TINGKAT AKTIVITAS FISIK, TINGKAT KONSUMSI ZAT GIZI DAN STATUS GIZI SISWA DI PONDOK PESANTREN AL FALAK KOTA BOGOR
MONA AUGUSTINA MUSTIKA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT MONA AUGUSTINA MUSTIKA. Physical Activity Level, Nutrition Consumption Level, and Nutritional Status of Student in Pondok Pesantren Al Falak in Bogor. Under direction from IKEU TANZIHA. This study aims to find and analyze the relationship of physical activity level and nutrition consumption level with nutritional status of student in Pondok Pesantren Al Falak in Bogor. This study using crossectional study design, were done in September until October 2011. The samples are 34 people, which consist of 19 men and 15 women. Physical activity level (PAL) of male and female student are moderate catagory. There is different physical actifity level (p <0,05) between men and women. There are energy consumption level (p<0,05), protein consumption level (p<0,05), vitamin A consumption level (p<0,05),vitamin C consumption level (p<0,05), iron consumption level (p<0,05), and calsium consumption level (p<0,05) on school day and holidays. Most nutritional status of students are on normal catagory. Many student were fever+cough, thypus, and diarrhea over the last month. There aren’t different nutritional status (p>0,05) and healthy status (p=0,649) between men and women. There aren’t significant relationship (p>0,05) between physical activity, nutrition consumption (energi, protein, vitamin A, vitamin C, and iron), healthy status with nutritional status. However there is a significant relationship (p<0,05) between calsium consumption level with student nutritional status. Keyword : Physical Activity Level, Nutrition Intake, Health Status, Nutritional Status
RINGKASAN MONA AUGUSTINA MUSTIKA. Tingkat Aktifitas Fisik, Tingkat Konsumsi Zat Gizi, dan Status Gizi Siswa di Pondok Pesantren Al Falak Kota Bogor. Dibawah bimbingan Ikeu Tanziha. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan tingkat aktifitas fisik dan tingkat konsumsi zat gizi dengan status gizi siswa di Pondok Pesantren Al Falak yang berada di Kota Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik siswa di pondok pesantren, 2) menganalisis tingkat aktifitas siswa di pondok pesantren, 3) menganalisis konsumsi pangan dan tingkat konsumsi zat gizi siswa di pondok pesantren, 4) menganalisis status kesehatan siswa di pondok pesantren, 5) menganalisis status gizi siswa dipondok pesantren, 6) menganalisis hubungan tingkat aktifitas fisik, tingkat konsumsi gizi, status kesehatan, dan status gizi siswa di pondok pesantren. Penelitian ini menggunakan desain crosssectional study yang dilaksanakan pada bulan September –Oktober 2011 di Pondok Pesantren Al Falak di Kota Bogor. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data melalui wawancara dan pengisian kuesioner serta pengambilan data sekunder mengenai profil pesantren. Contoh dalam penelitian ini berjumlah 34 orang dengan 19 orang siswa laki-laki dan 15 orang siswa perempuan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik santri (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, uang saku dan besar keluarga), data karakteristik orang tua (jenis pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua), kebiasaan makan (frekuensi makan, kebiasaan sarapan, alasan tidak sarapan, makanan pantangan, frekuensi konsumsi pangan), konsumsi pangan dan aktifitas fisik yang dilakukan dua kali pada hari sekolah dan hari libur, status kesehatan (riwayat sakit), dan status gizi. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum pondok pesantren. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan analisis data. Data dientry menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows. Analisis data menggunakan uji beda t, uji chi square dan uji regresi linier berganda. Santri yang diambil dalam penelitian ini memiliki kisaran umur antara 1316 tahun dengan proporsi terbesar (50%) santri adalah berumur 13 tahun. Proporsi terbesar (55,9%) jenis kelamin santri adalah laki-laki. Lebih dari separuh (61,8%) uang saku santri berkisar dari Rp 2.500 hingga Rp 3.500. Proporsi terbanyak pendidikan ayah (58,8%) dan ibu (44,1%) santri adalah SMA. Proporsi terbanyak pekerjaan ayah santri adalah pegawai swasta (35,5%) sedangkan lebih dari separuh (79,4%) pekerjaan ibu santri adalah ibu rumah tangga. Proporsi terbesar (53%) pendapatan keluarga santri berkisar antara Rp.1000.000 – Rp.2.000.000. Lebih dari separuh (52,9%) santri tergolong kedalam kategori keluarga sedang. Berdasarkan tingkat pengetahuan gizi, proporsi terbesar (47,1%) tingkat pengetahuan gizi santri berada dalam kategori sedang. Lebih dari separuh santri baik dirumah (76,5%) dan dipondok pesantren (79,4%) tidak memiliki perbedaan frekuensi makan yaitu 3 hingga 4 kali. Sebagian besar (88,2%) santri memiliki kebiasaan sarapan pagi di pondok pesantren dibandingkan dengan kebiasaan sarapan pagi dirumah yang hanya dilakukan kadang-kadang (64,7%). Lebih dari separuh (73,5%) santri memiliki alasan tidak sempat sarapan pagi ketika berada
dirumah. Proporsi terbesar (55,9%) santri menyukai cara pengolahan makanan dengan cara digoreng, dan sebesar (79,4%) santri tidak ada makanan pantangan. Tingkat aktifitas fisik dan pengeluaran energi santri laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Rata-rata tingkat aktifitas santri laki-laki termasuk kedalam kategori aktifitas sedang (1,74 + 0,04), sedangkan aktifitas santri perempuan termasuk kedalam kategori aktifitas ringan (1,69 + 0,04). Hal ini sesuai dengan hasil uji beda t-test terdapat perbedaan (p<0,05) antara tingkat aktifitas fisik santri laki-laki dengan santri perempuan, serta terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara pengeluaran energi santri laki-laki dengan perempuan. Konsumsi energi santri berkisar antara 1338-1469 Kal dengan rata-rata 1412 + 33,8 Kal. Berdasarkan tingkat konsumsi energi (TKE), rata-rata TKE santri sebesar 66,1 %. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi santri masih tergolong kedalam kategori defisit tingkat berat. Berdasarkan tingkat konsumsi protein (TKP) santri termasuk kedalam kategori lebih. Rata-rata tingkat konsumsi vitamin A tergolong kedalam kategori cukup. Rata-rata tingkat konsumsi vitamin C santri termasuk kedalam kategori kurang (31,6%), rata-rata tingkat konsumsi zat besi pada santri sebesar 29,8 % yang tergolong kedalam kategori kurang, dan rata-rata tingkat konsumsi kalsium santri adalah sebesar 83,0% yang tergolong kedalam kategori cukup. Terdapat perbedaan yang nyata(p<0,05) antara konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, dan kalsium santri pada hari sekolah dan hari libur. Sebagian besar santri (97%) memiliki status gizi normal. Penyakit yang pernah diderita santri adalah panas dan batuk, tipus, dan diare. Penyakit yang banyak diderita santri adalah diare dengan persentase sebesar 67,6%. Lebih dari separuh santri (67,6%) memiliki tingkat morbiditas yang rendah (<4). Hal ini menunjukkan bahwa status kesehatan santri cukup baik. Uji chi square menunjukkan bahwa tingkat konsumsi zat gizi (energi,protein, vitamin A, vitamin C dan zat besi) tidak berhubungan nyata (P>0,05) dengan status gizi. Akan tetapi terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara tingkat konsumsi kalsium dengan status gizi santri. Berdasarkan uji chi square tidak terdapat hubungan (p>0,05) antara tingkat aktifitas fisik dengan tingkat konsumsi zat gizi. Uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan (p>0,05) antara pengetahuan gizi, tingkat aktivitas fisk santri, tingkat konsumsi energi dan zat gizi, dan status kesehatan dengan status gizi. Berdasarkan hasil analisis uji chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara tingkat konsumsi energi dan zat gizi dengan status kesehatan santri. Berdasarkan uji regresi linier tidak ada variabel yang mempengaruhi status gizi.
TINGKAT AKTIVITAS FISIK, TINGKAT KONSUMSI ZAT GIZI DAN STATUS GIZI SISWA DI PONDOK PESANTREN AL FALAK KOTA BOGOR
MONA AUGUSTINA MUSTIKA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
: Tingkat Aktivitas Fisik, Tingkat Konsumsi Zat Gizi dan Status Gizi Siswa di Pondok Pesantren Al Falak Kota Bogor
Nama
: Mona Augustina Mustika
NIM
: I14096051
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Dr.Ir.Ikeu Tanziha,MS NIP. 19611210 198603 2 002
Mengetahui : Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tingkat aktivitas fisik, tingkat konsumsi zat gizi, dan status gizi siswa di Pondok Pesantren Al Falak Kota Bogor” ini berhasil diselesaikan. Adapun penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr.Ir.Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu mengarahkan dan sabar membimbing dalam pembuatan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas semua saran dan masukannya demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat. 4. Prof. Dr.drh. Clara M. Kusharto, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. 5. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Addi Suminar atas semua dukungan dan motivasinya. 7. Teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini serta seluruh pihak yang telah membantu dalam skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.
Bogor,
Januari 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP Mona Augustina Mustika dilahirkan di Surabaya pada tanggal 15 Agustus 1988 dari pasangan Drs. Nadjmi Alwie dan Setyowati, BA. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan dasarnya ditempuh di SDN Kutabumi IV Tangerang dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah pertamanya di SLTPN 2 Tangerang dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan menengah atasnya ditempuh di SMAN 10 Tangerang dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Direktorat Program Diploma IPB pada Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi melalui jalur USMI. Tahun 2009 setelah lulus, penulis melanjutkan pendidikannya di Program Penyelenggaraan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB. Pada bulan Agustus – November 2008 penulis pernah mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong. Penulis juga pernah mengikuti Internship Dietetik (ID) pada bulan Maret 2011 di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi. Pada bulan Juli- Agustus 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Purwodadi Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ............................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
iv
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................... Tujuan ........................................................................................................ Tujuan Umum ......................................................................................... Tujuan Khusus........................................................................................ Kegunaan Penelitian ..................................................................................
1 2 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
3
Pondok Pesantren ...................................................................................... Remaja....................................................................................................... Aktivitas Fisik ............................................................................................. Waktu Tidur dan Waktu Menonton Televisi ............................................. Pengetahuan Gizi ....................................................................................... Konsumsi Pangan ...................................................................................... Tingkat Konsumsi Gizi................................................................................ Energi ..................................................................................................... Protein .................................................................................................... Besi (Fe) ................................................................................................. Vitamin A ................................................................................................ Vitamin C ................................................................................................ Status Gizi.................................................................................................. Penilaian Status Gizi............................................................................... Penilaian Status Gizi dengan Indeks Antropometri ................................. Indeks Massa Tubuh (IMT) ..................................................................... Survei Konsumsi Makanan ..................................................................... Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ....................................
3 4 5 7 8 8 10 10 10 11 11 11 12 12 13 15 16 18
KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................................
21
METODE PENELITIAN .................................................................................
23
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian....................................................... Jumlah dan Teknik Pengambilan Subjek Penelitian ................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................ Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... Definisi Operasional ...................................................................................
23 23 23 26 31
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
32
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................... Pondok Pesantren Al-Falak .................................................................... Karakteristik Santri ..................................................................................... Umur santri ............................................................................................. Jenis Kelamin ......................................................................................... Uang saku .............................................................................................. Karakteristik Keluarga Santri ...................................................................... Pendidikan Orang tua .............................................................................
32 32 32 33 33 33 34 34
ii
Halaman Pekerjaan Orang tua............................................................................... Pendapatan Keluarga ............................................................................. Besar Keluarga ....................................................................................... Pengetahuan Gizi ....................................................................................... Kebiasaan Makan ...................................................................................... Frekuensi Makan .................................................................................... Kebiasaan Sarapan ................................................................................ Jenis Pengolahan Makanan yang disukai ............................................... Makanan Pantangan............................................................................... Frekuensi Konsumsi Pangan ................................................................. Aktifitas Fisik .............................................................................................. Tingkat Konsumsi Zat Gizi.......................................................................... Status Gizi dan Status Kesehatan .............................................................. Status Gizi.................................................................................................. Status Kesehatan ................................................................................... Hubungan antar Variabel ........................................................................... Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi .... Hubungan Tingkat Aktifitas Fisik dengan Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi ............................................................................................ Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi ................................... Hubungan Tingkat Aktifitas Fisik dengan Status Gizi .............................. Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan ................................... Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi .............................
35 35 36 37 38 39 39 40 41 41 44 46 51 51 53 54 54 55 55 55 56 56
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
57
Kesimpulan ................................................................................................ Saran .........................................................................................................
57 58
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
59
LAMPIRAN ....................................................................................................
62
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL...................................
7
2 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U ......................................................
16
3 Jenis dan cara pengumpulan data ..............................................................
23
4 Jenis dan cara pengolahan data .................................................................
25
5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL...................................
29
6 Sebaran santri berdasarkan umur ...............................................................
33
7 Sebaran santri menurut jenis kelamin .........................................................
33
8 Sebaran santri menurut uang saku .............................................................
34
9 Sebaran orang tua berdasarkan tingkat pendidikan ....................................
35
10 Sebaran santri berdasarkan jenis pekerjaan orang tua .............................
35
11 Sebaran santri berdasarkan pendapatan orang tua ..................................
36
12 Sebaran santri berdasarkan besar keluarga..............................................
36
13 Sebaran santri berdasarkan pengetahuan gizi ..........................................
37
14 Sebaran santri menurut pertanyaan pengetahuan gizi ..............................
38
15 Sebaran santri berdasarkan frekuensi makan ...........................................
39
16 Sebaran santri berdasarkan kebiasaan sarapan pagi ...............................
40
17 Sebaran santri berdasarkan alasan tidak sarapan ....................................
40
18 Sebaran santri berdasarkan jenis pengolahan makananyang disukai ........... 41 19 Sebaran santri menurut makanan pantangan ...........................................
41
20 Sebaran santri menurut frekuensi konsumsi pangan .................................
43
21 Rata-rata alokasi waktu berdasarkan jenis kelamin...................................
44
22 Sebaran santri berdasarkan tingkat aktifitas fisik (PAL) ............................
45
23 Statistik konsumsi dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi santri ............
47
24 Sebaran santri berdasarkan kategori tingkat konsumsi energi dan zat gizi
50
25 Sebaran santri berdasarkan kategori status gizi (BB/U) ............................
51
26 Sebaran santri berdasarkan status gizi (TB/U) ..........................................
52
27 Sebaran santri berdasarkan kategori status gizi( IMT/U) ...........................
53
28 Sebaran santri berdasarkan jenis penyakit yang pernah diderita ..............
53
29 Sebaran santri berdasarkan status kesehatan ..........................................
54
30 Sebaran santri berdasarkan status gizi .....................................................
54
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Identitas santri ............................................................................................
63
2 AKG Santri..................................................................................................
64
3 Konsumsi dan Tingkat Konsumsi Santri ......................................................
65
4 Nilai PAR berdasarkan Jenis Kelamin .........................................................
66
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas,dimana kualitas tersebut dilihat dari kualitas SDM yang dimilikinya. Sumber daya manusia harus memiliki sifat yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang baik. Faktor yang mempengaruhi sumber daya manusia yang berkualitas antara lain masalah gizi, masalah pendidikan, kesehatan, informasi dan kemajuan teknologi. Kelompok remaja merupakan salah satu sumber daya manusia bagi pembangunan negara dimasa yang akan datang, sehingga harus diperhatikan kualitasnya. Remaja memiliki masa pertumbuhan yang cepat, perubahan emosional dan perubahan sosial yang merupakan ciri spesifik pada usia remaja. Tubuh yang mengalami pertumbuhan perlu memperoleh asupan zat gizi dari makanan yang seimbang (Khomsan 2002). Kelompok remaja dianggap sebagai suatu periode dalam kehidupan yang perlu diperhatikan dalam aspek gizi dikarenakan tiga sebab yaitu 1)pada masa remaja terjadi perubahan kebutuhan energi dan zat gizi lain yang sangat besar akibat pertumbuhan dan perkembangan fisik yang pesat, 2) berubahnya gaya hidup dan kebiasaan makan yang akan mempengaruhi asupan dan kebutuhan zat gizi, serta 3) terdapat kelompok yang memiliki kebutuhan gizi khusus (remaja yang aktif berolahraga dan diet yang berlebih) (Husaini & Husaini 1989). Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi di dalam tubuh. Zat gizi berfungsi sebagai sumber tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan tubuh serta pertumbuhan (Harper et al 1985). Konsumsi pangan individu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain produksi pangan, daya beli dan kebiasaan makan. Menurut Elizabeth dan Sanjur dalam Suhardjo (1989) bahwa terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu : 1)karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi dan kesehatan, 2) karakteristik makanan atau pangan seperti rasa, rupa, tekstur, harga, tipe makanan, bentuk, dan kombinasi makanan, dan 3) karakter lingkungan seperti, musim, pekerjaan, mobilitas, dan tingkat sosial masyarakat. Masalah gizi kurang pada remaja dapat diakibatkan oleh diet yang ketat, kebiasaan makan yang buruk, dan kurang pengetahuan gizi. Hal tersebut dapat
2
menimbulkan berbagai dampak antara lain menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit, menurunnya aktifitas yang berkaitan dengan dengan kemampuan kerja fisik dan prestasi belajar (Soekirman 2000). Pertumbuhan pada masa remaja umumnya diimbangi dengan aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh remaja sehari-hari. Remaja di pondok pesantren umumnya memiliki aktifitas yang rutin dan berulang-ulang disamping aktifitas ekstrakulikuler. Aktifitas fisik yang banyak harus didukung dengan asupan pangan yang baik, bergizi, dan seimbang agar kebutuhan tubuh dapat terpenuhi dengan baik. Asupan pangan yang diperoleh untuk mencukupi gizi remaja dipondok pesantren diperoleh dari pengadaan pangan yang dilakukan oleh pihak pesentren. Oleh itu peneliti tertarik untuk meneliti tingkat aktifitas fisik, tingkat konsumsi dan status gizi siswa di pondok pesantren Al-Falak di Kota Bogor. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan
tingkat aktifitas fisik dan tingkat konsumsi zat gizi
dengan status gizi siswa di Pondok Pesantren Al Falak yang berada di Kota Bogor. Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik siswa di pondok pesantren (umur, jenis kelamin, pendidikan, aktifitas, uang saku, pengetahuan gizi) 2. Menganalisis tingkat aktifitas siswa di pondok pesantren 3. Menganalisis konsumsi pangan dan tingkat konsumsi gizi siswa pondok pesantren 4. Menganalisis status kesehatan siswa di pondok pesantren 5. Menganalisis status gizi siswa dipondok pesantren 6. Menganalisis hubungan tingkat aktifitas fisik, tingkat konsumsi zat gizi, status kesehatan dengan status gizi siswa dipondok pesantren Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktiftas fisik, tingkat konsumsi zat gizi,status gizi siswa di Pondok Pesantren Al Falak di Kota Bogor.
