HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT GIZI DAN KOMPOSISI LEMAK TUBUH DENGAN KAPASITAS DAYA TAHAN TUBUH ATLET DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA
RIZKY AGNESTYA ANDHINI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT RIZKY AGNESTYA ANDHINI. The Relationship Between Nutrients Intake and Body Fat Composition with The Capacity of Endurance Athletes at School Athletes Ragunan Jakarta. Under Direction of HADI RIYADI. Purpose of this study is to analyze the relationship between nutrients intake and body fat composition with the capacity of endurance athletes Ragunan jakarta school athletes. The study was conducted in March to May 2011 by using cross sectional study design. number of samples in this study were 33 athletes who come from three types of sport that vary by level of exercise intensity that is bultangkis sport athletes, wrestling, and athletics. data used are primary and secondary data. Primary data includes measurements of anthropometric data (weight, height, nutritional status, and body fat composition), nutrition knowledge and food consumption. While for the secondary data includes a fitness test result data as well as an overview of the school. The data were analyzed using Pearson correlation test, Spearman correlation test, Independent Sampel T-test, and ANOVA test. The results of this study include statistical test between gender with fitness level (VO2max) is the relationship (r =-0.65 , p < 0.05). Pearson test results showed the relationship between weight with a level of fitness (VO2Max) (r = -0.397, p < 0.05). spearman test results showed no significant relationship between nutritional status variable with the level of fitness (r = -0.031 ,p > 0.05). Statistical test results between a variable percentage of body fat and fitness levels showed a significant relationship (r = -0.651 ,p < 0.05). while for the test analysis between variables with sufficient levels of nutrients that athletes fitness levels showed a significant association was sufficient levels of iron (r = 0.612 ,p < 0.05). Based on sufficient levels of energy and other nutrients, almost all samples have a relatively normal level of adequacy. As for the level of adequacy of protein and fat from nearly all samples have sufficient levels that are categorized as excess. In addition to sufficient levels of carbohydrates, as much as 57.58% of the sample adequacy levels are still relatively less than the amount that was recommended (<60% of the total energy requirements). Keywords : Food Intake, Skinfold thickness, VO2max, athlete’s nutrition
RINGKASAN Rizky Agnestya Andhini. Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh Hadi Riyadi Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara asupan zat gizi dan komposisi tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Tujuan khusus dari penelitian ini : 1) Menganalisis karakteristik responden berdasarkan pengukuran antropometri, status gizi dan komposisi tubuh 2). Menganalisis tingkat konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat para atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta 3). Menganalisis hubungan antara asupan zat gizi dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet 4). Menganalisis hubungan antara komposisi tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet. Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study yaitu pengumpulan data pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta pada bulan Maret-April 2011. Sampel pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar sebagai atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. Cabang-cabang olahraga yang dipilih berdasarkan tingkat intensitas yang berbeda (intensitas sedang, endurance dan strength) yaitu dari cabang bulutangkis sebanyak 12 orang, cabang atletik sebanyak 13 orang, dan cabang gulat sebanyak 8 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 33 sampel. Siswa-siswa ini adalah calon atlet Indonesia binaan Menpora yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan, sampel ditentukan secara purposive sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan sampel dan penyebaran kuesioner. Data primer ini meliputi, karakteristik sampel (jenis kelamin, usia, dan status gizi, pengukuran antropometri, serta komposisi tubuh. Sedangkan data sekundernya meliputi data hasil tes kebugaran (tes balke) dan gambaran umum mengenai profil sekolah. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Analisis data diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman. Sebagian besar sampel berjenis kelamin perempuan yaitu dengan persentase sebesar 57.6% dan sisanya sebanyak 42.4% sampel berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata usia sampel yaitu sekitar 16.33 ± 1.242 tahun. Berat badan sampel sebagian besar baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan berada dalam rentang 50-61 Kg dengan persentase masing-masing sebesar 64.29% dan 57.89%. Tinggi badan sampel terbanyak berada dalam rentang 166-170 cm yaitu dengan persentase sebesar 42.86% untuk sampel lakilaki dan pada sampel perempuan terbanyak berada dalam rentang 160-165 cm (36.84%). Hampir seluruh sampel memiliki status gizi yang tergolong normal baik sampel laki-laki maupun perempuan dengan persentase masing-masing sebesar 85.71% dan 84.21%. Tingkat pengetahuan gizi yang masih sampel yang berjenis kelamin laki-laki tergolong kurang (64.29%) dan tergolong sedang untuk sampel yang berjenis kelamin perempuan (68.42%). Hasil pengukuran terhadap persentase lemak tubuh sampel berdasarkan jenis kelaminnya, menunjukkan bahwa persentase lemak tubuh sampel yang berjenis kelamin laki-laki lebih rendah bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 10.02 ± 4.70 % dan 18.53 ± 5.68%. Sedangkan menurut cabang olahraganya, sampel yang berasal dari cabang olahraga gulat yang memiliki
persentase lemak tubuh yang lebih kecil yaitu sebesar 12.288 ± 2.522% bila dibandingkan dengan cabang olahraga atletik maupun bulutangkis (14.09 ± 8.46% dan 17.575 ± 6.026 %). Berdasarkan tingkat kecukupan energi serta zat gizi lainnya, sebagian besar sampel memiliki tingkat kecukupan yang tergolong normal. Sedangkan untuk tingkat kecukupan protein hampir dari sampel laki-laki memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal (50%) sedangkan untuk sebagian besar sampel perempuan memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong berlebih (52.63%). Tingkat kecukupan lemak baik pada sampel laki-laki maupun perempuan sama-sama tergolong berlebih. Selain itu untuk tingkat kecukupan karbohidrat, baik pada sampel laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kecukupan yang masih tergolong kurang dari jumlah yang telah dianjurkan (<60% dari total kebutuhan energi). Untuk tingkat kecukupan vitamin A baik pada sampel laki-laki maupun perempuan sudah tergolong normal. Sedangkan untuk tingkat kecukupan vitamin C dan Fe pada sampel laki-laki lebih banyak yang tergolong normal bila dibandingkan dengan sampel perempuan. Sedangkan untuk tingkat kecukupan Ca, pada sampel perempuan lebih banyak yang tingkat kecukupan Ca yang normal bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin laki-laki. Pengukuran terhadap tingkat kebugaran sampel digolongkan menjadi 2 yaitu berdasarkan jenis kelamin dan jenis cabang olahraganya. Pada penggolongan berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa nilai Vo2max laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan yaitu sebesar 49.47 ± 3.39 ml/kg/menit. Sedangkan nilai Vo2max pada sampel perempuan adalah 43.59 ± 3.57 ml/kg/menit. Berdasarkan penggolongan menurut cabang olahraganya terjadi perbedaan antara perhitungan terhadap nilai Vo2max sampel. Dari ketiga cabang olahraga tersebut, terlihat bahwa atlet yang berasal dari cabang olahraga gulat memiliki nilai Vo2max yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan cabang olahraga atletik dan bulutangkis yaitu sebesar 48.79 ± 4.11 ml/kg/menit. sedangkan untuk cabang olahraga yang memiliki nilai Vo2max terendah adalah pada cabang olahraga bulutangkis yaitu sebesar 44.23 ± 2.78 ml/kg/menit. Uji analisis antar variabel yang dilakukan menunjukkan bahwa antara variabel jenis kelamin dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p < 0.05, r = -0.651). Hubungan antara variabel usia dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.152). Hubungan antara variabel berat badan dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p < 0.05, r = -0.397). Hubungan antara variabel tinggi badan sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r= 0.166). Hubungan antara variabel status gizi sampel dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = -0.145). Hubungan antara variabel persentasi lemak tubuh atlet dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p < 0.05, r = -0.651). Hubungan antara variabel tingkat kecukupan energi sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.275). Hubungan antara variabel pengetahuan gizi sampel dengan tingkat kecukupan energi yaitu menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p < 0.05, r = 0.860). Hubungan antara variabel tingkat kecukupan energi (TKE) dengan status gizi menunjukkan suatu hubungan yang signifikan (p < 0.05, r = -0.676).
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT GIZI DAN KOMPOSISI LEMAK TUBUH DENGAN KAPASITAS DAYA TAHAN TUBUH ATLET DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA
RIZKY AGNESTYA ANDHINI
Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Lemak Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta
Nama
: Rizky Agnestya Andhini
NIM
: I14070065
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS NIP. 19610615 198603 1 004
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Disetujui :
vii
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan atas Kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat dari-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi sarjana yang berjudul “Hubungan Antara Asupan zat gizi dan Komposisi Lemak Tubuh Terhadap Peningkatan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta ”. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, doa, semangat, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Kedua orang tua penulis, Papa Andika dan Mama Ramayani yang telah memberikan doa, semangat, nasihat, motivasi ,dukungan dan pengorbanan serta kasih sayangnya kepada penulis. Selain itu juga kepada Kakek, Nenek, Om (Jali, Buyung, Ade, Darmadi, Wisnu, Alm. Pak ilih), Tante (Niza, Im, Ade, Ma Wowo, Mama Ita, Tante In, Mama Is, Tante Cus), Adik (Aldi dan Astrid). 2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa sabar dalam memberikan bimbingan, motivasi, dukungan, perhatian serta semangat kepada penulis. 3. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pembimbing akademik sekaligus sebagai dosen penguji dan pemandu seminar. 4. Teman-teman seperjuangan (Hanum, Tamia, Imam, Dedol, Zizul) dan seluruh keluarga besar “LUMINAIRE”, khususnya Puput, Elfrida, Icha, Ayuning, Gustam, Deviani, Anita, Lutfhi, Fitri, Debby atas semangat, bantuan, motivasi dan dukungannya untuk perjuangan yang sangat luar biasa ini. 5. Sahabat-sahabatku di Pondok Sabrina “AGGS” (Khusnul, Umu, Chemy, Rima, Azi, Noja, Almh. Rina, Yuyu). 6. Ardi Ferdiansyah dan Dessy Febrianti atas inspirasi, semangat dan dukungannya kepada penulis. 7. Pihak sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan, atlet dan pelatih Atletik, Bulutangkis, Gulat, Pak Yayan, Pak Nugroho dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bogor, Oktober 2011
Rizky Agnestya Andhini
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Yogyakarta, pada tanggal 8 Oktober 1988 silam dan diberi nama Rizky Agnestya Andhini. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan bapak Andika dan ibu Ramayani. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 di SD Negeri Kramat Pela 03 Pagi, Jakarta. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 13, Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah umum di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 60, Jakarta,dan lulus pada tahun 2007. Penulis mengawali pendidikan sebagai mahasiswa pada tahun 2007 di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis di IPB terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Departemen Gizi Masyarakat, dengan program studi Ilmu Gizi. Penulis juga pernah melakukan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta serta Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kalimantan Selatan pada tahun 2010. Tahun 2011 Penulis melakukan penelitian mengenai “Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Lemak Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta” di bawah bimbingan Dr. Ir. Hadi Riyadi,MS untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................... 1 Perumusan Masalah .......................................................................... 3 Tujuan................................................................................................ 3 Tujuan Umum .............................................................................. 3 Tujuan Khusus ............................................................................. 3 Kegunaan Penelitian ................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5 Olahraga (Endurance & Strength) ..................................................... 5 Klasifikasi Olahraga ........................................................................... 5 Komposisi Tubuh dan Kesegaran Jasmani........................................ 6 Kecukupan Zat Gizi Atlet ................................................................... 6 Kecukupan Energi ............................................................................. 7 Kecukupan Protein ............................................................................ 8 Kecukupan Karbohidrat ..................................................................... 9 Kecukupan Lemak............................................................................. 10 Kecukupan Vitamin dan Mineral ........................................................ 11 Kecukupan Vitamin A ................................................................. 11 Kecukupan Vitamin C ................................................................. 12 Kecukupan Kalsium .................................................................... 12 Kecukupan Zat Besi ................................................................... 13 Kecukupan Air ............................................................................ 13 Pengaturan Makan Pada Atlet ........................................................... 14 Makanan Menjelang Latihan ...................................................... 14 Makanan Menjelang Pertandingan ............................................. 14 Makanan Saat Pertandingan ...................................................... 14 Efek Tidak Terpenuhinya Kalori ........................................................ 15 Peranan Gizi Terhadap Prestasi Oalhraga ........................................ 15 Metode Pengukuran Recall 2x24 jam................................................ 15 Kebugaran Jasmani .......................................................................... 16
x
VO2Max ............................................................................................. 17 Tes Balke .......................................................................................... 18 KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................ 20 METODE PENELITIAN ................................................................................ 22 Desain, Tempat dan Waktu ............................................................... 22 Jumlah dan Cara Penarikan Sampel ................................................. 22 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................... 22 Pengolahan dan Analisis Data........................................................... 23 Kelemahan Penelitian........................................................................ 26 Definisi Operasional .......................................................................... 27 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 29 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 29 Karakteristik Sampel ......................................................................... 30 Jenis Kelamin ............................................................................. 31 Usia ............................................................................................ 32 Berat Badan ............................................................................... 32 Tinggi Badan .............................................................................. 33 Pengetahuan Gizi .............................................................................. 34 Persentase Lemak Tubuh ................................................................. 36 Status Gizi ......................................................................................... 38 Konsumsi Pangan ............................................................................. 39 Frekuensi Makan ........................................................................ 40 Kebiasaan Sarapan .................................................................... 40 Kebiasaan Jajan ......................................................................... 42 Kebiasaan Minum Air Putih ........................................................ 43 Tingkat Kecukupan Gizi..................................................................... 44 Energi ......................................................................................... 44 Protein ........................................................................................ 46 Lemak ........................................................................................ 48 Karbohidrat ................................................................................. 49 Vitamin A .................................................................................... 51 Vitamin C .................................................................................... 52 Kalsium ...................................................................................... 53 Zat Besi ...................................................................................... 55 Tingkat Kebugaran ............................................................................ 56
xi
VO2Maksimum............................................................................ 57 Uji Antar Variabel .............................................................................. 59 Karakteristik atlet dengan Tingkat Kebugaran ............................ 59 Jenis Kelamin dengan Tingkat Kebugaran ............................ 59 Usia dengan Tingkat Kebugaran........................................... 59 Berat Badan dengan Tingkat Kebugaran .............................. 59 Tinggi Badan dengan Tingkat Kebugaran .............................. 59 Status gizi dengan Tingkat Kebugaran ....................................... 60 Persentase Lemak Tubuh dengan Tingkat Kebugaran ............... 60 Tingkat Kecukupan Energi dengan Tingkat Kebugaran .............. 60 Tingkat Kecukupan Protein dengan Tingkat Kebugaran ............. 60 Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan Tingkat Kebugaran ......... 61 Tingkat Kecukupan Vitamin C dengan Tingkat Kebugaran ........ 61 Tingkat Kecukupan Kalsium dengan Tingkat Kebugaran ............ 61 Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Tingkat Kebugaran ........... 61 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 62 Kesimpulan ....................................................................................... 62 Saran ................................................................................................ 63 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 64 LAMPIRAN................................................................................................... 67
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Normatif nilai VO2Max minimum atlet (Wanita) .............................. 18
Tabel 2
Normatif nilai VO2Max minimum atlet (Pria) .................................. 18
Tabel 3
Normatif nilai VO2Max minimum atlet (Jenis Olahraga) ................. 18
Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data ................................................. 23 Tabel 5
Nilai titik kritis batas yang direkomendasi untuk remaja (IMT/U) .... 24
Tabel 6
Sebaran sampel menurut berat badan .......................................... 32
Tabel 7 Sebaran sampel menurut tinggi badan ........................................... 33 Tabel 8 Persentase lemak tubuh berdasarkan jenis kelamin ...................... 36 Tabel 9 Persentase lemak tubuh berdasarkan cabang olahraga................. 37 Tabel 10 Frekuensi makan sampel ............................................................... 40 Tabel 11 Kebiasaan sarapan sampel ............................................................ 41 Tabel 12 Kebiasaan jajan sampel ................................................................. 42 Tabel 13 Kebiasaan minum air putih sampel ................................................ 43 Tabel 14 Nilai VO2Max sampel berdasarkan jenis kelamin ........................... 57 Tabel 15 Nilai VO2Max sampel berdasarkan cabang olahraga ..................... 58
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka pemikiran ................................................................... 20 Gambar 2 Sebaran sampel berdasarkan jenis kelamin ............................... 31 Gambar 3 Sebaran berat badan sampel berdasarkan jenis kelamin ........... 33 Gambar 4 Sebaran tinggi badan sampel berdasarkan jenis kelamin ........... 34 Gambar 5 Sebaran tingkat pengetahuan gizi sampel .................................. 35 Gambar 6 Sebaran tingkat pengetahuan gizi sampel (jenis kelamin) .......... 35 Gambar 7 Sebaran status gizi sampel ........................................................ 38 Gambar 8 Sebaran status gizi sampel berdasarkan jenis kelamin .............. 39 Gambar 9 Sebaran tingkat kecukupan energi sampel ................................. 44 Gambar 10 Sebaran tingkat kecukupan energi sampel (jenis kelamin) ......... 45 Gambat 11 Sebaran tingkat kecukupan protein sampel ................................ 47 Gambar 12 Sebaran tingkat kecukupan protein sampel (jenis kelamin) ........ 47 Gambar 13 Sebaran tingkat kecukupan lemak sampel ................................. 49 Gambar 14 Sebaran tingkat kecukupan karbohidrat sampel ........................ 50 Gambar 15 Sebaran tingkat kecukupan karbohidrat sampel (jenis kelamin) . 50 Gambar 16 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A sampel ............................ 52 Gambar 17 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C sampel ........................... 52 Gambar 18 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C sampel (jenis kelamin) .... 53 Gambar 19 Sebaran tingkat kecukupan kalsium sampel............................... 54 Gambar 20 Sebaran tingkat kecukupan kalsium sampel (jenis kelamin) ....... 54 Gambar 21 Sebaran tingkat kecukupan zat besi sampel .............................. 55 Gambar 22 Sebaran tingkat kecukupan zat besi sampel (jenis kelamin) ....... 56
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Olahraga merupakan aktivitas untuk meningkatkan stamina tubuh, yang mempunyai dampak positif terhadap derajat kesehatan, oleh karena itu olahraga dianjurkan untuk dilaksanakan secara teratur sesuai dengan kondisi seseorang. Bagi atlet asupan gizi yang terkait dengan olahraga mempunyai arti penting selain
untuk
mempertahankan
stamina,
kebugaran
atlet
serta
untuk
meningkatkan prestasi atlet tersebut dalam cabang olahraga yang diikutinya. Dalam hal ini meningkatkan daya tahan aerobik atau endurance dikenal pula prinsip penambahan beban latihan atau overload principle yang dalam hal ini terdiri dari: 1) Intensitas; 2) Frekwensi; 3) Lama program latihan yang dilakukan
(Sajoto
1988).
