PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN C DAN MULTIVITAMIN MINERAL TERHADAP STATUS GIZI, KESEHATAN, DAN FUNGSI GINJAL
FEBRINA SULISTIAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengaruh Suplementasi Vitamin C dan Multivitamin Mineral Terhadap Status Gizi, Kesehatan, dan Fungsi Ginjal” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009
Febrina Sulistiawati NRP. I051060071
ABSTRACT FEBRINA SULISTIAWATI. The Effect of Vitamin C and Multivitamin Mineral Supplementation on Nutritional Status, the Health, and Renal Function. Under direction of RIMBAWAN and DADANG SUKANDAR. Use of vitamin C and multivitamin mineral (MVM) supplement has grown rapidly over the past several decades. According to several studies, supplement users tend to have higher micronutrient intakes from their diet than nonusers. Consequently, they have an increased intake but are also more likely to exceed the upper level. The study was aimed to analyze the effect of vitamin C and MVM supplementation on nutritional status, the health, and renal function through the double blind randomized controlled trial. Subjects were 93 of the female workers in PT Ricky Putra Globalindo Tbk, Citeureup, Bogor who were randomly allocated to three treatments. The first received only placebo (without vitamin C and MVM); the second received 1000 mg vitamin C; and the third received MVM supplement that contains 1000 mg vitamin C, 45 mg vitamin E, 700 g vitamin A, 6,5 mg vitamin B6, 400 g folic acid, 9,6 g vitamin B12, 10 g vitamin D, 10 mg Zn, 110 g Se, 0,9 mg Cu, and 5 mg Fe. The supplements were distributed and consumed daily during 10 weeks. The effect of treatments on nutritional status based on body mass index (BMI), the health status based on systolic and diastolic blood pressure, and the renal function based on urea and cretainine blood serum were tested with Ancova. The results showed the BMI, systolic and diastolic blood pressure, and urea were not significantly different among the three treatments (p>0,05); the creatinine was significantly different (p<0,05) on vitamin C and MVM treatments, but still on the normal range. The distribution of female workers based on BMI showed that more than half of them have normal nutritional status (BMI 18,5-24,9 kg/m2). The distribution based on systolic and diastolic blood pressure showed that most of them were not hypertension (systolic <140 mmHg, diastolic <90 mmHg); and the distribution based on urea and creatinine showed that most of them have normal status (urea 8,0-25,0 mg/dl; creatinine 0,6-1,5 mg/dl). Keywords: food supplement, nutritional status, health, renal function
RINGKASAN FEBRINA SULISTIAWATI. Pengaruh Suplementasi Vitamin C dan Multivitamin Mineral Terhadap Status Gizi, Kesehatan, dan Fungsi Ginjal. Dibimbing oleh RIMBAWAN dan DADANG SUKANDAR. Saat ini penggunaan suplemen semakin meningkat, dan sepertinya akan terus menerus bertambah (NIH State of the Science Panel 2007). Pada umumnya, konsumen mempercayai bahwa suplemen dapat membuat mereka berada dalam kondisi yang lebih baik, memberikan tambahan energi, meningkatkan kesehatan, serta mencegah dan mengobati penyakit. Menurut beberapa penelitian, masyarakat yang mengkonsumsi suplemen vitamin C dan multivitamin mineral (MVM) cenderung memiliki asupan mikronutrien dari makanan yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang tidak mengkonsumsi suplemen. Asupan tambahan yang diperoleh dari suplemen kemungkinan dapat melebihi batas maksimum yang diperbolehkan (tolerable upper intake level/UL). Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya suatu kajian mengenai keamanan suplemen vitamin C dan MVM agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi hal yang membahayakan bagi konsumen suplemen tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis konsumsi dan tingkat konsumsi; (2) menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan MVM terhadap status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT); (3) menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan MVM terhadap status kesehatan berdasarkan keluhan, lama sakit, dan tekanan darah; (4) menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan MVM terhadap fungsi ginjal berdasarkan urea dan kreatinin serum darah; serta (5) menganalisis perbedaan status gizi, kesehatan, dan fungsi ginjal wanita pekerja antar perlakuan plasebo, suplemen vitamin C dan MVM. Desain penelitian ini mengacu pada penelitian payung “Pengaruh Suplementasi Multivitamin Mineral Terhadap Imunitas Humoral, Seluler, dan Status Zat Gizi Antioksidan”, yaitu eksperimental murni teracak buta ganda (double blind randomized controlled trial) dan telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Nomor LB.03.04/KE/4294/2007. Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yakni Februari hingga Juni 2008. Suplementasi zat gizi dilakukan di Pabrik Garmen PT Ricky Putra Globalindo Tbk., Citeureup, Kabupaten Bogor; sedangkan analisis serum darah dilaksanakan di Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor. Jumlah wanita pekerja yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah 93 orang yang selanjutnya diacak untuk mendapatkan salah satu dari tiga perlakuan (plasebo, suplementasi vitamin C, dan MVM) sehingga tiap perlakuan terdiri dari 31 orang. Suplemen diberikan setiap hari selama 10 minggu kepada wanita pekerja oleh petugas dan perawat di klinik perusahaan. Suplemen yang diberikan berbentuk tablet dan diminum langsung oleh wanita pekerja di depan petugas. Kandungan vitamin C dalam suplemen vitamin C (tunggal) adalah 1000 mg; sedangkan formula suplemen MVM terdiri dari 1000 mg vitamin C; 45 mg vitamin E; 700 g vitamin A; 6,5 mg vitamin B6 ; 400 g folic acid; 9,6 g vitamin B12; 10 g vitamin D; 10 mg Zn; 110 g Se; 0,9 mg Cu; dan 5 mg Fe. Suplemen yang diberikan ini berasal dari perusahaan yang sama.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data sosio demografi, konsumsi, status gizi, status kesehatan, dan fungsi ginjal. Data sosio demografi dikumpulkan pada awal penelitian melalui wawancara. Data konsumsi dikumpulkan pada awal dan akhir penelitian dengan wawancara menggunakan metode recall 2x24 jam dan food frequency questionnaire (FFQ). Data status gizi meliputi berat dan tinggi badan dikumpulkan pada awal dan akhir penelitian. Data status kesehatan dikumpulkan pada awal dan akhir penelitian melalui pengukuran tekanan darah dan pencatatan keluhan dan lama sakit. Data fungsi ginjal dikumpulkan pada awal dan akhir penelitian meliputi kadar urea serum darah dengan metode Berthelot dan kreatinin serum darah dengan metode Jaffe. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik menggunakan program SPSS 12.0 for Windows. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diuji digunakan analisis varian (analysis of variance/Anova) dan analisis peragam (analysis of covariance/Ancova). Analisis konsumsi setelah suplementasi menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi, protein, dan vitamin C pada perlakuan multivitamin mineral lebih tinggi dibandingkan perlakuan plasebo dan vitamin C; sedangkan rata-rata konsumsi besi tertinggi terdapat pada perlakuan plasebo. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata antar perlakuan hanya terdapat pada konsumsi energi (p<0,05). Uji lanjut menggunakan uji Bonferroni menunjukkan bahwa perbedaan tersebut terdapat antara perlakuan vitamin C dengan MVM. Tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C wanita pekerja lebih tinggi pada perlakuan multivitamin mineral dibandingkan dua perlakuan lainnya; sedangkan tingkat konsumsi besi tertinggi terdapat pada perlakuan plasebo. Pengujian dengan Anova menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi, protein, vitamin C, dan besi pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Analisis terhadap status gizi berdasarkan IMT menunjukkan bahwa baik sebelum maupun setelah suplementasi, lebih dari separuh wanita pekerja pada ketiga perlakuan termasuk dalam status gizi baik (nilai IMT antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2). Sebelum suplementasi, rata-rata (±SD) IMT pada perlakuan plasebo adalah 23,7±3,6 kg/m2; vitamin C adalah 22,5±3,4 kg/m2 ; dan MVM adalah 23,2±2,3 kg/m2. Setelah suplementasi, nilai rata-rata (±SD) IMT perlakuan plasebo adalah 23,7±3,7 kg/m2; vitamin C adalah 22,4±3,4 kg/m2 ; dan MVM adalah 23,2±2,4 kg/m2. Hasil uji Ancova dengan usia dan konsumsi energi sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa nilai IMT pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Analisis terhadap status kesehatan menunjukkan bahwa rata-rata lama sakit wanita pekerja pada perlakuan plasebo adalah 4,3±4,9 hari; pada perlakuan vitamin C adalah 2,1±2,8 hari; dan pada perlakuan multivitamin mineral adalah 2,5±3,6 hari. Hasil uji Ancova dengan usia, IMT, tekanan darah sistolik, diastolik, konsumsi energi, protein, vitamin C, dan besi sebagai peubah perancu menunjukkan bahwa lama sakit pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Pengukuran tekanan darah baik sebelum maupun setelah suplementasi pada ketiga perlakuan menunjukkan bahwa sebagian besar wanita pekerja termasuk dalam kategori tidak hipertensi (sistolik <140 mmHg; diastolik <90 mmHg). Rata-rata (±SD) tekanan darah sistolik wanita pekerja sebelum suplementasi pada perlakuan plasebo adalah 100±13,1 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 98±8,2 mmHg; dan perlakuan MVM adalah 99±14,1 mmHg. Setelah
suplementasi, rata-rata (±SD) tekanan darah sistolik pada perlakuan plasebo adalah 99±11,4 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 95±6,8 mmHg; dan perlakuan MVM adalah 97±9,5 mmHg. Pada tekanan darah diastolik sebelum suplementasi, rata-rata (±SD) tekanan darah diastolik wanita pekerja pada perlakuan plasebo adalah 66±7,6 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 65±5,1 mmHg; dan perlakuan MVM adalah 66±8,4 mmHg. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) tekanan darah diastolik wanita pekerja pada perlakuan plasebo adalah 66±8,0 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 65±5,1 mmHg; sedangkan perlakuan MVM adalah 65±9,3 mmHg. Pengujian menggunakan Ancova dengan usia, berat badan, dan konsumsi natrium sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa nilai tekanan darah sistolik dan diastolik pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Analisis fungsi ginjal menunjukkan bahwa baik sebelum maupun setelah suplementasi, sebagian besar wanita pekerja pada ketiga perlakuan termasuk dalam kategori normal (kadar urea serum darah 8,0-25,0 mg/dl; kadar kreatinin serum darah 0,6-1,5 mg/dl). Sebelum suplementasi, rata-rata (±SD) kadar urea serum darah wanita pekerja pada perlakuan plasebo adalah 19,5±4,9 mg/dl; perlakuan vitamin C adalah 19,2±5,0 mg/dl; dan perlakuan MVM adalah 22,1±6,4 mg/dl. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) kadar urea serum darah pada perlakuan plasebo adalah 21,2±5,0 mg/dl; perlakuan vitamin C adalah 20,8±4,6 mg/dl; dan perlakuan MVM adalah 21,4±4,2 mg/dl. Hasil uji Ancova dengan usia dan konsumsi protein sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa kadar urea serum darah pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Pada analisis kadar kreatinin serum darah sebelum suplementasi, semua perlakuan menunjukkan nilai rata-rata yang sama, yaitu 0,8±0,1 mg/dl. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) kadar kreatinin serum darah wanita pekerja adalah 0,8±0,1 mg/dl pada perlakuan plasebo dan MVM; sedangkan pada perlakuan vitamin C adalah 0,9±0,1 mg/dl. Pengujian menggunakan Ancova dengan usia sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar kreatinin serum darah antar perlakuan (p<0,05). Uji lanjut menggunakan uji Bonferroni menunjukkan bahwa perbedaan terdapat antara perlakuan vitamin C dengan perlakuan MVM. Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: (1) rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C pada perlakuan MVM lebih tinggi dibandingkan perlakuan plasebo dan vitamin C; sedangkan rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi besi tertinggi terdapat pada perlakuan plasebo; (2) suplementasi vitamin C dan MVM tidak berpengaruh terhadap status gizi wanita pekerja berdasarkan IMT; (3) suplementasi vitamin C dan MVM tidak berpengaruh terhadap status kesehatan wanita pekerja berdasarkan lama sakit, tekanan darah sistolik dan diastolik; (4) suplementasi vitamin C dan MVM tidak berpengaruh terhadap kadar urea serum darah; (5) suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap kadar kreatinin serum darah, namun kadarnya masih berada pada batas normal. Kata kunci: suplemen makanan, status gizi, status kesehatan, fungsi ginjal
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN C DAN MULTIVITAMIN MINERAL TERHADAP STATUS GIZI, KESEHATAN, DAN FUNGSI GINJAL
FEBRINA SULISTIAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis Nama NRP
: Pengaruh Suplementasi Vitamin C dan Multivitamin Mineral Terhadap Status Gizi, Kesehatan, dan Fungsi Ginjal : Febrina Sulistiawati : I051060071
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Rimbawan Ketua
Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS.
Tanggal Ujian: 15 Januari 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Bismillahirrohmanirrahim. Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Segala atas limpahan rahmat, hidayah dan karuniaNya sehingga penulisan tesis dengan judul “Pengaruh Suplementasi Vitamin C dan Multivitamin Mineral Terhadap Status Gizi, Kesehatan, dan Fungsi Ginjal” ini dapat diselesaikan. Salawat serta salam tak lupa dihaturkan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan do‟a, dukungan, semangat, arahan, bimbingan, dan kerjasama dengan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada yang terhormat Bapak Dr. Rimbawan dan Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc. selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan dan dukungannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan pula kepada Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis atas masukan dan sarannya sehingga penulisan tesis ini dapat disempurnakan. Ucapan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada Ibu Fitrah Ernawati dan keluarga atas segala bantuan dan dukungannya, serta kepada seluruh tim penelitian Citeureup (Alia, Daus, Bu Tri, Bu Ita, Bu Sondang dkk. dari Puslitbang Gizi Depkes Bogor, Suster Yuli, Suster Leni, Suster Astri, dan Mbak Isha) atas segala bantuan dan kerjasamanya yang luar biasa. Terima kasih pula kepada Manajemen PT Ricky Putra Globalindo Tbk. atas izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian, dan penghargaan setinggitingginya kepada karyawati PT Ricky Putra Globalindo Tbk. yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini, terima kasih sebesar-besarnya atas sumbangsih ibu-ibu bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Terima kasih tak terhingga dan penghargaan khusus penulis sampaikan kepada ibu dan bapak tercinta, guru utama dan pertama penulis, atas segala ridho, do‟a, dukungan, pengorbanan, dorongan semangat dan limpahan kasih sayang yang setiap saat selalu dapat penulis rasakan, sejak penulis berada dalam
kandungan hingga saat ini dan tak kan pernah sanggup terbalaskan. Untuk kakak, tak ada yang sulit selama ada kakak, terima kasih dan terima kasih atas pengorbanan, do‟a, dukungan, dan segala-gala yang selalu kakak berikan dengan tulus kepada adik. Adik-adik tercinta (Daru, Hafiz, Nia), sumber inspirasi kakak, terima kasih atas do‟a, dukungan, dan kasih sayang yang selalu menyertai kakak. Seluruh keluarga tercinta, bunda & bapak, semuanya takkan mungkin terjadi tanpa ketulusan do‟a-do‟a dan kasih sayang kalian, terima kasih tak terhingga. Kepada seluruh guru penulis, sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, dan seluruh guru di dunia yang dengan ketulusan, keikhlasan, dan keridhoannya telah menebarkan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis dan seluruh penuntut ilmu lainnya, yang telah mengubah pasir menjadi mutiara, yang selalu menjadi pelita penerang dalam gulita, terima kasih tak terhingga, terima kasih dan terima kasih guru, jasamu tiada tara. Yang tak akan pernah terlupakan, rekan merangkap ibu, kakak, dan saudara penulis, GMK „06 (Bu Neneng, Bu Asih, Bu Mimi, Mbak Indah, Mbak Ketut, Mbak Cica, Mbak Devi, Mbak Riska, Mbak Wiwik, Mbak Reni, Nunung, Rani, Fahmi, Rusman), terima kasih atas segala dukungan, bantuan, dan kenangan indah selama kuliah bersama. Adik-adik Kost Mega (Mona, Reni, Esti, Mpit, Mila, Eno), Mbak Uci, Mbak Santi, terima kasih atas segala perhatian, bantuan, dan kasih sayang yang selalu kalian berikan. Sahabat-saudara terbaik penulis (Tini, Neng, Emy, Ela, Atik, Zhunk, Urul, Uji, Amri, dan semua-semuanya), terima kasih atas persahabatan dan persaudaraan yang indah dan tulus dari kalian semua, semua takkan ada artinya tanpa kalian. Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu jalannya penelitian ini dan telah memberi dukungan penuh kepada penulis, baik moral maupun material yang tak bisa penulis tuliskan satu persatu, penulis haturkan terima kasih yang sebesarbesarnya. Semoga Allah Yang Maha Baik memberi balasan atas segala kebaikan Bapak, Ibu, Saudara, dan Saudari dengan sebaik-baik balasan. Akhirnya, semoga karya tulis ini memberi manfaat bagi kita semua. Amin. Bogor, Januari 2009
Febrina Sulistiawati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Masbagik, Lombok Timur pada tanggal 14 Februari 1983 dari Ayahanda H. Usman Fauzi dan Ibunda Hj. Sulhiah. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Unggulan Darul „Ulum 2 BPPT Jombang. Pendidikan Strata-1 diselesaikan pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang .............................................................................. Rumusan Masalah ......................................................................... Tujuan Penelitian .......................................................................... Hipotesis Penelitian ....................................................................... Manfaat Penelitian.........................................................................
1 4 4 5 5
TINJAUAN PUSTAKA Metabolisme Vitamin dan Mineral di dalam Tubuh ...................... Bioavailabilitas Zat Gizi ............................................................... Interaksi Antar Zat Gizi ................................................................ Pengaruh Kekurangan dan Kelebihan Vitamin dan Mineral .......... Suplemen Multivitamin Mineral ................................................... Kecukupan Gizi yang Dianjurkan dan Tolerable Upper Intake Level (UL).................................................................................... Status Gizi.................................................................................... Status Kesehatan .......................................................................... Ginjal dan Fungsinya di dalam Tubuh ..........................................
6 6 7 12 18 19 22 23 24
KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................
27
METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian .......................................... Rancangan Percobaan................................................................... Pelaksanaan Penelitian ................................................................. Cara Pemberian Suplemen............................................................ Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................ Pengendalian Kualitas Data .......................................................... Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... Definisi Operasional Variabel ......................................................
29 29 32 32 34 34 35 43
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wanita Pekerja ........................................................ Konsumsi Pangan dan Zat Gizi..................................................... Status Gizi.................................................................................... Status Kesehatan .......................................................................... Fungsi Ginjal................................................................................
44 45 51 54 59
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ...................................................................................... Saran ............................................................................................
63 64
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
65
LAMPIRAN ............................................................................................
72
DAFTAR TABEL Halaman 1
Interaksi yang melibatkan vitamin A ..................................................
10
2
Interaksi yang melibatkan vitamin E...................................................
10
3
Interaksi yang melibatkan vitamin C ..................................................
11
4
Interaksi yang melibatkan vitamin B ..................................................
11
5
Kategori suplemen multivitamin mineral dalam beberapa survey .......
20
6
Kecukupan gizi, UL, dan batas maksimum BPOM vitamin dan mineral yang digunakan dalam suplemen penelitian ........
22
Kandungan zat-zat kimia dalam plasma, filtrat, dan urin dalam periode 24 jam .........................................................................
26
8
Formula suplemen multivitamin dan mineral ......................................
34
9
Jenis dan cara pengumpulan data ........................................................
35
10 Pengelompokan status gizi orang dewasa menurut IMT .....................
37
11 Pengelompokan tekanan darah sistolik dan diastolik ..........................
38
12 Jenis dan kategori variabel .................................................................
42
13 Sebaran wanita pekerja menurut kategori usia ....................................
44
14 Sebaran wanita pekerja menurut kategori pendidikan .........................
45
15 Sebaran ukuran keluarga wanita pekerja .............................................
45
16 Statistik pendapatan keluarga wanita pekerja ......................................
45
17 Rata-rata konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan ...................
48
18 Tingkat konsumsi wanita pekerja dari makanan..................................
49
19 Distribusi tingkat konsumsi energi dan protein wanita pekerja............
50
20 Distribusi tingkat konsumsi vitamin C dan besi wanita pekerja ...........
51
21 Distribusi wanita pekerja menurut kategori IMT ................................
54
22 Keluhan dan rata-rata lama sakit wanita pekerja selama suplementasi ...........................................................................
55
23 Distribusi wanita pekerja menurut tekanan darah sistolik....................
58
24 Distribusi wanita pekerja menurut tekanan darah diastolik .................
59
25 Distribusi wanita pekerja menurut kadar urea serum darah .................
61
26 Distribusi wanita pekerja menurut kadar kreatinin serum darah ..........
62
7
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Hubungan antara pola konsumsi pangan, status gizi, status kesehatan dan fungsi ginjal .......................................................
28
2
Alur penelitian ...................................................................................
33
3
Rata-rata berat badan wanita pekerja ..................................................
52
4
Rata-rata indeks massa tubuh wanita pekerja ......................................
53
5
Rata-rata tekanan darah sistolik wanita pekerja ..................................
56
6
Rata-rata tekanan darah diastolik wanita pekerja ................................
57
7
Rata-rata kadar urea wanita pekerja ....................................................
60
8
Rata-rata kadar kreatinin wanita pekerja .............................................
61
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Persetujuan etik (ethical clearance) ....................................................
73
2
Formulir persetujuan untuk mengikuti penelitian (informed consent) ............................................................................
74
3
Kuisioner status gizi dan kesehatan wanita pekerja .............................
75
4
Prosedur penentuan urea serum darah .................................................
83
5
Prosedur penentuan kreatinin serum darah..........................................
84
6
Antropometri wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi .........
85
7
Monitoring morbiditas wanita pekerja selama suplementasi ...............
88
8
Tekanan darah sistolik dan diastolik wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi ......................................................
89
Kadar urea dan kreatinin wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi ....................................................................
92
10 Frekuensi konsumsi wanita pekerja dari makanan sebelum dan setelah suplementasi ......................................................
95
11 Konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan sebelum dan setelah suplementasi ......................................................
101
12 Tingkat konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan sebelum dan setelah suplementasi ......................................................
104
13 Uji Anova konsumsi wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi ....................................................................
107
14 Uji Anova tingkat konsumsi wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi ....................................................................
109
15 Uji Anova antropometri, tekanan darah, urea, dan kreatinin wanita pekerja sebelum suplementasi ............................
111
16 Uji Ancova IMT wanita pekerja setelah suplementasi ........................
112
17 Uji Ancova lama sakit wanita pekerja selama suplementasi ................
113
18 Uji Ancova tekanan darah sistolik wanita pekerja setelah suplementasi ...........................................................................
114
19 Uji Ancova tekanan darah diastolik wanita pekerja setelah suplementasi ...........................................................................
115
20 Uji Ancova urea wanita pekerja setelah suplementasi .........................
116
21 Uji Ancova kreatinin wanita pekerja setelah suplementasi ..................
117
22 Dokumentasi penelitian ......................................................................
118
9
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS.
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, zat gizi mikro (vitamin dan mineral) mendapat perhatian yang lebih besar dalam ilmu gizi internasional. Hal ini didorong oleh semakin banyaknya penelitian yang mengungkapkan pentingnya peran vitamin dan mineral bagi kesehatan manusia. Vitamin dan mineral sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia, diantaranya untuk mengatur fungsi otak, ketahanan tubuh atau imunitas, fungsi kehamilan, dan pengolahan energi. Kekurangan zat gizi mikro pada tingkat ringan sekalipun dapat mempengaruhi kemampuan belajar, mengganggu
produktivitas
kerja,
bahkan
memperparah
penyakit
dan
meningkatkan kematian (Soekirman 2000). Dalam laporan ACC/SCN Tahun 2000 disebutkan bahwa di negara berkembang diperkirakan terdapat 3,9 milyar penduduk beresiko kekurangan zat gizi mikro, dimana 1 milyar diantaranya sudah dalam keadaan sakit dan cacat. Dengan beragam pangan yang tersedia, masyarakat harusnya dapat mencukupi segala kebutuhan makro dan mikronutrien yang dibutuhkan tubuh untuk beragam proses metabolisme. Namun sayangnya, sebagian besar penduduk dunia tidak mampu untuk mengakses beragam pangan yang kaya akan mikronutrien. Hal ini antara lain disebabkan oleh gaya hidup (life style) dan faktor sosial ekonomi. Oleh karena itu, salah satu alternatif yang dapat dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan penduduk adalah melalui pendekatan berbasis makanan berupa fortifikasi dan suplementasi makanan (FAO/WHO 2001). Menurut FAO/WHO (2001), fortifikasi merujuk pada penambahan zat gizi pada makanan yang biasa dimakan. Woods (2001) menambahkan, fortifikasi merupakan penambahan zat gizi ke dalam makanan terlepas dari apakah zat gizi tersebut telah terdapat dalam jumlah yang cukup atau tidak di dalam makanan dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi kekurangan satu atau beberapa zat gizi pada suatu populasi atau kelompok khusus dalam suatu populasi. Sedangkan suplementasi merujuk pada pemberian sediaan farmakologi zat gizi secara periodik dalam bentuk kapsul atau tablet, atau melalui suntikan untuk kelompok yang beresiko menderita kurang gizi yang memerlukan penanganan secepatnya (FAO/WHO 2001). Dalam International Conference on Nutrition
2
tahun 1992, FAO/WHO menetapkan bahwa suplementasi zat gizi harus dibatasi untuk kelompok rawan (vulnerable group) yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya akan zat gizi hanya melalui makanan, yaitu bayi dan anak-anak, lansia, kelompok dengan sosial ekonomi rendah, orang terlantar, pengungsi, penduduk yang berada dalam kondisi darurat, dan wanita usia subur (FAO/WHO 1992). Selain kelompok-kelompok tersebut, kelompok lain yang memerlukan zat gizi mikro dalam jumlah yang lebih tinggi adalah wanita pekerja. Kelompok ini merupakan bagian dari wanita usia subur yang cenderung banyak terpapar stres (Romeo et al. 2008), baik stres lingkungan (Romieu 2005) maupun stres karena beban kerja (Nieman 2001). Selain itu, wanita pada usia ini juga mengalami menstruasi secara berkala dan cenderung melakukan diet yang mengakibatkan rendahnya intik vitamin dan mineral. Hal-hal ini menyebabkan wanita pekerja rentan terkena masalah yang terkait dengan kekurangan zat gizi mikro. Saat ini penggunaan suplemen semakin meningkat, dan sepertinya akan terus menerus bertambah (NIH State of the Science Panel 2007). Di Inggris, tidak kurang dari 40% penduduk mengkonsumsi suplemen secara teratur (Read 2001). Dalam Ransley (2001) disebutkan, pengguna suplemen di Inggris menghabiskan dana antara 340 hingga 360 juta poundsterling setiap tahunnya. Sementara itu, lebih dari setengah orang dewasa di Amerika dilaporkan menggunakan suplemen makanan. Pada awal tahun 1990-an sekitar 25% wanita dewasa menggunakan suplemen secara teratur, dan jumlah ini meningkat lebih dari 50% pada akhir tahun 2000 (Neuhouser 2003). Pada umumnya, mereka mempercayai bahwa suplemen dapat membuat mereka berada dalam kondisi yang lebih baik, memberikan tambahan energi, meningkatkan kesehatan, serta mencegah dan mengobati penyakit. Dalam Radimer (2004) disebutkan, menurut data NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) tahun 1999-2000, suplemen yang paling banyak dikonsumsi oleh orang dewasa di Amerika adalah multivitamin mineral (35%) diikuti oleh vitamin E (12,7%) dan vitamin C (12,4%). Menurut beberapa penelitian, masyarakat yang mengkonsumsi suplemen multivitamin mineral cenderung memiliki intik mikronutrien yang lebih tinggi
3
dibandingkan masyarakat yang tidak mengkonsumsi suplemen. Namun, intik tambahan yang diperoleh dari suplemen ini kemungkinan besar dapat melebihi batas maksimum yang diperbolehkan (tolerable upper intake level/UL). UL adalah angka paling tinggi dari suatu zat gizi yang bila dikonsumsi dalam jumlah tersebut setiap hari tidak menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Intik zat gizi yang melebihi UL dapat meningkatkan resiko negatif bagi kesehatan konsumen. Sebagian besar orang menganggap bahan-bahan yang digunakan dalam suplemen multivitamin mineral aman. Namun terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa bahan dalam suplemen multivitamin mineral dapat memberikan pengaruh merugikan, diantaranya bahwa kanker paru-paru terjadi pada pekerja asbes dan perokok yang mengkonsumsi β-karoten. Selain itu, kanker esofagus ditemukan pula pada pasien lansia di Cina yang diberikan suplemen selenium, β-karoten, dan vitamin E dalam waktu yang lama. Pada penelitian lain, pasien dengan antigen spesifik prostat tinggi pada awal penelitian yang menerima intervensi multivitamin mineral memiliki resiko menderita kanker prostat yang lebih tinggi. Suplemen vitamin D dan kalsium kemungkinan meningkatkan resiko batu ginjal pada beberapa orang (NIH State of the Science Panel 2007). Sementara itu, suplemen vitamin C yang umumnya banyak pula dikonsumsi masyarakat juga dapat menimbulkan efek negatif bila dikonsumsi dalam jumlah yang melebihi UL. Dalam Goodman (1991) disebutkan, vitamin C memiliki efek yang positif pada tahap penyembuhan beberapa jenis penyakit; diantaranya pilek, asma, aterosklerosis, diabetes, jantung, berbagai jenis kanker, bahkan AIDS. Namun, dalam jumlah yang melebihi UL vitamin C dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan seperti diare (Mulholland & Benford 2007) dan batu ginjal (Hathcock et al. 2005). Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya suatu kajian mengenai keamanan suplemen vitamin C dan multivitamin mineral pada dosis tertentu agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi hal yang membahayakan bagi konsumen suplemen tersebut.
