HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO REMAJA DI PEMUSATAN LATIHAN NASIONAL CIPAYUNG, BOGOR
APRILIA PITRIANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRACT APRILIA PITRIANI. Correlations Between Food Consumption and Nutritional Status with Fitness Level of Adolescents Taekwondo Athletes in Centralization of National Training Cipayung, Bogor. SUPERVISED by BUDI SETIAWAN and MIRA DEWI. The general objective of study was to analyze food consumption, adequacy ratio, nutritional status, and fitness level of adolescents taekwondo athletes in Centralization of National Training Cipayung, Bogor. The research used cross sectional study design with 23 adolescents athletes as samples. The primary data included characteristic of samples, nutritional status by anthropometry (body mass index), and food consumption. The secondary data included fitness level by bleep test (VO2 max values), sit and reach test (flexibility), sit up and squat jump (muscle endurance), and overview of the study site which was Centralization of National Training. The study showed that overall athletes has normal nutritional status. Most athletes were lack of sufficient levels of energy and protein. There was positive correlations between the ages of athletes with flexibility (p<0,05, r=0,456) and muscle endurance (sit up test) (p<0,05, r=0,456). The correlations between with fitness level (VO2 max) was positive significantly correlated (p<0,05, r=0,456). Keywords: Food consumption, nutritional status, physical fitness, taekwondo.
RINGKASAN APRILIA PITRIANI. Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan MIRA DEWI.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik atlet meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan, dan tinggi badan, 2) mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi, 3) mengetahui status gizi, 4) menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, flexibility dan daya tahan otot). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner. Data primer antara lain : data karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan daerah asal), data konsumsi pangan (food recall 1 x 24 jam selama 3 hari). Data sekunder diperoleh dari data administrasi pemusatan latihan nasional, Cipayung, Bogor yang meliputi data keadaan umum dan susunan keorganisasian di pemusatan latihan nasional taekwondo, serta data kebugaran (VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot). Pengolahan menggunakan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson serta uji beda Independent T-Test. Data status gizi contoh (IMT/U) diolah dari data antropometri menggunakan software WHO Antroplus dan diklasifikasikan menurut klasifikasi WHO (WHO 2007). Atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional (pelatnas) terdiri dari laki-laki (43,5%) dan perempuan (56,5%). Rata-rata usia atlet laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan rata-rata usia atlet perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Daerah asal atlet terdiri dari Jawa Tengah (43,5%), Jawa Barat (34,8%), D.I Yogyakarta (8,7%), Riau (8,7%) dan Sumatera Selatan (4,3%). Rata-rata berat badan atlet laki laki 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan atlet perempuan yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Tinggi badan atlet laki-laki yaitu 168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan atlet perempuan yaitu 160,47 ± 3,24 cm. Secara keseluruhan atlet pelatnas taekwondo memiliki status gizi yang normal. Rata-rata konsumsi energi atlet taekwondo remaja secara keseluruhan yaitu 2056 ± 618 kkal, dan tingkat kecukupan energi atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (80,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (69,2%). Rata-rata konsumsi protein atlet secara keseluruhan adalah 50,2 ± 15,8 gram, dan tingkat kecukupan protein atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (70,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar dalam kategori defisit berat (38,5%). Rata-rata konsumsi lemak atlet secara keseluruhan yaitu 55,9 ± 25,7 gram, dan tingkat kecukupan lemak pada atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori <20% dari kebutuhan energi (80,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar berada pada kategori <20% dari kebutuhan energi (69,2 %). Rata-rata konsumsi karbohidrat atlet adalah 794,8 ± 546,3 gram, dan tingkat
iv
kecukupan karbohidrat pada atlet laki-laki sebagian besar berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (50,0%) sedangkan sebagian besar atlet perempuan berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (53,8%). Ratarata konsumsi vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi atlet berturut-turut adalah 2669,8 ± 1603,0 µgRE, 110,4 ± 44,7 mg, 5313,0 ± 6156,0 mg, dan 15,5 ± 11,6 mg. Tingkat kecukupan vitamin A, vitamin C dan kalsium sebagian besar berada dalam kategori cukup sedangkan tingkat kecukupan zat besi sebagian besar berada dalam kategori kurang. Usia atlet memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat kebugaran flexibility (p<0,05, r=0,456) dan daya tahan otot (p<0,05, r=0,421). Tinggi badan memiliki hubungan yang positif dan signifikan (p<0,05, r=0,558) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max). Status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05). Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, maupun vitamin C tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0,05) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, flexibility dan daya tahan otot). Tingkat kecukupan karbohidrat dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan (p<0,05, r=0,462).
HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO REMAJA DI PEMUSATAN LATIHAN NASIONAL CIPAYUNG, BOGOR
APRILIA PITRIANI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul
: Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor
Nama
: Aprilia Pitriani
NIM
: I14080110
Menyetujui: Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr.Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
dr. Mira Dewi, MSi NIP. 19761116 200501 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sunarto dan Mama Suwati. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 April 1990. Pendidikan penulis dimulai dari TK Nurul Hikmah pada tahun 1994 sampai tahun 1995 dilanjutkan di SDN Utan Kayu Utara 05 Jakarta pada tahun 1995 sampai tahun 2001, kemudian melanjutkan di SMPN 74 Jakarta sampai tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan di SMAN 68 Jakarta sampai tahun 2007. Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur SNMPTN sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis mendapatkan beasiswa dari Yayasan Karya Salemba Empat selama kuliah di Departemen Gizi Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi seperti divisi Keprofesian periode 2010/2011. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan HIMAGIZI, BEM FEMA, Fakultas Ekologi Manusia, dan Departemen Gizi Masyarakat baik skala kampus maupun skala nasional. Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2011. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Intership Dietetic di RSUD Cibinong, Bogor.
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat mencapai gelar sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama skripsi ini disusun, penulis telah menerima dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. dan dr. Mira Dewi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan
arahan,
masukan,
kritikan
dan
dorongan
untuk
menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis. 3. Letkol CKM dr. Victor Wullur, Sp.KO selaku koordinator tim medis Pelatnas Garuda Emas 2012 yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi. 4. Pelatih Taekwondo Pelatnas Garuda Emas 2012 (Sabeum Budi Harsono, Sabeum Fahmi Fahrezzy, Sabeum Rahmy Kurnia, Sabeum Ongen, Sabeum Abdul Rozak) beserta atlet pelatnas Garuda Emas 2012 yang telah mengizinkan dan membantu penulis selama pengambilan data. 5. Kedua orang tua yaitu bapak Sunarto, dan mama Suwati, serta adik Andari dan Anang, yang telah memberikan kasih sayang, dorongan, pengertian, perhatian, semangat serta doanya. 6. Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan bantuan selama penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor. 7. Seluruh pengajar, staf laboratorium serta tata usaha Departemen Gizi Masyarakat atas segala bantuannya dalam memfasilitasi penyelesaian skripsi ini. 8. Kak Rian, Kak Fuad dan Kak Arif yang telah memberikan bantuan dan pengajarannya selama penyusuan dan penulisan skripsi.
ix
9. Teman-teman yang membantu turun lapang penelitian ini : Ika Meilaty, Gian Nubekti, Mely Choirul, Dewi Ayu W, Ayu Sekar, Ahmad Soleman yang
memberikan
dukungan
dan membantu
banyak
hal
dalam
pengambilan data hingga pengolahan data penelitian ini. 10. Sahabat-sahabatku yaitu Diana, Nilam, Ade Ayu, Junda, Ika, Dewanti dan dan Teman-teman GM 43, 44, 45, 46, 47, 48 atas kebersamaan, keceriaan, semangat serta kerjasama sejak awal masuk kuliah hingga saat ini. 11. Ferdiansyah yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dari awal hingga akhir penelitian. 12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini. Penulis
menyadari
bahwa
penulisan
skrisi
ini
masih
jauh
dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat diharapkan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pribadi maupun bagi yang memerlukannya.
Bogor, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2 Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 2 Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4 Remaja ......................................................................................................... 4 Olahraga Taekwondo .................................................................................... 4 Penilaian Status Gizi Secara Antropometri.................................................... 5 Konsumsi Pangan ......................................................................................... 6 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Atlet ................................................ 8 Kebugaran .................................................................................................... 13 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 16 METODE PENELITIAN ...................................................................................... 18 Desain, Waktu, dan Tempat .......................................................................... 18 Cara Pengambilan Contoh ............................................................................ 18 Jenis dan Cara Pengumpulan Data............................................................... 18 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 20 Definisi Operasional ...................................................................................... 23 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 25 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................. 25 Karakteristik Contoh..................................................................................... 26 Karakteristik Antropometri ............................................................................ 29 Konsumsi Pangan ........................................................................................ 30 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ....................................................... 37 Tingkat Kebugaran....................................................................................... 44 Hubungan Usia dengan Tingkat Kebugaran ................................................ 47 Hubungan Berat Badan dengan Tingkat Kebugaran .................................... 47
xi
Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran....................................... 48 Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran ................................................................................................... 48 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 50 Kesimpulan .................................................................................................. 50 Saran ........................................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52 LAMPIRAN......................................................................................................... 56
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kategori status gizi menurut IMT/U berdasarkan WHO (2007) ........................ 6 2. Kategori pengukuran data penelitian............................................................. 19 3. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi ........................................... 22 4. Kategori aktivitas berdasarkan nilai PAR ...................................................... 22 5. Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL..................................... 23 6. Sebaran atlet taekwondo berdasarkan usia .................................................. 27 7. Sebaran atet taekwondo menurut daerah asal .............................................. 28 8. Berat badan atet taekwondo berdasarkan jenis kelamin ............................... 28 9. Tinggi badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin ............................. 29 10. Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan..................................... 31 11. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan ................................... 32 12. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan minum ................................... 33 13. Kebiasaan makan atlet taekwondo sebelum bertanding .............................. 34 14. Kebiasaan makan atlet taekwondo selama bertanding ................................ 35 15. Kebiasaan makan atlet taekwondo setelah bertanding ................................ 36 16. Sebaran atlet taekwondo menurut nilai VO2 max.......................................... 45 17. Sebaran atlet taekwondo menurut nilai flexibility .......................................... 46 18. Sebaran atlet taekwondo menurut nilai daya tahan otot ............................... 46
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran............................................................................... 17 2. Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin .............................................. 27 3. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi ........................... 37 4. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan protein .......................... 38 5. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan lemak ........................... 39 6. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat .................. 40 7. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin A ..................... 41 8. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin C ..................... 42 9. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan kalsium ........................ 43 10. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan zat besi....................... 44
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Struktur organisasi pelatnas Garuda Emas 2012 .............................................. 57 2. Kategori pengukuran data kebugaran ............................................................... 58 3. Karakteristik atlet taekwondo ............................................................................. 59 4. Status gizi atlet taekwondo ............................................................................... 60 5. Konsumsi zat gizi atlet taekwondo .................................................................... 61 6. Tingkat kecukupan atlet taekwondo .................................................................. 62 7. Tingkat kebugaran atlet taekwondo .................................................................. 63 8. Uji beda Independent t-test status gizi antar jenis kelamin ................................ 64 9. Uji beda Independent t-test tingkat kecukupan zat gizi antar jenis kelamin ....... 65 10. Uji beda Independent t-test tingkat kebugaran antar jenis kelamin................. 67 11. Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai VO2 max ................................................................................................................. 68 12. Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai flexibility .......................................................................................................... 68 13. Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai daya tahan otot........................................................................................................ 69 14. Uji Korelasi Pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran .................. 69 15. Uji Korelasi Pearson antara usia dengan tingkat kebugaran ........................... 70 16. Uji Korelasi Pearson antara berat badan dengan tingkat kebugaran ............... 70 17. Uji Korelasi Pearson antara tinggi badan dengan tingkat kebugaran .............. 70
PENDAHULUAN Latar Belakang Olahraga adalah aktifitas fisik atau jasmani yang memilki peranan penting dalam meningkatkan kebugaran dan stamina tubuh. Seseorang yang memiliki kebugaran dan stamina tubuh yang baik terutama pada atlet olahraga akan menghasilkan suatu prestasi yang baik pula. Pencapaian prestasi yang diraih oleh atlet-atlet perwakilan suatu bangsa di suatu kompetisi olahraga ikut berperan dalam membangun kejayaan bangsa. Atlet berprestasi didukung oleh banyak faktor diantaranya latihan dan pembinaan terprogram secara berkesinambungan serta gizi yang memadai. Pengaturan gizi olahraga bertujuan untuk memperoleh latihan dan performa yang baik. Dalam pengaturan gizi atlet, kebutuhan zat gizi akan berbeda dibandingkan dengan kelompok bukan atlet. Zat gizi yang dibutuhkan pada dasarnya tidak berlebihan namun disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktifitas serta jenis olahraga yang ditekuninya (Depkes 1993). Konsumsi pangan yang dapat memenuhi tingkat kecukupan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat mempengaruhi status gizi atlet. Konsumsi dan status gizi pada atlet memiliki peran penting selain mempertahankan kebugaran, juga untuk meningkatkan prestasi pada cabang olahraga yang ditekuninya. Menurut Sumosardjuno (1992) kebugaran atau kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk keperluan yang mendadak. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar, maka seseorang dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Pengukuran kebugaran dapat dilakukan pada komponen daya tahan kardiorespiratori (VO2 max), komposisi tubuh, kekuatan dan daya tahan otot serta kelentukan (Fatmah & Ruhayati 2011). Salah satu olahraga yang memerlukan kebugaran tubuh yang optimal adalah olahraga taekwondo. Menurut Kazemi et al (2010), taekwondo merupakan seni bela diri unik yang ditunjukkan dengan penggunaan tendangan dan teknik yang dominan. Pada cabang olahraga taekwondo, atlet harus mampu bergerak dengan kelincahan, kecepatan dan kekuatan yang tinggi. Pemusatan latihan nasional untuk cabang olahraga taekwondo dilaksanakan di Cipayung, Bogor. Pelatihan tersebut bertujuan untuk memberikan serangkaian kegiatan yang menunjang untuk pengembangan kemampuan dan strategi untuk
2
menghadapi pertandingan. Selain diberikan pembinaan dan pelatihan, atlet mendapatkan asuhan gizi berupa pemberian makanan penunjang. Asuhan gizi serta kebugaran jasmani yang baik akan secara langsung memberikan dampak positif bagi prestasi atlet. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik atlet taekwondo remaja meliputi jenis kelamin, usia, daerah asal, berat badan, dan tinggi badan. 2. Mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi pada atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. 3. Mengetahui status gizi pada atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. 4. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, kelentukan / flexibility, dan daya tahan otot) di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Hipotesis 1. Atlet remaja dengan status gizi pada kisaran normal memiliki performa yang lebih baik pada tes kebugaran jasmani dibandingkan dengan atlet yang memiliki status gizi pada kisaran kurus atau gemuk. 2. Terdapat hubungan positif antara tingkat kecukupan gizi dan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kebutuhan gizi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan atlet meningkatkan performa dan menunjang prestasi dalam bidang yang dijalaninya. Adapun manfaat yang akan diperoleh bagi penelitian ini adalah:
3
1. Bagi atlet taekwondo di pemusatan latihan nasional akan memperoleh informasi tentang bagaimana asupan yang cukup berperan penting dalam menjaga kualitas performa. 2. Bagi pemusatan latihan nasional (pelatnas) dapat memberikan gambaran mengenai kecukupan gizi dan pentingnya gizi yang baik bagi setiap atlet, dan diharapkan dapat memberikan masukan dalam peningkatan prestasi.
