HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tillman et al., 1991). Konsumsi ransum salah satunya dipengaruhi oleh palatabilitas ternak terhadap ransum yang diberikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi palatabilitas adalah adanya anti nutrisi yang terkandung dalam ransum. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi konsumsi harian adalah kandungan kalori ransum, suhu lingkungan, bobot badan, bobot telur, serta aktivitas ayam (Amrullah, 2004). Pemberian tepung campuran 2,5 % tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
(P3), memiliki pengaruh nyata (P<0,05) meningkatkan konsumsi pakan
apabila dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Perlakuan dengan pemberian tepung daun (P1) dan tepung bunga (P2) saja tidak berpengaruh nyata pada konsumsi pakan bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Hal ini dikarenakan perlakuan P3 lebih
palatable dibandingkan dengan perlakuan lain. Pada perlakuan P1 dan P2 memiliki kandungan protein dan energi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan P3. Menurut Sterling et al. (2003), kandungan energi yang tinggi dalam ransum akan menyebabkan konsumsi ransum rendah. Akan tetapi konsumsi pakan pada P3 lebih tinggi dari pada perlakuan lain. Hal ini memperkuat bahwa pakan pada P3 memilki palatabilitas lebih tinggi daripada perlakuan P2 dan P1. Berdasarkan data pada Tabel 6, rataan konsumsi ransum ayam petelur selama penelitian berkisar antara 107,22 – 118,54 g/ekor/hari. Menurut Lesson dan Summer (2005), konsumsi ayam petelur bekisar antara 95-100 g/ekor/hari. Konsumsi ayam petelur pada penelitian ini masih dalam kisaran normal karena berada di atas konsumsi rata-rata ayam petelur yang ada pada literatur. Tabel 6 menyajikan data konsumsi nutrien ayam petelur masing-masing perlakuan.
25
Tabel 6. Rataan Konsumsi Nutrien Ayam Petelur Perlakuan Konsumsi (g/ekor/hari)
P0
P1
P2
P3
107,22 ± 0,06b
106,86 ± 0,23b
106,71 ± 0,26b
118,58 ± 0,54a
Protein Kasar
15,70 ± 0,01c
14,76 ± 0,03d
15,89 ± 0,04b
16,74 ± 0,08a
Lemak Kasar
4,95 ± 0,00d
6,10 ± 0,01b
5,25± 0,01c
7,32 ± 0,03a
Serat Kasar
6,74 ± 0,00b
6,75 ± 0,01b
7,27 ± 0,02a
6,38 ± 0,03c
0,113 ± 0,00c
0,121 ± 0,00b
0,097 ± 0,00d
0,125 ± 0,00a
Pakan
Fe Keterangan
: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada uji lanjut Duncan; P0: ransum kontrol, P1: ransum mengandung 5% tepung daun marigold, P2: ransum mengandung 5% tepung bunga marigold, P3: ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold 130,00 Konsumsi Ransum (g/ekor/hari)
120,00 110,00
118,59 ± 0,54a 111,74 ± 0,06b
106,86 ± 0,23b
106,71 ± 0,26b
100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 P0
P1
P2
P3
Perlakuan Keterangan: P0 : ransum kontrol P1 : ransum mengandung 5% tepung daun marigold P2 : ransum mengandung 5% tepung bunga marigold P3 : ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
Gambar 10. Rataan Konsumsi Pakan Ayam Petelur Hasil analisis fitokimia pada tepung daun dan bunga marigold menunjukkan bahwa marigold mengandung fenol hidrokuinon (Tabel 7). Fenol hidrokuinon merupakan salah satu senyawa yang berperan sebagai antioksidan yang mampu mengurangi/menghentikan proses stres oksidatif (Kusnadi et al., 2006). Kandungan fenol
26
hidrokuinon tersebut dapat mengurangi stres yang terjadi pada ayam karena suhu yang cukup tinggi, sehingga konsumsi ayam petelur dapat bertahan normal. Tabel 7. Hasil Analisis Fitokimia Uji Fitokimia
Tepung Bunga
Tepung Daun
Alkaloid
-
-
Flavonoid
+
+++
Phenol Hidrokuinon
++
+
Steroid
+
+++
Triterpenoid
-
-
Tanin
+
+
Saponin
-
-
