HUBUNGAN ASUPAN SUGAR-SWEETENED BEVERAGES DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH
JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum
INDAH FEBRIYANI 22010110120090
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014
HUBUNGAN ASUPAN SUGAR-SWEETENED BEVERAGES DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH Indah Febriyani*, Maria Mexitalia** ABSTRAK Latar belakang: Sekitar 60% anak mengonsumsi sugar-sweetened beverages (SSB) dan 30% anak usia prasekolah mengalami overweight atau obesitas. Tingginya asupan SSB dihubungkan dengan kebiasaan makan tidak sesuai yang akan meningkatkan risiko pertumbuhan anak dengan obesitas. Tujuan: Mengetahui hubungan antara asupan sugar-sweetened beverages dengan status gizi pada anak usia prasekolah. Metode: Rancangan penelitian adalah cross-sectional dengan observasional analitik. Penelitian dilakukan pada periode Maret-Mei 2014. Subyek penelitian adalah anak usia prasekolah yang mengonsumsi sugar-sweetened beverages. Asupan energi dinilai dari three days food recall dan status gizi diukur dari indeks massa tubuh (IMT). Uji statistik menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil: Jumlah responden sebanyak 45 anak, terdiri dari 38 anak tidak obesitas dan 7 anak obesitas. Anak dengan obesitas memiliki rerata asupan energi total lebih tinggi dibandingkan anak tidak obesitas (1962.2 kkal/hari vs 1572.8 kkal/hari). Sebaliknya, anak tidak obesitas memiliki rerata asupan SSB lebih tinggi dibandingkan anak obesitas (318.2 kkal/hari vs 311.1 kkal/hari). Hasil analisis tidak terdapat hubungan antara asupan SSB dengan indeks massa tubuh ( p = 0.393 dengan r = -0.130). Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara asupan SSB dengan indeks massa tubuh pada anak usia prasekolah. Kata kunci: Sugar-sweetened beverages, indeks massa tubuh, obesitas, overweight, three days food recall. *
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Staf Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi Semarang **
THE CORRELATION BETWEEN SUGAR-SWEETENED BEVERAGES INTAKE AND NUTRITIONAL STATUS IN PRESCHOOL-AGED CHILDREN Indah Febriyani*, Maria Mexitalia** ABSTRACT Background: About 60% of children consumed sugar-sweetened beverages (SSB) and 30% of preschool-aged children had overweight or obesity. High consumed of SSB was associated with inappropriate dietary intake, which will increase risk of growth for children with obesity. Aim: The study was aim to know the correlation between SSB intake and nutritional status in preschool-aged children. Methods: This was a cross-sectional study with observational analysis. This research was held in March-May 2014. The subject was preschool-aged children who consumed SSB. Energy intake was assessed by three days food recall. nutritional status was measured by BMI. Statistical test used the spearman’s test. Result: The number of subjects were 45 children, consisted of 38 children without obesity and 7 children with obesity. Children with obesity had a higher average of total energy intake than children without obesity (1962.2 kcal/day vs 1572.8 kcal/day). However, children without obesity had a higher average of energy derived from sugar in SSB intake than children with obesity (318.2 kcal/day vs 311.1 kcal/day). There was no correlation between SSB intake and body mass index ( p = 0.393 with r = -0.130). Conclusion: There was no correlation between SSB intake and body mass index in preschool-aged children. Keywords: Sugar-sweetened beverages, body mass index, overweight, obesity, three days food recall. *
