PENGARUH STIMULASI GIZI DAN KESEHATAN TERHADAP STATUS GIZI DAN KESEHATAN PESERTA KELOMPOK BERMAIN DI KOTA BOGOR
GENTA SARI LUWINA
PROGRAM STUD1 S1 GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN GENTA SARI LUWINA. Pengaruh Stimulasi Gizi dan Kesehatan terhadap Status Gizi dan Kesehatan Peserta Kelompok Bermain di Kota Bogor. (Di bawah bimbingan CESILIA MET1 DWIRIANI). Penelitian ini secara umum bertujuan mempelajari pengaruh stimulasi gizi dan kesehatan terhadap status gizi dan kesehatan peserta kelompok bermain (KB). Tujuan khusus penelitian ini yaitu 1) mempelajari karakteristik keluarga peserta KB menengah atas dan menengah bawah, 2) mempelajari lingkungan sekolah peserta KB menengah atas dan KB menengah bawah, dan 3) ~nempelajaribentuk stimulasi gizi dan kesehatan di sekolah yang diberikan kepada peserta KB menengah atas dan KB menengah bawah serta pengaruhnya terhadap status gizi dan kesehatan peserta KB. Penelitian ini menggunakan desain cohort study dan dilakukan di 11 KB di Kota Bogor. Pemilihan KB dilakukan secara purpossive dengan membagi dua kelompok KB yaitu kelompok KB menengah atas @I3 I) dan KB menengah bawah (KB 11). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2005 dengan melakukan pengambilan data sebanyak dua tahap. Pengambilan data kedua dilakukan pada tiga bulan setelah pengambilan data pertama. Contoh dalam penelitian ini adalah peserta KB di Kota Bogor usia 2-4 tahun yang berasal dari keluarga lengkap dan bersedia berpartisipasi. Juinlah contoh awal adalah 91 anak, namun berkurang (drop out) sehingga jurnlah keseluruhan contoh adalah 89 anak. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik keluarga (tipe dan besar keluarga; usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua; pendapatan dan peilgeluaran keluarga), karakteristik co~ltoh(jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, konsumsi pangan), status gizi, status kesehatan anak, lingkungan sekolah, serta stimulasi gizi dan kesehatan. Sedangkan data sekunder yaitu data-data yang me~luiljangberkaitan dengan KB. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan ibu dan guru, serta pengamatan terhadap contoh menggunakan alat bantu checklist dan kuesioner. Data sekunder dikuinpulkan dari KB dan Dinas Pendidikan. Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scorring, entrying, cleaning, serta analyzing dengan ~nenggunakanprogram Microsoft Excel 2003 dan SPSS 11.5for Windows. Data karakteristik keluarga, anak, lingkungan sekolah, serta stimulasi gizi dan kesehatan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan rata-rata dan tabulasi silang, serta analisis inferensia statistika. Uji beda dilakukan untuk inelihat adanya perbedaan variabel bebas antara KB I dan KB 11, meliputi uji t-student yang digunakan untuk variabel dengan skala data minimal interval, serta uji Mann-Whitney yang digunakan untuk variabel dengan skala data ordinal. Analisis korelasi Rank-Spearman dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel yang diteliti, kemudian unttlk melihat pengaruh stimulasi gizi dan kesehatan KB terhadap status gizi dan kesehatan anak dilakukan uji regresi linear. Sebagian besar contoh KB I merupakan keluarga kecil dan contoh KB I1 merupakan keluarga sedang namun memiliki tipe yang sama, yaitu keluarga inti. Ayah contoh umunmya berusia usia 30-39 tahun dan ibu 30-39 tahun (KB I) dan
20-29 tahun (KB 11). Tingkat pendidikan ayah dan ibu sebagian besar contoh KB I adalah perguntan tinggi, sedangkan pada KB I1 adalah SMA dan SMF'. Jenis pekerjaan ayah kedua kelompok contoh umumnya pegawai swasta dan pekerjaan ibu adalah ibu nunah tangga. Rata-rata pendapatan per kapita keluarga contoh KB I adalah Rp 1625434 sedangkan pada contoh KB I1 adalah Rp 494796. Alokasi pengeluaran keluarga contoh KB I paling besar diberikan pada produk nonpangan, berbeda dengan contoh KB 11. Alokasi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan pada contoh KB I lebih besar dibandingkan pada KB 11. Jenis kelanlin sebagian besar contoh adalah perempuan dan bemsia 37-48 bulan. Umumnya contoh merupakan anak bungsu dan tunggal. Tingkat konsumsi zat gizi contoh KB I relatif lebih baik dibandingkan dengan contoh KB 11. Berdasarkan ketiga indeks antropometri, sebagian besar contoh memiliki status gizi baik, hanya 2.4 persen contoh KB I dan 10.6 persen contoh KB I1 yang berstatus gizi kurang (underweight). Secara umum status kesehatan kedua kelompok contoh lebih baik dibandingkan status kesehatan sebelumnya (frekuensi dan lama sakit I). Jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh contoh adalah penyakit panas yang disertai batuk dan pilek, batuk pilek, dan pilek. Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata besar keluarga, usia dan tingkat pendidikan orang tua, pendapatan d m pengeluaran keluarga, usia contoh, tingkat konsumsi lemak, karbohidrat, fosfor, besi, vitamin A, vitaminh C, dan seng, z-skor I dan I1 contoh, serta frekuensi dan lama sakit I1 antara peserta KB I dan KB 11. Lingkungan sekolah meliputi program pembelajaran, metode pengajaran, .-- ,-. dan sarana belqar. KB I m e m ~ l ~ k ~ p r o g r a m e l a j a rmetode a n , pengajaran dan sarana belajar dengan kualitas tinggi. Sedangkan KB I1 memiliki kualitas rendahsedang. Stimulasi gizi dan kesehatan yang diberikan KB I terhadap peserta didik tersebar rata dalam kategori sedang dan tinggi, namun seluruh KB I1 termasuk ke dalam kategori rendah. Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata kualitas sarana belajar serta stimulasi gizi dan kesehatan antara KB I dan KB 11. Hasil uji korelasi menyatakan bahwa lingkungan sekolah serta stimulasi gizi dan kesehatan memiliki hubungan positif dengan status gizi contoh dan hubungan negatif status kesehatan anak (frekuensi dan lama sakit). Hasil uji regresi linear menyatakan bahwa stimulasi gizi dan kesehatan memiliki pengarull positif nyata terhadap status gizi dan sarana belajar memiliki pengaruh negatif nyata terhadap status kesehatan contoh. Hal ini menunjukkan bahwa sarana belajar serta stimulasi gizi dan kesehatan merupakan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap status gizi dan kesehatan anak. Stimulasi gizi dan kesehatan di sekolah, dalam ha1 ini pada KB, sangat menunjang pengetahurn1 dan perilaku gizi dan kesehatan anak. Namun karena waktu anak lebih banyak dihabiskan di rumah dibandingkan dengan di sekolah (24 jam per hari) maka peran keluarga sangat penting dalam proses tumbuh kembang anak tersebut. Oleh karena itu sebaiknya stimulasi gizi dan kesehatan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan sekitarnya demi tercapainya status gizi dan kesehatan anak yang optimum.
PENGARUH STIMULASI GIZI DAN KESEHATAN TERHADAP STATUS GIZI DAN KESEHATAN PESERTA KELOMPOK BERMAIN DI KOTA BOGOR
Oleh: GENTA SARI LUWINA A54102027
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUD1 S1 GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Nama NRP
: PENGARUH STIMULASI GIZI DAN
KESEHATAN TERHADAP STATUS GIZI DAN KESEHATAN PESERTA KELOMPOK BERMAIN DI KOTA BOGOR : Genta Sari Luwina : A54102027
Disetujui Pembimbing
Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc. NIP. 132 008 554
NIP. 130422 698
Tanggal ~ u l u :s
22 MAY
2006
PRAKATA Alhamdulillahirabbil'alanin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan kekuatan, rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun penulisan skripsi berjudul "Pengaruh Stimulasi Gizi dan Kesehatan terhadap Status Gizi dan Kesehatan Peserta Kelompok Bermain di Kota Bogor" dilakukan sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dengan kerendahan hati Peilulis mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi, yaitu kepada:
1. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc. selaku dosen pembimbing atas waktu, pikiran, dan tenaga inembimbing sejak pembuatan proposal hingga akhir penulisan skripsi 2. Ir. Melly Latifah, M.Sc. selaku dosen penguji skripsi 3. Ir. Eddy S. Mudjajanto selaku dosen pemandu seminar
4. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS. Selaku dosen peinbimbing akademik selama
berada di bangku GMSK
5. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. atas bantuan dan semangat yang selalu lnengiringi perjuangan saat kuliah dan penelitian 6 . Dr. Ir. Siti Madanijah, MS. atas perhatian, kasih sayang, dan doa yang senantiasa dicurahkan
7. Mamah, Mba, Agni, Ibu, dan Papah serta keluarga besar Salemba Bluntas
untuk segalanya 8. Rekan-rekan penelitian (Iip, Denti, Dia, dan Wendy) serta mba Wiwid, ka'Andri dan 'teh Ai yang sabar dan baik hati.
9. Bayu Darussalam 10. Einaak, Andjun, Anie, Ninot, Mamieh, Rian, Hilda, Nita, Biwi, Muna, Wara, Arfah, Dikfa, Aries, Alam, Juki, Surya, Billy dan seluruh Gamasakers 39 yang selalu kompak-sent-brutal atas semua kenangan indah yang dilukis bersama 11. Puri 9 tercinta: Adjeng, Wulan, Nia, Tia, Liza, Indri, Esi, Mey, Suci, Dina,
Dyu, Ijul, Tami, dan Rani atas siang dan malam yang amat menyenangkan
12. Rekan-rekan seperjuangan di HIMAGITA, BKG, dan BINDES atas
pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga
13. Teinan-te~nanKKP dan keluarga di Desa Kabandungan, Sukabuni untuk doa restunya 14. Sahabat-sahabatku tersayang: Esty, Monikka, Ajeng, Nunu, Chen-chen, Agtmg, Arief, Andri, Teo, Amanda, Ka Sunny, atas pemahaman arti seorang sahabat untuk masa lalu, kini, dan akan datang tent~mya(teman selalu yah..) 15. Seluruf pengajar dan staf GMSK serta teman-teman Ganlasakers angkatan
40 dan 41
serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Seinoga kebaikan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis ineilyadari bahwa segala sesuatu tidaklah luput dari kesalahan. Penulis memohon inaaf bila terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini serta mengharapkan kritik dan saran untuk dapat memperbaikinya. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Penulis Genta Sari L.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Mei 1984. Penulis merupakan puteri kedua dari tiga bersaudara keluarga Bapak Ir. H. S. Gunawan, M.Sc. dan Ibu Hj. Zulia. Pendidikan Taman Kanak-kanak ditempuh dari tahun 1988 hingga tahun 1990 di TK YP IKIP (Lab School) Jakarta. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1990-1996 di SD Negeri Percobaan IKIP (Lab School) Jakarta. Penulis melanjutkan sekolah di SLTP IKIP Lab School Jakarta lfingga tah~tn1999, dal kemudian serta lulus di SMU Negeri 21 Jakarta pada tallun 2002. Penulis diterima sebagai lnahasiswa di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi di kampus, seperti sebagai wakil bendahara Himpunan Peminat Ilmu Gizi PertaniadHIMAGITA IPB (20032004), staf Departemen Pengembangan Organisasi dan Sumberdaya Manusia Badan Konsultasi Gizi/BKG (2003-2004,2004-2005), staf Divisi Litbangrus Bina DesaJBINDES (2004-2005), bendahara BKG (2005-2006), serta aktif dalam berbagai kepanitiaan, baik yang diselenggarakan oleh HIMAGITA maupun BEM Fakultas Pertanian.
DAFTAR IS1 Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
x
..
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi1 PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................... Tujuan ........................................................................................................ Kegunaan Penelitian ..................................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA . . Karakteristik Keluarga ............................................................................... 4 Karakteristik Anak Usia Prasekolah ......................................................... 6 Lingkungan Sekolah/Kelompok Bermain (KB) ........................................ 7 Stimulasi Gizi dan Kesehatan .................................................................. 14 .. Status Gizi Anak ........................................................................................17 Status Kesehatan Anak ............................................................................... 19 KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................... 21 METODE PENELITIAN Desain Tempat dan Waktu .........................................................................23 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ........................................................... 23 Jenis dan Cara Pe~lguinpulanData ............................................................ 24 Pengolahan dan Analisis Data .................................................................... 26 Defiilisi Operasional .................................................................................. 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keluarga............................................................................... Karakteristik Anak ..................................................................................... Lingkungan SekolahKelompok Berrmain (KB) ....................................... Stimulasi Gizi dail Kesehatan .................................................................... .. Status Gizi Contoh..................................................................................... Status Kesehatan Anak .............................................................................. Hubungan Antar Variabel .......................................................................... Pengamh Lingkungan Sekolah dan Stimulasi Gizi terhadap Status Gizi dan Kesehatan Anak ..........................................................
32 36 42 47 51 57 60 67
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimnpulan ................................................................................................ 71 Saran .......................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 74 LAMPIRAN ........................................................................................................ 77
DAFTAR TABEL
1
Kecukupan gizi bagi anak balita per orang per hari ........................................ 8
2
Jumlah peserta KB yang bersedia menjadi contoh penelitan ........................ 23
3
Interpretasi z-skor menurut indeks pengukuran antropometri ...................... 26
4
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga...................................... 32
5
Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita keluarga contoh............35
6
Alokasi pengeluaran keluarga contoh ........................................................... 36
............................ 37 8 Rata-rata konsumsi zat gizi contoh berdasarkan kelompok bermain ...........39 Rata-rata tingkat konsumsi contoh (YO) berdasarkan kelompok bermain .....39 9 10 Contoh menu penyelenggaraan makan di sekolah (KB) ............................... 40 11 Konsumsi di sekolah dan kontribusi terhadap tingkat konsumsi contoh ......41
7
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak (contoh)
12
Persen skor rata-rata penerapan program pe~nbelajaran berdasarkan kelompok bermain ................................................................. 42
13
Sebaran kelonlpok bermain berdasarkan kualitas program pembelajaran ................................................................................................. 43
14
Persentase kelompok bernlain jenis yang menerapkan metode pengajaran .44 Sebaran kelompok bennain berdasarkan kualitas metode pengajaran ..........45 Persentase kelompok bermain yang memiliki sarana bermain .....................46 Sebaran kelompok bermain berdasarkan kualitas sarana belajar ..................47 Persentase kelompok bermain yang memberikan stimulasi gizi .................. 48 Sebaran kelompok bermain berdasarkan kualitas stimulasi gizi .................. 50
............................................... 55 Sebaran contoh menurut status gizi I1 contoh .............................................. 56 Sebaran contoh menurut jenis penyakit yang pernah diderita contoh ..........57 Sebaran contoh menurut frekuensi dan lama sakit I contoh ......................... 58 24 Sebaran contoh menurut frekuensi dan lanla sakit I1 contoh ........................ 59 25 Hubungan lingkungan sekolah dengan stimulasi gizi di KB ........................ 61 Sebaran contoh menurut status gizi I contoh
26
Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi (2-skor) contoh ...........61
27
Faktor-faktor yang berhubungan dengan status kesehatan contoh ...............64
28
Hasil uji regresi faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi contoh (z-skor BBIU) ...............................................................................................
68
29
Hasil uji regresi faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi sakit contoh..69
30
Hasil uji regresi faktor-faktor yang mempengaruhi lama sakit contoh .........69
DAFTAR GAMBAR Halaman Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi dan kesehatan anak peserta KB .............. ......................... .....................................................22 Perkembangan status gizi contoh berdasarkan indeks BBKJ ........................5 1 Perkembangan status gizi contoh berdasarkan indeks TBKJ ........................ 53 Perkembangan status gizi contoh berdasarkan indeks BBITB ...................... 54 Perkembangan status kesehatan contoh ........................................................ 60 Hubungan antara kualitas program pembelajaran dengan status gizi contoh ............................................................................................................ 62 Hubungan antara kualitas metode penyampaian dengan status gizi contoh ............................................................................................................63 Hubungan antara kualitas sarana belajar dengan status gizi contoh ............63 Hubungan antara kualitas stimulasi gizi dan kesehatan dengan status .. g ~ z icontoh .................................................................................................... 64 Hubungan antara k~~alitas program pembelajaran dengan status kesehatan contoh .......................................................................................... 65 Hubuilgan antara kualitas metode penyampaian dengan status kesehatan contoh .................... ........... ................ ............. ...............................66 Hubungan antara kualitas sarana belajar dengan status kesehatan contoh ...66 Hubungan antara kualitas stimulasi gizi dan kesehatan dengan status kesehatan contoh .............................................. ..................... .............. 67
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rata-rata konsumsi bahan pangan berdasarkan kelompok bermain ............... 77 2
Hasil uji beda Mann Whitney-U ..................................................................... 78
3
Statistik deskriptif variable yang diteliti .......................................................... 79
4 Hasil uji korelasi Rank-Spearman................................................................... 81
Latar Belakang
Dewasa ini jumlah wanita yang bekerja di ruang publik semakin meningkat. Hal ini tidak dapat dihindari mengingat tingkat pendidikan wanita keluarga yang jumlahnya tidak terbatas. yang semakin tinggi serta keb~~hthan Bekerja di luar rumah inerupakan pilihan yang sulit bagi ibu, karena hams mengatur waktu sebagai istri, ibu rumah tangga, serta pencari nafkah. Dampak yang dikhawatirkan akan timbul sebagai akibat dari keikutsertaan ibu bekerja di luar ntmah adalah keterlantaran anak, terutama pada usia balita. Hal tersebut selanjutnya dapat mempengaruhi masa depan kesehatan anak (Handayani 2003). Sementara itu bagi ibu bekerja, kesempatan untuk memberikan pengasuhan terbaik berkurang sehingga ibu harus meninggalkan anaknya dalam pengasuhan orang lain. Pengasuh yang dipilih biasanya adalah kakek-nenek, saudara, pembantu rumah tangga, baby sitter, taman penitipan anak (TPA), atau kelompok bermain (KB). Taman penitipan anak (TPA), kelompok berinain (KB), atau bentuk lain yang sederajat merupakan salah satu layanan pendidikan nonformal bagi anak usia dini khususnya usia 3 tahun (prasekolah) sampai memasuki pendidikan dasar (Direktorat PADU 2004). Pendirian KB bertujuan antara lain meinbantu orang tua inengasuh anaknya, inenghindarkan anak dari keinungkinan terlantar perhmbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosialnya secara wajar serta memberikan keseinpatan kepada anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik jasmani, rohani dan sosial sesuai dengan umumya.
Dalam
penyelenggaraannya, diharapkan layanan yang diberikan KB sesuai dengan kondisi masyarakat yang beraneka ragam budaya, etnis, geografis, dan lainnya. Pemilihan KB perlu diperhatikan lebih cermat agar sesuai dengan tujuan pendidikan anak usia dini. Beberapa syarat KB yang dapat menjadi pertimbangan adalah lingkungan yang kondusif bagi pertunlbuhan d m perkembangan anak, program pembelajaran, metode penyampaian, sarana belajar yang tersedia, perbandingan anak dan tenaga pengelola KB, jumld~anak dalam kelompok, tenaga pendidik KB yang terdidik dan terlatih, menu makanan yang baik, serta kebersihan KB. Hal ini dikarenakan KB sebagai salah satu sarana pendidikan anak
usia dini memegang peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkernbangan anak (Megawangi 2004). KB yang berkualitas selain hams memberikan pendidikan anak yang relevan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, juga hams memberikan rangsangan kepada anak untuk menunbulkan otak secara optimum. Stimulasi ini diselenggarakan melalui prinsip bermain dengan memaksimalkan penggunaan alat dan sarana pendidikan yang beiwawasan lingk~ingan, serta memberikan kenyamanan dan keamanan bagi an&. Pendidikan dan rangsangan atau stimulasi yang diberikan haruslah secara holistik dan inencakup segala aspek, termasuk pendidikan, gizi, dan kesehatan (Direktorat PADU 2002). Stimulasi gizi dan kesehatan merupakan ha1 yang sangat penting diberikan kepada anak karena anak sangat mudah menyerap berbagai informasi dari luar di usianya yang masih dini. Stimulasi gizi dan kesehatan dapat berbeda hasilnya pada anak, tergantung pada keadaan anak dan jenis KB itu sendiri. KB yang dikelola dengan baik diharapkan dapat memberikan stiinulasi gizi d m kesehatan yang baik pula, yaitu melalui makanan bergizi, permainan yang mengandung nilai pendidikan gizi, serta kebersilian ruang yang inemadai, sehingga akan memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan anak. Selain itu, program peinbelajaran pada KB hams disusun sedemikian rupa sehingga stiinulasi gizi dan kesehatan yang dilakukan dapat menjadi pembelajaran bagi anak untuk berperilaku hidup sehat. Keadaan
anak yang
sehat dapat menunjang pertumbuhan dan
perkembangan fisik, kecerdasan intelektual dan mental, serta sosial. Sehubungan dengan ha1 tersebut, maka penulis tertarik ultuk meneliti penerapan stimulasi gizi dan kesehatan pada peserta KB terhadap keadaan gizi dan kesehatan anak peserta
KB. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini yaitu ~nempelajaripengaruh stiinulasi gizi dan kesehatan terhadap status gizi dan kesehatan peserta keloinpok bermaiil (KB).
Tujuan Khusus
1. Mempelajari karakteristik keluarga (besar keluarga, tipe keluarga, usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan dan pengeluaran keluarga) serta karakteristik anak (usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, konsumsi pangan) peserta KB menengah atas dan KB menengah bawah.
2. Mempelajari lingkungan sekolah (program pembelajaran, metode penyampaian, dan sarana belajar) KB menengah atas dan KB menengah bawah.