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh dewasa”. Secara lebih luas, remaja mencakup usia kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Awal masa remaja berlangsung pada usia 13 tahun hingga 17 tahun, dan akhir masa remaja berlangsung dari usia 17 tahun hingga 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock 2000). Menurut Almatsier et al. (2011) rentang usia remaja adalah 10-18 tahun. Masa remaja merupakan masa perubahan serta peningkatan
pertumbuhan
yang
disertai
dengan
perubahan-perubahan
hormonal, kognitif, dan emosional. Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan dan perkembangan fisik, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja mempengaruhi asuan dan kebutuhan gizinya, remaja mempunyai kebutuhan gizi khusus yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan olahraga, menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara berlebihan, pecandu alkohol atau obat terlarang. Sebagai seorang remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik yang pesat, kebutuhan energi akan lebih besar karena selain energi diperlukan untuk pertumbuhan fisiknya, juga karena lebih banyak melakukan aktifitas fisik, seperti olahraga dan bermain, selain kegiatan rutin sebagai pelajar. Menurut Tirtawinata dan Soerjodibroto (1981) dalam Helinda (2000), bagi seorang olahragawan remaja, karena masih dalam masa pertumbuhan, maka jumlah makanan yang seimbang akan menunjang pertumbuhan fisik semaksimal mungkin. Diharapkan dengan demikian tubuh akan mencapai bentuk yang paling optimal bagi cabang olahraga yang ditekuni ole masing-masing olahragawan. Olahraga Taekwondo Taekwondo, adalah salah satu dari banyak bentuk seni bela diri yang awalnya dikembangkan lebih dari 120 abad yang lalu di Korea. Kata Taekwondo berasal dari kata “tae” untuk memukul menggunakan kaki, “kwon” memukul menggunakan tinju, dan “do” untuk melakukan dengan mengacu pada seni. Istilah ini secara langsung diterjemahkan ke dalam seni menendang dan meninju. Taekwondo merupakan seni bela diri yang unik dengan menggunakan tendangan dan teknik yang dominan. Beberapa waktu terakhir, taekwondo telah
5
berubah dari kemampuan bela diri Korea selama perang menjadi olahraga internasional yang diakui (Lee MG & Kim MG 2007). Taekwondo merupakan cabang olahraga yang menyajikan kategori berat badan yang dapat disebut juga weight cycling misalnya terjadi kehilangan berat badan secara cepat akibat beberapa metode yaitu mengkonsumsi makanan secara terbatas atau keadaan dehidrasi yang ekstrim (Rossi et al. 2009). Pada cabang
olahraga
ini
terdapat
pengklasifikasian
/
pengelompokan
jenis
pertandingan menurut berat badan atlet. Taekwondo berkaitan langsung dengan kemampuan untuk bergerak secara licah, cepat dan kuat. Dalam suatu pertandingan, seorang atlet harus menguasai teknik menyerang dan bertahan. Kemampuan tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam perolehan nilai selama pertandingan. Menurut Kazemi et al. (2010), dalam taekwondo, nilai dapat diperoleh dengan menggunakan teknik kaki yaitu dengan menggunakan beberapa bagian kaki seperti bagian bawah pergelangan kaki atau teknik meninju ke bagian tubuh lawan. Pada tahun 2003, peraturan berubah untuk memperkenalkan peningkatan perolehan nilai. Penambahan 2 poin untuk setiap teknik yang mengarah ke bagian kepala, dan 1 poin untuk teknik yang mengarah bagian badan. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Banyak cara untuk melakukan penilaian status gizi terhadap individu yaitu dengan cara penilaian status gizi secara antropometri, secara biokimia, secara klinis dan juga dengan asupan pangan (Arisman 2004). Menurut Gibson (2005) metode antropometri merupakan pengukuran ukuran tubuh dan komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dapat berubahubah sesuai dengan usia dan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi pada masa lampau yang tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang
lain.
Pengukuran
antropometri dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan dapat dipercaya. Metode antropometri menggunakan pengukuran-pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi,
6
sehingga
bermanfaat
terutama
pada
keadaan
dimana
terjadinya
ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003). Penilaian status gizi dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit yang berkaitan
dengan
asupan
gizi.
Penilaian
status
gizi
adalah
upaya
menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui beberapa cara yaitu penilaian antropometri, konsumsi pangan, biokimia, dan klinik. Informasi ini dapat digunakan untuk menetapkan status kesehatan individu atau kelompok penduduk yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat gizi (Gibson 2005). Pengukuran antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, tebal lemak tubuh (triceps, biceps, subscapula dan suprailiac). Pengukuran antropometri bertujuan untuk mengetahui status gizi berdasarkan satu ukuran menurut ukuran lainnya, misalnya berat badan dan tinggi badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan, lingkar lengan atas menurut umur, dan lingkar lengan atas menurut tinggi badan. Pengukuran status gizi secara antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu : alat mudah diperoleh, pengukuran mudah dilakukan, biaya murah, hasil pengukuran mudah disimpulkan, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan dapat mendeteksi riwayat gizi masa lalu (Irianto 2007). Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kategori status gizi menurut IMT/U berdasarkan WHO (2007) Kategori IMT/U Obese Gemuk Normal Kurus Sangat kurus
Simpangan baku >+2 SD +1 SD sampai dengan +2 SD -2 SD sampai dengan +1 SD -3 SD sampai <-2 SD <-3 SD
Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan,
7
masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al. 2002). Konsumsi pangan diartikan sebagai jumlah makanan yang dinyatakan dalam bentuk energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Konsumsi makanan yang tidak memadai kebutuhan tubuh baik kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan masalah gizi. Konsumsi makanan adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang (Soediaoetama 2008). Survei atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan tingkat asupan gizi perorangan atau kelompok. Dalam melakukan penilaian konsumsi pangan banyak terjadi bias yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidaksesuaian dalam menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan, kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden, dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi pangan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga. Walaupun data konsumsi pangan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung. Metode kuantitatif juda dapat menghitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon (recall), metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al. 2001). Recall selama 24 jam dapat dilakukan secara berulang dalam waktu yang berbeda dalam setahun untuk memperkirakan rata-rata konsumsi pangan individu untuk jangka waktu yang lebih panjang. Jumlah pengulangan yang dibutuhkan untuk menggambarkan kebiasaan asupan gizi bergantung pada derajat presisi yang diinginkan serta zat-zat gizi dan kelompok populasi yang ingin diteliti. Pada umumnya, bila prosedur penentuan sampel dilakukan baik dengan memperhitungkan pengaruh akhir pekan, musim, dan hari libur terhadap
8
pola makan, sehingga hasilnya dapat memperkirakan konsumsi pangan secara keseluruhan (Almatsier et al. 2011). Pada olahragawan, pengaturan makanan yang tepat berdasarkan cabang olahraganya akan menunjang performa dan prestasi para olahragawan. Makanan yang baik bagi para olahragawan adalah makanan yang seimbang (balanced diet), yaitu makanan yang disusun tidak hanya disesuaikan dengan kebutuhan energi dalam bentuk kalori saja tetapi juga harus memperhatikan komposisi makanannya (Depkes 1993). Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Atlet Menurut Almatsier (2005) aktifitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Pada saat melakukan aktifitas fisik, otot memerlukan tambahan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zatzat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan selama aktifitas fisik bergantung pada banyaknya otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Oleh sebab itu, kecukupan gizi seseorang yang melakukan aktifitas fisik seperti atlet lebih besar dibandingkan orang biasa. Energi Energi dibutuhkan antara lain untuk metabolism basal (BMR = Basal Metabolism Rate) dan aktifitas fisik. Kebutuhan gizi menggambarkan jumlah zat gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu. Konsumsi energi berada di atas atau di bawah kebutuhan secara terus menerus, maka berat badan atau komposisi badan akan mengalami perubahan (Karyadi & Muhilal 1991). Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), angka kecukupan energi adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat), dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat. Pada olahragawan yang sedang melakukan
latihan,
dibutuhkan
kurang
lebih
3000-3500
kkal
per
hari
(Sumosardjuno 1990). Menurut rekomendasi ADA (2001) dalam Kazemi et al. (2010), asupan energi untuk individu yang memiliki aktifitas fisik tinggi dapat bervariasi antara 2000-6000 kkal/hari. Karbohidrat Hidrat arang merupakan sumber energi utama bagi manusia sehingga dapat disebut juga dengan zat tenaga. Hidrat arang yang terdapat dalam
9
makanan adalah pati, sukrosa, laktosa, dan fruktosa (Beck 2011). Pada atlet, kecukupan zat gizi berbeda dari rata-rata masyarakat karena aktifitas atlet tidak sama dengan masyarakat umum serta terdapat kondisi-kondisi tertentu pada atlet yang harus ditunjang oleh nutrisi yang tepat. Energi diperlukan antara lain untuk metabolisme basal dan aktifitas fisik. Energi pada manusia sebagian besar berasal dari makanan sumber hidrat arang (Depkes 1993). Para pekerja berat termasuk olahragawan yang melakukan aktifitas berat, kebutuhan karbohidratnya dapat mencapai 9-10 gr/kg BB/hari atau kurang lebih 70% dari kebutuhan energi keseluruhan setiap hari dan sebaiknya mengandung karbohidrat kompleks. Sekitar 80% atau lebih karbohidrat yang diberikan sebaiknya berupa karbohidrat kompleks dan gula sederhana sebaiknya kurang dari 20% (Irianto 2007). Menurut Degoutte et al. (2003), meskipun konsumsi ideal untuk taekwondo belum ditetapkan, asupan rendah dapat mencegah resintesis glikogen dan kurang dari 500 g/hari adalah jumlah yang cukup untuk menggantikan kehilangan setelah latihan. Protein Protein tersusun dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein dalam makanan merupakan satu-satunya sumber nitrogen bagi tubuh. Protein dalam makanan mampu menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal serta dapat digunakan sebagai sumber energi (Beck 2011). Olahragawan yang sedang dalam masa pertumbuhan akan berkembang dengan baik apabila diberikan protein yang cukup untuk perkembangan tubuhnya, termasuk otot-ototnya. Protein sebanyak kurang lebih 20% dalam makanan adalah sangat baik (Sumosadjuno 1990). Menurut Irianto (2007), atlet dari cabang olahraga yang memerlukan kekuatan dan kecepatan perlu mengonsumsi 1,2-1,7 gr/kg BB/hari dan atlet endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gr/kg BB/hari. Proporsi protein berubah sesuai dengan jumlah energi total perhari yang meningkat dan sebaiknya separuhnya berasal dari protein hewani. Atlet juga sebaiknya mengkonsumsi pangan yang bervariasi untuk meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, atlet tidak dianjurkan mengkonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah berlebih. Asupan protein yang berlebih akan diubah menjadi lemak tubuh dan menyebabkan diuresis sehingga dapat menyebabkan dehidrasi (Depkes 1993).
10
Lemak Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak memiliki nilai energi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan hidrat arang atau karbohidrat., protein, ataupun alkohol (Beck 2011). Kebutuhan lemak sangat baik apabila komposisi lemak yang terdiri dari lemak jenuh dan tak jenuh seimbang (Sumosardjuno 1989). Latihan olahraga dapat meningkatkan kapasitas otot dalam menggunakan lemak pada waktu melakukan kegiatan olahraga yang lama yang mampu melindungi pemakaian glikogen dan memperbaiki kapasitas ketahanan fisik. Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak, akan tetapi seseorang yang berprofesi bukan sebagai atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak 15-30%, sedangkan kebutuhan lemak atlet berkisar antara 20-25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993). Konsumsi energi dari lemak dianjurkan tidak lebih dari 30% total energi per hari (Irianto 2007). Menurut ADA (1993), secara umum, asupan lemak pada atlet dan praktisi dengan aktifitas fisik tinggi tidak boleh melebihi 30% dari total energi atau 1 g/kg/hari, proporsi tersebut terdiri dari asam lemak esensial (10 % dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh rantai panjang). Vitamin Vitamin adaah zat-zat rganik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus diperoleh dari bahan makanan. Vitamin bersifat organik sehingga vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemelihara kehidupan. (Almatsier 2005). Menurut Fatmah dan Ruhayati (2011) pada aktifitas olahraga, kegiatan metabolisme zat gizi akan terjadi peningkatan seiiring dengan meningkatnya kebutuhan akan zat-zat gizi termasuk vitamin. Vitamin berperan dalam mengatur fungsi tubuh, misalnya memacu dan memelihara : pertumbuhan, reproduksi, kesehatan dan kekuatan tubuh, stabilitas sistem syaraf, selera makan, pencernaan, dan penggunaan zat-zat makanan lainnya. Selain itu vitamin berperan sebagai antioksidan yakni zat untuk menghindarkan terjadinya radikal bebas. Jenis vitamin yang termasuk zat antioksidan diantaranya vitamin A, dan vitamin C (Irianto 2007). Vitamin A. Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan
11
prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktifitas biologik seperti retinol. Fungsi utama dari vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Vitamin A selain berperan dalam proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2005). Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam diferensiasi sel, oleh sebab itu asupan vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) asupan vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun sebaiknya lebih dari 900 µgRE dan tidak melebihi 2800 µgRE. Vitamin C. Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi, peredaran, dan juga cadangan zat besi, serta dibutuhkan untuk pembentukan jaringan ikat (Beck 2011). Dalam aktifitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Olahragawan perlu mengonsumsi vitamin yang lebih besar, karena konsumsi vitamin C yang cukup dapat
menghambat
terbentuknya asam
laktat
dalam
otot
yang
dapat
menyebabkan kelelahan (Sumosardjuno 1990). Kecukupan vitamin C yang dianjurkan WKNPG 2004 untuk pria remaja adalah sebanyak 50-90 mg per hari, sedangkan untuk wanita remaja adalah sebanyak 50-75 mg per hari. Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktifitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006), asupan vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktifitas yang dilakukan. Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama kofaktor dalam aktifitas enzim-enzim (Almatsier 2005).
12
Menurut Irianto (2007) secara umum fungsi mineral bagi tubuh adalah sebagai berikut : menyediakan bahan sebagai komponen penyusun tulang dan gigi, membantu fungsi organ, kontraksi otot, konduksi syaraf, keseimbangan asam basa,
serta memelihara keteraturan metabolisme seluler.