Menurut
Robergs dan
Robert
(1997),
untuk
meningkatkan daya tahan dibutuhkan latihan-latihan yang meningkatkan daya tahan jantung-paru serta daya tahan jantung-pembuluh darah, karena dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 0%-10% peningkatan daya tahan dipengaruhi oleh proses adaptasi kardiovaskuler dan transfer kardiorespirasi. Sehingga peningkatan daya tahan akan memberikan hasil yang signifikan dengan cara meningkatkan kerja sistem kardiovaskuler dan kardiorespirasi melalui program latihan yang berinterval dan continue (terus menerus). Peningkatan daya tahan kardiorespirasi dapat terlihat dengan mengukur VO2max (ambilan oksigen maksimal), selain itu peningkatan daya tahan kardiorespirasi dapat terlihat dengan mengukur nilai kapasitas vital paru yang lebih mudah dan lebih praktis daripada mengukur VO2 max. Nilai kapasitas vital pria dewasa lebih tinggi 20-25% daripada wanita dewasa. Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot pria dan wanita. Nilai kapasitas vital paru juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik, seperti umur, tinggi badan dan berat badan (Yunus 1997; Guyton & Hall 1996). Atlet cabang olahraga yang banyak menggunakan otot tubuh bagian atas, nilai kapasitas vital parunya juga lebih tinggi daripada atlet cabang olahraga yang banyak menggunakan otot tubuh bagian bawah. Pengetahuan gizi olahraga bagi masyarakat secara umum serta atlet yang berprestasi sangat penting. Seperti yang telah diketahui bahwa dalam masa
pertumbuhan
serta
perkembangan,
proses
kehidupan
seseorang
dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya masukan zat gizi. Disamping itu gizi juga berpengaruh dalam mempertahankan dan memperkuat daya tahan
2
tubuh. Derajat kesehatan yang baik akan mampu menciptakan kondisi tubuh yang sehat dan menjadi sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan SDM yang baik maka para atlet olahraga diharapkan akan mampu menciptakan prestasi yang baik pula. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui pembinaan atlet disetiap cabang olahraga dan pemenuhan zat gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan para atlet sendiri, pembina olahraga, dan penyediaan makanan yang telah sadar gizi (Napu 2005). Makanan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia dan sangat berpengaruh dalam perilaku sehari-hari. Manusia pada hakekatnya telah mengenal akan arti dan guna makanan secara harfiah, tetapi pada dasarnya manusia belum menyadari sepenuhnya kepentingan makanan dalam menyusun pertumbuhan dan perkembangan fisiknya (Mukrie et al. 1990). Tidak ada perbedaan yang mencolok dalam hal makan antara atlet dan non atlet, akan tetapi mengingat bahwa sebagian atlet masih dalam usia pertumbuhan, kegiaatan fisik atlet rata–rata lebih besar dibandingkan non atlet sehingga pengaruh makanan akan lebih langsung terlihat pada penampilan atau prestasi atlet maka di samping jumlahnya harus lebih besar, pengaturan makanan bagi atlet harus lebih cermat dibandingkan makanan bagi non atlet. Pengertian cukup dalam hal makanan adalah bukan semata–mata dapat diartikan dengan “tidak boleh kurang“ terutama bagi atlet. Pengertian cukup disini harus diartikan “tidak boleh berlebihan” disamping boros kelebihan makanan pada atlet akan menjadikan beban yang dapat menurunkan prestasi, inilah sebabnya dalam setiap penyelengaraan makanan bagi atlet sedapat mungkin dikelola atau diawasi oleh seorang ahli gizi (Dirham 1987). Pengaturan keseimbangan zat gizi antara asupan dan kebutuhan tubuh sangat penting karena kekurangan atau kelebihan zat gizi sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan status gizi. Pengaturan makanan terhadap seorang
atlet
harus
bersifat
individual.
Pemberian
makanan
harus
memperhatikan jenis kelamin, umur, berat badan, serta jenis olahraga. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan. Untuk mendapatkan atlet yang berprestasi, faktor gizi merupakan salah satu faktor yang sangat perlu diperhatikan sejak pembinaan di tempat pelatihan sampai pada saat pertandingan. Salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh olahragawan untuk meraih prestasi adalah ketahanan fisik yang prima. Kondisi tersebut hanya dapat
3
dicapai
apabila
didukung
oleh
komposisi
atau
stuktural
tubuh
yang
menguntungkan, latihan yang intensif, teratur dan diet yang kuat. Kesepakatan internasional yang dicetuskan di lausane pada tahun 1992 menyatakan bahwa diet terbukti secara bermakna mempengaruhi prestasi atlet. SMA Ragunan di Jakarta Selatan merupakan salah satu institusi atau tempat pembinaan atlet berbagai cabang olahraga. SMA Ragunan Jakarta membina atlet-atlet yang masih berada pada usia pertumbuhan, dimana usia tersebut memerlukan asupan gizi dan makanan yang cukup yang sesuai dengan aktivitas yang mereka lakukan. Selain ada pembinaan dan pelatihan bagi para atletnya, sekolah ini juga menyediakan sistem penyelenggaraan makanan bagi para atletnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana peranan asupan makanan serta komposisi lemak tubuh terhadap aktivitas daya tahan tubuh atlet di sekolah atlet Ragunan ini. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Lemak Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di SMA Negeri Ragunan Jakarta adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah karakteristik sampel
berdasarkan pengukuran antropmetri,
status gizi dan komposisi lemak tubuh? 2. Berapakah sumbangan konsumsi energi dan zat gizi (protein, karbohidrat dan lemak) dari makanan yang telah disediakan oleh pihak sekolah? 3. Bagaimanakah peranan asupan makanan dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet? 4. Bagaimanakah peranan komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara asupan zat gizi dan komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Tujuan Khusus 1. Menganalisis karakteristik sampel
berdasarkan pengukuran antropometri,
status gizi dan komposisi lemak tubuh. 2. Menganalisis tingkat konsumsi energi dan zat gizi para atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta.
4
3. Menganalisis hubungan antara asupan makanan dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet. 4. Menganalisis hubungan antara komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta informasi tentang tingkat kecukupan kalori atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta melalui sistem penyelenggaraan makanan. Hal ini penting agar atlet mampu mengatur konsumsi makanan yang baik sesuai dengan kebutuhan zat gizi masing-masing atlet. Selain itu, juga dapat memberikan gambaran serta informasi mengenai hubungan antara tingkat kecukupan kalori dan komposisi lemak tubuh atlet dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet. Karena dangan pengaturan makanan yang baik dapat membuat atlet mampu memenuhi kebutuhan gizinya menjadi lebih baik sehingga mempunyai status gizi yang baik pula serta dapat meningkatkan prestasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan konsumsi pangan bagi atlet dalam rangka peningkatan kualitas gizinya serta kapasitas daya tahan tubuhnya.
5
TINJAUAN PUSTAKA Olahraga endurance Olahraga yang ditujukan untuk melatih ketahanan jantung dan paru-paru. Latihan-latihan pada kategori ini bermanfaat membakar kalori yang disertai dengan peningkatan aktivitas kerja jantung memompa darah, dan meningkatkan aktivitas paru-paru dalam menyuplai oksigen. Olah raga yang termasuk kategori ini antara lain: senam aerobik, joging, dan jalan kaki. Strength training Olahraga yang ditujukan untuk melatih otot-otot bagian tubuh tertentu sehingga bagian tubuh yang dilatih akan menjadi kuat. Yang termasuk kategori olahraga ini latihan mengangkat dumbel. Otot yang dilatih adalah otot-otot lengan. Klasifikasi Olahraga Untuk mempermudah perhitungan dalam menentukan kebutuhan energi seorang olahragawan, maka dilakukan penggolongan terhadap macam-macam olahraga menjadi 4 kelompok, berdasarkan berat ringannya olahraga tersebut, dengan memperhitungkan kedua macam bentuk latihan (latihan kondisi fisik dan latihan keterampilan teknik) juga jumlah waktu dari masing-masing latihan yang dijalankannya (Wolinsky 1994). Pengelompokan Cabang Olahraga: 1. Olahraga ringan: Menembak
Golf
Bowling
Panahan
2. Olahraga sedang: Atletik
Bulutangkis
Bola basket
Hockey
Soft ball
Tenis meja
Tenis
Senam
Sepak bola
Renang
Balap sepeda
Tinju
Gulat
Kempo
Judo
3. Olahraga berat:
4. Olahraga berat sekali: Rowing
Balap sepeda jarak jauh ( > 130 km )
Angkat besi
Marathon/atletik
6
Catatan: Daftar yang resmi tentang pembagian ini belum ada, dan ini masih bisa mengalami perubahan. Apabila ada suatu cabang olahraga yang belum tercantum pada daftar ini, penggolongannya supaya disesuaikan dengan cabang yang kira-kira sama aktivitasnya dengan yang ada di daftar . Komposisi tubuh dan Kesegaran Jasmani Komposisi tubuh seseorang dapat di ukur melalui berbagi cara misalnya dengan mengukur berat jenis tubuh. Tubuh yang mempunyai berat jenis yang tinggi berarti massa ototnya banyak sedangkan kadar lemak relatif kecil. Jumlah cadangan lemak dibawah kulit dapat diukur menggunakan suatu alat yang di sebut Skinfold calipers. Bagi seorang atlet, Komposisi tubuh jauh lebih penting dari berat badan sendiri karena ketahanan jasmani atlet ditentukan oleh massa otot yang membentuk tubuhnya. Karena itu dalam pembinaan ketahanan jasmani seorang atlet baik dipusat-pusat latihan maupun diluar pusat latihan, haruslah terdapat perpaduan yang serasi antara pengaturan makanan dengan latihan fisik yang
diberikan.
Pemberian
makanan
yang
melebihi
kebutuhan
akan
mengakibatkan bertambahnya cadangan lemak, sehingga tidak mencapai komposisi tubuh yang sesuai. Sebaliknya jika makanan yang kurang dari kebutuhan akan mengakibatkan terhambatnya proses perkembangan pada otototot tubuh (Moehji 2003). Persentasi lemak tubuh dari atlet berbeda tergantung dari jenis kelamin dari tubuh atlet dan olahraganya. Estimasi tingkat minimum dari lemak tubuh sesuai dengan kesehatan adalah 5% untuk pria dan 12% untuk wanita. Namun demikian, persentasi dari lemak tubuh yang optimum untuk seorang individu atlet kemungkinan jauh lebih tinggi daripada minimum ini dan harus ditentukan pada dasar dari seorang individu (Macmillan 1995). Kecukupan Zat Gizi Atlet Seorang atlet yang kondisi fisiknya baik, dengan mudah dapat mengkonsumsi kalori antara 4000 sampai 5000 kalori sehari. Memang sulit untuk menentukan intake kalori atlet setiap hari oleh karena kebutuhan kalori bagi setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang diantaranya, tinggi badan, berat badan, kondisi fisik seseorang, serta jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan selain olahraga dan sebagainya. Kebutuhan tenaga untuk masing–masing jenis cabang olahraga tidak sama. Jika intake kalori kurang dari jumlah yang diperlukan akan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan. Akan tetapi jika intake kalori melebihi kebutuhan, maka akan terjadi perubahan pada
7
komposisi lemak tubuhnya, dimana kelebihan kalori akan diubah menjadi cadangan lemak tubuh, jika hal demikian terjadi maka akan mempengaruhi performance atlet yang bersangkutan, karena cadangan lemak yang berlebihan akan menyebabkan atlit menjadi lamban. Hal ini penting sekali diperhatikan terutama bagi atlet yang memerlukan reaksi cepat (Depkes RI & KONI Pusat 1997). Aktivitas olahraga membutuhkan metabolisme optimal dan makronutrien tergantung dari adanya dan ketersediaannya mikronutrien. Makronutrien dan Mikrronutrien sangat dibutuhkan untuk menghasilkan energi sehingga atlet dapat tampil maksimal dalam setiap aktivitas olahraga. Nilai protein yang dihasilkan dari penguraian sempurna zat-zat gizi tersebut adalah 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori, 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori, 1 gram protein menghasilkan 4 kalori (deVries & Housh 1994). Menu atlet harus disusun berdasarkan jumlah kebutuhan energi dan komposisi
gizi
penghasil
energi
yang
seimbang.
Menu
makan
harus
mengandung karbohidrat sebanyak 60-70%, lemak 20-25% dan protein sebanyak 10-15% dari total kebutuhan energi seorang atlet. Menu yang disusun berdasarkan kebutuhan jumlah energi dan komposisi gizi penghasil energi seimbang , serta dibuat dari bahan makanan yang mengandung kriteria 4 sehat 5 sempurna umumnya sudah mengandung vitamin dan mineral sesuai dengan kebutuhan atlet (Depkes RI & KONI Pusat 1997). Kecukupan Energi Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan sangat
sulit.
Perkembangan
ilmu
pengetahuan
sekarang
hanya
dapat
menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan (Primana 2000). Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan (Primana 2000). Menurut Angka Kecukupan Gizi yang tercantum dalam Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1998, rata-rata tingkat kecukupan energi yang harus
8
dipenuhi oleh seorang laki-laki yang berumur 16-19 tahun yang berprofesi bukan sebagai atlet adalah 2500 kkal, sedangkan kebutuhan energi orang yang berprofesi sebagai atlet akan lebih besar daripada non atlet. Oleh karena itu penyusunan menu untuk memenuhi kebutuhan gizi seorang atlet harus dimulai dengan menentukan kebutuhan energi terlebih dahulu. Kebutuhan energi pada saat berolahraga dapat dipenuhi melalui sumbersumber energi yang tersimpan di dalam tubuh yaitu melalui pembakaran karbohidrat, pembakaran lemak, serta kontribusi sekitar 5% melalui pemecahan protein. Diantara ketiganya, simpanan protein bukanlah merupakan sumber energi yang langsung dapat digunakan oleh tubuh dan protein baru akan terpakai jika simpanan karbohidrat ataupun lemak tidak lagi mampu untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Penggunaan lemak maupun karbohidrat oleh tubuh sebagai sumber energi untuk dapat mendukung kerja otot akan ditentukan oleh 2 faktor yaitu intensitas serta durasi olahraga yang dilakukan (Irawan 2007). Kecukupan Protein Protein dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari dapat berasal dari hewani maupun nabati. Protein yang berasal dari hewani seperti daging, ikan, ayam, telur, susu, dan lain-lain disebut protein hewani, sedangkan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan, tempe, dan tahu disebut protein nabati. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, pembentukan otot, pembentukan sel-sel darah merah, pertahanan tubuh terhadap penyakit, enzim dan hormon, dan sintesa jaringan-jaringan tubuh lainnya. Protein dicerna menjadi asam-asam amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan jaringan lain. Protein dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu berdiit ketat atau pada waktu latihan fisik intensif. Sebaiknya, kurang lebih 10-15 % dari total kalori yang dikonsumsi berasal dari protein (Depkes 1993). Penelitian membuktikan bahwa kegiatan olahraga yang teratur akan meningkatkan kebutuhan protein bagi atlet dari cabang olahraga yang mengkonsumsi protein antara 1,2–1,7 gram protein/kg BB/hari (±100–212 % dari yang di anjurkan) dan atlet “endurence” antara 1,2–1,4 gram/kg BB/hari (±100 – 175 % dari yang dianjurkan) jumlah protein tersebut dapat diperoleh dari diit yang mengandung 10-15% dari total kebutuhan energi, dimana jumlah tersebut tidak akan berbahaya bagi kesehatan. Proporsi protein berubah sesuai dengan jumlah
9
energi total perhari yang meningkat dan sebaiknya separuhnya berasal dari protein hewani komposisi protein terdiri dari protein hewani dan protein nabati dengan perbadingan 1:1 (Primana 2000). Menurut Husaini (2000) untuk atlet remaja yang sedang dalam proses pertumbuhan membutuhkan protein yaitu 1.5 gram/kg BB/hari. Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih beresiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan atau pertandingan olahraga yang berat (Irawan 2007). Walaupun protein merupakan zat pembangun jaringan tubuh namun tidak berarti makin tinggi konsumsi protein makin besar pembentukan otot. Pembentukan massa otot dan kekuatanya ditentukan oleh latihan yang terprogram dengan baik yang harus di tunjang oleh makanan yang cukup. Pada prakteknya atlet harus mengutamakan makanan lebih banyak karbohidrat dari pada lebih banyak protein (Husaini 2000). Terlalu banyak mengkonsumsi protein, akan lebih sering mengalami buang air kecil karena protein di dalam tubuh dicerna menjadi urea. Urea merupakan suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urine. Terlalu sering ke toilet akan kurang menyenangkan karena dapat mengganggu latihan, apalagi kalau sedang dalam kompetisi. Terlalu banyak atau sering mengalami buang air kecil dapat juga memperberat kerja ginjal dan meningkatkan resiko terhadap dehidrasi atau kekurangan cairan buat atlet (Husaini 2000). Selain itu, bahan makanan tinggi protein biasanya mengandung pula tinggi
lemak.
Untuk
kesehatan
jantung,
pencegahan
kegemukan,
dan
peningkatan performa, sebaiknya tidak terlalu banyak mengkonsumsi makanan sumber lemak, terutama lemak hewani yang seringkali banyak terdapat dalam bahan makanan berprotein tinggi (Husaini 2000). Kecukupan Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi utama dan memegang peranan sangat penting untuk seorang atlet dalam melakukan olahraga. Untuk berolahraga, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati. Selama beberapa menit, permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan glikogen hati. Glikogen otot dipergunakan secara langsung oleh otot untuk pembentukan
10
energi, sedangkan glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot (Depkes 1993). Menurut Almatsier (2004) kebutuhan karbohidrat untuk orang yang bukan berprofesi sebagai atlet adalah 55-75% berasal dari karbohidrat kompleks dan 10% berasal dari gula sederhana. Pemberian karbohidrat bagi seorang atlet bertujuan untuk mengisi kembali simpanan glikogen otot dan glikogen hati yang telah dipakai pada kontraksi otot. Pada atlet yang mempunyai simpanan glikogen sangat sedikit, akan lebih cepat mengalami kelelahan dan kurang dalam mencetak prestasi. Oleh karena itu, sebaiknya karbohidrat diberikan 60-70% dari total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10 gram/kg BB/hari. Karbohidrat dalam makanan sebagian besar harus dalam bentuk karbohidrat kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja (Depkes 1993). Ilyas (2007) di negara maju kebutuhan karbohidrat orang aktif atau atlet yang melakukan latihan berat dan intensif adalah 60% dari kebutuhan energi total (400-600 gram) sehari yang diberikan dalam bentuk karbohidrat kompleks. Kebutuhan Lemak Lemak merupakan zat gizi penghasil energi terbesar, besarnya lebih dari dua kali energi yang dihasilkan karbohidrat dan protein. Namun, lemak merupakan sumber energi yang tidak ekonomis pemakaiannya. Oleh karena metabolisme lemak menghabiskan oksigen lebih banyak dibanding karbohidrat. Lemak atau trigliserida di dalam tubuh diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Selain penghasil energi, lemak merupakan alat pengangkut vitamin yang larut dalam lemak dan sebagai sumber asam lemak yang esensial, misalnya asam lemak linoleat. Olahraga endurance merupakan olahraga yang dilakukan dengan intensitas rendah sampai sedang (submaksimal) dan berlangsung dalam waktu lama. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama olahraga endurance (Primana 2000). Atlet olahraga endurance, penggunaan energi sebagian besar berasal dari lemak. Akan tetapi pada awal dan akhir melakukan olahraga endurance kebanyakan energi berasal dari glukosa dan glikogen. Hal ini mengakibatkan cadangan glikogen di dalam otot dan juga hati berkurang. Glikogen dalam otot dan hati yang telah berkurang harus diisi kembali. Zat gizi dalam makanan yang dapat mengisi kembali glikogen berasal dari karbohidrat. Sedangkan lemak
11
dalam tubuh selain dapat diganti kembali oleh lemak, juga dapat diganti oleh karbohidrat dan protein dalam makanan. Walaupun atlet olahraga endurance pembentukan energi sebagian besar berasal dari lemak, namun atlet tidak boleh mengkonsumsi lemak secara berlebihan. Diet tinggi lemak oleh atlet sering mengakibatkan peningakatan trigliserida, kolesterol total dan LDL kolesterol. Risiko kesehatan seperti aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit kanker dapat timbul pada seorang atlet akibat konsumsi lemak yang tinggi (Primana 2000). Anjuran untuk seorang atlet dalam konsumsi lemak yaitu kurangi konsumsi lemak secara berlebihan dan tidak lebih dari 30% total energi. Setiap makanan tidak harus digoreng, tetapi dibakar atau direbus. Atlet juga dianjurkan untuk mengkonsumsi kolesterol tidak melebihi 300 mg per hari (Primana 2000). Kecukupan Vitamin dan Mineral Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi, sebagai koenzim dan ko faktor. Pada keadaan defisiensi satu atau lebih dapat mengganggu kapasitas latihan. Kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut air (vitamin B dan C) meningkat
sesuai
dengan
meningkatnya
kebutuhan
energi.