3. Mempelajari bentuk stimulasi gizi dan kesehatan di sekolah yang diberikan kepada peserta KB menengall atas dan KB menengah bawah serta pengaruhnya terhadap status gizi dan kesehatan peserta KB.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi orang tua, masyarakat dan pihak pengelolalpenyelenggara kelompok bennain (KB) berupa informasi mengenai pemberian stimulasi gizi dan kesehatan kepada anak. Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Direktorat PADU, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Departemen Pendidikan Nasional
RI mengenai pentingnya meningkatkan kualitas lingkungan sekolah yang disertai pemberian stimulasi gizi dan kesehatan pada peserta KB dalam rangka meningkatkan status gizi dan kesehatan an& peserta KB.
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terikat oleh hubungan perkawinan dan hubungan darah, tinggal dalam satu i m a h dengan menjalankan fungsi dan peran tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang ssuna. Fungsi keluarga adalah bertanggung jawab dalam menjaga, menumbulikan, dan mengembangkan anggota-anggotanya. Dalam memenuhi kebutuhan untuk mampu bertahan, tumbuh, dan berkembang, perlu tersedia sandang, pangan, papan, dan kesehatan untuk pengembangan fisik dan sosial, serta kebutuhan akan pendidikan untuk pengeinbangan intelektual, sosial, mental, emosional, dan spiritual seseorang (Guhardja et al. 1992). Lebih lanjut Guhardja et al. (1992) mengungkapkan bahwa keluarga merupakan unit terkecil tempat individu dilal~irkan,tumbuh, berkembang, dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Keluarga meinpunyai posisi yang penting bagi pembentukan sunlberdaya manusia. Hal ini terkait karena tempat pertama manusia berinteraksi aka11 dimulai dari keluarga. Keadaan suatu keluarga sangat mencerminkan keadaan anggota keluarga yang tinggal di dalamnya. Besar Keluarga Ariotejo (2002) menyebutkan bahwa besar keluarga ditentukan oleh banyaknya jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap pengasuhan yang diberikan kepada anak. Semakin besar suatu keluarga maka semain sedikit perhatian yang diperoleh anak dari orang tua. Pada keluarga dengan keadaan ekonomi kurang, jtunlah anak yang banyak akan inengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi. Keluarga yang memiliki jumlah anak yang banyak atau terlalu besar dengan jar& yang relatif pendek dapat menyebabkan terlantarnya pendidikan anak terutanla balita, karena lima tah~tnpertama kehidupan anak merupakan waktu yang sangat menentukan perkembangan anak (Soetjiningsih 1995). Sedangkan Hurlock (1991) mengatakan adanya orang lain yang tiilggal bersama dalam satu rumah secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, misalnya adanya nenek atau kakek yang tinggal bersama dalan wakc yang lama
dapat menyebabkan tergantikannya peran orang tua dan mengambil alih pengasuhan serta pendisiplinan anak. Tingkat Pendidikan Orangtua Tingkat pendidikan orang tua mempunyai korelasi yang positif dengan cara mendidik dan mengasuh anak. Hal ini dibuktikan ole11 Alsa dan Bachroni (1984), diacu dala~nKartini (1997) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan lebih dapat memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan orang tua yang pendidikannya rendah. Tingkat pendidikan baik secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengan~hipola komunikasi antar anggota keluarga, karena pendidikan akan sangat i n e m p e n g d i cara, pola, dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman dan kepribadian yang nantinya merupakan bekal dalam berkoin~mikasi(Gunarsa & Gunarsa 1995). Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga meliputi penghasilan ditambah dengan hasil-hasil lain. Pendapatan keluarga mempunyai peran penting terutama dalam meningkatkan taraf hidup, yang lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan. Pendapatan keluarga akan mempengamhi 'aktivitas dalanl pemenuhan kebutuhan keluarga. Keadaan ekonomi suatu keluarga akan nmenentukan tingkat kesejahteraan suatu keluarga, seperti halnya tingkat kesehatan dan gizi yang akan menentukan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak (Sajogyo et al. 1978, diacu dalam Yuliana 2004). Alsa dan Bachroni (1984), diacu dalam Kartini (1997) mengemukakan bahwa keadaan ekonomi yang cukup menyebabkan orang h a dapat mencusahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anak, karena orang tua tidak disulitkan dengan perkara kebutuhan-kebutuhan primer manusia. Keadaan ekonomi cukup menyebabkan orang tua lebih punya wakt~tuntuk membimbing anak karena orang tua tidak lagi memikirkan tentang keadaan ekonomi yang kurang dalam arti bahwa tugas utama orang tua dalam memberi nafkah keluarga telah dilaksanakan dengan baik, sedangkan keluasga dengan tingkat ekonomi rendah umumnya kurang memberi perhatian terhadap perilaku anak, tidak ada penghargaan dalam pujian untuk perbuatan baik, serta kusangnya latihan dalam
penalaman ililai moral (Miller 1985, diacu dalain Yuliana 2004). Lain ha1 dengan hasil penelitian Kartikawati (2002), diacu dalam Khairunnisak (2004) yang menyebutkan bahwa situasi pendapatan keluarga tinggi belun menjamin pengasuhan yang baik bagi anggota keluarga. Karakteristik Anak Usia Prasekolah Usia prasekolah (3-5 tahull) merupakan masa krisis bagi seorang manusia, karena pada masa ini terjadi pengumpulan masalah. Masalah iili hams dita~ggulangi supaya pribadi tersebut dapat memasuki tahap perkembangan berikutnya. Bila pada masa ini masalah tidak ditanggulangi secara sempuma, maka perkembangan pribadi tidak akan inencapai tujuannya, yaitu pribadi yang dewasa dan masalah yang dihadapi pada usia prasekolah berkaitan dengal pembentukan dasar-dasar berpikir, membentuk kepribadian, berperilaku sosial dan kemampuan komunikasi yang akan terus mewarnai kehidupan seseorang (Gunarsa 1990).
Anak usia prasekolah menghabiskan sebagian besar waktullya untuk bermain, sehingga tahapan ini sering juga disebut sebagai usia bernlain. Para ahli juga sering menyebutnya sebagai usia berkelompok, yaitu inasa dimana anak-anak mulai mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kellidupan sosial yang lebih tinggi. Masa prasekolah juga sering dianggap orang tua sebagai usia sulit atau usia yalg mengandung masalah. Julukan ini diberikan karena pada usia prasekolah banyak terdapat masalah yang berkaitan dengan perilak~tanak yang hams dihadapi oleh orang tua, seperti bandel, keras kepala, marah tanpa alasan, dan sebagainya yang seniuanya tiinbul dari emosi yailg belun stabil (Hurlock 1991). Usia yailg tepat untuk masa prasekolah adalah inereka yang berusia 3 -6 tahun. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah atau kindergarten. Pendidikan prasekolah sangat dibutuhkan anak untuk mengeinbangkan kemampuamya dan memenuhi tuntutan tingkah laku periode usia prasekolah. Pendidikan prasekolah dapat berupa taman kanak-kanak untuk alak usia 4-6 tahun, taman penitipan anak, dan kelompok bermain untuk anak usia 3 tal~un (Direktorat PADU 2002).
Lingkungan SekolahlKelompok Bermain (KB) Kelonlpok Bermain (KB) adalah salah satu bentuk pendidikan bagi anak usia 3-6 tahun yang berfungsi untuk membantu ineletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang diperlukan bagi anak dini usia dalam menyesuaikan diri dengall lingk~mgannyauntuk pertumbuhan serta perkembangal selanjutnya, teimasuk siap memasuki pendidikan dasar (Diektorat PADU 2003). Sedangkan Depdiknas (2005) menyebutkan bahwa kelompok bennain (KB), taman penitipan anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat menyelenggarakan program pendidikm bagi anak berusia 2-4 tahun, yang merupakan salah satu pendidikan an& usia dini pada jalur pendidikan nonformal. Pendidikan anak usia dini yang selanjutnya disebut PAUD, adalah suatu upaya pembinaan ymg ditujukan kepada anak sejak lahir sampai berusia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasinani dan rohani agar an& memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Kelompok bermain berdasarkan Keputusan Menteri No. 018Nl1997 diacu dalan Tim PAUD Propinsi Jawa Barat (2004) merupakm salah satu bentuk usaha kesejahteraan anak dengall mengutamakan kegiatan bermain oleh karena itu pada kelompok bennain penekanannya pada kegiatan bermain yang terencana. Kegiatan bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius namun inengasyikan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaan terwujud dan permainan sebaiknya yang dipilih sendiri bukan karena hadiah atau pujian serta inerupakan alat utiuna yang menjadi latiha1 untuk peitumbuhaiulya (Semiawan 2002). Hasil yang diarapkan dari kegiatan penyelenggaraan KB antara lain :
1. Bagi anak: status gizi dan kesehatan meningkat, tumbuh kembang meningkat, inemperoleh bekal pengetahuan, ketranlpilan, dan sikap untuk meinasuki pendidikan dasar. 2. Bagi orangtua: kesadaran akan pentingnya pendidikan, gizi dan kesehatan bagi anak meningkat, pengetahuan, ketrainpilan, dan sikap orang tua dalam mengasuh, inerawat, dan mendidik anak meningkat.
3. Bagi pengelola: kemampuan mengelola KB lebih tertib, merencanakan program pembelajaran yang lebih baik, pelayanan gizi dan kesehatan lebih
baik dan teratur, membuat administrasi pendidikan lebih baik dan teratur, pengawasan
kegiatan
Kl3
lebih
baik,
serta
inengeinbangkan
progrdrintisan program KB (Direktorat PADU 2003). Kelompok bermain (KB) dibagi menjadi dua tipe berdasarkan ke~nampuan penyelenggaraaimya. Tipe pertama yaitu Kl3 sederhana, inerupakan KB yang inasih sederhana dan memiliki keterbatasan sarana dan prasarana, biaya, serta ketenagaannya. Sedangkan tipe kedua yaitu KB maju, adalah KB yang telah memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, tenaga pendidik yang ~nemiliki kualifikasi dan kompetensi tentang anak usia dini dan biaya penyelenggaraan yang cukup, serta biasanya dibantu oleh ahli psikologi anak. Kelompok bermain yang berk~ialitasharuslah memberikan pendidikan a ~ a kyang relevan dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan anak, meinberikan rangsangan kepada anak untuk menumbuhkan otak secara optimum, menyelenggararakan pendidikan melalui prinsip bermain dail secara holistik yang mencakup kesehatan, gizi dan pendidikan, meinberikan kenyamanan dan keamanan bagi anak, memaksiinalkan penggunaan alat dan sarana pendidikan yang berwawasan lingkungan (alat permainan ed~katif,buku-buku cerita anak), melibatkal
peran
serta
masyarakat
dalam
mendidik
an&,
serta
mengkoordinasikan pembinaan KB dengan instansi terkait. Untuk itu, penyelenggara dalam melaksanakan program kelompok bermain haruslah mengacu pada Pedoman Rintisan Program Kelompok Ber~nainyang telah disusun oleh Direktorat PADU (2003) agar sesuai dengan kondisi masyarakat dan sesuai pula dengan kaidah-kaidah peningkatan, pertumbuhan, dan perkembangan potensi anak. Komponen penyelenggaraan Pedoman Rintisan Program Kelompok Bermain terdiri atas peserta didik, teilaga pendidik, tipe keloinpok bermain, penyelenggara kegiatan belajar, sarana belajar, program pembelajaran, waktu pembelajaran, tempat belajar, dana belajar, evaluasi belajar, ragi belajar, serta kemampuan yang dihasilkan (Direktorat PADU 2003). Program Pembelajaran Program pembelajaran (kurikulum) pendidikan anak usia dini adalah seperangkat rencana inateri dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan anak yang bersangkutan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu pada jalur pendidikan formal dan jalur pendidikan nonformal (Depdiknas 2005). Progranl pembelajaran pada KB sebagai salah satu bentuk pendidikan nonformal merupakan seperangkat program pembelajaran yang dilaksanakan secara fleksibel dan disusun berdasarkan tahap usia perkembangan anak. Program
pembelajaran
dilaksanakan
secara
terpadu
dengan
memperhatikan kebutuhan dan kepentingan terbaik anak seita memperhatikan kecerdasan
anak
(Depdiknas
2005).
Lebih
lanjut
dijelaskan
bahwa
pengembangan program penlbelajaran didasarkan pada prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing peserta didik, sosial budaya, serta kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Pengembangan program pembelajaran harus mengintegrasikan kebutuhan peserta didik terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial, termasuk kesejal~teraannya. Pelaksanaan menu pembelajaran di KB didasarkan atas pendekatanpendekatan, yaitu berorientasi pada kebutuhan anak, belajar melalui berinain, kreatif dan inovatif, lingkungan yang kondusif, menggunakan pembelajaran terpadu (berdasarkan tema tertentu), mengembangkan keterampilan hidup, menggunakan berbagai media dan stunber belajar, pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan an&, dan stimulasi terpadu (Depdiknas 2002). Kegiatan belajar sebaiknya dilaksanakan selama 3-6 harilminggu dengan 2-3 jam per hari dengan wwaktu dikondisikan sesuai kebutuhan, idealnya adalah pagi hari. Kegiatan penunjang lain yang dapat diselenggarakan KB antara lain yaitu pemeliharaan kesehatan anak dan PIN, penyuluhan kepada orang tua, kegiatan rekreasi pendidikan anak @olisi sahabat
anak, kunjungan ke museum, dokter dan anak, kunjungan ke obyek-obyek bersejarah, kid adventure), program makanan tambahan bagi anak, pelayanan ketrampilan khusus bagi orang tua, penyediaan taman bermain, lomnba-loinba, maupun taman pendidikan A1 Qur'an (Direktorat PADU 2003). Program pembelajaran di KB meliputi peinbentukan perilaku yang diberikan melalui penlbiasaan yang diwujudkan dalam kegiatan sehari-hari
(Direktorat PADU 2002). Pembentukan perilaku diberikan melalui pembiasaan untuk menyiapkan anak sedini mungkin mengembangkan sikap yang didasari atas nilai-nilai moral yang baik yang dianut ole11 masyarakat setempat, sedangkan pembelajaran untuk mengembangkan daya cipta yang terdapat pada semua isi program kegiatan, bertujuan menjadikan anak kreatif, disiplin dan bermoral baik (Direktorat PADU 2002). Pembelajaran yang diberikan kepada anak-anak didik dalam KB menggunakan tema-tema tertentu untuk mengembangkan kemampuan an& yang diterapkan dalam perilaku sehari-hari. Tema diambil inulai dari dirinya sendiri mulai dari lingkungan yang terdekat sampai yang terjauh, seperti aku, keluargaku, sekolah, rumah, makanan, dan negaraku (Direktorat PADU 2002). Metode Penyampaian Metode merupakan cara yang dalam fungsinya inen~pakanalat untuk mencapai tujuan kegiatan. Metode penyampaian sangat terkait dengan program/materi yang akan disampaikan (Tim PAUD Propinsi Jawa Barat 2004). Pemilihan metode dalam program pembelajaran sangat lnenentukan keberhasilan program yang akan diberikan kepada anak didik. Metode penyampaian berfungsi
untuk menggerakan aktifitas dan kreativitas guru, orang tua, dan anak dalrun proses belajar mengajar, mengaktualisasikan potensi nlulti kemampuan pada tiap anak dengan kerjasama guru dan orang tua serta memberikan bahan pelajaran sesuai dengan irama dan kemampuan anak. Beberapa metode yang biasa digunakan adalah bermain, bercerita, bernyanyi, bercakap-cakap, bermain peran, darmawisata, peragaan, kerja kelompok, latiha~ipenugasan,metode proyek, dan sosiodrama (Direktorat PADU 2002). Metode utama dalam pendidikan an& dini usia adalah bermain, bercerita, dan bernyanyi.
Dalam beinlain terdapat bermacam bentuk kegiatan yang
memberikan kepuasan pada diri anak, kegembiraan, berkhayal mengembangkan imajinasinya, memilih yang disukainya, memecahkan masalah, bercakap-cakap, kerjasama, berperan dalam keloinpoknya, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan (Dinas Pendidikan Kota Bogor 2004). Bermain peran digolongkan termasuk dalam pengembangan kegiatan bermain yang disukai, sebab anak dini usia suka menirukan perbuatan orang yang berada disekitamya. Bermain dan bernyanyi dapat ineniinbulkan emosi positif atau rasa gembira dan
senang pada anak sedangkan bercerita dapat mengembangkan aspek pendidikan pada anak (Direktorat PADU 2002). Menurut
Dinas
Pendidikan
Kota
Bogor
(2004),
saling
mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara verbal atau dialog sebagai penvujudan bahasa dalam suatu situasi, membantu perkembangan sosial, enlosi dan kognitif terutama bahasa diwujudkan dalam bentuk metode bercakap-cakap dan juga dikembangkan dalam bentuk bercerita. Bercerita merupakan cara ultuk meneruskan warisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, media untuk menanarnkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Pendongeng yang baik akan menjadikan sesuatu menarik dan hidup. Dasmawisata merupakan metode yang melakukan kegiatan di luar ruangan agar anak dapat mendengar, melihat, merasakan dan mengalami langsung hal-ha1 yang terjadi di lingkullgan sekitar atau luar rumah. Memperoleh kesempatan mengobservasi, memperoleh informasi, mengkaji segala sesuatu secara langsung juga berarti membawa anak-anak ke objek-objek tertentu, pemberiau pengalaman belajar yang tidak mungkiil diperoleh di kelas (Dinas Pendidikan Kota Bogor 2004). Metode demonstrasi berarti menunjukkan, mengerjakan dan menjelaskan cara-cara mengerjakan sesuatu, sehingga anak mengenal langkah-langkah. Dengan
demonstrasi anak dapat mengkomunikasikan konsep,
gagasan,
memperlihatkan secara konkret apa yang dilakukan, dan membantu kemampuan menganlati. Sementara itu, metode yang digu~akanuntuk melatih anak agar dapat bersosialisasi dan bekerjasama dengan orang lain adalah metode kerja kelolnpok (Direktorat PADU 2002). Metode penugasm merupakan pekerjaan tertentu yang hams dikerjakan oleh anak sesuai petunjuk langsung dari guru, dapat diberikan secara kelolnpok atau perorangan. Latihan atau penugasan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memberikan keterampilan agar anak dapat menguasai kemanpuan psikomotor yang memerl~kankoordinasi motorik dengan otak. Dengan metode ini, maka pendidik melatih anak memusatkan perhatian dalam jangka waktu tertentu, melatih pendengaran dan membangun motivasi anak (Dinas Pendidikan Kota Bogor 2004).
Metode yang memberikan kesempatan anak untuk menggmakan alam sekitar d m atau kegiatan sehari-hari sebagai bahan peinbahasan melalui berbagai aktivitas yang kreatif dan inovatif adalah metode proyek. Metode ini melatih kemampuan anak memecahkan masalah, melakukan kerjasama, bertailggung jawab, berprakarsa, misalnya menghias dinding kelas untuk pesta kelas (Dinas Pendidikan Kota Bogor 2004). Sedangkan metode sosiodrama digunakan untuk mengembangkan keinampuan berekspresi dan menghayati peran (Direktorat PADU 2002). Sarana Belajar
Menurut Direktorat PADU (2003),
sarana belajar dalam kelompok
bennain adalah seperangkat alat dan bahan yang menunjang program belajar peserta didik, meliputi bahan belajar, media belajar, alat-alat permainan, dan alat peraga. Sarana kegiatan pembelajaran harus memenuhi persyaratan tidak membosankan, sesuai dengan tujuan pendidikan, sesuai dengan minat dan perkembangan anak, sesuai dengan lingkungan, aman/steril/tidak berbahaya bagi anak dan inudah diperoleh. Sarana pembelajaran juga sebagai alat yang dapat memudahkan tenaga didik dan peserta didik dalam proses bermain sambil belajar. Sarana belajar merupakan kesatuan sarana bagi anak didik, berupa peralatan pendukung belajar, peralatan pendukung bermain, peran, peralatan pendukung permainan gerakan kasar, peralatan pendukung permainan budaya lokal, peralatan pendukung permainan di luar ruangan; bagi guru/sumber belajar, berupa ATK, buku-buku pedoman atau kurikuluin dan buku-buku sebagai penunjang pendidikan; serta sarana administrasi dan keuangan.
KB harus memiliki sarana dan prasarana belajar yang diperlukan dalanl proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, pertunlbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan anak (Direktorat PADU 2003). Direktorat PADU (2002) menjelaskan bahwa sarana peinbelajaran yang digunakan di KB sebaiknya mengandung nilai-nilai pendidikan dan memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak membosankan, dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dasar dan pembentukan perilaku anak, sesuai deilgan minat dan perkembangan anak, sesuai dengan lingkungan, murah dan mudah diperoleh, aman d m tidak berbahaya bagi anak.
