i
KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI PADA ORANG DEWASA DI PERKOTAAN
ANNISA PUTRI GAZALI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaman Konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Status Gizi pada Orang Dewasa di Perkotaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Annisa Putri Gazali NIM I14124048
iv
v
ABSTRAK ANNISA PUTRI GAZALI. Keragaman Konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Status Gizi pada Orang Dewasa di Perkotaan. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman konsumsi pangan serta hubungannya dengan status gizi pada orang dewasa di perkotaan khususnya DKI Jakarta. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Subyek dalam penelitian ini adalah usia dewasa yang berjumlah 102 orang. Data yang dikumpulkan di antaranya adalah karakteristik sosial ekonomi (usia,pendidikan,pendapatan, dan besar keluarga), status gizi (indeks massa tubuh dan rasio lingkar pinggang panggul), konsumsi pangan (skor keanekaragaman pangan dan asupan zat gizi) serta status kesehatan. Pengukuran keragaman konsumsi pangan dengan menggunakan metode Dietary Diversity Score menunjukkan bahwa subyek memiliki keragaman pangan yang cukup baik. Hasil uji antar variabel dengan menggunakan korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan nyata yang positif antara variabel indeks massa tubuh dengan status kesehatan dan tingkat pendidikan dengan tingkat kecukupan zat besi (p<0.05), sementara variabel lainnya tidak berhubungan nyata. Kata kunci: karakteristik sosial ekonomi, skor keanekaragaman pangan, status kesehatan, status gizi
ABSTRACT ANNISA PUTRI GAZALI. Diversity of Food Consumption and The Association with Nutritional Status Among Adults In Urban Area. Supervised by SITI MADANIJAH This study aimed to analyze the diversity of food consumption and the association with nutritional status among adults in urban area especially in DKI Jakarta. This study using a cross sectional design and secondary data. Subject were 102 adults. The data collected were socio economic characteristic (age, education, family size, nutritional status (BMI and waist hip ratio), food consumption (nutrition intake and dietary diversity score) and healthy status. Diversity of food consumption can measured by Dietary Diversity Score methods and the results showed that most of subject has a good food diversity. Spearman correlation test showed that there was a positive relationship (p<0.05) between BMI with healthy status and education with iron consumption. Other variables observed were not significantly related (p>0.05). Keywords: socio economic characteristic, dietary diversity score, healthy status, nutritional status
vi
vii
KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI PADA ORANG DEWASA DI PERKOTAAN
ANNISA PUTRI GAZALI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi Dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
viii
ix
Judul Skripsi : Keragaman Konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Status Gizi pada Orang Dewasa di Perkotaan Nama : Annisa Putri Gazali NIM : I14124048
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Siti Madanijah MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Disetujui:
x
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi berjudul “Keragaman Konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Status Gizi pada Orang Dewasa di Perkotaan” Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah MS selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah banyak memberikan saran dan dukungan dalam penulisan karya ilmiah ini serta pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan pengolahan data penelitian dengan baik. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha MS selaku dosen pemandu seminar sekaligus dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan, arahan dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Ungkapan terima kasih kepada kedua orangtua tercinta (Alm. M. Yusuf Al Gazali dan Raden Dewi Savitri), adik-adik tersayang (Zoraya Putri Gazali dan Hisana Putri Gazali), serta seluruh keluarga besar atas kasih sayang, doa, nasihat, dukungan, semangat, dan pengertiannya sehingga penulis dapat terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Bayu Samudra yang selalu memberikan dukungan penuh serta semangat dan motivasi kepada penulis. Seluruh anggota Chili (Nadia Kholila, Bryan Dwitantika, Nanda Hardian, Bayu Samudra, Rahdian Padma Kusuma dan Hendri Pansito Panjaitan) yang telah memberikan kasih sayang, bantuan dan motivasinya. Rekan dan teman seperjuangan mahasiswa alih jenis Gizi Masyarakat angkatan 6 yang tidak dapat disebutkan satu per satu serta seluruh civitas academica Departemen Gizi Masyarakat 48 yang penuh semangat dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor,
April 2015
Annisa Putri Gazali
xii
xiii
DAFTAR ISI PRAKATA
xi
DAFTAR ISI
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Tujuan Umum
2
Tujuan Khusus
2
KERANGKA PEMIKIRAN
2
METODE
3
Desain, Tempat dan Waktu
3
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
4
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
4
Pengolahan dan Analisis Data
5
Definisi Operasional
9
HASIL & PEMBAHASAN
10
Karakteristik Sosial Ekonomi Subyek
10
Status Gizi Subyek
12
Status Kesehatan
13
Konsumsi Pangan
14
Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Status Kesehatan
23
Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Konsumsi Pangan
23
Hubungan Konsumsi Pangan dengan Status Gizi
23
Hubungan Konsumsi Pangan dengan Status Kesehatan
23
Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan
24
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
25
RIWAYAT HIDUP
35
xiv
DAFTAR TABEL 1 Jenis dan cara pengumpulan data 2 Kelompok pangan untuk Dietary Diversity Score (DDS) 3 Pengkategorian jenis data 4 Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan status gizi 5 Sebaran subyek berdasarkan imt dan rlpp 6 Sebaran subyek berdasarkan status kesehatan dan status gizi 7 Asupan, kecukupan dan tingkat kecukupan subyek berdasarkan status gizi 8 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan energi dan status gizi 9 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan protein dan status gizi 10 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan lemak dan status gizi 11 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 12 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan kalsium dan status gizi 13 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan besi dan status gizi 14 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin a dan status gizi 15 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin c dan status gizi 16 Kelompok pangan yang dikonsumsi subyek 17 Sebaran subyek berdasarkan DDS di hari libur dan hari kerja
4 7 8 10 12 13 14 16 16 17 18 18 19 19 20 20 22
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan keragaan pola konsumsi pangan pada dewasa di perkotaan
3
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Rata-rata Konsumsi Kelompok Pangan dalam gram per hari Sebaran Subyek Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi dan Jenis Kelamin Sebaran Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Gizi Sebaran Subyek Berdasarkan Status Kesehatan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Rata- Rata Asupan, Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Subyek pada Hari Libur dan Hari Kerja 6 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi 7 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein 8 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Lemak 9 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Karbohidrat 10 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Kalsium 11 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Besi 12 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Vitamin A 13 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Vitamin C 14 Rata-Rata Konsumsi per Kelompok Pangan (g/hari) Berdasarkan Status Gizi
30 31 31 32 32 33 33 33 33 34 34 34 34 34
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, terutama derajat kesehatan masyarakat (Kemenkes 2004). Pada usia dewasa tubuh tidak hanya dalam keadaan puncak dari kemampuan fisik tetapi juga mulai mengalami penurunan fungsi. Penyakit degeneratif juga mulai muncul pada masa ini. Menurut Shahbazian et al. (2013), pertambahan usia akan meningkatkan risiko sindrom metabolik. Penyakit kronis atau penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan ada indikasi peningkatan kejadian berbagai PTM di Indonesia. Menurut Balitbangkes (2013), berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, 2010, dan 2013 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi untuk PTM yang sangat bervariasi di berbagai provinsi. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi PTM terutama hipertensi yang mengalami peningkatan dari 7.6 % di tahun 2007 menjadi 9.5 % di tahun 2013. Begitu pula dengan prevalensi penyakit stroke dan diabetes mellitus. Pola konsumsi pangan merupakan salah satu penyebab masalah tersebut. Pola konsumsi yang tidak baik akan menyebabkan munculnya masalah gizi karena faktor konsumsi makanan yang tidak seimbang. Selain itu, Riyadi (2001) menyatakan konsumsi pangan dan status kesehatan secara langsung mempengaruhi status gizi dimana tingginya risiko penyakit degeneratif dimiliki oleh seseorang yang berstatus gizi di atas ukuran normal. Status gizi dapat mempengaruhi status kesehatan, tetapi status kesehatan juga dapat mempengaruhi status gizi seseorang (Umardani 2011). Berdasarkan penelitian Sukma (2014), beragamnya pangan yang dikonsumsi sangat penting untuk diukur agar dapat menilai kualitas konsumsi pangan. Keragaman pangan dapat ditentukan dari item pangan yang dikonsumsi atau penjumlahan kelompok pangan yang dikonsumsi. Dietary Diversity Score (DDS) atau skor keanekaragaman pangan merupakan salah satu cara pengukuran kualitas konsumsi pangan. Menurut FAO (2008), metode DDS merupakan metode sederhana yang mudah dilakukan namun sangat efektif untuk mengukur perbedaan keragaman konsumsi pangan pada tingkat rumah tangga maupun individu. Pendapatan dan pendidikan yang dapat digolongkan sebagai karakteristik sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas konsumsi pangan seseorang. Membaiknya tingkat ekonomi seseorang akan mempengaruhi gaya hidup seseorang, termasuk pemilihan makanan (Cahyono 2008). Oleh karena itu dengan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia serta pola konsumsi pangan masyarakat yang masih tergolong kurang baik dari berbagai keadaan sosial ekonomi di perkotaan, penelitian ini penting dilakukan sebagai sarana mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai keragaman konsumsi pangan serta hubungannya dengan status gizi khususnya pada orang dewasa di daerah perkotaan. .
2
Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis keragaman konsumsi pangan dan hubungannya dengan status gizi pada orang dewasa di perkotaan. Tujuan Khusus
1)
2) 3) 4) 5)
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan dan besar keluarga), status gizi (IMT dan RLPP), status kesehatan subyek dan konsumsi pangan (tingkat kecukupan zat gizi makro dan mikro serta skor keanekaragaman pangan) subyek berdasarkan Food Record. Menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan konsumsi pangan dan status kesehatan subyek. Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dengan status gizi subyek. Menganalisis hubungan antara status kesehatan dengan status gizi subyek Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dengan status kesehatan subyek.
KERANGKA PEMIKIRAN
Karakteristik sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi konsumsi pangan. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang maka akan mempengaruhi gaya hidupnya. Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti disini adalah pendapatan dan pendidikan. Pendapatan mempunyai peranan yang besar terhadap masalah gizi dan pola konsumsi individu dan merupakan faktor langsung yang mempengaruhi baik atau buruknya keadaan gizi seseorang (Berg 1986). Pendidikan juga memiliki peranan yang penting untuk menentukan kualitas konsumsi pangan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dapat diasumsikan kemampuan dalam mengakses dan menyerap informasi mengenai pemenuhan kebutuhan gizinya akan semakin baik (Isnani 2011). Menurut Soekirman (2000), ketidakseimbangan makanan akan mengganggu fungsi tubuh yang berakibat negatif terhadap keadaan gizi dan kesehatan. Konsumsi pangan dapat mencerminkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Kuantitas, kualitas dan keragaman konsumsi pangan akan mempengaruhi status gizi seseorang. Status gizi secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi pangan, apabila zat-zat gizi yang diserap tidak cukup baik kuantitas maupun kualitasnya maka dalam jangka panjang dapat mempengaruhi status gizi individu (Suhardjo 1989).
3
Pendapatan dan pendidikan merupakan faktor penting dalam penyebab timbulnya masalah gizi (Hardinsyah 1985). Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap status kesehatan yang dimiliki subyek. Status gizi menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya. Status gizi berhubungan langsung dengan status kesehatan, khususnya keberadaan penyakit. Umardani (2011) menyatakan bahwa status gizi dapat mempengaruhi status kesehatan, tetapi status kesehatan juga dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Kerangka pemikirian dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 : Karakteristik Sosial Ekonomi : Usia Pendidikan Pendapatan Besar Keluarga
Konsumsi Pangan : Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro dan Mikro Skor Keanekearagaman Pangan (Dietary Diversity Score)
Status Gizi : Indeks Massa Tubuh (IMT) Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP)
Gaya Hidup
Status Kesehatan Keterangan: = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran keragaman konsumsi pangan dan hubungannya dengan status gizi pada orang dewasa di perkotaan.
