1
HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI SERTA TINGKAT KEBUGARAN LANSIA PESERTA PUSAKA V JAKARTA PUSAT
ANDARI SIH ESTU JATI
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
2
3
HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI SERTA TINGKAT KEBUGARAN LANSIA PESERTA PUSAKA V JAKARTA PUSAT
ANDARI SIH ESTU JATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Progam Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
4
5
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia Peserta (PUSAKA V) Jakarta Pusat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Andari Sih Estu Jati NIM I14114035
6
7
ABSTRAK ANDARI SIH ESTU JATI Hubungan Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia Peserta PUSAKA V Jakarta Pusat. Dibimbing oleh CLARA M KUSHARTO dan TIURMA SINAGA. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan status gizi dan tingkat kebugaran lansia peserta Pusaka V Jakarta Pusat. Desain penelitian ini adalah cross sectional study dan melibatkan 32 orang lansia. Konsumsi pangan dilihat dari makanan yang di konsumsi lansia. Aktivitas fisik didapat dari hasil wawancara. Tingkat kebugaran didapat dari hasil tes kebugaran. Hasil penelitian menunjukan rata-rata konsumsi energi contoh 1723 Kal. Rata-rata aktivitas fisik contoh tergolong ringan (87.5%). Status gizi contoh sebagian besar tergolong dalam kategori normal (46.8%), under weight (9.3%), dan over weight (43.7%). Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi pangan dengan status gizi (p<0.05). Ada hubungan yang signifikan (p<0.05) konsumsi zat gizi (energi, karbohidrat dan fospor) dengan tingkat kebugaran (chair sit and reach dan back scartch). Kata kunci: konsumsi pangan lansia, aktivitas fisik, status gizi, tingkat kebugaran. ABSTRACT ANDARI SIH ESTU JATI Relation of Food Consumption and Physical Activity with Nutrition Status and Fitness Levels Elderly Participants PUSAKA V. Supervised by CLARA M KUSHARTO and TIURMA SINAGA. The objective of this study were to analyze the relationship between food consumption and physical activity with nutritional status and fitness level of the elderly people as participant of Pusaka V, Central Jakarta. The design of this study was cross sectional and 32 elderly people. The food consumption data were collected from elderly consume. Physical activities were collected by strutured interview. Data of fitness level were collected used fitness level test. The study showed thats the average energy consumption was 1723 Cal. Physical activities average was categorized as light (87.5%). In terms of the nutritional status, mostly samples was categorized into normal (46.8%), under weight (9.3%), and over weionight (43.7%). The statistical analysis used correlation test showed that significant relationship exist between food consumption and nutritional status (p<0.05), while there was no significant relationship between physical activity and nutritional status. Significant correlation (p<0.05) exist between nutrients consumption (Energy,Carbohydrate and Phosfor) with fitness level (chair sit and reach and back scratch). Keywords: elderly food consumption, physical activies, nutritional status, fitness level.
8
9
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi dengan judul “Hubungan Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia Peserta Pusaka V Jakarta Pusat” dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. drh. Clara M.Kusharto, MSc dan Dr. Tiurma Sinaga, MFSA, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyempatkan waktu luang untuk memberikan ide dan saran bagi penulis 2. dr. Naufal Muharam Nurdin selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi. 3. Bapak Irwan selaku Kepala Pusaka V, Ibu Yusuf Romlah selaku Ketua Yayasan Pusaka V, dan seluruh kader Pusaka V yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 4. Kedua orang tua saya Bapak Almarhum Sukarno dan Ibu Kusmiati, yang telah memberikan doa, dukungan dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 5. Suami saya Harris Rahman Harjanto, S.ip, anak saya Hafiz Adam Harjanto, mertua, dan kakak penulis yang telah memberikan doa, dukungan dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini 6. Ayu helmi, Vici, Wahyu Dewanti, Riska Tri Rahmawati, Nugrahaning, Listi Prihandini, Novi Susanti dan Fitriana Sundari yang telah membrikan dukungan dalam penelitian ini. 7. Teman-teman Alih Jenis Gizi angkatan 5, atas dukungan dan kerjasamanya. 8. Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan diatas. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan
Bogor, Januari 2016
Andari Sih Estu Jati
10
11
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Hubungan Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia Peserta PUSAKA V Jakarta Pusat. Nama : Andari Sih Estu Jati NIM : I14114035
Disetujui oleh
Prof.Dr.drh. Clara M.Kusharto, M.Sc Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
Dr. Tiurma Sinaga, MFSA Pembimbing II
12
13i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
ii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data DEFINISI OPERASIONAL HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Karakteristik Contoh Konsumsi Pangan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Aktivitas Fisik Status Gizi Tingkat Kebugaran Lansia Hubungan Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi Hubungan Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Terhadap Tingkat Kebugaran SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
1 2 2 3 5 5 5 5 6 9 10 10 11 12 13 15 15 16 17 18 22 22 23 244 277
14 ii
DAFTAR TABEL 1 Jenis dan cara pengumpulan data
6
2 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik
8
3 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
8
4 Nilai kisaran normal tes untuk wanita
8
5 Sebaran contoh berdasarkan usia, pekerjaan, pendidikan dan pendapatan
11
6 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan
12
7 AKG, konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada contoh
13
8 Sebaran lansia berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi
14
9 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik
15
10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi
15
11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebugaran
17
12 Korelasi antara konsumsi pangan, aktivitas fisik dengan status gizi
18
13 Hasil uji Spearman antar variabel terhadap tingkat kebugaran chair stand dan 2-min step
19
14 Hasil uji spearman antar variabel terhadap tingkat kebugaran chair sit and reach dan back scratch 15 Hasil uji spearman antar variabel terhadap tingkat kebugaran 8-Fit Up and Go
20 21
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada dasawarsa ini jumlah penduduk lanjut usia mengalami peningkatan yang cukup mencolok. Peningkatan ini menurut para ahli terjadi hampir di semua Negara termasuk Negara kawasan Asia seperti Jepang, Hongkong, Singapore, Korea, China, Thailand dan Indonesia. Perkembangan penduduk lanjut usia (Lansia) di Indonesia menarik diamati. Lansia merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu Negara, yaitu semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan nasional telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang semakin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lansia makin bertambah (Depsos 2013). Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 Usia Harapan Hidup (UHH) 52.2 tahun dan jumlah lansia 7 998 543 orang (5.5%) maka tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8.9%) dan UHH juga meningkat 66.2 tahun. Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28.8 juta atau (11.34%) dengan UHH sekitar 71.1 tahun. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2010 jumlah penduduk lansia yang tinggal diperkotaan sebesar 12 380 321 (9.6%) dan yang tinggal dipedesaan sebesar 15 612 232 (9,9%). Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28.8 juta atau 11.34 % dengan UHH sekitar 71.1 tahun (BPS 2010). Semakin meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, maka perhatian yang harus diberikan kepada kelompok ini juga akan semakin besar. Masalah gizi lansia adalah salah satunya yang harus segera diperhatikan. Menurut Sharkey et al (2002) kekurangan zat gizi menunjukan sebuah ancaman potensial bagi kesehatan pada seluruh populasi lansia. Penambahan usia menimbulkan beberapa perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan ini mempengaruhi mental seseorang baik aspek spikologis, fisiologis dan sosial-ekonomi. Dengam keadaan gizi yang baik, diharapkan para lansia akan tetap sehat, segar dan bersemangat dalam berkarya. Keadaan gizi yang baik, usia produktif mereka dapat ditingkatkan sehingga tetap dapat ikut berperan dalam pembangunan (fatmah 2010). Menua atau menjadi tua merupakan proses yang akan dialami oleh semua orang dan tidak dapat dihindari. Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif yang biasa dimulai usia muda atau produktif, namun bersifat subklinis. Secara alami, fungsi fisiologis dalam tubuh lansia menurun seiring pertambahan usia nya. Penurunan fungsi ini tentu nya akan menurunkan kemampuan lansia tersebut untuk menanggapi datangnya rangsangan baik dari luar maupun dari dalam tubuh lansia itu sendiri. Perubahan fungsi fisiologi yang terjadi pada lansia pada dasarnya meliputi penurunan kemampuan sistem saraf, yaitu pada indera penglihatan, peraba, perasa dan penciuman. Selanjutnya penurunan ini juga mengakibatkan penurunan sistem pencernaan, sistem saraf, sistem pernapasan, sistem endokrin,
2
sistem kardiovaskular hingga penurunan kemampuan muskulosketal (Fatmah 2010). Menurut Fatmah (2010), perubahan fisiologi yang berhubungan dengan aspek gizi pada lansia adalah, semakin berkurangnya indera penciuman dan perasa yang pada umumnya membuat lansia kurang dapat menikmati makanan dengan baik. Hal ini membuat aktivitas makan menjadi kurang bagi lansia, sehingga asupan gizi semakin berkurang. Status gizi dan status kesehatan sangat ditentukan oleh kondisi yang dialami oleh lanjut usia. Status gizi dan status kesehatan yang baik akan membawa seseorang kepada umur panjang yang sehat dan produktif. Selain itu, status kesehatan pada lansia akan berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi (Arisman 2004). Peningkatan jumlah dan beragamnya masalah kesehatan serta gizi yang dihadapi oleh lansia, maka sudah selayaknya kelompok ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan, untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian di Pusat Santunan dalam Keluarga (PUSAKA V) Jakarta Pusat guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan Konsumsi Pangan dengan Aktivitas Fisik terhadap Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia di (PUSAKA V) Jakarta Pusat”. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan status gizi serta tingkat kebugaran Lansia di Pusat Santunan dalam Keluarga (PUSAKA V) Jakarta Pusat. Tujuan Khusus 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengidentifikasi karakteristik contoh. Mengkaji konsumsi pangan contoh. Mengkaji aktivitas fisik contoh. Mengkaji status gizi contoh. Mengkaji tingkat kebugaran contoh. Menganalisi hubungan konsumsi pangan dan aktivitas fisik terhadap tingkat kebugaran contoh. 7. Menganalisis hubungan konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi terhadap tingkat kebugaran contoh. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang konsumsi pangan dan aktivitas fisik terhadap status gizi serta tingkat kebugaran Lansia di Pusaka V, khususnya daerah Jakarta. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perbaikan kualitas hidup lansia, terutama di bidang gizi dan kesehatan.
