangkacangan (kacang tanah, kedelai dan kacang hijau) (Depkes 2002). Rata-rata asupan protein contoh dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 5.
39
Gambar 5 Rata-rata asupan protein contoh Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa rata-rata asupan protein contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 48 ± 20,88 gram dengan asupan yang berkisar antara 14,25-116,79 gram, sedangkan rata-rata asupan protein contoh untuk wilayah kota sebesar 50 ± 20,58 gram dengan asupan yang berkisar antara 20,58-119,39 gram. Kelompok pangan yang memberikan kontribusi terbesar dalam asupan protein adalah kacang-kacangan dan hasil olahannya. Jenis makanan yang menyumbang asupan protein terbesar bagi contoh dalam penelitian ini adalah bubur kacang ijo (81,92 gram). Tempe, udang, sate ayam, bakso, dan tahu juga menyumbang asupan protein yang cukup tinggi bagi contoh dalam penelitian ini. Rata-rata asupan protein contoh di wilayah kota lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kabupaten karena konsumsi pangan sumber protein pada contoh di wilayah kota lebih tinggi. Menurut hasil penelitian Riskesdas (2010), penduduk di perdesaan yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal lebih tinggi dari penduduk di perkotaan. Konsumsi protein juga cenderung berbeda berdasarkan jenis kelamin dan usia. Pada kelompok usia dewasa, konsumsi protein penduduk laki-laki lebih tinggi dari penduduk perempuan. Kelompok usia 64 tahun ke atas memiliki konsumsi protein yang paling rendah. Asupan Lemak Total Lemak perlu dikonsumsi karena memiliki banyak kegunaan bagi tubuh, yaitu sebagai sumber energi, penyimpanan cadangan energi, mengatur suhu tubuh, memberi rasa kenyang, pelaksana metabolisme, pelarut vitamin A, D, E,
40
dan K, serta penyedia asam lemak esensial (Wenck et al. 1980). Hasil analisis terhadap data modul konsumsi Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan rata-rata asupan lemak total penduduk Indonesia adalah 58,1 g/kap/hr pada tahun 2002, meningkat menjadi 61,5 g/kap/hr tahun 2007 dan 64,7 g/kap/hr tahun 2009. Asupan lemak contoh dalam penelitian ini terdiri dari asupan lemak total dan lemak trans. Rata-rata asupan lemak total contoh disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Rata-rata asupan lemak total contoh Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa rata-rata asupan lemak total contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 50 ± 21,02 gram dengan asupan yang berkisar antara 11,97-95,03 gram, sedangkan rata-rata asupan lemak total contoh untuk wilayah kota sebesar 53 ± 21,75 gram dengan asupan yang berkisar antara 19,44-103,40 gram. Berdasarkan rata-rata asupan lemak total tersebut, jika dilihat kontribusinya terhadap rata-rata asupan energi contoh dapat disimpulkan bahwa rata-rata asupan lemak total contoh baik di wilayah kabupaten maupun kota masih memenuhi kecukupan. Rata-rata asupan lemak total contoh di wilayah kota lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kabupaten karena konsumsi pangan sumber lemak pada contoh di wilayah kota lebih tinggi, terutama pangan sumber lemak hewani seperti daging sapi, telur, dan susu. Hal ini juga sesuai dengan hasil analisis Susenas (2009) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi atau daya beli rumah tangga maka semakin tinggi konsumsi lemak total. Ratarata konsumsi lemak total pada kelompok pengeluaran tertinggi tiga kali
41
konsumsi lemak total pada kelompok pengeluaran paling rendah. Hasil penelitian ini juga tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Riskesdas (2010) yang menyatakan bahwa rata-rata asupan lemak di pedesaan sebesar 41,9 gram dan di perkotaan sebesar 52 gram. Asupan Lemak Trans Asupan lemak trans yang dikonsumsi manusia 90% berasal dari pangan nabati yang diigoreng. Lemak dan pangan hewani hanya menyumbang sekitar 10% asupan lemak trans dalam bentuk susu, daging, dan mentega. Sumber utama dalam asupan lemak trans adalah margarin. Asupan lemak trans dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan database dari USDA dalam satuan gram/100 gram pangan yang dikonsumsi. Rata-rata asupan lemak trans contoh disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Rata-rata asupan lemak trans contoh Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa rata-rata asupan lemak trans contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 0,40 ± 0,38 gram dengan asupan yang berkisar antara 0-2,22 gram, sedangkan rata-rata asupan lemak trans contoh untuk wilayah kota sebesar 0,41 ± 0,51 gram dengan asupan yang berkisar antara 0-3,26 gram. Berdasarkan rata-rata asupan lemak trans tersebut, jika dilihat kontribusinya terhadap rata-rata asupan energi contoh dapat disimpulkan bahwa rata-rata asupan lemak trans contoh baik di wilayah kabupaten maupun kota masih sesuai anjuran. Rata-rata asupan lemak trans contoh di wilayah kota lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kabupaten karena contoh di wilayah kota lebih
42
banyak mengonsumsi pangan sumber lemak trans seperti telur, ayam, daging, akan tetapi hasil uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara asupan lemak trans contoh di wilayah kabupaten dengan kota (p>0,05), karena rata-rata asupan lemak trans contoh di wilayah kabupaten dengan kota tidak begitu berbeda jauh. Pangan dengan kandungan lemak trans paling tinggi adalah jenis biskuit dan kue yang pengolahannya dipanggang (0,77 g) dan mentega (0,065 g). Tingkat Kecukupan Zat Gizi Tingkat kecukupan zat gizi menggambarkan seberapa besar kontribusi zat gizi yang diperoleh dari konsumsi makanan terhadap tingkat kecukupan yang dianjurkan. Tingkat kecukupan energi dan protein dalam penelitian ini diperoleh dari perbandingan asupan energi dan protein contoh dengan angka kecukupan energi dan protein dalam AKG dalam WNPG (2004) berdasarkan usia contoh. Kecukupan lemak total diperoleh dengan perhitungan asupan lemak total berkisar antara 20-30% dari konsumsi energi contoh sesuai dengan anjuran WNPG (2004), sedangkan kecukupan lemak trans sesuai dengan anjuran WHO (2008), yaitu asupan lemak trans <1% konsumsi energi contoh. Tingkat Kecukupan Energi Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok usia, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Menurut hasil WNPG tahun 2004, Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata orang Indonesia untuk tingkat konsumsi sebesar 2.000 kalori dan sebesar 2.200 kalori untuk tingkat ketersediaan. Tingkat kecukupan energi (TKE) contoh dalam penelitian ini diperoleh dengan membandingkan asupan energi masing-masing contoh terhadap angka kecukupan energinya (AKEi) dalam AKG berdasarkan usia contoh. Tingkat kecukupannya diklasifikasikan berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi (TKE) yang berdasarkan standar Depkes (1996). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi disajikan pada Gambar 8.
43
Gambar 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa persentase tingkat kecukupan energi contoh terbesar baik wilayah kabupaten (33,33%) maupun kota (29,17%) adalah defisit berat, sedangkan persentase tingkat kecukupan energi yang terkecil baik wilayah kabupaten (12,5%) maupun kota (10,42%) adalah defisit sedang. Baik contoh di wilayah kabupaten maupun kota memiliki tingkat kecukupan energi yang masih kurang, karena konsumsi makanan yang berkontribusi dalam asupan energi masih kurang. Hasil penelitian Riskesdas (2010) juga menyatakan bahwa penduduk Indonesia yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia) masih cukup tinggi, yaitu sebesar 40,7%. Meskipun sebagian besar contoh dalam penelitian ini termasuk dalam kelompok keluarga tidak miskin, akan tetapi sebagian besar contoh masih memiliki tingkat kecukupan energi yang defisit. Hal ini bisa disebabkan karena konsumsi makanan dan minuman contoh dalam penelitian ini yang menyumbang asupan energi masih rendah dan kurang memenuhi anjuran. Dari hasil wawancara recall juga diketahui bahwa masih terdapat beberapa contoh yang konsumsi makannya hanya dua kali sehari dan dalam jumlah yang sedikit.
Tingkat Kecukupan Protein Angka Kecukupan Protein (AKP) adalah rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai hampir semua populasi sehat (97,5%) di suatu kelompok usia, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat aktifitas sedang. Angka
44
Kecukupan Protein (AKP) pada tingkat konsumsi sebesar 52 gram sedangkan pada tingkat ketersediaan sebesar 57 gram. Perhitungan tingkat kecukupan protein (TKP) contoh sama dengan perhitungan TKE, yaitu dengan membandingkan asupan protein masing-masing contoh terhadap angka kecukupan proteinnya (AKPi) dalam AKG berdasarkan usia contoh dan diklasifikasikan berdasarkan kategori tingkat kecukupan protein (TKP) yang berdasarkan standar Depkes (1996). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa persentase tingkat kecukupan protein contoh terbesar untuk wilayah kabupaten adalah defisit berat (31,25%) dan normal (31,25%), sedangkan persentase tingkat kecukupan protein yang terkecil adalah defisit sedang (6,25%). Untuk wilayah kota, persentase tingkat kecukupan protein contoh terbesar adalah normal (29,17%), sedangkan persentase tingkat kecukupan protein terkecil adalah defisit sedang (6,25%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dasuki (2002) yang meyatakan bahwa ratarata tingkat kecukupan protein contoh di wilayah desa yang terbesar adalah defisit atau kurang, sedangkan di wilayah kota rata-rata tingkat kecukupan protein contoh terbesar adalah normal. Hasil penelitian Riskesdas (2010) juga menyatakan bahwa persentase penduduk dewasa yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal cukup masih cukup tinggi, yaitu sebesar 38,3%.
