KEADAAN SOSIAL EKONOMI, POLA KONSUMSI MAKAN, STATUS GIZI, TINGKAT STRES DAN STATUS KESEHATAN LANSIA WANITA PESERTA PEMBERDAYAAN LANSIA DI BOGOR
Oleh : Cantika Zaddana
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT Cantika Zaddana. Socio-Economic Condition, Patterns of Food Consumption, Nutritional Status, Stress Level, and Health Status In Elder Women Participants of Life skill Program In Bogor. Under the guidance of IKEU TANZIHA and MIRA DEWI.
Elder women experience many physical changes, physiological, or psychological that occurs naturally when has entered old age.This is associated with a decrease of metabolism and movement tools that occurs naturally when has entered old age and cause the elderly prone to health problems. The research was conducted to see the characteristics of elder women including socio-economic condition, patterns of food consumption, nutritional status, stress levels, and health status. This research was conducted with a cross-sectional study design towards elder women of Elder Women Life skill Program. The total sample that fulfilled the inclusion and exclusion criteria were 31 women as one population. Statistic test showed no significant relationship between education, occupation, income, and large families with adequacy levels of energy and protein (p>0.05), similar with age, there is no significant relationship with adequacy levels of energy and protein (p>0.05). There was no significant relationship between level of adequacy of energy and protein with the nutritional status (p>0.05). Statistic test results also showed that there was no significant relationship between socio-economic condition, level of adequacy vitamin A and vitamin C with the level of stress (p>0.05) but there is significant relationship between nutritional status with level of stress (p<0.05). There was no significant relationship (p>0.05) between the level of adequacy of energy, protein, vitamin A, vitamin C and nutritional status with the number of non infection diseases but there is a significant relationship (p<0.05) between stress level with the number of non infection diseases. Multiple Linear Regression test showed that the variables that influence the number of non infection diseases (chronic) is the level of stress (R2 = 0.37).
Keywords : elder women, food consumption, nutritional status, stress level, health status
RINGKASAN CANTIKA ZADDANA. Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi, Tingkat Stres, dan Status Kesehatan Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor. Dibimbing oleh Ikeu Tanziha dan Mira Dewi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi maka, status gizi, tingkat stres, dan status kesehatan lansia. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1)mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi, status gizi, tingkat stres, dan status kesehatan, 2)menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi dengan pola konsumsi makan, 3)menganalisis hubungan pola konsumsi makan dengan status gizi, 4)menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi, status gizi, dan pola konsumsi makan dengan tingkat stres, 5)menganalisis hubungan pola konsumsi makan, status gizi, dan tingkat stres dengan status kesehatan, 6)menganalisis pengaruh pola konsumsi makan, status gizi, dan tingkat stres terhadap status kesehatan Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan pada peserta Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut di Bogor. Contoh adalah peserta pelatihan berusia ≥ 55 tahun, bugar, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, serta bersedia dan dapat. Secara keseluruhan jumlah peserta yang diambil sebagai contoh penelitian adalah 31 orang. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer meliputi karakteristik individu, keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, tingkat stres serta status kesehatan. Data sekunder mengenai profil program pemberdayaan lansia dan nama peserta. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan dengan teknik wawancara langsung dan pengukuran. Analisis gambaran menggunakan statistik deskriptif. Analisis hubungan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman serta regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan. Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh yaitu 61.3% adalah pada rentang usia 55-64 tahun, sedangkan sebanyak 38.7% berada pada rentang usia diatas atau sama dengan 65 tahun. Menurut tingkat pendidikannya, sebagian besar contoh (35.5%) tamat SD, (25.8%) tamat Perguruan Tinggi, (19.4%) tamat SMA, (16.1%) tidak sekolah, dan (3.2%) tamat SMP. Status pekerjaan contoh pada saat penelitian, menunjukkan sebanyak 87.1% sudah tidak bekerja atau pensiun karena faktor umur yang tidak memungkinkan mereka untuk bekerja lagi, dan hanya sebanyak 12.9% contoh yang masih bekerja. Rata-rata pendapatan perkapita contoh adalah Rp 887 741. Sebagian besar contoh (45.2%) memiliki pendapatan pada rentang 1 juta-3 juta, sebanyak 41.9% memiliki pendapatan kurang dari Rp 500.000,00 dan 12.9% memiliki pendapatan pada rentang Rp 500.000,00 - Rp 1.000.000,00. Tidak ada contoh yang memiliki keluarga dalam kategori keluarga besar. Masing-masing contoh mempunyai kategori keluarga kecil sebanyak 51.6%, dan keluarga sedang sebanyak 48.4%. Jenis makanan pokok yang paling sering dikonsumsi oleh contoh adalah nasi dengan frekuensi rata-rata 20.5 kali/minggu, pangan hewani yang paling sering dikonsumi adalah susu dengan frekuensi rata-rata 5.3 kali/minggu, sedangkan pangan nabati yang paling sering dikonsumsi oleh contoh adalah tahu dengan frekuensi rata-rata 4.7 kali/minggu. Sayur yang paling sering dikonsumsi oleh contoh adalah ketimun dengan frekuensi 8.1 kali/minggu. pepaya adalah buah yang paling sering dikonsumsi oleh contoh dengan rata-rata
frekuensi 2.6 kali/minggu. sebagian besar contoh yaitu 83.6% mengkonsumsi air putih 6-8 gelas per hari. Rataan tingkat kecukupan energi contoh adalah memenuhi 89.2% kecukupan sedangkan rataan tingkat kecukupan protein contoh adalah 98.0%. Tingkat kecukupan energi rata-rata contoh masih tergolong defisit namun tingkat kecukupan protein rata-rata contoh sudah memenuhi tingkat kecukupan protein yaitu 90-119% (Depkes 1996). Tingkat kecukupan vitamin A rata-rata contoh adalah 142.2% dan sudah berada dalam kategori cukup sedangkan rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh masih berada dalam kategori kurang yaitu 50.9% (Gibson 2005). Sebanyak 48.4% contoh memiliki status gizi overweight, 35.5% berstatus gizi obesitas, dan hanya 16.1% yang berstatus gizi normal. Tingkat stres dibagi menjadi tiga kategori yaitu rendah (skor 17-23) , sedang (skor 24-45), dan tinggi (46-68). Namun dalam penelitian ini tidak ada contoh yang berada pada tingkat stres tinggi. Lebih dari separuh contoh yaitu 58.1% mempunyai tingkat stres yang rendah, dan sisanya 41.9% mempunyai tingkat stres yang sedang. Contoh yang menderita penyakit infeksi dalam satu bulan terakhir sebanyak 16 orang dengan persentase (51.6%). Jenis penyakit infeksi yang dialami contoh paling banyak adalah flu (62.5%) dengan frekuensi rata-rata kambuh dalam sebulan terakhir 1.4 kali, sedangkan untuk diare adalah sebesar (43.8%) dengan frekuensi kambuh rata-rata 1.4 kali, dan demam sebesar (25.0%) dengan frekuensi rata-rata kambuh 1.3 kali. Contoh yang mempunyai keluhan penyakit non infeksi adalah 25 orang dengan persentase (80.6%). Penyakit non infeksi yang paling banyak diderita oleh contoh adalah hipertensi (60.0%), maag (40.0%), asam urat (36.0%), sembelit (28.0%), DM (16.0%), rematik dan hipotensi masing-masing (12.0%), wasir (8.0%), dan penyakit jantung (4.0%). Tempat berobat contoh jika mengalami keluhan penyakit dalam penelitian ini terbagi atas tiga tempat yaitu ke dokter, puskesmas, dan di warung. Sebanyak lebih dari separuh contoh (71.0%) memilih berobat ke dokter, ke Puskesmas/Poliklinik (22.6%), dan beli obat di warung (6.5%). Alasan contoh memilih untuk berobat ke dokter karena lebih terjamin pemeriksaannya (54.5%), jika penyakit sudah parah (36.4%), dan karena kemudahan akses (9.1%). Uji Spearman yang dilakukan menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga dengan tingkat kecukupan energi dan protein (p>0.05), sama hal nya dengan usia, uji Pearson tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan tingkat kecukupan energi dan protein (p>0.05). Uji Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi contoh (p>0.05). Hasil uji Spearman juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keadaan sosial ekonomi, tingkat kecukupan vitamin A, dan vitamin C dengan tingkat stres contoh (p>0.05) namun terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara status gizi dengan tingkat stres contoh. Uji Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A, dan vitamin C dan status gizi dengan banyaknya penyakit non infeksi yang diderita contoh. Berdasarkan uji Spearman, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat stres contoh dengan banyaknya penyakit non infeksi. Uji Regresi Linear Berganda yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat stres berpengaruh terhadap banyaknya penyakit non infeksi (kronis) yang dialami contoh (R2=0.37).
