PEMBERIAN WAFER LIMBAH SAYURAN PASAR TERHADAP KONSUMSI, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN KONVERSI PAKAN TERNAK DOMBA
SKRIPSI SONDHY KAMESWORO
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN SONDHY KAMESWORO. D24051716. 2009. Pemberian Wafer Limbah Sayuran Pasar Terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Pakan Ternak Domba. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Yuli Retnani M.Sc. : Ir. Lilis Khotijah M.Si.
Rumput lapang merupakan sumber hijuan utama yang dikonsumsi domba. Rumput lapang banyak tersedia di berbagai tempat dan mudah diperoleh sehingga sebagian besar peternakan domba lebih memilih untuk menggunakan rumput lapang. Namun rumput lapang memiliki beberapa keterbatasan, yaitu pasokannya berkurang pada musim kemarau sehingga menimbulkan kelangkaan pakan dan nilai nutrisi yang dimiliki oleh rumput lapang tidak mencukupi bagi kebutuhan ternak domba. Salah satu pakan alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti rumput lapang adalah limbah sayuran pasar. Limbah sayuran pasar berpotensi digunakan sebagai sumber hijauan ternak karena jumlah pasokannya yang banyak, tidak bersaing dengan manusia dan memiliki kandungan nutrisi yang baik bagi ternak. limbah sayuran pasar harus melalui proses pengolahan pakan agar dapat digunakan sebagai pakan ternak. Salah satu teknologi pengolahan pakan yang dapat digunakan adalah pembuatan wafer pakan. Penelitian pembuatan wafer dilaksanakan di laboratorium Industri Makanan Ternak, Institut Pertanian Bogor dan pengujian pada ternak domba dilaksanakan di peternakan Mitra Tani Farm (MT Farm), Ciampea, Kabupaten Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan April hingga Juli 2009. Ternak yang digunakan adalah domba ekor gemuk jantan sebanyak 9 ekor. Rataan bobot badan awal rata-rata mencapai 26,4±0,7 kg dengan umur ±1 tahun. Ransum yang diberikan terdiri dari tiga jenis, perlakuan R1 = wafer (100% rumput lapang) + konsentrat, perlakuan R2 = wafer (50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar) + konsentrat dan perlakuan R3 = wafer (100% limbah sayuran pasar) + konsentrat. Rasio antara wafer dan konsentrat dalam ransum pakan adalah 30:70. Pengukuran konsumsi pakan dilakukan setiap hari sedangkan pengukuran bobot badan domba dilakukan setiap minggu. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan Income Over Feed Cost. Analisis data menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila hasil analisis menunjukkan berbeda nyata maka selanjutnya diuji menggunakan metode uji jarak Duncan. Hasil penelitian ini menunjukkan pemberian wafer limbah sayuran berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering (P<0,05). Pemberian wafer limbah sayuran tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan, dan konversi pakan. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan wafer limbah sayuran dapat menjadi pengganti rumput lapang sebagai sumber hijauan utama pada peternakan domba. Hal ini dapat dilihat dari hasil peubah konsumsi, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan nilai IOFC dari ternak yang mengkonsumsi wafer limbah sayuran. Kata-kata kunci : wafer, limbah sayuran pasar, domba
ABSTRACT Feeding Vegetable Market Waste Wafer to Sheep Consumption, Weight Gain and Feed Convertion S. Kamesworo, Y. Retnani, L. Khotijah Vegetable market waste is one of alternate feed source that has great potent to be feed with high nutrient, has low cost, and not competing with human needs. Feed processing technology that can be applied in vegetable market waste is wafer making technology. Wafer is a feed processing technology which is modification from cube technique, which in its making occured homogenisation proccess, densing in pressure and heating with certain temperature. This research objective was to discover the ability of feeding vegetable waste wafer as forage replacement to sheep consumption and weight gain. This experiment used Complete Random Design with 3 treatments and 3 replications. The treatments were: R1 = wafer (100% field grass) + concentrate, R2 = wafer (50% field grass + 50% vegetable market waste) + concentrate, R3 = wafer (100% vegetable market waste) + concentrate. The variables that measured were daily weight gain, feed consumption, feed conversion, and income over feed cost. The result showed that feeding vegetable market waste significantly affect to dry matter consumption (P<0.05), while feeding vegetable market waste did not affect to body weight gain, and feed convertion. It is concluded that using vegetable market waste in wafer R2 had higher dry matter consumption, body weight gain and income over feed cost than treatments R1 and R3. Treatment R2 increased dry matter consumption 19 % and body weight gain 24 % higher than treatment that did not using vegetable market waste, while it had smallest feed conversion rate than other treatments. Keywords : wafer, vegetable market waste, sheep
PEMBERIAN WAFER LIMBAH SAYURAN PASAR TERHADAP KONSUMSI, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN KONVERSI PAKAN TERNAK DOMBA
SONDHY KAMESWORO D24051716
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Pemberian Wafer limbah Sayuran Pasar Terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Pakan Ternak Domba
Nama
: Sondhy Kamesworo
NIM
: D24051716
Menyetujui :
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Yuli Retnani M. Sc. NIP. 19640724 199002 2 001
Ir. Lilis Khotijah M. Si. NIP. 19660703 199203 2 003
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Idat G Permana, MSc NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian : 12 Februari 2010
Tanggal Lulus : 5 Maret 2010