45
Tingkat Kecukupan Lemak Total Tingkat kecukupan lemak total (TKL) diperoleh dengan perhitungan asupan lemak total berkisar antara 20-30% dari konsumsi energi contoh sesuai dengan anjuran WNPG (2004). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak total disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak total Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa persentase tingkat kecukupan lemak total contoh terbesar untuk wilayah kabupaten adalah cukup (43,75%), sedangkan persentase tingkat kecukupan energi yang terkecil adalah kurang (16,67%). Untuk wilayah kota, persentase tingkat kecukupan lemak total contoh terbesar adalah lebih (45,83%), sedangkan persentase tingkat kecukupan energi yang terkecil adalah kurang (14,58%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Riskesdas (2010) bahwa kontribusi energi dari konsumsi lemak di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Konsumsi lemak yang tinggi juga identik dengan pengingkatan massa lemak tubuh. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya rata-rata persen lemak tubuh contoh dalam penelitian ini terutama untuk contoh di wilayah kota. Tingkat Kecukupan Lemak Trans Tingkat kecukupan lemak trans diperoleh dengan perhitungan asupan lemak trans <1% konsumsi energi contoh anjuran WHO (2008). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak trans disajikan pada Gambar 11.
46
Gambar 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak trans Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh baik di wilayah kabupaten maupun kota memiliki tingkat kecukupan lemak trans yang sesuai anjuran (97,92%), akan tetapi sebanyak 2,08% contoh di kabupaten dan kota memiliki tingkat kecukupan lemak trans yang tidak sesuai anjuran. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa contoh yang konsumsi lemak transnya tinggi. Meskipun asupan lemak trans memiliki kontribusi terhadap asupan energi, akan tetapi hasil metabolismenya lebih banyak bersifat negatif terutama terhadap kadar LDL dan HDL dalam darah yang berkaitan dengan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular, sehingga konsumsinya harus dibatasi (Puspitasari 2006). Persen Lemak Tubuh Lemak tubuh dapat diukur secara absolut dinyatakan dalam kilogram maupun secara relatif dinyatakan dalam persen terhadap berat tubuh total Persen lemak dalam tubuh harus terdapat dalam persentase yang normal, jika melebihi persentase batas normal tersebut dapat terjadi kelainan-kelainan pada tubuh kita, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak, seperti terjadinya kegemukan, arterosklerosis (penebalan dinding pembuluh darah), peningkatan tekanan darah, stroke dan serangan jantung (Huda 2007). Persen lemak tubuh contoh dalam penelitian ini diukur menggunakan alat Body Fat Monitoring (Omron). Persen lemak tubuh contoh diklasifikasikan
47
berdasarkan jenis kelamin karena laki-laki dan perempuan memiliki komposisi lemak tubuh yang berbeda. Sebaran persen lemak tubuh contoh berdasarkan wilayah disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Sebaran persen lemak tubuh contoh berdasarkan wilayah Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa rata-rata persen lemak tubuh contoh di wilayah kabupaten adalah 24,81 ± 8,44, sedangkan di wilayah kota adalah 27,62 ± 8,01. Sebaran persen lemak tubuh contoh dengan persentase terbesar baik wilayah kabupaten maupun kota adalah tinggi, yaitu sebesar 48% untuk wilayah kabupaten dan 60,4% untuk wilayah kota. Sebaran persen lemak tubuh contoh dengan persentase terkecil baik wilayah kabupaten maupun kota adalah kurang, yaitu sebesar 8,3% untuk wilayah kabupaten dan 2,1% untuk wilayah kota. Pada wilayah kota, sebaran persen lemak tubuh contoh baik yang kurang maupun tinggi lebih besar persentasenya dibandingkan wilayah kabupaten. Pada wilayah kabupaten, sebaran persen lemak tubuh contoh normal lebih besar persentasenya dibandingkan wilayah kota. Persen lemak tubuh yang tinggi sangat berkaitan dengan pola konsumsi yang kurang baik terutama lemak dan akan berakibat pada terjadinya obesitas. Sebaran persen lemak tubuh contoh juga bisa dibedakan berdasarkan jenis kelamin yang disajikan pada Gambar 13.
48
Gambar 13 Sebaran persen lemak tubuh contoh berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa rata-rata persen lemak tubuh contoh laki-laki sebesar 26,02 ± 8,30, sedangkan contoh perempuan sebesar 26,24 ± 8,34. Sebaran persen lemak tubuh contoh baik laki-laki maupun perempuan dengan persentase terbesar adalah tinggi, yaitu sebesar 51,4% untuk contoh laki-laki dan sebesar 55,9% untuk contoh perempuan. Sebaran persen lemak tubuh contoh baik laki-laki maupun perempuan dengan persentase terkecil adalah kurang, yaitu sebesar 2,7% untuk contoh laki-laki dan sebesar 6,8% untuk contoh perempuan. Hasil penelitian Adawiyyah (2012) juga menyatakan bahwa perempuan memiliki persen lemak tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Pribis et al. (2010), persen lemak tubuh memiliki hubungan yang signifikan terhadap usia, baik pada laki-laki maupun perempuan. Setiap tahunnya laki-laki akan mengalami peningkatan persen lemak tubuh sebesar 0,513%, sedangkan perempuan akan mengalami peningkatan persen lemak tubuh sebesar 0,654%. Umumnya laki-laki mempunyai massa otot yang lebih banyak dibandingkan perempuan. Laki-laki menggunakan kalori lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, bahkan saat istirahat. Otot membakar kalori lebih banyak dibandingkan dengan jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah berat badan dibandingkan laki-laki dengan asupan kalori yang sama (Galleta 2005).
49
Status Gizi Status gizi merupakan keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et.al 2001). Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Menurut Riskesdas (2010), status gizi pada kelompok dewasa di atas 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas, walaupun masalah kurus juga masih cukup tinggi. Angka obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki. Status gizi contoh dalam penelitian ini ditentukan menggunakan metode antropometri dengan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, sedangkan untuk penilaian status gizi berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT). Status gizi contoh diklasifikasikan menjadi kurus, normal, overweight, obes I, obes II, dan obes III berdasarkan standar WHO (2004). Sebaran status gizi contoh berdasarkan wilayah disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Sebaran status gizi contoh berdasarkan wilayah Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh baik di wilayah kabupaten (58,3%) maupun kota (64,4%) memiliki status gizi normal dengan rata-rata IMT untuk wilayah kabupaten adalah 22,57 ± 3,45, sedangkan untuk wilayah kota adalah 24,26 ± 4,26. Persentase status gizi kurus
50
contoh di wilayah kabupaten lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kota, yaitu sebesar (14,6%). Untuk wilayah kabupaten tidak ada contoh yang memiliki status gizi obes, sedangkan untuk wilayah kota terdapat 8,3 % contoh dengan status gizi obes I dan 2,1% contoh dengan status gizi obes II. Hasil penelitian Riskesdas (2010) juga menyatakan bahwa prevalensi obesitas lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding daerah pedesaan, sebaliknya prevalensi kurus cenderung lebih tinggi di pedesaan dibanding perkotaan. Sebaran status gizi contoh juga bisa dibedakan berdasarkan jenis kelamin yang disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Sebaran status gizi contoh berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh baik laki-laki (73%) maupun perempuan (54,2%) juga memiliki status gizi normal dengan rata-rata IMT untuk contoh laki-laki sebesar 21,52 ± 2,72, sedangkan untuk contoh perempuan sebesar 24,61 ± 4,15. Sebaran status gizi contoh lakilaki hanya terdiri dari status gizi kurus (13,5%), normal (73%), dan overweight (13,5%), sedangkan sebaran status gizi contoh perempuan lebih beragam yang terdiri dari status gizi kurus (5,1%), normal (54,2%), overweight (32,2%), obes I (6,8%), dan obes II (1,7%). Meskipun demikian, status gizi contoh laki-laki dan perempuan dengan persentase terbesar adalah normal. Hasil penelitian Riskesdas (2010) juga menyatakan bahwa prevalensi obesitas pada laki-laki lebih rendah (16,3%) dibandingkan dengan perempuan (26,9%), sedangkan prevalensi penduduk dewasa laki-laki yang kurus lebih tinggi (12,9%)
51
dibandingkan perempuan (12,3%). Prevalensi obesitas cenderung mulai meningkat setelah usia 35 tahun ke atas, dan kemudian menurun kembali setelah usia 60 tahun ke atas, baik pada laki-laki maupun perempuan.
Hasil Uji Beda antar Variabel Uji Beda Tingkat Kecukupan Energi antar Wilayah Hasil uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi contoh di wilayah kabupaten dengan kota (p>0,05). Berdasarkan data hasil recall, rata-rata asupan energi masing-masing contoh di setiap wilayah tidak jauh berbeda. Sebagian besar contoh baik di wilayah kabupaten maupun kota memiliki tingkat kecukupan energi defisit berat. Sehingga hasil uji beda menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi contoh di wilayah kabupaten dengan kota. Uji Beda Tingkat Kecukupan Lemak Total antar Wilayah Hasil uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan lemak total contoh di wilayah kabupaten dengan kota (p>0,05). Meskipun sebagian besar contoh di wilayah kabupaten memiliki tingkat kecukupan lemak total yang cukup dan sebagian besar contoh di wilayah kota memiliki tingkat kecukupan lemak total yang lebih, akan tetapi berdasarkan data hasil recall, rata-rata asupan lemak total masing-masing contoh di setiap wilayah juga tidak jauh berbeda. Sehingga hasil uji beda menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan lemak total contoh di wilayah kabupaten dengan kota. Uji Beda Tingkat Kecukupan Lemak Trans antar Wilayah Hasil uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan lemak trans contoh di wilayah kabupaten dengan kota (p>0,05). Berdasarkan data hasil recall dan tingkat kecukupan lemak trans, sebagian besar contoh baik di wilayah kabupaten maupun kota tidak jauh berbeda antara rata-rata asupan dan tingkat kecukupannya. Sehingga hasil uji beda menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan lemak trans contoh di wilayah kabupaten dengan kota.
