HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN POLA KONSUMSI PANGAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH, LINGKAR PERUT DAN TEKANAN DARAH PADA WANITA DEWASA PERDESAAN
DWITA RATNA KARINA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Aktivitas Fisik dan Pola Konsumsi Pangan dengan Indeks Massa Tubuh, Lingkar Perut dan Tekanan Darah pada Wanita Dewasa Perdesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017 Dwita Ratna Karina NIM I14110108
ABSTRAK DWITA RATNA KARINA. Hubungan Aktivitas Fisik dan Pola Konsumsi Pangan dengan Indeks Massa Tubuh, Lingkar Perut dan Tekanan Darah pada Wanita Dewasa Perdesaan. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan NAUFAL MUHARAM NURDIN. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan dengan indeks massa tubuh, lingkar perut dan tekanan darah pada wanita dewasa di Desa Sukamantri, Kabupaten Cianjur. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan jumlah contoh 55 orang yang dipilih secara purposive. Hasil penelitian menunjukkan tingkat aktivitas fisik sebagian besar contoh (47.3%) tergolong ringan serta terdapat 41.8% contoh yang terbiasa melakukan aktivitas fisik berat. Sebagian besar contoh tidak terbiasa minum kopi namun tergolong sering mengonsumsi makanan berlemak serta makanan asin dan awetan. Prevalensi obesitas dan obesitas sentral adalah 18.2% dan 65.5%. Sebagian besar contoh (40.0%) tergolong prehipertensi. Berdasarkan uji korelasi Spearman terdapat hubungan signifikan antara aktivitas fisik berat dengan IMT (r=-0.277; p=0.041) dan lingkar perut (r=-0.298; p=0.027) serta konsumsi makanan asin dan awetan dengan IMT (r=-0.265; p=0.050). Kata kunci: aktivitas fisik, indeks massa tubuh, lingkar perut, pola konsumsi pangan, tekanan darah
ABSTRACT DWITA RATNA KARINA. Associations of Physical Activity and Food Consumption Patterns with Body Mass Index, Waist Circumference and Blood Pressure in Rural Adult Women. Supervised by ALI KHOMSAN and NAUFAL MUHARM NURDIN This research was aimed to study the associations of physical activity and food consumption patterns with body mass index, waist circumference and blood pressure in adult women in Sukamantri Village, Cianjur. The design of this study was cross-sectional with 55 subjects who where chosen purposively. The results showed that most of the subjects (47.3%) had low physical activity level and there were 41.8% of subjects who did vigorous physical activity. Most of the subjects had no habits of drinking coffee but had high consumption of fatty food and salty and preserved food. The prevalence of obesity and central obesity was 18.2% and 65.5%, respectively. Spearman correlation test showed significant correlation between vigorous physical activity and body mass index (r=-0.277; p=0.041) and waist circumference (r=-0.298; p=0.027) and also salty and preserved food consumption and body mass index (r=-0.265; p=0.050). Keywords: blood pressure, body mass index, food consumption patterns, physical activity, waist circumference
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN POLA KONSUMSI PANGAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH, LINGKAR PERUT DAN TEKANAN DARAH PADA WANITA DEWASA PERDESAAN
DWITA RATNA KARINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subahanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya yang telah diberikan sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan judul Hubungan Aktivitas Fisik dan Pola Konsumsi Pangan dengan Indeks Massa Tubuh, Lingkar Perut dan Tekanan Darah pada Wanita Dewasa Perdesaan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pembimbing skripsi 1 yang telah membimbing, memberikan ilmu dan memberi saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. dr. Naufal Muharam Nurdin, S.Ked., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi 2 yang telah memberikan masukan dan motivasi serta mengizinkan penulis menggunakan sebagian data dari penelitian “Sosio-Economic, Demographic, Dietary and Lifestyle Characteristic and The Prevalence of Metabolic Syndrom of Middle Aged Rural People” untuk menyusun skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan ulasan dan koreksi untuk perbaikan skripsi ini. 4. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis selama masa perkuliahan. 5. Orangtua tercinta (ayahanda Imo Gandakusuma dan ibunda Ida Larasati), kakak tercinta Amanda Ratna Rahmida dan adik tercinta Fitradi Rahmiza yang telah memberikan doa dan kasih sayang, serta motivasi selama penulisan skripsi ini. 6. Sahabat-sahabat tersayang (Vero, Iwak, Angga, Kiki, Kadek, Nabila) yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. 7. Keluarga besar Departemen Gizi Masyarakat, teman-teman GM 48 serta GM 47, 49 dan 50 yang telah menjadi keluarga penulis di Institur Pertanian Bogor. 8. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2017 Dwita Ratna Karina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis Manfaat KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kabupaten Cianjur Karakteristik Contoh Aktivitas Fisik Pola Konsumsi Pangan Indeks Massa Tubuh Lingkar Perut Tekanan Darah Hubungan Aktvitas Fisik dengan Indeks Massa Tubuh Hubungan Pola Konsumsi Pangan dengan Indeks Massa Tubuh Hubungan Aktivitas Fisik dengan Lingkar Perut Hubungan Pola Konsumsi Pangan dengan Lingkar Perut Hubungan Aktvitas Fisik dengan Tekanan Darah Hubungan Pola Konsumsi Pangan dengan Tekanan Darah SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
iv iv iv 1 1 2 3 3 3 4 4 6 6 6 10 10 11 13 15 18 19 19 20 22 22 23 23 24 25 25 26 27 33 41
DAFTAR TABEL 1. 2. 3.
Jenis dan cara pengumpulan data Pengkategorian variabel penelitian Sebaran contoh berdasarkan usia, lama pendidikan, besar keluarga, pekerjaan dan tingkat pendapatan 4. Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik 5. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan dan durasi aktivitas fisik berat 6. Sebaran contoh berdasarkan lama menonton TV 7. Sebaran contoh berdasarkan lama tidur 8. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan 9. Sebaran contoh berdasarkan status gizi 10. Sebaran contoh berdasarkan lingkar perut 11. Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah 12. Hubungan antar variabel
7 9 12 13 14 14 15 16 18 19 20 21
DAFTAR GAMBAR 1.
Kerangka pemikiran hubungan antara aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan terhadap IMT, lingkar perut dan tekanan darah
5
DAFTAR LAMPIRAN 1. Kuesioner
33
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit kardiovaskular selama lebih dari satu dekade ini masih menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia. Tahun 2012, sebanyak 17.5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskular, 7.4 juta di antaranya karena penyakit jantung koroner dan 6.7 juta karena stroke. Sedikitnya tiga per empat dari total kematian akibat penyakit kardiovaskular terjadi di negara-negara berkembang yang umumnya disebabkan karena masih kurangnya program serta pelayanan kesehatan dalam mendeteksi dini risiko penyakit kardiovaskular. Akibatnya, sebagian besar kasus baru terdeteksi saat sudah terlambat dan banyak mengakibatkan kematian di usia dewasa muda, terutama usia produktif. Hal ini semakin menambah beban ekonomi pada negara berkembang (WHO 2015). Salah satu faktor risiko yang berperan penting dalam terjadinya penyakit kardiovaskular adalah obesitas dan hipertensi. Obesitas merupakan kondisi penumpukkan lemak dalam tubuh secara berlebihan yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan. Indonesia sendiri menempati urutan ke sepuluh sebagai negara dengan penduduk obesitas terbanyak di dunia (Ng et al. 2014). Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibedakan menjadi dua macam yaitu obesitas umum yang ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dan obesitas sentral yang ditentukan melalui pengukuran lingkar perut (WHO 2000; IDF 2006). Kedua jenis obesitas tersebut sama-sama berperan besar dalam perkembangan penyakit kardiovaskular. Penelitian Lu et al. (2014) menunjukkan bahwa obesitas umum dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular sebanyak 1.73 kali, sedangkan berdasarkan Koning et al. (2007) setiap kenaikan 1 cm lingkar perut berdampak pada 2% peningkatan kejadian penyakit kardiovaskular. Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan kondisi yang ditandai dengan nilai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Seringkali hipertensi disebut sebagai silent killer karena pada umumnya tidak menimbulkan gejala dan baru terdeteksi saat sudah terjadi komplikasi (Damanik 2011). Prevalensi hipertensi di Indonesia untuk populasi usia 45-54 tahun adalah sebesar 15% di tahun 2013. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2007 yang sebesar 12.5% (Depkes 2013). Berdasarkan WHO (2016), hipertensi lebih banyak ditemukan pada laki-laki (24%) daripada perempuan (20%). Walaupun demikian, beberapa penelitian menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada wanita juga semakin tinggi. Zhou et al. (2015) menemukan prevalensi hipertensi pada wanita dewasa di perdesaan China adalah sebesar 48.8%. Sedangkan berdasarkan Riskesdas (2013), di Indonesia sendiri prevalensi hipertensi pada wanita (28.8%) lebih tinggi daripada laki-laki (22.8%). Hipertensi merupakan faktor risiko utama pada penyakit jantung koroner dan stroke. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah berkorelasi positif dengan risiko penyakit kardiovaskular. Setiap kenaikan 20/10 mmHg tekanan darah, risiko penyakit kardiovaskular meningkat hingga 2 kali lipat (WHO 2011). Kejadian obesitas dan hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko yang tidak dapat diubah dan juga faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain berupa usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit orang tua,
2
sedangkan faktor risiko yang dapat diubah antara lain meliputi aktivitas fisik serta pola konsumsi pangan. Semakin meningkatnya prevalensi obesitas dan hipertensi umumnya diakibatkan kebiasaan yang tidak baik dari faktor risiko yang dapat diubah tersebut. Perubahan gaya hidup yang mengarah pada sedentary lifestyle menyebabkan semakin rendahnya aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari. Aktivitas fisik yang rendah dapat meningkatkan risiko obesitas serta hipertensi (Rennie et al. 2003; Healy et al. 2008). Sebaliknya, kebiasaan dalam melakukan aktivitas fisik, khususnya berolahraga secara rutin, dapat membantu mencegah kenaikan berat badan dan tekanan darah yang berlebih (Hankinson et al. 2010; Wallace 2003). Salah satu aktivitas yang sering dilakukan untuk mengisi waktu luang adalah menonton televisi. Alokasi waktu untuk menonton televisi umumnya lebih tinggi pada orang-orang dengan sedentary lifestyle. Kebiasaan menonton televisi berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas dan hipertensi (Bowman 2006; Salanave et al. 2015). Kurang tidur di malam hari juga dapat berpengaruh pada kejadian obesitas serta hipertensi. Tidur selama ≤ 6 jam/hari berisiko meningkatkan obesitas hingga 2.13 kali, sedangkan tidur selama ≤ 5 jam/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi sebesar 1.95 kali (Di Milia et al. 2013; Cappuccio et al. 2007). Pola konsumsi pangan juga merupakan faktor yang dapat diubah yang mempengaruhi obesitas dan hipertensi. Kebiasaan mengonsumsi kopi, konsumsi makanan berlemak seperti makanan yang digoreng serta konsumsi garam secara berlebih dapat meningkatkan risiko kenaikan berat badan, lingkar perut serta tekanan darah (Wilsgaard et al. 2005; Garaulet et al. 2001; Song et al. 2012; Sugiharto 2007). Selain itu, fenomena urbanisasi pada negara berkembang berkaitan erat dengan meningkatnya konsumsi makanan/minuman manis. Peningkatan konsumsi makanan/minuman manis tersebut berdampak pada tingginya risiko obesitas dan hipertensi (Drewnowski 2007; Sayon-Orea et al. 2015). Penelitian di Indonesia mengenai prevalensi serta faktor risiko obesitas dan hipertensi telah banyak dilakukan, namun belum banyak yang mengkaji obesitas umum sekaligus obesitas sentral dan hipertensi serta kaitannya dengan aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan pada wanita usia dewasa khususnya di daerah perdesaan. Padahal prevalensi obesitas dan hipertensi di perdesaan juga semakin meningkat (Shafique et al. 2007; Gupta et al. 2012). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan dengan indeks massa tubuh, lingkar perut dan tekanan darah pada wanita dewasa di Desa Sukamantri, Kabupaten Cianjur.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan dengan indeks massa tubuh, lingkar perut dan tekanan darah pada wanita usia dewasa di Desa Sukamantri, Kabupaten Cianjur.