Keterangan: Hasil Uji laboratorium kimia analitik, FMIPA, IPB; + (kurang kuat); ++ (kuat); +)++ (sangat kuat)
Kombinasi senyawa fitokimia yang terkandung dalam tepung daun dan bunga marigold juga diduga dapat meningkatkan konsumsi ransum pada ayam petelur. Menurut Astuti et al. (2009), beberapa studi pada hewan membuktikan zat-zat kombinasi fitokimia ini di dalam tubuh memiliki fungsi tertentu yang berguna bagi kesehatan seperti meningkatkan metabolisme hormon, meningkatkan pengenceran dan pengikatan zat karsinogen dalam liang usus, menimbulkan efek anti bakteri, penangkal racun (detoksifikasi), anti virus dan sebagai antioksidan. Konsumsi protein harian standar untuk ayam petelur adalah sekitar 16% (SNI, 2006). Konsumsi protein ayam petelur pada penelitian ini (Tabel 6) tiap perlakuan berkisar antara 14,78-16,74 g/ekor/hari. Konsumsi ini belum dapat memenuhi kebutuhan minimal ayam petelur, kecuali pada perlakuan P3. Keadaan ini diperkuat oleh penelitian Suprijatna dan Natawihardja (2004), yang menyatakan bahwa taraf protein yang dianjurkan digunakan dalam petelur adalah tidak kurang dari 15%. Menurut Lesson dan Summers (1994), ayam memiliki kemampuan untuk mengatur konsumsi protein sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat menjelang produksi, ayam akan berusaha memenuhi kebutuhan protein untuk mencapai berat dewasa sehingga konsumsi meningkat. Hal ini 27
juga yang menyebabkan konsumsi ayam petelur tidak menurun walaupun dalam keadaan stres panas. Konsumsi serat kasar pada penelitian ini berkisar antara 6,38-7,27 g/ekor/hari (Tabel 6). Konsumsi harian lemak kasar pada penelitian ini berkisar antara 4,95-7,32 g/ekor/hari. Konsumsi serat kasar dan lemak kasar pada penelitian ini sudah memenuhi standar yang direkomendasikan SNI (2006) yaitu tidak lebih dari 7%. Konsumsi Fe ayam petelur pada penelitian ini berkisar antara 0,097-0,125 g/ekor/hari (Tabel 6). konsumsi Fe pada penelitian ini sudah memenuhi standar yang direkomendasikan oleh Lesson dan Summer (2005) yaitu 0,03 g/ekor/hari. Profil Darah Hasil sidik ragam profil darah ayam petelur pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan 5% tepung daun marigold, 5% tepung bunga marigold, serta campuran 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold tidak memberikan pengaruh nyata terhadap profil darah ayam yang diamati, baik jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, nilai MCV, nilai MCHC, jumlah leukosit, persentase heterofil, persentase limfosit, serta rasio heterofil/limfosit (H/L). Hasil pengamatan profil darah ayam petelur pada penelitian ini terlihat pada Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan kisaran profil darah ayam petelur yang normal. Tabel 8. Hasil Pengamatan Profil Darah Ayam Petelur Perlakuan
Parameter Profil Darah
P0
P1
P2
P3
Eritrosit (juta/mm3)
1,98 ± 0,36
2,22 ± 0,05
2,12 ± 0,36
2,23 ± 0,18
3
1,27 ± 0,83
3,60 ± 0,28
1,90 ± 0,42
2,20 ± 0,53
Heterofil (%)
11,33 ± 1,15
28,00 ± 8,49
18,00 ± 0,00
34,67 ± 16,29
Limfosit (%)
84,00 ± 1,73
69,50 ± 10,61
77,50 ± 2,12
62,00 ±18,25
0,13 ± 0,01
0,42 ± 0,19
0,23 ± 0,01
0,63 ±0,38
21,58 ± 2,60
30,00 ± 2,47
27,75 ± 9,19
25,75 ± 4,26
109,88 ± 7,71
135,13 ± 13,93
128,92 ± 21,19
115,17 ± 14,26
34,52 ± 5,15
31,28 ± 2,98
32,16 ± 2,04
33,40 ± 0,37
7,44 ± 1,24
9,42 ± 1,67
8,83 ± 2,39
8,60 ± 1,42
Leukosit (ribu/mm )
Rasio H/L Hematokrit (%) MCV (fl) MCHC (%) Hemoglobin (g%) Keterangan
: P0 = pakan kontrol, P1 = pakan mengandung 5% tepung daun marigold, P2 = pakan mengandung 5% tepung bunga marigold, P3 = pakan mengandung campuran 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold.