52
Uji Beda Persen Lemak Tubuh antar Wilayah Hasil uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara persen lemak tubuh contoh di wilayah kabupaten dengan kota (p>0,05). Sebaran persen lemak tubuh contoh dengan persentase terbesar baik wilayah kabupaten maupun kota adalah tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata persen lemak tubuh contoh baik di wilayah kabupaten maupun kota tidak jauh berbeda. Sehingga hasil uji beda menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara persen lemak tubuh contoh di wilayah kabupaten dengan kota. Uji Beda Status Gizi antar Wilayah Hasil uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi contoh di wilayah kabupaten dengan kota (p<0,05) dengan IMT contoh di wilayah kota yang lebih tinggi dibandingkan dengan IMT contoh di wilayah kabupaten. Contoh di wilayah kota memiliki status gizi yang lebih beragam dibandingkan dengan contoh di wilayah kabupaten. Hasil penelitian Riskesdas (2010) juga menyatakan bahwa prevalensi obesitas lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding daerah pedesaan. Sehingga hasil uji beda menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi contoh di wilayah kabupaten dengan kota. Hasil Uji Hubungan antar Variabel Uji hubungan dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman. Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan persen lemak tubuh dan status gizi contoh, serta hubungan antara persen lemak tubuh dengan status gizi contoh. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecukupan lemak total dan lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi contoh. Secara keseluruhan hasil uji hubungan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 12.
53
Tabel 12 Hasil uji hubungan antar variabel Tingkat Kecukupan Energi Tingkat Kecukupan Energi Tingkat Kecukupan Lemak Total Tingkat Kecukupan Lemak Trans Persen Lemak Tubuh
Pearson & Spearman Sig. (2-tailed)
Tingkat Kecukupan Lemak Total
Tingkat Kecukupan Lemak Trans
Status Gizi
1
Pearson & Spearman Sig. (2-tailed)
1
Pearson & Spearman Sig. (2-tailed)
Status Gizi
Persen Lemak Tubuh
1
Pearson & Spearman Sig. (2-tailed)
.120 .245
.119 .247
-.108 .295
1
Pearson & Spearman Sig. (2-tailed)
.021 .841
.147 .152
-.079 .444
.661** .000
1
Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi dengan Persen Lemak Tubuh Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan energi dengan persen lemak tubuh contoh menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0,05 dan r=0,120). Hasil penelitian Adawiyyah (2010) juga menyatakan tidak ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan persen lemak tubuh contoh. Rata-rata asupan energi contoh di kabupaten maupun kota masih kurang memenuhi kebutuhan, sehingga hasil metabolismenya tidak cukup untuk dijadikan simpanan lemak dalam tubuh. Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Lemak Total dengan Persen Lemak Tubuh Hasil uji korelasi Spearman antara tingkat kecukupan lemak total dengan persen lemak tubuh contoh menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0,05 dan r=0,119). Asupan lemak yang tinggi tentu akan berpengaruh terhadap komposisi lemak dalam tubuh, akan tetapi hasil dari penelitian ini diduga karena data
konsumsinya
relatif
homogen
dan
recall
2x24
jam
belum
bisa
menggambarkan kebiasaan makan yang sebenarnya. Pembentukan simpanan lemak tubuh juga memerlukan waktu yang relatif lama sehingga belum terlihat korelasinya dengan tingkat kecukupan lemak total.
54
Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Lemak Trans dengan Persen Lemak Tubuh Hasil uji korelasi Spearman antara tingkat kecukupan lemak trans dengan persen lemak tubuh contoh menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0,05 dan r=-0,108). Lemak trans lebih berpengaruh terhadap metabolisme lemak dalam darah, sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap komposisi lemak dalam tubuh. Menurut Gurr (1992) dalam Puspitasari (1996), metabolisme asam lemak trans dalam tubuh merupakan proses yang dinamis. Setelah diakumulasi dalam jaringan, beberapa minggu setelah diet yang mengandung asam lemak trans akan diganti dengan diet kontrol, hanya sejumlah kecil asam lemak trans yang tinggal di dalam jaringan. Hal ini menunjukkan bahwa asam lemak trans akan segera dikatabolisme dan dikeluarkan dari jaringan. Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi contoh menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0,05 dan r=0,021). Hal ini dikarenakan status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh asupan zat gizi dari makanan, melainkan juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, gaya hidup, pengetahuan gizi, dan pola konsumsi. Data konsumsi dari hasil penelitian ini juga relatif homogen dan recall 2x24 jam belum bisa menggambarkan kebiasaan makan yang sebenarnya. Hasil penelitian Adawiyyah (2012) juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi. Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Lemak Total dengan Status Gizi Hasil uji korelasi Spearman antara tingkat kecukupan lemak total dengan status gizi contoh menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0,05 dan r=0,147). Data konsumsi dari hasil penelitian ini juga relatif homogen dan recall 2x24 jam belum bisa menggambarkan kebiasaan makan yang sebenarnya. Pengaruh metabolisme asupan lemak dari konsumsi makanan terhadap peningkatan berat badan membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Uji Hubungan antara Tingkat Kecukupan Lemak Trans dengan Status Gizi Hasil uji korelasi Spearman antara tingkat kecukupan lemak trans dengan status gizi contoh menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0,05 dan r=0,079). Pengaruh dari asupan lemak trans lebih terlihat pada metabolisme lemak
55
dalam darah dan tidak begitu berpengaruh terhadap komposisi lemak tubuh dan berat badan seseorang, sehingga tidak memiliki hubungan dengan status gizi. Uji Hubungan antara Persen Lemak Tubuh dengan Status Gizi Hasil uji korelasi Pearson antara persen lemak tubuh dengan status gizi contoh menunjukkan hubungan yang signifikan dan positif (p<0,05 dan r=0,66) yang berarti bahwa semakin tinggi status gizi contoh maka semakin tinggi pula persen lemak tubuhnya. Hasil penelitian Adawiyyah (2012) juga menyatakan adanya hubungan antara persen lemak tubuh dengan status gizi contoh. Persen lemak tubuh akan mempengaruhi komposisi tubuh dan berat badan seseorang sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi.