Sarana pendidikan pada KB minimal berupa alat bermain yang tersedia di lingkungan sekitar dan prasarana pendidikan pada KB minimal berupa tempat bermain, ruangttempat istirahat peserta didik, kamar inandi atau kamar kecil (Direktorat PADU 2003). Tim PAUD Propinsi Jawa Barat (2004) ineilgemukakan lebih lanjut bahwa prasarana belajar adalah tempat kegiatan kelompok bermain yang memenuhi syarat, di antaranya yaitu terletak di lingkungan yang bersih, strategis, aman dan nyaman bagi anak, tata ruang dan dekorasi ruangan teratur p dan cukup tersedia air bersih. dan menarik, sirkulasi udara baik, c u k ~ ~cahaya Prasarana belajar meliputi fasilitas gedung dan sarana alat bermain. Sarana yang biasanya tersedia di KB adalah kanlar mandi, ruang bermain atau belajar, ruang dapur, ruang tidur, ruang ganti pakaian, ruang administrasi atau kantor, ruang isolasiNKS1ruang dokter, ruang inakan, ruang toilet training dan gudang. Fasilitas yang disediakan untuk bermain di dalam gedung keloinpok bermain yaitu ayunan, alat musik piano inainan, boneka binatang, buku cerita, lego, balok, gambar-gambar, papan tulis, boneka robot dan lain sebagainya (Tim Prasekolah 1994). Sarana belajar menurut fungsi pengembangan kemampuan anak, yaitu sarana belajar permainan untuk pembinaan emosi dan sosialisasi peserta didik (lilin, musik, binatang piaraan, boneka), sarana belajar permainan untuk pengembangan fisik peserta didik (pasang bongkar, panjatan, perosotan, pasir, dsb), dan sarana belajar permainan untuk pengembangan kecerdasan peserta didik (buku cerita, huruf, suara-suara). Contoh sarana pembelajaran yang sesuai dengan anak usia 3-6 tahun adalah logo gambar sejenis, alat berkebun, alat ruinah tangga, lilin benvarna (6 wanla), puzzle (5 bagian), papan hitung 1-10, bola, cermin, alat musik sederhana (suling, tamtam, tanlburin), balok besar warna, balok kecil warna, alat gunting, pisau, lem, cat warna, kertas warna, krayon, radio tape, kaset lagutcerita, buku gambarlmajalah, buku cerita, boneka kain, congklak dan biji, serta benda-benda yang ada disekitar (potongan kayu, bunga, janur, batu) (Direktorat PADU 2003). Pengadaan sarana pembelajaran dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan daerah masing-masing.
Selain sarana belajar tersebut, di dalam
kelompok beimain juga dilengkapi fasilitas-fasilitas, seperti meja kursi peserta
didik, meja kursi pembimbing, kotak penyimpanan perlengkapan peserta didik, papan tulis, dinding bergambar, poster-poster sesuai d~miaan&, perlengkapan peserta didik (sikat gigi, pasta gigi, sabun dan tempatnya), perlengkapan keindahan, kebersihan dan kesehatan (K3) serta perlengkapan P3K (Tim PAUD Propinsi Jawa Barat 2004). Stimulasi Gizi dan Kesehatan Stimulasi merupakan ha1 yang penting dalan tumbuh kembang anak. Stimulasi adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar anak. Anak yang mendapat stim~tlasiverbal dan dorongan kognitif menunjukan perturnbuhan badannya lebih cepat dan baik daripada anak pada kelompok kontrol yang tidak diberi stimuli (Anwar 2000). Soetjiningsih (1995) mengungkapkan bahwa anak yang mendapat stimulasi yang terarall dan teratur akan lebi11 cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stinlulasi. Stimulasi gizi dan kesehatan adalah stimulasi pendidikan yang diberikan dalam rangka mengembangkan pengetahuan serta perilaku gizi dan kesehatan (Anwar 2000). Santoso dan Ranti (1995) menyebutkan bahwa pendidikan melalui stimulasi gizi dan kesehatan diberikan pada anak untuk mengarahkan kepada pembiasaan dan cara makan yang lebih baik, atau sebagai sarana mempengaruhi perilaku anak sehingga mereka dapat menerapkan pengetahuan gizi dan kesehatan dalam kebiasaan sehari-hari. Stimulasi gizi dan kesehatan dapat diberikan melalui kegiatan belajar sebagai salah satu bentuk pengasuhan an& pada kelompok bennain (Handayani 2003). Santoso dan Ranti (1995) juga menambahkan bahwa pemberian pengetahuan dapat dilakukan guru melalui pengajaran di sekolah, yaitu melalui materi pelajaran yang sesuai untuk anak. Tim Prasekolal~(1994) menyebutkan bahwa kegiatan belajar pada KB merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara rutin ataupun spontan. Kegiatan n~tinadalah kegiatan rutin sehari-hari yang dilaksanakan secara tidak terprogram dan tidak ada ketentuan waktu yang teratur dalam melaksanakan kegiatan, sedmgkan kegiatan spontanitas adalah kegiatan yang timbul akibat situasi yang merangsang spontanitas anak dan kreativitas pengasuh yang dilaksanakan secara tidak telprogram. Stimulasi gizi dan kesehatan yang dilakukan pada kegiatan belajar rutin contohnya adalah kegiatan bermain,
pemberian praktek makan, tidur dan pulang. Anak mulai dididik dan dilatih agar dapat inandiri, misalnya inembereskan mainan setelah bermain, nmencuci tangan sebelunm makan, makan makanan bergizi, toilet training, dan membersilkan diri sebelurn tidur. Penyelenggaraan program makan sebagai salah satu bentuk stimulasi gizi dan kesehatan di kelonlpok bermain termasuk dalam penyelenggaraan makan institusi. Ada yang bersifat iionkomersil (orang tua membiayai atau subsidi daim sekolah tidak mencari keuntungan), semi komersil (keuntungan hanya sedikit
untuk menutupi kebutuhan tertentu) dan dapat juga bersifat sosial, yaitu tanpa pungutan biaya kepada orang tua anak (Santoso & Ranti 1995). Lebih lanjut dikemukakan bahwa penyelenggaraan makan di sekolalm memiliki fungsi antara lain: 1. Menambah konsumsi zat gizi anak dalain menu makan sehari-hari. 2. Mendidik sopan santun dalam acara makan bersama. 3. Melatih inakan berbagai jenis bahan makanan serta hidamgan yang bergizi.
4. Melatih anak mandiri 5. Melatih anak nmenggunakan peralatan makan dengan benar. Selain itu pula, melalui pemberian nmakan di sekolah, anak yang sulit immakan atau tidak suka makan seringkali meimjadi nmau inakan karena suasana lingkungan dam keberadaan teman di sekolah. Santoso dan Ranti (1995) juga menjelaskan bahwa hal-ha1 yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan nmakan berkaitan dengan kebutuhan gizi, sanitasi dan hygiene lingkungan, ragan menu, porsi menu, efisiensi, serta melengkapi persyaratan makan untuk anak usia tertentu. Makanan yang disediakan hmslah mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan anak. Penyediaan makan hams mementingkan kebersihan dan tidak membahayakan anak; mudalm dan praktis; menu yang beragam dengaim porsi yang cukup mengenyangkal an&, serta efisien dan mudah dalam proses pengelolaan, persiapan, pengolahan dam penyajian makanan. Waktu makan seringkali berbeda kecepatannya pada anak yang satu dengan anak yang lain, sehingga waktu perlu diperhatikan agar sesuai dengan kemampuan anak nmenelan inaupuim inenggunakan alat makan. Bagi anak
yang lebih muda biasanya masih memerlukan waktu untuk belajar menggunakan alat makan secara benar, di samping belajar makaimya sendiri. Makanan bagi anak usia prasekolah ineiniliki beberapa syarat menurut Santoso dan Ranti (1995), antara lain:
1. Porsi makanan tidak terlalu besar, untuk anak yang makannya lebih banyak dapat diberikan tambahan makanan. 2. Makanan cukup basal1 karena berkuah agar mudah ditelan anak.
3. Potongan makanan dan ukurmi rnakanan cukup kecil sehingga mudah dimasukkan ke dalam inulut anak dan mudah dikunyah.
4. Tidak berduri atau bertulang kecil.
5. Sedikit atau tidak terasa pedas, asam, dan berbtunbu tajam 6. Bersih, rapi, dan inenarik dari segi warna dan bentuk.
7. Cukup bervariasi bahan dan jenis hidangannya sehingga anak tidak bosan dan anak belajar inengella1 berbagai jenis bahan makanan dan hidangan.
8. Menggunakan alat makan yang ukurannya sesuai dengan anak usia prasekolah, tidak berbal~aya(mudah pecah dan tajam seperti kaca ), mutdah dibersihkan, dan dapat disimpan dengan mudall dan baik. Hidangan yang diberikan untuk anak usia prasekolah dapat berupa makanan kecil atau selingan yang manis maupun asin, makanan utama atau lengkap, hidangan bubur, buah-buahan, dan minunan. Hidangan untuk an& urnumnya hidangan sepinggan, yaitu satu jenis hidangan yang lengkap dengan berbagai jenis bahan makanan seperti mie goreng, bubur ayam, nasi dengan sop/sayur dan dua jenis lauk sebagai makanan utama, serta bubur kacang hijau, ketan hitam, puding, ketimus, atau aneka jenis kue sebagai inakanan selingan (Santoso & Ranti 1995). Stimulasi gizi dan kesehatan selain ditujukan tmtuk ineningkatkan konsumsi anak, juga ditujukan dalam rangka upaya peineliharaan kesehatan anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak di sekolah meliputi pemeliharaan kesehatan lingkungan sekolah serta lingkungan kesehatan anak. Untuk mencapai kesehatan lingkungan perlu memperhatikan bangunan sekolah dan lingkungan, peralatan sekolah, sanitasi sekolah yang memenuhi persyaratan, serta pemeliharaan dan pengawasan kesehatan. Penjagaan lingkungan adalah misalnya pada lingkungan
bermain (mengatur alat permainan secara rapi dan bersih), serta membiasakan anak menjaga kebersihan din. Jika kebiasaan bersill sudah ditanamkan sejak usia
dini, maka ketika dewasa akan bertingkah laku sesuai deilgan nonna kebersihan. Hal ini juga berlaku dalam ha1 berpakaian, makan, menggosok gigi dan semua kegiatan anak sehari-hari. Kebiasaan meilggosok gigi perlu d i t a n d a n di sekolah dengan kegiatan sikat gigi massal (saat sesudah makan) dengan bimbingan guru dan jika mungkin dilakukan di depan cermin (Santoso & Ranti 1995). Santoso dan Ranti (1995) inenjelaskan lebih lanjut bahwa upaya pemeliharaan kesehatan di kelonlpok bermain juga mencakup pendidikan dan pendekatan kesehatan di sekolah. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk pendirian UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Pendidika~lkesehatan bertujuan meilanamkan kebiasaan hidup sehat, mendorong anak didik untuk ikut sel-ta dalam berbagai usaha kesehatan dan ikut bertanggung jawab atas kesehatan sendiri dan lingkungan. Seorang anak usia prasekolah juga sebaiknya dipantau kesehatannya dan dicatat dalam buku atau catatan khusus. Pihak sekolah juga sebaiknya menyelenggarakan usaha kesehatan seperti iinunisasi, pemeriksaan kesehatan secara umum dan khusus seperti mata, daya dellgar (telinga), sei-ta kesehatan gigi dan mulut. Status Gizi Anak
Riyadi (2001) menjelaskan bahwa status gizi anak dapat diukur dengan berbagai cara, yaitu melalui antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan penilaian klinis. Melalui antropometri, status gizi anak dinilai dengan menggunakan indeks berat badan menurut umur (BBN) yang mengganlbarkan status gizi saat ini, indeks tinggi badail menurut umur (TBN) yang menggambarkan status gizi balita pada inasa lampau, dan indeks berat badan menurut tinggi badan (BBITB) yang inerupakan indikator kekurusan. Dari ketiga iildeks tersebut, B B N merupakan indeks yang lebih u n t n digunakan untuk menentukan status gizi balita saat ini. Hal ini disebabkan karena berat badan merupakan ukuran antropometri yang memberikan gambaran inassa tubuh dan juga berat badan mudah inengalami perubahan saat terjadi penyakit atau kurang gizi. Kenaikan berat badan tiap bulal adalah indikator kesehatan anak yang peka dan merupakan ukuran tunggal yang ekonomis bila dibandingkan
dengan tinggi badan. Hal ini disebabkan karena tinggi badan anak tidak akan berkurang dengan menurunnya keadaan gizi (Riyadi 2001). Faktor la~gsungyang meinpengaruhi status gizi adalah asupan gizi dan infeksi. Walaupun kuantitas dan kualitas zat gizi cukup tersedia dalam inakanan, ada kemungkinan status gizi baik tidak tercapai jika anak terkena infeksi. Hubungan langsung antara kurang gizi dan infeksi dapat dikelompokkan menjadi dua pola dasar. Pola pertama yaitu kurang gizi dapat menyebabkan inenurunnya ketahanan tubuh terhadap infeksi penyakit dan dapat memperberat keadaan kurang gizi. Sedangkan pola kedua yaitu infeksi menyebabkan kehilangan zat gizi dari tubuh walaupun kuantitas dan ku~alitasmakanan cukup tersedia, sementara status gizi anak tersebut tetap buruk. Infeksi juga dapat inenuruilkan tingkat konsumsi karena nafsu makan yang berkurang. Kurang gizi menyebabkan infeksi bertambah gawat, begitupun sebaliknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi hubungan timbal balik antara kurang gizi dan infeksi secara langsung (Sediaoetama 1985). Status gizi anak yang men~pakansalah satu gambaran atau indikator keadaan kesehatan tubuh anak dapat diakibatkan oleh konsuunsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan (Riyadi 2001). Sejak lahir hingga berumur dua tahun, anak mengalami pertumbuhan otak yang sangat cepat sehingga gizi yang baik sangat dibutuhkan pada masa ini untuk menunjang tumbuh keinbang otak dan tubuh secara optiinum (Hardinsyal~&Martianto 1992). Pada masa prasekolah anak mulai melakulkan aktivitas dengan intesitas yang tinggi. Tingginya aktivitas dan pertumbuhan tubuh memerlukan pangan dan zat gizi yang tinggi pula. Angka kecukupan gizi bagi balita di Indonesia berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 (Muhilal & sulaeman 2004; Hardinsyah & Tambunan 2004; Setiawan & Rahayuningsih 2004; Soekarti & Kartono 2004) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kecukupan gizi bagi anak balita per orang per hari Zat Gizi Usia Anak 1-3 tahun 1000 Energi (Kal) 25 Protein (g) Lemak Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mn) vitaminA (pRE) 400 40 Vitamin C (mg) seng (mg) 8.2
(g)
4-6 tahun 1550 39
450 45 9.7
Tingkat konsumsi diperoleh berdasarkan perbandingan konsumsi anak dengan angka kecukupan gizi dikalikan 100 (dalam persen). Klasifikasi tingkat konswnsi perorangan dibagi menjadi empat menurut Depkes RI (1990), diacu dalam Supariasa et al. (2001) dengan cut ofpoints masing-masing sebagai berikut: Baik
: ? 100% AKG
Sedang: 80-99% AKG Kurang: 70-79% AKG Defisit : < 70% AKG Status Kesehatan Anak
WHO (1983), diacu dalam Khairunnisak (2004) menyatakan bahwa sehat adalah keadaan kualitas tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan. Abdoerrachrnan (1999) menyatakan bahwa sehat itu inencakup keadaan pada diri seseorang secara menyeluruh untuk tetap mempunyai kemampuan melakukan tugas fisiologis maupun psikologis penuh. Sehat atau tidaknya seseorang dapat dilihat dari ada atau tidak adailya penyakit infeksi yang diderita. Status kesehatan individual diartikan yang menghubungkan status kesehatan dengan bermacam-macain input kesehatan (pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan). Kesehatan bagi anak tidak terlepas dari pengertian kesehatan pada unumnya. UU NO. 9 Tahun 1980 Tentang Pokok-pokok Kesehatan, diacu dalam Santoso d m Ranti (1995) menyebutkan bahwa kesehatan meliputi kesehatan badan, rohani, dan sosial, bukan hanya bebas dari penyakit, cacat, d m kelemahan. Anak dapat dikatakan sehat bila anak dapat tumbuh d m berkembang dengan baik
dan teratur, &if, gembira, makan teratur, bersih, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan (Santoso & Ranti 1995). Hal ini sesuai dengan pernyataan Departemen Kesehatan RI, diacu dalam Santoso dan Ranti (1995) bahwa ciri-ciri anak sehat adalah: 1. Tumbuh dengan baik, dilihat dari naiknya berat dan tinggi badan secara teratur dan proporsional. 2. Tingkat perkembangan sesuai dengan tingkat umurnya. 3. Tampak &if, gesit, dan gembira.
4. Mata bersih dan bersinar.
5. Nafsu makan baik 6 . Bibir dan lidah tampak segar.
7. Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering. 8. Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Status kesehatan balita inerupakan aspek dari kualitas fisik balita yang dapat mempengaruhi status gizi. Status kesehatan balita memberikan garnbaran mengenai kondisi kesehatan balita yang dilihat dengan menggunakan indikator rata-rata lama hari sakit (BPS 2002). Gangguan kesehatan pada anak usia prasekolah meliputi gangguan makan (kekurangan atau kelebihan), psikis (emosi, gangguan belajar, sosial, psikiatri akibat faktor psikososial, dan gangguan khusus), serta penyakit (Santoso & Ranti 1995). Beberapa penyakit anak yang sering menyerang antara lain penyakit cacar air, demam berdarah, diare, polio, dan disentri, dan atau disertai berbagai gejala penyakit seperti pilek, suara serak, selera makan berkurang, muntah, kejang, dan nyeri. Gejala-gejala tersebut patut diwaspadai sejak dini melalui pengamatan pada anak oleh orang tua dan guru di sekolah. Pada umumnya yang perlu diperl~atikan adalah perubahan perangai anak, yang biasanya gembira dan &if inenjadi pendiam dan pasif. Hal ini me~x~pakan salah satu kemungkinan akibat bila anak terkena gejala suatu penyakit (Santoso & Ranti 1995). Anak-anak membutuhkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh secara terus menerus d m tidak hanya mendapatkan perawatan untuk setiap penyakit. Mengingat anak balita relatif mudah terkena penyakit maka perlu dijadikan sasaran utama dari upaya perawatan kesehatan pimer (Santoso & Ranti 1995).
KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi dan kesehatan anak dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor individu, keluarga, dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat ditemukan pada lingkungan keluarga di rumah maupun lingkungan di luar rumah. Pola asuh orang tua, perilaku konsumsi dan pola hidup sellat yang diterapkan di dalam keluarga akan berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan serta keadaan gizi dan kesehatan seorang anak, begitu pula pada lingkungan di luar i m a h . Lingkungan luar nunah dapat berupa lingkungan sekolah atau bentuk layanan pendidikan anak dini usia, salah satunya adalah kelompok bermain (KB).
KB dapat menlpengaruhi pengetahuan serta keadaan gizi dan kesehatan anak inelalui stin~ulasi-stimulasiyang diberikan. Stimulasi tersebut tergantung pada pengembangan program pembelajaran, metode belajar yang digunakan, serta sarana belajar yang dimiliki sebuah KB. Keloinpok bermain yang berkembang saat ini beragam jenisnya bila dibagi berdasarkan kelas sosial, yaitu KB menengah atas dan KB menengah bawah. Perbedaan kelas ini akan berpengaruh terhadap perbedaan bentuk penerapan stimulasi yang diberikan pada anak peserta KB. Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penerapan stimulasi gizi dan kesehatanyang diberikan terhadap status gizi dan kesehatan peserta KB. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi dan kesehatan peserta KB dapat dilihat pada Gambar 1.
KERANGKA PEMIKIRAN w
n
I9 9 9 9 9
a
k dan Keluarga
Besar dan Tipe Keluarga Usia Orang ~ u a Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga Karakteristik Anak Cjenis kelamin, usia, urutan kelahiran, konsumsi pangan)
Lingkungan Sekolah (Kelompok BermainIKB)
I
. - - - - - - - - - - - - - - -9 - - Program - - - - Pembelajaran
9 Metode Penyampaian
9 SaranaBelajar
_--_ _ _ _ - - ---- -..- - - - _ _- j : Perilaku Hidup j
-
.-----------A%=--:
j
I
Pola Asuh
---------->L-------.,
Sehat
- - --__-..
--
Stimulasi Gizi dan Kesehatan di Sekolah
___--___---
---------z-----------
9 Stimulasi Konsumsi
---*4 - .............................
9 Stimulasi Pertumbuhan Fisik
Stimulasi G i i dan Kesehatan Rumah (Keluarga)
,- - - - - - - - - - - -
9 Stimulasi Kesehatan
j ,---------------#
I KESEHATAN
Keterangan :
= Diteliti
-----------
= Tidak diteliti
Garnbar 1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi dan kesehatan anak peserta KB.
