HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI PANGAN SUMBER LEMAK DENGAN KEJADIAN SINDROM PRAMENSTRUASI PADA MAHASISWA IPB
AVIANI HARFIKA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Aktivitas Fisik dan Konsumsi Pangan Sumber Lemak dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015
Aviani Harfika NIM I14110095
ABSTRAK AVIANI HARFIKA. Hubungan Aktivitas Fisik dan Konsumsi Pangan Sumber Lemak dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi pada Mahasiswa IPB. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA. Sindrom Pramenstruasi (PMS) adalah sekumpulan gejala baik fisik maupun psikologis yang muncul 7-14 hari sebelum menstruasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Subjek penelitian berjumlah 59 orang. Pemilihan subjek dilakukan dengan purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil uji Kruskal-Wallish menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara usia subjek (p=0.05), keteraturan menstruasi (p=0.017) dan tingkat konsumsi lemak (p=0.000) terhadap kategori sindrom pramenstruasi. Hasil uji Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan keluhan sindrom pramenstruasi (r=-0.107, p=0.418). Hasil uji Pearson menunjukkan terdapat hubungan signifikan positif antara konsumsi lemak dan kejadian sindrom pramenstruasi (r=0.667, p=0.000). Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsumsi lemak maka semakin tinggi kejadian sindrom pramenstruasi. Kata kunci: aktivitas fisik, keluhan, konsumsi lemak, PMS, sindrom pramenstruasi
ABSTRACT The purpose of this study was to analyze correlation between physical activity and consumption of fat source food with premenstrual syndrom. The study design was a cross sectional study. Total of subjects 59 peoples. Subjects were selected with purposive sampling and inclusion criteria. Result of KruskalWallish test showed significant different between the age of the subject (p=0.05), menstrual regularity (p=0.017) and fat consumption level (p=0.000) with subject categories PMS. Result of Spearman test showed there were not significant correlation between physical activity and premenstrual syndrome (r=-0.107, p=0.418). Result of Pearson test showed there were significant positive correlation between consumption of fat and premenstrual syndrome (r=0667, p=0.000). It showed that fat consumption increased, incidence of premenstrual syndrome also increased. Keywords: complaints, consumption of fat, physical activity, PMS, premenstrual syndrome
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI PANGAN SUMBER LEMAK DENGAN KEJADIAN SINDROM PRAMENSTRUASI PADA MAHASISWA IPB
AVIANI HARFIKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi
Nama NIM
: Hubungan Aktivitas Fisik dan Konsumsi Pangan Sumber Lemak dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi pada Mahasiswa IPB : Aviani Harfika : I14110095
Disetujui oleh
Prof.Dr.Ir. Ikeu Tanziha, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul hubungan aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak dengan kejadian sindrom pramenstruasi pada mahasiswa IPB. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan keluarga atas segala doa dan perhatiannya, teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 48 dan angkatan 49 atas dukungan dan bantuannya dalam pengumpulan data serta kepada pihak-pihak yang membantu penulis dalam dalam penelitian. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Mei 2015
Aviani Harfika
vii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Subjek Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi Sindrom Pramenstruasi Karakteristik Subjek berdasarkan Sindrom Pramenstruasi Sindrom Pramenstruasi Pengetahuan Sindrom Pramenstruasi Tingkat stres Tingkat Aktivitas Fisik Konsumsi Pangan Sumber Lemak Analisis Variabel yang Berhubungan dengan Sindrom Pramenstruasi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii viii 1 1 2 2 3 3 3 5 5 5 5 6 10 10 10 11 13 18 19 21 23 27 30 30 30 31 36 37
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Jenis dan cara pengumpulan data Jenis variabel, kategori dan kriteria variabel penelitian Skor keluhan menstruasi Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR Sebaran subjek berdasarkan kategori sindrom pramenstruasi Karakteristik subjek berdasarkan usia, status gizi dan uang saku Sebaran subjek berdasarkan usia awal menstruasi Sebaran subjek berdasarkan lama siklus menstruasi Sebaran subjek berdasarkan lama menstruasi Sebaran subjek berdasarkan keteraturan menstruasi Sebaran subjek berdasarkan keluhan sindrom pramenstruasi Sebaran subjek berdasarkan keluhan sindrom pramenstruasi Sebaran subjek berdasarkan pengetahuan sindrom pramenstruasi Sebaran subjek berdasarkan rata-rata skor stres menurut Perceived Stress Scale (PSS) Sebaran subjek berdasarkan tingkat stres menurut Perceived Stress Scale (PSS) Sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik Sebaran subjek berdasarkan persentase konsumsi pangan sumber lemak Sebaran subjek berdasarkan berat rata-rata konsumsi pangan sumber lemak Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber lemak Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak Hasil uji hubungan antar variabel jenis keluhan dengan aktivitas fisik Hasil uji hubungan antar variabel jenis keluhan dengan konsumsi lemak
6 7 8 8 11 12 13 14 15 16 17 17 19 20 21 22 23 24 25 26 27 29
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sangat ditentukan dari kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia dipengaruhi oleh status gizi, kesehatan dan pendidikan (Muchtadi 2008). Kesehatan sangat penting terutama untuk menghasilkan produktivitas kerja pada usia produktif. Riskesdas (2013) menyatakan bahwa kategori usia wanita produktif atau dewasa adalah >18 tahun. Wanita usia produktif harus lebih memperhatikan kondisi tubuhnya agar selalu dalam kondisi sehat dan terhindar dari berbagai gangguan kesehatan khususnya masalah reproduksi. Wanita usia produktif sering mengalami masalah reproduksi terutama perubahan hormonal pada saat menstruasi. Proses menstruasi umumnya ditandai dengan adanya gangguan hormonal yaitu hormon estrogen dan progesteron. Gangguan hormonal tersebut akan berdampak secara psikologis maupun fisik yang disebut sindrom pramenstruasi. Premenstrual syndrome (PMS) atau sindrom pramenstruasi adalah gangguan gejala secara fisik maupun psikologis yang muncul pada fase akhir luteal. Prevalensi sindrom pramenstruasi sampai saat ini belum diketahui tetapi sebanyak 15% wanita usia produktif di Amerika Serikat mengalami sindrom pramenstruasi (Chocano-Bedoya et al. 2011). Penelitian lain tentang sindrom pramenstruasi juga menunjukkan prevalensi yang tinggi terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Prevalensi kejadian sindrom pramenstruasi sebesar 95% pada usia wanita produktif (O’Brien 1993). Penelitian Yonkers et al. (2008) menunjukkan sebanyak 5-8% wanita mengalami sindrom pramenstruasi berat atau termasuk dalam kriteria Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD). Kejadian sindrom pramenstruasi disebabkan oleh berbagai faktor seperti ketidakseimbangan hormon, usia menarche, status gizi dan asupan zat gizi. Asupan zat gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian sindrom pramenstruasi. Penelitian Chocano-Bedoya et al. (2012) menunjukkan asupan mineral yang tercukupi dapat mencegah kejadian sindrom pramenstruasi. Penelitian Nagata et al. (2005) juga menunjukkan diet tinggi lemak dapat meningkatkan keluhan sindrom pramenstruasi. Konsumsi pangan hewani dan sayur yang tinggi juga dapat menurunkan tingkat sindrom pramenstruasi (Fibriastuti 2012). Penelitian yang dilakukan Chocano-Bedoya et al. (2011) menunjukkan konsumsi pangan sumber tiamin dan riboflavin yang tinggi menurunkan risiko terjadinya sindrom pramenstruasi. Aktivitas fisik juga berpengaruh terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Penelitian Fibriastuti (2012) menunjukkan aktivitas yang tinggi dapat menurunkan terjadinya sindrom pramenstruasi. Aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan kelenturan dan kelentukan otot. Proses menstruasi menyebabkan kontraksi pada dinding rahim. Jika memiliki otot yang kuat maka kontraksi yang terjadi akan berkurang. Aktivitas fisik memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian pramenstruasi (Fibriastuti 2012). Penelitian mengenai aktivitas fisik dan asupan zat gizi dengan sindrom pramenstruasi sudah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian Aldira (2014) menunjukkan semakin tinggi aktivitas fisik akan menurunkan terjadinya sindrom
2
pramenstruasi. Penelitian Lutfiah (2007) juga menunjukkan adanya hubungan konsumsi pangan sumber kalsium yang meningkat, akan meningkatkan terjadinya sindrom pramenstruasi. Penelitian tersebut menggunakan subjek remaja yang berusia 12-16 tahun atau kategori remaja akhir. Penelitian kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja sudah banyak dilakukan sehingga peneliti tertarik untuk menghubungkan aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak pada subjek mahasiswa yang tergolong usia dewasa (>18 tahun) (Riskesdas 2013).
Perumusan Masalah Perumusan masalah dari penelitian ini disusun berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan. Prumasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik subjek, status gizi, uang saku, usia menarche, lama siklus menstruasi, lama menstruasi, keteraturan dan jadwal menstruasi subjek? 2. Bagaimana keluhan dan pengetahuan subjek terhadap sindrom pramenstruasi? 3. Bagaimana tingkat aktivitas fisik dan tingkat stres subjek? 4. Bagaimana konsumsi pangan sumber lemak subjek? Bagaimana hubungan antara aktivitas fisik terhadap kejadian 5. pramenstruasi sindrom? 6. Bagaimana hubungan antara konsumsi pangan sumber lemak terhadap kejadian pramenstruasi sindrom?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Tujuan Khusus Tujuan khusus diadakannya penelitian ini adalah: Mengidentifikasi karakteristik subjek, status gizi, uang saku, usia 1. menarche, lama siklus menstruasi, lama menstruasi dan keteraturan menstruasi subjek. 2. Menganalisis keluhan dan jenis sindrom pramenstruasi yang dialami subjek. 3. Menganalisis pengetahuan subjek terhadap sindrom pramenstruasi. 4. Menganalisis tingkat aktivitas fisik subjek. 5. Menganalisis tingkat stres subjek. 6. Menganalisis konsumsi pangan sumber lemak pada subjek. 7. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik terhadap kejadian pramenstruasi sindrom.
3
8.
Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan sumber lemak terhadap kejadian pramenstruasi sindrom.
Hipotesis Penelitian
1. 2.
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Terdapat hubungan antara aktivitas fisik terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Terdapat hubungan antara konsumsi pangan sumber lemak terhadap kejadian sindrom pramenstruasi.
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
Manfaat penelitian ini antara lain: Bagi masyarakat: penelitian ini sebagai informasi mengenai hubungan antara aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Bagi Pemerintah : penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan kebijakan terkait kesehatan dan gizi pada wanita usia produktif. Bagi akademisi : penelitian ini sebagai bahan referensi untuk pengembangan penelitian mengenai sindrom pramenstruasi.
KERANGKA PEMIKIRAN Sindrom pramenstruasi adalah suatu gangguan dengan gejala fisik dan psikologis yang terjadi pada fase luteal siklus menstruasi. Patofisiologi terjadinya sindrom pramenstruasi masih belum diketahui dengan jelas hingga saat ini. Wanita dengan sindrom pramenstruasi memiliki periode siklus estrogen dan progesteron yang berlebihan. Sindrom pramenstruasi berhubungan dengan ketidakseimbangan hormon, stres dan asupan gizi. Sindrom pramenstruasi meliputi kecemasan, depresi, nafsu makan meningkat dan perasaan kembung yang dialami sebelum mulainya menstruasi. Gejala-gejala yang timbul tersebut umumnya terjadi pada remaja tetapi gejala tersebut juga muncul pada wanita usia lebih dari 30 tahunan. Menarche dipengaruhi oleh konsumsi pangan. Semakin baik konsumsi pangan maka menarche semakin awal. Usia awal menstruasi (menarche) pada usia 12-13 tahun. Lama menstruasi juga berpengaruh terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Lama menstruasi berkisar selama 3-9 hari, lama siklus menstruasi berkisar 25-30 tahun dan sebagian besar subjek mengalami menstruasi yang terlambat. Status gizi memiliki hubungan dengan kejadian menstruasi. Terdapat hubungan status gizi terhadap usia menarche. Faktor genetik juga diduga berhubungan dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Hampir 50% wanita yang
4
mengalami sindrom pramenstruasi memiliki anak yang mengalami gejala-gejala sindrom pramenstruasi baik ringan maupun berat. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron juga berpengaruh dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Sindrom pramenstruasi juga berhubungan dengan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH). Aktivitas fisik berhubungan dengan siklus menstruasi. Aktivitas fisik yang sering setiap minggu dapat mengurangi gejala dari sindrom pramenstruasi. Aktivitas fisik dapat mengurangi jangka waktu siklus hormon estrogen dan progesteron yang tidak stabil pada menstruasi. Gaya hidup merupakan faktor yang meningkatkan kejadian sindrom pramenstruasi termasuk stres, jumlah kegiatan fisik yang rendah, diet tinggi gula, garam, lemak alkohol dan kafein. Stres memiliki hubungan yang signifikan terhadap asupan gizi. Kekurangan magnesium menyebabkan sindrom pramenstruasi yang ditunjukkan dengan tingkat magnesium dalam darah rendah. Konsumsi lemak yang tinggi terutama dari asam lemak esensial juga berpengaruh dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Tingkat asam lemak yang tinggi dalam darah ditemukan pada wanita yang mengalami sindrom pramenstruasi.