3
KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu Negara adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun dan menyebabkan meningkatnya kejadian penyakit kronik dan akut dikalangan lansia (Depsos 2007). Penambahan usia menimbulkan beberapa perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan ini mempengaruhi kondisi seseorang baik aspek psikologis, fisiologis, dan sosial ekonomi (Fatmah 2010). Konsumsi pangan secara langsung berpengaruh terhadap status gizi. Pengukuran konsumsi pangan dapat dilihat dari tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Status gizi lansia akan saling mempengaruhi dengan status kesehatan. Pola interaksi antara status kesehatan (terutama penyakit infeksi) dan status gizi. Status kesehatan juga secara langsung dapat mempengaruhi konsumsi pangan. Seseorang yang mengalami penyakit, terutama infeksi akan kehilangan nafsu makan sehingga menurunkan asupan energi dan zat gizi lainnya. Seseorang yang memiliki konsumsi pangan baik akan berpengaruh pada tingkat kebugarannya. Kemunduran sel-sel pada usia lanjut karena proses penuaan secara nyata yang menyebabkan kelemahan pada fisik, kelemahan pada organ, menyebabkan penurunan fisiologis, salah satunya adalah tanggalnya gigi menyebabkan lansia susah untuk mengkonsumsi makanan, kemudian tubuh melemah sehingga menyebabkan lansia sukar untuk melakukan aktivitas tubuh yang berat. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi konsumsi pangan para lansia dan juga aktivitas fisik lansia. Konsumsi pangan dan aktivitas fisik para lansia yang menurun akan berpengaruh terhadap status gizi serta tingkat kebugaran para lansia. Skema kerangka pemikiran Hubungan Konsumsi Pangan dan Aktivitas fisik dengan Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia Peserta Pusat Santunan Dalam Keluarga (Pusaka V) Jakarta Pusat dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Karakteristik individu - Usia - Jenis Kelamin - BB-TB
Karakteristik rumah tangga - Tingkat pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan
Aktivitas Fisik - Kegiatan sehari-hari - Kebiasaan olah raga
Konsumsi Pangan - Dari Pusaka V - Konsumsi pangan diluar pemberian Pusaka V
Tingkat kebugaran
Status Gizi
Keterangan : variable yang diteliti
: garis hubungan yang diteliti
Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran Konsumsi Pangan dan Aktivitas fisik Terhadap Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia Peserta Pusat Santunan Dalam Keluarga (Pusaka V) Jakarta Pusat.
5
METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Pusat santunan dalam keluarga (Pusaka V) Jakarta Pusat. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Yayasan Pusaka V memiliki jumlah lansia yang relatif banyak, kemudahan akses dan perizinan serta populasi contoh yang beragam.
Cara Penarikan Contoh Keseluruhan lansia yang menjadi anggota Pusaka V berjumlah 60 orang. Contoh dalam penelitian ini adalah lansia berjenis kelamin perempuan yang menjadi anggota atau Peserta PUSAKA V dengan kriteria inklusi, yaitu : lansia berusia ≥ 60 tahun, tidak pikun, tidak mengalami gangguan pendengaran, bersedia di wawancara dan dapat melakukan tes kebugaran, serta mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan baik.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Data primer meliputi karakteristik contoh, kebiasaan makan, konsumsi pangan (food weighing dan recall 2x24 jam), data antropometri dan aktivitas fisik serta tes tingkat kebugaran. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum tempat penelitian, serta daftar menu. Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang ditimbang menggunakan bathroom scale dengan kapasitas 130 kg dengan ketelitian 1 kg. Pengukuran tinggi badan diukur secara langsung menggunakan pengukur tinggi badan microtoise . Data konsumsi pangan didapatkan melalui metode food weighing dan food recall 2x24 jam. Metode food weighing digunakan untuk mengetahui data konsumsi pangan lansia di dalam panti dan metode food recall dipilih untuk mengetahui data konsumsi pangan lansia di luar panti. Food weighing yang dilakukan hanya penimbangan pada porsi awal dan untuk porsi yang di konsumsi ditanyakan melalui food recall. Food weighing menggunakan alat ukur timbangan digital dengan kapasitas 2kg.
6
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data No 1
Jenis Data Karakteristik contoh
Variabel usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan sebelum dan sumber pendapatan. Jumlah (porsi awal ), makanan yang di konsumsi.
Instrumen Kuesioner
2
Konsumsi pangan
3
Data antropometri
Berat badan (BB), Tinggi Badan (TB)
4
Aktivitas fisik
5
Tingkat Kebugaran
Aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh lansia Kemampuan melakukan tes, sesuai dengan parameter.
Tinggi badan menggunakan pengukuran tinggi badan microtoise dan penimbangan berat badan menggunakan timbangan bathroom scale Kuisioner, wawancara
Penimbangan makanan yang diberikan (food weighing) dari PUSAKA, serta food recall 2x24 jam ( untuk makanan yang di konsumsi diluar yang diberikan oleh PUSAKA)
Tes yang dilakukan yaitu: chair stand, 2-min step, chair sit & reach, back scratch, 8-fit up & go. Kemudian diukur dengan waktu, dan menggunakan beberapa alat seperti kursi, meteran, cup cone.