METODE
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder yaitu sebagian dari data peneilitian yang berjudul “Studi Konsumsi Pangan dan Asupan Gula, Garam dan Lemak” (Madanijah & Briawan 2014). Data penelitian tersebut diambil dari lokasi
Genetik
4
penelitian yang bertempat di daerah Jakarta Selatan untuk menggambarkan karakteristik subyek dewasa di perkotaan. Pengolahan, analisis data serta penulisan skripsi dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga April 2015. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jumlah dan Pemilihan subjek dilakukan secara purposif dengan mempertimbangkan beberapa karakteristik yaitu sosial ekonomi, tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan jenis kelamin. Total subjek yang diambil minimal 50 orang untuk setiap jenis kelamin dengan kategori usia dewasa. Data karakteristik dikumpulkan melalui wawancara pada subyek oleh enumerator dengan menggunakan kuesioner terstruktur, sedangkan data konsumsi pangan dikumpulkan dengan menggunakan metode food record selama 2 hari.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner serta observasi lapangan selama 1 bulan. Data karakteristik subyek (usia, jenis kelamin, pendapatan, besar keluarga, pekerjaan dan pendidikan) dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner. Status kesehatan subyek berupa riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit sebelumnya serta penyakit yang sedang diderita dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner. Status gizi subyek (indeks massa tubuh dan rasio lingkar pinggang dan panggul) dikumpulkan melalui pengukuran secara langsung dengan menggunakan timbangan berat badan digital, mictrotoise serta meterline. Data konsumsi pangan subyek diukur melalui metode food record yang dilaksanakan selama 2x24 jam. Jenis dan cara pengumpulan data secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Variabel Karakteristik subyek
1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Data Usia Jenis Kelamin Pendapatan Besar keluarga Pendidikan
Cara Pengumpulan
Wawancara dan kuesioner
Status Kesehatan
1. Riwayat penyakit keluarga 2. Riwayat penyakit sebelumnya 3. Penyakit yang sedang diderita
Wawancara dan kuesioner
Status Gizi
1. Indeks massa tubuh (IMT) 2. Rasio lingkar pinggang dan panggul
Pengukuran langsung menggunakan timbangan injak, microtoise, dan meterline
Konsumsi Pangan
1. Tingkat kecukupan zat gizi makro dan zat gizi mikro 2. Skor Keanekaragaman Pangan (Dietary Diversity Score)
Jenis dan Jumlah Pangan
5
Berat badan diukur menggunakan timbangan digital (kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0.1 kg) dan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise (kapasitas 200 cm dengan ketelitian 0.1 cm). Lingkar pinggang diukur menggunakan meterline dengan merk Butterfly (kapasitas 200 cm dan ketelitian 0.1 cm). Pengolahan dan Analisis Data Data diolah baik secara manual maupun menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for windows. Tahap pengolahan data adalah entry, coding, cleaning, dan pengkategorian data. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif (distribusi frekuensi, rata-rata, standar deviasi, dan persentase) digunakan untuk menggambarkan data karakteristik contoh (usia, pendapatan, pendidikan), status gizi (indeks massa tubuh (IMT) dan rasio lingkar pinggang panggul), serta status kesehatan. Analisis inferensia meliputi uji hubungan antar variabel. Uji hubungan menggunakan uji korelasi Spearman, antara lain untuk: 1) Korelasi Spearman untuk menguji hubungan antara variabel karakteristik subyek dengan status gizi dan status kesehatan subyek, 2) Korelasi Spearman untuk menguji hubungan antara status gizi dengan status status kesehatan, 3) Korelasi Spearman menguji hubungan antara variabel pola konsumsi pangan dengan karakteristik sosial ekonomi, status gizi dan status kesehatan subyek. Status kesehatan subyek dilihat berdasarkan riwayat penyakit yang pernah diderita serta riwayat penyakit keluarga. Riwayat penyakit yang diteliti dalam penelitian ini adalah penyakit degeneratif yaitu Diabetes Melitus (DM), hipertensi, dan jantung. Apabila subyek memiliki salah satu riwayat penyakit tersebut baik dari riwayat penyakit keluarga maupun pribadi maka dapat dikatakan subyek tersebut memiliki status kesehatan dengan kategori berisiko. Data konsumsi pangan yang dikumpulkan berupa jenis dan jumlah pangan kemudian data tersebut dikonversikan untuk menentukan jumlah zat gizi yang dikonsumsi subyek yatu energi, protein, lemak,dan karbohidrat, kalsium, zat besi, vitamin A dan vitamin C. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut : Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: Kgij = Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j Bj = Berat makanan –j yang dikonsumsi Gij = Kandungan zat gizi –i dalam 100 gram BDD bahan makanan –j BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j Penentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) subyek digunakan rumus sebagai berikut : AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI = Angka kecukupan gizi subyek
6
Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar (kg) AKG = Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2013). Subyek dengan status gizi abnormal (underweight, overweight dan obese) perhitungan tidak dikoreksi dengan berat badan aktual sehat melainkan hanya berdasarkan berat badan acuan sehingga tingkat kecukupan gizinya sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Sementara untuk subyek dengan status gizi normal, perhitungan tingkat kecukupan gizinya disesuaikan dengan berat badan aktual. Hal ini dimaksudkan agar contoh dengan status gizi abnormal (underweight, overweight dan obese) dapat mencapai berat badan ideal serta kecukupan berbagai zat gizi yang optimal. Tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat dihitung dengan membandingkan terhadap kecukupan energi. Tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus. Keterangan: TKG = (K/AKGI) x 100 TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Konsumsi energi dan zat gizi contoh diperoleh dengan menggunakan metode food record 2x24 jam. Tingkat kecukupan zat gizi dibedakan menjadi beberapa kategori yang berbeda untuk setiap zat gizi nya yang dapat dilihat pada tabel 3. Pengukuran status gizi pada usia dewasa menggunakan IMT ( Indeks massa tubuh) yang terbagi dalam 5 kategori menurut WHO (2000) yaitu kurus, normal, overweight, obese I dan obese II. Namun, setelah dihitung dan dikategorikan dalam 5 kategori tersebut, status gizi overweight, obese I dan obese II dikategorikan dalam 1 kategori yaitu status gizi gemuk (overweight) sehingga diperoleh 3 kategori status gizi yaitu : kurus (underweight), normal dan gemuk (overweight). Perhitungan indeks massa tubuh dihitung dengan rumus sebagai berikut: IMT= Berat Badan (kg) : Tinggi Badan (m)2 Pengukuran rasio lingkar pinggang panggul memberikan gambaran sederhana terhadap kegemukan sentral (Wells & Fewtrell 2006). Menurut WHO (2008) sebagian besar orang Asia menggunakan nilai RLPP ≥ 0.90 cm pada pria dan ≥0.85 cm pada wanita untuk menujukkan adanya risiko obesitas dan kesehatan. Subyek dikategorikan berisiko apabila memiliki nilai RLPP melebihi nilai di atas. Tingkat keberagaman konsumsi pangan dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode antara lain dengan menggunakan Individual Dietary Diversity Instrument (IDDI) melalui Individual Dietary Diversity Score (IDDS) atau skor keberagaman konsumsi pangan pada tingkat individu. Penilaian terhadap konsumsi pangan didasarkan atas skor yang diberikan terhadap setiap kelompok
7
bahan pangan yang dikonsumsi. Keberagaman jenis konsumsi pangan didasarkan pada 12 kelompok pangan menurut FAO (2011) yang dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2 Kelompok pangan untuk Dietary Diversity Score (DDS) No
Kelompok Pangan
1
Serealia
2
Umbi - Umbian
3
Sayur-Sayuran
4
Buah-Buahan
5
Daging dan Olahannya
6
Telur
7
Ikan dan Makanan Laut Lainnya
8
Kacang-Kacangan
9
Susu dan Olahannya
10
Minyak dan Lemak
11
Gula dan Pemanis
12
Lain-lain
Bahan Makanan Beras, jagung/maizena, gandum/terigu, atau olahan dari bahan tersebut (roti, mie, bubur atau produk dari tepungtepungan) Singkong, kentang, ubi, talas, Buncis, brokoli, daun singkong, selada, sawi hijau, daun labu, bayam, kangkung, wortel, labu kuning, tomat mangga, pepaya, timun, terung, jamur, kacang panjang, apel, alpokat, pisang, durian, anggur, jambu biji, kelengkeng, pir, nanas, rambutan, belimbing, stroberi, semangka, tomat Daging sapi, daging domba, daging ayam, daging bebek, hati, ampela, paru, usus, babat. Telur ayam, telur bebek, telur puyuh Ikan basah atau ikan kering dan olahan lain, udang, cumi, kepiting, kerang, belut Kacang hijau, kacang tanah, kacang kedelai, produk kedelai (tempe, tahu, susu kedelai), produk kacangkacangan dan biji-bijian (selai kacang) Susu full cream, susu rendah lemak, susu skim, keju, ice cream, yoghurt Margarin, mentega, mayonnaise, lemak hewan Gula pasir, biskuit / cookies, selai, madu, kue, permen, coklat, soda, pie/pastry, soda/ softdrink, minuman kemasan, sirup Kecap, minyak ikan, teh, kopi, alkohol, bumbu, rempah – rempah
Setiap kelompok bahan pangan yang dikonsumsi diberi skor 1 (satu) dan setiap kelompok bahan pangan yang tidak dikonsumsi diberi skor 0 (nol). Keseluruhan skor total dari kelompok bahan pangan yang dikonsumsi menggambarkan tingkat keberagaman konsumsinya. Tingkat keberagaman konsumsi pangan dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu rendah (< 3 kelompok pangan yang dikonsumsi), sedang (4-5 kelompok pangan yang dikonsumsi) dan tinggi (> 6 kelompok pangan yang dikonsumsi). Semakin tinggi skor tersebut menunjukkan semakin beragam jenis pangan yang dikonsumsi oleh subyek (Mirmiran et al 2004). Pengkategorian variabel penelitian secara ringkas ditampilkan pada Tabel 3.
8
Tabel 3 Pengkategorian jenis data Jenis Data Usia
Kelompok 1. Dewasa Awal (20-40 tahun) 2. Dewasa madya (41-65 tahun) 3. Dewasa akhir (>65 tahun)
Acuan Papalia et al. (2007)
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5.
Tidak tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat Tamat SMP / sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat perguruan tinggi/sederajat < 5 juta 5 – 10 juta 11 – 20 juta 21 - 30 juta 31 – 40 juta
Indeks Massa tubuh
1. 2. 3. 4. 5.
