HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN, BUAH DAN SAYUR, AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN PRAHIPERTENSI MAHASISWA
WURI WULANDARI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman Instan, Buah dan Sayur Aktivitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi Mahasiswa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016 Wuri Wulandari NIM I14144041
ABSTRAK WURI WULANDARI. Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman Instan, Buah dan Sayur, Aktivitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi Mahasiswa. Dibimbing oleh IKEU EKAYANTI dan KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kebiasaan konsumsi makanan dan minuan instan, buah dan sayur, aktivitas fisik pada mahasiswa dan hubungannya dengan kejadian prahipertensi. Desain dalam penelitian adalah cross sectional study dengan jumlah subjek sebanyak 79 mahasiswa Program Pendidikan Kompetensi Umum (PPKU) IPB yang terdiri dari 37 laki-laki dan 42 perempuan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata subjek mengonsumsi makanan instan 1.8±1.9 kali/minggu dan minuman instan 2.4±3.8 kali/minggu. Rata-rata konsumsi buah subjek 23.8 gram per hari dan konsumsi sayur 21.4 gram per hari. Sebagian besar subjek memiliki asupan natrium cukup, asupan serat kurang, status gizi normal, tekanan darah normal dan aktivitas fisik ringan. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa konsumsi buah dan sayur kurang dari rata-rata, asupan serat kurang, obesitas, serta aktifitas fisik ringan belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Hasil uji multivariat menunjukkan, konsumsi makanan instan meningkatkan kejadian prahipertensi 4.659 kali lebih tinggi dibandingkan tidak mengonsumsi makanan instan dan konsumsi minuman instan menghambat kejadian prahipertensi 73.4% dibandingkan tidak mengonsumsi minuman instan. Kata kunci: aktivitas fisik, kejadian prahipertensi, konsumsi buah dan sayur, konsumsi makanan dan minuman instan
ABSTRACT WURI WULANDARI. Correlation between Instant Food and Instant Beverages Consumption, Fruits and Vegetables, Physical Activity and Prehypertension on Students. Supervised by IKEU EKAYANTI and KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI The aim of this study was to analyze instant food and instant beverages consumption, fruits and vegetables, physical activity, and the correlation with prehypertension on students. The study design was cross sectional with 79 PPKU IPB’s students that consist of 37 male students and 42 female students. The results showed the average of instant food cunsumption was 1.8±1.9 times/week and instant beverages was 2.4±3.8 times/week. The average of fruits consumption was 23.8 gram/day and vegetables consumption was 21.4 gram/day. Most of subjects has adequate sodium intake, inadequate fiber intake, normal blood pressure, normal nutritional status, and relatively light of physical activity. The correlation test showed that lower fruits and vegetables consumption, inadequate fiber intake, obesity, and light of physical activity have not be risk factor, but it were tend to increased prehypertension. Multivariat test showed that instant food consumption
increased prehypertension 4.659 time higher and instant beverages consumption obstructed prehypertension 73.4%. Keywords: fruits and vegetables consumption, instant food and instant beverages consumption, physical activity, prehypertension
HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN, BUAH DAN SAYUR, AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN PRAHIPERTENSI MAHASISWA
WURI WULANDARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulam April sampai Juni 2016 ini yaitu Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman Instan, Buah dan Sayur, Aktivitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi Mahasiswa. Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Ikeu Ekayanti, MS dan dr. Karina Rahmadia E, M.Gz selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Suyatno (almarhum) yang telah memberikan motivasi dan ibu Endang Sri PA, Kakak Woro Asti W dan Reni Sekar K serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga saran dan kritik yang berkaitan dengan skripsi sangat diperlukan agar penulisan sesuai dengan pedoman dan bermanfaat untuk banyak pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman Alih Jenis 8 dan semua pihak atas segala dukungan, masukan dan motivasi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016 Wuri Wulandari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subjek Jenis dan Cara Pengambilan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PPKU Karakteristik Subjek Konsumsi Makanan dan Minuman Instan Asupan Natrium Konsumsi Buah dan Sayur Asupan Serat Status Gizi Aktivitas Fisik Tekanan Darah Hubungan Karakterisik Subjek dengan Kejadian Prahipertensi Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan Kejadian Prahipertensi Hubungan Asupan Natrium dengan Kejadian Prahipertensi Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Kejadian Prahipertensi Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Prahipertensi Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Prahipertensi Faktor Risiko Prahipertensi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
1 1 3 3 4 4 4 5 5 6 6 7 12 13 13 14 15 19 20 24 24 25 27 28
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
45
30 32 32 34 34 36 36 37 37 38
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Variabel, alat, dan cara pengumpulan data Variabel, data yang dibutuhkan dan kategori Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik Sebaran subjek berdasarkan karakteristik Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan Sebaran subjek berdasarkan jenis konsumsi, berat dan kontribusi asupan natrium makanan dan minuman instan Rata-rata berat dan kandungan natrium berdasarkan jenis makanan dan minuman instan Sebaran subjek berdasarkan asupan natrium per hari Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan natrium Sebaran subjek berdasarkan jenis konsumsi buah dan sayur Sebaran subjek berdasarkan jenis buah, frekuensi, berat konsumsi dan kontribusi asupan serat Sebaran subjek berdasarkan jenis buah, frekuensi, berat konsumsi dan kontribusi asupan serat Sebaran subjek berdasarkan status gizi Sebaran subjek berdasarkan jenis aktivitas fisik dan durasi waktu Sebaran subjek berdasarkan aktifitas fisik pada hari libur dan kuliah Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi tekanan sistolik dan diastolik Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi tekanan darah Hubungan karakteristik dengan kejadian prahipertensi Hasil uji karakteristik dengan kejadian prahipertensi Hasil uji hubungan konsumsi makanan dan minuman instan dengan kejadian prahipertensi Hasil uji asupan natrium dengan kejadian prahipertensi Hasil uji konsumsi buah dan sayur dengan kejadian prahipertensi Hasi uji hubungan asupan serat dengan kejadian prahipertensi hasil uji aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi Hasil uji status gizi dengan kejadian prahipertensi
7 8 11 14 16 17 18 19 19 20 21 22 23 25 26 27 28 28 29 31 32 33 34 35 36
DAFTAR GAMBAR 1.
Kerangka pemikiran hubungan konsumsi makanan instan, buah dan sayur, aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi
5
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Kuisioner penelitian Hasil uji regresi logistik bivariat variabel dengan kejadian prahipertensi Hasil uji regresi logistik multivariat variabel dengan kejadian prahipertensi
45 51 53
1 1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas asupan makanan merupakan salah satu faktor penting penentu kesehatan individu. Asupan makanan yang bergizi seimbang akan menghasilkan tubuh yang sehat dan sumber daya manusia yang berkualitas (Kemenkes 2014). Saat ini, kesibukan yang tinggi dan jadwal yang padat seringkali mengubah gaya hidup dan pola konsumsi makan individu menjadi beralih ke makanan yang serba praktis dan cepat. Konsumsi makanan dan minuman cepat saji seperti makanan instan cenderung meningkat. Menurut data World Instant Noodles Association tahun 2014, Indonesia berada pada peringkat kedua dunia setelah China/ Hongkong yang mengonsumsi mi instan terbanyak yaitu sebesar 13.43 juta bungkus per tahun 2014 (WINA 2015). Makanan dan minuman instan tidak hanya disukai oleh anakanak tetapi juga disukai oleh remaja dan dewasa. Mahasiswa termasuk dalam golongan remaja akhir yang membutuhkan asupan gizi yang baik untuk mendukung aktivitasnya Kesibukan mahasiswa yang padat, jauh dari orang tua, menyebabkan mahasiswa harus beradaptasi untuk mempersiapkan kebutuhannya sendiri termasuk dalam pemilihan makanan (Deshpande et al. 2009). Mahasiswa seringkali memilih makanan yang praktis dan cepat dalam penyajiannya seperti makanan instan. Makanan instan memiliki kelebihan dibandingkan makanan lain yaitu rasa yang enak, mudah diperoleh, tersedia dalam beragam varian, harga relatif murah. Makanan instan sangat praktis dan hanya membutuhkan waktu yang singkat dalam pengolahannya (Blackwell 2015). Makanan dan minuman instan sama seperti makanan kemasan lainnya diproduksi dengan penambahan natrium. Penelitian di Amerika menunjukkan, ratarata kandungan natrium pada makanan kemasan komersial tergolong tinggi. Produk daging olahan memiliki rata-rata kandungan natrium sebesar 966 mg per porsi, salad dressing sebesar 1072 mg per 100 gram (Gillespie et al. 2014). Sejalan dengan penelitian di Australia, rata-rata kandungan natrium pada daging olahan sebesar 846 mg per 100 g dan produk sereal sebesar 206 mg per 100 gram (Webster et al. 2010). Penelitian di Hongkong menunjukkan rata-rata mi instan mengandung 840 – 5800 mg natrium per 100 gram makanan (Centre for Food Safety 2009). Pola konsumsi makanan yang tidak seimbang dan tinggi natrium dapat meningkatkan kejadian prahipertensi. Meskipun belum menjadi hipertensi, namun individu yang mengalami prahipertensi dapat berkembang menjadi hipertensi apabila tidak segera mendapatkan perhatian dan penanganan dengan mengubah gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah (Chobanian et al. 2003). Riwayat tekanan darah pada masa anak-anak akan berpengaruh terhadap tekanan darah pada saat dewasa (Redwine and Falkner 2012). Anak-anak prahipertensi memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi terkena hipertensi pada usia dewasa muda (Bao et al. 1995). Remaja prahipertensi memiliki risiko lebih tinggi terkena hipertensi pada usia dewasa dengan perkiraan laju perkembangan antara prahipertensi menjadi hipertensi adalah 7% per tahun (Falkner et al. 2008). Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa hipertensi terjadi tidak hanya pada orang dewasa namun juga pada remaja. Prevalensi hipertensi pada usia ≥18 tahun sebesar 25.8% pada tahun 2013 dan
1 2
hanya sepertiga (9.5%) yang mengetahui menderita hipertensi sedangkan prevalensi hipertensi remaja usia 15 sampai dengan 17 tahun secara nasional sebesar 5.3% (Kemenkes 2013). Sedangkan menurut penelitian Safitri (2014), prevalensi prahipertensi pada mahasiswa sebesar 24.0%. Berdasarkan Studi Diet Total (SDT) 2014, konsumsi natrium usia 19-33 tahun yang melebihi Permenkes Nomor 30 tahun 2013 sebanyak 18.0% (Kemenkes 2014). Mengonsumsi makanan yang mengandung natrium tinggi seperti makanan instan secara berlebih dapat menyebabkan kelebihan asupan natrium. Asupan natrium tinggi dapat meningkatkan kadar natrium di dalam plasma darah. Hal tersebut menyebabkan terjadinya retensi air sehingga tekanan darah meningkat (Blaustein 2006). Penelitian Park et al. (2011) di Korea, membuktikan bahwa ratarata kelompok subjek laki-laki dan wanita yang mengonsumsi mi instan sebesar 23.7 gram per hari dan 11.1 gram per hari memiliki asupan natrium sebesar >6.4 gram per hari (30% lebih tinggi dibanding anjuran konsumsi harian di Korea). Penelitian di Thailand menunjukkan konsumsi makanan instan 3-6 kali per minggu pada laki-laki secara signifikan berhubungan dengan kejadian hipertensi (Thawornchaisit et al. 2013). Penelitian lain menunjukkan, konsumsi mi instan >1 kali per minggu dan >2 kali per minggu pada wanita berhubungan secara signifikan dengan prevalensi metabolik sindrom yang lebih tinggi dengan nilai odd rasio (OR) secara berturut-turut 1.68 (95% CI: 1.10, 2.55) dan 1.26 (95% CI: 1.06, 1.50) (Shin et al. 2014). Konsumsi makanan tinggi natrium sulit dikontrol terutama bila terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah seperti di warung, restoran, atau membeli makanan instan yang siap makan. Mahasiswa Program Pendidikan Kompetensi Umum (PPKU) di Institut Pertanian Bogor tinggal di asrama kampus yang jauh dari orang tua dan memiliki kesibukan kuliah yang tinggi. Kondisi tersebut membuat mahasiswa banyak membeli makanan dari warung, minimarket atau rumah makan sekitar kampus yang mudah, cepat dan praktis. Penelitian Darlina (2004) pada mahasiswa asrama di Sumatra Utara menunjukkan 89% mahasiswa putri dan 92% mahasiswa putra suka mengonsumsi makanan instan. Penelitian Diana (2003) menunjukkan sebanyak 48.3% mahasiswa IPB memiliki kebiasaan makan makanan instan seperti mi instan >3 kali per minggu dan 26.7% mahasiswa mengonsumsi 2 kali per minggu. Hipertensi juga dipengaruhi oleh kebiasaan konsumsi buah dan sayur. Pedoman Gizi Seimbang (PGS 2014) menganjurkan konsumsi sayur untuk orang Indonesia sebesar 3 porsi per hari dan buah 5 porsi untuk usia 19-29 tahun (Kemenkes 2014). Hasil penelitian Wang et al. (2012) menunjukkan bahwa konsumsi buah dan sayur menghambat kejadian hipertensi. Namun, secara nasional, sebanyak 93.5% masyarakat Indonesia masih kurang dalam mengonsumsi buah dan sayur (Riskesdas 2013). Penelitian sebelumnya menunjukkan mahasiswa kurang mengonsumsi buah dan sayur (Sari 2015). Konsumsi buah dan sayur berkaitan dengan asupan serat. Asupan serat tinggi dapat menghambat kejadian hipertensi (Lairon 2005). Selain konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik menjadi faktor penting dalam menjaga kesehatan tubuh dan mencegah penyakit degeneratif. Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah (Borjesson et al. 2015). Aktivitas mahasiswa didominasi oleh kegiatan perkuliahan dan memiliki tingkat aktivitas ringan. Penelitian Safitri (2014) pada mahasiswa IPB menunjukkan, 93.3% subjek
3
memiliki tingkat aktivitas fisik ringan dan 64.2% subjek tidak mempunyai kebiasaan olahraga. Berdasarkan uraian di atas, terlihat hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan dan minuman instan, konsumsi sayur dan buah serta aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian sebagai sarana untuk menggali informasi tentang hubungan konsumsi makanan dan minuman instan, buah dan sayur serta aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi pada mahasiswa PPKU Institut Pertanian Bogor. Perumusan Masalah Mahasiswa PPKU merupakan mahasiswa tingkat awal yang tinggal di asrama. Masa adaptasi masih dilakukan pada tingkat awal seperti pada mahasiswa PPKU. Selain jauh dari orang tua dan adaptasi terhadap lingkungan baru, jadwal kuliah yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut sangat padat. Kondisi tersebut membuat mahasiswa lebih menyukai makanan dan minuman yang praktis, murah, dan mudah didapat seperti makanan dan minuman instan. Makanan dan minuman instan diolah dengan penambahan natrium. Konsumsi makanan yang tidak seimbang dan asupan natrium yang tinggi dapat meningkatkan kejadian prahipertensi. Hipertensi saat ini tidak hanya dialami oleh orang tua tapi juga anak-anak dan remaja. Hipertensi juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti aktivitas fisik dan konsumsi buah dan sayur yang kurang, serta asupan serat yang kurang. Aktivitas fisik mahasiswa sebesar 93.3% tergolong ringan (Safitri 2014) dan konsumsi buah sayur mahasiswa berdasarkan penelitian sebelumnya rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana hubungan konsumsi makanan dan minuman instan, buah dan sayur serta aktivitas fisik mahasiswa PPKU dengan kejadian prahipertensi. Tujuan penelitian Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebiasaan konsumsi makanan dan minuman instan, buah dan sayur, aktivitas fisik pada mahasiswa PPKU dan hubungannya dengan kejadian prahipertensi.
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa PPKU berdasarkan suku, jenis kelamin, uang saku, pendidikan orang tua, riwayat hipertensi keluarga dan usia. 2. Mengidentifikasi gambaran konsumsi makanan dan minuman instan serta konsumsi buah dan sayur. 3. Mengidentifikasi gambaran aktivitas fisik. 4. Mengidentifikasi gambaran tekanan darah dan status gizi. 5. Mengidentifikasi asupan natrium dan asupan serat. 6. Menganalisis hubungan karakteristik subjek meliputi usia, riwayat hipertensi keluarga, status gizi dengan kejadian prahipertensi.
4
7.
Menganalisis hubungan konsumsi makanan dan minuman instan, buah dan sayur, asupan natrium, asupan serat, aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi. Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi keluarga, status gizi dengan kejadian prahipertensi. 2. Ada hubungan konsumsi makanan dan minuman instan, buah dan sayur, asupan natrium, asupan serat, aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas dan mahasiswa mengenai kebiasaan konsumsi makanan dan minuman instan, konsumsi buah sayur dan aktivitas fisik terhadap kejadian prahipertensi. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah mengenai kebiasaan makan untuk membuat kebijakan dalam menurunkan angka hipertensi dan meningkatkan pola makan seimbang. Institusi kampus dapat menggunakan penelitian ini dalam membuat kebijakan baru di asrama untuk meningkatkan kesehatan mahasiswa. Bagi peneliti, hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi sumber informasi baru dalam bidang gizi masyarakat dan menambah wawasan mengenai makanan instan, konsumsi buah sayur dan aktivitas fisik serta kejadian prahipertensi.