Khusus bagi
olahragawan, perhatian utama harus diberikan pada status zat besi dan kalsium. Zat besi sangat penting dalam pembentukan hemoglobin dan sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sedangkan kalsium dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel seperti untuk transmisi syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permeabilitas membran sel. Kalsium. Menurut Irianto (2007) kalsium merupakan salah satu mineral makro yaitu mineral yang diperlukan oleh tubuh lebih dari 100 mg/hari. Kalsium adalah mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, lebih dari 99% kalsium terdapat dalam tulang. Kalsium tambahan diperlukan dalam keadaan tertentu, seperti masa pertumbuhan mulai dari anak-anak hingga usia remaja, pada saat hamil, dan selama laktasi (Beck 2011). Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak
yang
masih
tumbuh
dan
kembang
seperti
remaja
memerlukan
pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG 2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya. Zat Besi. Menurut Irianto (2007) zat besi (Fe) merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kurang dari 100 mg/hari atau dapat disebut juga dengan mineral mikro. Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi sangat penting dalam pembentukan hemoglobin dan sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. (Almatsier 2005). Menurut Sumosardjuno (1990) pada olahragawan, konsumsi Fe dalam jumlah yang cukup sangat dianjurkan karena diketahui bahwa zat besi mudah hilang melalui keringat. Kebanyakan atlet wanita dan sebagian atlet pria mengalami
kekurangan
zat
besi
sehingga
sukar
untuk
memperbaiki
13
penampilannya. Apabila seorang olahragawan kekurangan zat besi secara terus menerus, maka akan cepat lelah dan lambat masa pemulihannya. Kandungan total zat besi dalam tubuh sangat sedikit dan pada seseorang dengan ukuran badan rata-rata, diperkirakan kandungan zat besinya sekitar 4 mg. Zat besi diperlukan untuk pembentukan hemoglobin yang memegang peranan penting dalam pengangkutan oksigen serta karbon dioksida antara paru-paru dan jaringan (Beck 2011). Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16-18 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 13-15 dan 16-18 tahun sebanyak 26 mg. Kebugaran Kebugaran didefinisikan secara umum sebagai rangkaian kemampuan seseorang untuk mengerjakan aktifitas fisik secara spesifik (Fatmah & Ruhayati 2011). Kebugaran jasmani adalah sekumpulan luaran yang telah dicapai oleh seseorang, sebagai tujuan utama dari aktifitas fisik secara berkelanjutan (Bovet et al. 2007; Caspersen et al. 1985). Secara umum, komponen kebugaran dibagi menjadi dua kategori yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, dan kebugaran yang berhubungan dengan olahraga/keterampilan. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan digambarkan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan dengan rendahnya resiko terhadap penyakit degeneratif dengan komponen daya tahan kardiorespiratori, kebugaran muskuloskeletal (daya tahan otot, fleksibilitas), dan komposisi tubuh yang optimal. Kebugaran yang berkaitan dengan olahraga atau keterampilan digambarkan dengan kemampuan dalam melakukan gerakan-gerakan fisik dalam aktifitas atletik atau olahraga. Komponennya terdiri dari kekuatan, kecepatan, daya tahan dan skill motorik neuromuskular yang spesifik terkait olahraga dari atlet (Williams 1989). VO2 Max Kebugaran dapat diukur melalui jumlah oksigen yang dikonsumsi saat berolahraga/latihan pada kapasitas maksimum. VO2 max adalah jumlah oksigen dalam milliliter yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan (ml/kg /menit). Nilai VO2 max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, 1) kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurai bahan bakar dan 2) kemampuan gabungan sistem
14
jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot. Beberapa studi menyatakan bahwa nilai VO2 max seseorang dapat ditingkatkan dengan melakukan aktifitas yang mampu meningkatkan denyut jantung secara maksimum hingga 65-85% selama 20 menit pada 3-4 kali seminggu. Nilai ratarata VO2 max untuk atlet-atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter/menit dan untuk atlet-atlet wanita sekitar 2,7 liter/menit. (Mackanzie 2001). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Frachini et al. (2007), ditemukan bahwa rentang VO2 max atlet judo adalah 50-60 ml/kg/menit. Atlet judo dengan nilai VO2 max yang tinggi memberikan keuntungan selama pertandingan (combat) dengan maksimal durasi 5 menit karena usaha yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan atlet yang memiliki nilai VO2 max yang lebih rendah. Multistage fitness test merupakan salah satu tes kebugaran bertingkat yang sering digunakan untuk mengetahui asupan maksimum oksigen atlet (VO2 max). Keuntungan menggunakan metode ini antara lain mudah dalam pengaturan dan digunakan, pengukuran terhadap sekelompok orang sekaligus pada waktu yang bersamaan sehingga dapat meminimalkan biaya, serta dapat dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Kekurangan dari penggunaan metode ini adalah banyak faktor yang mempengaruhi hasil tes seperti jika tes dilakukan di luar ruangan maka faktor lingkungan akan mempengaruhi hasilnya. (Mackanzie 1999). Flexibility (Kelentukan) Flexibility / kelentukan menurut Kirkendall et al. (1980) adalah kemampuan tubuh atau bagian-bagian tubuh untuk melakukan berbagai gerakan dengan leluasa dan seimbang antara kelincahan dan respon keseimbangan. Secara umum, suhu badan dan usia sangat mempengaruhi luasnya gerakan bagian-bagian tubuh. Kelentukan gerak tubuh pada persendian tersebut, sangat dipengaruhi oleh : elastisitas otot, tendon dan ligamen di sekitar sendi serta kualitas sendi itu sendiri. Kelentukan dapat menjadi bagian dari kebugaran karena kelentukan dapat menunjukkan kekuatan sistem muskuloskeletal atau sistem
gerak
seseorang.
Terkait
dengan
kesehatan,
maka
kelentukan
merupakan salah satu parameter kesembuhan akibat cedera dan penyakitpenyakit terkait sistem muskuloskeletal. Alat yang digunakan untuk tes kelentukan biasanya yaitu bangku atau balok dan mistar dengan ukuran 50 cm atau biasa juga yang disebut dengan flexometer. Satuan alat ini yaitu centimeter (Anonim 2009). Metode sit and reach
15
test adalah salah satu metode yang dilakukan untuk pengukuran kelentukan seseorang yang dilakukan dengan cara berdiri di atas balok kemudian membungkukkan badan sejauh mungkin dengan posisi kaki dan tangan lurus kebawah. Tangan mencapai balok akan dihitung dengan nilai (+) sedangkan tangan yang tidak bisa mencapai balok akan dihitung dengan nilai (-) dengan satuan centimeter (Anonim 2009). Daya Tahan Otot Salah satu unsur kesegaran jasmani yang sangat penting adalah daya tahan. Dengan daya tahan yang baik, performa atlet akan tetap optimal dari waktu ke waktu karena memiliki waktu menuju kelelahan yang cukup panjang. Hal ini berarti bahwa atlet mampu melakukan gerakan, yang dapat dikatakan, berkualitas tetap tinggi sejak awal hingga akhir pertandingan. Daya tahan otot adalah kemampuan otot rangka atau sekelompok otot untuk meneruskan kontraksi pada periode atau jangka waktu yang lama dan mampu pulih dengan cepat setelah lelah. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui metabolisme aerob maupun anaerob. Daya tahan diperlukan untuk bekerja dalam durasi yang panjang (Parahita 2009). Menurut Fatmah & Ruhayati (2011) tes yang dapat digunakan untuk mengukur daya tahan otot meliputi pull up, sit up, dan push up.
KERANGKA PEMIKIRAN Pemusatan latihan nasional merupakan kegiatan pelaksanaan program pelatihan dan pembinaan dalam jangka waktu tertentu yang terpusat di dalam suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama dan melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang olahraga tertentu. Dalam penelitian ini pemusatan latihan nasional yang dilaksanakan pada cabang olahraga taekwondo. Setiap atlet memerlukan zat gizi yang sesuai dengan yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan aktifitas pada saat latihan maupun bertanding. Atlet taekwondo diberikan asuhan gizi berupa pengaturan makanan yang baik dari penyelenggaraan makanan di pemusatan latihan nasional. Tujuan pengaturan makanan adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi makro maupun mikro sehingga mampu menjaga stamina dan mempertahankan status gizi. Stamina yang baik dapat dilihat dari kondisi kebugaran atlet. Pengukuran tingkat kebugaran seseorang dapat dilakukan dengan serangkaian tes yang secara spesifik mengukur komponen kebugaran jasmani. Komponen kebugaran kardiorespiratori dapat diukur menggunakan bleep test sedangkan komponen kebugaran muskuloskeletal meliputi kekuatan, ketahanan, dan kelentukan. Berbagai komponen muskuloskeletal ini dapat diukur melalui beberapa tes seperti sit up, squat jump, serta tes duduk raih. Kerangka berpikir hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran disajikan pada Gambar 1.
17
Pengaturan Makanan
Makanan dari Luar
Penyelenggaraan Makanan Pelatnas
Kebiasaan Makan
Konsumsi Pangan
Aktifitas Fisik
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Status Gizi
Tingkat Kebugaran (VO2 Max, Flexibility dan Daya Tahan Otot)
Prestasi Atlet Taekwondo
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran
METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena pemusatan latihan nasional merupakan wadah untuk pembinaan dan pelatihan atlet taekwondo nasional yang akan mengikuti beberapa event internasional untuk mewakili negara Indonesia. Atlet nasional tersebut mendapatkan beberapa fasilitas seperti penginapan sehingga juga terdapat penyelenggaraan makanan pada pemusatan latihan di Cipayung, Bogor. Cara Pengambilan Contoh Contoh pada penelitian ini adalah anggota populasi (atlet remaja taekwondo nasional) sebanyak 25 orang. Cara pengambilan dilakukan secara purposive sampling yang termasuk kedalam kriteria inklusi : usia 10-18 tahun, dimana usia tersebut merupakan rentang usia untuk remaja (almatsier et al. 2011), sedang mendapatkan pelatihan dan pembinaan di pemusatan latihan nasional, dapat diajak berinteraksi, dan bersedia berpartisipasi. Adapun kriteria eksklusi antara lain : tidak berada di pelatnas ketika pengambilan data, dan tidak mengikuti rangkaian tes fisik yang dilaksanakan oleh pelatnas. Berdasarkan kriteria tersebut keseluruhan atlet dapat dijadikan sebagai contoh yaitu sebanyak 25 atlet, namun selama berlangsungnya pengambilan data penelitian terdapat 2 orang yang drop out karena tidak mengikuti tes fisik dan sedang mengikuti kegiatan akademik di sekolah asal. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner. Data primer yang dikumpulkan antara lain : data karakteristik contoh meliputi usia, jenis kelamin dan asal daerah dilakukan dengan menggunakan kuesioner, data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan yang dikumpulkan
dengan
mengukur
secara
langsung
berat
badan
contoh
menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg sedangkan tinggi badan contoh dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, dan data konsumsi pangan dengan metode food recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturutturut (sabtu, minggu, dan senin).
19
Data sekunder diperoleh dari data administrasi pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor yang meliputi :data keadaan umum dan fasilitas pemusatan latihan nasional taekwondo, data jumlah dan susunan keorganisasian di pemusatan latihan nasional taekwondo, dan data kebugaran (VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot), data VO2 max diperoleh dari multistage fitness test atau bleep test, data flexibility diperoleh dari sit and reach test, dan data daya tahan otot diperoleh dari tes sit up dan squat jump dapat dilihat pada Lampiran 2. Berikut adalah jenis data, variabel, kategori penelitian dan cara pengumpukan data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kategori pengukuran data Jenis data Karakteristik contoh
Variabel Usia Jenis kelamin
Antropometri
Asal daerah IMT/U
Konsumsi pangan
Konsumsi pangan
Kategori pengukuran 10-18 tahun 1.Laki-Laki 2.Perempuan Beberapa daerah di Indonesia IMT/U dengan kategori (WHO 2007): 1. Sangat kurus (Z skor < -3 sd) 2. Kurus (Z skor - 3 sd sampai dengan < -2 sd) 3. Normal (Z skor ≥ - 2 sd sampai dengan ≤ + 1 sd) 4. Gemuk (Z skor ≥ + 1 sd sampai dengan + 2 sd) 5. Obese (Z skor > + 2 sd) Tingkat konsumsi energi dan protein (Gibson 2005) : 1. Defisit tingkat berat (<70%) 2. Defisit tingkat sedang (70-79%) 3. Defisit tingkat ringan (80-89%) 4. Normal (90-119%) 5. Kelebihan (≥120%) Tingkat konsumsi vitamin dan mineral (Gibson 2005) : 1. Kurang (<77%AKG) 2. Cukup (≥ 77%AKG)
Cara pengumpulan data Pengisian Kuesioner
IMT/U dihitung dengan menggunakan WHO anthroplus 2007
Pengisian Kuesioner dan Wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut
20
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun
kode-kode
tertentu
sebagai
panduan
dalam
mengentri
dan
pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan uji beda Independent t-test. Analisis / uji statistik yang digunakan pada penelitian ini antara lain : hubungan antara usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan tingkat kebugaran (VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot) diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson. Hubungan antara status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan tingkat kebugaran (VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot) pada jenis kelamin yang berbeda dianalisis dengan uji beda Independent t-test. Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik contoh terdiri dari karakteristik individu (jenis kelamin, usia, daerah asal), konsumsi pangan baik secara kualitatif (kebiasaan makan) maupun kuantitatif. Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung dengan menggunakan timbangan injak. Data tinggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise. Data karakteristik contoh pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai contoh. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007. Software ini dapat digunakan pada usia 5-19 tahun. Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Jumlah makanan dalam bentuk gram/URT kemudian dikonversi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi dan zat gizi dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994).
21
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: KGij
= Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j
Bj
= Berat makanan –j yang dikonsumsi
Gij
= Kandungan zat gizi –i dalam 100 gram BDD bahan makanan –j = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j
BDDj
Untuk menentukan kecukupan energi contoh digunakan formula WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu. Proses Estimasi AKE Remaja AKE = (88,5 – 61,9U) + 26,7B (Akf) + 903TB + 25 Keterangan: AKE
= Angka kecukupan energi (kkal)
U
= Usia (tahun)
B
= Berat badan (kg)
Akf
= Angka Aktifitas Fisik (disesuaikan pada masing-masing individu)
TB
= Tinggi badan (m)
Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus. TKG = (K/AKGI) x 100 Keterangan : TKG
= Tingkat kecukupan zat gizi
K
= Konsumsi zat gizi
AKGI
= Angka kecukupan zat gizi contoh
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa dinyatakan dalam persen. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada tabel 3.
22
Tabel 3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi Energi dan Zat Gizi Energi dan protein
Vitamin dan mineral
a. b. c. d. e. a. b.