3
TINJAUAN PUSTAKA Pondok Pesantren Pesantren adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang Al-Qur'an dan Sunnah Rasul dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Pelajar yang menuntut ilmu di pondok pesantren disebut sebagai santri dan tinggal disebuah asrama yang disediakan oleh pondok pesantren (Anonim 2010). Pesantren pada awalnya merupakan pusat pendididkan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Perkembangan pesantren saai ini semakin kuas, tidak hanya menjelaskan materi-materi keagamaannya saja tetapi mulai membangun kesadaran sosial. Kurikulum yang digunakan oleh pesantren tidak hanya kurikulum keagamaan saja tetapi telah menggunakan kurikulum tentang masalah sosial. Alasan ini yang menyebabkan
pesantren bukan sebuah lembaga
keagamaan tetapi menjadi lembaga sosial yang dapat merespon masalah sosial yang terdapat pada masyarakat (Anonim 2010). Pondok pesantren memiliki jenis atau tipe dari masing-masing pesantren sesuai dengan fungsinya dan kurikulum yang diajarkannya. Jenis-jenis pondok pesantren antara lain adalah pesantren salafi. Pesantren salafi adalah pesantren yang mengajarkan ilmu agama islam saja. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lainnya dengan balasan mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka.Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali.Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam.Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an (Anonim 2010). Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah
4
pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP disebut dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dikenal dengan nama Madrasah Aliyah. Pesantren dan madrasah memiliki perbedaan yaitu terletak pada sistemnya dimana pesantren memasukkan santrinya kedalam asrama sedangkan madrasah tidak (Anonim 2010). Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudain dikenal dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. federspiel- salaseorang pengkaji ke-Islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh dan Palembang (Sumatra), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah meng hasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar (Anonim 2010). Remaja Istilah remaja adolescence berasal dari kata adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock 1994). Monks et al (1982) mengemukakan
suatu
analisa
yang
cermat
mengenai
semua
aspek
perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun dengan pembagiannya : (1) 12-15 tahun termasuk kedalam masa remaja awal, (2) 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan dan (3) 18-21 tahun termasuk kedalam kelompok remaja akhir. Menurut Riyadi (2001) masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini banyak terjadi perubahan untuk menuju tahap kedewasaan. Remaja merupakan fase transisi sebelum seorang anak menjadi dewasa. Perubahan- perubahan hormon yang mempercepat pertumbuhan tinggi badan terjadi selama fase remaja. Beberapa para ahli banyak yang mengemukakan berbagai pendapat mengenai batasan usia remaja. Dari berbagai pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa secara teoritis dan empiris rentang usia remaja berada dalam usia 12-21 tahun bagi wanita dan 13-22 tahun bagi pria. Jika dibedakan
5
berdasarkan remaja awal dan akhir maka kelompok remaja awal berada pada usia 12 atau 13 tahun hingga 17 atau 18 tahun, sedangkan yang termasuk kedal kategori remaja akhir berada pada rentang usia 17 atau 18 tahun hingga usia 21 atau 22 tahun (Panuju &Umami 1999). Menurut Husaini & Husaini (1989) pada masa remaja terjadi keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang karakteristiknya adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan fisik yang sangat cepat (adolescent growt spurt) 2. Pertumbuhan dan perkembangan pada remaja putrid terjadi lebih awal, yaitu pada usia 11-13 tahun, sehingga remaja putri terlihat lebih tinggi pada usia 13-14 tahun. 3. Pertumbuhan yang terjadi pada remaja putra dan remaja putri berbeda dalam besar dan susunan tubuh sehingga kebutuhan gizinya yang berbeda. 4. Pertumbuhan fisik dan pematangan fungsi-fungsi tubuh adalah proses akhir dari masa remaja. Keadaan ini menentukan keadaan pada waktu dewasa seperti bertambah pendek atau tinggi, lamban atau energik, ulet atau pasrah. 5. Terjadi perubahan hormon seks. Pertumbuhan yang cepat, perubahan emosional dan perubahan social merupakan ciri yang spesifik pada usia remaja. Segala sesuatu cepat berubah dan untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi, asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari amatlah penting. Tubuh yang mengalami pertumbuhan perlu mendapatkan asupan zat gizi dari makanan yang seimbang. Pertumbuhan yang cepat umumnya diiringi dengan petambahan aktifitas fisik sehingga kebutuhan zat-zat gizi bertambah. Mereka harus diyakinkan bahwa masukan zat gizi yang kurang akan berakibat pada kesehatan (Pudjiadi 1997). Aktivitas Fisik Salah satu pesan yang terdapat dalam pedoman umum gizi seimbang (PUGS) dalam pencapaian hidup sehat adalah melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur (Almatsier 2006). Hal demikian dianggap penting karena aktivitas fisik dapat membuat tubuh bugar dan akhirnya tubuh menjadi sehat. Aktivitas Fisik adalah gerak tubuh secara keseluruhan yang menggunakan otototot tubuh, sehingga meningkatkan pengeluaran energi secara maksimal (WHO 2000). Aktivitas fisik merupakan komponen utama dari eneri expenditure, yaitu sekitar20-25% dari total energi expenditure. Akan tetapi seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi membuat masyarakat cendrung
6
mengikuti gaya hidup sedentary. Tidak hanya orang dewasa saja, namun anakanak juga cendrung malas berolahraga dan lebih senang menghabiskan waktu untuk menonton televisi dan bermain game dirumah. Hal ini juga dapat disebabkan karena kurangnya lahan untuk anak-anak bermain, sehingga membuat anak menghabiskan waktu bermainnya di depan layar dan kurang merangsang mereka untuk melakukan aktivitas fisik untuk bergerak, akibatnya dapat meningkatkan resiko kegemukan atau obesitas pada mereka karena kurangnya kalori yang dapat dibakar oleh tubuh. Menurut Sjostrom et al (2008) bahwa terdapat perbedaan antara aktivitas fisik dengan olahraga. Perbedaannya adalah aktivitas fisik merupakan bentuk dari perilaku yang menghasilkan energi expenditure karena pergerakan otot tubuh termasuk lengan dan kaki, sedangkan olahraga merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dan dilakukan berulang berupa pergerakan tubuh untuk meningkatkan atau mencapai kebugaran. Terdapat banyak kentungan dan hubungan antara aktivitas fisik dengan kesehatan diantaranya adalah : 1. Aktivitas fisik membantu mempertahankan keseimbangan energi dan mencegah kejadiaan obesitas. 2. Latihan fisik yang teratur mengurangi resiko penyakit 3. Latihan fisik yang teratur atau dngan level yang tinggi pada kegiatan seharihari dapat mencegah beberapa tipe penyakit kanker. 4. Latihan fisik teratur juga dapat mencegah atau menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi Dengan demikian Sjostrom et al (2008) juga menyatakan bahwa masyarakat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik sekitar 30 menit setiap hari dengan bentuk aktivitas sedang. Rekomdasi ini juga diberikan kepada anakanak pada rentang usia 5-18 tahun dengan intensitas aktivitas yang sama. Hal demikian berarti anak usia sekolah hingga remaja dianjurkan untuk olahraga setiap hari dengan durasi waktu kurang lebih 30 menit. Menurut WHO aktivitas fisik siswa sekolah dibagi atas beberapa bagian yaitu : waktu tidur, waktu sekolah, waktu luang (disekolah dan luar sekolah), waktu mengerjakan tugas (pekerjaan rumah), waktu melakukan perjalanan kesekolah, dan waktu olahraga. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi
7
dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2006). Riyadi (2006) menyatakan bahwa jika diketahui jumlah energi tubuh yang telah dikeluarkan selama aktivitas sehari, maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan kebutuhan energi seseorang dengan asumsi aktivitas harian tersebut merupakan aktivitas normal sehari-hari untuk hidup sehat.Kegiatan fisik dan olahraga
secara
teratur
dan
cukup
takarannya,
dapat
membantu
mempertahankan derajat kesehatan yang optimal bagi yang bersangkutan. Kegiatan fisik dan olahraga yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi dapat mengakibatkan berat badan tidak normal, upayakan agar kegiatan fisik dan olahraga selalu seimbang dengan masukan energi yang diperoleh dari makanan sehari-hari (Depkes 1996). FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik dan angka metabolisme basal merupakan variabel utama dalam perhitungan pengeluaran energi. Pengeluaran energi dapat menjadi gambaran kebutuhan energi seseorang dapat hidup sejahtera dan berkualitas secara keseluruhan. Tingkat aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut FAO/WHO/UNU (2001) :
Keterangan : PAL PAR
: Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)
Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut : Tabel 1 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori
Nilai PAL
Ringan (sedentary lifestyle)
1,40-1,69
Sedang (active or moderately active lifestyle)
1,70-1,99
Berat (vigorous or vigorously active lifestyle)
2,00-2,40
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Waktu Tidur dan Waktu Menonton Televisi WHO (1978) dalam Marbun (2002) menyatakan bahwa kira-kira sepertiga waktu dari 24 jam sehari digunakan seseorang untuk tidur. Salah satu penilaian
8
aktivitas fisik anak adalah waktu tidur. Waktu tidur untuk anak sekolah dapat dibagi dua yaitu waktu tidur siang dan tidur malam. Menonton televisi termasuk aktivitas waktu luang. Menurut Peggy L Pipes dalam Marbun (2002) beberapa faktor yang mengakibatkan status gizi lebih diantaranya adalah gaya hidup “sedentaris” yaitu gaya hidup santai dan meminimalkan aktivitas fisik seperti :waktu menonton televisi dan bermain komputer serta videogames, apabila diselingi dengan mengkonsumsi makanan ringan/snack sepanjang menonton televisi. Pengetahuan Gizi Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo 2007). Berdasarkan penelitian Rogers (1974) diacu dalam Notoatmodjo (2007) mengungkap bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat tahan lama. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak di dasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan gizi adaah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun informal, selain itu juga dapatdiperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan atau gizi (Suharjo 1989). Konsumsi Pangan Pangan merpakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan oleh tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi. Kelebihan atau kekurangan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, aktivitas fisik (Almatsier 2006). Konsumsi pangan merupakan informasi tetang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Jenis dan jumlah pangan merupakan hal yang penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi.
9
Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Kusharto & Sa’adiyah 2008). Frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi (Sukandar 2007). Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, maupun kali per bulan. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi ekonomi yang baik memiliki frekuensi makan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan karena orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al 1998). Secara umum tujuan survai konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan tersebut. Berdasarkan jenis data terdapat dua jenis data yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya digunakan untuk mengetahui frekuensi makanan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habbits) serta cara-cara dalam memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon, metode pendaftaran makanan (food list). Metode secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftarvlain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM) (Supariasa 2002). Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu metode penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu. Metode ini dapat menaksir asupan gizi individu. Pada metode ini dicatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu (biasanya recall 24 jam). Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT
10
(Ukuran Rumah Tangga), setelah itu baru dikonversikan dalam satuan berat (Kusharto & Sa’diyyah 2008). Tingkat Konsumsi Gizi Tingkat konsumsi makanan( untuk energy dan zat gizi) diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk populasi yang diteliti. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia yang digunakan secara nasional adalah hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998. Dasar menyajian Angka Kecukupan Gizi (AKG) didsarakan pada kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, aktivitas, kondisi khusus (hamil dan menyusui) (Supariasa 2002). Energi Manusia memerlukan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan yang menentukan nilai energinya. Keseimbangan energi dicapai apabila energi yang masuk kedalam tubuh melalui makanan
sama
dengan
energi
yang
dikeluarkan.
Kekurangan
energi
menyebabkan berat badan kurang dan berat badan seharusnya (ideal), sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga terjadi kegemukan. Satuan energy dinyatakan dalam unit panas atau kalori (Almatsier 2006). Menurut Budiyanto (2002) energi dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak. Sehingga manusia membutuhkan zat-zat makanan yang cukup untuk memenuhi kecukupan energinya. Manusia yang kekurangan makanan akan lemah baik dengan daya kegiatan, pekerjaan fisisk, maupun daya ingat karena kekurangan zat-zat makanan yang dapat menghasilkan energy dalam tubuh. Protein Protein merupakan zat gizi penghasil energy yang tidak berperan sebagai sumber energy tetapi berfungsi untuk mengganti jaringan dan sel tubuh yang rusak. Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur. Protein adalh sumber asam amino
11
yang mengandung unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno 1997). Menurut Almatsier (2006) kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan transportasi zat-zat gizi, dalam keadaan berlebih protein akan mengalami deaminase. Nitrogen akan dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Kecukupan protein akan terpenuhi apabila kecukupan energy telah terpenuhi karena sebanyak apapun protein akan dibakar menjadi panas. Besi (Fe) Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini diperlukan dalam hemopobesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb). Berbagai jenis enzim memerlukan besi sebagai kofaktor dalam suatu reaksi. Pada wanita subur lebih banyak besi yang terbuang dari tubuh dengan adanya menstruasi sehingga kebutuhan akan besi pada wanita dewasa lebih tinggi dari pada laki-laki (Sediaoetama 2006). Vitamin A Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis wortel, tomat, jaung manis, papaya, nangka masak dan jeruk. Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan tulang gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dalam bentuk tulang tidak normal. Defisiensi vitamin A menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Vitamin A juga berperan dalam pembentukan sl darah nerah, kemungkinan melalui interaksi dengan besi (Almatsier 2006). Vitamin C Vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air yang dapat terserap sangat cepat dan masuk kedalam saluran darah yang kemudian diedarkan keseluruh tubuh. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C dibuang melalui urin. Oleh karena itu bila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah yang besar sebagian akan dibuang keluar, terutama bila seseorang mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi,
12
sebaliknya bila keadaan gizi seseorang buruk maka sebagian besar jumlah vitamin C ditahan oleh jaringan tubuh (Winarno 1997). Menurut Winarno (1997) vitamin C memiliki banyak fungsi didalam tubuh yaitu sebagai koenzim atau kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang memiliki kemampuan reduksi yang kuat dan berfungsi sebagai antioksidan dalam reaksi hidroksilasi. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan luka sukar sembuh, terjadi anemia, jumlah seldarah putih menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Menurut Riyadi (2006) kebutuhan vitamin C dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan keadaan fisiologis serta gaya hidup seperti merokok. Status Gizi Status gizi adalah ekspresi keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dengan penggunaan zat gizi tersebut (Supariasa 2002). Menurut Almatsier (2005) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makananan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi merupakan salah satu indikator status kesehatan seseorang (Jellife 1989). Status gizi sangat ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi waktu yang tepat di tingkat sel agar tubuh dapat berkembang dan berfungsi dengan normal. Karena bergantung dari ketersediaan zat gizi, maka status gizi ditentukan oleh pemenuhan semua zat gizi yang diperlukan tubuh dari makanan dan berperannya faktor yan menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi tersebut. Sehubungan dengan status gizi seseorang, perlu diketahui beberapa hal antara lain nutrition, nutriture, dan nutritional status. Nutrition adalah suatu proses dimana organisme hidup karena penggunaan makanan yang diterima tubuhnya mlai dari pencernaan sampai energi dihasilkan. Nutriture menggambarkan adanya keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran gizi yang diterima tubuh sehingga menghasilkan nutritional status yang dapat diukur dengan variabel pertumbuhan tertentu (Supariasa 2002). Penilaian Status Gizi Terdapat dua jenis penilaian status gizi, langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung antara lain dengan antropometri, biokimia, biofisik, dan klinis. Penilaian status gizi secara tidak langsung antara lain survei konsumsi makanan, statistik vital, penilaian faktor ekologi (Supariasa 2002). Menurut Brown (2005) untuk melakukan penilaian status gizi tingkat individu
13
terdapat empat cara yaitu pengukuran klinis atau fisik, pengukuran konsumsi makanan, pengukuran antropometri dan pengukuran biokimia. Penilaian Status Gizi dengan Indeks Antropometri Pengukuran antropometri bersal dari bahasa latin anthropos yang berarti manusia (human being). Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengukuran terhadap tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan sesuai dengan usia. Pengukuran antropometri sering digunakan atau dilakukan dalam survai gizi. Pengukuran ststus gizi dengan antropometri yang dilakukan dengan cara mengukur tubuh manusia. Pengukuran antropometri merupakan penilaian yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi status gizi (Jellife 1989). Antropometri merupakan pengukuran atau penilaian status gizi secara langsung dan sederhana yang paling umum digunakan untuk menilai masalah KEP, kelebihan energi dan protein. Ada empat variabel yang biasa digunakan dalam pengukuran ini yaitu umur, berat badan, tinggi badan, dan jenis kelamin. Pemilihan metode yang akan digunakan sangat bergantung pada tahapan dan keadaan gizi balita. Tidak hanya keempat variabel diatas yang sering digunakan dalam pengukuran namun ada tiga variabel lainnya yang digunakan dalam pengukuran status gizi dengan antropometr yaitu lingkar kepala, lingkar lengan atas (LILA) dan lingkar dada. Pengukuran antropometri memiliki beberapa kelebihan antara lain prosedur pelaksanaannya yang sederhana, dapat dilakukan atau digunakan untuk jumlah sampel yang besar atau banyak, cukup dilakukan oleh tenaga yang terlatih, aman, peralatan murah dan mudah dibawa, metode tepat dan akurat, dapat menggambarkan status gizi dimasa lampau. Pengukuran status gizi dengan menggunakan indeks antropometri dapat diukur dengan : a.