KEADAAN SOSIAL EKONOMI, POLA KONSUMSI MAKAN, STATUS GIZI, TINGKAT STRES DAN STATUS KESEHATAN LANSIA WANITA PESERTA PEMBERDAYAAN LANSIA DI BOGOR
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
Oleh: Cantika Zaddana
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi, Tingkat Stres, dan Status Kesehatan Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor
Nama Mahasiswa
: Cantika Zaddana
NRP
: I14070104
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS
dr. Mira Dewi, S. Ked, M.Si
NIP. 196112101 98603 2 002
NIP. 19761116 200501 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP 19621218 198703 1 001
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi, Tingkat Stres, dan Status Kesehatan Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Berbagai pihak telah membantu dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Orang tua (Drs. Fuldiaratman, MPd dan Dra. Roseli Theis, MS), saudara kandung Friane Aurora, S.I.P, M.Si dan Brillian Tafjira Nugraha), serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, nasehat, dan semangat. 2. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS dan dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran, dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc, selaku dosen pemandu seminar dan Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik. 4. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS, selaku dosen pembimbing akademik. 5. Ibu-ibu peserta Program Pemberdayaan Lansia yang telah bersedia menjadi responden serta seluruh dosen dan staf GM. 6. Diknas Propinsi Jambi yang telah memberikan beasiswa belajar selama 4 tahun di IPB. 7. Sahabat-sahabatku tercinta: Ayu, Early, Dida, Uphy, Desi, Zahra, Gilang, Zizul, Dana, Merita, Sisil, Gustam, Eko, Tito, Novi, Nufi, Eka, Jenny, Tina, dan Siha atas semangat, bantuan, dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis. 8. Ahmad Aulia Arsyad yang telah memberikan semangat, bantuan, dukungan, serta saran dan kritik kepada penulis. 9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu dalam membantu penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Bogor, September 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 26 November 1990 dari ayah Drs. Fuldiaratman MPd dan ibu Dra. Roselitheis MS. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan pertama penulis adalah di TK Al-Azhar (1994-1996). Selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya di SD Adhyaksa 1 Jambi (1996-2002), SMPN 1 Jambi (2002-2004), dan SMAN 1 Jambi (20042007). Tahun 2007, penulis diterima di Bogor Africultural University melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan masuk di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 2011, penulis melaksanakan Internship Dietetik di RS Kanker Dharmais, Jakarta. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi staf di divisi Sosial dan Lingkungan di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2009-2010, anggota di UKM Gentra Kaheman 2008-2010, serta menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Jambi (Himaja) 2007 s.d sekarang. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan dan seminar, antara lain Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2009 di divisi medis, Masa Perkenalan Fakultas (Hero 45) dan Masa Perkenalan Departemen (Nutrient 45) tahun 2009 di divisi tatib, Indonesia Ecology Expo (Index) tahun 2009 dan 2010 di divisi Humas dan Sponshorship, seminar SENZATIONAL (tugas mata kuliah Konsultasi Gizi) tahun 2010 pada divisi Humas dan Sponshorship. Seminar yang pernah diikuti diantaranya, seminar Ifoodex 2007, seminar Keprofesian Gizi pada tahun 2009, seminar FRESH tahun 2009, dll.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Tujuan ............................................................................................... Kegunaan Penelitian .........................................................................
i iii iv 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Proses Penuaan dan Lansia ............................................................. Keadaan Sosial Ekonomi .................................................................. Usia .............................................................................................. Pendidikan .................................................................................... Pendapatan dan Pekerjaan .......................................................... Besar Keluarga ............................................................................. Konsumsi Pangan ............................................................................. Penilaian Konsumsi Pangan.............................................................. Metode Recall 24 jam ................................................................... Tingkat Kecukupan dan Angka Kecukupan Zat Gizi .......................... Energi ........................................................................................... Protein .... ..................................................................................... Penilaian Status Gizi ......................................................................... Stres ........... ..................................................................................... Keluhan Kesehatan..... ...................................................................... Status Kesehatan .............................................................................. Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut .......................
4 5 9 5 6 7 7 9 10 11 12 13 13 15 17 19 20
KERANGKA PEMIKIRAN .....................................................................
21
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian.............................................. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ............................................. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................... Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... Definisi Operasional ..........................................................................
23 23 23 24 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut ...... Keadaan Sosial Ekonomi .................................................................. Usia .............................................................................................. Pendidikan .................................................................................... Pekerjaan ..................................................................................... Pendapatan per kapita per bulan .................................................. Besar Keluarga ............................................................................. Pola Konsumsi Makan....................................................................... Frekuensi Konsumsi ..................................................................... Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ......................................... Tingkat Kecukupan Vitamin A dan Vitamin C ................................
29 30 30 30 30 32 32 33 33 38 38
ii
Status Gizi......................................................................................... Tingkat Stres ..................................................................................... Status Kesehatan ............................................................................. Hubungan Antar Variabel .................................................................. Keadaan Sosial Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein .......................................................................................... Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status Gizi .......... Keadaan Sosial Ekonomi dengan Tingkat Stres ........................... Tingkat Kecukupan Vitamin A dan Vitamin C dengan Tingkat Stres ............................................................................................. Status Gizi dengan Tingkat Stres.................................................. Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Vitamin A, dan Vitamin C dengan Penyakit Non Infeksi ........................................................ Status Gizi dengan Penyakit Non Infeksi ...................................... Tingkat Stres dengan Penyakit Non Infeksi................................... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Non Infeksi ..................
39 40 42 44
51 53 54 55
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ....................................................................................... Saran ................................................................................................
57 58
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
60
LAMPIRAN ..................................................................................................