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Maret 1987 dari pasangan Bapak Rudi Karyawan dan Ibu Helmia. Penulis mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Depok 6 pada tahun 1993 dan diselesaikan pada tahun 1999. Pendidikan lanjutan pertama dimulai pada tahun 1999 dan diselesaikan pada tahun 2002 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 Depok. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Depok pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui program Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan selama di kampus, seperti menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi Peternakan (HIMASITER) pada tahun 2006 – 2007, dan menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) periode 2007- 2008.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’aalamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmatnya-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Pemberian Wafer Limbah Sayuran Pasar terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Pakan Ternak Domba. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan April – Juli 2009 bertempat di Laboratorium Industri Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB dan Peternakan MT Farm Ciampea. Limbah sayuran pasar adalah salah satu bahan pakan ternak alternatif yang berpotensi untuk menggantikan rumput lapang sebagai hijauan pakan ternak selama musim kering. Selama musim kering produksi rumput berfluktuatif sehingga dapat mempengaruhi produktivitas ternak. Limbah sayuran pasar berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak karena memiliki kandungan nutrisi yang cukup serta jumlahnya yang banyak. Selama ini limbah sayuran pasar hanya menjadi sampah yang mencemari lingkungan, oleh karena itu perlu dikembangkan upaya mengubah limbah sayuran pasar menjadi pakan ternak dan disimpan dalam waktu lama dengan dukungan teknologi pengolahan pakan berupa pembuatan wafer pakan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ................................................................................................
ii
ABSTRACT ...................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................... Tujuan ................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
3
Limbah Sayuran Pasar ....................................................................... Wafer ................................................................................................. Rumput Lapang .................................................................................. Domba ................................................................................................ Konsumsi Pakan ................................................................................ Pertambahan Bobot Badan ................................................................. Konversi Pakan .................................................................................. Income Over Feed Cost .....................................................................
3 5 6 8 9 10 12 13
METODE
....................................................................................................
15
Lokasi dan Waktu .............................................................................. Materi ................................................................................................. Ternak ...................................................................................... Kandang dan Peralatan ............................................................ Ransum Penelitian ................................................................... Metode ............................................................................................... Perlakuan ................................................................................. Rancangan Percobaan ............................................................. Peubah yang Diamati .............................................................. Prosedur ............................................................................................. Persiapan .................................................................................. Pembuatan Limbah Sayuran ..................................................... Pemeliharaan ............................................................................
15 15 15 15 15 17 17 17 18 19 19 19 19
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
21
Konsumsi Pakan ................................................................................ Konsumsi Bahan Kering .......................................................... Konsumsi Protein ..................................................................... Konsumsi Total Digestible Energy .......................................... Pertambahan Bobot Badan .................................................................. Konversi Pakan .................................................................................. Income Over Feed Cost .....................................................................
21 21 23 25 28 30 31
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
34
Kesimpulan ........................................................................................ Saran ..................................................................................................
34 34
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
35
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
36
LAMPIRAN ...................................................................................................
40
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komoditas Sayuran dan Limbah sayuran Pasar ................................
5
2. Kandungan Zat makanan Pakan Limbah Sayuran dan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering ...................................................
16
3. Susunan dan Komposisi Wafer..........................................................
16
4. Kandungan Zat Makanan Pakan Wafer dan Konsentrat Berdasarkan Bahan Kering .....................................................................................
17
5. Konsumsi Bahan Kering ...................................................................
21
6. Konsumsi Protein Kasar ...................................................................
24
7. Konsumsi TDN .................................................................................
26
8. Pertambahan Bobot Badan Harian Domba ........................................
28
9. Konversi Pakan ..................................................................................
30
10. Perhitungan IOFC ..............................................................................
`32
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Limbah Sayuran Pasar .......................................................................