Karakteristik subjek -
Usia, uang saku, status gizi Usia menarche Lama siklus menstruasi Lama menstruasi Keteraturan menstruasi
Konsumsi pangan
Pangan sumber lemak
Status gizi
Aktivitas fisik - Hormon - Genetik
Sindrom Pramenstruasi
Tingkat Stres
Keterangan: = variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Hubungan aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak dengan kejadian sindrom pramenstruasi
5
METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Pertanian Bogor, Dramaga. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan lingkungan kampus merupakan pusat kegiatan mahasiswa. Penelitian berlangsung pada bulan Februari-Maret 2015.
Jumlah dan Cara Penarikan Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa putri semester enam yang berasal dari Departemen Gizi Masyarakat (GM). Pemilihan subjek dipilih karena tergolong dalam kategori usia dewasa >18 tahun (Riskesdas 2013). Total subjek minimal dalam penelitian ini adalah sebesar 49 orang. Pemilihan dilakukan dengan purposive sampling dengan penentuan jumlah subjek minimal yang dihitung berdasarkan rumus Lameshow dan David (1997). n n
( Z1 ) 2 ( p)(1 p) d2
(1.96) (0.85)(1 0.85) 0.12 2
n ≥ 49 subjek Keterangan: n : Jumlah subjek minimum Z1-α : Tingkat kepercayaan 95%= 1.96 P : Proporsi kejadian sindrom pramenstruasi 85%= 0.85 d : Presisi 10% (0.1) Total subjek dalam penelitian ini adalah 59 orang. Kriteria inklusi subjek yang mengikuti penelitian ini adalah: 1) Mahasiswa putri IPB Departemen Gizi Masyarakat semester enam; 2) Mahasiswa yang telah menstruasi dan mengalami sindrom pramenstruasi; 3) Mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah terkait sindrom pramenstruasi (patofisiologi); 4) Bersedia mengikuti penelitian dari awal hingga akhir pengambilan data.
Jenis dan Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer meliputi karakteristik subjek sepeti usia, menarche, lama siklus menstruasi, lama menstruasi dan keluhan menstruasi menggunakan kuesioner. Data konsumsi pangan sumber lemak diperoleh menggunakan Food Frequency
6
Quesionaire (FFQ) semi kuantitatif selama satu bulan terakhir. Tingkat aktivitas fisik menggunakan recall aktivitas 2x24 jam (hari libur dan hari kuliah). Tingkat stres menggunakan kuesioner perceived stress scale. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data No
Variabel
1
Karakterisitik subjek: - Usia subjek - Berat badan - Tinggi badan Menstruasi: - Usia menarche - Lama menstruasi - Lama siklus menstruasi - Keteraturan menstruasi Keluhan menstruasi Pengetahuan sindrom pramenstruasi Aktivitas fisik: - Tingkat aktivitas fisik Tingkat stres Konsumsi pangan sumber lemak
2
3 4 5
6 7
Jenis data
Cara Pengumpulan Data Wawancara, penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan
Kuesioner, timbangan digital, microtoise
Wawancara
Kuesioner
Rasio Nominal
Wawancara Wawancara
Kuesioner Kuesioner
Rasio
Wawancara
Rasio Rasio
Wawancara Wawancara
Kuesioner, recall aktivitas 2x24 jam Kuesioner Food Frequency Quesionaire (FFQ) semi kuantitatif
Rasio
Rasio Ordinal Ordinal
Alat Ukur
Nominal
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data analisis menggunakan statistik deskriptif dan inferensia. Program yang digunakan adalah software Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.0. Data yang diolah menggunakan statistik deskriptif yaitu usia, status gizi, menarche, lama siklus menstruasi, lama menstruasi, keluhan dan jenis menstruasi, pengetahuan sindrom pramenstruasi, tingkat aktivitas fisik, tingkat stres dan konsumsi pangan sumber lemak. Data yang diolah menggunakan statistik inferensia yaitu hubungan aktivitas fisik dengan kejadian sindrom pramenstruasi dan hubungan konsumsi pangan sumber lemak dengan kejadian sindrom pramenstruasi pada subjek. Uji beda yang digunakan adalah uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney. Korelasi Pearson dan Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara aktivitas
7
fisik terhadap kejadian pramenstruasi sindrom dan hubungan konsumsi pangan sumber lemak terhadap kejadian pramenstruasi sindrom. Tabel 2 Jenis variabel, kategori dan kriteria variabel penelitian No Jenis Variabel 1 Status gizi berdasarkan IMT (WHO 2004)
2
Lama siklus menstruasi
3
Lama menstruasi
4
Tingkat keluhan menstruasi (Jones et al.1996)
5
Tingkat pengetahuan sindrom pramenstruasi (Khomsan 2000) Tingkat aktivitas fisik (PAL) (FAO/WHO/UNU 2001) Tingkat stres (Cohen dan Williamson 1988)
6
7
8
Tingkat konsumsi lemak (Depkes 1996)
Kategori Kurus Normal Overweight Obesitas Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Tidak ada keluhan Ringan Sedang Berat Rendah Sedang Tinggi Ringan Sedang Berat Stres rendah Stres sedang Stres tinggi Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Normal Lebih
Kriteria <18.50 18.50-24.9 25.00-29.9 ≥ 30.00 < 25 hari 25-30 hari >30 hari < 3 hari 3-9 hari >9 hari Skor 0 Skor 1-4 Skor 6-12 Skor >12 < 60% jawaban benar 60%-80% jawaban benar >80% jawaban benar 1.40-1.69 1.70-1.99 2.00-2.39 Skor 0-13 Skor 14-26 Skor 27-40 < 70% AKG 70-79% AKG 80-89% AKG 90-119% AKG ≥ 120% AKG
Keluhan menstruasi dikategorikan berdasarkan jumlah total keluhan menstruasi yang dialami oleh subjek. Kriteria skor 0 menandakan tidak ada keluhan, kriteria skor 1-4 termasuk kategori sindrom pramenstruasi ringan, skor 612 kategori sindrom pramenstruasi sedang dan skor > 12 kategori sindrom pramenstruasi berat. Jumlah skor didapatkan dari hasil penjumlahan jenis keluhan menstruasi.
8
Tabel 3 Skor keluhan menstruasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
Jenis Keluhan Sakit keram di bawah perut Sakit kepala/pusing Mual Muntah Sakit pada payudara Sakit pinggang Lesu Jerawat Lebih emosional Lain-lain
Skor 3 3 3 3 2 2 2 1 1 1 21
Sumber: Jones et al. (1996)
Skor keluhan menstruasi menurut Jones et al. (1996) keluhan sebelum menstruasi dikategorikan sebagai keluhan berat sehingga diberi skor 3 yang terdiri dari sakit keram di bawah perut, sakit kepala/pusing, mual dan muntah. Keluhaan saat terjadinya menstruasi diberi skor 2 seperti sakit pada payudara, sakit pinggang dan lesu. Keluhan ringan diberi skor 1 seperti pada keluhan jerawat, lebih emosional dan keluhan lainnya. Tingkat aktivitas fisik dihitung berdasarkan Physical Activity Level (PAL) yaitu jumlah energi yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas selama 24 jam. Physical Activity Ratio (PAR) jumlah energi yang dikeluarkan untuk satu jenis kegiatan dalam waktu tertentu. Jenis aktivitas fisik subjek dikategorikan berdasarkan jenis kategori PAR. Tabel 4 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR Jenis Aktivitas Tidur
Tidur Kuliah
Kegiatan ringan
Kebersihan diri Makan Ibadah
Waktu luang
Tidur Kuliah/seminar/praktikum Mengerjakan tugas/belajar Mengobrol/diskusi/rapat Mandi/berpakaian/dandan Makan Ibadah/sholat Berbisnis/dagang Bermain laptop/internet Menonton TV/film Membaca Mendengarkan radio/music Bermain game Duduk
PAR (perempuan) 1 1.5 1.5 1.4 2.3 1.5 1.5 1.4 1.8 1.72 2.5 1.43 1.75 1.2
9
Tabel 4 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR (Lanjutan) Jenis Aktivitas
Kegiatan sedang
Bepergian
Pekerjaan rumah tangga
Kegiatan berat
Olahraga
Naik mobil/motor/angkot Mengendarai mobil Mengendarai motor Ke pesta Ke pasar/warung Shopping/belanja Bersepeda Berjalan tanpa beban Memasak Membereskan rumah Mengepel Menyetrika Mencuci baju Mencuci piring Menyapu Membawa beban Aerobik Basket Sepak bola/futsal Berenang Voli Tenis/badminton
PAR (perempuan) 1.2 2.0 2.7 1.4 4.6 4.6 3.6 3.2 2.1 2.8 4.4 1.7 2.8 1.7 2.3 2.2 4.2 7.74 8.0 1.4 6.06 5.92
Sumber: FAO/WHO/UNU (2001)
Nilai Physical Activity Level (PAL) diperoleh dengan mengalikan bobot jenis kegiatan pada PAR dengan waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan tersebut. Besarnya nilai Physical Activity Level (PAL) ditentukan berdasarkan rumus FAO/WHO/UNU (2001) dalam Riyadi (2003) sebagai berikut:
PAL =
(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam
Keterangan: PAL = Physical Activity Level PAR = Physical Activity Ratio
10
Definisi Operasional Aktivitas Fisik adalah serangkaian kegiatan baik jenis kegiatan dan waktu kegiatan yang dilakukan selama 24 jam. Kebiasaan Olahraga adalah serangkaian kegiatan olahraga yang dilakukan secara terus menerus dalam rentang waktu tertentu. Konsumsi pangan adalah kegiatan menggunakan atau memanfaatkan pangan untuk memenuhi kebutuhan. Lama menstruasi adalah lamanya menstruasi pada satu periode tertentu, umumnya 3-5 hari. Lama siklus menstruasi adalah lamanya siklus periode menstruasi yang dihitung dari dari awal menstruasi sampai waktu menstruasi berikutnya, umumnya ±28 hari. Menarche adalah usia subjek pada saat pertama kali mengalami menstruasi. Menstruasi adalah perdarahan uterus yang terjadi secara siklik sebagai akibat tidak terjadinya pembuahan. Olahraga adalah aktivitas yang bertujuan untuk mancapai kebugaran dan kesejahteraan jasmani. Pangan sumber lemak adalah sekumpulan pangan yang mengandung lemak (lemak jenuh) dan memberikan kontribusi lemak yang besar dalam memenuhi kebutuhan energi. Sindrom pramenstruasi adalah gejala yang muncul baik fisik maupun psikologis yang berhubungan dengan siklus menstruasi, umumnya berlangsung 7-14 hari sebelum menstruasi. Status gizi adalah kondisi tubuh subjek yang dikategorikan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), kategori IMT <18.50 status gizi kurus, kategori 18.5024.9 status gizi normal, kategori 25.00-29.9 status gizi overweight dan kategori ≥ 30.00 kategori obesitas. Stres adalah suatu respon fisiologis, psikologis manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal. Subjek adalah mahasiswa semester enam Gizi Masyarakat (GM) yang memenuhi kriteria inklusi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prevalensi Sindrom Pramenstruasi Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2012/2013. Subjek berjumlah 59 orang mahasiswa yang termasuk dalam kategori wanita usia dewasa (>18 tahun) (Riskesdas 2013). Menurut pandey et al. (2013) sindrom pramenstruasi adalah sekumpulan gejala yang muncul sebelum menstruasi umumnya terjadi 7-14 hari sebelum menstruasi. Gejala yang umunya muncul antara lain, nyeri pada bagian bawah perut, wajah berjerawat, nyeri pada bagian payudara dan gangguan
11
emosional atau depresi (Antai et al. 2004). Tabel 5 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan kategori sindrom pramenstruasi. Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan kategori sindrom pramenstruasi Total Kategori sindrom pramenstruasi n % Ringan 11 18.6 Sedang 42 71.2 Berat 6 10.2 Jumlah 59 100 Kategori sindrom pramenstruasi menunjukkan sebanyak 71.2% subjek termasuk dalam kategori sindrom pramenstruasi sedang, 18.6% termasuk kategori sindrom pramenstruasi ringan dan 10.2% subjek termasuk kategori sindrom pramenstruasi berat. Menurut Jones et al. (1996), sindrom pramenstruasi dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kategori sindrom pramenstruasi ringan jika memiliki skor total keluhan berjumlah 1-4, kategori sindrom pramenstruasi sedang jika memiliki skor total 5-12 dan kategori sindrom pramenstruasi berat jika memiliki total skor keluhan menstruasi >12. Sebagian besar subjek termasuk kategori sindrom pramenstruasi sedang. Hasil ini sejalan dengan penelitian Aldira (2014) yang menunjukkan 66.1% subjek termasuk kategori sindrom pramenstruasi sedang. Penelitian Pandey et al. (2013) menunjukkan prevalensi sindrom pramenstruasi pada mahasiswi Gorakhpur sebesar 100% dengan gejala yang paling sering terjadi adalah lemas/lesu dan nyeri otot. Penelitian Antai et al. (2004) menunjukkan prevalensi kejadian sindrom pramenstruasi pada mahasiswa Universitas Calabar Nigeria sebesar 85.5%. Sebanyak 68% subjek termasuk kategori sindrom pramenstruasi sedang dan mengalami nyeri pada bagian perut. Penelitian kohort yang dilakukan Potter et al. (2009) menunjukkan sebanyak 8.1% subjek termasuk kategori sindrom pramenstruasi sedang dengan mengalami 1-5 gejala selama 1-2 tahun terakhir.
