34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi dan Konversi Pakan Konsumsi Bahan Kering Pakan (KBKP) pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9. Rata-rata KBKP domba jantan lokal yang diberikan berbagai taraf limbah udang sesuai perlakuan P0, P1, P2, dan P3 nilainya berturut-turut adalah 901.79, 934.44, 1007.47 dan 977.79 gram/ekor/hari. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan pada domba dengan taraf limbah udang yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap KBKP. Hal ini berarti bahwa peningkatan persentase taraf limbah udang dalam pakan ternak domba jantan lokal tidak mempengaruhi jumlah konsumsi KBKP. Hal ini mungkin disebabkan karena pakan dibuat berbentuk pellet yang melalui proses pemanasan sampai pada suhu 60oC sehingga aromanya menarik bagi domba penelitian tersebut. Jika dilihat dari jumlah konsumsi pakan termasuk cukup tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Lestari et al (2005) hanya berkisar antara 852.43 – 967.17 gram/ekor/hari. Sedangkan KBKR dalam penelitian ini adalah berada pada kisaran 901.8–1007g/ekor/hari. Tabel 9. Rata-rata KBKP, PBBH dan Konversi Pakan Peubah
Perlakuan P0
P1 ns
P2
P3
ns
ns
934.44
1007.47
977.79ns
KBKP (g)
901.79
PBBH (g)
113.2a
108.47a
110.35a
88.24b
Konversi pakan
7.96b
8.83b
9.17b
11.08a
a,b
Tanda yang berbeda dalam 1 baris berarti berpengaruh nyata (P<0.05) ns= non signifikan Rata-rata pertambahan bobot badan harian (PBBH), konsumsi bahan
kering pakan dan konversi pakan domba lokal hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Rata-rata pertambahan bobot badan harian domba disusun sesuai
perlakuan P0, P1, P2, dan P3 nilainya berturut-turut adalah 113.2 g, 108.47 g, 110.35 g dan 88.24 g. Hasil analisis statistik menunjukkan, bahwa pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05)
35 terhadap PBBH. Pertambahan bobot badan P0, P1, dan P2 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan P3 tapi antara ketiganya tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa sampai pada 20% pemberian limbah udang mampu memberikan nutrisi yang cukup sehingga PBBH domba penelitian cukup tinggi. jika dibandingkan dengan domba lokal Sungei Putih yaitu PBBHnya hanya 68.85 gram/ekor/hari, sedangkan domba lokal Sumatra 59.36 gram/ekor/hari yang diberikan pakan limbah sawit (Hasnudi 2004). Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan kualitas makanan atau pakan. Namun demikian PBBH domba jantan lokal yang diberikan limbah udang jauh lebih baik dari pada yang diberikan limbah sawit. Konversi pakan pada domba lokal dalam penelitian ini untuk 0%, 10%, 20%, dan 30% berturut-turut adalah 7.98, 8.83, 9.19, dan 11.08. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap konversi pakan. Konversi pakan antara 0%, 10%, dan 20% tidak berbeda nyata, tapi pada taraf 30% nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga taraf tersebut di atas. Hasil ini menunjukkan bahwa sampai pada taraf 20% penggunaan limbah udang masih efektif. Hal ini disebabkan karena makin tinggi kadar limbah udang makin tinggi pula kandungan khitosan yang berfungsi sebagai serat dengan daya cerna rendah. Namun demikian jika dibandingkan dengan dombah lokal Sumatra masih lebih baik konversi pakan domba lokal penelitian ini yaitu 10.23 – 13.86 (Hasnudi 2004). Bobot Potong dan Produksi Karkas Rata-rata bobot potong, persentase karkas hangat utuh, karkas depan dan karkas belakang, serta leg dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa secara berturut-turut bobot potong domba jantan lokal untuk perlakuan P0, P1, P2 dan P3 adalah sebagai berikut 24.500, 24.450, 24.575, dan 22.825 kilo gram. Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda pada domba jantan lokal tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong. Hal ini berarti bahwa pemberian pakan yang
36 mengandung limbah udang sampai 30% mampu mencukupi kebutuhan ternak domba jantan lokal baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan untuk produksi. Hal ini disebabkan karena limbah udang mengandung nutrisi yang lengkap dan cukup tinggi seperti kadar protein 41.58%, abu 22.6%, lemak 3.08%, energi 3577 kkal/kg dan serat kasar 13.72%. Sedagkan kandungan mineral dan asam amino cukup lengkap termasuk mathionin 2.41%, yang sering tidak terdapat pada bahan pakan lain. Kalsium sangat tinggi yaitu 7.78% namun fosfor yang agak rendah sehingga perbanding antara kalsium dan fosfor adalah 10 : 1 (Hartadi et al.1997). Menurut NRC (1985), batas perbandingan antara Ca dan P adalah 7:1. Jadi penggunaan limbah udang memang perlu batas tertentu sehingga memenuhi kriteria pakan yang baik. Untuk itu saya membatasi penggunaan limbah udang sampai pada 30%. Tabel 10. Persentase Karkas, Karkas Depan, karkas belakang, leg, berdasarkan bobot kosong. Peubah