Klasifikasi Tingkat Kecukupan Defisit tingkat berat (< 70% angka kebutuhan) Defisit tingkat sedang (70 – 79% angka kebutuhan) Defisit tingkat ringan (80 – 89% angka kebutuhan) Normal (90 – 119% angka kebutuhan) Di atas angka kebutuhan (≥ 120% angka kebutuhan) Kurang (< 77% angka kebutuhan) Cukup (≥ 77% angka kebutuhan)
Sumber : Gibson (2005)
Data aktifitas fisik didapatkan dengan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari
berturut-turut
dengan
mengisi
kuesioner
aktifitas
fisik
Menurut
FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktifitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktifitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut: PAL = ∑ (PAR x Alokasi Waktu Tiap Aktifitas) 24 Jam Keterangan : PAL
= Physical activity level (tingkat aktifitas fisik)
PAR
= Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktifitas per satuan waktu tertentu) Jenis aktifitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis
kategori berdasarkan PAR seperti yang dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Kategori aktifitas berdasarkan nilai PAR Kategori Keterangan PAL1 Tidur (tidur siang dan malam) PAL2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca PAL3 Duduk sambil menonton TV PAL4 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias PAL5 Makan dan minum PAL6 Jalan santai PAL7 Berbelanja (membawa beban) PAL8 Mengendarai kendaraan PAL9 Menjaga anak PAL10 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) PAL11 Setrika pakaian (duduk) PAL12 Kegiatan berkebun Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) PAL13 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa arsip) PAL14 PAL15 Olahraga (badminton) PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) PAL17 Olahraga (bersepeda) PAL18 Olahraga (aerobic, berenang, sepak bola, dan lain-lain) Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
PAR 1 1,2 1,72 1,5 1,6 2,5 5 2,4 2,5 2,75 1,7 2,7 1,3 1,6 4,85 6,5 3,6 7,5
23
Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi tiga kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001), seperti yang disajikan dalam tabel 5. Tabel 5 Kategori tingkat aktifitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Aktifitas Sangat Ringan Aktifitas Ringan Aktifitas Sedang Aktifitas Berat Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Nilai PAL < 1,40 1,40- 1,69 1,70-1,99 2,00-2,40
Definisi Operasional Atlet taekwondo nasional adalah atlet yang menjalani rangkaian tes dari pemusatan latihan nasional seperti fisik,
teknik, kecepatan, dan
kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan Laboratorium Universitas Negeri Jakarta. Contoh adalah atlet nasional taekwondo yang berada di pemusatan latihan nasional. Daya tahan otot adalah kemampuan atlet dalam menghasilkan kekuatan dan kemampuan untuk melakukan dan mempertahankan suatu gerakan selama mungkin yang diukur dengan tes sit up dan squat jump. Flexibility adalah kemampuan atlet untuk menekuk, meregang dan memutar tubuhnya yang diukur dengan sit and reach test. Kebugaran atlet adalah kemampuan atlet untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk digunakan pada waktu senggang dan untuk keperluan mendadak yang diukur melalui VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh atlet, data diperoleh dengan recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut, yaitu recall dilakukan pada hari sabtu, minggu dan senin. Status gizi atlet adalah keadaan kesehatan tubuh atlet yang ditentukan melalui Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori: Sangat Kurus = < -3 sd, Kurus = -3 sd sampai dengan < -2 sd, Normal = ≥ -2 sd sampai dengan +1 sd, Gemuk = ≥ +1 sd sampai dengan +2 sd, Obese = Z-score ≥ +2 sd (WHO 2007). Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) dan dinyatakan dalam persentase.
24
VO2 max adalah volume maksimum oksigen yang dapat digunakan per menit satuan yang digunakan adalah ml/kg/menit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) Garuda Emas 2012 adalah kegiatan pelaksanaan program pelatihan dalam jangka waktu tertentu yang terpusat di dalam suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama dan melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang olahraga taekwondo. Pelatnas memiliki ciri-ciri khusus antara lain : pada umumnya berlangsung lebih lama (lebih dari 1 bulan sampai beberapa tahun), konsumen yang dilayani lebih homogen, satu atau beberapa cabang olahraga saja serta adanya periodisasi latihan selama masa penyelenggaraan makanan (Depkes 1993). Ciri-ciri tersebut menyebabkan adanya peraturan-peraturan gizi khusus yang perlu dilaksanakan oleh tim medis yang bertanggung jawab dalam pemusatan latihan nasional. Pemilihan atlet juga didasarkan atas hasil pengamatan dan seleksi yang dilakukan Komisi Kepelatihan PBTI terhadap atlet-atlet di berbagai daerah yang dinilai punya potensi. Para atlet juga menjalani rangkaian tes seperti tes fisik, teknik, kecepatan, serta tes kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan Laboratorium Universitas Negeri Jakarta. Atlet yang terpilih akan mendapatkan pelatihan dan pembinaan dari pelatnas selama 6 bulan yaitu sejak bulan Januari 2012 hingga bulan Juni 2012. Dalam waktu tersebut para atlet diproyeksikan untuk mengikuti 6 kejuaraan. Di antaranya Kejuaraan Dunia Yunior di Mesir pada 4-8 April, Kejuaraan Asia Yunior di Vietnam pada 25-27 April, Kejuaraan Asia di Vietnam pada 28-30 April, Kejuaraan Asia Poomsae di Vietnam pada 1-2 Mei, Kejuaraan Yunior Poomsae di Vietnam pada 3-4 Mei, dan Kejuaraan Dunia Universitas di Korea Selatan pada 25-30 Mei. Bagi atlet yang terpilih dan masih sekolah di tingkat SMP dan SMU tetap mendapatkan bimbingan pelajaran setiap hari selama 2 jam yang orientasinya sudah distandarkan dengan sekolah umum. Penyediaan makanan bagi atlet pada pelatnas Garuda Emas 2012 dilakukan oleh Hotel Mars 91 yang berada di Cipayung, Bogor. Dalam hal ini, pelayanan konsumsi menjadi bagian dari pelayanan akomodasi. Menu yang disajikan telah diatur oleh tim medis Pelatnas Garuda Emas 2012 yaitu dengan menggunakan siklus menu 10 hari. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kebosanan atlet terhadap makanan yang disajikan. Sebagian besar waktu para atlet dihabiskan di pelatnas sehingga kegiatan makan baik makan pagi, siang, dan malam dilakukan di pelatnas. Oleh sebab itu, pihak penyelenggara harus
26
benar-benar memperhatikan susunan menu, kebersihan dan penampilannya agar para atlet tertarik untuk mengonsumsi hidangan. Asmuni (1979) dalam Karfarina (2002) mengungkapkan penyelenggaraan makan atlet hendaknya memperhatikan hal-hal seperti hal berikut : (1) memenuhi syarat-syarat gizi, (2) tampak menarik, (3) bervariasi agar tidak membosankan, (4) menurut cita rasa / selera konsumen, (5) terdiri dari bahan-bahan makanan yang biasa digunakan dan terdapat di pasaran setempat, (7) sesuai dengan agama / kepercayaan konsumen, (8) memberikan rasa puas, (9) jumlah makanan sesuai dengan daya tampung lambung. Pendistribusian makanan di Pelatnas Taekwondo Cipayung menggunakan sistem prasmanan dimana para atlet dapat mengambil sendiri makanan yan telah tersedia di ruang makan sesuai dengan selera masingmasing. Kelemahan dengan sistem ini adalah tidak tercukupinya kebutuhan energi dan zat gizi atlet serta tidak meratanya konsumsi energi dan zat gizi atlet karena atlet memilih makanan tidak berdasarkan kebutuhan tetapi kesukaan terhadap makanan tertentu sehingga pada suatu saat atlet dapat mengonsumsi makanan yang tinggi zat gizi tertentu namun rendah zat gizi lainnya. Struktur Pelatnas dibawah tanggung jawab Ketua Umum PBTI (Pengurus Besar Taekwondo Indonesia). Pelatnas Garuda Emas 2012 terdiri dari dewan penasehat, komandan pelatnas, sekretaris/bendahara, koordinator pelatih, koordinator kesehatan, serta koordinator logistik dan perlengkapan. Komponen pelatnas ini memiliki saling keterkaitan dan kerja sama satu dengan yang lainnya. Struktur Organisasi Pelatnas dapat dilihat pada Lampiran 1. Karakteristik Contoh Karakterisitik merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi sifat maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial. Karakterisitik ini dibutuhkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai gambaran contoh dalam penelitian. Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan, tinggi badan. Jenis Kelamin Contoh adalah atlet taekwondo remaja nasional secara keseluruhan (baik laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti pembinaan dan pelatihan khusus di Cipayung, Bogor. Contoh yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian ini adalah 25 orang yang diperoleh berdasarkan kriteria inklusi dari populasi sebanyak 42 atlet taekwondo nasional, sehingga semua populasi digunakan sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive sampling. Akan
27
tetapi, 1 orang atlet drop out karena tidak dapat melakukan tes kebugaran dan 1 orang atlet tidak mengisi kuesioner karena harus mengikuti kegiatan akademik di sekolah asal. Oleh karena itu dari 25 contoh berdasarkan kriteria inklusi, terpilih 23 orang yang dijadikan sebagai contoh.
Gambar 2 Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin Sebagian besar contoh yang mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus atlet nasional di Cipayung, Bogor, berjenis kelamin perempuan (56,5%) dan berjenis kelamin laki-laki (43,5%). Usia Atlet yang masuk ke pelatnas adalah atlet-atlet berprestasi yang tidak memerlukan usia khusus untuk mengikuti program di pelatnas. Oleh sebab itu usia contoh sedikit beragam. Sebaran atlet taekwondo menurut usia disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran atlet taekwondo berdasarkan usia Usia 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun Jumlah
Jenis kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%) 0 0,0 1 7,7 2 20,0 5 38,5 8 80,0 7 53,8 10 100,0 13 100,0
Rata-rata usia contoh laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan contoh perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Usia semua contoh yang diteliti tergolong ke dalam usia remaja yaitu antara 10-18 tahun (Almatsier et al. 2011). Daerah Asal Pemusatan latihan nasional merupakan wadah yang dijadikan untuk melatih dan sekaligus digunakan untuk tempat pembinaan atlet-atlet dari berbagai daerah yang mempunyai potensi, bakat dan prestasi di cabang
28
olahraga taekwondo. Atlet yang masuk di pelatnas berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Sebaran atlet menurut daerah asal disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran atlet taekwondo menurut daerah asal Daerah asal Sumatra Selatan Riau Jawa Tengah Jawa Barat D.I.Yogyakarta Jumlah
Jumlah (n) 1 2 10 8 2 23
Persentase (%) 4,3 8,7 43,5 34,8 8,7 100,0
Daerah asal contoh yang paling banyak adalah Jawa Tengah yaitu sebanyak 10 atlet (43,5%). Asal daerah atlet terbanyak kedua yaitu Jawa Barat sebanyak 8 orang atlet (34,8%), asal daerah berikutnya yaitu Riau dan D.I Yogyakarta masing-masing sebanyak 2 orang atlet (8,7%), sedangkan untuk asal daerah Sumatera Selatan sebanyak 1 orang dengan persentase 4,3%. Pemilihan atlet di pelatnas ini tidak didasarkan pada subjektivitas dari contoh. Pemilihan atlet dilakukan melalui seleksi dan pemilihan ketat yang dilakukan oleh pelatih, pembina, maupun pengurus besar taekwondo indonesia (PBTI) yaitu tes psikologi, tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes keterampilan untuk cabang olahraga taekwondo. Selain itu, atlet pelatnas direkomendasikan oleh atlet dari SMA Ragunan Jakarta. Berat Badan Pengukuran
antropometri
yang
dilakukan
pada
contoh
meliputi
pengukuran berat badan, dan tinggi badan. Sebaran atlet menurut berat badan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Berat badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin Berat Badan 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 Jumlah
Jenis kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%) 0 0,0 3 23,1 1 10,0 4 30,8 6 60,0 6 46,2 2 20,0 0 0,0 1 10,0 0 0,0 10 100,0 13 100,0
Sebagian besar contoh laki-laki (60,0%) memiliki kisaran berat badan antara 51-55 kg. Sebanyak 20,0%, contoh laki-laki memiliki berat badan antara 56-60 kg, sebanyak 10,0% contoh laki-laki memiliki berat badan antara 46-50 kg dan sebanyak 10,0% contoh laki-laki memiliki berat badan antara 61-65 kg. Sebagian besar contoh perempuan (46,2%) memiliki kisaran berat badan antara 51-55 kg. Sebanyak 30,8%, contoh perempuan memiliki berat badan antara 4650 kg, dan sisanya sebanyak 23,1% contoh perempuan memiliki berat badan
29
antara 41-45 kg. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,009) antara berat badan pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Contoh laki-laki memiliki rata-rata berat badan yaitu 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Rata-rata berat badan contoh tersebut belum memenuhi rata-rata berat badan standar untuk remaja menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu 55 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004). Tinggi Badan Secara keseluruhan diketahui rata-rata tinggi badan contoh laki-laki yaitu 168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 160,47 ± 3,24 cm. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000) antara tinggi badan pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Sebagian besar contoh laki-laki memiliki kisaran tinggi badan antara 166-170 cm (40,0%) dan 171-175 cm (40,0%). Sebanyak 20,0%, contoh laki-laki memiliki tinggi badan antara 161-165 cm. Sebagian besar contoh perempuan (38,5%) memiliki kisaran tinggi badan antara 161-165 cm. Sebanyak 30,8%, contoh perempuan memiliki tinggi badan antara 151-155 cm, sebanyak 23,1% contoh perempuan memiliki tinggi badan antara 156-160 cm dan sisanya sebanyak 7,7% contoh perempuan memiliki tinggi badan antara 166-170 cm. Sebaran tinggi badan contoh disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Tinggi badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin Tinggi badan 151-155 156-160 161-165 166-170 171-175 Jumlah
Jenis kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%) 0 0,0 4 30,8 0 0,0 3 23,1 2 20,0 5 38,5 4 40,0 1 7,7 4 40,0 0 0,0 10 100,0 13 100,0
Karakteristik Antropometri Status Gizi Status sekelompok
gizi orang
merupakan yang
keadaan
diakibatkan
kesehatan
oleh
tubuh
konsumsi,
individu
atau
penyerapan,
dan
penggunaan zat gizi. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Pengukuran status gizi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode antropometri. Untuk menentukan status gizi contoh terlebih dahulu ditentukan IMT contoh. Penentuan status gizi contoh dilakukan dengan menggunakan indikator IMT/U
30
yang direkomendasikan sebagai indikator penentuan status gizi untuk remaja (Riyadi 2003). Secara keseluruhan baik contoh laki-laki dan contoh perempuan memiliki status gizi pada rentang -1,67 SD sampai dengan 0,84 SD dimana rentang tersebut merupakan kategori status gizi normal menurut WHO (2007). Hasil uji beda Independent t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara status gizi pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Status gizi yang baik sangat penting bagi atlet karena dapat meningkatkan kemampuan dan performa atlet (Williams 1989). Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan, masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al 2002). Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et al 1988). Metode kuantitatif juda dapat menghitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon (recall), metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al 2001). Recall selama 24 jam dapat dilakukan secara berulang dalam waktu yang berbeda dalam setahun untuk memperkirakan rata-rata konsumsi pangan individu untuk jangka waktu yang lebih panjang. Jumlah pengulangan yang dibutuhkan untuk menggambarkan kebiasaan asupan gizi bergantung pada derajat presisi yang diinginkan serta zat-zat gizi dan kelompok populasi yang ingin diteliti. Pada umumnya, bila prosedur penentuan sampel dilakukan baik dengan memperhitungkan pengaruh akhir pekan, musim, dan hari libur terhadap pola makan, sehingga hasilnya dapat memperkirakan konsumsi pangan secara keseluruhan (Almatsier et al 2011).