Kurus (<18.5 kg/m2); Normal (18.5–22.9 kg/m2) Overweight (23–24.9 kg/m2) Obese I (25–29.9 kg/m2) Obese II (≥30 kg/m2)
WHO (2000)
Rasio Lingkar Pinggang Panggul
1. Laki – laki > 0,9 (Berisiko) 2. Wanita > 0,85 (Berisiko)
WHO (2008)
Tingkat pendidikan
Pendapatan (per bulan)
Tingkat kecukupan energi dan protein
Tingkat kecukupan lemak Tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat kecukupan vitamin dan mineral
Keragaman Konsumsi Pangan
1. Defisit tingkat berat (<70% AKG) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) 4. Cukup (90-119% AKG) 5. Kelebihan (≥ 120% AKG) 1. Defisit (<20% AKE) 2. Normal (20-30% AKE) 3. Lebih (>30% AKE) 1. Defisit (<45% AKE) 2. Normal (45-60% AKE) 3. Lebih (>60% AKE) 1. Kurang (<77% AKG) 2. Cukup (≥ 77% AKG) 1. Rendah (< 3 kelompok pangan
yang dikonsumsi) 2. Sedang (4-5 kelompok pangan yang dikonsumsi) 3. Tinggi (> 6 kelompok pangan yang dikonsumsi)
Balitbangkes (2010)
-
Gibson (2005)
Kemenkes (2013)
Kemenkes (2013) Gibson (2005)
Kennedy et al. (2011)
9
Definisi Operasional Antropometri adalah data yang meliputi berat badan, tinggi badan,usia dan ukuran lingkar pinggang dan panggul yang digunakan untuk menghitung status gizi. Dietary Diversity Score (DDS) merupakan metode perhitungan konsumsi pangan dimana semakin tinggi skor tersebut menandakan semakin tinggi pula keanekaragaman pangan yang dimiliki oleh subyek Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu pengukuran status gizi subyek yang dikategorikan menjadi 3 yaitu status gizi underweight, normal dan overweight. Besar keluarga merupakan jumlah semua orang yang tinggal dalam satu rumah dan menggunakan sumberdaya yang sama untuk memenuhi kebutuhannya Karakteristik subyek adalah kondisi seseorang yang mempengaruhi pola konsumsi makan yang terdiri dari usia, pendidikan, pendapatan, jenis kelamin. Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh dewasa yang menjadi subyek penelitian yang diukur melalui food record 2 x 24 jam. Rasio lingkar pinggang panggul adalah cara pengukuran status secara antropometri untuk indikasi adanya penyakit degeneratif atau tidak pada seseorang. Sosial ekonomi adalah keadaan sosial ekonomi subyek meliputi pendidikan dan pendapatan subyek. Tingkat kecukupan energi adalah perbandingan antar jumlah energi yang dikonsumsi subyek selama sehari terhadap energi berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dikategorikan defisit berat (<70% kebutuhan), defisit sedang (70-79% kebutuhan), defisit ringan (80-89% kebutuhan), normal (90-119% kebutuhan) dan berlebih (>120% kebutuhan) Tingkat kecukupan protein adalah perbandingan antar jumlah protein yang dikonsumsi subyek selama sehari terhadap protein berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dikategorikan defisit berat (<70% kebutuhan), defisit sedang (70-79% kebutuhan), defisit ringan (80-89% kebutuhan), normal (90-119% kebutuhan) dan berlebih (>120% kebutuhan) Tingkat kecukupan lemak adalah perbandingan antar jumlah lemak yang dikonsumsi subyek selama sehari terhadap lemak berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dikategorikan defisit berat (<70% kebutuhan), defisit sedang (70-79% kebutuhan), defisit ringan (80-89% kebutuhan), normal (90-119% kebutuhan) dan berlebih (>120% kebutuhan) Tingkat kecukupan karbohidrat adalah perbandingan antar jumlah karbohidrat yang dikonsumsi subyek selama sehari terhadap karbohidrat berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dikategorikan defisit berat (<70% kebutuhan), defisit sedang (70-79% kebutuhan), defisit ringan (80-89% kebutuhan), normal (90-119% kebutuhan) dan berlebih (>120% kebutuhan) Tingkat pendidikan merupakan pendidikan formal tertinggi yang telah diselesaikan oleh subyek yang dikategorikan menjadi tamat sekolah dasar, tamat sekolah menengah pertama, tamat sekolah menengah atas serta tamat perguruan tinggi.
10
HASIL & PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Subyek Karakteristik sosial ekonomi subyek yang diamati dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin tingkat pendidikan, tingkat pendapatan serta besar keluarga. Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan status gizi Underweight n %
Normal n %
Overweight n %
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total
4 2 6
66.7 33.3 100
15 12 27
55.5 44.5 100
27 42 69
39.1 60.9 100
46 56 102
45.1 54.9 100
Usia Dewasa Awal Dewasa madya Total
3 3 6
50 50 100
14 13 27
51.8 48.2 100
25 44 69
36.2 63.7 100
42 60 102
41.2 58.8 100
Pendidikan Tamat SD/sederajat Tamat SMP / sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat PT Total
0 0 3 3 6
0 0 50 50 100
2 2 16 7 27
7.4 7.4 59.3 25.9 100
5 6 42 16 69
7.2 8.7 60.9 23.2 100
7 8 58 26 102
6.9 7.8 56.9 25.5 100
Pendapatan < 5 juta 5 – 10 juta 11 – 20 juta 21 – 30 juta 31 – 40 juta Total
2 3 1 0 0 6
33.3 50.0 16.7 0.0 0.0 100.0
18 7 1 1 0 27
66.7 25.9 3.7 3.7 0.0 100.0
38 26 4 0 1 69
55.1 37.7 5.8 0.0 1.4 100.0
58 36 6 1 1 102
56.9 35.3 5.9 1.0 1.0 100.0
Besar Keluarga Kecil Sedang Besar Total
2 4 0 6
33.3 66.7 0.0 100.0
13 11 3 27
48.1 40.7 11.1 100.0
33 31 5 69
47.8 44.9 7.2 100.0
48 46 8 102
47.1 45.1 7.8 100.0
Karakteristik Subyek
Total n %
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas subyek didominasi oleh jenis kelamin perempuan (54.9%). Subyek perempuan memiliki kecenderungan berat badan yang berlebih (overweight) dibandingkan subyek lakilaki. Hal ini diduga karena sebagian besar subyek perempuan memiliki usia antara 41-65 tahun (dewasa madya) dan telah menikah (dapat dilihat pada lampiran 3). Hal ini sejalan dengan penelitian Janghorbani et al. (2007) yang menunjukkan bahwa prevalensi obesitas tertinggi ditemukan pada subjek yang telah menikah.
11
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan riset kesehatan dasar yang dilakukan Balitbangkes (2013) yang menyatakan bahwa prevalensi obesitas pada perempuan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Usia subyek pada penelitian ini digolongkan menjadi dua kategori usia dewasa. Sebagian besar subyek (58.8%) berusia dewasa madya (41-65 tahun) dengan presentase terbesar berasal dari jenis kelamin perempuan (dapat dilihat pada lampiran 3). Sementara 41.2 % subyek berada pada kategori usia dewasa awal. Subyek yang berstatus gizi underweight dan normal memiliki presentase yang hampir sama antara usia dewasa awal maupun dewasa madya, tetapi subyek dengan status gizi overweight didominasi oleh kategori usia dewasa madya. Hal ini sejalan dengan penelitian Kantachuvessiri et al. (2005) yang menunjukkan adanya kecenderungan obesitas lebih tinggi pada usia 40-59 tahun yang diduga disebabkan oleh penurunan metabolisme, aktivitas fisik yang kurang serta frekuensi konsumsi pangan yang meningkat . Rata – rata usia subyek adalah 41.8 ± 7.4 dengan usia termuda 19 dan usia tertua 61 tahun. Menurut Ramos & Olden (2008), pertambahan usia akan meningkatkan risiko sindrom metabolik. Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari lamanya pendidikan formal yang pernah ditempuh. Berdasarkan Tabel 4 dan Lampiran 3 terlihat bahwa sebagian besar subyek baik laki-laki dan perempuan menempuh pendidikan hingga tamat SMA/sederajat (59.8%) dan sisanya menempuh pendidikan hingga tamat perguruan tinggi (25.5%), tamat SMP (7.8%) dan tamat SD (6.9%). Subyek dengan pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi cenderung memiliki status gizi normal dan overweight. Hal ini diduga karena semakin tinggi pendidikan identik dengan pendapatan yang tinggi dan akses pangan menjadi lebih mudah dijangkau dan lebih sering mengkonsumsi bahan pangan berenergi tinggi (WHO 2000). Hasil penelitian Aekplakorn et al. (2007) menyatakan bahwa pendidikan yang rendah akan menyebabkan kurangnya akses terhadap informasi kesehatan. Hal tersebut diduga berpengaruh pada pola makan dan gaya hidup seseorang. Lebih dari separuh subyek memiliki pendapatan <5 juta rupiah per bulan (56.9%). Subyek dengan jumlah pendapatan tersebut cenderung memiliki status gizi overweight. Hal ini diduga karena pengetahuan gizi yang dimiliki subyek masih kurang meskipun pendidikan formal yang ditempuh subyek termasuk cukup baik. Menurut Khomsan (2000), pengetahuan gizi seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku dan pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada status gizinya. Rata – rata pendapatan subyek sebesar Rp 8 235 294 ± Rp 5 479 351. Selain itu Kantachuvessiri et al. (2005) menyatakan bahwa pendapatan bukanlah faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas. Besar keluarga adalah banyaknya anggota rumah tangga yang tinggal di dalam satu rumah. Menurut Iskandar (2012) dalam Annisa (2014) jumlah keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi pangan. Diketahui bahwa besar keluarga pada seluruh subyek berada pada kategori sedang (47.1%) yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Rata – rata besar keluarga sebesar 5 ± 1.4 orang. Subyek dengan besar keluarga kecil dan sedang memiliki kecenderungan berstatus gizi normal dan overweight. Hal ini diduga karena anggota keluarga yang sedikit mempengaruhi distribusi pangan dan varietas pangan yang dikonsumsi sebagaimana Adiningrum (2008) menyatakan bahwa banyaknya anggota keluarga akan memperkecil kemungkinan seseorang menjadi gemuk. Menurut Yunawan
12
(2014), wilayah perkotaan cenderung memiliki jumlah anggota keluarga yang kecil karena tingkat pendidikan relatif lebih tinggi sehingga banyak pengetahuan dan informasi yang dapat diperoleh mengenai pentingnya mengatur jumlah anak untuk kesejahteraan keluarga.
Status Gizi Subyek Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi seseorang dapat berubah dari waktu ke waktu akibat interaksi dari berbagai faktor (Riyadi 2006). Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi secara antropometri adalah perhitungan indeks massa tubuh (IMT) dan rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP) dengan kategori menurut WHO (2008). Sebaran subyek berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran subyek berdasarkan imt dan rlpp Karakteristik Subyek RLPP Normal Risiko Total
Underweight n %
Status Gizi Normal Overweight n % n %
4 2 6
14 13 27
66.7 33.3 100.0
51.9 48.1 100.0
15 54 69
21.7 78.3 100.0
n
Total %
33 69 102
32.4 67.6 100.0
Berdasarkan perhitungan IMT yang terlampir pada lampiran 4, secara umum subyek dalam penelitian ini memiliki status gizi obese I baik untuk subyek wanita (33.3%) maupun laki-laki (41.3%). Jumlah subyek yang berstatus gizi normal untuk jenis kelamin pria sebanyak 32.6 % dan perempuan sebanyak 23.3 %. Persentase terkecil dari perhitungan indeks massa tubuh pada jenis kelamin laki-laki adalah 6.5% untuk kategori obese II, sedangkan pada jenis kelamin perempuan sebesar 3.3 % untuk kategori kurus. Dapat dikatakan bahwa lebih dari separuh subyek (67.6%) berstatus gizi overweight atau gemuk. Hasil penelitian Braunschweig et al. (2005) menunjukkan bahwa berat badan berlebih merupakan faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, kanker serta stroke. Genetik, faktor biologi dan faktor individu lain seperti penghentian merokok, jenis kelamin, dan umur saling berinteraksi mempengaruhi peningkatan berat badan (WHO 2000). Pengukuran rasio lingkar pinggang dan lingkar pinggul (RLPP) merupakan salah satu cara menentukan status gizi dengan membandingkan ukuran lingkar pinggang dan pinggul. Pengukuran RLPP dapat menggambarkan seberapa besar proporsi lemak yang ada di daerah pinggang dan pinggul. Menurut penelitian Yunieswati (2014), Daerah pinggang dan pinggul merupakan tempat utama penyimpanan lemak tubuh sehingga sering dikategorikan tubuh manusia memiliki dua bentuk yaitu bentuk apel (penyimpanan lemak di bagian tengah perut) dan bentuk pir (penyimpanan lemak di sekitar pinggul). Dikatakan normal apabila RLPP berukuran tidak lebih dari 0.9 cm untuk jenis kelamin laki-laki dan 0.85 cm untuk jenis kelamin perempuan. Selebihnya dapat dikategorikan berisiko. Subyek laki-laki dengan kategori berisiko memiliki persentase lebih banyak dibandingkan kategori normal yaitu sebesar 69.6% (dapat dilihat pada lampiran
13
4). Sama hal nya dengan subyek perempuan yaitu sebesar 65%. Subyek dengan status gizi overweight cenderung memiliki RLPP yang tinggi dan termasuk kategori berisiko. Hasil ini sejalan dengan penelitian Alwachi et al. (2013) yang menunjukkan bahwa RLPP berhubungan signifikan dengan berat badan berlebih. Menurut WHO (2000), pengukuran indeks massa tubuh (IMT) tidak dapat membedakan antara berat yang berhubungan dengan otot dan lemak. Pengukuran lingkar pinggang lebih akurat untuk mencerminkan obesitas sentral (Sonmez et al. 2003), sementara Menurut Klein et al. (2007), pengukuran lingkar perut menyediakan pengukuran distribusi lemak yang tidak dapat diukur dengan pengukuran IMT. De Koning et al. (2007) dan Khahrazy et al. (2010) menyatakan bahwa RLPP berhubungan signifikan dengan penyakit kardiovaskular.
