PREFERENSI DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI SISWA MADRASAH ALIYAH AL-ISHLAH LAMONGAN
YAZID RAMADHANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Preferensi dan Pola Konsumsi Pangan serta Hubungannya dengan Status Gizi Siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah Lamongan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015
Yazid Ramadhani NIM I14100120
ABSTRAK YAZID RAMADHANI. Preferensi dan Pola Konsumsi Pangan serta Hubungannya dengan Status Gizi Siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah Lamongan. Dibimbing oleh YAYAT HERYATNO dan NAUFAL MUHARAM NURDIN. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari preferensi terhadap penyelenggaraan makanan, pola konsumsi pangan dan hubungannya dengan status gizi siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah Lamongan. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan jumlah contoh 76 siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah yang tinggal di Podok Pesantren Al-Islah. Tempat dan contoh penelitian dipilih secara purposive. Data dianalisis secara deskriptif. Hubungan antara karakteristik siswa dan preferensi dengan pola konsumsi pangan dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman dan hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi dianalisis menggunakan uji korelasi Chi-square. Rata-rata tingkat kesukaan siswa terhadap penyelenggraan makanan berada pada kategori agak suka. Sebagian besar tingkat kecukupan gizi contoh berada pada kategori defisit kecuali pada vitamin B1 dan zat besi. Sebagian besar contoh memiliki status gizi normal. Hasil uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara karakteristik individu dengan preferensi siswa. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pekerjaan orang tua dengan beberapa parameter preferensi terhadap penyelenggaraan makanan. Namun tidak ada hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara pendidikan orang tua dan pendapatan keluarga dengan preferensi terhadap penyelenggaraan makanan. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara usia contoh dengan pola konsumsi pangan dan gizi, namun tidak pada uang saku contoh. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara preferensi siswa dengan tingkat kecukupan gizi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi kecuali pada vitamin B1 dan zat besi. Kata kunci: Pola konsumsi pangan, preferensi terhadap penyelenggaraan makanan, status gizi.
ABSTRACT YAZID RAMADHANI. Preference, Food Consumption Pattern in Relation to Nutritional Status among Al-Ishlah Senior High School student in Lamongan. Dibimbing oleh YAYAT HERYATNO dan NAUFAL MUHARAM NURDIN. This research was aimed to study the preference of food service, food consumption pattern in relalation to nutritional status among Al-Ishlah senior high school students. The study design was cross sectional study with 76 students of Al-Ishlah Senior High School who lived in Al-Ishlah Islamic Boarding School Lamongan. Place and samples were selected purposively. Data were analyzed descriptively. The relationship between student’s characteristics, preference and food comsumption pattern were analyzed with Spearman correlation test and
relationship between nutritional adequacy level and nutritional status were analyzed with Chi-square correlation test. The average of student's preference of food service were in rather like category. Most consumption adequacy levels of the semples were in the deficit category except for vitamin B1 and Fe consumption adequacy level. Most samples has a normal nutritional status. Correlation test result showed no significant correlation (p≥0.05) between individual characteristics with the preferences of food service. There was significant correlation (p <0.05) between the work of parents with some parameters of food service preferences. But there was no significant correlation (p≥0.05) between the host education and family income with the preferences of food service. There was significant relationship (p <0.05) between the ages of samples with the pattern of food consumption and nutrition, but not on samples’s pocket money. There was no significant correlation (p≥0.05) between the preferences of food service with nutritional adequacy level. There is no significant correlatin (p≥0.05) between nutritional adequacy level and nutritional status except for vitamin B1 and Fe. Key words: Food consumption patterns, nutritional status, Preferences of food service.
PREFERENSI DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI SISWA MADRASAH ALIYAH AL-ISHLAH LAMONGAN
YAZID RAMADHANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiyah yang berjudul Preferensi dan Pola Konsumsi Pangan serta Hubungannya dengan Status Gizi Siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah Lamongan ini dapat diselesaikan. Karya ilmiyah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dari penyusunan tugas akhir Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Bapak Yayat Heryatno, SP, MPS selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi 1 dan dr Naufal Muharam Nurdin, S.Ked, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi 2 atas waktu, bimbingan, dan masukannya dalam penyusunan karya ilmiyah ini. 2. Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan koreksi dan masukannya demi perbaikan karya ilmiyah ini. 3. Keluarga tercinta: Papa (Umar Fahruddin), Mama (Rahmawati), Mas Danu, Mita dan Aldi serta segenap keluarga atas kasih sayang, doa, dukungan, motivasi, dan pengorbanan yang luar biasa besar untuk penulis. 4. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB). 5. Ketua Departemen Gizi Masyarakat beserta staf pendidik dan kependidikan atas bimbingan, arahan dan bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa. 6. Teman-teman pembahas seminar: Irwan Setiadi, Lovi Dwi Pricestasari, Panji Septian, dan Anita Halimatussyadiyah yang telah memberikan saran dan masukan selama seminar. 7. Dony, Afwin, Cimeng, Yoga, Fitro, Irwan, Huda, Aci sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada untuk memberi doa, dukungan, dan motivasi kepada penulis. 8. Teman-teman dan keluarga seperjuangan CSSMoRA 47, Gizi Masyarakat 47, HIMAGIZI, FORMALA IPB atas doa, dukungan, dan semangatnya. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan penelitian ini, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.
Bogor, Februari 2015
Yazid Ramadhani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
5
Desain, Tempat dan Waktu
5
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
5
Pengolahan dan Analisis Data
6
Definisi Operasional
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Gambaran Umm Lokasi Penelitian
10
Penyelenggaraan Makanan Pondok Pesantren dan Ketersediaan Makanan
11
Karakteristik Siswa
14
Preferensi Siswa terhadap Penyelenggaraan Makanan
15
Pola Konsumsi Pangan dan Gizi
17
Status Gizi Siswa
21
Hubungan antar Variabel
22
Hubungan antara Karakteristik Individu dan Keluarga dangan Preferensi Siswa terhadap Penyelenggraan Makanan 22 Hubungan antara Karakteristik Individu dan Preferensi Siswa terhadap Penyelenggaraan Makanan dengan Tingkat Kecukupan Gizi
23
Hubungan antara Tingkat Kecukupan Gizi dengan Status Gizi
23
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
26
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis dan Cara Pengambilan Data Jenis dan Teknik Pengolahan Data Susunan Menu Makan dalam Satu Minggu Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Sebaran Orang tua Contoh Berdasarkan Pekerjaan Sebaran Orang tua Contoh Berdasarkan Pendidikan Sebaran Contoh Berdasarkan Preferensi terhadap Penyelenggaraan Makanan Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Konsumsi pada Tiap Kelompok Pangan 9. Rata-rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi 10. Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein 11. Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Vitamin 12. Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Mineral 13. Sebaran Contoh Berdasarkan Status Gizi Menurut IMT/U
6 8 12 13 15 15 16 18 19 20 21 21 22
DAFTAR LAMPIRAN 1. Frekuensi Konsumsi menurut Kelompok Pangan 2. Hasil Korelasi Karakteristik Individu dengan Preferensi terhadap Penyelenggaraan Makanan 3. Hasil Korelasi Karakteristik Keluarga dengan Preferensi terhadap Penyelenggaraan Makanan 4. Hasil Korelasi Karakteristik Individu dengan Frekuensi Konsumsi pangan 5. Hasil Korelasi Karakteristik Individu dengan Tingkat Kecukupan Gizi 6. Hasil Korelasi Preferensi terhadap Penyelenggaraan Makanan dengan Tingkat Kecukupan Gizi 7. Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi (IMT/U) 8. Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Protein dengan Status Gizi (IMT/U) 9. Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Kalsium dengan Status Gizi (IMT/U) 10. Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Fosfor dengan Status Gizi (IMT/U) 11. Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Status Gizi (IMT/U) 12. Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan Status Gizi (IMT/U) 13. Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Vitamin B dengan Status Gizi (IMT/U) 14. Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Vitamin C dengan Status Gizi (IMT/U)
29 31 32 33 33 34 35 35 35 35 36 36 36 36
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah yang penting dalam kesehatan masyarakat. Masalah gizi pada anak sekolah menengah salah satunya kelompok remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa. Percepatan pertumbuhan yang terjadi pada remaja diiringi oleh bertambahnya aktivitas fisik sehingga kebutuhan akan zat gizi pun meningkat. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sehingga merupakan faktor kunci dalam pembangunan suatu bangsa. Gizi sangat berpengaruh juga terhadap produktivitas manusia (Almatsier 2004). Remaja merupakan salah satu sumber daya manusia yang harus diperhatikan karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang berperan penting dalam pembangunan nasional di masa yang akan datang. Hal ini menujukkan bahwa kualitas manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas remaja masa kini. Masa remaja memiliki masa pertumbuhan yang cepat dan sangat aktif yang disebut adolescence growth spurt, sehingga memerlukan zat gizi yang relatif besar jumlahnya (Sediaoetama 2000). Apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori untuk pertumbuhan dan kegiatan-kegiatannya, maka akan terjadi defisiensi yang akhirnya dapat menghambat pertumbuhannya (Notoatmodjo 2007). Data pada tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah remaja usia 10-24 tahun mencapai 64 juta atau 28,6% dari total jumlah penduduk Indonesia sebanyak 222 juta, BPS, Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2000-2025 (BPS 2005). Pada tahun 2008 Badan Pusat Statistik mencatat, populasi anak remaja di Indonesia mencapai tidak kurang dari 43,6 juta jiwa atau sekitar 19,64% dari total jumlah penduduk Indonesia. Dalam masa pertumbuhan, remaja memerlukan banyak asupan energi dan makanan yang bergizi. Namun, asupan yang tinggi terutama asupan energi yang tidak dibarengi dengan aktivitas fisik yang memadai juga akan menyababkan masalah gizi lain yaitu overwight bahkan obesitas. Permasalahan gizi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi dengan energi yang digunakan. Selain itu faktor yang mempengaruhi permasalahan gizi adalah usia, jenis kelamin, tingkat sosial ekonomi, faktor lingkungan, aktivitas fisik, kebiasaan makan dan faktor neuropsikologik serta faktor genetik. Gaya hidup remaja antara lain kebiasaan atau pola makan dan aktivitas fisik akan mempengaruhi status gizi remaja tersebut. Termasuk di dalamnya remaja yang sedang menempuh pendidikan di pondok pesantren. di Indonesia, jumlah remaja atau santri yang belajar di Pondok Pesantren adalah sebanyak 3.759.198 dengan jumlah santri terbesar berada dan tersebar di Provinsi Jawa Timur (Kemenag 2012). Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan berbasis agama islam dimana santrinya merupakan siswa menetap dan tinggal bersama dengan sistem seperti asrama yang biasanya berada jauh dari orang tua. Hal yang menjadi penting adalah bahwa segala kebutuhan santri yang secara keseluruhan harus
2
tersedia di dalam pondok pesantren. Termasuk didalamnya yaitu kebutuhan akan konsumsi pangan guna memenuhi kebutuhan akan energi dan zat gizi serta menunjang kegiatan atau aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain ketersediaan pangan dan zat gizi dalam penyelenggaraan makanan di pondok pesantren merupakan bagian penting dalam menentukan status gizi para santri. Kualitas dan kuantitas makanan yang disediakan oleh pondok pesantren menjadi hal yang untuk diperhatikan. Kesukaan santri terhadap makanan yang disediakan akan mempengaruhi daya terima sanri akan makanan tersebut. Konsumsi makanan dapat dipengaruhi oleh status preferensi atau derajat kesukaan dari item makanan tertentu, sedangkan makanan yang dapat diterima didefinisikan sebagai salah satu yang dimakan dan dimakan dengan kesenangan dan kepuasan. Namun belakangan, status preferensi dipisahkan dengan pengukuran konsumsi pangan. Hal ini disebabkan para peneliti menyadari bahwa preferensi terhadap makan yang disediakan hanya merupakan pendekatan dari konsumsi pangan aktual dan digunakan untuk menilai daya tarik individu atau kelompok terhadap suatu produk atau makanan (Drewnoeski dan Hann 1999). Konsumsi pangan merupakan informasi tetang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Berdasarkan definisi ini hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan konsumsi adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah dan Briawan 1994). Dengan demikian menunjukan bahwa perlunya perhatian lebih terhadap preferensi siswa yang menjadi santri terhadap penyelenggaraan makanan pondok pesantren sehingga memudahkan siswa dalam memenuhi kebutuhan dan status gizi optimal. Hal ini menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Preferensi dan Pola Konsumsi Pangan serta Hubungannya dengan Status Gizi Siswa Putra MA Al-Ishlah Lamongan”.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari preferensi siswa terhadap penyelenggeran makanan pesantren dan pola konsumsi pangan sisiwa serta hubungannya terhadap status gizi siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah Lamongan. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini antara lain: 1. Mengidentifikasi penyelenggaraan dan ketersediaan makanan di Pondok Pesantren Al-Ishlah Lamongan. 2. Mengidentifikasi karakteristik siswa, meliputi karakteristik individu (usia dan uang saku) dan keluarga (pendidikan, pekerjaan, pandapatan, dan besar keluarga). 3. Mengidentifikasi preferensi siswa terhadap penyelenggaran makanan di Pondok Pesantren Al-Ishlah Lamongan. 4. Mengidentifikasi frekuensi konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi siswa.