3
Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik wanita perdesaan yang meliputi usia, besar keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. 2. Mengkaji aktivitas fisik wanita dewasa perdesaan. 3. Mengkaji pola konsumsi pangan pada wanita dewasa perdesaan. 4. Mengidentifikasi kejadian obesitas, obesitas sentral dan hipertensi pada wanita dewasa perdesaan. 5. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh, lingkar perut dan tekanan darah pada wanita dewasa perdesaan.
Hipotesis H0
: Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan dengan indeks massa tubuh, lingkar perut dan tekanan darah pada wanita dewasa di Desa Sukamantri, Kabupaten Cianjur.
H1
: Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan dengan indeks massa tubuh, lingkar perut dan tekanan darah pada wanita dewasa di Desa Sukamantri, Kabupaten Cianjur.
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada penderita obesitas dan hipertensi mengenai manfaat modifikasi aktivitas fisik serta konsumsi pangan dalam menurunkan berat badan, lingkar perut serta tekanan darah. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai kebiasaan aktivitas fisik dan konsumsi pangan yang dapat berisiko menimbulkan obesitas dan hipertensi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk mengadakan program peningkatan kesadaran masyarakat perdesaan terkait kebiasaan beraktivitas fisik dan olah raga serta pemilihan pola konsumsi pangan yang baik sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan masalah obesitas dan hipertensi di perdesaan.
KERANGKA PEMIKIRAN Obesitas merupakan kondisi terjadinya penumpukkan massa lemak secara berlebihan dalam tubuh. Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibedakan menjadi obesitas umum dan obesitas sentral. Obesitas umum ditentukan menggunakan indikator IMT, sedangkan obesitas sentral ditentukan melalui pengukuran lingkar perut. Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan oleh pompa jantung pada dinding arteri untuk membawa darah ke seluruh tubuh. Kondisi ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara persisten disebut hipertensi. Obesitas serta hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terpenting dari penyakit
4
kardiovaskular, yang berdasarkan WHO (2015) merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia. Penyebab terjadinya obesitas dan hipertensi tidak disebabkan oleh faktor tunggal, namun oleh berbagai macam faktor yang saling mempengaruhi. Faktorfaktor risiko obesitas dan hipertensi tersebut terbagi menjadi dua jenis, yaitu faktor yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin serta riwayat penyakit orang tua dan faktor yang dapat diubah atau dimodifikasi seperti aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan. Aktivitas fisik merupakan faktor yang berhubungan erat dengan obesitas dan hipertensi, karena obesitas dan hipertensi umumnya terjadi pada orang-orang dengan aktivitas fisik yang rendah. Kemajuan teknologi yang pesat membuat berbagai pekerjaan menjadi lebih mudah sehingga menyebabkan orang-orang terbiasa dengan hal yang instan dan menjadi malas bergerak. Salah satu pengaruh teknologi lainnya yaitu televisi. Meningkatnya waktu menonton televisi berdampak pada berkurangnya aktivitas fisik. Selain itu umumnya menonton televisi dilakukan sambil makan atau mengonsumsi camilan sehingga berisiko menyebabkan asupan energi berlebih. Obesitas dan hipertensi juga dapat dipengaruhi oleh lama tidur. Kurang tidur di malam hari akan berdampak pada kenaikan berat badan, lingkar perut serta tekanan darah. Faktor lainnya yang juga sangat berpengaruh pada obesitas dan hipertensi adalah pola konsumsi pangan. Konsumsi makanan tinggi energi dapat meningkatkan risiko obesitas dan hipertensi. Makanan yang tinggi energi umumnya merupakan makanan yang berlemak, memiliki rasa asin serta berupa makanan/minuman manis. Kebiasaan konsumsi kopi juga merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan, khususnya karena beberapa penelitian menunjukkan hasil yang tidak konsisten mengenai efek kopi terhadap obesitas dan tekanan darah. Kerangka pemikiran hubungan antar variabel dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan sebagian data dari penelitian payung mengenai sindrom metabolik pada populasi perdesaan dengan judul “Socio-economic, Demographic, Dietary and Lifestyle Characteristic and The Prevalence of Metabolic Syndrome of Middle Aged Rural People” (Nurdin et al. 2015). Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukamantri, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan November-Desember 2014.
5
Karakteristik contoh: - Usia - Pendidikan - Besar keluarga - Pekerjaan - Pendapatan
Aktivitas fisik: - Tingkat aktivitas fisik - Kebiasaan aktivitas fisik berat - Lama menonton televisi - Lama tidur
IMT
Pola konsumsi pangan: - Konsumsi kopi - Konsumsi makanan berlemak - Konsumsi makanan asin dan awetan - Konsumsi makanan/minuman manis
Lingkar perut
Tekanan darah
Keterangan: : variabel yang diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan terhadap IMT, lingkar perut dan tekanan darah
6
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi contoh pada penelitian ini adalah wanita dewasa di Desa Sukamantri, Kabupaten Cianjur. Pemilihan contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria inklusi yaitu 1) wanita berusia 45-59 tahun 2) bersedia untuk diwawancarai. Penentuan jumlah contoh minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Lemeshow et al. (1997) sebagai berikut. 𝑛=
Z2 (1−α/2)P(1−P)N α 𝑑 2 (𝑁−1)+ Z2 (1− )P(1−P) 2
Keterangan: n = jumlah contoh minimal yang dibutuhkan Z(1-α/2) = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat signifikansi α (untuk α = 0.05 adalah 1.96) N = total populasi contoh P = proporsi obesitas sentral pada wanita = 0.421 (Depkes 2013) = proporsi wanita yang tidak menderita obesitas sentral = 1-0.421 = 0.579 1-P d = presisi/tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0.1) Sehingga: 𝑛=
1.962 (0.421) (0.579) (103) 0.12 (103−1) + 1.962 (0,421)(0.579)
𝑛 ≈ 50 orang
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi karakteristik individu (usia, pendidikan, pekerjaan, besar keluarga dan pendapatan), status gizi (berat badan, tinggi badan dam lingkar perut), tekanan darah (sistolik dan diastolik), aktivitas fisik (tingkat aktivitas fisik, kebiasaan aktivitas fisik berat, lama menonton televisi dan lama tidur) dan pola konsumsi pangan (konsumsi kopi, konsumsi makanan berlemak, konsumsi makanan asin dan awetan dan konsumsi makanan/minuman manis). Jenis dan cara pengumpulan data disajikan dalam Tabel 1.
Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data yang dilakukan meliputi editing, coding, cleaning, entry dan analisis. Data diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia menggunakan program komputer Microsoft Excel 2013 dan SPSS 16.0 for Windows. Pengkategorian variabel dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Variabel usia dikategorikan menjadi dua, yaitu ≤ 50 tahun dan > dari 50 tahun. Pengkategorian usia tersebut didasarkan pada sebaran usia contoh. Lama pendidikan dikategorikan menjadi ≤ 4 tahun dan > 4 tahun berdasarkan sebaran pendidikan contoh. Data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga berdasarkan
7
BKKBN (1998), yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang) dan keluarga besar (≥7 orang). Pendapatan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu < Rp 1 500 000 dan ≥ Rp 1 500 000 yang didasarkan pada sebaran pendapatan contoh. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data No. Jenis Data 1. Karakteristik contoh
2.
Status gizi
3.
Tekanan darah
4.
Aktivitas Fisik
-
-
5.
Konsumsi pangan -
Variabel Usia Pendidikan Pekerjaan Besar keluarga Pendapatan Berat badan Tinggi badan Lingkar perut
Cara Pengumpulan Data Wawancara langsung menggunakan kuesioner
Pemeriksaan fisik menggunakan: - Timbangan digital - Microtoise - Pita ukur Monitor tekanan darah otomatis merk Omron Wawancara langsung menggunakan kuesioner
Sistolik Diastolik Tingkat aktivitas fisik Kebiasaan aktivitas fisik berat Lama menonton televisi Lama tidur Konsumsi kopi Semi kuantitatif FFQ Konsumsi makanan berlemak Konsumsi makanan asin dan awetan Konsumsi makanan manis
Data status gizi ditentukan berdasarkan IMT yang dihitung dengan membandingkan antara berat badan terhadap kuadrat tinggi badan. Kategori IMT yang digunakan adalah menurut Depkes (2013) untuk orang dewasa berusia di atas 18 tahun. Obesitas sentral pada contoh ditentukan menggunakan definisi IDF (2006) yaitu contoh dikatakan mengalami obesitas sentral jika memiliki lingkar perut ≥ 80 cm. Kategori tekanan darah mengacu pada ketentuan internasional yang terdapat dalam JNC 7 (NIH 2004). Data aktivitas fisik yang dikumpulkan berupa jenis aktivitas fisik dan lama melakukan aktivitas fisik selama 1x24 jam. Tingkat aktivitas fisik ditentukan berdasarkan Physical Activity Level (PAL) yang merupakan besarnya energi yang dikeluarkan per kilogram berat badan selama 24 jam (FAO/WHO/UNU 2001). PAL dikategorikan menjadi tiga, yaitu ringan (1.40 - 1.69), sedang (1.70 – 1.99) dan berat (2.00 – 2.40). Perhitungan PAL dilakukan dengan menggunakan rumus berikut.
8
PAL =
Σ (PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam
Keterangan: PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) PAR : Physical Activity Ratio (energi yang dikeluarkan untuk setiap jenis aktivitas fisik per jam) Data aktivitas fisik berat contoh terdiri dari kebiasaan aktivitas fisik berat dan durasi melakukan aktivitas fisik berat. Lama menonton televisi contoh dikategorikan menurut Cleland (2008) yaitu ≤ 1 jam/hari, 1.1-2 jam/hari, 2.1-3 jam/hari dan > 3 jam/hari. Berdasarkan Hirshkowitz et al. (2015) dalam penelitiannya untuk National Sleep Foundation, lama tidur contoh dikategorikan menjadi < 7 jam/hari, 7-9 jam/hari dan > 9 jam hari menurut kelompok usia dewasa. Data pola konsumsi pangan contoh yang dianalisis meliputi konsumsi kopi, konsumsi makanan berlemak, konsumsi makanan asin dan awetan serta konsumsi makanan/minuman manis. Kebiasaan konsumsi kopi dikategorikan menjadi ya dan tidak. Konsumsi makanan berlemak dikategorikan menjadi dua, yaitu sering (≥ 3 kali/minggu) dan jarang (< 3 kali/minggu). Konsumsi makanan asin dan awetan serta konsumsi makanan manis dikategorikan menjadi sering (≥ 1 kali/hari) dan jarang (< 1 kali/hari). Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel sehingga diperoleh gambaran mengenai nilai rata-rata serta distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti. Analisis inferensia meliputi uji beda variabel dan uji hubungan. Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui normalitas data, selanjutnya uji beda variabel antar kelompok contoh dilakukan menggunakan uji independent sample t-test untuk data yang tersebar normal dan uji Mann-Whitney untuk data yang tidak tersebar normal. Uji hubungan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Uji yang digunakan yaitu uji korelasi Pearson jika data kedua variabel tersebar normal, uji korelasi Spearman jika salah satu data tidak tersebar normal atau data tersebut termasuk data kategorik, serta uji korelasi Chi-Square jika data kedua variabel termasuk data kategorik.
Definisi Operasional Contoh adalah wanita dewasa usia 45 – 59 tahun yang telah menikah dan tinggal di Desa Sukamantri, Kabupaten Cianjur. Obesitas adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan lemak berlebih di dalam tubuh yang diekspresikan dengan perbandingan berat badan serta tinggi badan yang meningkat. Obesitas sentral adalah kondisi penumpukan lemak berlebih pada daerah perut yang diketahui melalui pengukuran lingkar perut dan ditentukan berdasarkan cut off point IDF (2006) untuk wanita yaitu ≥ 80 cm. Hipertensi adalah kondisi tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg.
9
Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian Variabel Usia Pendidikan Pekerjaan
Besar keluarga (BKKBN 1998) Tingkat pendapatan Status gizi (Depkes 2013)
Lingkar perut (IDF 2006) Tekanan darah (NIH 2004)
1. 2. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 1. 2. 3. 4.
Tingkat aktivitas fisik
Kebiasaan aktivitas fisik berat Lama menonton televisi (Cleland 2008)
Lama tidur (Hirshkowitz et al. 2015) Konsumsi kopi Konsumsi makanan berlemak Konsumsi makanan asin dan awetan Konsumsi makanan/minuman manis
1. 2. 3. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2.