Status Kesehatan Beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan individu antara lain adalah status sosial ekonomi, status gizi serta konsumsi pangan (Lo et al. 2009). Status kesehatan pada penelitian ini diteliti melalui riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit terdahulu dan penyakit yang sedang diderita saat ini. Tabel 6 Sebaran subyek berdasarkan status kesehatan dan status gizi Status Kesehatan Berisiko Tidak Berisiko Total
Underweight n % 0 0.0 6 100.0 6 100.0
Status Gizi Normal Overweight n % n % 6 22.2 37 53.6 21 77.8 32 46.4 27 100.0 69 100.0
Total n 43 59 102
% 42.2 57.8 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh subyek tidak berisiko dalam hal status kesehatan terutama subyek yang berstatus gizi underweight dan normal baik untuk subyek dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan (terlampir pada lampiran 6). Akan tetapi, subyek yang memiliki status gizi overweight cenderung berisiko status kesehatannya. Hal ini diduga akibat dari pola konsumsi subyek yang kurang baik sehingga mempengaruhi status gizinya yang pada akhirnya akan mempengaruhi status kesehatannya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Umardani (2011). Menurut Soekirman (2000), ketidakseimbangan makanan akan mengganggu fungsi tubuh yang berakibat negatif terhadap keadaan gizi dan kesehatan. Kategori usia yang banyak berisiko status kesehatannya didominasi oleh dewasa madya (41-65 tahun). Pertambahan usia akan meningkatkan risiko sindrom metabolik (Ramos & Olden 2008). Subyek yang berpendidikan tinggi juga cenderung memiliki risiko dalam status kesehatannya. Hal ini diduga disebabkan karena pendidikan formal tidak dapat mencerminkan pengetahuan gizi dan perilaku kesehatan yang dimiliki subyek. Hasil penelitian yang didapat juga menunjukkan bahwa subyek yang memiliki pendapatan tinggi cenderung tidak berisiko dalam status kesehatannya yang diduga disebabkan oleh semakin mudahnya akses pelayanan dan informasi kesehatan yang dapat diperoleh seiring dengan meningkatnya pendapatan.
14
Konsumsi Pangan Konsumsi pangan yang diteliti dalam penelitian ini meliputi skor keanekaragaman pangan dan tingkat kecukupan zat gizi makro dan mikro. Zat gizi makro meliputi : energi, protein, lemak dan karbohidrat sementara zat gizi mikro meliputi : kalsium, zat besi, vitamin A dan vitamin C.
Asupan & Tingkat Kecukupan Zat Gizi Menurut Sandjaja et al. (2009), kecukupan gizi merupakan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Hasil uji Kruskal Walis tidak menunjukkan adanya perbedaan antara tingkat kecukupan baik pada status gizi underweight, normal dan overweight Sebaran subyek berdasarkan asupan, kecukupan dan tingkat kecukupan berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 7 Asupan, kecukupan dan tingkat kecukupan subyek berdasarkan status gizi Zat Gizi Energi Asupan (Kal) Kecukupan (Kal) Tk Kecukupan (%) Protein Asupan (g) Kecukupan (g) Tk Kecukupan (%) Lemak Asupan (g) Kecukupan (g) Tk Kecukupan (%) Karbohidrat Asupan (g) Kecukupan (g) Tk Kecukupan (%) Kalsium Asupan (mg)
Underweight
Status Gizi Normal
2 736 ± 1 423 2 500 ± 238 108 ± 51
2 006 ± 656 2 071 ± 351 98 ± 33
2 060 ± 906 2 317 ± 241.4 89 ± 37
2 085 ± 890 2 262 ± 298 93 ± 37
0.896
76.5 ± 48.3 61.7 ± 4.2 122.8 ± 76.5
56.0 ± 26.5 54.1 ± 6.2 102.3 ± 42.0
52.6 ± 22.6 60.0 ± 3.9 87.4 ± 36.4
54.9 ± 25.9 58.5 ± 5.3 93.5 ± 41.6
0.484
52.3 ± 30.8 74.2 ± 9.9 67.5 ± 12.8
49.4 ± 22.9 58.5 ± 10.5 72.8 ± 16.5
53.9 ± 41.8 64.9 ± 6.8 66.2 ± 13.5
52.6 ± 36.9 63.8 ± 8.9 68.1 ± 14.5
0.444
875.9 ± 1 262.9 364.8 ± 38.8 294.4 ± 45.8
621.5 ± 441.0 297.6 ± 74.4 300.6 ± 111.2
594.5 ± 802.5 347.0 ± 36.7 297.0 ± 86.2
618.2 ± 752.9 335.0 ± 54.1 297.8 ± 91.1
0.511
4 735 ± 6662.0
1398.1 ± 2849.9 1 002.9 ± 16.9 139.7 ± 285.0
1825.1 ± 3405.3 976.9 ± 69.2
Kecukupan (mg)
1 033.3 ± 51.6
2 269.7 ± 3553.1 897.9 ± 91.2
Tk (%)
439.4 ± 602.8
249.5 ± 388.7
Kecukupan
Overweight
Rata - Rata
186.4 ± 343.4
P value
0.212
15
Tabel 7 Asupan kecukupan dan tingkat kecukupan subyek berdasarkan status gizi (lanjutan). Zat Gizi Besi Asupan (mg) Kecukupan (mg) Tk Kecukupan (%) Vitamin A Asupan (RE) Kecukupan (RE) Tk Kecukupan (%) Vitamin C Asupan (mg) Kecukupan (mg) Tk Kecukupan (%)
Underweight
Status Gizi Normal
Overweight
20.6 ± 19.1 17.3 ± 6.7 144.7 ± 155.6
14.0 ± 5.9 15.0 ± 6.0 103.2 ± 52.7
17.4 ± 12.5 20.5 ± 6.5 94.9 ± 76.4
16.7 ± 11.6 18.9 ± 6.8 100.0 ± 77.4
0.726
268.2 ± 248.8 566.7 ± 51.6 47.8 ± 43.8
445.0 ± 612.6 486.7 ± 64.7 94.5 ± 131.5
291.8 ± 300.2 537.7 ± 48.8 54.3 ± 53.6
331.0 ± 406.4 525.9 ± 58.5 64.5 ± 82.5
0.284
124.9 ± 231.9 85.0 ± 7.7 161.8 ± 310.6
83.9 ± 129.7 73.3 ± 9.6 111.0 ± 166.0
64.2 ± 88.8 80.7 ± 7.3 79.5 ± 115.4
73.0 ± 112.0 79.0 ± 8.7 92.7 ± 146.0
0.599
Rata - Rata
Asupan Energi Selama hari kerja asupan energi subyek cenderung lebih besar dibandingkan hari libur (dapat dilihat pada lampiran 6). Hal ini sejalan dengan penelitian di Canada (n= 34.402) yang dilakukan oleh Yang et al. (2014). Tingkat kecukupan energi mayoritas subyek berada pada kategori defisit berat baik pada hari libur (29,4%) maupun pada hari kerja (34,3%) dengan rata-rata tingkat kecukupan hari libur sebesar 90,8 % dan hari kerja sebesar 93,2% (dapat dilihat pada lampiran 5). Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan energi pada subyek dengan status gizi underweight lebih tinggi dibandingkan subyek dengan status gizi normal dan overweight. Rata-rata asupan energi pada subyek underweight sebesar 2 736 ± 1 423 Kal sementara rata-rata asupan pada subyek overweight sebesar 2 060 ± 906 sehingga tingkat kecukupan energi subyek underweight pun menjadi lebih besar dibandingkan subyek overweight. Hal ini diduga karena subyek overweight sudah menyadari bahwa dirinya mengalami berat badan berlebih sehingga lebih menjaga pola makan agar tidak terjadi kenaikan berat badan lebih lanjut. Menurut Gibney et al. (2008), seseorang yang kelebihan gizi cenderung mengurangi asupan energi dan zat gizi lain dari makanan sehingga asupan energi dan zat gizi lain saat ini berbeda dengan saat sebelum terjadi kelebihan gizi akibat perubahan pola diet. Diketahui dari Tabel 8, subyek dengan status gizi overweight mayoritas tingkat kecukupan energinya berada pada kategori defisit berat dan subyek underweight cenderung berlebih dalam tingkat kecukupannya. Sementara subyek dengan status gizi normal cenderung memiliki tingkat kecukupan energi yang masih dalam kategori normal.
P value
16
Tabel 8 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan energi dan status gizi Tingkat Kecukupan Energi Defisit tingkat berat (<70% AKG) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Lebih (≥ 120% AKG) Total
Underweight n % 2 33.3 1 16.7 0 0.0 0 0.0 3 50.0 6 100.0
Status Gizi Normal n % 5 18.5 1 3.7 5 18.5 10 37.0 6 22.2 27 100.0
Overweight n % 24 34.8 6 8.7 10 14.5 18 26.1 11 15.9 69 100
Asupan Protein Tingkat kecukupan protein subyek berada pada kategori defisit berat baik pada hari kerja maupun libur dengan rata-rata tingkat kecukupan protein sebesar 93,7 % pada hari kerja dan 93,0 % pada hari libur (dapat dilihat pada lampiran 7). Rata-rata asupan protein pada hari kerja menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan hari libur (dapat dilihat pada Lampiran 5) sehingga tingkat kecukupan protein subyek pada hari kerja cenderung lebih besar dibandingkan hari libur. Tabel 9 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan protein dan status gizi Tingkat Kecukupan Protein Defisit tingkat berat (<70% AKG) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Lebih (≥ 120% AKG) Total
Underweight n % 1 16.7 0 0.0 1 16.7 2 33.3 2 33.3 6 100.0
Status Gizi Normal n % 6 22.2 4 14.8 1 3.7 9 33.3 7 25.9 27 100.0
Overweight N % 26 37.7 4 5.8 10 14.5 18 26.1 11 15.9 69 100
Berdasarkan Tabel 9, lebih dari separuh subyek berada pada kategori defisit pada tingkat kecukupan protein, terutama untuk kategori defisit berat. Kategori defisit berat, sedang dan ringan didominasi oleh subyek dengan status gizi overweight. Diduga subyek yang overweight lebih menjaga pola konsumsi pangannya dengan cara mengurangi asupan pangan sumber protein. Tingkat kecukupan protein kategori normal dan lebih didominasi oleh subyek berstatus gizi normal dan underweight. Faktor kesalahan dalam pengisian ukuran rumah tangga atau berat bahan pangan dalam pelaksanaan food record juga diduga menjadi salah satu penyebab kecukupan protein yang rendah karena ukuran berat bahan pangan yang dilaporkan cenderung lebih sedikit (underestimate intakes).