3
2. Kurva Pertumbuhan Domba Menurut Ensminger ...............................
12
3. Bentuk Fisik Wafer Limbah Sayuran Pasar ........................................
17
4. Tahapan Proses Pembuatan Wafer Limbah Sayuran Pasar .................
20
5. Grafik Konsumsi Bahan Kering Mingguan ................................
22
6. Grafik konsumsi Protein Kasar Mingguan ..........................................
25
7. Grafik Konsumsi TDN Mingguan .....................................................
27
8. Bobot Badan Domba .........................................................................
29
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Anova Konsumsi Bahan Kering .....................................................
41
2. Uji Jarak Duncan Konsumsi Bahan Kering ....................................
41
3. Anova Konsumsi Protein Kasar …………. ....................................
41
4. Uji Jarak Duncan Konsumsi Protein Kasar ......................................................
41
5. Anova Konsumsi Total Digestible Nutrient ...................................
42
6. Uji Jarak Duncan Konsumsi Total Digestible Nutrient. .................
42
7. Anova Pertambahan Bobot Badan Harian .....................................
42
8. Uji Jarak Duncan Pertambahan Bobot Badan Harian ....................
42
9. Anova Konversi Pakan ..................................................................
43
10. Uji Jarak Duncan Konversi Pakan .................................................
43
11. Biaya Bahan Baku Pakan Wafer ....................................................
43
12. Harga Pakan Wafer dan Konsentrat ...............................................
43
13. Biaya Pakan Selama Pemeliharaan (Rp) .......................................
44
14. Pendapatan (Rp) .............................................................................
44
15. IOFC (Rp) ......................................................................................
44
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan daging di Indonesia untuk konsumsi manusia semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi makanan yang bergizi. Salah satu sumber pasokan daging untuk kebutuhan masyarakat berasal dari domba. Saat ini potensi untuk mengembangkan peternakan domba mulai terbuka, berdasarkan data statistik tahun 2008 populasi ternak domba di Indonesia mencapai 10.392.849 ekor. Jawa Barat merupakan provinsi yang berpotensi sebagai tempat pengembangan peternakan domba, hal ini didukung oleh populasi domba yang mencapai 4.926.803 ekor yang merupakan provinsi dengan populasi domba tertinggi di Indonesia. Produksi daging domba pertahun di Jawa Barat juga merupakan yang tertinggi di seluruh Indonesia, yaitu sebesar 37.043 ton (Dinas Peternakan, 2008). Pola pengembangan yang tepat dan mengurangi berbagai kendala yang ada dapat menjadi pemacu bagi tumbuhnya peternakan domba di Jawa Barat. Sebagian besar peternak domba menggunakan rumput lapang sebagai hijauan pakan. Pemilihan ini disebabkan rumput lapang banyak tersedia, mudah didapatkan dan harganya murah. Penggunaan rumput lapang sebagai sumber hijauan pakan ternak bukannya tanpa masalah, saat ini salah satu masalah utama dihadapi adalah ketersediaan pakan. Permasalahan ketersediaan pakan adalah langkanya sumber pakan pada saat musim kemarau karena kekeringan membuat rumput lapang sulit tumbuh, apabila pasokan rumput untuk konsumsi ternak domba berkurang akan mempengaruhi ketersediaan pakan yang akhirnya akan berdampak pada menurunnya produktivitas ternak. Kondisi ini menuntut adanya terobosan teknologi yang dapat mengatasi permasalahan tersebut serta mulai dikembangkannya penggunaan sumber pakan alternatif sebagai pengganti rumput lapang. Limbah pasar merupakan salah satu sumber pakan alternatif. Limbah sayuran pasar menjadi permasalahan yang belum bisa ditangani secara maksimal di kota-kota besar. Limbah sayuran pasar apabila digunakan sebagai bahan baku pakan memiliki beberapa keuntungan, yaitu bernilai ekonomis karena dapat menghasilkan produk pakan yang berguna dan harganya yang murah, mudah didapat dan tidak bersaing
dengan kebutuhan manusia selain itu juga dapat mengurangi masalah pencemaran lingkungan akibat sampah yang menumpuk. Limbah sayuran juga memiliki beberapa kelemahan, yang diantaranya adalah mudah busuk dan voluminus (bulky). Metode yang dapat dipakai untuk mengatasi kekurangan pada limbah sayuran adalah penerapan teknologi pengolahan pakan yang mudah untuk membuat bahan pakan menjadi awet, mudah disimpan dan mudah diberikan. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah teknologi pengepresan dengan mesin kempa dengan teknik pencampuran bahan limbah sayuran menjadi wafer. Wafer pakan sumber serat yang berasal dari limbah sayuran pasar tradisional merupakan pakan alternatif untuk mengganti hijauan pakan pada saat musim kemarau. Wafer pakan dibuat dengan menggunakan teknik proses pembuatan pakan dengan bantuan panas dan tekanan. Komposisi zat makanan dibuat menyerupai komposisi hijauan pakan sehingga diharapkan dapat disukai ternak (palatabel) sehingga dapat diberikan dengan maksimal dan dapat mengatasi kelangkaan hijauan pada musim kemarau. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemberian wafer limbah sayuran pasar sebagai alternatif pengganti sumber hijauan pakan terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi pakan pada domba ekor gemuk..