56
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kelurahan yang dipilih untuk menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini untuk wilayah kabupaten adalah Kelurahan Dramaga, Kelurahan Cikarawang, dan Kelurahan Cihideung Ilir, sedangkan kelurahan yang dipilih untuk wilayah kota adalah Kelurahan Empang, Kelurahan Sukasari, dan Kelurahan Lawang Gintung. Berdasarkan perhitungan jumlah contoh maka ditetapkan jumlah contoh untuk masing-masing wilayah adalah 48 orang. Jumlah contoh yang terpilih untuk wilayah kabupaten adalah di Kelurahan Dramaga sebanyak 15 orang, di Kelurahan Cikarawang sebanyak 14 orang, dan di Kelurahan Cihideung Ilir sebanyak 19 orang, sedangkan jumlah contoh yang terpilih untuk wilayah kota adalah di Kelurahan Empang sebanyak 22 orang, di Kelurahan Lawang Gintung sebanyak 15 orang, dan di Kelurahan Sukasari sebanyak 11 orang. Sebaran jenis kelamin contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (58,3%) maupun kota (64,6%) adalah perempuan. Sebaran usia contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (58,3%) maupun kota (62,5%) adalah kelompok usia dewasa dini dengan rata-rata usia 39,81 ± 12,76 untuk wilayah kabupaten dan 39 ± 11,56 untuk wilayah kota. Sebaran pendidikan terakhir contoh untuk wilayah kabupaten dengan persentase terbesar adalah SD/sederajat, yaitu sebesar 39,6%, sedangkan untuk wilayah kota adalah SMA/sederajat dengan persentase sebesar 35,4%. Sebaran pekerjaan contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (48%) maupun kota (41,7%) adalah ibu rumah tangga. Sebaran pendapatan per kapita keluarga contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (58,3%) maupun kota (72,9%) adalah kelompok keluarga tidak miskin dengan rata-rata pendapatan per kapita keluarga contoh Rp 301.808,61 ± 296.721,65 untuk wilayah kabupaten dan Rp 518.098,96 ± 486.392,95 untuk wilayah kota. Sebaran besar keluarga contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (60,4%) maupun kota (64,6%) adalah kelompok keluarga kecil. Rata-rata asupan energi contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 1634 ± 566 kkal dengan asupan yang berkisar antara 541-3540 kkal, sedangkan ratarata asupan energi contoh untuk wilayah kota sebesar 1623 ± 451 kkal dengan asupan yang berkisar antara 871-2979 kkal. Rata-rata asupan protein contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 48 ± 20,88 gram dengan asupan yang berkisar antara 14,25-116,79 gram, sedangkan rata-rata asupan protein contoh untuk
57
wilayah kota sebesar 50 ± 20,58 gram dengan asupan yang berkisar antara 20,58-119,39 gram. Rata-rata asupan lemak total contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 50 ± 21,02 gram dengan asupan yang berkisar antara 11,9795,03 gram, sedangkan rata-rata asupan lemak total contoh untuk wilayah kota sebesar 53 ± 21,75 gram dengan asupan yang berkisar antara 19,44-103,40 gram. Rata-rata asupan lemak trans contoh untuk wilayah kabupaten sebesar 0,40 ± 0,38 gram dengan asupan yang berkisar antara 0-2,22 gram, sedangkan rata-rata asupan lemak trans contoh untuk wilayah kota sebesar 0,41 ± 0,51 gram dengan asupan yang berkisar antara 0-3,26 gram. Sebanyak 33,33% contoh di wilayah kabupaten dan 29,17% di wilayah kota mengalami defisit berat dalam hal tingkat kecukupan energi. Sebanyak 31,25% contoh di wilayah kabupaten memiliki tingkat kecukupan protein defisit berat dan normal, sedangkan di wilayah kota sebanyak 29,17% contoh memiliki tingkat kecukupan protein normal. Sebanyak 43,75% contoh di wilayah kabupaten memiliki tingkat kecukupan lemak total cukup, sedangkan di wilayah kota sebanyak 45,83% contoh di wilayah kota memiliki tingkat kecukupan lemak total lebih. Sebanyak 97,92% contoh baik di wilayah kabupaten maupun kota memiliki tingkat kecukupan lemak trans yang sesuai anjuran. Sebaran persen lemak tubuh contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (48%) maupun kota (60,4%) adalah tinggi dengan rata-rata persen lemak tubuh contoh untuk wilayah kabupaten adalah 24,81 ± 8,44, sedangkan untuk wilayah kota adalah 27,62 ± 8,01. Jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin, sebaran persen lemak tubuh contoh dengan persentase terbesar baik laki-laki (51,4%) maupun perempuan (55,9%) adalah tinggi. Sebagian besar contoh baik di wilayah kabupaten (58,3%) maupun kota (64,4%) memiliki status gizi normal dengan rata-rata IMT untuk wilayah kabupaten adalah 22,57 ± 3,45, sedangkan untuk wilayah kota adalah 24,26 ± 4,26. Jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar contoh baik lakilaki (73%) maupun perempuan (54,2%) juga memiliki status gizi normal. Berdasarkan hasil uji beda Independent Sample T-Test dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara asupan lemak trans, tingkat kecukupan energi, lemak total, lemak trans, dan persen lemak tubuh contoh di wilayah kabupaten dengan wilayah kota (p>0,05), akan tetapi terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi contoh di wilayah kabupaten dengan
58
wilayah kota (p<0,05) dengan IMT contoh di wilayah kota yang lebih tinggi dibandingkan dengan IMT contoh di wilayah kabupaten. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi, lemak total, dan lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi contoh (p>0,05), akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara persen lemak tubuh dengan status gizi contoh (p<0,05 dan r=0,66) yang berarti bahwa semakin tinggi status gizi contoh maka semakin tinggi pula persen lemak tubuhnya.
Saran Sebanyak 33,33% contoh di wilayah kabupaten dan 29,17% di wilayah kota masih mengalami defisit berat dalam hal tingkat kecukupan energi dan sebanyak 31,25% contoh di wilayah kabupaten juga memiliki tingkat kecukupan protein defisit berat, sehingga disarankan untuk memperbaiki konsumsi makanan dan minuman agar dapat memenuhi asupan energi dan protein agar sesuai dengan angka kecukupan yang dianjurkan. Konsumsi makanan dan minuman sumber lemak trans harus tetap dibatasi agar sesuai dengan anjuran, meskipun sebagian besar contoh dalam penelitian ini memiliki tingkat kecukupan lemak trans yang sudah sesuai anjuran. Diperlukan juga penyuluhan mengenai bahaya konsumsi lemak trans yang berlebihan, yaitu peningkatan resiko PJK. Perbaikan konsumsi makanan dan minuman juga ditujukan untuk menjaga status gizi tetap normal. Sebaran persen lemak tubuh contoh dengan persentase terbesar baik di wilayah kabupaten (48%) maupun kota (60,4%) adalah tinggi, sehingga diperlukan peningkatan aktifitas fisik untuk memperbaiki persen lemak tubuh. Persen lemak tubuh yang normal untuk laki-laki adalah 10-20%, sedangkan untuk perempuan adalah 20-30%. Masih diperlukan juga penelitian lanjutan dengan topik mengenai lemak trans karena penelitian ini masih banyak kekurangan. Penelitian lanjutan mengenai topik serupa dengan memperbaiki metode dalam pengukuran konsumsi
makanan
dan
minuman
contoh,
seperti
Food
Frequency
Questionnairre (FFQ) sehingga lebih menggambarkan pola konsumsi contoh.
59
DAFTAR PUSTAKA Adawiyyah RA. 2012. Analisis Hubungan antara Kecukupan Gizi dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Mahasiswa IPB [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka utama. _________, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Anggraeni AC. 2012. Asuhan Gizi-Nutritional Care Process. Yogyakarta: Graha Ilmu. Apriadji WH. 1986. Gizi Keluarga. Seri: Kesejahteraan Keluarga-XII/93/86. Penerbit Penebar Swadaya. Berg
A. 1986. Peranan Gizi CV.Rajawali.
dalam
Pembangunan Nasional.
Jakarta:
[BPS] Badan Pusat Statistik. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2004. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Dasuki. 2002. Konsumsi Lemak dan Status Gizi Remaja di Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Mempertahankan Berat Badan Normal Berdasarkan IMT dengan Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat. _______________________________. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar [Riskesdas] 2010. Jakarta: Badan Penilaian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI.
Faisal F, Riyadi H. 1994. Zat Gizi Makanan Siap Santap di Jakarta dan Bogor. Majalah Gizi dan Keluarga 18(1). Fotso JC. 2008. Urban-rural differentials in child malnutrition: trends and socioeconomic correlates in sub-saharan africa. Social Science and Medicine. 44:7. Gallagher et al. 2000. Healthy percentage body fat ranges: an approach for developing guidelines based on body mass index. Am J Clin Nutr. 72:694701. Gibson R. 2005. Principles of Nutrition Assesment Second Edition. New York: Oxford University. Gurr MI. 1992. Role of Fats in Food and Nutrition. Elsevier Applied Science, London.
60
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan perencanaan pangan.Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
asupan
_________, Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Jakarta: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Hurlock. 1998. Perkembangan Anak Edisi ke-6. M. Tjandra dan Zarkasih, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Judd JT et al. 1994. Dietary trans fatty acids : effects on plasma lipids and lipoproteins of healthy men and women. Am J Clin Nutr. 59:861-868. Karyadi D, Muhilal. 1990. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta : Gramedia. Latief D, Atmarita, Minarto, Basuni A, Tiden R. 2000. Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, Jakarta 29 Februari-2 Maret. Lichtenstein et al. 1999. Effect of different form of detary hydrogenated fats on serum lipoprotein cholesterol levels. N Eng J Med. 340(25):1933-1940. Oomen et al. 2001. Association between trans fatty acid intake and 10-year risk of coronary heart disease in the zutphen elderly study : a prospective population-based study. Lancet. 57, March 10:746-751. Ovesen L, Leth T, Hansen K. 1998. Fatty acid composition and contents of trans monounsaturated fatty acids in frying fats, and in margarines and shortenigns marketed in Denmark. J Am Oil Chem Soc. 75(9):1079-1083. Owen KJH. 1988. Nutrition and Metabolism in Patient Care. London: W. Sounders Company. Papalia DE and SW Old. 1986. Human Development. USA: Mac Graw-Hill. Paramita L. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan dan Status Gizi Peragawati [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pribis et al. 2010. Trends in Body Fat, Body Mass Index and Physical Fitness Among Male and Female College Students. Nutrients (2):1075-1085. Puspitasari NL, Nienaber. 1996. Asam lemak trans dalam makanan: mekanisme pembentukan dan metabolisme dalam tubuh. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol 7(2):84-94. Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _______. 2003. Metode Penilaian Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
61
Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. New Jersey: Prentice Hall. _______, Radriquez M. 1997. Assesing Food Consumption-Selected Issues in Data Collection and Analysis. Cornel University. Sastoasmoro S, Ismael S. 2008. Dasar Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed ke-3. Jakarta: CV. Sagung Seto. Schmidt CMC. 1992. Fatty acis isomers in foods. New York: Marcel Dekker International. Sebedio JL, Chardigny JM. 1996. Physiological Effect of Trans and Cyclic Fatty Acid. In : Perkins, E.G. and Erickson, M.D (eds). Deep Frying : Chemistry, Nutrition, and Practical Applications. P 181-209. AOCS Press. Campaign, Illionis. Sediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat. Silalahi J. 2002. Komponen bioaktif dalam makanan dan pengaruhnya terhadap kesehatan; makalah seminar nasional MIPA. Medan: Fakultas MIPA Universitas Negeri Medan. Silalahi J, Tampubolon SDR. 2002. Asam lemak trans dalam makanan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol 13(2):184-188. Soehardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi-Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi-Institut Pertanian Bogor. Subbaibah PV, Subramaian VS, Liu. 1998. Trans unsaturated fatty acids inhibit lecithin; cholesterol acyl transferase and alter its positional specifity. J Lipid Res. 39:1438-1447. Sudibjo P. 2000. Penilaian Persentase Lemak Badan pada Populasi Indonesia dengan Metode Anthropometris. Sugianti E. 2009. Faktor risiko obesitas sentral pada orang dewasa di Sulawesi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. _______. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Sujarweni VW, Poly Endrayanto. 2012. Statistika untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi Petani Sawah Beririgasi di Banjar Jawa Barat. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, IPB. Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.