31
Frekuensi Makan Frekuensi makan dan kebiasaan makan contoh digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan secara kualitatif. Menurut Khomsan (2000) dapat menjadi kecukupan konsumsi gizi diartikan sebagai semakin tinggi frekuensi makan, maka peluang untuk mencukupi kebutuhan gizi akan semakin besar. Frekuensi makan yang diukur pada penelitian ini adalah dalam satuan kali per hari dengan menggunakan metode recall. Frekuensi makan contoh dapat dilihat dari Tabel 10. Tabel 10 Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan Frekuensi Makan 1 kali 2 kali 3 kali > 3 kali Jumlah
Sebaran Jumlah (n) 0 1 17 5 23
Persentase (%) 0,0 4,3 73,9 21,7 100
Sebanyak 73,9% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap harinya, sedangkan sebanyak 5 contoh memiliki frekuensi makan lebih dari 3 kali yaitu sebesar 21,7% dan sebanyak 1 contoh memiliki frekuensi makan sebanyak 2 kali sehari yaitu sebesar 4,3%. Kebiasaan makan tiga kali sehari pada contoh sudah dianggap cukup baik untuk menghindari terjadinya masalah gizi (Suhardjo 1989). Kebiasaan Makan Atlet diharapkan memiliki kondisi fisik yang optimal selama menjalani latihan yang intensif. Untuk mencapai kondisi yang optimal tersebut dibutuhkan kebiasaan makan yang baik untuk mencapai gizi yang optimal dan akan menghasilkan kondisi fisik yang prima bagi atlet. Kebiasaan makan contoh diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan metode recall. Menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu konsumsi pangan, preferensi pangan (kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu pangan), ideologi terhadap makanan, dan faktor sosial budaya seorang individu. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan disajikan pada Tabel 11.
32
Tabel 11 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan Sebaran
Kebiasaan Makan
Jumlah (n)
Kebiasaan Sarapan Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Jumlah Menu sarapan Mie Roti Nasi+lauk pauk Lainnya Jumlah Susunan menu siang hari Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur Nasi, lauk hewani Lainnya Jumlah Susunan menu malam hari Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur Nasi, lauk hewani Lainnya Jumlah Konsumsi fastfood Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Jumlah
Persentase (%)
18 5 0 0 23
78,3 21,7 0,0 0,0 100,0
1 8 11 3 23
4,3 34,8 47,8 13,0 100,0
17 3 0 3 23
73,9 13,0 0,0 13,0 100,0
7 12 0 4 23
30,4 52,2 0,0 17,4 100,0
2 12 9 0 23
8,7 52,2 39,1 0,0 100,0
Hasil recall mengenai kebiasaan makan pada contoh menunjukkan bahwa sebagian
besar contoh selalu membiasakan diri untuk sarapan yaitu
sebanyak 18 contoh dengan persentase 78,3% contoh. Menu sarapan yang biasa dikonsumsi oleh sebagian besar contoh (48,7%) berupa nasi dan lauk pauk. Makan siang contoh sebagian besar diisi dengan menu berupa nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah (73,9%), sedangkan makan malam contoh sebagian besar diisi dengan menu nasi, lauk hewani atau lauk nabati serta sayur (52,2%). Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu, konsumsi pangan, preferensi (kesukaan atau ketidaksukaan) makan, ideologi terhadap makanan, dan faktor sosial budaya seorang individu. Untuk konsumsi makanan cepat saji (fast food) sebagian besar contoh (52,2%) menyatakan kadang-kadang mengkonsumsi fast food. Menurut Irianto (2007) penyediaan makanan cepat saji memiliki kelebihan antara lain penyajian yang cepat sehingga tidak menghabiskan waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja, higienis, dianggap makanan modern. Namun fast food juga memiliki kekurangan yaitu komposisi bahan makanan yang kurang memenuhi standar
33
makanan sehat berimbang, antara lain kandungan lemak jenuh berlebihan karena unsur hewani lebih banyak daripada nabati, kurang serat, kurang vitamin, serta terlalu banyak sodium. Kebiasaan Minum Konsumsi cairan bagi seorang atlet sangat diperlukan untuk menjaga status hidrasi tubuh. Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, pemberian cairan yang adekwat ditujukan untuk mencegah cedera akibat panas tubuh yang berlebihan. Sebaran atlet menurut kebiasaan minum disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan minum Sebaran
Kebiasaan minum Konsumsi air putih 5 gelas > 5 gelas 7 gelas ≥ 8 gelas Jumlah Konsumsi sport drink Ya Tidak Jumlah Konsumsi minuman beralkohol Ya Tidak Jumlah
Berdasarkan
hasil
recall
mengenai
Jumlah (n)
Persentase (%)
0 2 1 20 23
0,0 8,7 4,3 87,0 100,0
22 1 23
95,7 4,3 100,0
0 23 23
0,0 100,0 100,0
kebiasaan
minum
contoh
menunjukkan bahwa contoh sebagian besar (87,0%) mengkonsumsi air putih lebih dari 8 gelas setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi lebih dari 2400 ml/hari, sebanyak 8,7% contoh mengkonsumsi air putih lebih dari 5 gelas setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi 1500-1800 ml/hari, dan sebanyak 4,3% mengkonsumsi air putih 7 gelas setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi 2100 ml/hari. Kebiasaan minum lebih dari 8 gelas sudah dapat mencukupi kebutuhan atlet akan asupan air. Menurut Depkes (1993) asupan air bagi atlet harus mencukupi untuk dapat mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh. Banyaknya air yang diperlukan kurang lebih 2500 ml. Seluruh contoh tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Menurut Irianto (2007) olahragawan disarankan untuk meninggalkan minuman beralkohol karena alkohol merupakan depresan bagi susunan syaraf pusat, dapat memproduksi asam laktat, mengganggu kerja syaraf serta mempunyai sifat
34
diuretik yang memudahkan pengeluaran air seni. Untuk konsumsi sport drink, diketahui bahwa sebagian besar contoh yaitu 95,7% contoh mengkonsumsi sport drink. Kebiasaan Makan Sebelum Pertandingan Sebelum pertandingan, sebagian besar (82,6%) contoh mengonsumsi makanan atau minuman. Makanan/minuman yang biasa dikonsumsi oleh contoh sebelum pertandingan antara lain makanan lengkap, cemilan, sport drink, air mineral, buah-buahan, coklat, dan vitamin. Sebanyak 17,4% contoh biasa tidak mengonsumsi
makanan/minuman
sebelum pertandingan.
Rentang
waktu
konsumsi makanan lengkap sebelum pertandingan, sebanyak 30,4% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding, 43,5% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 2-3 jam sebelum bertanding dan sisanya yaitu 26,1% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 3-4 jam sebelum bertanding. Sebagian besar (78,3%) contoh juga memiliki makanan dan minuman yang dihindari saat sebelum pertandingan. Menurut Depkes (1993) waktu makan yang dapat diterapkan oleh atlet pada 3-4 jam sebelum bertanding yaitu makanan utama yang terdiri dari nasi, sayur, lauk pauk dan buah. Pada 2-3 jam sebelum bertanding, makanan yang dapat dikonsumsi oleh seorang atlet adalah makanan kecil seperti crackers, roti, dll. Pada 1-2 jam sebelum bertanding makanan yang dikonsumsi oleh atlet dapat terdiri dari makanan cair/minuman seperti juice buah, teh, dll sedangkan waktu < 1 jam sebelum bertanding atlet disarankan untuk mengonsumsi cairan atau minuman. Makanan dan minuman yang dihindari oleh contoh sebelum bertanding yaitu makanan pedas dan soft drink. Kebiasaan makan pada atlet dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kebiasaan makan atlet taekwondo sebelum bertanding Kebiasaan makan sebelum bertanding Konsumsi makanan/minuman sebelum pertandingan Ada Tidak Jumlah Rentang waktu konsumsi makanan lengkap 1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam 4-5 jam Jumlah Makanan dan minuman yang dihindari Ada Tidak Jumlah
Sebaran Jumlah (n) Persentase (%) 19 4 23
82,6 17,4 182,61
7 10 6 0 23
30,4 43,5 26,1 0,0 100,0
18 5 23
78,3 21,7 100,0
35
Kebiasaan Makan Selama Bertanding Mengkonsumsi makanan dan minuman selama bertanding penting dilakukan oleh atlet. Hal ini bertujuan untuk memperoleh makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen dan status hidrasi tetap terpelihara. Kebiasaan makan/minum atlet nasional taekwondo selama pertandingan dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Kebiasaan makan atlet taekwondo selama bertanding Kebiasaan makan selama bertanding Konsumsi makanan/minuman selama pertandingan Ya Tidak Jumlah Makanan dan minuman yang dihindari Ada Tidak Jumlah
Sebaran Jumlah (n) Persentase (%) 15 8 23
65,2 34,8 100,0
17 6 23
73,9 26,1 100,0
Sebagian besar (65,2%) contoh memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan atau minuman selama pertandingan berupa sport drink, cemilan, air mineral, buah pisang, coklat dan madu. Selama pertandingan sebagian besar contoh
(34,8%) menyatakan memiliki makanan dan minuman yang dihindari
selama pertandingan yaitu makanan asam dan pedas, soft drink, alkohol dan gorengan dan sisanya (26,1%) menyatakan tidak mempunyai makanan atau minuman yang dihindari pada saat pertandingan. Menurut Depkes (1993) selama bertanding hindari mengonsumsi makanan yang dapat merangsang dan mengandung gas. Makanan yang terlalu pedas, terlalu asam dan mengandung gas akan mengganggu proses pencernaan dan menimbulkan rasa tidak nyaman di lambung. Soft drink merupakan salah satu minuman yang merangsang dan dapat menyebabkan peningkatan sekresi asam urat dan membuat perasaan yang tidak nyaman dalam lambung karena mengandung karbonasi. Kebiasaaan Makan Setelah Bertanding Setelah pertandingan, energi di dalam tubuh berkurang dengan cepat. Selain itu, tubuh juga mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui keringat karena aktifitas yang dilakukan selama pertandingan. Oleh sebab itu, makanan dan minuman setelah pertandingan sangat dibutuhkan sesegera mungkin oleh tubuh untuk memulihkan keadaan tubuh seperti mengembalikan glikogen, mengganti cairan dan elektrolit yang terbuang untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh.
36
Berdasarkan hasil recall, contoh mengkonsumsi makanan / minuman segera setelah bertanding berupa air dingin (26,1%), makan besar (26,1%), sari buah (21,7%), dan sport drink (17,4%). Tujuan dari pemberian air dingin setelah bertanding
adalah
karena
pada
saat
pertandingan
terjadi
peningkatan
pengeluaran energi yang besar, sehingga terjadi pengosongan lambung. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan air dingin yang bersuhu 100C untuk mengatasi kekosongan lambung, karena air dingin lebih cepat diserap oleh usus. Selain itu, pemberian sari buah ditujukan karena dapat mengganti sebagian kalium dan natrium yang hilang melalui keringat. Dalam sari buah selain terdapat karbohidrat juga mengandung vitamin C, mineral seperti kalium dan natrium (Depkes 1993). Kebiasaan makan/minum atlet setelah bertanding dapat dilihat ada tabel 15. Tabel 15 Kebiasaan makan atlet taekwondo setelah bertanding Kebiasaan makan setelah bertanding Konsumsi makanan/minuman segera setelah pertandingan Air dingin Sari buah Tidak ada Lainnya Jumlah Rentang waktu konsumsi makanan lengkap 1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam 4-5 jam Jumlah Makanan dan minuman yang dihindari Ada Tidak Jumlah
Jumlah (n)
Jumlah Persentase (%)
6 5 2 10 23
26,1 21,7 8,7 43,5 100,0
15 4 4 0 23
65,2 17,4 17,4 0,0 100,0
4 19 23
17,4 82,6 100,0
Untuk konsumsi makanan lengkap setelah bertanding, sebanyak 65,2% contoh menyatakan mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam setelah bertanding, 14,7% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 2-3 jam setelah bertanding dan sisanya mengkonsumsi makanan lengkap 3-4 jam setelah bertanding. Sebanyak 82,6% contoh tidak memiliki makanan dan minuman yang dihindari setelah pertandingan, sebanyak 17,4% contoh memiliki makanan atau minuman yang dihindari yaitu minuman soda dan makanan pedas untuk tidak dikonsumsi setelah pertandingan. Menurut Irianto (2007) setengah jam setelah bertanding, atlet dapat diberikan jus buah sebanyak 1 gelas. Satu jam setelah bertanding, atlet diberikan jus buah 1 gelas dan snack ringan atau makanan cair yang mengandung karbohidrat sebanyak 300 kkal. Dua jam setelah bertanding, makan lengkap dengan prosi kecil. Sebaiknya diberikan lauk yang tidak
37
digoreng, tidak bersantan dan diberikan banyak sayuran dan buah. Setelah 4 jam bertanding, atlet akan merasakan rasa lapar. Oleh karena itu, penyediaan makan pada malam hari menjelang tidur mutlak diperlukan bagi atlet yang bertanding malam hari. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Energi Konsumsi energi contoh diperoleh dengan menggunakan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut yaitu sabtu, minggu dan senin. Tujuan dari metode recall ini untuk dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang lebih optimal pada saat melakukan aktifitas di mess dan diluar mess. Pertimbangan pengambilan konsumsi pangan selama 3 hari adalah pada hari Sabtu, contoh hanya mendapatkan pembinaan dan pelatihan selama 6 jam. Pada hari Minggu, contoh tidak mendapatkan pembinaan dan pelatihan. Pada hari Senin, contoh mendapatkan pembinaan dan pelatihan sepenuhnya, sehingga atlet sudah harus kembali ke pemusatan latihan nasional dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Data konsumsi contoh yang kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Angka kecukupan energi contoh diperoleh dari perhitungan berdasarkan WKNPG (2004). Faktor aktifitas yang digunakan per individu didasarkan atas aktifitas yang dilakukannya selama 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi Hasil recall menunjukkan rata-rata konsumsi energi contoh secara keseluruhan yaitu 2056 ± 618 kkal, dengan konsumsi energi paling tinggi yaitu sebesar 3204 kkal dan konsumsi energi paling rendah yaitu 870 kkal. Gambar 3.
38
menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit tingkat berat (80,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan energi berada dalam kategori defisit tingkat berat (69,2%). Tingkat konsumsi dan kecukupan energi yang rendah dapat disebabkan oleh sistem pendistribusian makanan yang menggunakan sistem prasmanan yaitu para atlet dapat mengambil makanan berdasarkan kesukaan masing-masing individu bukan berdasarkan pada kebutuhannya sehingga pemasukan energi atlet ada yang kekurangan dan kelebihan. Padahal dengan aktifitas berat dan pengeluaran energi yang besar harus diimbangi dengan pemasukan makanan yang seimbang sehingga stamina tubuh tetap stabil. Protein Protein sangat dibutuhkan bagi atlet remaja dalam pertumbuhan dan pembentukan tubuh guna mencapai bentuk tubuh yang optimal. Sumber protein dapat berasal dari bahan pangan hewani dan nabati. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, baik dalam segi jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sedangkan protein nabati berasal dari kacang-kacangan dan hasil olahannya. Rata-rata konsumsi protein contoh secara keseluruhan adalah 50,2 ± 15,8 gram dengan konsumsi protein paling tinggi sebesar 85,0 gram dan konsumsi protein paling rendah sebesar 19,8 gram. Tingkat kecukupan protein contoh disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan protein contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (70,0%) sedangkan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan protein dalam kategori defisit berat (38,5%). Menurut Depkes (1993) kebutuhan protein atlet dari cabang olahraga yang memerlukan
39
kekuatan dan kecepatan (power/strenght) perlu mengonsumsi protein antara 1,21,7 gram protein/kgBB/hari dan atlet endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gr/kgBB/hari. Peningkatan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih berisiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan/pertandingan olahraga yang berat sehingga protein sangat diperlukan untuk pembentukan dan pemulihan kekuatan otot. Lemak Saat berolahraga kompetitif dengan intensitas tinggi seperti olahraga taekwondo, pengunaan lemak sebagai sumber energi tubuh akibat dari mulai berkurangnya simpanan glikogen otot dapat menyebabkan tubuh terasa lelah sehingga secara perlahan intensitas olahraga akan menurun. Hal ini disebabkan karena produksi energi melalui pembakaran lemak berjalan lebih lambat jika dibandingkan dengan laju produksi energi melalui pembakaran karbohidrat walaupun pembakaran lemak akan menghasilkan energi yang lebih besar jika dibandingan dengan pembakaran karbohidrat. Rata-rata konsumsi lemak contoh secara keseluruhan yaitu 55,9 ± 25,7 gram, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 104,0 gram dan konsumsi paling rendah sebanyak 13,2 gram. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan lemak dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Sebaran atlet taekowondo menurut tingkat kecukupan lemak Tingkat kecukupan lemak pada contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori <20% dari kebutuhan energi (80,0%) dan contoh perempuan sebagian besar berada pada kategori <20% dari kebutuhan energi (69,2 %). Hal tersebut dimungkinkan oleh kekhawatiran atlet mengalami kegemukan sehingga mengurangi makanan yang berlemak. Kebutuhan lemak atlet berkisar antara 2025% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993).