TINJAUAN PUSTAKA Limbah Sayuran Pasar Apriadji (1990) menyatakan limbah atau sampah merupakan zat-zat atau bahan-bahan yang sudah tidak terpakai lagi. Hadiwiyoto (1983) mengelompokkan sampah atau limbah berdasarkan beberapa faktor, yaitu menurut bentuk dan sifatnya. Berdasarkan bentuknya, sampah dibedakan menjadi sampah padat, sampah cair dan sampah gas sedangkan berdasarkan sifatnya, sampah dibedakan menjadi sampah yang mengandung senyawa organik yang berasal dari tanaman, hewan dan mikroba dan sampah anorganik yaitu garbage (bahan yang mudah membusuk) dan rubbish (bahan yang tidak mudah membusuk). Salah satu sampah atau limbah yang banyak terdapat disekitar kita adalah limbah pasar. Limbah pasar merupakan bahan-bahan hasil sampingan dari kegiatan manusia dari pasar dan banyak mengandung bahan organik. Sampah pasar yang banyak mengandung bahan organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan, daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan. Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak digunakan atau dibuang (Hadiwiyoto, 1983). Gambaran mengenai penumpukan limbah sayuran pada salah satu pasar dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber : (http://bandarsampah.blogdetik.com/files/2009) Gambar 1. Limbah Sayuran Pasar Limbah sayuran dikategorikan sebagai sampah, namun karena termasuk sampah organik maka didalamnya masih mengandung zat-zat makanan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Limbah sayuran mempunyai kandungan gizi protein kasar sebesar 1-15% dan serat kasar sebesar 5-38%. Limbah sayuran rentan oleh
pembusukan sehingga perlu dilakukan pengolahan ke dalam bentuk lain agar dapat dimanfaatkan secara optimal dalam susunan ransum (Susangka et al., 2005). Menurut Rusmana et al. (2007) limbah sayuran perlu diolah secara mekanis baik melalui penggilingan dan penjemuran secara langsung maupun melalui pemasakan terlebih dahulu, untuk kemudian dibuat tepung. Pengolahan limbah sayuran secara mekanis melalui pengukusan selama 10 menit dengan suhu 1000 C, meningkatkan nilai kecernaan ransum sebesar 74,91% dan efisiensi penggunaan protein sebesar 63,88% pada ayam kampung super. Susangka et al. (2005) telah melakukan penelitian mengenai penggunaan limbah sayuran pasar sebagai pakan ikan nila dalam bentuk tepung, dan mendapatkan hasil penggunaan tepung limbah sayuran sampai dengan tingkat 20% pada ransum ikan nila akan meningkatkan pertumbuhan bobot badan individu. Balai Penelitian Teknologi Pertanian Jakarta telah melakukan penelitian mengenai pembuatan limbah sayuran pasar sebagai pakan untuk ternak unggas dan ruminansia, limbah sayuran ini diolah melalui beberapa proses sehingga menjadi tepung. Tepung limbah sayuran ini memiliki kandungan protein kasar 11,79 %, lemak kasar 2,15% dan serat kasar 9,41% (Litbang Deptan, 2009). Syananta (2009) telah melakukan penelitian sebelumnya mengenai wafer limbah sayuran pasar dan diberikan kepada 9 ternak domba ekor gemuk. Berdasarkan lima perlakuan didapatkan hasil pengujian palatibilitas yang berbeda nyata (P<0,05) dan yang tertinggi adalah R4 (25% klobot jagung + 50% limbah kecambah kacang hijau + 25% daun kembang kol) sebesar 69,27 ± 11,20 g/ekor/jam, tingginya palatabilitas disebabkan R4 memiliki komposisi limbah kecambah tauge paling banyak, yang memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga memudahkan untuk dikonsumsi oleh ternak domba. Setiap hari Pasar Induk Kramat Jati rata-rata menerima pasokan sayuran sebanyak 1.200 – 1.350 ton, pasokan buah-buahan sebanyak 1.100 – 1.400 ton, dan umbi-umbian sebanyak 110 - 120 ton yang kemudian akan didistribusikan