Asupan Lemak Tingkat kecukupan lemak pada subyek tergolong defisit pada hari kerja (48%) dan hari libur (51%) (dapat dilihat pada lampiran 8). Rata-rata kontribusi lemak terhadap energi pada hari kerja sebesar 21,9% dan hari libur sebesar 21,1%
17
(dapat dilihat pada lampiran 5). Asupan dan tingkat kecukupan lemak cenderung lebih besar pada hari kerja dibandingkan pada hari libur. Asupan lemak tertinggi diperoleh dari sumber pangan yang berasal dari restoran, makanan kaki lima dan makanan cepat saji yaitu sebesar 25.7 g/kap/hari (Andarwulan et al. 2014). Hal ini diduga karena hampir seluruh subyek lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah khususnya untuk bekerja sehingga perolehan makanan didapatkan dengan cara membeli di tempat makan baik di restoran, kaki lima maupun restoran cepat saji. Berdasarkan tabel 10, lebih dari separuh subyek masih defisit tingkat kecukupan lemak. Presentase terbesar ditunjukkan oleh subyek overweight dengan kategori defisit berat yaitu sebesar 62.3%. Hal tersebut diduga akibat pengaturan pola makan yang dilakukan subyek overweight dengan membatasi konsumsi pangan sumber lemak. Menurut Andarwulan et al. (2014), rata- rata asupan lemak total pada subyek sebesar 52.8 g/kap/hari. Rata-rata tersebut masih berada dalam batas yang dianjurkan oleh Permenkes no. 30 tahun 2013 yaitu <67 g/kap/hari. Menurut Yunieswati (2014), defisiensi lemak dalam tubuh akan mengurangi ketersediaan energi dan mengakibatkan terjadinya katabolisme protein. Konsumsi lemak perlu dibatasi karena makanan berlemak dalam jumlah yang tidak dikontrol dapat menyebabkan obesitas dan menjadi faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif (Sari dan Reni 2008). Tabel 10 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan lemak dan status gizi Tingkat Kecukupan Lemak Defisit tingkat berat (<70% AKG) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Lebih (≥ 120% AKG) Total
Underweight n % 4 66.7 1 16.7 1 16.7 0 0.0 0 0.0 6 100.0
Status Gizi Normal Overweight n % n % 12 44.4 43 62.3 4 14.8 15 21.7 7 25.9 7 10.2 4 14.8 4 5.8 0 0.0 0 0 27 100.0 69 100
Asupan Karbohidrat Selama hari kerja dan hari libur, asupan karbohidrat pada subyek umunya berlebih (dapat dilihat pada lampiran 5). Rata – rata kontribusi karbohidrat terhadap energi pada subyek baik di hari kerja maupun hari libur memiliki presentase lebih dari 100% (117.6 ± 199.2 g) bila dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (2013) dimana anjuran kontribusi karbohidrat yang baik jika berada dibawah 60% dari angka kecukupan energi sehingga seluruh subyek memiliki tingkat kecukupan karbohidrat dengan kategori berlebih. Hal ini diduga akibat konsumsi pangan sumber karbohidrat yang cukup tinggi pada subyek seperti golongan pangan serealia serta golongan gula dan pemanis termasuk jenis pangan cake, pastry, minuman manis dan produk bakery lainnya (dapat dilihat pada lampiran 1). Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa seluruh subyek berlebih dalam hal tingkat kecukupan karbohidrat. Konsumsi gula yang cukup tinggi diduga menjadi penyebab berlebihnya asupan karbohidrat pada subyek. Menurut
18
Andarwulan et al. (2014), kontribusi pangan terhadap asupan gula terbesar berasal dari minuman kemasan yang cukup tinggi dikonsumsi subyek. Tingginya konsumsi pangan sumber karbohidrat dapat menjadi salah satu faktor terjadinya peningkatan trigliserida dimana hal tersebut meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (Murray et al. 2003). Tabel 11 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat Kecukupan Karbohidrat Defisit tingkat berat (<70% AKG) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Lebih (≥ 120% AKG) Total
Underweight n % 0 0 0 0 0 0 0 0 6 100 6 100
Status Gizi Normal n % 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 27 100.0 27 100.0
Overweight n % 0 0 0 0 0 0 0 0 69 100 69 100
Asupan Kalsium Sebagian besar subyek mengalami defisiensi kalsium yang dapat dilihat tingkat kecukupannya pada Tabel 12. Lebih dari separuh subyek masih mengalami defisiensi kalsium. Hal ini diduga karena subyek kurang mengkonsumsi pangan sumber kalsium. Golongan pangan susu dan hasil olahannya identik dengan pangan tinggi kalsium. Tabel 12 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan kalsium dan status gizi Tingkat Kecukupan Kalsium Kurang (<77% AKG) Cukup (≥ 77% AKG) Total
Underweight n % 2 33.3 4 66.7 6 100.0
Status Gizi Normal n % 17 63.0 10 37.0 27 100.0
Overweight n % 49 71.1 20 28.9 69 100
Subyek dengan status gizi overweight mengkonsumsi golongan susu sebanyak 103.1 ± 78.1 gram per hari sementara subyek underweight mengkonsumsi golongan susu sebanyak 235 ± 30.4. gram per hari (dapat dilihat pada lampiran 14) sehingga kecukupan kalsium pada subyek overweight umumnya kurang. Rata-rata konsumsi gram per hari untuk golongan susu dan hasil olahannya 108,7 ± 95,8 pada hari kerja dan 96,6 ± 66,0 pada hari libur dimana jumlah tersebut masih tergolong kurang.
Asupan Besi Mayoritas tingkat kecukupan zat besi pada subyek baik di hari kerja dan hari libur masih tergolong kurang. Konsumsi pangan hewani pada subyek sudah tergolong baik dengan rata-rata asupan sebesar 117,5 ± 108,4 di hari kerja dan 121,7 ± 118,3 di hari libur (dapat dilihat pada lampiran 1) akan tetapi asupan vitamin C pada subyek masih sangat kurang dimana menurut Gibson (2014)
19
penyerapan zat besi akan optimal bila dikonsumsi bersamaan dengan pangan sumber vitamin C. Selain itu konsumsi teh yang tinggi pada subyek diduga menyebabkan cadangan besi dalam tubuh berkurang. Teh mengandung tanin dimana zat tersebut memiliki pengaruh besar dalam menghambat penyerapan zat besi (Beard et al. 2007). Subyek dengan status gizi overweight umumnya memiliki tingkat kecukupan zat besi yang kurang. Hal ini diduga karena konsumsi daging yang tinggi terdapat pada subyek underweight yaitu rata-rata sebesar 147.7 ± 115.9 g/hari (dapat dilihat pada lampiran 14). Sementara subyek overweight hanya mengkonsumsi daging dengan rata-rata sebesar 118.8 ± 122.2 g/hari. Tabel 13 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan besi dan status gizi Tingkat Kecukupan Zat Besi Kurang (<77% AKG) Cukup (≥ 77% AKG) Total
Underweight n % 4 66.7 2 33.3 6 100.0
Status Gizi Normal n % 11 40.7 16 59.3 27 100.0
Overweight n % 38 55.1 31 44.9 69 100
Asupan Vitamin A Rata-rata asupan vitamin A pada subyek sebesar 64,5 ± 82,5. Mayoritas subyek defisit dalam tingkat kecukupan vitamin A (73%). Hal ini diduga akibat subyek kurang mengkonsumsi pangan hewani dan pangan sumber vitamin A. Konsumsi sayuran pada subyek masih sangat kurang dengan rata-rata di hari kerja sebesar 85,7 ± 83,8 g per hari dan 99,2 ± 96,4 g per hari di hari libur (dapat dilihat pada lampiran 1) dimana menurut Pedoman Gizi Seimbang (2013) anjuran konsumsi sayuran sebesar 200 g per hari pada usia dewasa. Daging dan olahannya merupakan salah satu kelompok pangan yang cukup kaya akan kandungan vitamin A. Subyek dengan status gizi overweight umumnya memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang kurang. Hal ini diduga karena konsumsi daging yang tinggi terdapat pada subyek underweight yaitu ratarata sebesar 147.7 ± 115.9 g/hari (dapat dilihat pada lampiran 14). Sementara subyek overweight hanya mengkonsumsi daging dengan rata-rata sebesar 118.8 ± 122.2 g/hari. Tabel 14 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin a dan status gizi Status Gizi Tingkat Kecukupan Vitamin A Kurang (<77% AKG) Cukup (≥ 77% AKG) Total
Underweight n % 4 66.7 2 33.3 6 100.0
Normal n % 17 63.0 10 37.0 27 100.0
Overweight n % 52 75.4 17 24.6 69 100
Asupan Vitamin C Mayoritas subyek defisit dalam tingkat kecukupan vitamin C. Hal ini diduga karena subyek kurang mengkonsumsi bahan pangan sumber vitamin C
20
salah satunya adalah buah-buahan. Rata-rata asupan buah-buahan subyek hanya sebesar 142,3 ± 110,6 g per hari dimana menurut Pedoman Gizi Seimbang (2013) anjuran konsumsi buah pada dewasa sebesar 200 gram per hari sehingga lebih dari separuh subyek cenderung kurang dalam hal tingkat kecukupan vitamin C baik untuk subyek normal, underweight dan overweight. Faktor lingkungan juga mempengaruhi pemilihan jenis pangan dan kebiasaan konsumsi (Lachat 2009). Wilayah perkotaan identik dengan konsumsi pangan hewani tinggi dan konsumsi buah dan sayur yang rendah. Tabel 15 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin c dan status gizi Tingkat Kecukupan Vitamin C Kurang (<77% AKG) Cukup (≥ 77% AKG) Total
Status Gizi Normal n % 14 51.9 13 48.1 27 100.0
Underweight n % 4 66.7 2 33.3 6 100.0
Overweight n % 48 69.6 21 30.4 69 100
Skor Keanekaragaman Pangan (Dietary Diversity Score) Menurut Kusharto dan Sa’diyyah (2006), konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan. Data konsumsi pangan pada penelitian ini diperoleh melalui metode food record selama 2 x 24 jam (1 hari kerja dan 1 hari libur). Keragaman konsumsi pangan diukur dengan menggunakan metode skor keanekaragaman pangan pada tingkat individu atau Individu Dietary Diversity Score (IDDS). Bahan makanan yang dikonsumsi dikelompokkan dalam 12 kelompok pangan sesuai dengan anjuran FAO (2011) yang terdiri dari : serealia, umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-buahan, daging dan olahannya, telur, ikan dan olahan laut, kacang-kacangan, susu dan olahannya, minyak dan lemak, gula dan pemanis, serta lain-lain. Sebaran subyek berdasarkan kelompok pangan yang dikonsumsi subyek dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Kelompok pangan yang dikonsumsi subyek Kelompok Pangan Serealia Umbi-umbian Sayur-sayuran Buah-buahan Daging dan Olahannya Telur Ikan dan Hasil Laut Lainnya Kacang-kacangan Susu dan Olahannya Minyak dan Lemak Gula dan Pemanis Lain-lain
Hari Libur n % 102 100 20 19.6 74 72.5 55 53.9 64 62.7 31 30.4 36 35.3 42 41.1 14 13.7 72 70.6 48 47.0 77 75.5
Hari Kerja n % 100 98.0 13 12.7 74 72.5 47 46.0 54 52.9 30 29.4 33 32.4 54 52.9 11 10.8 83 81.4 42 41.2 77 75.5
Kelompok pangan yang paling banyak dikonsumsi seluruh subyek baik pada hari libur maupun hari kerja adalah serealia, sayuran, bumbu, rempah dan
21