Berat Badan menurut Umur (BB/U) Berat badan adalah ukuran antropometri yang palig banyak digunakan,
karena parameter ini mudah mengalami kenaikan dan penurunan. Jadi dapat dikatakan bahwa berat badan sangat peka terhadap asupan makanan. Berat badan memberikan gambaran masa tubuh dan merupakan parameter antropometri yang sangat labil. Berat badan akan berkembang mengikuti pertambahan umur
dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan
antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin dalam keadaan normal. Hal ini berlaku sebaliknya dalam keadaan abnormal terdapat dua kemungkinan
14
perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal, karena karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Kelebihan indeks BB/U antara lain lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat digunakan untuk mendeteksi kegemukan (overweight) dan obesitas. Kelemahan indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang salah apabila terjadi edema atau asites. Selain itu di daerah terpencil atau pedesaan, umur sulit ditaksir dengan tepat karena pencatatan umur yang belum baik, sehingga memerlukan data umur yang akurat terutama untuk anak dibawah 5 tahun (Supariasa 2002). b. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Tinggi
badan
merupakan
antropometri
yang
menggambarkan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan akan bertambah seiring dengan pertumbuhan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, yaitu relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam jangka waktu yang singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam jangk waktu yang relatif lama. Beaton dan Bengoa (1973) dalam Supariasa (2002) menyatakan bahwa indeks TB/U memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. Kelebihan dari indeks TB/U adalah dapat digunakan untuk menilai status gizi masa lampau. Kelemahan indeks TB/U adalah tinggi badan tidak dapat dijadikan indikator perbaikan status gizi karena kenaikannya cendrung lama dan tidak terjadi penurunan, selain itu pengukuran tinggi badan sulit dilakukan. c. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear terhadap tinggi badan. Pertambahan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks TB/BB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi. Indeks BB/TB independent terhadap umur. Kelebihan dari indeks BB/TB adalah tidak memerlukan data umur, dan bisa mendapatkan
proporsi
badan
(gemuk,
normal,
kurus),
sedangkan
kelemahannya adalah memerlukan dua macam alat ukur dan tidak
15
menggambarkan tinggi-pendek karena tidak menggunakan umur (Supariasa 2002). Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara yang lebih dianjurkan untuk menentukan status gizi kurus atau gemuk seseorang. IMT merupakan hasil pembagian berat badan (BB) dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi badan (TB2) dalam satuan meter. Indeks ini tidak memerlukan data usia sehingga merupakan indeks yang independent terhadap usia dan dapat digunakan untuk menyatakan status gizi saat ini. Indeks masa tubuh dapat dihitung dengan cara membagi bobot badab atau berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m) :
dengan BB adalah bobot badan atau berat badan (kg) dan TB adalah tinggi badan (m). Batas IMT orang dewasa berbeda dengan anak-anak. Pada anak-anak (IMT menuut usia) dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena pertumbuhan keduanya berbeda. IMT menurut usia dan jenis kelamin digunakan pada anakanak usia 2-20 tahun yang kemudian dimasukkan pada grafik. Keuntungan dalam menggunakan IMT menurut usia adalah: (i) dapat digunakan untuk remaja muda dalam mendeteksi terjadinya pubertas, (ii) dapat dibandingkan dengan baik terhadap hasil pemeriksaan laboratorium atau pengukuran lemak tubuh, (iii) IMT berhubungan dengan risiko kesehatan. Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-skor, persentil atau persen terhadap median. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel berikut.
16
Tabel 2 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U Variabel -3
+2 Sumber : WHO 2007
Kategori kurus normal overweight obese
Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah salah satu metode untuk penentuan status gizi secara tidak langsung baik perorangan maupun kelompok. Tujuan survei konsumsi makanan secra umum adalah mengetahui kebiasaan makan, gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat-zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Berdasarkan jenis data yang diperoleh maka survei makanan dapat menghasilkan dua jenis data konsumsi yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif dapat digunakan untuk mengetahui frekuensi
makan,
frekuensi
konsumsi
menurut
bahan
makanan
serta
memperoleh kebiasaan makan serta cara mendapatkannya. Metode yang bersifat kuantitatif dapat digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung banyaknya konsumsi zat gizi melalui Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan. Metode pengukuran yang bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan, dietary history, telepon dan pendaftaran makanan (food list). Metode kuantitatif antara lain metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated food recards), penimbangan makanan, food account, inventaris dan pencatatan (Supariasa 2002). Penilaian mengenai masukan makanan dan zat gizi sangat penting dalam penelitian gizi. Data mengenai kecukupan makanan menyediakan informasi jenisdan jumlah makanan dikonsumsi oleh individu yang dilakukan untuk mengetahui jumlah zat gizi yang dikonsumsi. Metode penilaian untuk individu yang umum dilakukan adalah :dietary recall, food frequency,dietary history, weihed food record (Gibson 2005) a.
Food Recall (recall 24 jam) Metode recall 24 jam dilakukan oleh seorang pewawancara yang
telah terlatih. Pada metode recall 24 jam seseorang diminta untuk menceritakan semua makanan dan minuman yang dikonsumsinya selama 24
17
jam sebelum dilakukan wawancara. Food recall dapat digunakan untuk menentukan rat-rata konsumsi zat gizi secara kuantitatf dan kualitatif dengan melakukan recall beberapa hari. Penilaian konsumsi zat gizi secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui ukuran atau porsi makan. Untu memudahkan mengingat ukuran atau porsi makanan biasanya digunakan alat bantu food modelatau contoh makanan dan alat ukuran rumah tangga. Jumlah makanan yang dikonsumsi diukur atau diperkirakan dengan ukuran rumah tangga yang kemudian dikonversi dengan ukuran berat. Metode ini memiliki kelebihan antara lain : a.
Menunjukkan konsumsi makanan yang aktual (dibandin dengan food frequency)
b.
Mengingat dalam waktu jangka yang pendek (24 jam yag lalu)
c.
Mampu memperkirakan asupan zat gizi dari kelompok
d.
Tidak mengubah kebiasaan makan
e.
Wawancara dapat dilakukan melalui telepon jika responden tidak dapat hadir Metode ini memiliki kelemahan antara lain :
a.
Mengandalkan ingatan responden yang mungkin kurang akurat
b.
Responden dapat menembah atau mengurangi informasi konsumsi makanan yang sebenarnya
c.
Estimasi konsumsi energi menjadi rendah karena minuman sering tidak diperhitungkan
Penilaian konsumsi makanan dengan metode recall 24 jam paling sesuai untuk menilai asupan makanan seseorang dengan jumlah yang besar. Terkadang dalam validasi penilaian konsumsi makanan dengan metode lain dilakukan dengan membandingkan hasil recall 24 jam (Gibson 2005). 1.
Food Record Pencatatan semua makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh individu
yang umumnya dilakukan dalam jangka waktu tiga hari hingga satu minggu. Metode ini memberikan informasi yang akurat karena tidak bersandar pada ingatan responden dimana masukan makanan dicatat pada saat makanan dikonsumsi. Meskipun demikian metode ini juga memiliki kelemahan yaitu terlalu membebani responden sehinga sering terjadi perubahan pola makan responden. Tidak hanya itu metode ini memeerlukan biaya penelitian yang mahal, responden tidak boleh buta huruf, serta diperlukan keseriusan
18
responden dalam mencatat atau menimbang konsumsi makanan (Gibson 2005,Wolper 1995). 2. Kuesioner Food Frequency Metode
ini
digunakan
untuk
mendapatkan
data
kualitatif
yang
memberikan informasi tentang pola makan. Daftar pertanyaan berisi tentang daftar makanan dan frekuensi makan dalam periode waktu tertentu seperti hari, minggu, bulan dan tahun. Kelebihan metode ini adalah murah, cepat, daftar pertanyaan dapat diisi sendiri oleh responden, sederhana, lebih representatif, untuk kebiasaan/ pola makan, dapat dipergunakan untuk populasi yang besar dan dapat dilakukan siapa saja tanpa pelatihan khusus. Metode ini juga memiliki kelemahan antara lain tidak ada ukuran porsi makan, tidak dapat menilai konsumsi zat gizi yang sebenarnya karena hanya memberikan informasi kualitatif dan tidak memberikan gambaran jumlah makanan. Bentuk kuesioner pada food frequency dapat dibagi menjadi 2 komponen yaitu daftar bahan makanan dan kategori frekuensi yang dimakan. Daftar kebutuhan bahan makanan disesuaikan dengan keadaan pada saat itu baik secara periodik maupun musim. Jenis informasi yang biasanya diperlukan terhadap konsumsi makanan tersebut adalah : a. Jenis makanan apa saja yang dimakan selama 24 jam terakhir b. Frekuensi makan dari sejumlah makanan yang dilihat dari sebuah daftar yang disiapkan secagai cross check dari recall 24 jam. c. Jenis makanan yang dikonsumsi selama tiga/tujuh hari berturut-turut (Gibson 2005) 3. Dietary History Metode ini mencatat semua yang dimakan dalam kurun waktu yang panjang. Kurun waktu yang digunakan bisa enam bulan hingga satu tahun. Metode ini memiliki sifat yang sensitif sehingga memerlukan petugas yang terlatih dan handal. Metode ini merupakan kombinasi dari recall 24 jam dan food frequency untuk mendapatkan informasi tentang konsumsi makanan, frekuensi makan dan pola makan. Kelemahan dari metode ini adalah terlalu membebani dan kurang sesuai untuk survey yang besar (Gibson 2005). Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Status gizi seseorang atau sekelompok orang tidak selalu sama dari masa ke masa karena merupakan interaksi dari berbagai faktor. Faktor yang
19
secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan status kesehatan. Konsumsi pangan, salah satunya dipengaruhi oleh akses terhadap pangan lebih lanjut akses terhadap pangan ditentukan oleh tingkat pendapatan seseorang (Riyadi 2001). Oleh karena itu, konsumsi makanan Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya di dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi dan aman untuk dikonsumsi. Bila terjadi gangguan kesehatan, pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu. Faktor lain yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi ialah keadaan zat gizi di dalam pangan (Hermana 1993). Faktor-faktor yang berperan dalam menentukan status gizi ada dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berpengaruh dari luar diri seseorang, seperti daya beli keluarga yang meliputi pendapatan keluarga, harga bahan makanan, tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga, serta kebersihan lingkungan. Faktor internal merupakan faktor yang mejadi dasar pemenuhan kebutuhan gizi seseorang, diantaranya adalah nilai cerna makanan, status kesehatan dan status fisiologis (Aprijadi 1986). Beradasarkan bagan UNICEF (1988) mengenai faktor-faktor penyebab masalah kurang gizi yang telah disesuaikan terdapat beberapa faktor yaitu faktor penyebab langsung, faktor penyebab tidak langsung, masalah pokok yang berada dimasyarakat dan faktor mendasar. Faktor penyebab langsung adalah asupan makanan dan penyakit infeksi. Asupan makanan adalah makanan yang dikonsumsi harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang. Penyakit infeksi berkaitan dengan tingginya prevalensi dan kejadian penyakit infeksi terutama diare, ISPA, TBC, malaria, demam berdarah, dan HIV/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Faktor penyebab langsung tersebut dapat ditimbulkan oleh tiga faktor penyebab tidak langsung yaitu (i) ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, (ii) pola pengasuhan anak dan (iii) jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Faktor penyebab tidak langsung dipengaruhi oleh pokok masalah yang berada di msyarakat, yaitu pendidikan, pelayanan kesehatan, informasi, pelayanan kesehatan, informasi, pelayanan keluarga berencana, serta kelembagaan sosial masyarakat untuk pemberdayaan masyarakat khususnya
20
perempuan. Sebagai akar masalah adalah krisis ekonomi, politik, dan sosial (Bappenas 2007).
21
KERANGKA PEMIKIRAN Remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini banyak terjadi perubahan untuk menuju tahap kedewasaan. Remaja merupakan fase transisi sebelum seorang anak menjadi dewasa. Perubahan- perubahan hormon yang mempercepat pertumbuhan tinggi badan
terjadi
selama
fase
remaja
(Riyadi
2001).
Remaja
umumnya
mengalokasikan waktu selama 24 jam untuk melakukan aktivitas fisik seperti bersekolah, tidur, menonton tv, belajar, bermain, aktivitas ringan serta aktivitas berat. Kebiasaan makan remaja yang akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Kebiasaan makan remaja yang tinggal di pondok pesantren tergantung dari penyelenggaraan makanan yang dilaksanakan oleh pihak pesantren, karena untuk makan pagi. siang dan malam telah disediakan oleh pihak pesantren selama remaja tersebut tinggal dan menetap di pesantren. Konsumsi pangan secara langsung akan mempengaruhi status gizi remaja yang tinggal di pondok pesantren. Tingkat konsumsi pangan remaja yang tinggal di pondok pesantren yang rendah baik secara kualitas maupun kuantitasnya akan menyebabkan status gizi remaja tersebut rendah.
22
Kerangka Pemikiran
Karakteristik remaja di pondok pesantren : umur, jenis kelamin, pendidikan, uang saku.
Aktivitas Fisik
Riwayat Kesehatan
Kebiasaan makan
Tingkat Konsumsi Pangan
Karakteristik keluarga atau lingkungan tempat tinggal Gambar 1 Kerangka Pemikiran Keterangan : Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti
Status Gizi
23
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosssectional study dimana seluruh paparan dan outcome diamati pada saat bersamaan dan pengumpulan data dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al Falak yang berada di Kota Bogor. Waktu penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan September – Oktober 2011. Jumlah dan Teknik Pengambilan Subjek Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa yang berada dipondok pesantren. Contoh yang diambil adalah populasi yang berjumlah 34 orang siswa yang terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat bantu kuesioner. Data primer meliputi data karakteristik individu dan keluarga diperoleh
dengan
wawancara
langsung
mengunakan
kuesioner.
Data
antropometri seperti berat badan, tinggi badan ditentukan melalui penimbangan dan pengukuran yang dilakukan kepada contoh. Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak yang memiliki ketelitian 0,1 kg, sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan adalah microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Data tingkat konsumsi pangan diperoleh melalui recall 2x24 jam. Recall konsumsi dilakukan pada hari libur dan hari sekolah. Data aktivitas fisik diperoleh melalui recall 2x24 jam pada hari sekolah dan libur. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum pondok pesantren. Jenis data dan cara pengumpulannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data No 1
Variabel Karakteristik individu dan keluarga - Umur - Jenis kelamin (Laki-laki, perempuan) - Uang saku (Sebaran data santri)
Skala Data
Cara pengumpulan data Wawancara menggunakan kuesioner
Rasio Nominal Rasio
24
No
2.
3.
4.
5.