28
Tabel 9. Kisaran Profil Darah Ayam Petelur yang Normal Parameter Profil Darah Kisaran Normal Eritrosit (juta/mm3)
2,0-3,2
Hematokrit (%)
24-43
Hemoglobin (g%)
7,3-10,9
MCV (fl)*
90-140
MCHC (%)*
25-35
Leukosit (ribu/mm3)
16-40
Heterofil (%)
9-56
Limfosit (%)
24-84
Rasio H/L**
0,45-0,50
Sumber : Mangkoewidjojo dan Smith (1988), *) Bounous dan Stedman (2000), **) Swenson (1984)
Eritrosit (Butir Darah Merah) Eritosit pada unggas memilki fungsi yang sama dengan eritrosit pada mamalia dengan sedikit perbedaan struktur biokimia. Eritrosit pada unggas dapat berpartisipasi dalam respon pertahanan tubuh dengan memproduksi faktor yang mirip dengan cytokinine. Eritrosit terdiri dari 61% air, 32% protein (sebagian besar hemoglobin), 7% karbohidrat, dan 0,4% lipid. Umur eritosit pada ayam adalah 28-35 hari (Schalm, 2010). Jumlah eritosit sangat dipengaruhi oleh pembentukannya. Faktor penting yang mempengaruhi pembentukan eritrosit adalah oksigenasi jaringan. Apabila jumlah oksigen yang ditranspor ke jaringan menurun maka akan menyebabkan peningkatan produksi eritrosit. Selain itu, produksi eritrosit juga dipengaruhi oleh hormon eritropoietin yang berfungsi untuk menstimulasi produksi proeritroblas dari sel hematopoietik dalam sumsum tulang (Guyton dan Hall, 2010). Jumlah eritrosit pada ayam petelur yang digunakan pada penelitian ini cenderung berada pada kisaran normal yaitu 1,98-2,2 juta/mm3. Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988), jumlah eritosit normal pada ayam adalah 2,0-3,2 juta/mm3. Jumlah eritrosit pada penelitian ini cenderung hampir sama dengan hasil penelitian Fasuyi et al.
29
(2005) yaitu berkisar antara 1,90-2,40 juta/mm3 dengan konsumsi protein kasar yang hampir sama sekitar 15%. Penambahan 5% tepung daun marigold, 5% tepung bunga marigold, serta campuran 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold tidak memberikan pengaruh nyata terhadap eritrosit ayam petelur. Hal ini menandakan bahwa proses metabolisme dalam tubuh berlangsung normal dan nutrisi yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah terutama protein, yang berfungsi sebagai komponen darah, sudah mencukupi kebutuhan ayam petelur. Kandungan protein dan mineral Fe yang terkandung pada marigold dapat mempertahankan jumlah eritrosit pada ayam petelur. 3,00
Jumlah Eritrosit (Juta/mm3)
2,50 1,98 ± 0,36
2,22 ± 0,05
2,12 ± 0,36
2,23 ± 0,18
P1
P2
P3
2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 P0
Perlakuan Keterangan: P0 : ransum kontrol P1 : ransum mengandung 5% tepung daun marigold P2 : ransum mengandung 5% tepung bunga marigold P3 : ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
Gambar 11. Rataan Jumlah Eritrosit Ayam Petelur yang diberi TDM dan TBM Guyton dan Hall (2010) menyatakan bahwa pembentukan eritrosit memerlukan vitamin B12 dan asam folat. Vitamin B12 berperan dalam pematangan sel darah merah serta asam folat berperan dalam sintesis DNA (Deoxyribonucleatide acid) dan pematangan sel darah merah. Produksi eritosit juga dipengaruhi oleh hormon eritropoetin yang dihasilkan oleh ginjal dan kadar oksigen jaringan.