3
5. Mengidentifikasi status gizi siswa. 6. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dangan preferensi siswa terhadap penyelenggraan makanan. 7. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan preferensi siswa terhadap penyelenggaraan makanan dengan tingkat kecukupan gizi sisiwa. 8. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi siswa.
Hipotesis Penelitian 1. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan karakteristik keluarga dengan preferensi siswa MA Al-Ishlah Lamongan terhadap penyelenggaraan makanan. 2. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan preferensi terhadap penyelenggaraan makanan dengan tingkat kecukupan gizi sisiwa MA AlIshlah Lamongan. 3. Terdapat hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan ststus gizi siswa MA Al-Ishlah Lamongan.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai preferensi siswa terhadap ketersediaan makanan dari penyelenggaraan makanan pondok pesantren dan pola komsumsi siswa serta hubungannya terhadap status gizi siswa MA Al-Ishlah Lamongnan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan kepada pihak pondok pesantren dalam upaya memperbaiki dan menigkatkan kualitas dari penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Al-Ishlah Lamongan. Secara umum hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk keperluan penelitian yang lebih mendalam dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dalam program perbaikan gizi pondok pesantren.
KERANGKA PEMIKIRAN Penyelenggaraan makanan merupakan proses untuk menghasilkan makanan yang terdiri dari penyusunan menu, pembelanjaan, penyimpanan, pengolahan, dan pendistribusian makanan (Kemenkes 2013). Penyelenggaraan makanan ini diadakan dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan santri yang sehat dan bergizi seimbang, meliputi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Selain mengkonsumsi makanan yang disediakan melalui penyelenggaraan makanan pondok pesantren, santri yang merupakan siswa yang tinggal dan menetap di pondok pesantren biasanya juga mengkonkumsi makanan di luar dari apa yang disediakan oleh penyelenggara
4
makanan pesantren, misalkan saja dari kantin yang ada di lingkungan pondok pesantren. Menurut Suhardjo (1989) Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi. Konsumsi pangan bisa dikatakan sebagai informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Berdasarkan definisi ini hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan konsumsi adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah dan Briawan 1994). Secara sistematis, kerangka pemikiran tersebut dapat disederhanakan dalam Gambar 1. Penyelenggaraan Makanan Karakteristik keluarga: Pendidikan Pekerjaan
Preferensi terhadap penyelengaraan makanan
Ketersediaan makanan pesantren: Frekuensi pangan Ketersediaan zat gizi
Ketersediaan makanan di luar pesantren
Karakteristi individu: Usia Uang saku Pola konsumsi pangan dan gizi: Frekuensi konsumsi pangan Tingkat kecukupan gizi Status kesehatan
Status gizi Keterangan : : Variabel yang diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
5
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan karakteristik dari contoh. Penelitian ini dilakukan di Madrasah Aliyah Al-Ishlah yang dikelolah oleh yayasan Pondok Pesantren Al-Ishlah Paciran Lamongan Jawa Timur. Pengambilan tempat dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan bahwa pesantren ini mengadakan penyelenggaraan makanan bagi para santrinya dan kedekatan peneliti dengan pihak Pondok Pesantren. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Agustus 2014.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Unit analisis penelitian adalah siswa MA Al-Ishlah. Teknik pengambilan contoh yang digunakan adalah simple random sampling pada kelas X dan XI dengan kriteria antara lain: (1) contoh sehat jasmani, rohani, dan tidak sedang menjalankan diet, (2) bersedia dijadikan sebagai contoh dan mengisi data secara lengkap melalui kuisioner yang diberikan. Pengambilan jumlah contoh didasarkan pada perhitungan Slovin sebagai berikut: n =
Dimana:
N = 257 = 71.99 1 + N (d2) 1 + 257 (0.12)
n = Jumlah contoh N = Jumlah populasi d = Tingkat kesalahan yang yang dapat ditolerir (10%)
Sehingga didapatkan jumlah minimal cotoh penelitian sebanyak 72 contoh. Pada awal penelitian, jumlah contoh yang diambil sebanyak 80 contoh dengan proporsi 40 contoh dari kelas X dan 40 lainnya dari kelas XI. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan terdapat 4 contoh yang tidak mengisi data kuisioner dengan lengkap. Sehingga jumlah total contoh yang ada dalam penelitian ini sebanyak 76 contoh dari populasi sebanyak 257 orang siswa.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Terdapat dua jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi gambaran umum Pondok Pesantren dan penyelenggaraan makan yang diadakan. Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan alat bantu kuisioner dan observasi langsung kepada contoh. Wawancara yang dilakukan yaitu kepada santri putra pondok pesantren dan pengurus pondok pesantren. Data primer atara lain data karakteristik siswa yang meliputi karakteristik individu (usia, uang saku, berat
6
badan, dan tinggi badan) dan karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan dan besar keluarga), preferensi terhadap penyelenggaraan makanan, pola konsumsi pangan dan gizi, serta status gizi contoh. Adapun jenis data dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Jenis dan Cara Pengambilan Data Variabel Penyelenggaraan makanan
-
Jenis data Personalia Sarana dan peralatan Pengaturan menu Penyediaan makanan
Ketersediaan konsumsi
- Jenis dan jumlah pangan berdasarkan daftar menu
Karakteristik contoh
- Usia - Uang saku
Karakterisstik keluarga - Usia (ayah dan ibu) - Pendidikan
- Pekerjaan - Pendapatan (bulan) - Besar keluarga
Cara pengumpulan - Data skunder - Wawancara dan pengamatan langsung Wawancara dan pengamatan langsung Wawancara langsung dengan contoh menggunakan kuesioner Wawancara langsung dengan contoh menggunakan kuesioner
Preferensi terhadap - Parameter rasa, porsi, penyajian, Wawancara langsung penyelenggaraan keragaman, variasi menu, waktu, dan dengan contoh makanan kebersihan alat menggunakan kuesioner Konsumsi pangan - Metode food recall 2x24 jam Wawancara langsung - Frekuensi konsumsi pangan dengan contoh menggunakan kuesioner Status gizi - Berat badan (BB) -Penimbangan menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg. - Tinggi Badan (TB) -Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Data primer yang telah didapatkan kemudian diolah secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan selanjutnya dilakukan analisis. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code-book
7
sebagai panduan entri dan pengolahan data. Setelah dilakukan pengkodean, data kemudian dimasukan ke dalam tabel yang telah ada (entry). Setelah itu, dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Untuk tahapan analisis data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2010. Pengukuran terhadap preferensi pangan dilakukan dengan menggunakan skala, dimana responden ditanya untuk dapat mengindikasikan seberapa besar contoh menyukai pangan berdasarkan kriteria. Skala pengukuran dapat dibedakan menjadi suka, agak suka, agak tidak suka, dan tidak suka. Skala hedonik adalah salah satu cara untuk mengukur derajat suka maupun tidak suka seseorang. Derajat kesukaan seseorang diperoleh dari pengalamannya terhadap makanan yang akan memberikan pengaruh yang kuat pada angka preferensi (Sanjur 1982). Pengukuran preferensi yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengukuran preferensi contoh terhadap makanan yang disediakan dari penyelenggaraan makanan pondok pesantren. Parameter yang digunakan dalam pengukuran preferensi ini meliputi rasa, porsi, penyajian, keragaman pangan, variasi menu, waktu makan, dan kebersihan alat dapur. Pengukuran frekuensi pangan bertujuan untk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitaif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Dengan metode ini kita dapat menilai frekuensi penggunaan pangan atau kelompok pangan tertentu misalnya pangan sumber karbohidrat, sumber protein, dan sebagainya selama jangka waktu tertentu yang spesifik, seperti dalam jangka waktu per hari, minggu, bulan dan tahun. Data ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan didapatkan dengan melakukan penimbang secara langsung makanan yang disediakan kemudian dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Data konsumsi pangan contoh yang diperoleh dari recall 2 x 24 jam, data hasil recall yang diperoleh dalam ukuran rumah tangga (URT) dikonversi ke dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksirkan atau memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram) menggunakan beberapa alat bantu seperti ukuran rumah tangga (sendok nasi, sendok makan, dan lainlain) dan dengan menimbang langsung contoh makanan yang dimakan. Untuk menghitung ketersediaan dan konsumsi energi dan zat gizi dari menu makanan dihitung dengan menggunakan rumus (Hardinsyah dan Briawan 1994) sebagai berikut : KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan : Kgij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan Perhitungan tingkat kecukupan gizi contoh dihitung berdasarkan Angka Kecukupan Gizi 2013 (Kemenkes 2013). Tingkat kecukupan zat gizi contoh diperoleh menggunakan rumus (Hardinsyah dan Tambunan 2004):
8
Tingkat kecukupan zat gizi :
konsumsi zat gizi aktual angka kecukupan gizi
X 100%
Penggolongan tingkat konsumsi dilakukan berdasarkan Depkes (1996) dalam Sukandar (2008) menjadi lima kategori umtuk tingkat kecukupan energi dan protein yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), Normal (90-120% AKG), dan kelebihan (>120% AKG). Sedangkan untuk vitamin dan mineral yaitu defisit (<77% AKG) dan cukup (≥77% AKG) Pengukuran status gizi dengan metode antropometri melalui perhitungan z-score indeks massa tubuh menurut usia (IMT/U) dengan menggunakan software WHO Anthroplus 2007. Kategori status gizi pada anak yang berusia 5 – 19 tahun yaitu kurus (-3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1 ≤ z ≤ +2) dan obese (z > +2). Tabel 2 Jenis dan teknik pengolahan data Jenis Data Ketersediaan konsumsi
Variabel Data Kandungan gizi dari makanan yang tersedia
Karakteristik keluarga
Besar keluarga
Preferensi terhadap penyelenggaraan makanan
Tingkat kesukaan
Frekuensi pangan
Tingkat gizi
konsumsi
kecukupan
Energi dan protein
Vitamin dan mineral Status gizi
Z-Score (IMT/U)
Pengukuran Penimbangan langsung dari tiap menu makan yang tersedia dan dihitung menggunanakan DKBM Kategori (BKKBN 2009): Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5 – 7 orang) Besar (≥ 7 orang) Kategori: Suka Agak suka Agak tidak suka Tidak suka Kategori (Gibson 2005): Tidak pernah Jarang (1-2x/minggu) Kadang-kadang (3-6x/minggu) Selalu (1x/hari atau lebih) Kategori (Depkes 1996): Defisit berat (<70% AKG) Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Kelebihan (>120% AKG) Defisit (77% AKG) Cukup (≥77% AKG) Kategori (WHO 2007): Kurus (-3 ≤ z ≤ -2) Normal (-2 ≤ z ≤ +1) Gemuk (+1 ≤ z ≤ +2) Obese (z > +2)
9
Analisis Data Analisis data yang diolah menggunakan program komputer Microsoft Excel 2010, SPSS 16.0 for Windows dengan analisis sebagai berikut: 1. Analisis deskriptif yang meliputi: a. Karakteristik individu meliputi usia, uang saku b. Karakteristik keluarga meliputi besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan c. Preferensi contoh terhadap makanan yang diselenggarakan oleh pondok pesantren d. Pola konsumsi pangan dan gizi (frekuensi konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi) e. Status gizi 2. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan karakteristik keluarga dengan preferensi terhadap penyelenggaraan makanan, hubungan antara karakteristik individu dan preferensi terhadap penyelenggaran makanan dengan tingkat kecukupan gizi. 3. Uji korelasi Chi-Square digunakan untuk menganalisis hubungan tingkat kecukupan gizi dengan status gizi (IMT/U).