Karakteristik Subjek berdasarkan Sindrom Pramenstruasi Karakteristik subjek penelitian yang diambil pada penelitian terdiri dari data usia subjek, status gizi dan uang saku. Usia merupakan salah satu karakteristik subjek yang berhubungan dengan kategori sindrom pramenstruasi. Usia subjek yang diambil dalam penelitian ini termasuk kategori usia dewasa dan tergolong wanita usia produktif (Riskesdas 2013). Status gizi subjek berdasarkan WHO (2004) dikategorikan menjadi kurus, normal, overweight dan obesitas. Uang saku merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi pangan. Tabel 6 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan usia, status gizi dan uang saku.
12
Tabel 6 Karakteristik subjek berdasarkan usia, status gizi dan uang saku Kategori sindrom pramenstruasi Total Variabel p Ringan Sedang Berat n (%) n (%) n (%) n (%) Usia (tahun) 19 4 (6.8) 4 (6.8) 0 (0.0) 8 (13.6) 0.05* 20 5 (8.5) 33 (55.8) 3 (5.1) 41 (69.4) 21 2 (3.4) 5 (8.5) 3 (5.1) 10 (17.0) Total 11 (18.6%) 42(71.2%) 6 (10.2%) 59 (100%) Rata-rata±SD 20.03±0.53 Status gizi Kurus 0 (0.0) 1 (1.7) 0 (0.0) 1 (1.6) Normal 9 (15.2) 34 (57.6) 5 (8.5) 48 (81.4) 0.722 Overweight 2 (3.4) 6 (10.2) 0 (0.0) 8 (13.6) Obesitas 0 (0.0) 1 (1.7) 1 (1.7) 2 (3.4) Total 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) 59 (100) Rata-rata±SD 22.27± 2.99 Uang saku per bulan < Rp900000 6 (10.1) 14 (23.7) 2 (3.4) 22 (37.2) 0.634 Rp900000 – 4 (6.8) 20 (33.9) 4 (6.8) 28 (47.5) Rp1200000 > Rp1200000 1 (1.7) 8 (13.6) 0 (0.0) 9 (15.3) Total 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) 59 (100) Rata-rata±SD 934746 ± 253865 *Signifikan pada p<0.05
Sebagian besar subjek berusia 20 tahun (69.4%), sebanyak 17.0% subjek berusia 21 tahun dan sebanyak 13.6% berusia 19 tahun. Menurut Koesoemato Setyonegoro dalam Mutiara (2003) usia rentang 20-25 tahun termasuk dalam rentang usia dewasa muda (elderly adulhood). Sumiati Ahmad Mohamad juga membagi rentang usia 20-40 tahun kedalam kategori usia dewasa (Mutiara 2003). Wanita usia prduktif merupakan usia yang berpengaruh terhadap hubungan interpersonal yang meningkat, interaksi sosial, gaya hidup, kualitas kerja, keadaan emosional berkembang dan secara keseluruhan berhubungan erat dengan kualitas hidup. Sebanyak 80% wanita usia produktif mengalami gejala pada fase pramenstruasi dan siklus menstruasi (Nisar et al. 2008). Uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara usia dan kategori sindrom pramenstruasi (p=0.05). Uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan nyata terdapat pada kategori sedang dan berat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Delara et al. (2013) menunjukan bahwa usia subjek berhubungan dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Semakin tinggi usia maka kejadian sindrom pramenstruasi akan meningkat. Menurut Thu et al. (2006) wanita usia produktif lebih rentan terhadap kejadian sindrom pramenstruasi berat atau Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD). Status gizi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan terpenuhinya kebutuhan gizi. Pengukuran status gizi pada subjek
13
penelitian dihitung menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut standar World Health Orgaization (WHO). Status gizi subjek sebagian besar tergolong normal (81.4%). Uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara status gizi dengan kategori sindrom pramenstruasi (p>0.05). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Kroll (2010) wanita dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥22.5 kg/m2 akan meningkatkan 1.01 kali kejadian PMS. Penelitian Sheedom et al. (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan sindrom pramenstruasi. Semakin tinggi indeks massa tubuh maka risiko kejadian sindrom pramenstruasi juga akan meningkat. Perbedaan hasil dengan teori ini diduga karena sebaran hasil Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagian besar subjek pada status gizi normal sehingga tidak terdapat perbedaan nyata antara kategori ringan, sedang dan berat. Uang saku merupakan jenis pendapatan sementara bagi subjek. Uang saku juga menentukan jumlah pengeluaran subjek untuk konsumsi pangan. sebagian besar subjek mendapatan uang saku per bulan sebesar Rp900000 – Rp1200000 (47.5%), subjek yang mendapatkan uang saku < Rp900000 sebanyak 37.2% dan subjek yang mendapatkan uang saku > Rp1200000 sebanyak 15.3%. Rata-rata uang saku per bulan subjek adalah sebesar Rp934746. Penelitian Yunieswati (2014) menyatakan bahwa rata-rata uang saku mahasiswa sebesar Rp945470. Uji beda menunjukkan hasil p>0.05 yang artinya tidak terdapat perbedaan nyata antara uang saku terhadap kategori sindrom pramenstruasi. Hal ini dapat disebabkan tidak semua uang saku digunakan untuk pengeluaran pangan sehingga tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kategori sindrom pramenstruasi.
Sindrom Pramenstruasi Usia Awal Menstruasi (Menarche) Menarche adalah usia pada saat pertama kali menstruasi. Menarche terjadi karena adanya proliferasi dari endometrial sebagai akibat dari meningkatnya output dari hormon ovarian (Silva 2005). Usia menarche yang tinggi memiliki hubungan yang signifikan dengan siklus mnstruasi yang tidak normal, dismenorhea dan sindrom pramenstruasi pada siswa usia 14-19 tahun (Zegeye et al. 2009). Menarche atau usia awal menstruasi berhubungan dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Tabel 7 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan usia awal menstruasi. Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan usia awal menstruasi Kategori sindrom pramenstruasi Usia awal Total menstruasi Ringan Sedang Berat (tahun) n (%) n (%) n (%) n (%) <10.5 1 (1.7) 3 (5.1) 0 (0.0) 4 (6.8) 10.5-12 1 (1.7) 9 (15.2) 3 (5.1) 13 (22.0) 12-13.5 5 (8.4) 23 (39.0) 3 (5.1) 31 (52.5) >13.5 4 (6.8) 7 (11.9) 0 (0.0) 11 (18.7) Total 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) 59 (100) Rata-rata±SD 12.31±1.34
p
0.192
14
Sebanyak 52.5% subjek mengalami menarche pada usia 12-13.5 tahun. Rata-rata usia menarche pada remaja putri di Indonesia antara usia 10-15 tahun (Amaliah et al. 2012). Hasil ini sejalan dengan penelitian Lutfiah (2007) yang menunjukkan 92% menarche pada subjek siswa SMA antara 10-14 tahun. Penelitian Aldira (2014) juga menunjukkan 45.8% subjek memiliki menarche 11.9-13.3 tahun. Menurut Cheng et al. (2010) kualitas diet yang baik akan menyebabkan usia menarche semakin cepat. Remaja putri yang mengonsumsi banyak protein hewani akan menyebabkan menarche 3-5 tahun lebih cepat. Hal ini akan berpengaruh terhadap puncak pertumbuhan yang akan lebih cepat meningkat (Berkey et al. 2000). Uji beda menunjukkan p>0.05 artinya tidak terdapat perbedaan nyata antara usia awal menstruasi dengan kategori sindrom pramenstruasi. Penelitian Silva et al. (2008) menunjukkan menarche dibawah 10 tahun dapat meningkatkan risiko kejadian sindrom pramenstruasi. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan beberapa teori dapat disebabkan karena faktor-faktor lain yang lebih mempengaruhi kejadian sindrom pramenstruasi antara lain stres dan gaya hidup. Lama Siklus Menstruasi Lama siklus menstruasi adalah jarak antara waktu mulai menstruasi yang lalu dengan mulai menstruasi bulan berikutnya. Siklus menstruasi pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga fase yaitu fase follicular (proliferative), ovulasi dan luteal. Fase follicular (proliferative) merupakan fase yang paling panjang dalam siklus menstruasi. Fase luteal terjadi selama 14 hari pada siklus normal (Gray 2013). American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologist (2006) menyatakan bahwa siklus menstruasi adalah salah satu tanda dari perkembangan menstruasi dan kondisi patologis dari ovarium. Siklus menstruasi juga memberikan informasi tentang status kesehatan, tekanan darah, jantung dan sistem pernapasan. Lama siklus menstruasi umumnya sekitar 28 hari. Setiap wanita memiliki siklus menstruasi yang berbeda antara 21-35 hari (Aldira 2014). Tabel 8 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan lama siklus menstruasi. Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan lama siklus menstruasi Kategori sindrom pramesntruasi Total Lama siklus Ringan Sedang Berat menstruasi (hari) n (%) n (%) n (%) n (%) <25 1 (1.7) 3 (5.1) 2 (3.4) 6 (10.2) 25-30 9 (15.2) 31 (52.5) 4 (6.8) 44 (74.5) >30 1 (1.7) 8 (13.6) 0 (0.0) 11 (15.3) Total 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) 59 (100)
p
0.327
Lama siklus menstruasi pada sebagian besar subjek adalah 25-30 hari (74.5%). Siklus menstruasi <25 hari sebesar 10.2% dan siklus menstruasi lebih dari >30 hari sebesar 15.3%. Tidak terdapat perbedaan nyata antara lama siklus menstruasi dengan kategori sindrom pramenstruasi (p>0.05). Penelitian ini sejalan dengan Aldira (2014) yang menunjukkan sebanyak 67.8% subjek mengalami lama siklus menstruasi 25-30 hari. Sebanyak 90% wanita pernah mengalami siklus menstruasi yang tidak normal. Siklus menstruasi yang tidak normal terjadi pada rentang kurang dari 24 hari dan lebih dari 36 hari. Siklus menstruasi yang tidak
15
normal dapat disebabkan karena usia menarche lebih dari 14 tahun, depresi dan indeks massa tubuh yang meningkat (Rowland et al. 2002). Tidak terdapat perbedaan nyata antara lama siklus menstruasi dengan kategori sindrom pramenstruasi (p>0.05). Penelitian Shiferaw et al. (2014) menunjukkan adanya hubungan antara lama siklus menstruasi yang panjang dan siklus yang tidak teratur dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Hasil penelitian ini tidak sesuai diduga karena sebagian besar subjek memiliki lama siklus menstruasi yang normal (25-35 hari) sehingga tidak terdapat perbedaan nyata antara kategori sindrom pramenstruasi. American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologist (2006) menyatakan siklus menstruasi yang tidak normal berhubungan dengan hiperandrogenisme. Luteinizing Hormone yang berlebihan dikeluarkan oleh kelenjar pituitari sehingga menstimulasi androgen pada ovarian juga berlebihan (hiperandrogenisme). Lama Menstruasi Lama menstruasi adalah lamanya proses perdarahan pada ovarium. Menstruasi didefinisikan sebagai suatu proses fisiologis yang ditandai dengan perdarahan secara periodik dan siklik. Fase perdarahan tersebut yang menyebabkan setiap orang memiliki lama menstruasi yang berbeda. Lama menstruasi dikategorikan menjadi rendah (< 3 hari), normal (3-7 hari), dan tinggi (> 7 hari) (Briawan et al. 2011). Tabel 9 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan lama menstruasi. Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan lama menstruasi Kategori sindrom pramesntruasi Lama menstruasi Ringan Sedang Berat (hari) n (%) n (%) n (%) <3 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) 3-9 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) >9 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) Total 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2)
Total n (%) 0 (0.0) 59 (100) 0 (0.0) 59 (100)
Lama menstruasi yang dialami oleh subjek adalah 3-9 hari (100%). Penelitian ini sejalan dengan Christianti (2013) yang menunjukkan bahwa 87.5% subjek memiliki lama menstruasi 4-8 hari. Penelitian Aldira (2014), sebanyak 96.6% subjek memiliki lama menstruasi sebesar 3-9 hari. Penelitian Fibriastuti (2012) juga menunjukkan sebanyak 81.48% subjek memiliki lama menstruasi berkisar 3-9 hari dalam satu periode menstruasi. Menurut Women’s Health (2014) lama menstruasi umumnya berlangsung 3-9 hari. Beberapa wanita dapat memiliki lama menstruasi yang lebih cepat atau lama serta dapat berbeda pada setiap bulannya. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh faktor internal yaitu cairan menstrual seperti komponen sel endrometrial, mukus servik, dan sekresi cairan vagina. Sindrom pramenstruasi dapat terjadi akibat lama menstruasi yang tidak normal sehingga menyebabkan ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron (Biggs & Demuth 2011).