Penelitian
menunjukkan bahwa deplesi besi tingkat moderate dihubungkan dengan berkurangnya
performance latihan. Tambahan beberapa vitamin dan mineral
yang penting diperhatikan dalam kaitannya dengan olahraga seperti vitamin A, B, C, D, E dan K, mineral seperti Ca, Fe, Na, K, P, Mg, Cu, Zn, Mn, J, Cr, Se dan F. Kecukupan vitamin dan mineral bagi atlet yang melakukan olahraga berat akan meningkat seperti hal nya zat-zat gizi sumber energi dan protein. Pemenuhan kecukupan vitamin dan mineral dari bahan makanan sering sulit dipenuhi oleh karena tidak mudah mengkonsumsi sayur dan buah-buahan dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhannya (Clark 1996 dalam Minhardja 2000) Vitamin A Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan merupakan
nama
generik
yang
menyatakan
semua
retinoid
dan
prekursor/provitamin, A/karotenoid yang mempunyai aktivitas bilogik seperti retinol. Fungsi utama dari Vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Selain berperan dalam proses penglihatan, vitamin A juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan
12
perkembangan reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004). Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu intake vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun sebaiknya lebih dari 900 µg dan tidak melebihi 2800 µg. Kelebihan konsumsi vitamin A menurut Sulaeman dan Muhilal (2004) dapat memberikan efek teratogenik, kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem saraf pusat dan tulang otot. Vitamin C Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk individu adalah sebanyak 60 mg per hari (Setiawan & Rahayuingsih 2004). Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktivitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktivitas yang dilakukan. Kalsium Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya.
13
Zat Besi Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi ada dihampir semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat, besi dikenal sebagai metal atau senyawa besi. Sedangkan dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro maupun ferri (Kartono & Soekatri 2004). Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 15 dan 16 tahun sebanyak 26 mg. Kebutuhan Air Air tidak mengandung energi, tetapi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan tubuh manusia akan air dalam sehari sesuai dengan banyaknya air yang keluar atau yang hilang dari tubuh. Pada keadaan normal dan ideal yaitu diet rendah cairan, aktifitas fisik minimal serta tidak ada keringat yang keluar, orang dewasa membutuhkan air sebanyak 1500 –2000 ml sehari. Saat berolahraga kebutuhan air tentu akan lebih banyak dibanding dalam keadaan istirahat. Oleh karena saat berolahraga suhu tubuh meningkat dan tubuh menjadi panas. Tubuh yang panas berusaha untuk menjadi dingin dengan cara berkeringat (Williams 1995). Asupan air bagi atlet harus mencukupi untuk dapat mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh. Banyaknya jumlah air yang komponen terbesar dimana proporsinya mencapai 60 – 70% berat badan orang dewasa.
Selama pertandingan yang memerlukan ketahanan seperti maraton
atau jalan cepat harus diperhatikan pengisian cadangan zat cair. Keadaan dehidrasi, gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta
pengaturan suhu
tubuh dapat menimbulkan kelelahan dan membahayakan. Kehilangan air yang melebihi 4 – 5% dari berat badan dapat mengganggu penampilan atlet. Dehidrasi berat secara potensial dapat menyebabkan temperatur tubuh meningkat dan mengarah ke heat stroke serta dapat berakibat fatal.
Karena itu para atlet
khususnya yang melakukan kegiatan endurance harus menyadari pentingnya
14
minum cairan selama latihan maupun sesudahnya, walaupun belum terasa haus (Primana 2000). Pengaturan Makan Pada Atlet Makanan Selama Latihan Tujuan dari pemusatan latihan adalah meningkatkan ketrampilan teknik, taktik dan meningkatkan kesegaran jasmani termasuk ketrampilan atlet bagi yang status gizinya sudah baik, latihan dan pembinaan langsung bisa dilakukan tetapi bila status gizinya kurang, anemia dan sebagainya maka status gizinya harus diperbaiki terlebih dahulu disamping melakukan serangkaian latihan rutin. Sedangkan yang bergizi lebih, berat badan diturunkan terlebih dahulu tanpa mengganggu latihan rutin, kebutuhan kalori antara 3000–5000, volume makanan dipilih bahan makanan yang mengandung kalori tinggi tetapi volumenya kecil, lemak perlu ditambahkan untuk melezatkan makanan dan pelarut beberapa vitamin terutama B Kompleks. Disamping itu, mineral yang terdiri dari kalsium dan ferum terutama untuk atlet wanita (Sedyanti 2000). Makanan Menjelang Pertandingan Air adalah nutrient yang paling penting karena sewaktu melakukan latihan berat selalu disertai dengan pengeluaran keringat yang banyak. Tubuh manusia terdiri dari kurang lebih 55% dari cairan dalam pertandingan-pertandingan, seorang atlet bisa kehilangan keringat 2-4 liter perjam dalam keadaan biasa hanya 1.5
liter perjamnya. Makan yang dianjurkan 3 atau 4 jam sebelum
pertandingan atlet makan menu ringan, dengan tujuan agar pada waktu pertandingan lambung sudah kosong. Menu hendaknya terdiri dari makanan yang telah terbiasa dikonsumsi oleh atlet. Dan menjelang pertandingan makanan yang paling penting menurut kepentingan kepercayaan atlet masing-masing, karena sangat penting artinya secara psikologis akan memberikan kepercayaan pada dirinya. 2 jam sebelum pertandingan dianjurkan minum sebanyak 3 gelas (600cc) (Sedyanti 2000). Makanan Saat Pertandingan Untuk mempertahankan status hidrasi dan keseimbangan maka selama pertandingan harus diselingi minum dengan interval 10 -15 menit minum cairan 100 – 200cc (1 gelas). Penggunaan larutan yang lebih pekat atau tablet garam tidak dianjurkan karena bisa menimbulkan mual dan muntah. Pengosongan lambung ditentukan oleh volume dan konsentrasi cairan yang diberikan. Larutan dengan konsentrasi tinggi merupakan larutan yang hipertonis dengan efek
15
osmotis yang menarik air masuk lambung menjadi isotonis (kosong). Akibat lain yang bisa terjadi dehidrasi tubuh yang bertambah karena sebagian cairan masuk Lambung (Dirham 1987). Efek Tidak Terpenuhinya Kalori Kekurangan energi atau tidak terpenuhinya kalori terjadi bila konsumsi kalori dalam makanan kurang dari kalori yang dikeluarkan. Tubuh bahkan mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal) bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh (Almatsier 2004). Peranan Gizi terhadap Prestasi Olahraga Semua atlet menginginkan untuk meningkatkan performa mereka, dan banyak atlet yang memang serius untuk meningkatkan kariernya dalam olahraga, meluangkan banyak waktu untuk berlatih. Sehingga prestasi olahraga yang tinggi perlu terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui gizi seimbang yaitu energi yang dikeluarkan untuk olahraga harus seimbang atau sama dengan energi yang masuk dari makanan. Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Disamping itu harus jadi pengganti sel-sel yang rusak (Suharjo, Clara M.Kusharto 1999) Metode Pengukuran Recall 2 x 24 Jam Metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu dapat dilakukan dengan metode recall 24 jam. Prinsip dari metode ini adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden diminta menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu. Data konsumsi yang dicatat mulai bangun pagi di hari kemarin sampai istirahat tidur malam harinya. Selain itu juga, pengambilan data recall yang dicatat dapat dimulai saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam (Supariasa et al 2001) . Data yang diperoleh dari recall 24 jam bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga (sendok, gelas, piring dan lain-
16
lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa data recall minimal dua kali 24 jam, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang optimal dalam memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu Kelebihan metode recall 24 jam adalah mudah melaksanakannya, murah, cepat, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf dan dapat memberikan gambaran nyata mengenai apa yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Sementara itu, kekurangan metode recall 24 jam yaitu tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall untuk satu hari, ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden dan lain-lain (Supariasa et al 2001). Kebugaran Jasmani Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Menurut Giriwijoyo dan Ali (2005) kebugaran jasmani sesungguhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam menjalankan tugas hidup sehari-hari dengan selalu masih mempunyai cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik ekstra serta pulih kembali sebelum menjalani tugasnya sehari-hari. Kebugaran fisik atau jasmani adalah suatu kualitas atau kondisi fisiologis dan karena itu jelas berbeda dengan aktifitas fisik serta latihan fisik yang merupakan tipe perilaku lainnya. Umumnya dianggap bahwa kebugaran fisik dapat diklasifikasikan sebagai kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja. Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahan otot, komposisi lemak tubuh dan kelenturan (fleksibiltas). Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahanan otot, komposisi lemak tubuh, kelenturan (fleksibilitas), tenaga otot (muscle power), kecepatan (speed), agilitas dan keseimbangan (Gibney J et al . 2008). Kebugaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, umur jenis kelamin, keturunan, makanan dan gizi yang seimbang, serta kebiasaan merokok. Ciri-ciri kebugaran jasmani yang baik yaitu, tahan jika bekerja dalam waktu yang
17
lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2007). VO2 Max Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat dikonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. VO2max adalah jumlah maksimum oksigen dalam satu mililiter dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan. Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2max yang lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa seorang individu dapat meningkatkan VO2max dengan melakukan aktivitas yang intensitasnya dapat meningkatkan denyut jantung menjadi antara 65 dan 85% dari keadaan maksimum (pada keadaan normal) setidaknya selama 20 menit tiga sampai lima kali seminggu. Nilai ratarata VO2max untuk atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter/menit dan untuk atlet perempuan itu adalah sekitar 2,7 liter/menit (Anonim 1997). Salah satu cara untuk mengukur Vo2Max adalah dengan metode Cooper Test , metode ini cukup sederhana. Dimana atlet melakukan lari atau jalan selama 12 menit pada lintasan lari sepanjang 400 meter. Setelah waktu habis jarak yang dicapai oleh atlet tersebut dicatat.
Selain itu dapat juga dengan
menggunakan metode Havard Step Test, tes ini adalah pengukuran yang paling tua untuk mengetahui kemampuan aerobik yang dibuat oleh Brouha pada tahun 1943. Ada beberapa istilah seperti kemampuan jantung-paru, daya tahan jantung-paru,
aerobic
power,
cardiovascular
endurance,
cardiorespiration
endurance, dan kebugaran aerobik yang mempunyai arti yang kira-kira sama. Penelitian ini dilakukan di Universitas Harvard, USA, jadi nama tes ini dimulai dengan nama Harvard. Inti dari pelaksanaan tes ini adalah dengan cara naik turun bangku selama 5 (lima) menit. Disamping dari kedua tes diatas, beberapa cara juga dapat dilakukan untuk mengetahui kapasitas VO2Max, seperti : tes lari 2.4 Km, bersepedah statis selama 6 menit, Bakle test, Treadmill, serta Conconi Test. Faktor-faktor yang mempengaruhi VO2max Pengeluaran energi pada aktivitas aerobik dapat dipengaruhi oleh:
Kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurangi bahan bakar.
18
Kemampuan gabungan sistem jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot. Nilai VO2 maximum seorang atlet dan non atlet dapat dikategorikan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Tabel 1 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet
Wanita (ml/kg/min) Age
Very Poor
Poor
Fair
Good
Excellent
Superior
13-19
<25.0
25.0 - 30.9
31.0 - 34.9
35.0 - 38.9
39.0 - 41.9
>41.9
20-29
<23.6
23.6 - 28.9
29.0 - 32.9
33.0 - 36.9
37.0 - 41.0
>41.0
30-39
<22.8
22.8 - 26.9
27.0 - 31.4
31.5 - 35.6
35.7 - 40.0
>40.0
40-49
<21.0
21.0 - 24.4
24.5 - 28.9
29.0 - 32.8
32.9 - 36.9
>36.9
50-59
<20.2
20.2 - 22.7
22.8 - 26.9
27.0 - 31.4
31.5 - 35.7
>35.7
60+
<17.5
17.5 - 20.1
20.2 - 24.4
24.5 - 30.2
30.3 - 31.4
>31.4
Tabel 2 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet
Laki-laki (ml/kg/min) Age
Very Poor
Poor
Fair
Good
Excellent
Superior
13-19
<35.0
35.0 - 38.3
38.4 - 45.1
45.2 - 50.9
51.0 - 55.9
>55.9
20-29
<33.0
33.0 - 36.4
36.5 - 42.4
42.5 - 46.4
46.5 - 52.4
>52.4
30-39
<31.5
31.5 - 35.4
35.5 - 40.9
41.0 - 44.9
45.0 - 49.4
>49.4
40-49
<30.2
30.2 - 33.5
33.6 - 38.9
39.0 - 43.7
43.8 - 48.0
>48.0
50-59
<26.1
26.1 - 30.9
31.0 - 35.7
35.8 - 40.9
41.0 - 45.3
>45.3
60+
<20.5
20.5 - 26.0
26.1 - 32.2
32.3 - 36.4
36.5 - 44.2
>44.2
Tabel 3 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet (Jenis Olahraga) Jenis Olahraga Bolabasket Bersepeda Senam Sepakbola Skating Berenang Atletik Atletik Bola voli Angkat berat Gulat
Umur 18-30 18-26 18-22 22-28 18-24 10-25 18-39 40-75 18-22 20-30 20-30
Laki-laki 40-60 62-74 52-58 54-64 56-73 50-70 60-85 40-60
Perempuan 43-60 47-57 35-50 50-60 44-55 40-60 50-75 35-60 40-56
38-52 52-65
Sumber: Mackenzie 1997 Tes Balke Tes Balke merupakan salah satu metode untuk mengukur VO2 maksimum atau kebugaran aerobik yang dilakukan dengan cara atlet berlari selama 15
19
menit kemudian diukur jarak yang mampu ditempuh selama selang waktu tersebut. Untuk menghitung berapa VO2 maksimum atlet tersebut maka digunakan perhitungan berdasarkan jarak yang telah ditempu oleh atlet tersebut. Total VO2 maksimum = (((Total jarak yang ditempuh ÷ 15) - 133) × 0.172) + 33.3 Hasil uji yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil uji balke yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh latihan seorang atlet untuk meningkatkan VO2 maksimum atlet tersebut (Anonim 1997). Hasil pengukuran tes balke dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Suhu, tingkat kebisingan dan kelembaban
Waktu tidur atlet sebelum melaksanakan tes
Emosi atlet
Obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet
Waktu pelaksanaan tes
Asupan kafein atlet
Waktu makan terakhir atlet
Lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym)
Pengetahuan atlet
Akurasi pengukuran
Apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk melakukan tes
\
Kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji.
20
KERANGKA PEMIKIRAN Sekolah Atlet Ragunan Jakarta merupakan salah satu pusat pendidikan untuk melatih para atlet yang membutuhkan kesehatan dan status gizi yang baik. Hal ini bertujuan untuk mendukung aktivitas belajar dan aktifitas fisik baik di sekolah, lapangan maupun di asrama. Kualitas makanan yang dikonsumsi oleh siswa SMA Ragunan Negeri Jakarta berpengaruh terhadap prestasi olahraga mereka. Menurut Moeloek dan Arjatmo (1984), keadaan gizi dan prestasi olahraga mempunyai hubungan yang sangat erat. Oleh karena itu, pihak asrama harus menyediakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi zat gizi sampel melalui penyelenggaraan makanan di asrama. Penyelenggaraan makanan yang baik dari segi kualitas dan kuantitas akan menghasilkan makanan yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan gizi masing-masing sampel. Selain itu, setiap makanan yang dikonsumsi oleh atlet juga erat kaitannya dengan seberapa besarnya daya tahan tubuh dari atlet tersebut. Kapasitas daya tahan tubuh atlet dapat dilihat dari status gizi maupun dari derajat kesehatan tiap atletnya. Dimana setiap atlet juga memiliki tingkat preferensi yang berbeda-beda terhadap menu makanan yang disajikan oleh pihak asrama. Karena selama tinggal di asrama, para atlet tidak hanya mengkonsumsi makanan dari dalam asrama saja, namun juga sering mengkonsumsi makanan dari luar asrama (kantin, warung, dan pedagang kaki lima). Total konsumsi energi dan zat gizi sampel diperoleh dari konsumsi makanan yang disediakan oleh asrama dan makanan dari luar asrama. Konsumsi pangan setiap sampel dipengaruhi oleh preferensi, kebiasaan makan dan sosial budaya asal daerah masing-masing sampel. Makanan yang dikonsumsi baik makanan yang disediakan oleh pihak sekolah maupun makanan yang diperoleh dari luar sekolah secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat kecukupan energi serta zat gizi lain seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral sampel. Apabila tingkat kecukupan akan zat gizi baik maka akan berpengaruh langsung terhadap status gizi sampel. Status gizi yang baik pun akan berdampak pada tingkat kesehatan sampel yang nantinya akan dapat mementukan dalam pencapaian prestasi sampel.
21
Sistem Penyelenggaraan Makanan
Preferensi Atlet Terhadap Penyelenggaraan Makanan
Makanan Pelatnas Makanan Luar Kebiasaan Makan
Konsumsi Pangan
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Status Gizi
Kesehatan
Kapasitas Daya Tahan Tubuh
Prestasi Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan anatara asupan zat gizi dan komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di sekolah atlet Ragunan Jakarta
Keterangan : = variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti
22
METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh atlet. Penelitian ini mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian ini dilaksanankan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta pada bulan Maret - April 2011. Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Sampel pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar sebagai atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta sebagai. Cabang-cabang olahraga yang dipilih berdasarkan tingkat intensitas yang berbeda (intensitas sedang, berat dan berat sekali) yaitu dari cabang bulutangkis sebanyak 12 orang, cabang atletik sebanyak 13 orang, dan cabang gulat sebanyak 8 orang. Siswa-siswa ini adalah calon atlet Indonesia binaan Menpora yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan, sampel ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa sampel merupakan siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta baik kelas I, II, dan III. Selain itu, sampel tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 33 atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan sampel dan penyebaran kuesioner. Data primer ini meliputi, karakteristik sampel (jenis kelamin, usia, dan status gizi, pengukuran antropometri, serta komposisi lemak tubuh. Sedangkan data sekundernya meliputi data hasil tes kebugaran (tes balke) dan gambaran umum mengenai profil sekolah. Faktor-faktor yang dianalisis terdiri dari : pengukuran antropometri sampel, komposisi lemak tubuh yang diwakili oleh pengukuran lemak tubuh menggunakan skinfold thickness, tingkat kecukupan kalori sampel terhadap makanan yang disediakan oleh menza, dan pengukuran VO2max.
23
Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian No 1.
Jenis data Karakteristik sampel
2.
Antropometri sampel dan status gizi
Variabel Jenis kelamin Usia Berat badan
Cara pengumpulan data Melalui pengisian kuesioner Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm IMT dihitung dengan menggunakan rumus IMT/U Pengisian kuesioner oleh sampel
Tinggi badan
IMT/U 3.
Pengetahuan gizi
4.
Konsumsi pangan
Pertanyaan mengenai gizi dan gizi olahraga Kebiasaan makan
5.
Komposisi lemak tubuh
Konsumsi makan % total lemak tubuh
6.