Variabel < Rp. 2.500 Rp. 2.500-Rp. 3.500 >Rp.3.500 - Pendidikan Orang tua(SD,SMP,SMA, Perguruan tinggi) - Pendapatan orang tua (Sebaran Data santri) < Rp.1.000.000 Rp.1.000.000-Rp 2.000.000 Rp.2.000.000-Rp.3.000.000 >Rp.3.000.000 - Jumlah Keluarga (BKKBN 1998) <4 orang 5-7 orang >7 orang Antropometri Siswa - Berat Badan - Tinggi Badan
Konsumsi pangan siswa (Depkes 1996) Konsumsi Energi dan Protein : -Defisit tingkat berat (<70% AKG) -Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) -Defisit tingkat ringan (8089%AKG) -Normal (90-119%AKG) -Lebih (> 120 % AKG) Konsumsi vitamin dan Mineral (Gibson 2005) : - Kurang ( <77% AKG) - Cukup (>77 % AKG) Aktivitas siswa (FAO/WHO/UNU 2001) - Ringan (1,40 – 1,69) - Sedang (1,70 – 1,99) - Berat ( 2,00- 2,40) Pengetahuan gizi (Khomsan 2000) - Kurang ( <60%) - Sedang ( 60%-80%) - Baik ( >80%) Status kesehatan (Sugiono 2009) - Rendah (<4) - Sedang ( 4-7) - Tinggi (> 8)
Skala Data
Cara pengumpulan data
Ordinal Rasio
Rasio
Rasio Rasio
Ordinal
Pengukuran Antropometri 1. Berat badan diukur menggunakan bathscale digital dengan ketelitian 0,5 kg 2. Tinggi badan diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm Wawancara mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (recall 2x24 jam yaitu pada hari libur dan sekolah), konversi URT ke dalam gram sesuai dengan yang disajikan
Ordinal
Wawancara menggunakan kuesioner (recall 2x24 jam) pada hari sekolah dan hari libur
Ordinal
Wawancara menggunakan kuesionair
25
No
Variabel
Skala Data
Cara pengumpulan data
6.
Kebiasaan makan - Frekuensi Konsumsi pangan ( 0 kali/ minggu, 1- 3 kali/ minggu, 3-6 kali per minggu, >6 kali/ minggu) Status gizi siswa IMT/U (WHO 2007) - Sangat kurus ( z <-3 ) - Kurus (-3 < z < -2) - Normal ( -2 < z < +1) - Overweight ( 1 < z < +2) - Obese ( z >+ 2)
Rasio
Kuesioner Food Frequency Questionare (FFQ) selama 1 minggu
7.
Ordinal
IMT dihitung dengan perbandingan IMT dan U dengan menggunakan software WHO Anthroplus.
Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari buku profil sekolah meliputi : 1. Data siswa (jumlah siswa) 2. Lokasi pesantren 3. Fasilitas pesantren Setelah data dikumpulkan kemudian data diolah. Jenis data dan cara pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis dan cara pengolahan data No 1
2.
Variabel Karakteristik individu dan keluarga - Umur - Jenis kelamin (Laki-laki, perempuan) - Uang saku (Sebaran data santri) < Rp. 2.500 Rp. 2.500-Rp. 3.500 >Rp.3.500 - Pendidikan Orang tua(SD,SMP,SMA, Perguruan tinggi) - Pendapatan orang tua (Sebaran Data santri) < Rp.1.000.000 Rp.1.000.000-Rp 2.000.000 Rp.2.000.000-Rp.3.000.000 >Rp.3.000.000 - Jumlah Keluarga (BKKBN 1998) <4 orang 5-7 orang >7 orang Antropometri Siswa - Berat Badan - Tinggi Badan
Skala Data
Cara pengumpulan data Wawancara menggunakan kuesioner
Rasio Nominal Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Rasio Rasio
Pengukuran Antropometri 3. Berat badan diukur menggunakan bathscale digital dengan ketelitian 0,5 kg
26
No
3.
4.
5.
6.
7.
Variabel
Konsumsi pangan siswa (Depkes 1996) Konsumsi Energi dan Protein : -Defisit tingkat berat (<70% AKG) -Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) -Defisit tingkat ringan (8089%AKG) -Normal (90-119%AKG) -Lebih (> 120 % AKG) Konsumsi vitamin dan Mineral (Gibson 2005) : - Kurang ( <77% AKG) - Cukup (>77 % AKG) Aktivitas siswa (FAO/WHO/UNU 2001) - Ringan (1,40 – 1,69) - Sedang (1,70 – 1,99) - Berat ( 2,00- 2,40) Pengetahuan gizi (Khomsan 2000) - Kurang ( <60%) - Sedang ( 60%-80%) - Baik ( >80%) Status kesehatan (Sugiono 2009) - Rendah (<4) - Sedang ( 4-7) - Tinggi (> 8) Kebiasaan makan - Frekuensi Konsumsi pangan ( 0 kali/ minggu, 1- 3 kali/ minggu, 3-6 kali per minggu, >6 kali/ minggu) Status gizi siswa IMT/U (WHO 2007) - Sangat kurus ( z <-3 ) - Kurus (-3 < z < -2) - Normal ( -2 < z < +1) - Overweight ( 1 < z < +2) - Obese ( z >+ 2)
Skala Data
Ordinal
Cara pengumpulan data 4. Tinggi badan diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm Wawancara mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (recall 2x24 jam yaitu pada hari libur dan sekolah), konversi URT ke dalam gram sesuai dengan yang disajikan
Ordinal
Wawancara menggunakan kuesioner (recall 2x24 jam) pada hari sekolah dan hari libur
Ordinal
Wawancara menggunakan kuesionair
Rasio
Ordinal
Kuesioner Food Frequency Questionare (FFQ) selama 1 minggu
IMT dihitung dengan perbandingan IMT dan U dengan menggunakan software WHO Anthroplus.
Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan analisis data.. Proses editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul. Coding adalah pemberian angka atau kode tertentu yang telah disepakati
27
terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner, sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer. Entry adalah memasukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Data-data yang diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis menggunakan program Microsoft excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS)versi 16 for Window. Data pengetahuan tentang gizi diukur dengan penilaian masing-masing pertanyaan akan diberi skor 1 jika contoh menjawab benar dan skor 0 jika contoh menjawab salah. Total skor pengetahuan gizi siswa diperoleh maksimum adalah 15 dan skor minimum 0. Selanjutnya total nilai pengetahuan gizi siswa dikategorikan menjadi pengetahuan kurang yaitu jika skor <60%, pengetahuan sedang jika skor 60%-80% dan pengetahuan baik jika skor >80% (Khomsan 2000). Morbiditas yang dikumpulkan adalah dalam kurun waktu sebulan terakhir meliputi kejadian pernah atau tidak pernah sakit, jenis penyakit, skor morbiditas, dan dampak keluhan terhadap aktivitas. Skor mobiditas diperoleh dengan mengalikan lama hari sakit dengan frekuensi sakit untuk setiap jenis penyakit. Skor Morbiditas = Lama hari sakit x Frekuensi sakit Berdasarkan perhitungan interval kelas Sugiono (2009) skor morbiditas dikategorikan menjadi rendah (<4), sedang (4-7) dan tinggi (≥8). Data konsumsi pangan (recall 2x24 jam) dikonversi dalam bentuk energi (kkal), protein (g), zat besi (mg), kalsium (mg), vitamin A (RE), dan vitamin C (mg) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan sehingga diperoleh konsumsinya sehari (Hardinsyah & Briawan 1994). Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan : KGij
= Kandungan zat gizi-I dalam makanan –j
Bj
= Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan- j
BDDj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan Data hasil penimbangan dalam satuan gram kemudian dihitung kandungan energi dan zat gizi karbohidrat, protein, lemak, natrium, kalium, kalsium, dan magnesium dengan menggunakan program Nutrisurvey sehingga
28
hasil akhirnya diperoleh rata-rata untuk 2 hari. Data tersebut kemudian dianalisis sebagai berikut: Konsumsi energi dan protein contoh dibandingkan dengan Angka Kebutuhan Gizi yang telah dikoreksi dengan berat badan aktual contoh sehingga didapatkan angka kebutuhan energi dan protein koreksi. Rumus yang digunakan dalam mengkoreksi angka kecukupan zat gizi adalah sebagai berikut (Hardinsyah & Tambunan (2004) dalam Nasoetion & Damayanthi 2008):
AKG kemudian digunakan untuk menghitung tingkat konsumsi zat gizi. Tingkat konsumsi zat gizi contoh diperoleh dengan menggunakan rumus (Hardinsyah & Tambunan (2004) dalam Nasoetion & Damayanthi 2008):
Menurut Departemen Kesehatan (1996) tingkat konsumsi energi dan protein dikelompokkan menjadi lima cut off point yaitu : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG), (2) defisit tingkat sedang (70-79 % AKG), (3) deficit tingkat ringan (80-89 % AKG), (4) normal (90-119 % AKG), dan (5) kelebihan (>120% AKG). Penilaian untuk tingkat konsumsi zat besi, kalsium, vitamin C dan vitamin A menurut Gibson (2005) dibagi kedalam dua kategori yaitu : (1) kurang (< 77% AKG) dan (2) cukup ( > 77 %AKG). Data aktivitas fisik diperoleh dengan metode wawancara langsung (recall) dan hasilnya akan diolah dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas dikalikan dengan lamanya waktu yang digunakan untuk beraktivitas. Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : PAL= Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) PAR= Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Jenis aktivitas yang digunakan pada penelitian ini mengacu kepada FAO/WHO/UNU (2001) dengan nilai PAR yang berbeda dalam kilokalori
29
permenitnya sesuai dengan jenis aktifitas yang dilakukan dan jenis kelaminnya. Penggolongan nilai PAR yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran. Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi tiga kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001) seperti yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori
Nilai PAL
Aktivitas ringan (sedentary)
1,40-1,69
Aktivitas sedang (moderate)
1,70-1,99
Aktivitas berat (vigorous)
2,00-2,40
Kebutuhan energi dihitung dengan menggunakan Basal metabolisme rate masing-masing contoh. Basal metabolisme rate dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan umur contoh (Hardinsyah & Martianto 1992). Penghitungan BMR contoh menggunakan rumus sebagai berikut : Siswa berumur 13- 16 tahun Laki-laki
= 17,5 B + 651
Perempuan
= 12,2 B + 746
Pengukuran status gizi siswa pondok pesantren dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). IMT/U digunakan untuk anak yang berusia 5-19 tahun. Rumus perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut : z-skor = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan Klasifikasi IMT/U (WHO 2007) adalah sebagai berikut : 1. Sangat kurus (z<-3) 2. Kurus (-3+2) Analisis data yang dilakukan adalah secara deskriptif dan inferensia terdiri dari : 1. Deskriptif (persentase dan rata-rata) a. Karakteristik individu dan keluarga meliputi umur, jenis kelamin, uang saku, pendapatan orang tua, pendidikan orang tua. b. Kebiasaan makan.
30
c. Tingkat pengetahuan gizi. d. Aktivitas fisik contoh meliputi jenis kegiatan, lamanya waktu kegiatan, tingkat aktifitas fisik dan pengeluaran energi. e. Tingkat konsumsi zat gizi( energi, protein, zat besi, kalsium, vitamin A dan vitamin C) f.
Status gizi dan kesehatan.
2. Uji beda t-test yang digunakan untuk menguji perbedaan konsumsi dan tingkat konsumsi pangan pada hari sekolah dengan hari libur, tingkat aktifitas fisik, status gizi serta status kesehatan. 3. Analisis uji Chi Square digunakan untuk melihat hubungan antar variable yaitu: a. Menganalisis hubungan tingkat konsumsi energi dan zat gizi dengan status gizi b. Menganalisis hubungan tingkat konsumsi zat gizi dengan tingkat aktivitas fisik (ringan, sedang, berat) c. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi d. Menganalisis hubungan tingkat aktivitas fisik dengan status gizi e. Menganalisis hubungan status gizi dengan status kesehatan 4. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap status gizi siswa menggunakan uji regresi linier berganda. Analisis regresi bertujuan menganalisis besarnya pengaruh variabel bebas (aktivitas fisik, tingkat konsumsi zat gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin C, zat besi dan kalsium), pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan dan status kesehatan) dan variabel terikat (status gizi). Berikut adalah formula uji regresi berganda yang digunakan: Status Gizi: Y= β0+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+ε Keterangan: β0 = Konstanta β1, β2, β3, β4, β5, = Koefisien regresi variabel bebas X1 = Pengetahuan gizi X2 = Aktivitas Fisik X3 = Tingkat konsumsi zat gizi X4 = Status Kesehatan ε = Error atau Galat
31
Definisi Operasional Karakteristik contoh adalah data-data contoh yang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, uang saku, dan tinggi badan. Remaja adalah remaja Pondok Pesantren Al Falak yang berusia 13 tahun hingga dibawah 20 tahun yang dijadikan contoh penelitian. Konsumsi pangan adalah asupan energi, protein, besi, vitamin C dan vitamin A yang diperoleh dari suatu bahan pangan baik yang telah diolah tidak diolah yang dikonsumsi perhari dengan metode food recall selama 2x24 jam baik pada hari sekolah maupun hari libur. Tingkat konsumsi adalah persentase dari makanan yang dikonsumsi dari AKG. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh siswa pondok pesantren yang diakibatkan oleh konsumsi, absorpsi, dan penggunaan zat gizi yang ditentukan
melalui
Indeks
Massa
Tubuh/Umur
(IMT/U) dan
dikelompokkan menjadi 5 kategori berdasarkan WHO (2007): sangat kurus (z<-3), kurus (-3 < z <-2), normal (-2 < z < +1), overweight(+1< z < +2), dan obese (z>+2). Status Kesehatan adalah keadaan kesehatan contoh yang dinilai dari frekuensi sakit dan lama sakit yang pernah dialami contoh satu bulan sebelum penelitian. Aktivitas fisik adalah jenis kegiatan fisik yang dilakukan oleh remaja pondok pesantren dan lamanya seorang remaja melakukan kegiatan fisik seperti bersekolah, nonton tv, tidur, aktivitas ringan ( duduk, berdiri), sedang ( bersepeda, jogging, kegiatan rumah tangga) dan berat (olahraga, basket, berenang, bola).
32
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pondok Pesantren Al-Falak Pondok Pesantren Al-Falak yang diteliti terletak di Pagentongan, Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pondok Pesantren Al-Falak telah berdiri sejak tahun 1901. Pondok Pesantren ini didirikan oleh (alm) KH. Tb.Muhammad Falak Abbas atau yang dikenal dengan Abah Falak, dikarenakan pada saat itu berdirinya sebuah pesantren didukung dengan seorang tokoh ulama yang mulai bedakwah di daerah tempat tinggalnya atau sekitarnya. Menurut sejarahnya, KH.Tb.Muhammad Falak Abbas hijrah dari Sabi, Pandeglang ke Pagentongan pada tahun 1878 dan kemudian bertempat tinggal di Pagentongan. KH.Tb. Muhammad Falak Abbas menikah dengan seorang putri Pagentongan yang bernama Siti Fatma dan memiiki seorang putra tunggal yang bernama Tb.Muhammad Thohir Falak yang lebih dikenal dengan sebutan bapak Aceng. Pada tanggal 19 Juli 1972, Abah Falak wafat pada usia yang ke 130 tahun. Abah Falak di makamkan dibelakang rumahnya, yang kini menjadi Pemakaman Bani Falak. Tidak berselang lama setelah wafatnya Abah Falak kemudian disusul wafatnya Abah Aceng pada tahun 1976. Pada tahun 1996, disusul wafatnya putra dari Bapak Aceng yang bernama KH.Tb.Atung Zaini Dahlan yang merupakan tokoh yang memperhatikan keberadaan pondok pesantren Al- Falak. Saat ini Pondok Pesantren Al-Falak dikelola oleh keturunan Abah Falak (generasi IV) yang tinggal di Pagentongan. Faslitas yang dimiliki pondok pesantren tersebut meliputi fasilitas fisik yang terdiri dari asrama putra dan asrama putri. Fasilitas fisik asrama putra yang terdiri dari 15 ruang kamar tidur, 2 gudang penyimpanan serta 1 aula. Fasilitas fisik asrama putri adalah 1 aula, 7 kamar tidur, 2 gudang penyimpanan, serta 1 dapur umum untuk pengolahan makanan bagi para santri yang berada disebelah ruang aula. Karakteristik Santri Santri pada penelitian ini berjumlah 34 orang yang terdiri dari 19 orang putra dan 15 orang putri. Karakteristik responden meliputi jenis kelamin,umur,
33
jumlah uang saku, besar keluarga, pendidikan ayah dan ibu, jenis pekerjaan ayah dan ibu serta pendapatan keluarga. Umur santri Umur santri berkisar antara 13 hingga 16 tahun, berdasarkan sebaran, rata-rata usia santri adalah 13,8 tahun. Separuh santri (50%) berumur 13 tahun. Berdasarkan pada karakter umur menurut Monks et al. (1982) maka santri termasuk kedalam kategori remaja awal (12-15 tahun). Sebaran santri berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran santri berdasarkan umur Umur
13 14 15 16 Total Rata-rata+SD
n 17 11 3 3
% 50 32,4 8,8 8,8
34
100 13,8+1,0
Jenis Kelamin Jumlah siswa yang dijadikan contoh adalah sebanyak 34 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Berdasarkan Tabel 8 diketahui jika sebaran santri berdasarkan jenis kelamin, presentase terbesar berjenis kelamin laki-laki sebesar 55,9% atau berjumlah 19 orang, sedangkan presentase santri yang berjenis kelamin perempuan sebesar 44,1% atau berjumlah 15 orang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.Sebaran santri berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran santri menurut jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
n 19 15 34
% 55,9 44,1 100
Uang saku Uang saku adalah jumlah uang yang diterima oleh anak sekolah untuk keperluan harian, mingguan atau bulanan, untuk mencukupi keperluan jajan maupun keperluan lainnya. Menurut Napitu (1994) dalam Murniati (2011), bahwa pemberian uang saku kepada anak dapat mempengaruhi anak untuk belajar bertanggung jawab atas uang yang dimilikinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya uang saku yang diterima anak adalah besarnya
34
pendapatan orang tua.Pemberian uang saku ini merupakan pengalokasian dari pendapatan keluarga untuk mencukupi kebutuhan dan keperluan anak. Besar uang saku santri berkisar antara kurang dari Rp 2.500 hingga lebih dari Rp. 3.500 per hari. Lebih dari separuh (61,8%) uang saku santriberkisar dari Rp 2.500 hingga Rp 3.500. Besar uang saku yang diterima santri dalam penelitian ini tergolong rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Octaviana (2011) dimana besar uang saku yang diterima siswa SLTP berkisar Rp 10.000-Rp 15.000 per hari (53,2%). Sebaran santri berdasarkan uang saku dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran santri menurut uang saku Uang saku
n 6 21 7 34
<2.500 2.500-3.500 >3.500 Total
% 17,6 61,8 20,6 100
Karakteristik Keluarga Santri Pendidikan Orang tua Pendidikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi keluarga dalam mendukung pengetahuan seseorang untuk menerima informasi yang nantinya akan membentuk perilakunya. Pendidikan ayah dan ibu dibagi menjadi
lima
kategori
SMP/sederajat,SMA/sederajat
yaitu dan
tidak perguruan
tamat
SD,
SD/sederajat,
tinggi/sederajat.