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 …................................................%.................................... Bobot Potong (kg) 24.500 ns 24.450ns 24.575 ns 22.825. ns ns ns Karkas hangat utuh 54.25 53.50 55.00ns 54.00ns ns ns ns Karkas depan 52.84 53.06 52.78 52.06 ns ns ns ns Karkas belakang 47.08 46.85 47.13 47.84ns Leg 29.10ns 28.540ns 29.58ns 29.50ns ns= non signifikan Tingginya kadar serat kasar tidak menghambat pertumbuhan ternak karena palatabilitasnya tinggi pula, sehingga dengan memberikan pakan secara adlibitum mampu memenuhi kebutuhan ternak tersebut. Terbukti mampu meningkatkan bobot badan selama 3 bulan dipelihara dari ±15 kg menjadi 22.82 – 24.57kg. dengan pertambahan bobot badan harian rata-rata 88.24-110.35. Nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sunarlim dan Setiyanto (2005) yang menggunakan domba jantan lokal sampai umur 1 tahun yaitu 19.3, sedangkan Triyantini et al. (2002) menyatakan bahwa bobot potong domba lokal umur 1 tahun adalah 23.08 kg. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian limbah udang sampai pada taraf 30% berpengaruh positif terhadap pertumbuhan domba jantan lokal walaupun pertambahan bobot badan hariannya sudah mulai rendah.
37 Hal ini berarti bahwa penggunaan limbah udang sampai pada taraf 20% masih memberikan pertumbuhan yang baik karena masih lebih tinggi dibanding hasil penelitian Sugiyono (1997) mununjukkan bahwa bobot karkas domba lokal jantan yang diberi pakan konsentrat mempunyai bobot hidup umur 1 tahun sebesar 19.3 kg dan persentase karkasnya 39.1%. Ini membuktikan bahwa limbah udang mampu memberikan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme domba jantan lokal. Persentase karkas berdasarkan bobot kosong untuk perlakuan P0, P1, P2 dan P3 adalah sebagai berikut 54,25, 53.50, 55.00 dan 54.00. Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda pada domba lokal jantan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase karkas hangat berdasarkan bobot kosong. Namun demikian persentase karkas ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Rianto et al. (2006) yaitu 31.57% - 37.1%. dan Adiwinarti et al. (1999) yaitu 41.11 – 44.00%. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan kualitas pakan yang digunakan. Ini berarti bahwa penggunaan limbah udang sampai pada taraf 30% mampu mensuplai nutria dengan baik pada domba jantan lokal. Limbah udang memiliki kadar protein yang tinggi dan energi metabolisme tinggi serta memiliki asam amino yang lengkap. Selain itu limbah udang memiliki khitin dan khitosan yang mampu didegradasi oleh mikroba sehingga dapat berfungsi sebagai sumber protein dan sumber energi untuk ternak ruminansia seperti domba.
A
B
C
Gambar 4. Karkas utuh (A dan B) dan setengah karkas (C)
38 Penggunaan limbah udang sampai pada taraf 30% masih memberikan nilai posistif terhadap persentase karkas hangat domba lokal (Hudallah et al (2007). Dengan demikian pemberian pakan limbah udang pada domba lokal mampu meningkatkan persentase karkas berdasarkan bobot kosong dengan cukup tinggi sampai pada taraf 30%. Persentase karkas berdasarkan bobot kosong tidak berbeda nyata disebabkan karena bobot potong relatif sama sehingga persentase karkas relatif sama pula untuk semua perlakuan. Menurut Herman (2004), semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas akan semakin tinggi. Pendapat lain dikemukakan Tulloh (1978) bahwa apabila ternak tidak diberi makan atau minum untuk suatu periode tertentu (dua hari misalnya) maka persentase karkas akan meningkat karena berkurangnya jumlah urin dan feses selama periode tertentu. Selanjutnya dikemukakan bahwa komposisi pakan juga berpengaruh terhadap besarnya persentase karkas. Ternak yang mendapat pakan hijauan dengan mutu yang rendah, mengandung lebih banyak digesta di dalam saluran pencernaannya dari pada ternak yang diberi pakan bermutu tinggi dengan proporsi biji-bijiannya yang tinggi. Ternak yang dipuasakan keragaman persentase karkasnya dapat mencapai 4% lebih besar (Tulloh 1978).