63
44 47 49 50 51
DAFTAR TABEL Halaman Kriteria IMT menurut WHO (2005)................................................... 14 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data ................................... 24 Jenis dan Kategori Variabel Pengolahan Data ................................ 25 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi .......................... 31 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi makanan pokok dan status ekonomi................................................................................ 34 Tabel 6 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi pangan hewani, nabati dan status ekonomi ......................................................................... 35 Tabel 7 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi sayur, buah, dan status ekonomi................................................................................ 36 Tabel 8 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi air putih dan status ekonomi .......................................................................................... 37 Tabel 9 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi, protein, dan status ekonomi................................................................................ 38 Tabel 10 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A , vitamin C dan status ekonomi ...................................................... 39 40 Tabel 11 Sebaran contoh menurut status gizi dan status ekonomi ............. Tabel 12 Sebaran contoh menurut tingkat stres dan status ekonomi ........... 41 Tabel 13 Sebaran contoh menurut penyakit infeksi, non infeksi, dan status ekonomi ........................................................................................ 42 Tabel 14 Sebaran contoh menurut tempat berobat dan status ekonomi ...... 43 Tabel 15 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi dengan tingkat kecukupan energi.......................................................................... 45 Tabel 16 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi dengan tingkat kecukupan protein......................................................................... 47 Tabel 17 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi, protein, dengan status gizi ......................................................................... 48 Tabel 18 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi dengan tingkat stres .................................................................................. 49 Tabel 19 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C dengan tingkat stres ...................................................... 50 Tabel 20 Sebaran contoh menurut status gizi dengan tingkat stres ............. 51 Tabel 21 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi, protein 52 dengan penyakit non infeksi .......................................................... Tabel 22 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C dengan tingkat stres ...................................................... 53 Tabel 23 Sebaran contoh menurut status gizi dengan penyakit non infeksi . 54 Tabel 24 Sebaran contoh menurut tingkat stres dengan penyakit non infeksi .......................................................................................... 55 Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka pemikiran ............................................................. 22
PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia telah menempati posisi ke-4 dalam hal jumlah penduduk tertinggi di dunia. Dalam hal pembangunan, Indonesia sedang berada dalam arah peningkatan taraf ekonomi, sosial, dan kesehatan. Kemajuan dan pembangunan bidang ekonomi akan meningkatkan taraf hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adala semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Hal ini juga diiringi dengan usia harapan hidup (life expectancy) dan taraf hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup tentu saja akan meningkatkan jumlah populasi lansia. Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia dan merupakan proses dari kehidupan yang akan dialami setiap individu. Menurut data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Burean of the Census USA tahun 2009, dilaporkan bahwa penduduk lanjut usia mengalami peningkatan yang signifikan pada dua tahun terakhir. Pada tahun 2007 jumlah penduduk lansia sebesar 18.96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009. Jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India, dan Jepang. Struktur masyarakat Indonesia berubah dari masyarakat populasi muda tahun 1971 menjadi populasi lebih tua pada tahun 2020. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 1998 dalam Media Pangan dan Gizi tahun 2004, usia harapan hidup orang Indonesia meningkat dari 65 tahun menjadi 73 tahun pada tahun 2025. Menurut Bapenas (2008) jumlah lansia pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai angka 62.4 juta jiwa. Saat ini, Indonesia sedang berada dalam transisi demografi. Persentase lansia diproyeksikan akan menjadi 11.34 % atau tercatat sekitar 28.8 juta orang pada tahun 2020 yang akan datang (Wirakusumah 2002). Jumlah yang cukup tinggi ini menjadikan lansia sebagai kelompok penduduk yang memerlukan perhatian lebih dalam hal sosial, ekonomi, terutama kesehatan. Peningkatan masalah kesehatan merupakan salah satu dampak dari peningkatan jumlah lansia. Penambahan usia menimbulkan beberapa perubahan baik secara fisik, fisiologis, maupun psikologisnya. Penurunan aspek tersebut sebagai dampak dari penuaan yang terjadi secara alami dan menyebabkan penurunan fungsi
2
metabolisme dan alat gerak, sehingga akan mempengaruhi kesehatan lansia (Wirakusumah 2002). Hal ini menyebabkan kesehatan lansia perlu diperhatikan karena lansia adalah kelompok umur yang sangat rentan mengalami berbagai gangguan kesehatan. Pertambahan usia selain dapat mempengaruhi aspek fisik juga dapat mempengaruhi kebiasaan dan pola konsumsi lansia, yang terkait dengan penurunan nafsu makan yang terjadi dengan menurunnya fungsi indra pengecapan. Hal tersebut juga dapat berdampak pada status gizi dan status kesehatannya. BPS (2008) juga menyatakan bahwa sebanyak 60% lansia di Indonesia tergolong miskin, dan merupakan 27% dari total peduduk miskin. Hal ini dikarenakan oleh rata-rata penduduk lansia hanya memiliki jenjang pendidikan Sekolah Dasar tanpa memiliki pekerjaan tetap. Menurut Sukandar (2007), parameter status ekonomi penduduk dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan karena dengan semakin besar pendapatan yang dimiliki, semakin besar juga kemungkinan seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Hal ini menyebabkan status ekonomi lansia juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi pola konsumsi makan yang akan mempengaruhi keadaan kesehatannya. Beberapa uraian yang telah dipaparkan tersebut menunjukkan bahwa wanita usia lanjut memiliki berbagai masalah kesehatan terkait
dengan
penurunan kondisi fisiologis. Berdasarkan masalah yang telah diuraikan membuat peneliti tertarik untuk meneliti keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, tingkat stres, dan status kesehatan lansia. Kegiatan sosial yang melibatkan para usia lanjut sudah tidak jarang dilakukan. Salah satu kegiatan pemberdayaan wanita usia lanjut adalah Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan Nasional yang bekerjasama dengan Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA). Program ini dilaksanakan di Bogor dan terdiri dari serangkaian kegiatan untuk mendidik wanita pra dan lansia agar siap dan dapat mandiri dalam usia tuanya. Peserta Program Pemberdayaan Wanita dan Usia Lanjut dipilih sebagai contoh dalam penelitian ini karena dipandang dapat memberikan gambaran tentang karakteristik wanita usia lanjut. Kemudahan dalam akses pengambilan data juga menjadi pertimbangan peneliti dalam mengambil peserta program sebagai populasi penelitian. Selain itu, peserta program ini juga sudah mendapat pendidikan gizi dan pelatihan keterampilan