Tabel
9
menunjukkan bahwa pendidikan terakhir ibu yang tamatan SD lebih banyak dibandingkan dengan ayah yang tamatan SD yaitu sebesar 23,5%, sedangkan ayah yang berpendidikan SD hanya sebesar 2,9%. Pendidikan tertinggi ayah dalam penelitian ini adalah perguruan tinggi dengan presentase sebesar 26,5%, sedangkan ibu sebesar 20,6%. Proporsi terbanyak tingkat pendidikan ayah (58,8%) dan ibu (44,1%) adalah SMA.Menurut Husaini (1989) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang
tua
maka
semakin
tinggi
pengetahuannya
dikarenakan
banyak
memperoleh informasi yang lebih luas yang akan berdampak atau berpengaruh terhadap pemilihan makan sehari-hari. Selain itu menurut Suhardjo (2003), orang yang berpendidikan tinggi cendrung akan memilih makanan yang murah namun kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan
35
kebiasaan makan anak sejak kecil, sehingga kebutuhan gizinya dapat terpenuhi dengan baik. Sebaran tingkat pendidikan orang tua dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran orang tua berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total
Ayah n 0 1 4 20 9 34
Ibu % 0 2,9 11,8 58,8 26,5 100
n 0 8 4 15 7 34
% 0 23,5 11,8 44,1 20,6 100
Pekerjaan Orang tua Jenis pekerjaan berhubungan erat dengan pendapatan yang diterima. Status pekerjaan orang tua santri dalam penelitian ini dibagi menjadi enam kategori yaitu tidak bekerja, PNS, pegawai swasta, wiraswasta, guru, dan lainnya. Proporsi terbanyak pekerjaan ayah santri adalah pegawai swasta sebesar 35,3 %, diikuti dengan jenis pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 32,4%. Menurut Suhardjo (1989), seseorang yang memiliki pendidikan biasanya dapat masuk kegolongan pekerjaan yang diupah lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki pendidikan. Lebih dari separuh ibu santri (79,4%) adalah ibu rumah tangga. Proporsi terkecil ibu santri bekerja dibidang PNS atau pegawai negeri sipil sebesar 2,9%. Sebaran santri berdasarkan jenis pekerjaan orang tua dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran santri berdasarkan jenis pekerjaan orang tua Pendidikan Tidak bekerja PNS Pegawai swasta Wiraswata Guru Lainnya Total
Ayah n 0 3 12 11 1 7 34
Ibu % 0 8,8 35,3 32,4 2,9 20,6 100
n 27 1 2 2 2 0 34
% 79,4 2,9 5,9 5,9 5,9 0 100
Pendapatan Keluarga Pendapatan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan. Menurut Harper,Deaton & Driskel (1986), pendapatan seseorang atau keluarga akan menentukan daya beli terhadap pangan. Semakin meningkatnya pendapatan seseorang maka akan terjadi perubahan di dalam
36
susunan
menunya
setiap hari. Tingkat pendapatan
yang tinggi dapat
memberikan peluang yang lebih besar bagi anggota keluarga untuk memilih pangan yang lebih baik berdasarkan jumlah dan jenisnya. Tingkat pendapatan orang tua santri bervariasi mulai kurang dari Rp 1.000.000 hingga lebih dari Rp 3.000.000. Lebih dari separuh orang tua santri (53%) memiliki pendapatan antara Rp 1.000.000 hingga Rp 2.000.000, proporsi kedua adalah orang tua yang memiliki pendapatan antara Rp 2.000.000 hingga Rp 3.000.000. Sebagian kecil orang tua santri (6%) memiliki pendapatan diatas Rp 3.000.000. Tabel 11 Sebaran santri berdasarkan pendapatan orang tua Pendapatan < Rp 1000.000 Rp 1000.000 – Rp 2000.000 Rp 2000.000 – Rp 3000.000 > Rp 3000.000 Total
n 0 18 14 2 34
% 0 53 41 6 100
Besar Keluarga Menurut BKKBN (1998), jumlah anggota keluarga dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu kecil (<4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (>7 orang). Pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika memiliki jumlah anggota yang banyak. Hal ini yang akan menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan (Sediaoetama 1989). Lebih dari setengah (52,9%) jumlah anggota santri tergolong keluarga sedang yang memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 5 hingga 7 orang. Sebagian kecil (14,7%) tergolong kedalam keluarga kecil yang beranggotakan kurang dari 4 anggota keluarga. Sebaran santri berdsarkan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran santri berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Kecil (<4) Sedang (5-7) Besar (>7) Total
n 5 18 11 34
% 14,7 52,9 32,4 100
Menurut Suhardjo (1989) besar keluarga akan berpengaruh pada konsumsi pangan. Keluarga yang miskin pemenuhan kebutuhan makanan
37
menjadi lebih mudah jika memiliki anggota keluarga sedikit. Jumlah anak yang sedikit dalam suatu keluarga akan mengurangi risiko ibu terhadap gizi kurang. Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi merupakan landasan penting
untuk terjadinya
perubahan sikap dan perilaku gizi. Perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan lebih lama, oleh sebab itu penting bagi remaja untuk memperoleh bekal pengetahan gizi dari berbagai sumber seperti sekolah, media cetak, maupun media elektronik. Menurut Notoatmodjo (1994) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia yaitu indra
pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan mengenai jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsi pada diri anak-anak, sangat erat hubungannya dengan nilai-nilai dan kepercayaan terhadap makanan yang diperolehnya baik melalui pendidikan disekolah maupun dirumah (Pranadji 1994). Pengkategorian pengetahuan gizi didasarkan pada Khomsan (2000) yang membagi pengetahuan gizi menjadi tiga yaitu baik dengan skor >80 persen, sedang dengan skor 60 hingga 80 persen, dan kurang dengan skor <60 persen. Kurang dari separuh santri (47,1%) memiliki pengetahuan gizi sedang. Proporsi terkecil santri adalah memiliki pengetahuan gizi kurang (11,7%). Menurut Irawati et al (1992) tingkat pengetahuan seseorang akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2002) dimana rata-rata tingkat pengetahuan santri di Pondok Pesantren Asshidiqiyah Jakarta memiliki tingkat pengetahuan sedang. Sebaran santri berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran santri berdasarkan pengetahuan gizi No 1. 2. 3.
Kategori Pengetahuan Gizi Kurang < 60% Sedang 60-80% Baik > 80%
n
%
4 16 14
11,7 47,1 41,2
Tabel 13 menjelaskan mengenai presentase jawaban dari setiap pertanyaan yang dijawab benar oleh santri. Dari 15 pertanyaan mengenai
38
pengetahuan gizi yang diajukan kepada santri terlihat bahwa persentase santri baik perempuan maupun laki-laki keduanya banyak yang menjawab dengan benar. Hal ini menunjukkan sebagian besar pertanyaan telah dapat dipahami santri dengan baik. Terdapat dua pertanyaan yang dijawab benar oleh semua santri (100 %) adalah pertanyaan mengenai arti makanan sehat dan manfaat mengkonsumsi makanan 3B (beragam,bergizi dan berimbang). Pertanyaan yang paling banyak dijawab oleh santri adalah pertanyaan mengenai tentang gizi (97,1%), penyebab konstipasi (94,1%), susunan menu yang bergizi seimbang (91,2%), fungsi makanan bagi tubuh (91,2%). Namun masih terdapat beberapa pertanyaan yang belum bisa dijawab dengan baik oleh santri yaitu dengan persentase dibawah 60 persen yaitu pertanyaan mengenai fungsi dari vitamin (29,4%) dan pertanyaan mengenai fungsi protein (50%). Pertanyaan tersebut belum bisa dijawab dengan baik oleh sebagian santri diduga dikarenakan santri belum mengetahui dan belum cukup mendapatkan materi tentang gizi di sekolah. Sebaran santri menurut pertanyaan pengetahuan gizi dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran santri menurut pertanyaan pengetahuan gizi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pertanyaan Anda pernah mendengar tentang gizi Arti makanan sehat Manfaat mengkonsumsi makanan 3 B Susunan menu yang bergizi seimbang Fungsi makanan bagi tubuh Zat gizi penghasil tenaga Contoh pangan tinggi karbohidrat Fungsi protein Contoh pangan tinggi protein Fungsi lemak Contoh pangan tinggi lemak Contoh pangan tinggi serat Penyebab konstipasi Fungsi dari vitamin Contoh pangan tinggi vitamin
Laki-laki n % 18 94,7 19 100 19 100 17 89,5 19 100 14 74 14 73,7 10 53 12 63,2 12 63,2 15 78,9 14 73,7 18 94,7 5 26,3 6 84,2
Perempuan n % 15 100 15 100 15 100 14 93,3 12 80 12 80 10 66,7 7 47 9 60 11 73 15 100 12 80 14 93,3 5 33,3 11 73,3
n 33 34 34 31 31 26 24 17 21 23 30 26 32 10 27
Total % 97,1 100 100 91,2 91,2 76 70,6 50 61,8 68 88,2 76,5 94,1 29,4 79,4
Kebiasaan Makan Kebiasaan makan didefinisikan sebagai cara-cara individu dan kelompok individu dalam memilih, mengkonsumsi, dan menggunakan makanan-makanan yang tersedia, yang didasarkan pada faktor-faktor sosial dan budaya dimana manusia hidup (Khumaidi 1989). Menurut Sanjur (1982) kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsi
39
sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis dan sosial budaya. Kebiasaan makan bukanlah bawaan sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Kebiasaan makan santri meliputi frekuensi makan, kebiasaan sarapan pagi, alasan tidak sarapan dan makanan jajanan yang sering dikonsumsi. Frekuensi Makan Frekuensi makan pada santri dibedakan antara frekuensi makan dirumah dengan frekuensi makan di pondok pesantren. Frekuensi makan akan mempengaruhi tingkat konsumsi energi. Semakin sering seseorang makan maka akan semakin banyak jumlah energi yang masuk (Suwandi 1995). Khomsan (2003) menyatakan frekuensi makan sebaik-baiknya adalah 3 kali yang berguna untuk menghindari kekosongan lambung. Jarak antara dua waktu makan yang panjang menyebabkan adanya kecendrungan untuk makan lebih banyak dan melebihi batas. Lebih dari separuh santri baik dirumah (76,5%) dan di pesantren (79,4%) tidak memiliki perbedaan frekuensi makan (3-4 kali). Sebaran santri berdasarkan frekuensi makan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran santri berdasarkan frekuensi makan Kategori 1-2 kali 3-4 kali >4 kali Total
Dirumah n 6 26 2 34
Di pondok % 17,6 76,5 5,9 100
n 7 27 0 34
% 20,6 79,4 0 100
Makan 3 kali sehari adalah hal yang umum bagi masyarakat Indonesia. Mereka yang memiliki frekuensi makan 3 kali sehari mempunyai peluang lebih besar mencukupi kebutuhan gizinya dibandingkan hanya makan 1-2 kali sehari. Kebiasaan Sarapan Sarapan memiliki arti penting dalam hal penyediaan energi untuk menunjang aktivitas pagi hari hingga tiba saat waktu makan selajutnya. Untuk anak usia sekolah, penyediaan energi sangat penting untuk membantu dalam berkonsentrasi pada saat belajar disekolah. Menurut Effendi (2003) kebiasaan tidak makan pagi disebabkan karena tidak adanya nafsu makan, terbiasa tidak makan pagi, dan tidak memiliki waktu cukup untuk melakukannya. Remaja umumnya mempuyai kegiatan fisik yang sangat aktif setiap hari yag sangat banyak membutuhkan energi. Oleh karena itu untuk dapat
40
melaksanakan kegiatan sehari-hari sangat dianjurkan untuk membiasakan sarapan pagi ditempat tinggal sebelum meninggalkan tempat tinggal (Nurhayati 2000). Sebaran santri berdasarkan kebiasaan sarapan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran santri berdasarkan kebiasaan sarapan pagi Dirumah
Kebiasaan sarapan pagi Selalu Tidak Kadang-kadang Total
Di pondok
n
%
10 2 22 34
29,4 5,9 64,7 100
n 30 0 4 34
% 88,2 0 11,8 100
Pada Tabel 16 dapat dilihat kebiasaan sarapan pada santri berbeda antara kebiasaan sarapan di rumah dengan dipondok. Lebih dari separuh santri (64,7%) terkadang tidak sarapan di rumah dikarenakan alasan tidak sempat (73,5%) untuk sarapan yang dapat dilihat pada Tabel 17. Hanya sebagian kecil santri (11,6%) yang tidak terbiasa sarapan. Hal ini berbeda dengan kebiasaan makan di pondok lebih dari separuh santri (88,2%) selalu melakukan sarapan pagi, karena telah disediakan oleh pondok pesantren, meskipun sebagian kecil santri (11,8%) terkadang tidak sarapan dikarenakan belum terbiasa untuk melakukan sarapan pagi. Tabel 17 Sebaran santri berdasarkan alasan tidak sarapan Alasan Tidak Sarapan Tidak sempat Tidak Terbiasa Tidak tersedia Total
n 25 4 5 34
% 73,5 11,8 14,7 100
Jenis Pengolahan Makanan yang disukai Berdasarkan cara pengolahan makanan, sebagian besar santri (73,5%) menyukai pengolahan makanan dengan cara digoreng. Hal ini diduga dikarenakan faktor kesukaan makan digoreng karena lebih gurih dan faktor lingkungan. Pengolahan makanan dengan cara dipanggang (29,4%) dan direbus (14,7%) juga disukai oleh santri.
41
Tabel 18 Sebaran santri berdasarkan jenis pengolahan makanan yang disukai Pengolahan Makanan
n 19 10 5 34
Digoreng Dipanggang Direbus Total
% 55,9 29,4 14,7 100
Makanan Pantangan Menurut Suhardjo (1989), pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya. Tabu terhadap makanan ini ada yang berdampak merugikan terhadap pemeliharaan bahan makanan yang dikonsumsi menjadi terbatas. Walaupun tidak bersifat fatal, hanya bersifat merugikan. Sebagian kecil santri (20,9%) memiliki makanan pantangan, sedangkan sebagian besar santri (79,4%) tidak memiliki makanan pantangan. Beberapa santri yang memiliki makanan pantangan memberikan alasan karena kesehatan. Sebaran santri berdasarkan makanan pantangan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Sebaran santri menurut makanan pantangan Makanan Pantangan Ya Tidak Total
n 7 27 34
% 20,6 79,4 100
Adanya pantangan pantas atau tidak suatu makanan dikonsumsi melahirkan pola pantangan, tahayul, dan larangan terhadap suatu pangan yang berbeda menurut kebudayaan di berbagai daerah (Suhardjo et al 1987). Larangan mengkonsumsi pangan tertentu yang disebut sebagai makanan pantangan merupakan masalah yang umum di seluruh belahan dunia. Frekuensi Konsumsi Pangan Selain jumlah konsumsi pangan dengan metode recall dan perhitungan terhadap TKEi, penilaian konsumsi pangan juga dilakukan terhadap frekuensi konsumsi pangan selama satu minggu terakhir. Dari tabel frekuensi pangan dapat dilihat pola atau kebiasaan dan variasi makanan para contoh. Menurut Kusharto dan Sutandi (2004) penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi.