Kategori ≤ 50 tahun > 50 tahun ≤ 4 tahun > 4 tahun Tidak bekerja Buruh tani Buruh bangunan Pedagang Ibu rumah tangga Lainnya Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-6 orang) Besar (≥ 7 orang) < Rp 1 500 000 ≥ Rp 1 500 000 Kurus (IMT < 18.5 kg/m2) Normal (IMT ≥ 18.5 - 24.9 kg/m2) Overweight (IMT ≥ 25.0 - 26.9 kg/m2) Obesitas (IMT ≥ 27.0 kg/m2) < 80 cm ≥ 80 cm (obesitas sentral) Normal ( <120/80 mmHg) Prehipertensi (120-139/80-89 mHg) Hipertensi tingkat I (140-159/90-99 mmHg) Hipertensi tingkat II (≥160/100mmHg) Ringan (PAL 1.40-1.69) Sedang (PAL 1.70-1.99) Berat (PAL 2.00-2.40) Ya Tidak ≤ 1 jam/hari 1.1-2 jam/hari 2.1-3 jam/hari > 3 jam/hari < 7 jam/hari 7-9 jam/hari > 9 jam/hari Ya Tidak Sering (≥ 3 kali/hari) Jarang (< 3 kali/hari) Sering (≥ 1 kali/hari) Jarang (< 1 kali/hari) Sering (≥ 1 kali/hari) Jarang (< 1 kali/hari)
10
Lingkar perut adalah besarnya lingkar perut contoh (cm) yang diukur di antara tulang rusuk dengan tulang pinggul dengan menggunakan pita ukur. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah indikator status gizi yang diukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan contoh. Usia adalah bilangan yang dinyatakan dalam tahun, dihitung dari tahun kelahiran hingga tahun penelitian. Pekerjaan adalah jenis kegiatan yang dimiliki contoh untuk memperoleh penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Lama pendidikan adalah lama pendidikan formal yang telah ditempuh oleh contoh dalam tahun. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yang sama dengan contoh. Pendapatan adalah jumlah penghasilan dari seluruh anggota rumah tangga contoh yang dipeoleh selama satu bulan. Aktivitas fisik adalah seluruh kegiatan contoh yang melibatkan gerak motorik tubuh dan menyebabkan pengeluaran energi, diukur menggunakan kuesioner recall aktivitas 1x24 jam. Kebiasaan aktivitas fisik berat adalah kebiasaan contoh melakukan aktivitas fisik berat dalam sehari berupa memotong, mengangkut dan memukul padi, membersihkan sawah serta menimba air. Lama menonton televisi adalah durasi contoh dalam menonton televisi selama satu hari. Lama tidur adalah durasi waktu tidur contoh pada malam hari. Pola konsumsi pangan adalah frekuensi konsumsi makan contoh pada jenis pangan tertentu yang diperoleh menggunakan FFQ semi kuantitatif, meliputi kebiasaan konsumsi kopi, konsumsi makanan berlemak, konsumsi makanan asin dan awetan serta konsumsi makanan/minuman manis. Kebiasaan konsumsi makanan berlemak adalah frekuensi contoh mengonsumsi makanan berlemak dalam seminggu yang dikategorikan menjadi sering (≥ 3 kali/minggu) dan jarang (< 3 kali/minggu). Kebiasaan konsumsi makanan/minuman manis adalah frekuensi contoh mengonsumsi makanan/minuman manis dalam seminggu yang dikategorikan menjadi sering (≥ 1 kali/minggu) dan jarang (< 1 kali/minggu). Kebiasaan konsumsi asin dan awetan adalah frekuensi contoh mengonsumsi makanan asin dan awetan dalam sehari yang dikategorikan menjadi sering (≥ 1 kali/minggu) dan jarang (< 1 kali/minggu). Kebiasaan konsumsi kopi adalah kebiasaan contoh dalam mengonsumsi kopi secara sengaja dan berulang, dikategorikan menjadi ya dan tidak.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kabupaten Cianjur Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Cianjur adalah sebesar 361 345
11
hektar. Jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur pada Tahun 2013 yaitu sebesar 2 225 316 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata yaitu 616 jiwa per km persegi. Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur adalah di sektor pertanian, yaitu sekitar 63%. Hasil produksi pertanian terbesar di Kabupaten Cianjur adalah padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan dan umbi-umbian. Terdapat 32 kecamatan, 6 kelurahan dan 354 desa di Kabupaten Cianjur, salah satu kecamatannya yaitu Kecamatan Karang Tengah. Kecamatan Karang Tengah terletak di wilayah utara Kabupaten Cianjur dengan luas wilayah sebesar 4 852 hektar dan jumlah penduduk sebanyak 124 885 jiwa. Sebagian besar luas tanah di Kecamatan Karang Tengah dimanfaatkan untuk pekarangan. Jenis pengairan yang digunakan terdiri dari irigasi teknis, irigasi ½ teknis, irigasi sederhana dan tadah hujan. Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 16 desa, 121 RW dan 545 RT. Salah satu desa yang terletak di Kecamatan Karang Tengah dan digunakan dalam penelitian ini adalah Desa Sukamantri, dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut dominan perdesaan serta memiliki lahan pertanian yang luas.
Karakteristik Contoh Karakteristik contoh dalam penelitian ini meliputi usia, lama pendidikan, besar keluarga, pekerjaan dan tingkat pendapatan. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik yang diteliti disajikan pada Tabel 3. Usia Usia contoh yang dijadikan kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu berkisar antara 45-59 tahun. Rentang usia tersebut merupakan usia yang berisiko tinggi mengalami berbagai penyakit metabolik. Tabel 3 menunjukkan sebanyak 69.1% contoh berusia ≤ 50 tahun dan 30.9% contoh berusia > 50 tahun dengan ratarata usia contoh 49.6 ± 3.2 tahun. Pendidikan Pendidikan contoh dalam penelitian ini didasarkan pada lama pendidikan yang ditempuh contoh dalam tahun. Rata-rata lama pendidikan contoh adalah 4.3 ± 1.8 tahun dengan rentang 0-9 tahun. Sebanyak 34.5% contoh menempuh pendidikan selama ≤ 4 tahun dan 65.5% contoh menempuh pendidikan selama > 4 tahun, namun hanya terdapat satu contoh yang menempuh pendidikan selama > 6 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan rata-rata contoh masih tergolong rendah. Penelitian yang dilakukan Kartikasari (2014) menunjukkan hasil yang serupa yaitu sebagian besar (66.6%) wanita dewasa di Kabupaten Cianjur memperoleh pendidikan terakhir hanya sampai tingkat sekolah dasar. Besar Keluarga Berdasarkan BKKBN (1998), besar keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang) dan keluarga besar (≥ 7 orang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 43.6% contoh memiliki besar keluarga yang tergolong keluarga kecil, 41.8% tergolong keluarga sedang dan 14.5% tergolong keluarga besar. Rata-rata besar keluarga contoh yaitu 5.0 ± 2.1.
12
Tabel 3
Sebaran contoh berdasarkan usia, lama pendidikan, besar keluarga, pekerjaan dan tingkat pendapatan Karakteristik Contoh
n
%
Usia ≤ 50 Tahun > 50 Tahun x̄ ± SD Total Pendidikan ≤ 4 tahun > 4 tahun x̄ ± SD Total Besar Keluarga Kecil (≤ 4 Orang) Sedang (5-6 Orang) Besar (≥7 Orang) x̄ ± SD Total Pekerjaan Tidak Bekerja Buruh Tani Buruh Bangunan Pedagang Ibu Rumah Tangga Lain-Lain Total Tingkat Pendapatan < Rp 1 500 000 ≥ Rp 1 500 000 x̄ ± SD Total
38 17 55
69.1 30.9 49.6 ± 3.2 100
19 36
34.5 65.5 4.3 ± 1.8
55
100
24 23 8
43.6 41.8 14.6 5.0 ± 2.1
55
100
2 18 1 7 24 3 55
3.6 32.7 1.8 12.7 43.6 5.5 100
23 41.8 32 58.2 1 814 923 ± 1 215 895 55 100
Pekerjaan Jenis pekerjaan contoh dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 6 kelompok yaitu ibu rumah tangga, pedagang, buruh bangunan, buruh tani, tidak bekerja dan lainnya. Sebanyak 43.6% contoh bekerja sebagai ibu rumah tangga, 32.7% sebagai buruh tani, 12.7% sebagai pedagang, 1.8% sebagai buruh bangunan, 3.6% tidak bekerja dan 5.5% lainnya bekerja sebagai asisten rumah tangga serta buruh cuci. Pekerjaan contoh dengan persentase tertinggi setelah ibu rumah tangga adalah buruh tani, hal ini merupakan implikasi dari wilayah Desa Sukamantri yang sebagian besar merupakan lahan pertanian.
13
Pendapatan Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan keluarga adalah pendapatan. Menurut Suhardjo (1989) pendapatan berpengaruh secara langsung terhadap konsumsi pangan. Peningkatan pendapatan dapat memperbesar peluang membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Pendapatan contoh dalam penelitian ini merupakan pendapatan kepala keluarga serta anggota keluarga lainnya baik yang berasal dari pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan selama satu bulan. Secara keseluruhan pendapatan contoh per bulan berkisar antara Rp 120 833 – 7 300 000. Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (58.2%) memiliki pendapatan per bulan ≥ Rp 1 500 000 dan sebanyak 41.8% memiliki pendapatan per bulan < Rp 1 500 000. Rata-rata pendapatan per bulan keseluruhan contoh adalah sebesar Rp 1 814 923 ± 1 215 895.