Tingkat kebugaran
Nilai VO2 max
Pengisian kuesioner oleh sampel Metode Recall 2 x 24 jam Pengukuran langsung menggunakan Skinfold Thickness Hasil tes balke
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun
kode-kode
tertentu
sebagai
panduan
dalam
mengentri
dan
pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman. Data
karakteristik
sampel
diperoleh
dengan
cara
menggunakan
pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai atlet yang dijadikan sebagai sampel. Data antropometri sampel yang diukur berupa data tinggi badan, berat badan yang pada akhirnya digunakan untuk mengukur data status gizi. Indikator status
gizi
contoh
yang
tergolong
sebagai
kelompok
remaja
dihitung
menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh. Nilai IMT diperoleh dari nilai berat badan dan tinggi badan, dengan rumus:
24
Untuk kategori remaja, metode pengukuran status gizi menurut antropometri yang umumnya dilakukan adalah metode pengukuran status gizi antropometri berdasarkan IMT/U. Pengukuran status gizi dengan parameter IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Indikator ini memerlukan informasi mengenai umur. Tabel 5 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja berdasarkan IMT/U Kategori Status Gizi
Nilai Z-Skor
Kurus
-3 SD ≤ Z-score ≤ -2SD
Normal
-2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD
At risk
+1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD
Gemuk
+2 SD ≤ Z-score ≤
Obese
Z-score ≥ +3 SD
Data pengetahuan gizi sampel diperoleh dengan memberikan pertanyaan kepada sampel melalui kuesioner. Pertanyaan yang diberikan kepada sampel berjumlah 15 pertanyaan tentang gizi secara umum dan tentang gizi olahraga. Pertanyaan yang diberikan dinilai dengan memberikan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawaban yang salah sehingga skor total untuk nilai pengetahuan gizi sampel yaitu 15. Persentase hasil pengetahuan gizi sampel kemudian dibandingkan dengan skor pengetahuan gizi berdasarkan Khomsan (2000) yaitu kurang jika skornya kurang dari 60% (<60%), sedang jika skornya berada antara 60-80% dan baik jika skornya lebih dari 80% (>80%). Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi sampel yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 2004). Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: KGij
= Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j
Bj
= Berat makanan –j yang dikonsumsi
Gij
= Kandungan zat gizi –i dalam 100 gram BDD bahan makanan –j
BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j
25
Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) sampel digunakan rumus: AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI = Angka kecukupan gizi sampel Ba
= Berat badan aktual sehat (kg)
Bs
= Berat badan standar (kg)
AKG
= Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG 2004). Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan
angka kecukupan tanpa menggunakan AKGl. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus. TKG = (K/AKGI) x 100 TKG
= Tingkat kecukupan zat gizi
K
= Konsumsi zat gizi
AKGI = Angka kecukupan gizi sampel Untuk menentukan kecukupan energi sampel digunakan formula WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu. Proses Estimasi AKE Remaja AKE = (88.5 – 61.9U) + 26.7B (Akf) + 903TB + 25 AKE
= Angka kecukupan energi (kkal)
U
= Usia (tahun)
B
= Berat badan (kg)
Akf
= Angka Kegiatan Fisik (untuk remaja sangat aktif) laki laki 1.42 dan wanita 1.31
TB
= Tinggi badan (cm) Data tingkat kebugaran diperoleh dari pengukuran nilai V02 max. Data
nilai VO2 max yang diperoleh merupakan data sekunder yaitu dengan menggunakan data hasil tes balke sampel. Tes balke dilakukan dengan cara mengukur denyut nadi sampel sebelum melakukan tes, kemudian sampel berlari terus menerus tanpa henti selama selang waktu 15 menit. Kemudian setelah selesai melakukan tes, denyut jantung sampel diukur kembali kemudian dihitung
26
jarak yang telah ditempuh oleh sampel selama berlari 15 menit tersebut. Hasil perhitungan jarak tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan software perhitungan tes Balke (Balke VO2 max calculator). Selain menggunakan software, hasil perhitungan jarak yang telah ditempuh sampel juga dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut. %VO2 max = [((Jarak total yang ditempuh/15) – 133) x 0.172] + 33.3 Data denyut jantung digunakan untuk mengetahui seberapa sanggup sampel melakukan olahraga dalam rentang target denyut jantung. Sebelum dan sesudah berolahraga denyut jantung sampel dihitung, kemudian dibandingkan dengan data denyut jantung normal untuk individu yang berprofesi sebagai atlet. Uji Statistik yang Digunakan pada penelitian ini antara lain 1.
Hubungan antara pengetahuan gizi sampel dengan tingkat kecukupan energi diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
2.
Hubungan antara jenis kelamin sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
3.
Hubungan antara usia sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
4.
Hubungan antara berat badan sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
5.
Hubungan antara tinggi badan sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisi korelasi Pearson
6.
Hubungan antara status gizi sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Spearman
7.
Hubungan antara komposisi lemak tubuh sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
8.
Hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson Kelemahan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan ataupun kekurangan,
khususnya kekurangan serta hambatan saat proses pengambilan data. Salah satunya adalah sulitnya untuk mengatur waktu antara peneliti dengan sampel, seperti yang diketahui sampel pada penelitian ini merupakan calon atlet binaan yang tentunya sudah memiliki jadwal baik latihan maupun belajar yang sudah ditetapkan dan tidak dapat diganggu gugat. Sehingga peneliti kesulitan untuk melakukan wawancara yang mendetail serta saat pengisian kuesioner. Sehingga
27
hasil yang diperoleh menjadi kurang maksimal. Selain itu, pada data hasil tes kebugaran (VO2Max), peneliti tidak dapat melakukan atau memperoleh hasil tes kebugaran yang terbaru karena pada cabang olahraga gulat tidak memiliki pelatih fisik sehingga agak sulit untuk melakukan tes kebugaran kembali. Akhirnya peneliti memutuskan untuk menggunakan hasil tes yang sudah ada sebelumnya.
Hal
ini
membuat
hasil
yang
diperoleh
kurang
dapat
menggambarkan tingkat kebugaran atlet saat ini. Definisi Operasional Aktifitas fisik adalah aktifitas yang dilakukan oleh sampel sehari-hari selama masa pendidikan dan pelatihan di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Antropometri adalah metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung yaitu tinggi badan, berat badan. Atlet adalah siswa yang memiliki keahlian di bidang olahraga dan memiliki prestasi di bidang olahraga. Bugar adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental. Daya tahan tubuh atau endurance adalah kemampuan atlet untuk bertahan menghadapi kelelahan ketika diberikan beban kerja untuk suatu periode waktu tertentu. Daya tahan kardiorespirasi yaitu kesanggupan jantung, paru-paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan latihan untuk mengambil oksigen dan mendistribusikan ke jaringan yang aktif untuk metabolisme tubuh Frekuensi makan adalah kebiasaan berapa kali jumlah makan sampel selama masa penelitian. Kecukupan gizi adalah jumlah masing- masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi atlet agar hampir semua atlet hidup sehat. Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan seorang atau sekelompok atlet untuk memenuhi kebutuhan hidup dan melakukan aktifitas fisik berupa energi dan zat gizi (protein, lemak, dan karbohidrat). Makanan dari luar adalah makanan yang diperoleh sampel dari luar menza, baik dari kantin asrama maupun dari luar asrama. Menza adalah ruang makan yang disediakan untuk sampel.
28
Penyelenggaraan makanan adalah suatu sistem terpadu yang prosesnya dimulai dari perencanaan menu sampai penyajian hidangan. Preferensi sampel adalah sikap dan tingkat kepuasan konsumen terhadap penyelenggaraan makanan di asrama. Sampel adalah siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta pada cabang olahraga voli. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh atlet yang diakibatkan oleh konsumsi, absorpsi, dan penggunaan zat gizi yang ditemtukan melalui Indeks Massa Tubuh (IMT) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori berdasarkan WHO (2000) : underweight (IMT , 18.5), normal (IMT 18.522.9), at risk (IMT = 23-24.9), obesitas I (IMT = 25-29.9), dan obesitas II (IMT > 30). Tingkat konsumsi energi dan zat gizi adalah persentase perbandingan antara jumlah konsumsi energi dan zat gizi yang diperoleh dari makanan dengan angka kecukupan energi dan zat gizi. VO2 max adalah kemampuan tubuh dalam mengkonsumsi oksigen yang merupakan
suatu
melakukan aktivitas.
indikator
untuk
menentukan
kebugaran
dalam
29
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sekolah Negeri Atlet Ragunan Jakarta adalah sekolah yang didirikan sebagai tempat pembinaan dan pelatihan berbagai cabang olahraga untuk atlet remaja. Sekolah ini didirikan pada tanggal 15 Januari 1977 dan terletak di Jalan HR Harsono Komplek Gelora Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Atlet remaja ini diberikan pembinaan dengan berbagai macam progam pendidikan khusus dengan tujuan agar kelak para atlet remaja ini akan mampu menjadi seorang atlet nasional yang nantinya akan dapat mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia seperti ASIAN Games, SEA Games, olimpiade, dan kejuaraan-kejuaraan lainnya. Sekolah Negeri Atlet Ragunan ini terletak di dalam komplek gelanggang olahraga Ragunan yang cukup luas. Bangunan sekolah terdiri dari 8 kelas dan 6 kamar mandi. Selain itu, sekolah ini dilengkapi dengan asrama baik asrama putra maupun putri, ruang makan yang disebut dengan menza, ruang fitness, dan beberapa sarana penunjang olahraga seperti kolam renang, lapangan basket, volley, senam, tenis lapangan, lapangan sepakbola, panahan, track atau lapangan untuk cabang atletik. Fasilitas lain yang berada dalam komplek gelanggang olahraga Ragunan berupa gedung serbaguna, rumah guru, rumah para pelatih dan Pembina olahraga setiap cabang, poliklinik, masjid, gedung sekolah, aula, kantin, wisma tamu, asrama atlet dari institusi lain, serta perkantoran dan Graha Wisata Pemuda. Berbeda dengan sekolah umum lainnya, untuk dapat masuk dan menjadi siswa di sekolah atlet Ragunan cukup terbilang sulit. Selain memperhatikan nilai akademik, syarat lain yang menjadi pertimbangan agar dapat diterima di sekolah ini adalah persyaratan khusus untuk berbagai cabang olahraga. Banyak rangkaian tes yang harus dijalani oleh para calon siswa untuk dapat diterima di sekolah ini, salah satunya berupa tes psikologi, tes kesehatan, dan tes kemampuan fisik serta tes keahlian dalam setiap cabang olahraga. Banyaknya calon siswa yang akan diterima di setiap cabang olahraga adalah berbeda satu sama lainnya. Syarat lain yang juga harus dipertimbangkan untuk tiap cabang olahraga adalah batan usia, batasan tinggi badan (hanya untuk beberapa cabang olahraga tertentu), dan sudah pernah sebelumnya mengikuti kejuaraan junior/pelajar tingkat provinsi/nasional. Bagi calon siswa yang sudah mempunyai prestasi sebelumnya baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional akan
30
menjadi pertimbangan dan mempunyai nilai yang lebih baik bagi pihak sekolah, pelatih maupun Pembina olahraga. Siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta ini terbagi menjadi lima kelompok, yaitu siswa Menpora, PPLP DKI, PB/Pelatda, titipan/Pengda, dan Jaya Raya. Kelompok tersebut dibedakan menurut sumber pembiayaan sekolah dan pelatihan para siswa tiap cabang olahraga. Siswa Menpora dibiayaai oleh pemerintah Negara Republik Indonesia, siswa PPLP DKI dibiayai oleh pemerintah DKI Jakarta, sedangkan siswa PB/Pelatda, titipan/Pengda, dan Jaya Raya dibiayai oleh institusi masing-masing. Biaya yang ditanggung oleh pemerintah maupun institusi meliputi biaya sekolah, biaya asrama, biaya makan dan minum, serta biaya untuk kehidupan sehari-hari atau yang disebut juga dengan uang saku yang diterima setiap bulannya. Siswa Menpora terdiri dari 13 cabang olahraga yaitu atletik, basket, volley, bulutangkis, sepakbola, renang, loncat indah, tenis meja, senam, panahan, tenis lapangan, taekwondo dan pencak silat. Siswa PPLP DKI terbagi menjadi 9 cabang olahraga yaitu angkat besi, yudo, guat, panahan, atletik, tenis meja, volley, takraw dan pencak silat. Siswa PB/Pelatda merupakan perwakilan dari Pengurus Besar yang ada di Indonesia, seperti PBSI, PSSI, PASI, PB. Squash, PB. Sepatu Roda, PB. Jarum, Bulutangkis di Cendrawasih, Atletik (APBN) Dinas OR DKI dan LAPIS 2 Bulutangkis RAG. Siswa titipan/Pengda yang merupakan perwakilan dari Pengurus Daerah terdiri dari 6 cabang olahraga yudo, tenis meja, basket, sepakbola, balap sepeda dab gulat. Siswa Jaya Raya hanya terdapat cabang olahraga bulutangkis. Sebagaian besar siswa tinggal di asrama selama menjalani masa pendidikan dan pelatihan. Asrama putra dan putri terpisah sekitar 200-300 meter. Asrama putri terletak di belakang tempat makan bersama (menza), sedangkan asrama putra terletak agak jauh dari menza. Asrama putri memiliki 5 gedung yang tidak bertingkat dan jumlah kamar keseluruhan ada 44 kamar. Asrama putra terdiri dari 2 gedung dengan tingkat tiga dan dengan jumlah kamar keseluruhannya
adalah
120
kamar.
Pembagian
kamar
asrama
dibagi
berdasarkan jenis dari cabang olahraganya. Setiap kamar dihuni oleh 2 siswa. Karakteristik Sampel Karakteristik sampel merupakan suatu gambaran umum mengenai atlet meliputi sifat maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial seorang atlet. Karakterisitik ini dibutuhkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai gambaran
31
atlet dalam penelitian. Karakteristik sampel yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia atlet, berat badan atlet, serta tinggi badan atlet. Jenis Kelamin Atlet yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah atlet yang terdaftar sebagai siswa di sekolah atlet Ragunan Jakarta. Atlet yang terlibat dalam penelitian ini berasal dari 3 cabang olahraga yang berbeda-beda yaitu atlet cabang olahraga atletik, bulutangkis, dan gulat dengan masing-masing jumlah populasinya sebesar 16 orang dari atlet cabang olahraga atletik, 16 orang dari atlet cabang olahraga bulutangkis dan 9 orang atlet dari cabang olahraga gulat. Sehingga diperoleh total popolasi dari ketiga cabang olahraga tersebut adalah 41 orang. Akan tetapi, beberapa diantara atlet dari ketiga cabang olahraga tersebut tidak bersedia untuk dijadikan sebagai sampel sehingga total sampel pada penelitian ini adalah 33 orang. Siswa-siswa ini adalah calon atlet Indonesia binaan Menpora yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan, sampel ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa sampel merupakan siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta baik kelas I, II, dan III. Selain itu, sampel tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 33 atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda. 57,6
Persentase (%)
42,4
Laki-Laki
Perempuan Jenis Kelamin
Gambar 2 Sebaran sampel berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar atlet yang dijadikan sebagai sampel pada penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 57.6% (19 orang) dan yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 42.4% (14 orang). Tingginya persentase atlet yang
32
berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan atlet yang berjenis kelamin laki-laki sebenarnya tidak memiliki pengaruh yang nyata dalam program latihan. Hal ini dikarenakan atlet-atlet yang dipilih untuk masuk ke Sekolah Atlet Ragunan ini adalah atlet-atlet yang berprestasi dan yang telah direkomendasikan untuk mengikuti program latihan khusus di sekolah ini. Usia Rata-rata atlet yang berasal di sekolah Atlet Ragunan Jakarta memiliki usia yang masih dapat dikatagorikan ke dalam usia remaja. Pada penelitian ini, rata-rata usia sampel yaitu 16.33 ± 1.242 tahun. Berdasarkan usia tersebut dapat diketahui bahwat sampel pada penelitian ini tergolong ke dalam usia remaja (Hardinsyah & Tambunan 2004). Berat Badan Pengukuran antropometri yang dilakukan kepada sampel salah satunya adalah pengukuran terhadap berat badan. Pengukuran ini dilakukan secara langsung dengan menggukan timbangan injak digital dengan ketelitian pengukuran 0.1 kg. Tabel 6 Sebaran sampel menurut berat badan Berat Badan (kg) <50 51-60 61-70 71-80 >80 Total
N 3 20 7 1 2 33
Persentase (%) 9.09 60.61 21.21 3.03 6.06 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata berat badan tiap sampel adalah bervariasi. Akan tetapi, sebagian besar sampel memiliki berat badan antara 51-60 kg yaitu dengan persentase sebesar 60.61% (20 orang), sedangkan yang memiliki berat badan antara 61-70 kg yaitu ada 7 orang dengan persentase sebesar 21.21%. Selebihnya ada beberapa atlet yang memiliki berat badan kurang dari 50 kg, antara 71-80 kg dan bahkan ada yang memiliki berat badan lebih dari 80 kg yaitu masing-masing sebanyak 3 orang, 2 orang, dan 1 orang dengan persentase 9.09 %, 6.06% dan 3 .03%. Sedangkan menurut penggolongan jenis kelamin, diketahui bahwa ratarata sampel yang berjenis kelamin laki-laki memiliki berat badan antara 51-60 Kg yaitu dengan persentase sebesar 64.29%. Begitu pun dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan, rata-rata memiliki berat badan yang berkisar antara
33
51-60 Kg dengan persentase sebesar 57.89%. Pada gambar 2 dibawah ini juga terlihat bahwa berat badan sampel laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan.
Gambar 3 Sebaran berat badan sampel berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap sampel diketahui bahwa ratarata berat badan sampel setelah pengukuran yaitu 59.89 ± 11.016 kg. Rata-rata berat badan sampel tersebut sudah memenuhi rata-rata berat badan standar untuk tingkat remaja menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu 55 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004). Tinggi Badan Tinggi
badan
merupakan
suatu
ukuran
antropometri
yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan
tumbuh
bersamaan
dengan
pertambahan
umur
(Riyadi
2003).
Pengukuran tinggi badan ini dilakukan dengan menggunakan microtouise yang ditempelkan
pada dinding. Menurut Arisman (2004) tinggi badan seseorang
diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, posisi kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan dengan pandangan diarahkan lurus ke depan. Tabel 7 Sebaran sampel menurut tinggi badan Tinggi Badan (cm) <155 156-160 161-165 166-170 171-175 Total
N 1 7 9 11 5 33
Persentase (%) 3.03 21.21 27.27 33.33 15.15 100
34
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat hasil pengukuran terhadap tinggi badan sampel dengan menggunakan microtoice. Hasil tersebut menjelaskan bahwa rata-rata tinggi badan sampel yaitu berada dalam rentang antara 166-170 cm yaitu sebanyak 11 orang dengan persentase 33.33%. Selanjutnya terdapat 9 orang sampel yang memiliki tinggi badan dalam rentang 161-165 cm dengan persentase 27.27%. selanjutnya terdapat 7 orang sampel dengan persentase sebesar 21,21% yang memiliki tinggi badan dalam rentang 156-160 cm dan selebihnya 5 orang (15.15%) sampel yang memiliki tinggi badan dalam rentang 171-175 cm. Gambar 3 dibawah ini menunjukkan hasil pengukuran terhadap tinggi badan sampel berdasarkan penggolongan jenis kelamin. Terlihat bahwa rata-rata sampel yang berjenis kelamin laki-laki memiliki postur tubuh atau tinggi badan yang lebih tinggi bila dibangdingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Tinggi badan pada sampel yang berjenis kelamin laki-laki, sebagian besar berada dalam kisaran antara 166-170 cm yaitu dengan persentase sebesar 42.86%. Sedangkan postur tubuh atau tinggi badan sampel yang berjenis kelamin perempuan sebagian besar berada dalam kisaran antara 160165 cm yaitu dengan persentase sebesar 36.84%.
Gambar 4 Sebaran tinggi badan sampel berdasarkan jenis kelamin
Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi diberikan untuk mengetahui sejauh mana sampel mengetahui mengenai masalah makan dan gizi khususnya mengenai gizi olahraga itu sendiri. Pertanyaan yang diajukan dalam variabel pengetahuan gizi yang ini yaitu sebanyak 15 buah pertanyaan. Jawaban dari soal pengetahuan gizi yang diberikan diberi nilai dengan menggunakan sistem angka yang kemudian
dipersentasekan
dengan
skor
jawaban
total.
Persentase
ini
35
dibandingkan dengan persentase skor tingkat pengetahuan gizi yaitu rendah jika pengetahuan gizi kurang dari 60% (<60%), tingkat pengetahuan gizi sedang jika skor pengetahuan gizi 60-80%, dan baik jika skor pengetahuan gizi lebih dari 80% (>80%).Berdasarkan hasil pengukuran pengukuran, dapat diketahui pengetahuan gizi sampel sebagai berikut.
Persentase (%)
51,52 36,36
12,12
Kurang
Sedang
Baik
Gambar 5 Sebaran tingkat pengetahuan gizi sampel
Gambar 5 diatas menunjukkan hasil pengukuran terhadap tingkat pengetahuan gizi khususnya gizi olahraga sampel. Sebagian besar sampel memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang yaitu sebanyak 51.52%. Selain itu, ada juga beberapa sampel yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang masih tergolong kurang dan bahkan ada juga beberapa sampel yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik yaitu dengan persentase masing-masing sebesar 36.36% dan 12.12%.