42
Frekuensi kelompok pangan dikelompokkan menjadi empat yaitu setiap hari (>6 kali/minggu), kadang-kadang (3-6 kali/minggu), jarang (1-3 kali/minggu), dan tidak pernah (0 kali/minggu). Kelompok pangan yang diteliti adalah pangan pokok, pangan nabati, pangan hewani, sayuran, buah-buahan. Pada Tabel 20 disajikan konsumsi pangan pangan pokok berdasarkan frekuensi dan persentase tertinggi. Pangan pokok dalam penelitian ini meliputi nasi, bubur, jagung, mie, roti, kentang, biskuit, singkong dan ubi. Tabel 19 menunjukkan bahwa hampir seluruh santri (100%) mengkonsumsi nasi > 6 kali/ minggu karena nasi dikonsumsi setiap hari. Frekuensi konsumsi terhadap roti cukup beragam sebanyak 44,1% santri mengkonsumsi roti 3-6 kali/ minggu. Sebagian besar santri (94,1%) mengkonsumsi kentang dengan frekuensi 1-3 kali/ minggu. Sebagian besar santri tidak mengkonsumsi singkong (97,1%) dan ubi (97,1%). Pangan pokok menyumbangkan energi lebih besar. Tidak jauh berbeda dengan frekuensi pangan pokok, konsumsi jenis pangan sumber protein nabati berdasarkan data frekuensi yang disajikan pada Tabel 19 menunjukkan bahwa konsumsi pangan nabati cukup bervariasi. Makanan sumber nabati yang cenderung dikonsumsi santri dalam waktu seminggu terakhir adalah tahu, tempe, oncom, dan kacang hijau. Seluruh santri mengkonsumsi tahu dan tempe dengan frekuensi 3-6 kali/ minggu. Seluruh santri mengkonsumsi oncom dan kacang merah dengan frekuensi 1-3 kali/minggu. Lebih dari separuh (55,9%) santri mengkonsumsi kacang hijau dengan frekuensi 1-3 hari. Pangan hewani merupakan pangan sumber protein yang mudah dicerna dan memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Pangan hewani yang sering dikonsumsi oleh santri adalah ayam, sosis, bakso, ikan basah, ikan asin dan telur. Seluruh santri mengkonsumsi ikan asin dan telur, serta sebagian besar santri (94,1%) mengkonsumsi bakso dengan frekuensi 3-6 kali/minggu. Seluruh santri mengkonsumsi daging ayam dan sosis serta sebagian besar (85,3%) santri mengkonsumsi ikan basah dengan frekuensi 1-3 kali/ minggu. Sayuran mengandung vitamin, mineral, serat dan komponen lainnya yang sangat penting bagi tubuh. Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa santri cukup bervariasi dalam mengkonsumsi sayuran. Sayuran yang sering dikonsumsi santri adalah bayam, buncis, kangkung, kacang panjang, labu siam, ketimun, taoge dan wortel. Seluruh santri mengkonsumsi bayam, buncis, kangkung, kacang panjang,
labu
siam,
ketimun,
dan
taoge
dengan
frekuensi
1-3
43
minggu/hari,sedangkan wortel dikonsumsi oleh seluruh santri dengan frekuensi 3-6 kali/minggu. Buah-buahan juga merupakan pangan sumber vitamin dan mineral. Namun, kandungan vitamin c dan gula di dalam buah-buahan umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran. Seluruh santri mengkonsumsi jeruk dan pisang dengan frekuensi 1-3 kali/minggu. Tabel 20 Sebaran santri menurut frekuensi konsumsi pangan Jenis Pangan Pangan pokok Nasi Bubur Jagung Mie Roti Kentang Biskuit Singkong Ubi Pangan Nabati Tahu Tempe Oncom Kacang hijau Kacang merah Pangan Hewani Daging ayam Bakso Sosis Ikan basah Ikan asin Telur Sayuran Bayam Buncis Kangkung Kacang Panjang Labu siam Ketimun Taoge Wortel Buah-buahan Jeruk Pisang
0
Frekuensi (kali/minggu) 1-3 3-6 n % n %
n
%
0 1 0 0 2 0 23 33 33
0 2,9 0 0 5,9 0 67,6 97,1 97,1
0 22 33 34 14 32 10 1 1
0 64,7 97,1 100 41,2 94,1 29,4 2,9 2,9
0 11 1 0 15 2 1 0 0
0 0 0 15 0
0 0 0 44,1 0
0 0 34 19 34
0 0 100 55,9 100
0 0 0 5 0 0
0 0 0 14,7 0 0
34 2 34 29 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
Total >6 n
%
n
%
0 32,4 2,9 0 44,1 5,9 2,9 0 0
34 0 0 0 3 0 0 0 0
100 0 0 0 8,8 0 0 0 0
34 34 34 34 34 34 34 34 34
100 100 100 100 100 100 100 100 100
34 34 0 0 0
100 100 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
34 34 34 34 34
100 100 100 100 100
100 5,9 100 85,3 0 0
0 32 0 0 34 34
0 94,1 0 0 100 100
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
34 34 34 34 34 34
100 100 100 100 100 100
34 34 34 34
100 100 100 100
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
34 34 34 34
100 100 100 100
0 0 0 0
34 34 34 0
100 100 100 0
0 0 0 34
0 0 0 100
0 0 0 0
0 0 0 0
34 34 34 34
100 100 100 100
0 0
34 34
100 100
0 0
0 0
0 0
0 0
34 34
100 100
44
Konsumsi makanan harus beragam karena tidak ada satu jenis makanan pun yang mengandung komposisi zat gizi yang lengkap. Dalam hal ini kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis makanan yang lain, sehingga diperoleh asupan zat gizi yang seimbang. Aktifitas Fisik Aktifitas fisik atau disebut juga aktifitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pegeluaran energi. Aktifitas fisik pada santri dikelompokkan menjadi 20 jenis aktifitas dengan rata-rata alokasi waktu yang dilakukan pada hari sekolah dan hari libur yang dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Rata-rata alokasi waktu berdasarkan jenis kelamin
No
Jenis aktivitas fisik
Alokasi waktu (Jam) Hari Sekolah L P
1
Tidur
5,5±0,5
5,3±0,3
2 3 4 5 6 7
Berbaring Duduk Berdiri Berpakaian Kebersihan diri Makan dan minum
0,4±0,2 0,3±0,2 0,4±0,2 0,5±0,1 0,9±0,2 0,9±0,3
0,3±0,2 0,4±0,2 0,7±0,2 1,0±0,1 1,0±0,0 1,0±0,1
8 9 10 11 12 13
Menulis Berjalan Belajar Membersihkan halaman Menyetrika baju Mencuci baju/piring
2,0±0,1 1,5±0,2 6,3±0,2 0,03±0,1 0,4±0,2 0,5±0,2
1,7±0,3 1,4±0,3 6,1±0,2 0,03±0,1 0,2±0,2 0,5±0,1
14 15 16 17 18 19
Menyapu Mengepel Membaca Olahraga (bola kaki) Olahraga (jogging) Nonton TV
0,5±0,1 0,5±0,1 1,9±0,2 0,4±0,2 0,0±0,0 0,0±0,0
0,5±0,1 0,5±0,0 2,0±0,3 0,0±0,0 0,0±0,0 0,0±0,0
20
Ibadah
1,2±0,3
1,5±0,1
Alokasi waktu (Jam) Hari Libur L
P
5,9±0,6 0,4±0,4
6,3±0,6 0,7±0,2
0,5±0,1 1,2±0,2
0,4±0,2 1,1±0,4
0,5±0,0 0,7±0,2
0,8±0,21 1,0±0,0
0,8±0,2 1,5±0,4
1,0±0,0 1,1±0,14
1,6±0,1 1,3±0,4 0,6±0,1 0,3±0,2 0,7±0,3 0,5±0,1
1,5±0,06 1,0±0,2 0,5±0,0 0,4±0,2 0,5±0,0 0,4±0,1
0,5±0,1 1,8±0,3
0,4±0,1 1,8±0,4
0,6±0,2 0,2±0,2 3,0±0,7 1,4±0,1
0,0±0,0 0,3±0,2 3,4±0,4 1,5±0,0
45
Kegiatan tidur terdiri dari tidur disaat malam hari dan tidur disaat siang hari. Rata-rata kegiatan tidur pada laki-laki relatif lebih lama dibandingkan dengan perempuan baik pada hari sekolah maupun pada hari libur. Rata-rata kegiatan tidur pada hari libur meningkat 0,4 jam (laki-laki) dan 1 jam (perempuan) dari hari sekolah. Pada hari sekolah biasanya santri tidur pukul 22.30 WIB dan bangun pukul 03.00 WIB. Tidak semua siswa laki-laki dan perempuan melakukan kegiatan tidur siang. Tidur siang biasanya dilakukan selama satu jam atau kurang. Pada hari libur biasanya tidur malam pada pukul 21.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB dan dapat dilanjutkan setelah kegiatan di pondok pesantren usai, karena pada hari libur santri diberikan waktu luang untuk melakukan apa yang dikehendakinya. Menurut Homeier (2004) waktu tidur yang kurang dapat menggangu kesehatan dan menyebabkan seseorang tidak cepat tanggap dan pelupa serta dapat mempercepat kematian. Kegiatan yang sering dilakukan santri selain tidur adalah belajar. Kegiatan belajar yang dilakukan santri (laki-laki dan perempuan) pada hari sekolah dan hari libur memiliki perbedaan yang besar. Rata-rata kegiatan belajar yang dilakukan pada hari sekolah adalah 6 jam/ hari sedangkan aktifitas belajar yang dilakukan pada hari libur adalah 1 jam/ hari. Alokasi kegiatan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan pada hari libur dan sekolah adalah kegiatan olahraga, dimana kegiatan ini banyak dilakukan santri ketika hari libur baik olahraga jogging maupun bolakaki. Tabel 22 Sebaran santri berdasarkan tingkat aktifitas fisik (PAL) Tingkat Aktivitas Fisik (PAL) Ringan Sedang Berat Total Rata-Rata
Laki-laki n % 0 0 19 100 0 0 19 100 1,74 +0,04
Perempuan n % 6 40,0 9 60,0 0 0 15 100 1,69 + 0,04
Total n 6 28 0 34
% 17,6 82,4 0 100 1,72 + 0,05
Pada Tabel 22 dapat terlihat bahwa rata-rata tingkat aktifitas santri lakilaki lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata aktifitas yang dilakukan oleh santri perempuan. Rata-rata tingkat aktifitas santri laki-laki termasuk kedalam kategori aktifitas sedang (1,74 + 0,04), sedangkan aktifitas santri perempuan termasuk kedalam kategori aktifitas ringan (1,69 + 0,04). Hal ini sesuai dengan hasil uji beda t-test terdapat perbedaan (p<0,05) antara tingkat aktifitas fisik santri lakilaki dengan samtri perempuan. Kegiatan yang banyak dilakukan oleh santri lakilaki adalah kegiatan ringan hingga sedang, umumnya kegiatan yang banyak
46
dilakukan oleh santri laki-laki adalah olahraga bola kaki baik pada hari sekolah maupun pada hari libur. Namun kegiatan yang sebagian besar dilakukan oleh santri perempuan adalah menonton tv, bercerita dan tidur. Pengeluaran energi santri berkisar antara 1935-2977 Kal/hr (Lampiran 2). Rata-rata pengeluaran energi santri laki-laki (2440+220,1 Kal/hr) lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan (2191+140,7 Kal/hr). Namun berdasarkan hasil uji beda t-test terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara pengeluaran santri laki-laki dan perempuan. Angka metabolisme basal laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Santri laki-laki cendrung lebih aktif serta banyak melakukan kegiatan berat dibandingkan dengan santri perempuan, sehingga pengeluaran energi laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Tingkat Konsumsi Zat Gizi Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan pangan perlu diupayakan ketrsediannya dalam jumlah yang cukup, layak, dan aman dikonsumsi serta mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau (Khomsan 2002). Hardinsyah dan Martianto (1988) berpendapat bahwa konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor antara lain adalah tingkat metabolisme basal, aktifitas fisik, dan faktor lainnya. Tingkat konsumsi energi diperoleh berdasarkan perbandingan antara konsumsi energi dengan AKG individu yang dinyatakan dalam persen. Energi diperlukan untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Kekurangan energi terjadi jika konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif akibat berat badan kurang dari berat badan ideal (Almatsier 2003). Statistik konsumsi dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 23. Konsumsi energi santri berkisar antara 1338-1469 Kal dengan rata-rata 1412 + 33,8 Kal. Berdasarkan tingkat konsumsi energi (TKE), rata-rata TKE santri sebesar 66,1 %. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi santri masih tergolong kedalam kategori defisit tingkat berat. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara konsumsi energi pada hari
47
sekolah dan hari libur serta tingkat konsumsi energi antara hari sekolah dengan hari libur (p<0,05). Tabel 23 Statistik konsumsi dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi santri Energi dan Zat Gizi Energi (Kal) Rata-rata SD Minimal Maksimal Protein (g) Rata-rata SD Minimal Maksimal Vitamin A (RE) Rata-rata SD Minimal Maksimal Vitamin C (mg) Rata-rata SD Minimal Maksimal Zat Besi (mg) Rata-rata SD Minimal Maksimal Kalsium (mg) Rata-rata SD Minimal Maksimal
AKG
Hari Sekolah Kons Tk Kons
Hari Libur Kons Tk Kons
Kons
Total Tk Kons
2187 324,8 1450 2836
1151 30,3 1054 1197
53,9 9,1 37,2 80,2
1673 51,1 1553 1764
78,3 12,9 57,8 119,2
1412 33,8 1338 1469
66,1 10,9 47,5 99,7
54 8,2 36,2 70,9
55,7 3,5 47,3 62,7
105,9 20,4 74,3 165,7
72,3 3,3 66,4 80,1
137,0 22,9 99,9 205,9
64,0 2,1 59,7 68,0
121,4 21,0 87,1 185,8
600 0 600 600
1312,4 22,0 1201,9 1320,9
218,7 3,7 200,3 220,2
1743,5 54,0 1612,8 1801,8
290,6 9,0 268,8 300,3
1527,9 28,1 1465,3 1559,7
254,7 4,7 244,2 260
71,3 5,9 65 90
16,8 0,7 15,5 18,6
23,7 1,9 20,6 27,4
28,0 2,3 22,0 30,2
39,5 3,8 31,9 46,5
22,4 1,21 19,2 24,0
31,6 2,4 26,3 36,4
21,8 3,8 15 26
5,4 0,7 4,4 6,9
25,4 4,3 18,7 35,5
7,26 0,38 6,35 8,05
34,2 6,3 24,4 47,6
6,4 0,46 5,6 7,4
29,8 4,9 21,5 40,3
1000 0 1000 1000
754,5 74,2 612,7 821,7
75,5 7,4 61,3 82,2
906,1 19,7 864 938
90,6 2,0 86,4 93,8
830,3 39,5 749,3 879,5
83,0 3,96 74,9 87,9
Protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan serta menggantikan sel-sel yang mati (Sediaoetama 2006). Berdasarkan tingkat konsumsi protein (TKP) ,santri termasuk kedalam kategori lebih (121,4%). Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara konsumsi hari sekolah dengan hari libur dan tingkat konsumsi pada hari sekolah maupun pada hari libur. Vitamin dan mineral termasuk kedalam zat gizi mikro. Tubuh memerlukan zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Vitamin A merupakan vitamin larut lemak. Vitamin A dapat mempengaruhi penyimpanan atau metabolisme zat besi yang dapat mempengaruhi diferensiasi sel darah merah. Tidak hanya itu vitamin ini
48
berguna bagi kesehatan mata. Menurut Almatsier (2004) defisiensi vitamin A dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat konsumsi vitamin A sebesar 254,7 %. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat konsumsi vitamin A santri tergolong kedalam kategori cukup. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0,05) antara konsumsi vitamin A contoh pada hari sekolah dan hari libur serta tingkat konsumsi vitamin A baik pada hari libur maupun hari sekolah. Menurut Gibson (2005) vitamin A yang cukup maka akan memliki pertumbuhan yang baik, memiliki daya tahan tubuh yang baik dan terhindar dari penyakit infeksi. Konsumsi vitamin A yang cukup akan mempercepat mobilisasi zat besi dan meningkatkan respon imun sehingga dapat menurunkan kejadian anemia dan infeksi. Vitamin C merupakan zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh. Vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air yang dapat membantu dalam proses penyerapan zat besi. Vitamin ini tidak dapat disimpan lama di daam tubuh, sehingga konsumsi yang cukup setiap hari sangat dianjurkan. Vitamin C berfungsi sebagai imunitas dalam menjaga daya tahan tubuh dari penyakit dan toksin (Sediaoetama 2006). Berdasarkan rata-rata tingkat konsumsi vitamin C santri termasuk kedalam kategori kurang (31,6%). Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0,05) antara konsumsi vitamin C santri pada hari libur dan hari sekolah serta tingkat konsumsi vitamin C santri pada hari libur dan hari sekolah. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan penyakit skorbut, kerusakan pada jaringan rongga mulut, pembuluh darah kapiler dan jaringan tulang. Defisiensi vitamin C biasanya menyebabkan kerusakan pada jaringan gusi (Sediaoetama 2006). Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan. Zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat pengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2006). Berdasarkan rata-rata tingkat konsumsi zat besi pada santri sebesar 29,8 %. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi santri akan pangan yang mengandung zat besi masih kurang dari angka kebutuhannya sehingga mempengaruhi tingkat konsumsinya yang tergolong kedalam kategori kurang. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0,05) antara konsumsi zat
49
besi pada hari sekolah maupun hari libur serta tingkat konsumsi zat besi pada hari sekolah maupun hari libur. Konsumsi zat besi yang kurang dapat menimbulkan menurunnya simpanan zat besi di dalam tubuh. Hal ini perlu diwaspadai mengingat remaja perempuan termasuk kedalam kelompok yang beresiko terkena anemia. Menurut Almatsier (2004) banyak bukti yang menunjukkan bahwa defisiensi zat besi berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktifitas kerja. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Kalsium memiliki peran penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga permeabilitas membran sel. Kalsium juga berfungsi untuk mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat konsumsi kalsium santri sebesar 83,0%. Hal ini menunjukkan jika tingkat konsumsi kalsium santri termasuk kedalam kategori cukup. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara konsumsi kalsium santri baik pada hari sekolah maupun pada hari libur serta tingkat konsumsi kalsium santri pada hari sekolah dan hari libur. Pada Tabel 24 disajikan data sebaran santri berdasarkan kategori tingkat konsumsi energi dan zat gizi. Dimana dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa bahwa rata-rata tingkat konsumsi energi sebagian santri baik laki-laki (68,4 %) maupun santri perempuan (73,3%) termasuk kedalam kategori defisit tingkat berat. Hal ini perlu adanya peningkatan jumlah konsumsi pangan yang tinggi energi. Apabila konsumsi energi kurang dalam jangka waktu yang panjang, maka dapat membahayakan kesehatan pada tahap lanjut dapat menyebabkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1988). Tingkat konsumsi protein santri bervariasi, tersebar diantara kategori defisit tingkat ringan hingga berkategori lebih. Lebih dari separuh santri laki-laki (52,6%) yang tingkat konsumsi protein tergolong kedalam kategori normal, sedangkan lebih dari separuh santri perempuan (60%) yang tingkat konsumsi protein tergolong kedalam kategori lebih. Berdasarkan Tabel 23 dketahui ratarata tingkat konsumsi vitamin A pada santri perempuan dan santri laki-laki termasuk kedalam kategori cukup. Tingkat konsumsi vitamin A tergantung dari konsumsi pangan sumber vitamin A. Vitamin A selain berfungsi untuk kesehatan mata, berperan juga untuk pertumbuhan dan imunitas. Tabel 23 memperlihatkan bahwa seluruh santri (100%) baik laki-laki maupun perempuan kekurangan