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan gerakan anggota tubuh yang dihasilkan oleh otototot rangka sebagai bentuk dari pengeluaran energi (Hoeger et al. 2001). Jenis aktivitas fisik yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi tingkat aktivitas fisik, kebiasaan aktivitas fisik berat, lama menonton televisi dan lama tidur. Tingkat Aktivitas Fisik Penilaian aktivitas fisik contoh dilakukan dengan menggunakan perhitungan tingkat aktivitas fisik atau Physical Activity Level (PAL) yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang dan berat berdasarkan ketentuan FAO/WHO/UNU (2001). Sebanyak 47.3% contoh memiliki aktivitas fisik kategori ringan, 32.7% kategori sedang dan 20.0% kategori berat dengan rata-rata PAL keseluruhan contoh sebesar 1.7 ± 0.3. Sebagian besar contoh memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan. Hal tersebut berkaitan dengan jenis pekerjaan contoh yang mayoritas merupakan ibu rumah tangga, sehingga sebagian besar waktu luangnya dihabiskan untuk kegiatan ringan seperti tidur, mengobrol dan menonton televisi. Hasil ini didukung penelitian Rosdiana (2014) bahwa sebanyak 84.4% ibu rumah tangga di daerah perdesaan memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan. Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik disajikan pada tabel berikut. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik Tingkat AktivitasFisik Ringan (1.4 ≤ PAL ≤ 1.69) Sedang (1.7 ≤ PAL ≤ 1.99) Berat (2.00 ≤ PAL ≤ 2.40) x̄ ± SD Total
n 26 18 11
% 47.3 32.7 20.0 1.7 ± 0.3
55
100
Kebiasaan Aktivitas Fisik Berat Aktivitas fisik berat adalah kegiatan yang secara terus-menerus dilakukan minimal 10 menit sampai meningkatnya denyut nadi dan napas lebih cepat dari biasanya serta umumnya dilakukan minimal tiga hari dalam satu minggu (Depkes 2013). Contoh yang memiliki kebiasaan melakukan aktivitas fisik berat adalah
14
sebanyak 41.8% sedangkan sisanya sebanyak 58.2% contoh tidak memiliki kebiasaan melakukan aktivitas fisik berat. Jenis aktivitas fisik berat yang dilakukan oleh contoh meliputi berbagai kegiatan pertanian berupa memotong, mengangkut dan memukul padi, membersihkan sawah serta menimba air karena sebagian besar contoh yang memiliki kebiasaan aktivitas fisik berat bekerja sebagai buruh tani. Sebanyak 47.8% contoh melakukan aktivitas fisik berat dengan durasi > 5 jam/hari, sedangkan contoh yang melakukan aktivitas fisik berat selama < 4 jam/hari dan 4 – 5 jam/hari masing-masing sebanyak 26.1%. Rata-rata contoh melakukan aktivitas fisik berat selama 4.7 ± 1.9 jam/hari dengan rentang 1 – 8 jam/hari. Tabel 5 berikut menyajikan data sebaran contoh berdasarkan kebiasaan dan durasi aktivitas fisik berat. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan dan durasi aktivitas fisik berat Kebiasaan Aktivitas Fisik Berat Ya Tidak Total Durasi Aktivitas Fisik Berat < 4 Jam/Hari 4 – 5 Jam/Hari > 5 Jam/Hari x̄ ± SD Total
n 23 32 55 n 6 6 11
% 41.8 58.2 100 % 26.1 26.1 47.8 4.7 ± 1.9
23
100
Lama Menonton Televisi Menonton televisi merupakan salah satu kegiatan yang paling sering dilakukan untuk mengisi waktu luang. Penelitian yang dilakukan Sofiasilmy (2013) di wilayah perdesaan Propinsi Jawa Barat menemukan bahwa mayoritas penduduk perdesaan menonton televisi hampir setiap hari dengan durasi rata-rata yang cukup tinggi yaitu 3 jam/hari. Kebiasaan contoh menonton televisi pada penelitian ini ditentukan berdasarkan lama waktu yang digunakan contoh untuk menonton televisi dalam satu hari. Data tersebut kemudian dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan Cleland (2008). Contoh yang memiliki kebiasaan menonton televisi dengan durasi ≤ 1 jam/hari adalah sebanyak 34.5%, durasi 1.1 – 2 jam/hari sebanyak 14.5%, durasi 2.1 – 3 jam/hari sebanyak 16.4% dan durasi > 3 jam/hari sebanyak 34.5%. Rata-rata keseluruhan contoh menonton televisi dengan durasi 2.4 ± 2.2 jam/hari dengan rentang 0 – 8 jam/hari. Tabel 6 berikut menyajikan data sebaran contoh berdasarkan lama menonton TV. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan lama menonton TV Lama Menonton TV ≤ 1 Jam/Hari 1.1 – 2 Jam/Hari 2.1 – 3 Jam/Hari > 3 Jam/Hari x̄ ± SD Total
n 19 8 9 19
% 34.5 14.5 16.4 34.5 2.4 ± 2.2
55
100
15
Menurut Hu et al. (2003), kebiasaan menonton televisi berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas. Setiap penambahan 2 jam waktu untuk menonton televisi akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 23%. Menonton televisi dapat mengurangi waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas lain, seperti olahraga. Selain itu menonton televisi juga berhubungan dengan peningkatan asupan energi. Orang-orang cenderung mengonsumsi camilan saat menonton televisi dan jumlah yang dikonsumsi seringkali tidak diperhatikan sehingga asupan menjadi berlebih (Williams et al. 2008). Lama Tidur Tidur merupakan kebutuhan dasar setiap orang agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pola tidur yang cukup dan teratur dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan bagi tubuh (Guyton & Hall 2007). Lama tidur yang diteliti dalam penelitian ini adalah lamanya waktu tidur contoh pada malam hari. Contoh yang memiliki lama tidur < 7 jam/hari adalah sebanyak 23.6%, lama tidur 7 – 9 jam/hari sebanyak 65.5% dan lama tidur > 9 jam/hari sebanyak 10.9%. Berdasarkan Hirshkowitz (2015), lama tidur yang dianjurkan untuk kelompok usia dewasa adalah 7 – 9 jam/hari. Lama tidur contoh berkisar antara 1.9 – 13.0 jam/hari dengan rata-rata sebesar 7.4 ± 1.7 jam/hari. Data tersebut menunjukkan bahwa lama tidur pada sebagian besar contoh sudah tergolong cukup. Sebaran contoh berdasarkan lama tidur disajikan pada tabel 7 berikut. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan lama tidur Lama Tidur < 7 Jam/Hari 7 – 9 Jam/Hari > 9 Jam/Hari x̄ ± SD Total
n 13 36 6
% 23.6 65.5 10.9 7.4 ± 1.7
55
100
Theorell-Haglow et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan antara lama tidur di malam hari dengan obesitas sentral pada wanita. Lama tidur yang singkat (<5 jam/hari) berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas sentral. Penelitian Mezick et al. (2014) juga menunjukkan hal serupa yaitu terdapat hubungan negatif antara lama tidur yang singkat dengan IMT dan lingkar perut pada wanita. Kurang tidur di malam hari dapat meningkatkan produksi hormon yang mengatur rasa lapar yaitu hormon ghrelin sehingga rasa lapar ikut meningkat. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya asupan energi ini, yang jika terjadi dalam jangka panjang maka dapat menyebabkan kenaikan berat badan serta obesitas (Schmid et al. 2008).
Pola Konsumsi Pangan Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jumlah dan jenis bahan makanan yang biasa dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dalam frekuensi dan jangka waktu tertentu (Kemenkes 2011). Tujuan seseorang dalam mengonsumsi suatu jenis pangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan biologis,
16
psikologis, fisiologis serta sosiologis (Sulistyoningsih 2012). Pola konsumsi pangan pada penelitian ini terdiri dari beberapa kebiasaan konsumsi pangan yang diduga memiliki risiko bagi kesehatan, yaitu kebiasaan konsumsi kopi, konsumsi makanan berlemak, konsumsi makanan asin dan awetan serta konsumsi makanan/minuman manis. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan Kebiasaan Konsumsi Pangan Konsumsi Kopi Ya Tidak Total Konsumsi Makanan Berlemak Sering Jarang Total Konsumsi Makanan Asin dan Awetan Sering Jarang Total Konsumsi Makanan/Minuman Manis Sering Jarang Total
n
%
14 41 55
25.5 74.5 100
35 20 55
63.6 36.4 100
38 17 55
69.1 30.9 100
30 25 55
54.5 45.5 100
Konsumsi Kopi Kopi mengandung senyawa kafein yang merupakan senyawa alkaloid, memiliki efek merangsang otak dan saraf simpatis, meningkatkan aktivitas jantung serta bersifat diuretik (Lelyana 2008). Efek dari kafein dapat terasa setelah 15 menit mengonsumsinya. Kafein yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan ketergantungan dengan gejala antara lain sakit kepala, lemah/lesu serta nyeri otot (Nuryati 2009). Kebiasaan konsumsi kopi merupakan perilaku contoh dalam mengonsumsi kopi secara sengaja dan berulang. Sebanyak 25.5% contoh memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi, sedangkan sisanya sebanyak 74.5% contoh tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi. Jenis kopi yang dikonsumsi contoh merupakan kopi instan, hal ini diduga karena rasa kopi instan yang lebih enak serta penyajiannya yang praktis. Rata-rata konsumsi kopi contoh adalah 0.8 0.8 cangkir/hari dengan jumlah maksimal 3 cangkir/hari. Kandungan kafein dalam 1 cangkir (180 ml) kopi instan berdasarkan Weinberg dan Bealer (2002) adalah 100 mg, sedangkan batas normal konsumsi kafein per hari adalah 300 mg atau setara dengan 3 cangkir kopi/hari (Febriani 2015). Hal ini berarti bahwa konsumsi kopi contoh masih dalam batas normal yaitu tidak ada yang lebih dari 3 cangkir/hari.
17
Konsumsi Makanan Berlemak Lemak merupakan penghasil energi terbesar dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Makanan berlemak memberikan stimulasi rasa enak ketika dikonsumsi serta dapat melemahkan atau menunda sinyal yang mengatur rasa kenyang, sehingga sering menyebabkan terjadinya konsumsi yang berlebihan (WHO 2000). Konsumsi makanan berlemak dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti obesitas, hipertensi serta penyakit kardiovaskular. Kebiasaan konsumsi makanan berlemak pada penelitian ini dikategorikan menjadi sering dan jarang. Contoh dikatakan sering mengonsumsi makanan berlemak apabila mengonsumsi ≥ 3 kali/hari dan jarang apabila < 3 kali/hari. Sebagian besar contoh (63.6%) memiliki kebiasaan sering mengonsumsi makanan berlemak dengan rata-rata konsumsi keseluruhan contoh sebanyak 3.8 1.5 kali/hari. Tingginya konsumsi contoh akan makanan berlemak disebabkan karena hampir setiap hari lauk yang dikonsumsi contoh diolah dengan cara digoreng. Hasil ini sejalan dengan Depkes (2013) yang menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan proporsi penduduk tertinggi dalam mengonsumsi makanan berlemak dan gorengan yaitu sebesar 50.1%. Konsumsi Makanan Asin dan Awetan Makanan asin adalah makanan yang ditambahkan garam atau penguat rasa dalam jumlah banyak sehingga umumnya mengandung kadar natrium yang tinggi. Natrium juga banyak terdapat pada makanan yang diawetkan yaitu dalam bentuk natrium benzoat atau natrium metabisulfit (Hanum 2014). Konsumsi makanan asin dan awetan secara berlebihan dapat menyebabkan kadar natrium dalam tubuh tinggi, sehingga berisiko menimbulkan penyakit khususnya hipertensi. Hasil Riskesdas menunjukkan bahwa proporsi penduduk yang sering mengonsumsi makanan asin di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 45.3%, yaitu merupakan yang tertinggi di Indonesia (Depkes 2013). Kebiasaan konsumsi makanan asin dan awetan pada contoh terbilang sering jika contoh mengonsumsi ≥ 1 kali/hari. Berdasarkan Tabel 8, sebanyak 69.1% contoh memiliki kebiasaan sering mengonsumsi makanan asin dan awetan. Ratarata konsumsi keseluruhan contoh adalah sebanyak 1.4 0.8 kali/hari. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi makanan asin dan awetan pada contoh terbilang cukup tinggi. Salah satu penyebab tingginya konsumsi tersebut adalah karena hampir setiap hari contoh mengonsumsi lauk ikan asin. Sebagian besar contoh gemar mengonsumsi ikan asin karena harganya yang murah sehingga mudah didapat serta rasanya yang enak. Konsumsi Makanan/Minuman Manis Makanan dan minuman manis umumnya memiliki kandungan gula yang tinggi sehingga berkontribusi terhadap peningkatan asupan energi. Konsumsi makanan/minuman manis dapat meningkatkan lemak tubuh akibat densitas energi yang tinggi, efek rasa lezat dari makanan manis serta efek yang melemahkan rasa kenyang (Drewnowski 2007). Tingginya konsumsi makanan/minuman manis dapat meningkatkan nafsu makan sehingga asupan energi menjadi berlebih, akibatnya cadangan lemak juga meningkat. Cadangan lemak yang menumpuk pada rongga
18
abdomen dapat menyebabkan obesitas sentral, sedangkan apabila menumpuk pada pembuluh darah dapat menimbulkan risiko hipertensi (Johnson et al. 2007). Konsumsi makanan/minuman manis pada penelitian ini dikatakan sering apabila dikonsumsi ≥ 1 kali/hari. Sebanyak 54.5% contoh tergolong sering mengonsumsi makanan/minuman manis, sedangkan sebanyak 45.5% contoh jarang mengonsumsi makanan/minuman manis. Rata-rata konsumsi makanan/minuman manis pada keseluruhan contoh adalah sebanyak 1.2 1.1 kali/hari sehingga tergolong cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan antara lain karena sebagian besar contoh memiliki kebiasaan mengonsumsi teh manis setiap hari serta gemar mengonsumsi camilan manis seperti kue, donat dan biskuit.
Indeks Massa Tubuh Penentuan status gizi menggunakan indikator IMT merupakan metode yang paling umum digunakan. Perhitungan IMT dilakukan dengan membagi berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m). Data tersebut kemudian digolongkan ke dalam empat kategori status gizi berdasarkan Depkes (2013) yaitu kurus, normal, overweight dan obesitas. Sebagian besar (58.2%) contoh memiliki status gizi normal. Contoh yang memiliki status gizi kurus adalah sebanyak 9.1%, status gizi overweight 14.5% dan status gizi obesitas 18.2%. Rata-rata status gizi contoh adalah 23.8 ± 4.1 kg/m2 dengan rentang 16.3 – 33.0 kg/m2. Data ini serupa dengan hasil penelitian Yunianto (2015) yang menunjukkan bahwa sebagian besar (51.8%) wanita dewasa di perdesaan Jawa Barat memiliki status gizi normal. Sebaran contoh berdasarkan status gizi yang ditentukan menggunakan indikator IMT disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi Kurus Normal Overweight Obesitas x̄ ± SD Total
n 5 32 8 10
% 9.1 58.2 14.5 18.2 23.8 ± 4.1
55
100.0
Status gizi menjadi gambaran derajat kesehatan seseorang sebagai refleksi dari konsumsi pangan dan penggunaannya oleh tubuh. Proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta daya tahan tubuh dapat bekerja optimal apabila didukung status gizi yang baik. Sebaliknya, status gizi yang berlebih akibat tingginya asupan energi dapat meningkatkan risiko berbagai macam penyakit degeneratif (Hidayat 2008).