Gambar 6 Sebaran tingkat pengetahuan gizi berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan gambar 6 diatas, terlihat bahwa terjadi perbedaan antara tingkat pengetahuan gizi sampel yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
36
Sampel yang berjenis kelamin laki-laki rata-rata memiliki tingkat pengetahuan gizi yang masih tergolong kurang yaitu dengan persentase sebesar 64.29%. Sedangkan tingkat pengetahuan gizi sampel yang berjenis kelamin perempuan rata-rata tergolong dalam kategori sedang yaitu dengan persentase sebesar 68.42%. Selain itu, pada gambar diatas juga terlihat bahwa sampel yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak jumlahnya yang memiliki tingkat pengetahuan gizi baik bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin laki-laki yaitu masing-masing dengan persentase sebesar 15.79% dan 7.14%. Pengetahuan gizi khususnya tentang pengaturan makanan untuk atlet sangat bermanfaat karena memberikan beberapa keuntungan bagi atlet. Keuntungan itu antara lain: 1) memberikan pengetahuan tentang makanan yang dapat mencapai atau mempertahankan kondisi tubuh yang telah diperoleh dalam latihan, 2) memberikan informasi mengenai makanan yang dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga, 3) menentukan bentuk makanan dan frekuensi makan yang tepat pada waktu latihan intensif sebelum, selama, dan sesudah pertandingan, 4) menggunakan prinsip gizi dalam menurunkan dan menaikkan berat badan sesuai yang diinginkan, 5) menggunakan prinsip gizi untuk mengembangkan atau membuat rencana diet individu sesuai dengan aturan tubuh, keadaan fisiologi dan metabolismenya serta mempertimbangkan selera serta kebiasaan dan daya cerna atlet (Napu 2005). Persentase Lemak Tubuh Olahraga endurance merupakan olahraga yang dilakukan dengan intensitas rendah sampai sedang dan berlangsung dalam waktu yang lama. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama olahraga endurance (Primana 2000). Lemak sangat dibutuhkan untuk cadangan zat gizi tertentu dan mengubahnya dalam bentuk energi. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai penyekat panas, penyerap guncangan, dan berbagai fungsi lainnya. Ini yang menyebabkan lemak juga dibutuhkan tubuh (Macmillan 1995). Tabel 8 Persentase lemak tubuh berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah (atlet) 14 19
Persentase Lemak Tubuh (%) 10.02 ± 4.70 18.53 ± 5.68
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa terdapat perbedaan terhadap hasil pengukuran persentase lemak tubuh sampel berdasarkan jenis kelamin
37
sampel. Menurut Wilmore and Costill (1994) pada umumnya kisaran persentase lemak pada laki-laki non atlet adalah sebesar 15-17% sedangkan pada perempuan non atlet adalah sekitar 18-22%. Akan tetapi menurut Macmillan (1995) pada umumnya kisaran persentase lemak tubuh yang terdapat pada lakilaki yang berprofesi sebagai atlet adalah sekitar 5% dari total berat badan. Sedangkan kisaran persentase lemak tubuh pada perempuan yang berprofesi sebagai atlet adalah sekitar 12%. Pada hasil pengukuran menunjukkan bahwa kisaran persentase lemak tubuh pada laki-laki lebih kecil bila dibandingkan dengan perempuan. Rata-rata persentase lemak untuk sampel laki-laki dan perempuan berada diatas karegori normal atau berlebih dari yang dianjurkan menurut Macmillan (1995). Berdasarkan hasil uji T-Test ( Independent-Sampel T Test) antara variabel persentase lemak tubuh dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa p value (Sig.(2-tailed)) < 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara variabel persentase tubuh dengan variabel jenis kelamin memiliki perbedaan yang nyata antara hasil yang diperoleh. Tabel 9 Persentase lemak tubuh berdasarkan cabang olahraga Cabang Olahraga
Jumlah
Persentase Lemak Tubuh (%)
L=6
10.5 ± 0.0
P=7
20.17 ± 5.03
Bulutangkis
12
17.58 ± 6.03
Gulat
8
12.29 ± 2.52
Atletik
Sedangkan hasil pengukuran persentase lemak tubuh berdasarkan cabang olahraga menunjukkan bahwa pada cabang olahraga atletik, rata-rata sampel memiliki kisaran lemak tubuh sebesar 10.5 ± 0.0 % (sampel laki-laki) dan 20.17 ± 5.03 % (sampel perempuan). Pada cabang olahraga bulutangkis dan gulat masing-masing memiliki kisaran lemak 17.58 ± 6.03 % dan 12.29 ± 2.52 %. sehingga dapat dikatakan bahwa angka kisaran persentase lemak tubuh seluruh atlet masih tergolong berlebih untuk kategori seorang atlet. Berdasarkan hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara variabel persentase lemak tubuh terhadap penggolongan cabang olahraganya (p > 0.05). Menurut Huda (2007) lemak dalam tubuh harus terdapat dalam persentase yang normal karena kalau berlebih dapat mengakibatkan terjadinya kelainan-kelainan pada tubuh baik yang dapat terlihat maupun yang tidak, seperti terjadinya kegemukan, aterosklerosis (penebalan dinding pembulu darah), peningkatan tekanan darah, stroke, dan serangan jantung. Selain itu, kelebihan
38
lemak tubuh (obese) atau berkurangnya berat badan akibat hilangnya jaringan otot akan dapat mempengaruhi performance atlet (Mihardja 2000). Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Supariasa et al. (2001) menyatakan status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Pengukuran status gizi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode antropometri. Untuk menentukan status gizi sampel terlebih dahulu ditentukan IMT sampel.Penentuan status gizi sampel dilakukan dengan menggunakan indicator IMT/Umur yang direkomendasikan sebagai indicator penentuan status gizi untuk remaja (Riyadi 2003).Berdasarkan perhitungan status gizi, dapat diketahui status gizi sampel sebagai berikut.
Persentase (%)
84,85
0,00 kurus
normal
6,06
3,03
6,06
at risk
gemuk
obesitas
Status Gizi
Gambar 7 Sebaran status gizi sampel
Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa rata-rata atlet yang dijadikan sampel dalam penelitian ini memiliki status gizi normal yaitu dengan persentase sebesar 84.85%. Sedangkan sebanyak 6,06% sampel memiliki status gizi at risk serta obesitas dan selebihnya sebanyak 3.03% memiliki status gizi gemuk. Dalam hal ini status gizi yang baik sangat diperlukan bagi seorang atlet karena
39
dapat meningkatkan kemampuan serta performa atlet baik saat latihan ataupun saat bertanding (Williams 1983).
Gambar 8 Sebaran status gizi sampel berdasarkan jenis kelamin
Status gizi sampel berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan pada gambar 8 diatas. Pada gambar diatas terlihat bahwa baik sampel yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki status gizi yang tergolong dalam kategori normal yaitu masing-masing dengan persentase sebesar 85.71% dan 84.21%. Selain itu juga terlihat bahwa sampel yang berjenis kelamin laki-laki juga memiliki status gizi yang tergolong dalam kategori gemuk dan obese lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena massa otot pada laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan perempuan. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan seseorang mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Kebiasaan makan Menurut Suhardjo (1989), kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola
40
makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan (misalnya pantangan), distribusi makanan diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan (misalnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Karena itu, kebiasaan makan adalah sesuatu yang dinamis dan dapat berubah. Besar kecilnya perubahan tersebut tergantung pada intensitas dan kekuatan faktor-faktor yang mempengaruhi atau berhubungan dengan kebiasaan makan. Khumaidi (1994) menyatakan, bahwa kebiasaan erat kaitannya dengan penyediaan makanan, karena akan mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan zat gizi. Frekuensi Makan Menurut berbagai kajian, frekuensi makan yang baik adalah tiga kali sehari. Secara kuantitas dan kualitas rasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi apabila kita hanya makan satu atau dua kali sehari. Keterbatasan volume lambung menyebabkan kita tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Itulah sebabnya makan dilakukan secara frekuentif yakni tiga kali sehari termasuk sarapan pagi (Khomsan 2002). Tabel 10 Frekuensi makan sampel Frekuensi makan (kali/hari) 1-2 kali sehari 2-3 kali sehari 3-4 kali sehari Total
Sebaran N 3 23 7 33
% 9.09 69.70 21.21 100
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar sampel memiliki frekuensi makan antara 2-3 kali sehari yaitu sebanyak 23 orang dengan persentase sebesar 69.70%. Sedangkan jumlah sampel yang memiliki frekuensi makan antara 1-2 kali sehari adalah sebanyak 3 orang dengan persentase sebesar 9.09%. Bahkan ada 7 orang sampel yang frekuensi makannya sehari dapat mencapai 3-4 kali yaitu dengan persentase sebesar 21.21%. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar sampel telah mampu untuk memenuhi kebutuhan gizinya baik secara kualitas maupun kuantitas dengan baik. Kebiasaan Sarapan Khomsan (2002) menyatakan bahwa makan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari itu. Paling tidak ada dua manfaat yang bisa diambil kalau kita melakukan sarapan pagi. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk
41
meningkatkan gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologi dalam tubuh. Sarapan pagi menyumbang gizi sekitar 25%. Ini jumlah yang cukup signifikan. Apabila kecukupan energi adalah sekitar 2000 Kalori dan protein 50 g sehari untuk orang dewasa, maka sarapan pagi menyumbangkan 500 Kalori dan 12,5 g protein. Sisa kebutuhan energi dan protein lainnya dipenuhi oleh makan siang, makan malam, dan makanan selingan diantara waktu makan (Khomsan 2002). Tabel 11 Kebiasaan sarapan sampel Kebiasaan sarapan Selalu Kadang-kadang TOTAL Makanan yang biasa dikonsumsi saat sarapan : Roti Nasi+lauk pauk Minuman yang biasa dikonsumsi saat sarapan Susu Teh manis Air putih
Sebaran N 24 9 33
% 72.73 27.27 100
3
9.09
30
90.91
14 7 12
42.42 21.21 36.36
Tabel diatas menunjukkan kebiasaan sarapan sampel setiap harinya. Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa hampir sebagian dari sampel selalu memiliki kebiasaan sarapan yaitu sebanyak 24 orang sampel dengan persentase sebesar 72.73%. Sedangkan sisanya mengaku tidak selalu rutin melakukan sarapan yaitu sebanyak 9 orang dengan persentase sebesar 27.27%. Makanan yang biasa dikonsumsi sampel pada saat sarapan ialah nasi beserta lauk pauknya yaitu sebesar 90.91%. Sisanya sebesar 9.09% terbiasa mengkonsumsi roti saat sarapan. Sedangkan minuman yang biasa dikonsumsi sampel sebagian besar ialah susu dengan persentase sebesar 42.42%. Namun ada juga sampel
42
yang biasa mengkonsumsi teh manis dan air putih saat sarapan yaitu masingmasing sebesar 21.21% dan 36.36%. Kebiasaan Jajan Makanan yang dikonsumsi sampel saat berada di lingkungan sekolah tidak hanya berasal dari makanan yang diselenggarakan oleh pihak sekolah (menza) saja, namun juga ada yang yang berasal dari luar menza atau jajanan. Pada umumnya di sekitar lingkungan sekolah terdapat beberapa penjual yang menjajakan berbagai jenis makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang dijajakan sangat lah beragam dan bervariasi sehingga dapat menarik minat siapapun yang melihatnya salah satunya adalah sampel dalam penelitian ini. Tabel dibawah ini menunjukkan gambaran tentang kebiasaan jajan sampel. Tabel 12 Kebiasaan jajan sampel Kebiasaan sarapan
n 8 1 kali 22 2 kali 2 3 kali 1 > 3 kali Total 33 Alasan : 10 Rasa lapar 22 Bosan 1 Diajak teman Jenis jajanan yang biasa dikonsumsi 7 Mie ayam 8 Gorengan 2 Batagor Lainnya (Roti 16 bakar, nasi goreng, bubur kacang hijau)
Sebaran % 24.24 66.67 6.06 3.03 100 30.30 66.67 3.03 21.21 24.24 6.06 48.48
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah frekuensi jajan sampel setiap harinya sangat lah beragam. Rata-rata sebagian besar sampel memiliki frekuensi jajan sebanyak 2 kali dalam seharinya yaitu dengan persentase sebesar 66.67%. Selain itu, terdapat pula sampel yang memiliki frekuensi jajan sebanyak 1, 3, dan bahkan yang elbih dari 3 kali seharinya dengan masingmasing memiliki persentase sebesar 24.24%, 6.06%, dan 3.03%. Hampir sebagian dari sampel atau sebanyak 22 orang (66.67%) menyatakan bosan dengan makanan yang disajikan oleh pihak sekolah atau menza sebagai alasan mengapa mereka mengkonsumsi makanan jajanan. Sedangkan sebanyak 10 orang sampel (30.30%) menyatakan masih memiliki rasa lapar sehingga mereka mengkonsumsi makanan jajanan dan sisanya sebanyak 1 orang sampel (3.03%)
43
menyatakan bahwa alasan mereka mengkonsumsi makanan jajanan ialah karena faktor ajakan teman. Makanan jajanan yang biasa dikonsumsi sebagian besar sampel ialah roti bakar, bubur kacang hijau, dan nasi goreng yaitu dengan persentase sebesar 48.48%. Sedangkan sebanyak sering
mengkonsumsi
8 orang sampel (24.24%) menyatakan lebih
gorengan
sebagai
makanan
jajanannya.
Sisanya
sebanyak 7 orang sampel (21.21%) dan 2 orang sampel (6.06%) menyatakan lebih sering mengkonsumsi mie ayam dan batagor sebagai makanan jajanannya. Kebiasaan Minum Air Putih Asupan air bagi atlet sangatlah penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuhnya. Banyaknya jumlah air yang diperlukan kurang lebih yaitu sebanyak 2.500 ml perharinya. Pemberian cairan selama pertandingan sangat penting untuk mempertahankan status dehidrasi
atau
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Atlet setiap kali harus mengambil kesempatan untuk meminum minuman yang telah tersedia. Kesempatan minum hendaknya jangan menunggu sampai terjadi rasa haus oleh karena pada waktu terasa haus ini sudah menunjukkan adanya dehidrasi awal. Rasa haus bukan indikator yang efektif untuk menilai kebutuhan air atlet selama latihan dan pertandingan. Atlet harus ditekankan kesadarannya akan kebutuhan air yang banyak dalam setiap kesempatan. Tabel 13 Kebiasaan minum air putih sampel Kebiasaan minum Konsumsi air putih < 5 gelas 5 gelas 8 gelas > 8 gelas
Sebaran n
%
1 3 8 21
3.03 9.09 24.24 63.63
Jika dilihat dari tabel di atas, maka akan terlihat bahwa kebiasaan minum air putih sampel sudah dapat dikatakan baik yaitu terdapat 21 orang sampel atau dengan persentase sebesar 63.63% sudah mengkonsumsi lebih dari 8 gelas air putih setiap harinya.
Selain itu, terdapat 8 orang sampel (24.24%) yang
mengkonsumsi 8 gelas air putih. Selebihnya sebanyak 3 orang sampel (9.09%) menyatakan hanya mengkonsumsi 5 gelas air putih setiap harinya dan bahkan tedapat 1 orang sampel (3.03%) yang mengkonsumsi kurang dari 5 gelas air putih untuk setiap harinya.
44
Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makanan yang memenuhi gizi seimbang memegang peranan penting untuk atlet yang ingin berprestasi maksimal dalam suatu pertandingan. Bahkan dengan kombinasi yang baik dari bakat atlet serta teknik latihan dan pelatih terbaik, makanan yang tidak memenuhi syarat dan gizi tidak seimbang tidak mungkin berprestasi secara maksimal. Makanan dengan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung jumlah kalori dengan proporsi sebagai berikut: 6070% karbohidrat; 10-15% protein; 20-25% lemak, serta cukup vitamin, mineral dan air. Energi Konsumsi energi sampel diperoleh melalui metode recall 2 x 24 jam yaitu pada saat sekolah dan hari libur. Tujuan dari penggunaan metode recall 2 x 24 jam ini adalah untuk dapat menghasilkan gambaran mengenai asupan zat gizi sampel yang lebih optimal baik pada saat berada di lingkungan asrama dan di luar lingkungan asrama. Karena sampel tidak hanya mengkonsumsi makanan yang telah disediakan pihak menza saja, melainkan pada hari libur tentunya beberapa diantara dari sampel juga mengkonsumsi makanan yang disediakan di rumah masing-masing. Kemudian dari hasil recall tersebut data diolah dengan menggunakan konversi terhadap Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan nantinya akan dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Dimana angka kecukupan energi atlet diperoleh dari WKNPG 2004, karena sudah disesuaikan dengan kondisi tubuh orang indonesia. Faktor aktivitas yang digunakan adalah faktor aktivitas sangat aktif, dimana aktivitas yang dilakukan oleh atlet sangat aktif dari pagi hingga malam hari terutama pada saat latihan intensif.
Persentase (%)
45,45 27,27
9,09
Defisit Berat
15,15 3,03
Defisit Sedang
Defisit Ringan
Normal
Berlebih
Tingkat Kecukupan Energi
Gambar 9 Sebaran tingkat kecukupan energi sampel
45
Rata-rata konsumsi energi sampel adalah 2671 kal dengan konsumsi energi terbesar ialah 3785 kal dan konsumsi energi terendah adalah 1721 kal. Sebagian besar sampel memiliki tingkat kecukupan energi yang normal yaitu dengan persentase sebesar 45.45%. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9 diatas. Sedangkan sebanyak 27.27% sampel memiliki tingkat kecukupan energi yang masih tergolong defisit tingkat ringan. Selain itu, terdapat pula beberapa diantara sampel yang memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong berlebih yaitu dengan persentase sebesar 15.15%. Sisanya yaitu sebanyak 9.09% dan 3.03% sampel memiliki tingkat kecukupan energi yang masih tergolong kedalam kategori defisit tingkat berat dan sedang.
Gambar 10 Sebaran tingkat kecukupan energi sampel berdasarkan jenis kelamin
Tingkat kecukupan energi antara sampel laki-laki dan perempuan berbeda. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar 10 diatas, terlihat bahwa baik sampel yang berjenis kelamin laki-laki maupun yang berjenis kelamin perempuan sama-sama memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong normal yaitu dengan persentase masing-masing sebesar 42.48% dan 47.37%. Selain itu pula terlihat bahwa pada sampel yang berjenis kelamin perempuan memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit tingkat berat dan berlebih lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin laki-laki. Kebutuhan energi setiap atletnya berbeda, baik dalam faktor usia, berat badan, tinggi badan, maupun terhadap jenis olahraganya. Jika intake kalori kurang dari jumlah yang diperlukan akan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan. Akan tetapi jika intake kalori melebihi kebutuhan, maka akan terjadi perubahan pada komposisi, dimana kelebihan kalori akan diubah menjadi cadangan lemak tubuh, jika hal demikian terjadi maka akan mempengaruhi performance atlet yang bersangkutan baik ketika pertandingan dilaksanankan
46
maupun saat melaksanakan latihan dan kegiatan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, seorang atlet hendaknya dapat mengkonsumsi makanan secara baik dan optimal agar dapat memelihara ketersediaan yang cukup sehingga mampu menghasilkan kemampuan kerja dan waktu pemulihan yang baik (Mihardja 2000). Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson antara variabel pengetahuan gizi sampel dengan tingkat kecukupan energi yaitu menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan (p < 0.05, r = 0.860). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi baik yang rendah atau tinggi yang dimiliki oleh sampel memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kecukupan energi yang dimiliki sampel. Tingkat kecukupan energi yang dimiliki oleh sampel ditentukan oleh pihak penyelenggaraan makan yang terdapat di sekolah tersebut. Sehingga membuat atlet tidak dapat memilih dengan baik makanan yang akan dikonsumsinya. Hasil uji korelasi Pearson antara variabel tingkat kecukupan energi (TKE) dengan status gizi menunjukkan suatu hubungan yang signifikan (p < 0.05, r = -0.637. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat konsumsi makanan khususnya tingkat konsumsi energi sampel berpengaruh dalam mendapatkan status gizi yang baik. Terlihat dari status gizi sampel yang hampir keseluruhan memiliki status gizi yang normal dengan persentase sebesar 84.85%. Dimana menurut Kartika (2006), jika seseorang memiliki tingkat konsumsi zat gizi yang cukup maka akan cenderung memiliki status gizi yang baik dan begitupula sebaliknya juka tingkat konsumsi zat gizi kurang maka cenderung memiliki status gizi yang kurang. Hal ini dikarenakan status gizi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Protein Protein adalah zat gizi utama untuk mempertahankan pertumbuhan serta struktur tubuh. Akan tetapi protein juga merupakan sumber yang miskin akan penyediaan energi dalam periode yang cepat untuk orang yang memiliki aktifitas fisik aktif. Kebutuhan protein pada remaja khususnya yang berprofesi sebagain seorang atlet ialah diperlukan untuk membantu proses pertumbuhan serta pembentuk tubuh guna untuk dapat mencapai tinggi badan yang optimal. Sumber protein yang terdapat di dalam makanan biasanya berasal dari sumber hewani maupun nabati. Protein yang berasal dari sumber hewani contohnya seperti daging (dianjurkan mengkonsumsi daging tanpa lemak), ayam, ikan, telur,
47
dan susu. Sedangkan untuk protein yang berasal dari sumber nabati contohnya seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan (Depkes 2002).