3
serta memiliki kegiatan sosial rutin sehingga lebih mudah berkomunikasi dan bekerjasama dalam pengambilan data. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, tingkat stres, serta status kesehatan lansia di Bogor. Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, tingkat stres, dan status kesehatan lansia 2. Menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi dengan pola konsumsi makan lansia 3. Menganalisis hubungan pola konsumsi makan dengan status gizi lansia 4. Menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi, status gizi, dan pola konsumsi makan dengan tingkat stres lansia 5. Menganalisis hubungan pola konsumsi makan, status gizi, dan tingkat stres dengan status kesehatan lansia 6. Menganalisis pengaruh pola konsumsi makan, status gizi, dan tingkat stres terhadap status kesehatan lansia Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengaruh keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, dan tingkat stres lansia perempuan dan kaitannya dengan status kesehatannya. Selanjutnya, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor untuk menjadi masukan dalam membuat kebijakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan para lansia khususnya di bidang kesehatan dan sebagai bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA Proses Penuaan dan Lansia Owen et al. (1993) menyatakan penuaan adalah proses yang terjadi dalam lingkungan dalam konteks biologi, manusia, gaya hidup, dan sistem perawatan kesehatan saling berinteraksi untuk menghasilkan kesehatan. Proses kronologis dari penuaan menyebabkan beberapa perubahan fisiologi dalam sel, organ, dan sistem organ. Selain umur, proses penuaan yang terjadi karena faktor psikosial seperti stress, sosial ekonomi, lingkungan, kesehatan, dan gizi. faktor-faktor ini saling mempengaruhi dan pada setiap individu berbeda prosesnya. Penuaan merupakan proses normal dari kehidupan dan tubuh akan mencapai kematangan fisiologis. Laju dari katabolis atau perubahan degenerative dapat menjadi lebih besar dari regenerasi anabolis. Sebagai hasil akhirnya adalah kehilangan sel-sel yang dapat menyebabkan drajat penurunan eksistensi dan gangguan fungsifungsi tersebut (Harris 2000). Perkembangan kehidupan manusia dibagi dalam dua tahap, yaitu masa pertumbuhan (bayi, anak, remaja) dan dewasa, yaitu kelo,pik manusia usia lanjut. Pada masa ini kematangan fisik dan fisiologis telah tercapai dan telalmpaui. Keadaan fisik setiap orang akan selalu berubah sejalandengan usianya. Pada saat orang dilahirkan selutuh kerangka tubuh dan panca indera akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu akan berkurang seirama dengan peningkatan usia seseorang. Pada saat tertentu gerakan perkembangan seseorang akan berhenti dan digantikan dengan proses kemunduran fisik. Saat terjadi proses kemunduran ini maka akan dianggap sebagai tanda bahwa sesorang telah memasuki kelompok lanjut usia (Nasoetion & Briawan 1993). Wirakusumah (2002) menyatakan bahwa perubahan-perubahan secara fisik maupun mental banyak terjadi saat seseorang memasuki usia senja. Perubahan terjadi secara fisik, komposisi tubuh, penglihatan, sistem pencernaan, sistem jantung, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem katabolisme, sistem hormone, dan sistem ekskresi. Arisman (2004) membagi lansia menjadi young elderly (65-74) dan older elderly (lebih dari 75 tahun). Sementara Munro et al. (1987) dalam Arisman (2004) mengelompokkan older elderly ke dalam dua bagian yaitu (75-84 tahun
5
dan 85 tahun atau lebih tua. Menurut Astawan dan Wahyuni (1988) untuk negara-negara yang sudah maju dengan keadaan gizi, kesehatan, dan ekonomi yang baik batas lanjut usia adalah 65 tahun keatas, sedangkan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) menetapkan batas lansia adalah 60 tahun. Keadaan Sosial Ekonomi Usia Departemen Kesehatan (1991) membuat pengelompokkan usia lanjut menjadi: 1. Kelompok pertengahan umur ialah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun). 2. Kelompok usia lanjut dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun). 3. Kelompok usia lanjut ialah kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas). Pendidikan Pendidikan
mempunyai
peranan
yang
sangat
penting
dalam
meningkatkan mutu kehidupan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari jenis pendidikan yang pernah dialami atau lamaya mengikuti pendidikan formal atau non-formal. Pada umumnya tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya (BPS 2004). Sesuai dengan undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan selain merupakan saran untuk mengembangkan meningkatkan kemampuan intelektual dan keterampilan, juga merupakan sarana untuk membentuk watak dan peradaban yang sesuai dengan bangsa yang bermartabat. Hal ini menunjukkan bahwa output yang merupakan hasil proses pembelajaran lembaga pendidikan adalah sumberdaya manusia (SDM) yang terampil, berilmu, handal, kreatif, dan berakhlak mulia. Pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam pendidikan formal dan informal (Suhardjo 1989). Pendidikan formal sangat penting dalam menentukan status gizi keluarga. kemampuan baca tulis di pedesaan akan membantu dalam memperlancar komunikasi dan penerimaan informasi. Dengan demikian informasi tentang kesehatan akan lebih mudah diterima oleh keluarga (Sukarni 1989).
6
Pendapatan dan Pekerjaan Lansia sangat bergantung kepada keluarganya dalam masalah ekonomi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan yang diterima (uang pensiunan) atau tidak mempunyai pendapatan sama sekali. Rendahnya pendapatan yang disertai dengan penurunan fungsi tubuh pada lansia akan meningkatkan ketidaktahanan pangan (Tucker & Buranapin 2001). Faktor ekonomi merupakan parameter penting dalam pola makan kebanyakan orang dewasa (Burton & Foster 1988). Guhardja et al. (1992) diacu dalam Sukandar (2007) menyatakan bahwa pendapatan seseorang identik dengan mutu sumberdaya manusia, sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula. Hardinsyah dan Suhardjo (1987) juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Semakin tinggi pendidikan yang telah dijalani oleh seseorang, maka pekerjaan yang didapat akan semakin baik sehingga akan berpengaruh besar terhadap besar pendapatan yang diterimanya. Menurut Berg (1986) diacu dalam Sukandar (2007) tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kulaitas dan kuantitas makanan karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan dan infomasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik. Menurut Suhardjo (1989) diacu dalam Sukandar (2007), kemampuan individu menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan dan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu. Pendapatan merupakan salah satu faktor ekonomi yang mempengaruhi pola konsumsi pangan. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan membeli beragam bahan pangan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas (Suhardjo 1989). Martianto dan Ariani (2004) mengungkapkan bahwa tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan, maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya ahal namun dengan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang akan
7
mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari 3 kali menjadi 2 kali dalam sehari. Turner et al. (1991) mengemukakan bahwa jaminan keuangan sangat menentukan alternative penyesuain hidup bagi lansia. Para lansia tidak lebih miskin daripada keluarga lainnya, hanya saja mereka mempunyai kesempatan yang sangat terbatas untuk meningkatkan status ekonomi. Kebanyakan lansia bergantung pada sumber ekonomi dari anggota keluarganya. Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dri penngelolaan sumberdaya yang sama.
Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran
rumah tangga (Sanjur 1982 diacu dalam Sukandar 2007). Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangann menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982 diacu dalam Sukandar 2007). Menurut Suhardjo (1989) diacu dalam Sukandar (2007) jumlah anggota keluarga mempunyai andil dalam permasalahan gizi. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang jumlahnya banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota keluarga. Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Hal ini disebabkan oleh besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi di dalam satu keluarga. Selain itu, besar keluarga juga akan mempengaruhi luas per penghuni di dalam suatu bangunan rumah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan baik anak-anak maupun ibu (Sukarni 1989 diacu dalam Sukandar 2007). Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya konsumsi O2 dan memudahkan penularan penyakit (Notoatmodjo 1997 diacu dalam Sukandar 2007). Konsumsi Pangan Pangan merupakan istilah umum yang digunakan untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan, sedangkan makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh. Makanan sehari-hari
8
yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi essensial yang merupakan zat gizi yang harus diperoleh dari makanan (Almatsier 2002). Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi. Zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, serta memperbaiki jaringan serta pertumbuhan. Pada dasarnya keadaan gizi ditentukan oleh konsumsi pangan dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat gizi tersebut (Sukandar 2007). Bahan makanan dapat dikelompokkan berdasarkan tiga fungsi utama yaitu sumber energi atau tenaga seperti padi-padian atau serealia, umbi-umbian dan hasil olahannya; sumber protein yaitu protein hewani dan protein nabati seperti ikan, daging, tempe; dan sumber zat pengatur berupa sayuran dan buahbuahan. Selain bahan makanan tersebut, menu sehari-hari juga menggunakan sumber lemak murni seperti minyak goreng, margarine, mentega, serta karbohidrat murni seperti gula pasir, gula merah, madu, dan sirup (Almatsier 2004). Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah 2004). Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan
yang
dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan (internal dan eksternal), pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan bagi yang masih dalam taraf pertumbuhan (bayi, anak-anak, dan remaja) atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lansia (Hardinsyah & Martianto 1992). Konsumsi makanan yang lebih beragam dapat memperbaiki kecukupan akan zat-zat gizi dan menunjukkan perlindungan terhadap serangan berbagai penyakit kronik yang berhubungan dengan proses penuaan (Howarth et al. 1999). Menurut Astawan dan Wahyuni (1998) konsumsi makanan sumber protein, vitamin, dan mineral perlu ditingkatkan baik dari segi jumlah maupun mutunya. Sayuran dan buah-buahan dikonsumsi dalam jumlah cukup secara teratur dan bervariasi, karena keduanya merupakan sumber serat yang baik,
9
yang berguna untuk mengatasi kesulitan dalam buang air besar pada lansia. Selain itu, sebaiknya dipilih makanan yang lunak dan mudah dikunyah, sedangkan
untuk
meningkatkan
selera
makan,
bumbu-bumbuan
dapat
ditambahkan ke dalam makanan. Wirakusumah (2002) mengungkapkan bahwa dari beberapa hasil penelitian terhadap pola makan lansia dapat diperoleh kesimpulan pada umumnya para lansia kurang mengonsumsi buah-buahan dan sayuran. Konsumsi makanan harus beragam karena tidak ada satu jenis makanan yang mengandung komposisi gizi yang lengkap. Oleh karena itu, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilenkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis makanan yang lain, sehingga diperoleh asupan zat gizi yang sembang. Selain itu, konsumsi makanan yang lebih beragam dapat memperbaiki kecukupan akan zat-zat gizi dan menunjukkan perlindungan terhadap serangan berbagai penyakit kronik yang berhubungan dengan proses penuaan. Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok (Supariasa et al. 2001). Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengkuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan. Frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan Daftar Peyerapan Minyak (Supariasa et al. 2001). Penilaian Konsumsi Pangan Penilaian konsumsi pangan atau survei diet adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok (Supariasa et al. 2002). Menurut Suhardjo (1989), survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Survei
konsumsi
pangan
secara
kuantitatif
dimaksudkan
untuk
mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi. Dari informasi ini
10
akan dapat dihitug konsumsi gizi dengan menggunakan Daftar Kandungan Zat Gizi Makanan (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan daftar-daftar lainnya bila diperlukan (Suhardjo 1989). Menurut Supariasa et al. (2001), metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif, antara lain: metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimate food record), penimbangan makanan (food weighing), metode food account, metode inventaris (inventory method), pencatatan (household food records). Survei konsumsi pangan secara kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh pangan.
Supariasa et al. (2001) menyebutkan metode-metode untuk
pengukuran konsumsi secara kualitatif, antara lain: metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon, metode pendaftaran makanan (food list). Metode Recall 24 Jam Pada dasarnya metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada masa lalu. Wawancara dilakukan sedalam mungkin agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan dan perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsinya beberapa hari yang lalu. Biasanya recall dilakukan untuk 2-3 hari yang lalu. Penentuan jumlah hari recall ditentukan oleh keragaman jenis konsumsi antar waktu atau tipe responden dalam memperoleh pangan (Suhardjo 1989). Supariasa et al.. (2002) menyebutkan prinsip dari metode recall 24 jam yaitu mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Sanjur (1997) diacu dalam Supariasa el al. (2002) mengemukakan beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam (Supariasa et al. 2001) yaitu: 1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu. Selain itu, petugas juga melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram). 2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
11
3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia. Menurut Supariasa et al. (2001), metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut: Kelebihan metode recall 24 jam: 1. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden. 2. Biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara. 3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden. 4. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf. 5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung asupan zat gizi sehari. Kekurangan metode recall 24 jam: 1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya dilakukan recall satu hari. 2. Ketepatannya tergantung pada daya ingat responden. 3. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi orang-orang yang kurus melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate). 4. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat. 5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan mengenai tujuan penelitian. 6. Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain. Tingkat Kecukupan dan Angka Kecukupan Zat Gizi Penghitungan asupan gizi seseorang dapat mengacu pada Daftar Kecukupan Gizi (DKG) yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan gizi rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka Kecukupan Gizi (AKG) tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan individu, sehingga kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk
12
mencapai tingkat aman. AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan gizi seseorang (Hardinsyah & Briawan 1994). Angka kecukupan gizi adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. Namun, angka kecukupan ini digunakan untuk berbagai keperluan yang sifatnya menyangkut populasi seperti merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk (Almatsier 2002). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antar konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Tingkat kecukupan zat gizi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994): Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100 % AKG Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah: (a) defisit tingkat berat (<70 % AKG); (b) defisit tingkat sedang (70-79 % AKG); (c) defisit tingkat ringan (80-89 % AKG); (d) normal (90119 % AKG); dan (e) kelebihan (≥120 % AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (a) kurang (<77 % AKG) dan (2) cukup (≥77 % AKG). Energi Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengatur suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004). Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat, dan protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain gajih/lemak dan minyak, buah berlemak (alpukat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar rendah (kacang tanah dan kacang kedelai) dan serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain-lain) dan aneka produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu, dan aneka produk turunannya (Hardinsyah & Tambunan 2004).
13
Protein Protein terdiri dari asam-asam amino. Protein atau asam amino esensial berfungsi terutama sebagai katalisator, pembawa, penggerak, pengatur, ekpresi genetik, neuotransmitter, penguat struktur, penguat imunitas, dan untuk pertumbuhan (Hardinsyah & Tambunan 2004). Menurut Almatsier (2002), protein juga berfungsi mengatur keseimbangan air di dalam tubuh, memelihara netralisasi tubuh, membantu antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan, dan melalui membran sel ke dalam selsel. Sumber protein berasal dari pangan hewani seperti susu, telur, daging, unggas, ikan, dan kerang, serta pangan nabati seperti kedelai dan produk olahannya seperti tempe, tahu, dan kacang-kacangan lainnya (Almatsier 2002). Hardinsyah dan Tambunan (2004) mengemukakan bahwa pada umumnya pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan nabati. Penilaian Status Gizi Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompk orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi) dan penggunaan zat gizi dari makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau kelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang tersebut status gizinya baik atau tidak baik. Ada berbagai cara yang digunakan untuk menilai status gizi yaitu melalui konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis. Status gizi seseorang dapat berupa gizi kurang atau lebih dengan tingkatan ringan, sedang, dan berat (Riyadi 1995 diacu dalam Khomsan et al. 2007). Menurut Supariasa et al. (2001) kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa adalah masalah penting karena akan menentukan resiko-resiko penyakit tertentu. Pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan, salah satu caranya adalah dengan mempertahankan berat badan ideal atau normal. Laporan FAO dan WHO diacu dalam Supariasa et al. (2001) menyatakan bahwa batasan berat badan normal dewasa begitu juga dengan lansia ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Berikut ini merupakan rumus perhitungan IMT: Indeks Massa Tubuh (IMT) kg/m2 =
Berat Badan (kg ) Tinggi Badan
m x Tinggi Badan (m )
14
Hasil studi baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak populasi Asia memiliki proporsi lemak tubuh yang lebih tinggi dibanding ras Kaukasoid pada usia, jenis kelamin, dan IMT yang sama. WHO telah merevisi cut off point IMT pada tahun 2005 dengan menekankan pada resiko kesehatan yang dapat ditimbulkan. Tabel 1. Kriteria IMT menurut WHO (2005). 2
IMT (Kg/m ) <14.9 15.0-18.4 18.5-22.9 23.0-27.5 27.6-40.0 >40.0
Status Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas I Obesitas II
Resiko Kesehatan Resiko penyakit defisiensi gizi Resiko rendah Resiko sedang Resiko tinggi
.