16
Keteraturan Menstruasi Keteraturan siklus menstruasi berhubungan dengan kondisi fisiologis dan fase yang dilalui pada tahap menstruasi. Ketidakteraturan menstruasi merupakan salah satu tanda terdapatnya gangguan menstruasi. Menstruasi yang tertunda, tidak teratur, nyeri dan perdarahan yang banyak merupakan keluhan yang paling sering remaja wanita alami (Sianipar et al. 2009). Tabel 10 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan keteraturan menstruasi. Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan keteraturan menstruasi Keteraturan menstruasi Selalu tepat waktu Datang lebih awal Datang terlambat Total
Kategori sindrom pramenstruasi Ringan Sedang Berat n (%) n (%) n (%) 6 (10.1) 6 (10.2) 3 (5.1) 2 (3.4) 13 (22) 3 (5.1) 3 (5.1) 23 (39) 0 (0.0) 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2)
Total n (%) 15 (25.4) 18 (30.5) 26 (44.1) 59 (100)
p
0.017*
*Signifikan pada p<0.05
Sebagian besar subjek penelitian (44.1%) menyatakan menstruasi mereka datang terlambat setiap bulannya. Subjek dengan kategori sindrom pramenstruasi ringan sebagian besar (10.1%) menyatakan menstruasinya selalu tepat waktu. Sebesar 39% subjek dengan kategori sindrom pramenstruasi sedang menyatakan menstruasi datang terlambat setiap bulannya. Subjek kategori sindrom pramenstruasi berat mengalami menstruasi selalu tepat waktu (5.1%) dan datang lebih awal (5.1%). Rata-rata subjek yang mengalami menstruasi terlambat adalah 5.54 hari. Menurut penelitian Sianipar et al. (2009) sebesar 25% subjek penelitian mengalami gangguan keterlambatan menstruasi. Penelitian Aldira (2014) juga menyatakan 45.8% subjek mengalami menstruasi yang terlambat. Uji beda menunjukkan p<0.05 yang artinya terdapat perbedaan nyata antara keteraturan menstruasi dengan kategori sindrom pramenstruasi. Hasil uji lanjut menggunakan Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara keteraturan menstruasi pada subjek kategori sindrom pramenstruasi ringan dan sedang p=0.036 (P<0.05). Hasil yang sama juga menunjukkan perbedaan nyata antara subjek kategori sindrom pramenstruasi sedang dan berat p=0.017 (P<0.05). Menstruasi yang teratur merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Penelitian ini sejalan dengan Shiferaw et al. (2014) yang menunjukkan bahwa subjek yang menstruasi tidak teratur (tidak tepat waktu) akan mengalami sindrom pramenstruasi 1.87 kali dibandingkan dengan siswa yang menstruasinya teratur. Menstruasi yang tidak teratur dapat menyebabkan fluktuasi terhadap hormon steroid dan meningkatkan terjadinya sindrom pramenstruasi. Women’s Health (2014) menyatakan penyebabnya antara lain ketidakseimbangan hormon, gaya hidup, endometriosis, polip dan stres. Keluhan Sindrom Pramenstruasi Sindrom pramenstruasi adalah sekumpulan gejala yang muncul 7-14 hari sebelum menstruasi. Ketidakseimbangan hormon, sensitivitas hormon, faktor diet dan status gizi merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap kejadian
17
sindrom pramesntruasi. Gejala yang muncul seperti mudah lelah, sakit kepala, nyeri pada bagian payudara, depresi. Gejala sindrom pramenstruasi yang tergolong berat dan mengganggu aktivitas sehari-hari disebut Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD) (Thu et al. 2006). Tabel 11 menunjukkan sebaran subjek terhadap keluhan pramenstruasi. Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan keluhan sindrom pramenstruasi Kategori sindrom pramenstruasi Total Keluhan sindrom p pramenstruasi Ringan Sedang Berat n (%) n (%) n (%) n (%) Ya 2 (3.4) 17 (28.8) 3 (5.1) 22 (37.3) Tidak 0 (0.0) 1 (1.7) 0 (0.0) 1 (1.7) 0.252 Kadang-kadang 9 (15.2) 24 (40.7) 3 (5.1) 36 (61.0) Total 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) 59 (100) Sebagian besar subjek (61.0%) menyatakan keluhan menstruasi terkadang mengganggu aktivitas sehari-hari mereka. Sebanyak 37.3% merasa keluhan menstruasi mengganggu aktivitas dan sebesar 1.7% subjek tidak merasa mengganggu aktivitas mereka. Subjek kategori sindrom pramenstruasi ringan dan sedang menyatakan keluhan menstruasi terkadang mengganggu aktivitas. Subjek kategori sindrom pramenstruasi berat merasa keluhan menstruasi mengganggu aktivitas atau terkadang mengganggu aktivitas mereka. Penelitian ini sejalan dengan Thu et al. (2006) yang menunjukkan 53% subjek dengan keluhan sindrom pramenstruasi terkadang mengalami gangguan beraktivitas sehari-hari. Sebanyak 41% subjek merasa tidak mengganggu aktivitas dan 6% subjek merasa keluhan menstruasi mengganggu aktivitas sehari-hari. Uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara keluhan sindrom pramenstruasi dengan kategori sindrom pramenstruasi. Penelitian Tanaka et al. (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 74% subjek yang mengalami sindrom pramenstruasi berhubungan dengan aktivitas sehari-hari. Subjek dengan kategori sindrom pramenstruasi berat kehilangan produktivitas kerja. Keluhan tersebut disebabkan oleh waktu tidur yang kurang, gaya hidup, stres, konsumsi minuman berkafein dan teh (Thu et al. 2006). Menurut Jones et al. (1996) jenis keluhan menstruasi dikelompokkan menjadi 10 jenis yaitu sakit keram dibawah perut, sakit kepala/pusing, mual, muntah, sakit pada payudara, sakit pinggang, lesu, jerawat, lebih emosional dan lainnya. Tabel 12 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan jenis keluhan sindrom pramenstruasi. Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan keluhan sindrom pramenstruasi Kategori sindrom pramenstruasi Total Jenis keluhan Ringan Sedang Berat n (%) n (%) n (%) n (%) Sakit keram di bawah perut 5 (8.5) 34 (57.6) 6 (10.2) 45 (76.3) Sakit kepala/pusing 0 (0.0) 9 (15.2) 4 (6.8) 13 (22.0) Mual 0 (0.0) 1 (1.7) 6 (10.2) 7 (11.9)
18
Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan keluhan sindrom pramenstruasi (Lanjutan) Kategori sindrom pramenstruasi Total Jenis keluhan Ringan Sedang Berat n (%) n (%) n (%) n (%) Muntah 0 (0.0) 0 (0) 1 (1.7) 1 (1.7) Sakit pada payudara 2 (3.4) 22 (37.3) 4 (6.8) 28 (47.5) Sakit pinggang 3 (5.1) 27 (45.7) 5 (8.5) 35 (59.3) Lesu 0 (0.0) 20 (33.9) 5 (8.5) 25 (42.4) Jerawat 8 (13.6) 30 (50.8) 5 (8.5) 43 (72.9) Lebih emosional 4 (6.8) 29 (41.9) 3 (5.1) 36 (61.0) Lainnya 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) Jenis keluhan sindrom pramenstruasi yang paling banyak dialami oleh subjek adalah sakit keram dibawah perut (76.3%), jerawat (72.9%) dan lebih emosional (61.0%). Sebagian besar subjek dengan kategori sindrom pramenstruasi berat banyak mengalami jenis keluhan sindrom pramenstruasi. Jenis keluhan muntah merupakan jenis yang paling sedikit dialami subjek (1.7%). Hal ini sesuai dengan penelitian Aldira (2014) menunjukkan jenis keluhan yang banyak dialami subjek yaitu sakit keram dibawah perut (74.6%), jerawat (55.9%) dan lebih emosional (54.2%). Penelitian Antai et al. (2004) pada subjek mahasiswa di Universitas Calabar Nigeria menunjukkan jenis keluhan yang paling banyak dialami subjek adalah keram pada bagian bawah perut (85.5%), jerawat (66.5%), sakit pada payudara (63.0%) dan emosional (54.5%). Keram pada bagian bawah perut merupakan jenis keluhan sindrom pramenstruasi yang paling banyak dialami subjek. Penelitian Antai et al. (2004) menunjukkan bahwa berat badan yang meningkat dapat meningkatkan keluhan keram di bagian bawah perut. Jenis keluhan jerawat dan emosional disebabkan karena ketidakseimbangan hormon. Sindrom pramenstruasi memiliki hubungan interaksi antara sistem saraf pusat, hormon dan modulator lainnya. interaksi tersebut termasuk hormon gonadal, metabolismenya, sistem neuratransmitter dan neurohormonal. Wanita yang sering mengalami sindrom pramenstruasi disebabkan oleh sistem hormon gonadal mengalami fluktuasi dari keadaan normalnya. Fluktuasi tersebut yang menyebabkan gejala sindrom pramenstruasi. Gejala yang berbeda pada tiap individu dapat disebabkan adanya respon stres yang berbeda (Zaka dan Mahmood 2012).
Pengetahuan Sindrom Pramenstruasi Pengetahuan subjek terhadap pengetahuan sindrom pramenstruasi berhubungan dengan tingkat keluhan sindrom pramenstruasi. Pengetahuan yang meningkat akan menurunkan terhadap keluhan sindrom pramenstruasi. Hal ini disebabkan karena pengetahuan tersebut akan membantu dalam proses pencegahan, pengobatan dan terkait makanan (Chau & Chang 1999). Tabel 13 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan pengetahuan sindrom pramenstruasi.
19
Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan pengetahuan sindrom pramenstruasi Kategori sindrom pramesntruasi Total Tingkat p Ringan Sedang Berat pengetahuan n (%) n (%) n (%) n (%) Rendah 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) Sedang 2 (3.4) 12 (20.3) 1 (1.7) 15 (25.4) 0.686 Tinggi 9 (15.2) 30 (50.9) 5 (8.5) 44 (74.6) Total 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) 59 (100) Pengetahuan sindrom pramenstruasi pada subjek penelitian sebagian besar termasuk dalam tingkat pengetahuan tinggi (74.6%). Sebanyak 25.4% subjek termasuk tingkat pengetahun sedang. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pengetahuan sindrom pramenstruasi dengan kategori sindrom pramenstruasi (p>0.05). Penelitian ini tidak sejalan dengan Zulaikha (2010) yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap menghadapi sindrom pramenstruasi. Penelitian Chau & Chang (1999) menunjukkan kelompok yang diberi perlakuan pengetahuan dapat menurunkan keluhan sindrom pramenstruasi. Hasil yang tidak sesuai ini disebabkan subjek merupakan mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat yang sudah terpapar informasi mengenai sindrom pramenstruasi baik pada kuliah, seminar maupun media lainnya. Selain itu, sebaran subjek sebagian besar berada pada tingkat pengetahuan tinggi sehingga tidak terdapat perbedaan nyata dengan kategori sindrom pramenstruasi.
Tingkat Stres Stres adalah sekumpulan gejala psikologis yang disebabkan oleh faktor pemicu stres. Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat stres subjek penelitian adalah Perceived Stress Scale (PSS). Perceived Stress Scale (PSS) adalah alat ukur psikologis yang paling banyak digunakan untuk mengukur persepsi stres seseorang. Alat ukur ini mengukur derajat situasi dalam kehidupan seseorang yang dinilai sebagai stres. Item pertanyaan yang dirancang untuk mengetahui sejauh mana keadaan tidak terduga, tidak terkendali, dan kelebihan beban dalam kehidupan responden. Skala yang dipakai juga mencakup sejumlah pertanyaan langsung mengenai pengalaman tingkat stres (Aldira 2014). PSS merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat stres seseorang pada tingkat global. Pertanyaan yang diajukan dapat mengukur tingkat stres, pengalaman stres dan respon stres seseorang (Mimura & Griffiths 2008). Tabel 14 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan rata-rata skor stres menurut Perceived Stress Scale (PSS).