Persentase (%)
42,42
3,03
Defisit Berat
6,06
Defisit Sedang
45,45
3,03
Defisit Ringan
Normal
Berlebih
Tingkat Kecukupan Protein
Gambar 11 Sebaran kecukupan protein sampel
Rata-rata tingkat konsumsi protein sampel ialah sebesar 76.05 gram. Dimana tingkat konsumsi protein terbesar ialah sebesar 97.79 gram dan yang terendah ialah 55.84 gram perharinya. Berdasarkan gambar 11 diatas, dapat diketahui bahwa hampir keseluruhan sampel memiliki tingkat kecukupan protein yang berlebih yaitu dengan persentase sebesar 45.45%. dan sebesar 42.42% sampel memiliki tingkat kecukupan protein yang normal. Sedangkan selebihnya memiliki tingkat kecupukan protein yang masih tergolong dalam kategori defisit berat, defisit sedang serta defisit ringan dengan persentase masing-masing sebesar 3.03%, 6.06%, dan 3.03%.
Gambar 12 Sebaran tingkat kecukupan protein sampel berdasarkan jenis kelamin
48
Berdasarkan gambar 12 diatas, diketahui bahwa hampir sebagian besar pada sampel yang berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal yaitu sebesar 50%. Sedangkan tingkat kecukupan protein pada sampel yang berjenis kelamin perempuan sebagian besar tergolong berlebih yaitu dengan persentase sebesar 52.63%. Hal ini disebabkan karena sampel
yang
berjenis
kelamin
perempuan
cenderung
lebih
banyak
mengkonsumsi lauk protein (hewani dan protein) dibandingkan dengan sumber pangan karbohidratnya (nasi). Tingginya tingkat kecukupan protein sampel disebabkan karena banyak menu yang disajikan menggunakan bahan makanan sumber protein. Selain itu, biasanya dalam 1 kali waktu makan terdapat 2 sampai 3 jenis makanan yang tergolong dalam pangan sumber protein. Menurut Husaini (2000) untuk atlet remaja yang sedang dalam proses pertumbuhan membutuhkan protein yaitu 1.5 gram/kg BB/hari. Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih beresiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan atau pertandingan olahraga yang berat (Irawan 2007). Konsumsi protein yang berlebih dalam tubuh nantinya akan disimpan dalam bentuk lemak yang akhirnya dapat menyebabkan resiko terjadinya kegemukan. Selain itu, efek dari kelebihan mengkonsumsi protein akan lebih sering mengalami buang air kecil karena protein di dalam tubuh akan dicerna menjadi urea yang merupakan suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urin. Hal tersebut tentunya juga akan memperberat kerja ginjal dan akan meningkatkan resiko terjadinya dehidrasi atau kekurangan cairan pada atlet. Lemak Lemak dalam tubuh memiliki peran sebagai sumber energi terutama pada olahraga yang tergolong ke dalam intensitas sedang dengan menggukanan waktu yang lama, seperti olahraga endurance. Atlet olahraga endurance, biasanya lebih menggunakan lemak sebagai sumber energi utama. Pada saat berolahraga khususnya pada olahraga endurance, pengunaan lemak sebagai sumber energi tubuh akibat dari mulai berkurangnya simpanan glikogen otot dapat menyebabkan tubuh terasa lelah sehingga secara perlahan intensitas olahraga akan menurun. Hal ini disebabkan karena produksi energi melalui pembakaran lemak berjalan lebih lambat jika dibandingkan dengan laju produksi energi melalui pembakaran karbohidrat walaupun pembakaran lemak akan
49
menghasilkan energi yang lebih besar jika dibandingan dengan pembakaran karbohidrat. Rata-rata konsumsi lemak sampel adalah 109.32 gram. Konsusmsi terbesar adalah 181.30 gram dan konsumsi terendah sebesar 70.08 gram per harinya. Dimana angka kecukupan lemak yang dianjurkan bagi atlet ialah 2025%
dari
total
kebutuhan
energi
dan
sebaiknya
seorang
atlet
juga
mengkonsumsi makanan yang mengandung rendah lemak (Primana 2000).
Persentase (%)
100,00
0,00
<20%
0,00
20-25%
>25%
Tingkat Kecukupan Lemak
Gambar 13 Sebaran tingkat kecukupan lemak sampel
Berdasarkan gambar 13 diatas, terlihat bahwa sebesar 100% sampel memiliki tingkat kecukupan lemak diatas 25%. Hal tersebut disebabkan karena rata-rata makanan yang disajikan oleh pihak penyelenggaraan makanan merupakan makanan jenis makanan yang cara pengolahannya sebagian besar menggunakan minyak goreng baik untuk menumis, menggoreng, ataupun membakar. Selain itu, banyak juga makanan yang menggunakan santan dalam pengolahannya seperi nasi uduk, sayur nangka, ayam atau daging masak kare, dan sebagainya. Penggunaan minyak goreng maupun santan tentunya sangat memberikan kontribusi yang besar dalam tingkat konsumsi lemak maupun energi sampel. Karbohidrat Masalah utama yang sering ditemui atlet saat melakukan latihan ialah kekelahan atau ketidakmampuan untuk memulihkan rasa lelah dari suatu program latihan. Bagi seorang atlet, kebutuhan akan energi dan karbohidrat pada saat latihan ialah lebih besar dari pada kebutuhan pada saat bertanding. Oleh karena itu, pemulihan simpanan karbohidrat setiap hari harus menjadi prioritas bagi atlet yang menjalankan suatu program latihan yang intensif. Walaupun
50
karbohidrat bukan merupakan satu-satunya sumber energi, namun karbohidrat dalam kenyataannya karbohidrat lebih dibutuhkan sebagai sember otot untuk aktifitas fisik yang tinggi (Damayanti 2000).
Persentase (%)
57,58
27,27 15,15
<60%
60-70%
>70%
Tingkat Kecukupan Karbohidrat
Gambar 14 Sebaran tingkat kecukupan karbohidrat sampel
Rata-rata konsumsi karbohidrat sampel adalah 307.33 gram dengan konsumsi terbesar ialah 479.27 gram dan yang terendah ialah 142.50 gram perharinya. Berdasarkan gambar 7 diatas, dapat terlihat bahwa hampir sebagian dari sampel memiliki tingkat kecukupan karbohidrat yang masih kurang dari yang dianjurkan oleh WKNPG yaitu 60-70% dari total kebutuhan energi yaitu dengan persentase sebesar 57.58%. Hanya 27.27% sampel saja yang memiliki tingkat kecukupan karbohidrat normal yaitu sebesar 60-70% dari total kebutuhan energi. Selebihnya sebesar 15.15% sampel memilikin tingkat kecukupan karbohidrat yang berlebih.
Gambar 15 Sebaran tingkat kecukupan KH sampel berdasarkan jenis kelamin
51
Pada gambar 15 diatas dapat terlihat bahwa tingkat kecukupan karbohidrat baik pada sampel yang berjenis kelamin laki-laki maupun yang berjenis kelamin perempuan sama-sama tergolong kurang dari yang telah dianjurkan oleh WKNPG (2004) yaitu dengan persentase masing-masing sebesar 57.14% dan 57.89%. Sedangkan tingkat kecukupan karbohidrat yang normal paling banyak dimiliki oleh sampel yang berjenis kelamin perempuan bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin laki-laki. Pada sampel lakilaki memiliki tingkat kecukupan karbohidrat yang melebih anjuran WKNPG (2004) lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan yaitu dengan persentase masing-masing sebesar 21.43% dan 10.43%. Rendahnya tingkat kecukupan karbohidrat sampel disebabkan karena memang rendahnya konsumsi makanan atlet terhadap makanan yang bersumber karbohidrat.
Sampel
lebih
cenderung
mengkonsumsi
makanan
yang
mengandung tinggi protein dibandingakan dengan makanan yang mengandung tinggi karbohidrat. Menurut Irawan (2007) seorang atlet seharusnya mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi karbohidrat. Hal ini dikarenakan jika atlet mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang besar dalam seharinya, maka akan memilki simpanan glikogen yang relatif lebih besar jika dibandingan dengan atlet yang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang kecil. Dengan simpanan glikogen yang rendah, seorang atlet dalam menjalankan latihan atau menghadapi pertandingann akan lebih cepat merasakan kelelahan sehingga kemudian akan mengakibatkan terjadinya penurunan intensitas dan performance dalam berolahraga. Vitamin A Vitamin A mempunyai peranan serta fungsi penting dalam proses pengelihatan. Angka kecukupan vitamin A menurut WKNPG tahun 2004 yaitu untuk remaja dengan usia 15 tahun adalah sebesar 600 RE sedangkan untuk remaja dengan usia 16-19 tahun adalah 700 RE. Rata-rata konsumsi vitamin A sampel adalah 2909.54 RE dengan konsumsi terbesar adalah 4867.98 RE dan yang
terendah
adalah
1240.96
RE.
Kontribusi
bahan
makanan
yang
mengandung banyak vitamin A adalah minyak goreng, sayur, serta buahbuahan. Sehingga tingkat kecukupan akan vitamin A sampel dapat dikatakan sudah melebih dari yang telah dianjurkan oleh WKNPG (2004). Hal tersebut
52
terlihar dari jumlah persentase sampel yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A >77% adalah sebanyak 100% atau dapat dikatakan bahwa seluruh sampel memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang melebihi 77% dari jumlah yang seharusnya. Tingkat kecukupan vitamin A sampel dapat dilihat pada gambar 8 dibawah ini.
Gambar 16 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A sampel
Vitamin C Dalam aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Angka kecukupan vitamin C berdasarkan WKNPG tahun 2004 untuk kategori remaja ialah 60 mg per hari. Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktivitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktivitas yang dilakukan.
Persentase (%)
72,73
27,27
<77%
>77%
Tingkat Kecukupan Vitamin C
Gambar 17 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C sampel
53
Rata-rata konsumsi vitamin C sampel adalah 46.58 mg perharinya. Konsumsi vitamin C terbesar yaitu 130.31 mg dan yang terendah adalah 4.92 mg. Berdasarkan gambar 17 diatas, terlihat bahwa hampir seluruh sampel memiliki tingkat kecukupan vitamin C diatas 77% yaitu dengan persentase sebesar 72.73%. dan hanya 27.27% sampel yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C kurang dari 77%.
Gambar 18 Sebaran tingkat kecukupan vit C sampel berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan penggolongan terhadap jenis kelamin sampel maka diperoleh perbedaan antara hasil tingkat kecukupan vitamin C sampel yang berjenis kelamin laki-laki dan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Pada gambar 18 diatas terlihat bahwa tingkat kecukupan vitamin C sampel yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak jumlahnya yang tergolong normal (>77%) bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan dengan persentase masing-masing sebesar 85.71% dan 78.95%. Hal ini disebabkan karena sampel yang berjenis kelamin laki-laki lebih suka atau lebih sering mengkonsumsi sayur serta buah-buahan bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Sumber makanan yang banyak mengandung vitamin C yang dikonsumsi sampel ialah terdapat dalam buah-buahan khususnya buah jeruk, jambu merah, dan mangga. Kelebihan vitamin C yang berasal dari makanan tidak akan menimbulkan gejala apa-apa. Akan tetapi, jika terjadi defisisensi atau kekurangan vitamin C dapat menyebabkan sariawan, gusi berdarah, kulit kering, bibir pecah-pecah, dan juga dapat mempengaruhi daya imunitas seseorang. Kalsium (Ca) Fungsi
utama
kalsium
dalam
tubuh
adalah
peranannya
dalam
pertumbuhan tulang. Saat ini, kebutuhan akan kalsium sangat dihubungkan dengan gejala terjadinya osteoporosis. Karena lebih dari 99% kalsium tubuh total
54
terdapat di dalam tulang. Angka kecukupan kalsium pada remaja usia 15 tahun adalah 1200 mg dan pada usia 16-18 tahun adalah 1000 mg (Rumawas 2000). Rata-rata tingkat konsumsi kalsium sampel adalah 507.81 mg perharinya. Konsumsi terbesar adalah 1091.20 mg dan yang terndah adalah 114.03 mg per harinya.
Persentase (%)
84,85
15,15
<77%
>77%
Tingkat Kecukupan Kalsium Gambar 19 Sebaran tingkat kecukupan kalsium sampel
Gambar 19 diatas menunjukkan bahwa hampir sebagian besar dari sampel memiliki tingkat kecukupan kalsium kurang dari 77% yaitu dengan persentase sebesar 84.85%. hanya 15.15% sampel yang memiliki tingkat kecukupan kalsium diatas 77%.
Gambar 20 Sebaran tingkat kecukupan Ca sampel berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan penggolongan jenis kelamin, terlihat bahwa mayoritas sampel baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki tingkat kecukupan Ca yang kurang (<77%) yaitu dengan persentase masing-masing sebesar 92.86% dan 89.47%. Sampel yang berjenis kelamin lakilaki lebih banyak jumlahnya yang memiliki tingkat kecukupan Ca yang tergolong kurang bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan.
55
Sumber makanan yang banyak mengandung kalsium yang biasa dikonsumsi sampel adalah susu. Namun, banyak diantara sampel yang menyatakan kurang menyukai susu terutama sampel yang berjenis kelmain lakilaki sehingga menyebabkan tingkat kecukupan kalsium beberapa sampel masih kurang memenuhi angka yang telah dianjurkan oleh WKNPG (2004).Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan tentunya dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan sehingga tulang menjadi kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh (osteoporosis) (Almatsier 2004) Zat Besi (Fe) Fungsi zat besi sangat penting bagi tubuh. Konsumsi Fe yang kurang akan menyebabkan terjadinya kekurangan pada hemoglobin dan hal ini dapat menimbulkan keluhan kurangnya nafsu makan, kurang darah (anemia), kemampuan fisik menurun bahkan untuk menghadapi latihan yang ringan sekalipun. Absorpsi besi dapat ditingkatkan bila mengkonsumsinya bersamaan dengan daging atau makanan yang banyak mengandung vitamin C (IIyas 2002). Remaja membutuhkan zat besi untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar dan prestasi belajar. Kecukupan zat besi berdasarkan WKNPG tahun 2004 untuk remaja usia 15 tahun adalah 17 mg dan untuk remaja usia 16-19 tahun adalah 23 mg per harinya. 54,55 Persenatse (%)
45,45
<77
>77
Tingkat Kecukupan Fe
Gambar 21 Sebaran tingkat kecukupan zat besi sampel
Rata-rata konsumsi zat besi sampel adalah 20 mg dengan jumlah konsumsi terbesar adalah 32.59 mg dan yang terendah adalah 8.89 mg. Tingkat kecukupan zat besi sampel sebagian besar (54.55%) termasuk dalam karegori cukup karena sudah memenuhi lebih dari 77% dari angka kecukupan zat besi.
56
Selain itu, terdapat 45.45% sampel yang mempunyai tingkat kecukupan zat besi yang masih kurang dari 77%.
Gambar 22 Sebaran tingkat kecukupan Fe sampel berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan gambar 22 diatas, diketahui bahwa tingkat kecukupan Fe (>77%) sampel yang berjenis kelamin laki-laki lebih baik bila dibandingkan dengan tingkat kecukupan Fe pada sampel yang berjenis kelamin perempuan yaitu dengan persentase masing-masing sebesar 92.86% dan 26.32%. Menurut Ilyas (2000) konsumsi Fe yang kurang akan menyebabkan terjadinya kekurangan pada hemoglobin dan hal ini dapat menimbulkan keluhan kurangnya nafsu makan, kurang darah (anemia), kemampuan fisik menurun bahkan
untuk
menghadapi
latihan
yang
ringan
sekalipun.
Konsentrasi
hemoglobin dapat mempengaruhi nilai VO2max. konsentrasi hemoglobin yang tinggi akan memiliki kandungan oksigen yang lebih banyak dalam darah sehingga mampu mengantarkan oksigen yang lebih banyak ke dalam otot (Macmurray & Ondrak 2008). Tingkat Kebugaran Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Bagi seorang atlet, kelincahan sangatlah diperlukan agar dapat bergerak dengan cepat dan dapat merubah arah dan posisi secara tepat sehingga membutuhkan keseimbangan tubuh dan keterampilan yang tinggi. Kekuatan otot yang sangat tinggi juga sangat diperlukan oleh setiap atlet untuk berlari, melompat, dan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh serta mencegah terjatuh saat terjadi benturan dengan pemain lawan (Depkes 2002).
57
Kebugaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, umur jenis kelamin, keturunan, makanan dan gizi yang seimbang, serta kebiasaan merokok. Ciri-ciri kebugaran jasmani yang baik yaitu, tahan jika bekerja dalam waktu yang lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2007). VO2max Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat mengkonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. VO2max merupakan suatu kemampuan maksimum tubuh untuk mengambil oksigen. Semakin keras berlatih maka akan semakin cepat seorang atlet bernafas yang menjadikan masukan oksigen meningkat sehingga memungkinkan pembentukan energi secara aerob (Depkes 1997). Nilai VO2max merupakan salah satu indikator tingkat kebugaran yang paling banyak digunakan oleh para pelatih olahraga. Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2max yang lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat (Anonim 1997). Setiap atlet tentunya memiliki nilai VO2max yang berbeda-beda, tergantung kepada jenis kelamin dan umur dari atlet. Tabel 14 Nilai VO2 max sampel berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
Jumlah (atlet)
Nilai VO2 max (ml/kg/menit)
Laki-laki
14
49.47 ± 3.39
Perempuan
19
43.59
± 3.57
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa jenis kelamin sampel dapat mempengaruhi hasil terhadap pengukuran nilai Vo2max. Terlihat bahwa hasil pengukuran terhadap nilai Vo2max laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan yaitu sebesar 49.47 ± 3.39 ml/kg/menit. Sedangkan nilai Vo2max pada sampel perempuan adalah 43.59 ± 3.57 ml/kg/menit. Nilai tersebut sudah tergolong baik untuk laki-laki dan superior untuk perempuan dalam kategori usia 13-19 tahun ( The Physical Fitness Specialist Certification Manual, The Cooper Institute for Aerobics Research, Dallas TX 1997). Hasil uji T-Test ( Independent-Sampel T Test) antara variabel tingkat kebugaran dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa p value (Sig.(2 tailed)) < 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara hasil tingkat kebugaran terhadap jenis kelamin sampel.