-
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah bagian dari penelitian payung yang merupakan Hibah Program Due-Like Tahun Anggaran 2005. Desain penelitian yang dig~makan adalah cohort study. Penelitian dilakukan di kelompok bem~ain(KB) di Kota Bogor. Jumlah KB di Kota Bogor adalah sebanyak 64 buah. Pemilihan KB kemudian dilakukan secarapurpossive berdasarkan jumlah uang pangkal dan SPP sekolah. KB dibagi menjadi dua kelompok, yaitu KB inenengah atas dan KB menengah bawah. KB menengah atas merupakail KB yang menetapkan juinlah uang pangkal dan SPP sebesar Rp2.000.000 atau lebih, sedangkan keloinpok KB menengah bawah merupakan KB yang menetapkan jumlah uang pangkal dan SPP sebesar Rpl.OOO.OOO atau kurang. Berdasarkan kriteria tersebut didapatkan KB sebanyak 16 bual~.KB kemudian dipilih lagi berdasarkan daya tampung murid berusia 2-4 tahun (minimal 30 anak) serta kesediaan berpartisipasi dala~n penelitian. Jumlah KB yang memenuhi kriteria tersebut adalah 11 buah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Deseinber 2005 dengan dua kali pengambilan data, di mana pengambilan data kedua dilakukan tiga bulan setelah pengambilan data pertama. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jumlah populasi pada 11 KB terpilih adalah sebanyak 356 anak. Kriteria contoh dalam penelitian ini adalah peserta KB di Kota Bogor berusia 2-4 tahuil, yang berasal dari keluarga lengkap, bukan berasal dari keluarga orang tua tunggal (single family) dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Data contoh yang berhasil dikumpulkan pada pengambilan data I berjumlah 91 buali. Jumlah contoh mengalami pengurangan ketika peilgambilan data 11. Hal ini dikarenakan coiltoh drop out (contoh tidak lagi bersekolah di KB tersebut) sebanyak 2 orang, sehingga jumlali keseluruhan contoh adalah 89 anak. Daftar llama KB dan jumlah contoh yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah peserta KB yang bersedia menjadi contoh penelitian KB I* KB 11* No Nama Jumlah contoh Nama Jumlah contoh 1. Kemuning 10 Cempaka 13 2. Pakuan Yasmin 7 Bunga 21 12 Puspa 6 3. Antz 4. PakuanTajur 8 Melati 3 3 Citra Pakuan 5 5. MPB 3 6. Sekolahku Total 43 Total 48
*
KB I = Kelompok bermain menengah atas KB I1 = ~ e l o m i o bermain k menengah bawah
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi: 1. Data karakteristik keluarga, meliputi tipe dan besar keluarga; usia, pendidikan, dan pekerjaan orang tua; serta pendapatan dan pengeluaran keluarga 2. Data karakteristik anak (contoh), meliputi jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, serta konsumsi pangan
3. Data status gizi 4. Data status kesehatan anak 5. Data lingkungan sekolah
6. Data stimulasi gizi dan kesehatan sekolah. Sedangkan data sekunder yaitu data-data penunjang yang berkaitan dengan lingkungan sekolah (KB) serta stimulasi gizi dan kesehatan . Data karakteristik keluarga dan anak diperoleh pada saat pengambilan data I, sedangkan data status gizi, dan status kesehatal anak diperoleh pada pengambilan data I dan data 11. Data konsuinsi pangan di rumah dikumpulkan dengan melakukan food recall 1x24 jam. Data status gizi diperoleh melalui pengukuran pertumbuhan anak secara antropornetri dengan menggunakan alat timbangan injak (Tanita) untuk mengukur berat badan (BB) dengan ketelitian hingga 0.5 kg dan microtoice untuk mengukur tinggi badan (TB) anak dengan ketelitian hingga 0.2 cm. Data status kesehatan anak meliputi jenis penyakit, frekuensi sakit serta lama sakit yang diderita anak selama tiga bulan terakhir. Data karakteristik keluarga dan an&, data status gizi, data konsumsi pangan, dan data
status kesehatan an& diperoleh melalui hasil pengamatan dan wawancara dengan ibu dari peserta KB dengan meilggunakan alat bantu checklist dan kuesioner. Data lingkungan sekolah meliputi program pembelajaran, metode penyampaian, dan sarana belajar. Data program pembelajaran meliputi aspek moral dan nilai-nilai agama, fisik, bahasa, kognitif, sosial emosi, dan seni. Data metode penyampaian meliputi metode bermain, bercerita, bemyanyi, bermain peran, darmawisata, kerja kelompok, dan latihan/peilugasan. Sedangkan sarana belajar meliputi alat permainan aktif, keseimbangan, tempat berkejaran, tempat teduh, kebun, tempat sosialisasi, sarana berkebun, tempat pemeliharaan hewan, pot tanaman, poster, ruang makan, ruang tidu, toilet, mang ganti, UKS, perpustakaan
dan
ruang
lainnya
(laboratorium komputer,
audiovisual,
musik/kesenian, dapur, dan kolam renang). Data lingkungan sekolah diperoleh pada saat pengambilan data pertama melalui hasil pengamatan dan wawancara tenaga pendidik KB (guru) dengan menggu~akan alat bantu checklist dan kuesioner berdasarkan Pedoman Rintisan Program Kelompok Bermain (2003) dan Acuan Menu Pembelajaran pada Kelompok Bermain (2002) yang dikeluarkan oleh Direktorat PADU. Data stimulasi gizi dan kesehatan sekolah terbagi atas beberapa jenis stiinulasi, yaitu stim~dasikonsumsi, stimulasi pertumbuhai fisik, dan stiinulasi kesehatan. Data stimulasi konsumsi meliputi penyelenggaramdpenyediaan makalan bergizi di sekolah, perencanaan menu, pengenalan pangan bergizi, dan penyediaan kantiil sekolah yang sehat. Data penyelenggaraan makan (konsumsi pangan) di sekolah dikumpulkan dengan menggunakan metode food weighing. Stimulasi pertumbuhan fisik ineliputi pengukuran serta pemantauan berat badan dan tinggi badai anak. Sedangkail stimulasi kesehatan meliputi program perawatan kesehatan (tubuh, gigi dan mulut), program kebersihan diri (mandi) dan kebersihan lingkungan, program imunisasi, training penanganan hipotermi dan hipertermi bagi tenaga pendidik, serta program olahraga. Data diperoleh pada saat pengambilan data pertama melalui hasil pengamatan dan wawancara tenaga pendidik KB (guru) dengan menggunakan alat bantu checklist dan kuesioner berdasarkan acuan Direktorat PADU. Data sekunder lingkungan sekolah serta
data stimulasi gizi dan kesehatan dikumpulkan dari KB dan Dinas Pendidikan berupa booklet dan buku panduan yang dikeluarkan sekolah. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scarring, entrying, cleaning, serta analyzing dengan menggunakan program Microsoft Excel 2003 dan SPSS 11.5for Windows. Data karakteristik keluarga, anak, status gizi, status kesehatan, lingkungan sekolah, serta stimulasi gizi dan kesehatan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan rata-rata dan tabulasi silang, serta analisis inferensia statistika. Penentuan status gizi menggunakan z-skor pada indeks BB/U, TBRJ, serta BBITB. Data karakteristik keluarga yang diperoleh kemudian dikelompokkan. Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kecil (54 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (58 orang) berdasarkan konsep NKKBS yang ditetapkan BKKBN. Tipe keluarga dikelompokkan inenjadi keluarga inti dan keluarga luas. Usia orang tua dikelompokkan berdasarkan sebarannya dengan interval sepuluh menjadi 20-29 tahun, 30-39 tahun, 40-49 tahun, dan 250 tahun. Tingkat pendidikan orang tua dikelompokkan menjadi SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Pekerjaan orang tua dibagi menjadi pegawai swasta, wirausaha, PNSPOLRI, guru, buruh, ibu rumah tangga (hanya pada variabel pekerjaan ibu), dan lainnya (supir, petani, dan pensiunan). Pendapatan per kapita keluarga didapatkan dari total pendapatan keluarga per bulan dibagi jumlah anggota keluarga dan dikelompokkan berdasarkan nilai minimum dan maksimum. Pengeluaran keluarga dibagi atas pengeluaran pangan dan nonpangan (termasuk pendidikan dan kesehatan). Karakteristik anak meliputi jenis kelamin, usia, dan urutan kelahiran. Jenis kelamin dikelompokkan atas laki-laki dan perempuan. Usia anak dikelompokkan menjadi 24-36 bulan dan 37-48 bulan. Sedangkan urutan kelahiran dibagi atas empat kelompok, yaitu anak pertama, tengah, bungsu, serta tunggal. Data konsunsi pangan diperoleh dari hasilfood recall 1x24 jam. Seluruh bahan pangan yang dikonsumsi contoh kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan untuk mendapatkan rata-rata konsumsi contoh per keloinpok bahan pangan. Selain itu, rata-rata konsumsi pangan dikonversi ke nilai konsumsi zat gizi untuk
mendapatkan tingkat konsumsi rata-rata contoh berdasarkml angka kecukupan rata-rata contoh. Perhitungannya adalah sebagai berikut: Angka kecukupan = BB aktual x AKG yang dianjurkan* BB ideal Tingkat konsumsi = Konsumsi zat gizi x 100 Angka kecukupan Data koilsuinsi pangan di sekolah diperoleh dari hasil penimbangan konsumsi makanail anak yang telah disediakan di sekolah. Kontribusi konsumsi pangan di sekolah terhadap tingkat konsumsi anak dihitung sebagai berikut: Kontribusi = Konsumsi di sekolah x 100% Konsumsi total Penilaian status gizi didasarkan atas nilai z-skor dan dibandingkan dengan baku rujukan WHO/NCHS. Perhitungan z-skor untuk tiap indeks adalah sebagai berikut: Z-skor = Nilai individual subiek - Nilai median referensi Nilai standar deviasi referensi Data kemudian dikategorikan, seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Interpretasi z-skor menurut iildeks pengukuran antropometri Z-skor Kategori BBAJ TBAJ BBITB < -2 SD Unde?weighllightness Stuntedshortness Wastedthinness -2 - +2 SD Normal Normal Normal > +2 SD Ove~weight/heaviness Norinal -tallness Overweight/heaviness Sumber: WHONCHS (1983)
Data status kesehatan diperoleh dari data jenis, frekuensi, dan lama sakit anak selama tiga bulan terakhir yang kemudian dikelompokkan. Jenis penyakit meliputi panas, pilek, batuk biasa, panas-pilek, panas-batuk-pilek, batuk-pilek, sakit gigi, asma, bronkllitis, campak, cacar, diare, alergi, dan lainnya (termasuk radang dan sariawan). Frekueilsi sakit dikategorikan menjadi tidak pemah sakit, satu kali sakit, dan lebih dari satu kali sakit. Sedangkan lama sakit dikategorikan menjadi tidak pemah sakit, <4 hari, 4-7 hari, sei-ta >7 hari sakit. Data lingkungan sekolah serta data stimulasi gizi dan kesehatan yang diperoleh kemudian diberi skor. Masing-masing pertanyaan kemudian diberi skor 1 apabila menjawab ya dan 0 apabila menjawab tidak. Penilaian kualitas Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004
lingkungan sekolah dan
dilakukan dengan membagi total skor dengan total
pertanyaan dan dikalikan 100 persen untuk tiap variabel, serta dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan perhitungan skor rata-rata
*
standar deviasi. Uji beda dilakukan untuk melihat perbedami variabel bebas antara KB I dan KB 11, meliputi uji t-student yang digunakan untuk variabel dengan skala data mininlal interval, serta uji Mann- Whitney yang digunakan untuk variabel dengan skala data ordinal. Analisis korelasi Rank-Spearman dilakukan untuk melihat hubuugm~antar variabel yang diteliti, kemudian untuk melihat pengaruh stimulasi gizi dan kesehatan (KB) terhadap status gizi d m kesehatan anak dilakukan uji regresi linear. Model regresi didefinisikan dalam persamaan berikut: YI
+ P4X4 + P5X5 + P&+
= Po + PIXI + P2X2 +
P7X7
+ +sXs + P9X9 + PIOXLO +
PIIXII+ E
Y2
= $0 + Plxlf P2X2 + P3X3 + P4%+
P5X5
+ PSXS+ P9X9 + Pl0Xl0+ Pf2X12+ E
Keterangan:
YI
= Status gizi
(z-skor I1 BBN)
Y2
= Status kesehatan anak
XI
= Jenis kelamin contoh
X2
= Usia
X3
= Pendidikan ayah (tahun)
Xq
= Pendidikan ibu
(tahun)
Xg
= Pendapatan per
kapita keluarga (Rphlnlorg)
X6
= Frekuensi
X7
= Lama
Xs
= Program penlbelajaran (persen skor)
X9
= Metode penyampaian
Xlo
= Sarana belajar (persen skor)
XI I
= Stimulasi gizi dan kesehatan di
X12
= Status gizi (z-skor I BBN)
(frekuensi dan lama sakit contoh)
contoh (bulan)
sakit I1 (kalil3 bulan)
sakit I1 (hari) (persen skor) sekolah (persen skor)
Definisi Operasional Stimulasi gizi dan kesehatan adalah rangsangan dan dorongan pendidikan pada
KB dalam rangka mengembangkan pengetahuan serta perilaku gizi dan kesehatan peserta KB, meliputi stimulasi konsumsi, stimulasi pertumb~han fisik, dan sti~nulasikesehatan, yang diukur berdasarkan acuan dari PADU menggunakan checklist kuesioner dengan skala ordinal.
Stimulasi konsumsi adalah ineningkatkan
rangsangan pendidikan pada KB dalam
status gizi dan kesehatan
anak melalui program
penyelenggaraan makan di sekolah yang dilihat dari perencanaan menu, penyediaan pangan bergizi, dan pangadaan kantin sekolah yang sehat.
Stimulasi pertumbuhan fisik adalah rangsangan dan dorongan pendidikan pada
KB meliputi pengukuran berat badan dan tinggi badan serta pencatatan ke dalam KMS (Kartu Menuju Sehat) anak.
Stirnulasi kesehatan adalah rangsangan dan dorongan pendidikan pada KB dalam meningkatkan status kesehatan anak yang dapat dilihat dari program pemeriksa'an dan perawatan kesehatan anak, program kebersihan diri dan lingkungan, program imunisasi,
training penanganan hipotermi dan
hipertermi bagi tenaga pendidik, serta olahraga.
Status gizi anak adalah keadaan gizi peserta KB yang dinilai secara antropometri menggunakan perhitungan z-skor pada indeks berat badan menurut ttnw (BBN), tinggi badan menurut umur (TBN), dan berat badan inenurut tinggi badan (BBITB).
Status kesehatan anak adalah keadaan kesehatan an& yang dinilai dari frekuensi dan lama sakit yang diderita peserta KB sebeluin dan selama penelitian.
Kelompok Bermain (KB) adalah bentuk pendidikan nonformal bagi anak dini usia (2-4 tah~m)yang berfimgsi tt~tukmeletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan yang diperlukan dalam me~iyesuaikandiri dengan lingkungamya dan untuk pertumbuhan serta perkernbangan,
KB menengah atas adalah KB yang menetapkan jumlah uang pangkal dan SPP sebesar Rp 1.000.000 atau kurang.
KB menengah bawah adalah KB yang menetapkan jumlah uang pangkal dan SPP sebesar Rp 2.000.000 atau lebih.
Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga yang meliputi tipe keluarga, besar keluarga, usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan pengeluaran keluarga. Tipe keluarga adalah jenis keluarga yang terdiri atas keluarga inti dan luas. Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota suatu keluarga. Tingkat pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh orang tua yang diukur dengan lanlanya pendidikan (tahun). Pendapatan per kapita keluarga adalah jwnlah pendapatan setiap anggota keluarga yang dihasilkan per bulan dari pekerjaan utama ataupun pekerjaan tambahan yang dinilai dalam rupiah untuk sejumlah anggota keluarga. Pengeluaran keluarga adalah jumlah rupiah yang diieluarkan untuk meinbiayai seluruh kebutuhan keluarga termasuk kebutuhan pangan dan nonpangan. Karakteristik anak adalah keadaan anak yang meliputi jenis kelamin, usia, urutan kelahiran anak, serta konsumsi pangan. Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dimakan anak dalan satti hari mencakup energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A dan C, serta mineral kalsium, fosfor, besi, dan seng. Tingkat
konsumsi
adalah penilaian
konsumsi pangan
anak
dengan
membandingkan antara konsuinsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dinyatakan dalam persen. Kousumsi pangan di sekolah adalah jumlah dan jellis pangan yang dimakan anak pada saat penyelenggaraan makan di sekolah yang mencakup energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A dan C, serta mineral kalsium, fosfor, besi, dan seng. Kontribusi konsumsi di sekolah adalah jumlah sunbangan konsumsi pangan di sekolah terhadap konsumsi total anak dan kecukupan gizi anak dalam sehari yang dinyatakan dalam persen. Lingkungan sekolah adalah seperangkat alat yang menunjang program pendidikan di KB yang terdiri atas program pembelajaran, metode penyainpaian, dan sarana belajar.
Program pembelajaran adalah rencana materi mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar di
KB yang diukus berdasarkan acuan dasi PADU dengan skala ordinal. Metode penyampaian adalah casa yang digunakan oleh tenaga pendidik dalarn proses pembelajasan yang diukur berdasarkan acuan dasi PADU dengan skala ordinal. Sarana belajar adalah alat dan bahan yang digunakan ~ultt~k mendukung program pembelajasan, meliputi bahan belajar, media belajar, alat-alat pesmainan dan alat peraga, yang diukur berdasarkan acuan dasi PADU menggunakan checklist kuesioner dengan skala ordinal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga meliputi tipe dan besar keluarga; usia, pendidikan dan pekerjaan orang tua; pendapatan per kapita dan pengeluaran keluarga. Tabel
4 menggambarkan sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga Kategori
-
Besar Keluarea Kecil(5: 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (28 orang) ~ a t a - r i t+ a SD -' T i ~ Keluarea e ~ e l u a r g aYnti Keluarga Luas Usia Avah (th)
>50 Rata-rata + SD Usia Ibu (th) . . 20-29 30-39 40-49 >50 Rata-rata + SD Pendidikan Ayah SD SMP SMA PT Rata-rata + SD Pendidikan Ibu SD
KB I*
KB It* n
29 14 4
61.7 29.8 8.5 4.4-t 1.6
49 35 5
55.1 39.3 5.6 4.6+ 1.5
81.0 19.0
37 10
78.7 21.3
71 18
79.8 20.2
2.4
4
8.5 34.0i 9.8
5
YO
n
20 21 1
47.6 50.0 2.4 4.8+ 1.4
34 8
1 36.0i 5.1 13 26 3 0
%
5.6 35.0i 8.2
31.0 61.9 7.1 0
31 13 I 2
66.0 27.7 2.1 4.3 29.21 8.2
44 39 2 2
49.4 43.8 4.5 2.2 30.5i 7.0
0.0 0.0 11.9 88.1
4 11 25 7
8.5 23.4 53.2 14.9 11.3+3.1
4 II 30 44
4.5 12.4 33.7 49.4 13.8i 3.8
0.0
11
23.4
11
12.4
47
100.0 9.8+ 3.2
89
100.0 12.6+4.1
18 12 2 3 6 6
38.3 25.5 4.3 6.4 12.8 12.8
43 18 11 5 6 6
48.3 20.2 12.4 5.6 6.7 7.9
39 4 3 0 1 0
83.0 8.5 6.4 0.0 2.1 0.0
64 10 8 3 3 1
71 9 11.2 90 3.4 3.4 1.1
31.9i5.1 0 0 5 37 16.6+ 2.3 0
Total
YO
n
SMA PT Total 42 100.0 Rata-rata i SD 15.7i 2.2 Pekerjaan Ayah Pegawai Swasta 25 59.5 Wirausaha 6 14.3 PNSiTNI/POLRI 9 21.4 Guru 2 4.8 Buruh 0 0 Lainnya** 0 0 Pekeriaan Ibu Ibu Rumah Tangga 25 59.5 6 14.3 Pegawai Swasta Wirausaha 5 11.9 PNS/TNIIPOLRI 3 7.1 GUN 2 4.8 Buruh 1 2.4 * KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelomook bermain ~ n d kateeori a meneneah hawah ** Termasuk supir, petani, dan pensiunan
Tipe dan Besar Keluarga. Tipe keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu keluarga inti dan keluarga luas. Keluarga inti terdiri atas ayah, ibu dan anak, sedangkan keluarga luas terdiri atas ayah, ibu, anak, serta anggota keluarga lain yang tinggal bersama. Besar keluarga dalam penelitian ini merupakan keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari bapak, ibu, anak dan anggota keluarga lainnya. Besar keluarga menurut BKKBN dibagi menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang dan keluarga besar. Keluarga kecil yaitu keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari sama dengan empat orang. Sedangkan keluarga sedang adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga 5-7 orang dan keluarga besar yaitu keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari delapan orang. Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa secara keselunhan sebagian besar contoh pada kedua kelompok memiliki tipe keluarga inti. Separuh contoh KB I memiliki keluarga sedang (5-7 orang), sedangkan sebagian besar contoh KB I1 (61.7%) inenliliki keluarga kecil (54 orang). Jumlah anggota keluarga
berpengaruh terhadap pengasuhan yang diberikan kepada anak. Semakin besar suatu keluarga maka semain sedikit perhatian yang diperoleh anak dari orang tua (Ariotejo 2002). Adanya orang lain yang tinggal bersama dalam satu ruinah secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap ttllnbuh kembang anak, misalnya adanya nenek atau kakek yang tinggal bersama dalam waktu yang lama dapat menyebabkan tergantikannya peran orang tua dan mengambil alih k pengasuhan serta pendisiplinan anak ( H ~ ~ l o c1991). Pada keluarga dengan keadaan ekonomi kurang, jumlah anak yang banyak akm mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi. Keluarga yang n~emilikijunlah anak yang banyak atau terlalu besar dengan jarak yang relatif pendek dapat menyebabkan terlantarnya pendidikan anak terutanla balita (Soetjiningsih 1995). Hasil uji statistik menyatakan tidak ada perbedaan nyata besar keluarga dan tipe keluarga antara contoh peserta KB I dan KB 11. Usia Orang Tua. Usia orang ttta akan mempengaruhi kualitas pengasul~an terhadap anaknya. Usia orang tua dikategorikan berdasarkan interval sepuluh mulai dari usia 20 tahun sampai lebih dari 50 tahun (Tabel 4). Secara keseluruhan
usia ayah berkisar antara 22 tahun hingga 70 tahun dengan rata-rata sebesar 35.0*
8.2 dan usia ibu berkisar antara 20 tahun hingga 63 tahun dengan rata-rata sebesar 30.5rt 7.0. Pada umumnya ayah contoh berusia 30-39 tahun dan ibu contoh berusia 20-29 tahun. Sebesar 71.4 persen contoh KB I memiliki ayah dengan usia
30-39 tahun, namun pada contoh KB 11, usia ayah tersebar antara 20-39 tahun (83%). Begitu pula pada usia ibu, sebagian besar contoh KB I (61.9%) memiliki ibu berusia 30-39 tahun. Sedangkan pada KB 11, sebesar 66.0 persen contoh memiliki ibu berusia 20-29 tahun (Tabel 4). Berdasarkan tabel tersebut rata-rata usia orang tua contoh KB I1 lebih muda dibandingkan dengan contoh KB 11. Hasil uji statistik menyatakan terdapat perbedaan nyata antara usia ayah (p-
value=0.01) dan usia ibu contoh (p-value=0.002) antara peserta KB I dan KB 11. Tingkat Pendidikan Orang Tua. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh KB I meiniliki ayah dan ibu dengan tingkat pendidikan perguntan tinggi, yaitu berturut-turut sebesar 88.1 persen dan 85.7 persen. Sedangkan sebesar 53.2 persen ayah contoh KB I1 memiliki tingkat pendidikan SMA dan
ibu contoh KB I1 meiniliki tingkat pendidikan SMA
(29.8%) serta SMP (34.0%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata lama pendidikan ayah dan ibu contoh antara peserta KB I dan
KB I1 (p-value=0.000). Tingkat pendidikan orang tua me~npunyaikorelasi yang positif dengan cara mendidik dan mengasuh an&. Tingkat pendidikan secara langsung ataupun tidak akan inempengaruhi pola komunikasi antar anggota keluarga, karena pendidikan akan sangat mempengaruhi cara, pola, dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman dan kepribadian yang nantinya merupakan bekal dalam berkomuilikasi (Gunarsa & Gunarsa 1995). Pekerjaan Orang Tua. Jenis pekerjaan orang tua tuut berperan dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengasuhan anak. Secara keseluruhan, jenis pekerjaan ayah contoh yang paling banyak ditemui adalah pegawai swasta dan ibu contoh urnumnya merupakan ibu nunah tangga atau tidak bekerja (Tabel 4). Lebih dari 50 persen ayah contoh pada KB I bekerja sebagai pegawai swasta sedangkan ayah contoh KB I1 banyak bekeja selain sebagai pegawai swasta
(38.3%), juga sebagai wirausaha (25.5%). Pada KB I , terdapat pula ibu contoh yang bekerja sebagai pegawai swasta (14.3%) dan wirausaha (11.9%). Sementara pada KB 11, ibu yang bekerja sebagai pegawai swasta dan wirausaha masingmasing berjumlah 8.5 dan 6.4 persen. Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga meliputi penghasilan ditambah dengan hasil-hasil lain (Sajogyo et al. 1978, diacu dalam Yuliana 2004). Tabel 5 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita keluarga contoh. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita keluarga contoh Pendaoatan Per
KB I*
KB 11*
Total
500.000-1.000.000
14
33.3
4
8.5
18
20.2
1.000.000-2.000.000
15
35.7
1
2.1
16
18.0
11
26.2
2
4.3
13
14.6
> 2.000.000
Rata-rata 1.625.434*1.017.457 494.796~1.032.878 * KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
1.028.355+1.167.124
Jumlah pendapatan per kapita keluarga contoh berada pada kisaran Rp
66.667 hingga Rp 6.750.000, dengal rata-rata pendapatan per kapita keluarga contoh KB I Rp 1.625.434 dan contoh KB I1 Rp 494.796. Sebagian besar contoh
KB I1 (85.1%) memiliki pendapatan per kapita keluarga sebesar kurai~gdari Rp 500.000, namun pada contoh KB I pendapatan per kapita keluarga berkisar antara Rp 500.000-Rp 2.000.000 (69%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata pei~dapatsulper kapita keluarga antara contoh peserta KB I dan
KB I1 (p-value=0.000). Pendapatan keluarga mempunyai peran penting terutama dalam meningkatkm taraf hidup, yang lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan. Pendapatan keluarga akan mempengaruhi aKtivitas dalam pemenuhan kebutuhan keluarga (Sajogyo et al. 1978, diacu dalam Yuliana 2004). Pengeluaran Keluarga. Besamya pengeluaran keluarga biasanya disesuaikan dengan jumlah pendapatan yang diterima oleh keluarga tersebut. Pengeluaran keluarga dikelompokkan inenjadi dua, yaitu pengeluaran untuk
keperluan pangan dan pengeluaran nonpangan. Alokasi pengeluaran keluarga contoh ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Alokasi pengeluaran keluarga contoh Alokasi Pengeluaran KB I* 1.513.500 Pangan RP 28.8 %~ Nonpangan RP 4.485.111 71.2 % 5.998.611 Total Pengeluaran Rv % 100.0 RP 404.184 Pendidikan % 7.0 Kesehatan RP 116.979 Yo 1.8
-
*
KB 11* 686.31 1 53.2 660.906 46.8 1.347.216 100.0 21.732 1.3 12.579 0.8
Total 1.076.670 41.7 2.465.587 41.8 3.542.256 100.0 202.215 4.0 61.846 1.3
KB 1 = Kelompok hermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Alokasi pengeluaran keluarga pada contoh KB I paling besar diberikan pada produk nonpangan (71.2%) terhadap pengeluaran total. Namun sebaliknya pada contoh KB 11, alokasi pengeluaran keluarga lebih besar diberikan pada produk pangan (53.2%) terhadap pengeluaran total. Alokasi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan pada contoh KB I, masing-masing sebesar 7.0 persen dan 1.8 persen, lebih besar dibandingkan pada KB I1 dengan alokasi pengeluaran untuk pendidikan sebesar 1.3 persen serta untuk kesehatan 0.8 persen. Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata total pengeluaran dan alokasi pengeluaran keluarga
antara contoh peserta KB I dan KB I1 (p-
value=0.000) baik pada pangan, nonpangan, pendidikan, maupun kesehatan. Keadaan ekonomi yang cukup menyebabkan orang tua dapat mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anak, karena orang tua tidak disulitkan dengan perkara kebutuhan-kebutuhan primer manusia (Alsa & Bachroni 1984, diacu dalam Kartini 1997).