50
vitamin C. Konsumsi buah pada santri (laki-laki dan perempuan) masih kurang baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Buah yang relatif dikonsumsi oleh santri adalah jeruk. Menurut Almatsier (2004) kekurangan viatamin C dapat mengakibatkan skorbut, luka sulit sembuh, dan anemia. Kurangnya konsumsi vitamin C yang berasal dari buah oleh santri di duga dikarenakan pondok pesantren jarang menyediakan buah-buahan dalam menu makanan sehari santri. Tabel 24 Sebaran santri berdasarkan kategori tingkat konsumsi energi dan zat gizi Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Zat gizi Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total Vitamin A Kurang Cukup Total Vtamin C Kurang Cukup Total Zat Besi Kurang Cukup Total Kalsium Kurang Cukup Total
Laki-laki
Perempuan
Total
n
%
n
%
n
%
13 4 1 1 0 19
68,4 21,1 5,3 5,3 0 100
11 3 1 0 0 15
73,3 20,0 6,7 0 0 100
24 7 2 1 0 34
70,6 20,6 5,9 2,9 0 100
0 0 1 10 8 19
0 0 5,3 52,6 42,1 100
0 0 0 6 9 15
0 0 0 40,0 60,0 100
0 0 1 16 17 34
0,0 0,0 2,9 47,1 50,0 100
0 19 19
0 100 100
0 15 15
0 100 100
0 34 34
0 100 100
19 0 19
100 0 100
15 0 15
100 0 100
34 0 34
100 0 100
19 0 19
100 0 100
15 0 15
100 0 100
34 0 34
100 0 100
4 15 19
21,1 78,9 100
2 13 15
13,3 86,7 100
6 28 34
17,6 82,4 100
Tabel 24 memperlihatkan bahwa seluruh santri baik laki-laki maupun perempuan kekurangan zat besi. Hal ini ditandai dengan tingkat konsumsi yang tergolong kedalam kategori kurang. Kekurangan konsumsi zat besi akan mengakibatkan anemia. Jika asupan zat besi secara terus menerus kurang maka
51
kemungkinan besar santri perempuan akan mengalami anemia gizi besi, yang akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia mereka. Berdasarkan Tabel 23 diperoleh hasil jika sebagian besar santri laki-laki (78,9%) dan perempuan (86,7%) memiliki rata-rata tingkat konsumsi yang termasuk ke dalam kategori cukup. Remaja yang berumur 10 hingga 19 tahun memerlukan kalsium dan zat besi yang lebih banyak dibandingkan umur sebelumnya atau sesudahnya. Puncak pertumbuhan paling pesat dicapai pada umur-umur tersebut (Apriadji 1986). Status Gizi dan Status Kesehatan Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilitas zat gizi makanan (Gibson 2005). Menurut Suhardjo (1989) status gizi mempengaruhi status kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi. Penentuan status gizi dengan menggunakan indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U). Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status gizi yang berbeda. Sebaran santri berdasarkan BB/U dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Sebaran santri berdasarkan kategori status gizi (BB/U) Status Gizi (BB/U)
Laki-laki
Perempuan
Total
n
%
n
%
n
%
Kurang
2
10,5
1
6,7
3
8,8
Normal
17
89,5
14
93,3
31
91,2
Lebih
0
0.0
0
0
0
0
19
100
15
100
34
100
Total
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Massa tubuh sangat sensiti terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya akibat terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
52
pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa 2002). Tabel 25 menunjukkan bahwa berdasarkan indeks BB/U sebagian besar santri laki-laki ( 89,5%) dan santri perempuan (93,3%) berstatus gizi normal. Hal ini diduga terjadi dikarenakan konsumsi santri sebelumnya baik, sehingga mempengaruhi status gizinya. Menurut Roedjito (1989) konsumsi pangan pada penelitian ini tidak mencerminkan keseluruhan gambaran status gizi saat ini secara langsung sebab status gizi merupakan akibat dari konsumsi sebelumnya serta penyakit infeksi yang dideritanya. Namun masih terdapat santri laki-laki ( 10,5%) dan santri perempuan (6,7%) yang tergolong kedalam status gizi kurang. Menurut Supariasa (2002) tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks TB/U menggambarkan status gizi dimasa lalu. Sebaran santri berdasarkan indeks TB/U dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Sebaran santri berdasarkan status gizi (TB/U) Status Gizi (TB/U)
Laki-laki
Perempuan
Total
n
%
n
%
n
%
Sangat pendek
0
0
0
0
0
0
Pendek
6
31,6
1
6,7
7
20,6
Normal
13
68,4
14
93,3
27
79,4
19
100
15
100
34
100
Total
Berdasarkan Tabel 26 diketahui bahwa berdasarkan indeks TB/U proporsi terbesar santri laki-laki (68,4%) dan santri perempuan ( 79,4%) tergolong kedalam kategori normal. Proporsi terkecil santri laki-laki ( 31,6%) dan santri perempuan (20,6%) tergolong kedalam kategori pendek. Penentuan status gizi santri didasarkan pada indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) yang mengacu kepada WHO 2007. Klasifikasi pengkategorian status gizi santri dibagi menjadi lima kelompok yaitu sangat kurus (z<-3), kurus (3 < z <-2), normal (-2 < z < +1), overweight(+1< z < +2), dan obese (z>+2). Proporsi santri laki-laki (52,9%) dan proporsi santri perempuan (44,1%) termasuk kedalam status gizi normal. Namun pada santri laki-laki terdapat satu
53
santri yang berstatus gizi overweight. Berdasarkan uji beda t-test tidak berbeda nyata (p>0,05) antara status gizi santi laki-laki dengan perempuan. Sedangkan menurut Khomsan (2004) pada anak yang overweight dan obese dapat dikatakan memiliki status gizi yang lebih dan akan mempunyai peluang penyakit degeneratif. Sebaran status gizi santri berdasarkan kategori status gizi disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Sebaran santri berdasarkan kategori status gizi( IMT/U) No 1. 2. 3. 4. 5.
Laki-laki n % 0 0 0 0 18 52,9 1 3
Kategori Sangat kurus (z < -3 SD) Kurus (-3 SD ≤ z ≤ -2 SD) Normal (-2 SD ≤ z ≤ +1 SD) Overweight (+1 SD ≤ z ≤ +2 SD) Obese (z > +2 SD) Total
0 19
Perempuan n % 0 0 0 0 15 44,1 0 0
0 55,9
0 15
0 44,1
Total n 0 0 33 1
% 0 0 97 3
0 34
0 100
Status gizi yang rendah menyebabkan kondisi daya tahan umum tubuh menurun, sehingga berbagai penyakit dapat timbul dengan mudah. Seseorang yang sehat tidak akan mudah terserang berbagai jenis penyakit termasuk penyakit infeksi, karena memiliki daya tahan tubuh yang cukup kuat. Daya tahan tubuh akan meningkat pada keadaan gizi yang baik dan akan menurun bila status gizinya menurun (Sediaoetama 1999). Status Kesehatan Status kesehatan dilihat dari jenis penyakit dan angka kesakitan atau angka morbiditas. Angka morbiditas merupakan indikator kesehatan yang cukup sensitif. Jenis penyakit yang pernah diderita contoh selama satu bulan terakhir disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Sebaran santri berdasarkan jenis penyakit yang pernah diderita Jenis Penyakit Panas +batuk Tipus Diare
n 9 2 23
% 37,5 5,9 67,6
Penyakit yang banyak diderita santri adalah diare. Lebih dari separuh santri (67,6%) pernah mengalami diare. Terdapat 37,5% santri yang mengalami panas dan batuk. Ada dua orang santri yang selama satu bulan terakhir mengalami
tipus.
Keadaan
fisik
yang
sehat
merupakan
kondisi
yang
54
memungkinkan seseorang untuk dapat melakukan aktifitasnya secara efektif. Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan dapat dilihat pada Tabel 29. Tingkat morbiditas atau angka kesakitan merupakan angka yang menunjukkan jumlah orang sakit pada suatu saat tertentu untuk setiap 1000 penduduk. Angka morbiditas merupakan angka yang cukup sensitif sebagai indikator kesehatan. Tabel 29 Sebaran santri berdasarkan status kesehatan Kategori
Laki-laki %
Perempuan n %
12 63,2 7 36,8 0 0 19 100 3,3 + 1,4
11 73,3 4 26,7 0 0,0 15 100 3,1 + 1,8
n
Rendah (<4) Sedang(4-7) Tinggi (>8) Total Rata-rata
Total n % 23 67,6 11 32,4 0 0 34 100 3,2 + 1,6
Pada Tabel 29 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh santri (67,6 %) yang
tingkat
morbiditasnya
termasuk
kedalam
kategori
rendah
yang
menunjukkan bahwa status kesehatan santri di pondok pesantren Al Falak tergolong cukup baik. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0,649) tingkat morbiditas laki-laki dan perempuan. Kusumaningrum (2006) mengemukakan bahwa kondisi kesehatan yang baik akan mengurangi waktu-waktu sekolah yang terbuang atau dengan kata lain modal sehat berpengaruh terhadap pemanfaatan waktu. Hubungan antar Variabel Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi Pengukuran status gizi santri dilakukan dengan metoda antropometri melalui perhitungan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). IMT/U digunakan untuk anak berumur 5-19 tahun. Berdasarkan perhitungan IMT/U sebagian besar
santri memiliki status gizi normal (97%) serta overweight
sebesar 3%. Tabel 30 Sebaran santri berdasarkan status gizi Klasifikasi Normal Overweight Total
n 33 1 34
% 97 3 100
Hasil uji statistik chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi energi dan zat gizi (p>0,05) dengan status gizi
55
santri. Akan tetapi terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara tingkat konsumsi kalsium dengan status gizi. Hal ini diduga karena sebagian besar status gizi santri tersebar pada status gizi normal. Konsumsi pangan yang cukup akan membuat keadaan gizi seseorang baik. Konsumsi pangan pada penelitian ini tidak mencerminkan keseluruhan gambaran status gizi saat ini secara langsung sebab status gizi merupakan akibat dari konsumsi sebelumnya serta penyakit infeksi yang dideritanya. Konsumsi pangan hanya gambaran bukti sementara dari tingkat konsumsi seseorang dan merupakan konsumsi pada saat diteliti (Roedjito 1989). Hubungan Tingkat Aktifitas Fisik dengan Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan bahwa aktifitas fisik yang tinggi dapat meningkatkan kebutuhan terhadap energi tubuh. Konsumsi pangan yang mencukupi sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat mencukupi dalam melakukan kegiatan, pemeliharaan tubuh, serta aktifitas. Untuk mengimbangi energi yang digunakan untuk beraktifitas diperlukan makanan yang cukup, sebab jika tidak dipenuhi maka protein dan lemak yang disimpan akan dipecah dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Namun hasil analisis uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara tingkat aktifitas fisik dengan tingkat konsumsi energi,protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, dan kalsium (p>0,05). Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Menurut Irawati et al (1992) semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya. Namun berdasarkan uji chi square tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0.05) antara pengetahuan gizi dengan status gizi. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan gizi yang baik belum tentu diikuti dengan pola makan dan konsumsi pangan yang baik. Hubungan Tingkat Aktifitas Fisik dengan Status Gizi Siswa pondok pesantren menghabiskan waktunya dengan berbagai macam kegiatan belajar disekolah maupun kegiatan yang dilakukan dipondok pesantren. Aktifitas yang dilakukan oleh siswa pondok pesantren adalah belajar,
56
mengaji, olahraga, bersih-bersih dan lainnya. Hasil analisis uji chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara tingkat aktifitas fisik santri dengan status gizi. Hal ini diduga dikarenakan tingkat aktifitas fisik bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi status gizi. Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan Salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi dikarenakan keadaan kurang gizi karena pola makan yang tidak teratur. Keadaan kurang gizi merupakan salah satu faktor penyebab mudahnya seseorang terkena penyakit infeksi, hal ini dikarenakan sistem kekebalan tubuh alami yang dimiliki oleh seseorang melemah. Hasil analisis uji chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara tingkat konsumsi energi dan zat gizi dengan status kesehatan siswa pondok pesantren Al Falak di Kota Bogor. Menurut Entjang (2000) terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan seperti kekebalan (daya tahan tubuh). Meskipun agen penyebab penyakit menyerang manusia jika memiliki daya tahan tubuh yang tinggi maka tidak akan sakit. Ada hubungan timbal balik antara penyakit infeksi dengan tingkat keadaan gizi. Tingkat keadaan gizi yang baik akan memberikan resistensi yang tinggi dari tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi. Sebaliknya infeksi berbagai penyakit akan memperburuk tingkat keadaan gizi dikarenakan zat gizi yang diperoleh dari makanan tidak dimanfaatkan oleh tubuh (Roedjito 1989). Namun hasil analisis uji chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara status gizi dengan status kesehatan. Hal ini diduga disebabkan karena sebagian besar santri (97%) berstatus gizi normal dan memiliki status kesehatan yang baik, hal ini terbukti dengan lebih dari setengah santri (67,6%) tergolong kedalam tingkat morbiditas yang rendah (<4) atau jarang sakit. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Analisis regresi linier dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling berhubungan dengan status gizi siswa. Variabel yang diduga mempengaruhi status gizi adalah status kesehatan, aktivitas fisik, tingkat konsumsi zat gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin C, zat besi dan kalsium) dan pengetahuan gizi. Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap status gizi siswa.
57
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa kisaran umur santri antara 13 – 16 tahun dengan proporsi terbesar (50%) santri berumur 13 tahun dan berjenis kelamin laki-laki dengan kisaran uang saku antara Rp 2.500 hingga Rp 3.500. Proporsi terbanyak pendidikan ayah (58,8%) dan ibu ( 44, 1%) santri adalah SMA, pekerjaan ayah dan ibu santri masing-masing sebagai pegawai swasta (35,5%) dan ibu rumah tangga ( 79,4%) dengan kisaran pendapatan sebesar Rp 1.000.000- Rp 2.000.000 per bulan. Lebih dari separuh (52,9%) santri tergolong kedalam kategori keluarga sedang. Proporsi terbesar (47,1%) tingkat pengetahuan gizi santri berada dalam kategori sedang. Lebih dari separuh santri baik dirumah (76,5%) dan dipondok pesantren (79,4%) tidak memiliki perbedaan frekuensi makan yaitu 3 hingga 4 kali dengan sebagian besar (88,2%) santri memiliki kebiasaan sarapan pagi di pondok pesantren dibandingkan dengan kebiasaan sarapan pagi dirumah yang hanya dilakukan kadang-kadang (64,7%) dengan aasan tidak sempat (73,5%). Proporsi terbesar (55,9%) santri menyukai cara pengolahan makanan dengan cara digoreng dan sebanyak 79,4% santri tidak ada makanan pantangan. Rata-rata tingkat aktifitas santri laki-laki termasuk kedalam kategori aktifitas sedang (1,74 + 0,04), sedangkan aktifitas santri perempuan termasuk kedalam kategori aktifitas ringan (1,69 + 0,04). Hal ini sesuai dengan hasil uji beda t-test terdapat perbedaan (p<0,05) antara tingkat aktifitas fisik santri lakilaki dengan santri perempuan. Konsumsi energi santri berkisar antara 1338-1469 Kal dengan rata-rata 1412 + 33,8 Kal. Rata-rata TKE santri sebesar 66,1 % dan tergolong kedalam kategori defisit tingkat berat, rata-rata tingkat konsumsi protein (TKP) santri termasuk kedalam kategori lebih (121,4%), rata-rata tingkat konsumsi vitamin A tergolong kedalam kategori cukup, rata-rata tingkat konsumsi vitamin C santri termasuk kedalam kategori kurang (31,6%), rata-rata tingkat konsumsi zat besi pada santri sebesar 29,8 % dan tergolong kedalam kategori kurang serta ratarata tingkat konsumsi kalsium santri adalah sebesar 83,0% dan tergolong kedalam kategori cukup.Terdapat perbedaan yang
nyata(p<0,05) antara
konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, dan kalsium santri pada hari sekolah dan hari libur.