58
Tabel 15 Nilai VO2 max sampel berdasarkan cabang olahraga Jumlah (atlet) L=6
Nilai VO2 max (ml/kg/menit) 50.36 ± 2.12
P=7
42.45 ± 4.74
Bulutangkis
12
44.23 ± 2.78
Gulat
8
48.79 ± 4.11
Cabang Olahraga Atletik
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa berdasarkan penggolongan menurut cabang olahraganya tidak terdapat perbedaan hasil yang nyata antara perhitungan terhadap nilai Vo2max sampel ( P > 0.05) . Dari ketiga cabang olahraga tersebut, terlihat bahwa atlet yang berasal dari cabang olahraga atletik memiliki nilai Vo2max yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan cabang olahraga gulat dan bulutangkis yaitu sebesar 50.36 ± 2.12 ml/kg/menit (untuk sampel laki-laki). sedangkan untuk cabang olahraga yang memiliki nilai Vo2max terendah adalah pada cabang olahraga atletik (sampel perempuan) yaitu sebesar 42.45 ± 4.74 ml/kg/menit. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dari intensitas olahraga masing-masing. Cabang olahraga atletik merupakan suatu olahraga yang tergolong dalam olahraga berat sehingga membutuhkan tenaga serta usaha yang lebih banyak dibandingkan olahraga gulat dan bulutangkis. Semakin keras berlatih maka akan semakin cepat seorang atlet bernafas
yang
menjadikan
masukan
oksigen
meningkat
sehingga
memungkinkan pembentukan energi secara aerob (Depkes 1997). Selain itu, menurut Guyton & Hall (1996) Atlet pada cabang olahraga yang lebih banyak menggunakan otot tubuh bagian atas maka nilai kapasitas vital parunya juga lebih tinggi daripada atlet cabang olahraga yang banyak menggunakan otot tubuh bagian bawah. Nilai Vo2max ini diperoleh berdasarkan hasil tes balke, dimana tes balke tersebut merupakan salah satu metode untuk mengukur VO2 maksimum atau kebugaran aerobik yang dilakukan dengan cara atlet berlari selama 15 menit kemudian diukur jarak yang mampu ditempuh selama selang waktu tersebut. Tes balke ini diperoleh melalu data sekunder, baik yang berasal dari data yang dipegang pelatih ataupun data yang memang diingat oleh sampel. Sehingga pada saat pengambilan data, peneliti tidak dapat melalukan tes tersebut karena tes tersebut tidak dilakukan sembarangan dan memang telah terprogram baik dari pihak sekolah maupun pelatih. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran terhadap tes balke ini, salah satunya adalah faktor suhu,
59
tingkat kebisingan dan kelembaban saat di lapangan, emosi atlet, waktu pelaksanaan, mental atlet, fisik maupun psikis atlet, serta akurasi dari alat pengukur yang digunakan. Uji Antar Variabel Karakteriksrik Sampel dengan Tingkat Kebugaran Jenis Kelamin dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara jenis kelamin dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p < 0.05, r = -0.651). Hal ini ditunjukkan bahwa sampel yang berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai kebugaran atau Vo2max yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Usia Atlet dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara usia dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.152) karena rata-rata sampel berada dalam kategori kelompok usia yang sama yaitu remaja usia 15-19 tahun. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tinggi usia sampel belum tentu mempunyai nilai kebugaran (Vo2max) yang tinggi. Menurut Macmurray dan Ondrak (2008), bahwa nilai Vo2max akan secara normal menurun sejalan dengan bertambahnya usia yang disebabkan kerena terjadinya perubahan pada komposisi lemak tubuh atlet. Berat Badan dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara berat badan dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p < 0.05, r = -0.397). Hal ini ditunjukkan dengan semakin ringan berat badan sampel maka nilai kebugaran (Vo2max) semakin akan semakin tinggi. Menurut Damayanti (2000) perbedaan komposisi lemak tubuh seseorang akan menyebabkan konsumsi yang berbeda. Atlet yang tergolong dalam jenis olahraga endurance rata-rata mempunyai sedikit lemak tubuh karena persentase lemak tubuh yang rendah berarti memiliki berat badan yang lebih ringan sehingga mempunyai nilai Vo2max yang tinggi Tinggi Badan dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara tinggi badan atlet dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r=0.166). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi seorang atlet maka akan belum tentu nilai Vo2max akan semakin tinggi dan begitu juga
60
sebaliknya. Tinggi badan tidak berpengaruhi terhadap tingkat kebugaran, yang berpengaruh terhadap kebugaran adalah usia, jenis kelamin, keturunan, dan komposisi lemak tubuh (Karim 2002). Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Spearman antara status gizi sampel dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = -0.031). Hal ini ditunjukkan dengan status gizi sampel tidak berpengaruh cukup besar terhadap nilai kebugaran (Vo2max). Sampel yang memiliki status gizi normal belum tentu memiliki nilai Vo 2max yang tinggi dan begitu juga sebaliknya. Salah satu upaya untuk mendapatkan ketahan fisik yang baik diperlukan status gizi yang baik serta tercukupinya zat gizi dengan baik. Persentase Lemak Tubuh dengan Tingkat Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara persentasi lemak tubuh atlet dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang negatif yang signifikan (p < 0.05, r = -0.651). Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah persentase lemak tubuh sampel maka nilai kebugaran atau Vo2max nya akan semakin baik atau tinggi. Menurut Damayanti (2000) perbedaan komposisi lemak tubuh seseorang akan menyebabkan konsumsi yang berbeda. Atlet yang tergolong dalam jenis olahraga endurance rata-rata mempunyai sedikit lemak tubuh karena persentase lemak tubuh yang rendah berarti memiliki berat badan yang lebih ringan sehingga mempunyai nilai Vo2max yang tinggi. Tingkat Kecukupan Energi dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan energi sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.275). Hal ini ditunjukkan bahwa semakin tercukupi kebutuhan energi sampel maka belum tentu nilai kebugaran atau Vo2max nya akan baik juga,dan begitupun sebaliknya. Menurut Kartika (2006), salah satu upaya untuk mendapatkan kebugaran jasmani yang baik diperlukan tingkat konsumsi yang cukup. Konsumsi zat gizi baik yang sesuai dengan kebutuhan gizi akan membuat kebugaran atlet menjadi baik sehingga menjadi tidak cepat lelah dan mampu melakukan aktivitasnya dengan baik pula sehingga mampu mencapai prestasi olahraga dengan maksimal. Tingkat Kecukupan Protein dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan prorein sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak
61
signifikan (p > 0.05, r = 0.251). Hal ini ditunjukkan bahwa semakin tercukupi kebutuhan protein sampel maka belum tentu nilai kebugaran atau Vo2max nya akan baik juga,dan begitupun sebaliknya. Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan vitamin A sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.242). Hal ini ditunjukkan bahwa semakin tercukupi kebutuhan vitamin A sampel maka belum tentu nilai kebugaran atau Vo2max nya akan baik juga,dan begitupun sebaliknya. Tingkat Kecukupan Vitamin C dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan vitamin C sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.071). Hal ini ditunjukkan bahwa semakin tercukupi kebutuhan vitamin C sampel maka belum tentu nilai kebugaran atau Vo2max nya akan baik juga,dan begitupun sebaliknya. Tingkat Kecukupan Ca dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan kalsium sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.090). Hal ini ditunjukkan bahwa semakin tercukupi kebutuhan kalsium sampel maka belum tentu nilai kebugaran atau Vo2max nya akan baik juga,dan begitupun sebaliknya. Tingkat Kecukupan Fe dengan Tingkat Kebugaran (Vo2max) Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan Fe sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang positif yang signifikan (p < 0.05, r = 0.612). Hal ini ditunjukkan bahwa semakin tercukupi kebutuhan Fe sampel maka nilai kebugaran atau Vo2max nya akan baik juga. Menurut Ilyas (2000) konsumsi Fe yang kurang akan menyebabkan terjadinya kekurangan pada hemoglobin dan hal ini dapat menimbulkan keluhan kurangnya nafsu makan, kurang darah (anemia), kemampuan fisik menurun bahkan untuk menghadapi latihan yang ringan sekalipun. Konsentrasi hemoglobin dapat mempengaruhi nilai VO2max. konsentrasi hemoglobin yang tinggi akan memiliki kandungan oksigen yang lebih banyak dalam darah sehingga mampu mengantarkan oksigen yang lebih banyak ke dalam otot (Macmurray & Ondrak 2008).
62
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebagian besar sampel berjenis kelamin perempuan yaitu dengan persentase sebesar 57.6% dan sisanya sebanyak 42.4% sampel berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata usia sampel yaitu sekitar 16.33 ± 1.242 tahun. Berat badan sampel sebagian besar baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan berada dalam rentang 50-61 Kg dengan persentase masing-masing sebesar 64.29% dan 57.89%. Tinggi badan sampel terbanyak berada dalam rentang 166-170 cm yaitu dengan persentase sebesar 42.86% untuk sampel lakilaki dan pada sampel perempuan terbanyak berada dalam rentang 160-165 cm (36.84%). Hampir seluruh sampel memiliki status gizi yang tergolong normal baik sampel laki-laki maupun perempuan dengan persentase masing-masing sebesar 85.71% dan 84.21%. Tingkat pengetahuan gizi yang masih sampel yang berjenis kelamin laki-laki tergolong kurang (64.29%) dan tergolong sedang untuk sampel yang berjenis kelamin perempuan (68.42%). Hasil pengukuran terhadap komposisi lemak tubuh berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sampel yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase lemak tubuh yang lebih kecil bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Cabang olahraga gulat memiliki nilai persentase lemak tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan cabang olahraga atletik maupun bulutangkis. Berdasarkan tingkat kecukupan energi serta zat gizi lainnya, hampir seluruh sampel memiliki tingkat kecukupan yang tergolong normal. Sedangkan untuk tingkat kecukupan protein hampir dari sampel laki-laki memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal (50%) sedangkan untuk sebagian besar sampel perempuan memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong berlebih (52.63%). Tingkat kecukupan lemak baik pada sampel laki-laki maupun perempuan sama-sama tergolong berlebih. Selain itu untuk tingkat kecukupan karbohidrat, baik pada sampel laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kecukupan yang masih tergolong kurang dari jumlah yang telah dianjurkan (<60% dari total kebutuhan energi). Untuk tingkat kecukupan vitamin A baik pada sampel laki-laki maupun perempuan sudah tergolong normal. Sedangkan untuk tingkat kecukupan vitamin C dan Fe pada sampel laki-laki lebih banyak yang tergolong normal bila dibandingkan dengan sampel perempuan. Namun tidak halnya untuk tingkat kecukupan Ca, pada sampel perempuan lebih banyak yang
63
tingkat kecukupan Ca yang normal bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin laki-laki. Hasil
pengukuran
dikelompokkan
terhadap
berdasarkan
jenis
tingkat kelamin
kebugaran dan
(Vo2max)
cabang
sampel
olahraganya.
Berdasarkan jenis kelaminnya, menunjukkan bahwa nilai kebugaran (Vo2max) sampel yang berjenis kelamin laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Sedangkan menurut cabang olahraganya, sampel yang berasal dari cabang olahraga gulat yang memiliki nilai kebugaran (Vo2max) lebih besar dibandingkan dengan cabang olahraga atletik maupun bulutangkis. Uji analisis antar variabel yang dilakukan menunjukkan bahwa antara variabel jenis kelamin dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan (p < 0.05, r = -0.651). Hubungan antara usia dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan positif yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.152). Hubungan antara berat badan dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p < 0.05, r = -0.397). Hubungan antara tinggi badan atlet dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang tidak signifikan (p > 0.05, r= 0.166). Hubungan antara status gizi sampel dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan negatif yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.031). Hubungan antara persentasi lemak tubuh atlet dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p < 0.05, r = 0.651). Hubungan antara tingkat kecukupan energi sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.275). Hubungan antara variabel pengetahuan gizi sampel dengan tingkat kecukupan energi yaitu menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan (p < 0.05, r = 0.860). Hubungan antara variabel tingkat kecukupan energi (TKE) dengan status gizi menunjukkan suatu hubungan negatif yang signifikan (p < 0.05, r = -0.637). Saran Seorang atlet sebaiknya memiliki pengetahuan gizi yang baik. Agar setiap atlet paham dan mengerti mengenai kebutuhan zat gizi apa yang penting bagi mereka khususnya yang dapat membantu untuk meningkatkan performance baik saat berlatih ataupun saat melakukan suatu pertandingan.
64
DAFTAR PUSTAKA Agung Nugroho. 2004. Evaluasi Angka Kecukupan Energi dan Angka Kecukupan Protein pada Anak Usia 7-12 tahun yang Mengikuti Lembaga Pendidikan Sepak Bola di Kota Semarang. Skripsi IKOR FIK UNNES. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Anonim. 1997. VO2 Max. www.brianmac.co.uk [25 Maret 2011]. ______. 1997. The Balke VO2 max Test. www.brianmac.co.uk [25 Maret 2011]. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Baley James A., 1986. Pedoman Atlet Teknik Peningkatan Ketangkasan Dan Stamina. Semarang : Dahara Prize. Chen J. 2000. Vitamin: Effect of Exercise on Requirements. Oxford: Blackwell Science, Ltd. Dadang. A. P. 2000. Perhitungan Energi Pada Olahraga. PPPITOR Jakarta Kantor Menpora. De Vries HA, Housh TJ. 1994. Physiology of Exercise for Physical Education, Athletic, and Exercise Science. Lowa: Wm. C. Brown Communications, Inc. Depkes RI dan KONI Pusat. 1993. Pedoman Pengaturan Makan Atlit. Jakarta. Dirham. 1987. Kesehatan Olahraga. FPOK IKIP Semarang. Driskell J. 2007. Sports Nutrition Fats and Proteins. New York: CRC Press. Giriwijoyo S, Ali M. 2005. Ilmu Faal Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia Guyton, Hall. 1996. Text Book of Medical Physiology. New York : W B Saunders Company. Page 477 – 545. Hardinsyah, Martianto D. 1992.Menaksir Kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. Hardinsyah, Tambunan V. 2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Ilyas E. 2007. Nutrisi pada Atlet. [makalah]. Kartika E. 2006. Hubungan Tingkat Konsumsi Gizi (Energi, Protein, Besi) dan Status Gizi (Indeks Massa Tubuh, Kadar Hemoglobin) dengan Ketahanan Fisik pada Atlet Sepak Bola di PSIS Semarang Tahun 2006 [skripsi]. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas DIponegoro
65
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Kusharto CM, Sa’adiyyah NY. 2008. Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor Mackenzie. 1997. VO2 Max. www.brianmac.co.uk [25 Desember 2010] _______. 1997. Performance Evaluation Tes.. www.brianmac.co.uk [25 Januari 2011] _______. 1997. The Balke VO2 max Tes. www.brianmac.co.uk [20 Januari 2011] Macmillan S. 1995. Nutrition and Fitness. New York: Macmillan Library Reference. McMurray R, Ondrak K. 2008. Energi Expenditure of Athletes. Di dalam Wollinsky I, Driskell J, editor. Sport Nutrition Energi Metabolism and Exercise. Boca Raton: CRC Press. Minhardja L. 2000.Sistem Energi dan Zat Gizi yang diperlukan Pada Olahraga Aerobik dan Anerobik. www.gizi.net/download/makalahsportrevisi.pdf [23 Juli 2011]. Mukrie NA, Ginting AB, I Ngadiarti, Hendrorini A. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta : Akademi Gizi, Depkes RI. Napu A. 2005. Pengaturan Berat Badan Dalam Menunjang Kemampuan Fisik Atlet. www.gizi.net [10 Desember 2010] Primana DA. 2000. Penggunaan Lemak dalam Olahraga. Di dalam: Tanaya ZA et.al. editor. Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Riyadi H.2003. Diktat Penilaian Gizi secara Antropometri. Bogor: Institut Pertanian Bogor ______. 2007. Diktat Mata Kuliah Gizi Olahraga. Bogor: Institut Pertanian Bogor Russel, R. 1989. Swimming for Life. London : Penguin Group. Page : 7 – 42, 50 – 53. Sajoto M. 1988. Peningkatan & Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Dahara Prize. Sedyanti. 2000. Pengaturan Makanan Sebelum, Saat, dan Setelah Bertanding [makalah] Setiawan B, Rahayuningsih S. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Air. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Sjahmien Moehji. 2003. Penanggulangan Gizi. Jakarta: Bharatara Niaga Media.
66
Suharjo, Clara M.Kusharto, 1999. Prinsip Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Kanisius. Supariasa et al 2001). (Supariasa, S. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. [WHO] World Health Orgaization. 2007. Growth reference 5-19 years. http://www.who.int/growthref/who2007bmiforage/en/index.html. [23 Juli 2011]. Williams M. 1989. Nutrition for Fitness & Sport. USA: WM. C. Brown Communication, Inc. Wolinsky I, Hickson JF. Nutrition in Exercise and Sport. CRC Press, London 1994: 1 – 29 Yunus, F. 1997. Faal Paru dan olahraga. Jurnal Respirologi Indonesia, 17, 100 – 105.
67
LAMPIRAN
68
LAMPIRAN Tabel Karakteristik Sampel No. 1 2 3 4
Cabang Olahraga Atletik
16
Berat Badan 54,4
19,98
-0,21
Normal
Atletik
17
61
158
24,44
1,01
At risk
Atletik
19
52
158
20,83
-0,16
Normal
67,2
171,2
22,93
0,23
Normal
Usia
Tinggi Badan 165
IMT
Z-Skor
Status Gizi
Atletik
19
5
Atletik
18
47
158
18,83
-0,71
Normal
6
Atletik
19
58
165
21,30
-0,41
Normal
7
Atletik
17
103
171
35,22
4,18
Obese
8
Atletik
17
63
171
21,55
0,14
Normal
9
Atletik
17
58
171
19,84
-0,42
Normal
Atletik
15
45,9
164,6
16,94
-0,96
Normal
Atletik
15
45,6
152,7
19,56
-0,23
Normal
62,5
170,5
21,50
0,35
Normal
10 11 12
Atletik
16
13
Atletik
16
59
170
20,42
-0,13
Normal
14
Bulutangkis
16
57
168
20,20
-0,17
Normal
15
Bulutangkis
17
57
166
20,69
-0,06
Normal
16
Bulutangkis
17
60
163
22,58
0,45
Normal
17
Bulutangkis
17
60
161
23,15
0,60
Normal
Bulutangkis
16
70
162
26,67
1,68
At risk
Bulutangkis
17
55
165
20,20
-0,26
Normal
62
167
22,23
0,29
Normal
18 19 20
Bulutangkis
18
21
Bulutangkis
17
59
168
20,90
-0,03
Normal
22
Bulutangkis
18
52
164
19,33
-0,55
Normal
23
Bulutangkis
16
53
160
20,70
-0,03
Normal
24
Bulutangkis
17
55
167
19,72
-0,35
Normal
25
Bulutangkis
14
51
158
20,43
0,26
Normal
Gulat
16
58,1
167
20,83
0,01
Normal
Gulat
16
58,5
166
21,23
0,17
Normal
82,1
172,8
27,50
2,19
Gemuk
26 27 28
Gulat
16
29
Gulat
17
60,7
165
22,30
0,34
Normal
30
Gulat
16
57,5
167
20,62
0,01
Normal
31
Gulat
17
56,7
167,5
20,21
-0,19
Normal
32
Gulat
18
55,5
159
21,95
0,14
Normal
33
Gulat
14
79,7
164
29,63
3,90
Obese
69
Tabel Hasil Persentase Lemak Tubuh Sampel No.