KERANGKA PEMIKIRAN Karakteristik subjek merupakan informasi dari subjek yang meliputi suku, usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, uang saku, dan riwayat hipertensi keluarga. Pendidikan orang tua berpengaruh dalam membentuk kebiasaan makan individu sejak kecil. Uang saku mempengarui individu dalam mengalokasikan uang yang dimiliki untuk memilih makanan. Pemilihan jenis makanan yang salah dapat meningkatkan kejadian prahipertensi. Usia berpengaruh terhadap tekanan darah. Kejadian prahipertensi meningkat apabila seseorang memiliki keluarga yang menderita hipertensi. Tekanan darah diketahui melalui pengukuran tekanan sistolik dan diastolik dalam satuan milimeter air raksa (mmHg) yang diukur menggunakan alat Sphygmomanometer. Peningkatan ataupun penurunan tekanan darah disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor yang dapat diubah seperti kebiasaan makan, aktivitas fisik, status gizi dan faktor yang tidak dapat diubah seperti genetik dan riwayat penyakit keluarga. Konsumsi makanan dan minuman instan, konsumsi buah dan sayur serta jenis pangan lainnya berpengaruh terhadap jumlah asupan zat gizi yang diasup. Asupan natrium berlebih berhubungan dengan kejadian prahipertensi. Asupan natrium berasal dari makanan dan minuman instan maupun makanan dan minuman lainnya. Makanan dan minuman instan diolah dengan penambahan natrium. Selain konsumsi makanan dan minuman tinggi natrium, tekanan darah dipengaruhi oleh
1 5 konsumsi sayur dan buah. Konsumsi sayur dan buah dapat menghambat kejadian prahipertensi. Konsumsi sayur, buah dan jenis pangan lainnya dapat berpengaruh terhadap asupan serat. Asupan tinggi serat dapat menghambat prahipertensi. Aktivitas fisik dapat mempengaruhi kejadian prahipertensi. Aktivtas fisik yang kurang seperti kurang olahraga meningkatkan kejadian prahipertensi. Status gizi diukur dengan membandingkan berat badan dengan kuadrat tinggi badan (IMT). Individu dengan IMT yang melebihi batas normal meningkatkan kejadian prahipertensi. Karakteristik subjek Uang saku Pendidikan orang tua
Jenis kelamin Suku
Usia Riwayat hipertensi keluarga
Konsumsi pangan : Konsumsi makanan dan minuman instan Konsumsi sayur dan buah Konsumsi lain-lain Asupan natrium
Asupan serat
Asupan zat gizi lain
Status Gizi
Aktivitas Fisik
Kejadian prahipertensi
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan konsumsi makanan dan minuman instan, buah dan sayur, aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi Keterangan gambar : : Variabel tidak diteliti : Variabel yang diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan tidak diteliti
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan menggunakan desain survei melalui pendekatan Cross- sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu untuk meneliti variabel tertentu dan menentukan hubungan antar variabel tersebut.
6
Penelitian ini dilaksanakan di Asrama PPKU Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan alasan pertimbangan kemudahan akses. Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan April sampai Juni 2016. Jumlah dan Cara Penarikan Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa PPKU Institut Pertanian Bogor tahun ajaran 2015/1016. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswa PPKU IPB, dalam kondisi sehat, bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed concent, serta berada di asrama saat penelitian dilaksanakan. Perhitungan jumlah minimal contoh yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada rumus perhitungan Z2 αp(1−p)N
n = d2 (N−1)+Z2αp(1−p) 1.962 0.24(1−0.24)3516
n = 0.12 (3516−1)+1.962
0.24(1−0.24)
n = 68.72 orang dibulatkan menjadi 69 orang (Lameshow dan David 1997) Keterangan : n = jumlah subjek penelitian minimal yang diperlukan N = jumlah populasi (mahasiswa 3516 PPKU 2015/2016) p = prevalensi kejadian prahipertensi pada mahasiswa berdasarkan Safitri (2014) sebesar 24% d = presisi (10%) Berdasarkan perhitungan didapatkan besar subjek yang diperlukan untuk penelitian 69 orang. Jumlah total subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah 79 orang. Subjek dipilih secara simple random sampling. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu, tekanan darah mahasiswa, tinggi badan dan berat badan, kebiasaan makan makanan instan, minuman instan, dan konsumsi pangan lainnya, konsumsi buah dan sayur serta aktivitas fisik, yang diperoleh dengan pengisian kuisioner oleh subjek, wawancara dan pengukuran menggunakan alat. Data karakteristik subjek yang terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit, suku, pendidikan orang tua dan uang saku didapat dengan membagikan kuisioner kepada subjek. Subjek mengisi kuisioner tersebut dengan penjelasan terlebih dahulu di awal oleh peneliti. Data sekunder yaitu data jumlah mahasiswa PPKU IPB tahun ajaran 2015/2016. Data konsumsi makan yang meliputi semua konsumsi makanan dan minuman instan, kebiasaan makan sayur dan buah diperoleh dengan Semi Quantitatif Food Frequencies Questionare (SQFFQ). Metode SQFFQ untuk menggambarkan frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan dalam
7
seminggu, serta untuk mengetahui konsumsi buah dan sayur per hari. Data dikumpulkan berdasarkan jumlah, jenis dan frekuensi konsumsi. Semua jenis makanan instan, minuman instan serta sayur dan buah dalam daftar kuisioner SQFFQ merupakan jenis bahan pangan yang banyak tersedia di lingkungan sekitar kampus. Metode food recall dilakukan dengan wawancara kepada subjek meliputi semua makanan dan minuman yang dikonsumsi subjek selama 24 jam dengan dilengkapi cara pengolahan, jumlah porsi dan merk makanan dan minuman yang dikonsumsi. Metode food recall digunakan untuk mengetahui konsumsi makan dan total asupan zat gizi yang dikonsumsi subjek per hari. Wawancara dilakukan 2 kali, yaitu untuk mewakili kebiasaan makan pada hari kuliah dan saat libur. Data aktivitas fisik diperoleh dengan cara mengisi kuisioner yang meliputi aktifitas fisik selama 2 hari yaitu pada hari kuliah dan pada saat hari libur. Semua aktivitas fisik dicatat secara lengkap selama 24 jam yang meliputi jenis kegiatan dan durasi waktu kegiatan tersebut dilakukan. Antropometri diperoleh dengan cara melakukan pengukuran secara langsung yang meliputi tinggi badan dan berat badan. Tinggi badan diukur menggunakan microtuise dengan ketelitian 0.1 cm. Berat badan diukur menggunakan alat timbangan injak digital dengan ketelitian 0.1 kg. Data tekanan darah mahasiswa diperoleh melalui pengukuran menggunakan alat Sphygmomanometer digital. Pengukuran dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh enumerator. Subjek diukur dalam kondisi rileks setelah diistirahatkan selama 15 menit. Subjek diukur dalam posisi duduk diam dan rileks dengan kedua kaki bertumpu pada lantai tanpa disilangkan dan lengan tertekuk pada posisi sama tinggi dengan jantung selama pengukuran. Subjek tidak boleh berbicara selama pengukuran berlangsung, tidak banyak gerak. Lengan baju dinaikkan dan dalam keadaan longgar agar tidak mengganggu aliran darah. Manset diletakkan pada lengan kurang lebih 2 cm di atas siku. Manset dililitkan pada lengan tidak terlalu kencang namun tidak terlalu longgar (Williams et al. 2009). Pengukuran dimulai dengan menekan tombol START pada alat digital, kemudian menunggu beberapa menit hingga alat tersebut memompa dan manset mengembung untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik kemudian akan mengempis kembali dan data hasil pengukuran akan muncul pada layar alat tersebut. Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal 2 kali. Apabila hasil pengukuran kedua berbeda ≥5 mmHg dibanding pengukuran pertama, maka dilakukan pengukuran ke-3. Hasil pengukuran didapatkan dengan menghitung rata-rata dari dua data dengan selisih terkecil dengan pengukuran terakhir (Frese et al. 2011). Jenis dan cara pengumpulan data secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1 Variabel, alat, dan cara pengumpulan data Jenis data Primer
Variabel Karakteristik Subjek: Usia Jenis Kelamin Suku Pendidikan orang tua Uang saku Riwayat hipertensi keluarga
Cara Pengumpulan
Alat
Pengisian kuesioner
Kuesioner
Pengisian kuesioner
Kuesioner
8
Tabel 1 Variabel, alat, dan cara pengumpulan data (lanjutan) Jenis data Primer
Sekunder
Variabel Frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan Frekuensi konsumsi sayur dan buah Konsumsi makan
Cara Pengumpulan Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Food recall 2x24 jam
Aktivitas fisk Tekanan darah
Pengisian kuesioner
Berat badan
Pengukuran langsung
Tinggi badan Jumlah mahasiswa PPKU tahun ajaran 2015/2016
Pengukuran langsung
Pengukuran langsung
Alat Kuesioner SQFFQ Kuesioner SQFFQ Kuisioner Food recall Kuesioner Sphygmomanometer digital Timbangan injak digital Microtuise Database mahasiswa PPKU tahun ajaran 2015/2016
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dari kuisioner, SQFFQ, pengukuran status gizi dan pengukuran tekanan darah diolah dan analisis. Proses analisis data meliputi coding, entry, cleaning dan analisis data. Coding dilakukan dengan menyusun code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Entry data dengan memasukkan data yang telah dikumpulkan. Cleaning data dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Exel 2013 dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS) versi 22.0 for Windows. Tabel 2 Variabel, data yang dibutuhkan dan kategori Jenis data Karakteristik subjek
Variabel Usia
Kategori Penelitian 19-20 tahun
Jenis Kelamin Suku
Perempuan Laki-laki Jawa Luar Jawa SD SMP SMA Perguruan tinggi
Pendidikan Orang tua
Uang saku
Riwayat hipertensi keluarga
≤Rp 600 000 Rp 600 001 – Rp1 000 000 > Rp1 000 000 Ada Tidak Ada
Sumber
9
Tabel 2 Variabel, data yang dibutuhkan dan kategori (lanjutan) Jenis data Kebiasaan makan
Variabel Jenis
Kategori Penelitian Makanan dan minuman instan
Tidak pernah <1 kali/minggu 1-3 kali/minggu ≥3 kali/minggu Asupan natrium 1. Normal ( ≤ 1500 mg/hari) 2. Tinggi (> 1500 mg/hari) Asupan serat Laki-laki : Cukup : ≥38 gram/ hari kurang : <38 gram/hari Perempuan: Cukup : ≥32 gram/ hari kurang : <32 gram/hari Konsumsi Sayur Cukup (≥ 300 gram/hari) sayur dan buah Kurang ( < 300 gram/hari) Buah Cukup (≥ 250 gram/hari) Kurang (< 250 gram/hari) Tekanan darah Tekanan sistol dan Normal (<120/ <80 mmHg) diastol Prahipertensi (120-139/ 80-89 mmHg) Hipertensi derajat 1 (140-159/ 90-99 mmHg) Hipertensi derajat 2 (≥ 160/ ≥ 100 mmHg) Aktivitas Fisik Tingkat aktivitas Sangat Ringan <1.40 Ringan (1.40- 1.69) Aktif ( 1.70- 1.90) Sangat Aktif (2.00- 2.40) Status Gizi Indeks Masa Berat badan kurang (<18.5) Tubuh (IMT) Normal (18.5 – 22.9) Berisiko (23.0 – 24.9) Obesitas I (25.0 – 29.9) Obesitas II (>30)
Sumber
Frekuensi
AKG 2013
AKG 2013
PGS 2014
JNC- VII
FAO/WHO/ UNU 2001
WHO (2000) untuk Asia
Asupan zat gizi berupa asupan natrium dan serat diukur berdasarkan data Food Recall selama 2x24 jam pada hari kuliah dan hari libur. Data konsumsi makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT) atau dalam bentuk gram dikonversi ke dalam zat gizi dengan perhitungan menggunakan pendekatan dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) 2009, dan Nutri Survey. Kandungan zat gizi pada makanan dan minuman instan dengan melihat nutrition fact pada kemasan. Data konsumsi kemudian dikonversi menjadi data asupan natrium (mg) dan asupan serat (g). Konversi tersebut menggunakan rumus sebagai berikut. 𝐵𝑗 𝐵𝐷𝐷𝑗 𝐾𝐺𝑖𝑗 = ( ) 𝑥𝐺𝑖𝑗𝑥( ) 100 100 Keterangan :
10
Kgij Bj Gij BDDj
= Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan yang dikonsumsi = Berat bahan makanan j (gram) = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan
Kecukupan zat gizi merupakan presentase asupan makanan subjek yang dibandingkan dengan kecukupan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan AKG tahun 2013 untuk laki-laki dan perempuan usia 19-29 tahun. Menurut Gibson (2005) tingkat asupan natrium dikategorikan menjadi dua yaitu kurang (<77% AKG) dan cukup (≥77% AKG). Rumus untuk menghitung tingkat kecukupan zat gizi adalah: 𝐾𝑖 𝑇𝐺𝑖 = ( ) 𝑥100% 𝐴𝐾𝐺𝑖 Keterangan: TGi = Tingkat kecukupan zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan Status gizi diperoleh dengan membandingkan berat badan terhadap kuadrat tinggi badan atau disebut Indeks Massa Tubuh (IMT). Kategori IMT dibagi menjadi: berat badan kurang (<18.5); normal (18.5 – 22.9); berisiko (23.0 – 24.9); obesitas I (25.0 – 29.9); obesitas II (>30). Rumus untuk menghitung IMT sebagai berikut: 𝐼𝑀𝑇 =
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) {𝑇𝐵 (𝑚)}2
Keterangan: BB = berat badan dalam kg TB = tinggi badan dalam m Aktivitas fisik diukur dengan mengukur lama waktu subjek melakukan aktivitas fisik berdasarkan jenisnya dengan menggunakan PAL. PAL merupakan besar energi yang dikeluarkan (kkal/kap/hari) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL diukur menggunakan rumus sebagai berikut. PAL =
PAR x alokasi waktu tiap aktivitas 24 jam
Keterangan : PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Nilai PAL yang diperoleh selanjutnya dikategorikan untuk mengetahui jenis aktivitas yang dilakukan termasuk dalam aktivitas ringan, aktif atau sangat aktif. Kategori tingat aktivitas fisik yaitu : 1) Sangat Ringan <1.4; 2) Ringan dengan nilai PAL 1.40-1.69; 3) Aktif dengan nilai PAL 1.70-1.99; 4) Sangat aktif dengan nilai
11
PAL 2.00-2.40 (FAO/WHO/UNU 2001). Setiap aktivitas fisik memiliki nilai PAR yang berbeda-beda sesuai dengan jenis kegiaatan. Tabel 3 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik Aktivitas Tidur Duduk diam, tiduran Berdiri Memakai pakaian Mencuci tangan/ wajah dan rambut Makan dan minum Berjalan berkeliling Berjalan pelan Berjalan cepat Duduk di bis/kereta Bersepeda Berbelanja Mencuci piring Mencuci pakaian Menyapu Menyetrika baju Menjemur pakaian Memasak Menulis Mengetik Membaca Senam Aerobik – intensitas rendah Senam Aerobik – intensitas tinggi Basket Sepakbola Lari – jarak jauh Lari – sprint Voli Melukis/ menggambar Mendengarkan musik/radio Menonton TV
Physical Activity Ratio (PAR) Laki-laki Perempuan 1.0 1.0 1.2 1.2 1.4 1.5 2.4 3.3 2.3 2.3 1.4 1.6 2.1 2.5 2.8 3.0 3.8 3.8 1.2 1.2 5.6 3.6 4.6 4.6 1.7 1.7 2.8 2.8 2.3 2.3 3.5 1.7 4.4 4.4 2.1 2.1 1.4 1.4 1.8 1.8 1.3 1.5 3.51 4.24 7.93 8.31 6.95 7.74 8.0 8.0 6.34 6.55 8.21 8.28 6.06 6.06 1.25 1.27 1.57 1.43 1.64 1.72
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Semua data dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel dan SPSS version 22.00 for windows. Variabel karakteristik subjek, konsumsi makanan dan minuman instan, konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik, asupan natrium, asupan serat dan status gizi dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat dilakukan dengan mendeskripsikan seluruh variabel. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik untuk mengetahui hubungan antara berbagai variabel dengan kejadian prahipertensi. Analisis regresi logistik multivariat digunakan untuk mengetahui faktor risiko atau Odd Ratio (OR) antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen adalah variabel yang berhubungan dengan kejadian prahipertensi sedangkan variabel dependen adalah kejadian prahipertensi. Variabel yang diuji
12
menggunakan uji multivariat adalah variabel yang memiliki nilai p ≤0.25 pada uji bivariat. Analisis regresi logistik menggunakan rumus sebagai berikut. 𝜋(𝑥) =
𝑒 𝛽0+𝛽1𝑥1+𝛽2𝑥2+𝛽3𝑥3+⋯+𝛽𝑛𝑥𝑛 1 + 𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+𝛽2𝑥2+𝛽3𝑥3+⋯+𝛽𝑛𝑥𝑛
Keterangan: π(x) = peluang kejadian prahipertensi (0= normal, 1= prahipertensi) e = eksponensial β0-β1 = koefisien regresi x1 = jenis kelamin (0 = perempuan, 1= laki-laki) x2 = riwayat hipertensi keluarga (0 = tidak, 1 = ya) x3 = konsumsi makanan instan (0 = tidak mengonsumsi, 1= mengonsumsi) x4 = konsumsi minuman instan (0 = tidak mengonsumsi, 1= mengonsumsi) x5 = asupan natrium (0 = cukup, 1= lebih) x6 = konsumsi buah (0= konsumsi diatas rata-rata, 1 = dibawah rata-rata) x7 = konsumsi sayur (0= konsumsi diatas rata-rata, 1 = dibawah rata-rata) x8 = asupan serat (0= konsumsi diatas rata-rata, 1 = dibawah rata-rata) x9 = aktivitas fisik ( 0 = aktif, 1= ringan) x10 = status gizi (0 = normal, 1= obes) Definisi Operasional Subjek adalah mahasiswa PPKU IPB tahun ajaran 2015/2016 yang masih aktif mengikuti kegiatan perkuliahan, dalam kondisi sehat dan bersedia mengikuti penelitian. Karakteristik subjek meliputi jenis kelamin suku, uang saku, pendidikan orang tua dan usia subjek. Usia adalah usia subjek saat dilakukan penelitian dan dinyatakan dalam tahun. Uang saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang diterima mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama 1 bulan yang diperoleh subjek baik dari orang tua, keluarga, beasiswa, maupun usahanya sendiri. Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh orang tua subjek. Makanan dan minuman instan adalah makanan atau minuman yang sudah melalui berbagai proses teknologi, dikemas dalam bentuk kering, bubuk, cairan, ekstrak, konsentrat dan emulsi serta dapat disajikan melalui pengolahan kembali dengan sangat cepat kurang dari 5 menit mulai dari persiapan hingga siap dikonsumsi. Konsumsi makanan instan adalah jenis, jumlah dan frekuensi makanan instan yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam minggu menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionary. Konsumsi minuman instan adalah jenis, jumlah dan frekuensi minuman instan yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam minggu menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionary. Konsumsi sayur dan buah adalah jenis, jumlah dan frekuensi buah dan sayur yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam hari menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionary.