4
Rumusan Masalah Suplementasi zat gizi mikro dapat meningkatkan asupan zat gizi individu yang berdampak pada status gizi dan kesehatan. Namun, asupan yang melebihi batas maksimum yang diperbolehkan (UL) dapat membahayakan individu tersebut (Murphy et al. 2007). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral terhadap status gizi? 2. Bagaimana pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral terhadap status kesehatan? 3. Apakah suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral pada dosis yang diberikan aman dilihat dari fungsi ginjal?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral terhadap status gizi, kesehatan dan fungsi ginjal. Tujuan Khusus 1. Mempelajari karakteristik sosio demografi (usia, pendidikan, ukuran dan pendapatan keluarga) wanita pekerja. 2. Menganalisis konsumsi dan tingkat konsumsi wanita pekerja. 3. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral terhadap status gizi (IMT) wanita pekerja. 4. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral terhadap status kesehatan (lama sakit dan tekanan darah) wanita pekerja. 5. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral terhadap fungsi ginjal (urea dan kreatinin serum darah) wanita pekerja. 6. Menganalisis perbedaan status gizi, kesehatan, dan fungsi ginjal wanita pekerja antar perlakuan (pemberian plasebo, suplemen vitamin C dan multivitamin mineral).
5
Hipotesis Penelitian Untuk memudahkan jalannya penelitian maka diajukan hipotesis, bahwa: 1. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, vitamin C, dan besi wanita pekerja. 2. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap status gizi (IMT) wanita pekerja. 3. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap status kesehatan (lama sakit dan tekanan darah) wanita pekerja. 4. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap fungsi ginjal (urea dan kreatinin serum darah) wanita pekerja. 5. Tidak terdapat perbedaan pada kadar urea dan kreatinin wanita pekerja yang diberi perlakuan plasebo dibandingkan yang diberi perlakuan suplemen vitamin C dan multivitamin mineral.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah tentang bahaya tidaknya suplemen vitamin C dan multivitamin mineral pada dosis yang diberikan sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk memilih dosis suplemen yang tepat untuk dikonsumsi. Bagi penyusun program gizi dan kesehatan, penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam menentukan dosis suplemen yang tepat sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.
6
TINJAUAN PUSTAKA Metabolisme Vitamin dan Mineral di dalam Tubuh Metabolisme merupakan semua proses baik fisik maupun kimia yang terjadi di dalam tubuh dan diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Proses-proses ini berupa pemecahan zat-zat gizi untuk menghasilkan energi atau membentuk struktur tubuh. Reaksi kimia yang terjadi memungkinkan tubuh mengeluarkan dan menggunakan energi yang berasal dari makanan, mengubah suatu zat menjadi zat lain, dan menyiapkan sisa-sisa zat untuk diekskresi. Terdapat sekitar seribu macam reaksi yang kimia yang terjadi di dalam suatu sel tubuh (Almatsier 2003). Vitamin, mineral, dan cairan di dalam tubuh diserap secara bersamaan melalui mukosa usus halus. Beragam faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitas vitamin dan mineral dalam proses ini. Setiap hari, sekitar 8 hingga 9 liter cairan dari tubuh mengalir terus menerus melewati membran usus agar zat-zat gizi berada dalam larutan. Sebagian besar vitamin dan air bergerak dari usus halus menuju darah dengan difusi pasif. Sementara itu, penyerapan mineral bersifat lebih kompleks dan berjalan melalui tiga tahap. Pada tahap pertama, yaitu intraluminal stage, terjadi reaksi kimia dan interaksi yang terjadi di dalam lambung dan usus halus. Reaksi ini sebagian besar ditentukan oleh pH dan komposisi makanan yang memasuki lambung, terutama mempengaruhi kation. Anion yang kecil seperti florida tidak dipengaruhi baik oleh pH maupun oleh komposisi makanan dan diserap dengan bebas. Tahap kedua adalah translocation stage, yang melewati membran menuju sel mukosa usus halus. Transpor anion yang kecil kemungkinan terjadi hanya melalui difusi. Untuk sebagian besar unsur kation, mekanisme dapat terjadi melalui difusi fasilitatif atau transpor aktif. Selama tahap ketiga, yaitu mobilization stage, mineral dapat diangkut melalui permukaan serosal usus menuju aliran darah atau dipisahkan di dalam sel (Beyer 2004).
Bioavailabilitas Zat Gizi Istilah bioavailabilitas secara umum didefinisikan sebagai penyerapan dan pemanfaatan zat gizi (Fairweather-Tait 1997). Secara tidak langsung, penyerapan dalam definisi tersebut mencakup pula ekskresi dan penyimpanan. Terdapat
7
beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas, yaitu bentuk kimia dari zat gizi; komposisi zat gizi dalam makanan atau suplemen; interaksi antar zat gizi; dan faktor dari dalam individu sendiri yang meliputi usia, jenis kelamin, faktor fisiologis, dan patologis (Krebs 2001). Solomon et al. (2001) menambahkan, faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas adalah kondisi pencernaan, umur, fungsi ginjal, jenis kelamin, aktivitas fisik, komposisi tubuh, status gizi, status kesehatan, pola dan komposisi makan, suplemen makanan, alkohol, suku bangsa, dan tambahan dari faktor lingkungan seperti polusi, stres, dan penggunaan obat. Menurut Anderson (2004), berdasarkan bioavailabilitasnya zat gizi dalam makanan dibagi menjadi tiga kelompok: zat gizi dengan bioavailabilitas rendah (besi, kromium, mangan); zat gizi dengan bioavailabilitas sedang (kalsium dan magnesium); dan zat gizi dengan bioavailabilitas tinggi (natrium, kalium, klorida, iodida, dan flourida).
Interaksi Antar Zat Gizi Interaksi antar zat gizi, khususnya mikronutrien dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu: (1) satu jenis mikronutrien secara langsung mempengaruhi absorpsi mikronutrien lainnya, dan (2) defisiensi atau kelebihan satu jenis mikronutrien dalam organisme mempengaruhi metabolisme mikronutrien lainnya (Lonnerdal 1988). Interaksi Antar Mineral Zat besi (Fe) dan Seng (Zn) Dari beberapa penelitian diketahui bahwa konsumsi Fe dalam dosis yang tinggi akan mengurangi efisiensi absorpsi Zn (Solomons 1988). Kapasitas absorpsi usus halus dan pengaturannya dalam reaksinya terhadap status Fe individu paling bagus terlihat ketika seseorang mengkonsumsi Fe dalam dosis tinggi selama beberapa periode dan tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung Zn. Dalam Almatsier (2003) disebutkan, sebagian Zn menggunakan alat transpor transferin yang juga merupakan alat transpor Fe. Bila perbandingan antara Fe dengan Zn lebih dari 2 : 1, transferin yang tersedia untuk Zn berkurang
8
sehingga menghambat absorpsi Zn. Dan sebaliknya, dosis tinggi Zn juga menghambat absorpsi Fe. Seng (Zn) dan Tembaga (Cu) Interaksi antara Zn dan Cu dapat terjadi baik dalam keadaan gizi yang baik maupun dalam keadaan gizi kurang. Sejumlah penelitian dengan hewan percobaan menunjukkan bahwa intik Zn yang tinggi dapat mengurangi absorpsi Cu. Hal ini disebabkan karena intik Zn yang tinggi akan meningkatkan kandungan tionein dalam mukosa, dimana molekul ini mampu mengikat logam-logam yang serupa termasuk Zn2+, Cu2+, Hg2+, dan Cd2+ (Solomons 1988). Interaksi Antara Vitamin dengan Mineral Asam Askorbat dan Zat Besi (Fe) Asam askorbat dapat meningkatkan absorpsi besi non-heme. Hal ini kemungkinan terjadi melalui dua cara, yakni melalui kemampuan mereduksi asam askorbat sehingga Fe selalu berada dalam bentuk yang lebih mudah diserap, yaitu Fe2+; dan sifat mengkelat asam askorbat yang membuat Fe selalu dalam bentuk dapat larut dan dapat diserap. Dengan demikian, pada defisiensi asam askorbat penyimpanan Fe rusak; demikian pula pada kelebihan asam askorbat, perpindahan Fe dari pasien hemokromatosis dengan desferioksamin meningkat (Lonnerdal 1988). Asam Askorbat dan Tembaga (Cu) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa intik asam askorbat yang tinggi memiliki efek negatif terhadap metabolisme Cu. Asam askorbat yang tinggi diyakini dapat merubah Cu2+ menjadi Cu1+ yang lebih sulit untuk diserap (Lonnerdal 1988). Seng (Zn) dan Vitamin E Mekanisme interaksi antara seng dan vitamin E terjadi pada tingkat membran. Seng dan vitamin E bekerjasama melindungi integritas membran sel. Seng berperan dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian, konsumsi seng dalam jumlah cukup dapat menghemat penggunaan vitamin E (Lonnerdal 1988; Almatsier 2003). Bunk et al. (1987) melaporkan bahwa absorpsi
9
usus halus dan atau transpor vitamin E plasma terganggu jika terjadi kekurangan seng. Seng (Zn) dan Vitamin A Kekurangan seng dapat mengganggu metabolisme vitamin A. Pada kondisi ini, sintesis alat angkut vitamin A yaitu protein pengikat retinol (retinol-bindingprotein/RBP) terganggu dan terjadi penurunan aktivitas retina reduktase. Menurunnya aktivitas enzim ini menyebabkan terganggunya adaptasi terhadap gelap (Lonnerdal 1988). Vitamin A dan Zat Besi (Fe) Dalam Lonnerdal (1988) disebutkan, kekurangan vitamin A dapat menyebabkan terganggunya hematopoiesis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rendahnya retinol plasma dihubungkan dengan rendahnya hemoglobin, besi serum, dan nilai kejenuhan transferin. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan terganggunya transportasi besi dari hati dan atau penggabungan besi ke dalam eritrosit. Folat dan Seng (Zn) Suplementasi folat diketahui dapat mengganggu absorpsi seng. Meskipun pengaruh suplemen folat terhadap absorpsi seng secara langsung masih belum pasti, jalur metabolisme yang menghubungkan antara folat dan seng telah diketahui. Pasien yang menderita anemia megaloblastik (kekurangan folat) memiliki kadar seng dalam eritrosit yang rendah. Terganggunya absorpsi folat pada keadaan kekurangan seng juga dapat terjadi karena folate conjugase (pteroilpoligammaglutamil hidrolase) yang merupakan brush border membran enzim yang dibutuhkan untuk memecah bagian poligammaglutamat dari folat adalah zinc-dependent enzyme (Chandler et al. 1986). Interaksi Antar Vitamin Vitamin dapat berinteraksi satu dengan lainnya melalui beragam cara. Satu jenis vitamin dapat dibutuhkan untuk: (a) absorpsi atau metabolisme vitamin lainnya; (b) melindungi vitamin lainnya dari kerusakan oksidatif; atau (c) menjaga vitamin lainnya dari katabolisme atau ekskresi yang berlebihan. Akibat interaksi ini, kekurangan salah satu jenis vitamin, bahkan kekurangan yang kecil dapat memperburuk kekurangan atau meningkatkan kebutuhan vitamin lainnya.
10
Vitamin A Vitamin A berinteraksi dengan vitamin larut lemak lainnya (D, E, K) dan berinteraksi pula dengan vitamin C. Interaksi antar vitamin-vitamin ini adalah sebagai berikut: Tabel 1 Interaksi yang melibatkan vitamin A Jenis vitamin Vitamin C
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
Interaksi Pada manusia, hipervitaminosis A menyebabkan menurunnya kadar vitamin C dalam jaringan, dan meningkatnya jumlah vitamin C yang keluar melalui urin Pada hewan, vitamin A dosis tinggi dapat melindungi dari beberapa gejala toksisitas vitamin D Pada anak ayam, kadar vitamin A yang tinggi meningkatkan kebutuhan vitamin E Pada manusia, hipervitaminosis A dapat menyebabkan hipoprotrombinemia yang dapat diobati dengan suplementasi vitamin K
Referensi Bauernfeind (1980)
Morgan et al. (1937); Taylor et al. (1968); Metz et al. (1984) Sklan and Donoghue (1982); Frigg and Broz (1984) Bauernfeind (1980) Suttie (1984)
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Vitamin E Intik vitamin E yang tinggi dapat menyebabkan kekurangan vitamin larut lemak lainnya bila vitamin-vitamin ini terdapat dalam jumlah yang terbatas dalam makanan. Hal ini disebabkan oleh adanya kompetisi untuk absorpsi pada sel mukosa usus halus. Interaksi yang terjadi antara vitamin E dengan vitamin lainnya adalah sebagai berikut: Tabel 2 Interaksi yang melibatkan vitamin E Jenis vitamin Vitamin A
Vitamin B12
Vitamin K
Interaksi Vitamin E dibutuhkan untuk metabolisme normal vitamin A, pengganti vitamin A, dan melindungi dari beberapa gejala toksisitas vitamin A Vitamin E dibutuhkan untuk mengubah vitamin B12 menjadi bentuk koenzimnya. Pemberian vitamin E dapat menghentikan ekskresi asam metilmalonat, yang merupakan salah satu indikator kekurangan vitamin B12 dari urin Pada manusia, dosis tinggi vitamin E (1200 IU/hari) dapat meningkatkan kebutuhan vitamin K sebagai antikoagulan
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Referensi Mc Laren (1959); Ames (1969); Bennett et al. (1965); Arnrich and Arthur (1980) Barness (1967); Pappu et al. (1978)
Corrigan and Marcus (1974); Helson (1984)
11
Vitamin C Vitamin C berinteraksi dengan vitamin A, B6, B12, dan vitamin E. Interaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Tabel 3 Interaksi yang melibatkan vitamin C Jenis vitamin Vitamin A
Vitamin B6 Vitamin B12
Vitamin E
Interaksi
Referensi
Pada tikus, asam askorbat kurang dari 250 mg/kg BB dapat meningkatkan perubahan vitamin β-karoten menjadi vitamin A. Pada jumlah yang lebih banyak tidak menunjukkan adanya pengaruh atau dapat menurunkan pemanfaatannya Pada manusia yang mengalami kekurangan vitamin C dilaporkan terjadi peningkatan ekskresi piridoksin Kelebihan vitamin C baik dalam makanan atau dalam aliran darah dapat merusak vitamin B12 pada kondisi fisiologis tertentu Vitamin C dan vitamin E bekerjasama sebagai antioksidan. Vitamin C dapat mengganti vitamin E dengan menghasilkan kembali tokoferol dari radikal tokoferoksil. Terdapat beberapa bukti pula yang menunjukkan bahwa vitamin E dapat menggantikan vitamin C
Mayfield and Roehm (1956)
Shultz and Leklem; (1982); Baker et al. (1971) Herbert and Jacob (1974); Marcus et al. (1980); Hogenkamp (1980) Leung et al. (1981); Lambelet et al. (1985) Chen (1981)
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Vitamin B Vitamin B memiliki interaksi yang kuat antara satu dengan lainnya. Vitamin B dalam jumlah yang cukup dibutuhkan untuk fungsi yang optimal. Kekurangan salah satu vitamin B dapat menyebabkan ketidaknormalan metabolisme vitamin B lainnya. Beberapa interaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Tabel 4 Interaksi yang melibatkan vitamin B Vitamin yang mempengaruhi Vitamin B6
Vitamin yang terpengaruh Vitamin C
Vitamin B6
Vitamin B12
Asam folat
Vitamin B12
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Interaksi Kekurangan vit. B6 menurunkan kadar vit. C dalam plasma Pada tikus, vit. B6 dibutuhkan untuk absorpsi vit. B12 Pada manusia, kelebihan asam folat dapat menutupi kekurangan vit. B12 dengan mengobati gejala hematologi, tetapi tidak dapat mengobati gejala neurologi. Hal ini telah diamati pada dosis 5 mg/hari
Referensi Baker et al. (1964) Sauberlich (1980) Herbert (1963) Brody et al. (1984)
12
Pengaruh Kekurangan dan Kelebihan Vitamin dan Mineral Vitamin A Vitamin A memiliki beragam fungsi penting untuk tubuh, diantaranya untuk fungsi normal pada sistem penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, diferensiasi sel epitel, fungsi imun, reproduksi, dan anti kanker. Kekurangan vitamin A (KVA) terjadi ketika simpanan tubuh habis terpakai sehingga mengganggu fungsi fisiologis. Kekurangan ini dapat merupakan kekurangan primer yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi vitamin A atau kekurangan sekunder karena adanya gangguan penyerapan dan penggunaannya di dalam tubuh, kebutuhan meningkat, dan karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Pada tahap awal, terjadi gangguan pada integritas sel epitel dan sistem imun, kemudian diikuti pada sistem penglihatan. Akibatnya, terjadi peningkatan keparahan penyakit infeksi dan resiko kematian khususnya pada anak-anak (ACC/SCN 2000). Wanita usia subur juga rawan menderita KVA selama masa kehamilan dan menyusui (Bloem et al. 1994). Kelebihan vitamin A dapat terjadi jika mengkonsumsi vitamin A dengan jumlah yang berlebihan dalam jangka waktu lama. Kelebihan dapat menyebabkan kerusakan hati, sakit pada tulang dan sendi, alopecia, sakit kepala, muntah, dan kulit mengering (FAO/WHO 2001). Konsumsi vitamin A lebih dari 7500 μg (25.000 IU) setiap hari pada wanita di awal masa kehamilan dapat menyebabkan kelainan pada janin (Hathcock 1997). Dalam Brody (1999) disebutkan, wanita hamil yang mengkonsumsi vitamin A 10 kali atau lebih dari kecukupan yang dianjurkan dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi. Oleh karena itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi vitamin A dalam dosis rendah yakni <10.000 IU/hari atau 25.000 IU/minggu (WHO 1998). Namun, kelebihan ini hanya terjadi bila dimakan dalam bentuk vitamin A. Karoten tidak dapat menimbulkan gejala kelebihan karena absorpsi karoten menurun bila konsumsi tinggi. Selain itu sebagian dari karoten yang diserap tidak diubah menjadi vitamin A, tetapi disimpan di dalam lemak. Vitamin D Vitamin D khususnya kalsitriol (1,25 dihidroksivitamin D3) terutama berfungsi seperti hormon steroid. Vitamin D menjaga homeostasis kalsium dan
13
fosfor, dan bersama vitamin C, A, hormon-hormon paratiroid dan kalsitonin, protein, dan beberapa mineral membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang (Almatsier 2003). Gallagher (2004) menambahkan, kalsitriol memegang peranan penting dalam diferensiasi sel, proliferasi sel, dan pertumbuhan banyak jaringan tubuh termasuk kulit, tulang, pankreas, sel saraf, kelenjar paratiroid, dan sistem imun. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan kelainan tulang, yang pada anak-anak dinamakan ricketsia dan pada orang dewasa disebut osteomalasia. Selain itu, kekurangan vitamin D pada orang dewasa dapat pula menyebabkan osteoporosis. Sedangkan konsumsi vitamin D dalam jumlah berlebihan mencapai 5 kali AKG akan menyebabkan keracunan dengan gejala kelebihan absorpsi vitamin D yang akhirnya menyebabkan kalsifikasi berlebihan pada tulang dan jaringan tubuh seperti ginjal, paru-paru, dan organ tubuh lain (Almatsier 2003; Gallagher 2004). Vitamin E Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang melindungi kerusakan membran sel dan asam lemak jenuh ganda dari oksidasi radikal bebas. Selain itu, vitamin E berperan dalam memelihara integritas membran sel, sintesis DNA, sistem imun, mencegah penyakit jantung koroner, mencegah keguguran dan sterilisasi, serta mencegah gangguan menstruasi. Namun, fungsi-fungsi ini masih perlu membutuhkan penelitian lebih lanjut (Almatsier 2003). Kekurangan vitamin E jarang terjadi karena terdapat secara luas dalam bahan makanan. Bila terjadi, kekurangan vitamin E umumnya menyerang sistem saraf dan otot, pembuluh darah, dan sistem reproduksi. Kekurangan biasanya terjadi karena adanya gangguan absorpsi lemak dan gangguan transpor lipida (Gallagher 2004; Almatsier 2003). Vitamin E adalah salah satu vitamin yang tidak toksik. Manusia masih mampu untuk mengkonsumsi vitamin E dalam dosis tinggi hingga 100 kali dari kebutuhan. Namun, pada dosis yang sangat tinggi vitamin E dapat menurunkan kemampuan tubuh untuk menggunakan vitamin larut lemak lainnya (A, D, dan K). Pada penelitian yang dilakukan Meydani et al. (1998) dilaporkan bahwa konsumsi vitamin E sebanyak 60-800 IU/hari selama 4 bulan tidak menimbulkan efek merugikan.
14
Vitamin B6 Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi karena biasanya kekurangan vitamin B6 terjadi secara bersamaan dengan kekurangan vitamin B kompleks lainnya. Hipovitaminosis B6 sering bersamaan dengan kekurangan riboflavin karena riboflavin dibutuhkan untuk membentuk koenzim PLP. Ketidakcukupan vitamin B6 juga dapat menyebabkan menurunnya metabolisme glutamat di otak sehingga terjadi ketidakberfungsian sistem saraf. Selain itu, kekurangan vitamin B 6 juga menyebabkan kerusakan sistem imun (FAO/WHO 2001). Dalam Almatsier (2003) disebutkan, kekurangan dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti isoniazida dan penisillamin, kecanduan alkohol, kelainan kongenital, penyakit kronik tertentu, dan gangguan absorpsi. Kelebihan vitamin B6 umumnya juga jarang terjadi. Vitamin B6 bersifat toksik pada dosis 1000 kali RDA (Brody 1999). Jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan selama berbulan-bulan maka akan terjadi kerusakan saraf yang tidak dapat diperbaiki, dimulai dengan kesemutan pada kaki, kemudian mati rasa pada tangan dan akhirnya tubuh tidak mampu bekerja (Brody 1999; Almatsier 2003). Vitamin B12 Vitamin B12 berfungsi pada dua bentuk koenzim, yaitu adenosilkobalamin dengan metilkalonil-CoA mutase yang berperan penting dalam metabolisme propionat, adenosilkobalamin dengan leusin mutase yang berperan dalam metabolisme asam amino, dan metilkobalamin dengan dengan metionin sintetase yang berperan dalam metabolisme karbon tunggal. Kekurangan vitamin B 12 dapat menyebabkan kerusakan pembelahan sel, khususnya sumsum tulang dan mukosa usus halus (Gallagher 2004). Dalam Almatsier (2003) ditambahkan, kekurangan vitamin B12 jarang terjadi karena kekurangan dalam makanan, namun sebagian besar disebabkan oleh penyakit saluran cerna atau gangguan absorpsi dan transportasi. Karena dibutuhkan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktifnya, salah satu gejala kekurangan vitamin B12 adalah anemia karena kekurangan folat. Tidak diketahui adanya gangguan karena kelebihan vitamin B12. Dosis1000 μg dilaporkan tidak menimbulkan efek samping, namun tidak pula menunjukkan kegunaan jika tidak terjadi malabsorpsi (Institute of Medicine 1998). Oleh karena itu, suplementasi dengan dosis tinggi sebaiknya dihindari.
15
Vitamin C Kekurangan vitamin C akut dapat menyebabkan skorbut. Namun, skorbut berat saat ini jarang terjadi karena telah diketahui cara pencegahan dan pengobatannya. Kelebihan vitamin C dari makanan jarang terjadi, dan akan terjadi jika mengkonsumsi suplemen secara berlebihan, dimana dapat menimbulkan hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal (Almatsier 2003). Dalam Gallagher (2004) ditambahkan, efek merugikan yang dapat timbul oleh dosis tinggi vitamin C adalah mengganggu saluran pencernaan dan diare. Pada penelitian yang dilakukan Johnston dan Cox (2001) dengan dosis vitamin C 752000 mg/hari selama 70 hari dilaporkan terdapat sampel yang mengalami diare (Hathcock 2005). Asam Folat Kekurangan folat dapat menyebabkan gangguan metabolisme DNA dan RNA sehingga merubah morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah. Sel-sel ini diantaranya sel darah merah, sel darah putih, sel epitel lambung, usus, vagina, dan serviks rahim. Di dalam darah, keadaan ini dicirikan dengan terjadinya anemia megaloblastik dan makrositik dengan eritrosit yang membesar, tidak matang, dan berlebihnya jumlah hemoglobin. Kekurangan folat pada wanita hamil dapat menyebabkan cacat pada janin yang disebut neural tube defect (NTD). Sementara itu, dilaporkan bahwa belum ditemukan adanya pengaruh merugikan dari pemberian folat dosis tinggi pada hewan poercobaan (Gallagher 2004). Zat Besi (Fe) Fungsi zat besi berhubungan dengan kemampuannya dalam reaksi oksidasi dan reduksi. Secara kimia, zat besi merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga mampu berinteraksi dengan oksigen. Dalam keadaan tereduksi, besi kehilangan dua elektron sehingga memiliki dua sisa muatan positif (Fe2+/fero). Sedangkan dalam keadaan teroksidasi, besi kehilangan tiga elektron sehingga memiliki tiga sisa muatan positif (Fe3+/feri). Karena dapat berada dalam dua bentuk ion ini, besi berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi enzim-enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi.