Cabang Olahraga
1
Atletik
2
Atletik
3
Atletik
4
Atletik
5
Atletik
6
Atletik
7
Atletik
8
Atletik
9
Atletik
10
Atletik
11
Atletik
12
Atletik
13
Atletik
14
Bulutangkis
15
Bulutangkis
16
Bulutangkis
17
Bulutangkis
18
Bulutangkis
19
Bulutangkis
20
Bulutangkis
21
Bulutangkis
22
Bulutangkis
23
Bulutangkis
24
Bulutangkis
25
Bulutangkis
26
Gulat
27
Gulat
28
Gulat
29
Gulat
30
Gulat
31
Gulat
32
Gulat
33
Gulat
% lemak tubuh 21.5 23.4 14.1 10.5 16.8 10.5 29.1 10.5 10.5 19.5 16.8 10.5 10.5 21.5 23.4 19.5 16.8 19.5 16.8 16.8 21.5 23.4 16.8 16.8 21.5 10.5 10.5 14.7 10.5 10.5 14.7 10.5 16.4
Berat lemak tubuh 11.7 14.27 6.77 7.06 7.9 6.09 29.97 6.62 6.09 8.95 7.66 6.09 6.2 12.26 12.17 11.7 10.08 13.65 10.42 10.42 12.69 12.17 8.9 9.24 10.97 6.10 6.14 12.07 6.37 6.04 8.34 5.83 13.07
Berat badan tanpa lemak 42.7 46.73 41.23 60.14 39.10 51.91 73.03 56.39 51.91 36.95 37.94 56.41 52.81 44.75 57 48.3 49.92 56.35 51.58 51.58 46.32 39.83 44.10 45.76 40.04 52 52.36 70.03 54.33 51.46 48.37 49.67 66.63
70
Tabel Tingkat Pengetahuan Gizi Sampel No.Sampel
Cabang Olahraga
1
Atletik
2
Atletik
3
Atletik
4
Atletik
5
Atletik
6
Atletik
7
Atletik
8
Atletik
9
Atletik
10
Atletik
11
Atletik
12
Atletik
13
Atletik
14
Bulutangkis
15
Bulutangkis
16
Bulutangkis
17
Bulutangkis
18
Bulutangkis
19
Bulutangkis
20
Bulutangkis
21
Bulutangkis
22
Bulutangkis
23
Bulutangkis
24
Bulutangkis
25
Bulutangkis
26
Gulat
27
Gulat
28
Gulat
29
Gulat
30
Gulat
31
Gulat
32
Gulat
33
Gulat
Skor 66,67 46,67 66,67 80,00 53,33 46,67 73,33 53,33 46,67 53,33 60,00 53,33 66,67 73,33 73,33 80,00 80,00 73,33 80,00 66,67 73,33 73,33 73,33 73,33 73,33 60,00 53,33 33,33 60,00 46,67 20,00 60,00 46,67
Karegori Pengetahuan Gizi Sedang Kurang Sedang Baik Kurang Kurang Sedang Kurang Kurang Kurang Sedang Kurang Sedang Sedang Sedang Baik Baik Sedang Baik Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Kurang Kurang Sedang Kurang Kurang Sedang Kurang
71
Tabel Tingkat Kecukupan Zat Gizi No.
Cabang Olahraga
1
Atletik
2
Atletik
3
Atletik
4
Atletik
5
Atletik
6
Atletik
7
Atletik
8
Atletik
9
Atletik
10
Atletik
11
Atletik
12
Atletik
13
Atletik
14
Bulutangkis
15
Bulutangkis
16
Bulutangkis
17
Bulutangkis
18
Bulutangkis
19
Bulutangkis
20
Bulutangkis
21
Bulutangkis
22
Bulutangkis
23
Bulutangkis
24
Bulutangkis
25
Bulutangkis
26
Gulat
27
Gulat
28
Gulat
29
Gulat
30
Gulat
31
Gulat
32
Gulat
33
Gulat
Kebutuhan Energi 2176 2440 2080 3360 1880 2900 4120 3150 2900 1836 1824 3125 2950 2280 2280 2400 2400 2800 2200 2480 2360 2080 2120 2200 2040 2905 2925 4105 3035 2875 2835 2775 3985
Energi 2394 2684 1900 3177 2068 2465 4532 2978 2742 2201 2187 3125 2789 2508 2508 2640 2640 3080 2420 2728 2596 2288 2332 2420 2446 2747 2925 3881 2869 2718 2680 2624 3985
Protein 59,84 67,10 50,00 79,42 51,70 58,00 113,30 74,45 68,55 53,39 53,04 78,13 69,73 62,70 62,70 66,00 66,00 77,00 60,50 68,20 64,90 57,20 58,30 60,50 59,33 68,66 73,13 97,03 71,74 67,95 67,01 65,59 99,63
Kecukupan Zat Gizi Vit A Vit C 652,80 81,60 732,00 91,50 600,00 75,00 733,09 109,96 564,00 70,50 580,00 87,00 1236,00 154,50 687,27 103,09 632,73 94,91 562,04 60,89 558,37 60,49 781,25 97,66 643,64 96,55 684,00 85,50 684,00 85,50 720,00 90,00 720,00 90,00 840,00 105,00 660,00 82,50 744,00 93,00 708,00 88,50 624,00 78,00 636,00 79,50 660,00 82,50 624,49 67,65 633,82 95,07 731,25 109,69 895,64 134,35 662,18 99,33 627,27 94,09 618,55 92,78 605,45 90,82 996,25 124,53
Ca 1088,00 1220,00 800,00 1221,82 940,00 773,33 2060,00 1145,45 1054,55 936,73 930,61 1302,08 1072,73 1140,00 1140,00 1200,00 1200,00 1400,00 1100,00 1240,00 1180,00 1040,00 1060,00 1100,00 1040,82 1056,36 1218,75 1492,73 1103,64 1045,45 1030,91 1009,09 1660,42
Fe 28,29 31,72 26,00 18,33 24,44 12,57 53,56 17,18 15,82 24,36 24,20 24,74 16,09 29,64 29,64 31,20 31,20 36,40 28,60 32,24 30,68 27,04 27,56 28,60 27,06 15,85 18,28 22,39 16,55 15,68 15,46 15,14 31,55
72
Kerangka menu penyelenggaraan makanan di SMA Negeri Ragunan Jakarta Waktu Makan Extra Pagi 1 Pagi
Extra II Siang
Kerangka Menu Snack Susu Makanan Pokok I Makanan Pokok II Lauk hewani Sayur Minuman Extra Pudding Makanan Pokok Lauk hewani
Lauk nabati Sayur Buah
Extra Sore
Malam
Minuman Snack
Minuman Makanan Pokok Lauk Hewani
Lauk Nabati Sayur Buah
Extra Malam
Minuman Snack Minuman
Bahan Makanan Roti manis Susu bubuk Beras Mie kering, spageti, kwetiau Telur, daging ayam atau daging sapi Sayuran Teh manis Bubur kacang hijau, bubur ketan hitam, kolak, atau es buah Beras Daging ayam, daging sapi, ikan dan hasil olahannya Tahu dan tempe Sayuran Semangka, apel, melon atau pisang Es sirup atau teh manis Kue lapis, bakpia, bolu atau dadar gulung Teh manis Beras Daging ayam, daging sapi, ikan dan hasil olahannya Tahu dan tempe Sayuran Semangka, jeruk, melon atau pisang Teh manis Kue lapis, bolu, pisang goreng atau bakpia Susu bubuk
73
Tabel Hasil Tes Kebugaran No.
Cabang Olahraga
1
Atletik
2
Atletik
3
Atletik
4
Atletik
5
Atletik
6
Atletik
7
Atletik
8
Atletik
9
Atletik
10
Atletik
11
Atletik
12
Atletik
13
Atletik
14
Bulutangkis
15
Bulutangkis
16
Bulutangkis
17
Bulutangkis
18
Bulutangkis
19
Bulutangkis
20
Bulutangkis
21
Bulutangkis
22
Bulutangkis
23
Bulutangkis
24
Bulutangkis
25
Bulutangkis
26
Gulat
27
Gulat
28
Gulat
29
Gulat
30
Gulat
31
Gulat
32
Gulat
33
Gulat
Jarak (m) 2600 2950 3150 3150 3250 3590 2000 3500 3450 2800 2800 3510 3700 3000 2900 2800 2500 2500 3300 3100 3150 2980 3050 3050 3050 3800 3600 2850 3620 3200 3200 3600 2900
VO2 maks (mls/kg/min) 40.24 44.25 46.54 46.54 47.69 51.59 33.63 50.56 49.98 42.53 42.53 50.67 52.85 44.82 43.68 42.53 39.09 39.09 48.26 45.97 46.54 44.59 45.40 45.40 45.40 54.00 51.70 43.10 51.93 47.12 47.12 51.70 43.68
74
Uji Variabel Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Pengetahuan Gizi dengan Tingkat Kecukupan Energi Correlations pengiz Pengiz
Pearson Correlation
Tke 1
.032
Sig. (2-tailed)
.860
N Tke
33
33
Pearson Correlation
.032
1
Sig. (2-tailed)
.860
N
33
33
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Jenis Kelamin Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
jk 1
-.651
Sig. (2-tailed)
.000
N Jk
**
Pearson Correlation
33
33
**
1
-.651
Sig. (2-tailed)
.000
N
33
33
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Usia Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
Usia 1
Sig. (2-tailed) N usia
.152 .400
33
33
Pearson Correlation
.152
1
Sig. (2-tailed)
.400
N
33
33
75
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Berat Badan Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
bb 1
-.398
Sig. (2-tailed)
.022
N bb
*
Pearson Correlation
33
33
*
1
-.398
Sig. (2-tailed)
.022
N
33
33
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Tinggi Badan Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
Skinfold 1
-.651
Sig. (2-tailed)
.000
N Skinfold
**
Pearson Correlation
33
33
**
1
-.651
Sig. (2-tailed)
.000
N
33
33
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil Uji Spearman Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Status Gizi Correlations vo2max vo2max
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Statusgizi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
statusgizi 1.000
-.031
.
.878
33
27
-.031
1.000
.878
.
27
33
76
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Persentase Lemak Tubuh Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
Skinfold 1
-.651
Sig. (2-tailed)
.000
N skinfold
**
Pearson Correlation
33
33
**
1
-.651
Sig. (2-tailed)
.000
N
33
33
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Tingkat Kecukupan Energi Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
Tke 1
.275
Sig. (2-tailed)
.121
N Tke
33
33
Pearson Correlation
.275
1
Sig. (2-tailed)
.121
N
33
33
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Tingkat Kecukupan Protein Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
Tkp 1
Sig. (2-tailed) N Tkp
.251 .159
33
33
Pearson Correlation
.251
1
Sig. (2-tailed)
.159
N
33
33
77
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Tingkat Kecukupan Vitamin A Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
vitA 1
.242
Sig. (2-tailed)
.175
N vitA
33
33
Pearson Correlation
.242
1
Sig. (2-tailed)
.175
N
33
33
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Tingkat Kecukupan Vitamin C Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
vitC 1
.071
Sig. (2-tailed)
.695
N vitC
33
33
Pearson Correlation
.071
1
Sig. (2-tailed)
.695
N
33
33
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Tingkat Kecukupan Kalsium Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
Ca 1
Sig. (2-tailed) N ca
.090 .617
33
33
Pearson Correlation
.090
1
Sig. (2-tailed)
.617
N
33
33
78
Hasil Uji Pearson Antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Tingkat Kecukupan Zat Besi Correlations vo2max vo2max
Pearson Correlation
Fe 1
.612
Sig. (2-tailed)
.000
N fe
**
Pearson Correlation
33
33
**
1
.612
Sig. (2-tailed)
.000
N
33
33
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil Uji Independent Sampels T Test antara Variabel Persentase Lemak Tubuh dengan Jenis Kelamin Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
t-test for Equality of Means
Sig.
T
Sig. Mean Std. Error (2- Differenc Differenc tailed) e e
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
lemak Equal variances assumed
4.10 .052 -7.675 0
31
.000 -8.24173
1.07385
10.43186
-6.05160
Equal variances not assumed
-8.304
29.53 5
.000 -8.24173
.99255
10.27013
-6.21333
Hasil Uji Independent Sampels T Test antara Variabel Tingkat Kebugaran dengan Jenis Kelamin Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F vo2m Equal ax variances assumed Equal variances not assumed
Sig.
.040 .844
t-test for Equality of Means
T 4.78 1
Df
Sig. Mean (2Differenc Std. Error tailed) e Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
31
.000
5.87872
1.22965
3.37084
8.38660
4.81 28.957 9
.000
5.87872
1.21980
3.38380
8.37365
79
Hasil Uji One-Way ANOVA antara Variabel Persentase Lemak Tubuh dengan Cabang Olahraga ANOVA Lemak Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
258.133
2
129.066
Within Groups
577.540
30
19.251
Total
835.673
32
F 6.704
Sig. .004
Hasil Uji One-Way ANOVA antara Variabel Tingkat kebugaran dengan Cabang Olahraga ANOVA vo2max Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
99.972
2
49.986
Within Groups
556.421
30
18.547
Total
656.394
32
F 2.695
Sig. .084
80 KODE: KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN MAKAN DAN KOMPOSISI TUBUH TERHADAP KAPASITAS DAYA TAHAN TUBUH ATLET DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA
Nama Responden
:…………………………………………………….....
Cabang Olahraga
………………………………………………………...
Alamat responden
:……………………………………………………….. ……………………………………………………….. ………………………………………………………..
Hari dan tanggal wawancara
:………………………………………………………..
Enumerator
:………………………………………………………..
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
81
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN MAKAN DAN KOMPOSISI TUBUH TERHADAP KAPASITAS DAYA TAHAN TUBUH ATLET DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama Lengkap ................................................................................... A1 2. Cabang Olahraga ............................................................................... A2 3.Tempat/tanggal lahir ............................................................................ A3 4. Umur................................................................................................... A4 5.Kelas ................................................................................................... A5 6.Kota Domisili........................................................................................ A6 7.No.Telp/HP .......................................................................................... A7 8.Berat Badan......................................................................................... A8 9.Tinggi badan ........................................................................................ A9 10.IMT…………………………………………………………………………A10 11.Status Gizi ...................................................................................... .A11
B. KONSUMSI PANGAN Kebiasaan makan 1. Berapa kali kamu makan dalam sehari?B1 a. 1-2 kali sehari b. 2-3 kali sehari c. 3-4 kali sehari d. 5-6 kali sehari 2. Apakah kamu biasa sarapan pagi?B2 a. Selalu b. Kadang-kadang
c. Jarang d. Tidak pernah
3. Biasanya makanan apa yang kamu makan saat sarapan?B3 a. Mie c. Nasi+lauk pauk b. Roti d. Lainnya, sebutkan … 4. Biasanya minuman apa yang kamu minum saat sarapan?B4 a. Susu c. Teh manis b. Air putih d. Lainnya, sebutkan … 5. Bagaimana susunan menu makan siang yang sering kamu makan?B5 a. Nasi, sayur b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur c. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur, buah d. Lainnya, sebutkan …
82
6. Bagaimana susunan menu yang biasa dimakan untuk malam hari?B6 a. Nasi, sayur b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur c. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur, buah d. Lainnya, sebutkan … 7. Alasan kamu mengkonsumsi makanan diluar dari yang telah disediakan pihak penyelenggaraan makanan? (pilih salah satu)B7 a. Rasa lapar b. Diajak teman b. Bosan dengan makanan yang disajikan c. Lainnya, sebutkan … 8. Berapa kali kamu jajan dalam sehari? (pilih yang paling sering)B8 a. 1 kali c. 3 kali b. 2 kali d. >3 kali 9. Jenis makanan yang biasa dikonsumsi diluar dari yang telah disediakan pihak penyelenggaraan makanan?B9 a. Mie ayam c. Batagor b. Gorengan d. lainnya, sebutkan … 10. Berapa jumlah air putih yang kamu minum setiap harinya?B10 a. <5 gelas c. 5 gelas b. 8 gelas d. >8 gelas
C. PENGETAHUAN GIZI OLHRGA 1. Zat gizi utama yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari? C1 a. Karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air b. Karbohidrat, protein, vitamin, mineral, air, suplemen c. Karbohidrat dan suplemen d. Vitamin dan mineral 2. Tujuan pengaturan makanan bagi atlet yaitu? C2 a. Mencegah terjadinya penyakit b. Mengurangi pengeluaran uang c. Mencegah terjadinya cidera d. Mendapatkan gizi yang optimal 3. Sumber energi utama selama berolahraga diperoleh dari? C3 a. Protein c. Lemak b. Karbohidrat d. Vitamin 4. Tujuan pemberian karbohidrat bagi atlet yaitu? C4 a. Mencegah terjadinya dehidrasi b. Mencegah terjadinya osteoporosis c. Mempunyai cadangan glikogen d. Mencegah terjadinya penyakit 5. Bentuk simpanan utama karbohidrat yang digunakan selama berolahraga adalah? C5 a. Glikogen otot c. Glikogen hati b. Glukosa darah d. Karbohidrat kompleks
83
6. Fungsi utama protein bagi atlet adalah? C6 a. Mengatur gula darah b. Sumber utama energi c. Perkembangan dan perbaikan jaringan otot d. Mengatur keseimbanagan suhu tubuh 7. Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk? C7 a. b. Memperbaiki jaringan yang rusak c. Menambah cadangan glikogen d. Mencegah kerusakan otot e. Mencegah dehidrasi dan mempertahankan keseimbangan cairan tubuh 8. Konsumsi cairan pada atlet sebaiknya dilakukan pada? C8 a. Sebelum pertandingan saja b. Selama pertandingan saja c. Sesudah pertandingan saja d. Sebelum, selama, dan sesudah pertandingan 9. Jenis elektrolit yang paling banyak hilang melalui keringat selama berolahraga adalah? C9 a. Natrium (Na) dan Magnesium (Mg) b. Magnesium (Mg) dan Klorida (Cl) c. Natrium (Na) dan Kalium (K) d. NAtrium (Na) dan Klorida (Cl) 10. Minuman isotonik alami yang dapat dikonsumsi setelah atlet berolahraga? C10 a. Es krim c. Air putih b. Air kelapa d. Air jeruk 11. Dalam istilah olahraga, semua bahan atau zat yang meningkatkan atau diperkirakan dapat meningkatkan penampilan fisik atlet disebut? C11 a. Ergogenic aids c. Doping b. Suplemen d. Multivitamin 12. Tujuan mengkonsumsi makanan sebelum menjelang pertandingan?C12 a. Untuk meningkatkan ketrampilan teknik,taktik dan meningkatkan kesegaran jasmani b. Untuk mempersiapkan atlet agar mendapatkan energi yang adequat dan hidrasi yang optimal c. Untuk menjaga berat badan atlet agar tetap ideal d. Untuk mengganti zat-zat gizi dalam tubuh yang hilang 13. Makanan yang cocok dikonsumsi saat menjelang pertandingan, kecuali? C13 a. Banyak mengandung karbohidrat kompleks b. Tinggi lemak dan protein c. Cukup vitamin dan mineral d. Cukup air
84
14. Pemberian air dingin (suhu 100 C) sebanyak 1-2 gelas setelah pertandingan ditujukan untuk mengatasi ?C14 a. Nafsu makan dari sebagian besar atlet yang berkurang b. Mual dan muntah setelah latihan c. Peningkatan berat badan yang berlebih d. Kelebihan lemak tubuh 15. Pola hidangan yang dapat dikonsumsi atlet sesaat menjelang pertandingan, kecuali? C15 a. 3-4 jam sebelum bertanding, makanan lengkap biasa, misalnya nasi dengan lauk-pauk b. 2-3 jam sebelum bertanding sebaiknya dalam bentuk makanan kecil, misalnya roti (kurang dari 500 kalori) c. 1-2 jam sebelum bertanding, atlet dipuasakan d. 30-60 menit sebelum bertanding, atlet hanya boleh diberikan minuman cair saja
Terima kasih atas partisipasinya Saudara/i menjadi salah satu responden yang secara sukarela mengisi kuesioner ini. Saya sanagt menghargai kejujuran Saudara/i dalam mengisi kuesioner ini dan akan menjamin kerahasian identitas pribadi Saudara/i.
85
D. PENGUKURAN THICKNESS) Nama Umur Jenis kelamin Berat badan Tinggi badan LIngkar Lengan Atas Tebal Lipatan Kulit Bicep Tricep Suprailliac Subscapular TOTAL
BODY
COMPOSITION
(SKINFOLD
:…………………………………… :…………………………………… :…………………………………… :…………………………………...kg :………………………………….. cm :…………………………………...cm : :……………………..mm :……………………..mm :……………………..mm :……………………..mm + :……………………..mm
E. TEST KEBUGARAN Test Balke : Nadi Sebelum
Nadi Setelah
Melakukan Test
Melakukan Test
VO2Max
86
F. RECALL KONSUMSI PANGAN (2 X 24 JAM) 1. Hari Sekolah
Waktu
Pagi (06.00-09.00)
Selingan (09.00-12.00)
Siang (12.00-14.00)
Selingan (14.00-18.00)
Malam (18.00-21.00)
Selingan (21.00)
Nama
Bahan
Makanan
Pangan
Berat URT
Keterangan (g)
87
2. Hari Libur
Waktu Pagi (06.00-09.00)
Selingan (09.00-12.00)
Siang (12.00-14.00)
Selingan (14.00-18.00)
Malam (18.00-21.00)
Nama Makanan
Bahan Pangan
Berat URT
Keterangan (g)