Chair stand yaitu jumlah tegakan penuh yang dapat selesai dalam waktu 30 detik dengan tangan terlipat di depan dada. 2-min step yaitu jumlah langkah penuh selesai pada waktu 2 menit dan kemampuan mengangkat lutut (di hitung dalam pengulangannya). Chair sit & reach yaitu mengukur kemampuan tangan untuk menyentuh jari-jari kaki dari posisi duduk di depan kursi. Back scratch yaitu mengukur kemampuan tangan untuk menggapai tangan yang satu dengan menjangkau bahu belakang. 8-fit up & go yaitu jumlah detik yang diperlukan untuk bangun dari posisi duduk, dan kemudian berjalan 2.44 mm berbalik dan kembali pada posisi duduk. Pengolahan dan Analisis Data Analisis data terdiri atas analisis statistik dan analisis deskriptif. Analisis data dilakukan dengan cara bertahap mulai dari data yang terkumpul di lapangan sampai data siap untuk dianalisis. Tahapan pengolahan data dimulai dari entry, coding, editing, cleaning dan analisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS version 16.0 for windows (Hastono 2006). Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan metode penimbangan langsung terhadap jumlah porsi awal, dan jumlah makanan yang
7
dikonsumsi di dapat dari food recall 2x24jam. Data konsumsi pangan dikonversikan menjadi energi, protein, vitamin A, kalsium dan zat besi menggunakan DKBM. Tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 2002) :
TKGi = Tingkat kecukupan energi dan zat gizi i Ki = Konsumsi sumber energi dan zat gizi i AKGi = Angka kebutuhan zat gizi I yang dianjurkan Tingkat kecukupan sumber energi dan protein dikategorikan menjadi lima yaitu: 1. Defisit tingkat berat (<70%) 2. Defisit tingkat sedang (70-79%) 3. Defisit tingkat ringan (80-89%) 4. Normal (90-119%) 5. Kelebihan (≥ 120 %) (Depkes 1996). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi dua yaitu: 1. Kurang (<77%) 2. Cukup (≥ 77%) (Gibson 2005) Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif dilakukan pada data karakteristik contoh, konsumsi pangan, status gizi serta tingkat kecukupan pangan. Analisis inferensial dilakukan dengan menggunakan uji korelasi spearman untuk menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi contoh. Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. Kebiasaan olahraga dikategorikan menjadi dua yaitu olahraga dan tidak olahraga. WHO/FAO (2003) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Berdasarkan WHO/FAO (2003), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik menurut WHO/FAO (2004) . PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :PAL PAR
: Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) : Physical Activity Ratio (jumlah energy yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)
8
Tabel 2 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik Aktivitas
Physical Activity Ratio/satuan waktu 1.0 1.2 1.4 1.5 1.5 2.0 2.1 2.2 2.3 2.3 2.8 3.2 4.1 4.2 1.5
Tidur Berkendaraan dalam bus/mobil Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) Makan Duduk Mengendarai mobil/berjalan Memasak Berdiri, membawa barang yang ringan Mandi dan berpakaian Menyapu, mencuci baju dan piring tanpa mesin Mengerjakan pekerjaan rumah tangga Berjalan Berkebun Olahraga ringan (jalan kaki) Kegiatan yang dilakukan dengan duduk
Kegiatan ringan
1.4 Aktivitas
Physical Activity Ratio/satuan waktu
Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Health Organization; 2001.3 Tabel 3 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Ringan (sedentary lifestyle) Sedang (active or moderately active lifestyle) Berat (vigorous or vigorously active lifestyle)
Nilai PAL 1.40-1.69 1.70-1.99 2.00-2.40
Pengolahan data status gizi menggunakan data hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan. Status gizi lansia ditentukan berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus : IMT = Status gizi dikategorikan menjadi tiga yaitu status gizi kurang (IMT < 18,5 kg/m2), status gizi normal (IMT 18.5-25 kg/m2) dan status gizi lebih (IMT >25 kg/m2) (Depkes RI 2005). Tabel 4 Nilai kisaran normal tes untuk wanita Chair Stand (no.of stands) 2-Min Step (no. of step) Chair Sit & Reach (inches +/-) Back Scratch (inches +/-) 8-Fit Up & Go (second)
60-64
65-69
70-74
75-79
80-84
85-90
90-94
12-17
11-16
10-15
10-15
9-14
8-13
4-11
75-107
73-107
68-101
68-100
60-91
55-85
44-72
(-0.5)(+5.0) (-3.0)(+1.5)
(-0.5)(+4.5) (-3.5)(-1.5)
(-1.0)(+4.0) (-4.0)(-1.0)
(-1.5)(3.5) (-5.0)(-0.5)
(-2.0)(+3.0) (-5.5)(-0.5)
(-2.5)(+2.5) (-7.0)(-1.0)
6.0-4.4
6.4-4.8
7.1-4.9
7.4-5.2
8.7-5.7
9.6-6.2
(-4.5)(+1.0) (-8.0)(-1.0) 11.57.3
Sumber : Rikli dan Jhones 2002.
9
Pengolahan data tingkat kebugaran menggunakan data hasil pengukuran beberapa tes kebugaran yang telah dilakukan, mulai dari waktu dan berapa kali lansia mampu melakukan tes tersebut. Tingkat kebugaran di kategorikan menjadi dua, yaitu baik dan kurang. Kemudian hasil tes dicocokan dengan parameter yang ada pada Tabel 4.
DEFINISI OPERASIONAL Aktivitas Fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Diukur dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik, yang meliputi jenis dan lama kegiatan sekarang selama 24 jam. Angka kecukupan gizi adalah nilai gizi yang harus dipenuhi dari makanan sehari-hari, sudah ditentukan oleh WKNPG untuk mencegah defisiensi zat gizi. Antropometri adalah pengukuran tubuh, berat dan proporsi. Komposisi tubuh menunjukkan distribusi penyusunan tubuh (massa otot dan lemak tubuh) sebagai bagian dari berat badan. Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang diukur menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 1 kg. Bugar adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental. Contoh adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas yang menjadi peserta Pusaka V, yang mampu berkomunikasi dengan baik, tidak pikun, tidak mengalami gangguan pendengaran serta dalam keadaan sehat. Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan untuk berada dalam keadaan sehat. Konsumsi pangan adalah kandungan gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dengan angka kecukupannya. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang berusia 60 tahun sedang mengalami perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu melibatkan perubahan-perubahan fisik, fungsi dan psikologik, menurut UUD pasal 13 tahun 1998. Metode penimbangan langsung adalah metode survei konsumsi pangan yang paling akurat, karena dilakukan penimbangan secara cermat dan tepat terhadap makanan yang dikonsumsi. Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan oleh lansia dengan tujuan mendapatkan uang. Pendidikan adalah tingkatan sekolah yang pernah dialami oleh lansia dalam kegiatan belajar mengajar dan menuntut ilmu di pendidikan formal berdasarkan kategori SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan Perguruan Tinggi/sederajat. Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi yang digunakan oleh tubuh.
10
Status perkawinan adalah status pernikahan contoh saat ini yang dikategorikan menjadi tidak menikah, menikah, cerai hidup, dan cerai mati. Sumber pendapatan adalah asal biaya yang diperoleh atau dipergunakan lansia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) yang dinyatakan dalam persen. Zat gizi adalah zat atau unsur kimia yang terkandung dalam makanan yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal (meliputi energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pusaka V atau rumah singgah yang menaungi para lansia yang berada di daerah sekitarnya. Warga Binaan Sosial (WBS) yang dinaungi oleh Pusaka V berjumlah 60 orang. Pusaka V atau rumah singgah ini didirikan pada 15 Januari 2002. Lokasi Pusaka V terletak di Jalan Anyer XV No.15 Rt.007 Rw.09 Kel.Menteng – Jakarta Pusat. No telp (021) 3907768, 3149620. Pusaka V di bina oleh Ibu Hj Romlah Yusuf beserta pengurus yang lainnya. Sumber dana yang digunakan didapat dari Dinas Sosial, Yayasan Bantuan DKI Jakarta, serta donatur baik perorangan maupun organisasi. Tujuan umum didirikannya Pusaka V adalah memberikan bantuan makan setiap hari serta mengadakan kegiatan untuk para lansia. Tujuan khusus Pusaka V yaitu menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah kesejahteraan sosial yang dihadapi oleh para lansia yang berada di lingkungan Pusaka V. meningkatkan kualitas kesejahteraan sosial lansia di wilayah Pusaka V secara terpadu dan terarah. Kemandirian bagi setiap lansia yang potensial akan diasah. Pelayanan sosial bagi setiap lansia secara terarah dan berkesinambungan. Kegiatan yang dilakukan di Pusaka V yaitu memberikan makan setiap hari kepada WBS yang terdaftar dengan menu yang berbeda setiap hari. Pusaka V juga memberikan santunan berupa sandang, pakaian dan perlengkapan lainnya, memberikan layanan kesehatan, seperti pemeriksaan kesehatan dari dokter PUSKESMAS. Pada saat tertentu diadakan gerak jalan dan senam bagi para lansia dilakukan seminggu sekali. Kegiatan lain di Pusaka V yaitu pengajian rutin yang diikuti oleh para WBS. Ikut serta dalam acara lansia yang diadakan oleh DKI Jakarta. Pusaka V masih menghadapi beberapa masalah, diantaranya adalah dana untuk pemberian makanan bagi para lansia kurang, donatur yang tidak tetap sehingga mengakibatkan dana yang masuk tidak tentu, kemudian penyuluhan kesehatan yang diadakan di Pusaka V masih kurang (jarang).