16
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan beragam masalah, diantaranya anemia,
menurunnya
produktivitas
kerja,
menurunnya
fungsi
kognitif,
terganggunya kemampuan pengaturan tubuh pada lingkungan yang dingin, menurunnya imunitas dan ketahanan terhadap penyakit infeksi, keracunan, dan beragam masalah pada bayi baru lahir seperti bayi lahir prematur, bayi berat lahir rendah, dan kematian janin (Yip 2001). Masalah kurang gizi besi dan anemia gizi besi merupakan masalah zat gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Masalah ini terutama terjadi pada bayi, anak pra sekolah, dan wanita usia subur (Soekirman 2000). Pada wanita usia subur, dua faktor yang menyebabkan terjadinya anemia adalah menorrhagia (berlebihnya kehilangan darah selama menstruasi) dan kehamilan. Pada kehamilan, anemia disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ibu akan zat besi dan meningkat tajamnya pertumbuhan fetus dan plasenta (Yip 2001). Sementara itu, masalah kelebihan zat besi jarang terjadi. Salah satu penyakit yang dapat terjadi pada kelebihan zat besi adalah hemokromatosis, yaitu berlebihnya simpanan zat besi dalam hepatosit dan di sel-sel hati, pankreas, dan tulang sendi. Simpanan ini dapat berasal dari konsumsi zat besi yang berlebihan, transfusi darah berulang kali, atau penyakit keturunan hematokromatosis (Brody 1999; Anderson 2004). Seng (Zn) Seng memiliki beragam peran penting dalam fungsi tubuh. Seng merupakan bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari 300 enzim yang berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam nukleat (Anderson 2004). Peran penting seng lainnya adalah dalam sintesis DNA dan RNA, sintesis dan degradasi kolagen, pengembangan fungsi reproduksi laki-laki, dan pembentukan sperma. Selain itu, seng juga berperan dalam fungsi kekebalan. Karena perannya yang sangat luas dalam beragam reaksi tubuh, kekurangan seng akan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh terutama pada saat pertumbuhan (Almatsier 2003). Kekurangan seng pada manusia pertama kali ditemukan pada anak laki-laki di Iran dan Mesir pada tahun 1963. Keadaan ini disebabkan oleh makanan utama
17
penduduk yang berupa serealia tumbuk dan kacang-kacangan, dimana makanan ini tinggi serat dan fitat yang dapat menghambat penyerapan seng. Gejala-gejala kekurangan seng diantaranya menurunnya ketajaman indera perasa, melambatnya penyembuhan luka, gangguan pertumbuhan, menurunnya kematangan seksual, terganggunya sistem imun, terganggunya fungsi kelenjar tiroid dan laju metabolisme (Anderson 2004). Sementara itu, kelebihan seng telah lama dilaporkan dapat mengganggu penyerapan tembaga. Fosmire (1990) melaporkan bahwa suplementasi seng dalam waktu yang lama dan dengan dosis tinggi (300 mg/hari) dapat menurunkan sistem imun dan kadar HDL (high density lipoprotein). Selenium (Se) Kekurangan selenium karena makanan yang dikonsumsi belum banyak diketahui. Pada manusia, kekurangan selenium dikenal sebagai penyakit Keshan. Penyakit ini pernah terjadi di Cina pada daerah berbukit dan pegunungan dengan kandungan selenium yang rendah pada tanahnya, dimana terjadi kardiomiopati atau degenerasi otot jantung yang menyerang anak-anak dan wanita. Penyakit ini berhasil diatasi dengan suplementasi selenium (Sunde 2001). Indikator kelebihan selenium adalah selenosis, termasuk perubahan kulit dan kuku, kerusakan gigi, gangguan sistem pencernaan dan sistem saraf (Anderson 2004). Tembaga (Cu) Tembaga adalah komponen dari banyak enzim. Enzim-enzim yang mengandung tembaga memiliki berbagai peran dalam reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen. Tembaga merupakan bagian dari enzim metaloprotein yang terlibat dalam fungsi rantai sitokrom dalam oksidasi di mitokondria, sintesis protein-protein kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah, serta dalam sintesis pembawa rangsangan saraf. Di dalam sel darah merah, sebagian besar tembaga terdapat sebagai metaloenzim superoksida dismutase yang terlibat sebagai antioksidan dalam memusnahkan radikal bebas. Selain itu, tembaga memegang peranan penting dalam mencegah anemia melalui membantu penyerapan besi, merangsang sintesis hemoglobin, dan melepas simpanan besi dari feritin dalam hati (Almatsier 2003; Anderson 2004).
18
Suplemen Multivitamin Mineral Dewasa ini, penggunaan suplemen semakin meningkat di seluruh dunia. Konsumen suplemen terbesar adalah wanita dan anaknya, orang tua, masyarakat dengan pendidikan dan pendapatan tinggi, masyarakat dengan gaya hidup dan makanan sehat, dan penderita penyakit berat seperti kanker. Banyak dari mereka merasa lebih baik setelah mengkonsumsi suplemen. Namun sayangnya, populasi yang beresiko tinggi mengalami ketidakcukupan intik zat gizi yang kemungkinan akan memperoleh lebih banyak manfaat dari konsumsi suplemen multivitamin mineral sangat sedikit mengkonsumsi suplemen (NIH State of the Science Panel 2007). Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan) tentang Suplemen Makanan Nomor HK.00.063.02360 Tahun 1996 mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang digunakan untuk melengkapi makanan, yang mengandung satu atau kombinasi bahan, yaitu vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecukupan gizi (AKG), konsentrat, metabolit, konstituen, dan ekstrak. Definisi ini direvisi dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Sementara itu, The European Commission mengusulkan definisi suplemen sebagai sumber zat gizi padat (terutama vitamin dan mineral) yang dipasarkan dalam bentuk obat (seperti kapsul, tablet, serbuk, dan lain-lain) untuk menambah intik zat gizi pada makanan normal (Official Journal of the European Communities 2002). Meskipun telah banyak digunakan, suplemen multivitamin mineral belum memiliki standar atau definisi dan masih merujuk kepada produk-produk dengan beragam komposisi dan karakteristik yang berbeda-beda. Selain itu, belum ada juga aturan yang dibuat untuk multivitamin mineral (Yetley 2007). Di Amerika, suplemen makanan dapat mengandung beragam bahan, termasuk vitamin,
19
mineral, tumbuhan obat atau tumbuh-tumbuhan lainnya, dan asam amino; bahan makanan yang digunakan untuk menambahkan makanan dengan meningkatkan jumlah intik makanan; konsentrat, metabolit, dan ekstrak; atau kombinasi dari satu atau lebih bahan-bahan ini (US Food and Drug Administration 2001). Pada Tabel 5 dapat dilihat beberapa contoh kategori suplemen multivitamin mineral yang digunakan dalam beberapa survey (Yetley 2007).
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan dan Tolerable Upper Intake Level (UL) Istilah yang dipakai untuk angka kecukupan gizi berbeda-beda antar negara. Indonesia menggunakan istilah angka kecukupan gizi yang dianjurkan sebagai terjemahan dari Recommended Dietary Allowance (RDA). RDA adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui (Muhilal & Hardinsyah 2004). Sementara itu, di Filipina digunakan istilah Recommended Energy and Nutrient
Intakes (RENI). Sedangkan di Amerika Serikat sejak Tahun 2000
digunakan istilah Dietary Reference Intake (DRI). Pertimbangan penting dalam aplikasi DRI meliputi dua hal yaitu: 1) kebutuhan zat gizi didefinisikan sebagai level intik terendah yang akan mempertahankan taraf gizi tertentu pada seseorang, dan 2) kriteria kecukupan gizi untuk menetapkan kebutuhan zat gizi tersebut berbeda antar zat gizi dan juga dapat berbeda pada suatu zat gizi tertentu antar kelompok umur.
20
Tabel 5 Kategori suplemen multivitamin mineral dalam beberapa survey Kategori Multivitamin mineral Gabungan beberapa vitamin dan mineral; multivitaminmultimineral
Kombinasi antara beberapa vitamin dan mineral dengan produk lain
Multivitamin Multivitamin, gabungan beberapa vitamin
Multivitamin dengan vit. C
Multimineral Multimineral
Kombinasi mineral
Definisi Tidak didefinisikan ≥ 3 vitamin dengan atau tanpa mineral (tidak merujuk pada vitamin dan mineral tertentu Minimal mengandung vit. B1, B2, niasin, vit. A, B12, B6, C, dan D; Ca, Fe, tanpa flourida Mengandung vit. A, D, E, C, B6, B12, B1, B2, niasin, asam folat, Ca, P, I, Fe, dan Mg Tidak didefinisikan Minimal mengandung 1 vitamin dan 1 mineral ditambah bahan lain
Tidak didefinisikan ≥ 2 vitamin Tanpa mineral, dengan vit. A, D, E, C, B6, B12, B1, B2, asam folat, dan niasin Harus mengandung vit. C, B1, B2, niasin, vit. A, dan vit. D
Tidak didefinisikan ≥ 2 mineral tanpa vitamin Tidak mengandung vitamin dan Ca, P, I, Fe, dan Mg Tidak mengandung vitamin, Ca, P, I, Fe, Mg, mengandung ≥ 2 mineral
Survey NHANES I, II; NHIS 1987, 1992, 2000, 2002; CSFII NHANES 1999-2000
NHANES III
NHIS 1986
NHANES 1999-2000, NHANES 2001-2002 NHIS 1986
NHANES I, II, III; NHIS 1987, 1992, 2000; CSFII NHANES 1999-2000 NHIS 1986
NHANES III
NHANES III, NHANES 2001-2002 NHANES 1999-2000 NHIS 1986
NHIS 1986
Sumber: Yetley (2007) dari beragam sumber Ket.: CSFII, Continuing Survey of Food Intakes by Individuals; NHANES, National Health and Nutrition Examination Survey; NHIS, National Health Interview Survey
21
DRI terdiri atas empat komponen, yaitu (Institute of Medicine 2000): 1. Estimated Average Requirement (EAR) EAR adalah rata-rata level intik zat gizi harian yang diduga memenuhi kebutuhan zat gizi dari setengah populasi sehat pada kelompok umur dan jenis kelamin tertentu 2. Recommended Dietary Intake (RDA) RDA (di Indonesia disebut angka kecukupan gizi yang dianjurkan/AKG) adalah level intik zat gizi harian yang cukup (sufficient) untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bagi hampir semua (97-98%) penduduk sehat pada kelompok umur dan jenis kelamin tertentu 3. Adequate Intake (AI) AI adalah rekomendasi intik zat gizi harian yang didasarkan pada berbagai pendekatan atau pendugaan yang diperoleh melalui pengamatan atau eksperimen tentang intik zat gizi kelompok penduduk sehat tertentu yang diasumsikan telah mencukupi kebutuhan gizinya 4. Tolerable Upper Intake Level (UL) UL adalah suatu angka paling tinggi dari suatu zat gizi yang bila dikonsumsi dalam
jumlah tersebut
membahayakan
setiap
hari tidak
menimbulkan efek
yang
kesehatan. Namun, UL bukan level intik zat gizi yang
dianjurkan karena tidak ditemukan manfaat yang dapat diperoleh seseorang yang tampak sehat jika mengkonsumsi zat gizi melebihi RDA atau AI. Jika intik meningkat di atas UL, maka potensi resiko efek negatif terhadap kesehatan akan meningkat. Kecukupan gizi (AKG dan RDA) serta UL zat gizi dalam suplemen yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
22
Tabel 6 Kecukupan gizi, UL, dan batas maksimum BPOM vitamin dan mineral yang digunakan dalam suplemen penelitian Zat gizi
Satuan
AKG* RDA* UL* Batas maks. 19-29 th 30-49 th 19-30 th 31-50 th 19-30 th 31-50 th BPOM*
Vitamin C E A B6 Asam folat B12 D Mineral Zn Se Cu Fe
mg mg g RE mg g g g mg g g mg
75 15 500 400 2,4 5
75 15 500 400 2,4 5
75 15 700 1,3 400 2,4 5+
75 15 700 1,3 400 2,4 5+
2000 1000 3000 100 1000 ND 50
2000 1000 3000 100 1000 ND 50
1000 400 UI 1500 100 800 200 400 UI
9,3 30 26
9,8 30 26
8 55 900 18
8 55 900 18
40 400 10000 45
40 400 10000 45
30 200 3000 30
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004); Institute of Medicine (1997, 1998, 2000, 2001); Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2004) Ket.: *AKG: Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, RDA: Recommended Dietary Allowance, UL: Tolerable Upper Intake Levels, BPOM: Badan Pengawas Obat dan Makanan, ND: not determined + AI: Adequate Intake
Dalam Hathcock et al. (2005), menurut Food and Nutrition Board (2000) safety (aman) didefinisikan sebagai tidak adanya resiko kesakitan atau kepastian tidak adanya bahaya. Batas aman intik tidak sama pada semua kelompok umur. Zat gizi yang pada batas tertentu masih aman dikonsumsi oleh suatu kelompok umur belum tentu aman bagi kelompok lainnya. Selain itu, adanya kemungkinan bahaya dari mengkonsumsi suplemen multivitamin-mineral yang telah sesuai dengan AKG bergantung pada keseluruhan konsumsi makanan (Mulholland & Benford 2007).
Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2001). Metode penilaian status gizi dibedakan menjadi dua pengukuran, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinik, dan fisik. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung meliputi survei konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi (Jelliffe DB & Jelliffe EFP 1989).
23
Supariasa et al. (2002) menyatakan, pengukuran status gizi yang paling sering digunakan dalam masyarakat adalah antropometri. Gibson (2005) menambahkan, pengukuran antropometri sering digunakan dalam penilaian status gizi terutama bila terjadi ketidakseimbangan kronik antara asupan energi dan protein. Pengukuran antropometri semakin banyak digunakan karena memiliki beberapa keunggulan yaitu: prosedurnya sederhana, aman, dapat digunakan pada ukuran sampel yang besar; alat yang digunakan tidak mahal, dapat dibawa kemanapun dengan mudah, dan tahan lama; pengukuran dapat dilakukan oleh petugas yang relatif tidak ahli; ketepatan data yang diperoleh cukup tinggi (jika prosedur pengukuran sesuai dan diukur oleh tenaga terlatih); dapat memberikan informasi riwayat gizi pada masa lalu; dapat digunakan untuk mengidentifikasi semua tingkatan kurang gizi; dapat dipakai untuk mengevaluasi perubahan status gizi dari waktu ke waktu atau dari satu generasi ke generasi berikutnya; dan dapat digunakan untuk tes screening pada seseorang yang beresiko tinggi menderita gizi kurang ataupun gizi lebih (Gibson 2005). Pada orang dewasa, penilaian status gizi dengan antropometri dapat ditentukan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Penggunaan metode ini didasarkan karena tinggi badan orang dewasa relatif tetap, tidak terpengaruh oleh keadaan kesehatan dan relatif tidak berpengaruh pada kebutuhan energi dan protein (FAO/WHO/UNU 1985).
Status Kesehatan Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang. Salah satu pengukuran yang dapat digunakan untuk menilai situasi kesehatan seseorang adalah dengan pengukuran tekanan darah. Tekanan darah dibedakan menjadi dua, yaitu sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi (berdenyut), atau besarnya tekanan tertinggi pembuluh darah pada satu waktu tertentu. Sedangkan tekanan darah diastolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat otot jantung rileks diantara dua denyutan.
24
Tekanan darah diastolik merupakan tekanan terkecil dalam pembuluh darah pada satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002). Budiman (1999) menyatakan, tinggi rendahnya tekanan darah ditentukan oleh dua faktor, yaitu curah jantung dan tekanan resistensi pembuluh darah. Tingginya tekanan sistolik dihubungkan dengan besarnya curahan jantung, sedangkan tingginya tekanan diastolik berhubungan dengan besarnya resistensi perifer. Tekanan darah selalu berubah tergantung waktu dan keadaan seseorang. Tekanan darah dapat meningkat secara tiba-tiba ketika seseorang berada dalam keadaan emosi atau sakit, gelisah, temperatur dingin, dan tertekan mental. Tekanan darah tinggi atau hipertensi secara luas didefinisikan dalam dua kategori, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Sejauh ini, hipertensi primer merupakan jenis hipertensi yang paling umum ditemukan. Hipertensi primer merupakan kecenderungan genetik yang dicirikan oleh rendahnya pengaturan tekanan darah, sedangkan hipertensi sekunder merupakan keadaan yang diakibatkan oleh adanya penyakit tertentu yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah sebagai gejala penyakit atau efek samping. Penyebab utama hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal yang menyebabkan ketidakberfungsian ginjal dan mengakibatkan rendahnya pengaturan tekanan darah. Faktor lain yang mempengaruhi hipertensi primer ataupun sekunder adalah merokok, makanan, tingkah laku yang menetap, dan obesitas (Wildman & Medeiros 2000).
Ginjal dan Fungsinya di Dalam Tubuh Manusia memiliki sepasang ginjal yang berwarna kemerah-merahan dan bentuknya menyerupai kacang merah. Sepasang ginjal ini terletak di atas pinggang, diantara parietal peritonium dan dinding posterior abdomen. Rata-rata ginjal orang dewasa memiliki panjang 10-12 cm, lebar 5-7,5 cm, dan tebal 2,5 cm (Tortora & Anagnostakos 2002). Ginjal memiliki beragam fungsi penting, dimana fungsi yang terpenting adalah mengatur konsentrasi air dan keseimbangan ion-ion anorganik dalam tubuh. Fungsi lainnya adalah mengeluarkan produk sisa metabolisme serta zat-zat kimia asing dari darah dan mengekskresikannya melalui urin. Selain itu, ginjal juga berperan dalam glukoneogenesis yang terjadi selama periode puasa yang panjang, dimana ginjal mensintesis glukosa dari asam amino
25
dan prekursor lainnya. Ginjal juga mensekresikan beberapa hormon, diantaranya eritropoietin yang mengatur produksi eritrosit, renin yang mengatur pembentukan angiotensin (mempengaruhi tekanan darah dan keseimbangan natrium), dan 1,25dihidroksivitamin D3 yang mempengaruhi keseimbangan kalsium (Vander et al. 2001). Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron, dimana kedua ginjal bersama-sama mengandung sekitar 2.400.000 nefron. Pada dasarnya, nefron terdiri dari dua bagian, yaitu (1) suatu glomerulus, tempat cairan difiltrasikan; dan (2) suatu tubulus panjang, tempat cairan yang difiltrasikan tersebut diubah menjadi urina dalam perjalanannya ke pelvis ginjal. Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika mengalir melalui ginjal. Zat-zat yang harus dikeluarkan terutama adalah produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, dan asam urat. Selain itu, banyak zat lain seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida, dan ion hidrogen yang terdapat dalam jumlah berlebihan di dalam tubuh yang harus dikeluarkan; nefron inilah yang juga berfungsi untuk membersihkan plasma dari kelebihan zat-zat tersebut (Guyton 1995). Mekanisme utama nefron membersihkan plasma dari zat-zat yang tidak dikehendaki adalah: (1) menyaring sebagian besar plasma yang biasanya kira-kira seperlima dari jumlah plasma melalui membran glomerolus ke dalam tubulus nefron; (2) ketika cairan yang difiltrasi ini mengalir melalui tubulus tersebut, zatzat yang tidak dikehendaki tidak direabsorpsi, sedangkan zat yang dikehendaki terutama air dan banyak elektrolit direabsorpsi kembali ke dalam plasma kapiler peritubulus. Jadi, bagian yang dikehendaki dari cairan tubulus dikembalikan ke dalam darah, sedangkan bagian yang tidak dikehendaki keluar ke dalam urina (Guyton 1995). Pada Tabel 7 dapat dilihat kandungan zat-zat kimia di dalam plasma, filtrat, dan urin dalam periode 24 jam.
26
Tabel 7
Kandungan zat-zat kimia dalam plasma, filtrat, dan urin dalam periode 24 jama
Zat kimia
Plasmab
Filtrat (segera setelah melalui kapsul glomerular c
Air Protein Klorida (Cl-) Sodium (Na+) Bikarbonat Glukosa Urea Potassium (K+) Asam urat Kreatinin
180.000 ml 7.000-9.000 630 540 300 180 53 28 8,5 1,5
180.000 ml 10-20 630 540 300 180 53 28 8,5 1,5
Diserap kembali dari filtratd 178.500 ml 10-20 625 537 299,7 180 28 24 7,7 0
Urin
1.500 ml 0e 5 3 0,3 0 25 4 0,8 1,5
Sumber: Tortora dan Anagnostakos (2002) Ket.: aSemua nilai, kecuali air dinyatakan dalam gram. Zat-zat kimia disusun secara berurutan dari konsentrasi tertinggi ke konsentrasi terendah dalam plasma b Zat-zat ini sebelum difiltrasi terdapat dalam glomerular plasma darah c Zat-zat ini meninggalkan plasma darah glomerular melalui membran endotelial capsular sebelum direabsorpsi d Zat-zat ini telah difiltrasi e Meskipun protein dalam jumlah sedikit (170-250 g) terdapat di dalam urin, dianggap semuanya direabsorpsi dari filtrat
Fungsi ginjal dapat terganggu oleh adanya penyakit atau keadaan patologis. Untuk melihat kenormalan fungsi ginjal, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melihat kadar urea dan kreatinin dalam darah. Urea merupakan zat sisa dari katabolisme protein. Di dalam darah, kadar urea bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti intik protein dalam diet, katabolisme protein, dan kemampuan hati mensintesa urea. Sedangkan kreatinin adalah salah satu produk akhir metabolisme kreatin otot. Kadar kreatinin darah lebih tetap bila dibandingkan dengan kadar urea karena sedikit sekali dipengaruhi oleh intik protein dalam diet. Kadar kreatinin hanya dipengaruhi oleh faktor endogen, yaitu pemecahan kreatin di otot (Suryaatmadja & Sosro 1990).
27
KERANGKA PEMIKIRAN Fungsi ginjal merupakan kemampuan ginjal untuk melakukan fungsifungsinya dengan baik. Salah satu fungsi ginjal adalah mengeluarkan produk sisa metabolisme serta zat-zat kimia asing dari darah. Fungsi ini dapat terganggu oleh adanya penyakit atau keadaan patologis tertentu, dan dapat pula disebabkan oleh ketidakseimbangan zat-zat gizi di dalam tubuh. Kurang gizi dan wasting umumnya terjadi pada penderita gagal ginjal (Blumenkrantz et al. 1980), namun zat-zat lain seperti ion natrium, kalium, klorida, dan hidrogen yang terdapat dalam jumlah berlebihan dapat pula mengganggu fungsi ginjal. Oleh karena itu, jumlah zat-zat gizi dalam tubuh harus dijaga keseimbangannya agar tidak kekurangan maupun tidak berlebihan. Karakteristik individu sangat menentukan bagaimana individu tersebut mengatur pola konsumsi pangannya, baik frekuensi maupun jenisnya. Pola ini dapat menentukan tingkat konsumsi zat gizi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi, kesehatan, maupun fungsi ginjal. Namun, saat ini sangat sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhan tubuh akan zat gizi. Masyarakat cenderung untuk mengkonsumsi jenis-jenis makanan yang tidak berubah (tidak beragam) dari waktu ke waktu. Selain itu, banyak hal lain menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi ini, diantaranya keadaan ekonomi dan aktivitas yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan zat gizi terutama vitamin dan mineral. Dalam laporan ACC/SCN Tahun 2000 disebutkan bahwa di negara berkembang diperkirakan sekitar 3,9 milyar penduduk beresiko kekurangan zat gizi mikro (vitamin dan mineral). Hal ini terutama terjadi pada kelompokkelompok yang rawan menderita kurang gizi (vulnerable groups) diantaranya bayi dan balita, ibu hamil dan menyusui, lansia, dan wanita pekerja. Hal ini menyebabkan FAO
menganjurkan pemerintah untuk
mempertimbangkan
pemenuhan kebutuhan gizi mikro penduduknya dengan pendekatan berbasis makanan melalui fortifikasi maupun suplementasi. Dengan adanya keterbatasan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi seluruh penduduknya, masyarakat yang semakin menyadari pentingnya zat gizi mikro untuk kesehatan mulai mengkonsumsi suplemen-suplemen yang
28
dengan mudah dapat ditemui di berbagai apotek maupun toko. Dengan mengkonsumsi suplemen mereka merasa kondisinya lebih baik, mendapat tambahan energi, dan kesehatannya meningkat. Namun tidak selamanya suplemen yang dikonsumsi tersebut mendatangkan efek menguntungkan bagi konsumen. Bila kandungan zat-zat gizi dalam suplemen tersebut melebihi batas maksimum yang dapat membahayakan konsumen (melebihi UL) maka dikhawatirkan akan timbul pengaruh merugikan bagi konsumen. Dosis zat-zat gizi dalam suplemen harus dipertimbangkan untuk tidak melebihi UL, karena selain dari suplemen, intik zat gizi diperoleh pula dari konsumsi makanan sehari-hari. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, disusun suatu bagan yang menggambarkan hubungan antar peubah (Gambar 1). Karakteristik wanita pekerja Usia Pendidikan Ukuran keluarga Pendapatan keluarga
Pola konsumsi pangan Frekuensi Jenis
Konsumsi makanan
Konsumsi suplemen
Tingkat konsumsi zat gizi Energi Protein Vitamin C Fe
Fungsi ginjal Urea serum darah Kreatinin serum darah
Status kesehatan Tekanan darah Keluhan & lama sakit
Status gizi (Indeks Massa Tubuh)
Gambar 1 Hubungan antara pola konsumsi pangan, status gizi, status kesehatan dan fungsi ginjal.
29
METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Desain penelitian ini mengacu pada penelitian payung “Pengaruh Suplementasi Vitamin C dan Multivitamin Mineral Terhadap Imunitas Humoral, Seluler, dan Status Zat Gizi Antioksidan”, yaitu eksperimental murni teracak buta ganda (double blind randomized controlled trial) dan telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Nomor LB.03.04/KE/4294/2007 (Lampiran 1). Penelitian ini dimulai pada bulan Februari hingga Juni 2008. Suplementasi zat gizi dilakukan di Pabrik Garmen PT Ricky Putra Globalindo Tbk., Citeureup, Bogor; sedangkan analisis serum darah dilaksanakan di Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas beberapa alasan, yaitu: 1. Sebagian besar penguna suplemen adalah wanita (Slesinski et al. 1996; Foote et al. 2003; Radimer et al. 2004), dan pabrik ini memiliki karyawati terbanyak di Jabotabek. 2. Karyawati pabrik merupakan kelompok wanita pekerja yang banyak terpapar stres baik stres lingkungan maupun stres karena beban kerja. 3. Tingkat sosial ekonomi serta aktivitas karyawati yang hampir sama. 4. Mudah mendistribusikan bahan suplemen dan mudah mengontrol kepatuhan mengkonsumsi suplemen.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan adalah suatu uji yang bertujuan untuk mengubah peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari percobaan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Setiap wanita pekerja hanya mendapat 1 jenis suplemen sehingga tidak memungkinkan terjadinya interaksi. Pemberian perlakuan untuk setiap wanita pekerja dilakukan berdasarkan hasil pengacakan, dimana setiap wanita pekerja hanya mendapat 1 perlakuan sesuai dengan hasil pengacakan. Unit percobaan. Unit percobaan adalah unit terkecil dalam suatu penelitian yang diberi suatu perlakuan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Unit percobaan yang
30
digunakan dalam penelitian ini adalah wanita pekerja berusia 20-45 tahun dengan kriteria inklusi sebagai berikut: sehat, tidak menderita penyakit kronis, tidak sedang melakukan diet, tidak sedang mengandung, tidak sedang menyusui, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak sedang menstruasi pada saat pengambilan darah, dan bersedia menandatangani formulir persetujuan etik informed consent (Lampiran 2). Faktor. Faktor adalah peubah bebas yang dicobakan dalam percobaan sebagai penyusun struktur perlakuan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Peubah bebas yang dicobakan dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian ini terdapat 1 faktor, yaitu suplementasi zat gizi yang merupakan peubah kualitatif. Taraf. Taraf adalah nilai-nilai faktor (peubah bebas) yang dicobakan dalam percobaan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Dalam penelitian ini digunakan 3 taraf, yaitu suplementasi vitamin C, suplementasi multivitamin mineral, dan plasebo (tanpa vitamin C dan multivitamin mineral). Perlakuan. Perlakuan merupakan suatu prosedur atau metode yang diterapkan pada unit percobaan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Dalam Steel and Torrie (1995) disebutkan, perlakuan adalah prosedur yang pengaruhnya hendak diukur dan dibandingkan dengan perlakuan lain. Dalam penelitian ini, perlakuan yang diberikan adalah: 1. Pemberian suplemen vitamin C 2. Pemberian suplemen multivitamin mineral 3. Pemberian plasebo (tanpa vitamin C dan multivitamin mineral) Peubah respon. Peubah respon atau peubah tidak bebas (dependen) merupakan peubah yang nilainya tergantung dari nilai faktor (peubah bebas) (Mattjik & Sumertajaya 2002). Peubah respon yang akan diamati dalam penelitian ini adalah status gizi (IMT), status kesehatan (keluhan dan lama sakit, tekanan darah sistolik dan diastolik), serta fungsi ginjal (kadar urea dan kreatinin serum darah). Peubah perancu. Peubah perancu adalah peubah yang keberadaannya dapat mempengaruhi hasil peubah respon selain pengaruh dari perlakuan yang diberikan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Peubah perancu pada IMT adalah usia dan konsumsi energi; pada lama sakit adalah usia, IMT, tekanan darah sistolik dan
31
diastolik, konsumsi energi, protein, vitamin C, dan besi; pada tekanan darah adalah usia, berat badan, dan konsumsi natrium; pada kadar urea adalah usia dan konsumsi protein, sedangkan pada kadar kreatinin adalah usia. Pengulangan. Pengulangan merupakan salah satu prinsip dasar percobaan. Ulangan merupakan pengalokasian perlakuan tertentu terhadap beberapa unit percobaan pada kondisi yang seragam (Mattjik & Sumertajaya 2002). Penentuan jumlah ulangan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan analogi penelitian Jenkins et al. (2001) dengan asumsi bahwa α = 5% (Zα = 1,96); power of test = 90% (Zβ = 1,28) menggunakan rumus:
n
2
2
Z ]2
[Z 2
Keterangan: n = besar unit percobaan ζ = 5,8 (perkiraan standar deviasi serum urea berdasarkan penelitian Jenkins et al. (2001)) Zα = 1,96 Zβ = 1,28 δ = 5 (peningkatan kadar urea serum yang diharapkan setelah intervensi) Dari perhitungan di atas, diperoleh besar unit percobaan (n) = 28,2 = 28 unit percobaan untuk setiap perlakuan. Untuk mengantisipasi terjadinya drop out, maka jumlah unit percobaan ditambah 10% sehingga jumlah unit percobaan pada setiap perlakuan menjadi 28 + (10% x 28) = 28 + 2,8 = 30,8 = 31 unit percobaan atau ulangan. Pengacakan. Pengacakan bertujuan agar setiap unit percobaan memiliki peluang yang sama untuk memperoleh suatu perlakuan tertentu. Pengacakan perlakuan pada unit percobaan dapat menggunakan tabel bilangan acak, sistem lotere secara manual atau menggunakan komputer (Mattjik & Sumertajaya 2002). Pengacakan perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan tabel bilangan acak.