Karakteristik Anak Karakteristik anak (contoli) meliputi jenis kelarnin, usia, urutan anak menurut kelahiran, dan konsumsi pangan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat lebih dari sepanh contoh (52,8%) yang melupakan peserta KB I1 dan sisanya (47,2%) merupakan peserta KB I. Tabel 7 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan karakteristik (contoh).
Tabel 7 Seharan contoh menwut karakteristik anak (contoh) KB I* KB 11* Kategori % n YO n Jenis Kelarnin Perempuan Usia (bln) 24-36
YO
26
61.9
26
55.3
52
58.4
24
57.1
16
34.0
40
44.9
*
Rata-rata SD 33.4*5.7 Umtan Anak Menurut Kelahiran 6 14.3 Anak Pertarna Anak Tengah 7 16.7 Anak Bungsu 14 33.3 Anak Tunggal 15 35.7
*
Total n
36.7+5.4 3 2 23 19
6.4 4.3 48.9 40.4
35.3h5.7 9 9 37 34
10.1 10.1 41.6 38.2
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengab atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Pada umumnya contoh berjenis kelamin perempuan, berusia 37-48 bulan, serta mempakan anak bungsu dan anak tunggal. Sebagian besar contoh baik pada KB I maupun KB I1 berjenis kelamin yang sama, yaitu perempuan (61,9% untuk contoh KB I dan 55.3% untuk contoh KB 11). Masing-masing kelompok contoh memiliki usia 24-36 bulan (57.1% untuk contoh KB I dan 34.0% untuk contoh
KB 11) dan usia 37-48 bulan (42.9% untuk contoh KB I dan 66.0% untuk contoh KB 11). Hal ini sejalan dengan Depdiknas (2005) yang menyebutkan bahwa kelompok bennain (KB) menyelenggarakan program pendidikan bagi anak bemsia 2-4 tahun, yang mempakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonfonnal. Urutan kelahiran an& dikategorikan menjadi empat, yaitu anak pertama, tengah, bungsu dan tunggal. Pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa unrtan kelahiran contoh baik KB I maupun KB I1 berimbang, antara anak bungsu (33.3% untuk contoh KB I dan 48.9% untuk contoh KB 11) dan anak tunggal (35.7% untuk contoh KB I dan 40.4% untuk contoh KB 11). Umtan kelahiran anak akan mempenganhi jenis penyesuaian anak baik pribadi maupun sosial. Anak sulung biasanya memiliki penyesuaian sosial yang lebih baik daripada adik-adiknya walaupun penyesuaian pribadinya belum tentu lebih baik (Hurlock 1999). Berdasarkan uji statistik terdapat perbedaan nyata usia contoh antara peserta KB I
dan KB I1 (p-value=0.021), namun tidak terdapat perbedaan nyata pada jenis kelamin dan m t a n kelahiran contoh antara peserta KB I dan KB 11. Konsumsi pangan contoh dalam penelitian ini terdiri atas konsumsi di rumah dan konsumsi di sekolah. Sebagian besar KB I (67%) mengadakan program penyelenggaraan inakan di sekolah, namun tidak satupun KB I1 yang mengadakan program tersebut. Konsumsi di Rumah Bahan Pangan yang Dikonsumsi. Data konsumsi pangan di rumah diperoleh berdasarkanfood recall 1x24 jam. Bahan pangan yang dikonsumsi oleh contoh di kedua kelompok bermain adalah pangan pokok seperti beras, gandum, jagung, kentang, ketela, sagu, ketan, dan biskuit serta olaham~ya;lauk pauk seperti kacang-kacangan, ayam, telur, daging sapi, dan ikan beserta olahannya; sayuran; buah-buahan; susu; dan bahan pangan lain seperti minyalu'santan, gula, coklat, dan sirup. Sayuran yang banyak dikonsumsi antara lain bayam, wortel, buncis. Buah-buahan yang banyak dikonsumsi yaitu mangga dan jeruk. Susu bubuk juga banyak dikonsumsi contoh baik pada KB I maupun KB 11. Rata-rata jumlah bahan pailgal yang dikonsumsi contoh di rumah disajikail pada Lampiran 1. Konsumsi Zat Gizi. Makanan menyediakan unsur-unsur kimia yang diperlukan oleh tubuh, dikenal sebagai zat gizi. Zat gizi tersebut meliputi karbohidrat, protein, leinak, vitamin, mineral, dan air. Tabel 8 menunjukkan ratarata konsumsi zat gizi contoh berdasarkm kelompok bermain. Hampir seluruh jenis zat gizi yang dikonsumsi contoh KB I lebih banyak dikonsumsi oleh contoh KB I dibandingkan oleh contoh KB 11. Zat-zat gizi yang lebih besar dikoilsumsi coiltoh KB adalah energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin C. Sedangkan zat gizi besi dan seng lebilt banyak dikonsumsi contoh KB 11. Hasil uji statistik meilyatakan bahwa konsumsi energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, dan vitamin C pada kedua keloinpok contoh memiliki perbedaan nyata. Sedangkan konsumsi karbohidrat, da11seng tidak memiliki perbedaan yang nyata antara peserta KB I dan KB 11.
Tabel 8 Rata-rata konsumsi zat gizi contoh berdasarkan kelompok bermain p-value Total KB 11* KB I* Zat Gizi (satuan) 1371 0.009 1548 1213 Energi (Kal) protein (g) IXmak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vit A (RE) Vit C (mg) Seng (kg) 2.3 2.8
*
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Tingkat Konsumsi. Pada masa usia prasekolah, anak mulai melakukan
aktivitas dengan intensitas tinggi. Tingginya aktivitas dan pertumbuhan tubuh meinerlukan pangan dan zat gizi yang tinggi. Rata-rata tingkat konsumsi bagi kelompok contoh disajikan berturut-turut pada Tabel 9. Tabel 9 Rata-rata tingkat konsumsi contoh (%) berdasarkan keloinpok bermain KB I* KB 11* Total Tingkat Ratam Rataan Rataan SD p-value Konsumsi SD SD
-
(%I
Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vit A Vit C Seng
*
(%I
(%)
139
60
120
42
25
13
33
16
129
52
0.248
KB I = Kelompok ber~nainpada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat konsumsi zat gizi telah melebihi 100 persen, kecuali tingkat konsumsi besi (98%), vitamin C (41%) dan seng (29%). Balkan rata-rata tingkat zat konsumsi gizi lemak, kalsium, vitamin A telah mencapai lebih dari 200%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kons~unsizat gizi karbohidrat, protein, lemak, kalsium, fosfor, dan vitamin A pada kedua kelompok dapat dikatakan baik, kecuali tingkat konsunlsi besi
(sedang), serta vitamin C dan seng (defisit) sesuai dengan klasifikasi tingkat
konsuinsi perorangan menurut Depkes RI (1990), diacu dalam Supariasa et al. (2001). Sehingga contoh perlu ineningkatkan konsumsi pangan kaya Fe, vitamin C dan Zn seperti sayuran dan buah-buahan.
Tingkat konsumsi zat gizi contoh KB I relatif lebih baik dibandingkan dengan contoh KB 11. Namun untuk zat gizi besi dan seng, tingkat kollsumsi contoh KB I1 lebih baik dibandingkan dengan KB I. Hal ini dapat disebabkan ole11 konsumsi pangan kaya Fe dan Zn yang tinggi pada contoh KB 11. Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata tingkat konsumsi protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin C, dan seng antara peserta KB I Konsumsi di Sekolah
Terdapat einpat dari ellam KB I mengadakan program penyelenggaraan makan di sekolah. Tabel 10 menggambarkan contoh menu yang disediakan KB. Tabel 10 Contoh menu penyelenggaraan makan di sekolah (KB) Berat (g) Iporsi Waktu Nama KB Contoh Menu Pakuan Tajur - Nasi 60-80 Setiap hari Sayur sop kc. merah 80-100 sekolah 10-17 Perkedel kentang - Nasi 60-80 Sayur lodeh 80-100 Tempe goreng 8-15 -Pizza 30-44 - Biskuit 28-35 180-210 Bubur kacang hijau Pakuan Yasmin (sama dengall Pakuan Tajur) Antz - Nasi goreng sosis 85-100 Setiap - roti coklat + susu 40 + 125 ~ n l Rabu-Jumat Mutiara Permata Bunda Kemuning Sekolahku
- Nasi goreng Telur dadar - Bubur kacang hijau
-
Siklus Sdbulan
ldbulan
-
Idbulan
-
-
-
-
Jenis menu makanan yang disediakan sekolah cukup beragam, berupa
snack atau inakanan besar, disesuaikan dengan jenis aktivitas anak pada hari tersebut. Juinlah berat inakanan per porsi disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Waktu penyelenggaraan makan berbeda-beda, ada yang melaksanakannya di setiap hari sekolah dan ada yang inelaksanakannya 1-8 kalilbulan. Sementara itu
KB I1 tidak ada yang inelaksanakan program penyelenggaraan inakan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh keterbatasan biaya penyelenggaraan. Kontribusi Konsumsi di Sekolah terhadap Tingkat Konsumsi G i i . Hampir seluruh KB I mengadakan program penyelenggaraan makan di sekolah, namun hanya sebanyak 26 contoh (61.9%) KB I, yaitu yang bersekolah di Pakuan Tajur dan Antz yang dinilai konsumsi pangannya di sekolah. Hal iili disebabkan adanya perbedaan waktu penyelenggaraan makan dan waktu pengambilan data di tiap sekolah. Konsumsi pangan di sekolah kemudian d i b a n d i i a n dengan konsumsi total anak untuk melihat persentase kontribusi pangan yang disediakan KB dalam menyumbangkan asupan eilergi dan zat gizi laill per hari. Tabel 11 Konsumsi di sekolah dan kontribusi terhadap konsumsi total dan kecukupal gizi contoh Rata-rata Konsumsi Kontribusi (%) Zat Gizi Rataan SD Konsumsi Total Kecukupan Gizi Energi (Kal) 181 115 13 16 Protein (g) 4.7 2.6 10 16 Lemak (g) 6.4 6.9 12 27 Karbohidrat (g) 25.5 13.6 15 18 Kalsium (mg) 25.7 30.8 2 4 Fosfor (mg) 39.1 23.8 4 8 Besi (mg) 1.1 0.6 21 13 Vit A (pg RE) 95.5 147.9 10 17 Vit C (mg) 2.5 2.5 20 6 Seng (mg) 0.2 0.2 10 2 Tabel 11 menunjukkan rata-rata konsumsi contoh di sekolah serta kontribusiilya terhadap konsumsi total dan kecukupan gizi coiltoh. Dapat diketahui bahwa kontribusi terbesar yang diberikan konsumsi contoh di sekolah terhadap konstunsi total contoh per hari adalah konsumsi besi (21%) dan vitamin C (20%). Meskipun demikian koiw.unsi besi dan vitamin C menyumbangkan 13% dan 6% bagi kecukupan gizi coiltoh. Kontribusi terbesar yang diberikan konsumsi coi~tohdi sekolah terhadap kecukupan gizi contoh adalah konsumsi lemak (27%) dan karbohidrat (18%). Hal ini dimungkiilkan akibat perbedaan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi antara makanan rumah dan makanan yang diberikan di sekolah. Program penyelenggaraan makan di sekolah umuinnya diadakan sekitar pukul09.00 WIB.
>,
3
Makanan terkadang tidak dihabiskan karena contoh telah mengkonsurnsi sarapan sebelumnya di rumah. Lingkungan SekolahIKelompok Bermain (KB) Kelompok bermain yang berkualitas haruslah mengacu pada Pedoman Rintisan Program Kelompok Bermain yang telah disusun oleh Direktorat PADU (2003) agar sesuai dengan kondisi inasyarakat dan sesuai pula dengan kaidahkaidah peningkatan, pertumbd~an,dan perkembangan potensi anak. Komponen penyelenggaraan Pedoinan Rintisan Program Kelompok Bermain terdiri atas peserta didik, tenaga pendidik, tipe kelompok berinain, penyelenggara kegiatan belajar, sarana belajar, program pembelajaran, waktu pembelajaran, tempat belajar, dana belajar, evaluasi belajar, ragi belajar, serta keinampuan yang dihasilkan (Direktorat PADU 2003). Program Pembelajaran Program kegiatan pembelajaran di KB didasarkan pada tugas dan perkembangan anak sesuai dengan tahap usia dan tahap tumbuh kembang anak (Depdiknas 2002). Pengembangan program peinbelajaran hams mengintegrasikan kebutuhan peserta didik terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial, termasuk kesejahteraannya. Program peinbelajaran di KB meliputi pembentukan perilaku yang diberikan melalui pembiasaan yang diwujudkan dalam kegiatan sehari-hari (Direktorat PADU 2002). Penerapan program pembelajaran berdasarkan kelompok bernlain dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 12 Persen skor rata-rata penerapan program pembelajaran berdasarkan kelompok bermain KB l * KB 2* Total Program Pembelajaran % Yo Yo 100 99 Moral dan Nilai-nilai Againa 98 Fisik 98 84 91 Bahasa 95 80 88 Kognitif 95 100 97 Sosial Emosi 100 88 94 Seni 100 64 84 Total 98 87 93
*
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengall bawah
Berdasarkan acuan menu pernbelajaran pada kelompok bermain yang dikeluarkan oleh Direktorat PADU t a h ~ u2002, ~ program pembelajaran dini usia meilgacu pada aspek-aspek pengembangan, yaitu pengembangan moral dan nilainilai agama, fisik, bahasa, kognitif, sosial emosi, dan seni. Secara keselmhan lebih dari 90 persen menu program pembelajaran telah dilaksanakan KB sesuai dengal
acuan menu pembelajaran PADU.