Definisi Operasioanal Karakteristik indvidu adalah kondisi pribadi yang melekat pada contoh, meliputi usia dan uang saku. Karakteristik keluaraga adalah gambaran atau kondisi keluarga contoh, meliputi besar keluarga, usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan keluarga. Ketersediaan gizi adalah jumlah zat gizi yang dari makanan yang disediakan oleh penyelenggara makanan pondok pesantren bagi santri yang ditimbang dan dihitung menggunakan DKBM. Frekuensi konsumsi pangan adalah frekuensi konsumsi contoh pada jenis pangan meliputi pangan jenis kabohidrat, protein hewani, protein nabati, lemak, kacang-kacangan, susu, sayur, buah dan jajanan. Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh contoh yang berasal dari dalam maupun luar Pondok Pesantren yang diperoleh dengan cara melakukan recall selama 2 x 24 jam. Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan penyediaan makanan mulai dari perencanaan menu, pembelian, persiapan, pengolahan, dan pendistribusian makanan hingga penyajian makanan siap dikonsumsi. Preferensi contoh adalah sikap dan tingkat kesukaan contoh terhadap penyelenggaraan makanan pondok pesantren. Status gizi adalah kondisi contoh yang dapat diukur ditentukan melalui WHO 2007 dengan Kategori status gizi pada anak dan remaja berusia 5 – 19 tahun yaitu kurus (-3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1 ≤ z ≤ +2) dan obese (z > +2).
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Madrasah Aliyah Al-Ishlah merupakan salah satu sekolah menengah tingkat atas yang berada di dalam Yayasan Pondok Pesantren Al-Ishlah yang memiliki luas lahan seluas kurang lebih 2 ha yang terbagi menjadi dua komplek bangunan, yaitu komplek asrama putra dan asrama putri. Yayasan Pondok Pesantren Al-Ishlah terletak di Desa Sendangagung Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Lokasi tersebut terletak sekitar 3 km dari sisi pantai dan berjarak sekitar 5 km dari Kecamatan Paciran. Madrasah Aliyah AlIshlah ini didirikan bersama berdirinya Pondok Pesantren Al-Ishlah pada tahun 1986 dengan berpedoman pada kurikulum nasional plus diniyah dengan model lembaga sekolah berasrama (boarding school). Fasilitas yang terdapat didalamnya meliputi masjid, gedung serba guna, gedung sekolah, perkantoran, perpustakaan, dapur, ruang pendistribusian makanan, kantin, koperasi, gedung koveksi, anjungan telepon, lapangan olahraga, dan poliklinik. Tenaga pendidik yang ada di Madrasah Aliyah Al-Ishlah berjumlah 65 orang dan staf tata usaha berjumlah 9 orang. Siswa Madrasah Aliyah terbagi ke dalam dua jurusan IPA dan IPS. Madrasah Aliyah Al-Ishlah memiliki 27 ruang kelas yang terdiri dari kelas X IPA dengan 6 kelas pararel, X IPS dengan 4 kelas pararel, XI IPA dengan 5 kelas pararel, XI IPS dengan 4 kelas pararel, XII IPA dengan 5 kelas pararel, dan XII IPS dengan 3 kelas pararel. Dengan jam belajar mulai dari pukul 07.15 samapai 13.20 WIB. Madrasah Aliyah Al-Ishlah memiliki tiga fasilitas laboratorium, antara lain laboratorium IPA (fisika, kima, dan biologi), laboratorium komputer, dan laboratorium bahasa. Terdapat dua organisasi yang menjadi wadah bagi para siswa dalam mengembangkan softskill di bidang keorganisasian yaitu OPPI (Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Al-Ishlah) dan BESMA (Badan Eksekutif Siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah). Madrasah Aliyah Al-Ishlah memiliki beberapa kegiatan ekstra kulikuler yang menjadi rutinitas santri di luar jam sekolah, antara lain pramuka, olahraga, marching band, dan muhadhoroh (public speaking).
Penyelenggaraan Makanan Pondok Pesantren dan Ketersediaan Makanan Madrasah Aliyah Al-Ishlah menerapkan sistem boarding school yang mewajibkan bagi seluruh siswanya untuk tinggal di asrama, dalam artian seluruh siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah adalah santri Pondok Pesantren Al-Ishlah terkecuali bagi siswa yang bertempat tinggal di desa yang sama dengan lokasi pondok pesantren. Istilah Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Disamping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel (Kemenag 2012). Penerapan sistem asrama bagi seluruh siswanya berarti seluruh kebutuhan siswa harus terpenuhi dari pihak pondok pesantren termasuk kebutuhan akan
11
makanan. Oleh karena itu Pondok Pesantren Al-Ishlah pengadakan penyelenggaraan makanan dalam memenuhi kebutuhan makan santrinya. Penyelenggaraan makanan bagi orang banyak adalah pengolahan makanan dalam jumlah lebih besar dari keluarga (6-10 orang). Sehingga dapat disimpulkan bahwa batas 50 porsi merupakan batas penyelenggaraan makanan bagi orang banyak. Pelaksanaan penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran kebutuhan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan, pengolahan hingga pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Manajemen penyelenggaraan makanan sendiri sebenarnya berfungsi untuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik (Mukrie 1990 dalam Purwaningtiyas 2013). Penyelenggaraan makanan yang dilakukan di Pondok Pesantren Al-Ishlah menggunakan pola one-site meal preparation-local food. Del Rosso (1999) menyebutkan bahwa berdasarkan cara persiapan dan pengolahan makanannya, penyelenggaraan makan di sekolah dapat dibedakan menjadi lima pola yaitu (a) pola on-site meal preparation-donated food yaitu pola penyelenggaraan makanan di sekolah yang persiapan dan pengolahan menunya dilakukan di dapur sekolah dengan bahan baku yang berasal dari sponsor, (b) pola on-site meal preparationlocal food yaitu pola penyelenggaraan makanan di sekolah yang persiapan dan pengolahan menunya dilakukan di dapur sekolah dengan bahan baku pangan lokal, (c) pola off-site prepared meal/snack-private sector participation yaitu pola penyelenggaraan makanan di sekolah yang bekerjasama dengan swasta/katering dalam penyediaan makanannya, (d) pola on-site prepared meal/snack-local food vendors yaitu pola penyelenggaraan makanan di sekolah yang bekerjasama dengan usaha jasa boga lokal/pedagang makanan, (e) pola take-home coupons or cash or food in bulk yaitu pola penyelenggaraan makanan di sekolah yang menggunakan kupon atau diberikan uang tunai atau bahan baku. Pola penyelenggaraan makanan one-site meal preparation-local food menggunakan bahan baku pangan lokal sehingga variasi menu sangat tergantung pada ketersediaan pangan yang ada. Seluruh tahapan penyelenggaraan makan dilakukan di dalam lingkungan pesantren. Pesantren memiliki dapur khusus untuk menyediakan makanan bagi santri putra yang berada di dalam wilayah pesantren. Proses perencanaan menu, persiapan dan pengolahan serta penyajian dan distribusi makanan dilakukan di pesantren. Petugas pengelola penyelenggaraan makanan pesantren berjumlah 5 orang, 1 orang bertugas sebagai koordinator dapur dan 4 lainya bertugas sebagai juru masak. Setiap harinya para juru masak harus menyiapkan sekitar 580 porsi makan untuk seluruh santri putra dan para ustadz. Kegiatan perencanaan menu dilakukan oleh koordinator dapur yang telah dipercaya oleh pimpinan pondok pesantren untuk mengatur makanan santri. Menu yang telah disusun kemudian dikonsultasikan kepada Ibu pimpinan pondok pesantren yang secara tidak langsung ikut mengatur makanan untuk santri. Perencanaan menu di Pondok Pesantren Al-Ishlah disusun berdasarkan anggaran atau biaya yang tersedia yaitu seharga Rp.2500 untuk sekali makan yang berasal dari uang iuran bulanan siswa. Perencanaan menu tersebut belum mempertimbangkan faktor yang sangat penting dalam proses perencanaan menu, yaitu kebutuhan gizi. Sedikitnya anggaran yang
12