19
Lingkar Perut Pengukuran lingkar perut merupakan metode sederhana yang umum digunakan untuk mendeteksi obesitas sentral. Kejadian obesitas sentral ditandai oleh adanya kelebihan lemak tubuh disertai penumpukkan lemak viseral di perut. Obesitas sentral merupakan faktor risiko yang berkaitan erat dengan berbagai penyakit kronis. Beberapa penelitian menemukan bahwa peningkatan risiko kesehatan lebih berhubungan dengan obesitas sentral dibandingkan dengan obesitas umum. Hal tersebut disebabkan tingginya kadar lemak viseral yang menumpuk di bagian abdomen tubuh (WHO 2000). Penelitian kohort yang dilakukan Koster et al. (2008) menunjukkan bahwa subyek yang memiliki lingkar perut besar meskipun IMT normal berisiko kematian 20% lebih tinggi dibandingkan subyek yang memiliki lingkar perut dan IMT normal. Berdasarkan Depkes (2013) diketahui bahwa prevalensi obesitas sentral di Indonesia adalah sebesar 26.6%, meningkat 7.8% dari tahun 2007 (18.8%). Prevalensi obesitas sentral di Jawa Barat tergolong cukup tinggi, hampir setara dengan prevalensi nasional yaitu sebesar 26.4%. Lebih dari setengah (65.5%) contoh mengalami obesitas sentral sedangkan sisanya sebanyak 34.5% contoh memiliki lingkar perut normal. Rata-rata lingkar perut keseluruhan contoh adalah sebesar 83.4 ± 11.0 cm dengan rentang 64.6 – 111.0 cm. Hasil serupa diperoleh pada penelitian yang dilakukan Rosdiana (2014) bahwa prevalensi wanita dewasa di perdesaan Tasikmalaya yang mengalami obesitas sentral juga cukup tinggi yaitu sebesar 69.8%. Tabel 10 berikut menyajikan sebaran contoh berdasarkan lingkar perut. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan lingkar perut Lingkar Perut Normal (< 80 cm) Obesitas Sentral (≥ 80 cm) x̄ ± SD Total
n 19 36
% 34.5 65.5 83.4 ± 11.0
55
100.0
Tekanan Darah Tekanan darah merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh pompa jantung pada dinding arteri untuk membawa darah ke seluruh tubuh. Keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara persisten dinamakan tekanan darah tinggi atau hipertensi (Depkes 2013). NIH (2004) menetapkan kriteria hipertensi sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena pada umumnya tidak menimbulkan gejala dan baru terdeteksi ketika sudah terjadi komplikasi (Damanik 2011). Jika tidak ditangani dengan baik maka hipertensi dapat mengakibatkan berbagai penyakit seperti stroke, gagal ginjal, miokardium infark serta aneurisma (Nelms et al. 2011). Berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik, terdapat 23.6% contoh yang tergolong hipertensi tingkat I dan 25.5% contoh yang terglong hipertensi tingkat II. Jika dikategorikan berdasarkan tekanan darah sistolik maka contoh yang tergolong hipertensi I dan hipertensi II masing-masing sebanyak 20.0%, tergolong
20
prehipertensi sebanyak 45.5% dan sisanya sebanyak 14.5% tergolong normal. Ratarata tekanan darah sistolik keseluruhan contoh adalah 140.4 23.3 mmHg. Jika berdasarkan tekanan darah diastolik, sebanyak 20.0% contoh tergolong hipertensi tingkat I, 16.4% contoh tergolong hipertensi tingkat II, 29.1% contoh tergolong prehipertensi dan 34.5% contoh tergolong normal dengan rata-rata tekanan darah diastolik keseluruhan contoh sebesar 85.7 ± 12.4 mmHg. Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah Kategori Tekanan Darah Normal Prehipertensi Hipertensi Tingkat 1 Hipertensi Tingkat 2 x̄ ± SD
Sistolik n % 8 14.5 25 45.5 11 20.0 11 20.0 140.4 ± 23.3
Diastolik n % 19 34.5 16 29.1 11 20.0 9 16.4 85.7 ± 12.4
Sistolik dan Disatolik n % 6 10.9 22 40.0 13 23.6 14 25.5
Berdasarkan rata-rata tekanan darah sistolik serta tekanan darah diastolik keseluruhan contoh diketahui bahwa hanya sebagian kecil contoh yang memiliki tekanan darah normal, sedangkan selebihnya tergolong prehipertensi, hipertensi tingkat I dan hipertensi tingkat II. Penelitian Rosdiana (2014) di perdesaan Tasikmalaya menunjukkan hasil yang serupa, yaitu prevalensi wanita dewasa yang tergolong prehipertensi, hipertensi tingkat I dan hipertensi tingkat II (76.0%) lebih tinggi dibandingkan dengan yang tergolong normal (24%). Hasil ini didukung data Depkes (2013) yang menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 29.4%, lebih tinggi dari prevalensi nasional (25.8%).
Hubungan antar Variabel Hubungan antar variabel yang diuji pada penelitian ini adalah hubungan IMT, lingkar perut dan tekanan darah dengan aktivitas fisik serta pola konsumsi pangan. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman diketahui bahwa variabel-variabel yang berhubungan secara signifikan adalah IMT dengan aktivitas fisik berat serta lingkar perut dengan aktivitas fisik berat. Terdapat pula kecenderungan hubungan signifikan antara tekanan darah diastolik dengan konsumsi makanan asin dan awetan. Hubungan antar variabel disajikan pada Tabel 12. Hubungan Aktivitas Fisik dengan IMT Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dengan IMT (p=0.167), namun terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan aktivitas fisik berat dengan IMT (p=0.041). Korelasi antar kedua variabel bernilai negatif (r = -0.277). Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan bahwa semakin lama contoh melakukan aktivitas fisik berat maka IMTnya semakin rendah. Penelitian yang dilakukan Rennie et al. (2003) pada populasi dewasa di Inggris menunjukkan hasil yang serupa, yaitu terdapat hubungan yang signifikan negatif antara aktivitas fisik berat dengan IMT. Contoh
21
yang aktivitas fisiknya tergolong tinggi memiliki IMT yang lebih rendah. Hankinson et al. (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa aktivitas fisik berat yang dilakukan minimal 30 menit per hari secara rutin dapat membantu mencegah kenaikan berat badan secara berlebihan, khususnya pada wanita. Tabel 12 Hubungan antar variabel Variabel IMT – PAL IMT – Aktivitas fisik berat IMT – Lama menonton TV IMT – Lama tidur IMT – Konsumsi makanan berlemak IMT – Konsumsi makanan/minuman manis Lingkar perut – PAL Lingkar perut – Aktivitas fisik berat Lingkar perut – Lama menonton TV Lingkar perut – Lama tidur Lingkar perut – Konsumsi makanan berlemak Lingkar perut – Konsumsi makanan/minuman manis Tekanan darah sistolik – PAL Tekanan darah sistolik – Aktivitas fisik berat Tekanan darah sistolik – Konsumsi kopi Tekanan darah sistolik – Konsumsi makanan berlemak Tekanan darah sistolik – Konsumsi makanan asin dan awetan Tekanan darah diastolik – PAL Tekanan darah diastolik – Aktivitas fisik berat Tekanan darah diastolik – Konsumsi kopi Tekanan darah diastolik – Konsumsi makanan berlemak Tekanan darah diastolik – Konsumsi makanan asin dan awetan
r -0.189 -0.277 0.099 0.059 -0.142 -0.130 -0.162 -0.298 0.188 0.088 -0.103 -0.136 0.063 0.115 -0.130 -0.026 -0.183 -0.145 -0.147 -0.047 -0.073 -0.265
p 0.167 0.041 0.473 0.670 0.301 0.345 0.238 0.027 0.169 0.523 0.454 0.322 0.647 0.405 0.345 0.849 0.180 0.292 0.284 0.736 0.598 0.051
Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama menonton televisi dengan IMT (p=0.473). Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Bowman (2006) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama menonton televisi dengan IMT. Menonton televisi selama lebih dari 2 jam/hari berhubungan dengan IMT yang tinggi serta kejadian overweight dan obesitas. Menurut Cameron et al. (2003) menonton televisi selama ≥ 3 jam/hari dapat meningkatkan risiko obesitas sebesar 1.30-2.67 kali. Tingginya waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi akan mengurangi waktu yang dapat digunakan untuk melakukan aktivitas lainnya sehingga aktivitas fisik cenderung menjadi rendah. Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengkaji hubungan antara kebiasaan menonton televisi dengan olahraga menunjukkan hubungan negatif antara kedua variabel. Hal tersebut menandakan bahwa subyek yang sering menonton televisi cenderung jarang melakukan olahraga. Selain itu, umumnya menonton televisi dilakukan sambil mengonsumsi camilan dan seringkali jumlahnya tidak diperhatikan. Berkurangnya waktu untuk melakukan aktivitas fisik serta tingginya asupan energi dari camilan saat menonton televisi tersebut diduga menjadi penyebab meningkatnya berat badan (Williams et al. 2008). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi (p=0.670) yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara lama tidur dengan IMT. Menurut Di Milia et al. (2013), lama tidur memiliki kaitan dengan kejadian obesitas. Subyek
22
yang memiliki lama tidur ≤ 6 jam/hari berisiko mengalami obesitas hingga 2.13 kali dibandingkan subyek yang memiliki lama tidur > 6 jam/hari. Kurang tidur di malam hari dapat meningkatkan berat badan salah satunya karena terganggunya keseimbangan hormon yang mengatur rasa lapar yaitu hormon leptin dan grehlin sehingga menyebabkan rasa lapar meningkat. Meningkatnya rasa lapar tersebut berdampak pada asupan energi yang juga ikut menjadi tinggi, akibatnya terjadi kenaikan berat badan. Hubungan Pola Konsumsi Pangan dengan IMT Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan berlemak dengan IMT (p=0.301). Garaulet et al. (2001) menyatakan bahwa konsumsi lemak merupakan faktor risiko terpenting yang berkontribusi terhadap kejadian obesitas. Guallar-Castillon et al. (2007) dalam penelitiannya pada populasi usia 29-69 tahun di Spanyol menemukan bahwa makanan yang digoreng memiliki hubungan signifikan positif dengan obesitas karena dapat meningkatkan asupan energi akibat tingginya kandungan lemak. Mengurangi konsumsi makanan berlemak dapat mencegah kenaikan badan secara berlebih, sehingga modifikasi diet tersebut dapat membantu mengatasi dan mencegah kejadian obesitas (Drapeau et al. 2004). Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan/minuman manis dengan IMT (p=0.345). Makanan/minuman manis, khususnya minuman manis, merupakan sumber utama gula dalam diet (Chun et al. 2010). Bray et al. (2004) menyatakan bahwa peningkatan konsumsi minuman manis dapat berkontribusi terhadap kejadian obesitas. Hal tersebut disebabkan karena konsumsi minuman manis dapat membuat asupan energi menjadi berlebih sehingga mengakibatkan kenaikan berat badan (Tappy et al. 2010). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Lingkar Perut Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dengan lingkar perut (p=0.238), namun terdapat hubungan signifikan dan korelasi yang bernilai negatif antara kebiasaan aktivitas fisik berat dengan lingkar perut (r=-0.298; p=0.027) yang menunjukkan bahwa semakin lama contoh melakukan aktivitas fisik berat maka semakin kecil lingkar perut contoh. Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Maclnnis (2013) pada populasi dewasa di Australia, yaitu terdapat hubungan signifikan negatif antara aktivitas fisik berat dengan lingkar perut. Irwin et al. (2003) dalam penelitiannya pada 168 wanita usia dewasa di Seattle menemukan bahwa aktivitas berat yang dilakukan minimal 200 menit/minggu atau kurang lebih 30 menit/hari selama setahun dapat menurunkan lemak abdominal sebanyak 6.9%. Aktivitas fisik dapat menurunkan obesitas sentral melalui mekanisme penggunaan lemak dari bagian intra abdomen, sehingga menyebabkan distribusi kembali jaringan adiposa (Koh-Banerjee et al. 2003). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama menonton televisi dengan lingkar perut (p=0.169). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Thorp et al. (2010) pada populasi usia dewasa di Australia, diperoleh hasil bahwa lama menonton televisi berpengaruh terhadap lingkar perut. Penelitian lain yang dilakukan Cameron et al. (2003) menunjukkan