Gambar 5. Setengah Karkas domba (kanan) Persentase karkas depan, karkas belakang dan leg berdasarkan bobot karkas dingin tidak berbeda nyata. Hal ini mungkin disebabkan karena ternak
39 domba tersebut juga mempunyai persentase karkas dan bobot potong yang relatif sama dimana ternak tersebut mendapatkan nutrisi yang mampu mencukupi kebutuhannya sampai pada taraf 30% limbah. Pakan yang diberikan untuk semua perlakuan memiliki kadar energi dan protein kasar yang sama. Domba yang diberikan pakan dengan taraf 30% berusaha mengkonsumsi lebih banyak pakan untuk memenuhi kebutuhannya dimana kita ketahui bahwa makin tinggi kadar limbah udangnya makin tinggi serat kasarnya sehingga daya serap nutrisi pakan menjadi rendah. Ternak mengkonsumsi pakan lebih banyak sehingga pertumbuhan tetap stabil. Bagian belakang pada ternak bertumbuh lebih lambat dibandingkan dengan bagian depan atau karkas depan masak dini. Ternak domba penelitian ini baru berumur sekitar 11 bulan artinya belum sampai 1 tahun atau belum dewasa, sehingga pertumbuhan belum optimum pada bagian karkas belakang. Karakteristik Leg Leg adalah merupakan bagian dari bagian komersil karkas domba. Potongan leg ini mampersentasikan bagian tubuh dari keseluruhan ternak domba ditinjau dari segi karakteristik karkas yang meliputi persentase daging, tulang dan lemak, sehingga karakteristik potongan leg ini dapat digunakan untuk mewakili karakteristik karkas domba secara keseluruhan.
Gambar 6. Persentase otot, tulang dan lemak potongan leg Rata-rata persentase potongan leg dan bagian-bagiannya yang terdiri dari otot, tulang dan lemak dapat kita lihat pada Gambar 6. Hasil analisis statistik
40 menunjukkan bahwa pemberian pakan berbagai taraf limbah udang tidak berpengaruh nyata terhadap persentase otot dan tulang tapi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase lemak. Otot memiliki pesentase terbesar disusul tulang dan lemak. Persentase otot berdasarkan perlakuan P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 64.045, 64.643, 66.328 dan 66.703, selanjutnya persentase tulang untuk P0, P1, P2, dan P3 adalah 17.673, 20.208, 18.643, dan 19.563. Sedangkan persentase lemak adalah untuk P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 18.280, 15.150, 15.030 dan 13.735. Berdasarkan uji lanjut pada lemak melalui uji Duncan menunjukkan bahwa P0 nyata (P<0.05) lebih tinggi dari pada ketiga perlakuan lainnya. Sedangkan antara P1, P2 dan P3 tidak berbeda nyata. Namun demikian makin tinggi taraf limbah udang semakin rendah persentase lemak. Sebaliknya pada otot, makin tinggi taraf limbah udang ada kecenderungan semakin tinggi pula persentase ototnya. Sedangkan persentase tulang bervariasi tapi yang paling tinggi adalah P1 dan paling rendah P0. Menurut Gali et al (1972) proporsi otot, lemak tan tulang dalam karkas dipengaruhi oleh umur, nutrisi dan spesies.
A
B
Gambar 7. Potongan leg domba lokal P0 (A) dan P3 (B) Persentase lemak P0 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibading P3, tetapi antara P1, P2 dan P3 tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena pada P0 tidak diberikan limbah udang yang berarti bahwa khitin dan khitosan tidak ada. Sedangkan pada P1, P2 dan P3 terdapat khitin dan khitosan berfungsi sebagai serat yang mengikat lemak dan dikeluarkan melalui alat pencernaan bersama
41 feses sehingga deposit lemak menjadi lebih rendah. Khitosan mempunyai potensi yang berbeda dengan serat lainnya yaitu mempunyai gugus-gugus amino bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari asam-asam lemak dan membentuk ikatan yang tak bisa dicerna. Kedua, penetralan muatan, dalam model ini khitosan akan menyelubungi sisi aktif lemak dan melindunginya dari serangan dan penguraian enzim-enzim lipida (Muzzarelli 1997). Menurut hasil penelitian Supadmo (1997) khitin mampu menyerap atau mengikat lemak sampai 76.05%, sedangkan selulosa hanya 54.17% dan agar 2,6%. Produksi Non Karkas Non karkas adalah merupakan bagian dari ternak kurang bernilai ekonomis. Makin tinggi non karkas semakin rendah nilai ekonomis dari seekor ternak. Rata-rata persentase bobot non karkas total, kaki, kulit, kepala, darah, evisera, ekor, jantung, paru, empal, hati dan alat kelamin dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Persentase non karkas berdasarkan bobot kosong Peubah Non Karkas total Kaki Kulit . Kepala Darah. Evisera Ekor. Ginjal Jantung Paru. Linfa Hati Alat kelamin a,b
P0 48.05ab 2.80ns 8.98ns 8.36ns 5.45 26.82b 0.90ns 0.15b 0.41b 0.93ns 0.36ns 1.62ns 2.28ns
Perlakuan P1 46.58b 2.81ns 8.96ns 9.04ns 5.40 22.85b 0.73ns 0.18a 0.42b 0.93ns 0.48ns 1.76ns 2.18ns
P2 48.02ab 2.82ns 8.98ns 8.814ns 5.30 25.94b 0.70ns 0.173ab 0.47ab 0.94ns 0.47ns 1.82ns 2.28ns
P3 50.92a 2.93ns 8.36ns 8.73ns 5.48 33.50a 0.59ns 0.19a 0.51a 0.88ns 0.27ns 1.65ns 2.38ns