tersedia untuk penyediaan makanan dan tidak adanya tenaga professional (ahli gizi) menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas gizi dari makanan yang disediakan. Penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Al-Ishlah menggunakan susunan menu makan dengan siklus menu 7 hari yang berlangsung selama 3 hingga 4 bulan dan selanjutnya diganti dengan rangkaian menu baru. Perlu ditetapkan menu yang cocok dengan sistem penyelenggaraan yang dijalankan. Siklus dapat dibuat untuk menu 5 hari, 7 hari, 10 hari atau 15 hari. Kurun waktu penggunaan menu dapat diputar selama 6 bulan-1 tahun (Kemenkes 2013). Dalam pelaksanaannya, semua menu makan yang disediakan menggunakan resep standar, seperti bumbu kuning, putih dan semur. Porsi hidangan makanan tidak memiliki ukuran porsi standar. Pemorsian dilakukan sesuai dengan jumlah bahan pangan yang tersedia dari anggaran biaya makan yang kemudian disesuaikan dengan jumlah porsi yang harus disediakan. Berikut adalah tabel siklus menu 7 hari yang diterapkan saat pengambilan data dilakukan. Tabel 3 Susunan menu makan dalam satu minggu Hari Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
Sabtu
Minggu
Pagi Nasi Mie goreng Tempe goreng Nasi Tempe bumbu kuning Nasi Layang Sambal Nasi Layang Sambal kelapa Nasi goreng Krupuk Nasi Tahu goreng Sambal kecap Nasi Bala-bala Pecel sayur
Waktu makan Siang Nasi Layang Sayur sop Nasi Bakwan jagung Sayur bayam Nasi Bakwan jagung Sayur asem Nasi Tempe goreng Sayur sop Nasi Layang Sayur asem Nasi Semur tempe dan bihun Krupuk Nasi Layang Sayur asem
Malam Nasi Telur dadar Sayur kc. Panjang Nasi Telur dadar Lodeh terong Nasi Tempe goreng Pecel sayur Nasi Tahu goreng Sambal kecap Nasi Tempe goreng Sambal kecap Nasi Layang Sayur asem Nasi Ayam goreng Sambal
Pengadaan atau pembelian bahan pangan dilakukan dengan cara memesan bahan-bahan pangan yang dibutuhkan sesuai dengan menu yang telah ditetapkan. Pemesanan bahan pangan bekerjasama dengan pemasok dari Desa Gayam Kecamatan Paciran. Pengadaan bahan pangan dilakukan setiap hari yaitu sehari sebelum menu diolah, tetapi untuk tiap bahan pangan memiliki waktu belanja masing-masing sesuai dengan kebutuhan. Pengadaan bahan pangan basah sehari sekali dan untuk bahan pangan kering dilakukakn seminggu sekali atau sesuai dengan kebutuhan. Sebagian bahan pangan yang diterima dari pemasok langsung disiapkan untuk kemudian diolah. Tidak terdapat tempat penyimpanan khusus untuk bahan pangan basah, segar, maupun kering. Hal ini disebabkan proses
13
pengolahan dan pemasakan yang langsung dilakukan pada bahan pangan basah dan bahan pangan segar setelah diterima dari pemasok. Bahan pangan kering seperti beras dan gula diletakkan di tempat penyimpanan dalam dapur. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan bahan makanan kering,dan segar di gudang bahan makanan kering dan dingin/beku dengan tujuan tersedianya bahan makanan yang siap digunakan dalam jumlah dan kualitas yang tepat sesuai dengan kebutuhan (Kemenkes 2013). Seperti umumnya pada penyelenggaraan makanan di asrama, penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Al-Ishlah melakukan pengolahan dan pemasakan untuk tiga kali waktu makan, yaitu pagi, siang dan malam. Dengan jadwal pengolahan yaitu mulai pukul 03.00 hingga pukul 05.00 pagi untuk makan pagi, pukul 08.00 hingga pukul 11.00 siang untuk makan siang, dan pukul 12.00 hingga pukul 16.00 untuk makan malam. Pendistribusian makanan menggunakan sistem desentralisasi dimana para siswa/santri mengambil makanan di tempat pendistribusian yang berada di dekat dapur pengolahan makanan. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam mendistribusikan makanan yang disesuaikan dengan keadaan dapur penyedia makanan tersebut. Cara sentralisasi yaitu makanan langsung dibagikan pada rantang makanan masing-masing konsumen ataupun dalam kotak makanan. Cara desentralisasi berarti penanganan makanan dua kali. Pertama dibagikan dalam jumlah besar pada alat-alat yang khusus, kemudian dikirim ke ruang makan yang ada. Kedua, di ruang makan ini makanan disajikan dalam bentuk porsi (Kemenkes 2013). Makanan yang sudah matang ditempatkan pada tempatnya masing-masing sesuai dengan jenisnya. Siswa datang mengantri ke tempat pendistribuasian dengan membawa peralatan masing-masing seperti piring dan sendok. Makanan dibagikan kepada siswa oleh petugas penjaga makanan (tenaga kerja dapur dan siswa yang mendapat piket jaga) dengan porsi yang telah disesuaikan kecuali untuk nasi. Siswa dapat mengambil sendiri nasi sesuai dengan keinginan asal tidak dianggap berlebihan. Tidak ada ruang makan khusus bagi siswa. Siswa bebas makan dimana saja selain di masjid, kamar dan ruang kelas. Penyelenggaraan makanan pesantren menyediakan makan sebanyak 3 kali dalam sehari. Berikut adalah tabel ketersediaan energi dan zat gizi dari penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Al-Ishlah. Tabel 4 Ketersediaan energi dan zat gizi Hari
Energi
Protein
Kalsium
Fosfor
Besi
Vit. A
Vit. B
Vit. C
1
1929
40.8
186.1
603.0
12.9
432.9
1.1
13.6
2
1796
36.9
120.4
427.9
14.5
143.7
1.1
13.7
3
1807
40.1
137.5
423.9
15.3
162.2
1.1
33.9
4
1698
35.1
110.9
376.6
11.3
406.5
1.2
6.5
5
1864
34.3
88.0
268.2
12.0
140.9
3.2
21.6
6
1752
45.5
819.2
432.4
17.9
146.2
0.2
18.3
7
1734
36.2
133.2
395.7
11.1
309.3
0.1
31.0
Rata-rata
1797
38.4
227.9
418.2
13.6
248.8
1.1
19.8
AKG 16-18 th
2600
65
1000
1000
15
600
1.3
90
TKG (%)
69.1
59.1
22.8
41.8
90.5
41.5
88.2
22.0
14
Data pada tabel 4 menunjukkan ketersediaan energi dan zat gizi yang diperoleh dari penyelenggaraan makanan pesantren tiap harinya selama satu minggu. Rata-rata ketersediaan energi dan protein berturut-turut yaitu 1797 kkal dan 38.4 gram. Rata-rata ketersediaan minenal berturut-turut yaitu 227.9 mg (kalsium), 418.2 mg (fosfor) dan 13.6 mg (zat besi) sedangkan untuk vitamin A sebesar 248.8 RE, vitamin B1 sebesar 1.1 mg dan vitamin C sebesar 19.8 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan gizinya, energi dan protein yang berasal dari ketersediaan penyelenggaraan makananan masuk ke dalam kategori defisit berat (<70%AKG). Untuk mineral dan vitamin meliputi kalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin C masuk kedalam kategori defisit (<77% AKG), sedangkan untuk zat besi dan vitamin B1 masuk kedalam kategori cukup (≥77% AKG).
Karakteristik Siswa Karakteristik Individu Contoh dari penelitian ini adalah siswa putra Madrasah Aliyah Al-Ishalah yang pada saat pengambilan data sedang duduk di kelas X dan XI tahun ajaran 2013/2014. Contoh dalam penelitian ini berjumlah 76 siswa, yang terdiri dari 37 siswa kelas X dan 39 siswa kelas XI. Seluruh contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah santri yang tinggal di Pondok Pesntren al-Ishlah. Berdasarkan penggolongan usia remaja merurut Monks (1999), secara umum siswa yang menjadi contoh dalam peneltian ini berada pada fase ramaja madya, yaitu pada kisaran usia 15 hingga 18 tahun. Penggolongan usia remaja terbagi menjadi 3 fase, yaitu remaja awal (usia 12 hingga 15 tahun), remaja tengah/madya (usia 15 hingga 18 tahun) dan remaja akhir (usia 18 hingga 21 tahun). Contoh dalam penelitian ini 36.8% berusia 16 tahun, 50.0% berusia 17 tahun dan sisanya sebesar 13.2% berusia 18 tahun. Sebagian besar contoh dalam penelitian ini berasal dari Provinsi Jawa Timur (92.1%) dan sisanya berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat dan Kimantan Selatan. Rata-rata contoh memiliki uang saku sebesar 43 388.16 ± 19 848.19 rupiah per minggu. Uang saku yang diperoleh contoh merupakan pemberian orang tua yang digunakan untuk memenuhi keperluan mereka seharihari di pondok pesantren, baik untuk jajan maupun keperluan lain. Jumlah uang saku yang semakin besar membuat contoh dapat memilih makanan jajanan yang lebih beragam dan berkualitas. Karakteristik Keluarga Rata-rata usia ayah contoh adalah 48.29 ± 7.81 tahun dan rata-rata usia ibu contoh adalah 43.96 ± 6.89 tahun. Berdasarkan pengelompokan terhadap jenis pekerjaan ayah dan ibu contoh, didapatkan sebagian besar ayah contoh memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta (27.78%), petani (23.61%), dan lainnya (16.67%). Sebagian besar ibu contoh memliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (22.37), petani (21.05%), dan pedagang (19.74%). Berikut adalah tabel sebaran orang tua contoh berdasarkan pekerjaannya.