Undergraduate student of Faculty of Medicine Diponegoro University Department of Pediatrics Faculty of Medicine Diponegoro University/ Dr. Kariadi Hospital Semarang **
PENDAHULUAN Anak prasekolah adalah anak berusia dua hingga lima tahun. Usia tersebut merupakan periode emas seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama fungsi bahasa, kognitif dan emosi. Pada usia ini, anak sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat.1 Dalam menjalani tumbuh kembangnya, seorang anak membutuhkan zat gizi esensial, mencakup protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air yang harus dikonsumsi secara seimbang.2,3 Pemberian gizi yang adekuat, sangatlah penting dalam menunjang proses pertumbuhan dan perkembangan anak.4-6 Umumnya anak-anak tidak pernah menolak karbohidrat sebagai salah satu sumber zat gizi yang memberikan rasa manis, terutama karbohidrat sederhana, seperti gula, madu ataupun gula dalam jus buah. Anak-anak mudah terbangkitkan selera makan hanya dengan menambahkan satu hingga dua sendok teh gula pasir ke dalam susu atau makanan lainnya. Sebaliknya, anak-anak tidak menyukai rasa pahit. Mereka biasanya tidak menyukai sayuran karena rasa pahit yang ditimbulkan.7 Penelitian di Yunani, meningkatnya obesitas pada anak dimulai dari usia prasekolah. Masalah itu merupakan fenomena di dunia. Diperkirakan prevalensi dari berat badan berlebih dan obesitas pada anak berusia 6-17 tahun sekitar 17,3% sedangkan 14,2% pada usia prasekolah. Dikatakan bahwa tingginya asupan minuman atau makanan manis dihubungkan dengan kebiasaan makan yang buruk serta pemberian nutrisi tidak sesuai yang akan meningkatkan risiko perkembangan anak dengan obesitas. Dikatakan pula, sekitar 60% populasi anak mengonsumsi sugar-sweetened beverage dan 30% anak usia prasekolah mengalami overweight atau obesitas.8 Penelitian lain mengemukakan bahwa pada usia 4 dan 5 tahun, anak yang sering mengonsumsi Sugar-Sweetened Beverages (SSB) memiliki IMT z-score lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang jarang atau tidak mengonsumsi SSB.12 Dikatakan pula bahwa anak dengan asupan SSB secara teratur memiliki peningkatan total kalori sekitar 17%-20%.12-14 Konsumsi sugar-sweetened beverage yang berlangsung lama akan mempengaruhi status gizi. Pertumbuhan
seorang anak dapat diamati dari penilaian status gizi.9-12 Status gizi dapat diamati dari beberapa pemeriksaan, yaitu: anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan antropometri dan uji laboratorium. Pemeriksaan antropometri gizi merupakan suatu parameter kuantitatif yang digunakan sebagai indikator status gizi dengan menilai komposisi tubuh.15,16 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asupan sugar-sweetened beverage dengan status gizi pada anak usia prasekolah. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dan dilakukan di TK-PAUD Alhidayah dan Pos PAUD Cemara, Banyumanik Kota Semarang. Pemilihan tempat penelitian didasarkan atas lokasi yang mudah dijangkau serta jumlah subyek yang mencukupi sampel minimal penelitian ini. Penelitian ini menggunakan subyek anak prasekolah usia 2–5 tahun yang mengonsumsi sugar-sweetened beverages. Penelitian ini memiliki subyek sebanyak 45 anak usia prasekolah. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer berupa pengisian kuesioner dan pemeriksaan antropometri pada anak. Sebelum dilakukan pengambilan data, peneliti memberi penjelasan kepada orang tua subyek mengenai latar belakang dan tujuan penelitian kemudian ditanyakan kesediaan untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani lembar informed consent apabila setuju. Langkah berikutnya, yaitu pengisian three days food recall dibantu oleh ahli gizi dan pengukuran tinggi badan menggunakan stadiometer merek Seca® 217 dan berat badan menggunakan timbangan digital merek Seca® 383. Data yang diperoleh kemudian dilihat distribusi datanya, normal atau tidak, dengan uji Shapiro-Wilk. Bila data yang didapat memiliki sebaran data normal, uji yang digunakan adalah uji korelasi pearson sedangkan uji alternatifnya adalah uji korelasi spearman. Dikatakan sebaran data normal bila p > 0,05 dan data tidak normal bila p ≤ 0,05.17
HASIL Subyek penelitian ini adalah 45 orang, yang terdiri atas 25 anak laki-laki (55,6%) dan 20 anak perempuan (44,4%) dengan rentang usia 2 hingga 5 tahun, yang terdiri atas 5 anak berusia 2 tahun (11,1%), 12 anak berusia 3 tahun (26,7%), 24 anak berusia 4 tahun (53,3%) dan 4 anak berusia 5 tahun (8,9%). Data antropometri yang diukur dalam penelitian ini meliputi: tinggi badan dan berat badan, yang disajikan dalam tabel berikut: Rerata ± SB
Median
Min – Maks
16,8 ± 3,47
16,4
9,5 – 24,9
Tinggi badan (cm)
101,0 ± 6,42
101,2
82,2 – 115,2
Indeks massa tubuh
16,41 ± 2,83
15,57
12,5 – 26,2
Berat badan (kg)
Tabel 1. Hasil penukuran antropometri subyek penelitian Berdasarkan data antropometri tersebut, sesuai dengan jenis kelamin dan usia didapatkan status gizi menurut WHO tahun 2006, sebanyak 36 anak dengan gizi baik (80%), 7 anak dengan obesitas (15,6%) dan 2 anak dengan gizi kurang (4,4%). Selain itu juga didapatkan asupan energi total dan sugar-sweetened beverages pada anak berdasarkan pengisian three days food recall; yang disajikan dalam tabel berikut: Asupan energi
Status gizi Tidak obesitas Obesitas
P
1572,8 510,5
1962,2 1076,3
0,373#
207,4 ± 75,5
253,3 ± 113,1
0,219#
Persentase karbohidrat total (%)
53,8 ± 7,6
54,5 ± 7,6
0,756*
Protein total (g/hari)
51,6 ± 17,6
64,1 ± 39,1
0,441#
Persentase protein total (%)
13,5 ± 1,9
13,5 ± 2,6
0,993*
Lemak total (g/hari)
71,9 ± 81,5
75,2 ± 46,6
0,399#
Persentase lemak total (%)
42,4 ± 45
35,1 ± 4,6
0,718#
Energi total (kkal/hari) Karbohidrat total (g/hari)
Status gizi Tidak obesitas Obesitas
Asupan energi Energi makanan pokok (kkal/hari) Persentase energi makanan pokok (%) Sugar-sweetened beverages (kkal/hari) Persentase sugarsweetened beverages (%) Energi total hari libur (kkal/hari) Energi total hari sekolah 1 (kkal/hari) Energi total hari sekolah 2 (kkal/hari) #
Uji Mann-Whitney
P
629,8 304,3
0,833*
42,03 ± 14,9
37,8 ± 15,9
0,385*
318,2 191,2
311,1 193,8
0,700#
19,67 7,246
15,93 6,341
0,097*
1566,9 552,9
2012,4 1132,7
0,360#
1602,1 ± 516,6
1909,0 ± 1070,9
0,613#
1538,6 ± 529,8
1965 ± 1056,3
0,202#
614,6 178,1
*Uji-t tidak berpasangan
Tabel 2. Rerata asupan energi total dan sugar-sweetened beverages Tabel 2 menunjukkan bahwa pada asupan energi yang dikonsumsi antara anak tidak obesitas dan obesitas didapatkan nilai p > 0,05; yang artinya tidak terdapat perbedaan bermakna pada asupan energi yang dikonsumsi antara anak tidak obesitas dan obesitas. Selain itu, berikut uji korelasi Spearman antara asupan sugar-sweetened beverages dengan indeks massa tubuh Variabel Asupan sugar-sweetened beverages (kkal/hari) Indeks massa tubuh
Mean SD
R
P
-0,130
0,393
315,8 189,87 16,41 2,83
Tabel 3. Uji korelasi spearman Berdasarkan uji korelasi Spearman didapatkan nilai p = 0,393 dan r = 0,130; karena p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara asupan sugar-sweetened beverages dengan indeks massa tubuh.