Tanda yang berbeda dalam 1 baris berarti berpengaruh nyata (P<0.05) ns= non signifikan
Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan berbagai taraf limbah udang berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase bobot total non karkas dan evisera. Sedangkan pada kaki, kepala, kulit, dan darah tidak
42 berpengaruh nyata. Perbedaan ini disebabkan karena tingginya konsumsi pakan hal ini dapat kita lihat dari perbedaan persentase evisera. Persentase non karkas total (P0=48.05, P1=46.575, P2=48.025, P3= 50.925). P3 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan P1, tapi antara ketiga perlakuan P0, P1 dan P2 tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa P1 lebih ekonomis dibanding dengan P3. Persentase bobot evisera (P0=26.82, P1=22.85, P2=25.94, P3=33.50) berbeda nyata (P<0.05) antara P3 dengan ketiga perlakuan lainnya. Perbedaan ini juga mungkin disebabkan karena ternak banyak mengkonsumsi air akibat diberikan pakan berbentuk pellet yang memiliki kadar air rendah. Hal ini dapat kita lihat tidak adanya perbedaan yang nyata antara KBKR untuk semua per perlakuan. Tingginya bobot evisera P3 disebabkan karena perlakuan P3 memiliki kadar serat kasar yang tinggi, akibat tingginya taraf limbah udang maka energi tercerna berkurang sehingga untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya domba pada perlakuan P3 berusaha mengkonsumsi lebih banyak akibatnya evisera lebih berat. Hal ini berpengaruh pada total bobot non karkas.
Gambar 8. Non karkas internal Kaki, kulit, kepala dan darah tidak berbeda nyata antara keempat perlakuan. Hal ini mungkin disebabkan karena kaki dan kepala terdiri dari tulang-
43 tulang, sedikit daging dan termasuk bagian ternak yang masak dini. Menurut Tobing et al. (2004) kepala dan kaki merupakan komponen tubuh ternak yang mengalami pertumbuhan besar pada awal kehidupan dan menurun saan akhir kehidupan, demikian juga pada persen bobot kulit dan darah tidak berpengaruh nyata hal ini diduga karena rata-rata bobot potong masing-masing perlakuan relatif sama. Lebar kulit dan volume darah berbanding lurus dengan bobot ternak semakin besar ternak semakin luas kulitnya dan volume darah semakin besar pula Tobing et al. (2004). Persentase ekor juga tidak berbeda nyata antara empat perlakuan. Hal ini disebabkan karena domba ini merupakan domba hasil persilangan antara domba ekor tipis dengan domba ekor gemuk, yang tidak menimbun banyak lemak pada bagian ekornya. Penimbunan lemak umumnya terjadi pada evisera, pelvis dan ginjal. Ekor ini juga disusun oleh tulang-tulang dan sedikit daging karena dikeluarkan kulit dan bulunya. Pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rata-rata persentase jantung dan ginjal tapi tidak berpangaruh nyata terhadap persentase paru-paru, linfa, hati, dan alat kelamin. Hal ini disebabkan karena persentase bobot paru-paru, linfa, hati, dan alat kelamin bertumbuh sesuai dengan proporsi pertumbuhan tubuh. Ini berarti bahwa peningkatan
jumlah kadar khitosan dalam pakan tidak
mempengaruhi
pertumbuhan organ tersebut disebabkan karena organ ini tidak mengalami perlemakan dan ternaknya mendapat asupan energi yang cukup untuk menjamin pertumbuhannya. Perubahan pertumbuhan organ seperti paru-paru, linfa, hati, dan alat kelamin hanya dapat terjadi apabila asupan energi dan protein tidak seimbang (Soeparno 1984). Pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rata-rata persentase jantung dan ginjal. Persentase jantung P3 lebih tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1 tapi P2 tidak berbeda nyata. Hal ini mungkin disebabkan karena pakan diberikan mengandung khitosan. Semakin tinggi taraf limbah udang semakin tinggi khitosan. Khitosan mampu mengurangi pembentukan lemak, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida
44 dalam darah secara signifikan. Hal ini membuat jantung tidak banyak menimbung lemak sehingga otot jantung dapat berkembang dengan baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Secara proporsional bobot jantung berhubungan langsung dengan bobot hidup, dari keempat perlakuan P3 yang paling besar jantungnya secara proporsinal yaitu 92.75 gram dengan bobot hidup rata-rata 22825 gram. Hasil ini masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Triyantini (2005) yang menggunakan domba komposit Sumatra dengan bobot hidup rata-rata 22000-25200 gram memiliki bobot jantung 115 – 140 gram. Tingginya persentase bobot jantung dan ginjal P3 diduga disebabkan karena asupan energi terdistribusi untuk pembentukan otot, sedangkan untuk perlakuan P0, P1, dan P2 terdistribusi untuk pembentukan lemak. Karena sebelum ditimbang bobot jantung dan ginjal terlebih
dahulu
dikeluarkan
lemaknya
sehingga
bobotnya
berkurang.