32
Pelaksanaan penelitian Pada tahap awal sebelum penelitian dilakukan screening terhadap populasi untuk memilih wanita pekerja yang akan diikutkan dalam penelitian. Jumlah seluruh karyawan pabrik adalah 2600 orang, dengan jumlah karyawan wanita yang berusia antara 20–45 tahun adalah 1300 orang. Dari jumlah tersebut, yang merupakan karyawan tetap sebanyak 60% (780 orang) yang kemudian dipilih sebagai responden karena mobilitasnya dianggap tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan karyawan kontrak. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis terhadap responden. Responden yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia menandatangani informed consent resmi menjadi target penelitian. Selanjutnya dilakukan penentuan besar unit percobaan menggunakan analogi penelitian Jenkins et al. (2001) sehingga diperoleh besar unit percobaan 31 orang per perlakuan. Kemudian dilakukan random alokasi untuk menentukan perlakuan/intervensi. Sebelum suplementasi dilakukan, unit percobaan (wanita pekerja) diberi obat cacing dengan maksud agar terbebas dari penyakit cacingan yang dapat mengganggu penyerapan zat gizi dalam saluran pencernaan. Untuk lebih jelasnya, alur penelitian digambarkan pada Gambar 2.
Cara Pemberian Suplemen Suplemen diberikan setiap hari selama 10 minggu kepada wanita pekerja oleh petugas dan perawat di klinik perusahaan. Suplemen yang diberikan berbentuk tablet dan diminum langsung oleh wanita pekerja di depan petugas. Jenis suplemen yang diberikan tidak diketahui baik oleh peneliti, petugas, maupun wanita pekerja. Pengacakan unit percobaan maupun perlakuan hanya diketahui oleh petugas khusus yang tidak terlibat dalam penelitian. Kandungan vitamin C dalam suplemen vitamin C (tunggal) adalah 1000 mg, sedangkan formula suplemen multivitamin mineral dapat dilihat pada Tabel 8. Kedua jenis suplemen ini berasal dari perusahaan yang sama.
33
Penentuan unit percobaan (wanita pekerja)
n = 93
Penilaian status gizi (IMT)
n = 31
n = 31
n = 31
Plasebo
Vit. C
MVM
Pengambilan darah awal (baseline)
Penilaian status kesehatan (tek. darah, keluhan dan lama sakit)
Pengujian serum darah (urea, kreatinin)
Suplementasi 10 minggu
Penilaian status gizi (IMT)
Pengambilan darah akhir (endline)
Pengujian serum darah (urea, kreatinin)
Gambar 2 Alur penelitian.
Penilaian status kesehatan (tek. darah, keluhan dan lama sakit)
34
Tabel 8 Formula suplemen multivitamin mineral Zat gizi Vitamin C E A B6 Asam folat B12 D Mineral Zn Se Cu Fe
AKG* 19-29 th 30-49 th
Satuan
Kandungan
mg mg g mg g g g
1000 45 700 6,5 400 9,6 10
75 15 500 400 2,4 5
75 15 500 400 2,4 5
mg g mg mg
10 110 0,9 5
9,3 30 26
9,8 30 26
% AKG
1333 300 140 100 685 200 102+ 366 19,2
Ket.: *) AKG, Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 + ) % AKG untuk wanita usia 30-49 tahun
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data sosio demografi, konsumsi, status gizi, status kesehatan, dan fungsi ginjal wanita pekerja. Secara lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.
Pengendalian Kualitas Data Pengendalian kualitas data dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Suplemen diharuskan untuk diminum di depan petugas 2. Pengambilan data antropometri dilakukan oleh tenaga terlatih 3. Alat ukur timbangan, tinggi badan, dan alat analisis darah yang digunakan telah dikalibrasi sebelum digunakan 4. Pengambilan darah dilakukan oleh tenaga ahli kesehatan dari Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor 5. Analisis sampel darah dilakukan oleh tenaga ahli di Laboratorium Biokimia Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor 6. Verifikasi data melalui pemantauan faktor bias penelitian antara lain konsumsi suplemen wanita pekerja selain suplemen yang diberikan dalam penelitian
35
Tabel 9 Jenis dan cara pengumpulan data Data
Frekuensi
Waktu pengumpulan
Metode pengukuran/ parameter
Sosio demografi
1 kali
Awal
Wawancara - usia - pendidikan - pendapatan keluarga - ukuran keluarga Wawancara - recall 2x24 jam - food frequency questionnaire (FFQ) Pengukuran BB dengan timbangan digital SECA dengan ketelitian 0,1 kg Pengukuran TB dengan microtoice dengan ketelitian 0,1 cm Pemeriksaan tekanan darah oleh dokter menggunakan sphygmomanometer Pencatatan keluhan dan lama sakit oleh petugas Analisis urea serum darah dengan metode Berthelot (Biocon® Diagnostik, Jerman) menggunakan spektrofotometer Analisis kreatinin serum darah dengan metode Jaffe (Biocon® Diagnostik, Jerman) menggunakan spektrofotometer
Konsumsi
Awal dan akhir 4 kali 2 kali
Status gizi
2 kali
Awal dan akhir
Status kesehatan
2 kali
Awal dan akhir
Fungsi ginjal
2 kali
Awal dan akhir
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara bertahap, mulai data yang terkumpul di lapangan hingga data siap untuk dianalisis. Terhadap data hasil pengumpulan di lapangan dilakukan pengeditan (editing), pengkodean (coding), dan pemasukan data ke dalam komputer (entry data). Kemudian dilakukan pembersihan data (cleaning) dengan cara melihat distribusi frekuensi setiap peubah. Usia wanita pekerja dibedakan menurut kelompok usia 20-29 tahun, 30-39 tahun, dan ≥40 tahun. Pendidikan wanita pekerja diukur berdasarkan jenjang pendidikan, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA, dan tamat PT/akademi. Data pendapatan per kapita per bulan keluarga wanita pekerja diperoleh dari total pendapatan keluarga per bulan dibagi jumlah anggota keluarga (Rp./kap/bulan). Ukuran keluarga diukur dari jumlah anggota
36
keluarga. Kriteria ukuran keluarga menurut BPS dibedakan atas keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga ≤4 orang, sedang jika jumlah anggota 5 sampai 7 orang, dan besar jika jumlah anggota keluarga >7 orang. Data konsumsi pangan yang didapatkan dengan metode recall 2x24 jam meliputi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi selama dua hari. Pengukuran dilakukan dengan menghitung konsumsi pangan dari satuan ukuran rumah tangga (URT) kedalam satuan berat (gram). Dari satuan berat yang diperoleh selanjutnya dihitung asupan zat gizi dari setiap bahan pangan berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Jumlah zat gizi dari setiap bahan pangan yang dikonsumsi dihitung dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994): KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan: KGij = Bj = Gij = BDD =
Kandungan zat gizi bahan pangan yang dikonsumsi Berat bahan pangan yang dikonsumsi (gram) Kandungan zat gizi yang dikonsumsi dalam 100 gram BDD Bagian bahan pangan yang dapat dimakan (% BDD)
Selanjutnya, dihitung angka kecukupan energi dan protein yang dikoreksi dengan berat badan aktual (nyata) dengan rumus sebagai berikut: AKGi = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGi = Ba = Bs = AKG =
Angka kecukupan energi atau protein individu Berat badan aktual nyata (kg) Berat badan standar menurut WNPG 2004 Angka kecukupan energi atau protein menurut WNPG 2004
Sedangkan untuk mengukur kecukupan vitamin dan mineral tidak dilakukan koreksi terhadap berat badan aktual, namun langsung digunakan AKG untuk masing-masing zat gizi. Untuk mengetahui tingkat konsumsi zat gizi, konsumsi zat gizi aktual dibandingkan dengan kecukupan gizi yang dinyatakan dalam persen sesuai dengan rumus: TKGi = (Ki/AKG) x 100%
37
Keterangan: TKGi = Tingkat konsumsi zat gizi individu Ki = Konsumsi zat gizi individu AKG = Angka Kecukupan Gizi Tingkat konsumsi energi dan protein selanjutnya dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu defisit tingkat berat jika tingkat konsumsi <70%, defisit tingkat ringan jika tingkat konsumsi 70-80%, cukup jika tingkat konsumsi 8090%, dan normal jika tingkat konsumsi >90% (Depkes 1990). Sedangkan tingkat konsumsi zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral dibagi menjadi dua kategori, yaitu kurang jika tingkat konsumsi <77% dan cukup jika tingkat konsumsi ≥77% (Gibson 2005). Sedangkan frekuensi konsumsi bahan pangan yang diperoleh melalui food frequency questionnaire (FFQ) ditabulasi secara deskriptif. Penilaian status gizi dilakukan melalui antropometri menggunakan indikator indeks massa tubuh (IMT). Nilai IMT dihitung dengan rumus sebagai berikut:
IMT
BB TB 2
Keterangan: IMT = indeks massa tubuh BB = berat badan (kg) TB = tinggi badan (m) Status gizi berdasarkan nilai IMT tersebut selanjutnya dikelompokkan berdasarkan Depkes RI (1996) sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel 10 Pengelompokan status gizi orang dewasa menurut IMT Status gizi Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih (overweight) Obesitas
IMT (kg/m2) < 17,0 17,0 – 18,4 18,5 – 24,9 25,0 – 27,0 > 27,0
Sumber: Depkes RI (1996) Penilaian status kesehatan dilihat dari tekanan darah, keluhan dan lama sakit selama suplementasi. Keluhan sakit dianalisis secara deskriptif, lama sakit
38
dihitung berdasarkan jumlah hari sakit. Tekanan darah dikelompokkan menurut American Heart Association (2000), sebagaimana terlihat pada Tabel 11. Tabel 11 Pengelompokan tekanan darah sistolik dan diastolik Klasifikasi hipertensi Normal
Hypertension
Isolated Systolic Hypertension (ISH)
Optimal Normal High normal Borderline Grade 1 Grade 2 Grade 3 ISH Borderline ISH
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
<120 <130 130-139 140-149 140-159 160-179 ≥180 ≥140 140-149
<80 <85 85-89 90-94 90-99 100-109 ≥110 ≥90 ≥90
Sumber: American Heart Association (2000) Fungsi ginjal diukur dengan melihat kadar urea dan kreatinin dalam serum darah (Lampiran 4 dan 5). Kadar urea normal berkisar antara 8,0-25,0 mg/dl (2,56,7 mmol/l), sedangkan kadar kreatinin normal berkisar antara 0,6-1,5 mg/dl (79118 μmol/l) (Kumar & Clark 2005). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik menggunakan program SPSS 12.0 for Windows. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diuji digunakan analisis varian (analysis of variance/Anova) dan analisis peragam (covariance analysis/Ancova) untuk mengkoreksi (adjusted) peubah yang potensial menjadi peubah perancu (confounder). Model Ancova untuk masing-masing peubah respon adalah sebagai berikut: Indeks Massa Tubuh (IMT) Yij = μ + ηi + β1X1 + β2X2 + εij Keterangan: Yij = nilai IMT pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i i1
= plasebo
i2
= suplemen vitamin C
i3
= suplemen multivitamin mineral
µ
= efek rata-rata sebenarnya
ηi
= efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1
= koefisien dari X1
39
β2
= koefisien dari X2
X1 = usia (tahun) X2 = konsumsi energi (kkal) εij = galat Lama sakit Yij = μ + ηi + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + εij Keterangan: Yij = lama sakit pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i i1
= plasebo
i2
= suplemen vitamin C
i3
= suplemen multivitamin mineral
µ
= efek rata-rata sebenarnya
ηi
= efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
βk = koefisien dari Xk X1 = usia (tahun) X2 = IMT (kg/m2) X3 = tekanan darah sistolik (mmHg) X4 = tekanan darah diastolik (mmHg) X5 = konsumsi energi (kkal) X6 = konsumsi protein (g) X7 = konsumsi vitamin C (mg) X8 = konsumsi besi (mg) εij = galat Tekanan darah (sistolik dan diastolik) Yij = μ + ηi + β1X1 + β2X2 + β3X3 + εij Keterangan: Yij = nilai tekanan darah (sistolik dan diastolik) pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i i1
= plasebo
i2
= suplemen vitamin C
40
i3
= suplemen multivitamin mineral
µ
= efek rata-rata sebenarnya
ηi
= efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1 = koefisien dari X1 β2 = koefisien dari X2 β3 = koefisien dari X3 X1 = usia (tahun) X2 = berat badan (kg) X3 = konsumsi natrium (mg) εij = galat Kadar urea serum darah Yij = μ + ηi + β1X1 + β2X2 + εij Keterangan: Yij = nilai urea serum darah pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i i1
= plasebo
i2
= suplemen vitamin C
i3
= suplemen multivitamin mineral
µ
= efek rata-rata sebenarnya
ηi
= efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1 = koefisien dari X1 β2 = koefisien dari X2 X1 = usia (tahun) X2 = konsumsi protein (g) εij = galat Kadar kreatinin serum darah Yij = μ + ηi + β1X1 + εij Keterangan: Yij = nilai kreatinin serum darah pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i i1
= plasebo
41
i2
= suplemen vitamin C
i3
= suplemen multivitamin mineral
µ
= efek rata-rata sebenarnya
ηi
= efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1
= koefisien dari X1
X1 = usia (tahun) εij = galat
42
Untuk lebih jelasnya, pada tabel berikut dapat dilihat jenis dan kategori variabel yang digunakan dalam penelitian. Tabel 12 Jenis dan kategori variabel Variabel Usia
Kategori variabel 20-29 tahun 30-39 tahun ≥40 tahun
Pendidikan
Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Tamat PT/akademi
Pendapatan keluarga
Rupiah (Rp/kap/bln)
Ukuran keluarga
Kecil (≤4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (>7 orang) >90% AKG (normal) 80-90% AKG (cukup) 70-80% AKG (defisit tingkat ringan) <70% AKG (defisit tingkat berat)
Tingkat konsumsi energi dan protein
Tingkat konsumsi vitamin dan mineral
≥77% AKG (cukup) <77% AKG (kurang)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
>27,0 (obesitas) 25,0-27,0 (gizi lebih/overweight) 18,5-24,9 (gizi baik) 17,0-18,4 (gizi kurang) <17,0 (gizi buruk)
Tekanan darah sistolik
Urea
≥140 mmHg (hipertensi) <140 mmHg (tidak hipertensi) ≥90 mmHg (hipertensi) <90 mmHg (tidak hipertensi) 8,0-25,0 mg/dl (normal)
Kreatinin
0,6-1,5 mg/dl (normal)
Tekanan darah diastolik
43
Definisi Operasional Variabel Wanita pekerja adalah wanita yang berusia antara 20–45 tahun dan masih aktif bekerja Suplementasi adalah pemberian sediaan farmakologi vitamin C dan multivitamin mineral dalam bentuk tablet setiap hari selama 10 minggu pada wanita pekerja Suplemen vitamin C adalah suplemen yang mengandung 1000 mg vitamin C; yang diberikan setiap hari selama 10 minggu pada wanita pekerja Suplemen multivitamin mineral adalah suplemen yang mengandung 1000 mg vitamin C; 45 mg vitamin E; 700 g vitamin A; 6,5 mg vitamin B6; 400 g asam folat; 9,6 g vitamin B12; 10 g vitamin D; 10 mg Zn; 110 g Se; 0,9 mg Cu; dan 5 mg Fe; yang diberikan setiap hari selama 10 minggu pada wanita pekerja Konsumsi makan adalah jumlah, jenis, dan waktu mengkonsumsi pangan seseorang yang diukur dengan metode recall 2x 24 jam secara berturut-turut; dan kebiasaan makan seseorang yang diukur dengan metode food frequency questionaire (FFQ) Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan, yang dapat terlihat melalui parameter indeks massa tubuh (IMT) IMT adalah hasil perbandingan antara berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m) berdasarkan hasil pengukuran secara antropometri dan dikelompokkan menurut Depkes RI (1996) Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami wanita pekerja dan diukur dari tekanan darah dan keluhan kesehatan yang dirasakannya Keluhan penyakit adalah gejala/gangguan kesehatan yang dirasakan oleh wanita pekerja selama suplementasi (10 minggu) Lama sakit adalah jumlah hari sakit wanita pekerja selama suplementasi (10 minggu) Tekanan darah adalah kondisi kesehatan wanita pekerja yang dinyatakan dalam tekanan darah sistolik dan diastolik, diukur dengan sphygnomanometer dan dikelompokkan menurut American Heart Association (2000) Fungsi ginjal adalah kemampuan ginjal untuk melakukan fungsinya (mengekskresikan produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi unsur cairan tubuh) dengan baik, dan dapat dilihat melalui parameter urea dan kreatinin Urea adalah salah satu produk akhir metabolisme protein. Kadar urea normal dalam darah adalah 8,0-25,0 mg/dl (Kumar & Clark 2005) Kreatinin adalah salah satu produk akhir metabolisme kreatin otot, dengan jumlah normal antara 0,6–1,5 mg/dl (Kumar & Clark 2005)
44
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wanita Pekerja Unit percobaan dalam penelitian ini adalah 93 orang wanita pekerja berusia antara 20-45 tahun yang bekerja di pabrik garmen PT Ricky Putra Globalindo, Tbk. yang terletak di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Pabrik ini beroperasi 24 jam sehari dengan pembagian tiga shift, sehingga setiap harinya masing-masing pekerja mendapat jatah 8 jam kerja. Seluruh wanita pekerja tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan satu perlakuan dari tiga perlakuan yang akan diteliti, yaitu pemberian plasebo (tanpa vitamin C dan multivitamin mineral), pemberian suplemen vitamin C, dan pemberian suplemen multivitamin mineral. Karakteristik wanita pekerja yang diamati dalam penelitian ini
meliputi
usia,
pendidikan,
ukuran
keluarga,
dan
pendapatan
keluarga/kapita/bulan. Usia Pada tabel berikut dapat dilihat sebaran wanita pekerja berdasarkan kategori usia, dimana lebih dari separuh wanita pekerja berusia antara 30-39 tahun (52,7%). Tabel 13 Sebaran wanita pekerja menurut kategori usia Usia n Persentase (%) 20-29 tahun 37 39,8 30-39 tahun 49 52,7 ≥40 tahun 7 7,5 Total 93 100,0 Wanita pekerja yang berusia antara 20-29 tahun sebanyak 39,8%; sedangkan yang berusia ≥40 tahun sebanyak 7,5%. Usia terendah wanita pekerja adalah 24 tahun, sedangkan usia tertinggi adalah 45 tahun.
Pendidikan Sebaran wanita pekerja berdasarkan kategori pendidikan dapat dilihat pada Tabel 14. Persentase terbesar tingkat pendidikan wanita pekerja adalah tamat SLTP (36,6%). Persentase terbesar kedua adalah tamat SD (31,2%) diikuti oleh tamat SLTA sebanyak 24,7%.
45
Tabel 14 Sebaran wanita pekerja menurut kategori pendidikan Pendidikan n Persentase (%) Tidak sekolah 1 1,1 Tidak tamat SD 5 5,4 Tamat SD 29 31,2 Tamat SLTP 34 36,6 Tamat SLTA 23 24,7 Tamat PT/akademi 1 1,1 Total 93 100,0 Ukuran Keluarga Sebagian besar keluarga wanita pekerja termasuk dalam kategori keluarga kecil (93,5%); dan sisanya termasuk dalam keluarga sedang (6,5%). Tabel 15 Sebaran ukuran keluarga wanita pekerja Ukuran keluarga n Persentase (%) Kecil (≤4 orang) 87 93,5 Sedang (5-7 orang) 6 6,5 Besar (>7 orang) 0 0,0 Total 93 100,0 Pendapatan keluarga Kategori pendapatan keluarga dalam penelitian ini dilihat dari nilai minimum, maksimum, dan rata-rata ± standar deviasi (rata-rata±SD) sebagaimana terlihat pada tabel berikut: Tabel 16 Statistik pendapatan keluarga wanita pekerja Pendapatan Nilai (Rp./kap/bln) Minimum 216.000 Maksimum 1.450.000 Rata-rata 591.426 Standar Deviasi (SD) 241.833 Pendapatan minimum keluarga wanita pekerja sebesar Rp. 216.000,-/kapita/bulan; sedangkan pendapatan maksimum keluarga wanita pekerja sebesar Rp. 1.450.000,-/kapita/bulan.
Konsumsi Pangan dan Zat Gizi Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan pergantian jaringan tubuh
46
yang rusak. Pangan akan sangat menentukan kesehatan fisik dan psikologis individu (Bender 2002). Frekuensi dan Jenis Pangan Frekuensi dan jenis pangan dalam penelitian ini diperoleh melalui food frequency questionnaire/FFQ (Lampiran 10). Pada awal suplementasi, jenis makanan sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi wanita pekerja adalah nasi dengan frekuensi 2-3 kali sehari dan persentase 100% pada perlakuan plasebo; 96,8% masing-masing pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral. Pada akhir suplementasi, persentase wanita pekerja yang mengkonsumsi nasi dengan frekuensi 2-3 kali sehari meningkat menjadi 100% pada semua perlakuan. Jenis makanan sumber karbohidrat lain yang sering dikonsumsi sebagian besar wanita pekerja pada semua perlakuan baik pada awal maupun akhir suplementasi adalah mie dan roti dengan frekuensi 1-2 kali seminggu. Jenis makanan sumber protein nabati yang paling sering dikonsumsi sebagian besar wanita pekerja pada awal suplementasi adalah tahu dengan frekuensi 3-5 kali seminggu dan persentase 51,6% pada semua perlakuan. Pada akhir suplementasi, persentasenya menjadi 54,8% pada perlakuan plasebo; 51,6% pada perlakuan vitamin C; dan 35,5% pada perlakuan multivitamin mineral. Jenis makanan lain yang sering dikonsumsi adalah tempe dengan frekuensi yang sama (3-5 kali seminggu) namun persentase berbeda. Untuk kacang-kacangan, jenis yang paling sering dikonsumsi wanita pekerja adalah kacang hijau dan melinjo baik pada awal maupun akhir suplementasi pada semua perlakuan. Jenis makanan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi sebagian besar wanita pekerja pada semua perlakuan baik pada awal maupun akhir suplementasi adalah telur dengan frekuensi 3-5 kali seminggu. Pada awal suplementasi, persentase wanita pekerja yang mengkonsumsi telur pada perlakuan plasebo adalah 45,2% dan meningkat menjadi 61,2% pada akhir suplementasi; pada perlakuan vitamin C persentasenya tidak berubah yaitu 48,4%; dan pada perlakuan multivitamin mineral dari 48,4% menjadi 51,6% pada akhir suplementasi. Jenis sumber protein hewani lain yang sering dikonsumsi wanita pekerja adalah ayam, hati ayam dan ikan segar masing-masing dengan frekuensi 1-2 kali seminggu.
47
Konsumsi wanita pekerja untuk sayur-sayuran terlihat beragam. Pada awal maupun akhir suplementasi terlihat bahwa sebagian besar wanita pekerja mengkonsumsi sayur bayam, kangkung, daun singkong, kacang panjang dan sawi dengan frekuensi 1-2 kali seminggu. Mereka menyatakan bahwa mereka mengkonsumsi jenis-jenis sayuran ini secara bergantian 1-2 kali dalam seminggu. Demikian pula untuk buah-buahan, baik pada awal maupun setelah suplementasi, sebagian besar wanita pekerja mengkonsumsi buah jambu biji, pepaya, dan jeruk dengan frekuensi 1-2 kali seminggu secara bergiliran. Ketiga jenis buah ini merupakan buah yang dominan dikonsumsi wanita pekerja karena dapat diperoleh dengan mudah di warung-warung sekitar pabrik. Sedangkan untuk susu bubuk, hampir seluruh wanita pekerja tidak pernah mengkonsumsinya. Dalam Lyle et al. (1998) disebutkan, pengguna suplemen cenderung mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber penting antioksidan. Jika dibandingkan dengan orang yang tidak mengkonsumsi suplemen, pengguna suplemen umumnya memiliki asupan makanan sumber vitamin C dan karotenoid yang lebih tinggi (seperti buah dan sayur). McNaughton et al. (2005) menambahkan, konsumsi makanan pengguna suplemen lebih baik dibandingkan orang yang tidak menggunakan suplemen. Kondisi ini cenderung sejalan dengan hasil yang didapatkan dalam penelitian, namun pada beberapa jenis makanan hal ini tidak sesuai karena berbagai alasan, diantaranya karena perubahan musim sehingga sulit mendapatkan jenis makanan tertentu dan kondisi keuangan dimana pada akhir bulan biasanya jenis dan jumlah konsumsi sebagian besar wanita pekerja cenderung menurun.
Analisis Konsumsi Konsumsi energi dan zat gizi lainnya diperoleh dengan mengkonversikan semua jenis bahan makanan yang dikonsumsi wanita pekerja ke dalam bentuk energi, protein, vitamin C, dan besi. Rata-rata konsumsi zat gizi dapat dilihat pada Tabel 17.