20
Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan rata-rata skor stres menurut Perceived Stress Scale (PSS)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Indikator pertanyaan Seberapa sering marah tiba-tiba Tidak dapat mengontrol hal-hal penting dalam hidup Seberapa sering merasa gugup dan tertekan Merasa yakin dalam menangani masalah Merasa segala sesuatu berjalan dengan cara sendiri Tidak dapat mengatasi semua hal Mampu mengontrol rasa jengkel Merasa dipuncak segala masalah Marah karena hal diluar kendali Merasa kesulitan menumpuk dan tidak bisa mengatasinya
Kategori sindrom pramenstruasi Ringan Sedang Berat Rata-rata Rata-rata Rata-rata skor stres skor stres skor stres 1.8 2.0 2.2 2.0 1.9 2.0 2.0
1.8
2.0
3.1
2.6
2.5
3.0
2.5
2.2
1.7 2.5 1.4 1.5 1.6
1.8 2.4 1.8 1.8 1.8
2.0 2.3 1.8 2.3 2.0
Skor maksimal yang diperoleh untuk setiap pertanyaan adalah berjumlah empat. Rata-rata skor stress tertinggi berdasarkan Perceived Stress Scale (PSS) terdapat pada kategori sindrom pramenstruasi berat. Indikator pertanyaan pertama menunjukkan rata-rata skor stres pada kategori sindrom pramenstruasi ringan sebesar 1.8, kategori sindrom pramenstruasi sedang 2.0 dan kategori sindrom pramenstruasi berat sebesar 2.2. Indikator pertanyaan kedua menunjukkan kategori sindrom pramenstruasi ringan dan berat memiliki rata-rata skor stres terbesar yaitu 2.0. Hal ini menunjukkan kategori sindrom pramenstruasi ringan dan berat cenderung tidak dapat mengontrol hal-hal penting dalam hidup. Indikator pertanyaan ketiga menunjukkan kategori sindrom pramenstruasi ringan dan berat memiliki rata-rata skor stres terbesar yaitu 2.0. Kategori sindrom pramenstruasi ringan dan berat cenderung sering merasa gugup dan tertekan. Indikator pertanyaan keempat menunjukkan kategori sindrom pramenstruasi ringan memiliki rata-rata skor stres terbesar yaitu 3.1. Kategori sindrom pramenstruasi ringan lebih merasa yakin dalam menangani masalah. Indikator pertanyaan kelima menunjukkan kategori sindrom pramenstruasi ringan memiliki rata-rata skor terbesar yaitu 3.0. Hal ini menunjukkan bahwa kategori sindrom pramenstruasi ringan lebih merasa segala sesuatu berjalan dengan cara sendiri. Indikator pertanyaan keenam menunjukkan skor rata-rata terbesar terdapat kategori sindrom pramenstruasi berat. Kategori sindrom pramenstruasi berat lebih merasa tidak dapat mengatasi semua hal. Indikator pertanyaan ketujuh menunjukkan skor rata-rata terbesar terdapat pada kategori sindrom pramenstruasi ringan yaitu sebesar 2.5. Kategori sindrom pramenstruasi ringan lebih mampu mengontrol rasa jengkel. Indikator pertanyaan kedelapan menunjukkan skor ratarata terbesar terdapat pada kategori sindrom pramenstruasi sedang dan berat
21
sebesar 1.8. Hal ini menunjukkan bahwa kategori sindrom pramenstruasi sedang dan berat lebih merasa dipuncak segala masalah. Indikator pertanyaan kesembilan menunjukkan kategori sindrom pramenstruasi berat memiliki skor rata-rata terbesar yaitu 2.3. Hal ini menunjukkan kategori sindrom pramenstruasi berat lebih sering merasa marah karena hal diluar kendali. Indikator pertanyaan kesepuluh menunjukkan kategori sindrom pramenstruasi berat memiliki skor ratrata terbesar yang artinya lebih sering merasa kesulitan menumpuk dan tidak bisa mengatasinya. Penelitian Gollenberg et al. (2010) menunjukkan bahwa semakin sering mengalami gangguan pemicu stres maka akan semakin tinggi tingkat stres. Hal inilah yang menyebabkan kejadian sindrom pramenstruasi akan meningkat. Tabel 15 menunjukkan sebaran subjek terhadap tingkat stres. Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan tingkat stres menurut Perceived Stress Scale (PSS) Kategori sindrom pramenstruasi Total Tingkat stres p Ringan Sedang Berat n (%) n (%) n (%) n (%) Rendah 9 (15.2) 25 (42.4) 2 (3.4) 36 (61.0) Sedang 2 (3.4) 17 (28.8) 4 (6.8) 23 (39.0) 0.174 Tinggi 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) Total 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) 59 (100) Tingkat stres pada sebagian besar subjek termasuk tingkat stres rendah (61.0%) dan sebanyak 39.0% subjek termasuk dalam tingkat stres sedang. Penelitian ini tidak sejalan dengan Aldira (2014) menggunakan Perceived Stress Scale (PSS) menunjukkan sebagian besar subjek termasuk tingkat stres sedang (76.3%). Uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat stres dengan kategori sindrom pramenstruasi (p>0.05). Hal ini dapat disebabkan sebaran tingkat stres berada pada tingkat stres rendah. Sebaran tersebut yang menyebabkan tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kategori sindrom pramenstruasi. Wanita yang mengalami sindrom pramenstruasi mengalami peningkatan respon psikologis dan stres pada fase luteal menstruasi (Hoyer et al. 2013). Stres berhubungan dengan kejadian sindrom pramenstruasi dan Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD). Stres disebabkan oleh faktor stressors yang menstimulasi respon stres sehingga akan meningkatkan pengeluaran epinephrin. Stres akan mengaktifkan Hypothalamic Pituitary Adrenal (HPA) untuk menghasilkan kortisol. Efek dari hipotalamus dan pituitari tersebut yang akan berhubungan dengan peningkatan estrogen sehingga memicu terjadinya sindrom pramenstruasi (Lustyk & Gerrish 2010).
Tingkat Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik memerlukan energi untuk metabolisme basal. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung dari banyak otot yang bergerak,
22
lamanya aktivitas fisik dan berat aktivitas fisik yang dilakukan. Wanita yang jarang melakukan aktivitas fisik mengalami keluhan menstruasi dibandingkan wanita yang tidak melakukan aktivitas fisik (Fibriastuti 2012). Wanita yang melakukan aktivitas fisik dapat menurunkan keluhan sindrom pramenstruasi. Sindrom pramenstruasi dapat menurun setelah melakukan aktivitas fisik (Daley 2009). Tingkat aktivitas fisik dihitung berdasarkan Physical Activity Level (PAL) yaitu jumlah energi yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas selama 24 jam. Tabel 16 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik. Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik Kategori sindrom pramenstruasi Total Tingkat aktivitas Ringan Sedang Berat fisik n (%) n (%) n (%) n (%) Ringan 6 (10.1) 25 (42.4) 5 (8.5) 36 (61.0) Sedang 5 (8.5) 17 (28.8) 1 (1.7) 23 (39.0) Tinggi 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) Total 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) 59 (100)
p
0.832
Sebanyak 61.0% subjek termasuk dalam tingkat aktivitas fisik ringan. Sebanyak 39.0% subjek termasuk tingkat aktivitas fisik sedang dan tidak terdapat subjek yang tingkat aktivitasnya tinggi. Tingkat aktivitas fisik yang tergolong ringan disebabkan karena aktivitas subjek penelitian hanya melakukan aktivitas ringan seperti kuliah, mengerjakan tugas dan bermain laptop. Waktu luang mahasiswa banyak dilakukan untuk mengerjakan tugas, tidur dan duduk santai sehingga jarang melakukan olahraga. Hasil ini sejalan dengan Aldira (2014) yang menunjukkan subjek penelitian sebesar 66.1% termasuk dalam tingkat aktivitas fisik ringan. Aktivitas fisik yang rendah dapat meningkatkan kejadian sindrom pramenstruasi. Penelitian Sachin et al. (2014) menunjukkan bahwa kelompok yang tidak diberikan perlakuan olahraga aerobik akan meningkatkan kejadian sindrom pramenstruasi. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat aktivitas fisik dan kategori sindrom pramenstruasi (p>0.05). Hal ini diduga sebagian besar subjek termasuk dalam tingkat aktivitas fisik ringan. Aktivitas yang dilakukan subjek pada waktu luang digunakan untuk duduk santai, menonton film dan tidur. Waktu terbanyak yang digunakan subjek penelitian pada hari kuliah adalah kuliah/praktikum sedangkan waktu yang digunakan paling banyak pada hari libur adalah tidur. Subjek yang melakukan olahraga dalam satu bulan terakhir umumnya melakukan aerobik, jogging dan lari. Olahraga tersebut yang dianggap paling mudah di lingkungan mahasiswa. Penelitian Aldira (2014) juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara aktivitas fisik dan kategori sindrom pramenstruasi. Menurut penelitian Tambing (2012) terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan kejadian sindrom pramenstruasi. Remaja putri yang aktivitas fisiknya rendah akan berisiko 2.8 kali terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Hasil penelitian yang tidak sesuai dengan Tambing (2012) dapat disebabkan karena aktivitas fisik pada subjek yang cenderung sama sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kategori sinrom pramenstruasi. Aktivitas fisik dapat menurunkan kadar hormon estrogen yang tinggi pada wanita dengan keluhan
23
sindrom pramenstruasi. Hal tersebut akan berdampak pada neurotransmitter utama dalam pengaturan mood dan behaviour seperti serotonin dan Gamma Amino Butyric Acid (GABA) (Kroll 2010). Nurlaela et al. (2008) menyatakan aktivitas olahraga yang teratur dan berkelanjutan berkontribusi untuk meningkatkan produksi dan pelepasan endorfin. Endorfin adalah hormon yang diproduksi oleh tubuh saat bahagia. Endorfin berperan dalam kekebalan tubuh dan pengendalian terhadap stres. Wanita yang mengalami kejadian sindrom pramenstruasi terjadi karena kelebihan estrogen, kelebihan estrogen dapat dicegah dengan meningkatnya endorfin. Wanita yang jarang melakukan olahraga secara teratur hormon estrogen akan lebih tinggi sehingga kemungkinan terjadinya sindrom pramenstruasi lebih besar. Hal ini membuktikan olahraga yang teratur dapat menurunkan resiko sindrom pramenstruasi.