1 13
Riwayat penyakit hipertensi adalah subjek dikatakan memiliki riwayat penyakit keluarga berupa hipertensi yang berasal dari ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung subjek, saudara kandung orang tua (paman/bibi). Kecukupan natrium adalah jumlah total asupan natrium per hari dibandingkan dengan kecukupan natrium 1500 mg per hari. Kecukupan serat adalah jumlah total asupan serat per hari dibandingkan dengan kecukupan serat berdasarkan AKG 2013 yaitu 38 gram per hari untuk lakilaki dan 32 gram per hari untuk wanita. Status gizi adalah adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh. Kejadian prahipertensi adalah kondisi dimana tekanan sistolik berada pada rentang 120-139 mmHg dan atau tekanan diastolik antara 80-89 mmHg. Aktivitas Fisik adalah banyaknya waktu (jam) yang digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang menuntut pergerakan fisik tubuh seseorang menggunakan PAL.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PPKU Program Pendidikan Kompetensi Umum (PPKU) IPB merupakan unit yang bertugas melaksanakan dan mengkordinasikan proses belajar mengajar untuk mahasiswa baru selama satu tahun pertama. PPKU merupakan perubahan nama dari Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pergantian nama terjadi pada tahun 2015. TPB IPB dibentuk sejak tahun 1973 sebagai wujud kepedulian IPB terhadap pembangunan bangsa yang dilakukan melalui penerimaan mahasiswa baru melalui undangan mahasiswa baru ke seluruh sekolah menengah di Indonesia. Mahasiswa PPKU mendapatkan mata kuliah yang bersifat paket untuk setiap program studi. Mahasiswa baru PPKU tinggal di asrama-asrama IPB yang telah disediakan selama satu tahun pertama. Asrama terdiri dari asrama putra dan asrama putri yang berada di dalam kampus IPB namun terletak terpisah. Terdapat 5 gedung asrama putri, yaitu A1, A2, A3, A4, A5 dan terdapat 4 gedung asrama putra yaitu C1, C2, C3 dan C4. Setiap gedung berkapasitas kurang lebih 500 orang dan terbagi menjadi beberapa lorong. Setiap gedung asrama memiliki beberapa Senior Residence (SR) yang membantu membina dan membimbing mahasiswa yang tinggal di asrama. Satu kamar dihuni oleh 4 mahasiswa. Setiap kamar memiliki fasilitas tempat tidur, lemari, dan meja belajar. Asrama tidak menyediakan pelayanan makan untuk penghuni, namun dilengkapi fasilitas kantin yang menjual berbagai menu makanan. Selain itu, asrama juga dilengkapi dengan koperasi, dan minimarket. Fasilitas lain yang disediakan adalah sarana bus kampus yang mempermudah akses mahasiswa untuk menuju lokasi perkuliahan dan mobil ambulance yang siaga 24 jam.
1 14 Karakteristik Subjek Subjek berjumlah 79 orang, berasal dari berbagai fakultas dengan rincian subjek laki-laki 37 orang (46.8%) dan perempuan 42 orang (53.2%). Mayoritas usia subjek dalam penelitian ini adalah 19 tahun. Menurut Adriyani dan Wirjatmadi (2012) usia tersebut termasuk dalam kategori remaja akhir. Asal daerah atau suku merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kebiasan makan. Jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dapat berbeda-beda sesuai dengan budaya di daerahnya. Selain usia, jenis kelamin, pekerjaan dan pendapatan, jenis atau kebiasaan makan juga dipengaruhi oleh budaya (Darmon and Drewnowski 2008). Gambaran mengenai kebiasaan makan berbeda-beda pada setiap suku. Suku dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu suku jawa dan luar jawa. Sebagian besar subjek berasal dari suku jawa (58.2%). Tingkat pendidikan orang tua yang diukur dalam penelitian ini merupakan tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh ayah dan ibu subjek. Pendidikan terakhir ayah maupun ibu subjek dalam penelitian ini sebagian besar adalah sekolah menengah akhir (SMA) atau sederajat. Sebanyak 40 orang (50.6%) ayah subjek berpendidikan SMA dan 36 orang (45.6%) ibu subjek berpendidikan SMA. Tabel 4 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik Variabel Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia 19 tahun 20 tahun Total Suku Jawa Luar Jawa Total Pendidikan Ayah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total Pendidikan Ibu SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total
Jumlah (n)
Persentase (%)
37 42 79
46.8 53.2 100.0
75 5 80
93.8 6.3 100.0
46 33 79
58.2 41.8 100.0
8 5 40 26 79
10.1 6.30 50.6 32.9 100.0
7 9 36 27 79
8.9 11.4 45.6 34.2 100.0
15
Tabel 4 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik (lanjutan) Variabel Uang Saku per bulan ≤Rp 600 000 Rp 600001 – Rp 1 000 000 > Rp 1 000 000 Total Rata-rata ± SD Pengeluaran Pangan per bulan ≤Rp 480 000 Rp 480 001 – Rp 750 000 > Rp 750 000 Total Rata-rata ± SD Pengeluaran Non-Pangan ≤Rp 150 000 Rp 150 001 – Rp 200 000 > Rp 300 000 Total Rata-rata ± SD Riwayat Hipertensi Ya Tidak Total
Jumlah (n)
Persentase (%)
21 41 17 79
26.6 51.9 21.5 100.0 Rp 890 506 ± 291 446
20 41 18 79
25.3 51.9 22.8 100.0 Rp 626 582 ± 197 020
25 39 15 79
31.6 49.4 19.0 100.0 Rp 246 721 ± 139 676
32 47 79
40.5 59.5 100.0
Uang saku diartikan sebagai sejumlah uang yang diperoleh subjek untuk pemenuhan kebutuhan selama sebulan. Sebagian besar subjek (51.9%) memiliki uang saku tiap bulan antara Rp 600 001 – Rp 1 000 000. Uang saku tersebut dialokasikan menjadi dua, yaitu alokasi pengeluaran untuk pangan dan alokasi pengeluaran untuk kebutuhan non pangan. Alokasi uang pangan subjek lebih besar dibanding alokasi uang non-pangan. Besar uang saku subjek yang dialokasikan untuk pangan sebagian besar adalah antara Rp 480 001 – Rp 750 000 sedangkan alokasi non-pangan sebagian besar berada dalam rentang Rp 150 001 – Rp 200 000. Rata-rata persentase alokasi pangan sebesar 71.6% dari total uang saku. Persentase pengeluaran pangan dapat digunakan untuk menggambarkan status ekonomi. Persen pengeluaran pangan yang tinggi yaitu lebih dari 70% menunjukkan status ekonomi tergolong rendah (den Hartog, van Staverev dan Broower 1995 dan Behrman 1995 dalam Tanziha 2005). Riwayat hipertensi dari keluarga seperti orang tua, kakek, nenek, saudara kandung dapat meningkatkan kejadian hipertensi pada subjek (Rasaninghe et al. 2015). Hasil analisis menunjukkan, sebagian besar subjek tidak memiliki riwayat hipertensi dari keluarga. Hanya 40.5% subjek memiliki riwayat hipertensi keluarga. Konsumsi Makanan dan Minuman Instan Salah satu makanan tinggi natrium adalah makanan olahan (Choong et al. 2012). Makanan instan termasuk dalam makanan olahan. Makanan olahan diproses dengan penambahan bahan-bahan tambahan seperti natrium. Natrium yang berasal dari makanan olahan memberikan kontribusi tinggi terhadap asupan natrium
1 16 dibandingkan natrium yang berasal dari garam meja, natrium alami dari bahan makanan dan natrium yang ditambahkan ketika memasak (Choong et al. 2012). Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan Konsumsi (per minggu) Makanan instan 0 kali <1 kali 1-3 kali >3 kali Total Rata-rata ± SD Minuman instan 0 kali <1 kali 1-3 kali >3 kali Total Rata-rata ± SD
Laki-laki n %
Perempuan n %
Total n
%
7 3 12 5 37
18.9 18 42.8 8.1 2 4.8 32.4 21 50.0 40.5 1 2.4 100.0 42 100.0 1.8 ± 1.9 kali per minggu
25 2 33 15 79
31.6 6.3 41.8 20.3 100.0
13 3 12 9 37
35.1 16 38.1 8.1 0 0.0 32.4 20 47.6 24.3 6 14.3 100.0 42 100.0 2.4 ± 3.8 kali per minggu
29 5 33 16 79
36.7 3.8 40.5 19.0 100.0
Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat beberapa subjek yang tidak pernah mengonsumsi makanan (31.6%) dan minuman instan (36.7%). Sebagian besar subjek mengonsumsi makanan ataupun minuman instan dengan frekuensi antara 13 kali per minggu. Hasil rata-rata menunjukkan, subjek lebih sering mengonsumsi minuman instan daripada makanan instan. Rata-rata konsumsi makanan instan adalah 1.8 ± 1.9 kali per minggu sedangkan minuman instan 2.4 ± 3.8 kali per minggu. Terdapat beberapa jenis makanan instan yang biasa dikonsumsi subjek berdasarkan hasil pengukuran semi kuantitatif, yaitu mi instan, bubur instan, nugget, cornet beef, dan sereal sedangkan jenis minuman instan yang sering dikonsumsi subjek adalah minuman sereal serbuk, kopi instan dan minuman serbuk rasa buah. Jenis makanan dan minuman instan tersebut merupakan jenis makanan dan minuman instan yang banyak tersedia di sekitar kampus. Tabel 6 menunjukkan, jenis makanan instan yang sebagian besar dikonsumsi oleh subjek adalah mi instan (62.0%) sedangkan jenis minuman instan yang sebagian besar dikonsumsi subjek adalah minuman sereal serbuk (48.1%). Mi instan merupakan jenis makanan instan yang paling sering dikonsumsi subjek dengan rata-rata frekuensi konsumsi 1.3±1.3 kali per minggu. Hampir sama dengan penelitian di Korea Selatan yang menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi mi instan subjek 1.1 kali per minggu (Shin et al. 2014). Konsumsi mi instan pada subjek laki-laki lebih sering dibandingkan subjek perempuan. Berat konsumsi mi instan sebesar 77.7±11.9 gram per sekali makan. Berat konsumsi mi instan per sekali makan antara subjek laki-laki dan subjek perempuan hampir sama.