48
Tabel 17 Rata-rata konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan * Zat Gizi Perlakuan Plasebo Vit. C MVM Sebelum Energi (kkal) 1253±402a 1199±388ab 1019±311b Protein (g) 42,8±12,6a 40,5±13,2a 36,5±12,7a Vitamin C (mg) 44,7±53,0ab 53,1±50,1a 31,4±49,1b Besi (mg) 6,1±2,6a 7,5±4,6a 4,6±1,6a Setelah Energi (kkal) 1252±295ab 1131±271a 1373±368b Protein (g) 40,5±12,4a 38,8±9,9a 44,9±13,9a Vitamin C (mg) 57,2±55,8a 33,8±50,7a 60,5±78,2a Besi (mg) 8,3±6,4a 5,8±2,5a 7,4±3,0a Ket: * Rata-rata±SD Pada baris yang sama, angka dengan huruf yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (uji Anova; p>0,05)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebelum suplementasi, rata-rata konsumsi energi dan protein pada perlakuan plasebo lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya; sedangkan rata-rata konsumsi vitamin C dan besi lebih tinggi pada perlakuan vitamin C. Setelah suplementasi, rata-rata konsumsi energi, protein, dan vitamin C pada perlakuan multivitamin mineral lebih tinggi dibandingkan perlakuan plasebo dan vitamin C; sedangkan rata-rata konsumsi besi tertinggi adalah pada perlakuan plasebo. Jika dilihat dari perubahan konsumsi zat gizi sebelum dan setelah suplementasi, pada suplementasi zat gizi tunggal (vitamin C) cenderung terjadi penurunan konsumsi zat gizi dari makanan, sedangkan pada suplementasi multivitamin mineral terjadi peningkatan konsumsi semua zat gizi. Lyle et al. (1998) menyatakan, pengguna suplemen memiliki konsumsi zat gizi mikro yang lebih tinggi dari makanan dibandingkan orang yang tidak menggunakan suplemen. Slesinski et al. (1996) menambahkan bahwa asupan vitamin C, A, dan E dari makanan pengguna suplemen vitamin lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak menggunakan suplemen. Pengujian dengan Anova menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata (p<0,05) sebelum suplementasi terdapat pada konsumsi energi dan besi, sedangkan setelah suplementasi hanya terdapat pada konsumsi energi. Uji lanjut menggunakan uji Bonferroni menunjukkan bahwa sebelum suplementasi, perbedaan konsumsi energi terdapat
antara perlakuan plasebo
dengan
49
multivitamin mineral, dan perbedaan konsumsi besi terdapat antara perlakuan vitamin C dengan multivitamin mineral. Setelah suplementasi, perbedaan konsumsi energi terdapat antara perlakuan vitamin C dengan multivitamin mineral (Lampiran 13). Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Singh et al. (1992) yang menyatakan bahwa total asupan energi, protein, vitamin, dan mineral dari makanan baik sebelum maupun setelah suplementasi pada perlakuan plasebo maupun perlakuan suplemen tidak berbeda nyata. Murphy et al. (2007) menyatakan, kecukupan zat gizi hanya dari asupan makanan pada pengguna suplemen maupun orang yang tidak menggunakan suplemen tidak berbeda. Radimer et al. (2004) dan Park et al. (2006) menambahkan bahwa suplemen memiliki kontribusi yang besar terhadap asupan zat gizi. Berdasarkan data konsumsi tersebut, dianalisis tingkat konsumsi wanita pekerja dengan membandingkan data konsumsi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Rata-rata tingkat konsumsi wanita pekerja dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 18 Tingkat konsumsi wanita pekerja dari makanan Zat Gizi Perlakuan Plasebo Vit. C MVM Sebelum (%) Energi 69,6a 70,6a 58,5a a a Protein 87,6 87,0 76,5a Vitamin C 59,6a 70,8a 41,8a Besi 23,6ab 28,7a 17,6b Setelah (%) Energi 68,9a 67,0a 78,4a Protein 81,8a 84,4a 93,6a Vitamin C 76,3a 45,1a 80,6a Besi 31,9a 22,5a 28,4a Ket: Pada baris yang sama, angka dengan huruf yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (uji Anova; p>0,05)
Dari tabel di atas terlihat bahwa setelah suplementasi, tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C wanita pekerja lebih tinggi pada perlakuan multivitamin mineral dibandingkan dua perlakuan lainnya; sedangkan tingkat konsumsi besi tertinggi terdapat pada perlakuan plasebo. Namun, pengujian dengan Anova (Lampiran 14) menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi,
50
protein, vitamin C, dan besi setelah suplementasi pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan zat gizi dari makanan pada semua perlakuan relatif sama. Data tingkat konsumsi ini selanjutnya dikategorikan sebagaimana terlihat pada Tabel 19 dan 20. Tabel 19 Distribusi tingkat konsumsi energi dan protein wanita pekerja Tingkat Konsumsi Energi Kategori
Plasebo
Tingkat Konsumsi Protein
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Sebelum suplementasi Defisiensi tkt berat
18 (58,1%)
17 (54,8%)
21 (67,7%)
14 (45,2%)
7 (22,6%)
Defisiensi tkt ringan
6 (19,4%)
4 (12,9%)
4 (12,9%)
1 (3,2%)
2 (6,5%)
3 (9,7%)
1 (3,2%)
5 (16,1%)
5 (16,1%)
3 (9,7%)
8 (25,8%)
4 (12,9%)
Cukup Normal
13 (41,9%)
6 (19,4%)
5 (16,1%)
1 (3,2%)
13 (41,9%)
14 (45,2%)
11 (35,5%)
31 (100%)
31 (100%)
31 (100%)
31 (100%)
31 (100%)
31 (100%)
Defisiensi tkt berat
18 (58,1%)
20 (64,5%)
15 (48,4%)
11 (35,5%)
8 (25,8%)
5 (16,1%)
Defisiensi tkt ringan
6 (19,4%)
5 (16,1%)
4 (12,9%)
4 (12,9%)
3 (9,7%)
5 (16,1%)
Cukup
4 (12,9%)
2 (6,5%)
7 (22,6%)
3 (9,7%)
6 (19,4%)
8 (25,8%)
Normal
3 (9,7%)
4 (12,9)
5 (16,1%)
13 (41,9%)
14 (45,2%)
13 (41,9%)
31 (100%)
31 (100%)
31 (100%)
31 (100%)
31 (100%)
31 (100%)
Total Setelah suplementasi
Total
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada tingkat konsumsi energi, lebih dari separuh wanita pekerja sebelum suplementasi mengalami defisiensi energi tingkat berat. Setelah suplementasi, jumlahnya tetap sama pada perlakuan plasebo, meningkat pada perlakuan vitamin C, dan menurun pada perlakuan multivitamin mineral. Jumlah wanita pekerja yang tingkat konsumsi energinya termasuk dalam kategori normal menurun pada perlakuan plasebo dan vitamin C, namun meningkat pada perlakuan multivitamin mineral. Pada tingkat konsumsi protein, jumlah wanita pekerja yang mengalami defisiensi tingkat berat menurun pada perlakuan plasebo dan multivitamin mineral namun meningkat pada perlakuan vitamin C. Untuk kategori normal, jumlahnya tetap sama pada perlakuan plasebo dan vitamin C, sedangkan pada perlakuan multivitamin mineral jumlahnya meningkat. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada perlakuan multivitamin mineral terjadi peningkatan jumlah wanita pekerja yang tingkat konsumsinya termasuk dalam kategori normal dan penurunan jumlah wanita pekerja yang tingkat konsumsinya termasuk dalam kategori defisiensi tingkat berat. Hal ini diduga karena vitamin dan mineral yang terdapat dalam suplemen membantu memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi mikro sehingga metabolisme zat-zat gizi dalam
51
tubuh dapat berlangsung dengan lebih baik dan menyebabkan konsumsi energi dan protein wanita pekerja meningkat. Distribusi tingkat konsumsi vitamin C dan besi wanita pekerja dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 20 Distribusi tingkat konsumsi vitamin C dan besi wanita pekerja Tingkat Konsumsi Vitamin C Kategori
Plasebo
Vit. C
Tingkat Konsumsi Besi
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
27 (87,1%)
31 (100,0%)
30 (96,8%)
31 (100,0%)
Sebelum suplementasi Kurang Cukup Total
25 (80,6%)
24 (77,4%)
6 (19,4%)
7 (22,6%)
4 (12,9%)
0 (0,0%)
1 (3,2%)
0 (0,0%)
31 (100,0%) 31 (100,0%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
Setelah suplementasi Kurang
20 (64,5%)
28 (90,3%)
25 (80,6%)
30 (96,8%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
Cukup
11 (35,5%)
3 (9,7%)
6 (19,4%)
1 (3,2%)
0 (0,0%)
0 (0,0%)
31 (100,0%) 31 (100,0%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
Total
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tingkat konsumsi vitamin C sebelum suplementasi, tingkat konsumsi sebagian besar wanita pekerja pada semua perlakuan termasuk dalam kategori kurang. Setelah suplementasi, jumlahnya menurun pada perlakuan plasebo dan multivitamin mineral, dan meningkat pada perlakuan vitamin C. Demikian pula pada tingkat konsumsi besi sebelum suplementasi, tingkat konsumsi hampir seluruh wanita pekerja termasuk dalam kategori kurang. Setelah suplementasi, jumlahnya menurun pada perlakuan plasebo, meningkat pada perlakuan vitamin C, dan tetap pada perlakuan multivitamin mineral. Hal ini diduga karena kurangnya konsumsi buah dan sayur pada wanita pekerja. Meskipun mereka mengkonsumsi beraneka ragam sayur dan buah, namun jumlah yang dikonsumsi belum sesuai dengan porsi yang seharusnya dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan vitamin dan mineral.
Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Gambaran status gizi wanita pekerja dilihat berdasarkan berat badan (BB) dan indeks massa tubuh (IMT). Pada Gambar 3 dapat dilihat status gizi wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi.
52
60
54.5
54.5 51.1
50.6
52.3
52.0
50 40 Sebelum
BB 30 (kg)
Setelah
20 10 0 Plasebo
Vit. C
MVM
Perlakuan
Gambar 3 Rata-rata berat badan wanita pekerja. Sebelum suplementasi, rata-rata (±SD) BB perlakuan plasebo adalah 54,5±9,6 kg; perlakuan vitamin C adalah 51,1±8,3 kg; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 52,3±6,9 kg. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) BB perlakuan plasebo adalah 54,5±9,6 kg; perlakuan vitamin C 50,6±7,9 kg; dan perlakuan multivitamin mineral 52,0±6,7 kg. Data ini menunjukkan terdapat penurunan rata-rata berat BB pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral, sedangkan pada perlakuan plasebo tidak terdapat perbedaan rata-rata BB. Namun setelah diuji dengan Anova (Lampiran 15), perbedaan tersebut tidak nyata (p>0,05). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Singh et al. (1992) serta Bunout et al. (2001) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap BB perlakuan plasebo maupun perlakuan suplementasi sebelum dan setelah suplementasi. Hasil survei Perkin et al. (2002) menyebutkan bahwa 36% pengguna suplemen menggunakan suplemen untuk tujuan membakar lemak (mengurangi berat badan). Hal ini didukung oleh Neuhouser (2003) yang menyatakan bahwa
dibandingkan dengan wanita yang tidak mengkonsumsi
suplemen, pengguna suplemen cenderung memiliki berat badan yang lebih rendah. Rata-rata IMT wanita pekerja dapat dilihat pada Gambar 4. Sebelum suplementasi, nilai rata-rata (±SD) IMT pada perlakuan plasebo adalah 23,7±3,6 kg/m2; perlakuan vitamin C 22,5±3,4 kg/m2; dan perlakuan multivitamin mineral 23,2±2,3 kg/m2. Setelah suplementasi, nilai rata-rata (±SD) IMT perlakuan plasebo adalah 23,7±3,7 kg/m2 ; perlakuan vitamin C 22,4±3,4 kg/m2 ; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 23,2±2,4 kg/m2.
53
Penelitian Radimer et al. (2004) menunjukkan bahwa peningkatan IMT dihubungkan dengan rendahnya penggunaan suplemen multivitamin atau multimineral. Mc Naughton et al. (2005) menambahkan, pengguna suplemen cenderung memiliki IMT yang lebih rendah dibandingkan orang yang tidak menggunakan suplemen. 25
23.7 23.7
22.5 22.4
23.2 23.2
20
IMT (kg/m2)
15
Sebelum Setelah
10 5 0 Plasebo
Vit. C
MVM
Perlakuan
Gambar 4 Rata-rata indeks massa tubuh wanita pekerja. Hasil uji Ancova dengan usia dan konsumsi energi sebagai peubah perancu menunjukkan bahwa nilai IMT pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil uji menunjukkan pula bahwa IMT (adjusted) secara nyata dipengaruhi oleh usia, namun tidak nyata dipengaruhi oleh konsumsi energi (Lampiran 16). Distribusi wanita pekerja berdasarkan kategori IMT menunjukkan bahwa lebih dari separuh wanita pekerja pada setiap perlakuan, baik sebelum maupun setelah suplementasi tergolong dalam status gizi baik (Tabel 21). Sebelum suplementasi, wanita pekerja yang berstatus gizi baik pada perlakuan plasebo sebesar 58,1%; perlakuan vitamin C 61,3%; dan perlakuan multivitamin mineral 77,4%. Persentase status gizi terbanyak kedua pada perlakuan plasebo adalah obesitas sebesar 22,6%; sedangkan pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral adalah gizi lebih masing-masing sebesar 16,1%. Setelah suplementasi, tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata pada distribusi wanita pekerja berdasarkan kategori IMT. Pada perlakuan plasebo, persentase wanita pekerja yang berstatus gizi baik sebesar 58,1%; perlakuan
54
vitamin C 64,5%; sedangkan perlakuan multivitamin mineral sebesar 71,0%. Persentase status gizi terbesar kedua pada perlakuan plasebo adalah obesitas, yakni sebesar 29,0%; sedangkan pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral adalah gizi lebih dengan persentase masing-masing secara berturut-turut 12,9% dan 22,6%. Tabel 21 Distribusi wanita pekerja menurut kategori IMT Kategori Sebelum suplementasi Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Obesitas Total Setelah suplementasi Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Obesitas Total
Plasebo
Perlakuan Vit. C
0 (0,0%) 1 (3,2%) 18 (58,1%) 5 (16,1%) 7 (22,6%) 31 (100,0%)
1 (3,2%) 3 (9,7%) 19 (61,3%) 5 (16,1%) 3 (9,7%) 31 (100,0%)
0 (0,0%) 1 (3,2%) 24 (77,4%) 5 (16,1%) 1 (3,2%) 31 (100,0%)
1 (1,1%) 5 (5,4%) 61 (65,6%) 15 (16,1%) 11 (11,8%) 93 (100,0%)
0 (0,0%) 1 (3,2%) 18 (58,1%) 3 (9,7%) 9 (29,0%) 31 (100,0%)
1 (3,2%) 3 (9,7%) 20 (64,5%) 4 (12,9) 3 (9,7%) 31 (100,0%)
0 (0,0%) 1 (3,2%) 22 (71,0%) 7 (22,6%) 1 (3,2%) 31 (100,0%)
1 (1,1%) 5 (5,4%) 60 (64,5%) 14 (15,1%) 13 (14,0%) 93 (100,0%)
MVM
Total
Hal ini sesuai dengan laporan Radimer et al. (2004) yang menyatakan bahwa berdasarkan data National Health and Nutrition Examination Survey tahun 1999-2000 di Amerika ditemukan bahwa pengguna suplemen multivitamin mineral lebih banyak berstatus gizi baik. Hal senada disampaikan Foote et al. (2003) dan menambahkan bahwa pengguna suplemen lebih sedikit pada obesitas.
Status Kesehatan Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami individu. Status kesehatan wanita pekerja dalam penelitian ini diketahui berdasarkan keluhan dan lama sakit selama suplementasi serta pengukuran tekanan darah (sistolik dan diastolik). Keluhan dan Lama Sakit Keluhan dan lama sakit selama suplementasi didapatkan melalui wawancara yang ditanyakan sekali dalam seminggu. Beberapa keluhan penyakit dan rata-rata lama sakit yang dilaporkan oleh wanita pekerja dapat dilihat pada Tabel 22.
55
Tabel 22 Keluhan dan rata-rata lama sakit wanita pekerja selama suplementasi Perlakuan Keluhan penyakit Plasebo (hari) Vit. C (hari) MVM (hari) Pusing 2,3 1,9 3,7 Pilek 4,0 5,0 4,2 Demam 3,4 2,0 0,0 Batuk 4,8 3,8 4,1 Radang tenggorokan 1,0 0,0 0,0 Diare 2,0 0,0 0,0 Sariawan 8,5 0,0 4,0 Masuk angin 1,0 2,0 2,0 Sakit kepala 3,0 5,0 0,0 Alergi 0,0 1,0 0,0 Pegal 0,0 1,0 1,0 Sakit mata 0,0 0,0 4,5 Asma 0,0 0,0 2,0 Migrain 2,0 0,0 3,0 Maag 0,0 2,0 0,0 Rata-rata lama sakit wanita pekerja selama 10 minggu suplementasi dengan berbagai keluhan penyakit bervariasi antara 1 hingga 8,5 hari. Pada perlakuan plasebo, keluhan penyakit yang paling lama adalah sariawan dengan rata-rata lama sakit 8,5 hari diikuti oleh batuk (4,8 hari). Pada perlakuan vitamin C, keluhan penyakit yang paling lama adalah pilek dan sakit kepala (5,0 hari) diikuti oleh batuk (3,8 hari). Sedangkan pada perlakuan multivitamin mineral, keluhan penyakit yang paling lama adalah sakit mata dengan rata-rata lama sakit 4,5 hari diikuti oleh pilek (4,2 hari). Secara keseluruhan, rata-rata lama sakit wanita pekerja pada perlakuan plasebo adalah 4,3±4,9 hari; pada perlakuan vitamin C adalah 2,1±2,8 hari; dan pada perlakuan multivitamin mineral adalah 2,5±3,6 hari. Hasil uji Ancova dengan usia, IMT, tekanan darah sistolik, diastolik, konsumsi energi, protein, vitamin C, dan besi sebagai peubah perancu menunjukkan bahwa lama sakit pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil uji menunjukkan pula bahwa lama sakit tidak dipengaruhi oleh semua peubah perancu (Lampiran 17). Dalam NIH State of the Science Panel (2007) disebutkan bahwa sebagian besar penelitian tidak menunjukkan bukti yang kuat tentang pengaruh positif dari suplementasi satu, dua, atau kombinasi tiga atau lebih zat gizi.
56
Berdasarkan tempat berobat ketika sakit, sebagian besar wanita pekerja memilih mengobati sendiri dengan cara membeli obat yang tersedia di warung (Lampiran 7). Pada perlakuan plasebo, persentase wanita pekerja yang berobat sendiri adalah 69,6%; perlakuan vitamin C adalah 89,5%; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 71,4%. Alternatif tempat berobat lainnya yang paling sering dikunjungi wanita pekerja adalah klinik di perusahaan dengan persentase pada perlakuan plasebo adalah 21,7%; perlakuan vitamin C adalah 10,5%; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 21,4%.
Tekanan Darah Tekanan darah arterial merupakan kekuatan tekanan darah ke dinding pembuluh darah yang menampungnya, dimana tekanan ini berubah-ubah pada setiap tahap siklus jantung. Tekanan darah mengalami sedikit perubahan bersamaan dengan perubahan-perubahan gerakan yang fisiologik seperti ketika sedang berolah raga, ketika terjadi perubahan mental karena cemas dan emosi, ketika tidur, dan ketika makan. Oleh karena itu, tekanan darah sebaiknya diukur ketika seseorang berada dalam kondisi tenang, istirahat, dan sebaiknya dalam sikap rebahan (Pearce 2006). Dalam penelitian ini, tekanan darah diukur pada pagi hari sebelum wanita pekerja mulai bekerja. Rata-rata tekanan darah wanita pekerja dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. 105
100
99
98
95
99
97
90 75 Sistolik 60 (mmHg) 45
Sebelum Setelah
30 15 0 Plasebo
Vit. C
MVM
Perlakuan
Gambar 5 Rata-rata tekanan darah sistolik wanita pekerja.
57
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebelum suplementasi, pada perlakuan plasebo rata-rata (±SD) tekanan darah sistolik wanita pekerja adalah 100±13,1 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 98±8,2 mmHg; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 99±14,1 mmHg. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) tekanan darah sistolik pada perlakuan plasebo adalah 99±11,4 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 95±6,8 mmHg; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 97±9,5 mmHg. Hasil uji Ancova dengan usia, berat badan, dan konsumsi natrium sebagai peubah perancu menunjukkan bahwa nilai tekanan darah sistolik pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil uji menunjukkan pula bahwa tekanan darah sistolik (adjusted) secara nyata dipengaruhi oleh usia dan berat badan, namun tidak dipengaruhi oleh konsumsi natrium (Lampiran 18). Pada tekanan darah diastolik wanita pekerja sebelum suplementasi, rata-rata (±SD) tekanan darah diastolik perlakuan plasebo adalah 66±7,6 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 65±5,1 mmHg; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 66±8,4 mmHg. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) tekanan darah diastolik wanita pekerja pada perlakuan plasebo adalah 66±8,0 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 65±5,1 mmHg; sedangkan perlakuan multivitamin mineral adalah 65±9,3 mmHg. 70
66
66
65
65
66
65
60 50 Diastolik 40 (mmHg) 30
Sebelum Setelah
20 10 0 Plasebo
Vit. C
MVM
Perlakuan
Gambar 6 Rata-rata tekanan darah diastolik wanita pekerja. Pengujian menggunakan Ancova dengan usia, berat badan, dan konsumsi natrium sebagai peubah perancu menunjukkan bahwa nilai tekanan darah diastolik
58
pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil uji menunjukkan pula bahwa tekanan darah diastolik (adjusted) secara nyata dipengaruhi oleh usia dan berat badan, namun tidak dipengaruhi oleh konsumsi natrium (Lampiran 19). Kotchen TA dan Kotchen JM (2006) menyebutkan bahwa perubahan berat badan sebanyak ± 9,2 kg dihubungkan dengan perubahan 6,3 mmHg tekanan darah sistolik dan 3,1 mmHg tekanan darah diastolik. Tidak berpengaruhnya konsumsi natrium terhadap tekanan darah dalam penelitian ini diduga karena rendahnya asupan natrium wanita pekerja. Berdasarkan pengelompokan dengan kategori hipertensi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg) dan tidak hipertensi (tekanan darah sistolik <140 mmHg) yang mengacu pada American Heart Association (2000), distribusi wanita pekerja adalah sebagaimana terlihat dalam tabel berikut: Tabel 23 Distribusi wanita pekerja menurut tekanan darah sistolik Perlakuan Kategori
Plasebo
Vit. C
MVM
Total
Sebelum suplementasi Hipertensi Tidak hipertensi Total
1 (3,2%)
0 (0,0%)
1 (3,2%)
2 (2,2%)
30 (96,8%)
31 (100,0%)
30 (96,8%)
91 (97,8%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
93 (100,0%)
1 (3,2%)
0 (0,0%)
1 (3,2%)
2 (2,2%)
30 (96,8%)
31 (100,0%)
30 (96,8%)
91 (97,8%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
93 (100,0%)
Setelah suplementasi Hipertensi Tidak hipertensi Total
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebelum suplementasi, sebagian besar wanita pekerja pada ketiga perlakuan tidak mengalami hipertensi (97,8%). Demikian pula setelah suplementasi dilakukan, tekanan darah sistolik sebagian besar wanita pekerja masih berada pada batas normal (tidak hipertensi) dengan persentase yang sama yaitu sebesar 97,8%. Sementara itu, distribusi wanita pekerja berdasarkan tekanan darah diastolik (hipertensi ≥90 mmHg dan tidak hipertensi <90 mmHg yang mengacu pada American Heart Association (2000)) menunjukkan hasil yang sama sebagaimana terlihat dalam Tabel 24.
59
Tabel 24 Distribusi wanita pekerja menurut tekanan darah diastolik Perlakuan Kategori
Plasebo
Vit. C
MVM
Total
Sebelum suplementasi Hipertensi Tidak hipertensi Total
1 (3,2%)
0 (0,0%)
1 (3,2%)
2 (2,2%)
30 (96,8%)
31 (100,0%)
30 (96,8%)
91 (97,8%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
93 (100,0%)
1 (3,2%)
0 (0,0%)
1 (3,2%)
2 (2,2%)
30 (96,8%)
31 (100,0%)
30 (96,8%)
91 (97,8%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
31 (100,0%)
93 (100,0%)
Setelah suplementasi Hipertensi Tidak hipertensi Total
Pada semua perlakuan baik sebelum maupun setelah suplementasi, sebagian besar wanita pekerja termasuk dalam kategori tidak hipertensi. Sebelum dan setelah suplementasi dilakukan, persentase wanita pekerja yang tidak mengalami hipertensi adalah 97,8%. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap tekanan darah sistolik maupun diastolik wanita pekerja. Dalam penelitian ini, rendahnya tekanan darah (sistolik <120 mmHg dan diastolik <80 mmHg) wanita pekerja diduga karena tingkat konsumsi wanita pekerja yang rendah terutama konsumsi energi. Selain itu, kondisi ini kemungkinan disebabkan pula oleh waktu istirahat yang kurang dan beban kerja wanita pekerja yang berat, dimana pada saat-saat tertentu wanita pekerja harus bekerja lembur 2 shift (2 x 8 jam) sehari.
Fungsi Ginjal Fungsi ginjal adalah kemampuan ginjal untuk melakukan fungsinya (mengekskresikan produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi unsur cairan tubuh) dengan baik. Gambaran fungsi ginjal wanita pekerja dalam penelitian ini dilihat dari kadar urea dan kreatinin serum darah. Pada Gambar 7 dan 8 dapat dilihat rata-rata kadar urea dan kreatinin serum darah wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi.
60
25 21.2
20
Urea (mg/dl)
19.5
20.8
22.1 21.4
19.2
15
Sebelum Setelah
10 5 0 Plasebo
Vit. C
MVM
Perlakuan
Gambar 7 Rata-rata kadar urea wanita pekerja. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebelum suplementasi, secara keseluruhan rata-rata (±SD) kadar urea serum darah wanita pekerja adalah 20,2±5,6 mg/dl. Pada perlakuan plasebo, rata-rata (±SD) kadar urea serum darah wanita pekerja adalah 19,5±4,9 mg/dl; perlakuan vitamin C adalah 19,2±5,0 mg/dl; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 22,1±6,4 mg/dl. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) kadar urea serum darah pada perlakuan plasebo adalah 21,2±5,0 mg/dl; perlakuan vitamin C adalah 20,8±4,6 mg/dl; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 21,4±4,2 mg/dl. Sedangkan secara keseluruhan, rata-rata (±SD) kadar urea serum darah wanita pekerja setelah suplementasi adalah 21,1±4,6 mg/dl. Hasil uji Ancova dengan usia dan konsumsi protein sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa kadar urea serum darah pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil uji menunjukkan pula bahwa kadar urea serum darah (adjusted) tidak nyata dipengaruhi oleh usia dan konsumsi protein (Lampiran 20). Secara keseluruhan, rata-rata (±SD) kadar kreatinin serum darah wanita pekerja sebelum suplementasi adalah 0,8±0,1 mg/dl. Pada semua perlakuan, kadar kreatinin serum darah menunjukkan nilai rata-rata yang sama (0,8±0,1 mg/dl). Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) kadar kreatinin serum darah wanita pekerja pada perlakuan plasebo dan multivitamin mineral adalah 0,8±0,1 mg/dl; sedangkan pada perlakuan vitamin C adalah 0,9±0,1 mg/dl.