58
Sebagian besar santri (97%) memiliki status gizi normal. Penyakit yang pernah diderita santri adalah panas dan batuk, tipus, dan diare. Penyakit yang banyak diderita santri adalah diare (67,6%). Lebih dari separuh santri (67,6%) memiliki tingkat morbiditas yang rendah. Tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0,05) antara aktifitas fisik, tingkat konsumsi zat gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin C,dan zat besi), status kesehatan dengan status gizi. Akan tetapi terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara tingkat konsumsi kalsium santri dengan status gizi santri. Saran Saran yang dapat diberikan pada pengelola pondok pesantren adalah lebih memperhatikan konsumsi energi, vitamin C dan zat besi para santri dikarenakan konsumsi zat gizi tersebut masih kurang dengan menambahkan 1 porsi nasi lagi sehingga menjadi 200 g untuk menambah asupan energi santri serta membedakan jumlah ketersediaan makanan antara santri pria dan santri wanita dikarenakan kebutuhan akan santri pria lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan santri wanita. Saran yang diberikan untuk para santri adalah lebih menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat agar santri tidak mudah terkena penyakit diare dengan selalu menjaga kesehatan tubuh dan lingkungan serta tidak makan/ jajan sembarangan dan lebih meningkatkan konsumsi pangan yang tinggi energi, vitamin C dan zat besi dikarenakan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi santri akan zat gizi tersebut masih tergolong defisit atau kurang. Lebih menambah waktu tidur dikarenakan hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tidur kurang dari 8 jam, hal ini jika terus terjadi akan berdampak tidak baik bagi kesehatan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pesantren. http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren. [Januari 2011] Almatsier S. 2004. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pusaka Utama. .2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Apriadji W Harry. 1989. Gizi Keluarga. Jakarta : PT Penebar Swadaya. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN. Budiyanto MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press. Depkes RI. 1996. Pedoman Praktis untuk Mempertahankan Berat badan Normal Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Gizi Seimbang. Jakarta : Depkes RI. Deptan RI.2007. Pedoman Umum Gerakan Makan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman bagi Ibu Hamil, Menyusui, Anak Balita dan Anak Sekolah. Jakarta : Badan Pertahanan Pangan , Deptan RI. FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energi Requirement. Rome: FAO/WHO/UNU. Fatimah S. 2002. Status Gizi dan Perilaku Hidup Sehat Santri Di Pondok Pesantren Asshidiqiyah Jakarta. [ Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. [ FKM-UI] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Gibson Rosalind S. 2005. Principle of Nutritional Assessment.OXFORD University Press. Second Edition Hardinsyah&D. Martianto.1988. Menaksir Kecukupan energi dan protein serta Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari Harper LJ,Deaton BJ, Driskel JA.1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta: UI Press. Hermana. 1993. Keamanan Pangan dan Status Gizi. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V. Jakarta: LIPI. Hoger&Hoeger.2005. Lifetime Physical Fitness and Wellness, a Personalized Program. Ed ke-5. USA: Thomson Wadsworth. Hurlock EB. 1994. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga. Husaini MA, Husaini YK. 1989.Tumbuh Kembang dan Gizi Remaja. Buletin Gizi : Jakarta.
60
Irawati, Damanhuri, Fachrurrozi. 1992. Pengetahuan Gizi Murid SD dan SLTP di Kotamadya Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Jelliffe DB & Jelliffe EFP .1989. Community Nutritional Assessment. With Special Reference to Less Techncally Developed Countries. Oxford University Press.New York. Khomsan A, D Sukandar, U Sumarwan dan D Briawan. 1988. Pangan Sebagai Indikator Kemiskinan. Didalam Prosding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta : LIPI. --------------. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. --------------. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi : Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Khumaidi. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Kusharto CM & Sa’diyyah NY. 2008. Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Monks FJ, Knoers AMP, Haditono SR. 1982. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai Bagian-Bagiannya. Jakarta : UGM Press. Napitu N. 1994. Perilaku Jajan di Kalangan Siswa SMA di Kota dan Pinggiran Kota DKI Jakarta [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta. Nurhayati. 2000. Gambaran Konsumsi Energi dan Protein, Status Gizi dan Gaya Hidup Remaja SMUN di Kota Bengkulu Tahun 2000. [ Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Panuju P, Ida U. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta : Tiara Wacana. Pranadji Diah K.1994. Pelatiahan dan Penyuluhan Pangan dan Gizi Dikalangan Pendidik Sekolah Dasar dan Menengah Bogor. Pusat Study Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Pudjiadi S. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Diktat Program studi Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
61
________. 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Univesitas Terbuka. Roedjito D.1989. Kajian Penelitian Gizi. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa. Sanjur. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. New Jersey : Prentice Hall. Sjostrom M, Ekelund U, Yngue A. 2008. Assesment or Physical Activity di dalam Gibney MJ, Margaretts BM, Kearney JM, Arab L, editor. Public Health Nutrition Oxford : Blackwell Publishing Soediaoetama AD. 1999. Ilmu Gizi untuk Profesi di Indonesia Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat . 2006. Ilmu Gizi untuk Profesi di Indonesia Jilid II. Jakarta: Dian Rakyat. Soekirman.2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Suhardjo. 1989.Sosio Budaya Gizi.Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi (Petani Sawah Beririgrasi di Banjar Jawa Barat). Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Supariasa IDN, B Bakri dan I Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. WHO.2000. Body Mass Index (BMI) = Indeks Masa Tubuh. http.://www.obesitas.web.id/indonesia/bmi(i).htm[ Desember 2010]. WHO.2007. Growth Reference 5-19 years. [terhubung berkala]. www.who.int. [Desember 2010]. Winarno FG. 1997. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta : Gramedia. Wolper Carla et al. 1995. Measuring Food Intake: An Overview. Dalam: Handbook of Assessment Methods for Eating Behaviors and WeightRelated Problem: Measure Theory and Research. SAGE Publications, Inc.
62
LAMPIRAN
63
Lampiran 1 Identitas santri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama M,Farid Mu'thi Muhammad Ridho Andara Achmad Taufan Adinegoro Khoerul Fazmi M, Fadilah Dika Mustika Abdul Hamid Masykuro Suja'i A,Nizar Zulmi Fikri Shella Maulidia Selamet Livia Elfira Septiyani Siti Fauziah Inayah Huzaifah Nasution Suryani Susi Susanti Nurul Zakiyyah Dzul Qhaidir Hizam T Dini Handayani Sania Firdya Aisya Pertiwi Desita Nur Fajriyah Nuraeni Sayyidah Darin Damaiyanti Putri Nabila Rizky Putra P Sultan Galih Kavisma Pribadi Abdul Halim M,Arif,M M,Fauzan Rosyad M,Unwanul Falah Bhuce Erlangga
JK L L L L L L L L L L P L P P P P P P P L P P P P P P P L L L L L L L
Umur 13 13 13 16 14 14 14 14 14 14 14 15 13 16 12 14 13 13 13 12 14 13 15 16 13 15 14 13 13 13 12 13 12 14
BB (Kg) 42 45 36 60 40 44 51 45 51 50 48 46 39 51 34 47 35 45 45 39 46 38 41 55 45 59 49 29 36 40 33 47 37 41
TB (cm) 142 159 142 169 153 152,5 155 165 163 152 152 160,5 155 157 146 155,5 146 146,5 148,5 142 149 139,1 155,5 156 151 165,1 151 136,5 138 148 137 147 145 152
64
Lampiran 2 AKG Santri Nama E
P
E
Kecukupan Zat Gizi P Besi Vit C
Koreksi
Koreksi
Vit A
Ca
M,Farid Mu'thi
2400
60
2100
53
19
75
600
1000
Muhammad Ridho Andara
2400
60
2250
56
19
75
600
1000
Achmad Taufan Adinegoro
2400
60
1800
45
19
75
600
1000
Khoerul Fazmi
2600
65
2836
71
15
90
600
1000
M, Fadilah
2400
60
2000
50
19
75
600
1000
Dika Mustika
2400
60
2200
55
19
75
600
1000
Abdul Hamid
2400
60
2550
64
19
75
600
1000
Masykuro Suja'i
2400
60
2250
56
19
75
600
1000
A,Nizar Zulmi
2400
60
2550
64
19
75
600
1000
Fikri
2400
60
2500
63
19
75
600
1000
Shella Maulidia
2350
57
2302
56
26
65
600
1000
Selamet
2400
60
2300
58
15
75
600
1000
Livia Elfira
2350
57
1870
45
26
65
600
1000
Septiyani
2200
55
2244
56
26
75
600
1000
Siti Fauziah Inayah
2350
57
2103
51
26
65
600
1000
Huzaifah Nasution
2350
57
2254
55
26
65
600
1000
Suryani
2350
57
1679
41
26
65
600
1000
Susi Susanti
2350
57
2158
52
26
65
600
1000
Nurul Zakiyyah
2350
57
2158
52
26
65
600
1000
Dzul Qhaidir Hizam T
2400
60
2674
67
19
65
600
1000
Dini Handayani
2350
57
2206
54
26
65
600
1000
Sania Firdya
2350
57
1822
44
26
65
600
1000
Aisya Pertiwi
2350
55
1966
46
26
65
600
1000
Desita Nur Fajriyah
2200
55
2420
61
26
75
600
1000
Nuraeni
2350
57
2158
52
26
65
600
1000
Sayyidah Darin Damaiyanti
2350
57
2830
69
26
65
600
1000
Putri Nabila
2350
57
2350
57
26
65
600
1000
Rizky Putra P Sultan Galih Kavisma Pribadi
2400
60
1450
36
19
75
600
1000
2400
60
1800
45
19
75
600
1000
Abdul Halim
2400
60
2000
50
19
75
600
1000
M,Arif,M
2400
60
1650
41
19
75
600
1000
M,Fauzan Rosyad
2400
60
2350
59
19
75
600
1000
M,Unwanul Falah
2400
60
2537
63
19
75
600
1000
Bhuce Erlangga
2400
60
2050
51
19
75
600
1000
Total
80750
1994
74369
1837
743
2425
20400
34000
Rata-Rata
2375
59
2187
54
22
71
600
1000
SD
63.07
2.10
324.88
8.22
3.85
5.94
0.00
0.00
Min
2200
55
1450
36
15
65
600
1000
Max
2600
65
2836
71
26
90
600
1000
65
Lampiran 3 Konsumsi dan Tingkat Konsumsi Santri Konsumsi
No E
P
Besi
Vit C
Tingkat Konsumsi Vit A
Ca
E
P
Besi
Vit C
Vit A
Ca
1
1466
65.7
6.8
23.0
1558.0
869.0
69.8
125.1
35.7
30.6
259.7
86.9
2
1364
61.9
5.8
23.5
1530.0
831.3
60.6
110.1
30.5
31.4
255.0
83.1
3
1399
59.8
5.8
21.3
1510.4
847.5
77.7
132.8
30.5
28.3
251.7
84.8
4
1348
61.8
5.9
23.7
1530.2
798.2
47.5
87.2
39.0
26.3
255.0
79.8
5
1432
61.7
6.0
21.5
1547.6
861.5
71.6
123.4
31.4
28.6
257.9
86.2
6
1404
65.0
6.6
22.7
1502.4
847.9
63.8
118.2
34.5
30.2
250.4
84.8
7
1419
64.0
6.3
22.8
1553.9
768.0
55.6
100.3
33.0
30.4
259.0
76.8
8
1394
66.5
6.7
24.0
1554.4
857.4
61.9
118.3
35.4
31.9
259.1
85.7
9
1469
65.7
6.4
23.3
1555.1
850.3
57.6
103.0
33.4
31.1
259.2
85.0
10
1420
60.4
6.1
23.0
1559.5
774.6
56.8
96.7
32.0
30.6
259.9
77.5
11
1377
62.0
6.2
23.4
1503.7
854.1
59.8
111.0
23.7
36.0
250.6
85.4
12
1457
64.9
6.1
22.3
1510.7
850.9
63.4
112.9
40.3
29.8
251.8
85.1
13
1455
63.1
6.5
19.3
1472.5
768.9
77.8
139.1
24.9
29.7
245.4
76.9
14
1338
62.6
6.4
23.8
1549.7
848.4
59.6
111.5
24.5
31.8
258.3
84.8
15
1442
66.1
6.7
23.2
1554.2
862.7
68.6
129.6
25.7
35.7
259.0
86.3
16
1436
66.6
6.7
22.5
1498.4
865.6
63.7
121.9
25.7
34.7
249.7
86.6
17
1435
65.1
6.1
23.7
1559.7
860.0
85.5
159.8
23.5
36.4
260.0
86.0
18
1427
67.8
6.8
21.0
1512.1
860.5
66.1
129.4
26.0
32.3
252.0
86.0
19
1398
61.9
7.4
22.9
1553.9
879.5
64.8
118.3
28.4
35.2
259.0
88.0
20
1392
62.6
6.0
20.7
1525.7
765.6
52.0
93.7
31.6
31.8
254.3
76.6
21
1407
64.4
6.2
22.8
1492.2
845.1
63.8
120.3
23.7
35.1
248.7
84.5
22
1427
68.0
6.8
21.2
1485.4
848.8
78.3
153.8
26.1
32.7
247.6
84.9
23
1381
62.6
5.6
19.6
1465.4
828.1
70.2
136.0
21.5
30.2
244.2
82.8
24
1364
65.2
6.1
23.2
1556.6
844.8
56.4
107.7
23.5
30.9
259.4
84.5
25
1441
65.4
6.6
21.6
1503.9
842.3
66.8
124.9
25.5
33.3
250.6
84.2
26
1387
63.3
7.0
21.0
1503.4
758.9
49.0
92.2
26.7
32.2
250.6
75.9
27
1442
64.9
7.2
22.8
1554.7
783.1
61.4
113.8
27.8
35.1
259.1
78.3
28
1446
67.4
6.8
23.2
1559.2
862.8
99.7
185.8
35.8
30.9
259.9
86.3
29
1420
61.9
5.8
22.5
1527.1
849.2
78.9
137.6
30.4
30.0
254.5
84.9
30
1381
63.4
5.9
21.7
1505.2
833.5
69.0
126.9
30.8
28.9
250.9
83.3
31
1370
64.3
7.2
23.2
1547.0
858.2
83.0
155.8
37.8
30.9
257.8
85.8
32
1433
59.9
5.8
21.0
1509.4
752.2
61.0
102.0
30.4
28.0
251.6
75.2
33
1412
64.4
6.2
23.5
1547.2
749.4
55.6
101.5
32.5
31.3
257.9
74.9
34
1435
66.0
6.3
23.3
1552.2
852.8
70.0
128.7
33.3
31.1
258.7
85.3
Total RataRata
48014
2176.0
216.1
761.8
51950.7
28230.7
2247.4
4129.2
1015.2
1073.1
8658.5
2823.1
1412
64.0
6.4
22.4
1528.0
830.3
66.1
121.4
29.9
31.6
254.7
83.0
SD
33.84
2.19
0.46
1.21
28.17
39.56
11.0
21.1
5.0
2.4
4.7
4.0
Min
1338
59.8
5.6
19.3
1465.4
749.4
47.5
87.2
21.5
26.3
244.2
74.9
Max
1469
68.0
7.4
24.0
1559.7
879.5
99.7
185.8
40.3
36.4
260.0
88.0
66
Lampiran 4 Nilai PAR berdasarkan Jenis Kelamin No
Jenis Aktivitas
1
Nilai PAR L
P
Tidur
1
1
2
Berbaring
1.2
1.2
3
Duduk
1.2
1.2
4
Berdiri
1.4
1.5
5
Berpakaian
2.4
3.3
6
Kebersihan diri
2.3
2.3
7
makan dan minum
1.4
1.6
8
Menulis
1.4
1.4
9
Berjalan
2.8
3
10
Belajar
1.3
1.3
11
Menyapu/membersihkan Halaman
3.7
3.6
12
Menyetrika Baju
3.5
1.7
13
Mencuci Baju/piring
2.8
2.8
14
Menyapu
2.3
2.3
15
Mengepel
4.4
4.4
16
Membaca
1.3
1.5
17
Olah raga (Bola Kaki)
8
0
18
Olahraga (jogging)
6.5
6.5
19
Nonton Tv
1.64
1.72
20
Ibadah
1.5
1.5