17
Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan jenis konsumsi makanan dan minuman instan, jumlah konsumsi dan kontribusi asupan natrium
Jenis Makanan Mi instan Laki-laki Perempuan Total Sereal Laki-laki Perempuan Total Bubur instan Laki-laki Perempuan Total Cornet beef Laki-laki Perempuan Total Nugget Laki-laki Perempuan Total Minuman Sereal serbuk Laki-laki Perempuan Total Kopi instan Laki-laki Perempuan Total Serbuk rasa buah Laki-laki Perempuan Total
Jumlah konsumsi (g/sekali makan)
Asupan Natrium (mg /sekali makan)
n
%
Frekuensi/ minggu
27 22 49
73.0 52.4 62.0
1.7 ± 1.6 0.8 ± 1.0 1.3 ± 1.3
77.9 ± 14.7 77.2 ± 9.0 77.7 ± 11.9
1136.5 ± 315.4 1019.7 ± 162.8 1078.1± 239.1
4 2 6
10.8 4.8 7.6
0.1 ± 0.3 0.1 ± 0.3 0.1 ± 0.3
18.0 ± 6.7 15.0 ± 0.0 16.5 ± 3.4
22.0 ± 15.6 20.0 ± 7.1 21.0 ± 11.4
5 2 7
13.5 4.8 8.9
0.2 ± 0.6 0.1 ± 0.2 0.2 ± 0.4
46.7 ± 1.8 45.0 ± 2.8 45.9 ± 2.3
771.4 ± 30.7 755.6 ± 46.8 763.5 ±38.8
3 1 4
8.1 2.4 5.1
0.1 ± 0.2 0.1 ± 0.1 0.1 ± 0.2
50.0 ± 0.0 50.0 ± 0.0 50.0 ± 0.0
910.8 ± 0.0 910.8 ± 0.0 910.8 ± 0.0
1 1 2
2.7 2.4 2.5
0.1 ± 0.1 0.1 ± 0.1 0.1 ± 0.1
50.0 ± 0.0 50.0 ± 0.0 50.0 ± 0.0
380.0 ± 0.0 380.0 ± 0.0 380.0 ± 0.0
21 17 38
56.8 40.5 48.1
1.3 ± 1.9 1.0 ± 1.8 1.2 ± 1.9
33.1 ± 10.9 30.7 ± 7.0 31.9 ±17.9
91.9 ± 38.7 89.4 ± 25.4 90.7 ± 32.1
11 11 22
29.7 26.2 27.8
1.4 ± 3.3 0.3 ± 0.5 0.9 ± 1.9
20.0 ± 0.0 20.6 ± 1.9 20.3 ± 1.0
17.7 ± 6.1 20.0 ± 10.6 18.9 ± 8.4
11 9 20
29.7 21.4 25.3
0.6 ± 1.4 0.2 ± 0.5 0.4 ± 1.0
14.0 ± 0.0 14.0 ± 0.0 14.0 ± 0.0
55.0 ± 0.0 55.0 ± 0.0 55.0 ± 0.0
Makanan dan minuman instan memiliki kandungan natrium yang berbeda setiap jenisnya sehingga memberikan kontribusi asupan natrium yang berbeda ketika dikonsumsi. Mi instan memberikan kontribusi asupan natrium paling tinggi dibandingkan dengan jenis makanan atau minuman instan lainnya yaitu sebesar 1078.1± 239.1 mg per sekali makan. Sedangkan kontribusi asupan natrium terendah adalah kopi instan yaitu 18.9±8.4 mg per sekali minum. Mi instan yang dikonsumsi subjek yaitu dalam bentuk cup ataupun mi instan kemasan plastik dalam berbagai varian rasa dan merk dengan berat rata-rata 76.3 gram per takaran saji. Kandungan natrium mi instan per takaran saji yaitu antara
1 18 830-1470 mg atau serata dengan 976.5-2418.2 mg per 100 gram. Sejalan dengan penelitian di Korea Selatan yang menunjukkan rata-rata kandungan natrium hampir sama, yaitu 1700-2500 mg per sajian (Shin et al. 2014). Kandungan natrium tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan kandungan natrium mi instan di Hongkong yaitu antara 840-5800 mg per 100 gram (Centre for Food Safety 2009). Jenis makanan instan lain yang dikonsumsi subjek adalah sereal, bubur instan, cornet beef, dan nugget. Sereal yang dikonsumsi subjek adalah sereal gandum dengan berat 15 gram per takaran saji dan kandungan natrium sebesar 1525 mg per takaran saji. Cornet beef memiliki berat 50 gram per takaran saji sedangkan nugget memiliki berat 100 gram per takaran saji dengan kandungan natrium 380 mg. Minuman sereal serbuk merupakan jenis minuman instan paling sering dikonsumsi dengan frekuensi konsumsi 1.2±1.9 kali per minggu dan berat konsumsi 31.9±17.9 gram per sekali minum. Rata-rata kandungan natrium pada sereal serbuk adalah 85 mg per sajian atau setara dengan 203.9 mg per 100 gram produk. Institut of medicine (IOM 2010) menyebutkan produk sereal mengandung rata-rata sebesar 1% garam per berat produk. Rata-rata kandungan natrium yang dikonsumsi subjek dalam penelitian ini hampir sama dengan penelitian Webster et al. (2010) yaitu 206 mg per 100 gram produk. Penambahan garam ke dalam sereal sarapan berfungsi sebagai penambah rasa dan tekstur (IOM 2010). Penambahan garam juga berfungsi sebagai penambah rasa dan pengawet. Rata-rata frekuensi konsumsi minuman instan subjek laki-laki untuk semua jenis minuman instan lebih tinggi dibandingkan subjek perempuan. Tabel 7 Rata-rata berat dan kandungan natrium berdasarkan jenis makanan dan minuman instan Jenis Makanan Mi instan Sereal Bubur instan Cornet beef nugget Minuman Minuman sereal serbuk Kopi instan Minuman serbuk rasa buah
Rata-rata berat per sajian (gram)
Kandungan natrium per sajian (mg)
Kandungan natrium per 100 gram (mg)
76.3 15.0 47.3 50.0 100.0
1148.3 20.0 863.3 910.8 380.0
1457.8 133.3 1826.0 1821.5 380.0
29.5 21.1 14.0
85.0 14.3 55.0
203.9 87.9 392.9
Berdasarkan Acuan Label Gizi (ALG), makanan atau minuman dalam bentuk padatan dapat dikatakan sebagai sumber mineral dan vitamin apabila mengandung mineral dan vitamin 15% dari kebutuhan zat gizi dan dikatakan tinggi natrium apabila mengandung mineral dan vitamin 2 kali dari sumber (BPOM 2016). Jenis pangan dapat dikategorikan menjadi tinggi natrium bagi wanita maupun lakilaki usia 19-29 tahun apabila mengandung natrium sebesar 690 mg per 100 gram. Tabel 7 menunjukkan, rata-rata jenis minuman instan yang dikonsumsi subjek mengandung natrium <690 mg per 100 gram. Hal ini berbeda dengan makanan
1 19
instan. Rata-rata makanan instan mengandung natrium >690 mg per 100 gram sehingga dapat dikategorikan sebagai makanan tinggi natrium. Jenis makanan instan yang dikonsumsi subjek dan tergolong sebagai makanan tinggi natrium adalah mi instan, bubur instan dan cornet beef. Asupan Natrium Natrium merupakan elektrolit dalam tubuh yang mempunyai peran penting dalam menjaga keseimbangan elektrolit tubuh dan termasuk dalam kategori mineral makro, yaitu mineral yang dikonsumsi ≥100 mg per hari untuk memenuhi kebutuhan (Soetan et al. 2010). Asupan natrium diperoleh dari berbagai jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan natrium yang berlebih dapat berpengaruh terhadap tekanan darah. Kadar natrium yang tinggi dalam plasma darah akibat asupan natrium yang berlebih menyebabkan terjadinya retensi air. Adanya retensi air menyebabkan terjadinya peningkatan cairan ekstraseluler sehingga tekanan darah naik (Blaustein et al. 2006). Angka kecukupan natrium pada rentang usia 19-29 tahun baik wanita maupun laki-laki berdasarkan AKG 2013 adalah 1500 mg per hari. Mayoritas subjek mengonsumsi natrium tidak lebih dari 1500 mg per hari sehingga tergolong dalam kategori cukup. Data recall 2x24 jam menunjukkan, rata- rata asupan natrium subjek adalah 838.6±572.9 mg per hari. Terdapat 13 orang subjek (16.5%) yang memiliki asupan natrium lebih dari 1500 mg per hari. Semua subjek yang memiliki asupan natrium lebih adalah subjek laki-laki sedangkan subjek perempuan semuanya memiliki asupan natrium yang tergolong cukup. Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan asupan natrium per hari Asupan natrium Cukup ( ≤ 1500 mg/hari) Lebih ( > 1500 mg/hari) Total Rata-rata ± SD
Laki-laki n % 24 64.9 13 35.1 37 100.0
Perempuan n % n 42 100.0 66 0 0.0 13 37 100.0 79 838.6 ± 572.9 mg/hari
Total % 83.5 16.5 100.0
Tingkat kecukupan gizi dihitung dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan. Klasifikasi tingkat kecukupan gizi untuk mineral dan vitamin menurut Gibson (2005) yaitu 1) kurang (< 77% AKG); 2) cukup (≥77% AKG). Rata-rata tingkat kecukupan natrium subjek adalah 55.9% sehingga tergolong kurang. Tabel 9 menunjukkan bahwa hanya terdapat 24.1% subjek yang memiliki tingkat kecukupan natrium dalam kategori cukup dan semuanya merupakan subjek laki-laki. Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan natrium Tingkat Kecukupan Kurang (< 77% AKG) Cukup ( ≥ 77% AKG) Total Rata-rata ± SD
Laki-laki n % 18 48.6 19 51.3 37 100.0
Perempuan n % 42 100.0 0 0.0 42 100.0 55.9% ± 38.2
Total n 60 19 79
% 75.9 24.1 100.0
1 20 Konsumsi Buah dan Sayur World Health Organisation (WHO) menganjurkan konsumsi sayur dan buah 400 gram per hari untuk mencegah penyakit kronis atau degeneratif dengan rincian 250 g sayur (setara dengan 2 ½ porsi atau 2 ½ gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 g buah (WHO 2005). Anjuran konsumsi buah dan sayur pada orang Indonesia, baik laki-laki maupun wanita usia 19-29 tahun berdasarkan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) yaitu 3 porsi per hari untuk sayur dan 5 porsi per hari untuk buah. Satu porsi sayur setara dengan 100 gram sedangkan satu porsi buah setara dengan 50 gram sehingga bila dikonversikan dalam berat maka konsumsi sayur sebesar 300 gram per hari sedangkan konsumsi buah 250 gram per hari (Kemenkes 2014). Konsumsi buah dan sayur penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Konsumsi buah dan sayur setiap hari dapat mencegah terjadinya penyakit tidak menular seperti jantung koroner, stroke dan kanker (WHO 2012). Peningkatan konsumsi buah dan sayur dalam jangka panjang dapat menghambat kejadian hipertensi (Borgi et al. 2015). Konsumsi buah dikategorikan kurang jika <250 gram per hari sedangkan konsumsi sayur dikategorikan kurang jika konsumsinya <300 gram per hari berdasarkan PGS 2014. Sedangkan konsumsi sayur dapat dikatakan kurang jika <250 gram per hari dan konsumsi buah dikategorikan kurang jika <150 gram per hari berdasarkan WHO (2005). Hasil analisis menunjukkan, konsumsi buah dan sayur subjek masih tergolong kurang dari kecukupan. Tidak ada satupun subjek yang mengonsumsi sayur ataupun buah sesuai anjuran. Semua subjek mengonsumsi buah dan sayur kurang dari kecukupan. Tabel 10 menunjukkan,rata-rata konsumsi buah subjek perempuan lebih tinggi dibandingkan subjek laki laki sedangkan ratarata konsumsi sayur subjek laki-laki dan perempuan hampir sama. Secara keseluruhan konsumsi buah dan sayur subjek per hari rendah. Rata-rata konsumsi buah subjek adalah 23.8 ± 25.2 gram per hari sedangkan rata-rata konsumsi sayur 21.4 ± 20.6 gram per hari.
Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan rata-rata konsumsi buah dan sayur per hari Jenis Buah Sayur
Laki-laki 19.1 ± 29.6 21.8 ± 15.7
Rata-rata Konsumsi Perempuan 28.0 ± 20.5 21.1 ± 24.3
Total 23.8 ± 25.2 21.4 ± 20.6
Berdasarkan food recall, diketahui bahwa beberapa subjek tidak selalu memasukkan menu sayur ataupun buah ke dalam menu makanannya. Hasil ini sejalan dengan penelitian El Anshari et al. (2012), yang menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa di beberapa negara Eropa, jarang mengonsumsi buah dan sayur. Mahasiswa yang tinggal jauh dari orang tua mengonsumsi buah dan sayur lebih rendah dibandingkan mahasiswa yang tinggal bersama orang tua (El Anshari et al. 2012). Hal ini dikarenakan mahasiswa yang tinggal bersama orang tua, konsumsi makanan akan lebih diperhatikan dan dikontrol oleh orang tua sedangkan pada mahasiswa yang jauh dari orang tua, segala kebutuhan termasuk makanan dipersiapkan secara mandiri tanpa ada yang mengontrol. Mahasiswa PPKU merupakan mahasiswa yang tinggal di asrama dan tinggal jauh dari orang tua
21
sehingga hal ini dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya konsumsi buah dan sayur pada mahasiswa. Selain itu, hasil wawancara menunjukkan bahwa beberapa subjek tidak mengonsumsi buah atau sayur dikarenakan tidak suka mengonsumsi buah atau sayur. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari (2015), bahwa konsumsi buah dan sayur mahasiswa IPB sebagian besar masih kurang. Menurut Happu et al. (2010), kurangnya asupan buah dan sayur pada remaja dikarenakan remaja memiliki kebiasaan memilih makanan. Kurangnya kesadaran terhadap konsumsi buah dan sayur juga dapat menjadi faktor penyebab rendahnya konsumsi buah dan sayur subjek dalam penelitian ini. Tabel 11 menunjukkan jenis buah yang dikonsumsi subjek, frekuensi, jumlah konsumsi dan kontribusi asupan serat. Terdapat beragam jenis buah yang dikonsumsi oleh subjek baik laki-laki maupun perempuan. Jenis buah yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek laki-laki adalah melon sedangkan jenis buah yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek perempuan adalah pepaya. Secara keseluruhan, jenis buah yang paling banyak dikonsumsi adalah pepaya. Semua jenis buah yang dikonsumsi subjek merupakan buah-buahan yang banyak tersedia di sekitar kampus. Subjek biasa mengonsumsi dalam bentuk buah utuh, buah potong, jus, ataupun sup buah. Meskipun terdapat beragam jenis buah yang dikonsumsi, namun frekuensi konsumsi buah masih jarang. Frekuensi konsumsi tertinggi adalah buah pepaya, yaitu 1.1 kali per minggu dengan berat konsumsi sekali makan adalah 79.3±14.4 gram atau setara dengan 1 potong buah pepaya ukuran sedang, sedangkan jenis buah lain dikonsumsi kurang dari 1 kali per minggu. Konsumsi buah subjek belum memenuhi anjuran, yaitu dikonsumsi setiap hari (Kemenkes 2014). Berat konsumsi buah berpengaruh terhadap kontribusi serat yang diasup. Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa kontribusi serat terbesar berasal dari buah jeruk. Hal ini dikarenakan kandungan serat pada buah jeruk lebih tinggi dibandingkan jenis buah lain yang dikonsumsi oleh subjek. Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan jenis buah, frekuensi, berat konsumsi dan kontribusi asupan serat
Jenis Buah Jambu biji Laki-laki Perempuan Total Pisang Laki-laki Perempuan Total Jeruk Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi/ minggu
Berat konsumsi (g/ sekali makan)
Asupan serat (g/ sekali makan)
n
%
8 8 16
21.6 19.0 20.3
0.4 ± 1.2 0.3 ± 0.8 0.4 ± 1.0
50.0 ± 22.2 76.0 ± 20.1 63.0 ± 21.2
1.8 ± 0.8 0.9 ± 0.7 1.3 ±0.8
8 17 25
21.6 40.5 31.6
0.4 ± 1.0 1.0 ± 1.9 0.7 ± 1.5
70.0 ± 14.1 75.0 ± 0.0 72.5 ± 0.7
1.7 ± 0.3 1.9 ± 0.0 1.8 ± 0.2
7 10 17
18.9 23.8 21.5
0.2 ± 0.5 0.4 ± 0.9 0.3 ± 0.7
53.6 ± 9.4 50.0 ± 0.0 51.5 ± 4.7
2.8 ± 0.5 2.6 ± 0.0 2.7 ± 0.3
1 22
Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan jenis buah, frekuensi, berat konsumsi dan kontribusi asupan serat (lanjutan)