30
Hematokrit (Packed Cell Volume) Hematokrit menggambarkan persentase volume dari sel packed pada keseluruhan darah setelah sentrifugasi (Swenson, 1984),
Hematokrit pada darah yang beredar
biasanya lebih rendah daripada plasma darah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan 5% tepung daun (P1), 5% tepung bunga (P2), serta campuran 2,5% tepung bunga dan 2,5% tepung daun marigold pada pakan ayam petelur, tidak memiliki pengaruh nyata terhadap hematokrit pada ayam petelur selama perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung marigold sampai 5% mengindikasikan nilai hemtokrit ayam petelur dalam keadaan yang normal (fisiologis). 50,00
Hematokrit (%)
40,00 30,00 ± 2,47 30,00
27,75 ± 9,19
25,75 ± 4,26
21,58 ± 2,60 20,00 10,00 0,00 P0
P1
P2
P3
Perlakuan
Keterangan: P0 : ransum kontrol P1 : ransum mengandung 5% tepung daun marigold P2 : ransum mengandung 5% tepung bunga marigold P3 : ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
Gambar 12. Rataan Hematokrit Ayam Petelur yang Diberi TDM dan TBM Nilai Hematokrit pada penelitian ini berkisar antara 21,58%-30%. hematokrit tersebut berada dalam kisaran normal, kecuali
Nilai
perlakuan kontrol (P0).
Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988) bahwa nilai hematokrit normal pada ayam berkisar antara 24%-43%. Hal ini diduga karena pengaruh suhu lingkungan yang cukup tinggi pada saat pemeliharaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Borges et
31
al. (2004) yang menyatakan bahwa stres panas menyebabkan penurunan hematokrit. Penurunan jumlah hematokrit ini terkait dengan hemodilution, yang menyebabkan menurunnya konsentrasi sel darah merah di dalam darah. Nilai hematokrit pada penelitian ini juga hampir sama dengan hasil penelitian Fasuyi et al. (2005) yaitu berkisar antara 21-28,3% dengan konsumsi protein kasar hampir sama sekitar 15%. Hemoglobin Hemoglobin adalah molekul yang berbentuk bulat dan terdiri dari empat subunit. Tiap subunit mengandung satu gugus heme yang terkonjugasi oleh suatu polipeptida (globin). Heme merupakan suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Hemoglobin berfungsi untuk membawa oksigen dalam sel darah merah untuk ditranspor ke seluruh bagian tubuh (Ganong, 2008). 12,00 9,42 ± 1,67
Hemoglobin (g%)
10,00 8,00
8,83 ± 2,39
8,60 ± 1,42
7,44 ± 1,24
6,00 4,00 2,00 0,00 P0
P1
P2
P3
Perlakuan Keterangan: P0 : ransum kontrol P1 : ransum mengandung 5% tepung daun marigold P2 : ransum mengandung 5% tepung bunga marigold P3 : ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
Gambar 13. Rataan Jumlah Hemoglobin Ayam Petelur yang Diberi TDM dan TBM Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan 5% tepung daun (P1), 5% tepung bunga (P2), serta campuran 2,5% tepung bunga dan 2,5% tepung daun marigold pada pakan ayam petelur, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah hemoglobin yang ada pada petelur selama perlakuan. Hal ini berarti bahwa penambahan
32