ke
seluruh daerah Jabodetabek. Dilihat dari banyaknya jumlah pasokan sayuran tersebut maka akan tercipta limbah sayuran pasar yang banyak pula (Kantor Dinas PD Pasar Jaya, 2009). Rincian jumlah pasokan sayuran dan limbah sayuran pada Pasar Induk Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komoditas Sayuran dan Limbah Sayuran Pasar Komoditas Jumlah Pasokan Perkiraan Potensi Limbah Sayuran Sayuran (Ton/Minggu) Penyusutan (Ton/Minggu) Kol Bulat 757,50 20 151,5 Kembang Kol 29,50 25 7,37 Bawang Merah 805,25 12 96,63 Bawang Putih 216,25 4 8,65 Sawi 268,25 11 29,50 Buncis 9,75 3 0,29 Wortel 269,50 8 21,56 Tomat 574,50 10 34,47 Daun Bawang 86,75 6 5,20 Daun Sledri 38,25 6 2,29 Kelapa 133,25 8 10,66 Jagung 216,50 20 433 Tauge 41,75 15 6,26 Sumber : Data kantor Pasar Induk Kramat Jati Bulan Maret 2009 Wafer Menurut Manley (2000) wafer pada awalnya terdapat pada pangan manusia yang berarti biskuit tipis dan renyah yang dipanggang diantara lempengan besi panas. Wafer adalah jenis biskuit khusus yang membutuhkan peralatan berbeda untuk membuatnya, lembaran wafer dibentuk dengan dipanggang diantara sepasang lempengan besi panas, bentuk lapisan wafer biasanya tipis dan memiliki pola tertentu pada bagian permukaannya akibat dari tekanan lapisan besi. Wafer menggunakan oven sebagai alat pemanggang dalam proses pembuatannya, lempengan besi yang digunakan memiliki beberapa ukuran, umumnya sebesar 470 x 290 mm, untuk ukuran sedang memiliki dimensi 370 x 240 mm, dan ukuran jumbo dengan dimensi 700 x 350 mm. Struktur bagian dalam lembaran wafer sangat terbuka sehingga lembaran wafer dengan ketebalan 3 mm dan berdimensi 470 x 290 mm hanya memiliki berat 50 – 56 g (Manley, 2001). Pada prinsipnya definisi wafer pada pakan ternak tidak berbeda jauh dengan pangan dilihat dari proses produksinya, Noviagama (2002) menyebutkan wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk kubus, dalam proses pembuatannya mengalami proses pencampuran (homogenisasi), pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu. Bahan baku yang
digunakan terdiri dari hijauan sebagai sumber serat dan konsentrat sebagai sumber energy dan protein dengan komposisi yang disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak, dalam proses pembuatannya wafer mengalami pemadatan dengan tekanan 12 kg/cm2 dan pemanasan pada suhu 120°C selama 10 menit. Menurut Trisyulianti (1998) bentuk wafer yang padat diharapkan dapat : (1) meningkatkan palatabilitas ternak karena bentuknya yang padat, (2) memudahkan dalam penanganan, pengawetan, penyimpanan, transportasi, dan penanganan hijauan lainnya, (3) memberikan nilai tambah karena selain memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan, (4) menggunakan teknologi sederhana dengan energi yang relatif rendah. Wafer merupakan suatu bahan yang mempunyai dimensi (panjang, lebar, dan tinggi) dengan komposisi terdiri dari beberapa serat yang sama atau seragam (ASAE, 1994). Wafer limbah sayuran pasar adalah suatu produk pengolahan pakan ternak yang berbahan dasar limbah sayuran pasar yang dapat digunakan sebagai pakan alternatif pengganti hijauan pada musim kemarau (Syananta, 2009). Pembuatan wafer merupakan salah satu alternatif bentuk penyimpanan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga keseimbangan ketersediaan bahan hijauan pakan, karena dapat mengumpulkan hijaun makanan ternak pada musim hujan dan menyimpannya