40
Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi yang tidak hanya berfungsi untuk mendukung aktifitas fisik seperti berolahraga namun karbohidrat juga merupakan sumber energi utama bagi sistem pusat syaraf termasuk otak. Di dalam tubuh, karbohidrat yang dikonsumsi oleh manusia dapat tersimpan di dalam hati dan otot sebagai simpanan energi dalam bentuk glikogen. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan karbohidrat dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat Hasil recall menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi karbohidrat contoh adalah 794,8 ± 546,3 gram dengan konsumsi terendah sebanyak 157,8 gram dan konsumsi tertinggi yaitu 2015,4 gram. Tingkat kecukupan karbohidrat pada contoh laki-laki sebagian besar berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (50,0%) dan sebagian besar contoh perempuan berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (53,8%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar atlet telah mengonsumsi karbohidrat melebihi kecukupan. Menurut Clark (1996)
dalam
Karfarina
(2002)
pemberian
karbohidrat
bertujuan
untuk
membentuk glikogen otot dan hati. Tubuh akan mencerna berbagai jenis karbohidrat menjadi glukosa sebelum digunakan sebagai bahan bakar otot dan otot memerlukan glukosa darah sebagai tenaga. Para atlet yang memiliki glukosa darah yang rendah maka akan cenderung memiliki penampilan yang rendah karena rendahnya bahan bakar yang digunakan untuk tenaga, terbatasnya fungsi otot serta kapasitas mental. Selain itu, pemberian makanan karbohidrat tinggi selalu dapat menaikkan daya tahan seseorang pada latihan-latihan berat dalam jangka waktu yang lama.
41
Vitamin A Vitamin A merupakan salah satu vitamin larut lemak yang mempunyai fungsi penting dalam penglihatan. Selain berperan dalam proses penglihatan, vitamin
A
juga
berperan
dalam
kekebalan
tubuh,
pertumbuhan
dan
perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2005). Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan vitamin A dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin A Angka kecukupan vitamin A bagi remaja berumur 15-16 tahun adalah 900 µgRE. Rata-rata konsumsi vitamin A contoh secara keseluruhan yaitu 2669,8 ± 1603,0 µgRE, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 5761,1 µgRE dan konsumsi terendah sebanyak 213,5 µgRE. Sebagian besar contoh baik laki-laki (90,0%) maupun perempuan (84,6%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A dalam kategori cukup karena sudah mengkonsumsi vitamin A lebih dari 77% angka kecukupan vitamin A. Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Pada pelatnas cabang olahraga taekwondo, tidak disediakan penambahan suplemen vitamin oleh tim medis pelatnas. Hal tersebut diharapkan bahwa atlet dapat memperoleh kecukupan vitamin dari makanan yang dikonsumsinya terutama yang berasal dari sayur dan buah. Bahan pangan yang dikonsumsi contoh yang mengandung sumber vitamin A paling besar terdapat pada bahan makanan telur ayam, wortel dan bahan makanan lainnya seperti sayur dan buah. Vitamin C Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan
42
antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktifitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Angka kecukupan vitamin C bagi remaja yang berumur 15-16 tahun adalah 60 mg menurut WKNPG 2004. Rata-rata konsumsi vitamin C contoh secara keseluruhan yaitu 110,4 ± 44,7 mg dengan konsumsi tertinggi yaitu sebanyak 229,7 mg dan konsumsi terendah sebanyak 54,3 mg. Tingkat kecukupan vitamin C contoh disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin C Tingkat kecukupan vitamin C baik contoh laki-laki maupun perempuan tergolong cukup yaitu contoh laki-laki (90,00%) dan contoh perempuan (92,3%). Menurut Depkes (1993), vitamin C penting untuk atlet karena perannya sebagai menjaga penyembuhan atau pertahanan tubuh terhadap infeksi. Olahragawan perlu mengonsumsi vitamin yang lebh besar, karena konsumsi vitamin C yang cukup dapat menghambat terbentuknya asam laktat dalam otot yang dapat menyebabkan kelelahan (Sumosardjuno 1990). Bahan pangan sumber vitamin C yang sering dikonsumsi oleh contoh yaitu buah-buahan seperti jeruk, melon, semangka, dan pisang. Kalsium Fungsi utama kalsium di dalam tubuh adalah peranannya dalam pembentukan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap dan jumlah kekuatan jaringan tulang. Menurut WKNPG 2004 kecukupan kalsium remaja yang berumur 16-18 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan kalsium dapat dilihat pada Gambar 9.
43
Gambar 9 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan kalsium Rata-rata konsumsi kalsium contoh secara keseluruhan yaitu 5313,0 ± 6156,0 mg dengan konsumsi paling tinggi yaitu 17624,9 mg dan konsumsi terendah sebanyak 44,7 mg. Tingkat kecukupan kalsium sebagian besar contoh laki-laki berada dalam kategori cukup (60,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan kalsium dalam kategori cukup (53,8%). Tingkat kecukupan kalsium baik pada contoh laki-laki maupun contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori cukup yaitu 60,0% pada contoh laki-laki dan 53,8% pada contoh perempuan. Kekurangan kalsium pada masa remaja akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan tulang sehingga tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh (Almatsier 2005). Zat Besi Zat besi merupakan mineral yang sangat diperlukan tubuh dalam pembentukan hemoglobin, mioglobin dan juga sebagai enzim yang diperlukan dalam metabolisme. Kekurangan zat besi terutama pada remaja dapat menyebabkan anemia gizi besi dan juga menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan, dan menurunkan kemampuan kognitif. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan zat besi dapat dilihat pada Gambar 10.
44
Gambar 10 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan zat besi Rata-rata konsumsi zat besi contoh secara keseluruhan yaitu 15,5 ± 11,6 mg, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 62,7 mg dan konsumsi terendah sebanyak 6,0 mg. Tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh laki-laki berada dalam kategori kurang (60,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan besi dalam kategori kurang (84,6%). Menurut Sumosardjuno (1990) pada olahragawan, konsumsi Fe dalam jumlah yang cukup sangat dianjurkan karena diketahui bahwa zat besi mudah hilang melalui keringat. Kebanyakan atlet wanita dan sebagian atlet pria mengalami kekurangan zat besi sehingga sukar untuk memperbaiki penampilannya. Apabila seorang olahragawan kekurangan zat besi secara terus menerus, maka akan cepat lelah dan lambat masa pemulihannya. Tingkat Kebugaran Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Nilai kebugaran jasmani setiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas atau profesi masing-masing. Tingkat kebugaran jasmani dapat dilihat dari VO2 max yang diperoleh dari Bleep Test, flexibility dengan sit and reach test, dan daya tahan otot diperoleh dengan pengukuran sit up dan squat jump. VO2 Max Atlet nasional taekwondo mempunyai nilai VO2 max yang beragam pada masing-masing kategori, tergantung kepada jenis kelamin dan umur dari atlet. Rata-rata nilai VO2 max contoh yang berjenis kelamin laki-laki berada pada kategori baik yaitu 49,50 ± 7,5 ml/kg/menit, sedangkan rata-rata nilai VO2 max contoh perempuan berada pada kategori sangat baik yaitu 41,24 ± 6,5
45
ml/kg/menit. Dalam hal ini, nilai VO2 max pada contoh laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan contoh perempuan. Imaddudin (2012) melaporkan hal serupa, yakni atlet laki-laki memiliki nilai VO2 max lebih tinggi dibandingkan dengan atlet perempuan pada cabang olahraga taekwondo. Menurut Malina et al. (2004) rata-rata nilai VO2 max lebih besar pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan pada seluruh tingkatan usia. Sebaran atlet menurut VO2 max dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran atlet taekwondo menurut VO2 max Kategori Sangat Lemah Lemah Cukup Baik Sangat Baik Tinggi Jumlah
Jumlah (n) 0 1 2 2 2 3 10
Laki-Laki Persentase (%) 0,0 10,0 20,0 20,0 20,0 30,0 100,0
Perempuan Persentase (%) 0 0,0 2 15,4 0 0,0 3 23,1 3 23,1 5 38,5 13 100,0
Jumlah (n)
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa nilai VO2 max bervariasi pada masing-masing rentang nilai. Sebanyak 30,0% contoh laki-laki memiliki kategori nilai VO2 max tinggi dan proporsi yang sama yaitu sebanyak 20,0% contoh masing-masing pada kategori cukup, baik dan sangat baik sedangkan sisanya (10,0%) contoh memiliki kategori VO2 max lemah. Sebanyak 38,5% contoh perempuan memiliki kategori tinggi untuk nilai VO2 max. Pada kategori baik dan sangat baik memberikan proporsi yang sama pada contoh perempuan yaitu masing-masing sebanyak 23,1% dan sisanya (15,4%) dari contoh perempuan memiliki kategori lemah untuk nilai VO2 max. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,007) antara nilai VO2 max pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai VO2 max yang lebih tinggi pada laki-laki jika dibandingkan dengan perempuan. Flexibility Kelentukan merupakan jangkauan area gerak sendi-sendi. Menurut Haskell dan Kiernan (2012) komponen ini tercermin pada kemampuan seseorang untuk menekuk, meregang dan memutar tubuhnya. Rata-rata nilai kelentukan contoh yang berjenis kelamin laki-laki berada pada kategori baik yaitu 22,19 ± 3,48 cm, sedangkan rata-rata nilai kelentukan contoh perempuan berada pada
kategori kurang yaitu 18,00 ± 3,23 cm. Menurut Riyadi (2007) salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang adalah jenis kelamin. Massa otot pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yang lebih
46
banyak memiliki massa lemak dalam tubuhnya yang dapat menghambat kekuatan untuk melakukan tes flexibility. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Malina et al. (2004) pada tes kelentukan, rata-rata anak perempuan memiliki perempuan performa yang lebih baik dari anak laki-laki. Sebaran atlet menurut nilai flexibility dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran atlet taekwondo menurut nilai flexibility Laki-Laki Persentase (%) 0 0,0 1 10,0 0 0,0 9 90,0 0 0,0 10 100,0
Kategori
Jumlah (n)
Sangat kurang Kurang Cukup Baik Baik sekali Jumlah
Perempuan Persentase (%) 0 0,0 9 69,2 4 30,8 0 0,0 0 0,0 13 100,0
Jumlah (n)
Sebagian besar contoh laki-laki memiliki kategori kelentukan yang baik (90,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki kategori kelentukan yang kurang (69,2%). Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,026) antara nilai kelentukan ada contoh laki-laki dengan contoh perempuan, dimana nilai kelentukan contoh laki-laki lebih tinggi daripada nilai kelentukan pada contoh perempuan. Kelentukan gerak tubuh pada persendian tersebut, sangat dipengaruhi oleh : elastisitas otot, tendon dan ligamen di sekitar sendi serta kualitas sendi itu sendiri. Terkait dengan kesehatan, maka kelentukan merupakan salah satu parameter kesembuhan akibat cedera dan kekuatan sistem muskuloskeletal. Daya Tahan Otot Daya tahan otot berkaitan dengan kemampuan dalam menghasilkan kekuatan dan kemampuan untuk mempertahankan selama mungkin. Dengan kata lain berhubungan dengan sistem anaerobik dalam proses pemenuhan energinya. Daya otot dapat disebut juga daya ledak otot atau explosive power (Hoeger & Hoeger 1996). Sebaran atlet menurut nilai daya tahan otot disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran atlet taekwondo menurut nilai daya tahan otot Kategori Sangat kurang Kurang Cukup Baik Baik sekali Jumlah
Sit Up Laki-Laki Perempuan Persentase (%) Persentase (%) 0,0 0,0 90,0 0,0 10,0 30,8 0,0 69,2 0,0 0,0 100,0 100,0
Squat Jump Laki-Laki Perempuan Persentase (%) Persentase (%) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 20,0 0,0 80,0 100,0 100,0 100,0
47
Sebagian besar contoh laki-laki memiliki kategori daya tahan otot pada komponen tes sit up berada pada kategori kurang (90,0%) dan contoh perempuan berada pada kategori baik (69,2%). Pada komponen tes squat jump sebagian besar contoh laki-laki berada pada kategori baik sekali (80,0%) dan seluruh contoh perempuan berada pada kategori baik sekali. Hasil uji beda Independent t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0,05) antara daya tahan otot baik pada tes sit up maupun squat jump pada contoh laki-laki maupun contoh perempuan. Hubungan Usia dengan Tingkat Kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara usia atlet dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo (VO2 max) tidak menunjukkan hubungan signifikan (p>0,05). Menurut Macmurray dan Ondrak (2008) bahwa nilai VO2 max individu akan turun secara normal sejalan dengan bertambahnya umur yang dapat disebabkan oleh perubahan komposisi tubuh dan gaya hidup atlet. Pada hasil uji korelasi antara usia atlet dengan tingkat kebugaran flexibility (p<0,05, r=0,456) dan daya tahan otot (p<0,05, r=0,421) menunjukkan hubungan positif yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini semakin tinggi usia atlet hingga usia 18 tahun, maka tingkat kebugaran otot (muscle endurance) juga akan berada pada kategori yang baik. Menurut Nieman (1998) kelentukan akan berkurang seiring meningkatnya umur yang lebih dikarenakan kurang aktifnya alat gerak tubuh dibandingkan dengan proses penuaan. Hubungan Berat Badan dan Tinggi Badan dengan Tingkat Kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara berat badan atlet dengan seluruh tingkat kebugaran (VO2 max, flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan berat badan atlet tidak berhubungan dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo. Hasil uji korelasi Pearson antara tinggi badan atlet dengan tingkat kebugaran (flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p>0,05), sedangkan hasil uji korelasi Pearson antara tinggi badan atlet dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan (p<0,05, r=0,558). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imaduddin (2012) bahwa berat badan dan tinggi badan atlet taekwondo tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kebugaran (VO2 max). Atlet yang cenderung memiliki tubuh yang tinggi akan mempengaruhi luas permukaaan keseluruhan tubuhnya termasuk luas permukaan paru-paru. Luar