tepung marigold, baik tepung daun, bunga, dan campuran keduanya mampu mempertahankan jumlah hemoglobin di dalam tubuh ayam dalam kondisi normal. Berdasarkan data pada Gambar 12, rataan hemoglobin pada ayam petelur selama perlakuan didapat pada kisaran 7,44-9,42 g%. Kadar hemoglobin normal pada ayam berkisar antara 7,3-10,9 g% (Mangkoewidjojo dan Smith, 1988). Penambahan tepung marigold tidak menggangu jumlah hemoglobin dikarenakan marigold mempunyai kandungan protein yang cukup besar yaitu 18% pada daun dan 10,17% pada bunga. Selain itu, marigold juga mengandung beberapa mineral seperti Fe, Cu, Zn, Ca, dan Mg (Vasudevan et al., 1997). Kandungan Fe pada marigold adalah 167 µg/gram (Broschat dan Kimberly, 2004). Kombinasi dari protein dan mineral Fe inilah yang dapat mempertahankan jumlah hemoglobin di dalam darah. Protein, terutama asam amino glisin, dan mineral Fe merupakan komponen pembentuk hemoglobin (Guyton dan Hall, 2010). Konsumsi protein ayam petelur pada penelitian ini, yaitu sekitar 15% dapat mempertahankan jumlah hemoglobin ayam petelur dalam keadaan normal. MCV dan MCHC Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) dan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration)
merupakan
parameter
yang
berperan
untuk
mengklasifikasikan tipe anemia (Schalm, 2010). MCV merupakan indikator untuk menentukan rataan ukuran sel darah merah dalam satuan mikrometer kubik. MCV didapatkan dengan membagi hematokrit dengan sel darah merah (Swenson, 1984). Hasil analisis ragam pada nilai MCV menunjukkan bahwa penambahan 5% tepung daun (P1), 5% tepung bunga (P2), serta campuran 2,5% tepung bunga dan 2,5% tepung daun marigold pada pakan ayam petelur, tidak memiliki pengaruh nyata terhadap nilai pada ayam petelur selama perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung marigold tidak mengganggu ukuran sel darah merah pada ayam petelur selama perlakuan. Artinya, ayam petelur tidak menderita anemia. Nilai MCV pada ayam petelur selama masa perlakuan berkisar antara 109,88135,13 femtoliter (Gambar 13). Menurut Bounous dan Stedman (2000), kisaran MCV normal pada ayam adalah 90-140 femtoliter. Berdasarkan literatur tersebut, nilai MCV
33
ayam petelur selama perlakuan tersebut masih berada dalam kisaran normal. Kisaran tersebut menunjukkan bahwa ukuran sel darah merah ayam petelur pada penelitian ini memiliki ukuran yang normal. 135,13 ± 13,93
128,92 ± 21,19
109,88 ± 7,71
115,17 ± 14,26
MCV (fl)
160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00
P0
P1
P2
P3
Perlakuan Keterangan: P0 : ransum kontrol P1 : ransum mengandung 5% tepung daun marigold P2 : ransum mengandung 5% tepung bunga marigold P3 : ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
Gambar 14. Rataan MCV Ayam Petelur yang Diberi TDM dan TBM Nilai MCV pada penelitian ini cenderung hampir sama dengan hasil penelitian Fasuyi et al. (2005) yang memiliki nilai MCV berkisar antara 119,5-127,2 fl dengan konsumsi protein yang hampir sama yaitu sekitar 15%. Nilai MCHC merupakan parameter untuk mengetahui rataan konsentrasi hemoglobin di dalam sel darah merah. Nilai MCHC merupakan indikator paling penting untuk mengamati terapi anemia. Hal ini dikarenakan MCHC menggunakan dua penentu paling akurat pada hematologi, yaitu hemoglobin dan hematokrit, yang digunakan dalam perhitungan (Fischbach dan Marshall, 2009). Hasil sidik ragam pada nilai MCHC menunjukkan bahwa penambahan 5% tepung daun (P1), 5% tepung bunga (P2), serta campuran 2,5% tepung bunga dan 2,5% tepung daun marigold pada pakan ayam petelur, tidak memiliki pengaruh nyata terhadap nilai MCHC pada ayam petelur. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung marigold tidak mengganggu konsentrasi hemoglobin di dalam sel darah merah pada ayam petelur selama masa perlakuan.