Berat badan seseorang dipengaruhi oleh tinggi badan seseorang, artinya berat badan meningkat dengan meningkatnya tinggi badan apabila proporsi tubuh normal terap dipertahankan. Tinggi atau panjang badan merupakan indicator umum ukuran tubuh dan panjang tulang. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan. Kedua lengan tergantung rileks disamping badan. Potongan kayu yang merupakan bagian dari alat pengukur tinggi dapat digeser, kemudian diturunkan hingga menyentuh bagian atas kepala. Alat ukur ini setidaknya memiliki ukuran panjang 175 cm dan mampu mengukur sampai 0.1 cm (Arisman 2004). Pada prinsipnya untuk mengukur berat badan dengan menggunakan timbangan. Terdapat dua macam timbangan, yaitu beam (lever) balances scales dan spring scales. Contoh beam balance adalah dacin, sedangkan spring scale adalah timbangan pegas (timbangan kamar mandi). Timbangan jenis spring scale tidak dianjurkan karena pegas mudah
melar, terutama jika digunakan
berulang kali, apalagi jika lingkungan bersuhu panas. Penimbangan sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah bangun tidur, mengenakan pakaian setipis mungkin, sebelum dan setelah buang air, serta ditimbang oleh petugas yang sama (Arisman 2004). Penilaian status gizi menggunakan antropometri memiliki beberapa keunggulan yaitu sederhana, aman, bisa untuk sampel besar, peralatan murah, mudah dibawa, tahan lama, akurat, dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau dan juga dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu (Supariasa et al. 2001). Namun pengukuran menggunakan
15
antropometri juga memiliki kelemahan dalam pengukuran sampel yang berusia diatas 55 tahun karena seluruh aspek fisik, biologis, dan mental lansia telah mengalami penurunan disebabkan oleh penurunan metabolisme tubuh dengan adanya faktor usia yang telah lanjut (Arisman 2004). Stres Feldman (1989) mendefinisikan stres sebagai proses dimana individu menilai suatu kejadian yang mengancam, menantang atau berbahaya dan selanjutnya merespon terhadap kejadian tersebut pada tahap fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku. Melson (1980) diacu dalam Furi (2006) mendefinisikan
stres sebagai proses yang terjadi saat
individu
harus
menyesuaikan diri dengan suatu keadaan yang biasanya dimanifestasikan oleh sindrom spesifik. Stres adalah suatu tuntutan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba. Gunarsa dan Gunarsa (1991) menyatakan bahwa stres diartikan sebagai suatu tekanan, dan ketegangan yang mempengaruhi seseorang dalam kehidupan. Pengaruh yang timbul dapat bersifat wajar ataupun tidak, tergantung dari reaksi terhadap ketegangan tersebut. Menurut Fabella (1993), stres dibedakan menjadi dua, yaitu distres dan eustres. Distres adalah
kemampuan seseorang menghadapi tuntutan yang
semakin meningkat dan memandang tuntutan tersebut sebagai sesuatu yang sulit
dan
mengancam,
sedangkan
eustres
adalah
kemampuan
untuk
menghadapi tuntutan yang dirasakan dan dapat menimbulkan rasa percaya diri sehingga mampu menangani dan mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut. Faktor-faktor yang menimbulkan stres disebut stresor. Stresor dibedakan atas tiga golongan yaitu: 1) Stresor fisikbiologik. Stresor ini terdiri atas rasa dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan, dan sebagainya; 2) Stresor psikologis. Stresor ini terdiri atas rasa takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian, jatuh cinta, dan lain-lain; 3) stresor sosial budaya. Contohnya pengangguran, perceraian, perselisihan, dan lain-lain (Gunawan & Sumadiono 2007). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) ada empat stresor, yaitu: 1. Perubahan suasana yang pesat: politik, pendidikan, pekerjaan, usia, kematian seseorang. 2. Hubungan sosial seperti persaingan 3. Kebutuhan hidup yang meningkat meliputi peningkatan taraf hidup yang harus diimbangi dengan peningkatan status ekonomi.
16
4. Harapan yang tidak realistis yaitu harapan yang tidak sesuai dengan keyataan dan tidak dapat menerima keadaan yang telah ada. Stres pada zaman modern ini disebabkan banyaknya perubahan yang harus dihadapi yang menuntut kemampuan untuk beradaptasi dan penyesuaian yang pesat. Hal ini tidak mudah dilalui oleh setiap orang sehingga usaha, kesulitan, kegagalan dalam mengikuti perubahan dapat menimbulkan beraneka ragam keluhan (Gunarsa dan Gunarsa 1991). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) keluhan yang muncul akibat rasa cemas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan mutakhir diantaranya: 1. Keluhan Fisik, meliputi: a. Stres
sebagai
pencetus,
sehingga
memperberat
penyakit
kardiovaskuler yang sudah ada; b. Gangguan sstem pencernaan: ulkus ventrikuli (tukak lambung); c. Ketegangan pada bagian otot-otot tertentu menyebabkan perasaan pegal di bahu, pinggang, leher, dan kepala; d. Stres menyebabkan daya tahan tubuh menurun, melemah sehingga mudah masuk angin, pilek; e. Tics: gerakan-gerakan yang dilakukan diluar kemauan sebagai kebiasaan, tanpa rangsangan yang jelas merupakan suatu ekspresi dari konflik emosi; f.