61
1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 Kreatinin 0.5 (mg/dl) 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
0.8
0.8
0.8
0.9
0.8
0.8
Sebelum Setelah
Plasebo
Vit. C
MVM
Perlakuan
Gambar 8 Rata-rata kadar kreatinin wanita pekerja. Pengujian menggunakan Ancova dengan usia sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar kreatinin serum darah antar perlakuan (p<0,05). Uji lanjut menggunakan uji Bonferroni menunjukkan bahwa perbedaan terdapat antara perlakuan vitamin C dengan perlakuan multivitamin mineral. Hasil uji menunjukkan pula bahwa kadar kreatinin serum darah (adjusted) tidak nyata dipengaruhi oleh usia (Lampiran 21). Berdasarkan pengelompokan dengan kategori normal (kadar urea serum darah 8,0-25,0 mg/dl) dan tidak normal yang mengacu pada Kumar dan Clark (2005), distribusi wanita pekerja adalah sebagaimana terlihat dalam Tabel 25 dan 26. Tabel 25 Distribusi wanita pekerja menurut kadar urea serum darah Kategori Sebelum suplementasi Normal Tidak normal Total Setelah suplementasi Normal Tidak normal Total
Plasebo
Perlakuan Vit. C
MVM
Total
27 (87,1%) 4 (12,9%) 31 (100,0%)
26 (83,9%) 5 (16,1%) 31 (100,0%)
23 (74,2%) 8 (25,8%) 31 (100,0%)
76 (81,7%) 17 (18,3%) 93 (100,0%)
27 (87,1%) 4 (12,9%) 31 (100,0%)
26 (83,9%) 5 (16,1%) 31 (100,0%)
26 (83,9%) 5 (16,1%) 31 (100,0%)
79 (84,9%) 14 (15,1%) 93 (100,0%)
Secara keseluruhan, sebelum suplementasi persentase wanita pekerja yang termasuk dalam kategori normal adalah 81,7%. Setelah suplementasi, jumlahnya meningkat menjadi 84,9%. Pada perlakuan plasebo dan vitamin C, persentase wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi yang termasuk dalam kategori
62
normal tetap sama, sedangkan pada perlakuan multivitamin mineral jumlahnya meningkat. Hal ini diduga karena dengan adanya tambahan vitamin dan mineral dari suplemen terjadi keseimbangan zat-zat gizi dalam tubuh sehingga fungsi ginjal menjadi lebih baik. Persentase wanita pekerja menurut kadar kreatinin serum darah tidak menunjukkan adanya perbedaan pada semua perlakuan baik sebelum maupun setelah suplementasi. Mengacu pada Kumar dan Clark (2005), kadar normal kreatinin dalam serum darah adalah 0,6-1,5 mg/dl. Tabel 26 Distribusi wanita pekerja menurut kadar kreatinin serum darah Kategori Sebelum suplementasi Normal Tidak normal Total Setelah suplementasi Normal Tidak normal Total
Plasebo
Perlakuan Vit. C
MVM
Total
30 (96,8%) 1 (3,2%) 31 (100,0%)
31 (100,0%) 0 (0,0%) 31 (100,0%)
31 (100,0%) 0 (0,0%) 31 (100,0%)
92 (98,9%) 1 (1,1%) 93 (100,0%)
30 (96,8%) 1 (3,2%) 31 (100,0%)
31 (100,0%) 0 (0,0%) 31 (100,0%)
31 (100,0%) 0 (0,0%) 31 (100,0%)
92 (98,9%) 1 (1,1%) 93 (100,0%)
Secara keseluruhan, persentase wanita pekerja yang termasuk dalam kategori normal pada sebelum maupun setelah suplementasi adalah 98,9%. Meskipun pengujian dengan Ancova menunjukkan bahwa perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral mempengaruhi kadar kreatinin, namun kadarnya masih dalam batas normal. Dalam Hathcock et al. (2005) disebutkan, suplemen vitamin C ≤2000 mg/hari aman untuk sebagian besar orang dewasa. Mulholland dan Benford (2007) menambahkan, beberapa zat gizi seperti vitamin A dan mangan sangat berbahaya bila dikonsumsi dalam jumlah yang besar, sedangkan zat gizi lainnya seperti vitamin C dan besi memiliki efek berbahaya yang lebih kecil. Disebutkan pula bahwa resiko bahaya mengkonsumsi suplemen makanan bergantung pada 3 faktor, yaitu batas aman zat gizi, kerentanan individu, dan kemungkinan asupan zat gizi yang sama dari suplemen lainnya atau dari makanan.
63
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C pada perlakuan multivitamin mineral lebih tinggi dibandingkan perlakuan plasebo dan vitamin C; sedangkan rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi besi tertinggi terdapat pada perlakuan plasebo. 2. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap status gizi wanita pekerja berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Lebih dari separuh wanita pekerja termasuk dalam status gizi baik (IMT antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2); dengan persentase sebesar 58,1% pada perlakuan plasebo; 64,5% pada perlakuan vitamin C; dan 71,0% perlakuan multivitamin mineral. 3. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap status kesehatan wanita pekerja berdasarkan lama sakit, tekanan darah sistolik dan diastolik. Sebagian besar wanita pekerja termasuk dalam kategori tidak hipertensi (sistolik <140 mmHg; diastolik <90 mmHg). Pada perlakuan plasebo dan multivitamin mineral, persentase wanita pekerja yang termasuk dalam kategori tidak hipertensi sebesar 96,8%; sedangkan pada perlakuan vitamin C sebesar 100,0%. 4. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap kadar urea serum darah. Sebagian besar wanita pekerja termasuk dalam kategori normal (kadar urea serum darah 8,0-25,0 mg/dl). Persentase wanita pekerja yang termasuk dalam kategori normal pada perlakuan plasebo sebesar 87,1%; sedangkan pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral masing-masing sebesar 83,9%. 5. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap kadar kreatinin serum darah, namun kadarnya masih berada pada batas normal (0,61,5 mg/dl). Persentase wanita pekerja yang termasuk dalam kategori normal pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral masing-masing sebesar 100,0%; sedangkan pada perlakuan plasebo sebesar 96,8%.
64
Saran 1. Suplemen hendaknya dikonsumsi jika kebutuhan zat gizi dari makanan tidak mencukupi. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu suplementasi yang lebih lama (lebih dari 10 minggu) untuk mengetahui keamanan suplemen pada dosis tertentu.
65
DAFTAR PUSTAKA [ACC/SCN] Administrative Committee on Coordination/Sub-Committee on Nutrition. 2000. Fourth Report on the World Nutrition Situation. Geneva: ACC/SCN. [AHA]
American Heart Association. 2000. About blood http://www.americanheart.org/highbloodpressure [7 Juli 2008].
pressure.
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Anderson JJB. 2004. Minerals. Di dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy. Ed ke-11. USA: Elsevier. Bender DA. 2002. Introduction to Nutrition and Metabolism. 3rd ed. New York: Taylor & Francis Inc. Beyer PL. 2004. Digestion, absorption, transport, and excretion of nutrients. Di dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy. Ed ke-11. USA: Elsevier. Bloem MW, Matzger H, Huq N. 1994. Vitamin A deficiency among women in the reproductive years: an ignored problem. Proceedings of the 16th IVACG Meeting. 24-28 Oktober 1994. Chiang Rai. Thailand. Blumenkrantz MJ, Kopple JD, Gutman RA, Chan YK, Barbour GL, Roberts C, Shen FH, Gandhi VC, Tucker CT, Curtis FK, Coburn JW. 1980. Methods for assessing nutritional status of patients with renal failure. Am J Clin Nutr 33:1567-1585. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta: BPOM. Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry. 2nd ed. San Diego: Academic Press. Budiman H. 1999. Peranan gizi pada pencegahan dan penanggulangan hipertensi. Jurnal Kedokteran dan Farmasi 12:784-788. Bunk MJ, Dnistrian A, Schwartz MK, Rivlin RS. 1987. Dietary zinc deficiency impairs plasma transport of vitamin E. Am J Clin Nutr 45:865. Bunout D, Barrera G, de la Maza P, Avendano M, Gattas V, Petermann M, Hirsch S. 2001. The impact of nutritional supplementation and resistance training on the health functioning of free-living Chilean elders: results of 18 months of follow-up. J Nutr 131:2441S-2446S.
66
Chandler CJ, Wang TY, Halsted CH. 1986. Pteroylpolyglutamate hydrolase from human jejunal brush border: purification and characterization. J Biol Chem 261:928. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarta: Depkes. _________. 1996. Pedoman Praktis Menilai Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes. [Dirjen POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1996. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan tentang Suplemen Makanan Nomor HK.00.063.02360 Tahun 1996. Jakarta: Dirjen POM. Fairweather-Tait SJ. 1997. From absorption and excretion of minerals to the importance of bioavailability and adaptation. J Nutr 130(S):95(S)-100(S). [FAO/WHO] Food and Agriculture Organization/World Health Organization. 1992. International Conference on Nutrition. World Declaration and Plan of Action for Nutrition. Roma: FAO. _________. 2001. Human Vitamin and Mineral Requirement. Report of a joint FAO/WHO expert consultation. Bangkok, Thailand. Roma: Food and Nutrition Division. FAO/WHO/UNU. 1985. Energy and Protein Requirements. Geneva. Foote JA, Murphy SP, Wilkens LR, Hankin JH, Henderson BE, Kolonel LN. 2003. Factors associated with dietary supplement use among healthy adults of five ethnicities. Am J Epidemiol 157(10):888-897. Fosmire G. 1990. Zinc toxicity. Am J Clin Nutr 51:225-227. Gallagher ML. 2004. Vitamins. Di dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy. Ed ke-11. USA: Elsevier. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Ed ke-2. New York: Oxford University Press. Goodman S. 1991. Vitamin C The Master Nutrient. Connecticut: Keats Publishing Inc. Guyton AC. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Andrianto P, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Human Physiology and Mechanisms of Disease.
67
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB. Hathcock JN. 1997. Vitamins and minerals: efficacy and safety. Am J Clin Nutr 66:427-437. ________, Azzi A, Blumberg J, Bray T, Dickinson A, Frei B, Jialal I, Johnston CS, Kelly FJ, Kraemer K, Packer L, Parthasarathy S, Sies H, Traber MG. 2005. Vitamins E and C are safe across a broad range of intakes. Am J Clin Nutr 81:736-745. [IOM] Institute of Medicine. 1997. Dietary Reference Intakes For Calcium, Phosphorus, Magnesium, Vitamin D, and Fluoride. Washington DC: National Academy Press. _________. 1998. Dietary Reference Intakes For Thiamin, Riboflavin, Niacin, Vitamin B6, Folate, Vitamin B12, Pantothenic Acid, Biotin, and Choline. Washington DC: National Academy Press. _________. 2000. Dietary Reference Intakes For Vitamin C, Vitamin E, Selenium, and Carotenoids. Washington DC: National Academy Press. _________. 2000. Dietary Reference Intakes. Applications in Dietary Assessment. Washington DC: National Academy Press. _________. 2001. Dietary Reference Intakes For Vitamin A, Vitamin K, Arsenic, Boron, Chromium, Copper, Iodine, Iron, Manganese, Molybdenum, Nickel, Silicon, Vanadium, and Zinc. Washington DC: National Academy Press. Jelliffe DB, Jelliffe EFP. 1989. Community Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press. Jenkins DJA, Kendall CWC, Vidgen E, Augustin LSA, van Erk M, Geelen A, Parker T, Faulkner D, Vuksan V, Josse RG, Leiter LA, Connelly PW. 2001. High-protein diets in hyperlipidemia: effect of wheat gluten on serum lipids, uric acid, and renal function. Am J Clin Nutr 74:57-63. Kotchen TA, Kotchen JM. 2006. Nutrition, Diet, and Hypertension. Di dalam: Shils ME, Shike M, Ross C, Caballero B, Cousins RJ, editor. Modern Nutrition in Health and Disease. Ed ke-10. Baltimore: Lippincot Williams & Wilkins. Krebs NF. 2001. Bioavailability of dietary supplements and impact of physiologic state: infants, children and adolescents. J Nutr 131:1351(S)-1354(S).
68
Kumar P, Clark M. 2005. Clinical Medicine. Ed ke-6. Edinburgh: Elsevier Saunders. Linder MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Klinis. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Nutritional Biochemistry and Metabolism with Clinical Application. Lonnerdal B. 1988. Vitamin mineral interaction. Di dalam: Bodwell CE, Erdman JW, editor. Nutrient Interactions. New York: Marcel Dekker Inc. Lyle BJ, Mares-Perlman JA, Klein BEK, Klein R, Greger JL. 1998. Supplement users differ from nonusers in demographic, lifestyle, dietary and health characteristics. J Nutr 128:2355-2362. Machlin LJ, Langseth L. 1988. Vitamin-vitamin interaction. Di dalam: Bodwell CE and Erdman JW, editor. Nutrient Interactions. New York: Marcel Dekker Inc. Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan. Ed ke-2. Bogor: IPB Press. McNaughton SA, Mishra GD, Paul AA, Prynne CJ, Wadsworth MEJ. 2005. Supplement use is associated with health status and health-related behaviors in the 1946 British birth cohort. J Nutr 135:1782-1789. Meydani SN, Meydani M, Blumberg JB, Leka LS, Pedrosa M, Diamond R, Schaefer EJ. 1998. Assessment of the safety of supplementation with different amount of vitamin E in healthy older adults. Am J Clin Nutr 63:311-318. Muhilal, Hardinsyah. 2004. Penentuan kebutuhan gizi dan kesepakatan harmonisasi di Asia Tenggara. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Murphy SP, White KK, Park Song-Yi, Sharma S. 2007. Multivitaminmultimineral supplements’ effect on total nutrient intake. Am J Clin Nutr 85:280S-284S. Mulholland CA, Benford DJ. 2007. What is known about the safety of multivitamin-multimineral supplements for the generally healthy population? Theoretical basis for harm. Am J Clin Nutr 85:318S-322S. Neuhouser ML. 2003. Dietary supplement use by American women: challenges in assessing patterns of use, motives and costs. J Nutr 133:1992S-1996S. Nieman DC. 2001. Does exercise alter immune function and respiratory infections? President’s Council on Physical Fitness and Sports. Research Digest 3(13).
69
NIH State of the Science Panel. 2007. National Institute of Health State-of-the Science Conference Statement: Multivitamin/mineral supplements and chronic disease prevention. Am J Clin Nutr 85:257S-264S. Official Journal of the European Communities. 2002. Directive 2002/46/EC of the European Parliament and of the Council of 10 June 2002 on the approximation of the laws of the Member States relating to food supplements. http://europa.eu.int/eur-lex/pri/en/oj/dat/2002/I_183/I_183 20020712en00510057.pdf [20 Mei 2008]. Park Song-Yi, Murphy SP, Wilkens LR, Yamamoto JF, Kolonel LN. 2006. Allowing for variations in multivitamin supplement composition improves nutrient intake estimates for epidemiologic studies. J Nutr 136:1359-1364. Pearce E. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Handoyo SY, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Anatomy and Physiology for Nurses. Purwati S, Salimar, Rahayu S. 2002. Perencanaan Menu Untuk Penderita Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya. Radimer K, Bindewald B, Hughes J, Ervin B, Swanson C, Picciano MF. 2004. Dietary supplement use by US adults: data from the National Health and Nutrition Examination Survey, 1999-2000. Am J Epidemiol 160:339-349. Ransley JK. 2001. The Rise and Rise of Food and Nutritional Supplements-an Overview of the Market. Di dalam: Ransley JK, Donnelly JK, Read NW, editor. Food and Nutritional Supplements Their Role in Health and Disease. Jerman: Springer. Read NW. 2001. Placebo and Panacea: The Healing Effect of Nutritional Supplements. Di dalam: Ransley JK, Donnelly JK, Read NW, editor. Food and Nutritional Supplements Their Role in Health and Disease. Jerman: Springer. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB. Romeo J, Wärnberg J, Gomez-Martínez S, Díaz LE, Marcos A. 2008. Neuroimmunomodulation by nutrition in stress situations [abstrak]. Neuroimmunomodulation 15:165. Romieu T. 2005. Nutrition and lung health. Int J Tuberc Lung Dis 9:362-374. Sastroasmoro S, Ismael S. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.
70
Singh A, Moses FM, Deuster PA. 1992. Vitamin and mineral status in physically active men: effects of a high-potency supplement. Am J Clin Nutr 55:1-7. Slesinski MJ, Subar AF, Kahle LL. 1996. Dietary intake of fat, fiber, and other nutrients is related to the use of vitamin and mineral supplements in the United States: The 1992 National Health Interview Survey. J Nutr 126:3001-3008. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Solomons NW. 1988. Physiological interactions of minerals. Di dalam: Bodwell CE, Erdman JW, editor. Nutrient Interactions. New York: Marcel Dekker Inc. __________. 2001. What impact does stage of physiological development and/or physiological state have on bioavailability of dietary supplements? Summary of Workhsop Discussion. J Nutr 131:1392S-1395S. Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics. Suharno D, Muhilal. 1996. Vitamin A and nutritional anaemia. Food and Nutrition Bulletin 17(1):7-10. Sunde RA. 2001. Selenium. Di dalam: Bowman BA, Russell RM, editor. Present Knowledge in Nutrition. Ed ke-8. Washington DC: ILSI Press. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Suryaatmadja M, Sosro R. 1990. Tes faal ginjal dan manfaatnya di klinik. Cermin Dunia Kedokteran 30:39-44. Tortora GJ, Anagnostakos NP. 2002. Principles of Anatomy and Physiology. 10th ed. New York: John Wiley & Sons. Ltd. US Food and Drug Administration, Center for Food Safety and Applied Nutrition. 2001. Overview of dietary supplements. http://www.cfsan.fda.gov/~dms /ds-oview.html#what [20 Mei 2008]. Vander A, Sherman J, Luciano D. 2001. Human Physiology: The Mechanisms of Body Function. Ed ke-8. New York: Mc-Graw Hill. [WHO] World Health Organization. 1998. Safe vitamin A dosage during pregnancy and lactation. Recommendations and report from a consultation. Micronutrient series. Geneva: WHO.
71
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Wildman REC, Medeiros DM. 2000. Advanced Human Nutrition. Florida: CRC Press. Woods HF. 2001. The Addition of Micronutrients to Food. Di dalam: Ransley JK, Donnelly JK, Read NW, editor. Food and Nutritional Supplements Their Role in Health and Disease. Jerman: Springer. Yetley EA. 2007. Multivitamin and mineral dietary supplements: definitions, characterization, bioavailability, and drug interactions. Am J Clin Nutr 85:269S-276S. Yip R. 2001. Iron. Di dalam: Bowman BA, Russell RM, editor. Present Knowledge in Nutrition. Ed ke-8. Washington DC: ILSI Press.
73
Lampiran 1 Persetujuan etik (ethical clearance)
74
Lampiran 2 Formulir persetujuan untuk mengikuti penelitian (informed consent)
SURAT PERSETUJUAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
:
Umur
:
Alamat
:
telah mendapat penjelasan dan mengerti tentang penelitian “Pengaruh Suplementasi Multivitamin Mineral Terhadap Imunitas Humoral, Seluler, dan Status Zat Gizi Antioksidan“ dan setuju untuk ikut dalam penelitian ini, dengan catatan bahwa bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun kami berhak untuk membatalkan persetujuan ini.
Bogor, ............................ 2008 Mengetahui, Manager Perusahaan
Yang menyetujui,
____________________
__________________
75
Lampiran 3 Kuisioner status gizi dan kesehatan wanita pekerja PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN C DAN MULTIVITAMIN MINERAL TERHADAP IMUNITAS HUMORAL, SELULER, DAN STATUS ZAT GIZI ANTIOKSIDAN Tanggal Wawancara : …...................
Kode : A/B/C
Enumerator
No.
: .......................
:
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama
: ……………………………………………..
2. Tanggal lahir/ Umur
: ................................/
tahun
3. Status perkawinan
: 1.
2.
Janda
4. Pendidikan terakhir
: 1. Tidak sekolah
2.
Tidak tamat SD
Menikah
3. Tamat SD
4.. Tamat SLTP
5.
Tamat SLTA
6. Tamat D1/D3
7.
Tamat S1
5. Jenis pekerjaan
: 1.
Pekerja tetap
2.. Tidak tetap
6. Devisi pekerjaan
:
7. Merokok
: 1.
ya
2. tidak
8. Minum alkohol
:
1.
ya
2. tidak
9. Sedang berdiit
:
1.
ya
2. tidak
…………………………..
10. Berapa kali ibu pernah melahirkan : 1. ................. kali 2. Jumlah anak hidup
: ..................
3. Jumlah anak meninggal: .................. 4. Jumlah anak keguguran : ................. 11. Jumlah Anggota Keluarga : …. orang 12. Ikut serta KB
:
1.
ya
2. tidak
Bila ya, lanjut no 13, bila tidak lanjut ke no.14 13. Jenis KB
Pil
2. suntik (......bln/x, tgl.….)
3.
IUD
4. Spiral
5.
Steril
6. Kondom
7.
Implant/susuk
: 1.
76
14. Apakah ibu melakukan olah raga? 1. ya
2. tidak
Bila ya, lanjut ke no.15, bila tidak stop 15. Jenis olah raga yang biasa dilakukan : a. Jogging b. Senam c. Badminton d. Lainnya………………… 16. Lama tiap kali olah raga………..menit 17. Berapa kali melakukan olah raga dalam 1 minggu? (……..kali/minggu) II. ANTROPOMETRI RESPONDEN 1. Berat badan : ..................kg 2. Tinggi badan : ..................cm 3. LILA
: ..................cm
III. SOSIAL EKONOMI 1. Penghasilan istri per bulan
Rp............................
2. Penghasilan suami per bulan
Rp.............................
3. Penghasilan tambahan istri per bulan
Rp.............................
4. Penghasilan tambahan suami per bulan
Rp.............................
77
IV. PEMERIKSAAN KESEHATAN Data Dasar Morbiditas 1. Apakah ibu sedang mendapat menstruasi ? 1. Ya
2. Tidak
2. Apakah dalam 2 bulan terakhir Ibu menderita sakit : Jenis penyakit
Ya/tidak
Jika ya, berapa hari
Dibawa kemana*
Panas/demam Batuk Pilek Diare Lainnya * : 1 = Puskesmas, 2= Rumah sakit, 3= Klinik, 4= Diobati sendiri 3. Apakah dalam 1 bulan terakhir hingga saat ini Ibu menderita sakit : Jenis penyakit
Ya/tidak
Jika ya, berapa hari
Dibawa kemana*
Panas/demam Batuk Pilek Diare Lainnya * : 1 = Puskesmas, 2= Rumah sakit, 3= Klinik, 4= Diobati sendiri
78
V. PEMERIKSAAN KLINIS Pemeriksaan Fisik Vital sign: TD:......... Suhu: N/…………. Nadi: N/…........ Pernafasan: N/............
1. Keadaan umum:
1. tampak sehat
2. tampak sakit
2. Wajah
1. normal
2. .............
a. Conjungtiva mata
1. normal
2. pucat
b. Sklera mata
1. normal
2. ikterik
3. Mata:
c. Lainnya.
...............
...............
4. Telinga
1.normal
2. tuli
5. Hidung
1. normal
2. ..............
6. Tenggorokan
1. normal
2. ……......
7. Mulut
1. normal
2. .……….
8. Gigi
1. normal
2. ……….
9. Leher
1. normal
2...............
10. a. Jantung
1. normal
2...............
1. normal
2. ..............
1. normal
2. ..............
1. normal
2. ..............
12. Genital
1. normal
2. ..............
13. Ekstremitas atas
1. normal
2. ..............
14. Ekstremitas bawah
1. normal
2. ..............
15. Kulit
1. normal
2. ..............
b. Thorax/paru-paru 11. Abdomen: a. Hati b. Limpa
Diagnosis kerja/kesimpulan: 1. Sehat 2. Tidak sehat, sebutkan...................... Anamnese penyakit yang pernah diderita sebelumnya/penyakit dahulu -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
79
VI. KONSUMSI PANGAN Recall 2 X 24 jam Hari Ke : Nama Responden Tanggal Waktu
1. Pagi
2. Siang
3. Malam
: ............................. : .............................
Nama Makanan/minuman
Nama Bahan Makanan
Petugas: .....................
Jumlah URT Gram
80
Food Frequencies Questionare
Nama Responden : ..................... Tanggal : ......................
Bahan makanan
Frekuensi konsumsi makanan 1x /hr
Nasi Mie Roti Jagung Biskuit Kacang Ijo Kacang Merah Melinjo Ubi Jalar Tempe Tahu Telur Oncom Ayam Daging Sapi Hati sapi Hati ayam Ikan segar Bayam Kangkung Daun singkong Kac.Panjang Selada air Sawi Daun katuk Jambu Biji Pepaya Jeruk Salak Susu bubuk Keju Lainnya
Petugas : .................
2-3x /hr
3-5x /mg
1-2x /mg
2-3x /bln
1x /bl
Tidak pernah
81
VII. FORMULIR MONITORING INTERVENSI
Kode No. Minggu ke Hari
: A/B/C : Tgl
Nama Responden : Petugas : Minum Suplemen Ya Tidak
Minggu ke Hari
I
VI
II
VII
III
VIII
IV
IX
V
X
Tgl
Minum Suplemen Ya Tidak
82
VIII. DATA MONITORING MORBIDITAS Apakah dalam 1 minggu terakhir hingga saat ini Ibu menderita sakit : Jenis penyakit
Ya/tidak
Jika ya, berapa hari
Dibawa kemana*
Panas/demam Batuk Pilek Diare Lainnya * : 1 = Puskesmas, 2= Rumah sakit, 3= Klinik, 4= Diobati sendiri
83
Lampiran 4 Prosedur penentuan urea serum darah Analisis urea serum ditentukan dengan kit Fluitest ® Urea col. Biocon Jerman berdasarkan metode Berthelot. Prinsip uji Pemisahan urea secara enzimatik berdasarkan reaksi berikut: Urease Urea + H2O + 2 H
+
2 NH4 + CO2
Ion natrium yang terbentuk bereaksi dengan salisilat dan hipoklorida hingga berwarna hijau (2.2 dikarboksilindofenol). Reagen Reagen 1 (R1) mengandung buffer fosfat dengan pH 6.7, EDTA, natrium salisilat, dan natrium nitroprusida. R2 mengandung urease, R3 mengandung natrium hipoklorida dan natrium hidroksida, sedangkan R4 (standar) mengandung urea. Prosedur Panjang gelombang : 580-600 nm Suhu
: +37oC
Kuvet kaca
: 1 cm
Pengukuran terhadap reagen blanko (RB) dilakukan satu kali untuk satu seri pemeriksaan. Dipipet ke dalam kuvet Working solution Standar (R4) Sampel
Reagen blanko 1000 μl ---
Standar
Sampel
1000 μl 10 μl --
1000 μl -10 μl
Reagen-reagen ini dicampur, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit lalu ditambahkan R3 200 μl untuk reagen blanko, 200 μl untuk standar, dan 200 μl untuk sampel. Dicampurkan, lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 5 menit kemudian dibaca absorbansi sampel dan standar terhadap reagen blanko (∆A). Perhitungan Konsentrasi urea (mg/dl) = (∆A sampel/∆A standar) x konsentrasi standar
84
Lampiran 5 Prosedur penentuan kreatinin serum darah Analisis kreatinin serum ditentukan dengan kit Fluitest ® Crea Kinetic Biocon Jerman berdasarkan metode Jaffe. Prinsip uji Pengujian berdasarkan uji kinetik kolorimetrik dengan reaksi: larutan alkali kreatinin + asam pikrik pikrik
kompleks
kreatinin-asam
Pada larutan alkali, kreatinin membentuk kompleks kuning-oranye dengan pikrat. Intensitas warna secara langsung proporsional dengan konsentrasi kreatinin dan dapat diukur secara fotometrik. Reagen Reagen 1 (R1) mengandung asam pikrik, R2 mengandung natrium hidroksida, sedangkan R4 mengandung kreatinin. Prosedur Panjang gelombang : 492 nm (480-520 nm) Suhu
: +37oC
Kuvet kaca
: 1 cm
Dipipet ke dalam kuvet Working solution Standar (R4) Sampel
Semi mikro 1000 μl 100 μl --
1000 μl -100 μl
Reagen-reagen ini dicampur, kemudian segera dituangkan ke dalam kuvet. Setelah 20 detik baca A1 sampel dan standar, kemudian 80 detik setelah pembacaan pertama segera baca A2 sampel dan standar.