minuman jadi serta daging dan olahannya. Sediaoetama (2012) menyatakan bahwa makanan pokok dianggap yang terpenting dalam suatu susunan hidangan di Indonesia karena merupakan bagian terbesar diantara bahan makanan yang sedang dikonsumsi. Menurut Setiawan (2006) dalam Meisya (2014) menyatakan bahwa Indonesia mulai tahun 2002 sudah mulai mengurangi konsumsi makanan pokok berupa beras dan melakukan diversifikasi pangan ke arah pengganti beras seperti mie dan pangan berbahan dasar terigu seperti roti dan berbagai jenis kue. Sebagian besar subyek cukup banyak mengkonsumsi kue manis yang digolongkan ke dalam kelompok pangan gula dan pemanis. Golongan sayuran termasuk salah satu golongan yang paling banyak dikonsumsi. Akan tetapi konsumsi sayuran pada subyek masih sangat kurang dengan rata-rata di hari kerja sebesar 85,7 ± 83,8 gram per hari dan 99,2 ± 96,4 gram per hari di hari libur. Rendahnya konsumsi sayur dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan dan meningkatkan risiko PTM (Diana 2014). Penurunan asupan sayuran berhubungan dengan tingginya risiko peningkatan berat badan selama 12 tahun (He et al. 2004). Kelompok pangan lain-lain menjadi kelompok pangan yang cukup banyak dikonsumsi. Jenis pangan dari kelompok ini antara lain kopi, teh, kecap serta bumbu dan rempah lainnya. Keberagaman konsumsi rempah dan bumbu di Indonesia dipengaruhi oleh akses yang mudah dalam memperoleh bumbu/rempah serta makanan khas Indonesia yang banyak mengandung bumbu/rempah. Jenis minuman jadi yang paling banyak dikonsumsi oleh subyek adalah kopi dan teh. Berdasarkan hasil penelitian Primarta (2014) tentang konsumsi minuman jadi di tahun 2002 – 2011, kopi merupakan jenis minuman jadi yang paling banyak dikonsumsi di wilayah perkotaan. Menurut Wahyudian et al. (2004), kafein yang terkandung dalam kopi akan memacu kerja jantung lebih cepat sehingga bagi penderita hipertensi, konsumsi kopi akan memperburuk kinerja jantung. Jenis pangan dari kelompok daging dan olahannya yang paling banyak dikonsumsi subyek antara lain daging ayam, daging sapi, hati dan ampela. Menurut Mustofa (2015), peningkatan konsumsi daging di masyarakat diduga karena meningkatnya tingkat pendapatan dan ketersediaan daging yang melimpah di perkotaan. Peningkatan pendapatan akan memicu daya beli yang lebih tinggi sehingga daging semakin mudah dijangkau. Bond et al. (2007) menyatakan bahwa konsumsi pangan di Indonesia telah berubah secara bertahap seiring dengan pertumbuhan pendapatan dan pengaruh makanan gaya barat. Konsumsi beras, sayuran dan makanan laut akan tetap menjadi kebutuhan pokok yang lebih banyak bergerak menuju aneka jenis makanan dan adanya peningkatan konsumsi produk berbasis gandum, buah, dan produk ternak termasuk daging dan produk susu. Keragaman konsumsi pangan biasanya dijumlahkan berdasarkan kelompok pangan yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu dan telah digunakan sebagai indikator yang baik untuk mencerminkan kualitas konsumsi pangan. Berikut adalah tabel sebaran respoden berdasarkan nilai DDS :
22
Tabel 17 Sebaran subyek berdasarkan DDS di hari libur dan hari kerja Dietary Diversity Score Rendah (≤ 3 bahan pangan) Sedang( 4-5 bahan pangan) Tinggi(≥ 6 bahan pangan) Total
Hari Libur n % 13 12,7 30 29,4 59 57,8 102 100
Hari Kerja n % 13 12,7 47 46,1 42 41,2 102 100
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar subyek memiliki keragaman konsumsi pangan pada kategori tinggi pada hari libur (57,8%) dan kategori sedang pada hari kerja (41,2 %). Adanya perbedaan nilai DDS subyek pada hari libur dan hari kerja diduga karena alokasi waktu yang lebih banyak digunakan untuk bekerja sehingga mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Andarwulan et al. (2014) menyatakan bahwa sebagian besar subyek memperoleh makanan dari luar rumah seperti makanan cepat saji atau makanan yang berasal dari restoran sebagaimana diketahui bahwa makanan yang tidak diproduksi sendiri di rumah belum terjamin secara kualitas dan higienitas. Sebagian besar subyek lebih banyak membeli makan diluar rumah terutama saat waktu kerja. Menurut hasil analisis tentang proyeksi konsumsi yang dilakukan oleh Primarta (2014), akan terjadi peningkatan konsumsi makanan dan minuman jadi dari tahun 2012 hingga 2020 baik di wilayah desa maupun kota. Proyeksi tersebut mengindikasikan bahwa dari tahun ke tahun penduduk akan semakin banyak mengonsumsi makanan dan minuman jadi, selain itu juga akan ada peningkatan makan di luar rumah dan semakin maraknya tersedia tempat makan dimana-mana. Penelitian Moore et al. (2002) dan Lytle (1993) menunjukkan bahwa skor keragaman pangan yang tinggi dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit tidak menular dan memperpanjang usia harapan hidup atau mengurangi risiko kematian. Riyadi (1996) dan Almatsier (2011) juga menjelaskan bahwa jumlah dan jenis pangan seseorang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan pendidikan. Semakin tinggi keadaan ekonomi seseorang maka semakin beragam makanan yang mampu disediakannya. Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang adalah derajat kesukaan seseorang terhadap makanan (Sanjur 1982). Kennedy (2008) menyatakan bahwa dengan mengetahui kualitas pangan yang dikonsumsi akan dapat memfasilitasi individu atau rumah tangga untuk memperoleh makanan yang menyehatkan serta membentuk pola konsumsi yang lebih baik. Menurut Jayanti (2014), Program keanekaragaman pangan juga telah dicanangkan oleh pemerintah sebagai salah satu upaya untuk mencapai ketahanan pangan serta mengatasi kerawanan pangan di Indonesia baik pada tingkat individu, rumah tangga maupun kelompok masyarakat walaupun sejauh ini belum ada jumlah tetap mengenai jumlah kelompok pangan yang disarankan dalam DDS (Dietary Diversity Score) dan jumlah asupan yang sebaiknya dikonsumsi.
23
Hubungan Antar Variabel
Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Status Kesehatan Hasil uji analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan, pendapatan serta besar keluarga dengan status kesehatan sehingga dapat dikatakan dalam penelitian ini karakteristik sosial ekonomi tidak berhubungan nyata dengan status kesehatan (P>0,05). Dengan kata lain, tingginya pendidikan dan pendapatan seseorang tidak berpengaruh secara langsung terhadap status kesehatannya. Menurut Almatsier (2011), tingkat pendidikan dan pendapatan seseorang berpengaruh terhadap cara memelihara diri dan kesempatan untuk mendapat pelayanan kesehatan yang sesuai.
Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Konsumsi Pangan Berdasarkan uji korelasi spearman, secara keseluruhan tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0,05) antara karakteristik sosial ekonomi (usia, pendidikan, pendapatan dan besar keluarga) dengan konsumsi pangan (tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta DDS). Berdasarkan hasil korelasi spearman, terdapat hubungan yang nyata (P<0,05) antara pendidikan dengan tingkat kecukupan zat besi. Hal ini sejalan dengan penelitian Yunawan (2014), dimana pendidikan seseorang mempengaruhi kualitas pemilihan makanannya.
Hubungan Konsumsi Pangan dengan Status Gizi Berdasarkan uji korelasi spearman, secara keseluruhan tidak terdapat hubungan yang nyata (P>0,05) antara konsumsi pangan (tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta DDS) dengan status gizi (IMT dan RLPP). Hal ini sejalan dengan penelitian Meisya (2014). Konsumsi pangan yang diperoleh tidak dapat mereprensentasikan status gizi dikarenakan status gizi merupakan representasi pola konsumsi dalam jangka panjang. Data konsumsi pangan pada penelitian ini diperoleh melalui food record 2x24 jam yang hanya mencerminkan konsumsi selama 2 hari sehingga belum dapat mencerminkan kebiasaan makan subyek sehingga konsumsi pangan yang diperoleh tidak dapat mereprensentasikan status gizi subyek. Status gizi merupakan suatu proses kumulatif jangka panjang (Arimond & Ruel 2004).
Hubungan Konsumsi Pangan dengan Status Kesehatan Berdasarkan uji korelasi spearman, secara keseluruhan tidak terdapat hubungan yang nyata (P>0,05) antara konsumsi pangan (tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta DDS) dengan status
24
kesehatan subyek. Derajat kesehatan seseorang dipengaruhi banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan contohnya usia dan genetik (Almatsier 2011).
Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan Status gizi subyek diukur melalui perhitungan indeks massa tubuh (IMT) dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP). Berdasarkan hasil uji hubungan antara variabel IMT dan status kesehatan dengan menggunakan korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dan status kesehatan (P<0,05). Beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan seseorang antara lain faktor genetik, status gizi, konsumsi pangan serta gaya hidup (lifestyle). Hal ini sejalan dengan penelitian Umardani (2011). Status gizi dan status kesehatan yang baik akan membawa seseorang kepada umur panjang yang sehat dan produktif (Arisman 2009). Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara RLPP dengan status kesehatan (P<0,05). Ukuran RLPP tidak berpengaruh secara langsung terhadap status kesehatan. Hal ini serupa dengan penelitian Abdurrachim et al (2009) dan Paramita (2013) yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan positif antara RLPP dengan derajat kesehatan karena terdapat faktor lain yang tidak dapat dikendalikan yaitu faktor umur, keturunan dan genetik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Secara keseluruhan, mayoritas subyek berusia dewasa (41-65 tahun). Pendidikan yang ditempuh umunya sampai ke jenjang Tamat SMA dan perguruan tinggi. Pendapatan rumah tangga per bulan sebagian besar <5 juta rupiah per bulan dengan besar keluarga yang tergolong kecil (≤ 4 orang). Sebagian besar subyek berstatus gizi obese dan memiliki rasio lingkar pinggang panggul yang berstatus risiko. Status kesehatan mayoritas subyek tergolong baik. Skor keanekaragaman pangan yang dimiliki sebagian besaar subyek cukup baik dengan kategori sedang hingga tinggi. Tingkat kecukupan sebagian besar zat gizi makro masih tergolong defisit kecuali karbohidrat. Sebagian besar subyek juga defisit dalam tingkat kecukupan zat gizi mikro. Berdasarkan hasil uji korelasi spearman, tidak ada hubungan yang nyata antara karakteristik sosial ekonomi dengan status kesehatan dan konsumsi pangan dengan status gizi serta status kesehatan. Hanya tingkat pendidikan dan zat besi yang memiliki hubungan yang nyata (p<0,05) diantara variabel konsumsi pangan dan karakteristik sosial ekonomi lainnya. Rasio lingkar pinggang panggul tidak berhubungan nyata dengan status kesehatan tetapi indeks massa tubuh berhubungan nyata dengan status kesehatan (p<0,05).