Pembentukan lemak ginjal dan jantung lebih banyak terjadi pada perlakuan P0, P1, dan P2. Hal ini disebabkan karena P3 mengandung lebih banyak limbah udang mengakibatkan persentase khitosan juga lebih banyak sehingga dapat mengurangi deposit lemak pada jantung dan ginjal tersebut. Kebutuhan energi untuk pembentukan lemak jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan energi untuk pembentukan otot (Tilman 1997).
Lemak dan Kolesterol Lemak terdiri dari unsur C, H dan O yang mempunyai sifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam bahan organik misalnya ether, petroleum spirit, heksan, chloroform. Lemak juga mempunyai fungsi sebagai pelarut vitamin seperti vitamin A dan D, E dan K. Secara umum, lemak diartikan sebagai Trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berbentuk padat, terutama Lemak dalam daging. Penimbunan lemak dapat terjadi jika enegi yang dikonsumsi melebihi energi untuk metabolisme. Lemak tersebut disimpan dalam jaringan adipose sebagai cadangan energi. Kolesterol merupakan subtansi lemak khas hasil metabolisme yang banyak diketemukan dalam struktur tubuh manusia maupun hewan. Oleh karena itu kolesterol banyak terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan seperti
45 daging, hati otak dan kuning telur (Martin et al. 1984). Kurang lebih setengah dari kebutuhan kolesterol berasal dari biosintesis tubuh sendiri yang berlangsung dalam usus, kulit dan terutama dalam hati (kira-kira 50%), selebihnya kolesterol diambil dari bahan makanan yang dikonsumsi. Tabel 12. Kadar lemak dan Kolesterol serum darah pada domba jantan lokal Peubah
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 ns ns ns Lemak internal (%) 5.3378 5.024 4.228 4.771ns Kolesterol lemak (mg/g) 0.531ns 0.410ns 0.410ns 0.200ns Trigliserida lemak (mg/g) 2.552ns 1.815ns 1.182ns 0.719ns Kolesterol (mg/dl) 112.10a 97.22b 89.04c 84.49c Trigliserida (mg/dl) 40.44a 35.489b 29.371c 25.732d HDL (mg/dl) 54.887b 58.831a 59.392a 59.392a LDL (mg/dl) 49.129a 31.29b 23.777c 19.7c a,b Tanda yang berbeda dalam 1 baris berarti berpengaruh nyata (P<0.05) ns= non signifikan Rata-rata persentase lemak internal, trigliserida dan kadar kolesterol total pada lemak subkutan domba jantan lokal dapat dilihat pada Tabel 12. Analisis statistik menunjukan bahwa pemberian pakan pada domba dengan taraf limbah udang yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap persentase lemak internal, total kolesterol dan trigliserida lemak subkutan. Hal ini mungkin disebabkan oleh jenis pakan yang digunakan untuk semua perlakuan memiliki kadar energi dan protein yang sama dan sesuai rekomendasi NRC (1985). sehingga asupan nutrisi masih melebihi kebutuhan proses metabolisme menyebabkan tetap terjadideposit lemak internal. Persentase bobot lemak internal berdasarkan perlakuan P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 5.337, 5.024, 4.228 dan 4.771. Hal ini berarti bahwa penggunaan limbah udang sampai pada taraf 30% yang mengandung khitosan belum mampu menurunkan lemak internal secara signifikan pada taraf α 5%. Ini desebabkan oleh limbah udang yang memiliki kadar protein dan energi cukup tinggi serta asam amino yang lengkap (Sahidi 1992). Pakan yang diberikan tersebut memiliki kualitas yang baik sesuai dengan standar kebutuhan ternak
46 (NRC 1985). Kadar energi dan protein kasarnya sama untuk semua perlakuan (iso energi dan iso protein). Perlemakan dapat terjadi apabila konsumsi energi melebihi kebutuhan untuk metabolisme (Soeparno 1984). Kelebihan tersebut disimpan di dalam jaringan adipose dalam bentuk lemak murni bebas atau trigliserida. Sedangkan kolesterol dapat disintesa sendiri oleh tubuh kurang lebih 70-80% kebutuhan setiap hari, selebihnya diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Pemenuhan nutrisi untuk kebutuhan pertumbuhan didukung oleh adanya palatabilitas yang tinggi. Terbukti dengan tingginya KBKR yaitu berkisar antara 901.8– 1007g/ekor/hari atau sekitar 4% dari bobot badan setara bahan kering. Hal ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Hudallah et al (2007) yaitu berkisar antara 611- 651 g/ekor/hari. Total kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL dalam serum darah domba lokal yang diberikan pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 12. Rata-rata kadar kolesterol domba tersebut berdasarkan perlakuan P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 112.1 (mg/dl), 97.22 (mg/dl), 89.04 (mg/dl) dan 84.49 (mg/dl). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberin pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap total kolesterol serum darah domba lokal demikian juga pada trigleserida, HDL dan LDL. Kadar kolesterol total kontrol atau P0 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P1, P2 dan P3, demikian juga P1 nyata lebih tinggi dari P2 dan P3, sedangkan antara P2 dan P3 tidak berbeda nyata. Hal yang sama terjadi pada kadar trigliserida dan LDL. Kadar trigliserida masing-masing perlakuan berbeda nyata (P<0.05). P3 nyata (P<0.05) lebih rendah dibanding P2, P2 nyata (P<0.05) (P<0.05) lebih rendah dari P1 dan P1 nyata (P<0.05) lebih rendah dari P0. Sedangkan LDL P2 nyata (P<0.05) lebih rendah dari P1 dan P1 (P<0.05) lebih rendah dari P0, tapi P2 tidak berbeda nyata dengan P3. Sebaliknya terjadi pada HDL, makin tinggi taraf limbah udang makin tinggi pula kadar HDLnya. Kadar HDL P2 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding P0. Hal ini berarti bahwa pemberian limbah udang yang mengandung khitin dan khitosan mampu meningkatkan kadar HDL serum darah domba jantan lokal, ini disebabkan karena
47 taraf limbah udang yang berbeda sehingga kadar khitosan berbeda pula. Meningkatnya taraf limbah udang mengakibatkan meningkatnya kadar khitosan dalam pakan sehingga meningkatkan trigliserida, kolesterol dan lipida diabsorpsi untuk dikeluarkan bersama feses sehingga meningkatkan lemak dan kolesterol dalam feses. Sebaliknya khitosan mampu menurunkan absorpsi trigliserida dan kolesterol dalam usus ( Ikeda et al. 1989). A
B
C
Gambar 9 Rumus kimia sellulosa (A), khitin (B) dan khitosan (C) Khitosan memiliki sifat yang mirip dengan sellulosa yang mana dapat berfungsi sebagai serat. Khitosan mempunyai daya pengikatan lemak yang sangat tinggi (superabsorban) (AHA 2005) sehingga mampu menghambat absorpsi lemak oleh tubuh, mampu menurunkan kolesterol LDL (kolesterol jahat) sekaligus meningkatkan kolesterol HDL (kolesterol baik). Peneliti Jepang menyebutnya hypocholesteromic agent yang efektif, karena mampu menurunkan kadar kolesterol darah tanpa efek samping. Zat tersebut mampu mengikat lemak, kolesterol dan gliserida untuk dikeluarkan melalui alat pencernaan bersama feses sebelum diserap oleh usus halus untuk disalurkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Dengan demikian zat makanan yang akan disalurkan ke seluruh tubuh yang diangkut oleh darah mengandung kolesterol yang rendah. Khitosan adalah serat yang tidak diabsorpsi sehingga bila lemak terikat dengannya akan menjadi senyawa yang tak dapat diabsorpsi pula (Muzzarelli 1997). Khitosan yang disebut juga dengan β-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan turunan dari khitin melalui proses deasetilasi. Khitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus karboksil primer dan skunder serta karbonil (-HCOCH3)
48 yang terikat pada atom C nomor 2 (Supadmo 1997). Adanya gugus fungsi ini menyebabkan khitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi (Soraya 2006).
Gambar 10. Perlemakan pada pelvis dan ginjal Mekanisme dasar pengikatan lemak dan kolesterol oleh khitosan ada 2 yaitu Pertama : Tarik menarik dua muatan yang berbeda/berlawanan, layaknya tarikan kutub-kutub magnet karena, khitosan mempunyai gugus-gugus bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari asam-asam lemak dan membentuk ikatan yang tak bisa dicerna; kedua terjadi penetralan muatan, pada model ini khitosan menyelubungi sisi aktif lemak dan melindunginya dari serangan dan penguraian enzim-enzim lipida (Muzzarelli 1997). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kadar kolesterol, trigliseridan dan LDL menurun secara signifikan dalam serum darah domba. Dengan demikian jelaslah bahwa pengikatan lemak, trigliserida, kolesterol dan LDL terjadi sebelum diserap oleh usus untuk disalurkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah dalam pembuluh darah. Hal ini menyebabkan deposisi kolesterol, trigliserida, dan LDL dalam tubuh menurun termasuk dalam daging domba. Hasil penelitian Supadmo (1997) menunjukkan bahwa pemberian khitosan pada pakan ayam mampu menurunkan kadar lemak, kolesterol, trigliserida, dan LDL dalam serum darah, dan daging ayam demikian juga pada tikus. Kadar kolesterol dalam daging tidak pernah lebih tinggi dibanding dalam serum darah (Supadmo 1997).