85
Lampiran 6 Antropometri wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi a. Antropometri perlakuan plasebo Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
BB (kg) 39.5 66.3 68.4 48.4 66.2 57.8 50.9 43.2 52.4 57.6 49.0 49.9 42.8 43.6 44.1 46.1 68.0 50.9 47.0 59.2 56.1 42.3 42.2 64.4 64.7 64.0 55.9 65.1 55.8 75.1 53.9
Sebelum TB (cm) 149.2 154.7 159.4 146.1 153.8 149.5 153.0 145.7 151.0 152.1 160.8 156.0 151.1 144.9 148.5 144.0 150.0 159.1 143.0 151.5 153.8 148.9 145.5 152.3 150.9 151.0 154.5 156.9 149.0 156.4 150.6
IMT (kg/m2) 17.7 27.7 26.9 22.7 28.0 25.9 21.7 20.4 23.0 24.9 19.0 20.5 18.7 20.8 20.0 22.2 30.2 20.1 23.0 25.8 23.7 19.1 19.9 27.8 28.4 28.1 23.4 26.4 25.1 30.7 23.8
BB (kg) 40.5 65.6 68.1 48.0 67.2 60.0 50.3 43.6 50.5 57.8 50.8 50.4 43.5 43.8 43.5 45.2 66.7 51.2 47.2 60.0 54.0 43.1 41.3 65.5 64.1 64.3 54.8 65.7 53.9 75.3 54.5
Setelah TB (cm) 149.1 155.7 160.8 146.8 154.8 148.8 153.6 146.5 151.0 152.0 160.8 156.6 151.3 145.7 148.9 143.9 149.0 159.0 143.2 152.0 154.0 149.2 145.3 150.5 149.5 151.5 152.0 155.0 148.0 157.0 149.5
IMT (kg/m2) 18.2 27.1 26.3 22.3 28.0 27.1 21.3 20.3 22.1 25.0 19.6 20.6 19.0 20.6 19.6 21.8 30.0 20.3 23.0 26.0 22.8 19.4 19.6 28.9 28.7 28.0 23.7 27.3 24.6 30.5 24.4
86
b. Antropometri perlakuan vitamin C Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
BB (kg) 51.3 39.6 39.3 53.7 48.3 63.3 35.1 44.1 54.0 53.1 66.4 45.9 52.8 61.1 50.1 44.5 45.1 47.2 45.5 49.6 65.2 58.7 45.5 64.9 57.0 55.6 59.8 44.1 44.8 56.7 42.4
Sebelum TB (cm) 146.7 145.7 151.6 153.7 150.8 157.6 145.0 155.1 151.8 150.8 149.5 142.8 151.0 158.8 151.8 155.4 150.6 147.5 153.5 150.0 161.5 150.5 147.5 151.0 150.2 157.4 140.3 146.5 147.6 147.2 146.7
IMT (kg/m2) 23.8 18.7 17.1 22.7 21.2 25.5 16.7 18.3 23.4 23.4 29.7 22.5 23.2 24.2 21.7 18.4 19.9 21.7 19.3 22.0 25.0 25.9 20.9 28.5 25.3 22.4 30.4 20.5 20.6 26.2 19.7
BB (kg) 51.8 39.2 39.6 52.4 50.1 62.0 34.6 44.3 53.7 51.4 66.6 45.8 51.9 60.5 48.9 44.7 47.6 46.8 44.1 49.9 54.0 59.4 45.8 64.5 57.8 55.9 60.8 42.7 44.6 55.4 42.1
Setelah TB (cm) 147.7 146.9 151.6 154.6 153.6 157.4 145.3 155.2 152.7 150.8 149.8 141.4 149.0 157.9 149.5 153.3 150.4 147.4 152.0 149.9 157.0 151.3 147.3 152.6 148.9 157.0 141.0 147.0 147.6 146.0 147.2
IMT (kg/m2) 23.7 18.2 17.2 21.9 21.2 25.0 16.4 18.4 23.0 22.6 29.7 22.9 23.4 24.3 21.9 19.0 21.0 21.5 19.1 22.2 21.9 25.9 21.1 27.7 26.1 22.7 30.6 19.8 20.5 26.0 19.4
87
c. Antropometri perlakuan multivitamin mineral Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
BB (kg) 54.7 50.8 44.2 42.0 48.0 43.5 58.5 41.4 52.8 58.9 66.2 48.0 54.8 55.4 48.7 58.7 47.7 45.9 54.5 58.4 55.2 36.9 47.8 62.7 56.3 51.7 52.5 50.0 54.9 57.0 63.8
Sebelum TB (cm) 152.5 140.6 143.3 145.5 145.6 145.0 147.4 142.7 154.8 151.4 153.0 144.7 147.2 149.1 150.5 155.7 153.0 148.5 152.5 153.6 153.2 144.4 143.2 161.8 155.0 143.0 155.4 150.2 150.7 152.0 161.2
IMT (kg/m2) 23.5 25.7 21.5 19.8 22.6 20.7 26.9 20.3 22.0 25.7 28.3 22.9 25.3 24.9 21.5 24.2 20.4 20.8 23.4 24.8 23.5 17.7 23.3 24.0 23.4 25.3 21.7 22.2 24.2 24.7 24.6
BB (kg) 54.0 48.5 44.9 42.2 48.3 43.1 58.9 42.4 53.0 59.0 64.3 48.4 54.4 55.6 49.7 57.6 46.3 44.9 52.7 59.9 53.9 37.0 47.1 62.6 56.6 52.7 52.1 48.7 53.5 56.5 62.8
Setelah TB (cm) 152.5 141.0 143.5 146.1 147.0 146.1 147.8 142.5 155.2 151.8 151.2 145.5 147.0 149.0 150.7 156.0 153.7 150.0 152.6 151.7 152.5 145.0 143.1 160.7 153.0 142.5 152.7 148.5 148.2 149.0 159.4
IMT (kg/m2) 23.2 24.4 21.8 19.8 22.4 20.2 27.0 20.9 22.0 25.6 28.1 22.9 25.2 25.0 21.9 23.7 19.6 20.0 22.6 26.0 23.2 17.6 23.0 24.2 24.2 26.0 22.3 22.1 24.4 25.4 24.7
88
Lampiran 7 Monitoring morbiditas wanita pekerja selama suplementasi a. Rata-rata lama sakit Perlakuan Plasebo Vit. C MVM
Rata-rata lama sakit (hari) 4,3±4,9 2,1±2,8 2,5±3,6
b. Tempat berobat ketika sakit Tempat berobat Diobati sendiri Klinik Rumah sakit Puskesmas Total
Plasebo 16 (69,6%) 5 (21,7%) 1 (4,3%) 1 (4,3%) 23 (100,0%)
Perlakuan Vit. C 17 (89,5%) 2 (10,5%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 19 (100,0%)
MVM 10 (71,4%) 3 (21,4%) 1 (7,2%) 0 (0,0%) 14 (100,0%)
89
Lampiran 8 Tekanan darah sistolik dan diastolik wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi a. Tekanan darah perlakuan plasebo Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Sebelum Sistolik Diastolik 90 60 90 60 90 60 145 90 120 80 110 70 90 60 90 60 90 60 100 70 90 60 90 60 90 60 120 80 100 70 110 70 110 70 100 70 100 70 110 70 110 70 90 60 90 60 100 70 110 70 90 60 90 60 110 70 90 60 90 60 90 60
Setelah Sistolik Diastolik 100 70 90 60 100 70 140 90 110 70 110 70 90 60 100 70 110 70 100 70 90 60 90 60 90 60 130 80 110 70 100 70 100 70 90 60 100 70 100 70 110 70 90 60 110 70 90 60 90 60 90 60 90 60 90 60 90 60 90 60 90 60
90
b. Tekanan darah perlakuan vitamin C Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Sebelum Sistolik Diastolik 90 60 90 60 100 70 100 60 90 60 110 70 110 70 100 70 110 70 90 60 90 60 110 70 100 70 90 60 110 70 90 60 100 70 110 70 90 60 90 60 100 70 100 70 100 70 110 70 100 70 90 60 110 70 90 60 90 60 90 60 100 70
Setelah Sistolik Diastolik 110 70 90 60 100 70 90 60 90 60 90 60 100 70 100 70 90 60 100 70 90 60 90 60 100 70 90 60 110 70 90 60 100 70 100 70 90 60 90 60 100 70 90 60 110 70 90 60 90 60 100 70 100 70 90 60 90 60 100 70 90 60
91
c. Tekanan darah perlakuan multivitamin mineral Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Sebelum Sistolik Diastolik 90 60 100 70 100 70 160 100 110 70 90 60 100 70 90 60 100 70 100 70 110 70 90 60 90 60 100 70 90 60 90 60 90 60 90 60 90 60 90 60 90 60 90 60 110 70 90 60 120 80 100 70 90 60 90 60 100 70 100 70 110 70
Sistolik 90 90 90 140 110 90 110 90 100 90 100 90 90 100 90 90 90 90 90 100 90 90 100 90 130 90 90 110 100 90 110
Setelah Diastolik 60 60 60 100 70 60 70 60 70 60 70 60 60 70 60 60 60 60 60 70 60 60 70 60 80 60 60 70 70 60 70
92
Lampiran 9
Kadar urea dan kreatinin wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi
a. Kadar urea dan kreatinin perlakuan plasebo Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Urea Sebelum Setelah 21.9 25.9 18.6 23.8 22.5 25.0 17.9 24.1 16.9 19.3 13.3 22.4 18.7 24.3 21.6 16.7 10.2 23.3 17.1 15.4 11.4 14.0 15.5 10.7 21.6 15.9 27.9 30.6 26.6 12.6 18.9 25.0 16.0 24.3 18.5 16.8 24.0 22.5 23.0 14.9 25.0 25.6 28.8 18.3 13.7 18.7 16.5 24.1 14.8 22.7 20.3 20.0 19.9 17.9 19.5 21.7 29.7 32.5 19.3 22.1 14.8 24.6
Kreatinin Sebelum Setelah 0.9 0.7 0.6 0.6 1.0 0.7 0.9 0.7 0.8 0.6 0.9 1.0 0.9 0.7 1.0 0.7 0.8 1.0 0.9 0.9 0.9 0.8 1.0 0.9 0.7 1.0 0.5 0.4 0.9 0.8 0.9 0.9 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.7 0.9 0.7 1.0 0.9 0.6 0.8 0.9 1.0 0.7 1.0 1.0 0.8 0.9 0.8 1.0 0.8 0.8 1.0 0.8 0.8
93
b. Kadar urea dan kreatinin perlakuan vitamin C Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Urea Sebelum Setelah 16.2 18.7 25.5 27.8 23.3 22.7 18.7 18.8 22.3 15.7 17.2 20.7 13.7 18.6 16.0 20.0 14.3 18.0 20.2 12.8 20.1 18.1 21.6 26.2 17.4 18.6 17.3 18.3 16.1 22.7 23.2 25.0 26.8 30.1 28.3 31.4 21.8 25.0 8.0 21.8 15.0 16.7 20.8 24.0 22.6 18.8 18.1 17.1 25.7 16.4 20.3 17.2 27.5 28.6 17.3 15.3 10.4 19.2 14.7 24.2 13.4 17.7
Kreatinin Sebelum Setelah 1.0 1.0 0.8 0.8 0.9 0.8 0.8 0.8 0.8 0.6 0.9 0.9 0.9 0.9 0.8 0.9 0.8 0.9 0.7 0.6 0.8 0.8 0.7 0.8 0.7 0.9 0.8 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.7 1.0 0.7 0.9 0.8 0.8 0.7 1.0 0.9 1.0 0.8 0.9 0.9 0.8 0.8 0.9 0.8 0.6 1.0 0.8 0.7 0.9 0.6 0.8 1.0 1.1 1.0 1.1 1.0 1.0
94
c. Kadar urea dan kreatinin perlakuan multivitamin mineral Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Urea Kreatinin Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah 15.1 22.3 0.8 0.9 20.8 14.5 1.0 0.6 14.7 13.4 0.7 0.6 21.6 21.4 1.0 0.7 18.7 27.4 0.9 1.0 11.1 11.2 0.7 0.7 18.0 22.9 0.7 0.9 19.3 20.6 0.7 0.8 21.2 23.6 0.9 0.7 16.8 19.7 0.9 0.6 19.3 18.2 0.7 0.6 33.6 22.3 0.9 0.9 18.0 19.4 0.8 0.8 37.4 25.3 0.9 0.7 19.8 21.5 0.9 1.0 23.5 15.1 0.7 0.7 12.9 19.2 0.6 0.7 18.2 20.0 0.9 0.9 25.0 30.6 0.9 0.8 24.3 22.4 0.9 0.8 26.8 18.5 0.8 0.9 30.8 22.0 0.8 0.9 19.3 23.6 0.8 0.9 11.4 19.4 0.8 0.9 23.9 24.3 0.7 0.8 28.7 23.1 0.8 0.6 29.2 23.0 1.0 0.7 30.4 23.4 0.9 0.8 24.0 26.5 1.0 1.0 23.2 26.8 0.9 0.8 27.8 22.8 0.8 0.6
Lampiran 10 Frekuensi konsumsi wanita pekerja dari makanan sebelum dan setelah suplementasi 1a Frekuensi konsumsi makanan sumber karbohidrat sebelum suplementasi (%) Nasi Frekuensi
Vit. C
Roti
Jagung
Biskuit
Ubijalar
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
100.0
96.8
96.8
3.2
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1x/hari
0.0
3.2
3.2
3.2
9.7
6.5
6.5
6.5
9.7
3.2
0.0
0.0
0.0
12.9
0.0
0.0
3.2
0.0
3-5x/mg
0.0
0.0
0.0
19.4
38.7
35.5
29.0
22.6
25.8
3.2
6.5
6.5
9.7
12.9
32.3
0.0
9.7
3.2
1-2x/mg
0.0
0.0
0.0
61.3
29.0
48.4
41.9
54.8
48.4
51.6
25.8
19.4
35.5
25.8
32.3
25.8
25.8
29.0
2-3x/bln
0.0
0.0
0.0
6.5
9.7
0.0
12.9
9.7
6.5
6.5
12.9
19.4
16.1
6.5
9.7
19.4
16.1
0.0
1x/bln
0.0
0.0
0.0
3.2
12.9
9.7
3.2
3.2
3.2
16.1
32.3
22.6
9.7
22.6
12.9
29.0
25.8
29.0
Tidak pernah
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
3.2
3.2
6.5
19.4
22.6
32.3
29.0
19.4
12.9
25.8
19.4
38.7
2-3x/hari
Plasebo
Mie
1b Frekuensi konsumsi makanan sumber karbohidrat setelah suplementasi (%) Nasi Frekuensi
Vit. C
Roti
Jagung
Biskuit
Ubijalar
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
100.0
100.0
100.0
0.0
3.2
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
3.2
0.0
0.0
0.0
0.0
1x/hari
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
6.5
9.7
6.5
12.9
3.2
0.0
3.2
0.0
6.5
16.1
0.0
0.0
0.0
3-5x/mg
0.0
0.0
0.0
29.0
45.2
35.5
25.8
19.4
19.4
3.2
16.1
3.2
9.7
6.5
6.5
0.0
3.2
0.0
1-2x/mg
0.0
0.0
0.0
54.8
41.9
48.4
48.4
54.8
58.1
58.1
32.3
45.2
51.6
35.5
35.5
19.4
25.8
16.1
2-3x/bln
0.0
0.0
0.0
9.7
9.7
0.0
3.2
3.2
3.2
12.9
12.9
6.5
6.5
9.7
9.7
19.4
3.2
9.7
1x/bln
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
6.5
6.5
9.7
6.5
12.9
29.0
29.0
19.4
12.9
22.6
32.3
29.0
25.8
Tidak pernah
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
3.2
6.5
6.5
0.0
9.7
9.7
12.9
9.7
25.8
9.7
29.0
38.7
48.4
2-3x/hari
Plasebo
Mie
95
2a Frekuensi konsumsi makanan sumber protein nabati sebelum suplementasi (%) Kc. Hijau Frekuensi
Plasebo
Vit. C
Kc. Merah
Melinjo
Tempe
Tahu
Oncom
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
2-3x/hari
0.0
3.2
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
6.5
9.7
0.0
6.5
0.0
0.0
0.0
0.0
1x/hari
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
29.0
32.3
9.7
22.6
16.1
16.1
3.2
0.0
0.0
3-5x/mg
3.2
6.5
0.0
3.2
0.0
3.2
3.2
3.2
3.2
41.9
38.7
51.6
51.6
51.6
51.6
3.2
6.5
0.0
1-2x/mg
29.0
25.8
29.0
6.5
9.7
16.1
41.9
32.3
12.9
22.6
19.4
25.8
25.8
19.4
25.8
16.1
29.0
32.3
2-3x/bln
9.7
9.7
12.9
3.2
0.0
6.5
9.7
3.2
9.7
0.0
0.0
3.2
0.0
6.5
3.2
16.1
16.1
6.5
1x/bln
29.0
19.4
12.9
9.7
9.7
9.7
12.9
16.1
22.6
0.0
3.2
0.0
0.0
0.0
0.0
22.6
22.6
16.1
Tidak pernah
29.0
35.5
45.2
77.4
80.6
64.5
29.0
45.2
48.4
6.5
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
38.7
25.8
45.2
2b Frekuensi konsumsi makanan sumber protein nabati setelah suplementasi (%) Kc. Hijau Frekuensi
Plasebo
Vit. C
Kc. Merah
Melinjo
Tempe
Tahu
Oncom
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
2-3x/hari
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
6.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1x/hari
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
19.4
12.9
29.0
16.1
6.5
19.4
0.0
0.0
0.0
3-5x/mg
3.2
3.2
0.0
3.2
0.0
0.0
3.2
3.2
3.2
45.2
51.6
35.5
54.8
51.6
35.5
3.2
0.0
6.5
1-2x/mg
41.9
29.0
19.4
16.1
9.7
9.7
48.4
45.2
22.6
22.6
32.3
22.6
29.0
38.7
38.7
22.6
35.5
16.1
2-3x/bln
6.5
0.0
12.9
0.0
0.0
6.5
19.4
6.5
9.7
6.5
3.2
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
3.2
9.7
1x/bln
25.8
29.0
29.0
9.7
12.9
12.9
3.2
19.4
12.9
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
3.2
41.9
29.0
25.8
Tidak pernah
22.6
38.7
38.7
71.0
77.4
71.0
25.8
25.8
51.6
3.2
0.0
3.2
0.0
3.2
3.2
29.0
32.3
41.9
96
3a Frekuensi konsumsi makanan sumber protein hewani sebelum suplementasi (%) Telur Frekuensi
Vit. C
Ayam
Daging sapi
Hati sapi
Hati ayam
Ikan segar Vit. C
MVM
0.0
0.0
6.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1x/hari
25.8
19.4
19.4
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
3-5x/mg
45.2
48.4
48.4
16.1
9.7
16.1
6.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
12.9
9.7
3.2
12.9
9.7
3.2
1-2x/mg
25.8
29.0
19.4
45.2
67.7
71.0
9.7
6.5
3.2
3.2
0.0
3.2
25.8
32.3
25.8
25.8
32.3
25.8
2-3x/bln
0.0
0.0
3.2
25.8
19.4
6.5
12.9
6.5
6.5
3.2
6.5
3.2
16.1
12.9
19.4
16.1
12.9
19.4
1x/bln
0.0
0.0
3.2
9.7
3.2
3.2
6.5
32.3
29.0
3.2
19.4
6.5
22.6
25.8
19.4
22.6
25.8
19.4
Tidak pernah
3.2
3.2
0.0
3.2
0.0
0.0
64.5
54.8
61.3
87.1
74.2
87.1
19.4
19.4
32.3
19.4
19.4
32.3
2-3x/hari
Plasebo
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
3b Frekuensi konsumsi makanan sumber protein hewani setelah suplementasi (%) Telur Frekuensi
Vit. C
Ayam
Daging sapi
Hati sapi
Hati ayam
Ikan segar Vit. C
MVM
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1x/hari
12.9
12.9
9.7
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
3-5x/mg
61.3
48.4
51.6
16.1
22.6
19.4
3.2
6.5
3.2
0.0
0.0
0.0
3.2
6.5
3.2
19.4
22.6
0.0
1-2x/mg
25.8
32.3
35.5
64.5
67.7
67.7
6.5
6.5
9.7
0.0
3.2
6.5
51.6
41.9
32.3
51.6
54.8
64.5
2-3x/bln
0.0
3.2
3.2
12.9
3.2
12.9
19.4
3.2
3.2
0.0
3.2
0.0
9.7
12.9
12.9
9.7
0.0
12.9
1x/bln
0.0
3.2
0.0
3.2
3.2
0.0
16.1
29.0
29.0
9.7
16.1
9.7
9.7
12.9
19.4
12.9
16.1
6.5
Tidak pernah
0.0
0.0
0.0
3.2
3.2
0.0
54.8
54.8
54.8
90.3
77.4
83.9
22.6
25.8
32.3
6.5
6.5
12.9
2-3x/hari
Plasebo
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
97
4a Frekuensi konsumsi sayur-sayuran sebelum suplementasi (%)
Frekuensi
Bayam Vit. Plasebo C
MVM
Kangkung Vit. Plasebo C MVM
Daun singkong Vit. Plasebo C MVM
Kacang panjang Vit. Plasebo C MVM
Selada air Vit. Plasebo C MVM
Plasebo
Sawi Vit. C
MVM
Daun katuk Vit. Plasebo C MVM
2-3x/hari
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
0.0
1x/hari
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
3-5x/mg
25.8
29.0
19.4
19.4
25.8
12.9
29.0
12.9
6.5
32.3
9.7
3.2
3.2
0.0
0.0
32.3
19.4
19.4
3.2
0.0
0.0
1-2x/mg
48.4
38.7
45.2
51.6
41.9
48.4
32.3
38.7
51.6
41.9
67.7
64.5
6.5
9.7
6.5
41.9
64.5
45.2
19.4
6.5
3.2
2-3x/bln
0.0
9.7
9.7
0.0
9.7
6.5
6.5
16.1
12.9
3.2
6.5
12.9
3.2
0.0
6.5
9.7
0.0
6.5
0.0
0.0
3.2
1x/bln Tidak pernah
3.2
9.7
9.7
6.5
19.4
16.1
12.9
22.6
9.7
12.9
12.9
3.2
3.2
6.5
9.7
3.2
6.5
12.9
3.2
9.7
9.7
22.6
12.9
16.1
22.6
3.2
16.1
19.4
6.5
19.4
9.7
3.2
16.1
83.9
83.9
77.4
12.9
9.7
12.9
74.2
83.9
83.9
4b Frekuensi konsumsi sayur-sayuran setelah suplementasi (%)
Frekuensi
Bayam Vit. Plasebo C
MVM
Kangkung Vit. Plasebo C MVM
Daun singkong Vit. Plasebo C MVM
Kacang panjang Vit. Plasebo C MVM
Selada air Vit. Plasebo C MVM
Sawi Vit. Plasebo C
MVM
Daun katuk Vit. Plasebo C MVM
2-3x/hari
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1x/hari
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
3.2
0.0
0.0
0.0
3-5x/mg
16.1
12.9
19.4
12.9
9.7
16.1
12.9
6.5
6.5
25.8
16.1
3.2
3.2
0.0
0.0
12.9
25.8
12.9
0.0
0.0
0.0
1-2x/mg
51.6
45.2
61.3
48.4
58.1
61.3
38.7
58.1
51.6
54.8
64.5
61.3
12.9
3.2
3.2
64.5
45.2
64.5
12.9
6.5
0.0
2-3x/bln
12.9
16.1
0.0
6.5
6.5
0.0
12.9
9.7
9.7
6.5
0.0
12.9
3.2
0.0
3.2
3.2
3.2
6.5
0.0
0.0
6.5
6.5
12.9
3.2
12.9
16.1
0.0
12.9
9.7
6.5
3.2
9.7
9.7
12.9
9.7
6.5
12.9
6.5
3.2
9.7
9.7
16.1
12.9
12.9
16.1
19.4
9.7
22.6
22.6
16.1
25.8
9.7
9.7
12.9
67.7
87.1
87.1
6.5
19.4
9.7
77.4
83.9
77.4
1x/bln Tidak pernah
98
5a Frekuensi konsumsi buah-buahan sebelum suplementasi (%) Jambu biji Frekuensi
Pepaya
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
2-3x/hari
0.0
0.0
0.0
0.0
1x/hari
3.2
3.2
0.0
3-5x/mg
19.4
19.4
1-2x/mg
45.2
41.9
2-3x/bln
3.2
1x/bln
3.2 25.8
Tidak pernah
Vit. C
Jeruk MVM
Plasebo
0.0
0.0
3.2
3.2
0.0
0.0
16.1
9.7
12.9
45.2
45.2
29.0
3.2
6.5
3.2
9.7
6.5
6.5
22.6
25.8
32.3
29.0
Vit. C
Salak MVM
Plasebo
0.0
3.2
0.0
Vit. C 0.0
MVM 0.0
9.7
3.2
3.2
3.2
0.0
0.0
12.9
35.5
35.5
48.4
22.6
22.6
3.2
35.5
35.5
58.1
35.5
22.6
25.8
41.9
9.7
12.9
9.7
3.2
6.5
3.2
3.2
12.9
19.4
9.7
3.2
0.0
0.0
16.1
16.1
12.9
29.0
3.2
0.0
3.2
32.3
32.3
29.0
MVM
Plasebo
5b Frekuensi konsumsi buah-buahan setelah suplementasi (%) Jambu biji Frekuensi
Pepaya
Plasebo
Vit. C
MVM
Plasebo
2-3x/hari
0.0
0.0
0.0
0.0
1x/hari
0.0
9.7
0.0
3-5x/mg
16.1
12.9
1-2x/mg
38.7
25.8
2-3x/bln
6.5
1x/bln
9.7 29.0
25.8
Tidak pernah
Vit. C
Jeruk Vit. C
Salak
MVM
Plasebo
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
Vit. C 0.0
MVM 0.0
0.0
0.0
0.0
6.5
9.7
12.9
3.2
0.0
0.0
22.6
12.9
12.9
3.2
45.2
32.3
58.1
0.0
0.0
9.7
38.7
48.4
45.2
54.8
41.9
54.8
29.0
35.5
38.7
29.0
6.5
3.2
6.5
3.2
6.5
6.5
3.2
0.0
12.9
3.2
9.7
19.4
9.7
9.7
12.9
12.9
0.0
0.0
0.0
16.1
19.4
6.5
25.8
22.6
25.8
22.6
0.0
0.0
0.0
32.3
38.7
45.2
99
100
6
Frekuensi konsumsi susu bubuk sebelum dan setelah suplementasi (%)
Frekuensi 2-3x/hari 1x/hari 3-5x/mg 1-2x/mg 2-3x/bln 1x/bln Tidak pernah
Plasebo 0.0 6.5 0.0 3.2 0.0 0.0 90.3
Sebelum Vit. C 0.0 6.5 9.7 6.5 3.2 3.2 71.0
MVM 0.0 3.2 9.7 9.7 0.0 3.2 74.2
Plasebo 0.0 3.2 0.0 6.5 0.0 0.0 90.3
Setelah Vit. C 0.0 0.0 3.2 12.9 0.0 6.5 77.4
MVM 0.0 3.2 6.5 3.2 0.0 0.0 87.1
101
Lampiran 11 Konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan sebelum dan setelah suplementasi a. Konsumsi zat gizi pada perlakuan plasebo (%) Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Energi (kkal) 1665.5 1010.0 910.5 954.5 1432.0 1375.0 1165.0 954.0 1619.0 2244.0 1210.0 641.0 2589.0 1388.5 1045.0 1451.5 621.0 938.5 1397.5 1308.0 1141.0 1190.5 1030.0 1061.0 1635.0 952.5 1163.0 1180.5 1209.5 1239.0 1127.5
Sebelum Protein Vit. C (g) (mg) 51.9 21.5 40.0 42.5 40.5 38.0 29.0 42.0 44.1 12.0 48.8 12.0 46.9 20.0 41.9 10.0 32.0 16.0 52.0 27.0 59.4 2.0 28.3 9.0 79.1 65.0 45.4 20.0 34.5 36.0 49.0 124.5 23.6 9.0 30.2 11.5 63.1 30.5 36.3 19.5 43.5 45.5 33.8 26.0 41.7 11.5 33.5 23.5 69.3 33.0 33.7 14.0 53.7 198.0 36.3 112.0 39.4 121.5 33.7 210.0 31.1 23.0
Besi (mg) 11.8 5.8 7.4 3.1 10.2 6.3 5.2 3.2 3.9 13.4 5.9 5.3 10.0 4.9 6.4 5.6 3.1 3.1 7.6 3.8 6.2 5.3 4.1 5.2 7.6 7.7 5.3 8.3 4.2 6.6 3.4
Energi (kkal) 1283.0 1340.5 1060.0 1377.0 1034.5 1059.5 811.0 1053.5 1201.0 546.5 1019.5 933.5 1109.0 1052.5 1237.5 1676.5 1885.0 1211.0 1312.5 1354.0 1402.0 1567.5 1791.5 1390.0 955.5 1646.5 957.5 1315.5 1220.0 1404.5 1602.5
Setelah Protein Vit. C (g) (mg) 37.0 156.5 55.9 8.5 28.7 10.0 45.4 140.0 30.2 27.0 22.0 12.5 33.5 40.5 35.2 253.0 45.9 58.5 16.1 10.0 49.7 94.0 31.1 12.5 30.3 44.0 29.2 11.0 36.3 26.5 62.5 17.5 65.3 62.5 31.7 28.5 45.6 43.5 44.4 96.5 35.1 24.5 44.5 127.5 54.0 33.5 55.2 59.5 27.7 35.0 64.5 113.5 35.1 28.5 31.5 42.5 44.2 25.0 51.1 116.5 37.1 15.0
Besi (mg) 6.7 6.0 12.5 11.4 3.8 6.8 4.9 4.5 8.0 3.8 39.4 4.5 5.3 3.8 8.2 10.4 10.0 6.4 6.6 6.2 8.9 10.2 14.1 8.1 4.2 9.5 8.0 6.1 5.1 7.8 5.9
102