25
Saran Perlunya peningkatan akan pengetahuan gizi mengenai pemilihan makanan yang baik agar konsumsi dapat beragam dan berkualitas pada usia dewasa serta higienitas makanan. Subyek perlu memperhatikan kebersihan dan keamanan pangan terutama untuk makanan yang dibeli di luar rumah. Sebaiknya penilaian konsumsi pangan dan DDS perlu dimodifikasi sendiri dalam hal penentuan golongan pangan dan batasan atau anjuran tiap kelompok pangan yang sebaiknya dikonsumsi yang disesuaikan dengan standar gizi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachim R, Magdalena, Farhat Y. 2009. Kaitan Indeks Massa Tubuh dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul Terhadap Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Pasian Hipertensi. Jurnal Gizi Poltekes Depkes Banjarmasin (ID) : Politeknik Kesehatan Banjarmasin Adiana P. 2000. Pengaruh Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga dan Pendidikan Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Gianyar. [Skripsi]. Bali (ID) : Universitas Udayana. Aekplakorn W, Hogan M, Chongsuvivatwong V, Tatsanavivat P, Chariyalertsak S, Boonthum A, Tiptaradol S, Lim S. 2007. Trends in obesity and association with education and urban or rural residence in Thailand. 15 : 3113-3121 Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama Alwachi SN, Khazaal FAK, Yenzeel JH, Karim NAR. 2013. Waist hip ratio as a predictors of obesity types in postmenopausal Iraq women. European Journal of Health. ISSN 2052-5249 Andarwulan N, Madanijah S, Briawan D, Anwar K. 2014. Studi Konsumsi Asupan Gula, Garam dan Lemak. Bogor (ID) : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Arimond M, Ruel MT. 2004. Dietary diversity is associated with child nutritional status: evidence from 11 demographic and health surveys. J Nutr. 134, 2579–2585. Arisman MB. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID) : EGC [BALITBANGKES] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
26
. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Beard et al. 2007. Variation in diets of Filipino Women over 9 Months of Continuous Obesrvation. Food and Nutrition Bulletin (28) : 206-214. Berg A. 1986. Peranan Gizi Dalam Pembangunan. Jakarta (ID): CV Rajawali. Braunschweig C, Gomez S, Liang H, Tomey K, Doerfler K, Wang Y, Beebe C, Lipton R. 2005. Obesity and risk factors for the metabolic syndrome among low-income, urban, African American schoolchildren : the rule rather than the exception? American Journal Clinical Nutrition. vol. 81 no. 5 970-975 Briefel RR, Johnson CL. 2004. Secular trends in dietary intakes in United States. Annu Rev Nutr. 2004; 24:401-31 Bond R, Rodriguez G, Penm J. 2007. Agriculture in Indonesia a review of consumption, production, imports and import regulations. Abare conference paper 07.6 Cahyono J.B.S.B. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta (ID) : Penerbit Kanisius De Koning L, Merchant A, Pogue J, Anand S. 2007. Waist circumference and waist- hip ratio as predictors of cardiovascular events : meta – regression analysis of prospective studies. European Heart Journal 28 : 850–856 Diana R. 2014. Pengaruh Pemanfaatan Pekarangan dan Penyuluhan Terhadap Konsumsi Sayur dan Asupan Gizi Rumah Tangga dan Balita [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor [FAO] Food and Agriculture Organization. 2011. Guidelines for Measuring Household and Individual Dietary Diversity. (ITA) : FAO. Gibney MJ, Barrie MM, John MK, Lenore A. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Hartono A, penerjemah; Widyastuti P, Hardiyanti EA, Editor. Jakarta (ID) : EGC. Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assessment Ed ke-2. New York (USA): Oxford University. Gibson RS, Health ALM, Gay EAS. 2014. Is ron and zinc nutrition a concern for vegetarian infants and young children in Industrialized Countries. American Journal of Clinical Nutrition (100) ; 311S-312S. Guhardja et al. 1992. Diktat Manajemen Sumberdaya Keluarga. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Grundy SM. Multifactorial causation of obesity : implications for prevention. American Journal Clinical Nutrition. 1998; 67 (suppl) : 563S-72S Goldberg GR, Black AE, Jebb SA, et al. 1991. Critical evaluation of energy intake data using fundamental principles of energy physiology: 1. Derivation of cut-off limits to identify under-recording. Eur J Clin Nutr. 45: 569–81.
27
Hardinsyah. 1985. Jurusan Gizi Masyarakat Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Isnani F. 2011. Praktik Hidup Sehat dan persepsi tubuh ideal remaja putri SMA Negeri 1 Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Janghorbani M, Masoud A,Walter C, Mohammad M, Gouya, Alireza D, Siamak A, Alireza M. 2007. First Nationwide Survey Of Prevalence Of Overweight, Underweight, And Abdominal Obesity In Iranian Adults. Obesity : 15:2797–2808. Jayanti L.D. 2014. Studi Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya, Konsumsi Pangan, serta Densitas Gizi Pada Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar Jawa Barat [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Kantachuvessiri A, Sirivichayakul C, Kaewkungwal J, Tungtrongchitr R, Lotrakul M. 2005. Factors Associated with Obesity Among Workers in a Metropololitan Waterworkers Authority. Southeast Asian J Trop Med Public Health, 36 : 1057-1065 Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID) : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor [Kemenkes]. Kementrian Kesehatan RI. 2004. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID) : Depkes RI. . 2013. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta (ID) : Depkes RI. Kennedy E. 2008. Putting the pyramid into action: the healthy eating index and food quality score. Asia Pac J Clin Nutr 2008;17 (S1):70−74. Kennedy GL, Pedro MR, Seghieri C, Nantel G, Brouwer I. 2007. Dietary diversity score is a useful indicator of micronutrient intake in non-breast-feeding filipino children. J Nutr. 137: 472−477. Klein S, Allison D, Heymsfield S, Kelley D, Leibel R, Nonas C, Kahn R. 2007. Waist circumferrence and cardiometabolic risk : a consesnsus statement from shaping america’s health : association for weight management and obesity prevention ; NAASO, The Obesity Society ; the American Society for Nutrition ; and the American Diabetes Association, Diabetes Care. 30 : 1647-1652. Lachat C, Khank LNB, Khan NC, Dung NQ, Anh NDV, Roberfroid D, Kolsterem P. 2009. Eating Out of Home in Vietnamese Adolescents : Socioeconomic factors and Dietary Associations. American Journal of Clinical Nutrition (90) : 1648-1655. Lytle LA, Nichaman MZ, Obarzanek E, et al. 1993. Validation of 24- hour recalls assisted by food records in third-grade children. The CATCH Collaborative Group. J Am Diet Assoc. 93: 1431–6. Mirmiran P, Azadbakht L, Esmaillzadeh A, Azizi F. 2004. Dietary diversity score in adolescents - a good indicator of the nutritional adequacy of diets: Tehran lipid and glucose study. Asia Pacific J Clin Nutr. 13 (1): 56−60.
28
Mustofa K. 2015. Karakteristik Konsumsi Pangan Hewani Berbagai Wilayah Menurut Indikator Kesejahteraan [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Moore H, Svetkey L, Lin P-H, Karanja N, Jenkins M, 2002. The DASH Diet for Hypertension. The Free Press, New York. Moursi M, Arimond M, Dewey KG, Treche S, Ruel MT. 2008. Dietary diveristy is a good predictor of micronutrient density of the diet of 6 to 23 month old children in Madagascar. The Journal of Nutrition 2008 Paramita I. 2013. Analisis Konsumsi Buah dan Sayur dengan Ukuran Lingkar Pinggang Pada Perempuan Usia Dewasa Muda [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Primarta T. 2014. Analisis Konsumsi Makanan dan Minuman Jadi serta Kelompok Bumbu-Bumbuan Penduduk di Indonesia Tahun 2002-2011 [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Ramos R, Olden K, 2008. The Prevalence of Metabolic Syndrome Among US Women of Childbearing Age. American Journal of Public Health 98(6): 1122–1127. Riyadi H. 2001. Metode Penelitian Status Gizi Secara Antropometri. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID): Universitas Terbuka Ruel MT. 2003. Operationalizing dietary diversity: a review of measurement issues and research priorities. J Nutr. 133: 3911S–3926S. Sediaoetama A. D. 2006. Ilmu Gizi. Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid I. Jakarta (ID) : Penerbit Dian Rakyat Setiawan N. 2006. Perkembangan konsumsi protein hewani di Indonesia: analisis hasil survey sosial ekonomi nasional 2002-2005. Jurnal Ilmu Ternak. Vol 6 no. 1, 68–74. Shahbazian H, Latifi S, Jalali M, Shahbazian H, Amani R, Nikhoo A, Aleali A. 2013. Metabolic syndrome and its correlated factors in an urban population in South West of Iran. Journal of Diabetes and Metabolic Disorders. Sonmez K, Akcakoyun M, Akcay A, Demir D, Duran NE, Gencbay M, Degertekin M, Turan F. 2003. Which method should be used to determinate the obesity, in patients with coronary artery disease? Int J Obes Relat Metab Disord. 27 : 241 346 Smith L. D & Haddad L. 2000. Explaining Child Malnutrition In Developing Countries. International Food Policy Research Institute. 111 Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta (ID) : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Soekirman. 2006. Hidup sehat : Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia (Healthy Life : Balance Diet In Life Cycles). Jakarta (ID) : PT. Gramedia
29