11
Karakteristik Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah lansia perempuan yang berusia >60 tahun. Kriteria inklusi yang digunakan (lansia berusia ≥ 60 tahun, tidak pikun, dalam keadaan sehat, tidak mengalami gangguan pendengaran dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan baik serta mampu melakukan tes kebugaran) didapatkan jumlah contoh sebanyak 32 orang. WHO 2003, mengatakan bahwa usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria yaitu: usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) ialah diatas 90 tahun. Contoh yang berada di Pusaka V sebanyak (100%) berada pada kelompok usia elderly yaitu 60 sampai 74 tahun. Sebaran contoh berdasarkan usia, pekerjaan, pendidikan dan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia, pekerjaan, pendidikan dan pendapatan Karakteristik Usia Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja PNS Karyawan Wiraswasta Berdagang Pengasuh Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Sumber Pendapatan Sosial Keluarga Sendiri Pensiun Lainnya
60-74
Kelompok 75-90
Total >90
n
%
32
0
0
0
100
10
0
0
10
31.25
0 0 0 5 17
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 5 17
0 0 0 15.62 53.12
10 14 6 2
0 0 0 0
0 0 0 0
10 14 6 2
31.25 43.75 18.75 6.25
8 24 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
8 24 0 0 0
25 75 0 0 0
Pekerjaan contoh yang berada di Pusaka V dilihat pada Tabel 5, sebagian besar pekerjaan contoh adalah pengasuh anak (53.12%), dan tidak bekerja (31,25%). Sebanyak (43.75%) subjek lulus Sekolah Dasar (SD) dan sebanyak (6.25%) subjek lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Soekirman (2006) menyatakan bahwa gaya hidup merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan dari gaya hidup yang salah. Gaya hidup dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor sosial adalah
12
jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan, pengeluaran pangan, pendidikan dan pengetahuan. Pendapatan yang diperoleh sebagian besar contoh (75%) adalah berasal dari keluarga dan sebanyak (25%) berasal dari sosial. Lansia di Pusaka V banyak yang tinggal bersama sanak keluarganya, sehingga dana yang diperoleh paling banyak terdapat dari keluarga mereka. Pendapatan yang lain sering mereka dapatkan dari santunan sosial. Menurut Soekirman (2006), lansia di Indonesia masih banyak bergantung pada orang lain terutama anak. Ketergantungan pada anak lebih banyak diderita oleh lansia wanita dan persentasenya naik dengan bertambahnya usia. Banyak faktor yang menentukan status ekonomi usia lanjut. Hal ini bisa disebabkan oleh produktivitas lansia yang semakin berkurang dengan bertambahnya usia sehingga pendapatan yang didapat tidak murni hasil kerja lansia. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Menurut Arisman (2009), lansia memerlukan pangan yang relatif kecil jumlahnya tetapi tinggi mutunya. Penilaian konsumsi pangan dapat menggambarkan kualitas dan kuantitas asupan dan pola makan lansia melalui pengumpulan data dalam survei konsumsi makanan. Pengukuran konsumsi pangan menggunakan metode penimbangan langsung serta food recall 2x24 jam. Berikut Tabel 6 sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan Kategori Sarapan Konsumsi suplemen Cairan <8 gls/hari Cairan ≥8 gls/hari
N 19 20 24 8
% 59.4 62.5 75.0 25.0
Frekuensi makanan yang disediakan Pusaka V adalah 2 kali makan utama, yaitu siang dan malam. Konsumsi juga erat kaitannya dengan kebiasaan makan lansia, dimana sebagian lansia ada yang mengkonsumsi makanan selain yang diberikan dari Pusaka mengkonsumsi suplemen, konsumsi cairan dan selingan. Sebanyak (59.4%) contoh memiliki kebiasaan makan untuk sarapan pagi. Kebiasaan konsumsi suplemen contoh hanya sebesar (62.5%). Konsumsi cairan contoh sebanyak (75%) contoh mengkkonsumsi air kurang dari depalan gelas perhari, dan (25%) contoh mengkonsumsi lebihdari delapan gelas air perhari. Asupan Energi dan Zat Gizi Konsumsi makan contoh yang diberikan oleh Pusaka hanya untuk makan siang dan makan malam saja. Makanan yang diberikan dari Pusaka berupa makanan pokok, lauk hewani, dan sayur serta buah. Lansia yang terdaftar pada Pusaka juga mengonsumsi makanan selain yang diberikan oleh Pusaka, seperti makan pagi, selingan ataupun jajanan. Rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh
13
(lansia) Pusaka V adalah energi sebesar 1723 Kal, protein 56.9 gram, lemak 59.92 gram. Konsumsi vitamin dan mineral contoh yaitu vitamin A sebesar 2046.46 RE, kalsium sebesar 354.92 mg, dan Fe sebesar 16.52 mg. Lansia seharusnya mengkonsumsi lebih sedikit makanan karena kebutuhan lansia menurun sebesar 10% pada usia >60 tahun. Menurut WHO 2004, seseorang yang telah berusia 40 tahun sebaiknya menurunkan konsumsi energi sebanyak 5% dari kebutuhan sebelumnya, kemudian pada usia 50 tahun dikurangi lagi sebanyak 5%. Pada usia 60-70 tahun, konsumsi energi dikurangi lagi 10% dan setelah berusia diatas 70 tahun dikurangi 10%. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Tingkat kecukupan energi dan zat gizi seseorang atau kelompok orang dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan kebutuhannya. Angka kecukupan zat gizi didasarkan pada jenis kelamin dan berat badan pada masingmasing kelompok umur. Energi yang dibutuhkan oleh lansia berbeda dengan energi yang dibutuhkan oleh orang dewasa, karena perbedaan aktivitas fisik yang dilakukan. Energi yang dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga sel-sel maupun organ-organ dalam tubuh, agar bisa tetap berfungsi dengan baik walaupun fungsinya tidak sebaik seperti saat masih muda. AKG, konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada lansia dapat dilihat pada Tabel 7. Asupan dan tingkat kecukupan zat gizi merupakan gambaran kontribusi zat gizi yang didapatkan dari konsumsi makanan. Zat gizi terbagi menjadi 2 Makro (Energi, Protein, Lemak) dan Mikro (Vitamin dan Mineral meliputi Ca, Fe dan Vitamin A). Tingkat kecukupan zat gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 AKG, konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada contoh Energi dan zat gizi Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Kalsium (mg) Fe (mg) Vit.A (RE)
Rata-rata AKG Konsumsi 1539±209.56 1723±242.59 52.6±5.22 56.29±7.63 42.8±5.90 59.95±8.29 933.8±92.83 354.92±46.20 11.2±1.11 16.52±2.50 466.9±46.41 2046.46±196.51
Tk. Kecukupan (%) 113±17 107±15 141±21 38±5 148±25 442±55
Kebutuhan energi dan zat gizi pada lansia didasarkan pada jenis kelamin dan berat badan pada masing-masing kelompok umur. Rata-rata kebutuhan energi dan zat gizi lansia adalah 1539 kkal, 52.6 g protein, 42.8 g lemak, 933.8 mg kalsium, 11.2 mg besi dan 466.9 RE vitamin A. Menurut Fatmah (2010), salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi pada lansia adalah perubahan hormon. Pertambahan usia menyebabkan terjadinya peningkatan sensitivitas hormon kolesistokinin (CCK) yaitu hormon yang mengontrol nafsu makan. Kombinasi antara peningkatan CCK dalam tubuh dan peningkatan sensitivitas CCK terhadap rasa kenyang pada lansia menyebabkan terjadinya anoreksia. Pada lansia, waktu yang dibutuhkan untuk
14
mengosongkan lambung lebih lama. Hal ini menjelaskan mengapa lansia memiliki efek kenyang lebih lama dibandingkan usia yang lebih muda. Selain CCK, hormon yang mempengaruhi anoreksia dan penurunan berat badan pada lansia yaitu leptin, opioid, nitrit oksida dan sitokin. Kategori tingkat kecukupan gizi lansia di PUSAKA V dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran lansia berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi Kategori Defisit Tk. Berat Defisit Tk. Sedang Defisit Tk. Ringan Normal Kelebihan Total