Nilai persei~tase program
pembelajaran KB I umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan KB 11, kecuali pada aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama serta aspek pengembangan kognitif. Sementara itu, program pembelajaran KB I1 telah mencapai 100 persen pada aspek-aspek tersebut. Hanlpir seluruh aspek pengembangan pendidikan dini usia berada diatas 80 persen kecuali aspek pengembangan seni (64%). Rendahnya pelaksanaan program pembelajaran seni pada KB I1 dapat disebabkan terbatasnya penggunaal alat pengajaran (termasuk dalam sarana belajar) serta tingkat pengetahuan teilaga pendidik, sehiilgga menu pembelajaran kurang beragam dan tidak dapat dilaksanakan deilgan baik. Tabel 13 Sebaran kelompok bermain berdasarkan kualitas program pembelajaran KB I* KB 11* Total Kualitas Program n
YO
n
%
n
%
Rendah(43.3)
0
0
2
40
2
18
Sedang (63.3-85.9)
1
17
1
20
2
18
Tinggi (>85.9)
5
83
2
40
7
64
Pembelajaran
*
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Tabel 13 meilunj~kkansebaran kelompok bermain berdasarkan kualitas program pembelajaran. Secara umum kedua jenis KB dapat dikatakan telah melaksanakan program pembelajaran dengan baik (64%). Sebesar 83 persen KB I termasuk dalan kategori tinggi. Artinya, program pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh KB I dapat dikatakan sesuai deilgan Pedomaii Rintisan Program Keloinpok Bermain yang telah disusun oleh Direktorat PADU (2003). Sedangkan pada KB 11, sebagian jumlah sekolah KB I1 berada dalan kategori baik dan reudah (masing-masing sebesar 40%). Hal ini diduga disebabkan oleh keterbatasan sarala KB, biaya penyelenggaraan, serta tenaga pendidik sehiilgga tidak semua program pembelajarail dapat dilaksanakan dengan baik. Hasil uji
statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan nyata program pembelajaran antara KB I datl KB 11. Metode Penyampaian Metode penyampaian sangat terkait dengan programlmateri yang akan disampaikan (Tim PAUD Propinsi Jawa Barat 2004). Pemilihan metode dalam program pembelajaran sangat menentukan keberhasilan program yang akan diberikan kepada peserta didik. Beberapa metode yang biasa digunakan adalah bermain, bercerita, bernyanyi, bercakap-cakap, bermain peran, darmawisata, peragaan, kerja kelompok, latihanlpenugasan, metode proyek, dan sosiodrama (Direktorat PADU 2002). Jumlah dan persentase kelompok bermain jenis yang menerapkan metode penyampaian disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Persentase kelompok bermain yang menerapkan metode penyampaian KB I* KB 11* Total Metode Penyampaian
*
Bern~ain Bercerita Bernyanyi Bermain Peran Darmawisata Kerja Kelompok Latihanlpenugasan
%
%
%
100 100 100 100 83.3 83.3 83.3
100 100 100 100 60 60 100
100 100 100 100 72.7 72.7 90.9
KB I = Kelo~npokbermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bennain pada kategori menengah bawah
Metode yang digunakan dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik sangat beragam. Hampir seluruh KB telah menggunakan berbagai metode tersebut dalam menyampaikan materi. Metode bermain, bercerita, bernyanyi, bermain peran, dan latihan telah digunakan oleh kedua jenis KB (90.9% untuk penugasm dan laimlya 100%). Metode bermain, bercerita dan bernyanyi digunakan setiap hari, sedangkan metode bermain berperan satu minggu sekali. Metode-metode tersebut dianggap cukup efektif oleh tenaga pendidik karena anak mudah memahami materi dengan cara bermain, sesuai dengan usianya yang tergolong balita. Metode utanla dalanl pendidikan anak dini usia adalah bemain, bercerita, dan bernyanyi. Pada usia prasekolah fungsi bermain mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak. Dalam bermain terdapat bern~acambentuk kegiatan yang memberikan kepuasan pada diri anak, kegembiraan, berkhayal
mengembangkan imajinasinya, memilih yang disukainya, memecahkan masalah, bercakap-cakap, kerjasama, berperan dalam kelompoknya, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan (Dinas Pendidikan Kota Bogor 2004). Kegiatan bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius namun mengasyikan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaan tenvujud dan permainan sebaiknya yang dipilih sendiri bukan karena hadiah atau pujian, serta merupakan alat utsuna yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya (Semiawan 2005). Metode darmawisata, kerja kelompok, dan latihan dilakukan ole11 sebagian besar KB I (83.3%). Dengan berdainawisata, anak memperoleh kesempatan mengobservasi, memperoleh informasi, dan mengkaji segala sesuatu secara langsung, yang juga berarti membawa anak-anak ke objek-objek tertentu, pemberian pengalaman belajar yang tidak mungkin diperoleh di kelas (Dinas Pendidikan Kota Bogor 2004). Darmawisata biasanya dilaksanakan sebanyak 1-2 kali daliun setahun. Hal ini diduga tergantung kepada biaya penyelenggaraan. Sedangkan pada KB 11, metode darmawisata dan kerja kelompok dilakukan oleh 60 persen KB 11. Metode latihan atau penugasan yang dilaksanakan ole11 selurnh
KB 11. Baik kerja kelompok maupun latihan biasanya dilakukan seminggu sekali dengan pertimbangan atas kenlampuan dasar an&. Sebaran kelolnpok bermain berdasarkan kualitas metode penyalnpaian disajikan pada Tabel 15 Tabel 15 Sebaran kelompok bernlain berdasarkan kualitas metode penyampaian KB I* KB 11* Total Kualitas Metode Penyampaian n YO n % n % Rendah (<81 . l ) 0 0 2 40 2 18 Sedang (81 .l-91.6) 0 0 1 20 1 9 Tinggi (>9 1.6) 6 100 2 40 8 73 * KB 1 = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bernlain pada kategori ~nenengahbawah Secara umum kedua jenis KB tergolong baik dalam menggunakan metode penyampaian (73%). Seluruh KB I (100%) dapat digolongkan dalam kategori tinggi, karena metode yang digunakan lebih beragam. Tenaga pendidik di KB I menggunakan berbagai metode penyampaian dalam proses belajar sambil bermain di sekolah, sehingga murid dapat dengan mudah memahami materi dengan baik. Metode penyampaian tersebut di antaranya adalah belajar sambil bermain, bercerita, bernyanyi,
bermain peran, darmawisata, kerja kelompok, dan
latihdpenugasan. Tidak demikian halnya pada KB 11. Sebanyak 40 persen KB I1 tergolong dalcun kategori rendah. Namun 40 persen KB I1 lainnya berada dalam kategori tinggi. Keterbatasan sarana KB, biaya penyelenggaraan, serta tenaga pendidiknya diduga juga ikut mempengaruhi metode pemhelajaran yang digunakan. Hasil uji statistik menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata metode peilysunpaian antara KB I dan KB 11. Sarana Belajar
Sarana belajar merupakan kesatuan sarana bagi peserta didik, bagi guru/suinber belajar, serta sarana administrasi dan keuangan (Direktorat PADU 2003). Sarana belajar juga digunakan sebagai alat yang dapat inemudahkan tei~aga didik dan peserta didik dalam proses bermail1 sambil belajar (Tim PAUD Propinsi Jawa Barat 2004). Tabel 16 menunjukkan keloinpok bermain yang memiliki berbagai jellis sarana belajar. Tabel 16 Persentase kelompok bermain yang meiniliki sarana bermain KB I* KB 11* Total Sarana Belajar % Yo Yo Permainan Aktif 100 80 91 Keseimbangan 100 20 64 Berkejaran 100 60 82 Tempat Teduh 100 60 82 Kebun 83 40 64 Sosialisasi 100 100 100 Sarana-Berkebun 67 40 55 Peineliharaan Hewan 83 20 55 Pot Tanaman 100 60 82 Poster 100 80 91 Ruang Makan 67 20 45 Ruang Tidur 50 20 36 Toilet 100 100 100 Ruang Ganti 33 20 27 UKS 83 20 55 Perpustakaan 83 40 64 Laimiya 50 0 27
*
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Sarana belajar yang umum terdapat di kelompok bennain adalah alat permainan aktif (91%), tempat berkejaran (82%), tempat wituk berteduh (82%), tempat untuk bersosialisasi (loo%), pot tanaman (82%), aneka poster (91%), serta toilet (100%). Sedangkan ruang tidur dan ruang galti tidak banyak dimiliki oleh
kedua jenis KB. KB I memiliki sarana belajar yang lebih bervariasi dibandingkan dengan sarana belajar di KB 11. Sarana untuk alat keseimbangan, keb~m, tempat penleliharaan hewan (kandang dan kolam), mang makan, perpustakaan, serta UKS lebih banyak dimiliki KB I dibandingkan dengan KB I1 (Tabel 16). Ruang makan biasanya dimiliki KB yang mengadakan progranl penyeleilggaraan makan di sekolah. Ruang inakan tersebut dilengkapi oleh dapur berkapasitas meinadai untuk selunlh peserta KB. Sedangkan UKS atau Usaha Kesehatan Sekolah digunakan sebagai tempat istirahat bagi anak yang sakit serta tempat penleriksaan kesehatan. Upaya pemeliharaan kesehatan di kelompok bermain juga mencakup pendidikan dan pendekatan kesehatan di sekolah. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk pendirian UKS (Santoso & Ranti 1995). Ruangan lain yang terdapat di KB I adalah ruang audiovisual, ruang musik, serta mang komputer (50%). Hasil uji M m Whitney U menyatakan adanya perbedaan ilyata sarana belajar antara KB I dan KB I1 (p-value=0.022). Sebaran kelompok beimain berdasarkau kualitas sarana belajar ditunjukkan pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran kelompok bermain berdasarkan kualitas sarana belajar Kualitas Sarana KB I* KB II* Total % Pembelajaran n n % n Rendah (< 49) 0 0 2 40 2 Sedang (49-93) 17 2 40 3 1 5 83 1 20 6 Tinggi (> 93)
*
%
18 27 55
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Pada umumnya sarana belajar yang tersedia di KB I tergoloilg tinggi (55%). Sarana belajar yang tersedia di KB I tersebut sudah cukup mendukung
kegiatan belajar di keloinpok bermain. Namun berbeda di KB 11, di mana sarana k~~alitas sarana belajar tergolong rendah-sedang (Tabel 17). Miniinnya sarana belajar di KB I1 diduga disebabkan oleh keterbatasan biaya penyelenggaraan kelompok bernlain.
Stimulasi Gizi dan Kesehatan Stimulasi gizi dan kesehatan merupakan stimulasi pendidikan yang diberikan dalan~rangka mengembangkan pengetahuan serta perilaku gizi dan kesehatan (Anwar 2000). Pendidikan melalui stimulasi gizi dan kesehatan
dibesikan pada anak untuk mengarahkan kepada pembiasaan dan casa makan yang lebih baik, atau sebagai sasana mempengaruhi perilaku anak selungga mereka dapat menerapkan pengetahuan gizi dan kesehatan dalam kebiasaan sehari-hari. Santoso dan Ranti (1995) menambahkan bahwa pendidikan kesehatan bertujuan menanamkan kebiasaan hidup sehat, mendorong anak didik untuk ikut serta dalam berbagai usaha kesehatan dan ikut bertanggung jawab atas kesehatan sendiri dan lingkungan. Pihak sekolah sebaiknya menyelenggarakan usaha kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kesehatan secara umum dan khusus seperti mata, daya dengar, serta kesehatan gigi dan mulut. Tabel 14 menunjukkan kelompok besmain yang memberikan stinlulasi gizi dan kesehatan di sekolah (KB). Tabel 18 Persentase kelompok bemain yang memberikan stimulasi gizi dan kesehatan KB I* KB II* Total Stimulasi Gizi dan Kesehatan %
Stimulasi konsumsi Menu maka~iangizi seimbaiig Siklus menu sesuai dengan daftar menu Tersedia buah dan sayur dalam menu Minum susu setiap hari Imu~iisasiatau pemberian vitamin A Tersedia kantin yang sehat Stimulasi pertumbuhan fisik Pengukuran BB & TB Pencatatan khusus1KMS Stimulasi kesehatan Program mandi yang benar Program menjaga kebersihan lingkungan Program perawatan gigi Anjuran melaksanaka~ipe~neriksaangigi Tersedia P3K Training hip0 & hipertermi bagi guru Gerak badan/Olaliraga * KB I = Kelomnok bennain ~ a d kategori a menengall atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori ~nenengahbawah
-
-
%
%
67 50 33 0 100 33 100 67 17 83 100 83 100 50 100
Secara umum stin~ulasigizi dan kesehatan yang diberikan oleh setiap KB adalah pengadaan in~unisasi/pemberianvitamin A, pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB), penyediaan P3K, serta program gerak badanlolahraga. Selurul~KB I melakukan pengukuran BB dan TB sedangkan KB I1 tidak seluruhnya (80%). Pengukuran BB dan TB di kelompok besmain dilaksanakan 1-
4 kali dalam setahun. Sebesar 67 persen KB I dan 60 persen KB I1 mencatat hasil
pengukuran dalam catatan khusus atau dalam bentuk KMS. Santoso dan Ranti (1995) menyebutkan bahwa seorang anak usia prasekolah juga sebaiknya dipantau kesehatannya dan dicatat dalam buku atau catatan khusus (Tabel 18). Sementara itu imunisasi dan peinberian vitamin A dilaksanakan 2 kali dalam setahun. KB I juga melakssu~akanprogram ini (100%) narnun hanya 60 persen KB I1 yang melaksanakannya. Program imunisasi maupun pemberian vitamin biasanya disesuaikan dengail program PIN dan dikoordinasikan dengan Posyandu terdekat. Stimulasi gizi dan kesehatan yang dilakukan pada kegiatan belajar rutin contohnya adalah kegiatan bermain, penlberian praktek inakan, tidur dan pulang. Program gerak badanlolahraga dilakukan oleh seluruh KB I dan 60 persen KB 11. Program ini dilakssulakan sebanyak 1 kalilminggu, atau bahkan terdapat KB yang melaksanakannya tiap hari. Olahaga seilam pagi, joggingljalan pagi, dan reilang inerupakan jenis kegiatan olahraga yang paling umum dilakukan. Anak mulai dididik dan dilatih agar dapat mandiri, misalnya membereskan mainan setelah bermain, mencuci tangan sebelum makan, inakan makanan bergizi, toilet training, dan membersihkan diri sebelum tidur. Pada Tabel 18 dapat diketahui bahwa KB I juga memberikan stiinulasi gizi dan kesehatan berupa penananan peilgetahuan anak mengei~aiperawatan gizi yang benar (100%) dan disertai dengan pemeriksaan gigi yang biasa dilakukan 2 kali dalam setahun (83%). Santoso dan Ranti (1995) menyebutkan, stimulasi gizi dan kesehatan jugs
ditujukail dalam rangka upaya pemeliharaan kesehatail anak. Jika kebiasaail bersih sudah ditanamkan sejak usia dini, maka ketika dewasa akan bertiilgkah laku sesuai dengan norma kebersihan. Hal ini juga berlaku dalam ha1 berpakaian, makan, menggosok gigi dan semua kegiatan anak sehari-hari. Kebiasaan menggosok gigi per111 ditanamkan di sekolah dengan kegiatan sikat gigi massal (saat sesudah inakan) dengan biinbingan guru dan jika mugkin dilakukan di depan cermin. Sebanyak 67% KB I mengadakan program peiiyelenggaraan makan di sekolah. Ada yang menyelenggarakannya tiap hari sekolah, namun ada juga yang tiap ininggu atau tiap bulan satu kali. Selain meniunbah konsumsi zat gizi anak
dalam menu makan sehari-hari, penyelenggaraan makan di sekolah juga memiliki fungsi ~ m k ksopan santun dalam acara makan bersama, melatih inakan berbagai jenis bahan makanan serta hidangan yang bergizi, melatih anak mandiri, serta melatih anak menggunakan peralatan makan dengan benar. Melalui pemberian makan di sekolah, anak yang sulit makan atau tidak suka makan seringkali menjadi mau makan karena suasana lingk~mgandan keberadaan teman di sekolah (Santoso & Ranti 1995). Menu yang tersedia di KB I yang diteliti bervariasi, telah memenuhi syarat gizi seiinbang, dan memiliki siklus yang berputar satu bulan sekali (Tabel 10). Namun terkadang siklus tersebut tidak berputar sesuai daftar menu yang telah ditetapkan karena disesuaikan dengan kondisi lingkuiigan maupun kegiatan peserta didik di kelompok bermain. Namun sti~nulasigizi dan kesehatan yang tidak diberikan oleh KB adalall penyediaan susu setiap hari. Hal ini diduga karena biaya yang mabal sehingga tidak mampu untuk diselenggarakan KB. Santoso dan Ranti (1995) mengemukakan bahwa beberapa ha1 yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan makan berkaitan dengan kebutuhan gizi, sanitasi dan hygiene lingkungan, ragain menu, porsi menu, efisiensi, serta melengkapi persyaratan makan u n t ~ k anak usia tertenttl. Penyediaan inakan hams mementingkan kebersihan dan tidak membahayakan anak; mudah dan praktis; menu yang beragam dengan porsi yang cukup mengenyangkan an*,
serta efisien dan mudah
dalam proses pengelolaan, persiapan, pengolahan dan penyajian makanan. Penanganan hipotenni maupun hipertermi telah dapat dilaksanakan pada sebagian KB I, namun tidak pada KB 11. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan tenaga pendidik, perlu diadakan training khusus. Tabel 19 menunjuMtan sebaran kelompok bermain berdasarkan kualitas stimulasi gizi dan kesehatan. Tabel 19 Sebaran keloinpok beimain berdasarkan kualitas stimulasi gizi dan kesehatan KB I* KB 11* Total Kualitas Stimulasi Gizi n % n % % n Rendah (< 47.8) 0 0 5 100 5 45.5 Sedang (47.8-71.5) 3 50 0 0 3 27.3 Tinggi (> 71.5) 3 50 0 0 3 27.3
*
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB 11 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Stimulasi gizi dan kesehatan dapat diberikan melalui kegiatan belajar sebagai salah satu hentuk pengasuhan anak pada kelolnpok bennain (Handayani 2003). Secara umtun tidak semua kelompok bennain mnemnberikan stimulasi gizi dan kesehatan yang baik kepada peserta didik. KB I1 tergolong ke dalam kategori rendah, karena stimulasi gizi dan kesehatan yang diherikan sangat minim. Sedangkan pada KB I, sebagian KB memberikan stimulasi gizi dan kesehatan sedang dan sebagian lainnya tinggi. Hasil uji statistik inenyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata stimulasi gizi dan kesehatan antara KB I dan KB II (pvulue=0.006). Hal ini pun &duga disebabkan oleh keterbatasan sarana belajar serta hiaya penyelenggaraan KB. Status Gizi Contoh Status gizi anak dinilai menggunakan indeks berat badan nlenurut tunur (BBN), indeks tinggi badan menurut umur (TBICT), dan indeks berat badan menurut tinggi badan (BBiTB) (Riyadi 2001). Penilaian status gizi anak dilakukan berdasarkan perhitungan z-skor pada saat pengambilan data pertama (z-skor I) dan data kedua (z-skor 11). Rata-rata z-skor I dan I1 contoh disajikan pada Ga~nbar2-4.
Gambar 2 Perkeinbangan status gizi contoh berdasarkan indeks BBIU. Berdasarkan Ga~nbar2, dapat diketahui bahwa rata-rata z-skor I indeks BB/U contoh KB I (-0.1) lehih tinggi dibandingkan dengan KB I1 (-1.4). Demikiail halnya pada z-skor I1 contoh dimana rata-rata z-skor I contoh KB I (1.3) juga lebih tinggi dibandingkan dengan KB I1 (-1.1). Hasil uji statistik menyebutkan bahwa terdapat perbedaan nyata z-skor I (p-vulue=0.001) dan z-skor
I1 BBN antara peserta KB I dan KB I1 (p-vulue=0.000) pada indeks BBIU.
Z-skor contoh KB I dan KB I1 pada indeks B B N mengalami peningkatan pada saat pengambilan data kedua, yaitu tiga bulan setelah penilaian z-skor I. Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata antara z-skor I dan z-skor I1 indeks BBKJ contoh peserta KB (p-value=0.000). Kenaikan z-skor tersebut dapat disebabkan oleh kenaikan rata-rata berat badan (BB) contoh pada saat pengukuran kedua (Tabel 8 dan 9). Kenaikan BB contoh tersebut diduga disebabkan konsumsi contoh yang meningkat serta tingkat kesakitan menurun atau status kesehatan yang baik. Konsumsi
contoh
meningkat
salah
satunya
diduga
disebabkan
terdapatnya beberapa KB (terutama KB I) yang menyelenggarakan program penyelenggaraan makan di sekolah. Hal ini pula yang salah satunya dapat menjelaskan perubahan z-skor I terhadap z-skor I1 pada KB I yang lebih besar dibandingkan dengan KB 11, selain pola asuh dan pola konsumsi contoh KB I di rumah yang diduga lebih baik dibandingkan dengan contoh KB 11. Rata-rata z-skor contoh KB I yang mendapatkan program penyelenggaraan makan di sekolah (1.79) lebih tinggi dibandingkan dengan contoh KB I yang tidak mendapatkan program penyelenggaraan makanan (0.3). Hasil uji statistik meyebutkan bahwa terdapat perbedaan z-skor antara contoh KB I yang mendapat program penyelenggaraan inakan dan contoh KB I yang tidak mendapatkannya (p-value=0.035). Sementara itu tidak terdapat perbedaan nyata tingkat konsumsi energi dan protein antara contoh KB I yang mendapatkan program penyelenggaraan makanan di sekolah dan yang tidak. Sehingga perbedaan z-skor tersebut diduga dapat disebabkan oleh adanya program penyelenggaraan makan di sekolah yang menyumbangkan asupan gizi lebih besar pada contoh KB I yang mendapatkan program penyelenggaraan makanan di sekolah. Santoso dan Ranti (1995) menyebutkan penyelenggaraan makan di sekolah memiliki h ~ g s altars i lain dapat menanbah konsumsi zat gizi anak dalam menu makan sehari-hari dan melalui pemberian makan di sekolah, anak yang sulit makan atau tidak suka makan seringkali menjadi mau makan karena suasana lingkungan dan keberadaan teman di sekolah.
Ganibar 3 menunjukkan rata-rata z-skor contoh berdasarkan pengukuran indeks TBAJ. Dapat diketahui bahwa rata-rata z-skor I indeks TBAJ contoh KB I (0.2) lebih tinggi dibandingkan dengan KB I1 (0.0). Demikian halnya pada z-skor I1 contoh dimana rata-rata z-skor I contoh KB I (-0.7) juga lebih tinggi dibandingkan dengan KB I1 (-1.1). Hasil uji statistik rnenyebutkan bahwa terdapat perbedaan nyata z-skor I @-value=0.006) dan z-skor II TBAJ antara peserta KB I dan KB I1 (p-valzie=0.003).
Perkembangan Status Gii Contoh (TBN)
I
Gambar 3 Perkembangan status gizi contoh berdasarkan indeks TBAJ Berbeda halnya dengan indeks BBIU, pada indeks TBAJ rata-rata z-skor kedua kelompok contoh mengalami penurunan. Hal ini disebabkan meskipun contoh mengalami peningkatan TB, namun peningkatan TB tersebut lebih rendah dari peningkatan TB berdasarkan baku ruj~kanWHO/NCHS (1983). Jarak pengukuran (tiga bulan) tidak banyak inernberikan kenaikan tinggi badan berarti, sehingga z-skor I1 lebih rendah dibandingkan z-skor I. Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata antara z-skor I dan z-slcor I1 contoh peserta KB @-value=0.000) untuk indeks TBAJ. Rata-rata z-skor contoh pada indeks BBITB disajikan pada Gambar 4. Pada indeks BBITB, dapat diketahui bahwa rata-rata z-skor I indeks BBITB contoh KB I (-0.1) lebih tinggi dibandingkan dengan KB I1 (-1.0). Demikian halnya pada z-skor I1 contoh diinana rata-rata z-skor I contoh KB I (2.0) juga lebih tinggi dibandingkan dengan KB 11 (-0.4). Hasil uji statistik menyebutkan bahwa terdapat perbedaan nyata z-skor I @-value=0.033) dan z-skor I1 BBiTB antara peserta KB I dan KB I1 @-vnlue=0.000).
