IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh
dalam jangka waktu tertentu.
Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat
energi dan palabilitas pakan.
Ransum yang dikonsumsi ternak digunakan untuk
memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi lain. Zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi ternak. Menurut Rasyaf (1994), selain kandungan zat makanan yang terkandung didalam ransum, kesehatan ternak dan manajemen pemberian pakan akan mempengaruhi konsumsi pakan dari ternak tersebut. Pada penelitian ini puyuh yang baru menetas ditempatkan dalam kandang stater. Seluruh dinding kandang ditutupi oleh papan kayu untuk menjaga suhu didalam kandang tetap stabil agar puyuh dapat cepat beradaptasi dan memiliki pertumbuhan optimal. Kandang diberi dua tempat makan dan satu tempat minum dengan pemberian pakan diberikan sebanyak dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan konsumsi pakan puyuh betina setiap minggunya mengalami peningkatan, dengan rataan konsumsi pakan tertinggi pada minggu ke-7 sebesar 133,86 gram per ekor per minggu atau 19,12 gram per ekor per hari. Jumlah total konsumsi pakan sebesar 88,52 rataan 12,65 gr per ekor per hari dan 619,64 rataan 88,52 gr per ekor per minggu selama 7 minggu. Konsumsi pakan punyuh dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Konsumsi Pakan Puyuh Petelur Betina Rata-rata konsumsi Pakan Rata-rata konsumsi Pakan Minggu (g/ekor/hari) (g/ekor/minggu) 1 2,42 16,94 2 5,89 41,21 3 10,00 70,00 4 14,11 98,78 5 18,14 127,0 6 18,84 131,85 7 19,12 133,86 Rata-rata 12,65 88,52 Total 88,52 619,64
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sujana (2012), konsumsi pakan rata-rata tertinggi puyuh dari pusat pembibitan berasal dari kota Cianjur (470,3 g), dan kemudian diikuti oleh Sukabumi (460,9 g), Bogor (459,9 g) dan Bandung (448,7 g). Pada penelitian ini konsumsi pakan puyuh rata-rata selama 6 minggu adalah sebesar 485,78 g. Konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu faktor utama menurut Hernandez dkk., (2004) adalah kualitas pakan termasuk kandungan gizi yang terdapat didalam pakan tersebut. Ternak unggas akan meningkatkan konsumsi ransumnya bila kandungan gizi terutama kandungan energi lebih rendah (Sinurat, 1993). Ternak akan mengkonsumsi pakan sesuai dengan batas kemampuan biologisnya sekalipun diberikan pakan yang berprotein tinggi (Mahata, 1993). Menurut Anggorodi (1995), dalam mengkonsumsi ransum, puyuh dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat
produksi. Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan.
4.2
Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan pencerminan kemampuan puyuh dalam
mengubah zat-zat makanan yang ada di dalam ransum untuk diubah menjadi daging. Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh akan peningkatan sel-sel individu.Pertumbuhan mencakup empat komponen utama, yaitu adanya peningkatan bobot otot yang terdiri dari protein dan air, peningkatan ukuran skeleton, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adiposa dan peningkatan bulu, kulit dan organ dalam. Guna mengetahui pertumbuhan puyuh, dilakukan penimbangan bobot badan setiap minggunya. Hasil pengamatan pertambahan bobot badan pada puyuh Coturnix coturnix japonica pada tiap minggu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pertambahan Bobot Badan Puyuh Petelur Betina Bobot Badan Pertambahan Bobot Badan Minggu (g/ekor/minggu) (g/ekor/minggu) DO 8,000 1 15,897 7,902 2 29,138 13,241 3 50,299 21,161 4 74,887 24,588 5 99,649 24,762 6 125,153 25,504 7 139,797 14,644 Rata-rata 68,000 18,829 Total 542,82 131,802
Berdasarkan pada Tabel 5 dapat dilihat pertambahan bobot badan puyuh betina silangan yang cukup tinggi terjadi pada minggu ke-6 sebesar 25,504, hal tersebut karena pada minggu ke-6 puyuh membutuhkan pakan yang cukup banyak untuk pertumbuhan dewasa tubuh maupun dewasa kelamin.