Kebiasaan: menggaruk-garuk kepala, menggigit kuku, menggosokgosok
tangan
dan
gejala
lain
sebagai
perwujudan
adanya
ketegangan; g. Sindrom ketegangan pra menstrual: nyeri di tubuh, mual, sakit kepala, rasa
tidak
nyaman
sebelum
haid,
disebabka
terganggunya
keseimbangan hormon, berkaitan dengan stres seseorang dan haid yang tidak teratur; h. Disfungsi seksual: penderita stres sering mengeluh masalah seksual, impotensi, frigiditas, ejakulasi dini, dll. 2. Keluhan Psikologis, meliputi: a. Perasaan tidak menentu, cemas, dan takut yang tidak jelas dan tidak terikat pada suatu ancaman yang jelas dari luar. Hal ini dapat menyebabkan penderita menjauhkan diri dari lingkungan sosial atau tempat dan keadaan tertentu;
17
b. Merasa putus asa, bingung, apatis, sedih, gangguan tidur (insomnia), kehilangan minat pada aktivitas dan orang lain, pikiran-pikiran negatif mengenai dirinya, pengalaman dan hari depan, pikiran dan drongan melakukan percobaan bunuh diri; c. Ketidakseimbangan emosi: suasana hati mudah berubah, cepat marah, emosi cepat meluap, menjadi histeris; d. Muncul gejala-gejala proses penuaan dini, seperti: -
Mampu mengingat peristiwa lama, tetapi lupa peristiwa baru;
-
Kecemasan akan perubahan tubuh penyakit dan kematian;
-
Perasaan akan kehilangan kecantikan, rambut beruban, kerut di wajah, otot yang mengendur;
-
Bertingkah laku muda kembali, terlihat dalam penampilan, pakaian, dan perilaku
Stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem fisik tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Hubungan antara rasa stres dengan sakit ditandai dengan proses pelepasan hormon, khususny hormon catecholamins dan corticostreroids yang dilepas oleh rangsangan sistem kardiovaskuler. Jika pelepasan hormon ini sangat tinggi, maka dapat menyebabkan jantung berdebardebar sangat kencang sehingga dapat menyebabkan kematian. Perasaan stres juga dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan fisiologis seperti asma, penyakit kepala kronis, arthritis (rematik), beberapa penyakit kulit, hipertensi, CHD (Chronic Heart Disease), dan juga kanker (Sarafino 1990 diacu dalam Smet 1994). Tingkat stres dapat dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat stres seseorang dapat diketahui dengan memperhatikan gejala-gejala stres yang ditunjukkan, baik gejala fisik maupun gejala emosional (Wilkinson 1989 diacu dalam Furi 2006). Tingkat stres dapat diukur dengan menggunakan berbagai alat ukur, salah satunya adalah alat ukur yang diadaptasi dari National Safety Council (2004). Alat ukur ini dapat menggambarkan bagaimana gejalagejala yang dialami tubuh akibat stres. Keluhan Kesehatan Menurut BPS (2004), keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang merasa terganggu oleh kondisi kesehatan, kejiwaan, kecelakaan, atau hal lain. Darmojo (2000) menyatakan bahwa penyakit atau keluhan yang umum diderita oleh lansia adalah rematik (arthritis), hipertensi, penyakit jantung,
18
penyakti paru-paru (bronchitis/dyspnea), diabetes mellitus, jatuh (falls), lumpuh separuh badan, TBC, patah tulang, dan kanker. Arisman (2004) menyatakan bahwa penyakit yang sering diderita oleh lansia adalah penyakit kardiovaskuler, muskuloskletal, TBC, bronkhitis, asma dan penyakit saluran pernapasan, penyakit gusi, mulut dan saluran cerna, sistem saraf, dan infeksi. Adanya penurunan fungsi dari organ tubuh maupun metabolisme tubuh dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit. Adanya penyakit tersebut jelas dapat menganggu kesehatan. Penyakit rematik dapat menyerang pria dan wanita pada segala usia, tetapi kelompok lanjut usia lebih banyak terkena serangan rematik. Gejala penyakit ini meliputi rasa lelah, kaku pada persendian, ketegangan otot, dan rasa nyeri. Gejala ini dapat dikurangi dengan melakukan olahraga yang teratur dan sesuai (Mursito 2004). Rematik (arthritis) merupakan kelompok peyakit yang menyerang tulang, sendi, otot, maupun jaringan lain disekitar sendi. Proses penuaan merupakan penyebab meningkatnya prevalensi penderita osteoartritis dan arthritis gout akibat pengapuran. Sebanyak 90% penderitanya berusia diatas 60 tahun. Pengapuran menyebabkan tulamg rawan pada sendi menipis sehingga timbul tulang muda (spur) sebagai kompensasi menggantikan tulang yang menipis tersebut. Kondisi tersebut yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut, pinggul, dan pinggang bawah (Wirakusumah 2002). Pada lansia sering pula terjadi gangguan mata akibat proses penuaan. Katarak adalah suatu penyakit kekaburan lensa mata. Orang yang terkena penyakit katarak, penglihatannya makin lama makin kabur, penglihatannya seperto tertutup asap. Jika lensa mata dilihat dari luar, maka akan terlihat ada sesuatu benda padat yang mengkilat, benda tersebut yang menghambat masuknya sinar ke dalam mata, sehingga benda itu terlihat kabur oleh mata (Oswari 1997). Sakit dada di daerah jantung yaitu pada kiri depan yang terjadi mendadak perlu mendapat perhatain. Rasa sakit tersebut dapat disebabkan oleh gangguan otot jantung dan peradangan pada pembungkus jantung. Sakit dada yang tembus ke belakang kadang-kadang disebabkan oleh masuk angin saja atau dapat pula disebabkan tukak lambung (Oswari 1997). Suatu studi klinis menunjukkan bahwa anemia karena proses penuaan disebabkan oleh penurunan kapasitas sumsum tulang belakang serta penurunan respon hormonal terhadap tekanan secara haematologi. Anemia yang terjadi
19
pada lansia juga dipengaruhi oleh penggunaan obat, kehilangan darah, kerusakan sumsum tuulang belakang, hemolisis kronis serta defisiensi zat gizi yang terjadi sebelum menderrita anemia akibat proses penuaan (Wirakusumah 2002). Status Kesehatan Penyakit adalah suatu keadaan terganggunya fungsi tubuh yang terjadi sebagai respons terhadap infeksi, tekanan, atau kondisi lainnya. Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang dan penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan kesehatan seseorang. Menurut WHO sehat adalah keadaan jasmani, rohani, dan sosial yang sejahtera. Kesehatan sempurna seringkali sulit dicapai seseorang karena masalah kehidupan kerapkali menekan kesehatan, biologis, fisik, dan mental (Astawan & Wahyuni 1989). Penyakit dapat dibagi dua kategori, yaitu penyakit infeksi (akut) dan non infeksi (kronis). Penyakit infeksi adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mikro-organisme seperti bakteri atau virus didalam tubuh, seperti diare, TBC, demam, fly, tifus, dll. Penyakit kronis adalah penyakit-penyakit yang dapat berkembang selama kurun waktu yang lama, seperti penyakit jantung, kanker, stroke, asam urat, hipertensi, dll (Sarafino 1990 diacu dalam Smet 1994). Penyakit orang lanjut usia berbeda dengan penyakit orang dewasa muda (Oswari 1997). Gangguan kesehatan yang dialami oleh lansia sering kali disebabkan oleh proses degenerative yang dialami oleh lansia. Menurut Nugroho (1995) penyakit yang diderita oleh lansia di Indonesia meliputi sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, penyakit pada persendian dan tulang serta penyakit kepikunan. Penyakit yang diderita lansia dapat mengurangi nafsu makannya yang lama kelamaan dapat menurunkan berat badan orang lanjut usia. Selain itu, adanya gangguan pencernaan atau gangguan pada metabolisme tubuh lansia yang tidak bekerja dulu dapat menyebabkan tubuh lansia menjadi kurus walaupun nafsu makannya baik dan makanan yang dimakannya mempunyai gizi yang baik (Oswari 1997). Hasil penelitian Silverstein dalam Jauhari (2003) membuktikan bahwa lansia yang tinggal berpisah dengan anaknya (hisup sendiri) mempunyai masalah kesehatan yang cenderung meningkat dibandingkan dengan yang
20
tinggal dengan anak-anaknya. dukungan sosial yang baik akan memberikan dampak psikologis yang menguntungkan terhadap kesehatan lansia. Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut Program pemberdayaan wanita pra dan usia lanjut merupakan program yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan Nasional yang bekerjasama dengan Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA). Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas wanita pra dan usia lanjut. sasaran dan peserta dalam kegiatan adalah ibu-ibu usia lanjut dan/atau keluarga. Terdapat 6 kegiatan yang dilaksanakan dalam program pemberdayaan wanita pra dan usia lanjut. Kegiatan yang dilaksanakan pada program ini adalah penyuluhan tentang perawatan dan pengasuhan usia lanjut, pelatihan daur ulang sampah plastik, pelatihan menyulam pita dan mayet, pelatihan kelembagaan, pendampingan, dan pemeriksaan kesehatan (klinis) usia lanjut. Kegiatankegiatan tersebut menjalin kemitraan dengan Yayasan Emong Lansia (YEL), Puskesmas Dramaga, Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM) Trashion, Posdaya Desa Babakan, serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Kewirausahaan IPB.