b. Konsumsi zat gizi pada perlakuan vitamin C (%) Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Energi (kkal) 1202.5 743.0 842.5 1118.5 1105.5 1403.5 1114.5 1149.0 556.0 1205.5 1191.0 1402.0 2519.0 884.0 1187.0 979.0 1354.5 1301.0 1671.5 1700.5 1551.5 1323.5 1042.5 1002.5 1503.5 1187.0 293.0 1308.0 885.0 1099.0 1345.0
Sebelum Protein Vit. C (g) (mg) 39.1 130.5 30.5 39.5 29.0 29.5 41.9 46.5 39.0 243.5 57.2 21.5 30.8 23.5 38.5 28.5 20.2 43.0 42.6 29.5 28.1 38.5 53.1 14.0 75.2 142.5 34.1 21.5 47.0 42.5 35.9 63.0 46.1 95.0 52.0 42.0 58.7 41.0 43.4 17.0 47.9 117.5 56.1 39.5 40.4 18.0 46.4 16.5 48.7 22.0 30.2 50.5 7.0 8.0 47.2 115.0 24.7 35.0 28.9 45.5 34.5 25.0
Besi (mg) 5.0 25.4 6.3 4.2 4.6 9.0 4.3 7.7 6.8 5.3 10.1 5.1 12.7 4.8 8.2 19.9 6.5 8.1 8.3 6.6 5.9 5.6 6.1 5.8 7.8 5.1 3.8 7.9 3.4 3.6 7.4
Energi (kkal) 1334.0 985.5 1822.0 831.0 1474.5 1235.0 801.5 724.5 831.0 1149.5 1114.0 863.0 1637.0 1433.0 975.0 1144.5 1435.5 1071.5 1074.5 1074.0 1274.0 1387.5 1148.5 770.0 1230.5 805.5 1053.0 918.5 1407.5 862.0 1178.0
Setelah Protein Vit. C (g) (mg) 45.2 40.0 33.4 111.5 59.9 34.5 23.5 21.5 43.0 11.0 47.2 13.5 30.3 30.5 25.2 3.5 26.8 21.5 38.1 42.5 47.0 6.5 20.9 13.0 59.1 7.5 49.1 43.5 47.7 0.0 39.5 27.5 41.4 10.0 38.4 30.5 39.0 18.0 40.9 15.5 38.9 3.0 44.3 23.5 38.0 4.5 23.0 29.5 36.7 13.5 28.6 32.5 46.9 10.0 36.2 221.0 50.4 10.5 27.8 5.0 36.9 192.5
Besi (mg) 7.3 4.2 9.3 4.1 7.1 10.1 4.2 4.1 3.4 4.8 5.5 2.5 14.7 8.2 3.8 6.6 6.0 4.6 5.4 5.5 3.7 6.7 3.2 6.7 4.5 5.2 7.2 6.2 5.8 2.3 8.6
103
c. Konsumsi zat gizi pada perlakuan multivitamin mineral Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Energi (kkal) 1008.5 1212.0 811.0 1162.5 1625.0 1225.0 554.0 1156.0 1401.0 981.0 1347.0 934.0 1115.5 1560.5 1464.5 1279.5 1266.0 631.0 1220.5 422.0 1036.5 958.0 571.0 623.5 962.0 1054.5 778.0 619.0 701.0 841.5 1062.5
Sebelum Protein Vit. C (g) (mg) 47.1 24.0 39.2 9.5 25.8 14.0 38.7 192.5 62.0 10.0 47.9 77.0 28.8 3.5 35.9 21.0 56.5 204.0 42.4 24.5 54.5 25.5 39.9 26.5 38.6 24.5 51.0 5.0 51.4 3.5 43.7 12.5 45.6 7.0 21.2 0.0 46.0 16.0 12.8 6.0 42.7 19.0 27.8 100.5 24.2 14.0 19.1 3.5 30.2 16.0 28.1 21.5 15.3 26.5 24.3 2.0 25.8 21.5 25.9 29.5 39.6 11.5
Besi (mg) 4.8 4.2 4.8 3.5 6.2 4.0 2.1 4.2 7.5 7.2 5.0 4.2 4.9 7.1 6.7 6.8 6.4 2.0 3.7 1.6 3.7 5.6 3.4 1.9 3.8 5.9 3.9 4.1 4.5 3.7 4.7
Energi (kkal) 1183.5 1072.0 1701.5 1149.5 1318.5 2088.0 1288.5 1023.0 802.0 1247.5 1198.5 1186.0 1075.5 1388.0 1186.0 1280.5 1608.5 1271.0 1135.0 2295.0 1168.5 1141.5 1432.5 1581.5 2499.0 958.0 1435.5 1416.0 1461.5 1531.0 1431.0
Setelah Protein Vit. C (g) (mg) 38.2 49.5 35.9 7.0 61.9 43.5 39.0 15.5 56.4 50.0 74.3 76.5 59.0 21.5 23.5 30.0 32.2 46.5 35.3 26.0 49.9 60.0 33.9 16.0 41.8 44.0 41.4 130.0 45.1 51.5 43.0 40.0 35.6 54.5 34.5 33.0 35.0 24.0 70.4 33.5 42.6 47.5 35.8 39.5 39.7 22.5 38.5 257.5 75.9 36.5 23.2 35.0 51.1 34.5 42.9 80.5 34.5 22.5 54.3 41.0 66.2 405.0
Besi (mg) 7.1 7.0 9.1 5.7 8.6 8.4 7.1 5.6 5.1 4.4 5.1 9.1 8.6 9.4 5.7 5.4 9.1 5.1 4.9 7.6 4.7 6.1 7.2 5.9 13.6 3.3 8.7 8.0 4.9 9.0 19.2
104
Lampiran 12
Tingkat konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan sebelum dan setelah suplementasi
a. Tingkat konsumsi zat gizi pada perlakuan plasebo (%) Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Energi 115.4 46.6 40.7 54.0 59.2 72.7 62.6 60.4 94.4 119.0 75.5 35.2 165.6 97.3 72.4 96.2 27.9 50.5 81.4 67.5 55.7 77.0 74.6 45.1 77.2 40.7 56.9 55.4 66.2 50.4 63.9
Sebelum Protein Vit. C 136.6 28.7 66.4 56.7 65.2 50.7 62.3 56.0 69.2 16.0 92.9 16.0 95.9 26.7 100.9 13.3 67.1 21.3 99.4 36.0 133.3 2.7 58.9 12.0 192.3 86.7 114.5 26.7 86.0 48.0 117.0 166.0 38.2 12.0 61.6 15.3 139.7 40.7 67.4 26.0 80.6 60.7 83.2 34.7 108.6 15.3 54.1 31.3 117.9 44.0 54.7 18.7 99.9 264.0 61.4 149.3 77.6 162.0 49.4 280.0 63.4 30.7
Besi 45.4 22.4 28.5 11.7 39.4 24.1 20.1 12.5 15.1 51.4 22.7 20.4 38.4 18.9 24.6 21.5 11.9 12.0 29.4 14.6 23.9 20.5 15.6 19.9 29.3 29.5 20.3 32.0 16.2 25.3 13.2
Energi 86.7 62.4 47.6 78.5 42.1 54.0 44.1 66.1 72.7 28.9 61.3 50.7 69.8 73.4 86.9 113.3 86.4 64.7 76.1 69.0 71.1 99.5 132.5 58.1 45.6 70.1 47.8 61.2 69.2 57.0 89.8
Setelah Protein Vit. C 95.0 208.7 93.7 11.3 46.4 13.3 98.4 186.7 46.8 36.0 40.2 16.7 69.3 54.0 83.9 337.3 99.9 78.0 30.7 13.3 107.5 125.3 64.1 16.7 72.5 58.7 73.4 14.7 91.9 35.3 152.1 23.3 107.7 83.3 64.4 38.0 100.5 58.0 81.4 128.7 67.7 32.7 107.4 170.0 143.8 44.7 87.7 79.3 47.5 46.7 104.2 151.3 66.5 38.0 52.8 56.7 90.3 33.3 74.6 155.3 74.8 20.0
Besi 25.6 23.0 48.0 43.9 14.6 26.2 18.9 17.3 30.9 14.6 151.6 17.2 20.5 14.6 31.4 40.0 38.4 24.7 25.5 23.7 34.1 39.2 54.4 31.0 16.1 36.7 30.6 23.5 19.4 30.0 22.7
105
b. Tingkat konsumsi zat gizi pada perlakuan vitamin C (%) Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Energi 71.6 51.4 58.7 63.6 69.9 67.8 86.9 79.6 28.2 69.4 54.8 83.6 145.8 39.6 64.8 60.2 91.8 84.2 112.3 104.8 72.7 61.7 70.0 42.3 80.6 65.2 15.0 81.2 60.4 53.1 96.9
Sebelum Protein Vit. C 83.9 174.0 80.1 52.7 76.7 39.3 85.9 62.0 88.9 324.7 99.5 28.7 91.4 31.3 96.1 38.0 38.9 57.3 88.3 39.3 46.5 51.3 120.2 18.7 156.8 190.0 58.1 28.7 97.5 56.7 83.9 84.0 112.4 126.7 121.1 56.0 141.8 54.7 96.2 22.7 80.8 156.7 99.4 52.7 97.7 24.0 74.3 22.0 94.0 29.3 59.7 67.3 12.8 10.7 111.4 153.3 60.7 46.7 53.1 60.7 89.5 33.3
Besi 19.2 97.7 24.1 16.3 17.6 34.5 16.4 29.5 26.1 20.5 38.7 19.6 49.0 18.4 31.6 76.6 25.0 31.3 31.9 25.3 22.6 21.6 23.6 22.4 29.9 19.5 14.8 30.6 13.0 13.7 28.5
Energi 78.7 68.8 125.9 48.5 89.9 60.9 63.4 50.0 42.4 68.3 51.1 51.6 96.4 64.8 54.6 70.1 92.2 70.0 74.5 65.8 72.1 63.9 76.6 32.7 65.1 44.0 52.9 58.9 96.4 42.6 85.5
Setelah Protein Vit. C 96.0 53.3 88.7 148.7 157.4 46.0 49.4 28.7 94.3 14.7 83.8 18.0 91.1 40.7 62.5 4.7 51.8 28.7 81.6 56.7 77.6 8.7 47.5 17.3 125.3 10.0 84.4 58.0 101.3 0.0 92.0 36.7 95.8 13.3 90.3 40.7 97.4 24.0 90.2 20.7 79.3 4.0 77.6 31.3 91.4 6.0 37.1 39.3 69.9 18.0 56.3 43.3 84.8 13.3 88.1 294.7 124.2 14.0 52.2 6.7 96.5 256.7
Besi 28.1 16.3 35.8 15.6 27.3 38.9 16.2 15.6 13.2 18.5 21.3 9.8 56.5 31.5 14.6 25.2 23.1 17.8 20.7 21.2 14.0 25.7 12.2 25.6 17.1 19.9 27.6 24.0 22.3 8.9 33.1
106
c. Tingkat konsumsi zat gizi pada perlakuan multivitamin mineral (%) Wanita pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Energi 50.5 72.9 50.2 84.6 103.4 77.1 28.9 76.4 81.1 50.9 62.2 59.5 55.7 86.1 82.3 66.6 81.1 42.0 68.4 22.1 57.4 71.1 32.7 27.2 52.2 62.3 45.3 33.9 39.0 40.4 50.9
Sebelum Protein Vit. C 89.5 32.0 84.9 12.7 60.7 18.7 101.4 256.7 142.0 13.3 114.5 102.7 54.1 4.7 90.2 28.0 117.7 272.0 79.2 32.7 90.6 34.0 91.5 35.3 73.3 32.7 101.2 6.7 109.8 4.7 81.8 16.7 105.2 9.3 50.9 0.0 92.9 21.3 24.1 8.0 85.1 25.3 78.2 134.0 52.6 18.7 31.8 4.7 59.0 21.3 59.8 28.7 32.0 35.3 50.5 2.7 51.8 28.7 47.3 39.3 68.2 15.3
Besi 18.5 16.2 18.4 13.4 23.7 15.5 8.1 16.3 28.9 27.7 19.2 16.3 18.9 27.3 25.8 26.2 24.5 7.8 14.2 6.3 14.1 21.5 13.1 7.2 14.5 22.6 15.0 15.9 17.3 14.4 18.3
Energi 60.0 67.5 103.7 83.2 83.4 132.6 66.8 66.0 46.2 64.6 57.0 74.9 54.1 76.3 65.3 67.9 106.2 86.5 65.8 117.1 66.2 84.4 83.2 69.1 134.9 55.6 84.2 79.6 83.5 74.2 69.6
Setelah Protein Vit. C 73.5 66.0 81.3 9.3 143.4 58.0 101.6 20.7 128.3 66.7 179.3 102.0 110.2 28.7 57.6 40.0 66.8 62.0 65.8 34.7 85.4 80.0 77.1 21.3 79.9 58.7 81.8 173.3 94.3 68.7 82.1 53.3 84.5 72.7 84.4 44.0 73.1 32.0 129.3 44.7 86.9 63.3 100.7 52.7 87.7 30.0 64.0 343.3 147.5 48.7 48.4 46.7 107.9 46.0 91.5 107.3 70.8 30.0 99.9 54.7 116.0 540.0
Besi 27.3 26.8 35.0 21.9 33.0 32.2 27.4 21.7 19.4 16.9 19.8 35.0 33.1 36.0 21.9 20.8 35.1 19.7 18.7 29.3 18.1 23.3 27.7 22.6 52.2 12.9 33.5 30.7 18.8 34.7 73.7
107
Lampiran 13
Uji Anova konsumsi wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi ANOVA
Variabel
Jumlah kuadrat
db
Kuadrat tengah
F
Sig.
933403.973
2
466701.987
3.424
0.037
Dalam perlakuan
12268841.710
90
136320.463
Total
13202245.683
92
618.743
2
309.371
1.873
0.160
Dalam perlakuan
14863.184
90
165.146
Total
15481.927
92
7434.473
2
3717.237
1.444
0.241
Dalam perlakuan
231710.355
90
2574.559
Total
239144.828
92
Antar perlakuan
128.200
2
64.100
6.367
0.003
Dalam perlakuan
906.106
90
10.068
1034.306
92
Antar perlakuan
909318.167
2
454659.083
4.611
0.012
Dalam perlakuan
8875111.065
90
98612.345
Total
9784429.231
92
602.524
2
301.262
2.032
0.137
Dalam perlakuan
13343.725
90
148.264
Total
13946.249
92
Antar perlakuan
13137.973
2
6568.987
1.669
0.194
Dalam perlakuan
354195.774
90
3935.509
Total
367333.747
92
94.043
2
47.021
2.519
0.086
1680.033
90
18.667
Total 1774.075 *Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05
92
Sebelum Energi
Protein
Vitamin C
Besi
Antar perlakuan
Antar perlakuan
Antar perlakuan
Total Setelah Energi
Protein
Vitamin C
Besi
Antar perlakuan
Antar perlakuan Dalam perlakuan
108
Uji Post Hoc Perbandingan Ganda Bonferroni Variabel tergantung
Perlakuan (I)
Perlakuan (J)
Beda rata-rata
(I-J) Vit. C 54.145 MVM 234.355* Vit. C Plasebo -54.145 MVM 180.210 MVM Plasebo -234.355* Vit. C -180.210 Besi Plasebo Vit. C -1.333 (sebelum MVM 1.541 supl.) Vit. C Plasebo 1.333 MVM 2.873* MVM Plasebo -1.541 Vit. C -2.873* Energi Plasebo Vit. C 121.452 (setelah MVM -120.758 supl.) Vit. C Plasebo -121.452 MVM -242.210* MVM Plasebo 120.758 Vit. C 242.210* *Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05 Energi (sebelum supl.)
Plasebo
Std. Error
Sig.
93.781 93.781 93.781 93.781 93.781 93.781 0.806 0.806 0.806 0.806 0.806 0.806 79.763 79.763 79.763 79.763 79.763 79.763
1.000 0.043 1.000 0.173 0.043 0.173 0.305 0.177 0.305 0.002 0.177 0.002 0.394 0.401 0.394 0.009 0.401 0.009
Selang kepercayaan 95% Batas Batas bawah atas -174.638 282.928 5.572 463.138 -282.928 174.638 -48.574 408.993 -463.138 -5.572 -408.993 48.574 -3.299 0.633 -0.425 3.507 -0.633 3.299 0.907 4.840 -3.507 0.425 -4.840 -0.907 -73.133 316.037 -315.343 73.827 -316.037 73.133 -436.795 -47.625 -73.827 315.343 47.625 436.795
109
Lampiran 14
Uji Anova tingkat konsumsi wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi ANOVA Jumlah kuadrat
Variabel Sebelum Tkt. kons. energi
Tkt. kons. protein
Kuadrat tengah
db
Antar perlakuan
2778.212
2
1389.106
Dalam perlakuan Total
54645.150 57423.362
90 92
607.168
F
Sig.
2.288
0.107
1.321
0.272
Antar perlakuan
2413.967
2
1206.984
Dalam perlakuan Total
82204.118 84618.085
90 92
913.379
Tkt. kons. vit. C
Antar perlakuan Dalam perlakuan Total
13216.841 411929.520 425146.361
2 90 92
6608.421 4576.995
1.444
0.241
Tkt. kons. besi
Antar perlakuan Dalam perlakuan Total
1896.451 13403.938 15300.388
2 90 92
948.225 148.933
6.367
0.003
Antar perlakuan Dalam perlakuan Total
2288.487 39061.942 41350.429
2 90 92
1144.244 434.022
2.636
0.077
Tkt. kons. protein
Antar perlakuan Dalam perlakuan Total
2368.936 65998.833 68367.768
2 90 92
1184.468 733.320
1.615
0.205
Tkt. kons. vit. C
Antar perlakuan
23356.397
2
11678.198
1.669
0.194
Dalam perlakuan Total
629681.376 653037.773
90 92
6996.460
Antar perlakuan 1391.161 Dalam perlakuan 24852.559 Total 26243.720 *Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05
2 90 92
695.581 276.140
2.519
0.086
Setelah Tkt. kons. energi
Tkt. kons. besi
110
Uji Post Hoc Perbandingan Ganda Bonferroni Variabel tergantung
Perlakuan (I)
Perlakuan (J)
Beda rata-rata
Std. Error
Sig.
-5.126 5.926
3.100 3.100
0.305 0.177
-12.688 -1.636
2.436 13.488
Plasebo 5.126 MVM 11.052* MVM Plasebo -5.926 Vit. C -11.052* *Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05
3.100 3.100 3.100 3.100
0.305 0.002 0.177 0.002
-2.436 3.490 -13.488 -18.614
12.688 18.614 1.636 -3.490
(I-J) Tkt. kons. besi (sebelum supl.)
Plasebo Vit. C
Vit. C MVM
Selang kepercayaan 95% Batas Batas bawah atas
111
Lampiran 15 Uji Anova antropometri, tekanan darah, urea, dan kreatinin wanita pekerja Variabel Berat badan sebelum Berat badan setelah IMT sebelum
Tek. darah sistolik sebelum Tek. darah diastolik sebelum Urea sebelum
Kreatinin sebelum
Antar perlakuan Dalam perlakuan Total Antar perlakuan Dalam perlakuan Total Antar perlakuan Dalam perlakuan Total Antar perlakuan Dalam perlakuan Total Antar perlakuan Dalam perlakuan Total Antar perlakuan Dalam perlakuan Total Antar perlakuan Dalam perlakuan Total
Jumlah kuadrat 186.971 6261.892 6448.863 245.107 5994.986 6240.093 21.988 907.128 929.116 36.022 13091.935 13127.957 8.602 4638.710 4647.312 159.758 2685.694 2845.452 0.006 1.184 1.190
db 2 90 92 2 90 92 2 90 92 2 90 92 2 90 92 2 90 92 2 90 92
Kuadrat tengah 93.485 69.577
F 1.344
Sig. 0.266
122.554 66.611
1.840
0.165
10.994 10.079
1.091
0.340
18.011 145.466
0.124
0.884
4.301 51.541
0.083
0.920
79.879 29.841
2.677
0.074
0.003 0.013
0.229
0.796
112
Lampiran 16 Uji Ancova IMT wanita pekerja setelah suplementasi Uji Efek Antar Subjek Variabel dependen: IMT Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III Model terkoreksi 112.684 Intercept 380.975 Perlakuan 33.391 Usia 81.587 Konsumsi energi 1.935 Galat 835.182 Total 50642.920 Total terkoreksi 947.866 a R Squared = .119 (Adjusted R Squared = .079)
db 4 1 2 1 1 88 93 92
Kuadrat Tengah 28.171 380.975 16.695 81.587 1.935 9.491
F 2.968 40.142 1.759 8.597 0.204
Sig. 0.024 0.000 0.178 0.004 0.653
Estimasi Variabel dependen: IMT Perlakuan Plasebo Vit. C
Rata-rata
Std. Error
23.877a
0.555
22.775
24.981
a
0.568
21.262
23.519
22.390
a
Selang Kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas
MVM 23.080 0.568 21.952 24.208 a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75, konsumsi energi = 1251.7204
113
Lampiran 17 Uji Ancova lama sakit wanita pekerja selama suplementasi Uji Efek Antar Subjek Variabel dependen: lama sakit Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III Model terkoreksi 214.299 Intercept 0.865 Perlakuan 77.477 Usia 9.978 IMT 9.878 Tek. darah sistolik 4.356 Tek. darah diastolik 20.209 Konsumsi energi 1.474 Konsumsi protein 1.537 Konsumsi vit. C 22.273 Konsumsi besi 21.923 Galat 1213.314 Total 2229.000 Total terkoreksi 1427.613 a R Squared = .150 (Adjusted R Squared = .046)
db 10 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 82 93 92
Kuadrat Tengah 21.430 0.865 38.738 9.978 9.878 4.356 20.209 1.474 1.537 22.273 21.923 14.797
F 1.448 0.058 2.618 0.674 0.668 0.294 1.366 0.100 0.104 1.505 1.482
Sig. 0.174 0.810 0.079 0.414 0.416 0.589 0.246 0.753 0.748 0.223 0.227
Estimasi Variabel dependen: lama sakit Perlakuan
Rata-rata
Std. Error
Selang Kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas Plasebo 4.329 0.732 2.873 5.785 Vit. C 2.008 0.744 0.527 3.488 MVM 2.470 0.714 1.049 3.890 a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75, IMT = 23.116, sistolik = 97.42, diastolik = 65.27, konsumsi energi = 1251.7204, konsumsi protein = 41.3968, konsumsi vit. C = 50.4946, konsumsi besi = 7.1695.
114
Lampiran 18
Uji Ancova tekanan darah sistolik wanita pekerja setelah suplementasi Uji Efek Antar Subjek
Variabel dependen: tekanan darah sistolik Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III Model terkoreksi 1485.405a Intercept 11310.049 Perlakuan 515.542 Usia 1025.084 Berat badan 621.693 Konsumsi natrium 0.250 Galat 9295.240 Total 893400.000 Total terkoreksi 10780.645 a R Squared = .138 (Adjusted R Squared = .088)
db 5 1 2 1 1 1 87 93 92
Kuadrat Tengah 297.081 11310.049 257.771 1025.084 621.693 0.250 106.842
F 2.781 105.858 2.413 9.594 5.819 0.002
Sig. 0.022 0.000 0.096 0.003 0.018 0.962
Estimasi Variabel dependen: tekanan darah sistolik Perlakuan
Rata-rata
Std. Error
Selang Kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas Plasebo 100.593a 1.897 96.822 104.364 Vit. C 94.653a 1.895 90.886 98.420 a MVM 97.012 1.876 93.283 100.741 a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75, berat badan = 52.375, konsumsi natrium = 283.8333.
115
Lampiran 19
Uji Ancova tekanan darah diastolik wanita pekerja setelah suplementasi Uji Efek Antar Subjek
Variabel dependen: tekanan darah diastolik Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III Model terkoreksi 784.927a Intercept 4713.614 Perlakuan 144.866 Usia 627.332 Berat badan 325.277 Konsumsi natrium 15.634 Galat 3733.353 Total 400700.000 Total terkoreksi 4518.280 a R Squared = .174 (Adjusted R Squared = .126)
db 5 1 2 1 1 1 87 93 92
Kuadrat Tengah 156.985 4713.614 72.433 627.332 325.277 15.634 42.912
F 3.658 109.843 1.688 14.619 7.580 0.364
Sig. 0.005 0.000 0.191 0.000 0.007 0.548
Estimasi
Variabel dependen: tekanan darah diastolik Perlakuan
Rata-rata
Std. Error
Selang Kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas Plasebo 67.043a 1.202 64.653 69.432 a Vit. C 63.996 1.201 61.609 66.384 MVM 64.768a 1.189 62.405 67.131 a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75, berat badan = 52.375, konsumsi natrium = 283.8333.
116
Lampiran 20 Uji Ancova urea wanita pekerja setelah suplementasi Uji Efek Antar Subjek Variabel dependen: urea Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III Model terkoreksi 7.697a Intercept 656.483 Perlakuan 4.119 Usia 0.744 Konsumsi protein 1.462 Galat 1917.351 Total 43498.550 Total terkoreksi 1925.048 a R Squared = .004 (Adjusted R Squared = -.041)
db 4 1 2 1 1 88 93 92
Kuadrat Tengah 1.924 656.483 2.059 0.744 1.462 21.788
F 0.088 30.130 0.095 0.034 0.067
Sig. 0.986 0.000 0.910 0.854 0.796
Estimasi Variabel dependen: urea Perlakuan
Rata-rata
Std. Error
Selang Kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas a Plasebo 21.174 0.842 19.501 22.846 Vit. C 20.866a 0.846 19.185 22.547 MVM 21.389a 0.850 19.699 23.079 a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75, konsumsi protein_2 = 41.3968.
117
Lampiran 21 Uji Ancova kreatinin wanita pekerja setelah suplementasi Uji Efek Antar Subjek Variabel dependen: kreatinin Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III Model terkoreksi 0.189a Intercept 1.908 Perlakuan 0.135 Usia 0.060 Galat 1.496 Total 64.120 Total terkoreksi 1.685 a R Squared = .112 (Adjusted R Squared = .082)
db 3 1 2 1 89 93 92
Kuadrat Tengah 0.063 1.908 0.068 0.060 0.017
F 3.756 113.515 4.017 3.552
Sig. 0.014 0.000 0.021 0.063
Estimasi Variabel dependen: kreatinin Perlakuan
Rata-rata
Std. Error
Selang Kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas Plasebo 0.800a 0.023 0.753 0.846 Vit. C 0.873a 0.023 0.826 0.919 MVM 0.786a 0.023 0.739 0.832 a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75.
Uji Post Hoc Variabel dependen: kreatinin Bonferroni Perlakuan (I) Plasebo
Perlakuan Beda rata-rata Std. Error (J) (I-J) Vit. C -0.073 0.033 MVM 0.014 0.033 Vit. C Plasebo 0.073 0.033 MVM 0.087* 0.033 MVM Plasebo -0.014 0.033 Vit. C -0.087* 0.033 *Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05
Sig. 0.089 1.000 0.089 0.029 1.000 0.029
95% Confidence Interval Batas bawah Batas atas -0.154 0.008 -0.067 0.095 -0.008 0.154 0.007 0.167 -0.095 0.067 -0.167 -0.007
118
Lampiran 22 Dokumentasi penelitian
Lokasi penelitian
Karyawati pabrik yang menjadi unit percobaan dalam penelitian
119
Pengukuran antropometri
Pengukuran tekanan darah
120
Pengambilan darah
Wawancara data frekuensi dan konsumsi pangan