Energi n %
Protein N %
Lemak n %
Kategori
n
Vit A %
0
0
0
0
0
0
2
6.2
2
6.2
0
0
3
9.3
3
9.3
0
0
14 13 32
43.7 40.6 100
21 6 32
65.6 18.7 100
5 27 32
15.6 84.3 100
Kalsium n %
n
Kurang
0
Cukup
Total
Fe %
0
32
100
0
0
32
100
0
0
32
100
32
100
32
100
32
100
Tingkat kecukupan gizi contoh pada energi dan protein rata-rata sudah tercukupi. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh tergolong dalam kategori normal sebanyak (43.7%) untuk energi dan (65.6%) untuk protein. Hasil penelitian menunjukan masih terdapat contoh yang tergolong dalam kategori defisit tingkat sedang sebanyak (6.2%) dan defisit tingkat ringan sebanyak (9.3%). Tingkat kecukupan lemak contoh rata-rata terdapat pada kategori lebih yaitu sebesar (84.3%). Hal ini dikarenakan konsumsi makanan yang mengandung minyak cukup tinggi, sehingga menyumbangkan kandungan lemak yang juga tinggi. Kebutuhan gizi contoh dapat tercukupi dari makanan yang di konsumsi contoh, yaitu makanan dari Pusaka V dan makanan selain yang diberikan oleh Pusaka V. Tingkat kecukupan vitamin A seluruh contoh tergolong dalam kategori cukup yaitu sebanyak (100%). Hal ini baik untuk lansia, karena lansia memang membutuhkan vitamin A yang cukup tinggi. Berdasarkan AKG kebutuhan vitamin A lansia sebesar 500 RE. Jika konsumsi vitamin A lansia berlebih maka akan disimpan, karena vitamin A tergolong dalam vitamin yang larut lemak. Tingkat kecukupan kalsium contoh semua tergolong dalam kategori kurang yaitu sebesar (100%). Konsumsi kalsium contoh 354.92 mg, sedangkan konsumsi kalsium yang dianjurkan berdasarkan AKG sebesar 1000 mg. Tingkat kecukupan kalsium yang rendah pada contoh disebabkan karena, kurangnya konsumsi susu. Hasil wawancara menunjukan konsumsi susu contoh sangat jarang, sedangkan pada DKBM kandungan kalsium tertinggi terdapat pada susu. Menurut Flynn dan Cashman (1999), peningkatan asupan kalsium dari makanan akan memberi keuntungan untuk perkembangan dan pemeliharaan tulang dan dapat mengurangi risiko osteoporosis pada usia lanjut. Konsumsi Fe contoh berkisar 16.52±2.50 mg/hari. Konsumsi besi pada lansia sudah cukup dari yang dianjurkan berdasarkan AKG sebesar 14 mg/hari. Menurut Flynn dan Cashman (1999), peningkatan asupan kalsium dari makanan yang biasa dikonsumsi akan memberi keuntungan untuk perkembangan dan pemeliharaan tulang dan dapat mengurangi risiko osteoporosis pada usia lanjut.
15
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal ialah suatu rangkaian gerak tubuh yang menggunakan tenaga atau energi. Jenis aktivitas fisik sehari-hari yang dilakukan contoh antara lain menggunakan kendaraan atau transportasi, tidak berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh. Kelebihan energi karena rendahnya aktivitas fisik dapat meningkatkan resiko kegemukan atau obesitas (Misnadiarly 2007). Aktivitas fisik contoh dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik Aktivitas Fisik Ringan Sedang Berat Total
PAL (1.4-1.69) (1.7-1.99) (>1.99)
n 28 4 0 32
% 87.5 12.5 0 100
Sebagian besar contoh 87.5% memiliki aktivitas ringan. Hal ini dikarenakan tidak ada aktivitas yang berat untuk lansia dikarenakan kondisi fisik yang sudah tidak memungkinkan lagi bekerja. Lansia yang masih beraktivitas dengan baik akan mempengaruhi status gizinya. Menurut Tsiros et al (2008), bahwa aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat mempertahankan status gizi optimal dan dapat mengurangi penimbunan lemak sehingga mengurangi resiko seseorang dari kondisi overweight. Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan makanan. Indek masa tubuh (IMT) merupakan ukuran antropometri yang baik digunakan pada orang dewasa yang memberikan gambaran mengenai asupan gizi seseorang di masa lalu dan dibandingkan masa kini (Hady 2003). Contoh yang berada pada kategori status gizi normal yaitu sebesar (46.8%). Hal ini menunjukkan lansia dalam keadaan yang baik. Kemudian contoh yang berada pada kategori overweight yaitu sebesar (43.7%). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi (IMT) Underweight (<18,5) Normal (18.6-25.0) Overweight (>25) Total
n 3 15 14 32
% 9.38 46.8 43.7 100
Patriasih et al. (2013), menyatakan bahwa indeks massa tubuh dan lingkar pinggang pada lansia yang tinggal di non panti lebih besar dibandingkan dengan lansia yang tinggal di panti. Hal ini dapat dikarenakan asupan gizi yang berlebihan. Peningkatan indeks massa tubuh berkaitan erat dengan peningkatan penyakit degeneratif kronis, seperti DM tipe 2, penyakit kardiovaskular dan kanker.
16
Pada tabel diatas masih ada contoh yang berstatus gizi kurang sebesar (9.38%). Lansia merupakan kelompok usia yang beresiko terhadap salah gizi karena adanya penyakit yang di derita, ketidakmampuan fisik, kesehatan gigi dan mulut yang buruk, pengobatan, isolasi sosial, keterbatasan ekonomi atau gangguan kesehatan mental (Haris 2004). Yulizawaty (2013), menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara lansia yang tinggal di panti dengan yang non panti. Sebagian besar lansia di Kota Bandung yang tinggal di Panti memiliki status gizi normal (37%), namun masih ada sebagian lansia yang memiliki status gizi kurang sebesar (8.7%). Tingkat Kebugaran Lansia Tingkat kebugaran adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang serta untuk keperluan mendadak (Sumintarsih 2006). Tingkat kebugaran contoh pada tes CS (Chair Stand) yaitu (50%) baik dan (50%) kurang. Hasil pengamatan contoh masih dapat melakukan Chair Stand tetapi jumlah yang dicapai belum memenuhi batas cut of point yang di kutip dari jurnal Rikli dan Jhones (2002) yang berjudul The Journal on Active Aging. Latihan yang sesuai dengan kaidah-kaidah latihan yang benar akan dapat mencegah dan bahkan mengurangi kelebihan berat badan dan juga meningkatkan kebugaran jasmani. Olahraga kesehatan dapat diketahui dengan latihan senam aerobik intensitas sedang (low impact) yang dilakukan 3x seminggu (Fauzi 1996). Pada tes MS (2-Min Step) yaitu sebesar (96.9%) contoh dalam kategori kurang. Hal ini dikarenakan sebagian besar contoh sulit melakukan tes ini, karena pada 2Min Step contoh harus mengangkat lutut kanan sampai ketitik tengah dalam kurun waktu 2 menit, kemudian di hitung berapa kali contoh dapat mengangkat lutut. Pada tes CSR (Chair Sit and Reach) yaitu sebanyak (59.4%) terdapat pada kategori kurang. Kebugaran dapat disebut juga kesegaran jasmani, dimana menurut Sumosardjuno (1992) diacu dalam Fatmah (2011) dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk keperluan yang mendadak. Nilai kebugaran jasmani setiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas atau profesi masing-masing. Tes BS (Back Scratch) yang dilakukan (75%) contoh terdapat dalam kategori kurang, dan (25%) contoh terdapat dalam ketegori baik. Sebagian besar contoh belum dapat melakukan tes Back Strech dengan baik. Hal ini ditunjukan dari hasil yang didapat pada saat melakukan tes, selain itu lansia sulit untuk melakukannya, karena kelenturan otot tangan lansia sudah mulai menurun. Lain halnya dengan tes FUG (8-Fit Up and Go) sebagian besar contoh (93.8%) dapat melakukannya. Hal ini dikarenakan tes tidak terlalu sulit bagi para lansia. Pada tes ini para lansia diminta untuk duduk kemudian bangun dari tempat duduk, dan berjalan sejauh 8 kaki (2.44 m) kemudian berbalik dan berjalan kembali keposisi duduk semula, yang dihitung adalah jumlah waktunya (berapa detik atau menit) lansia dapat melakukan hal tersebut. Berikut Tabel 11 sebaran contoh berdasakan tingkat kebugaran.