Jenis Buah Pepaya Laki-laki Perempuan Total Melon Laki-laki Perempuan Total Semangka Laki-laki Perempuan Total Alpukat Laki-laki Perempuan Total
Berat konsumsi (g/ sekali makan)
Asupan serat (g/ sekali makan)
n
%
Frekuensi/ minggu
10 19 29
27.0 45.2 36.7
1.0 ± 2.2 1.1 ± 1.9 1.1 ± 2.1
75.0 ± 0.0 82.0 ± 28.7 79.3 ± 14.4
2.0 ± 0.0 2.5 ± 0.8 2.1 ± 0.4
11 16 27
29.7 38.1 34.2
0.5 ± 1.4 0.9 ± 1.8 0.7 ± 1.6
75.0 ± 0.0 75.0 ± 0.0 75.0 ± 0.0
0.2 ± 0.0 0.2 ± 0.0 0.2 ± 0.0
10 7 17
27.0 16.7 21.5
0.5 ± 1.3 0.3 ± 0.7 0.4 ± 1.0
75.0 ± 0.0 75.0 ± 0.0 75.0 ± 0.0
0.1 ± 0.0 0.1 ± 0.0 0.1 ± 0.0
4 12 16
10.8 28.6 19.7
0.3 ± 0.7 0.3 ± 0.6 0.3 ± 0.7
50.0 ± 0.0 50.0 ± 0.0 50.0 ± 0.0
1.1 ± 0.0 1.1 ± 0.0 1.1 ± 0.0
Sama seperti buah, terdapat beragam jenis sayur yang dikonsumsi oleh subjek, baik laki-laki maupun perempuan. Tabel 12 menunjukkan, jenis sayur yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek laki-laki maupun subjek perempuan adalah daun singkong. Semua jenis sayuran yang dikonsumsi merupakan jenis sayuran yang tersedia di sekitar kampus dan dikonsumsi dalam bentuk sayur matang, ataupun mentah (lalapan). Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan jenis sayur, frekuensi, berat konsumsi dan kontribusi asupan serat
Jenis Sayur Buncis Laki-laki Perempuan Total Daun singkong Laki-laki Perempuan Total Taoge Laki-laki Perempuan Total
Jumlah konsumsi (g/ sekali makan)
Asupan serat (g/ sekali makan)
n
%
Frekuensi/ minggu
5 9 14
13.5 21.4 17.7
0.6 ± 2.4 0.6 ± 0.5 0.6 ± 1.5
38.0 ± 2.7 38.0 ± 6.7 38.0 ± 4.7
1.2 ± 0.1 1.2 ± 0.2 1.2 ± 0.2
22 22 44
59.5 52.4 55.9
0.6 ± 1.1 0.6 ± 1.1 0.6 ± 1.1
36.8 ± 2.5 47.3 ± 18.1 42.1 ± 10.3
0.1± 0.0 0.2 ± 0.2 0.2 ± 0.1
13 9 22
35.1 21.4 27.8
0.5 ± 3.0 0.6 ± 1.4 0.6 ± 2.2
37.7 ± 2.6 38.9 ± 2.2 38.2 ± 2.4
0.2 ± 0.1 0.2 ± 0.0 0.2 ± 0.1
1 23 Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan jenis sayur, frekuensi, berat konsumsi dan kontribusi asupan serat (lanjutan)
Jenis Sayur Wortel Laki-laki Perempuan Total Tomat Laki-laki Perempuan Total Mentimun Laki-laki Perempuan Total Nangka Muda Laki-laki Perempuan Total Kol Laki-laki Perempuan Total Kangkung Laki-laki Perempuan Total Kacang Panjang Laki-laki Perempuan Total Terong Laki-laki Perempuan Total Sawi Laki-laki Perempuan Total
Jumlah konsumsi (g/ sekali makan)
Asupan serat (g/ sekali makan)
n
%
Frekuensi/ minggu
12 13 15
32.4 30.9 31.5
1.0 ± 1.9 0.8 ± 1.7 0.9 ± 1.8
23.8 ± 6.8 27.0 ± 10.5 25.4 ± 8.7
0.1 ± 0.1 0.2 ± 0.1 0.2 ± 0.1
7 11 18
18.9 26.2 22.5
0.6 ± 1.6 0.6 ± 1.6 0.6 ± 1.6
33.1 ± 11.0 21.4 ± 13.6 27.3 ± 12.3
0.4 ± 0.1 0.3 ± 0.2 0.4 ± 0.2
13 20 33
35.1 47.6 41.3
1.2 ± 1.9 0.7 ± 0.9 0.9 ± 1.4
26.8 ± 0.2 14.0 ± 0.1 20.4 ± 0.2
0.2 ± 0.2 0.1 ± 0.1 0.2 ± 0.2
10 13 23
27.0 31.0 29.0
0.7 ± 1.5 0.6 ± 1.4 0.7 ± 1.5
40.0 ± 1.6 40.0 ± 0.0 40.0 ± 0.8
0.6 ± 0.1 0.6 ± 0.0 0.6 ± 0.1
13 14 27
35.1 33.3 34.2
1.2 ± 2.1 0.9 ± 1.7 1.1 ± 1.9
18.0 ± 1.1 13.9 ± 0.4 16.0 ± 0.8
0.4 ± 0.4 0.5 ± 0.3 0.5 ± 0.4
11 12 23
29.7 28.6 29.0
0.6 ± 1.4 0.5 ± 1.2 0.6 ± 1.3
40.0 ± 2.3 40.0 ± 0.0 40.0 ± 1.2
0.8 ± 0.1 0.8 ± 0.0 0.8 ± 0.1
14 10 24
37.8 23.8 30.4
0.9 ± 1.6 0.5 ± 1.4 0.7 ± 1.5
35.0 ± 0.0 42.8 ± 14.2 38.9 ± 7.1
1.1 ± 0.0 1.4 ± 2.3 1.3 ± 1.2
8 6 14
21.6 14.3 17.7
0.6 ± 1.6 0.3 ± 1.0 0.5 ± 1.4
45.0 ± 14.1 40.0 ± 4.1 43.0 ± 9.1
1.1 ± 0.4 1.0 ± 0.1 1.1 ± 0.3
4 11 15
10.8 26.2 19.0
0.3 ± 1.0 0.5 ± 1.3 0.4 ± 1.2
40.0 ± 2.8 40.0 ± 1.5 40.0 ± 2.2
1.1 ± 0.0 1.1 ± 0.0 1.1 ± 0.0
Frekuensi konsumsi sayur tertinggi adalah sayur kol dengan rata-rata frekuensi konsumsi 1.1±1.9 kali per minggu dengan berat konsumsi rata-rata sekali makan adalah 16.0±0.8 gram. Meskipun frekuensi konsumsi kol paling sering dibandingkan dengan jenis sayur lain, namun berat konsumsi tiap sekali makan lebih rendah dibandingkan jenis sayuran lainnya. Hal ini dikarenakan kol biasanya hanya dikonsumsi sedikit dalam bentuk lalapan atau campuran dalam masakan. Kontribusi asupan serat tertinggi adalah kacang panjang. Hal ini dikarenakan
24
kandungan serat pada kacang panjang lebih tinggi dibandingkan jenis sayuran lainnya. Asupan Serat Serat memiliki peran penting bagi kesehatan yaitu menghambat penyakit kardiovaskuler, mengontrol berat badan, menjaga kesehatan kolon dan fungsi kekebalan tubuh (Slavin 2013). Kecukupan serat untuk laki-laki usia 19-29 tahun berdasarkan AKG 2013 adalah 38 gram per hari sedangkan kecukupan serat untuk wanita usia 19-29 tahun lebih rendah dibandingkan laki-laki yaitu 32 gram per hari. Semua subjek (100%) mengonsumsi serat kurang dari kecukupan. Rata-rata asupan serat subjek masih rendah yaitu sebesar 6.2 ± 2.2 gram per hari pada subjek laki-laki dan 5.1 ± 2.1 gram per hari pada subjek perempuan. Sacara keseluruhan, rata-rata asupan serat subjek adalah 5.7 ± 2.2 gram per hari. Asupan serat yang rendah dapat meningkatkan kejadian penyakit degeneratif seperti hipertensi (Lairon 2005). Sejalan dengan penelitian Wardhani (2015), bahwa asupan serat mahasiswa TPB IPB masih kurang dari kecukupan. Rata-rata asupan serat pada penelitian tersebut yaitu 7 gram per hari pada subjek dengan kegemukan normal dan 8 gram per hari pada subjek dengan status gizi normal. Rendahnya asupan serat disebabkan karena subjek jarang mengonsumsi buah dan sayur, sedangkan serat banyak terdapat pada buah dan sayur. Konsumsi buah dan sayur subjek masih rendah sehingga menyebabkan asupan serat subjek juga rendah. Status Gizi Kemenkes (2010) menyatakan, pengukuran status gizi untuk usia >18 tahun menggunakan IMT. Status gizi subjek dapat diketahui dengan melihat nilai IMT sesuai dengan kategori berdasarkan WHO untuk asia pasifik. Sebaran subjek berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 12. Secara keseluruhan, sebagian besar subjek memiliki status gizi normal (59.5%). Sejalan dengan penelitian Yunieswati (2014), mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB sebagian besar memiliki status gizi normal. Status gizi akan berpengaruh terhadap status kesehatan individu. Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan status gizi Status Gizi Berat badan kurang Normal Berisiko Obes I Total
Laki-laki n 5 26 4 2 37
% 13.5 70.3 10.8 5.4 100
Perempuan n % 6 14.3 21 50.0 8 19.0 7 16.7 42 100
n 11 47 12 9 79
Total % 13.9 59.5 15.2 11.4 100.0
Terdapat 10.8% subjek laki-laki dan 19% subjek perempuan yang tergolong dalam kategori berisiko. Selain itu, terapat 5.4% subjek laki-laki dan 16.7% subjek perempuan yang tergolong obes I. Kategori berisiko dan obes I lebih banyak terdapat pada subjek perempuan dibandingkan subjek laki-laki. Secara keseluruhan, terdapat 15.2% subjek memiliki status gizi yang tergolong berisiko dan terdapat
25 11.4% subjek tergolong obes 1. Status gizi lebih atau obes disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara intake energi dengan pengeluaran energi. Intake energi yang lebih besar dari pengeluaran menyebabkan status gizi menjadi lebih atau obesitas (Elliot et al. 2011). Obesitas dan kelebihan berat badan meningkatkan kejadian hipertensi pada remaja (Oduwole et al. 2012). Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan semua gerakan tubuh yang terdiri dari semua gerakan santai maupun bukan gerakan santai yang menghasilkan peningkatan pengeluaran enegi dibandingkan dengan pengeluaran energi dalam kondisi istirahat (Warburton et al. 2006). Aktivitas fisik berkaitan dengan jumlah pengeluaran energi, intensitas, durasi dan frekuensi kontraksi otot. Aktivitas fisik dalam penelitian ini diambil 2x24 jam dan dihitung berasarkan nilai Physical Activity Level (PAL). Aktivitas fisik dibedakan menjadi aktivitas sangat ringan, ringan, aktif dan sangat aktif. Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan jenis aktivitas fisik dan durasi waktu Jenis Akivitas Fisik Tidur Laki-laki perempuan total Kuliah/seminar/praktikum/diskusi/rapat Laki-laki perempuan total Mengerjakan tugas/belajar/membaca Laki-laki perempuan total Melakukan pekerjaan rumah tangga Laki-laki perempuan total Berjalan tanpa beban Laki-laki perempuan total Olahraga/outbond/latihan menari Laki-laki perempuan total Lain-lain Laki-laki perempuan total
Lama waktu (jam) Kuliah
Libur
6.5 ± 1.7 7.2 ± 1.4 6.9 ± 1.6
8.3 ± 2.6 7.9 ± 1.7 8.1 ± 2.1
6.8 ± 2.1 6.8 ± 1.7 6.8 ± 1.9
1.6 ± 1.9 1.9 ± 1.9 1.8 ± 1.9
3.9 ±1.8 4.5 ± 1.4 4.2 ± 1.6
2.5 ± 1.1 2.7 ± 0.9 2.6 ± 1.0
2.0 ± 0.9 0.9 ± 0.7 1.5 ± 0.8
2.1 ± 1.1 1.1 ± 0.9 1.6 ± 1.0
2.3 ± 0.9 1.5 ± 0.5 1.9 ± 0.7
4.5 ± 2.5 5.3 ± 2.8 4.9 ± 2.7
0.2 ± 0.5 0.1 ± 0.5 0.2 ± 0.5
1.2 ± 1.2 1.1 ± 1.2 1.2 ± 1.2
2.2 ± 1.0 2.1 ± 1.1 2.2 ± 1.1
3.9 ± 2.2 3.5 ± 2.4 3.6 ± 2.3
1 26 Tabel 14 menunjukkan, sebaran subjek berdasarkan jenis aktivitas fisik dan durasi waktu berdasarkan hari kuliah dan hari libur. Rata-rata, subjek perempuan memiliki waktu tidur lebih lama dibandingkan subjek laki-laki pada hari kuliah dibandingkan pada hari libur. Rata-rata waktu yang dipergunakan untuk kuliah/ seminar/ praktikum/diskusi/rapat baik pada subjek laki- laki atau subjek perempuan adalah 6.8±1.7 jam. Kegiatan yang lebih banyak membutuhkan gerak seperti seperti berjalan, olahraga outbond, latihan menari baik pada subjek laki-laki maupun perempuan dilakukan lebih lama pada hari libur dibandingkan pada hari kuliah. Hal ini disebabkan pada hari kuliah, waktu subjek dihabiskan untuk kegiatan seperti kuliah, seminar, rapat, diskusi, belajar, mengerjakan tugas sehingga kegiatan seperti jalan-jalan, olahraga, outbond, dilakukan pada hari libur. Secara keseluruhan, rata-rata aktivitas fisik subjek adalah 1.6± 0.2. Tabel 15 menunjukkan 77.2% subjek memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan. Hanya terdapat 5.1% subjek yang memiliki aktivitas fisik yang tergolong sangat aktif. Sejalan dengan penelitian Yunieswati (2014), sebagian besar mahasiswa TPB IPB memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan. Hal ini disebabkan karena mahasiswa memiliki kegiatan perkuliahan yang padat. Sebagian besar waktu subjek digunakan untuk melakukan aktivitas ringan seperti duduk, kuliah, rapat, diskusi, belajar dan aktivitas lain yang kurang membutuhkan gerak. Tabel 15 Sebaran aktivitas fisik subjek pada hari libur dan hari kuliah Aktivitas Fisik Sangat ringan Laki-laki Perempuan Total Ringan Laki-laki Perempuan Total Aktif Laki-laki Perempuan Total Sangat aktif Laki-laki Perempuan Total Rata-rata ± SD
n
Kuliah %
n
Libur
2 0 2
5.4 0.0 2.5
2 0 3
5.4 0.0 3.8
0 0 0
0.0 0.0 0.0
31 41 72
83.8 97.6 91.1
21 26 47
56.8 61.9 59.5
24 37 61
64.9 88.1 77.2
3 1 4
8.1 2.4 5.1
7 11 18
18.9 26.2 22.8
11 3 14
29.7 7.1 33.3
1 2.7 0 0.0 1 1.3 1.6 ± 0.1
7 4 11
18.9 9.5 13.9 1.7± 0.3
%
Rata-rata n %
2 2 4 1.6 ± 0.2
5.4 4.8 5.1
Terdapat perbedaan antara aktivitas subjek pada hari libur dengan aktivitas fisik pada hari kuliah. Rata-rata nilai PAL subjek pada hari kuliah adalah 1.6±0.1 sedangkan pada hari libur adalah 1.7±0.3. Rata-rata aktivitas fisik pada hari libur lebih tinggi daripada hari kuliah. Hal ini berbeda dengan penelitian Clemente et al. (2016) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik sedang dan berat lebih banyak dilakukan pada hari kuliah dibandingkan pada hari libur pada mahasiswa Portugal. Sebagian besar aktivitas subjek pada hari kuliah dalam penelitian ini dihabiskan untuk melakukan kegiatan dengan beban fisik ringan dan tidak membutuhkan
1 27 banyak gerak seperti duduk, mengikuti kegiatan perkuliahan di kelas, rapat/diskusi dan belajar/mengerjakan tugas. Selain itu, jarak antara tempat kuliah subjek dengan asrama cukup dekat sehingga subjek tidak perlu berjalan jauh untuk sampai di tempat perkuliahan. Aktivitas yang membutuhkan lebih banyak gerak seperti olahraga, jalan-jalan, outbond, latihan menari, kepanitiaan ataupun kegiatan seperti mencuci baju, bersih-bersih dilakukan pada hari libur. Tekanan Darah Tekanan darah terdiri dari tekanan sistol dan tekanan diastol. Tekanan sistol adalah fase ketika darah sedang dipompa oleh jantung sedangkan tekanan diastol adalah fase ketika darah kembali ke jantung. Nilai tekanan darah sistol lebih tinggi dibanding nilai tekanan darah diastol (Harahap et al. 2008). Secara keseluruhan, rata-rata tekanan sistolik subjek dalam penelitian ini adalah 113.6 mmHg dengan nilai minimum 90 mmHg dan nilai maksimum 132 mmHg. Rata- rata tekanan diastol subjek adalah 68.3 mmHg dengan nilai minimum sebesar 59 mmHg dan nilai maksimum 87 mmHg. Tabel 16 menunjukkan bahwa subjek laki-laki memiliki tekanan sistol dengan kategori prahipertensi lebih banyak dibandingkan subjek perempuan. Terdapat 16.7% subjek laki-laki yang termasuk dalam kategori prahipertensi berdasarkan tekanan sistol. Secara keseluruhan, hanya terdapat 3.8% subjek yang memiliki tekanan diastol prahipertensi sedangkan sisanya termasuk dalam kategori normal. Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi tekanan sistolik dan diastolik Klasifikasi Normal Laki-laki Perempuan Total Prahipertensi Laki-laki Perempuan Total
n
Sistolik %
Diastolik n
%
21 35 56
56.8 83.3 70.9
36 40 76
97.3 95.2 96.2
16 7 23
43.2 16.7 29.1
1 2 3
2.7 4.8 3.8
Tekanan darah diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori berdasarkan nilai tekanan sistol dan diastol. Merujuk pada Joint National Committee on Prevention, detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) tekanan darah dikategorikan normal apabila tekanan sistol <120 mmHg dan tekanan diastol < 80 mmHg. Tekanan darah dikategorikan kedalam prahipertensi apabila tekanan sistol antara 120-139 mmHg dan atau tekanan diastol antara 80 – 89 mmHg. Tekanan darah masuk dalam kategori hipertensi apabila tekanan sistol ≥140 mmHg atau tekanan diastol ≥ 90 – 99 mmHg.