23
bahwa risiko obesitas sentral dapat meningkat 1.55-3.32 kali pada subyek yang menonton televisi selama ≥ 3 jam/hari. Ketidaksesuaian antara hasil pada penelitian ini dengan penelitian lainnya diduga disebabkan karena perbedaan dalam metode yang digunakan. Kebiasaan menonton televisi pada penelitian lain diukur selama satu minggu, sedangkan pada penelitian ini kebiasaan menonton televisi hanya berdasarkan kebiasaan pada satu hari. Berdasarkan uji korelasi Spearman didapatkan nilai signifikansi (p=0.523) yang menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara lama tidur dengan lingkar perut subjek. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Ford et al. (2014) bahwa lama tidur memiliki hubungan signifikan negatif dengan lingkar perut. Studi yang dilakukan pada populasi dewasa di Amerika tersebut menunjukkan bahwa kelompok subyek dengan lama tidur ≤ 6 jam/hari memiliki rata-rata lingkar perut 3.4±1.0 cm lebih besar dibandingkan kelompok subyek dengan lama tidur ≥ 10 jam/hari. Perbedaan hasil pada penelitian ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar contoh memiliki lama tidur yang tergolong normal atau cukup. Hubungan Pola Konsumsi Pangan dengan Lingkar Perut Berdasarkan uji korelasi Spearman, konsumsi lemak tidak berhubungan signifikan dengan lingkar perut (p=0.454). Penelitian yang dilakukan Drapeau et al. (2004) menunjukkan bahwa konsumsi makanan berlemak dapat meningkatkan lingkar perut dan berat badan. Hal serupa dikemukakan pula oleh Guallar-Castillon et al. (2007) bahwa konsumsi makanan yang digoreng berhubungan signifikan positif dengan obesitas sentral akibat tingginya asupan energi dari makanan tersebut. Berdasarkan uji korelasi Spearman, konsumsi makanan/minuman manis tidak berhubungan signifikan terhadap lingkar perut dengan nilai signifikansi (p=0.322). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Bermudez dan Gao (2010) yang menunjukkan bahwa konsumsi minuman manis secara berlebih dapat meningkatkan risiko obesitas sentral sebesar 2.1 kali. Drewnowski (2007) dalam review-nya menyatakan bahwa fenomena urbanisasi pada negara berkembang erat kaitannya dengan peningkatan konsumsi makanan/minuman manis. Mekanisme konsumsi makanan/minuman manis dapat meningkatkan lemak tubuh berkaitan dengan tingginya densitas energi dan efek rasa lezat dari makanan/minuman manis serta lemahnya efek rasa kenyang. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara tingkat aktivitas fisik dengan tekanan darah sistolik (p=0.647) dan tekanan darah diastolik (p=0.292). Begitu pula hasil uji korelasi Spearman pada kebiasaan aktivitas berat menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan aktivitas fisik berat dengan tekanan darah sistolik (p=0.405) dan tekanan darah diastolik (p=0.284). Temuan ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Healy et al. (2008) yaitu terdapat hubungan signifikan negatif antara aktivitas fisik dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Review oleh Wallace (2003) menyatakan bahwa olahraga dengan durasi 20-60 menit/hari yang dilakukan 3-5 kali/minggu bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Sementara itu, dalam laporan JNC VII (2003) olahraga yang disarankan untuk menurunkan
24
tekanan darah adalah olahraga aerobik dengan durasi minimal 40 menit, intensitas ringan-sedang serta frekuensi minimal 3 kali/minggu. Hubungan Pola Konsumsi Pangan dengan Tekanan Darah Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi kopi dengan tekanan darah sistolik (p=0.345) dan tekanan darah diastolik (p=0.736). Sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti korelasi antara konsumsi kopi dengan tekanan darah, namun sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa konsumsi kopi tidak meningkatkan risiko hipertensi (Renda & De Caterina 2015). Song et al. (2016) menyatakan bahwa konsumsi kopi berhubungan signifikan negatif dengan hipertensi, sedangkan berdasarkan Corti et al. (2002) konsumsi kopi dapat meningkatkan tekanan darah pada subyek yang tidak terbiasa mengonsumsi kopi namun tidak pada subyek yang terbiasa mengonsumsi kopi. Penelitian lain yang dilakukan Winkelmayer et al. (2005) pada 155 594 wanita di Amerika dengan desain studi kohort menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi. Konsumsi kopi pada penelitian ini tidak berhubungan dengan tekanan darah diduga disebabkan karena sebagian besar contoh tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi, sedangkan pada subyek yang terbiasa mengonsumsi pun tidak ada yang jumlah konsumsinya melebihi batas maksimal per hari. Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan signifikan antara konsumsi makanan berlemak dengan tekanan darah sistolik (p=0.849) maupun tekanan darah diastolik (p=0.598). Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian Sugiharto (2007) yang menunjukkan bahwa konsumsi lemak, khususnya lemak jenuh, dapat meningkatkan risiko hipertensi sebesar 7.72 kali. Sayon-Orea et al. (2013) yang melakukan penelitian kohort di Spanyol menyatakan bahwa konsumsi makanan gorengan berhubungan signifikan positif dengan tekanan darah. Menurut Cahyono (2012) makanan tinggi lemak setelah masuk ke saluran pencernaan akan diserap oleh pembuluh darah sehingga konsumsi dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penimbunan lemak, khususnya kolesterol, di pembuluh darah. Penumpukan kolesterol tersebut lama-lama dapat menyumbat pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadinya hipertensi. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa konsumsi makanan asin dan awetan tidak berhubungan signifikan dengan tekanan darah sistolik (p=0.180) namun terdapat kecenderungan hubungan dengan tekanan darah diastolik (p=0.051). Korelasi antara konsumsi makanan asin dan awetan dengan tekanan darah diastolik tersebut bernilai negatif (r=-0.265) yang berarti tekanan darah diastolik lebih tinggi pada contoh yang jarang mengonsumsi makanan asin dan awetan. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Sugiharto (2007) yang menyatakan bahwa kebiasaan konsumsi makanan asin dapat meningkatkan risiko hipertensi sebesar 3.95 kali. Selain itu, Farid (2010) juga menemukan adanya hubungan signifikan positif antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan asupan natrium akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Konsumsi natrium secara berlebihan akan merangsang sekresi renin yang dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah perifer sehingga berdampak pada meningkatnya tekanan darah (Almatsier 2005). Perbedaan hasil pada penelitian ini kemungkinan disebabkan karena contoh yang
25
memiliki tekanan darah tinggi sudah mengurangi konsumsi makanan asin sebagai upaya untuk menjaga tekanan darahnya agar tidak semakin meningkat.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lebih dari setengah contoh berusia ≤ 50 tahun. Pendidikan terakhir mayoritas contoh adalah di tingkat SD. Sebagian besar contoh memiliki besar keluarga yang tergolong kecil. Pekerjaan yang dilakukan sebagian besar contoh adalah sebagai ibu rumah tangga. Rata-rata pendapatan contoh yaitu sebesar Rp 1 814 923 ± 1 215 895. Tingkat aktivitas fisik sebagian besar contoh tergolong ringan. Lebih dari setengah contoh tidak memiliki kebiasaan melakukan aktivitas fisik berat. Durasi sebagian besar contoh dalam melakukan aktivitas fisik berat yaitu > 5 jam/hari. Rata-rata contoh menonton televisi dengan durasi sedang yaitu selama 2.4 ± 2.2 jam/hari. Kebiasaan sebagian besar contoh tidur di malam hari tergolong normal yaitu selama 7-9 jam/hari. Sebagian besar contoh tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi. Contoh yang terbiasa mengonsumsi kopi tergolong masih dalam batas normal yaitu tidak ada yang melebihi 3 cangkir/hari. Lebih dari setengah contoh tergolong sering mengonsumsi makanan berlemak. Makanan yang digoreng merupakan jenis makanan berlemak yang paling sering dikonsumsi oleh contoh. Mayoritas contoh memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan asin dan awetan. Jenis makanan asin dan awetan yang hampir setiap hari dikonsumsi contoh adalah ikan asin. Sebagian besar contoh tergolong sering mengonsumsi makanan/minuman manis. Rata-rata contoh hampir setiap hari mengonsumsi teh manis. Lebih dari setengah contoh memiliki IMT yang tergolong normal dengan rata-rata 23.8 ± 4.1 kg/m2. Sebagian besar contoh tergolong obesitas sentral dengan rata-rata lingkar perut contoh 83.4 ± 11.0 cm. Contoh yang tergolong obesitas berdasarkan pengukuran lingkar perut lebih banyak dibandingkan contoh yang tergolong obesitas berdasarkan IMT. Mayoritas contoh memiliki tekanan darah yang tergolong prehipertensi. Prevalensi contoh yang mengalami hipertensi tingkat 2 lebih tinggi dibandingkan yang mengalami hipertensi tingkat 1. Berdasarkan uji korelasi Spearman terdapat hubungan yang signifikan negatif antara aktivitas fisik berat dengan IMT (r=-0.277; p=0.041) dan lingkar perut (r=-0.298; p=0.027). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik berat dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tingkat aktivitas fisik, lama menonton televisi dan lama tidur tidak memiliki hubungan signifikan dengan IMT, lingkar perut serta tekanan darah. Terdapat kecenderungan hubungan signifikan antara konsumsi makanan asin dan awetan dengan tekanan darah diastolik (r=0.265; p=0.051). Makanan asin dan awetan tidak berhubungan signifikan dengan IMT, lingkar perut dan tekanan darah sistolik. Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi kopi, konsumsi makanan berlemak serta konsumsi makanan/minuman manis dengan IMT, lingkar perut dan tekanan darah.
26
Saran Prevalensi obesitas sentral dan risiko hipertensi pada wanita di Desa Sukamantri, Kabupaten Cianjur tergolong cukup tinggi sehingga diperlukan tindakan penanggulangan untuk mengatasi hal tersebut, contohnya berupa pengadaan kegiatan seperti senam kebugaran secara rutin. Selain itu, pengadaan edukasi gizi terkait pentingnya melakukan aktivitas fisik, khususnya olahraga secara rutin, serta pemilihan konsumsi pangan perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai faktor-faktor yang berisiko menyebabkan obesitas sentral dan hipertensi serta bahaya dari kedua penyakit tersebut. Hasil penelitian ini menemukan bahwa prevalensi obesitas sentral lebih tinggi dibandingkan dengan obesitas umum, bahkan beberapa contoh yang memiliki status gizi IMT normal pun tergolong obesitas sentral. Oleh karena itu, disarankan dalam menentukan status gizi selain melakukan perhitungan IMT sebaiknya dilakukan juga pengukuran lingkar perut untuk dapat meningkatkan akurasi dalam mendeteksi risiko berbagai penyakit.