Konsumsi Pangan Sumber Lemak Lemak merupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 kalori untuk tiap gram, yaitu 2,5 kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Fungsi lemak antara lain, sebagai sumber energi, sumber asam lemak essensial, alat angkut vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang dan kelezatan, sebagai pelumas, memelihara suhu tubuh dan pelindung organ tubuh (Almatsier 2006). Seperti halnya kecukupan energi, kecukupan lemak seseorang juga dipengaruhi oleh ukuran tubuh (terutama berat badan), usia atau tahap pertumbuhan dan perkembangan dan aktifitas. Jika kebutuhan energi meningkat maka kebutuhan akan zat gizi makro juga akan meningkat (Hardinsyah et al. 2012). Pangan sumber lemak dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu daging dan telur, susu dan olahannya, jeroan, seafood, minyak, junk food dan jajanan. Tabel 17 menunjukkan persentase subjek yang mengonsumsi jenis pangan sumber lemak dalam sebulan terakhir. Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan persentase pangan sumber lemak yang dikonsumsi Kategori sindrom pramenstruasi Kelompok pangan Ringan Sedang Berat Total sumber lemak n (%) n (%) n (%) n (%) Daging dan telur 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) 59 (100.0) Susu dan olahannya 7 (11.9) 29 (49.2) 4 (6.8) 40 (67.9) Jeroan 4 (6.8) 23 (39.0) 3 (5.1) 30 (50.9) Seafood 2 (3.4) 19 (22.0) 1 (1.7) 23 (27.1) Minyak 11 (18.6) 41 (69,5) 6 (10.2) 58 (98.3) Junk food dan jajanan 11 (18.6) 40 (67,8) 6 (10.2) 57 (96.6) Daging dan telur merupakan kelompok pangan yang dikonsumsi oleh semua subjek dalam satu bulan terakhir (100.0%). Kelompok pangan yang paling sedikit dikonsumsi oleh subjek adalah seafood (27.1%). Jenis susu dan olahannya yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek adalah yoghurt. Jenis pangan jeroan
24
yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek adalah hati ayam dan sapi. Jenis ikan paling banyak dikonsumsi subjek pada kelompok pangan seafood. Minyak kelapa sawit adalah jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek pada kelompok minyak. Gorengan dan snack asin merupakan jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek pada kelompok pangan junk food dan jajanan. Semua subjek kategori sindrom pramenstruasi ringan mengonsumsi daging dan telur, minyak, junk food dan jajanan. Kelompok pangan yang paling sedikit dikonsumsi subjek kategori sindrom pramenstruasi ringan adalah seafood. Kelompok pangan yang dikonsumsi oleh semua subjek kategori sindrom pramenstruasi sedang yaitu daging dan telur sebesar (71.2%) dan kelompok pangan yang paling sedikit dikonsumsi adalah seafood (22.0%). Semua subjek kategori sindrom pramenstruasi ringan mengonsumsi daging dan telur, minyak, junk food dan jajanan yaitu sebesar 10.2%. Kelompok pangan yang paling sedikit dikonsumsi oleh subjek kategori sindrom pramenstruasi berat adalah seafood (1.7%). Penelitian Wurtman et al. (1989) Menunjukkan bahwa konsumsi snack atau jajanan pada fase pramenstruasi meningkat dibandingkan pada fase luteal. Snack yang paling sering dikonsumsi adalah cookies, permen dan olahan keju. Lemak dikonsumsi dalam bentuk lemak atau minyak yang tampak (seperti gajih, mentega, margarin, minyak, santan) dan minyak yang tidak tampak (terkandung dalam makanan). Lemak yang tampak dalam bentuk padat cenderung mengandung lebih banyak asam lemak jenuh (Hardinsyah et al. 2012). Tabel 18 menunjukkan berat rata-rata konsumsi pangan sumber lemak dalam satu hari. Tabel 18 Sebaran subjek berdasarkan berat rata-rata konsumsi pangan sumber lemak Kategori sindrom pramenstruasi Ringan Sedang Berat Total Kelompok pangan Berat rataBerat rataBerat rataBerat ratasumber lemak rata±SD rata±SD rata±SD rata±SD (g/hari) (g/hari) (g/hari) (g/hari) Daging dan telur 13.3±11.4 13.0±14.3 11.1± 12.1 37.4±37.8 Susu dan olahannya 7.0±2.3 6.7±4.7 3.9±4.7 17.6±11.7 Jeroan 0.7±1.0 1.1±0.8 1.0±0.7 2.8±2.5 Seafood 1.6±1.0 0.4±0.6 0.8±0.6 2.8±2.2 Minyak 2.5±4.6 3.6±5.0 1.9±2.6 8.0±12.2 Junk food dan jajanan 9.9±12.5 15.2±20.7 20.3±43.1 45.4±76.3 Kelompok pangan junk food dan jajanan merupakan kelompok pangan yang memiliki berat rata-rata terbesar yaitu 45.4±76.3 gram/hari. Jenis pangan yang paling banyak menyumbang pada kelompok pangan junk food dan jajanan adalah gorengan dan snack asin seperti keripik. Kelompok pangan yang memiliki berat rata-rata terkecil adalah seafood 2.8±2.2 gram/hari. Jenis pangan ikan yang paling banyak menyumbang pada kelompok pangan seafood. Subjek dengan kategori sindrom pramenstruasi ringan paling banyak mengonsumsi kelompok daging dan telur dengan berat rata-rata 13.3±11.4 gram/hari. Kelompok junk food dan jajanan merupakan kelompok pangan yang memiliki rata-rata terbesar pada kategori sindrom pramenstruasi sedang yaitu sebesar 15.2±20.7 gram/hari. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok kategori sindrom pramenstruasi berat
25
dengan berat rata-rata 20.3±43.1 gram/hari. Gorengan dan snack asin merupakan jenis pangan yang paling banyak menyumbang berat rata-rata junk food dan jajanan. Hal ini disebabkan karena jenis pangan tersebut paling mudah didapatkan mahasiswa disekitaran kampus. Tabel 19 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber lemak. Tabel 19 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber lemak Kategori sindrom pramenstruasi Kelompok pangan sumber Ringan Sedang Berat lemak Rata-rata±SD Rata-rata±SD Rata-rata±SD (kali/hari) (kali/hari) (kali/hari) Daging dan telur Telur ayam 2.5±1.2 2.8±1.5 3.3±1.4 Susu dan olahannya Susu Full Cream 1.6±1.5 1.3±1.6 1.3±1.5 Jeroan Hati ayam 0.5±0.8 0.9±1.0 0.8±1.2 Seafood Ikan 0.9±1.4 0.1±1.2 0.3±1.4 Minyak Minyak kelapa sawit 1.3±0.6 1.7±1.0 1.3±0.8 Junk food dan jajanan Mie instan 2.2±2.0 1.9±1.1 1.7±0.8 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi kelompok pangan menunjukkan jenis pangan telur ayam merupakan pangan yang paling sering dikonsumsi pada kelompok pangan daging dan telur. Frekuensi terbesar terdapat pada kategori sindrom pramenstruasi berat yaitu 3.3±1.4 kali perhari. Jenis pangan susu full cream merupakan kelompok pangan susu dan olahan yang paling sering dikonsumsi subjek. Frekuensi terbesar terdapat pada kategori sindrom pramenstruasi ringan yaitu 1.6±1.5 kali perhari. Jenis pangan hati ayam merupakan jenis yang paling sering dikonsumsi subjek pada kelompok pangan jeroan. Ikan merupakan jenis pangan yang paling sering dikonsumsi subjek pada kelompok seafood. Minyak kelapa sawit merupakan jenis yang paling sering dikonsumsi pada kelompok minyak. Mie instan merupakan jenis yang paling sering dikonsumsi pada kelompok junk food dan jajanan. Menurut Kemenkes (2014) angka kecukupan lemak untuk perempuan usia 19-29 tahun adalah sebesar 75 gram. Penelitian Bintanah dan Muryati (2010) menunjukkan adanya hubungan konsumsi lemak subjek yang tinggi (>25 energi total) mempunyai kecenderungan terkena hiperkolesterolemia 5.95 kali dibandingkan dengan konumsi lemak yang rendah (<25 energi total). Tabel berikut adalah rata-rata konsumsi zat gizi lemak dalam sehari. Bryant et al. (2006) menyatakan asupan energi pada fase pramenstruasi lebih tinggi dibandingkan fase setelah menstruasi. Terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan konsumsi pramenstruasi terhadap gejala sindrom pramenstruasi. Tingkat kecukupan lemak merupakan persentase perbandingan konsumsi lemak aktual dengan angka kecukupan lemak. Tingkat kecukupan lemak dikategorikan menjadi defisit tingkat berat jika < 70 AKG, defisit tingkat sedang jika 70-79 AKG, defisit
26
tingkat ringan jika 80-89 AKG, normal jika 90-119 AKG dan lebih jika ≥ 120 AKG (Depkes 1999). Tabel 20 menunjukkan sebaran subjek terhadap tingkat kecukupan lemak. Tabel 20 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak Kategori sindrom pramenstruasi Total Tingkat konsumsi P lemak Ringan Sedang Berat n (%) n (%) n (%) n (%) Defisit berat 11 (18.6) 30 (50.9) 0 (0.0) 41(69.5) Defisit sedang 0 (0.0) 10 (16.9) 1 (1.7) 11(18.6) Defisit ringan 0 (0.0) 2 (3.4) 4 (6.8) 6 (10.2) 0.000* Normal 0 (0.0) 0 (0.0) 1 (1.7) 1 (1.7) Lebih 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) 0 (0.0) Total 11 (18.6) 42 (71.2) 6 (10.2) 59 (100.0) *Signifikan pada p<0.05
Sebagian besar subjek mengalami tingkat konsumsi lemak defisit berat (69.5%). Tingkat konsumsi lemak defisit sedang sebesar 18.6%, defisit ringan 10.2%, normal 1.7% dan tidak ada yang mengalami tingkat konsumsi lemak lebih. Semua subjek kategori sindrom pramenstruasi ringan mengalami tingkat konsumsi lemak defisit berat (18.6%). Sebagian besar subjek kategori sindrom pramenstruasi sedang mengalami tingkat konsumsi lemak defisit berat (50.9%) dan sebagian besar subjek kategori sindrom pramenstruasi berat tingkat konsumsi lemaknya termasuk kategori defisit ringan (6.8%). Penelitian ini sejalan dengan Yunieswati (2014) yang menunjukkan sebagian besar subjek mahasiswa (70.3%) mengalami tingkat konsumsi lemak yang kurang. Terdapat perbedaan nyata antara tingkat konsumsi lemak dengan kategori sindrom pramenstruasi (p<0.05). Uji beda Mann-Whitney menunjukkan perbedaan antara tingkat konsumsi lemak dengan subjek kategori sindrom pramenstruasi ringan dan sedang (p=0.002). Uji beda juga menunjukkan perbedaan antara tingkat konsumsi lemak dengan subjek kategori sindrom pramenstruasi ringan dan berat (p=0.001) dan perbedaan antara tingkat konsumsi lemak dengan subjek kategori sindrom pramenstruasi sedang dan berat (p=0.000). Rata-rata tingkat konsumsi lemak pada subjek adalah sebesar 39.9±17.0 persen. Penelitian Bryant et al. (2006) menunjukkan rata-rata tingkat konsumsi lemak yang dialami oleh wanita dengan keluhan sindrom pramenstruasi adalah sebesar 38%. Penelitian Barnard et al. (2000) menunjukkan wanita kategori sindrom pramenstruasi sedang dan berat dengan konsumsi lemak tinggi akan menurunkan serum sex-hormone yang akan berikatan dengan konsentrasi globulin sehingga menyebabkan sindrom pramenstruasi. Penelitian Reed et al. (2008) menyatakan wanita yang mengalami kategori sindrom pramenstruasi berat atau Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD) akan mengalami peningkatan konsumsi tinggi lemak pada fase luteal. Fase luteal disebut juga fase sekresi atau pramenstruasi yang menunjukkan masa ketika ovarium membentuk korpus luteum dari sisa folikel de Graaf yang sudah mengeluarkan sel telur saat terjadi ovulasi dan menghasilkan hormon progesteron yang akan digunakan untuk penunjang lapisan endometrium uterus.