62
Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Syafiq et al. 2009. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers. [WHO] World Health Organization. 2004. Mean Body Mass Index (BMI). http://www.who.int. ______________________________. 2008. Prevalence of stunting among children under five years of age. Geneva: World Health Organization, United Nations. ______________________________. 2008. Interim Summary of Conclusions and Dietary Recommendations on Total Fat & Fatty Acids. Geneva: FAO/WHO Expert Consultation on Fats and Fatty Acids in Human Nutrition. Wardlaw GM, Kessel MW. 2002. Perspective in Nutrition. Sydney: Mc Graw Hill. Vol 5:226-227. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. LIPI, Jakarta. Worhington BS, Roberts S, Williams R. 2000. Nutrition throughtout the Life Cycle, ed. 4. Singapore: McGraw-Hill International Ed.
63
LAMPIRAN
64
Lampiran 1 Jadwal penelitian Kegiatan penilitian ini dilakukan selama 6 bulan dengan rincian kegiatan sebagai berikut: No.
1
2 3 4 5 6 7
Kegiatan Penyusunan Proposal Penelitian dan Pengurusan Surat Perijinan Turun Lapang dan Pengumpulan data Entry dan Pengolahan Data Analisis Data dan Penyajian Akhir Penulisan Skripsi Seminar dan Sidang Perbaikan dan Penyusunan Laporan Akhir
Bulan ke1
2
3
4
5
6
65
Lampiran 2 Kuisioner Penelitian
FORM A. KUESIONER KARAKTERISTIK RESPONDEN
ASUPAN FITOSTEROL DARI PANGAN PADA MASYARAKAT DI WILAYAH BOGOR
1. Nomor Responden
: ________________________
2. Nama Lengkap Responden
: ________________________
3. Alamat Rumah RW______
: Jl. _______________ No. ______ RT______ Kelurahan _____________
Kecamatan______________ 4. Wilayah
: 1. Kota
5. Nomor Hp/Telpon
: _______________________
6. Tanggal Wawancara
: _______________________2012
7. Enumerator
: _______________________
8. Tanda Tangan Enumerator
: _______________________
9. Bersedia diambil darah (dari ujung jari)
2. Kabupaten
: 1. Ya
2. Tidak
66
A. Karakteristik Responden dan Keluarga 1
No Responden
:
2
NamaResponden
:
3
UmurResponden
:
4
Pendidikan Terakhir Responden
: (tertutup)
5
PekerjaanResponden
: (tertutup), jelas
6
NamaSuami/Isteri*)
:
7
UmurSuami/Isteri*)
:
8
PendidikanTerakhirSuami/Isteri*)
:
9
Pekerjaansuami/Isteri*)
:
10
JumlahAnggotaKeluarga
:
PendapatanIstri (Rp/bln)
:
PendapatanSuami (Rp/bln)
:
PendapatanKeluargaLainnya
:
Total PendapatanKeluarga
:
Pengeluaran Total (Rp/bln)
:
11
12 *)
Coret yang tidak perlu
B. Keadaan Kesehatan Responden 1. Antropometri Berat badan Tinggi badan 2. Tekanan Darah
: …………… Kg : …………… Cm : ……………
3. Riwayat penyakit sekarang: No
Jenis Penyakit
1
Tekanan darah tinggi
2
Jantung
Ya
Tidak
Jenis Pengobatan
Ket.
67
3
Kolesterol tinggi
4
Diabetes/kencing manis
5
Sakit ginjal
6
Sakit liver/sakit kuning
7
Asam urat
8
4. Riwayat penyakit dahulu No
JenisPenyakit
1
Serangan jantung
2
Stroke
3
Sakit liver
4
Sakit ginjal
Ya
Tidak
Jenis Pengobatan*
Ket**.
5 6 7 8 *nama obat yang diberikan (termasuk obat atau terapi tradisional), sejak kapan **pernah dirawat? Operasi? jenis spesifik penyakit 5. Riwayat penyakit keluarga No
JenisPenyakit
1
Tekanan darah tinggi
2
Jantung
3
Kolesterol tinggi
Ya
Tidak
Hubungan kekeluargaan
Ket**.
68
4
Diabetes
5
Sakit ginjal
6
Kegemukan
7 8
6. Minuman/ makanan yang dikonsumsi untuk tujuan kesehatan…….. 7. Minuman/ makanan yang dipantang/dibatasi untuk tujuan kesehatan…….
C. Kebiasaan Merokok dan Minum Alkohol
No
Jawaban yang sesuai diberi tanda check list (√) dan lingkari jawaban yang benar pada kolom frekuensi Kebiasaan Ya Tidak Jumlah/Frekuensi Jenis/merk
1
Merokok
2
Minuman keras
a. Filter/……………. b. Non Filter/………..
Sejak kapan
69
Lampiran 3 Food recall 2x24 jam
FORM B. KUESIONER FOOD RECALL 2x24 JAM
ASUPAN FITOSTEROL DARI PANGAN PADA MASYARAKAT DI WILAYAH BOGOR
1. Nomor Responden
: ________________________
2. Nama Responden
: ________________________
3. Alamat Rumah RW______
: Jl. _______________ No. ______ RT______ Kelurahan _____________
Kecamatan______________ 4. Wilayah
: 1. Kota
5. Nomor Hp/Telpon
: _______________________
6. Tanggal Wawancara
: _______________________2012
7. Enumerator
: _______________________
8. Tanda Tangan Enumerator
: _______________________
9. Bersedia diambil darah (dari ujung jari)
2. Kabupaten
: 1. Ya
2. Tidak
70
Asal Makanan Kode
Pagi
Selingan
Siang
Selingan
Malam
Nama Makanan
Komposisi
Membeli (tempat/merk)
Memasak (cara pengolahan)
Porsi URT
Berat (g)
71
Selingan
72
Lampiran 4 Data karakteristik contoh Kodres
Nama
1101
Supriatna
Jenis Kelamin L
1102
Lilis Aliyah
1103 1104 1105 1106
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan/Kapita
44
SMA
285714
P
30
SMP
200000
7
Sri Mulyani
P
37
SMA
300000
5
Rudi
L
42
SMA
400000
3
L
27
SMP
483333
3
L
34
SMP
Pedagang Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Pegawai swasta Lainnya (Supir) Wiraswasta Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) pedagang Lainnya (tidak bekerja) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (tidak bekerja) Pedagang Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Petani Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (buruh
Besar Keluarga 7
428571
7
125000
6
333333
3
260000
5
500000
2
333333
3
225000
6
66667
9
366667
3
33333
6
71429
7
400000
4
150000
2
100000
4
500000
3
150000
4
185714
7
Roni Agus Prawira Maruli
1107
Suci Suprihatini
P
33
SMP
1108
Martinah
P
26
SMA
1109
Herlan
L
28
SMP
1110
M.Toha
L
65
SMP
1111
Heni Purnawati
P
29
SMP
1112
Hesti Setiawati
P
28
SMP
1113
Kaliri
L
59
SMA
1114
Sumarni
P
30
SMA
1115
Tati
P
40
SD
1201
Fatimah
P
48
SD
1202
Reni Susanti
P
28
SD
1203
Uun
P
60
Tidak Lulus
1204
Aan
P
41
SD
1205
Ida
P
39
SD
1206
Enih
P
48
SD
1207
Atang
L
26
SD
73 Lampiran 4 (Lanjutan) Kodres
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan/Kapita
Besar Keluarga
133333
3
375000
4
225000
4
200000
4
250000
4
66667
3
90000
4
500000
3
2000000
1
333333
3
625000
4
115385
13
400000
5
750000
4
166667
3
375000
4
350000
5
83333
6
83333
3
100000
2
333333
3
bangunan) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Pedagang Lainnya (buruh bangunan) Lainnya (buruh bangunan) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Pegawai swasta Pegawai swasta
1208
Omah
P
60
Tidak Lulus
1209
Icang
L
48
Tidak Lulus
1210
Agus
L
27
SD
1211
Nana Sukarna
L
52
SD
1212
Rosaeti (Yayah)
P
28
SD
1213
Nani Nurjani
P
39
SD
1214
Yanih
P
28
SD
1301
Doni
L
27
SMP
1302
Ginanjar
L
27
SARJANA
1303
Asep Apandi
L
28
SMA
1304
Nisa
P
26
SMA
1305
Jasan
L
62
SD
1306
Hesti Susanti
P
33
SARJANA
1307
Amsani
P
45
SMA
1308
Tini
P
26
SD
1309
Sutrisno Nani Suryani
L
30
SMA
Lainnya (ibu Rumah Tangga) Lainnya (buruh bangunan) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Wiraswasta
P
33
SMP
Pedagang
1310 1311