PEMBAHASAN Hasil penelitian kami sebanyak 45 anak pada usia 2–5 tahun , didapatkan 15,6% anak dengan obesitas dan 84,4% anak tidak obesitas yaitu 80% anak dengan gizi baik dan 4,4% anak dengan gizi kurang. Hasil status gizi ini didapatkan dengan analisis data antropometri menggunakan standar z-score WHO 2006 sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Janne C. de Ruyter et al. sebanyak 322 anak dalam kurun tahun 2009 hingga 2011, didapatkan 1% anak dengan gizi kurang, 81% anak dengan gizi baik, 18% anak dengan obesitas.20 Berdasarkan penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara asupan sugarsweetened beverages dengan indeks massa tubuh pada anak usia prasekolah. Hasil ini sama dengan penelitian Newby PK et al., bahwa terdapat ketidakakuratan pengukuran asupan makanan, sebagai contoh orangtua yang tidak menyampaikan keseluruhan asupan sugar-sweetened beverages yang dikonsumsi sehingga mengurangi kemampuan peneliti dalam menemukan bukti-bukti kecil yang memiliki arti klinis penting dalam mempengaruhi keterkaitan antara asupan sugar-sweetened beverages dengan indeks massa tubuh pada anak. Pengumpulan data melalui catatan makan dan antropometri selama 12 bulan. Usaha-usaha untuk mendapatkan data asupan energi yang akurat telah dilakukan guna menunjang keakuratan pengukuran, namun masih terdapat kemungkinan kekeliruan pengukuran asupan makanan sehingga membatasi kemampuan peneliti dalam menganalisis hubungan antara asupan sugarsweetened beverages dengan indeks massa tubuh. Berikut usaha-usaha yang telah dilakukan pada penelitian ini, yaitu penggunaan perangkat nutrisuvey indonesia untuk mengetahui kandungan energi pada makanan atau minuman yang dikonsumsi serta melihat label kandungan energi pada kemasan produk makanan. Studi di Amerika mengemukakan bahwa terdapat keterbatasan waktu pada penelitian. Mereka menyebutkan bahwa penelitian yang dilakukan selama 12 bulan, belum dapat memperlihatkan hubungan antara asupan sugar-sweetened beverages dengan indeks massa tubuh sehingga dibutuhkan penelitian lain yang memiliki waktu pengamatan lebih lama.25
Penelitian oleh Teresia M. O’Connor et al.,juga menemukan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara asupan sugar-sweetened beverages dengan indeks massa tubuh.9 Studi lainnya mengemukakan bahwa prevalensi anak usia prasekolah dengan obesitas atau overweight pada penelitian tersebut sebanyak 124 anak (10,7%). Hasil tersebut terlalu rendah untuk mendeteksi hubungan antara peningkatan asupan SSB dan indeks massa tubuh karena rerata adiposity rebound terjadi pada usia kurang lebih 5,5–6 tahun. Mereka menjelaskan bahwa bila dapat dilakukan penelitian longitudinal pada anak usia prasekolah tersebut, peneliti mungkin menemukan bahwa tingginya asupan SSB dapat dikontribusikan pada peningkatan indeks massa tubuh setelah mencapai usia 6 tahun.26,27 Teresia M. O’Connor et al. bahwa hubungan antara asupan sugarsweetened beverages dengan indeks massa tubuh pada anak usia prasekolah memiliki hubungan yang lebih rumit dari hasil yang diharapkan peneliti karena banyak faktor yang mempengaruhi status gizi yang dinilai dari indeks massa tubuh, seperti aktivitas fisik.9 Penelitian yang dilakukan oleh Mustelin menunjukkan bahwa anak yang tidak rutin berolahraga memiliki risiko obesitas sebesar 1,35 kali dibandingkan dengan anak yang rutin berolahraga. Selain itu, anak yang tidak rutin berolah raga justru cenderung memiliki asupan energi yang lebih tinggi dibandingkan anak yang rutin berolahraga. Makanan dan aktivitas fisik dapat mempengaruhi timbulnya obesitas.28 Pengumpulan data asupan energi pada penelitian ini dilakukan melalui metode three days food recall, lalu didapatkan rerata asupan sugar-sweetened beverages sebesar 318,2 kkal/hari pada anak tidak obesitas sedangkan sebesar 311,1 kkal/hari pada anak obesitas. Hasil tersebut telah melewati batas yang diaanjurkan, yaitu lebih dari 200 kkal.19 Selain itu, di penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa anak tidak obesitas memiliki asupan sugar-sweetened beverages (SSB) lebih tinggi dibandingkan anak obesitas. Hal ini juga dikemukakan oleh peneliti di Inggris, bahwa anak obesitas memiliki asupan SSB lebih rendah dibanding anak tidak obesitas.21 Walaupun anak obesitas memiliki asupan SSB lebih rendah, namun asupan energi total tetap lebih tinggi dibanding anak tidak obesitas. Hal tersebut