34
40,00
34,52 ± 5,15
31,28 ± 2,98
32,16 ± 2,04
33,40 ± 0,37
MCHC (%)
30,00 20,00 10,00 0,00 P0
P1
P2
P3
Perlakuan Keterangan: P0 : ransum kontrol P1 : ransum mengandung 5% tepung daun marigold P2 : ransum mengandung 5% tepung bunga marigold P3 : ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
Gambar 15. Rataan Persentase MCHC Ayam Petelur yang Diberi TDM dan TBM Nilai MCHC pada ayam petelur selama perlakuan berkisar antara 31,28 % 34,52 %. Nilai MCHC ini masih berada dalam kisaran normal, sesuai dengan pernyataan Bounous dan Stedman (2000) yang menyatakan bahwa nilai MCHC normal pada ayam berkisar antara 26%-35%. Nilai MCHC yang masih berada dalam kisaran normal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi hemoglobin di dalam sel darah merah masih dalam keadaan normal. Nilai MCHC pada penelitian ini cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Fasuyi et al. (2005) yang mempunyai nilai MCHC 7,4%-9,2% dengan konsumsi protein yang hampir sama yaitu sekitar 15%. Leukosit (Butir Darah Putih) Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh. Leukosit mempertahankan tubuh melalui dua cara yaitu dengan menghancurkan langsung bakteri atau virus dengan fagositosis, serta membentuk antibodi yang menghancurkan atau melumpuhkan bakteri atau virus. Leukosit memiliki umur antara satu minggu sampai satu bulan, tergantung dari diperlukannya sel ini untuk tubuh (Guyton dan Hall, 2010). Ganong (2008) membagi leukosit berdasarkan ada tidaknya granul menjadi dua, yaitu leukosit granuler 35
dan leukosit agranuler. Leukosit granuler terdiri atas heterofil, eosinofil dan basofil. Leukosit agranuler terdiri atas limfosit dan monosit. Hasil sidik ragam pada jumlah leukosit menunjukkan bahwa penambahan 5% tepung daun (P1), 5% tepung bunga (P2), serta campuran 2,5% tepung bunga dan 2,5% tepung daun marigold pada pakan ayam petelur, tidak memiliki pengaruh nyata terhadap jumlah leukosit pada ayam petelur. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung marigold tidak mengganggu jumlah leukosit pada ayam petelur selama masa perlakuan. Pada ayam, jumlah leukosit normal berkisar antara 16-40 ribu/mm3 (Mangkoewidjojo dan Smith, 1988). Rataan jumlah leukosit pada penelitian ini adalah 1,27-3,6 ribu/mm3. Jumlah leukosit ayam petelur pada penelitian ini berada di bawah jumlah normal. Hal ini dikarenakan suhu lingkungan pada penelitian ini berada di luar suhu nyaman bagi ayam. 7,00 Jumlah Leukosit (ribu/mm3)
6,00 5,00 3,60 ± 0,28
4,00 3,00 2,00
1,90 ± 0,42
2,20 ± 0,53
1,27 ± 0,83
1,00 0,00 P0
P1
P2
P3
Perlakuan Keterangan: P0 : ransum kontrol P1 : ransum mengandung 5% tepung daun marigold P2 : ransum mengandung 5% tepung bunga marigold P3 : ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
Gambar 16. Rataan Jumlah Leukosit Ayam Petelur yang Diberi TDM dan TBM Pada penelitian ini suhu lingkungan cukup fluktuatif, yaitu berkisar antara 2632°C, sedangkan suhu nyaman bagi ayam menurut North dan Bell (1990) adalah 18,323,9°C. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa ayam petelur tersebut mengalami cekaman panas.
Cekaman panas menyebabkan sekresi ACTH meningkat sehingga 36
kandungan hormon kortikosteron menjadi naik. Peningkatan kortikosteron menyebabkan berkurangnya jumlah leukosit yang beredar di dalam darah (Kusnadi, 2008). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marshal et al.(2004) yang menemukan bahwa jumlah sel darah putih akan terhambat mengikuti cekaman panas yang dialami ayam petelur. Stres panas yang dialami ayam petelur juga diperlihatkan dari rendahnya produksi telur pada penelitian ini. Produksi telur pada penelitian ini berkisar antara 40,93%-66,38% sampai umur 30 minggu. Menurut Scott et al. (1982), rataan produksi pada ayam petelur umur 22-42 minggu adalah 72%. Deferensiasi Leukosit Jumlah leukosit yang terdapat dalam darah terbagi menjadi dua jenis, yaitu granulosit dan agranulosit. Jenis yang terbanyak adalah granulosit. Sel granulosit muda memiliki inti berbentuk sepatu kuda, yang akan berubah menjadi multilobular dengan bertambahnya umur sel. Sebagian besar sel tersebut mengandung granula neutrofilik (heterofil), sebagian kecil mengandung granula yang dapat diwarnai dengan zat asam (eosinofil), dan sebagian lagi mengandung granula basofilik (basofil). Sel agranulosit terdiri dari dua jenis, yaitu limfosit yang memiliki inti bulat besar dan sitoplasma sedikit, serta monosit yang mengandung sitoplasma banyak dan tak bergranula (Ganong, 2008). Heterofil Heterofil merupakan granulosit terbanyak pada unggas. Fungsi heterofil pada unggas sama dengan fungsi netrofil pada hewan lain. Heterofil muncul sebagai pertahanan pertama untuk menghambat bakteri. Fungsi heterofil pada unggas meliputi pelekatan, kemotaksis, fagositosis, dan pembunuh bakteri yang cukup kuat efisiensinya untuk mempertahankan serangan bakteri. (Schalm, 2010). Pemberian tepung marigold dalam pakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rataan persentase heterofil pada ayam petelur selama perlakuan. Pada gambar 16 terlihat bahwa pemberian tepung marigold, baik 5% tepung daun (P1), 5% tepung bunga (P2), serta campuran 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold cenderung memperbaiki produksi heterofil pada ayam petelur.