17
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran CS (30 Second Chair Stand) Baik Kurang Total MS (2-Min Step) Baik Kurang Total CSR (Chair Sit & Reach) Baik Kurang Total BS (Back Scratch) Baik Kurang Total FUG (8-Fit Up & Go) Baik Kurang Total
n
%
16 16 32
50 50 100
1 31 32
3.1 96.9 100
13 19 32
40.6 59.4 100
8 24 32
25 75 100
32 2 32
93.8 6.2 100
Keseluruhan tes menggambarkan keadaan kebugaran fisik masing-masing contoh. Sebagian besar contoh tidak dapat melakukan test sesuai dengan cut of point yang di acu, hal ini dikarenakan faktor fisik pada lansia selalu menjadi kendala dalam kebugaran tubuhnya yang tidak memungkinkan lagi untuk melakukan aktivitas fisik yang berat. Rikli dan Jhones (2002), seseorang memiliki tingkat kebugaran yang baik jika orang tersebut memenuhi tingkat kebugaran yang sesuai dengan parameter tertentu. Parameter tersebut meliputi berat badan dan tinggi badan. Hubungan Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 12 menunjukkan bahwa konsumsi pangan contoh memiliki hubungan yang signifikan terhadap status gizi (p<0.05). Hubungan konsumsi energi, protein, lemak, karbohidrat, phosfor terhadap status gizi berhubungan pada taraf nyata (p<0.01). Konsumsi kalsium dan Fe menunjukan adanya hubungan yang nyata terhadap status gizi (p<0.05). Konsumsi vitamin A tidak menunjukan adanya hubungan terhadap status gizi, hal ini ditunjukan pada signifikansi vitamin A terhadap status gizi sebesar (p>0.05). Menurut Fatmah (2011), pada dasarnya keadaan gizi ditentukan oleh konsumsi pangan dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat gizi tersebut. Penelitian pada lansia yang merupakan kelompok yang telah mengalami penurunan fungsi dan metabolisme tubuh, sehingga penyerapan zat gizi dalam tubuh tidak optimal untuk menyediakan cadangan dalam tubuh. Hubungan konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi dapat dilihat pada Tabel 12.
18
Tabel 12 Korelasi antara konsumsi pangan, aktivitas fisik dengan status gizi Variabel
Aktivitas fisik Konsumsi Energi Konsumsi Protein Konsumsi Lemak Konsumsi KH Konsumsi Kalsium Konsumsi Phosfor Konsumsi Fe Konsumsi Vit. A
Status Gizi Koefesien -0.224 0.782 0.674 0.599 0.770 0.439 0.699 0.409 0.072
signifikansi 0.217 0.000** 0.000** 0.000** 0.000** 0.012* 0.000** 0.020* 0.695
FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu sangat ringan, ringan, sedang, dan berat. Pada tabel diatas hubungan antara aktivitas fisik contoh terhadap status gizi menunjukan tidak adanya hubungan yang nyata dengan signifikansi (p>0.05). Hal ini di karenakan aktivitas fisik yang dilakukan oleh para lansia tergolong dalam aktivitas yang ringan, sehingga aktifitas yang dilakukan lansia tidak berpengaruh nyata terhadap status gizi. Lain halnya dengan konsumsi pangan yang berhubungan dengan status gizi. Penelitian Murbawani dan fitriah (2007) mendapatkan hasil analisis statistik dengan uji Pearson, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi, dengan r = -0.444 dan p = 0.962. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian dan teori-teori yang ada bahwa aktivitas fisik dapat mempengaruhi status gizi (Diah 2002). Aktivitas fisik yang dilakukan setiap hari berhubungan dengan energi yang digunakan dan dapat menyebabkan perubahan status gizi dalam waktu yang relatif lama. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi selain aktivitas fisik, yaitu pola makan, enzim, hormon dan obatobatan(Sunita A 2002). Penelitian Ruslianti (2006) tentang hubungan aktivitas fisik dengan status gizi, menunjukan hal yang sama yaitu tidak adanya hubungan antara aktivitas fisik lansia dengan status gizi. Pada penelitian longitudinal multidisiplin di Jepang, menemukan bahwa pada usia lebih dari 75 tahun, menurunnya kekuatan menggenggam, dan tidak adanya kebiasaan berjalan kaki. Hal ini merupakan faktor resiko yang dapat mengakibatkan penurunan skor aktivitas fisik. Hubungan Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Tingkat Kebugaran
Terhadap
Pada penelitian ini untuk melihat hubungan antar variabel-variabel, maka dilakukan uji statistik. Uji yang digunakan adalah uji korelasi Spearman. Hubungan antar variabel yang diuji yaitu hubungan status gizi contoh dengan tingkat kebugaran, hubungan konsumsi pangan contoh dengan tingkat kebugaran dan hubungan aktifitas fisik contoh dengan tingkat kebugaran. Hasil uji korelasi spearman pada tes CS (Chair Stand) dan MS (2-Min Step) dapat dilihat pada Tabel 13.
19
Tabel 13 Hasil uji Spearman antar variabel terhadap tingkat kebugaran chair stand dan 2-min step Variabel
Status Gizi Aktivitas fisik Konsumsi Energi Konsumsi Protein Konsumsi Lemak Konsumsi KH Konsumsi Kalsium Konsumsi Phosfor Konsumsi Fe Konsumsi Vit. A
Tingkat kebugaran Chair Stand Koefesien signifikansi 0.166 0.364 0.003 0.985 0.156 0.395 0.129 0.483 0.122 0.506 0.183 0.317 -0.027 0.883 -0.068 0.713 0.014 0.941 0.007 0.971
Variabel
Status Gizi Aktivitas fisik Konsumsi Energi Konsumsi Protein Konsumsi Lemak Konsumsi KH Konsumsi Kalsium Konsumsi Phosfor Konsumsi Fe Konsumsi Vit. A
Tingkat kebugaran 2-Min Step Koefesien signifikansi -0.049 0.792 -0.148 0.418 -0.029 0.874 -0.010 0.958 0.029 0.874 -0.068 0.711 -0.204 0.262 0.010 0.958 0.263 0.146 -0.185 0.311
Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Chair Stand dan 2-Min Step Hasil uji korelasi Spearman antara status gizi dengan tingkat kebugaran Chair Stand dan 2-Min Step , menunjukkan hubungan negatif, yang tidak signifikan (p>0.05). Hal ini di tunjukkan dengan status gizi contoh tidak berpengaruh dalam mendapatkan nilai Chair Stand dan 2-Min Step sebagai indikator tingkat kebugaran. Contoh yang memiliki status gizi rendah belum tentu memiliki tingkat kebugaran yang rendah begitu pula sebaliknya. Kebugaran tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh status gizi saja, tetapi juga aktivitas fisik yang dilakukan contoh. Selain itu kebugaran juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain yaitu umur, jenis kelamin, genetik, dan kebiasaan merokok (Fatmah 2011). Aktivitas Fisik dengan Tingkat Kebugaran Chair Stand dan 2-Min Step Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Untuk mencapai kondisi kebugaran yang prima seseorang perlu melakukan latihan fisik dengan metode latihan yang benar (Sumintarsih 2006). Pada tabel 14 hasil uji korelasi Spearman antara aktivitas fisik contoh dengan tingkat kebugaran chair stand dan 2-min step menunjukan hasil yang tidak signifikan atau nyata (p>0.05). Hal ini dikarenakan kondisi fisik lansia yang sudah menurun, sehingga sulit untuk melakukan tes tersebut. Pusaka V memberikan senam untuk lansia seminggu sekali, hal ini tidak berpengaruh terhadap tingkat kebugaran lansia. Dari hasil penelitian lain bahwa intervensi senam dapat berpengaruh pada tingkat kebugaran jika diberikan seminggu tiga kali (Kuswari 2013). Konsumsi Pangan dengan Tingkat kebugaran Chair Stand dan 2-Min Step Hasil uji korelasi Spearman antar konsumsi energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor dan vitamin A dengan tingkat kebugaran Chair Stand dan 2-Min Step, tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa faktor gizi bukanlah satu-satunya yang mempengaruhi
20