1 28 Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi tekanan darah Klasifikasi Normal Prahipertensi Total
Laki-laki n % 21 56.8 16 43.2 37 100.0
Perempuan n % 35 83.3 7 16.7 42 100.0
Total n 56 23 79
% 70.9 29.1 100.0
Sebagian besar subjek (70.9%) memiliki tekanan darah yang masuk dalam kategori normal dan sisanya berada dalam kategori prahipertensi. Subjek dengan ktegori prahipertensi lebih banyak terdapat pada subjek laki-laki dibandingkan subjek perempuan. Tabel 17 menunjukkan, tidak ada satupun subjek yang memiliki tekanan darah dengan kategori hipertensi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Al Majed and Sadek (2012), sebagian besar mahasiswa (53.5%) di Kuwait memiliki tekanan darah normal. Penelitian Safitri (2014) pada mahasiswa IPB juga menunjukkan, bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki tekanan darah normal. Hubungan Karakteristik Subjek dengan Kejadian Prahipertensi Karakteristik subjek seperti usia dan riwayat hipertensi keluarga dapat mempengaruhi tekanan darah subjek. Hasil uji Chi-square antara usia dengan kejadian prahipertensi menunjukkan nilai p >0.05. Artinya, tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian prahipertensi. Hal ini disebabkan karena usia subjek cenderung homogen. Sebagian besar subjek (93.7%) berusia 19 tahun. Mancia et al. (2013) menyatakan bahwa, kejadian hipertensi meningkat pada usia ≥55 tahun untuk laki-laki dan ≥ 65 tahun pada wanita. Tabel 18 Hubungan karakteristik dengan kejadian prahipertensi Variabel Usia 19 20 Total Riwayat Hipertensi Tidak Ya Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Normal
Tekanan darah Prahipertensi n
n
%
%
51 5 56
91.1 3.5 100.0
23 0 23
100.0 0.0 100.0
37 19 56
66.1 33.9 100
10 13 23
43.5 56.5 100
16 7 23
69.6 30.4 100.0
21 35 56
37.5 62.5 100.0
Hasil uji hubungan antara riwayat hipertensi keluarga dengan kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR=2.532 (95% CI: 0.938-6.832). Artinya, bahwa riwayat hipertensi keluarga belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar subjek tidak memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi. Sejalan dengan Rasaninghe et al. (2015) yang menyatakan bahwa kejadian
1 29 hipertensi pada orang yang memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat hipertensi. Hasil uji hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR=3.8 (95% CI; 1.347-10.778). Artinya, jenis kelamin menjadi faktor risiko hipertensi. Kejadian prahipertensi meningkat 3.8 kali lipat lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Hal ini disebabkan karena subjek laki-laki pada penelitian ini lebih sering mengonsumsi makanan instan yang mengandung tinggi natrium dibanding subjek perempuan. Sebagian besar subjek yang memiliki asupan natrium lebih dari kecukupan ( >1500 mg per hari) adalah subjek laki-laki. Asupan tinggi natrium meningkatkan kejadian hipertensi (Chobanian et al. 2003). Selain itu, Rackelhoff (2001) menyatakan, bahwa risiko hipertensi lebih rendah pada wanita dewasa muda dibandingkan laki-laki. Namun, risiko hipertensi lebih tinggi pada wanita dewasa lanjut dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon estrogen. Hormon estrogen dapat merangsang produksi nitrat oksida (NO) yang merupakan vasodilator. Selain itu, tekanan darah yang lebih tinggi pada laki-laki kemungkinan disebabkan oleh hormon testosteron. Testosteron meningkatkan kadar homosistein yang dapat menyebabkan kerusakan endotel sehingga mengarah ke pengembangan aterosklerosis dan tekanan darah tinggi (Dubey et al. 2002). Aktivitas renin plasma pada wanita lebih rendah daripada laki-laki sehingga memberikan kontribusi terhadap perbedaan konsentrasi angiotensin II dan aldosteron serta reabsorpsi natrium di ginjal (Kagan et al. 2007). Tabel 19 Hasil uji karakteristik dengan kebiasaan konsumsi makanan dan minuman instan Variabel Uang saku Pengeluaran pangan Pendidikan ayah Pendidikan ibu
Konsumsi makanan dan minuman instan p r 0.736 -0.039 0.718 -0.041 0.699 0.044 0.487 -0.079
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara uang saku dan alokasi pengeluaran pangan dengan kebiasaan konsumsi makanan dan minuman instan dengan nilai berturut-turut adalah p=0.736, r=-0.039; p=0.718, r=-0.041. Nilai r negatif pada variabel uang saku dan alokasi pengeluaran pangan menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan semakin tinggi uang saku dan pengeluaran uang pangan maka semakin rendah konsumsi makanan dan minuman instan. Daya beli terhadap makanan dan minuman non-instan lebih tinggi ketika uang saku meningkat. Uang saku subjek per bulan merupakan sejumlah uang yang diterima subjek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik pangan maupun nonpangan. Hukum Bennet dalam Humphries et al. (2014) menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan individu maka konsumsi pangan akan bergeser ke arah pangan dengan harga yang lebih mahal per unit gizinya. Makanan dan minuman instan yang dikonsumsi subjek memiliki harga yang relatif terjangkau dan memiliki nilai kalori yang tinggi. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara pendidikan ayah maupun pendidikan ibu dengan konsumsi makanan dan
30
minuman instan. Nilai r negatif pada hubungan pendidikan ibu dengan konsumsi makanan dan minuman instan menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin rendah konsumsi makanan dan minuman instan subjek. Tingkat pendidikan orang tua terutama ibu berpengaruh terhadap pola asuh anak dan pemberian makan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap pemilihan makan anak ketika dewasa (Savage et al. 2007). Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku termasuk dalam pemilihan makanan. Tingkat pendidikan baik formal maupun informal akan mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang. Seseorang dengan pendidikan lebih tinggi mengonsumsi makanan dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan pendidikan yang lebih rendah (Darmon and Drewnowski 2008). Berbanding terbalik dengan pendidikan ibu, kecenderungan positif ditunjukkan pada hubungan antara pendidikan ayah dengan konsumsi makanan dan minuman instan. Semakin tinggi pendidikan ayah maka semakin tinggi konsumsi makanan atau minuman instan. Hal ini dikarenakan ayah tidak berperan langsung dalam pola asuh anak. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara pendidikan ayah, pendidikan ibu, uang saku dan besar uang untuk pengeluaran pangan dengan konsumsi buah dan sayur (p>0.05). Sejalan dengan penelitian Wardhani (2015) pada mahasiswa TPB bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan orang tua dan sosial ekonomi dengan kebiasan konsumsi buah dan sayur. Berdasarkan wawancara, subjek tidak selalu mengonsumsi sayur dan buah lebih dikarenakan tidak terlalu menyukai buah dan sayur. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran subjek akan pentingnya konsumsi sayur dan buah kemungkinan menyebabkan tidak adanya hubungan antara uang saku, pengeluaran pangan, pendidikan ayah, pendidikan ibu dengan konsumsi buah dan sayur. Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan Kejadian Prahipertensi Hasil uji hubungan antara konsumsi makanan instan dengan kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR= 5.000 (95% CI: 1.331-18.790). Artinya, bahwa konsumsi makanan instan menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi. Konsumsi makanan instan meningkatkan kejadian prahipertensi 5 kali lebih tinggi dibandingkan tidak mengonsumsi makanan instan. Peningkatan tekanan darah disebabkan karena makanan instan memiliki kandungan natrium yang tinggi. Jenis makanan instan yang paling sering dikonsumsi subjek adalah mi instan. Mi instan mengandung tinggi natrium. Sejalan dengan penelitian Shin et al. (2014), yang menghasilkan OR=1.10 (95% CI, 0.80-1.51). Penelitian tersebut menyatakan konsumsi mi instan >2 kali per minggu meningkatkan tekanan darah pada laki-laki. Hasil uji hubungan antara konsumsi minuman instan dengan kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR= 0.400 (95% CI: 0.147-1.083). Artinya, bahwa konsumsi minuman instan berpeluang menghambat kejadian prahipertensi. Hal ini berbeda dengan makanan instan yang menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi. Rata-rata minuman instan yang dikonsumsi subjek memiliki kandungan natrium per sajian yang rendah. Kandungan natrium yang tidak terlalu tinggi pada minuman instan tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kenaikan asupan natrium
31
per hari sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi minuman instan dengan tekanan darah. Tabel 20 Hasil uji hubungan konsumsi makanan dan minuman instan dengan kejadian prahipertensi Frekuensi Makanan instan Mengonsumsi Tidak pernah Total OR Minuman instan Mengonsumsi Tidak pernah Total OR
Tekanan darah Prahipertensi n % 20 3 23
11 12 23
Normal n
%
87.0 32 13.0 24 100.0 56 5.000 (95% CI: 1.331-18.790)
57.1 42.9 100.0
47.8 39 52.2 17 100.0 56 0.400 (95% CI: 0.147-1.083)
69.6 30.4 100.0
Selain itu, adanya zat gizi lain yang terkandung dalam minuman instan diduga juga menjadi penyebab konsumsi minuman instan menjadi faktor protektif terhadap kenaikan tekanan darah. Jenis minuman instan yang paling sering dikonsumsi oleh subjek adalah sereal serbuk. Penelitian Kochar et al. (2012) pada subjek laki-laki di Amerika dengan menggunakan desain kohort menunjukkan bahwa konsumsi sereal sarapan menurunkan kejadian hipertensi. Mekanisme biologis yang mungkin menjelaskan adalah sereal mencegah kerusakan reaktivitas vaskuler dalam menanggapi konsumsi tinggi lemak, meningkatkan sensitivitas insulin, dan menurunkan obesitas abdominal. Keseluruhan efek tersebut pada akhirnya berkaitan dengan penurunan tekanan darah (Kochar et al. 2012). Sereal mengandung natrium rendah dan merupakan sumber yang baik untuk mineral lain seperti kalium (McKevith 2004). Kandungan kalium pada sereal memberikan pengaruh terhadap tekanan darah. Kalium dapat menurunkan tekanan darah (Treasure and Ploth 1983). Minuman sereal serbuk yang dikonsumsi subjek juga mengandung susu. Susu dapat menurunkan tekanan darah (Jauhiainen and Korpela 2007; McGrane et al. 2011). Kandungan susu seperti kalium, magnesium dapat menjadi faktor protektif terhadap tekanan darah (McGrane et al. 2011). Mekanisme lain seperti penghambatan Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) yang berperan penting dalam sistem renin-angiotensin (RAS) oleh peptida pada susu menyebabkan susu dapat berperan sebagai antihipertensi (Jauhiainen and Korpela 2007). Selain kopi instan dan minuman seral serbuk jenis minuman instan lain yang dikonsumsi subjek yaitu minuman serbuk rasa buah. Sama seperti jenis minuman instan lainnya, kandungan natrium per sajian pada minuman tersebut rendah. Minuman serbuk rasa buah yang dikonsumsi subjek mengandung vitamin C. Vitamin C dapat menurunkan tekanan darah (Jurascheck et al. 2012).
32 Hubungan Asupan Natrium dengan Kejadian Prahipertensi Natrium di dalam tubuh berfungsi untuk menjaga keseimbangan elektrolit dalam tubuh. Natrium merupakan ion positif utama dalam cairan ekstraselular yang menimbulkan tekanan osmotik untuk menjaga agar air tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel. Hasil uji hubungan antara asupan natrium dengan kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR=0.690 (95% CI:0.171-2.778). Artinya, asupan natrium tinggi belum menjadi faktor risiko, namun sudah berpeluang menghambat kejadian prahipertensi. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian di Amerika pada subjek dengan usia >20 tahun yang menghasilkan nilai OR=1.40 (95% CI:1.07– 1.83) (Zhang et al. 2013). Tabel 21 Hasil uji asupan natrium dengan kejadian prahipertensi Asupan Natrium Lebih (>1500 mg/hari) Cukup ( ≤ 1500 mg/hari) Total OR
Tekanan darah Prahipertensi Normal n % n % 3 13.0 10 16.5 20 87.0 46 83.5 23 100.0 56 100.0 0.690 (95% CI:0.171-2.778)
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa asupan tinggi natrium menjadi faktor risiko kejadian hipertensi. Rata-rata asupan natrium subjek dalam penelitian Zhang et al. (2013) tinggi yaitu 3569 mg per hari sedangkan rata-rata asupan natrium subjek dalam penelitian ini jauh lebih rendah yaitu 838.59 mg per hari. Hanya 16% subjek yang memiliki asupan natrium lebih dari 1500 mg per hari. Selain itu, hasil penelitian ini berbeda dikarenakan berdasarkan hasil recall diketahui bahwa selain mengonsumsi makanan tinggi natrium, terdapat fenomena dimana subjek juga mengonsumsi susu kotak dengan rata-rata berat konsumsi sekali minum 250 ml. Susu dapat berperan sebagai antihipertensi (McGrance et al. 2011). Studi Kohort di China menghasilkan konsumsi susu 1-3 kali per minggu dan konsumsi >3 kali per minggu berhubungan negatif dengan tekanan darah (Sun et al. 2014). Konsumsi susu pada subjek dalam penelitian ini diduga mempengaruhi tekanan darah subjek. Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Kejadian Prahipertensi Rata-rata konsumsi buah dan sayur subjek masih tergolong rendah. Ratarata konsumsi buah sebesar 23.8 gram per hari sedangkan rata-rata konsumsi sayur adalah 21.4 gram per hari. Hasil uji hubungan antara konsumsi sayur dengan kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR=2.700 (95% CI:0.878-8.302). Artinya, konsumsi sayur yang lebih rendah belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun konsumsi sayur rendah sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Hasil uji hubungan antara konsumsi buah dengan kejadian hipertensi adalah OR=1.746 (95%CI:0.639-4.771). Artinya, bahwa konsumsi buah lebih rendah belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun konsumsi buah rendah sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Sejalan dengan penelitian Wang et al. (2008) yang menghasilkan OR=0.77 (OR=95% CI:
33 0.79-0.97). Konsumsi tinggi buah dan sayur menghambat kejadian hipertensi pada wanita. Penelitian di Australia menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara konsumsi buah, salad, sereal dan ikan terhadap tekanan diastolik pada remaja. Semakin tinggi konsumsi buah, salad, sereal dan ikan semakin rendah tekanan diastolik (McNaughton et al. 2008). Penelitian McNaughton et al. (2007) pada 5362 subjek usia dewasa di Inggris membuktikan bahwa konsumsi sayur, buah dan produk susu berhubungan signifikan negatif terhadap tekanan darah. Diet tinggi sayur, buah dan rendah lemak memiliki tekanan sistolik 5.5 mmHg lebih rendah (Dam et al. 2003). Konsumsi sayur baik mentah maupun matang secara signifikan menurunkan tekanan darah (Chan et al. 2013). Sejalan dengan penelitian Wang et al. (2012), konsumsi tinggi sayur dan buah menghambat kejadian hipertensi. Tekanan darah dapat menurun 8-14 mmHg dengan mengonsumsi makanan tinggi sayur dan buah (Chobanian et al. 2003). Sayur dan buah banyak mengandung serat yang berperan dalam mengendalikan tekanan darah, serta vitamin dan mineral seperti kalium, vitamin C, dan magnesium (Chan et al. 2013). Tabel 22
Hasil uji hubungan konsumsi buah dan sayur dengan kejadian prahipertensi
Frekuensi Buah < rata-rata (23.8 gram/hari) ≥ rata-rata (23.8 gram/hari) Total OR Sayur < rata-rata (21.4 gram/hari) ≥ rata-rata (21.4 gram/hari) Total OR
Tekanan darah prahipertensi n % n 15 8 23
18 5 23
normal %
65.2 29 34.8 27 100.0 56 1.746 (95%CI:0.639-4.771)
51.8 48.2 100.0
78.3 32 21.7 24 100.0 56 2.700 (95% CI:0.878-8.302)
57.1 42.9 100.0
Kandungan kalium dalam buah dan sayur dapat menurunkan tekanan darah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kalium berperan sebagai agen diuretik yang dapat mengurangi volume cairan ekstraseluler dan mengakibatkan tekanan darah menurun. Konsumsi tinggi kalium dapat menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Treasure and Ploth 1983). Kandungan mineral lain dalam buah dan sayur seperti magnesium memberikan efek antiaritmia dan berpengaruh terhadap kontraksi otot pembuluh darah sehingga mempengaruhi tekanan darah (Cunha et al. 2012). Sumber utama vitamin C adalah sayur dan buah.Vitamin C meningkatkan konsentrasi kofaktor dari oksida nitrat sintase endotel yaitu tetrahydrobiopterin intraseluler. Tetrahydrobiopterin intraseluler yang meningkat menyebabkan peningkatan produksi oksida nitrat-vasodilator. Selain itu, vitamin C meningatkan bioaktivitas nitrat oksida, dan meningkatkan fungsi endotel dan arteri koroner. Mekanisme tersebut yang menyebabkan vitamin C berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah ( Jurascheck et al. 2012).