juga dikemukakan oleh McCarthy dan McCrory et al., bahwa tingginya asupan energi total berhubungan dengan terjadinya obesitas.23,24 Begitupula dengan rerata asupan energi makanan pokok yang lebih tinggi pada anak obesitas, yaitu 629,8 kkal/hari serta rerata asupan energi total yang juga lebih tinggi dibanding anak tidak obesitas, yaitu 1962,2 kkal/hari. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa anak obesitas memiliki rerata karbohidrat, protein dan lemak lebih tinggi dibanding anak tidak obesitas, yaitu 253,2 kkal untuk karbohidrat; 64,1 kkal untuk protein; 75,2 kkal untuk lemak. Hasil tersebut juga telah melewati angka kecukupan energi yang dianjurkan.18 Hasil ini juga dijelaskan oleh Won O. Song et al. bahwa lemak merupakan kontribusi utama pada tingginya asupan energi total namun untuk kontribusi energi
dari
sugar-sweetened
beverages
memiliki
kecenderungan
tidak
berhubungan dengan tingginya asupan energi total pada anak dan orang dewasa. Penelitian tersebut juga mengemukakan bahwa penyumbang terjadinya obesitas pada populasi di Amerika bukanlah kontribusi energi dari sugar-sweetened beverages melainkan asupan energi total yang melebihi angka kecukupan asupan energi yang dianjurkan. Mereka menjelaskan bahwa faktor genetik dan aktivitas fisik juga memiliki peran dalam bertambahnya lemak tubuh.22 Beberapa keterbatasan yang dialami peneliti, yaitu: 1) keterbatasan waktu penelitian. 2) Dalam menghitung kandungan energi, peneliti melihat label informasi kandungan energi pada kemasan produk makanan atau minuman manis namun tidak semua produk makanan atau minuman menampilkan label jumlah kandungan pemanis yang digunakan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan bermakna antara asupan sugar-sweetened beverages dengan indeks massa tubuh pada anak usia prasekolah. Selain itu, juga didapatkan bahwa: 1) Asupan energi total pada anak obesitas lebih tinggi dibandingkan anak tidak obesitas walau tidak bermakna secara statistik.
2) Asupan energi total di hari libur pada anak obesitas lebih tinggi dibandingkan anak tidak obesitas. Begitu pula dengan asupan energi total di dua hari sekolah, pada anak obesitas memiliki asupan energi total lebih tinggi dibandingkan anak tidak obesitas walau tidak bermakna secara statistik. 3) Sedangkan asupan sugar-sweetened beverages pada anak obesitas lebih rendah dibandingkan anak tidak obesitas walau tidak bermakna secara statistik. Perlu dilakukan program edukasi untuk para orangtua tentang asupan sugar-sweetened beverages yang boleh dikonsumsi pada usia prasekolah agar tidak melebihi kecukupan energi
yang dianjurkan sehingga mencegah
pertumbuhan anak dengan obesitas serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara longitudinal sehingga dapat mengetahui pengaruh jangka panjang antara asupan energi total dan asupan sugar-sweetened beverages terhadap status gizi anak. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua murid, guru-guru, muridmurid TK-PAUD Alhidayah dan Post Paud Cemara, serta teman-teman seperjuangan yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. Behrman, Kliegman, Nelson A. 1999. Ilmu kesehatan anak Nelson Vol I. Edisi XV. Jakarta: EGC; 2010; 60-64,178,180,210,214-216. 2. Almatsier, Sunita, Sutardjo S, Moerijanti. Gizi seimbang dalam daur kehidupan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2011; 1-13. 3. Boediman, Dradjat. Sehat bersama gizi Jakarta. CV Sagung Seto; 2009. 4. Bernard-Bonnin, A.C. Feeding problems of infants and toddlers. Can Fam Physician, 2006. 52(10): p. 1247-51. 5. Steinberg C. Feeding disorders of infants, toddlers, and preschoolers. BC Medical Journals; 2007; 49(4):183-6.