15
Tabel 5 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pekerjaan Pekerjaan orantua Tidak bekerja PNS/TNI/POLRI Pegawai swasta Petani Pedagang Wiraswasta Lainnya Total
Ayah N 0 8 8 17 7 20 12 72
% 0.00 11.11 11.11 23.61 9.72 27.78 16.67 100.00
Ibu n 17 10 4 16 15 8 6 76
% 22.37 13.16 5.26 21.05 19.74 10.53 7.89 100.00
Beradasarkan pengelompokan terhadap pendidikan orang tua contoh, didapatkan sebagian besar pendidikan ayah contoh adalah SLTA/sederajat (27.63%), SD/sederajat (26.32%), dan sarjana (21.06%). Sebagian besar pendidikan ibu contoh adalah SLTA/sederajat (26.32%), SD/sederajat dan STLP/sederajat dengan persentase yang sama (23.68%). Berikut adalah tabel sebaran orang tua contoh berdasarkan pendidikannya. Tabel 6 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pendidikan Pendidikan orang tua Tidak tamat SMP/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat Perguruan tinggi Total
Ayah N 21 11 21 19 72
Ibu % 29.17 15.28 29.17 26.39 100.00
N 20 18 20 18 76
% 26.32 23.68 26.32 23.68 100.00
BKKBN (2009) mengategorikan besar keluarga menjadi 3 kelompok. Keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, keualga sedang dengan jumlah anggota keluarga 5 – 7 orang dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga ≥ 8. Sebagian besar keluarga contoh dalam penelitian ini masuk ke dalam kelompok keluarga sedang (47.73%). Sebanyak 43.42% keluarga masuk ke dalam kelompok keluarga sedang dan 9.21% masuk ke dalam kelompok keluarga besar. Rata-rata pendapatan keluarga adalah 2 295 395 ± 2 164 689 rupiah per bulan. Pendapatan tertinggi keluarga adalah 16 000 000 rupiah per bulan sedangkan pendapatan terendah keluarga adalah 200 000 rupiah per bulan.
Preferensi Siswa terhadap Penyelenggaraan Makanan Kardes (2002) menyatakan bahwa preferensi merupakan proses evaluasi pada dua atau lebih objek. Preferensi selalu membandingkan antar objek baik dari segi atribut atau fitur suatu produk. Preferensi dibedakan menjadi dua yaitu preferensi yang berdasarkan sikap (attitude-based preferences) dan preferensi yang berdasarkan atribut (attribute-based preferences). Preferensi yang berdasarkan sikap merupakan preferensi yang terbentuk oleh kebiasaan dalam memilih beberapa produk. Sedangkan preferensi berdasarkan atribut merupakan preferensi yang terbentuk berdasarkan perbandingan atribut dari dua atau lebih produk, sebagai contoh perbandingan fitur dan harga produk. Preferensi yang
16
berdasarkan sikap terbentuk dari perilaku yang berulang-ulang dan menjadi memori jangka panjang. Preferensi terhadap makanan dipengaruhi oleh karakteristik individu, lingkungan, dan karakteristik produk pangan (Sanjur 1982). Karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan gizi. Karakteristik produk meliputi rasa, warna, aroma, dan kemasan. Sedangkan lingkungan meliputi keluarga, tingkat sosial, musim, dan mobilitas. Semua variabel tersebut saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lain. Sanjur (1982) juga menjelaskan bahwa fisiologi, perasaan, dan sikap, terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Preferensi terhadap penyelenggaraan makanan dilakukan untuk mengevaluasi dengan melihat tingkat kesukaan siswa terhadap penyelenggaraan makanan yang ada di pesantren. Penilaian tingkat kesukaan meliputi rasa, porsi, penyajian, keragaman pangan, variasi menu, waktu atau jadwal makan, dan kebersihan alat. Preferensi makanan merupakan suatu tindakan/ukuran suka atau tidak suka terhadap makanan. Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derajat suka atau ketidaksukaan terhadap makanan dan akan berpengaruh terhadap konsumsi konsumen. Uji kesukaan dilakukan dengan menggunakan uji hedonik, dengan menggunakan skala: sangat suka, suka, biasa, tidak suka, dan sangat tidak suka. Derajat kesukaan seseorang diperoleh dari pengalamannya terhadap makanan yang akan memberikan pengaruh yang kuat pada angka preferensi (Sinaga et al 2012). Berikut ini adalah tabel sebaran contoh berdasarkan preferensi terhadap penyelenggaraan makanan. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan preferensi terhadap penyelenggaraan makanan Parameter Rasa Porsi Penyajian Keragaman Variasi menu Waktu Kebersihan alat
n % n % n % n % n % n % n %
Suka 22 28.95 27 36.84 12 15.79 19 25.00 15 19.74 40 52.63 12 15.79
Agak Suka 41 53.95 34 43.42 46 60.53 40 52.63 36 47.37 26 34.21 29 38.16
Agak Tidak Suka 5 6.58 10 13.16 15 19.74 13 17.11 20 26.32 5 6.58 21 30.26
Tidak Suka 8 10.53 5 6.58 3 3.95 4 5.26 5 6.58 5 6.58 14 15.79
Total 76 100.00 76 100.00 76 100.00 76 100.00 76 100.00 76 100.00 76 100.00
Data pada tabel 7 menunjukkan bahwa sebanyak 53.95% contoh agak suka terhadap rasa makanan yang disediakan oleh penyelenggaraan makanan. Sebanyak 43.42% contoh agak suka dengan porsi makanan yang disediakan, 60.53% contoh agak suka dengan penyajian makanan dalam penyelenggaraan makanan. Pada parameter preferensi terhadap keberagaman, sebanyak 52.63% contoh agak suka dengan keberagaman pangan pada penyelenggaraan makanan. Sebanyak 47.37% contoh agak suka dengan variasi menu yang ada di penyelenggaraan makanan. Pada parameter waktu makan, sebanyak 52.63 contoh
17
suka terhadap waktu makan yang telah ditetapkan oleh penyelenggaran makakan. Sedangkan untuk parameter kebersihan alat sebanyak 38.16% contoh agak suka dengan kebersihan alat-alat penyelenggaraan makanan yang ada di pesantren.
Pola Konsumsi Pangan dan Gizi Pola konsumsi pangan merupakan kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang yang dipengaruhi oleh fisiologis, psikologis, lingkungan budaya dan umumnya sulit mengalami perubahan yang meliputi frekuensi makan sehari subjek (Barasi 2003). Menilai status gizi seseorang dapat dilakukan melalui pola konsumsi yang dilakukan. Pola konsumsi seseorang tidak lepas dari kebiasaan makan yang dilakukannya. Kebiasaan makan sering kali merupakan suatu pola yang berulang atau bagian dari rangkainan panjang kebiasaan hidup secara keseluruhan yang dapat diukur dengan pola konsumsi pangan. Kebiasaan makan adalah cara-cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan memakan makanannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis, fisiologis serta sosial budaya (Harper et al 1986) Frekuensi Konsumsi Supariasa et al (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif serta gabungan dari keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Sebaran contoh berdasarkan frrekuensi konsumsi pada tiap kelompok pangan dapat dilihat pada tabel 8. Berdasarkan hasil penelitian, keseluruhan contoh selalu mengkonsumsi pangan sumber karbohidrat dengan frekuensi 1 kali perhari atau lebih. Jenis pangan sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi contoh adalah nasi (76.3%), roti (7.7%) dan mie (5.2%). Pada kelompok pangan sumber protein hewani, sebagian besar contoh (60%) selalu mengkonsumsi pangan jenis protein hewani dan jenis pangan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi adalah ikan laut (37.5%), telur ayam (31.5%) dan ayam (11.9%). Sama halnya dengan pangan sumber protein hewani, sebagian besar contoh memiliki frekuensi konsumsi pangan sumber protein nabati 1 kali per hari atau lebih dengan jenis protein nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe (31.9%), tahu (29.2%) dan sari kedelai (28.3%). Sabagian besar contoh (63.2%) mengkonsumsi pangan jenis sayuran dengan frekuensi 1 kali per hari atau lebih. Jenis sayur yang paling sering dikonsumsi contoh adalah tauge (17.3%), kacang panjang (16.7%) dan bayam (15.6%). Sebagian besar contoh (30.3%) mengaku tidak pernah mengkonsumsi buah-buahan. Namun, sebanyak 25.0% contoh mengaku mengkonsumsi buah dengan frekuensi 3 hingga 6 kali dalam satu minggu dengan jenis buah yang paling sering dikonsumsi adalah semangka (21.7%), melon (11.7%) dan jeruk manis (11.3%). Pada frekuensi konsumsi susu, sebagian besar contoh (47.4%) menganku tidak pernah mengkonsumsi susu. Namun, sebanyak 31.6% contoh mengaku mengkonsumsi pangan jenis susu dengan frekuensi 1 hingga 2 kali dalam satu minggu. Sebagian besar contoh (77.6%) mengaku selalu
18
mengkonsumsi jajanan dengan frekuensi 1 kali per hari atau lebih. Jajanan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh adalah aneka gorengan (32.5%), aneka snack (24.7%) dan aneka minuman sirop (18.2%). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan frrekuensi konsumsi pada tiap kelompok pangan Frekuensi Kelompok pangan Sumber karbohidrat Sumber protein hewani Sumber protein nabati Sayur-sayuran Buah-buahan Susu Jajanan
Jumlah
≥ 1 kali per hari
3-6x per minggu
N % N % N % N % N % N % N %
76 100.0 60 78.9 47 76.0 48 63.2 18 23.7 9 11.8 59 77.6
0 0.0 16 21.1 27 35.5 19 25.0 19 25.0 7 9.2 5 6.6
1-2x per minggu 0 0.0 0 0.0 1 1.3 6 7.9 16 21.1 24 31.6 8 10.5
Tidak pernah
Total
0 0.0 0 0.0 1 1.3 3 3.9 23 30.3 36 47.4 4 5.3
76 100.0 76 100.0 76 100.0 76 100.0 76 100.0 76 100.0 76 100.0
Tingkat Kecukupan Gizi Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), Konsumsi pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu, sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Meningkatkan jumlah dan mutu konsumsi makanan memerlukan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang makanan yang bergizi, perubahan sikap serta perubahan perilaku sehari-hari dalam menentukan, memilih dan mengkonsumsi makanannnya. Kebutuhan gizi adalah sejumlah zat gizi minimum yang harus dipenuhi dari konsumsi pangan. Supariasa et al (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif serta gabungan dari keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan pangan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode kuantitatif yang biasa digunakan adalah recall (mengingat) dan rercord (mencatat). Berikut adalah tabel rata-rata konsumsi energi dan zat gizi contoh dan rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi penyelenggaraan makanan pesantren.