KERANGKA PEMIKIRAN Setiap individu memiliki kebiasaan makan yang berbeda satu sama lain Keadaan sosial ekonomi seperti usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan besar keluarga dapat mempengaruhi pola konsumsi makan lansia. Konsumsi makan biasanya terkait dengan jumlah energi yang diperlukan oleh individu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat gizi tersebut. Jika seseorang terbiasa mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang defisit atau lebih maka akan berakibat pada perubahan berat badan seseorang, sehingga pola konsumsi makan ini dapat mempengaruhi status gizi dan lebih lanjut akan mempengaruhi kesehatan lansia. Status gizi adalah kondisi kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang akibat dari penyerapan (absorpsi), konsumsi, dan penggunaan gizi utilasi (utilization) zat gizi makanan. Oleh karena itu, dengan menilai status gizi dapat memperlihatkan kondisi kesehatan seseorang. Selain itu, kondisi kesehatan seseorang juga dapat dipengaruhi oleh stres yang dialaminya karena stres dapat mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi tubuh. Untuk itu tingkat stres dan status kesehatan juga diteliti hubungannya. Keadaan stres pada seseorang dapat
terjadi akibat berbagai faktor
(stresor), antara lain keadaan ekonomi dan keadaan dirinya. Dalam hal ini, seseorang dapat mengalami stres akibat tidak mampu menerima perkembangan dan keadaan hidup yang sebenarnya yaitu perubahan yang terjadi pada keadaan sosial ekonominya dan keadaan fisiknya yang gemuk atau tidak gemuk. Untuk itu hubungan status gizi dan keadaan sosial ekonomi dengan tingkat stres juga diteliti dalam penelitian ini. Vitamin A dan vitamin C adalah zat gizi yang berperan sebagai antioksidan yang berperan dalam melawan radikal bebas dan mengatasi gejala yang diakibatkan oleh stres, sehingga tingkat konsumsi vitamin A dan vitamin C juga dilihat hubungannya dengan tingkat stres yang dialami. Gaya hidup dapat diartikan sebagai cara hidup setiap individu yang merupakan hasil penyaringan dari sederetan interaksi sosial, budaya, keadaan, dan hasil pengaruh beragam faktor yang berasal dari keluarga. Gaya hidup seperti pola makan, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Faktor genetik atau keturunan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Namun aktifitas fisik, kebiasaan merokok dan faktor genetik dengan status kesehatan lansia tidak diteliti hubungannya dalam penelitian ini
22
Pola Konsumsi Makan
Status Gizi (IMT)
(Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Vitamin A, dan Vitamin C)
Keadaan Sosial Ekonomi - Usia - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Besar Keluarga
Tingkat Stres
Faktor Genetik
Status Kesehatan (Skor Penyakit Non Infeksi)
Aktivitas fisik Kebiasaan Merokok
- Jenis aktivitas - Durasi
mm
mm Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan
:
: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu penelitian Desain penelitian ini adalah dengan cross sectional study, yaitu pengamatan dalam waktu yang bersamaan. Pemilihan tempat dan contoh tersebut dilakukan secara purposive, yaitu di Desa Babakan dan Komplek Perumahan Dosen IPB, Dramaga, Kabupaten Bogor pada ibu-ibu yang menjadi peserta Pelatihan Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut.
Pengambilan
data dilakukan pada bulan Februari 2011 hingga Mei 2011. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah wanita lansia peserta Pelatihan Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut. Penentuan populasi yang akan dijadikan contoh dalam penelitian atas dasar pertimbangan: (1) Kemudahan akses pengambilan data; (2) Keadaan sosial ekonomi yang bervariasi; (3) Peserta program sudah pernah mendapat pelatihan dan pembinaan sehingga dapat lebih mudah berkomunikasi dengan baik. Peserta program seluruhnya berjumlah 65 orang. Jumlah peserta yang diambil sebagai contoh penelitian adalah 31 orang setelah dikenai kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu sebanyak 18 contoh yang berada di Desa babakan, dan 13 contoh yang berada di Perumahan Dosen IPB. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah contoh berusia ≥ 55 tahun berdasarkan kriteria lanjut usia Departemen Kesehatan (1991), bugar, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, serta bersedia dan dapat diwawancarai. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah bungkuk dan mengalami gangguan pendengaran. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer meliputi karakteristik individu, keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, tingkat stres serta status kesehatan. Data sekunder mengenai profil program pemberdayaan lansia dan nama peserta. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan dengan teknik wawancara langsung dan pengukuran.
24
Tabel 2. Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data No 1.
Jenis Data
Cara Pengumpulan
Karakteristik Individu:
-
Wawancara
-
Wawancara
-
Penimbangan
(nama, status pernikahan) 2.
Keadaan sosial ekonomi: (usia,
pendidikan,
pekerjaan,
pendapatan, besar keluarga) 3.
Status gizi: (berat badan, tinggi badan, IMT)
menggunakan Timbangan injak dengan ketelitian 0.5 kg dan kapasitas maksimum 120 kg -
Microtoise dengan ketelitian 0.1 mm
4.
Pola konsumsi makan (frekuensi
konsumsi,
tingkat
-
Wawancara
-
Food Frequencies Questionnaires
kecukupan energi, protein, vitamin A, vitamin C)
-
Recall 1x24 jam
5.
Tingkat stres
-
Wawancara
6.
Status kesehatan:
-
Wawancara
(keluhan
penyakit
infeksi,
non
infeksi, dan tempat berobat)
Pengolahan dan Analisis Data Data primer yang telah diperoleh terlebih dahulu dilakukan editing, entry, dan coding untuk mengecek konsistensi informas. . Data yang telah diverifikasi kemudian dimasukkan ke dalam komputer menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis secara deskriptif dan korelasi menggunakan SPSS version 16.0 for Windows. Hubungan antara variabel dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji korelasi Spearman dan Pearson. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan dianalisis menggunakan uji Regresi Linear. Jenis dan kategori data yang diolah disajikan pada Tabel berikut.
25
Tabel 3. Jenis dan Kategori Variabel Pengolahan Data Variabel
Kategori Variabel
Usia*
55-64tahun ≥65 tahun Status Pernikahan Menikah Cerai hidup Cerai mati Pendidikan Tidak tamat SD/Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja Pendapatan/bulan