49
Gambar 11. Bilangan yodium lemak subkutan domba Bilangan iodium adalah banyaknya gram iodium yang dapat bereaksi dengan 100 gram asam lemak. Jadi, makin banyak ikatan rangkap, makin besar bilangan iodium. Bilangan yodium adalah ukuran derajat ketidakjenuhan. Semakin banyak yodium yang digunakan semakin tinggi derajat ketidakjenuhan. Karena setiap ikatan kembar dalam asam lemak akan bersatu dengan dua atom yodium. Pengetahuan mengenai bilangan yodium adalah penting untuk menentukan derajat dan jenis lemak yang akan digunakan dalam pakan. Lemak hewan dan tumbuhan mempunyai susunan asam lemak yang terkandung didalamnya diukur dengan bilangan iodium (Apriyantono et al. 2006). Rata-rata bilangan yodium yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda pada domba lokal tidak berpengaruh nyata pada jumlah bilangan yodium. Namun demikian makin tinggi taraf limbah udang maka cenderung semakin tinggi pula bilangan yodiumnya. Hal ini mungkin disebabkan karena perlemakan daging pada domba tersebut belum matang mengingat umut ternak belum mencapai tingkat dewasa sehingga lemak masih relatif cair. Artinya lemak jenuh masih kurang, sebaliknya lemak tak jenuh masih tinggi. Selain itu mungkin juga disebabkan karena pengaruh khitosan
50 yang
terdapat
dalam
pakan
yang
berfungsi
mengikat
lemak
dan
mengekskresikanya melalui saluaran pencernaan bersama feses. Terbukti dengan meningkatnya taraf limbah udang maka makin meningkat pula jumlah bilangan yodiumnya. Artinya semakin tinggi taraf limbah udang semakin tinggi lemak tak jenuhnya. Pada ruminansia tingginya lemak tak jenuh baik monounsaturated fatty acid (MUFA) maupun Poliunsaturated fatty acid (PUFA) berpengaruh pada tingkat keasaman lambung, apabila lemak tak jenuh melebihi batas normal maka asam lambung meningkat sehingga mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam lambung. Mikroorganisme berusaha menurunkan kadar lemak tak jenuh dengan cara melalui proses biohidrogenase, yaitu Asam lemak tak jenuh mengadakan reaksi pada ikatan rangkapnya, dengan gas hidrogen dan katalis Ni dapat terjadi reaksi hidrogenasi, yaitu pemecahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Proses hidrogenasi ini mempunyai arti penting karena dapat mengubah asam lemak yang cair menjadi asam lemak padat, sehingga kadar lemak jenuh pada ternak ruminansia bisa tetap stabil untuk mempertahankan asam lambung yang normal (AHA 2005). Pembahasa Umum Pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakan yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung limbah udang mampu meningkatkan bobot badan domba jantan lokal dengan baik sampai pada taraf 20% limbah udang. Pertambahan bobot badan yang diperoleh pada perlakuan dengan 30% limbah udang nyata (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan 0%, 10% dan 20%. Sedangkan antara ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Konsumsi bahan kering pakan (KBKP) tidak berbeda nyata antara keempat perlakuan. Tetapi konversi pakan P3 dengan taraf limbah udang 30% nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan P2. Hasil ini menunjukkan bahwa taraf terbaik adalah 20% limbah udang karena antara 0%, 10% dan 20% tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa limbah udang mampu mensuplai nutrien dengan baik pada domba jantan lokal sampai pada taraf 20%.
51 Limbah udang memiliki kadar protein dan energi yang cukup tinggi yaitu 25-40% dan 3577 kkal/kg (Focher et al. 1992) dan mengandung semua asam amino esensial (NRC 1985; Sahidi 1992) sehingga limbah udang dapat digunakan sebagai sumber protein dan sumber energi, tetapi memiliki serat kasar yang tinggi dan perbandingan kalsium (Ca) dan fosfor yang tidak seimbang yaitu 10:1 sedangkan yang ditolerir adalah 7 : 1 (NRC 1985) sehingga penggunaannya pada ternak domba perlu dibatasi. Penggunaan limbah udang sampai pada taraf 30% tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong, persentase bobot karkas, karkas depan, karkas belakang dan potongan leg. Persentase bobot karkas yang diperoleh masing-masing P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 54.25, 53.50, 55.00 dan 54.00. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Riyanto et al. (2006) yaitu 31.57% - 37.1%. dan Adiwinarti et al. (1999) yaitu 41.11 – 44.00%. Hal ini diduga disebabkan karena perbedaan kualitas pakan yang digunakan. Produksi total non karkas dan evisera domba jantan lokal yang diberikan pakan limbah udang dengan taraf yang berbeda memberikan respon yang berbeda antar perlakuan. Berdasarkan uji Duncan diketahui bahwa P3 dengan limbah udang 30% nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan P2. Hal ini berarti P2 lebih efisien dibandingkan P3 karena non karkas memiliki nilai ekonomis yang rendah. Makin tinggi non karkas makin rendah nilai ekonomis ternak tersebut Hudallah et al. (2007). Produksi non karkas (Tabel 11) yaitu persentase bobot kaki, kulit, kepala paru-paru, linfa, hati, dan alat kelamin berdasarkan uji statistik tidak ada perbedaan yang nyata antara keempat perlakuan. Hasil ini mengindikasikan bahwa perlakuan tidak memberikan respon yang berbeda terhadap komponen non karkas. Hal ini disebabkan karena bobot potong yang diperoleh juga tidak berbeda nyata disebabkan ternak memperoleh asupan nutrisi yang cukup untuk keperluan metabolismenya (Soeparno 1984). Lebar kulit dan volume darah berbanding lurus dengan bobot potong ternak semakin besar ternak semakin luas kulitnya dan volume darah semakin besar pula (Tobing et al. 2004).