19
Tabel 9 Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi Zat gizi Energi (kkal) Protein (gram) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)
Rata-rata konsumsi 2028 ± 342.66 50.99 ± 13.56 198.19 ± 141.24 528.77 ± 136.16 18.48 ± 6.60 341.78 ± 230.09 35.02 ± 137.74 16.12 ± 17.92
Data rata-rata konsumsi energi dan zat gizi contoh didapatkan dari perhitungan konsumsi selama dua hari malalui 1 x 24 jam sedangkan data ratarata ketersediaan energi dan zat gizi penyelenggaraan makanan didapatkan dari penimbangan secara langsung menu yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan selama satu putaran siklus menu. Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh berturut-turut adalah 2028 kkal dan 50.99 gram. Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi dapat disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan energi jangka panjang (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Kebutuhan energi remaja dipengaruhi oleh aktivitas, metabolisme basal dan peningkatan kebutuhan untuk menunjang percepatan tumbuh-kembang masa remaja. Metabolisme basal (MB) sangat berhubungan erat dengan jumlah massa tubuh tanpa lemak (lean body mass) sehingga MB pada lelaki lebih tinggi daripada perempuan yang komposisi tubuhnya mengandung lemak lebih banyak. Karena usia saat terjadinya percepatan tumbuh sangat bervariasi, maka perhitungan kebutuhan energi berdasarkan tinggi badan (TB) akan lebih sesuai (IDAI 2013). Fungsi protein diantaranya untuk membantu pertumbuhan, pemeliharaan dan membangun enzim, hormon dan imunitas, oleh sebab itu protein sering kali disebut sebagai zat pembangun. Protein dibagi dua, yakni berasal dari hewani dan nabati. Sumber pangan yang mengandung protein antara lain ikan, telur,daging, susu dan kacang-kacangan (Almatsier 2004). Rata-rata konsumsi mineral contoh berturut-turut yaitu 198 mg (kalsium), 529 mg (fosfor) dan 18 mg (zat besi). Kebutuhan kalsium pada masa remaja merupakan yang tertinggi dalam kurun waktu kehidupan karena remaja mengalami pertumbuhan skeletal yang dramatis. Sekitar 45% dari puncak pembentukan massa tulang berlangsung pada masa remaja, sehingga kecukupan asupan kalsium menjadi sangat penting untuk kepadatan masa tulang serta mencegah risiko fraktur dan osteoporosis. Pada usia 17 tahun, remaja telah mencapai hampir 90% dari masa tulang dewasa, sehingga masa remaja merupakan peluang (window of opportunity) untuk perkembangan optimal tulang dan kesehatan masa depan. Angka kecukupan asupan kalsium yang dianjurkan untuk kelompok remaja pada usia 16-18 tahun adalah 1000 mg per hari (Kemenkes 2013). Susu merupakan sumber kalsium terbaik, disusul keju, es krim, yogurt. Kini banyak makanan dan minuman yang difortifikasi dengan kalsium yang setara dengan kandungan kalsium pada susu (300 mg per saji). Seperti halnya kalsium,
20
kebutuhan zat besi pada remaja baik perempuan maupun lelaki meningkat sejalan dengan cepatnya pertumbuhan dan bertambahnya massa otot dan volume darah. Pada remaja perempuan kebutuhan lebih banyak dengan adanya menstruasi. Kebutuhan pada remaja lelaki 15 mg per hari dan perempuan 26 mg per hari (Kemenkes 2013). Contoh memiliki rata-rata konsumsi vitamin A 341.78 RE, vitamin B1 35.02 mg, dan vitamin C 16.12 mg. Vitamin A merupakan senyawa poliisoprenoid yang mengandung cincin siklohek senil. Vitamin A atau retinol merupakan istilah generik bagi semua senyawa dari sumber hewani yang memperlihatkan aktivitas biologik vitamin A. Senyawa tersebut disimpan dalam bentuk ester retinol di dalam hati. Di dalam sayur, vitamin A berwujud sebagai provitamin dalam bentuk pigmen β-karoten berwarna kuning. β-karoten merupakan antioksidan dan mempunyai peran dalam menangkap radikal bebas peroksi di dalam jaringan pada tekanan parsial oksigen yang rendah (Murray 2003). Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air, tidak tahan terhadap panas dan dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak. Vitamin C membantu spesifik enzim dalam melakukan fungsinya. Vitamin C juga berperan sebagai antioksidan. Vitamin C juga penting untuk membentuk kolagen, serat, struktur protein serta meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi dan membantu tubuh menyerap zat besi. Vitamin C banyak sekali manfaatnya salah satunya adalah mencegah infeksi, kemungkinan karena pemeliharaan terhadap membran mukosa atau pengaruh terhadap fungsi kekebalan (Almatsier 2004). Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996) diacu dalam Sukandar (2008) adalah (1) defisit tingkat berat (<70% AKG), (2) defisit tingkat sedang (7079% AKG), (3) defiisit tingkat ringan (80-89% AKG), (4) normal (90-119% AKG), kelebihan (≥120% AKG). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Tingkat kecukupan
Energi
Protein
Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Kelebihan Total Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Kelebihan Total
n 24 20 9 21 2 76 31 13 9 19 4 76
% 31.58 26.32 11.84 27.63 2.63 100 40.79 17.11 11.84 25.00 5.26 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi contoh berada dalam ketegori defisit. Hanya sebesar 27.63% contoh yang memiliki tingkat kecukupan normal dan 2.63% contoh meliliki tingkat kecukupan energi lebih. Sebanyak 69.74% contoh memiliki tingkat kecukupan protein berada dalam kategori defisit (defisit berat, defisit sedang dan defisit ringan). Contoh dengan kategori tingkat kecukupan protein normal hanya sebesar 25.00%.
21
Sedangkan jumlah contoh dengan kategori tingkat kecukupan berlebih hanya sebesar 5.26% dari total keseluruhan contoh. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi 2, (1) kurang yaitu dengan tingat keukupan konsumsi <77% AKG dan (2) cukup yaitu dengan tingkat keukupan konsumsi ≥ 77% AKG (Gibson 2005). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral dapat dilihat pada tabel 11 dan 12. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin Tingkat kecukupan Vitamin A
Vitamin B
Vitamin C
Defisit Cukup Total Defisit Cukup Total Defisit Cukup Total
N 59 17 76 3 73 76 74 2 76
% 77.63 22.37 100 3.95 96.05 100 97.37 2.63 100
Sebagian besar contoh pada penelitian ini memiliki kategori tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C defisit dengan persentase masing-masing yaitu 77.63% dan 97.37% dari keseluruhan contoh. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada tingkat kecukupan vitamin B1 contoh dimana sebagian besar (96.06%) contoh memiliki kategori tingkat kecukupan vitamin B1 yang cukup. Hal ini terjadi diduga karena kurang tersedianya pangan-pangan sumber vitamin terutama buah-buahan di lingkungan pesantren. Penyelenggaraan makanan di pesantren sama sekali tidak menyediakan buah-buahan dalam menu harian bagi para siswa/santri. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan mineral Tingkat kecukupan Kalsium
Fosfor
Zat besi
Defisit Cukup Total Defisit Cukup Total Defisit Cukup Total
N 74 2 76 70 6 76 7 69 76
% 97.37 2.63 100 92.10 7.90 100 9.21 90.79 100
Sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan kalsium dan fosfor yang defisit yaitu 97.37% pada kalsium dan 92.10% pada fosfor. Namun, pada tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh (90.79%) berada pada kategori tingkat kecukupan konsumsi yang cukup.
Status Gizi Siswa Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh
22
konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan zat gizi makanan didalam tubuh. Gizi membicarakan makanan dalam hubungannya dengan kesehatan dan proses dimana organisme menggunakan makanan untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, bekerjanya anggota dan jaringan tubuh secara normal dan produksi tenaga. Antropometri merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menilai status gizi dan merupakan indikator yang tepat dan efisien untuk menilai pertumbuhan remaja. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan usia (IMT/U). Adapaun klasifikasi IMT/U berdasarkan WHO adalah sebagai berikut: Kurus (Z < -2 SD), Normal (-2 SD ≤ Z <+1 SD), Overweight (+1 SD ≤ Z < +2 SD), Obesitas (Z ≥+2 SD). Berikut sebaran subjek berdasarkan klasifikasi status gizi. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan status gizi menurut IMT/U Status Gizi Normal Gemuk Obesitas Total
N 71 3 2 76
% 93.42 3.95 2.63 100
Berdasarkan klasifikasi status gizi IMT/U menurut WHO (2007) secara keseluruhan contoh memilki status gizi normal (93.42%). Terdapat 3.95% contoh masuk dalam kategori gemuk dan 2.63% contoh masuk kategori obesitas. Hal ini dapat menunjukkan bahwa siswa yang memiliki tingkat konsumsi kurang belum tentu memiliki status gizi kurang. Status gizi juga dapat merupakan akibat dari konsumsi sebelumnya dan konsumsi makanan yang diambil hanya menjadi gambaran semantara dari tingakat konsumsi contoh pada saat diteliti.
Hubungan Antar Variabel Hubungan antara Karakteristik Individu dan Keluarga dangan Preferensi Siswa terhadap Penyelenggaraan Makanan Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Preferensi Penyelenggaran Makanan Terdapat 7 parameter yang digunakan dalam menilai preferensi contoh terhadap penyelenggaraan makanan antara lain rasa, porsi, penyajian, keragaman pangan, variasi menu, waktu makan, dan kebersihan alat dapur. Berdasarkan hasil uji korelasi antara karakteristik individu yang meliputi usia contoh dan uang saku dengan preferensi terhadap penyelenggaraan makanan, tidak didapatkan hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara usia contoh dengan preferensi contoh terhadap penyelenggaraan makanan. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) uang saku contoh dengan rasa, keragaman pangan, dan variasi menu pada penyelenggaraan makanan di pesantren, yang mengidikasikan bahwa perbedaan uang saku berhubungan dengan tingkat kesukaan atau preferensi contoh terhadap rasa, keragaman pangan, dan variasi menu pada penyelenggaraan makanan di pesantren. Hal ini mungkin dapat disebabkan dengan besarnya uang saku yang miliki, akan memberi keleluasaan untuk membeli makanan lain di luar
23
penyelenggaraan makanan pesantren, seperti kantin ketika dirasa agak jenuh dengan makanan yang disediakan pesantren. Hubungan antara Karakteristik Keluraga dengan Preferensi Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, didapatkan hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan korelasi koefisien negatif antara pekerjaan ayah dengan parameter waktu makan dan kebersihan alat pada preferensi penyelenggaraan makanan. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pekerjaan ibu dengan parameter penyajian dan waktu makan pada preferensi penyelenggaraan makanan. Uji korelasi antara pendidikan ayah dan ibu dengan preferensi penyelenggaraan makanan memberikan hasil hubungan yang tidak signifikan (p≥0.05) antara keduanya. Begitu juga dengan hasil uji korelasi antara pendapatan keluarga dengan preferensi terhadap penyelenggaraan makanan yang menunjukan hubungan yang tidak signifikan antara kedua variable tersebut. Hubungan antara Karakteristik Individu dan Preferensi Siswa terhadap Penyelenggaraan Makanan dengan Tingkat Kecukupan Gizi Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman antara karakteristik individu contoh dengan frekuensi konsumsi, didapatkan hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan koefisien korelasi negatif antara usia contoh dengan frekuensi konsumsi pangan hewani, buah, dan jajanan. Sedangkan hasil uji korelasi antara uang saku contoh dengan frekuensi konsumsi pangan menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p≥0.05) antara kedua variabel tersebut. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara usia contoh dengan tingkat kecukupan energi dan protein. Tidak didapatkan hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara uang saku contoh dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Semakin bertambahnya usia seseorang juga akan menuntut pemenuhan gizi yang berbeda yang berarti kebutuhan akan kecukupan energi dan zat gizi pun ikut bertambah (Amaliyah dan Handayani 2011). Penelitian Maharani (2006) menyatakan bahwa besaran uang saku akan memberikan perbedaan yang signifikan untuk konsumsi makanan. Sehingga dimungkinkan dapat meningkatkan frekuensi konsumsi suatu pangan dan juga kecukupan energi dan zat gizi tertentu. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara uang saku contoh dengan kecukupan energi dan zat gizi pada penelitian ini bisa disebabakan karena penggunaan uang saku contoh yang tidak hanya dialokasikan untuk pembelian makanan saja, melainkan ditabungkan atau untuk pembelian selain makanan.