34 Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Prahipertensi Hasil uji hubungan antara asupan serat dengan kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR=1.210 (95% CI:0.456-3.215). Artinya, bahwa asupan serat rendah belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun asupan serat rendah sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Semua subjek memililiki asupan serat yang rendah sehingga menyebabkan pengaruh dari asupan serat terhadap tekanan darah belum terlihat signifikan. Penelitian Lairon et al. (2005) di Perancis menunjukkan bahwa asupan serat yang tinggi baik serat yang berasal dari buah maupun sayur dapat menghambat kejadian hipertensi dengan nilai odd ratio secara berturut-turut adalah OR=0.79 (95% CI, 0.64-0.97) dan OR=0.76 (95% CI, 0.62-0.92). Sejalan dengan penelitian tersebut, Whelton et al. (2005) menyatakan bahwa asupan tinggi serat berhubungan dengan penurunan tekanan darah. Tabel 23 Hasil uji asupan serat dengan kejadian prahipertensi Asupan Serat < rata-rata (5.7 gram) ≥ rata-rata (5.7 gram) Total OR
Tekanan darah Prahipertensi Normal n % n % 14 60.9 28 50.0 9 39.3 28 50.0 23 100.0 56 100.0 1.210 (95% CI:0.456-3.215)
Serat dapat memberikan efek terhadap penurunan tekanan darah terutama serat larut air. Serat larut air difermentasi oleh bakteri di dalam usus halus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek. Asam lemak rantai pendek tersebut dapat membantu menurunkan pelepasan asam lemak bebas dan meningkatkan sensitivitas insulin. Peningkatan sensitivitas insulin memberikan efek penurunan tekanan darah (Streppel 2008). Selain itu, serat larut air dapat meningkatkan ekskresi fecal natrium yang terikat pada serat larut air (Burke et al. 2001). Serat larut air berperan dalam mencegah penyakit kardiovaskuler yang berkaitan dengan hipertensi dengan membantu menurunkan penyerapan kolesterol. Serat larut air menyebabkan peningkatan ekskresi asam empedu dengan mengikat asam empedu di usus halus. Asam empedu yang terikat dengan serat larut air tidak dapat di resirkulasi sehingga untuk membuat asam empedu baru maka diperlukan kolesterol dalam darah. Kolesterol dalam darah yang terus diambil untuk membuat asam empedu baru menyebabkan berkurangnya serum kolesterol total dan LDL (Streppel 2008). Kadar kolesterol yang berkurang dalam darah dapat mencegah terjadinya atherosklerosis yang dapat mempersempit pembuluh darah sehingga mencegah hipertensi. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi Hasil uji hubungan antara aktivitas fisik dan kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR=1.583 (95% CI, 0.460-5.451). Artinya, bahwa aktivitas ringan belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun aktivitas fisik ringan sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Sebagian besar subjek memiliki aktivitas ringan sehingga menyebabkan pengaruh dari aktivitas fisik
35
terhadap tekanan darah belum terlihat. Peningkatan aktivitas fisik perlu dilakukan untuk memperoleh manfaat yang maksimal. Meskipun tidak terdapat hubungan signifikan, namun terdapat kecenderungan aktifitas fisik yang ringan meningkatkan kejadian prahipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Jackson et al. (2014) pada wanita di Australia yang menghasilkan OR=1.46 (95% CI:1.19-1.80). Aktivitas fisik ringan meningkatkan kejadian hipertensi pada wanita dengan status gizi normal. Penelitian lain di Eropa membuktikan bahwa aktifitas fisik ringan dan menetap meningkatkan tekanan darah tinggi pada anak-anak (de Morais et al. 2015). Tabel 24 Hasi uji aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi Aktivitas Fisik Ringan Aktif Total OR
Tekanan darah Prahipertensi Normal n % n % 19 82.6 42 75.0 4 17.4 14 25.0 23 100.0 56 100.0 1.583 (95% CI, 0.460-5.451)
*) aktif = aktif dan sangat aktif
Aktivitas fisik berpengaruh terhadap kesehatan. Semakin sedikit aktivitas fisik dapat meningkatkan perkembangan penyakit kronis dan kematian dini. Aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat memperbaiki komposisi tubuh seperti lemak, kolesterol, lipoprotein, dan mengontrol berat badan, mencegah penggumpalan darah, memperbaiki keseimbangan glukosa dan sensitivitas insulin, dan meningkatkan fungsi endotelial. Aktivitas fisik meningkatkan kebugaran sehingga meningkatkan status kesehatan (Warburton et al. 2006). Individu yang memiliki aktivitas fisik ringan dan kurang gerak cenderung memiliki denyut jantung lebih tinggi. Akibatnya, otot jantung harus bekerja lebih keras setiap kontraksi. Semakin keras otot jantung memompa darah, maka tekanan yang dibebankan pada arteri semakin besar sehingga tekanan darah meningkat. Selain itu, kurang aktivitas fisik meningkatkan kejadian obesitas sedangkan obesitas meningkatkan kejadian hipertensi (Booth 2012). Aktivitas aerobik dengan intensitas sedang hingga tinggi yang dilakukan secara teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Borjesson et al. 2015). Peningkatan aktivitas fisik dengan melakukan olahraga seperti jalan cepat, bersepeda, senam aerobik secara rutin dan teratur selama 30 menit dan dilakukan 3-5 kali dalam seminggu dapat menurunkan tekanan darah 49 mmHg (Chobanian et al. 2013). Tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi dan olahraga teratur efektif menghambat penyakit jantung koroner dan stroke yang berkaitan dengan hipertensi. Aktivitas fisik yang dilakukan rutin dapat meningkatkan efisiensi kerja jantung dan meningkatkan kekuatan otot jantung dalam memompa darah. Aktivitas fisik dan olahraga dapat meningkatkan kapasitas pembuluh darah untuk dilatasi dan memperbaiki fungsi endotelial (Myers 2003). Hal ini dapat disebabkan karena aktivitas fisik yang lebih tinggi akan meningkatkan aliran darah dan merangsang produksi Oksida Nitrat (NO) dari arteri (Al-Mamari 2009).
36
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Prahipertensi Hasil uji hubungan antara status gizi dengan kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR=1.477 (CI 95%, 0.490- 4.276). Artinya, bahwa obesitas belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun obesitas sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Sebagian besar subjek memiliki status gizi normal dan tekanan darah normal. 62.5% subjek yang memiliki tekanan darah normal merupakan subjek yang berstatus gizi normal. Menjaga status gizi menjadi normal dapat dilakukan untuk menghambat kejadian prahipertensi. Sejalan dengan penelitian pada remaja di Lithuania, bahwa kelebihan berat badan, obes dan obesitas abdominal berhubungan dengan kejadian hipertensi dan prehipertensi pada remaja. Kelebihan berat badan meningkatkan kejadian prahipertensi dengan nilai OR = 2.62 (95% CI 2.13–3.23) dan meningkatkan kejadian hipertensi dengan nilai OR = 4.81 (95% CI 3.08–7.52) sedangkan obes meningkatkan kejadian prahipertensi dengan nilai OR= 4.81(95% CI 3.08–7.52) dan meningkatkan kejadian hipertensi dengan nilai OR= 6.64 (95% CI 4.65–9.49) (Dulskiene et al. 2014). Hasil penelitian yang sama ditunjukkan pada penelitian kohort selama 4 tahun di Thailand dengan subjek orang dewasa. Nilai relative risk (RR) subjek dengan berat badan lebih dan obes secara berturut-turut yaitu RR= 2.32 (95% CI, 1.8-2.91) dan RR= 4.14 (95% CI, 3.4-5.05). Berat badan lebih dan obes meningkatkan kejadian hipertensi (Thawornchaisit et al. 2013). Menjaga berat badan normal (IMT 18.5 – 24.9) dapat menurunkan tekanan darah 5-20 mmHg/10 kg berat badan (Chobanian et al. 2003). Tabel 25 Hasil uji status gizi dengan kejadian prahipertensi Status Gizi Obesitas Normal Total OR
Tekanan darah Prahipertensi Normal n % n % 7 30.4 13 23.2 16 69.6 43 76.8 23 100.0 56 100.0 OR=1.477 (CI 95%, 0.490- 4.276)
*) normal= normal dan kurus, obesitas = berisiko dan obes I
Peningkatan massa tubuh pada obesitas menyebabkan tubuh harus mengedarkan darah lebih banyak untuk dapat menyuplai oksigen maupun zat-zat lain ke jaringan tubuh. Akibatnya, terjadi peningkatan volume darah yang beredar dalam tubuh dan peningkatan curah jantung sehingga tekanan darah meningkat. Selain itu, obesitas berkaitan dengan peningkatan lemak dalam tubuh. Peningkatan lemak dalam plasma dapat menyebabkan atherosklerosis yang dapat mempersempit pembuluh darah sehingga menyebabkan hipertensi. Peningkatan lemak di sekitar dan di dalam ginjal meningkatkan tekanan intrarenal sehingga menyebabkan gangguan natriuresis dan terjadi peningkatan tekanan darah (Hall et al. 2015). Faktor Risiko Prahipertensi Hasil uji multivariat antara konsumsi makanan instan, konsumsi minuman instan, jenis kelamin dan riwayat hipertensi keluarga dengan kejadian prahipertensi
37
dihasilkan bahwa hanya konsumsi makanan instan dan minuman instan yang signifikan berhubungan dengan kejadian prahipertensi. Konsumsi makanan instan menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi dengan nilai OR =4.659 (95%CI, 1.097-19.796) sedangkan minuman instan menjadi faktor penghambat kejadian prahipertensi dengan nilai OR=0.266 (95%CI, 0.083-0.851). Artinya, bahwa kebiasaan konsumsi makanan instan akan meningkatkan kejadian prahipertensi 6.489 kali lebih tinggi dibandingkan tidak mengonsumsi makanan instan sedangkan minuman instan menghambat kejadian prahipertensi 73.4%. Sejalan dengan penelitian Thawornchaisit et al. (2013) yang membuktikan bahwa konsumsi makanan instan 3-6 kali per minggu pada laki-laki secara signifikan berhubungan dengan kejadian hipertensi (RR= 1.67 95% CI, 1.11-2.52) dan pada wanita (RR= 1.48 95% CI, 0.86 - 2.53). Penelitian tersebut menggunakan desain studi kohort selama 4 tahun. Nilai RR (Relative Risk) tersebut diperoleh dengan penyesuaian usia, status perkawinan, pendidikan, pendapatan, IMT, riwayat penyakit, konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok. Minuman instan menghambat kejadian prahipertensi dikarenakan mengandung natrium rendah dan adanya bahan lain yang diduga berperan sebagai faktor protektif terhadap kenaikan tekanan darah seperti susu, vitamin C dan mineral seperti kalium pada jenis minuman instan yang dikonsumsi subjek.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Subjek terdiri dari laki-laki (46.8%) dan perempuan (53.2%). Sebagian besar berusia 19 tahun dan bersuku jawa. Pendidikan terakhir orang tua subjek sebagian besar adalah SMA atau sederajat. Sebagian besar subjek memiliki uang saku antara Rp 600 001– Rp 1 000 000. Rata-rata 71.6% uang saku subjek dialokasikan untuk pengeluaran pangan. Subjek sebagian besar tidak memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi. Jenis makanan instan yang paling sering dikonsumsi subjek adalah mi instan sedangkan jenis minuman instan yang paling sering dikonsumsi subjek adalah minuman sereal serbuk. Sebagian besar subjek mengonsumsi makanan dan minuman instan antara 1-3 kali per minggu. Mayoritas asupan natrium subjek tergolong cukup dan asupan serat rendah. Subjek memiliki kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur yang masih kurang dari kecukupan. Aktivitas subjek sebagian besar tergolong ringan. Tekanan darah dan status gizi sebagian besar subjek tergolong normal. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara uang saku, pengeluaran pangan, pendidikan ayah dan pendidikan ibu dengan frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan (p>0.05). Konsumsi buah dan sayur kurang, asupan serat rendah, obesitas, serta aktivitas fisik ringan belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Hasil uji multivariat menunjukkan, konsumsi makanan instan menjadi faktor risiko terjadinya prahipertensi sedangkan konsumsi minuman instan menjadi faktor penghambat terjadinya prahipertensi.
1 38
Saran Sebagian besar makanan instan memiliki kandungan natrium tinggi. Konsumsi makanan instan dapat meningkatkan kejadian prahipertensi lebih tinggi dibandingkan tidak mengonsumsi makanan instan. Sehingga diharapkan subjek mengurangi frekuensi konsumsi makanan instan. Dalam memilih makanan maupun minuman instan dianjurkan melihat kandungan gizi yang tertera pada nutrition fact terlebih dahulu sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan sebelum membeli dan mengonsumsinya. Selain itu, subjek perlu menjaga status gizi normal dan meningkatkan aktivitas fisik dengan melakukan olahraga aerobik secara rutin dan teratur seperti jalan cepat, bersepeda, atau senam aerobik selama 30 menit dan dilakukan 3-5 kali per minggu serta diimbangi dengan meningkatkan konsumsi buah dan sayur sesuai dengan rekomendasi Pesan Gizi Seimbang (PGS) agar dapat menghambat kejadian prahipertensi. Kegiatan edukasi mengenai pentingnya olahraga, konsumsi buah dan sayur, dan konsumsi makanan seimbang sesuai dengan PGS perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa akan gizi seimbang dan gaya hidup sehat untuk mencegah kejadian hipertensi.
1 39
DAFTAR PUSTAKA Adriani M, Wirjatmadi B. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta (ID) : Kencana Predana Media Grup. Al-Majed HT, Sadek AA. 2012. Prehypertension and hypertension in collage students in kuwait: a neglected issue. J Family Community Med. 19(2): 105-112. doi: 10.4103/2230-8229.98296 Al-Mamari A. 2009. Atherosclerosis and physical activity. Oman Med J. 24(3): 173-178. Bao W, Threefoot SA, Srinivasan SR, Berenson GS. 1995. Essential hypertension predicted by tracking of elevated blood pressure from childhood to adulthood: the Bogalusa Heart Study. Am J Hypertens. 8(7):657-65. doi:10.1016/0895-7061(95)00116-7 Blackwell, W. 2015. Conventional and Advanced Food Processing Technologies. Oxford (UK) : John Willey and Sons, Ltd Blaustein MP, Zhang J, Chen L, Hamilton BP. 2006. How does salt retension raise blood pressure? Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol. 290(3):R51423. doi: 10.1152/ajpregu.00819.2005 Booth FW, Roerts CK, Laye MJ. 2012. Lack of excercise is a major cause of chronic diseases. Compr Physiol. 2(2): 1143-1211. doi: 10.1002/cphy.c110025 Borgi L, Muraki I, Satija A, Willett WC, Rimm EB, Forman JP. 2015. Fruit and vegetable consumption and the incidence of hypertension in three prospective cohort studies. HYPERTENSIONAHA. Doi:10.1161/HYPERTENSIONAHA.115.06497 Borjesson M, Onerup A, Lundqvist S, Dahlof B. 2015. Physical activity and exercise lower blood pressure in individuals with hypertension : narrative review of 27 RCTs. Br J Sports Med. Doi: 10.1136/bjsports-2015-095786. [BPOM RI]. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta (ID): BPOM RI. Burke V, Hodgson JM, Beilin LJ, Giaungiuliou N, Rogers P, Puddey LB. 2001. Dietary protein and soluble fiber reduce ambulatory blood pressure in treated hypertensive. Hypertension. 38: 821-826. Centre for Food Safety. 2009. The Food Safety of Instant Cup Noodle Containers. Hongkong (HK) : Food and Environmental Hygiene Department The Government of the Hong Kong Special Administrative Region. [Internet]; [diunduh 2016 Feb 15]. Tersedia pada: http://www.cfs.gov.hk/english/programme/programme_rafs/programme_ rafs_fc_01_21.html Chan et al. 2013. Relation raw and cooked vegetable consumption to blood pressure: the Intermap Study. J Hum Hypertens. 28: 353–359. doi:10.1038/jhh.2013.115 Chobanian AV et al. 2003. seventh report of the joint national committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertention AHA Journal. 42:1206 – 1252 doi: 10.1161/01.hyp.0000107251.49515.c2
1 40 Choong SSY, Balan SN, Chua LS dan Say YH. 2012. Preference and intake frequency of high sodium foods and dishes and their correlation with antropoetric measurements among Malaysian subjects. Nutr Res Pract. 6(3): 238-245. doi: 10.4162/nrp.2012.6.3.238 Clemente FM, Nikolaidis PT, Martins FML, Mendes RS. 2016. Physical activity patterns in university students: do they follow the public health guidelines?. PLOS one. 11(3): e0152516. doi:10.1371/journal.pone.0152516 Cunha AR, Umbelino B, Correia ML, Neves MF.2012. Magnesium and vascular changes in hypertensions. International Journal of Hypertension. Dam RM, Grievink L, Ocke Mc, Feskens EJM. 2003. Patterns of food consumption and risk factors for cardiovascular disease in the general Dutch populations. Am J Clin Nutr. 77 (5): 1156-1163. Darmon N, Drewnowski A. 2008. Does social class predict diet quality?. Am J Clin Nutr. 87(5) : 1107-1117. De Moraes et al. 2015. Incidence of high blood pressure in children- effect of physical activity and sedentary behaviors: the IDEFICS study: High blood pressure, lifestyle and children. Int J cardiol. 180:165-70. doi: 10.1016/j.ijcard.2014.11.175 Deshpande S, Basil MD, Basil DZ. 2009. Factor influencing healthy eating habits aong college students: an application of the health belief model. Pubmed. 26(2): 145-64. Doi: 10.1080/07359680802619834 Diana Y. 2003. Kebiasaan makan mi instan padda mahasiswa IPB dan faktor yang mempengaruhinya. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dubey RK, Oparii S, Imthurn B, Jackson EK. 2002. Sex hormon and hypertension. Cardiovascular research. 53(3): 688-708. Doi: 10.1016/S00086363(01)00527-2 Dulskiene V, Kuciene R, Medzioniene J, Benetis R. 2014. Association between obesity and high blood pressure among Lithuanian adolescent: a crosssectional study. Ital J Pediatr. 40:102. doi: 10.1186/s13052-014-0102-6 El Ansari W, Stock C, Mikolajczyk RT. 2012. Relationship between food consumption and living arrangements among university students in four European countries: A cross sectional study. Nutr J. doi: 10.1186/14752891-11-28 Elliot SA, Truby H, Lee A, Harper C, Abbot RA, Davies PSW. 2011. Association of body mass index and waist circumference with: energy intake and percentage energy from macronutrients, in cohort of australian children. Nutrition Journal. I 10:58. Falkner B, Gidding SS, Portman R, Rosner B. 2008. Blood pressure variability and classification of prehypertension and hypertension in adolescent. Pediatrics. 122(2): 238-42. doi: 10.1542/peds.2007-2776 [FAO] Food and Nutrition Technical Report Series. 2001. Human Energy Requirements. Rome: FAO/WHO/UNU. Frese EM, Fick A, Sadowsky HS. 2011. Blood pressure measurement guidelines for physical theraphy. Cardiopulm phys Ther J. 22(2): 5-12. Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. New York (USA) : Oxford University Press Inc.