tingkat kebugaran contoh, tetapi ada faktor-faktor lain di luar asupan makanan (energi dan zat gizi) yang dapat mempengaruhi tingkat kebugaran. Salah satu upaya untuk mendapatkan kebugaran jasmani yang baik diperlukan tingkat konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan kebutuhannya (Sumintarsih 2006). Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Chair Sit and Reach dan Back Scratch Pada Tabel 14 Hasil uji korelasi Spearman antara status gizi dengan tingkat kebugaran Chair Sit and Reach menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p>0.05), tetapi pada hasil tes tingkat kebugaran Back Scratch menunjukan adanya hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran (p<0.05). Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kelenturan tangan lansia, yang masih dapat mengerjakan sesuatu yang ringan. Jenis olahraga bagi lansia untuk mencapai kebugaran yang paling tepat adalah latihan aerobik yang disertai latihan-latihan kekuatan ditambah gerakan perimbangan dan peregangan (Pusdiknakes, 2004). Tabel 14 Hasil uji spearman antar variabel terhadap tingkat kebugaran chair sit and reach dan back scratch Variabel
Status Gizi Aktivitas fisik Konsumsi Energi Konsumsi Protein Konsumsi Lemak Konsumsi KH Konsumsi Kalsium Konsumsi Phosfor Konsumsi Fe Konsumsi Vit. A
Tingkat kebugaran Chair Sit and Reach Koefesien signifikansi 0.327 0.067 -0.130 0.480 0.362 0.042* 0.300 0.096 0.210 0.248 0.444 0.011* 0.252 0.165 0.355 0.046* 0.100 0.586 0.010 0.955
Variabel
Status Gizi Aktivitas fisik Konsumsi Energi Konsumsi Protein Konsumsi Lemak Konsumsi KH Konsumsi Kalsium Konsumsi Phosfor Konsumsi Fe Konsumsi Vit. A
Tingkat kebugaran Back Scratch Koefesien signifikansi 0.360 0.043* -0.318 0.076 0.320 0.074 0.219 0.229 0.109 0.551 0.320 0.074 0.086 0.640 0.203 0.265 0.149 0.417 -0.039 0.832
Aktivitas Fisik dengan Tingkat Kebugaran Chair Sit and Reach dan Back Scratch Aktifitas fisik lansia sudah tidak sama dengan orang dewasa pada umumnya. Aktivitas fisik lansia menurun seiring bertambahnya usia, tidak banyak hal-hal berat yang dapat dilakukan oleh lansia. Pada kondisi lansia hanya dapat mengerjakan hal-hal yang ringan saja (Bustaman 2003). Hubungan aktivitas fisik contoh dengan tingkat kebugaran Chair Sit and Reach serta back scratch menunjukan hasil yang tidak signifikan (p>0.05), karena pada kondisi lansia terjadi perubahan-perubahan fisik. Menurut Bustaman (2003) pada lansia terjadi perubahan sistem persyarafan, sistem kardiovaskuler serta sistem respirasi. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas fisik pada lansia, sehingga lansia tidak dapat melakukan aktivitas yang terlalu berat serta melelahkan.
21
Konsumsi Pangan dengan Tingkat kebugaran Kebugaran Chair Sit and Reach dan Back Scratch Secara umum, yang dimaksud kebugaran adalah kebugaran fisik (physical fitness), yakni kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat menikmati waktu luangnya. Olah raga adalah bentuk latihan fisik yang memberikan pengaruh baik (positif) terhadap tingkat kemampuan fisik seseorang, bila dilakukan secara baik dan benar ( Depkes RI, 2001). Hasil uji korelasi Spearman antara konsumsi pangan terhadap tingkat kebugaran Chair Sit and Reach terdapat hasil yang signifikan (p<0.05) yaitu pada konsumsi energi, karbohidrat serta konsumsi fosfor. Konsumsi protein, lemak, kalsium, besi dan vitamin A tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0.05). Hubungan konsumsi pangan terhadap tingkat kebugaran Back Scratch yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, fosfor, kalsium Fe dan vitamin A tidak menunjukan hasil yang nyata atau signifikan (p>0.05). Status Gizi, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan dengan Tingkat Kebugaran 8Fit Up and Go Hubungan status gizi dengan tingkat kebugaran 8-fit up and go dapat dilihat pada Tabel 15. Hasil dari uji korelasi Spearman menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status gizi dengan tingkat kebugaran 8fit up and go. Hal ini sama dengan penelitian Putri (2012) yang dilakukan di Jatinangor. Hasil menunjukan hubungan negatif yang tidak signifikan (p>0.05, r= -0.113), tidak ada hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran, karena untuk melihat tingkat kebugaran tidak hanya dilihat dari status gizi saja. Tingkat kebugaran dapat dilihat dari kebiasaan berolah raga dan intensitas olah raga yang dilakukan (Kuswari 2013). Hasil uji korelasi Spearman antar variabel terhadap tingkat kebugaran 8-fit up and go dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15 Hasil uji spearman antar variabel terhadap tingkat kebugaran 8-Fit Up and Go Variabel
Status Gizi Aktivitas fisik Konsumsi Energi Konsumsi Protein Konsumsi Lemak Konsumsi Kharbo Konsumsi Kalsium Konsumsi Phosfor Konsumsi Besi Konsumsi Vit. A
Tingkat kebugaran 8-Fit Up and Go Koefesien signifikansi 0.070 0.704 0.170 0.351 0.266 0.142 0.126 0.493 0.042 0.820 0.308 0.087 0.252 0.165 0.098 0.594 0.028 0.879 0.252 0.165
Hubungan aktivitas fisik contoh dengan tingkat kebugaran 8-fit up and go menunjukan hasil yang tidak signifikan (p>0.05), karena pada kondisi lansia terjadi perubahan-perubahan fisik. Pada penelitian ini contoh rutin melakukan senam seminggu sekali, dapat dilihat tidak ada hasil yang nyata terhadap tingkat kebugaran. Menurut Nina (2007) secara fisiologiss olahraga dapat meningkatkan
22
kapasitas aerobik, kekuatan, flesibilitas dan keseimbangan. Secara psikologis olahraga dapat meningkatkan mood, mengurangi resiko pikun dan mencegah depresi. Hasil uji korelasi Spearman antara konsumsi pangan (energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, phosfor, besi dan vitamin A) terhadap tingkat kebugaran 8-fit up and go tidak terdapat hasil yang signifikan (p>0.05). Hal ini dikarenakan tingkat kebugaran tidak hanya dipengaruhi oleh konsumsi pangan saja. Banyak faktor lain yang mempengaruhi tingkat kebugaran, seperti aktivitas fisik sehari-hari, kebiasaan berolah raga, intensitas olah raga (Kuswari 2013).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Lansia yang menjadi contoh dalam penelitian ini berjumlah 32 orang, dengan jenis kelamin wanita. Sebanyak (100%) contoh berada pada kelompok usia 60 sampai 74 tahun. Pekerjaan cotoh yang berada di PUSAKA V sebagian besar (53.12%) adalah pengasuh anak. Sebanyak 43.75% subjek lulus Sekolah Dasar (SD). Pendapatan yang diperoleh sebagian besar contoh 75% adalah berasal dari keluarga. Contoh di PUSAKA V memiliki kebiasaan sarapan sebanyak (59.4%), kebiasaan mengkonsumsi suplemen sebanyak (62.5%), kebiasaan mengkonsumsi air putih lebih dari 8 gelas perhari sebanyak (75%). Rata-rata konsumsi energi contoh sebesar 1723 Kal, protein 56.9 gram, lemak 59.92 gram. Konsumsi vitamin dan mineral contoh didapat vitamin A sebesar 2046.46 RE, kalsium sebesar 354.92 mg, dan Fe sebesar 16.52 mg. Sebesar 43.7% kecukupan energi terdapat pada kategori normal dan 65.6% kecukupan protein juga terdapat pada kategori normal. Pada tingkat kecukupan lemak rata-rata contoh terdapat pada kategori lebih yaitu sebesar 84.3%. tingkat kecukupan vitamin A contoh tergolong dalam kategori cukup, Tingkat kecukupan kalsium contoh masih kurang , dan tingkat kecukupan Fe contoh sudah cukup. Aktivitas fisik contoh sebesar 87.5% memiliki aktivitas ringan. Status gizi contoh sebagian besar berada pada kategori normal (46.8%). Sebagian besar contoh memiliki tingkat kebugaran yang masih kurang, pada tes chair stand 50% contoh tergolong dalam kategori tingkat kebugaran kurang. 2-min step sebesar 96.9% contoh tergolong dalam kategori kurang. Pada tes chair sit and reach sebesar 59.4% contoh tergolong dalam kategori tingkat kebugaran kurang. Back scratch sebagian besar contoh 75% tergolong dalam kategori kurang. Dan pada tes 8-fit up and go sebesar 93.8% contoh tergolong dalam kategori tingkat kebugaran baik. Tidak adanya hubungan antara aktivitas fisik contoh terhadap status gizi contoh (P>0.05). Energi, protein lemak, karbohidrat, phosfor, kalsium dan Fe terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05), tetapi pada konsumsi vitamin A tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05). Tidak terdapat hubungan antara konsumsi pangan dengan tingkat kebugaran chair stand, 2-min step, back scratch, dan 8-fit up and go (p>0.05), sedangkan pada tes chair sit and reach terdapat