37
50,00 34,67 ± 16,29
Heterofil (%)
40,00 28,00 ± 8,49
30,00 20,00
18 ± 0 11,33 ± 1,15
10,00 0,00 P0
P1
P2
P3
Perlakuan Keterangan: P0 : ransum kontrol P1 : ransum mengandung 5% tepung daun marigold P2 : ransum mengandung 5% tepung bunga marigold P3 : ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
Gambar 17. Rataan Persentase Heterofil Ayam Petelur yang Diberi TDM dan TBM Rataan heterofil ayam petelur pada penelitian ini berkisar antara 11,33% 34,67%. Rataan tersebut berada pada kisaran heterofil normal. Kisaran rataan heterofil normal pada ayam menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988) adalah 9%-56%. Hal ini dikarenakan
marigold
mempunyai
kandungan
limonene,
α-terpinolene,
dihydrotagetene, dan oscimenene yang dapat menghambat aktivitas bakteri dan jamur (Vasudevan et al., 1997). Marigold juga mengandung komponen thienyl dan terpenoid yang mempunyai aktivitas nematodical dan larvadical, kandungan ini diduga akan menjadi aktif melawan berbagai mikroorganisme (Vasudevan, 1997). Limfosit Limfosit merupakan leukosit utama pada darah unggas. Sebagian besar sel limfosit kecil, matang, memiliki umur panjang, dan mengandung sel T. Limfosit akan membentuk antibodi apabila terdapat serangan dari antigen untuk mempertahankan kekebalan tubuh (Schalm, 2010). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung marigold, baik tepung daun, tepung bunga, dan tepung campuran daun dan bunga, tidak memiliki pengaruh nyata terhadap produksi limfosit. 38
140,00 120,00 Limfosit (%)
100,00
84,00 ± 1,73 69,50 ± 10,61
80,00
77,50 ± 2,12 62,00 ± 18,25
60,00 40,00 20,00 0,00 P0
P1
P2
P3
Perlakuan Keterangan: P0 : ransum kontrol P1 : ransum mengandung 5% tepung daun marigold P2 : ransum mengandung 5% tepung bunga marigold P3 : ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
Gambar 18. Rataan Persentase Limfosit Ayam Petelur yang DIberi TDM dan TDM Rataan limfosit ayam petelur pada penelitian ini adalah 62%-84%. Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988), persentase normal limfosit berkisar antara 24% 84%.
Kisaran rataan persentase limfosit ini masih berada dalam keadaan normal.
Persentase limfosit yang cukup tinggi ini dapat mempertahankan kekebalan ayam pada saat jumlah leukositnya rendah. Hal ini disebabkan oleh kandungan lutein dalam marigold
yang dapat
meningkatkan kekebalan (Vasudevan et al., 1997). Marigold juga
mempunyai
kandungan limonene, α-terpinolene, dihydrotagetene, dan
oscimenene yang dapat
menghambat aktivitas bakteri dan jamur (Vasudevan et al.,1997).
Marigold juga
mengandung komponen thienyl dan terpenoid yang mempunyai aktivitas nematodical dan larvadical, kandungan ini diduga akan menjadi aktif melawan berbagai mikroorganisme (Vasudevan et al., 1997). Kandungan-kandungan tersebut dapat membantu ayam petelur dalam mempertahankan kekebalan tubuhnya.
39
Rasio Heterofil/Limfosit Rasio heterofil/limfosit merupakan sebuah ukuran yang cepat untuk menunjukkan tingkat cekaman yang dialami ayam pada lingkungan (heat stress) (Gross dan Siegel, 1983).