6. Harinda L. Proporsi dan status gizi pada anak prasekolah dengan kesulitan makan di Semarang. Laporan penelitian. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2012. 7. Mary L. Gavin, MD. Strategi pemberian makanan pada anak prasekolah [Internet];
2008
[Cited
2013
Nov
22];
Available
from:
http://www.milissehat.we.id. 8. Linardakis M, Sarri K, Styliani M, Pateraki, Sbokos M and Kafatos A. Sugar-added beverages consumption among kindergarten children of Crete: effects on nutritional status and risk of obesity. BMC Public Health; 2008; 8:279. 9. O’ Connor T, Yang S, Nicklas T. Beverage intake among preschool children and its effect on weight status. Pediatrics; 2006; 118;e1010. 10. Clifton et al. Beverage intake and obesity in Australian children. BMC Public Health; 2011; 8:87. 11. De Craemer et al. Physical activity and beverage consumption in preschool: focus groups with parents and teachers. BMC Public Health; 2013; 13:278. 12. DeBoer MD, Rebecca J, Scharf, Demmer RT. Sugar-sweetened beverage and weight gain in 2- to 5 Years- Old Children. American Academy of Pediatrics; 2013; 132; 413. 13. Forshee RA, Anderson PA, Storey ML. Sugar-sweetened beverages and body mass index in children and adolescents: a meta-analysis. Am J Clin Nutr. 2008;87(6):1662–1671. 14. Mrdjenovic G, Levitsky DA. Nutritional and energetic consequences of sweetened drink consumption in 6- to 13-year-old children. J Pediatr. 2003;142(6):604–610. 15. Narendra MB. Pengukuran antropometri pada penyimpangan tumbuh kembang anak. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2006.
16. Arisman. Gizi dalam daur kehidupan : buku ajar ilmu gizi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2009; 64-73:206-32. 17. Sastroasmoro S, Sofyan I. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; 2011. 18. Kartono D, Hardinsyah, Jahari AB, dkk. Penyempurnaan kecukupan gizi untuk orang Indonesia. Jakarta: Kongres Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X; 2012. 19. Position of American Dietetic Association: Nutrition guidance for healthy children ages 2 to 11 years. J Am Diet Assoc. 2008. 20. Janne C. de Ruyter, M.Sc., Margreet R. Olthof, Ph.D., Jacob C, et al. A trial of sugar-free or sugar-sweetened beverages and body weight in children. N. Engl J Med. 2012;367:1397-406. 21. Johnson L, Mander AP. Jones LR. Emmett PM. Jebb SA. Is SSB consumption with increased fatness in children? Nutrition. 2007;23(7-8): 557-563. 22. Song WO, Wang Y, Chung CE, Song B, Lee W, Chun OK. Is obesity development associated with dietary sugar intake in the USA? Nutrition 28. 2012;1137-1141. 23. McCarthy SN, Robson PJ, Livingstone MBE, Kiely M et al. Associations between daily food intake and excess adiposity in Irish adults: towards the development of food-based dietary guidelines for reducing the prevalence of overweight and obesity. Int J Obes. 2006; 30:993-1002. 24. McCrory MA, Fuss PJ, Mc Callum JE, Yao M, Vinken AG, Hays NP et al. Dietary variety within food groups: Association with energy intake and body fatness in men and women. Am J Clin Nutr. 1999;69:440-447. 25. Newby PK, Peterson KE, Berkey CS, Leppert J, Willett WC, Colditz GA. Beverage consumption is not associated with change in weight and body mass index among low-income preschool children in North Dakota. J Am Diet Assoc. 2004;104:1086-1094.
26. Whitaker RC, Pepe MS, Wright J, Seidel KD, Dietz WH. Early adiposity rebound and the risk of adult obesity. Pediatrics. 1998;101(3). Available at: www.pediatrics.org/cgi/content/full/101/3/e5. 27. William S, David G, Lam F. Predicting BMI in young adults from childhood data using two approaches to modelling adiposity rebound. Int J Obes Relat Metab Disord. 1999;23:348-354. 28. Mustelin L, Silventoinen K, Pietilainen K, Rissanen A, Kaprio J. Physical activity reduces the influence of genetic effects on BMI and waist circumference: a study in young adult twins. Int J Obes. 2009; 33; 29-36.