48
permukaan paru-paru tersebut secara relatif akan mempengaruhi volume tidal (aktifitas inspirasi dan ekspirasi). Kaitannya dengan hal tersebut maka atlet dalam penelitian ini, yang memiliki tubuh yang tinggi maka akan dapat mengonsumsi oksigen (VO2 max) lebih tinggi daripada yang memiliki tubuh yang lebih pendek. Seorang atlet taekwondo diharapkan memiliki tinggi badan yang baik, karena dalam olahraga taekwondo semakin tinggi tubuh seseorang, maka semakin panjang pula jangkauan serangan yang dilakukan, serta memudahkan atlet untuk melakukan serangan menggunakan kaki. Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran, begitupun sebaliknya. Hasil penelitian Bovet et al. (2007) pada remaja usia 12-15 tahun mengungkap hubungan yang tidak linear antara IMT dan hasil tes kebugaran jasmani atau performa motorik. Selain itu diungkapkan pula bahwa hasil terbaik pengukuran kebugaran jasmani dimiliki oleh subjek dengan tingkat IMT pada kisaran normal, hasil lebih rendah terdapat pada subjek dengan tingkat IMT pada kisaran kurus, dan hasil terendah pada subjek dengan tingkatan IMT yang berbeda pada kisaran IMT lebih. Hal tersebut terjadi akibat kelebihan berat badan khususnya massa lemak tubuh yang memperlihatkan kelambanan karena diperlukan tenaga yang lebih besar dan juga waktu yang lebih lama untuk dapat menggerakkan seluruh massa tubuhnya (Malina & Katzmarzyk 2006). Menurut Fatmah dan Ruhayati (2011) kebugaran tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi namun juga dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, genetik, aktifitas fisik serta kebiasaan merokok. Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, maupun vitamin C dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p>0,05). Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan (p<0,05, r=0,462). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat gizi yang dikumpulkan dengan cara recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut belum dapat menentukan tingkat kebugaran baik VO2 max, flexibility maupun daya
49
tahan otot. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A dengan tingkat kebugaran atlet VO2 max (p<0,05, r=-0,481) dan daya tahan otot (p<0,05, r=-0,454). Menurut Fatmah dan Ruhayati (2011), atlet yang mengonsumsi vitamin yang berlebihan dapat berakibat hilangnya koordinasi otot. Hal tersebut dapat mengakibatkan atlet tidak dapat melakukan olahraga yang melibatkan otot. Kebugaran jasmani dapat ditingkatkan dengan memperoleh tingkat konsumsi yang cukup. Konsumsi zat gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan gizi akan membuat kebugaran atlet menjadi baik sehingga menjadi tidak cepat lelah dan mampu melakukan aktifitasnya dengan baik pula sehingga mampu mencapai prestasi olahraga yang maksimal (Kartika 2006).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional (pelatnas) terdiri dari laki-laki (43,5%) dan perempuan (56,5%). Rata-rata usia atlet laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan rata-rata usia atlet perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Daerah asal atlet terdiri dari Jawa Tengah (43,5%), Jawa Barat (34,8%), D.I Yogyakarta (8,7%), Riau (8,7%) dan Sumatera Selatan (4,3%). Rata-rata berat badan atlet laki laki 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan atlet perempuan yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Tinggi badan atlet laki-laki yaitu 168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan atlet perempuan yaitu 160,47 ± 3,24 cm. Secara keseluruhan atlet pelatnas taekwondo memiliki status gizi yang normal. Rata-rata konsumsi energi atlet taekwondo remaja secara keseluruhan yaitu 2056 ± 618 kkal, dan tingkat kecukupan energi atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (80,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (69,2%). Rata-rata konsumsi protein atlet secara keseluruhan adalah 50,2 ± 15,8 gram, dan tingkat kecukupan protein atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (70,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar dalam kategori defisit berat (38,5%). Rata-rata konsumsi lemak atlet secara keseluruhan yaitu 55,9 ± 25,7 gram, dan tingkat kecukupan lemak pada atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori <20% dari kebutuhan energi (80,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar berada pada kategori <20% dari kebutuhan energi (69,2 %). Rata-rata konsumsi karbohidrat atlet adalah 794,8 ± 546,3 gram, dan tingkat kecukupan karbohidrat pada atlet laki-laki sebagian besar berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (50,0%) sedangkan sebagian besar atlet perempuan berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (53,8%). Ratarata konsumsi vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi atlet berturut-turut adalah 2669,8 ± 1603,0 µgRE, 110,4 ± 44,7 mg, 5313,0 ± 6156,0 mg, dan 15,5 ± 11,6 mg. Tingkat kecukupan vitamin A, vitamin C dan kalsium sebagian besar berada dalam kategori cukup sedangkan tingkat kecukupan zat besi sebagian besar berada dalam kategori kurang. Usia atlet memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat kebugaran flexibility (p<0,05, r=0,456) dan daya tahan otot (p<0,05, r=0,421). Tinggi badan memiliki hubungan yang positif dan signifikan (p<0,05, r=0,558) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max). Status gizi dengan tingkat kebugaran
51
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05). Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, maupun vitamin C tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0,05) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, flexibility dan daya tahan otot). Tingkat kecukupan karbohidrat dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan (p<0,05, r=0,462). Saran Melihat konsumsi atlet yang masih kurang maka diperlukan peningkatan konsumsi pangan sumber energi untuk memenuhi kebutuhan energi terutama pada saat menjelang pertandingan sehingga atlet memperoleh performa dan kebugaran yang optimal. Untuk mendapatkan performa yang baik, maka diperlukan pemahaman atlet mengenai kebugaran dan gizi yang cukup. Kebugaran ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah intensitas latihan, lamanya latihan dan frekuensi latihan serta derajat kesehatan. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang derajat kesehatan dan aktifitas fisik berdasarkan pada intensitas latihan, lamanya latihan, dan frekuensi latihan terhadap kebugaran seorang atlet taekwondo.
DAFTAR PUSTAKA [ADA] American Dietetic Association. 1993. Positions Of The American Dietetic Association and The Canadian Dietetic Association : Nutrition For Physical Fitness and Athletic Performance For Adults. J Amer Diet Assoc. V. 93, p. 691-696. [ADA] American Dietetic Association. 2001. Nutrition And Athleteic Performance. J Am Diet Assoc. V. 100, p. 1543-1556. Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia. _________, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : PT. Gramedia. [Anonim]. 2009. Prinsip Dasar-Dasar Latihan Daya Tahan. www.wordpress.com [5 Agustus 2012]. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Asmuni R. 1979. Gizi dalam Olahraga. Lokakarya Gizi Olahraga. Jakarta. Hal 18. Beck M. 2011. Ilmu Gizi dan Diet; Hubungannya dengan Penyakit-Penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Andi. Bovet P, Auguste R, Burdette H. 2007. Trong inverse association between physical fitness and overweight in adolescents: a large school-based survey. Int J of Behavioral Nutrition and Physical Activity 4: 1-8. Caspersen J, Carl PE, Kenneth CM. 1985. Physical activity, exercise, and physical fitness: definitions and distinctions for health-related research. Public Health Reports March-Mei 1985. 100(2). 126130. Chen J. 2000. Vitamin: Effect of Exercise on Requirements. Oxford: Blackwell Science, Ltd. Clark N. 1996. Petunjuk Gizi untuk Setiap Cabang Olahraga. Jakarta : Rajagrafindo. Hal 3-68. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1993. Pedoman Pengaturan Makanan Atlet. Jakarta: Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. Degoutte F, Jouanel P, Filaire E. 2003. Energy demands during a judo match and recovery. Br J Sports Med. v. 25, p. 245-249. FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirements. Roma: FAO. Fatmah, Ruhayati Y. 2011. Gizi Kebugaran dan Olahraga. Jawa Barat : Lubuk Agung. Frachini E, Velly A, Morrison J. 2007. Physical fitness and anthropometrical profile of the brazilian male judo team. J Physiol Anthropol 26(2) : 59-67.
53
Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment. New York: Oxford University Press. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Perencanaan dan Penilaian Konsumsi Pangan [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _________, Briawan D, Retnaningsih, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Jakarta: Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan. _________, Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Jakarta: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Haskell, LW, Kiernan M. 2012. Methodologic issues in measuring physical activity and physical fitness when evaluating the role of dietary supplement for physically active people. American Journal of Clinical Nutrition 72 :541s50s. Helinda TC. 2000. Kelayakan Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pada Olahragawan Remaja di SMU Ragunan Jakarta [Skripsi]. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hoeger WK, Hoeger SA. 1996. Fitness and Wellness. Colorado, USA : Morton Publishing Company. Hurlock. 2000. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan; Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Imaddudin MAH. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Atlet, Tingkat Kecukupan Gizi, dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo di SMA Ragunan Jakarta [Skripsi]. Bogor : Program Studi Sarjana Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Irianto DP. 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan . Yogyakarta : Andi Yogyakarta. Kartika E. 2006. Hubungan Tingkat Konsumsi Gizi (Energi, Protein, Besi) dan Status Gizi (Indeks Massa Tubuh, Kadar Hemoglobin) dengan Ketahanan Fisik pada Atlet Sepak Bola di PSIS Semarang Tahun 2006 [Skripsi]. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro. Kartono D, Soekantri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Kalsium, Fosfor, Magnesium, Fluor. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Karyadi D, Muhilal. 1991. Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Jakarta: Gramedia. Kazemi M, Perri G, Soave D. 2010. A profile of 2008 olympic taekwondo competitors. J Can Chiropr Assoc 2010; 54(4).
54
Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kirkendal, Don R, Joseph J, Guber, Johnson. 1980. Measurement and Evaluation for Physical Educations. Dubugua. Lowa: Wm.C. Brown Company. Lee MG, Kim YG. 2007. Effects of short-term weight loss on physical fi tness, isokinetic leg strength, and blood variables in male high school taekwondo players. The 1st International Symposium for Taekwondo Studies; Beijing, China. P. 47–57. Mackanzie B. 1999. Multi-Stage http://www.brianmac.co.uk/beep.htm [1 Mar 2012].
Fitness
Test.
________________. 2001. VO2max. http://www.brianmac.co.uk/vo2max.htm [26 Feb 2012]. Malina RM, Bouchard C, Bar-Or O. 2004. Growth, Maturation, and Physical Activity, 2th Edition. Campaign, IL, USA: Human Kinetics. _________, Katzmarzyk PT. 2006. Physical activity and fitness in an international growth standard for preadolescent and adolescent children. Food and Nutrition Bulettin. 27(4): S295-S313. Parahita A. 2009. Pengaruh Latihan Fisik Terprogram terhadap Daya Tahan Otot pada Siswi Sekolah Bola Voli Tugu Muda Semarang Usia 9-12 Tahun [Skripsi]. Fakultas Kedokteran UNDIP, Semarang. Riyadi H. 2003. Diktat Penilaian Gizi secara Antropometri. Bogor: Institut Pertanian Bogor. _______. 2007. Diktat Mata Kuliah Gizi Olahraga. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rossi L et al. 2009. Nutritional evaluation of taekwondo atheles. Brazilian Jurnal of Biomotricity, v. 3 n. 2, p. 159-166. Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta : Dian Rakyat. Suhardjo. 1989. Sosial Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas – Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. _______, Kusharto CM. 1999. Prinsip Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Kanisius. Sumosardjuno. 1990. Pengetahuan praktis kesehatan dalam olahraga (1). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. ____________. 1992. Pengetahuan praktis kesehatan dalam olahraga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
55
Supariasa IDN, B Bakri, I Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Tirtawinata, Soerjodibroto. 1981. Gizi dalam Olahraga yang memerlukan “Endurance”. Makalah pada Seminar Sport Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, 21-22 Desember. Hlm. 103. [WHO] World Health Orgaization. 2007. Growth reference 5-19 years. http://www.who.int/growthref/who2007bmiforage/en/index.html. [5 Agustus 2012]. Williams M. 1989. Nutrition for Fitness & Sport. USA: WM. C. Brown Communication, Inc. [WKNPG] Widya Karya Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta : LIPI. Wolinsky I, Driskell J. 2006. Sports Nutritions Vitamins and Trace Minerals. New York: CRC Press.