Gambar 4 Perkembangan status gizi contoh berdasarkan indeks BBITB Z-skor contoh KB I dan KB I1 pada indeks BBITB mengalami peningkatan pada saat pengambilan data kedua, yaitu tiga bulan setelah penilaian z-skor I. Hasil uji statistik lnenyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata antara zskor I dan z-skor I1 indeks BBITB contoh peserta KB (p-value=0.000). Seperti halnya pada indeks BBAJ, kenaikan z-skor tersebut dapat disebabkan oleh kenaikan rata-rata berat badan (BB) contoh pada saat pengukuran kedua (Tabel 20 dan 21). Kenaikan BB contoh tersebut diduga disebabkan konsumsi contoh yang meningkat serta tingkat kesakitan menurun atau status kesehatan yang baik. Z-skor
pada
ketiga
indeks
pengukuran
antropometri kemudian
diinterpretasikan dan dikategorikan menurut kriteria WHO/NCHS (1983) seperti yang disajikan pada Tabel 20 dan 21. Pada penilaian status gizi I (Tabel 20), berdasarkan indeks BBAJ, sebagian besar contoh pada masing-masing kelompok contoh memiliki status gizi normalhaik (71.4% untuk contoh KB I dan 70.2% untuk contoh KB 11). Nanun pada KB I dan KB I1 terdapat contoh yang tergolong underweight (14.3% di KB I dan 27.7% di KB 11). Bahkan pada KB I1 terdapat satu anak (contoh) yang tergolong underweight berat. Hal ini diduga disebabkan pola asuh makan yang salah atau infeksi. Hal tersebut dapat terjadi akibat nlinimnya daya beli terhadap pangan, pengetahuan gizi ibu yang kurang, atau kondisi lingkungan yang tidak sehat.
Tabel 20 Sebaran contoh menurut status gizi I contoh KB I* KB 11* Status Gizi n % n YO Indeks BB/U 0 0 1 2.1 Underweight berat 13 27.7 6 14.3 Underweight 30 71.4 33 70.2 Normal 0 0 6 14.3 Overweight Rata-rata BB SD 14.0*3.5 12.2*1.4 Indeks TB/U 8 17.0 Stunted 5 11.9 Normal 37 88.1 39 83.0 91.9rt5.9 Rata-rata TB rt SD 93.lrt5.3 Indeks BBITB Wasted berat 0 0 1 2.1 Wasted 2 4.8 7 14.9 Normal 36 85.7 39 83.0 Overweight 4 9.5 0 0
*
*
Total n
%
1 1.1 19 21.3 63 70.8 6 6.7 13.0*2.7 13 14.6 76 85.4 92.4i5.6
1 9 75 4
1.1 10.1 84.3 4.5
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Berdasarkan indeks TBAJ maupun indeks BBITB, sebagian besar contoh pada masing-masing kelompok contoh memiliki status gizi normal. Sebesar 88.1 persen contoh KB I dan 83 persen contoh KB I1 termasuk dalarn kategori status gizi normal menurut indeks TBAJ, dan sebesar 85.7persell contoh KB I dan 83 persell contoh KB I1 termasuk dalam kategori status gizi normal meiiurut indeks BBITB (Tabel 20). Pengukuran BB dan TB anak yang kedua dilakukan tiga bulan setelah peilgukuran pertama. 2-skor I1 yang diperoleh kemudian diinterpretasikan dan dikategorikan menurut kriteria WHONCHS (1983) (Tabel 21). Dapat diketahui bahwa secara umum masing-masing kelompok coiltoh tetap memiliki status gizi normal (79.8%) menurut indeks BBAJ. Jumlah underweight pada KB I maupun
KB I1 berkurang 14.6persen, selungga meningkatkan jumlah contoh yaig normal. Namun terdapat peningkatan jumlali contoh yang overweight dua kali lebih besar pada peserta KB I (28.6%).
Hal ini diduga akibat peningkatan rata-rata BB
contoh KB I yang cukup besar (3.2kg). Sementara itu peningkatan rata-rata BB contoh KB I1 adalah sebesar 0.9kg.
Tabel 21 Sebaran contoh menurut status gizi I1 contoh KB I* KB 11* Status Gizi YO n % n Indeks B B N 5 10.6 1 2.4 Underweight 29 69.0 42 89.4 Normal 0 0 12 28.6 Overweiaht 17.214.9 13.111.4 ~ a t a - r a t1 a~ SD~ Indeks T B N 7 16.7 10 21.3 Stunted 37 78.7 35 83.3 Normal 94.3zk5.5 92.43Z5.8 Rata-rata TB 3Z SD Indeks BB/TB 1 2.1 0 0 Wasted berat 3 7.1 1 2.1 Wasted 44 93.6 24 57.1 Normal IS 35.7 1 2.1 Overweight
*
Total
YO
n
6 6.7 71 79.8 12 13.5 15.014.1 17 19.1 72 80.9 93.3zk5.7
1 4 68 16
1.1 4.5 76.4 18.0
KB I = Kelomuok bermain uada kategori menengah atas KB I1 = ~ e l o m b o kbermainbada kategori rnenengah bawah
Berdasarkan indeks T B N sebagian besar contoh pada masing-masing keloinpok contoh juga tetap berada di kisaran status gizi normal (83.3% contoh KB I d a l 78.7% contoh KB I) (Tabel 21). Walaupun demikian, terdapat empat anak (4.5%) yang mengalami peilurunan status gizi dari pengukuran I ke pengukuran 11. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ha1 ini dapat terjadi akibat peningkatan TB yang tidak berarti, sehingga TB aktual anak lebih rendah dibandingkan dengan baku rujukan WHONCHS (1983). Rata-rata peiringkatan TB pada KB I (1.2 cm) lebih besar dibandingkan dengan KB I1 (0.5 cm). Terjadi peningkatan status gizi menurut indeks BBEB pada contoh KB 11. Jumlah contoh KB I1 yang termasuk dalam kategori normal bertambah menjadi 93.6 persen. Sebaliknya, jumlah contoh KB I yang normal menurun 26.2 persen, karena 35.7 persell contoh KB I termas~kdalam kategori overweight (Tabel 21). Secara unum status gizi I maupun status gizi I1 contoh KB I lebih baik dibandingkan dengan contoh KB 11. Nilai z-skor pada kedua kelompok contoh berdasarkan hasil uji statistik adalah berbeda nyata (Lampiran 2), sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pula perbedaal nyata status gizi contoh altara peserta
KB I dan KB 11. Adanya perbedaan status gizi tersebut diduga disebabkan salah satunya ole11 pengaruh sekolah, dalam ha1 ini lingkungan sekolah serta stimulasi gizi dan kesehatan yang diberikan sekolah, terhadap keadaan gizi anak. Dari
ketiga indeks tersebut, BB/U merupakan indeks yang lebih urntun digunakan untuk menentukan status gizi balita saat ini. Hal ini disebabkan karena berat badan merupakan ukuran antropometri yang memberikan gambaran massa tubdl dan juga berat badan mudah mengalami perubahan saat terjadi penyakit atau kurang gizi (Riyadi 2001).
Status Kesehatan Anak WHO (1983 dalam Khairunnisak 2004) menyatakan bahwa sehat adalah keadaan kualitas tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan Status kesehatan balita memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan balita yang dilihat menggunakan indikator rata-rata lama hari sakit (BPS 2002). Gangguan kesehatan pada anak usia prasekolah (balita) meliputi gangguan makan (kekurangan atau kelebihan), psikis (emosi, gangguan belajar,
sosial, psikiatri akibat faktor psikososial, dan gangguan
khusus) serta peiiyakit (Santoso & Ranti 1995). Tabel 22 menggambarkan jenis penyakit yang diderita anak. Tabel 22 Sebaran contoh menurut jenis penyakit yang pernah diderita contoh KB I* KB 11* Total Jenis penyakit n YO % n YO n 6 14 14 30 20 22 Panas 0 0 3 6 3 3 Panas,pilek 13 28 31 35 Panas,batuk,pilek 18 43 8 19 18 38 26 29 Pilek 3 7 1 2 4 4 Batuk biasa 11 26 17 36 28 31 Batuk pilek 1 2 0 0 1 1 Gigi 0 0 6 13 6 7 Asma 0 0 4 9 4 4 Bronkhitis 0 0 1 2 1 1 Campak 1 2 0 0 1 1 Cacar 3 7 2 4 5 6 Mencret Alergi 0 0.0 1 0.8 1 1.5 Lainnya** 1 1.8 2 3.0 3 2.5
*
KB I = Kelompok bernlain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah ** Sariawan, radang
Selma 3 bulan terakhir, jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh contoh secara umum adalah panas yang disertai dengan batuk dan pilek (35%), sedangkan penyakit batuk pilek dan pilek adalah yang penyakit lain yang banyak diderita contoh (31%). Contoh KB I banyak menderita panas, batuk dan pilek yang bersamaan (43%), sedangkan KB I1 banyak menderita penyakit pilek ,batuk pilek, serta panas (masing-masing sebesar 38%, 36%, dan 30%). Jenis penyakit tersebut banyak diderita contoh diduga karena kondisi cuaca dan musim hujan yang berlangsung pada saat itu. Tabel 23 menunjukkan jumlah frekuensi sakit dan lama hari sakit pada sebaran contoh. Pada umumnya sebagian besar contoh pemah mengalami sakit,
50.6 persen di antaranya pernah sakit lebih dari satu kali. Hanya 21.4 persen contoh KB I dan 8.5 persen contoh KB I1 yang tidak pernah sakit selama tiga bulan terakhir saat pengrunbilan data I. Rata-rata frekuensi sakit contoh KB I1 iebih besar dibandingkan dengan KB I. Tabel 23 Sebaran contoh menurut frekuensi dan lama sakit I contoh KB I* KB 11* Total Kategori n % n YO n % Frekuensi Sakit 4 8.5 13 14.6 9 21.4 Tidak pelnah sakit 20 42.6 31 34.8 Satu kali sakit 11 26.2 23 48.9 45 50.6 Lebih dari sekali 22 52.4 2.051.8 1.851.6 Rata-rata 5 SD 1.7*1.4 Lama Sakit 13 14.6 4 8.5 Tidak pernah sakit 9 21.4 <4 hari 8 19.0 14 29.8 22 24.7 17 36.2 26 29.2 4-7 hari 9 21.4 16 38.1 12 25.5 28 31.5 >7 hari 8.4*9.8 8.559.0 Rata-rata 5 SD 8.51t8.1
*
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Secara keseluruhan jumlah lama sakit anak pada kedua kelompok contoh berkisar 0-50 hari dalam tiga bulan terakhir sebelum penelitian dilakukan. Sebanyak 38.1 persen contoh KB I sakit lebih dari tujuh hari, sedangkan 36.2 persen contoh KB I1 sakit selama 4-7 hari. Hasil uji statistik menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan llyata frekuensi sakit dan lama sakit I antara peserta KB
I dan KB 11. Frekuensi dan lama sakit I1 contoh disajikan pada Tabel 16.
Sebesar 38.1 persen contoh KB I tidak mengalami sakit, dan 44.7 persen contoh KB I1 mengalami satu kali sakit selama tiga bulan terakhir sejak pengambilan data pertama. Sebanyak 28.6 persen contoh KB I sakit selama kurang dari empat hari, sedangkan 36.2 persen contoh KB I1 rnenderita sakit selama 4-7 hari. Rata-rata contoh KB I1 mengalami sakit yang lebih lama dibandingkan dengan contoh KB I (Tabel 24). Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata frekuensi sakit I1 (p-value=0.042) dan lama sakit
I1 (p-value=0.027) antara peserta KB I dan KB 11. Tabel 24 Sebaran contoh menurut frekuensi dan lama sakit I1 contoh KB I* KB 11* Total Kategori n % n % n YO Frekuensi Sakit Tidak pernah sakit 7 14.9 23 25.8 16 38.1 Satu kali sakit 13 31.0 21 44.7 34 38.2 Lebih dari sekali 13 31.0 19 40.4 32 36 Rata-rata + SD 121.4 1.751.4 1.5rt1.4 Lama Sakit Tidak pemah sakit 16 38.1 7 14.9 23 25.8 <4 hari 12 28.6 14 29.8 26 29.2 4-7 hari 8 19.0 17 36.2 25 28.1 >7 hari 9 19.1 15 16.9 6 14.3 Rata-rata + SD 3.82~4.5 5.8+5.9 4.9&5.4
*
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB 11 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
Secara umum keadaan atau status kesehatan pada kedua kelompok contoh dapat dikatakan lebih baik dibandingkan status kesehatan sebelumnya (frekuensi dan lama sakit I). Frekuerisi sakit anak umumnya menurun jumlahnya. Jumlah yang tidak mengalami sakit dan sakit sebanyak satu kali meningkat, menjadi 25.8 dan 38.2 persen. Demikian pula halnya pada lama sakit, terjadi p e n m a n lama sakit anak. Sebesar 14.3 contoh KB 1 dan 19.1 persen contoh KB I1 menderita sakit selama lebih dari 7 hari (berkurang sebesar 23.8% dan 6.4%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata antara lama sakit I dan lama sakit I1 contoh peserta KB @-value=0.002). Adanya peningkatan status kesehatan tersebut diduga disebabkan salah satunya oleh pengaruh sekolah, dalam ha1 ini lingkungan sekolah serta stirnulasi gizi dan kesehatan yang diberikan sekolah, terlladap keadaan kesehatan anak. Perkembangan status kesehatan contoh disajika~pada Gambar 5.
1
Perkembangan Frekuensi Sakit
0.0
L KB 1
KB2
TOTAL
contoh
Perkembangan Lama Sakit
I
KB 1
K B 2 TOTAL
contoh
Gainbar 5 Perkembangan status kesehatan contoh,
Hubungan Antar Variabel Hubungan Lingkungan Sekolah deugan Stimulasi Gizi dau Kesehatan Stimulasi gizi dan kesehatan inerupakan ha1 yang penting dalam tumbuh kembang anak. Stimulasi gizi dan kesehatan dapat diberikan melalui kegiatan helajar sebagai salah satu bentuk pengasuhan anak pada kelompok bermain (Handayani 2003). Hubungan lingktmgan sekolah dengan stiinulasi gizi dan kesehatan digainbarkan pada Tabel 25. Stimulasi gizi dan kesehatan di sekolah O(B) dikategorikan nlenjadi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan persentase skor stinlulasi gizi dan kesehatan yang diberikan sekolall kepada peselta KB. Pada Tabel 25 dapat diketahui bahwa pada kualitas stimulasi gizi dan kesehatan rendah yang diterima peserta KB (contoh) dapat diakibatkan ole11 kualitas lingkungan sekolah yang rendah-sedang. Sedangkan kualitas stiinulasi gizi dan kesehatan tinggi diteriina contoh karena kualitas program pembelajaran, metode penyampaian, dan sarana
belajar yang baik tinggi. Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara lingkungan sekolah dengan stimulasi gizi dan kesehatan
@-value=O.000, ~ 0 . 9 3 pada 3 a=O.Ol). Tabel 25 Hubungan karakteristik sekolah dengan stimulasi gizi dan kesehatan di KB Stimulasi Gizi dan Kesehatan Kualitas Lingkungan Rendah Sedang Tinggi Sekolah n % n % n YO Program Pembelajaran 0 0 0 0 2 40 Rendall 0 0 1 33 Sedang 1 20 67 2 2 40 3 100 Tinggi Metode Penyampaian 0 0 2 40 0 0 Rendah 0 0 Sedang 20 0 0 1 3 100 3 100 Tinggi 2 40 Sarana Belajar 2 40 0 0 0 0 Rendah Sedang 2 40 1 33 0 0 2 67 3 100 Tinggi 1 20
Faktor-faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Anak Stimulasi gizi dan kesehatan yang diberikan merupakan salah satu bentuk stimulasi pendidikan anak dini usia yang didukung oleh program pembelajaran, metode penyampaian, serta sarana belajar guna mencapai salali satu tujuan PADU yaitu status gizi dan kesehatan anak yang meningkat. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi diketahui melalui uji korelasi yang disajikan pada Tabel 26. Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat hubungan positif nyata antara usia orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, lingkungan sekolah (program pembelajaran, metode penyampaian, sarana belajar) dan stimulasi gizi dan kesehatan dengan status gizi contoh menurut indeks BB/U (Tabel 26). Artinya, semakin tinggi kualitas lingkungan sekolah dan stimulasi gizi dan kesehatan yang diberikan KB akan meningkatkan status gizi anak.
Tabel 26 Faktor-faktor yang berhubungan dengan status g z i (z-skor) contoh Nilai r (Koefisien Korelasi) Variabel BBA J TBlU BBITB Karakteristik Keluarga Usia Contoh Usia Ayah Usia Ibu Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Pendapatan Per Kapita Keluarga 0.433** 0.150 0.327** Lingkungan Sekolah Program Pembelajaran 0.253* 0.099 0.228* 0.402** 0.178 O.33Oa* Metode Penyampaian 0.588** 0.298** 0.421** Sarana Belajar Stimulasi gizi dan keseliatan 0.621** 0.305** 0.470** " Signifikan pada taraf kepercayaan 95% ** Signifikan pada tarafkepercayaan 99% Gambar 5 menjelaskan hubungan program pembelajaran dengan status gizi anak (contoh). Dapat diketahui bahwa kualitas prograin pembelajaran ikut berperan dalam menentukan status gizi anak. Program pembelajaran yang berkualitas tinggi akan menghasilkan peserta didik (contoh) dengan status gizi yang baik pula. Hal ini dapat dilihat dari besarnya z-skor contoh dibandingkan dengan z-skor contoh yang mendapatkan program pembelajaran dengan kualitas rendah maupun sedang. Hubungan Kualitas Program Pembelajaran dengan Status Gizi Contoh 2.0, 1.o
z-skor 0.0 a Sedang
-1.O
-2,0
#z~##2*4.~ae<*>.cv~eA~;~~:*L<(~~~j#^"*F:~-
Z-SKOR Z-SKOR Z-SKOR BBIU TBIU BB/TB
kategori
Ganlbar 5 Hubungan antara kualitas program pembelajaran dengan status gizi contoh. Hubungan metode penyampaian dengan status gizi anak (contoh) disajikan pada Gambar 6. Dapat diketahui bahwa kualitas metode penyampaian ikut berperan dalam menentukan status gizi anak. Metode penyampaian yang
berkualitas tinggi akan menghasilkan peserta didik (contoh) dengan status gizi yang baik pula. Hal ini dapat dilihat dari besarnya z-skor contoh dibandingkan dengan z-skor contoh yang mendapatkan metode penyampaian dengan kualitas rendah inaupun sedang. Hubungan Kualitas Metode Penyampaian dengan Status Gizi Contoh
1 ,o
z-skor 0,O -1 ,o
3
/oT,nggl
* ~ 3 ~ G x k 7 2 $ ? F i > ~ . 7 ,
2-SKOR 2-SKOR 2-SKOR BBIU TBlU BB/TB
kategori
Ganbar 6 Hubungan antara kualitas illetode penysunpaian dengan status gizi contoh. Hubungan sarana belajar dengan status gizi anak (contoh) disajikan pada Gambar 7. Dapat diketahui bahwa kualitas sarana belajar ikut berperan dalam menentukan status gizi anak. Sarana belajar yang berkualitas tinggi akan menghasilkan peserta didik (contoh) dengan status gizi yang baik pula. Hal ini dapat dilihat dari besarnya z-skor contoh dibandingkan dengan z-skor contoh yang mendapatkan sarana belajar dengan kualitas rendah inaupun sedang.
I
Hubungan Kualitas Sarana Belajardengan Status Gizi Contoh
1
1.0 2-skor 0.0
a Sedang
-1.0
1
1
ZSKOR BBIU
ZSKOR TBIU
kategori
ZSKOR BB/TB
1
Gambar 7 Hubungan antara kualitas sarana belajar dengan status gizi contoh Hubungan stimulasi gizi dan kesehatan dengan status gizi anak (contoh) disajikan pada Gainbar 8. Dapat diketahui bahwa kualitas stimulasi gizi dan
kesehatan ikut berperan dalam menentukan status gizi anak. Stimulasi gizi dan kesehatan yang berkualitas tinggi akan menghasilkan peserta didik (contoh) dengan status gizi yang baik pula. Hal ini dapat dilihat dari besarnya z-skor contoh dibandingkan dengan z-skor contoh yang lnendapatkan sti~nulasigizi dan kesehatan dengan kualitas rendah maupun sedang.
1
Hubungan K u a l i s Stimulasi Gizi dan Kesehatan dengan Status Gizi Contoh
1
3,O 2,o 1,o
z-skor 0,O -1 ,o
B Rendah
m Sedang
-2,o
0 nnggi
-3,O
I
2-SKOR
2-SKOR
2-SKOR
BWU
TBlU
BBlTB
I
kategori
1
Ga~nbar8 Hubungan antara kualitas stimulasi gizi dan kesehatan dengan status gizi contoh. Faktor-faktor yang Berhubungau dengan Status Kesehatan Anak Status kesehatan anak juga diharapkan akan meningkat dengan adanya pendidikan dini usia melalui penerapan stimulasi gizi dan kesehatan . Status kesehatan anak diukur dari frekuensi salut dan lama sakit contoh. Faktor-faktor yang berhuhungan dengan status kesehatan anak berdasarkan hasil uji korelasi disajikan pada Tabel 27. Hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sarana belaiar dan stiinulasi gizi dan kesehatan dengan status kesehatan contoh Tabel 27 Faktor-faktor yang berhubungan dengan status kesehatan contoh Nilai r (Koefisien Korelasi) Variabel Frekuensi Sakit Lama Sakit Lingkungan Sekolah -0.017 -0.018 Program Pembelajaran -0.083 -0.053 Metode Penyampaian -0.392** -0.423** Sarana Belajar Sti~nulasigizi dan kesehatan -0.298** -0.321**
* **
Signifikan pada tarafkepercayaan 95% Signifikan pada taraf kepercayann 99%
Hubungan antara sarana belajar dan stimulasi gizi dan kesehatan dengan status kesehatan adalah negatif. Hal ini inenunjukkan bahwa nilai stimulasi gizi dan kesehatan dengan status kesehatan berbanding terbalik. Artinya, semakin
baik sarana belajar dan stimulasi gizi dan kesehatan
yang diterapkan akan
seinakin baik status kesehatannya Cjumlah fiekuensi sakit dan lama sakit menurun). Sedangkan lingkungan sekolah lainnya (program pembelajaran dan inetode penyampaian) tidak inemiliki hubungan nyata dengan status kesehatan contoh. Hasil uji statistik juga menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara karakteristik keluarga dengan status kesehatan contoh (Lampiran 4). Hubungan antara lingkungan sekolah dan stiinulasi gzi dan kesehatan dengan status kesehatan contoh dapat dilihat pada Gambar 9-12. Selain berperan dalan menentukan status gizi contoh, kualitas program pembelajaran juga ikut menentukan status kesehatan anak. Frekuensi dan lama sakit contoh yang inendapatkan program pembelajaran tinggi umumnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan contoh yang mendapatkan prograin peinbelajaran dengan kualitas rendah maupun sedang (Gambar 9).