27
Analisis Variabel yang Berhubungan dengan Sindrom Pramenstruasi Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Sindrom Pramenstruasi Ativitas fisik terdiri dari aktivitas sehari-hari dan kegiatan olahraga. Aktivitas fisik yang teratur berhubungan signifikan dengan peningkatan kesehatan, tingkat kebugaran dan kapasitas kerja (Tambing 2012). Aktivitas fisik yang tinggi dapat mengurangi risiko kejadian penyakit yang berhubungan dengan masalah reproduksi (Rizh-Edwards et al. 2002). Aktivitas fisik yang rendah dapat meningkatkan 4.59 kali kejadian sindrom pramenstruasi (Tambing 2012). Hasil uji hubungan (korelasi Spearman) menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara aktivitas fisik dan keluhan sindrom pramenstruasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p=0.418 (p>0.05). Hubungan ativitas fisik dan keluhan sindrom pramenstruasi memiliki hubungan yang negatif (r= -0.107). Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa aktivitas fisik yang rendah dapat meningkatkan kejadian sindrom pramenstruasi. Penelitian Kroll (2010) menunjukkan hubungan aktivitas fisik dan kejadian sindrom pramenstruasi yang tidak signifikan. Penelitian Tambing (2012) menunjukkan hubungan yang negatif antara aktivitas fisik dan kejadian sindrom pramenstruasi. Remaja yang aktivitas fisiknya rendah akan menyebabkan 2.8 kali kejadian sindrom pramenstruasi dibandingkan remaja yang memiliki aktivitas tinggi. Adanya hubungan yang tidak signifikan pada aktivitas fisik subjek dikarenakan adanya pengaruh faktor hormonal dan genetik (Yunieswati 2014). Variabel jenis keluhan sindrom pramenstruasi terdiri dari sakit keram dibawah perut, sakit kepala/pusing, mual, muntah, sakit pada payudara, sakit pinggang, lesu, jerawat, lebih emosional dan lainnya (Jones et al. 1996). Tabel 21 menunjukkan hasil uji hubungan antara variabel jenis keluhan sindrom pramenstruasi dengan aktivitas fisik. Tabel 21 Hasil uji hubungan antar variabel jenis keluhan dengan aktivitas fisik Variabel jenis keluhan Sakit keram di bawah perut Sakit kepala/pusing Mual Muntah Sakit pada payudara Sakit pinggang Lesu Jerawat Lebih emosional
Aktivitas fisik r 0.057 -0.07 -0.086 -0.050 -0.064 -0.299 -0.228 -0.114 0.125
p 0.666 0.957 0.516 0.706 0.631 0.021* 0.083 0.389 0.347
*Signifikan pada p<0.05
Hasil uji hubungan korelasi Spearman menunjukkan sebagian besar tidak terdapat hubungan yang nyata antara variabel jenis keluhan dengan aktivitas fisik (p>0.05). Hanya jenis keluhan sakit pinggang yang memiliki hubungan nyata dengan aktivitas fisik (p<0.05). Hubungan sakit pinggang dan aktivitas fisik bersifat negatif artinya semakin rendah aktivitas fisik maka kejadian sakit pinggang akan meningkat. Sebagian besar hubungan bersifat negatif hanya jenis
28
keluhan sakit keram dibawah perut dan lebih emosional memiliki hubungan yang positif. Aktivitas fisik dapat mengurangi kontraksi otot dan meningkatkan aliran darah. Hal tersebut yang akan menurunkan nyeri pada punggung dan rasa tidak nyaman pada perut. Aktivitas fisik juga dapat menurunkan terjadinya depresi sehingga dapat mengurangi kejadian sindrom pramenstrusi (Samadi et al. 2013). Subjek sebagai mahasiswa memiliki waktu yang banyak digunakan untuk kuliah dan mengerjakan tugas. Aktivitas subjek baik pada hari kuliah dan libur banyak digunakan untuk mengerjakan tugas. Subjek jarang melakukan olahraga setiap harinya. Aktivitas fisik rendah akan meningkatkan kejadian sindrom pramenstruasi. Aktivitas fisik berhubungan dengan tingkat beta-endorphin pada fase luteal yang dapat menurunkan perubahan pada hormon reproduksi. Hal ini yang menyebabkan aktivitas fisik akan berpengaruh pada endorphin diotak sehingga akan meningkatkan gejala psiklogis (Samadi et al. 2013). Beberapa penelitian menunjukkan aktivitas fisik meningkatkan level endorphin, menurunkan level estrogen dan hormon steroid lainnya, meningkatkan transport oksigen diotot, mengurangi level kortisol dan meningkatkan psikologis yang baik (Kroll 2010). Hubungan antara Konsumsi Pangan Sumber Lemak dan Sindrom Pramenstruasi Penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan konsumsi dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Semakin tinggi perubahan asupan maka semakin besar tingkat keparahan sindrom pramenstruasi. Perubahan asupan zat gizi berbeda antar setiap orang yang disebabkan siklus menstruasi yang berbeda (Bryant et al. 2006). Konsumsi lemak yang tinggi dapat mengganggu keseimbangan hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron (Hyman 2007). Konsumsi lemak yang tinggi akan meningkatkan kadar estrogen yang memicu terjadinya sindrom pramenstruasi (Barnard et al. 2000). Kadar leptin ditemukan lebih tinggi pada wanita yang mengalami sindrom pramenstruasi. Konsentrasi leptin yang tinggi dapat menyebabkan kejadian sindrom pramnenstruasi (Anim-Nyame et al. 2000). Hasil uji hubungan Pearson menunjukkan hubungan yang nyata antara konsumsi lemak dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p=0.000 (p<0.05). Hubungan konsumsi lemak memiliki kekuatan yang erat dan bersifat positif (r=0.667). Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsumsi lemak maka kejadian sindrom pramenstruasi juga akan meningkat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Cross et al. (2001) menunjukkan hubungan yang nyata antara konsumsi lemak yang tinggi pada wanita usia produktif dengan sindrom pramenstruasi. Tabel 22 menunjukkan hasil uji hubungan antara variabel jenis keluhan sindrom pramenstruasi dengan konsumsi lemak.
29
Tabel 22 Hasil uji hubungan antar variabel jenis keluhan dengan konsumsi lemak Konsumsi lemak Variabel jenis keluhan r p Sakit keram di bawah perut 0.424 0.001* Sakit kepala/pusing 0.513 0.000* Mual 0.478 0.000* Muntah 0.194 0.141 Sakit pada payudara 0.403 0.002* Sakit pinggang 0.541 0.000* Lesu 0.531 0.000* Jerawat -0.006 0.966 Lebih emosional 0.226 0.085 *Signifikan pada p<0.05
Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan sebagian besar terdapat hubungan yang nyata antara variabel jenis keluhan dengan konsumsi lemak (p<0.05). Hubungan yang nyata terdapat pada variabel sakit keram dibawah perut, sakit kepala/pusing, mual, sakit pada payudara, sakit pinggang dan lesu. Kekuatan hubungan menunjukkan hubungan yang relatif kuat dan bersifat searah kecuali pada variabel jerawat. Hubungan yang searah menunjukkan konsumsi lemak yang tinggi maka kejadian terhadap jenis keluhan tertentu juga akan meningkat. Hasil penelitian ini sejalan dengan Reed et al. (2008) yang menunjukkan konsumsi lemak yang tinggi pada fase lutheal akan menyebabkan risiko kejadian sindrom pramenstruasi berat. Total lemak tubuh yang tinggi juga dapat mempengaruhi level estradiol yang dapat menyebabkan sindrom pramenstruasi (Ziomkiewicz et al. 2008). Konsumsi lemak yang tinggi akan meningkatkan C-16α hydroxylation yang akan meningkatkan C-2 hydroxylation. Konsumsi dapat mempengaruhi sintesis estrogen, aktivitas reseptor, detoksifikasi dan metabolisme estrogen. Estrogen merupakan detoksifikasi dan metabolisme fase I (hydroxilasi) dan fase II (methylasi dan glucuronidasi). Meningkatnya C-2 hydroxylation akan meningkatkan sintesis estrogen yang akan menyebabkan estrogen meningkat dan keseimbangan hormon terganggu (Hyman 2007). Menurut Tan (2006) terdapat hubungan antara konsumsi lemak tinggi dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Kadar lemak esensial (asam linoleat) yang tinggi dalam darah sering ditemukan pada wanita yang mengalami sindrom pramenstruasi. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan mengubah lemak menjadi prostaglandin. Prostaglandin adalah zat seperti hormon yang mengatur banyak fungsi biologis tubuh dan dibentuk dari lemak-lemak. Prostaglandin berfungsi mengurangi retensi air dan gejala-gejala lainnya seperti sakit kepala, jantung yang berdebar, pingsan, bertambahnya nafsu makan. Konversi lemak menjadi prostaglandin memerlukan magnesium, seng, vitamin C dan vitaminvitamin B kompleks. Jika salah satu zat gizi tersebut tidak terpenuhi maka sintesis prostaglandin tidak akan berlangsung normal.
30
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebaran subjek berdasarkan kategori sindrom pramenstruasi terdiri dari 11 orang termasuk kategori sindrom pramenstruasi ringan, 42 orang kategori sindrom pramenstruasi sedang dan 6 orang kategori sindrom pramenstruasi berat. Sebagian besar subjek berusia 20 tahun, memiliki status gizi normal, uang saku per bulan berkisar Rp900000-Rp1200000, usia awal menstruasi (menarche) 12-13.5 tahun, lama siklus menstruasi 25-30 hari, lama menstruasi 3-9 hari, keteraturan menstruasi yang terlambat. Sebagian besar subjek kadang-kadang merasa keluhan sindrom pramenstruasi mengganggu kegiatan sehari-hari. Jenis keluhan menstruasi yang paling banyak dialami oleh subjek adalah sakit keram dibawah perut (76.3%), jerawat (72.9%) dan lebih emosional (61.0%). Sebagian besar subjek tingkat pengetahuan menstruasinya tinggi, tingkat stres rendah, tingkat aktivitas fisik ringan. Daging dan telur merupakan kelompok pangan yang dikonsumsi oleh semua subjek dalam satu bulan terakhir (100.0%). Kelompok pangan junk food dan jajanan merupakan kelompok pangan yang memiliki berat rata-rata terbesar yaitu 45.4±76.3 gram/hari. Kelompok daging dan telur merupakan pangan yang paling sering dikonsumsi subjek. Tingkat kecukupan lemak sebagian subjek termasuk kategori defisit berat. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara usia subjek (p=0.05), keteraturan menstruasi (p=0.017), dan tingkat konsumsi lemak (p=0.000) terhadap kategori sindrom pramenstruasi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan keluhan sindrom pramenstruasi (r=0.107, p=0.418). Terdapat hubungan signifikan positif antara konsumsi lemak dan kejadian sindrom pramenstruasi (r=0.667, p=0.000). Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsumsi lemak maka semakin tinggi pula keluhan sindrom pramenstruasi. Saran Aktivitas fisik dan konsumsi pangan sumber lemak bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Tingkat stres dan faktor yang berhubungan dengan mentruasi juga berpengaruh terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Sebaiknya aktivitas fisik perlu ditingkatkan tiga sampai lima kali perminggu dengan durasi 25-30 menit. Konsumsi pangan sumber lemak sebaiknya dibatasi 5-7 hari menjelang menstruasi terutama pada kelompok pangan junk food dan jajanan seperti gorengan atau snack ringan. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menganalisis prevalensi sindrom pramenstruasi pada saat sebelum menstruasi, saat menstruasi dan setelah menstruasi.
31
DAFTAR PUSTAKA [AAP; ACOG] American Academy of Pediatrics; American College of Obstetricians and Gynecologist (US). 2006. Menstruation in girls and adolescents: using the menstrual cycle as a vital sign. Pediatrics. 118(5): 2245-2250.doi: 10.1542/peds.2006-2481. Aldira CF. 2014. Hubungan aktivitas fisik dan stres dengan sindrom pramenstruasi pada remaja putri di SMA Bina Insani Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Amaliah N, Sari K, Rosha B Ch. 2012. Status tinggi badan pendek berisiko terhadap keterlamabatan usia menarche pada perempuan remaja usia 10-15 tahun. Penel Gizi Makan. 35(2): 150-158. Anim-Nyame N, Domoney C, Panay N, Jones J, Alaghband-Zadeh J, Studd JWW. 2000. Plasma leptin concentrations are increased in women with premenstrual syndrome. Human Reproduction. 15(11):2329-2332. Antai AB, Udezi AW, Ekanem EE, Okon UJA, Umoiyoho AU. 2004. Premenstrual syndrome: prevalence in students of the university of calabar, nigeria. AJBR. 7:45-50. Barnard ND, Scialli AR, Hurlock D, Bertron P. 2000. Diet and sex-hormone binding globulin, dysmenorrhea, and premenstrual symptoms. Obstet Gynecol. 95(2): 245-250. Berkey CS, Gardner JD, Frazier AL, Colditz GA. 2000. Relation of Childhood diet and body size to menarche and adolescent growth in girls. Am J Epidemiol.152(5):446-452. Bertone-Johnson ER, hankinson SE, bendich A, johnson SR, Willete WC, Manson JE. 2005. Calcium and vitamin D intake and risk of incident premenstrual syndrome. Arch Intern Med. 165: 1246-1252. Biggs WS, Demuth RH. 2011. Premenstrual syndrome and premenstrual dysphoric disorder. AAFP. 84(8): 918-924. Bintanah S, Muryati. 2010. Hubungan konsumsi lemak dengan kejadian hiperkolesterolemia pada pasien rawat jalan di poliklinik jantung rumah sakit umum daerah Kraton Kabupaten Pekalongan. J Kesehat Masy Indones. 6(1): 85-90. Briawan D, Arumsari E, Pusporini. 2011. Faktor risiko anemia pada siswi peserta program suplementasi. Journal of Nutrition and Food.6(1): 74-83 Bryant M, truesdale KP, Dye L. 2006. Modest changes in dietary intake across the menstrual cycle: implications for food intake research. British Journal of Nutrition.96:888-894.doi: 10.1017/BJN20061931. Chau JPC, Chang AM. 1999. Effects of an educational programe on adolescents with premenstrual syndrome. Oxford University Press. 14(6): 817-830. Cheng G, Gerlach S, Libuda L, Kranz S, Gunther ALB, Karolis-Danckert N, Kroke A, Buyken AE. 2010. Diet quality in childhood is prospectively associated with the timing of puberty but not with body composition at puberty onset. J Nutr. 140:95-102. doi:10.3945/jn.109.113365.