27
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta(ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Bermudez OI, Xiang G. 2010. Greater consumption of sweetened beverages and added sugars is associated with obesity among US young adults. Ann Nutr Metab. 57:211-218. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN. Bouchard DR, Robert R, Ian J. 2010. Coffee, tea and their additives: association with BMI and waist circumference. Obese Facts. 3:345-352. Bowman SA. 2006. Television-viewing characteristics of adults: correlations to eating practices and overweight and health status. Prev Chronic Dis. 3(2):111. Bray GA, Samara JN, Barry MP. 2004. Consumption of high-fructose corn syrup in beverages may play a role in the epidemic of obesity. Am J Clin Nutr. 79:537-43. Cahyono JBSB. 2012. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta(ID): Kanisius. Cameron AJ, Timothy AW, Paul ZZ, David WD, Neville O, Jo S, Marita D, Damien J, Jonathan ES. 2003. Overweight and obesity in Australia: the 1999-2000 Australian diabetes, obesity and lifestyle study (AusDiab). MJA. 178-427432. Cappuccio FP, Savio S, Ngianga-Bakwin K, Michelle AM, Frances MT, Meena K, Jane EF, Martin JS, Eric JB, Michael GM. Gender-specific associations of short sleep duration with prevlent and incident hypertension; the Whitehall II study. Hypertension. 50:693-700. Chun OK, Chin EC, Ying W, Andrea P, won OS. 2010. Changes in intakes of total and added sugar and their contribution to energy intake in the US. Nutrients. 2:834-854. Cleland VJ, Michael DS, Terence D, Alison JV. 2008. Television viewing and abdominal obesity in young adults: is the association mediated by food and beverage consumption during viewing time or reduced leisure-time physical activity?. Am J Clin Nutr. 87:1148-55. Corti R, Christian B, Isabella S, Lukas S, Edgar H, Frank R, William FC, Thomas FL, Georg N. 2002. Coffee acutely increases sympathetic nerve activity and blood pressure independently of caffeine content: role of habitual versus nonhabitual drinking. Circulation. 106:2935-2940. Damanik R. 2011. Nutrisi dan tekanan darah. [Makalah]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2013. Jakarta(ID): Balitbangkes-Depkes RI. Di Milia L, Corneel V, Mitch JD. 2013. The association between short sleep and obesity after controlling for demographic, lifestyle, work and health related factors. Sleep Medicine. 14:319-323.
28
Donfrancesco C et al. 2013. Excess dietary sodium and inadequate potassium intake in Italy: results of the MINISAL study. Nutr Metab Cardiovasc Dis. 23:850856. Drapeau V, Jean-Pierre D, Claude B, Lucie A, Guy F, Claude L, Angelo T. 2004. Modifications in food-group consumption are related to long-term bodyweight changes. Am J Nutr. 80:29-37. Drewnowski A. 2007. The real contribution of added sugars and fats to obesity. Epidemiol Rev. 29:160-171. Driessen MT, Koppes LLJ, Veldhuis L, Samoocha D, Twisk JWR. Coffee consumption is not related to the metabolic syndrome at the age of 36 years; the Amsterdam Growth and Health Longitudinal Study. European Journal of Clinical Nutrition. 63:536-542. [FAO/WHO/UNU] Food Agriculture Organization, World Health Organization, United Nations University. 2001. Human energy Requirement. Rome (IT): FAO/WHO/UNU. Farid DA. 2010. Hubungan antara asupan natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan serat dengan tekanan darah pada remaja. [Skripsi]. Semarang(ID): Universitas Diponegoro. Febriani R. 2015. Analisis aktivitas fisik, konsumsi sayur, buah dan kopi, serta sindrom metabolik karyawan non-obese di PT Indocement Citeureup. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Ford ES, Chaoyang L, Anne GW, Daniel PC, Geraldine SP, Janet BC. 2014. Sleep duration and body mass index and waist circumference among US adults. Obesity (Silver Spring). 22(2):598-607. Garaulet M, Perez-Llamas F, Canteras M, Tebar FJ, Zamora S. 2001. Endocrine, metabolic and nutritional factors in obesity and their relative significance as studied by factor analysis. International Journal of Obesity. 25:243-251. Guallar-Castillon P et al. 2007. Intake of fried foods is associated with obesity in the cohort of Spanish adults from the European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. Am J Clin Nutr. 86:198-205. Gupta R et al. 2012. High prevalence and low awareness, treatment and control of hypertension in Asian Indian women. J Hum Hypertens. 26(10):585-593. Guyton AC dan Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta(ID): EGC. [IDF] International Diabetes Federation. 2006. The IDF consensus worldwide definition of the Metabolic Syndrome. Belgium: IDF Communications. Hankinson AL, Martha LD, Claude B, Mercedes C, Cora EL, Pamela JS, Kiang L, Stephen S. 2010. Maintaining a high physical activity level over 20 years and weight gain. JAMA. 304(23):2603-2610. Hanum NH. 2014. Faktor risiko hipertensi pada pekerja garmen wanita. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Hayens B et al. 2003. Buku Pintar Menaklukkan Hipertensi. Jakarta(ID): Ladang Pustaka. Healy GN, David WD, Jo S, Jonathan ES, Paul ZZ, Neville O. Television time and continuous metabolic risk in physically active adults. Med Sci Sports Exrc. 40(40):639-645. Hidayat AAA. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Angriani, editor. Jakarta(ID): Salemba Medika.
29
Hirshkowitz M et al. 2015. National Sleep Foundation’s updated sleep duration recommendations: final report. Sleep Health. 1(4):233-243. Hoeger WWK, Sharon AH, Marie AB. 2001. Personal Nutrition Principles and Labs for Fitness and Wellness. Belmont(US): Wadsworth. Hoffmann IS, Luigi XC. 2009. Salt and the metabolic syndrome. Nutr Metab Cardiovasc Dis. 19:123-128. Hu FB, Walter CW, Tricia L, Meir JS, Graham AC, JoAnn EM. Adiposity as compared with physical activity in predicting mortality among women. N Eng J Med. 351:2694-2703. [IDF] International Diabetes Federation. 2006. The IDF consensus worldwide definition of the Metabolic Syndrome. Belgium: IDF Communications. Irwin ML, Yutaka Y, Cornelia MU, Deborah B, Rebecca ER, Robert SS, Michi Y, Erin A, John DP, Anne M. 2003. Effect of exercise on total and intra0abdominal body fat in postmenopausal women. JAMA. 289:323-330. Johnson RJ, Mark SS, Yuri S, Takahiko N, Daniel IF, Duk-Hee K, Michael SG, Steven B, Laura GS. 2007. Potential role of sugar (fructose) in the epidemic of hypertension, obesity and the metabolic syndrome, diabetes, kidney disease, and cardiovascular disease. Am J Clin Nutr. 86:899-906. Kartikasari WR. 2014. Analisis kebiasaan makan masyarakat di sekitar Waduk Cirata, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Strategi nasional penerapam pola konsumsi makanan dan aktivitas fisik untuk mencegah penyakit tidak menular. Jakarta(ID): Kementrian Kesehatan RI. Kim Y, Youjin J. 2016. Prospective association of sugar-sweetened and artificially sweetened beverage intake with risk of hypertension. Arch Cardiovasc Dis. 109(4): 242-253. Koh-Banerjee P, Nain-Feng C, Donna S, Bernard R, Graham C, Walter W, Eric R. 2003. Prospective study of the association of changes in dietary intake, physical activity, alcohol consumption, and smoking with 9-y gain in waist circumference among 16 587 US men. Am J Clin Nutr. 78:719-27. Koning L, Merchant AT, Pogue J, Anand SS. 2007. Waist circumference and waistto-hip- ratio as predictors of cardiovascular events: meta-regression analysis Koster A, Michael FL, Arthur S, Traci M, Kenneth FA, Jacques TM, Albert RH, Tamara BH. 2008. Waist circumference and mortality. Am J epidemiol. 167:1465-1475. Lelyana R. 2008. Pengaruh kopi terhadap kadar asam urat darah studi kasus pada Tikus Rattus Norwegicus Galur Wistar. [Tesis]. Semarang(ID): Universitas Diponegoro. Lemeshow S, David WH. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University. Lu J et al. 2014. The relationship between insulin-sensitive obesity and cardiovascular diseases in a Chinese population: results of the REACTION study. Int J Cardiol. 172:388-394. Maclnnis RJ, Allison MH, Helen GD, Anna P, Lucinda EAJ, Dallas RE, Graham GG. 2013. Predictors of increased body weight and waist circumference for middle-aged adults. Public health Nutrition. 17(5):1097-1097.
30
Mezick EJ, Rena RW, Jeanne MM. 2014. Associations of self-reported and actigraphy-assessed sleep characteristics with body mass index and waist circumference in adults: moderation by gender. Sleep Med. 15(1):64-70. Nelms MN, Kathryn PS, Karen L, Sara LR. 2011. Nutrition Therapy and Pathophysiology, 2nd Edition. Belmont(USA): Wadsworth. Ng M, Fleming T, Robinson M, Thomson B, Graetz N. 2014. Global, regional, ad national prevalence of overweight and obesity in children and adults during 1980-2013: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2013. The Lancet. 384:766-781. [NIH] National Institutes of Health. 2004. Seventh report of the joint national committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7). US Department of Health and Human Services. NIH Publication No. 03-5231. Nuryati S. 2009. Gaya hidup dan status gizi serta hubungannya dengan hipertensi dan diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta. [Tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Ravi S, Odilia IB, Vijayakumar H, Kwan HKC, Preethi V, Aviva M, Sadagopan T, Mohan T. 2016. Sodium intake, blood pressure, and dietary sources of sodium in an adult South Indian population. Annals of Global Health. 82(2): 234-242. Renda G, Raffaele D. Coffee and Hypertension: A Focus on Contrasting Acute and Chronic Effects and Nutrigenetics. Di dalam: Preedy V. editor. Coffee in Health and Disease Prevention. Massachusetts(USA): Academic Press. Hal. 395-402. Rennie KL, McCarthy N, Yazdgerdi S, Marmot M, Brunner E. 2003. Association of the metabolic syndrome with both vigorous and moderate physical activity. International Journal of Epidemiology. 32:600-606. Rosdiana AL. 2014. Pengaruh demografi, sosial-ekonomi, gaya hidup, status gizi dan kesehatan terhadap kejadian obesitas sentral pada ibu rumah tangga. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Salanave B, Vernay M, Deschamps V, Malon A, Oleko A, Hercberg S, Castebon K. 2015. Television viewing duration and blood pressure among 18-74year-old adults. The French nutrition and health survey (ENNS, 20062007). J Sci Med Sport. 19(9):738-743. Sayon-Orea C, Miguel AM, Alfredo G, Flores-Gomez E, Basterra-Gortari FJ, Maira B. 2013. Consumption of fried foods and risk of metabolic syndrome: The SUN cohort study. Clinical Nutrition. 33(3):545-549. Sayon-Orea C, Miguel AM, Alfredo G, Alvaro A, Adriano MP, Maira B. 2015. Baseline consumption and changes in sugar-sweetened beverage consumption and the incidence of hypertension: The SUN project. Clin Nutr. 34(6): 1133-1140. Schmid SM, Manfred H, Kamila J, Jan B, Bernd S. 2008. A single night of sleep deprivation increases ghrelin levels and feelings of hunger in normal-weight healthy men. J Sleep Res. 17:331-334. Shafique S, Akhter N, Stallkamp G, de Pee S, Panagides D, Bloem MW. 2006. Trends of under- and overweight among rural and urban poor women indicate the double burden of malnutrition in Banglades. International Journal of Epidemiology. 36:449-457.