23
hubungan dengan konsumsi pangan energi, karbohidrat dan phosfor (p<0.05). Hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran chair stand, 2-min step, chair sit and reach, dan 8-fit up and go tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05), tetapi pada test tingkat kebugaran back scartch terdapat hubungan yang signifikan dengan status gizi (p<0.05). Sedangkan pada aktivitas fisik tidak menunjukan hubungan yang nyata atau signifikan pada semua tes yang dilakukan (p>0.05). Saran Pihak PUSAKA V maupun contoh diharapkan dapat memperhatikan asupan enegi dan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat aktivitas contoh, agar kebutuhan gizi contoh dapat terpenuhi, sehingga diharapkan tidak ada contoh yang memiliki status gizi under weight dan over weight. Sebaiknya makanan yang diberikan diperhatikan kualitas zat gizinya, karena pada kelompok contoh (lansia) membutuhkan makanan dengan kualitas gizi yang tinggi, untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Pemberian penyuluhan atau pendidikan gizi secara intensif atau rutin, bisa diadakan secara rutin, contohnya sebulan dua kali, agar lansia tidak lupa dan mengerti akan pentingnya gizi bagi lansia. Pemeriksaan kesehatan dari puskesmas bisa diusulkan dua minggu sekali, untuk mengontrol kondisi para lansia. Kegiatan senam yang diberikan mungkin waktunya bisa di tambah, menjadi dua kali seminggu.
24
DAFTAR PUSTAKA Amrum Bustaman. 2003. Pembinaan Kesegaran Jasmani untuk Lanjut Usia. Jakarta : PT. Grafindo Persada Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta; EGC. Almatsier S, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta:Gramedia. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010.menegpp.go.id/V2/index.php/datadanInformasi/kependudukan?download=9%3Apenduduk-lanjut-usia [1 Maret 2015] [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta (ID): Depkes RI. . 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta (ID): Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat-Depkes. . 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta (ID): Depkes RI. . 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta (ID): Depkes RI. Diah K. 2002. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi, Tingkat Konsumsi Lemak dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Ibu-ibu di Paledon. Debby N Putri. 2012. Hubungan Antara Konsumsi Pangan, Tingkat Kecukupan Zat Gizi dan Aktivitas Fisik Terhadap Tingkat Kebugaran Praja Putra Institut Kepemerintahan Dalam Negeri Jatinangor Jawa Barat. IPB: Skripsi. Fauzi D. 1996. PengruhSenam Aerobik Terhadap Kebugaran Jasmani di Bulan Puasa. Majalah Ilmiah Olahraga. Jakarta:Menpora. Fatimah. 2011. Senam Aerobik dan Konsumsi Zat Gizi Serta Pengaruhnya Terhadap Kadar kolesterol Darah Wanita. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol.8 23-27. Fatmah. 2011. Gizi Kebugaran dan Olahraga. Bandung: Lubuk Agung. Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga. FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Helath Organization; 2003.3 Flynn A, Cashman KD. 1999. Calcium Fortification of Foods. In Mineral Fortification of Foods, pp. 18-53 (R. Hurrel, edit). Surrey: Leatherhead Food RA. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press. Riyadi H. 2003. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri [diktat]. Hardianto Wibowo. 2003. Lanjut Usia dan Olahraga. Jakarta : PT. Grafindo Persada Hardinsyah, Briawan D. 2002. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Harris NG. 2004. Nutrition in Aging. Di dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food, Nutrition & Diet Therapy 11 th ed. USA (US): Elsevier. Hlm 319-396.
25
Hastono Susanto Priyo. 2006. Analisis Data. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jessle Jones dan Roberta E Rikli. 2002. The Journal on Active Aging “To design an effective exercise program”. March 2002:24-30. Juni N Fitriah dan Etisa A Murbawani. 2007. Hubungan Asupan Zat Gizi Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Pada Peserta Senam Aerobik. Skripsi. UNDIP [Kemsos] Kementrian Sosial. 2007. Penduduk Lanjut Usia di Indonesia dan Masalah Kesejahteraan nya. Jakarta (ID): Kemsos. Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). 2010. Pedoman Active aging (Penuaan Aktif) Bagi Pengelola dan Masyarakat. Jakarta : Komnas Lansia Kusharto C. 2012. Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Kuswari Mury. 2013. Pengaruh Frekuensi Latihan Senam Arobik Intensitas Sedang (low impact) terhadap Status Gizi dan Kebugaran Mahasiswi (Tesis). IPB Misnadiarly. 2007. Obesitas: Sebagai Faktor Risiko Beberapa Penyakit. Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Nugroho. 2000. Perubahan yang Terjadi pada Lansia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Patriasih R, Widiaty I, Dewi M, Khomsan A, Sukandar D. 2013. A study on Nutritional Status, Health Characteristics and Psychosocial Aspects of the Elderly Living with Their Family and of Those Living in Nursing Home. Bogor (ID): IPB Press. Ruslianti. 2006. Model Hubungan Aspek Psiko Sosial dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lansia (Jurnal). JPG Juli 2006 1:29-35 Salim O, Kusumaratna R, Sudharma N, Hidayat A. 2006. Tinggi Lutut Sebagai Prediktor dari Tinggi Badan Lanjut Usia. Universa Medicina Vol 25 No 1. Sharkey J. 2002. Inadequate Nutrition Intakes Among Homebound Elderly and Their Correlation With Individual Characteristic and Health Related Factors. Am J.Clin Nute Vol 76 No.6 1435-1445. Soekirman et al. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT.Gramedia. Sumintarsih. 2006. Kebugaran Jasmani untuk Lanjut Usia. Jurnal Olahraga agustus 2006: 147-160 Sunita A. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakrta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Supriasa IDN, Bakri B, Hajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC. Tsiros, M. D., Sinn, N., Coates, A. M., Howe, P. R. C., & Buckley, J.D. 2008. Treatment of adolescent overweight and obesity. European Journal of Pediatrics, 167, 9-16. Waleer Nina. 2007. It’s Never too Late : Physical activity and elderly people. Norwegian Knowlege Center for The Health Service.
26
[WHO]. World Health Organization. 2000. Body Mass Index (bmi) = Indeks massa tubuh. http://www.obesitas.web.id/indonesia/bmi(i).htm [Maret 2014]. [WHO]. World Health Organization. 2004. Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health. Geneva. Yulizawaty R. 2013. Keterkaitan Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Status Kesehatan Lansia di Kota Bandung [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 September 1990 dari pasangan Almarhum Sukarno Purnawirawan Mayor TNI-AU dengan Kusmiati . Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Angkasa 2 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di Diploma IPB Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi. Pada tahun 2011 penulis lulus dari Diploma IPB dan melanjutkan pendidikan di Program Alihjenis Ilmu Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Pada saat menempuh pendidikan Diploma III penulis pernah mengikuti Praktek Usaha Jasa Boga (PUJB) di Hotel Kartika Chandra Jakarta, kemudian mengikuti Manejemen Asuhan Gizi Klinik selama 4 bulan di RSUD Prof. Dr. Margono Purwokerto. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Ekologi Manusia IPB penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi pada bulan Juli-Agustus 2013 di Desa Sekarmulya, Kecamatan Widasari Kabupaten Indramayu.