Pada minggu ke-7
mengalami penurunan pertambahan bobot badan sebesar 14,644.
Rataan
pertambahan bobot badan puyuh betina silangan sebesar 18,829 gram per ekor per minggu. Pertambahan bobot badan puyuh adalah tertinggi kota bandung (127,9 g), dan kemudian diikuti oleh (127,7 g) Cianjur, Sukabumi (123,6 g) dan Bogor (122,9 g) (Sujana, 2012). Pada penelitian ini pertambahan bobot badan puyuh selama 6 minggu adalah sebesar 117,16 g. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum, makin tinggi bobot tubuhnya, makin tinggi pula konsumsinya terhadap ransum.
4.3
Kurva Pertumbuhan Salah satu tolak ukur untuk menggambarkan produktivitas ternak adalah
dengan mengukur pertumbuhan yang terjadi pada populasi ternak tersebut. Untuk menggambarkan suatu objek pertumbuhan populasi ternak yang dilakukan pada beberapa pengamatan dapat dilakukan dengan membuat kurva pertumbuhan. Model kurva pertumbuhan merupakan model yang menunjukan pertumbuhan suatu objek yang dikelompokan dalam suatu grup yang dipengaruhi oleh waktu (Morrison, 1991).
Ilustrasi 1. Kurva Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Umur 0 - 7 Minggu
Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa pada setiap minggunya bobot badan rata-rata puyuh petelur betina selalu mengalami peningkatan, pada minggu ke-7 bobot badan mencapai 139,79 gram. Kurva pertumbuhan bobot badan puyuh petelur betina berbentuk sigmoid.
Kurva pertumbuhan berfungsi untuk mengukur kecepatan
pertambahan bobot badan puyuh. Kecepatan pertumbuhan memiliki variasi yang cukup besar tergantung pada tipe ternak, jenis kelamin, umur, galur, tata laksana, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan (North dan Bell, 1990).
4.4
Konversi Pakan Konversi pakan adalah jumlah ransum yang dikonsumsi dibanding dengan
produksi daging yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi kualitas ransum, teknik pemberian, bentuk dan konsumsi pakan (Amrulloh, 2003). Konversi pakan sebagai tolak ukur untuk menilai seberapa banyak pakan yang dikonsumsi puyuh untuk mampu menjadi jaringan tubuh, yang dinyatakan dengan besarnya bobot badan adalah cara yang dianggap masih terbaik (Suparyanto, 2005).
Tabel 6. Konversi Pakan Puyuh Petelur Betina Minggu
Konversi Pakan
1
2,14
2
3,11
3
3,30
4
4,01
5
5,12
6
5,17
7
9,00
Rataan FCR
4,55 4,55
Berdasarkan Tabel 6 pada minggu ke-7 diperoleh peningkatan konversi pakan yang tinggi sebesar 9,00, hal ini disebabkan karena puyuh membutuhkan energi yang cukup banyak untuk memproduksi telur walaupun masih sedikit.
Nilai rataan
konversi pakan puyuh betina petelur 4,55, nilai konversi pakan puyuh betina petelur silangan tinggi dan baru mengalami dewasa kelamin pada minggu ke-7. Konversi pakan yang terbaik terendah yang dicapai oleh burung puyuh dari kota Bandung (3,51), diikuti oleh Cianjur (3,71), Bogor (3.77) dan Sukabumi (3.79).
Pada
penelitian ini rataan konversi pakan puyuh selama 6 minggu adalah sebesar 3,81. Konversi pakan dipengaruhi oleh kondisi genetik kualitas, usia, bangsa, makanan, lingkungan, dan ternak (Sujana, 2012). Nilai konversi pakan yang tinggi diduga disebabkan oleh tidak semua burung puyuh mengkonsumsi pakan untuk produksi telur, melainkan masih ada sebagian burung puyuh yang baru mengalami proses
pembesaran dan pemasakan kuning telur dalam ovary atau proses pembentukan kuning telur dalam oviduct.