H. Omay
P
62
SD
1312
Mintarsih
P
41
SD
1313
Acih
P
60
SD
1314
Joharis Miharja
L
64
SMA
Wiraswasta
Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Buruh cuci) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Wiraswasta
74 Lampiran 4 (Lanjutan) Kodres
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Pendidikan
L
46
SD
Junani 1315 1316
Nani Rosnani
P
40
SMP
1317
Tuti Ekawati
P
28
SD
1318
Wiyono
L
53
SMP
1319
Suparman
L
56
SMP
2101
Hadianto
L
25
SD
2102
Julia
L
31
SMA
2103
Rina Susanti
P
29
SD
2104
Mimin Mintarsih
P
28
SMP
2105
Ines
P
29
SD
2106
Iwan
L
40
SD
2107
Mansur
L
32
SMA
2108
Agus Saeful
L
26
SARJANA
2109
Euis Suciyanti
P
33
SD
2110
Maryani
P
57
TIDAK LULUS
2111
Mimin
P
38
SD
2112
Nurhasanah
P
29
SMA
2113
Inggit Sutinah
P
42
SD
2114
Idah
P
45
SD
2115
Nepi
L
64
2116
Rodiah
P
48
TIDAK LULUS SMP
2117
Nia Kurniawati
P
32
SMP
Pendapatan/Kapita
Besar Keluarga
150000
5
233333
6
300000
5
125000
4
225000
8
400000
3
400000
2
400000
3
100000
3
300000
3
300000
1
1025000
2
Wiraswasta Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Pengajar gereja) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Wiraswasta Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga)
2000000
2
300000
5
100000
3
393750
8
1100000
5
400000
2
85714
7
pedagang
450000
2
Pedagang Lainnya (Ibu Rumah Tangga)
300000
2
20000
4
Pekerjaan Lainnya (buruh bangunan) Lainnya (Buruh cuci) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (buruh bangunan) PNS Lainnya (buruh bangunan) Lainnya (Penjaga Sekolah) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (buruh bangunan) Wiraswasta
75 Lampiran 4 (Lanjutan) Kodres
Nama
2118
Iim
Jenis Kelamin P
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan/Kapita
52
SD
pedagang
225000
Besar Keluarga 4
2119
Erwin
L
40
SMA
375000
4
Nurhayati
P
32
SMP
160000
5
2121
Ilham
L
29
SMP
300000
4
2122
Nani
P
36
SD
Wiraswasta Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (buruh bangunan) Lainnya (Ibu Rumah Tangga)
2120
114286
7
2201
Mia Rusmiati
P
37
SMA
Pedagang
300000
5
2202
Lina
P
32
SMA
200000
5
2203
Emi Suhaemi
P
52
SMP
116667
6
2204
Suratmi
P
64
SD
500000
2
2205
Oom
P
37
SD
110000
5
2206
Abdul Fattah
L
54
SMP
400000
5
2207
Darin
P
46
SMA
225000
4
2208
Didi Suhandi
L
54
SMP
120000
5
2209
Windasari
p
25
SMA
200000
3
2210
Desty
P
27
SD
200000
3
2211
Medi
L
41
SMA
375000
4
2301
Umar faruq
L
27
SMA
833333
3
2302
Saleh
L
65
SMA
375000
4
2303
Dewi Indah
P
33
SARJANA
1000000
4
2304
Ahmad
L
40
SMA
540000
5
2305
Sulis Haryati
P
25
DIPLOMA
833333
3
2306
Nani
P
29
DIPLOMA
1375000
4
2307
Sri Wahyuni Halimatu Syahdiah
P
43
SARJANA
500000
3
P
33
SMA
750000
4
2308
Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Buruh cuci) Wiraswasta Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Tidak Bekerja Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (Tukang Ojek) Polisi/TNI Polisi/TNI Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Polisi/TNI Lainnya (Ibu Rumah Tangga) Lainnya (bidan) PNS Lainnya (Ibu Rumah
76 Lampiran 4 (Lanjutan) Kodres
Jenis Kelamin
Nama
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan/Kapita
Besar Keluarga
Tangga)
2312
Euis Endarsih Parijo Yugo Purnomo Rufina
2313
Sapto
L
48
SMA
Polisi/TNI
1000000
3
2314
Deni
P
33
SMP
600000
5
2315
Selvi
P
29
SMA
Polisi/TNI Lainnya (Ibu Rumah Tangga)
333333
6
2309 2310 2311
P
45
SARJANA
PNS
1400000
5
L
47
SMA
PNS
600000
5
L
27
SMA
Polisi/TNI
2400000
3
P
62
DIPLOMA
PNS
333333
3
Lampiran 5 Data persen lemak tubuh status gizi contoh Kodres
BB
TB
IMT
Klasifikasi
1101
73.5
173
24.56
Normal
% Lemak Tubuh 22.5
1102
56
154.5
23.46
Normal
28.6
1103
54.5
151.8
23.65
Normal
31.2
Tinggi
1104
45
162
17.15
Kurus
12.1
Normal
1105
61
173.0
20.38
Normal
13.6
Normal
1106
49
156.5
20.01
Normal
15.1
Normal
1107
49.0
164.5
18.11
Normal
65
159.5
25.55
Kurus Overweight
22.5
1108
33.7
Tinggi
1109
53
172.5
17.81
15
Normal
1110
81
167.5
28.87
Kurus Overweight
31
Tinggi
1111
53
150
23.56
Normal
26.9
Normal
1112
43.5
152
18.83
Normal
25.4
Normal
1113
55
157
22.31
Normal
22.8
Tinggi
1114
53
158
21.23
27.6
Normal
1115
56.5
149
25.45
Normal Overweight
5.5
Kurang
1201
56
148
25.57
Overweight
33
Tinggi
1202
59
159.5
23.19
30
Normal
1203
68
151.5
29.63
Normal Overweight
39
Tinggi
1204
66
154
27.83
Overweight
37.5
Tinggi
1205
50
149
22.52
Normal
20.9
Normal
1206
55.5
151
24.34
Normal
32.2
Tinggi
1207
60
162
22.86
13.7
Normal
1208
51
137
27.17
Normal Overweight
34.5
Tinggi
1209
41
146
19.23
Normal
24.6
Tinggi
1210
45.5
157
18.46
Kurus
12.6
Normal
1211
51.5
146
24.16
Normal
32.2
Tinggi
1212
48
139.5
24.67
Normal
59
145.5
27.87
Normal Overweight
30
1213
33.9
Tinggi
1214
59
160
23.05
Normal
32.7
Tinggi
Klasifikasi Tinggi Normal
77 Lampiran 5 (Lanjutan) Kodres
BB
TB
IMT
Klasifikasi
1301
58
165
21.30
Normal
% Lemak Tubuh 5.7
1302
65
178
20.52
Normal
21.7
Tinggi
1303
52
170.5
17.89
23.2
Tinggi
1304
72
158
28.84
Kurus Overweight
35.5
Tinggi
1305
54
167.5
19.25
Normal
19.6
Normal
1306
52
150.5
22.96
Tinggi
64
159
25.32
Normal Overweight
31.5
1307
37.9
Tinggi
1308
46
155
19.15
Normal
25.4
Normal
1309
51
160.5
19.80
Normal
16.6
Normal
1310
43.5
155
18.11
Kurus
30.3
Tinggi
1311
40
138
21.00
27.7
Normal
1312
54
146.5
25.16
Normal Overweight
32.1
Tinggi
1313
50
154
21.08
29.7
Normal
1314
68
161.2
26.17
Normal Overweight
24.6
Tinggi
1315
49
150
21.78
Normal
15.4
Normal
1316
34.5
148
15.75
17.2
Kurang
1317
68
159.4
26.76
Kurus Overweight
17.3
Kurang
1318
51
157.2
20.64
Normal
20.5
Tinggi
1319
60
170.8
20.57
Normal
18.8
Normal
2101
50
155
20.81
Normal
12.6
Normal
2102
68
176
21.95
Normal
14.6
Normal
2103
45
148
20.54
Normal
27.8
Normal
2104
52
144.5
24.90
30.7
Tinggi
2105
62
156
25.48
Normal Overweight
33.8
Tinggi
2106
44
156
18.08
Kurus
13.4
Normal
2107
56.0
173.0
18.71
Normal
10.3
Normal
2108
59.5
163.5
22.26
Normal
19.7
Normal
2109
57
156
23.42
Normal
32
Tinggi
2110
48
139
24.84
Normal
34.3
Tinggi
2111
65
139.5
33.40
Tinggi
82
167
29.40
Obes I Overweight
38,2
2112
33.6
Tinggi
2113
50.5
147
23.37
Normal
29.4
Normal
2114
76
157
30.83
Obes I
40.5
Tinggi
2115
55
154
23.19
Normal
28.8
Tinggi
2116
49
150
21.78
Normal
25
Normal
2117
84
152
36.36
40.8
Tinggi
2118
56
141
28.17
Obes II Overweight
39.1
Tinggi
2119
74
170
25.61
Overweight
27.4
Tinggi
2120
47
151
20.61
Normal
26
Normal
2121
60
161
23.15
24.2
Tinggi
2122
60.5
148.5
27.43
Normal Overweight
34.8
Tinggi
2201
64
149
28.83
Overweight
36.8
Tinggi
2202
69
165
25.34
Overweight
35.4
Tinggi
Klasifikasi Kurang
78 Lampiran 5 (Lanjutan) % Lemak Tubuh 25.8
Kodres
BB
TB
IMT
Klasifikasi
2203
47
155
19.56
Normal
2204
51
155
21.23
Normal
23
Normal
2205
87
159
34.41
Obes I
39.9
Tinggi
2206
62
170
21.45
Normal
26.4
Tinggi
2207
54
151
23.68
Normal
28.8
Normal