Hubungan antara Tingkat Kecukupan Gizi dengan Status Gizi Berdasarkan hasil uji korelasi Chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi dengan p=0.170. Begitu pula yang terjadi pada hasil uji korelasi Chi-sqare antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi contoh dimana didapatkan nilai signifikansi p=0.456. Sehingga dapat dikatakan tidak terdapat
24
hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi contoh. Hal ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian Amelia et al (2013) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara status gizi dengan tingkat kecukupan energi dan protein pada santri di Pondok Pesantren Hidayatullah Makasar. Hal ini mungkin terjadi karena perbedaan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan. Karena selain konsumsi, terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang seperti genetik, aktivitas fisik, status kesehatan dan lain-lain. Riyadi (2001) menyebutkan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi makanan dan status kesehatan. Prista et al. (2003) mengemukakan bahwa di negara berkembang, status kesehatan dan kesejahteraan juga diukur untuk melihat kapasitas seseorang dalam melakukan pekerjaan dan melawan penyakit. Namun, pengaruh status gizi sebagai indikator kesehatan dan penyakit belum dapat diketahui. Berdasarkan hasil uji korelasi Chi-sqare antara tingkat kecukupan kalsium denga status gizi didapatkan nilai signifikansi p=0.930 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara tingkat kecukupan kalsium dengan status gizi. Hasil uji korelasi Chi-sqare antara tingkat kecukupan fosfor dengan status gizi contoh juga menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara keduanya dengan nilai signifikansi p=0.795. Namun, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat kecukupan zat besi dengan status gizi contoh. Hasil uji korelasi Chi-sqare antara tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C dengan status gizi menunjukkan bahwa tidak terdapat hunbungan yang signifikan (p≥0.05) antara kedua variabel dengan masing-masing nilai signifiakansi yaitu p=0.463 dan p=0.930. Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan pada uji korelasi Chi-sqare antara tingkat kecukupan vitamin B1 dengan status gizi contoh. Tedapat hubungan yang signifikan (p=0.05) antara keduanya dengan nilai signifikansi p=0.028. Penelitian Rosmalina dan Enrawati (2010) mengenai hubungan status zat gizi mikro dengan status gizi pada anak remaja di wilayah Kabupaten Bogor menujukkan hasil hubungan yang tidak signifkan (p≥0.05) antara keduanya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penyelenggaraan makanan yang dilakukan di Pondok Pesantren Al-Ishlah menggunakan pola one-site meal preparation-local food. Seluruh tahapan penyelenggaraan makanan dilakukan di dalam lingkungan pesantren. Pesantren memiliki dapur khusus untuk menyediakan makanan bagi santri yang berada di dalam wilayah pesantren. Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi dari penyelenggaraan makanan pesantren berturut-turut sebagai berikut 1797 kkal
25
(energi), 38.4 g (protein), 227.9 mg (kalsium), 418.2 mg (fosfor), 13.6 mg (zat besi), 248.8 RE (vitamin A), 1.1 mg (vitamin B1), dan 19.8 mg (vitamin C). Tingkat ketersediaan energi dan protein berdasarkan AKG masih tergolong defisit berat. Kalsium, fosfor, vitamin A dan vitamin C masuk dalam kategori defisit. Sedangkan untuk zat besi dan vitamin B1 masuk dalam kategori cukup. Usia contoh berada pada kisaran 16 sampai 18 tahun dengan rata-rata uang saku sebesar 43 388.16 ± 19 848.19 rupiah per minggu. Sebagian besar ayah contoh memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta, petani, dan lainnya. Sebagian besar ibu contoh memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, petani, dan pedagang. Sebagian besar pendidikan ayah contoh adalah SLTA/sederajat, SD/sederajat, dan sarjana. Sebagian besar pendidikan ibu contoh adalah SLTA/sederajat, SD/sederajat dan STLP/sederajat dengan persentase yang sama. Rata-rata pendapatan keluarga adalah 2 295 395 ± 2 164 689 rupiah per bulan. Rata-rata tingkat kesukaan contoh terhadap penyelenggaraan makanan berada pada kategori agak suka. Secara umum pola konsumsi pangan contoh mengikuti pola konsumsi yang ada di pondok pesantren baik dari jumlah, jenis dan frekuensi konsumsi pangan. Sebagian besar tingkat kecukupan energi contoh berada dalam ketegori defisit (69.74%). Sebanyak 69.74% contoh memiliki tingkat kecukupan protein yang terkategori defisit. Sebagian besar contoh memiliki kategori tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C defisit. Pada tingkat kecukupan vitamin B1, sebagian besar contoh masuk dalam kategori cukup. Sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan konsumsi kalsium dan fosfor yang defisit. Namun masuk pada kategori cukup pada tingkat kecukupan zat bezi. Sebanyak 93.42% contoh berstatus gizi normal, 3.95% berstatus gizi gemuk dan 2.63% berstatus gizi obesitas. Hasil uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara karakteristik individu dengan preferensi contoh terhadap penyelenggaraan makanan . Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pekerjaan orang tua dengan beberapa parameter preferensi terhadap penyelenggaraan makanan. Namun tidak ada hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara pendidikan orang tua dan pendapatan keluarga dengan preferensi contoh terhadap penyelenggaraan makanan. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara usia contoh dengan pola konsumsi pangan dan gizi, namun tidak pada uang saku contoh. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara preferensi contoh terhadap penyelenggaraan makanan dengan tingkat kecukupan gizi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi kecuali pada tingkat kecukupan vitamin B1 dan zat besi dengan status gizi.
Saran Saran yang dapat diberikan peneliti untuk penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Al-Ishlah yaitu perlu dilakukannya peningkatan kualitas dari penyelenggaraan makanan baik dari segi fasilitas, sarana fisik, hygiene dan sanitasi maupun dari kualitas menu yang disediakan yang mengacu pada pedoman gizi seimbang. Selain itu perlu diadakannya tenaga professional (ahli gizi) dalam penyelenggaraan makanan guna membantu dalam pemilihan menu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan angka keukupan gizi siswa dan biaya yang
26
disepakati oleh pihak pondok pesantren, pengelolah penyelenggaraan makanan dan orang tua siswa/santri. Perlu diadakannya pendidikan gizi bagi para siswa/santri agar nantinya dapat memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Pendidikan gizi juga perlu diberikan kepada para penjamah makanan dan juga pihak pengelolah penyelenggaraan makanan pesantren dalam upaya penyediaan makanan yang mendukung terpenuhinya kecukupan gizi yang tidak semuanya disediakan oleh pengelolah penyelenggaraan makanan pesantren.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Amaliyah H, Handayani SM. 2011. Analisis hubungan proporsi pengeluaran dan konsumsi pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga petani padi di Kabupaten Klaten. SEPA. 7 (2): 110-118. Amelia AR, Syam A, Fatimah S. 2013. Hubungan asupan energi dan zat gizi dengan status gizi santri putri Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makasar Sulawesi Selatan tahun 2013. Makasar (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanudin. Barasi ME. 2003. Human Nutrition a Health Perspective 2nd Edition. Boca Ratom (US): CRC Press Taylor dan Francis Group [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2009. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN. BPS. 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2000-2025. Jakarta (ID): Bappenas, UNFPA. Drewnowski A, Hann C. 1999. Food preferences and reported frequencies of food consumption as predictors of current diet in young women. American Society for Clinical Nutrition 70:28–36. Gibson. 2005. Principal of Nutritional Assessment. Oxford (UK): Oxford Universdan oity Perss. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia. Hardinsyah, Martianto. 1992. Gizi Terapan. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi IPB. Hardinsyah, Tambunan V. 2004. Angka kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Prosiding Widya karya Pangan dan Gizi LIPI Jakarta, 1719 Mei 2004. Jakarta (ID): Organisasi di Bidang Pangan dan Gizi. hlm 317- 330.
27
Harper LJ, Deaton BJ, Driske JA. 1984. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta (ID) : UI Press. [IDAI] Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Nutrisi Pada Remaja [Internet].[diunduh 2014 Feb 18]. Tersedia pada: http://idai.or.id/publicarticles/seputar-kesehatan-anak/nutrisi-pada-remaja.html. Kardes FR. 2002. Consumer Behavior and Managerial Decision Making (2nd Ed) Prentice-Hall Inc. New Delhi. Kementerian Kesehatan. 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Agama. 2012. Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur’an(TPQ) Tahun Pelajaran 2011-2012. Jakarta (ID): Dirjen Pendidikan IslamKemenag RI. Kementrian Agama. 2012. Buku Statistik Pendidikan Islam Tahun Pelajaran 2011/2012. Jakarta (ID): Dirjen Pendidikan Islam-Kemenag RI. Maharani D. 2006. Perbandingan pola konsumsi pada kalangan mahasiswa indekos di Kota Surakarta [Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Negeri Surakarta. Mukrie NA. 1990. Manajemen Makanan Institusi. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. Murray RK. 2003. Biokimia Harper. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Imu dan Seni. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Prista et al. 2003. Anthropometric Indicators of Nutritional Status: Implications for Fitness, Activity, and Health in School-Age Children and Adolescents from Maputo, Mozambique. American Journal Clinical Nutrition 2003; 77: 952- 9. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri [diktat]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, IPB. Rosmalina Y, Ernawati F. 2010. Hubungan status gizi mikro dengan status gizi pada anak remaja SLTP (The correlation of micronutrient and nutritional status among junior high school studet). PGM. 33(1): 14-22. Sanjur. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. New York (US): Prentice-Hall. Sediaoetama. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Sinaga T, Koesharto CM, Sulaeman A, Setiawan B. 2012. Kualitas sarapan menu sepinggan, daya terima, tingkat kesukaan, dan status gizi tingkat sekolah dasar. Teknologi dan Kejuruan. Vol. 35, No. 1, Februari 2012:93-102.