32
Chocano-Bedoya PO, Manson JE, Hankinson SE, Willet WC, Johnson SR, Chasan-Taber L, Ronnenberg AG, Bigelow C, Bertone-Johnson ER. 2011. Dietary B vitamin intake and incident premenstrual syndrome. AJCN. 93(5):1080-1086. doi:10.3945/ajcn.110.009530. Chocano-Bedoya PO, Manson JE, Hankinson SE, Willet WC, Johnson SR, Chasan-Taber L, Ronnenberg AG, Bigelow C, Bertone-Johnson ER. 2012. Intake of Selected Minerals and Risk of Premenstrual Syndrome. AJCN. 177(10):1118-1127. doi: 10.1093/aje/kws363. Christianti DF. 2013. Analisis asupan zat gizi dan status gizi pada remaja putri yang sudah dan belum menstruasi di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Cohen S, Williamson G. 1988. Perceived Stress in a Probability Sample of the United States. Spacapan, S. and Oskamp, S. (Eds.) The Social Psychology of Health. Newbury Park, CA (US): Sage. Cross GB, Marley J, Miles H, Willson K. 2001. Changes in nutrient intake during the premenstrual cycle of overweight women with premenstrual syndrome. British Journal of Nutrition. 85(4):475-482.doi: 10.1079/BJN2000283. Daley A. 2009. The role of exercise in the treatment of menstrual disorders: the evidence. BJGP.24-242.doi: 10.3399/bjgp09X420301. Delara M, Borzuei H, Montazeri A. 2013. Premenstrual disorders: prevalence and associated factors in a sample of iranian adolescents. Iran Red Crescent Med J. 15(8): 695-700.doi: 10.5812/ircmj.2084. Fibriastuti YR. 2012. Analisis faktor yang mempengarhi sindrom pramenstruasi pada polisi wanita (Polwan) di polisi resor Kota Cimahi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gollenberg AL, Hediger ML, Mumford SL, Whitcomb BW, Hovey KM, Wactawski-Wende J, Schisterman EF.2010. Perceived stress and severity of perimenstrual symptoms: the BioCycle study. Journal of Womens Health. 19(5):960-967.doi: 10.1089=jwh.2009.1717. Gray SH. 2013. Menstrual disorders [editorial]. Pediatrics in Review. 34(1)6-18. Hardinsyah, Riyadi H, Napitupulu V. 2012. Kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat. [internet]. [diunduh 2015 Maret 29]. Tersedia pada: https://hadiriyadiipb.files.wordpress.com/2013/03/angka-kecukupan-gizi2012-energi-protein-karbohidrat-lemak-serat.pdf Hoyer J, Burmann I, Kieseler ML, Vollrath F, Hellrung L, Arelin K, Roggenhofer E, Villringer A, Sacher J. 2013. Menstrual cycle phase modulates emotional conflict processing in women with and without premenstrual syndrome (PMS)-A pilot study. PloS ONE. 8(4):1-8. doi: 10.1371/journal.pone.0059780. Hyman MA. 2007. The cycles of women: restoring balance [editorial]. Altern Ther health Med.13(3): 10-16. Jones L, Derek, Abraham, Suzane. 1996. Every Girl. London (UK): Oxford University Press. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2014. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi, Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Khomsan A. 2000. Tehnik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
33
Kroll AR. 2010. Recreational physical activity and premenstrual syndrome in college-aged women [tesis]. Massachusetts (US): University of Massachusetts-Amherst. Lemeshow S, David WH. 1997. Besar Subjek dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta (ID): Gadjahmada University Press. Lusiana SA, Cecilia MD. 2007. Usia menarche, konsumsi pangan, dan status gizi anak perempuan sekolah dasar di Bogor. JGP. 2(3): 26-35. Lustyk MKB, Gerrish WG. 2010. Premenstrual syndrome and premenstrual dysphoric disorder: Issues of quality of life, stress and exercise. Springer Science. 115:1952-1971. Lutfiah V. 2007. Hubungan konsumsi pangan sumber kalsium dengan keluhan menstruasi pada remaja [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mimura C, Griffiths P. 2008. A japanese version of the perceived stress scale:cross-cultural translation and equivalence assessment. BMC. 8(85):1-7 Muchtadi D. 2008. Strategi peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) untuk pencapaian MDGs-I. Di dalam: Prosiding Focus Group Discussion Kenaikan Harga BBm dan Pencapaian MDGs [internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): hlm 31-38; [diunduh 2014 Des 8]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/24241 Mutiara E. 2003. Karakteristik penduduk lanjut usia di provinsi Sumatera Utara tahun 1990. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara. Nagata C, Hirokawa K, Shimizu N, Shimizu H. 2005. Associations of menstrual pain with intakes of soy, fat and dietary fiber in Japanese women. EJCN. 59:88-92. doi:10.1038/sj.ejcn.1602042. Nisar N, Zehra N, haider G, Munir AA, Sohoo NA. 2008. Frequency, intensity and impact of premenstrual syndrome in medical students. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan.18(8): 481-484. Nurlaela E, Widyawati, Prabowo T. 2008. Hubungan aktivitas olahraga dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Jurnal Ilmu Keperawatan. 3(1): 1-5. O’Brien PMS. 1993. Fortnightly review: helping women with premenstrual syndrome. BMJ. 307:1471-1475. Pandey AK, Tripathi P, Goswani S, Pandey RD. 2013. Prevalence of psychological and physical symptoms of pre-menstrual syndrome in female students. APP. 4(1):47-49.doi: 0.4103/2045-080X.111582 Potter J, Bouyer J, Trussell J, Moreau C. 2009. Premenstrual syndrome prevalence and fluctuation over time: results from a french population-based survey. Journal of Women’s Health.18(1): 31-39.doi: 10.1089/jwh.2008.0932. Reed SC, Levin FR, Evans SM. 2008. Changes in mood, cognitive performance and appetite in the late luteal and follicular phases of the menstrual cycle in women with and without PMDD (premenstrual dysphoric disorders). PMC.54(1): 185-193. Rich-Edwards JW, Spiegelman D, Garland M, Hertzmark E, Hunter DJ, Colditz GA, Willet WC, Wand H, Manson JE.2002. Physical activity, body mass index, and ovuatory disorder infertility. Epidemiology. 13: 184-190. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar (ID). 2013. Riset Kesehatan Dasar Nasional. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riyadi H. 2003. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri [diktat]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
34
Rowland AS, Baird DD, Long S, Wegienka G, Harlow SD, Alavanja M, Sandler DP. 2002. Influence of medical conditions and lifestyle factors on the menstrual cycle. Epidemiology. 13:668-674. doi: 10.1097/01.EDE.0000024628.42288.8F. Sachin K, Nayanatara AK, Bhat RM, Bhagyalakshmi K, Ganaraja B, Shetty SB, Pai SR. 2014. Effects of regular exercise on premenstrual symptoms in reproductive age group. RRJMHS. 3(4):132-135. Samadi Z, Taghian F, Valiani M. 2013. The effects of 8 weeks of regular aerobic exercise on the symptoms of premenstrual syndrome in non-athlete girls. Iran J Nurs Midwifery Res. 18(1): 14–19. Sheedom AE, Mohammed ES, Mahfouz EM. 2013. Life style factors associated with premenstrual syndrome among El-Minia University Students, Egypt. ISRN Public Health.13:1-6.doi: 10.1155/2013/617123. Shiferaw MT, Wubshet M, Tegabo D. 2014. Menstrual problems and associated factors among students of bahir dar university amhara national regional state, ethiopia: a cross-sectional survey. Pan African Medical journal. 17(246):1-7.doi: 10.11604/pamj.2014.17.246.2230. Sianipar O, Bunawan NC, Almazini P, Calista N, Wulandari P, Rovensk N, Djuanda RE, Irene, Seno A, Suarthana E. 2009. Prevalensi gangguan menstruasi dan faktor-faktor yang berhubungan pada siswi SMU di kecamatan pulo gadung Jakarta Timur [catatan penelitian]. Majalah Kedokteran Indonesia. 59(7): 308-313. Silva CMLD, Gigante DP, Minten GC. 2008. Premenstrual symptoms and syndrome according to age at menarche in a 1982 birth cohort in southern Brazil. Cad. Saúde Pública, Rio de Janeiro.24(4):835-844. Silva PD. 2005. Menarche and lifestyle [editorial]. Wisconsin Medical Journal. 104(7): 24. Sternfeld B, Jacobs MK, Quesenberry CP, Gold EB, Sowers M. 2002. Physical activity and menstrual cycle characteristics in two prospective cohorts. Am J Epidemiol. 156(5):402-409.doi: 10.1093/aje/kwf060. Tambing Y.2012. Physical activity and premenstrual syndrome in teenagers [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah mada. Tan A. 2006. Wanita dan Nutrisi. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. Tanaka E, Momoeda M, Osuga Y, Rossi B, Nomoto K, Hayakawa M, Kokubo K, Wang ECY. 2014. Burden of menstrual symptoms in Japanese women-an analysis of medical care-seeking behaviour from a survey-based study. International Journal of Women’s Health. 6:11-23.doi: http://dx.doi.org/10.2147/IJWH.S52429. Thu M, Diaz EO, sawhsarkapaw. 2006. Premenstrual syndrome among female university students in Thailand. Au J.T. 9(3):158-162. [WHO] World Health Organization. 2004. Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies [internet]. [diunduh 2014 Jan 23]. Tersedia pada: http://www.who.int/nutrition/publications/bmi_asia_strategies.pdf Women’s health Queensland wide inc (women’s health).2014. Understanding your menstrual cycle [internet]. [diunduh pada 2015 Mar 22]. Tersedia pada: https//womhealth.org.au.
35
Wurtman JJ, Brzezinski A, Wurtman RJ, Laferrere B. 1989. Effects of nutrient intake on premenstrual depression. J Obstet Gynecol.161:1228-1234. Yonkers KA, O’Brien PMS, Eriksson E. 2008. Premenstrual syndrome. PMC. 371(9619): 1200–1210. doi:10.1016/S0140-6736(08)60527-9. Yunieswati W. 2014. Konsumsi pangan, aktivitas fisik, status antropometri dan persen lemak tubuh pada mahasiswa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zaka M, Mahmood KT. 2012. Pre-menstrual syndrome-A review. J.Pharm. Sci. & Res.4(1): 1684-1691. Zegeye DT, Megabiaw B, Mulu A. 2009. Age at menarche and the menstrual pattern of secondary school adolescents in northwest Ethiopia. BMC Women’s Health. 9(29):1-8.doi: 10.1186/1472-6874-9-29. Ziomkewicz A, Ellison PT, Lipson SF, Thune I, Jasienska G. 2008. Body fat, energy balance and estradiol levels: a study based on hormonal profiles from complete menstrual cycles. Human Reproduction. 23(11):25552563.doi: 10.1093/humrep/den213. Zulaikha FLF. 2010. Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri terhadap sikap menghadapi premenstrual syndrome di SMAN 5 Surakarta [skripsi]. Solo (ID): Universitas Sebelas Maret.
36
LAMPIRAN PERCEIVED STRESS SCALE Pertanyaan-pertanyaan dalam skala ini menanyakan tentang perasaan dan pikiran Anda selama satu bulan terakhir. Dalam setiap kasus, Anda akan diminta untuk menunjukkan dengan cara menyilang (x) pilihan yang diberikan. (keterangan angka dibawah tabel) No Pertanyaan 1. Pada satu bulan belakangan ini, seberapa sering Anda marah karena sesuatu hal yang terjadi tiba-tiba? 2. Pada satu bulan belakangan ini, seberapa sering Anda merasa bahwa Anda tidak dapat mengontrol hal-hal penting dalam hidup Anda? 3. Pada satu bulan belakangan ini,seberapa sering Anda merasa gugup dan tertekan? 4. Pada satu bulan belakangan ini,seberapa sering Anda merasa yakin tentang kemampuan Anda untuk menangani masalah pribadi Anda? 5.
Pada satu bulan belakangan ini,seberapa sering Anda merasa bahwa sesuatu yang akan Anda lakukan berjalan dengan cara Anda? 6. Pada satu bulan belakangan ini,seberapa sering Anda merasa bahwa Anda tidak bisa mengatasi semua hal yang semestinya harus Anda lakukan? 7. Pada satu bulan belakangan ini,seberapa sering Anda mampu mengontrol rasa jengkel dalam hidup Anda? 8. Pada satu bulan belakangan ini,seberapa sering Andamerasa bahwa Anda berada dipuncak segala hal? 9. Pada satu bulan belakangan ini, seberapa sering Anda marah karena halhalyang berada di luar kendali Anda? 10. Pada satu bulan belakangan ini,seberapa sering Anda merasa kesulitan menumpuk begitu banyak dan Anda tidak bisa mengatasinya?
0
1
2
3
4
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kesugihan (Lampung) pada tanggal 12 Agustus 1993 dari ayah Mukhlisin dan ibu Eliyanti. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kalianda dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi tertulis dan diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi yaitu, anggota Forum For Scientific Studies IPB (Forces IPB) 2011/2013, pengurus Himpunan Mahasiswa Gizi (Himagizi) 2012/2013, Pengurus Badan Ekskutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) 2013/2014. Penulis juga mengikuti kepanititan seperti panitia Pekan Inovasi Mahasiswa Pertanian Indonesia (2012), Indonesian Ecology Expo (2012), Pelatihan Pembuatan Proposal Program Kreativitas Mahasiswa (2013), Nutrition Fair (2013-2014). Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Bersama Masyarakat (KKBM) di Desa Kutagandok, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Ekologi Pangan dan Gizi serta asisten praktikum Ilmu Bahan Makanan tahun 2014. Penulis pun pernah menjadi asisten praktikum Ekologi Pangan dan Gizi serta Percobaan Makanan pada tahun 2015. Selain itu, penulis tercatat sebagai penerima beasiswa POM IPB tahun 2011-2013 dan beasiswa BUMN tahun 2013-2014.