2208
56
161
21.60
Normal
21.7
Tinggi
2209
61
164
22.68
Normal
29.2
Normal
2210
54
147
24.99
13.3
Kurang
2211
67
159
26.50
Normal Overweight
26.1
Tinggi
2301
57
167
20.44
Normal
24.7
Tinggi
2302
50
160
19.53
Normal
26.6
Tinggi
2303
61.0
162.0
23.24
36.1
Tinggi
2304
71
165
26.08
Normal Overweight
21.9
Tinggi
2305
52
167
18.65
Normal
24.8
Normal
2306
55
153
23.50
Normal
26
Normal
2307
58
152.5
24.94
34.4
Tinggi
2308
63
149
28.38
Normal Overweight
35.9
Tinggi
2309
54
152
23.37
Normal
32.8
Tinggi
2310
54
160
21.09
Normal
18.9
Normal
2311
59
171.5
20.06
Normal
11.2
Normal
2312
46
156
18.90
Normal
26.8
Normal
2313
62
168
21.97
Normal
23.7
Tinggi
2314
96
176
30.99
33.7
Tinggi
2315
70
156
28.76
Obes I Overweight
35.6
Tinggi
Lampiran 6 Data rata-rata asupan zat gizi contoh Kodres
Energi
Protein
Lemak
1101
1811
46.00
65.26
Lemak Trans 0.66
1102
1110
35.15
35.20
0.60
1103
1504
52.47
62.53
0.28
1104
1665
42.26
43.93
0.03
1105
793
29.75
33.23
0.05
1106
1657
50.87
72.59
0.14
1107
3029
116.79
62.57
0.57
1108
1164
30.20
45.42
0.25
1109
1523
44.02
58.00
0.20
1110
1405
30.83
41.49
0.41
1111
1563
56.17
57.76
0.65
1112
2694
103.72
68.35
0.10
1113
1460
45.30
41.29
0.33
1114
2037
66.63
86.91
0.95
1115
1765
41.76
57.22
0.39
Klasifikasi Normal
79 Lampiran 6 (Lanjutan) Kodres
Energi
Protein
Lemak
1201
1974
59.23
35.79
Lemak Trans 0.70
1202
1456
33.08
35.45
0.39
1203
1043
35.65
27.18
0.08
1204
1806
51.56
70.30
0.84
1205
2493
62.04
84.32
0.41
1206
2350
96.79
93.77
0.29
1207
1621
40.80
47.94
0.29
1208
1433
25.88
59.85
0.71
1209
724
28.72
14.58
0.06
1210
1409
29.01
21.75
0.00
1211
925
32.65
22.30
0.01
1212
1023
20.88
25.85
0.01
1213
977
36.52
31.85
0.02
1214
1062
32.33
35.19
0.42
1301
2163
62.67
75.51
0.45
1302
1638
35.19
35.88
0.61
1303
1716
69.87
43.15
0.14
1304
1673
50.78
52.54
0.44
1305
541
14.25
20.72
0.35
1306
1286
53.56
74.15
0.17
1307
1505
42.68
40.83
0.95
1308
1893
60.67
81.69
0.07
1309
3540
92.47
95.03
0.48
1310
1683
44.40
40.56
0.39
1311
1132
37.38
40.27
0.06
1312
1582
33.89
38.97
0.39
1313
1422
60.68
11.97
0.01
1314
1668
40.38
42.11
0.41
1315
2032
44.43
68.52
1.04
1316
2057
66.40
30.03
0.24
1317
1959
53.12
66.52
0.30
1318
1877
45.55
60.14
2.22
1319
1589
34.95
34.32
0.48
2101
1449
36.50
33.18
0.23
2102
2124
66.81
68.68
0.16
2103
2068
62.60
57.35
0.00
2104
1683
49.64
31.15
0.06
2105
1522
41.99
26.27
0.00
2106
1507
39.67
48.37
0.65
2107
1719
40.48
26.28
0.25
2108
1216
24.32
26.86
0.09
2109
1653
65.49
77.09
0.51
2110
1248
23.29
43.94
0.26
80 Lampiran 6 (Lanjutan) Kodres
Energi
Protein
Lemak
2111
1603
47.46
30.99
Lemak Trans 0.06
2112
1534
51.28
59.10
0.04
2113
1778
29.97
61.32
0.57
2114
1507
45.74
70.94
1.02
2115
947
22.34
32.89
0.90
2116
1371
40.42
38.91
0.12
2117
1640
53.98
84.84
0.08
2118
1421
39.70
56.62
0.37
2119
2109
69.57
67.02
0.21
2120
871
23.95
19.44
0.64
2121
1724
77.24
101.66
0.36
2122
2010
57.28
62.46
0.73
2201
1840
69.26
88.14
0.57
2202
1043
21.48
32.18
0.04
2203
2799
119.39
103.40
0.97
2204
980
37.10
26.69
0.01
2205
938
21.37
24.60
0.33
2206
1402
35.33
27.03
0.09
2207
1276
42.74
42.65
0.02
2208
1072
34.19
29.63
0.21
2209
1947
75.80
82.04
0.80
2210
1111
38.67
59.29
0.38
2211
2436
67.58
88.23
0.22
2301
2979
115.03
79.76
0.42
2302
1663
55.93
52.99
0.05
2303
1632
53.40
45.43
0.21
2304
1359
35.24
28.38
0.51
2305
2115
55.42
73.79
0.87
2306
1680
48.70
55.43
0.57
2307
1734
66.36
43.79
0.16
2308
1567
65.45
61.78
0.11
2309
1401
57.13
52.19
0.45
2310
1534
48.44
38.73
0.47
2311
2183
63.14
76.45
1.05
2312
1550
40.80
51.69
0.33
2313
1302
39.65
46.58
3.26
2314
2213
44.73
55.49
0.32
2315
1433
42.30
59.28
0.09
81
Lampiran 7 Data tingkat kecukupan zat gizi contoh KODRES
TKE
KLASIFIKASI
TKP
KLASIFIKASI
1101
65.01
defisit berat
64.68
defisit berat
TKL TOTAL 65.26
lebih
TKL TRANS 0.66
1102
60.57
defisit berat
69.04
defisit berat
35.20
sesuai anjuran
cukup
0.60
sesuai anjuran
1103
84.34
defisit ringat
105.90
normal
62.53
lebih
0.28
sesuai anjuran
1104
78.73
defisit sedang
78.26
defisit sedang
43.93
cukup
0.03
sesuai anjuran
1105
28.55
defisit berat
1106
89.22
defisit ringat
45.53
defisit berat
33.23
lebih
0.05
sesuai anjuran
107.28
normal
72.59
lebih
0.14
sesuai anjuran
1107
159.45
lebih
221.30
lebih
62.57
kurang
0.57
sesuai anjuran
1108
59.50
defisit berat
58.66
defisit berat
45.42
lebih
0.25
sesuai anjuran
1109 1110
51.24
defisit berat
62.97
defisit berat
58.00
lebih
0.20
sesuai anjuran
69.96
defisit berat
52.44
defisit berat
41.49
cukup
0.41
sesuai anjuran
1111
80.72
defisit ringat
110.21
normal
57.76
lebih
0.65
sesuai anjuran
1112
169.48
lebih
247.97
lebih
68.35
cukup
0.10
sesuai anjuran
1113
73.16
defisit sedang
85.10
defisit ringan
41.29
cukup
0.33
sesuai anjuran
1114
117.43
normal
138.29
lebih
86.91
lebih
0.95
sesuai anjuran
1115
122.26
lebih
104.16
normal
57.22
cukup
0.39
sesuai anjuran
1201
139.62
lebih
150.81
lebih
35.79
kurang
0.70
sesuai anjuran
1202
67.53
defisit berat
58.31
defisit berat
35.45
cukup
0.39
sesuai anjuran
1203
70.71
defisit sedang
84.62
defisit ringan
27.18
cukup
0.08
sesuai anjuran
1204
113.53
normal
116.69
normal
70.30
lebih
0.84
sesuai anjuran
1205
152.33
lebih
136.49
lebih
84.32
lebih
0.41
sesuai anjuran
1206
129.36
lebih
191.83
lebih
93.77
lebih
0.29
sesuai anjuran
1207
59.32
defisit berat
63.47
defisit berat
47.94
cukup
0.29
sesuai anjuran
1208
135.26
lebih
85.49
defisit ringan
59.85
lebih
0.71
sesuai anjuran
1209
46.58
defisit berat
72.38
defisit sedang
14.58
kurang
0.06
sesuai anjuran
1210
60.31
defisit berat
52.79
defisit berat
21.75
kurang
0.00
sesuai anjuran
1211
49.49
defisit berat
65.52
defisit berat
22.30
cukup
0.01
sesuai anjuran
1212
58.33
defisit berat
45.24
defisit berat
25.85
cukup
0.01
sesuai anjuran
1213
72.93
defisit sedang
98.11
normal
31.85
cukup
0.02
sesuai anjuran
1214
49.25
defisit berat
56.99
defisit berat
35.19
cukup
0.42
sesuai anjuran
1301
81.91
defisit ringat
100.85
normal
75.51
lebih
0.45
sesuai anjuran
1302
55.35
defisit berat
50.53
defisit berat
35.88
kurang
0.61
sesuai anjuran
1303
59.41
defisit berat
102.78
normal
43.15
cukup
0.14
sesuai anjuran
1304
87.73
defisit ringat
101.18
normal
52.54
cukup
0.44
sesuai anjuran
1305
27.58
defisit berat
27.26
defisit berat
20.72
lebih
0.35
sesuai anjuran
1306
75.58
defisit sedang
113.30
normal
74.15
lebih
0.17
sesuai anjuran
1307
86.61
defisit ringat
88.40
defisit ringan
40.83
cukup
0.95
sesuai anjuran
1308
112.65
normal
137.16
lebih
81.69
lebih
0.07
sesuai anjuran
1309
183.15
lebih
187.35
lebih
95.03
cukup
0.48
sesuai anjuran
1310
103.90
normal
98.67
normal
40.56
cukup
0.39
sesuai anjuran
1311
88.95
defisit ringat
102.78
normal
40.27
lebih
0.06
sesuai anjuran
1312
115.50
normal
89.07
defisit ringan
38.97
cukup
0.39
sesuai anjuran