1 41
Gillespie C et al. 2014. Sodium content in major brands of U.S. packaged foods, 2009. Am J Clin Nutr. doi: 10.3945/ajcn.113.078980 Hall JE, do Carmo JM, da Silva AA, Wang Z, Wall ME. 2015. Obesity induced hypertension. AHA Journals. 116 (6). DOI: 10.1161/CIRCRESAHA.116.305697 Happu U, Lehtisalo J, Tapanainen H dan Pietinen P. 2010. Dietary habits and nutrient intake of finish adolescents. Pub Health Nutrition. 13(6A) : 965972. Doi: 10.1017/513688980010001175. Harahap H, Hardinsyah, Setiawan B, Effendi I. 2008. Hubungan indeks massa tubuh, jenis Kelamin, usia, golongan darah dan riwayat keturunan dengan tekanan darah pada pegawai negeri sipil di pekan baru. PGM 2008,31(2): 51- 58 Humphries Dl, Behrman JR, Crookston BT, Dearden KA, Schoot W, Penny ME. 2014. Households across all income quintiles, espesially the poorest, increased animal source of food expendictures substantially during recent peruvia economic growth. Plos One. 9(11): e110961. doi: 10.1371/journal.pone.0110961 [IOM] Institute of Medicine. 2010. Strategies to Reduce Sodium Intake in the United States.Washington, DC (US): The National Academies Press. Jackson C, Herber-Gast G-C, Brown W. 2014. Joint effects of physical activity and BMI on risk of hypertension in women: a longitudinal Study. J Obes. Doi:10.1155/2014/271532. Jauhiainen T, Korpela R. 2007. Milk peptides and blood pressure. J Nutr. 137 (3): 8255-8295. [JNC VII]. Joint National Committe VII. Prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Rockville (US): National Institute of Health. Jurascheck SP, Guallar E, Appel LJ, Miller ER. 2012. Effects of vitamin C supplementation on blood pressure: a meta analysis of randomized controlled trials. Am J Clin Nutr. 95(5): 1079-1088. Doi: 10.3945/ajcn.111.027995. Kagan A, Faibel H, Ben-Arie G, Granevitze Z, Rapoport J. 2007. Gender different in ambulatory blood pressure monitoring profil in obese, overweight and normal subject. J Hum hypertens. 21: 128–134. doi:10.1038/sj.jhh.1002118 [Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Survei Diet Total: Survei Konsumsi makanan Individu Indonesia 2014. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembanagn Kesehatan. ________. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta (ID) : Kemenkes _______2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang. Kochar J, Gaziano JM, Djousse L. 2012. Breakfast cereals and risk of hypertension in the ph yisicians’s health study 1. Clin Nutr. 31(1): 89-92). Lairon D, Arnault N, Bertrais S, Planells R, Clero E, Herberg S, Ruault MCB. 2005. Dietary fiber intake and risk factor for cardiovascular disease in French adults. Am J Clin Nutr. 82(6): 1185-1194.
42
Mancia G. Fagard R, Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A, Bohm M, Christiaens T, Cifkova R, Backer GD, Dominiczak A, et. Al. 2013. 2013 ESH/ESC Guidelines for the Management of Arterial Hypertension. EurheartJ. 34: 2159-2219. doi:10.1093/eurheartj/eht151 McGrane MM et al. 2011. Dairy consumption, blood pressure, and risk of hypertension: an evidence based review of recent literature. Curr Cardiovasc Risk Rep. 5(4): 287-289. Doi: 10.1007/s2170-011-0181-5. McKevith B. 2004. Nutritional aspects of cereal. British Nutrition Foundation. 29: 111-142. McNaughton SA, Mishra GD, Stephen AM dan Wadsuorth MEJ. 2007. Dietary patternthroughout adult life are associated with body mass index, waist circumference, blood pressure and red cell follata. J Nutr. 137: 99-105. McNaughton SA, Ball K. Mishra GD, Crawford DA. 2008. Dietary pattern of adolescents and risk factor of obesity and hypertension. J Nutr. 88: 364370. Oduwole AA, Ladapo TA, Fajolu IB, Ekure EN Adeniyi OF. 2012. Obesity and elevated blood pressure among adolescents in Lagos, Nigeria: a crosssectional study. BMC Public Health. 12:616. doi: 10.1186/1471-2458-12616 Park J, Lee JS, Jang YA, Chung HR, Kim J. 2011. A comparison of food and nutrient intake between instant noodle consumers and non-instant noodle consumers in korean adults. Nutr Res Pract 5(5):443-449 doi.org/10.4162/nrp.2011.5.5.443 Rasaninghe P, Cooray DN, Jayawardana R, Katulanda P. 2015. The influence of family history of hypertension on disease prevalence and associated metabolic risk among sri lankan adults. BMC Public Health. 15 : 576. Doi: 10.1186/512889-015-1927-7. Reckelhoff JF. 2001. Gender different in the regulation of blood pressure. Hypertension. 3 (5). Doi: http://dx.doi.org/10.1161/01.HYP.37.5.1199 Redwine KM, Falkner B. 2012. Progression of prehypertension to hypertension. Curr Hypertens Rep. 14(6):619-625. Doi: 10.1007/s11906-012-0299-y Safitri F.2014. Hubungan konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi dengan tekanan dan glukosa darah pada mahasiswa IPB. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sari KY. 2015. Pengetahuan Gzi Terkait Penyait Degeneratif, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Savage JS, Fisher JO dan Birch LL. 2007. Parental influence on eating behavior conception to adolescent. J Law Med Ethics. 35 (1): 22-34. doi: 10.1111/j.1748-720X.2007.00111.x Slavin J. 2013. Fiber and prebiotics: mechanism and health benefit. Nutrients. 5(1417-1435. doi:10.3390/nu5041417 Shin et al. 2014. Instant noodle intake and dietary patterns are associated with distinct cardiometabolic risk factors in korea. J. Nutr. 144: 1247–1255. doi:10.3945/jn.113.188441 Soetan K, Olaiya CO, Oyewole OE. 2010. The importance of mineral elements for humans, domestic animals and plant : A review. African Journal of Food Science. 4(5): 200-222
43
Sun Y, Jiang C, Cheng KK, Zhang W, Leung GM, Lam TH, Schooling CM. 2014. Milk consumption and cardiovascular risk factors in older chinese: the guangzhou biobank cohort study. Plos One. 9(1): e84813. doi: 10.1371/journal.pone.0084813 Streppel MT, Ocke MC, Boshuizen HC, Kok FJ, Kromhout D. 2008. Dietary fiber intake in relation to coronary heart disease and all-cause mortality over 40 y:the zutpen study. Am J Clin Nutr. 88 (4) : 1119-1125. Tanziha I. 2005. Analisis Peubah Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi Rumahtangga untuk Menentukan Determinan dan Indikator Kelaparan [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor Thawornchaisit P, de Looze F, Reid CM, Seubsman S, Sleigh AC. 2013. Health risk factors and the incidence of hypertension: 4-year prospective findings from a national cohort of 60 569 Thai Open University students. BMJ Open ;3: e002826. doi:10.1136/ bmjopen-2013-002826 Treasure J, Ploth D. 1983. Role of dietary potassium in the treatment of hypertension. Hypertension PubMed. 5 (6) : 864-872. Wang L, Manson JE, Gaziano JM, Buring JE, Sesso HD. 2012. Fruit and vegetable intake and the risk of hypertension in middle- aged and older women. Am J Hypertens. 25(2) : 180-189. doi: 10.1038/ajh.2011.186 Warburton DER, Nicol CW, Bredin SSD. 2006. Health benefit of physical activity : the evidence. CMAJ 174 (6) :801-809. doi: 10.1503/cmaj.051351 Wardhani DK. 2015. Keterkaitan antara konsumsi buah dan sayur serta gaya hidup dengan kejadian kegemukan pada mahasiswa TPB-IPB [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Webster JL, Dunford E, Neal BC. 2010. A systematic survey of the sodium contents of processed foods. Am J Clin Nutr :91:413–20. doi: 10.3945/ajcn.2009.28688. Whelton SP, Hyre AD, Pedersen B, Yi Y, Whelton PK, He J. 2005. Effect of dietary fiber intake on blood pressure: a meta analyzed of randomized, controlled clinical trials. J Hypertens. 23(3): 475-81. [WHO] World Health Organization. 2005. Effectiveness of interventions programmes promoting fruit and vegetable intake. ________ 2012. Increasing fruit and vegetable consumption to redusce the risk of noncomunicable disease. [internet]. [Diunduh pada 2016 Januaty 24]. Tersedia pada : http://www.who.int/elena/titles/bbc/fruit_vegetables_ncds/en/. WHO, IASO dan IOTF. 2000. The Asia-Pasific perspective: redefining obesity and its treatments. Australia: Health Communication Australia. [WINA] World Instant Noodles Association. 2015. Global demands for instant noodles [Internet]; [diunduh 2016 Maret 27]. Tersedia pada: http://instantnoodles.org/noodles/expanding-market.html. Williams JS, Brown SM, Conlin PR. 2009. Blod pressure measurement. N Engl J Med. 360 (5). Yunieswati W. 2014. Konsumsi pangan, aktivitas fisik, staus antropometri dan persen lemak tubuh pada mahasiswa IPB [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zhang Z, Cogswell ME, Gillespie C, Fang J, Loustalot F, Dai S, Carriquiry AL, Kuklina EV, Hong Y, Merritt R, et al. 2013. Association between Usual
1 44 Sodium and Potassium Intake and Blood Pressure and Hypertension among U.S. Adults: NHANES 2005–2010. PLOS ONE. 8 (10): 1-10.
45
Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN, BUAH DAN SAYUR, AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN PRAHIPERTENSI MAHASISWA
A. Halaman Muka 1. Nama Enumerator 2. Nama Responden 3. Kode Responden 4. Jenis Kelamin 5. Usia Responden 6. Program Studi /Kelas 7. Gedung/ No. Kamar 8. Nomor HP 9. Tanggal Pengambilan Data
:__________________________________ :___________________________________ :___________________________________ :___________________________________ :___________________________________ :___________________________________ :___________________________________ :___________________________________ :___________________________________
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
46 PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama responden
:
Jenis kelamin
:
Usia subjek
:
Program studi
:
Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi subjek penelitian yang akan dilakukan oleh Wuri Wulandari dari Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor dengan judul Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman Instan, Buah dan Sayur, Aktivitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi Mahasiswa. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya
Bogor, Mengetahui Peneliti
Wuri Wulandari NIM I14144041
Responden
_______________ NIM……………….
2016
47
HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN, BUAH DAN SAYUR, AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN PRAHIPERTENSI MAHASISWA
Syarat responden untuk pengisian kuisioner : 1. Mahasiswa S1 IPB Program Kompetensi Umum yang masih aktif dan tinggal di asrama kampus. 2. Kondisi sehat 3. Bersedia mengisi kuesioner dan diukur asupan zat gizi, berat badan, tinggi badan, tekanan darah, aktivitas fisik dan frekuensi konsumsi makanan. B. Identitas Responden 1. Hari/Tanggal 2. Nama Responden 3. Jenis Kelamin* 4. Usia a. Tanggal Lahir 5. Suku 6. Uang saku (1 bulan) a. Alokasi pangan b. Alokasi non-pangan 7. Pendidikan orang tua 8. Riwayat hipertensi keluarga
9. Status Gizi a. Tinggi badan b. Berat badan c. IMT 10. Tekanan darah a. Tekaanan sistolik b. Tekanan diastolik
: __________________________________ : __________________________________ : P / L :___________________________________ :___________________________________ :___________________________________ :___________________________________
:___________________________________ :___________________________________ :___________________________________ : (ayah/ibu/ kakek/ nenek/ saudara kandung subjek/ saudara kandung orang tua) :_______________________________meter :________________________________ kg ;___________________________________ :___________________________________ : _____________________________mmHg :______________________________mmHg
Keterangan *) : coret yang tidak perlu
48
B. SEMI QUANTITATIVE FOOD FREQUENCY QUESTIONARY (SQFFQ) Frekuensi... per No.
Bahan Makanan
URT
Gram
Hari
Minggu
Bulan
Tahun
49
C. AKTIVITAS FISIK Nama
:_______________________________
Hari, Tanggal :_______________________________ Nama Kegiatan
Lama kegiatan (Jam)
Keterangan
50 G. FOOD RECALL 24 JAM
Nama
:_______________________________
Hari, Tanggal
:_______________________________
Waktu Makan Makan Pagi
Makan Siang
Makan Malam
Menu Makan
Jenis Bahan Makanan atau merek
URT atau gram
Keterangan
51 Lampiran 2 Hasil uji bivariat variabel dengan tekanan darah Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Step 1a Makananinstan (1)
1,609
,675
5,677
1
,017
5,000
Constant
-2,079
,612
11,531
1
,001
,125
Lower
Upper
1,331
18,790
a. Variable(s) entered on step 1: Makananinstan. Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B
S.E.
Step 1a Minumaninstan (1)
Wald
df
Sig.
Exp(B)
-,917
,509
3,253
1
,071
,400
Constant
-,348
,377
,853
1
,356
,706
Lower ,147
Upper 1,083
a. Variable(s) entered on step 1: Minumaninstan. Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step 1a Natrium (1) Constant
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
-,371
,711
,273
1
,602
,690
-,833
,268
9,670
1
,002
,435
Lower ,171
Upper 2,778
a. Variable(s) entered on step 1: Natrium. Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step
1a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Buah (1)
,557
,513
1,179
1
,277
1,746
Constant
-1,216
,403
9,131
1
,003
,296
Lower ,639
Upper 4,771
a. Variable(s) entered on step 1: Buah. Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Step 1a Sayur (1)
,993
,573
3,003
1
,083
2,700
Constant
-1,569
,492
10,182
1
,001
,208
a. Variable(s) entered on step 1: Sayur.
Lower ,878
Upper 8,302
52
Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) Step 1a Aktivitasfisik (1) Constant
B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
,460
,631
,531
1
,466
1,583
-1,253
,567
4,883
1
,027
,286
Lower ,460
Upper 5,451
a. Variable(s) entered on step 1: Aktivitasfisik. Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B
S.E.
,370
,553
Step 1a Statusgizi (1) Constant
-,989
Wald
df
Sig.
Exp(B)
,447
1
,504
1,447
,293 11,397
1
,001
,372
Lower ,490
Upper 4,276
a. Variable(s) entered on step 1: Statusgizi. Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step 1a Jeniskelamin (1) Constant
1,338 -1,609
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
,531
6,354
1
,012
3,810
,414 15,110
1
,000
,200
Lower 1,347
Upper 10,778
a. Variable(s) entered on step 1: Jeniskelamin. Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step
1a
Riwayat (1) Constant
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
,938
6,832
,929
,507
3,362
1
,067
2,532
-1,308
,356
13,475
1
,000
,270
a. Variable(s) entered on step 1: riwayat. Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Step 1a Serat (1)
,191
,498
,147
1
,702
1,210
Constant
-,993
,370
7,199
1
,007
,370
a. Variable(s) entered on step 1: serat.
Lower ,456
Upper 3,215
53 Lampiran 3 Hasil uji multivariat variabel dengan tekanan darah Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) Lower Upper 1,097 19,796 ,083 ,851 ,824 8,797 ,562 5,468
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step makananinstan(1) 1,539 ,738 4,348 1 ,037 4,659 1a minumaninstan(1) -1,323 ,592 4,987 1 ,026 ,266 Jeniskelamin(1) ,990 ,604 2,687 1 ,101 2,692 riwayat(1) ,561 ,581 ,934 1 ,334 1,752 Constant -2,025 ,705 8,256 1 ,004 ,132 a. Variable(s) entered on step 1:makananinstan, minumaninstan, Jeniskelamin, riwayat.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Purworejo, provinsi Jawa Tengah pada tanggal 30 Desember 1991. Penulis adalah anak terakhir dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Suyatno (Alm) dan Ibu Endang Sri Pujaning Ardhaenu, S.Pd. Tahun 2004, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Kutoarjo. Pendidikan menengah pertama diselesaikan di SMP Negeri 3 Purworejo tahun 2007. Tahun 2010, penulis menyelesikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Purworejo. Tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan Diploma III Jurusan Gizi di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta. Tahun 2013, penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III dan tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui ujian pendaftaran Alih Jenis-IPB. Penulis masuk di Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis mengikuti beberapa pelatihan selama perkulihan. Mei 2016, penulis mengikuti kegiatan pelatihan Good Laboratory Practices (GLP) diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Pelatihan ISO 22000:2005, Pelatihan Hazard Analysis and Critical Contol (HACCP), dan pelatihan Good Manufacturing Product (GMP) yang diselenggarakan di Bogor. September 2015, penulis mengikuti kegiatan pelatihan Softskill diselenggarakan Career Development and Alumni Affairs (CDA) IPB. Juni 2016, penulis menghadiri Internasional Symposium on Food and Nutrition (ISFAN) dengan tema Food and Nutrition for Sustainable Health and Well-being diselenggarakan Pehimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan Indonesia).