Suhardjo, 1989 . Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sukma M. 2014. Keragaman Konsumsi Dan Ketahanan Pangan Serta Food Coping Strategy Pada Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Umardani M. 2011. Kebiasaan Jajan, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Kesehatan Serta Hubungannya Dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Wahyudian, Sumarwan U, Hartoyo. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Kopi dan Analisis Pemetaan Beberapa Merk Kopi dan Implikasinya pada Pemasaran Kopi. Manajemen & Agribisnis 1 (3) : 55-6. Wells & Fewtrell. 2006. Measuring body composition. NCBI. 91 (7) : 612 – 617 [WHO] World Health Organization; International Association for the Study of Obesity; International Obesity Task Force (IOTF). 2000. The Asia-Pasific perspective: redefining obesity and its treatment. Australia: Health Communication Australia. [WHO] World Health Organization. 2008. Waist circumference and waist- hip ratio. Geneva (CH) : Switzerland. Yang P, Black J, Barr S, Vatanparast H. 2014. Examining differences in nutrient intake and dietary quality on weekdays versus weekend days in Canada. Yunawan A. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Anemia Siswa dan Siswi SMA di Perkotaan dan Pedesaan [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Yunieswati W. 2014. Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik, Status Antropometri dan Persen Lemak Tubuh Pada Mahasiswa [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
30
Lampiran 1 Rata-rata Konsumsi Kelompok Pangan dalam gram per hari Rata – Rata Konsumsi gram/hari Golongan Pangan Serealia Umbi-Umbian Sayuran Buah-Buahan Daging dan Olahannya Telur Ikan dan Hasil Laut Lainnya Kacang – kacangan Susu dan Olahannya Minyak dan Lemak Gula dan Pemanis Lain-Lain
Hari Kerja mean±stdev (min-max) 190,1 ± 108,6 (5 – 651) 46,4 ± 36,3 (10 -161) 85,7 ± 83,8 (10 – 607) 142,3 ± 110,6 (10 – 520) 117,5 ± 108,4 (15-490) 61,4 ± 16,6 (30-112) 73,7 ± 71,2 (9-423) 74,2 ± 82,9 (10-493) 108,7 ± 95,8 (24-255) 146,4 ± 35,8 (10-12) 122,5 ± 155,8 (3-663) 221,8 ± 140,6 (5-770)
Hari Libur mean±stdev (min-max) 176,4 ± 101,8 (5-489) 47,9 ± 36,2 (9-150) 99,2 ± 96,4 (2 – 559) 135,9 ± 119,4 (10-669) 121,7 ± 118,3 (15 – 764) 62,8 ± 51,3 (20-358) 59,1 ± 46,0 (10-250) 76,1 ± 108,9 (10-770) 96,6 ± 66,0 (35 – 249) 148,9 ±32,3 (10-15) 124,9 ± 125,3 (5-650) 229,3 ± 141,6 (5-714)
31
Lampiran 2 Sebaran Subyek Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi dan Jenis Kelamin Karakteristik Subyek Usia Dewasa Awal (20-40 tahun) Dewasa Madya (41-65 tahun) Total Pendidikan Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Perguruan Tinggi Total Pendapatan < 5 juta 5 – 10 juta 11 – 20 juta 21 – 30 juta 41 – 30 juta Total Besar Keluarga Kecil (< 4 orang) Sedang (5 – 7 orang) Besar (> 8 orang) Total
Laki - Laki n %
Perempuan n %
Total n %
20 26 46
43,4 56,6 100
22 34 56
39,3 60,7 100
42 41,2 60 58,8 102 100
2 4 26 14 46
4 9 57 30 100
5 4 35 12 56
8,9 7,1 62,5 21,5 100
7 6,9 8 7,8 61 59,8 26 25,5 102 100
26 16 3 1 0 46
56,5 34,8 6,5 2,2 0 100
32 20 3 0 1 56
57,1 35,7 5,4 0 1,8 100
58 56,8 36 35,4 6 5,8 1 1,0 1 1,0 102 100
26 19 1 46
56,5 41,3 2,2 100
22 27 7 56
39,3 48,2 12,5 100
48 47,1 46 45,1 8 7,8 102 100
Lampiran 3 Sebaran Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Gizi Laki-Laki n %
Perempuan n %
IMT Kurus Normal Overweight Obese I Obese II Total
4 15 5 19 3 46
8.7 32.6 10.9 41.3 6.5 100
2 12 14 20 8 56
RLPP Normal Risiko Total
14 32 46
30.4 69.6 100
19 37 56
Status Gizi
Total n
%
3.6 21.4 25 35.7 14.3 100
6 27 19 39 11 102
5.8 26.5 18.6 38.2 10.9 100
33.9 66.1 100
33 69 102
32.4 67.6 100
32
Lampiran 4 Sebaran Subyek Berdasarkan Status Kesehatan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Status Kesehatan
Risiko
Usia Dewasa Awal Dewasa Madya Total Pendidikan Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT Total Pendapatan < 5 juta 5 – 10 juta 11 – 20 juta 21 – 30 juta 41 – 30 juta Total
Laki-Laki Tidak Berisiko
Risiko
Perempuan Tidak Berisiko
n
Total %
7 10 17
13 16 29
6 20 26
16 14 30
42 60 102
41.2 58.8 100
0 3 7 7 17
2 1 19 7 29
3 1 15 7 26
2 3 20 5 30
7 8 61 26 102
6.8 7.9 59.8 25.5 100
9 7 1 0 0 17
17 9 2 1 0 29
13 11 2 0 0 26
19 9 1 0 1 30
58 36 6 1 1 102
56.9 35.3 5.8 1.0 1.0 100
Lampiran 5 Rata- Rata Asupan, Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Subyek pada Hari Libur dan Hari Kerja Zat Gizi Energi Asupan (Kal) Kecukupan (Kal) Tk Kecukupan (%) Protein Asupan (Kal) Kecukupan (Kal) Tk Kecukupan (%) Lemak Asupan (Kal) Kecukupan (Kal) Tk Kecukupan (%) Karbohidrat Asupan (Kal) Kecukupan (Kal) Tk Kecukupan (%) Kalsium Asupan (Kal) Kecukupan (Kal) Tk Kecukupan (%) Besi Asupan (Kal) Kecukupan (Kal) Tk Kecukupan (%)
Hari Kerja
Hari Libur
Rata-rata
2112 ± 1099 2262 ± 298,2 93 ± 44
2018 ± 746 2262 ± 298,2 91 ± 37
2085 ± 890,1 2262 ± 298,2 93 ± 37
55,3 ± 32,2 58,5 ± 5,3 93,7 ± 50,9
53,9 ± 27,5 58,5 ± 5,3 93,0 ± 49,7
54,9 ± 25,9 58,5 ± 5,3 93,5 ± 41,6
54,2 ± 47,7 63,8 ± 8,9 21,9 ± 10,1
48,5 ± 30,4 63,8 ± 8,9 21,1 ± 9,8
52,6 ± 36,9 63,8 ± 8,9 21,7 ± 8,3
611,6 ± 976,2 335,0 ± 54,1 116,6 ± 160,5
634,8 ± 980,2 335,0 ± 54,1 120,0 ± 144,1
618,2 ±752,9 335,0 ± 54,1 117,6 ± 119,2
1794,7 ± 3967,5 976,9 ± 69,2 181,7 ± 396,5
1901,1 ± 6265,2 976,9 ± 69,2 198,2 ± 660,7
1825,1 ± 3405, 3 976,9 ± 69,2 186,4 ± 343,4
16,7 ± 14,8 18,9 ± 6,8 100,7 ± 97,8
16,5 ± 13,4 18,9 ± 6,8 98,3 ± 75,5
16,7 ± 11,6 18,9 ± 6,8 100,0 ± 77,4
33
Vitamin A Asupan (Kal) Kecukupan (Kal) Tk Kecukupan (%) Vitamin C Asupan (Kal) Kecukupan (Kal) Tk Kecukupan (%)
318,3 ±482,6 525,9 ±58,5 61,9 ± 95,3
362,7 ± 452,0 525,9 ±58,5 71,2 ± 98,8
330,9 ± 406,3 525,9 ±58,5 64,5 ± 82,5
71,8 ± 134,8 79,0 ± 8,7 92,3 ± 175,6
75,9 ± 142,5 79,0 ± 8,7 93,8 ± 179,1
72,9 ± 112,1 79,0 ± 8,7 92,7 ± 146,0
Lampiran 6 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi Tingkat Kecukupan Energi Defisit tingkat berat (<70% AKG) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Kelebihan (≥ 120% AKG) Total
Hari Kerja n % 30 29,4 14 13,7 10 9,8 28 27,5 20 19,6 102 100
Hari Libur N % 35 34,3 10 9,8 11 10,8 26 25,5 20 19,6 102 100,0
Lampiran 7 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein Tingkat Kecukupan Protein Defisit tingkat berat (<70% AKG) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Kelebihan (≥ 120% AKG) Total
Hari Kerja n % 35 34,3 10 9,8 11 10,8 27 26,5 19 18,6 102 100
Hari Libur n % 38 37,3 10 9,8 7 6,9 26 25,5 21 20,6 102 100
Lampiran 8 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Lemak Tingkat Kecukupan Lemak Defisit (<20% AKE) Normal (20-30% AKE) Lebih (>30% AKE) Total
Hari Kerja n % 49 48,0 32 31,4 21 20,6 102 100
Hari Libur n % 52 51,0 31 30,4 19 18,6 102 100
Lampiran 9 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Karbohidrat Tingkat Kecukupan Karbohidrat Defisit (<45% AKE) Normal (45-60% AKE) Lebih (>60% AKE) Total
Hari Kerja n % 6 5,9 38 37,3 58 56,9 102 100
Hari Libur n % 7 6,9 22 21,6 73 71,6 102 100
34
Lampiran 10 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Kalsium Tingkat Kecukupan Kalsium Kurang (<77% AKG) Cukup (≥ 77% AKG) Total
Hari Kerja N % 77 75,5 25 24,5 102 100
Hari Libur N % 75 73,5 27 26,5 102 100
Lampiran 11 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Besi Tingkat Kecukupan Besi Kurang (<77% AKG) Cukup (≥ 77% AKG) Total
Hari Kerja N % 59 57,8 43 42,2 102 100
Hari Libur n % 54 52,9 48 47,1 102 100
Lampiran 12 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Vitamin A Tingkat Kecukupan Vitamin A Kurang (<77% AKG) Cukup (≥ 77% AKG) Total
Hari Kerja N % 73 71,6 29 28,4 102 100
Hari Libur n % 72 70,6 30 29,4 102 100
Lampiran 13 Sebaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Vitamin C Tingkat Kecukupan Vitamin C Kurang (<77% AKG) Cukup (≥ 77% AKG) Total
Hari Kerja n % 74 72,5 28 27,5 102 100
Hari Libur n % 74 72,5 28 27,5 102 100
Lampiran 14 Rata-Rata Konsumsi per Kelompok Pangan (g/hari) Berdasarkan Status Gizi Underweight Mean ± stdev (min-max)
Normal Mean ± stdev (min-max)
Serealia
200.7 ± 103.8 (35-410)
182.3 ± 100.9 (8-489)
Umbi-Umbian Sayuran Buah-Buahan Daging dan Olahannya Telur Ikan dan Hasil Laut Kacang – kacangan Susu dan Olahannya Minyak dan Lemak Gula dan Pemanis Lain-Lain
36 (36 ±36) 80 ± 81.9 (14-300) 126.3 ± 78.2 (25-220) 147.7 ± 115.9 (53-374) 51.1 ± 10.8 (35-61) 46 ± 23.3 (25-80) 44.3 ± 14.2 (15-65) 235 ± 30.4 (200-255)
67.1 ± 49.9(10-161) 100.7 ± 111.2 (2-599) 116.7 ± 95.0 (10-355) 116.9 ± 87.9 (20-374) 71.2 ± 67.9 (30-358) 79.2 ± 93.7 (10-423) 76.0 ± 122.3 (10-770) 71.5 ± 61.8 (24-250)
341.2 ± 225.9 (37-600) 222.6 ± 128.2 (10-459)
118.4 ± 101.8 (9-400) 191.7 ± 101.5 (5-400)
Golongan Pangan
Overweight Mean ± stdev (min-max) 182.0 ± 107.4 (5.0651.0) 37.6 ± 21.5 (9.0-101.0) 90.1 ± 80.8 (5-607) 148.4 ± 123.6 (10-669) 118.8 ± 122.2 (15-764) 59.7 ± 18.6 (20-112) 62.6 ± 45.1 (9-250) 77.4 ± 87.5 (15-493) 103.1 ± 78.1 (24-250) 13 ± 2.4 (10-15) 112.3 ± 133.5 (3-663) 237.2 ± 151.7 (5.0 -770)
35
RIWAYAT HIDUP Annisa Putri Gazali lahir di Bogor pada tanggal 28 Mei 1991 dari pasangan Alm. Muhamad Yusuf Al Gazali dan Raden Dewi Savitri. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dari SD hingga SMA di Regina Pacis Bogor dan diterima di Perguruan Tinggi Diploma IPB jurusan Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi pada tahun 2009. Setelah lulus tahun 2012 dari Diploma IPB, penulis melanjutkan pendidikan pada program Alih Jenis Ilmu Gizi di IPB. Selama masa perkuliahan penulis melaksanakan Praktek Usaha Jasa Boga di The Sultan Hotel Jakarta selama 6 bulan dan Internship Dietetic di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta selama 3 bulan. Selain itu penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.