I
Hubungan Kualitas Program Pembelajaran denaan Status Kesehatan Contoh
1
Rendah
-
I
H Sedang
Frekuensi Sakit (kalilbulan)
Lama Sakit (hari)
kategori
Gambar 9 Hubungan kualitas program pembelajaran dengan status kesehatan contoh Hubungan metode penyampaian dengan status kesehatan anak (contoh) disajikan pada Gambar 10. Dapat diketahui bahwa kualitas metode penyampaian ikut berperan dalam menentukan status kesehatan anak. Metode penyampaian yang berkualitas tinggi akan menghasilkan peserta didik (contoh) dengan status kesehatan yang baik pula. Hal ini dapat dilihat dari besamya frekuensi dan lama sakit contoh yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kekuensi dan lama sakit contoh yang mendapatkan metode penyampaian dengan kualitas rendah maupun sedang.
I
Hubungan Kualias Metode Penyampaian dengan Status Kesehatan Contoh
(kaliibulan)
1
1 1 1
(hari)
kategori
Gambar 10 Hubungan kualitas metode penyampaian dengan status kesehatan contoh Kualitas sarana belajar ikut menentttkan status kesehatan anak. Frekuensi dan lama sakit contoh yang mendapatkan sarana belajar tinggi umumilya relatif lebih rendah dibandingkan dengan contoh yang mendapatkan sarana belajar dengan kualitas rendah maupun sedang (Gambar 11).
I I
Hubungan Kualiis Sarana Belajar dengan Status Kesehatan Contoh
(kaliibulan) kategori
10
Tinggi
1
/I
Gambar 11 Hubungan kualitas sarana belajar dengan status kesehatan contoh Hubungan stimulasi p i dan kesehatan dengan status kesehatan anak (contoh) disajikan pada Gambar 12. Dapat diketahui bahwa kualitas stiinulasi gizi dan kesehatan ikut berperan dalam menentukan status kesehatan anak. Stimulasi gizi dan kesehatan yang berkualitas tinggi akan menghasilkan peserta didik (contoh) dengan status kesehatan yang baik pula. Hal ini dapat dilihat dari besarnya fiekuensi
dan lama sakit contoh yang cendemng lebih rendah
dibandingkail dellgall frekuensi
dail lama sakit contoh yang mendapatkan
stimulasi gizi dan kesehatan dengan kualitas rendah maupun sedang.
1
Hubungan Stimulasi Gizi dengan status Kesehatan Contoh
1
7
6 5 4 3
IN Rendah
2 1
W Sedang
0
Frekuensi Sakit (kaliibulan)
Lama Sakit (hari)
kategori
1 1
Gambar 12 Hubungan antara stimulasi gizi dan kesehatan dengan status kesehatan contoh
Pengaruh Lingkungan Sekolah dan Stimulasi gizi dan Kesehatan terhadap Status Gizi dan Kesehatan Anak Status kesehatan anak merupakan aspek dari kualitas fisik yang dapat mempengaruhi status gizi. Status gizi anak yang inerupakan salah satu gambaran atau indikator keadaan kesehatan tubuh anak dapat diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi inakanan (Riyadi 2001). Sejak lahir hingga beruinur dua tahun, anak mengalami pertumbuhan otak yang sangat cepat sehingga gizi yang baik sangat dibutuhkan pada masa ini untuk menunjang tumbuh kembang otak dan tubuh secara optimum (Hardinsyah & Martianto 1992). Stimulasi merupakan ha1 yang penting dalam tumbuh kembang anak. Stimulasi gizi dan kesehatan adalah stimulasi pendidikan yang dberikan dalam rangka mengembangkan pengetahuan serta perilaku gizi dan kesehatan (Anwar 2000). Stimulasi gizi dan kesehatan dapat diberikan melalui kegiatan belajar sebagai salah satu bentuk pengasuhan anak tidak hanya di ruinah, namun dapat pula diterapkan di kelompok bermain (Handayani 2003). Faktor-faktor yang mempenganhi status gizi dan status kesehatan anak diketahui inenggunakan uji regresi linear metode backward, yaitu dengall menganalisis seluruh variabel dari belakang. Semua variabel dianalisis kemudian dilanjutkan dengan lnenganalisis pengaruh variabel-variabel bebasnya, kelnudian variabel yang tidak berpengaruh dibuang. Faktor-faktor yang inempengaruhi status gizi anak dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28 Hasil uji regresi faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi contoh (zskor BBN) BBIU B
p
p-value
(Constant)
-2.262
Jenis Kelamin
-0.702
-0.165
0.063
Pendidikan Ibu (tahun)
0.114
0.219
0.043
0.043
0.444
0.000
Stimulasi
gizi
dan
kesehatan ( % skor)
R2
Adjusted RZ
0.363
0.340
0.005
Tabel 28 menunjukkan hasil uji regresi linear untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap status gizi contoh berdasarkan indeks BBN. Dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh nyata lana pendidikan ibu dan stimulasi gizi dan kesehatan di KB terhadap status gizi contoh berdasarkan indeks BBN. Persamaan regresi adalah sebagai berikut:
Y = -2.262 - 0.702 XI + 0.1 14 Xz + 0.043 X3 Keterangan: Y
= z-skor BBN
XI= jenis kelamin
X2 = pendidikan ibu (tahun)
Xj = stimulasi gizi dan kesehatan (skor)
Persamaan regresi tersebut meinberi arti bahwa pendidikan ibu dan stimulasi gizi dan kesehatan dapat mempengaruhi status gizi anak berdasarkan indeks BBN. Rata-rata perbedaan z-skor antara contoh laki-laki dan perempuan adalah sebesar 0.702. Jika pendidikan ibu tetap dan stimulasi gizi dan kesehatan tidak dilakukan di sekolali (KB), maka z-skor BBN alak akan berkurang sebesar 2.262 SD. Jika pendidikan ibu bertambah satu tahun maka z-skor anak dapat bertambah 0.114 SD dan jika KB meningkatkan kualitas stimulasi gizi dan kesehatan maka z-skor BBN anak dapat bei-tambah sebesar 0.043 SD. Faktorfaktor yang berhubungan dengal status kesehatan anak disajikan pada Tabel 3 1 dan 32.
Tabel 31 Hasil uji regresi faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi sakit contoh Frekuensi sakit P p-value RL Adjusted RL B (Constant) 2.758 0.000 Sarana Belajar (% skor) -0.025 -0.398 0.000 0,166 0.147 Pendapata per Kapita 2.674E-07 0.221 0.032 Keluarga (Rphlnlorg) Tabel 32 Hasil uji regresi faktor-faktor yang mempengaruhi lama sakit contoh Lama Sakit B P p-value RL Adjusted R" (Constant) 9.190 0.000 0.083 0.073 Sarana Belajar (% skor) -0.068 -.289 0.006 Berdasarkan Tabel 31 dan 32 dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh nyata sarana belajar di KB terhadap frekuensi dan lama sakit contoh. Persamaan regresi adalah sebagai berikut: Y1= 2.758 - 0.025 X dan Y2 = 9.190 - 0.068 X Keterangan: Y1= frekuensi sakit (kaliI3 bulan)
X= sarana belajar (persen skor)
Y2 = lama sakit (hari) Persanlaan regresi tersebut memberi arti bahwa sarana belajar di sekolah
(KB) dapat mempengaruhi status kesehatan anak. Apabila kualitas sarana belajar sekolah tidak ditingkatkan, maka frekuensi sakit anak dapat bertambah sekitar 2-3 kali dan lama sakit dapat bertambah 9 hari. Namun apabila KB meningkatkan kualitas sarana belajar nlaka frekuensi sakit anak dapat berkurang 0-1 kali dan lama sakit dapat berkurang 0-1 hari. Nilai R2 yang sangat kecil memberi arti bahwa pengaruh yang diberikan sarana belajar terhadap status kesehatan anak tidak kuat. Hal ini diduga karena status kesehatan anak dapat dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain genetik, pola asuh di rumah, sanitasi rumah, dan lingkungan lain di sekitar anak. Sementara itu stimulasi gizi dan kesehatan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap status kesehatan contoh. Hal ini diduga dapat disebabkan item pertanyaan stimulasi gizi dan kesehatan kurang mendalam sehingga kurang dapat menggambarkan hubungan antara stimulasi gizi dan kesehatan dengan status kesehatan an&.
Hasil yang diharapkan dari kegiatan penyelenggaraan KB bagi anak adalah status gizi dan kesehatan yang meningkat. Kelompok bermain memberikan pendidikan anak yang relevan dengan tingkat perkembangan dm1 pertumbuhan anak, memberikan rangsangan kepada anak untuk inenumbuhkan otak secara optimum, menyelenggararakan pendidikan melalui prinsip bermain dan secara holistik yang mencakup kesehatan, gizi dan pendidikan, memberikan kenyamanan dan keamanan bagi anak, dan memaksimalkan penggunaan alat dan sarana pendidikan yang berwawasan lingkungan. Santoso dan Ranti (1995) mengatakan bahwa pemberian pengetahuan dapat dilakukan guru melalui pengajaran di sekolah, yaitu melalui materi pelajaran yang sesuai untuk anak. Stimulasi gizi dan kesehatan diberikan pada anak untuk mengarahkan kepada penlbiasaan dan cara makan yang lebih baik, atau sebagai sarana mempengaruhi perilaku anak sehingga mereka dapat menerapkan pengetahuan gizi dan kesehatan dalam kebiasaan sehari-hari, tidak hanya di sekolah. Dengan demikian status gizi dan kesehatan yang baik (optimum) dapat dicapai bila stimulasi gizi dan kesehatan diberikan tidak hanya melalui sekolah namun juga di nnnah yaitu ole11 orang tua karena waktu anak lebih banyak dihabiskan di runlah dibandingkan dengan di sekolah (2-4 jam per hari) .
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Sebagian besar contoh KB menengah atas (KB I) merupakan keluarga kecil dan contoh KB menengah bawah (KB 11) merupakan keluarga sedang namun memiliki tipe yang sama, yaitu keluarga inti. Umumnya ayah contoh berusia usia 30-39 tahun. Sedangkan ibu berusia 30-39 tahun (KB I) dan 20-29 tahun (KB 11). Tingkat pendidikan ayah dan ibu sebagian besar contoh KB I adalah perguruan tinggi, sedangkan pada KB I1 adalah SMA dan SMP. Jenis pekerjaan ayah kedua kelompok contoh umumnya pegawai swasta dan jenis pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga. Rata-rata pendapatan per kapita keluarga contoh KB I adalah Rp 1.625.434 sedangkan pada contoh KB I1 adalah Rp 494.796. Alokasi pengeluaran keluarga contoh KB I paling besar diberikan pada produk nonpangan, berbeda dengan contoh KB 11. Alokasi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan pada contoh KB I lebih besar dibandingkan pada KB 11. Hasil uji Mann-Whitney U meilyatakan bahwa terdapat perbedaan ilyata usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, peildapatan dan pengeluaran keluarga antara peserta KB I dan KB 11. 2. Umumnya contoh merupakan anak bungsu dan tunggal. Jenis kelamin sebagian besar coiltoh adalah perempuan dan bemsia 37-48 bulan. Tingkat kollsumsi zat gizi contoh KB I relatif lebih baik dibandingkan dengan contoh KB 11. Hasil uji Mann-Wlitney U menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata usia contoh dan tingkat konsumsi lemak, karbohidrat, fosfor, besi, vitamin A, vitaminh C, serta seng antara peserta KB I dan KB 11. 3. Berdasarkan ketiga indeks antropometri, sebagian besar contoh memiliki status gizi baik, hanya 2.4 persen contoh KB I dan 10.6 persen contoh KB I1 yang berstatus gizi kurang (underweight). Secara umum keadaan atau status kesehatan pada kedua kelompok contoh lebih baik dibandingkan status kesehatan s e b e l m ~ y a(frekuensi dan lama sakit I). Jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh colltoh adalah penyakit panas yang disertai batuk dan pilek, batuk pilek, dan pilek. Hasil uji Mann-Whitney U menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata z-skor I dan 11, serta frekuensi dan lama sakit I1 antara peserta KB I da11KB 11.
4. Lingkungan sekolah meliputi program pembelajaran, metode pengajaran, dan
sarana belajar. KB I memiliki program pembelajaran, sarana belajar, dan metode pengajaran
dengan kualitas tinggi. Sedangkan KB I1 memiliki
program pembelajaran, sarana belajar, dan metode pengajaran dengan kualitas rendah dan sedang. Berdasarkan uji Mann-Whitney U diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata kualitas sarana belajar antara KB I dan KB 11.
5. Stimulasi gizi yang diberikan KB I terhadap peserta didik tersebar rata dalam kategori sedang dan tinggi, namun selwuh KB I1 termasuk ke dalam kategori rendah. Hasil uji Mann-Whitney U menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata kualitas stimulasi gizi antara KB I dan KB 11.
6. Hasil uji regresi linear menyatakan bahwa stimulasi gizi memiliki pengaruh positif nyata terhadap status gizi dan sarana belajar memiliki pengaruh negatif nyata terhadap status kesehatan contoh. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan sekolah dan stimulasi gizi merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi dan kesehatan anak, selain juga faktor keluarga (lingkungan rumah) yang lebih banyak berperan dalain proses turnbuh kembang anak. Saran Saran penelitian yang dapat dipertimbangkan adalah:
1. Melihat terdapatnya pengamh stimulasi gizi dan kesehatan yang nyata terhadap status gizi dan kesehatan anak, maka sebaiknya stimulasi gizi diterapkan pembelajaran di sekolah. KB hendaknya memberikan stimulasi yang cukup untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimum. Hal ini juga dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas progranl pembelajaran, metode penyainpaian, serta sarana belajar yang sesuai dengan usia dan kemampuan an&, dengan mengacu kepada Pedoman Rintisan Program atau Acuan Pembelajaran yang dikeluarkan oleh Direktorat PADU. 2. Melihat adanya perbedaan status gizi anak yang mendapat program
penyelenggaraan makan di sekolah dan yang tidak, maka sebaiknya sekolah
(KB) menyediakan program penyelenggaraan makanan yang bergizi tinggi sehingga memenuhi kebutuhan anak per lari dan dapat meningkatkan status
gizi anak. Hal ini sesuai dengan acuan yang dikeluarkan oleh Direktorat PADU (2002) 3. Peran keluarga tidak dapat dipisahkan dari proses pertumbuhan dan anak
mengingat waktu di rumah lebih banyak dihabiskan anak usia prasekolah. Oleh karena itu, stinlulasi gizi dan kesehatan juga sebaiknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari keluarga dan lingkungan sekitar untuk mencapai status gizi dan kesehatan anak yang optimum.
4. Mengillgat pendidikan anak usia dini demi mencapai kualitas tumbuh kembang anak yang optimum dalain rangka pembentukan
kualitas
sumberdaya manusia pada masa mendatang, maka sebaiknya layanan pendidikan anak usia dini dapat didirikan lebih banyak lagi, dengan menyesuaikan karakteristik masyarakat yang beragam dan dapat menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Abdoerrachman MH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Anwar HM. 2000. Peranan gizi dan pola asuh dalam meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak. http://anak.i2.co.id/ [21 Mei 20051. Ariotejo P. 2002. Pola asuh, status gizi dan perkembangan sosial anak balita pada keluarga korban kerusuhan Sambas [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2002. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: BPS Indonesia. [Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2002. Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Anak Dini Usia (Menu Pembelajaran Generik). Jakarta: Depdiknas.
. 2005. RPP Pendidikan Anak Usia Dini. http://www.depdiknas.go.idlRPP/ [21 Mei 20051. Dinas Pendidika~lKota Bogor. 2004. Metode belajar PADU. Disajikan dalam Pelatihan Tutor PADU Kota Bogor, 6-8 Mei 2004 [makalah]. Direktorat PADU. 2004. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat PADU.
.
2003. Pedoman Rintisan Program Kelompok Bermain. Jakarta: Direktorat PADU.
. 2002. Modul Pelatihan Pengelolaan dan Tenaga Pendidik Taman Penitipan Anak. Jakarta: Direktorat PADU. Guhardja, Puspitawati H., Hartoyo, Hastuti D. 1992. Manajemen sunlberdaya keluarga [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gunarsa SD. 1990. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: BDK Gu11nng Mulia. Gunarsa SD, Gunarsa YSD. 1995. Psikologi Praktis: Anak Remaja, dun Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Handayani MN. 2003. Ibu bekerja dan dampaknya pada perkembangan anak. http://www.ii~fo.balitacerdas.com/ [21 Mei 20051.
Hardinsyah, Martialto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ditjen Pendidikan Tinggi, PAU Pangan dan Gizi, IPB. Hardinsyah, Tambunan V. 2004. Angka kecukupan energi, protein, lemak, dan serat makanan. Di dalam: Ketahanan Pangan dun Gizi di Era Otonomi Daerah dun Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dun Gizi VZZI; Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Hurlock EB. 1991. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Kartini. 1997. Pola asuh, konsumsi, dan status gizi balita pada keluarga migran dan non migran suku minang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khairunnisak I. 2004. Hubungan kualitas pengasuhan dan perilaku hidup sehat dengan status gizi dan kesehatan anak usia 3-5 tahun pada keluarga miskin di Kecamatan Bogor Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Iilstitut Pertanian Bogor. Megawangi R. 2004. Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Jawa Barat: Indonesia Heritage Foundation. Muhilal, Sulaeman A. 2004. Angka kecukupan vitamin lamt lemak. Di dalam: Ketahanan Pangan dun Gizi di Era Otonomi Daerah dun Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dun Gizi VZII;, Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Riyadi H. 2001. Metode penilaian status gizi secara antropometri [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Santoso S, Ranti AL. 1995. Kesehatan dun Gizi. Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Jakarta: Rineka Cipta-
Sediaoetama. 1985. Zlmu Gizi. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. Sen~iawai~ CR. Edisi Perdana 2002. Pendidikan Anak Dini Usia, Belajar Melalui Bermain. Buletin PADU: 18-22. Setiawan B, Rahayuningsih S. 2004. Angka kecukupan vitamin larut air. Di dalam: Ketahanan Pangan dun Gizi di Era Otonomi Daerah dun Globalisasi Widyakurya Nasional Pangan dun Gizi VIII; Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Soekatri M, Kartono D. 2004. Angka kecukupan mineral kalsium, fosfor, dan magnesium. Di dalam: Ketahanan Pangan dun Gizi di Era Otonomi Daerah dun Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dun Gizi VZZI; Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI.
Soekatri M, Kartono D. 2004. Angka kecukupan besi, yodium, seng, mangal, dan seleilium. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di E m Otonomi Daerah dun Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Di dalam: 1.N.G Rane, editor. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC. Tim PAUD Propinsi Jawa Barat. 2004. Rambu-rambu belajar sambil bermain pada pendidikan anak usia dini (PAUD). Disampaikan dalam pelatihan Pengelola PAUD, 8 Juni 2004 [makalah]. Tim Prasekolah. 1994. Studi Pengembangan Model Kegiatan Belajar di Kelompok Bermain (KB) dun Tempat Penitigan Anak. Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yuliana. 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan tingkat perkembangan bayi usia 8-11 bulan di kota Bogor [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. WHO. 1983. Measuring Change in Nutritional Status. Geneva: WHO.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rata-rata jumlah bahan pangan yang dikonsumsi contoh di rumah Jenis Bahan Pangan
Berat yang dikonsu~nsi(g) rds IKB 11* Total
77-
7.b
Bahan Pangan Pokok Beras dan olahrumya (bubur, buras, tepung beras) Gandum dan olahannya (roti, pasta, terigu, sereal) Jagung dan olahrumya Kentang dan olahannya Ketela (ubi) Sagu dan olahannya Ketan Biskuit Lauk pank Kacang-kacangan dan olahannya Ayam (nugget, sosis) Daging sapi (abon, sosis, bakso) Telw Ikan d m olahannya (ikan asin, presto) Sayuran Buah-buahan Susu dan olahannya (susu, yoghurt, yakult, es krim, keju) AS1 Lain-lain Minyaklsantan Agar-agar Gula Coklat Sirup
*
KB I = Kelompok bermain pada kategori menengah atas KB I1 = Kelompok bermain pada kategori menengah bawah
0
sarana belajar I stimulasi gizi dan kesehatd
01
23 1
151
-1,3081 -2,7701
0,191, 0,006
Lamuiran 4 Hasil Uii Korelasi Suearman
besar keluarga
tipe keluarga
I
ICorrelation Coefficient ISig. (2-tailed) l XI I [CorrelationCoefficient I ~ i g(2-tailed) . I
I
1.
0,170) 0,111) PO I 0,0601 0,5741
0,1141 0,2891 ~ a l 0,0901 0,402
1
0,1131 0,291 POI -0,0161 0,8831 xa 1
1
1.
I Sig. (2-tailed) I IN ICorrelation Coefficient ISig. (2-tailed)
891 -0,1251 0,2421 89,000 -0,073 0,499
stimulasi gizkes 1Co1i-elation Coefficient 1 ISig. (2-tailed)
0,621 1 0,0001
0,3051 0,0041
0,4701 0,0001
991
PO1
POI
frek sakit
I lama sakit
IN
l~orrelationCoefficient /
IN
I
-0,124 0,247
201
PO
I 0,7191 891 89,0001 11 -0,0391 0,7191. 1. 89,000) 89 -0,063) 1 0,5561.
1. 891 -0,1831 0,0861 89,000 -0,141 0,189
ISig. (2-tailed)
-0,021) 0,8431 POI -0,1081 0,3151
-0,2981 0,0051 PO l
0,017 0,872 PO
0,556 89,000 1
I
89 1
-0,321 0,002 PO