Rasio Heterofil/Limfosit
1,50 1,20 0,90 0,63 ± 0,38 0,60 0,30
0,42 ± 0,19 0,23 ± 0,01
0,13 ± 0,01
0,00 P0
P1
P2
P3
Perlakuan Keterangan: P0 : ransum kontrol P1 : ransum mengandung 5% tepung daun marigold P2 : ransum mengandung 5% tepung bunga marigold P3 : ransum mengandung 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold
Gambar 19. Rasio Heterofil/Limfosit Ayam Petelur yang Diberi TDM dan TBM Rasio heterofil/limfosit pada ayam petelur pada penelitian ini berkisar antara 0,13-0,63. Menurut Swenson (1984), kisaran rasio H/L yang normal untuk unggas sebesar 0,45-0,50. Rasio heterofil/limfosit pada penelitian ini berada di luar kisaran normal tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa ayam petelur pada penelitian ini mengalami stres panas akibat suhu lingkungan. Pada penelitian ini suhu lingkungan cukup fluktuatif, yaitu berkisar antara 26-32°C, sedangkan suhu nyaman bagi ayam menurut North dan Bell (1990) adalah 18,3-23,9°C. Pada ayam petelur yang diberi tepung daun dan tepung bunga marigold terlihat ada peningkatan rasio heterofil/limfosit walau terpapar cekaman panas.
40
Performa Produksi Ayam Petelur Performa dari seekor ternak merupakan sifat yang ditampilkan oleh ternak, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Sifat-sifat tersebut dapat diamati atau diukur dan merupakan kombinasi antara pengaruh genetik dan lingkungan (Warwick et al., 1995). Menurut North dan Bell (1990), performa produksi yang harus diamati meliputi konsumsi pakan serta konversi pakan. Performa produksi ayam petelur pada penelitian ini terdapat pada Tabel 10. Tabel 10. Performa Ayam Petelur yang Diberi Tepung Daun dan Bunga Marigold Performa P0 P1 P2 P3 Konsumsi Pakan
107,22 ± 0,06b
106,86 ± 0,23b
106,71 ± 0,26b
118,58 ± 0,54a
51,64 ±12,22ab
40,93 ± 13,59b
66,33 ± 13,47a
66,38 ± 12,42a
2,38 ± 0,30ab
3,02 ± 0,73b
1,85 ± 0,33a
2,08 ± 0,32a
(g/ekor/hari) Produksi Telur (%) Konversi Pakan Keterangan
: P0 = pakan kontrol, P1 = pakan mengandung 5% tepung daun marigold, P2 = pakan mengandung 5% tepung bunga marigold, P3 = pakan mengandung campuran 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold.
Konsumsi pakan ayam petelur selama penelitian berkisar antara 107,22 – 118,54 g/ekor/hari. Konsumsi ayam petelur pada penelitian ini masih dalam kisaran normal karena berada di atas konsumsi rata-rata ayam petelur. Menurut Lesson dan Summer (2005), konsumsi ayam petelur bekisar antara 95-100 g/ekor/hari. Produksi telur pada ayam petelur penelitian ini berkisar antara 40,93%-66,38% hingga umur 30 minggu. Produksi telur ini termasuk rendah dibandingkan dengan produksi telur pada umumnya. Menurut Scott et al. (1982), rataan produksi pada ayam petelur umur 22-42 minggu adalah 72%. Produksi telur yang rendah ini diduga akibat pengaruh suhu lingkungan yang menyebabkan ayam mengalami stres panas. Pada penelitian ini suhu lingkungan cukup fluktuatif, yaitu berkisar antara 26-32°C, sedangkan suhu nyaman bagi ayam menurut North dan Bell (1990) adalah 18,3-23,9°C. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa ayam petelur tersebut mengalami cekaman panas. Konversi pakan pada penelitian ini berkisar antara 1,85-3,02. Menurut Soejana (2005) konversi ayam petelur di 41
Indonesia berkisar antara 2,50-3,00. Konversi pakan pada penelitian ini termasuk baik. Konversi pakan terbaik adalah pada perlakuan dengan penambahan 5% tepung bunga marigold (P2) serta penambahan campuran 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold (P3). Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa perlakuan dengann penambahan 2,5% tepung daun dan 2,5% tepung bunga marigold (P3) mempunyai performa produksi yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan lain dilihat dari konsumsi pakan, produksi telur, serta konversi pakan.
42