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
82 Lampiran 7 (Lanjutan) KODRES
TKE
KLASIFIKASI
TKP
KLASIFIKASI
1313
89.35
defisit ringat
133.49
lebih
TKL TOTAL 11.97
kurang
TKL TRANS 0.01
sesuai anjuran
1314
83.46
defisit ringat
75.75
defisit sedang
1315
109.41
normal
93.70
normal
42.11
cukup
0.41
sesuai anjuran
68.52
lebih
1.04
sesuai anjuran
1316
145.46
lebih
169.08
lebih
30.03
kurang
0.24
sesuai anjuran
1317
100.31
normal
103.33
normal
66.52
lebih
0.30
normal
92.29
normal
60.14
cukup
2.22
72.98
defisit sedang
60.19
defisit berat
34.32
kurang
0.48
sesuai anjuran tidak sesuai anjuran sesuai anjuran
1318
101.44
1319 2101
63.62
defisit berat
68.14
defisit berat
33.18
cukup
0.23
sesuai anjuran
2102
82.42
defisit ringat
101.53
normal
68.68
cukup
0.16
sesuai anjuran
2103
125.78
lebih
144.68
lebih
57.35
cukup
0.00
sesuai anjuran
2104
88.56
defisit ringat
99.27
normal
31.15
kurang
0.06
sesuai anjuran
2105
82.67
defisit ringat
86.66
defisit ringan
26.27
kurang
0.00
sesuai anjuran
2106
78.88
defisit sedang
81.34
defisit ringan
48.37
cukup
0.65
sesuai anjuran
2107
80.97
defisit ringat
74.69
defisit sedang
26.28
kurang
0.25
sesuai anjuran
2108
44.90
defisit berat
38.14
defisit berat
26.86
kurang
0.09
sesuai anjuran
2109
88.64
defisit ringat
126.38
lebih
77.09
lebih
0.51
sesuai anjuran
2110
81.74
defisit ringat
53.36
defisit berat
43.94
lebih
0.26
sesuai anjuran
2111
137.80
lebih
146.86
lebih
30.99
kurang
0.06
sesuai anjuran
2112
69.61
defisit berat
88.44
defisit ringan
59.10
lebih
0.04
sesuai anjuran
2113
107.59
normal
65.28
defisit berat
61.32
lebih
0.57
sesuai anjuran
2114
89.73
defisit ringat
98.09
normal
70.94
lebih
1.02
sesuai anjuran
2115
47.43
defisit berat
41.98
defisit berat
32.89
lebih
0.90
sesuai anjuran
2116
85.52
defisit ringat
90.73
normal
38.91
cukup
0.12
sesuai anjuran
2117
107.05
normal
126.87
lebih
84.84
lebih
0.08
sesuai anjuran
2118
120.99
lebih
118.33
normal
56.62
lebih
0.37
sesuai anjuran
2119
88.33
defisit ringat
114.11
normal
67.02
cukup
0.21
sesuai anjuran
2120
56.61
defisit berat
56.04
defisit berat
19.44
cukup
0.64
sesuai anjuran
2121
63.11
defisit berat
120.15
lebih
101.66
lebih
0.36
sesuai anjuran
2122
140.70
lebih
144.35
lebih
62.46
cukup
0.73
sesuai anjuran
2201
127.52
lebih
172.77
lebih
88.14
lebih
0.57
sesuai anjuran
2202
54.46
defisit berat
40.39
defisit berat
32.18
cukup
0.04
sesuai anjuran
2203
187.18
lebih
279.43
lebih
103.40
lebih
0.97
sesuai anjuran
2204
60.36
defisit berat
80.03
defisit ringan
26.69
cukup
0.01
sesuai anjuran
2205
53.96
defisit berat
44.27
defisit berat
24.60
cukup
0.33
sesuai anjuran
2206
62.31
defisit berat
58.89
defisit berat
27.03
kurang
0.09
sesuai anjuran
2207
72.21
defisit sedang
87.07
defisit ringan
42.65
lebih
0.02
sesuai anjuran
2208
52.77
defisit berat
63.09
defisit berat
29.63
cukup
0.21
sesuai anjuran
2209
87.34
defisit ringat
129.24
lebih
82.04
lebih
0.80
sesuai anjuran
2210
56.29
defisit berat
74.47
defisit sedang
59.29
lebih
0.38
sesuai anjuran
2211
121.05
lebih
131.52
lebih
88.23
lebih
0.22
sesuai anjuran
2301
114.79
normal
188.35
lebih
79.76
cukup
0.42
sesuai anjuran
2302
100.59
normal
115.60
normal
52.99
cukup
0.05
sesuai anjuran
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
83 Lampiran 7 (Lanjutan) KODRES
TKE
KLASIFIKASI
TKP
KLASIFIKASI
2303
81.75
defisit ringat
96.30
normal
TKL TOTAL 45.43
cukup
TKL TRANS 0.21
sesuai anjuran
2304
61.31
defisit berat
62.25
defisit berat
2305
111.34
normal
110.85
normal
28.38
kurang
0.51
sesuai anjuran
73.79
lebih
0.87
sesuai anjuran
2306
83.60
defisit ringat
92.10
normal
55.43
cukup
0.57
sesuai anjuran
2307
91.35
normal
125.86
lebih
43.79
cukup
0.16
sesuai anjuran
2308
108.60
normal
2309
79.29
defisit sedang
163.25
lebih
61.78
lebih
0.11
sesuai anjuran
116.38
normal
52.19
lebih
0.45
sesuai anjuran
2310
74.94
defisit sedang
92.69
normal
38.73
cukup
0.47
sesuai anjuran
2311
81.24
defisit ringat
99.88
normal
76.45
lebih
1.05
sesuai anjuran
2312
105.93
normal
97.56
normal
51.69
lebih
0.33
2313
55.40
defisit berat
66.08
defisit berat
46.58
lebih
3.26
2314
98.84
normal
71.93
defisit sedang
55.49
cukup
0.32
sesuai anjuran tidak sesuai anjuran sesuai anjuran
2315
77.83
defisit sedang
87.28
defisit ringan
59.28
lebih
0.09
sesuai anjuran
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
84
Lampiran 8 Hasil uji beda antara asupan lemak trans, tingkat kecukupan konsumsi energi, lemak total, lemak trans, persen lemak tubuh, dan status gizi antara contoh di wilayah Kabupaten dengan Kota Bogor Levene's Test for Equality of Variances F Sig. Asupan Lemak Trans
TKE
TKL_Total
TKL_Trans
Status Gizi
Persen Lemak Tubuh
Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
0.728
3.159
0.076
0
1.092
0.438
t-test for Equality of Means
t
0.396
0.079
0.784
1
0.299
0.51
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-0.176
94
0.861
-0.01625
0.09240
-0.19972
0.16722
-0.176
86.774
0.861
-0.01625
0.09240
-0.19992
0.16742
0.314
94
0.755
2.08333
6.64492
-11.11032
15.27699
0.314
89.002
0.755
2.08333
6.64492
-11.11999
15.28665
-0.567
94
0.572
-0.083
0.147
-0.375
0.209
-0.567
93.999
0.572
-0.083
0.147
-0.375
0.209
0
94
1
0
0.029
-0.058
0.058
0
94
1
0
0.029
-0.058
0.058
-2.13
94
0.036
-1.68604
0.79172
-3.25803
-0.11406
-2.13
90.065
0.036
-1.68604
0.79172
-3.25892
-0.11316
-1.797
94
0.076
-3.02708
1.68476
-6.37221
0.31804
-1.797
93.811
0.076
-3.02708
1.68476
-6.3723
0.31813
85
Lampiran 9 Hasil uji hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi energi, lemak total, dan lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi contoh TKE TKE
PERSENLEMAK
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
PERSENLEMAK 1 96 0.12 .245 96
TKL_TOTAL Spearman's rho
TKL_TOTAL
PERSENLEMAK
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
TKL_TRANS
PERSENLEMAK
0.119 0.247 96
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
STATUSGIZI
TKL_TOTAL
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
STATUSGIZI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
TKL_TRANS
STATUSGIZI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1 . 96 PERSENLEMAK -0.108 0.295 96 1 . 96 STATUSGIZI
1
0.021 0.841 96
96 0.021 0.841 96
1 96 STATUSGIZI
1
0.147 0.152 96
. 96 0.147 0.152 96 TKL_TRANS
Spearman's rho
0.247 96
-.108 .295 96
TKL_TOTAL Spearman's rho
0.119
1 . 96
TKE TKE
96 PERSENLEMAK
1.000 . 96
TKL_TRANS Spearman's rho
0.12 0.245 96 1
1 . 96 STATUSGIZI
1
-0.079 0.444 96
. 96 -0.079 0.444
1 .
86 Lampiran 9 (Lanjutan) TKL_TRANS N
96
STATUSGIZI Pearson STATUSGIZI Correlation 1 Sig. (2-tailed) N 96 Pearson PERSENLEMAK Correlation .661** Sig. (2-tailed) 0 N 96 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
STATUSGIZI 96 PERSENLEMAK .661** 0 96 1 96
87