52 Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase bobot jantung dan ginjal. Persentase bobot jantung dan ginjal P3 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding P0, tetapi tidak berbeda nyata terhadap P2 untuk ginjal dan jantung, mungkin disebabkan oleh adanya khitosan dalam pakan menyebabkan terjadinya penurunan kolesterol dalam darah sehingga jantung tidak bekerja keras memompa darah akibatnya jantung dan ginjal bertumbuh dengan baik. Nutrisi lebih diarahkan untuk penimbunan lemak pada P0 yang tidak mengandung khitosan sedangkan P1, P2 dan P3 lebih diarahkan ke pertumbuhan otot karena adanya khitosan yang menghambat pembentukan lemak (Supadmo 1997). Berdasarkan penguraian komponen potongan leg yang terdiri dari otot, tulang dan lemak diketahui bahwa keempat perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bobot tulang dan persentase bobot otot. Namun persentase bobot lemak P2 nyata lebih rendah dibandingkan P0. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan taraf 20% limbah udang mampu menurunkan kadar persentase lemak potongan leg. Hal ini diduga disebabkan oleh keberadaan khitosan dalam limbah udang tersebut. Khitosam memiliki gugus amino bermuatan positif aktif yaitu gugus karbonil yang mampu menarik muatan negatif dari asam-asam lemak membentuk ikatan yang tak bisa dicerna selanjutnya menetralkan muatan, menyelubungi sisi aktif lemak dan trigliserida untuk melindunginya dari serangan dan penguraian enzim-enzim lipida dan dibuang bersama feses (Muzzarelli 1997; dan Supadmo 1997) sehingga deposit lemak dalam tubuh menurun. Menurut Gali et al (1972) proporsi otot, lemak dan tulang dalam karkas dipengaruhi oleh umur, nutrisi dan spesies. Kolesterol total, trigliserida dan LDL P2 nyata (P<0.05) lebih rendah dibanding P1 dan P0. Hal ini menunjukkan bahwa adanya khitosan dalam pakan mampu menurunkan kadar kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah domba jantan lokal. Sedangkan kadar HDL serum darah P2 lebih tinggi dibanding P0, tapi tidak berbeda nyata dengan P3. Hal ini diduga karena khitosan memiliki kelebihan dibanding dengan sumber serat lain seperti sellulosa dan agar. Khitosan tidak bisa didegradasi oleh enzim lipase, tidak larut dalam air dan pelarut organik
53 biasa namun bersifat biodegradable yaitu dapat diuraikan oleh enzim khitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Mampu mengikat asam empedu, sehingga asam lemak yang diemulsi oleh asam empedu ikut terikat (Muzzarelli 1997). O O ║ ║ CH – C - NH - ..................................... – C – OR khitin
trigliserida
Ikatan hidrogen yang terbentuk adalah : O O ║ ║ CH – C – NH – C – OR Gambar 12. Ikatan hydrogen antara khitin dan trigliserida Khitosan memiliki gugus fungsional karbonil (-NHCOCH3) dan (-NH) sehingga memungkinkan terjadinya reaksi antara trigliserida membentuk senyawa komplek yang tidak dapat larut dalam air. Khitosan mempunyai gugus-gugus bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari asam-asam lemak dan membentuk ikatan yang tak bisa dicerna. Gugus karboksil trigliserida dapat berikatan dengan gugus karbonil khitin membentuk ikatan hidrogen (Gambar 12). Khitin dan khitosan memiliki kemampuan menurunkan kadar
lemak,
kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah domba jantan lokal sehingga penggunaan limbah udang dalam pakan ternak domba tersebut akan dihasilkan daging domba yang rendah kolesterol. Menurunnya kadar, kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah domba jantan lokal tersebut mengindikasikan menurunnya kadar, kolesterol, trigliserida dan LDL pada daging domba jantan lokal. Karena kadar, kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah tidak pernah lebih rendah dari, kolesterol, trigliserida dan LDL daging (Supadmo 1997). Perlakuan yang terbaik adalah P2 yaitu pemberian pakan dengan taraf limbah udang 20%, karena dapat meningkatkan pertumbuhan domba lokal jantan, menurunkan kadar lemak potongan leg, menurunkan kadar kolesterol total,
54 trigliserida, dan LDL serta meningkatkan kadar HDL serum darah domba lokal jantan.