31
Sofiasilmy L. 2013. Motivasi, perilaku menonton dan pemanfaatan materi siaran televisi oleh petani. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Song F, JiEun O, KyungWon L, Mi SC. 2016. The effect of coffee consumption on food group intake, nutrition intake, and metabolic syndrome of Korean adults-2010 KHANES (V-1). NFS Journal. 4:9-14. Song WO, Ying W, Chin EC, Bonita S, Wutae L, Ock KC. 2012. Is obesity development associated with dietary sugar intake in the US?. Nutrition. 28:1137-1141. Sugiharto A. 2007. Faktor-faktor risiko hipertensi grade II pada masyarakat (studi kasus di Kabupaten Karanganyar). [Tesis]. Semarang(ID): Universitas Diponegoro. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor(ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sulistyoningsih H. 2012. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta(ID): Graha Ilmu. Tappy L, Kim AL, Christel T, Nicolas P. 2010. Fructose and metabolic diseases: new findings, new questions. Nutrition. 26:1044-1049. Theorell-Haglow J, Berglund L, Janson C, Lindberg E. 2012. Sleep duration and central obesity in women – differences between short sleepers and long sleepers. Sleep Med. 13(8):1079-1085. Thorp AA, Genevieve NH, Neville O, Jo S, Kylie B, Jonathan ES, Paul ZZ, David WD. 2010. Deleterious association of sitting time and television viewing time with cardiometabolic risk biomarkers. Diabetes Care. 33:327-334. Wallace JP. 2003. Exercise in hypertension; a clinical review. Sports Med. 33(8):115. Weinberg BA dan Bealer BK. 2002. The Miracle of Caffeine: Manfaat Tak terduga Kafein Berdasarkan Penelitian Paling Mutakhir. Warastuti, penerjemah; Ekawati RS dan Aini N, editor. Bandung(ID): PT. Mizan Publika. Terjemahan dari: The Caffeine Advantage. Welsh JA. 2010. Consumption of added sugars and indicators of cardiovascular disease risk among US adolescents and adults. [Dissertation]. Atlanta(USA): Nutrition and Health Science of Emory University. [WHO] World Health Organization. 2000. The Asia-Pacific perspective: Redefining obesity and its treatment. Diakses pada Februari 10 2015. Tersedia di http://www.who.int/nutrition/publications/obesity/09577082_ 1_ 1 /en/ ________________________________. 2011. Global atlas on cardiovascular disease prevention and control. Diakses pada Januari 20 2015. Tersedia di http://www.who.int/cardiovascular_diseases/publications/atlas_cvd/en/ ________________________________. 2015. Cardiovascular diseases (CVDs). Diakses pada Januari 20 2015. Tersedia di http://www.who.int/ mediacentre/factsheets/fs317/en/ ________________________________. 2016. Raised Blood Pressure. Diakses pada November 22 2016. Tersedia di http://www.who.int/entity/gho/ncd/ risk_factors/blood_pressure_text/en/ Williams CJ, Fargnoli JL, Hwang JJ, van Dam RM, Blackburn GL, Hu FB, Mantzoros CS. 2008. Coffee consumption is associated with higher plasma
32
adiponectin concentrations in women with or without type 2 diabetes: a prospective cohort study. Diabetes Care. 31(3):504-507. Wilsgaard T, Bjarne KJ, Egil A. 2005. Determining lifestyle correlates of body mass index using multilevel analyses: the Tromso study, 1979-2001. Am J Epidemiol. 162:1179-1188. Winkelmayer WC, Meir JS, Walter CW, Gary CC. 2005. Habitual caffeine intake and the risk of hypertension in women. JAMA. 294:2330-2335. Wu T, Walter CW, Susan EH, Edward G. 2005. Caffeinated coffee, decaffeinated coffee, and caffeine in relation to plasma c-peptide levels, a marker of insulin secretion, in US women. Diabetes Care. 28:1390-1396. Yi SS, Susan MK. 2014. Associations of sodium intake with obesity, body mass index, waist circumference, and weight. Am J Prev Med. 46(6):e53-e55. Yunianto AE. 2015. Pengetahuan, gaya hidup, dan status gizi serta kaitannya dengan status glukosa darah pada pria dan wanita perdesaan. [Tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Zhou Y et al. 2015. Prevalence and risk factors of hypertension among pre- and post-menopausal women: a cross-sectional study in a rural area of northeast China. Maturitas. 80(3):282-287.
33
LAMPIRAN
KUESIONER HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PANGAN TERHADAP OBESITAS SENTRAL PADA WANITA PERDESAAN
A. COVER 1.
Tanggal Wawancara
A1
:
__________________________ 2014
2.
Nomor Responden
A2
:
___________________________
3.
Nama Responden
A3
:
___________________________
4.
Rt/Rw
A4
:
______________ / _____________
5.
Desa/Kampung
A5
:
Sukamantri
6.
Kecamatan
A6
:
Karang Tengah
7.
No Telepon/HP
A7
:
_____________________________
8.
Jam mulai wawancara
A8
:
____________________________
9.
Jam selesai wawancara
A9
:
____________________________
10. Enumerator
A10 :
1. 2. 3. 4. 5.
Saya setuju untuk diwawancara
_________________________ Tanda tangan dan nama responden
34
B. IDENTITAS RESPONDEN 1.
Jenis Kelamin
B1
:
2.
Umur
B2
:
3.
Tanggal Lahir
B31
:
Tanggal :____________
B32
:
Bulan : ______________
B33
:
Tahun : ______________
4.
Lama Pendidikan
B4
:
5.
Pekerjaan utama
B5
:
1 = Perempuan (Istri) ________________ tahun
________________ tahun 1. Tidak bekerja 2. Petani (pemilik modal/lahan) 3. Buruh Tani (bagi hasil/di gaji) 4. Buruh Bangunan 5. Pedagang 6. PNS/Swasta 7. ABRI 8. Pensiunan 9. Ibu Rumahtangga 10. Lain-lain, sebutkan B5L:________________
6.
Pekerjaan sampingan, sebutkan
B6
:
7.
Jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah
B7
:
____________________ ____________ orang
C. DATA PENGUKURAN ANTROPOMETRI, LINGKAR PERUT dan TEKANAN DARAH RESPONDEN 1.
Berat Badan
C1
=
kg
2.
Tinggi Badan
C2
=
cm
3.
% Lemak tubuh
C3
=
%
4.
Lingkar perut
C4
=
cm
5.
Tekanan Darah (sistolik)
C5
=
mm Hg
6.
Tekanan Darah (diastolik)
C6
=
mm Hg
35
D. PENDAPATAN KELUARGA (Ditanyakan kepada salah satu, ibu atau bapaknya) D1 Sumber No Pendapatan 1 Pekerjaan utama 2 Pekerjaan sampingan 3 Kiriman/pemberian anak/saudara/kerabat 4 Penghasilan dari anggota keluarga yang lain: 1. Anak 2. …………… 3. ……………. 4. …………… 5 Program bantuan (Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sejahtera, dsb) 6 Total pendapatan Keterangan
Hari
D2 Penghasilan1) : Rp per Minggu Bulan2)
Tahun
3)
: 1) Pilih salah satu (hari, minggu, bulan, tahun) 2) Kolom D2 = bulan; untuk merekap kolom sebelumnya dan harus terisi 3) Total semua pendapatan dalam bulan
E. KEBIASAAN MINUM KOPI No 1.
Pertanyaan Apakah Anda minum kopi?
2.
Sebutkan merk/jenis kopi yang biasa diminum Kopi yang biasa dikonsumsi Berapa gelas kopi yang Anda minum? (pilih salah satu perhari/permingg u) Kapan biasanya anda minum kopi? 51. Pagi hari 52. Siang hari
3. 4.
5.
KODE I1
I2
JAWABAN 1. setiap hari 2. 2-6 hari seminggu 3. <1 kali seminggu (atau dalam kondisi tertentu) 4. tidak minum kopi ____________________________________ ____
I3
1. Kopi pahit
I41 I42
____________ gelas/cangkir/hari ____________ gelas/cangkir/minggu
I51 I52 I53
1. Ya 1. Ya
2. Tidak 2. Tidak
2. Kopi manis
36
No
6.
Pertanyaan 53. Sore/malam hari Apakah minum kopi dapat merugikan kesehatan anda?
KODE 1. Ya I6 I6L
JAWABAN 2. Tidak
1. Ya, Sebutkan____________________________ 2. Tidak, Sebutkan _________________________
F. KEBIASAAN OLAHRAGA dan AKTIVITAS FISIK BERAT (DALAM SATU BULAN TERAKHIR) J1
J2
J3 Frekuensi
No
Jenis aktivitas fisik
I 11 12 13 14 15 16 17 18
Olahraga: Senam ………………….. ………………….. …………………. ………………….. …………………… ………………….. ……………………
II
Aktivitas Fisik Berat (jika dilakukan >30 menit, seperti mencangkul, mengangkut barang berat, menggali sumur, dll.): Mengangkut air ………………….. ………………… ………………… ………………… …………………..
21 22 23 24 25 26
Berapa kali/minggu
Berapa kali/bulan
J4 Berapa lama rata-rata setiap kali dilakukan? ……. menit
3
30
1
40
G. AKTIVITAS FISIK RESPONDEN Petunjuk pengisian: Daftar aktivitas fisik ini adalah perincian sluruh aktivitas yang dilakukan dalam 24 jam pada hari kerja.
37
Contoh pengisian: Waktu Pagi (bangun tidur-12.00 WIB) 05.00-05.15 05.15-06.00 06.00-06.30 06.30-07.15 Dst…….. K1 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Waktu
Lama (menit)
15 45 30 45
K2 Lama (menit)
Jenis Aktivitas
Mandi Dandan Sarapan Berangkat kerja
Keterangan
Naik motor
K3
K4
Jenis Aktivitas
Keterangan
38
H. FREKUENSI KONSUMSI PANGAN P1
No . 1.
2.
3.
P2
P3
P4
P5
P6
Frekuensi Pangan (Kali per)1) Jenis Pangan Hari Serealia dan umbi 1. Nasi 2. Nasi beras merah/ hitam 3. Beras ketan 4. Mie instan 5. Roti 6. Singkong rebus 7. Ubi jalar rebus 8. Kentang rebus Pangan Hewani 1. Telur ayam/telur asin/puyuh/bebek (rebus) 2. Ikan pepes/sup ikan (non goreng) 3. Daging Ayam (rebus/pepes/sop/non goreng) 4. Daging Sapi (sop/soto/nongoreng) 5. Daging kambing (sop/soto/nongoreng) 6. Makanan kaleng (Sarden/tuna/corned beef) 7. Daging olahan (nugget/sosis/kaki naga) Pangan Nabati 1. Kacang merah 2. Kacang hijau 3. Kacang tanah 4. Melinjo/tangkil 5. Tahu 6. Tempe 7. Tauco 8. Oncom
Mgg
Bln
Thn
P7
P8
URT per kali makan/ minum
g atau ml per kali makan/ minum
39
P1
No . 4.
P2
P3
P4
P5
P6
Frekuensi Pangan (Kali per)1) Jenis Pangan Hari
Mgg
Bln
Thn
P7
P8
URT per kali makan/ minum
g atau ml per kali makan/ minum
Gula/pemanis 1. Gula pasir/putih (pada minuman) 2. Pemanis buatan (tropicana slim, dll.) 5. Sayuran 1. Sayuran (semua sayuran) 2. Sayuran berwarna Sebutkan (maks. 3 jenis sayuran) yang paling sering Ibu/bapak konsumsi dalam 1 minggu terakhir? ________________________________________________________________ _________ 6. Buah Sebutkan (maks. 3 jenis sayuran) yang paling sering Ibu/bapak konsumsi dalam 1 minggu terakhir? ________________________________________________________________ _________ 7. Minuman 1. Air putih/mineral 2. Susu 3. Teh pahit 4. Minuman manis non kemasan (teh manis, jus buah, sirup, dll) 5. Minuman bersoda (Cocacola/Fanta/ Sprite) 6. Minuman manis kemasan (teh gelas, teh botol, pocari, nu tea, pulpy orange, kuku bima, extrajoss, dll) Kue dan makanan 8. jajanan 1. Kue manis (apem/kue ali/ klepon) 2. Donat 3. Biskuit 4. Bakso 5. Mie ayam 11. Makanan yang digoreng
40
P1
P2
P3
P4
P5
P6
Frekuensi Pangan (Kali per)1)
No .
Jenis Pangan Hari
Mgg
Bln
Thn
P7
P8
URT per kali makan/ minum
g atau ml per kali makan/ minum
1. 2. 3. 4. 5.
Ayam goreng Ikan goreng2) Daging goreng Telur goreng Gorengan (bakwan/tempe/ tahu/singkong/ubi/ pisang) 6. Tempe goreng 7. Tahu goreng 8. Jeroan 9. Makanan bersantan 10. Seafood3) goreng 11. Ikan asin goreng Keterangan :
1)
Pilih salah satu Ikan goreng: termasuk ikan tawar (mas, nila, mujaer, gurame, dll) dan ikan laut (kakap, bawal, dll.) 3) Seafood: hanya untuk kerang, cumi-cumi, udang, kepiting, dll. 2)
41
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Januari 1993 dan merupakan anak kedua dari ayahanda Imo Gandakusuma dan ibunda Ida Larasati. Penulis menempuh pendidikan di TK Tunas Muda IKKT dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke SD Budi Luhur dan lulus pada tahun 2005. Penulis menempuh pendidikan menengah pertama di SMP Budi Luhur dan lulus pada tahun 2008. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2011 di SMAN 112 Jakarta. Selanjutnya, penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan di Program Studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan akademik maupun non-akademik. Penulis aktif sebagai anggota Divisi Hubungan Masyarakat Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) IPB tahun 2013 dan anggota Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) IPB tahun 2014. Selain itu, penulis aktif di berbagai kepanitian seperti Hari Pulang Kampus pada tahun 2012, ANIMAZI pada tahun 2013, MAGNET pada tahun 2013, dll. Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Wirajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor pada bulan Juli-Agustus 2014. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Kerja Lapang dalam bidang Gizi Klinis dan Food Service pada bulan Oktober-November 2014 di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.