28
Suhardjo dkk. 1989. Pangan, Gizi dan Pertanian Edisi VI. Jakarta (ID): Press Universitas Indonesia. Sukandar D. 2008. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi, dan Sanotasi Nelayan di Jeneponto Sulawesi Selatan. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit Buku kedokteran EGC. [WHO] World Health Organization. 2007. BMI for Age (5-19 years) [Internet]. [diunduh 2013 Des 21]. Tersedia pada: http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/index.html.
29
LAMPIRAN
Lampiran 1 Fekuensi konsumsi menurut kelompok pangan Kelompok pangan Sumber karbohidrat Beras Roti Mie Jagung Ubi Singkong Kentang Talas
Rata rata frekuensi kons. per tahun
Persentase (%)
1080 109 73 34 60 30 30 1
76.3 7.7 5.2 2.4 4.2 2.1 2.1 0.1 100.0
Sumber protein hewani Ayam Hati ayam Bebek Daging sapi Daging kambing Ikan air tawar Telur ayam Ikan laut Ikan asin
57 6 3 4 22 180 151 32 26
11.9 1.2 0.6 0.8 4.6 37.4 31.4 6.7 5.5 100.0
Sumber protein nabati Tahu Tempe Kacang hijau Oncom Kacang tanah Kacang kedelai Susu kedelai
132 144 20 4 9 15 128
29.2 31.9 4.4 0.8 2.0 3.4 28.3 100.0
Sayuran Kangkung Bayam Kacang panjang Wortel Buncis Labu siam Oyong Sawi Kol Terong Daun singkong Tauge Brokoli Nangka muda
74 86 92 74 16 2 1 28 17 43 5 95 15 1
13.5 15.6 16.7 13.5 2.9 0.3 0.2 5.1 3.0 7.8 0.9 17.3 2.8 0.3 100.0
Buah-buahan Pisang Pepaya Jeruk manis
28 15 36
8.6 4.6 11.3
30
Lampiran 1 Frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan (Lanjutan) Kelompok pangan Buah-buahan Jambu biji Mangga Salak Duku Apel Anggur Pir Rambutan Belimbing Nangka Nanas Semangka Melon
Rata rata frekuensi kons. per tahun
Persentase (%)
7 17 22 6 21 9 6 18 13 6 9 70 38
2.3 5.2 6.9 1.9 6.6 2.9 1.8 5.6 4.2 2.0 2.8 21.7 11.7 100.0
Susu Susu kental manis Susu skim cair Susu bubuk Keju Susu sapi Susu kambing Susu kerbau
61 8 44 4 4 2 4
48.2 6.5 34.9 2.8 2.9 1.6 3.0 100.0
Jajanan Bakso Siomay Batagor Gorengan Aneka es (sirop) Permen (gulali) Cokelat Biskuit Wafer Kue Snack Minuman bersoda
68 8 6 465 260 90 24 57 51 24 353 25
4.8 0.5 0.4 32.5 18.2 6.3 1.7 4.0 3.6 1.7 24.7 1.7 100.0
31
Lampiran 2 Hasil korelasi karakteristik individu dengan preferensi terhadap penyelenggaraan makanan Correlation Usia contoh Rasa
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Porsi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Penyajian
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Keragaman Pangan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Variasi Menu
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Waktu Makan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Kebersihan Alat Dapur
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Uang Saku *
-.084
.285
.473
.013
76
76
-.052
-.043
.653
.712
76
76
-.039
.044
.739
.706
76
76
-.047 .685
.349
**
.002
76
76
-.155
.262
.180
.022
*
76
76
-.109
.098
.350
.400
76
76
-.051
.220
.661
.056
76
76
32
Lampiran 3 Hasil korelasi karakteristik keluarga dengan preferensi terhadap penyelenggaraan makanan Correlation Pendidikan ayah Rasa
-.117
-.030
.144
Sig. (2-tailed)
.627
.899
.314
.795
.214
76
76
76
76
76
Correlation Coefficient
.171
.081
-.101
.107
.048
Sig. (2-tailed)
.140
.485
.384
.356
.678
76
76
76
76
76
Correlation Coefficient
.119
.071
-.019
.249
*
.129
Sig. (2-tailed)
.304
.543
.871
.030
.268
76
76
76
76
76
Correlation Coefficient
.085
-.073
-.173
.080
.076
Sig. (2-tailed)
.467
.533
.135
.491
.517
76
76
76
76
76
.105
.022
-.224
.034
.022
.367
.851
.052
.771
.850
76
76
76
76
76
-.167
-.148
*
.009
.150
.203
.005
.048
.937
76
76
76
76
76
*
.151
-.176
N Variasi Menu Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Waktu Makan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Kebersihan Alat Dapur
Pendapatan keluarga
.015
N Keragaman Pangan
Pekarjaan Ibu
.057
N Penyajian
Pekerjaan ayah
Correlation Coefficient N
Porsi
Pendidikan ibu
-.319
**
.228
Correlation Coefficient
.004
.200
-.270
Sig. (2-tailed)
.976
.083
.019
.192
.128
76
76
76
76
76
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
33
Lampiran 4 Hasil korelasi karakteristik individu dengan frekuensi konsumsi pangan Correlation Protei hewani
Karbohidrat Usia contoh
Sayuran
Buah
Correlation Coefficient
.
-.229
*
.027
-.126
Sig. (2-tailed)
.
.047
.818
76
76
.
N Uang Saku
Protein nabati
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Susu **
-.193
.278
.000
.095
76
76
76
76
-.104
-.076
-.142
.129
.232
.
.372
.512
.221
.268
.043
76
76
76
76
76
76
-.458
*
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 5 Hasil korelasi karakteristik individu dengan tingkat kecukupan gizi Correlation Energi Usia contoh
Correlation Coefficient
Phospor
Zat besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
-.062
-.051 -.178
-.024
-.173
-.062
.017
.012
.595
.659 .123
.838
.135
.595
76
76
76
76
76
76
76
Correlation Coefficient
.067
.187
.023
.059 .025
.064
-.024
.023
Sig. (2-tailed)
.567
.105
.841
.614 .832
.582
.837
.841
76
76
76
76
76
76
N
N
-.273
*
Kalsium *
Sig. (2-tailed) Uang Saku
Protein -.286
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
76
76
76
34
Lampiran 6 Hasil korelasi preferensi terhadap penyelenggaraan makanan dengan tingkat kecukupan gizi Correlation Energi Protein Kalsium Phospor Rasa
Correlation Coefficient
.079
.185
-.093
-.011 -.106
.045
.169
.029
Sig. (2tailed)
.498
.110
.423
.924 .364
.697
.145
.804
76
76
76
76
76
76
76
Correlation Coefficient
.158
.132
.139
-.053 -.197
.172
.036
.016
Sig. (2tailed)
.172
.257
.231
.652 .088
.138
.755
.890
76
76
76
76
76
76
76
Correlation Coefficient
.057
.140
-.019
.032 -.098
-.029
.026
.143
Sig. (2tailed)
.625
.229
.869
.785 .398
.805
.821
.217
76
76
76
76
76
76
76
Correlation Coefficient
.050
.052
.117
.007 -.089
-.034
-.089
.117
Sig. (2tailed)
.666
.656
.314
.950 .447
.771
.442
.314
76
76
76
76
76
76
76
.034
.101
.072
.031 -.080
.002
.041
-.030
.768
.386
.534
.790 .491
.984
.723
.796
76
76
76
76
76
76
76
Correlation Coefficient
.113
.056
.052
.067 .062
-.005
-.111
-.012
Sig. (2tailed)
.332
.632
.656
.568 .594
.967
.340
.915
76
76
76
76
76
76
76
-.090
-.050
.000
.122 -.222
-.227
*
.037
.012
.440
.669
1.000
.292 .054
.048
.750
.919
76
76
76
76
76
76
N Porsi
N Penyajian
N Keragaman Pangan
N Variasi Menu Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N Waktu Makan
N Kebersihan Alat Dapur
Zat Vitamin Vitamin Vitamin besi A B1 C
Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
76
76
76
76
76
76
76
76
35
Lampiran 7 Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi (IMT/U) Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
11.596 12.313 6.049
Asymp. Sig. (2-sided) 8 8 1
.170 .138 .014
76
a. 11 cells (73.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .05.
Lampiran 8 Hasil korelasi tingkat kecukupan protein dengan status gizi (IMT/U) Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
7.769 9.485 4.690
Asymp. Sig. (2-sided) 8 8 1
.456 .303 .030
76
a. 11 cells (73.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .11.
Lampiran 9 Hasil korelasi tingkat kecukupan kalsium dengan status gizi (IMT/U) Chi-Square Tests Value
df a
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.145 .276 .126
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
.930 .871 .722
76
a. 5 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .05.
Lampiran 10 Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Fosfor dengan Status Gizi (IMT/U) Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
.459 .852 .400
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
76
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .16.
.795 .653 .527
36
Lampiran 11 Hasil korelasi tingkat kecukupan zat besi dengan status gizi (IMT/U) Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
12.445 6.731 2.093
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
.002 .035 .148
76
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .18.
Lampiran 12 Hasil korelasi tingkat kecukupan vitamin A dengan status gizi (IMT/U) Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Df a
1.542 2.632 1.345
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
.463 .268 .246
76
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .45.
Lampiran 13 Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Vitamin B dengan Status Gizi (IMT/U) Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
7.154 3.232 1.316
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
.028 .199 .251
76
a. 5 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08.
Lampiran 14 Hasil korelasi tingkat kecukupan vitamin C dengan status gizi (IMT/U) Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
.145 .276 .126
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
76
a. 5 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .05.
.930 .871 .722
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 10 Juni 1992 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Umar Fahruddin dan Ibu Rahmawati. Penulis memulai awal pendidikannya di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 3 Pangkahwetan tahun 1995-1998, kemudian melanjutkan sekolah dasar di MI Muhammadiyah 1 Ujungpangkah tahun 1998-2004. Tahun 2004-2007 penulis menempuh pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Negeri 1 Ujungpangkah. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di MA Al-Ishlah Paciran Lamongan tahun 2007-2010. Setalah lulus dari MA AlIshlah, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) malui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kementerian Agama Republik Indonesia yang diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam beberapa organisasi baik internal maupaun eksternal kampus yaitu sebagai Wakil Ketua Forum Mahasiswa Lamongan (FORMALA) IPB tahun 2011/2012, Staf Bidang Sosial Lingkungan Community of Santri Sholar of Ministry of Religious Affair (CSS MoRA) IPB 2011-2013, Staf Divisi Informasi dan Komunikasi LS Ecoagrifarma FEMA IPB tahun 2011/2012, Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) IPB tahun 2011/2012, Ketua HIMAGIZI IPB tahun 2012/2013, dan Representatif Univ wilayah 1 Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Gizi Indonesia (ILMAGI) tahun 2012/2013. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Pangan dan Gizi, Departemen Gizi Masyarakat 2013/2014. Pada Bulan Juni-Juli 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Ujungjaya, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Pada Bulan Februari 2014 penulis mengikuti Internship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Tangerang.