LAMPIRAN
57
Lampiran 1 Struktur Organisasi Pelatnas Garuda Emas 2012 Penanggung Jawab Ketua Umum PBTI
Dewan Penasehat 1. Ketua Harian PBTI, Brigjen (Purn) TNI H. Noor Fadjari, ST 2. Kabid Binpres PBTI, Sdr. Dick Richard Talumewo, SE, MM 3. Sdr. Alex Harijanto
Komandan Pelatnas Letjen TNI Marciano Norman
Sekretaris
Bendahara
Sdr. Benhard Nicolas Lumoa
Sdr. Benhard Nicolas Lumoa
Sekretariat / ADM
Humas
Koordinator Kesehatan
Koordinator Pelatih
Logistik
Perlengkapan
Letkol CKM dr. Victor Wullur., Sp.KO
Sdr. Lee Duk Hwi
Sdri. Ina Febriana
Sdr. Imam Rusli
Manajer Team 1. Sdr Imam Rusli (Senior) 2. Sdri. Ina Febriana (junior)
Pelatih Senior
Pelatih Junior
Pelath Pomsae
Pelatih fisik
Sdr. Dasantyo Prihadi Sdri. Rahmi Kurnia
Sdr. Bambang Widjarnako Sdr. Andi Cahyadi
Sdr. Sulis Sdr. Muhlis
Sdr. Drs. Fahmi Fahrezzy, MPd
Kaderisasi Pelatih Daerah
Sdr. Ongen Sdr. Abdul Rojak
58
Lampiran 2 Kategori Pengukuran Data Kebugaran Tingkat kebugaran
Nilai VO2 max
Flexibility
Daya Tahan Otot
VO2 max standar untuk laki-laki (Mackanzie 2001): 1. Sangat lemah (<35,0) 2. Lemah (25,0 – 30,9) 3. Cukup (38,4 – 45,1) 4. Baik (45,2 – 50,9) 5. Sangat baik (51,0 – 55,9) 6. Tinggi (>55,9) VO2 max standar untuk perempuan (Mackanzie 2001): 1. Sangat lemah (<25,0) 2. Lemah (25,0 – 30,9) 3. Cukup (31,0 – 34,9) 4. Baik (35,0 – 38,9) 5. Sangat baik (39,0 – 41,9) 6. Tinggi (>41,9) Flexilibility standar untuk laki-laki 1. Sangat kurang (<8) 2. Kurang (8-13) 3. Cukup (14-20) 4. Baik (21-27) Flexilibility standar untuk perempuan 1. Sangat Kurang (<14) 2. Kurang (14-20) 3. Cukup (21-27) 4. Baik (28-34) 5. Baik Sekali (>35) Sit Up standar untuk laki-laki 1. Sangat kurang (<69) 2. Kurang (69-78) 3. Cukup (79-88) 4. Baik (89-98) 5. Baik Sekali (99-108) Squat Jump standar untuk laki-laki 1. Sangat kurang (<14) 2. Kurang (14-24) 3. Cukup (25-45) 4. Baik (46-66) 5. Baik Sekali (>66) Sit Up standar untuk perempuan 1. Sangat Kurang (<20) 2. Kurang (20-29) 3. Cukup (30-49) 4. Baik (50-69) 5. Baik Sekali (>69) Squat Jump standar untuk perempuan 1. Sangat Kurang (<12) 2. Kurang (12-22) 3. Cukup (23-33) 4. Baik (34-44) 5. Baik Sekali (>44)
Metode Multistage fitness / Bleep Test
Metode Sit and Reach Test
Tes sit up dan squat jump
59
Lampiran 3 Karakteristik atlet taekwondo KODE
TTL
USIA JK BB TB ASAL
1101 Jakarta, 13 Mei 1999
12
2 49,2 165 Sematera Selatan
1102 Semarang, 8 September 1997
14
2
55 164 Jawa Tengah
1103 Semarang, 8 Maret 1997
15
2
44 163 Jawa Tengah
1104 Tasikmalaya, 21 Desember 1996
15
1
51 167 Jawa Barat
1105 Bandung, 19 November 1996
15
2
45 154 Jawa Barat
1107 Pekanbaru, 17 Februari 1996
16
1
55 170 Riau
1108 Semarang, 23 Januari 1996
16
1
56 165 Jawa Tengah
1109 Bandung, 24 Maret 1996
16
1
58 172 Jawa Barat
1110 Semarang, 7 Juli 1995
16
2
54 168 Jawa Tengah
1111 Pekanbaru, 9 November 1995
16
2 45,5 153 Riau
1112 Jepara, 1 April 1995
16
2
51 160 Jawa Tengah
1113 Bandung, 18 September 1995
16
2
55 163 Jawa Barat
1114 Semarang, 27 Maret 1995
16
1
55 166 Jawa Tengah
1115 Bogor, 25 Mei 1995
16
2
50 162 Jawa Barat
1116 Tangerang, 20 April 1995
16
1
54 171 Jawa Tengah
1117 Sukoharjo, 9 September 1995
16
1
48 164 Jawa Tengah
2218 Yogyakarta, 1 April 1994
17
2
45 153 D.I. Yogyakarta
2219 Yogyakarta, 15 Desember 1993
18
1
53 171 D.I. Yogyakarta
2220 Bogor, 1 Februari 1994
18
2
52 157 Jawa Barat
1123 Bogor, 11 Maret 1997
15
2
49 154 Jawa Barat
1124 Semarang, 13 Maret 1997
15
2
54 158 Jawa Tengah
1125 Surakarta, 12 November 1997
14
1
55 166 Jawa Tengah
1126 Tasikmalaya, 14 Maret 1995
17
1
63 173 Jawa Barat
60
Lampiran 4 Status gizi atlet taekwondo KODE
USIA
JK
BB
TB
IMT/U
KET : IMT/U
1101
12
2
49,2
165
-0,35
Normal
1102
14
2
55
164
0,12
Normal
1103
15
2
44
163
-1,67
Normal
1104
15
1
51
167
0,84
Normal
1105
15
2
45
154
-0,59
Normal
1107
16
1
55
170
-0,73
Normal
1108
16
1
56
165
-0,09
Normal
1109
16
1
58
172
-0,44
Normal
1110
16
2
54
168
-0,7
Normal
1111
16
2
45,5
153
-0,54
Normal
1112
16
2
51
160
-0,42
Normal
1113
16
2
55
163
-0,1
Normal
1114
16
1
55
166
-0,53
Normal
1115
16
2
50
162
-0,74
Normal
1116
16
1
54
171
-1,2
Normal
1117
16
1
48
164
-1,43
Normal
2218
17
2
45
153
-0,75
Normal
2219
18
1
53
171
-1,64
Normal
2220
18
2
52
157
0,15
Normal
1123
15
2
49
154
0,09
Normal
1124
15
2
54
158
0,41
Normal
1125
14
1
55
166
0,18
Normal
1126
17
1
63
173
-0,1
Normal
61
Lampiran 5 Konsumsi zat gizi atlet taekwondo
Kode
Energi
Protein
Lemak Karbohidrat
(kkal)
(g)
(g)
(g)
Kalsium
Besi
Vit A
Vit C
(mg)
(mg)
(RE)
(mg)
1101
2037
42,01
26,07
1147,47
12744,64
9,35 408,16
127,00
1102
1439
40,97
36,21
339,03
1983,56
9,66 1451,33
98,38
1103
1551
28,73
24,77
731,22
7617,17
17,12 213,49
124,04
1104
870
19,83
13,19
2015,35
44,68
7,43 512,73
229,72
1105
2471
58,24
75,44
1107,39
10812,21
20,40 3237,86
63,01
1107
2122
51,47
61,47
541,25
3788,52
10,21 2730,10
98,24
1108
2898
62,17
81,85
1410,62
13269,43
19,01 2515,41
83,85
1109
1708
25,85
31,66
1467,66
2839,29
11,41 865,74
71,40
1110
1801
51,29
57,52
666,63
5549,96
14,82 1797,50
160,62
1111
2650
56,38
92,12
527,45
396,88
12,12 4211,83
199,20
1112
1316
62,12
48,20
157,82
240,82
12,03 1953,04
89,81
1113
1407
31,03
22,67
176,55
564,41
18,97 1511,02
91,86
1114
2349
50,34
65,57
622,06
330,07
13,14 3024,33
142,90
1115
3204
85,00
103,99
1554,88
16623,86
25,23 3135,45
160,20
1116
2606
65,06
85,32
1400,44
15385,89
62,74 2750,82
109,97
1117
1723
39,73
53,93
944,80
9920,38
6,04 2364,39
123,84
2218
1584
47,71
32,26
269,87
152,37
11,41 1360,34
54,26
2219
2747
64,05
88,31
516,39
1328,78
21,26 2808,88
74,74
2220
3048
74,85
86,04
1544,57
17264,87
20,51 3622,73
68,86
1123
2046
56,98
57,96
320,41
390,02
9,71 5761,09
114,23
1124
2046
56,98
57,96
320,41
390,02
9,71 5761,09
114,23
1125
1413
38,86
35,39
229,99
202,95
7,35 4998,62
70,06
1126
2256
45,81
48,80
360,65
368,15
6,39 4408,50
68,63
Rata-rata
2015
48,97
54,35
783,17
5254,59
15,25 2571,54
110,65
62
Lampiran 6 Tingkat kecukupan atlet taekwondo Energi Protein Kode
(kkal)
(g)
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Besi
Vit A
Vit C
(g)
(g)
(mg)
(mg)
(RE)
(mg)
1101
51,07
227,70
23,53
230,12
1274,46
46,74
45,35
254,00
1102
37,03
198,65
33,53
69,76
198,36
37,17
161,26
151,35
1103
47,39
174,14
27,24
178,73
761,72
65,86
23,72
190,84
1104
27,05
103,69
14,77
501,41
4,47
39,09
56,97
306,29
1105
75,58
345,14
83,07
270,96
1081,22
78,46
359,76
96,94
1107
56,30
249,56
58,72
114,91
378,85
68,10
303,34
109,16
1108
64,88
296,03
65,97
252,68
1326,94 126,73
279,49
93,16
1109
47,22
118,84
31,51
324,62
283,93
76,06
96,19
79,34
1110
48,21
253,30
55,42
142,74
555,00
57,00
199,72
214,16
1111
91,75
330,43
114,81
146,07
39,69
46,63
467,98
265,60
1112
44,94
324,80
59,25
43,12
24,08
46,28
217,00
119,74
1113
32,73
150,45
18,98
32,84
56,44
72,94
167,89
122,48
1114
56,01
244,06
56,28
118,65
33,01
87,61
336,04
158,78
1115
92,92
453,34
108,58
360,77
1662,39
97,04
348,38
213,60
1116
82,86
321,30
97,65
356,18
1538,59 241,32
305,65
146,62
1117
60,16
220,73
67,78
263,90
992,04
40,25
262,71
137,60
2218
55,32
282,71
40,56
75,40
15,24
43,88
151,15
72,35
2219
84,71
322,24
98,05
127,42
132,88 141,73
312,10
83,05
2220
95,11
383,87
96,63
385,52
1726,49
78,89
402,53
91,82
1123
62,21
310,08
63,44
77,93
39,00
37,34
640,12
152,31
1124
56,86
281,37
57,99
71,23
39,00
37,34
640,12
152,31
1125
36,46
188,44
32,88
47,48
20,29
38,69
555,40
93,41
1126
44,72
193,91
34,82
57,18
36,81
42,63
489,83
76,26
58,76
259,77
58,32
184,77
531,34
71,64
296,64
147,01
Rata-rata
63
Lampiran 7 Tingkat kebugaran atlet taekwondo Kode 1101 1102 1103 1104 1105 1107 1108 1109 1110 1111 1112 1113 1114 1115 1116 1117 2218 2219 2220 1123 1124 1125 1126
Sit Up 48 44 50 79 60 62 56 68 65 55 65 54 60 54 61 58 65 60 50 43 43 39 66
Kategori Cukup Cukup Baik Cukup Baik Kurang Kurang Kurang Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Kurang Baik Kurang Baik Cukup Cukup Kurang Kurang
Flexibility 15 20 18 21 15 25 24 13 17 15 14 18 25 21 21 23 25,2 24 24 23 17 21 25
Tingkat Kebugaran Kategori Squat Jump Kurang 73 Kurang 72 Kurang 89 Baik 79 Kurang 107 Baik 70 Baik 62 Kurang 105 Kurang 83 Kurang 65 Kurang 99 Kurang 80 Baik 77 Cukup 81 Baik 113 Baik 106 Cukup 60 Baik 65 Cukup 76 Cukup 58 Kurang 47 Baik 78 Baik 93
Kategori Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali
Bleep Test 44,10 44,40 40,50 57,30 52,30 50,80 43,10 57,30 45,30 36,00 49,30 40,50 48,10 38,60 53,50 57,00 35,30 39,90 39,90 30,90 30,90 36,60 51,40
Kategori Tinggi Tinggi Sangat Baik Tinggi Tinggi Baik Cukup Tinggi Tinggi Baik Tinggi Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik Tinggi Baik Cukup Sangat Baik Lemah Lemah Lemah Sangat Baik
63
Lampiran 8 Uji beda Independent t-test status gizi antar jenis kelamin Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Stat_gizi Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. 1.237
.279
t-test for Equality of Means
T -.448
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
21
.658
-.12246
.27312
-.69044
.44551
-.429 15.574
.674
-.12246
.28575
-.72957
.48464
64
Lampiran 9 Uji beda Independent t-test tingkat kecukupan zat gizi antar jenis kelamin Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F TKE1
Equal variances assumed Equal variances not assumed TKP1 Equal variances assumed Equal variances not assumed TKL1 Equal variances assumed Equal variances not assumed TKKH1 Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .597
.085
.240
.933
t-test for Equality of Means
T .448
.773
.629
.345
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
-.568
21
.576
-4.81838
8.48048
-22.45450
12.81773
-.580
20.652
.569
-4.81838
8.31471
-22.12751
12.49074
-1.739
21
.097
-59.96462
34.48999
-131.69047
11.76124
-1.765
20.440
.093
-59.96462
33.97700
-130.74177
10.81254
-.343
21
.735
-4.39008
12.80769
-31.02512
22.24496
-.349
20.630
.730
-4.39008
12.56435
-30.54767
21.76752
1.008
21
.325
56.04377
55.58212
-59.54557
171.63311
.979
16.970
.342
56.04377
57.27145
-64.80496
176.89250
65
Lampiran 9 Uji beda Independent t-test tingkat kecukupan zat gizi antar jenis kelamin (Lanjutan) Levene's Test for Equality of Variances F
Sig.
t-test for Equality of Means t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Equal variances not assumed TKVITC1 Equal variances assumed Equal variances not assumed TKCA1 Equal variances assumed Equal variances not assumed TKFE1 Equal variances assumed Equal variances not assumed
.052
.333
7.464
.821
.570
.012
Upper
.075
20.993
.941
5.51508
73.73159
-147.82141
158.85156
-1.203
21
.242
-32.97915
27.42172
-90.00575
24.04744
-1.185
18.339
.251
-32.97915
27.82600
-91.36215
25.40385
-.379
21
.709
-100.07208
264.12659
-649.35339
449.20924
-.385
20.453
.704
-100.07208
260.12627
-641.91607
441.77192
1.746
21
.095
32.86946
18.82994
-6.28954
72.02846
1.556
10.262
.150
32.86946
21.12522
-14.03804
79.77697
66
Lampiran 10 Uji beda Independent t-test tingkat kebugaran antar jenis kelamin Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F VO2maxnum
Equal variances assumed Equal variances not assumed Flexibility Equal variances assumed Equal variances not assumed Situp Equal variances assumed Equal variances not assumed Leg_endurance Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .330
.500
.019
.563
.572
.487
.891
.461
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
3.013
21
.007
8.94615
2.96942
2.77091
15.12140
2.958
18.009
.008
8.94615
3.02460
2.59194
15.30037
2.402
21
.026
3.63615
1.51352
.48862
6.78369
2.421
20.026
.025
3.63615
1.50208
.50313
6.76917
1.930
21
.067
7.362
3.813
-.569
15.292
1.877
17.134
.078
7.362
3.922
-.909
15.632
1.186
21
.249
8.646
7.290
-6.513
23.806
1.171
18.513
.256
8.646
7.382
-6.832
24.125
67
Lampiran 11 Uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan zat gizi dengan nilai VO2 max Correlations TKE1 VO2maxnum
Pearson Correlation
TKP1
TKL1
TKKH1
TKCA1 *
TKFE1
TKVITA1
TKVITC1 *
-.235
-.383
-.178
.462
.146
.189
-.481
.008
Sig. (2-tailed) .281 N 23 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.071 23
.417 23
.027 23
.505 23
.389 23
.020 23
.971 23
Lampiran 12 Uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan zat gizi dengan nilai flexibility Correlations TKE1 Flexibility
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.134 .543 23
TKP1 .106 .632 23
TKL1 .204 .350 23
TKKH1 -.019 .931 23
TKCA1 .014 .949 23
TKFE1 .165 .450 23
TKVITA1 .230 .291 23
TKVITC1 -.324 .131 23
68
Lampiran 13 Uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan zat gizi dengan nilai daya tahan otot Correlations TKE1
TKP1
TKL1
TKKH1
TKCA1
TKFE1
TKVITA1
TKVITC1 *
Situp
Pearson Correlation
-.121
-.205
-.088
.362
-.117
.158
-.454
.065
.582 23
.348 23
.689 23
.090 23
.595 23
.470 23
.030 23
.768 23
Leg_endurance
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
-.039
-.142
-.052
.314
.316
.301
-.323
-.118
Sig. (2-tailed) .861 N 23 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.518 23
.813 23
.144 23
.142 23
.162 23
.133 23
.591 23
Lampiran 14 Uji korelasi Pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran Correlations VO2maxnum Stat_gizi
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Flexibility
Situp
Leg_endurance
-.145
-.067
-.129
-.364
.509 23
.760 23
.558 23
.087 23
69
Lampiran 15 Uji korelasi Pearson antara usia dengan tingkat kebugaran Correlations VO2maxnum Umur
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Flexibility
Situp *
Leg_endurance *
.023
.456
.421
.045
.919 23
.029 23
.046 23
.839 23
Lampiran 16 Uji korelasi Pearson antara berat badan dengan tingkat kebugaran Correlations VO2maxnum BB
Flexibility
Situp
Leg_endurance
Pearson Correlation
.246
.199
.116
.045
Sig. (2-tailed) N
.259 23
.363 23
.600 23
.837 23
Lampiran 17 Uji korelasi Pearson antara tinggi badan dengan tingkat kebugaran Correlations VO2maxnum TB
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Flexibility
Situp
Leg_endurance
**
.164
.352
.346
.006 23
.455 23
.100 23
.106 23
.558
70