untuk persediaan di musim kemarau (Trisyulianti, 1998). Keadaan umum wafer limbah sayuran pasar dalam penelitian ini adalah berbentuk persegi dan padat, memiliki warna dominan coklat hingga coklat kehijauan dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan komposisi jumlah limbah sayuran yang terkandung didalamnya, serta beraroma harum khas karamel, hal ini dikarenakan tekanan kempa dan pemanasan pada bahan baku pakan dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard sehingga wafer yang dihasilkan memiliki aroma harum khas karamel (Syananta, 2009). Rumput Lapang Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah. Walaupun demikian, rumput lapang merupakan hijauan yang mudah didapat, murah dan pengelolaannya mudah (Wiradarya, 1989). Menurut Wiradarya (1989) syarat-syarat rumput sebagai bahan makanan ternak antara lain (1) mempunyai manfaat yang tinggi sebagai bahan makanan, (2)
mudah dicerna alat pencernaan dan (3) tersedia dalam keadaan yang cukup. Hijauan dengan kualitas yang baik umumnya lebih mudah dicerna dan laju aliran pakan di saluran pencernaan lebih cepat daripada hijauan dengan kualitas yang lebih rendah, oleh karena itu domba akan mengkonsumsinya lebih banyak (Ensminger, 2002). Rumput yang dikonsumsi oleh domba merupakan sumber nutrisi utama bagi kebanyakan domba, ternak gembala membutuhkan konsumsi yang banyak untuk mencapai tingkat produksi yang maksimum. Konsumsi yang tinggi ini penting karena jumlah energi yang terkandung dalam rumput umumnya rendah. (Free et al. 2002). Menurut Hasanuddin et al. (2002) hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia yang manfaatnya sangat besar tercermin dari kesanggupan ternak untuk mengkonversikan hijuan tersebut menjadi protein hewani, oleh karena itu penyediaan dan pengolahan hijuan pakan secara berkelanjutan perlu mendapatkan perhatian khusus. Supriadi (2005) menyatakan ketersediaan hijauan sangat tergantung pada musim dan pola tanam yang dilakukan oleh petani, kualitas hijauan yang akan diberikan pada ternak hampir tidak pernah diperhatikan oleh petani. Ketersediaan bahan hijauan di daerah tropik biasanya berlebih pada musim hujan namun kekurangan pada musim kering, keadaan iklim membuat rumput alam tumbuh subur pada musim hujan dan kualitasnya lebih bak daripada musim kering karena pada musim kering rumput cepat menjadi tua sehingga kualitasnya menjadi rendah (Hasanuddin et al, 2002). Peternak akan mendapatkan keuntungan dari segi kandungan nutrisi yang dimiliki hijauan dengan cara memberikan hijauan yang dipanen sebelum terjadi penurunan kandungan proteinnya dan sebelum proses lignifikasi kandungan serat meningkat (Ensminger, 2002). Mulyono (2003) menyatakan pada hijauan yang muda dan segar mikroba retiko-rumen (mikroorganisme dalam retikulum dan rumen yang mampu mencerna hemiselulolsa) akan bekerja sangat aktif karena kadar seratnya lebih rendah dibandingkan dengan hijuan yang sudah tua. Nilai nutrisi yang terkandung dalam hijuan pakan sebagian besar dipngaruhi oleh tingkat kematangan hijauan, variasi genetik hijauan, lingkungan dan manajemen pembudidayaan hijauan (Freer et al. 2002). Berdasarkan analisa laboratorium pada peneltian yang dilakukan oleh Ngadiyono (2001) rumput lapang memiliki kandungan nutrisi sebagai berikut:
bahan kering 24,06%, abu 25,02%, protein kasar 9,2%, serat kasar 37,21%, lemak kasar 1,67 % dan BETN 26,7%. Domba Ternak domba termasuk dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries (Damron, 2006). Subfamili Cuprinae berasal dari dataran tinggi di daerah pegunungan dan berkembang menjadi spesies, subspesies, varietas serta ras-ras lokal tertentu. Ternak domba dari Asia tersebar kesebelah barat antara lain Mediterania, termasuk Eropa dan Afrika serta kesebelah timur tersebar ke daerah subkontinen India dan Asia Tenggara (Devendra, 1982). Berdasarkan data statistik populasi ternak domba di Indonesia mencapai 10.392.849 ekor, populasi ini terus meningkat dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 7,6%. Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki populasi domba tertinggi yaitu 4.926.803 ekor atau 47,4% dari populasi domba nasional. Produksi daging domba di Jawa Barat sebesar 37.043 ton/tahun merupakan yang tertinggi di seluruh Indonesia, sedangkan tingkat pemotongan ternak domba dalam waktu setahun mencapai 355.413 ekor (Direktorat Jendral Peternakan, 2008). Menurut Freer (2002) domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara dan Eropa sampai ke Afrika. Di Indonesia, domba terkelompok menjadi 1. Domba ekor tipis (Javanese thin tailed). 2. Domba ekor gemuk (Javanese fat tailed) 3. Domba Priangan atau dikenal juga sebagai domba garut Domba ekor gemuk merupakan domba yang banyak terdapat di Jawa Timur, Madura serta pulau-pulau di Nusa Tenggara, di Sulawesi Selatan dikenal sebagai domba Donggala, tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang (Devendra, 1982). Ciri lain dari domba ini adalah warna bulu putih, tidak bertanduk, domba ini tahan terhadap panas dan kering, berat jantan dewasa antara 50 – 70 kg, berat badan betina dewasa 25 – 40 kg, tinggi badan pada jantan dewasa antara 60 – 65 cm, sedangkan pada betina dewasa 52 – 60 cm (Freer, 2002)
Asal-usul bangsa domba di Indonesia pada dasarnya hanya terdiri dari dua yaitu bangsa domba Ekor Tipis (DET) dan bangsa domba Ekor Gemuk (DEG) (Bradford dan Inounu, 1996). Kedua bangsa tersebut masing-masing memiliki nenek moyang yang berbeda, dimana DET diduga berasal dari India/ Bangladesh, sementara DEG diduga berasal dari daerah Asia Barat (Devendra dan McLeroy, 1982). Suparyanto (1999) menyatakan proses perjalanan pengembangan domba di Indonesia bervariasi, dimana pada daerah terisolir pola pemuliaan yang dijalankan dengan melakukan seleksi sederhana dengan mengesampingkan adanya inbreeding. Sementara pada daerah yang memiliki dinamika pembangunan, polanya mengarah pada teknik mempersilangkan domba lokal dengan bangsa lain untuk memanfaatkan sifat keunggulan heterosis dari dua bangsa yang berbeda. Bradford dan Inounu (1996) menyatakan ukuran ekor domba ekor gemuk mulai dari yang kecil hingga yang sangat gemuk tergantung dari status nutrisi dan derajat campuran persilangan dengan domba jenis lainnya pada tetuanya. Hal penting lain dari karkteristik domba ekor gemuk adalah kencenderungan yang kuat untuk merontokkan bulunya dari pada jenis domba ekor tipis. Pada awalnya proses pembudidayaan domba lebih banyak menggunakan sistem penggembalaan di padang pastura, namun sistem ini banyak terdapat kelemahan seperti area pastura yang semakin berkurang, manajemen pemeliharaan yang buruk, terlalu banyak parasit dan pendapatan yang diperoleh sedikit dan seiring dengan berkembangnya industri peternakan domba, metode pemeliharaan ternak mulai beralih ke sistem kandang (Ensminger, 2002). Konsumsi Pakan Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, apabila pakan tersebut diberikan secara ad libitum, dan tingkat konsumsi pakan dapat menggambarkan
palatabilitas
(Parakkasi,
1999).
Faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi konsumsi pakan adalah jenis kelamin, bobot badan, keaktifan tahap pertumbuhan, kondisi fisiologis ternak dan kondisi lingkungan. Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal antara lain penampilan dan bentuk pakan bau, rasa dan tekstur pakan (Church dan Pond, 1988). Menurut Bakrie et al. (1996) pola konsumsi pakan ternak memiliki kaitan dengan interaksi antara hewan dan pakan, konsumsi pakan akan mencapai maksimal
jika pakan memiliki kandungan nutrisi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh mikroba rumen dan organ tubuh ternak. Parakkasi (1999) menambahkan bahwa ternak jantan butuh lebih banyak makanan untuk hidup pokok dan aktifitas hidupnya dibadingkan dengan ternak betina. Hal ini sesuai dengan pendapat Ensminger et al. (1990) bahwa tingkat konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya bobot badan. Konsumsi pakan dapat digunakan sebagai tolak ukur dominan dalam memperkirakan asupan nutrisi yang diterima oleh ternak, jumlah kandungan nutrisi yang diterima oleh ternak setiap harinya tergantung dari kuantitas pakan yang dikonsumsi dan nutrient yang dicerna ketika melewati saluran pencernaan (Bakrie et al. 1996). Laju aliran pakan atau rate of passage dari suatu jenis bahan pakan turut mempengaruhi tingkat konsumsi pakan, laju pakan dan degradabilitas pakan yang cepat meninggalkan rumen akan membuat rumen cepat kosong sehingga ternak akan merasa lapar dan mengkonsumsi pakan lebih banyak (Pangestu et al. 2004) Martawidjaja (1985) melaporkan dalam penelitiannya bahwa pemberian konsentrat ke dalam ransum basal rumput gajah sangat nyata meningkatkan jumlah konsumsi makanan domba (P < 0,01), rata-rata konsumsi bahan kering domba yang diberi konsentrat adalah 580 g/ekor/hari atau meningkat 57% dibandingkan dengan yang tidak diberi yaitu 371 g/ekor/hari. Rianto et al. (2006) menambahkan bahwa domba yang setiap hari diberi pakan hijaun dan konsentrat menghasilkan konsumsi bahan kering harian berkisar 651 g/ekor/hari. Arifiyanti (2002) dalam penelitiannya menyatakan konsumsi bahan kering domba ekor gemuk yang diberi pakan hijauan dan konsentrat adalah 646, ± 12,8 g/ekor/hari. Pertambahan Bobot Badan Ensminger
(2002)
mengatakan
pertumbuhan
didefinisikan
sebagai
pertambahan ukuran dari tulang, otot, organ dalam, dan bagian lain dari tubuh ternak. Pertumbuhan secara normal dimulai dari saat sebelum lahir dan sesudah lahir hingga ternak mencapai ukuran tubuh dewasa. Menurut NRC (1985) pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang
diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi fisiologis ternak dan tata laksana pemeliharaan. Pada umumnya pertumbuhan domba diketahui dengan cara pengukuran terhadap bobot dan tinggi. Selain untuk mengetahui
pertumbuhan, pengukuran bobot tubuh dapat menentukan tingkat
konsumsi, efesiensi pakan dan harga (Parakkasi, 1999). Selama fase pertumbuhan kebutuhan protein dan asam amino akan tetap tinggi untuk membangun otot, dan energi dibutuhkan untuk perkembangan organ, utamanya untuk mensintesis protein dan juga untuk aktivitas harian ternak (McNamara, 2006). Mawati (2004) menyatakan dalam usaha peternakan domba, pertambahan bobot badan merupakan hal penting karena akan mempengaruhi bobot potongnya oleh karena itu untuk mencapai bobot potong maksimal diperlukan pemberian pakan tambahan berupa konsentrat selain pakan hijauan. Konsentrat merupakan pakan sumber protein yang umum dipakai oleh peternak, untuk mencapai pertambahan bobot badan ternak domba yang cukup tinggi maka konsentrat dengan kandungan protein yang tinggi mutlak diperlukan (Budisatria, 1998). Suksesnya manajemen dalam peternakan ruminansia diindikasikan melalui tingginya pertambahan bobot badan ternak, produktivitas ini dipengaruhi oleh pakan, genetik dan lingkungan, oleh karena itu pemahaman dasar mengenai pertumbuhan hewan sangat penting untuk memecahkan masalah efisiensi dalam produktivitas ruminansia (Setyawan et al. 2009). Ensminger (2002) menyatakan pengetahuan mengenai pertumbuhan dan perkembangan normal tubuh ternak dapat berguna bagi beberapa tujuan, dilihat dari segi nutrisi, kurva pertumbuhan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2 digunakan terutama sebagai standar perkiraan akan kecukupan nutrisi ternak. Kurva pertumbuhan
merupakan
pencerminan
kemampuan
suatu
individu
untuk
menampilkan potensi genetik dan sekaligus sebagai ukuran akan berkembangnya bagian-bagian tubuh sampai mencapai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan yang ada (Suparyanto et al. 2001). Setyawan et al. ( 2009) menyatakan kurva sigmoid terdiri dari beberapa bagian, antara lain fase prapubertas yang menanjak yang kemudian diikuti fase linier yang mendatar dan terakhir fase penurunan.
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Domba Menurut Ensminger (2002) Devendra (1982) dalam penelitiannya menyebutkan penggemukan domba menggunakan rasio pakan 25% hijauan dan 75% konsentrat menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 209 g/ekor/hari, pemberian pakan konsentrat dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan domba. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martawidjaja (1985), bahwa pertambahan bobot badan domba tanpa konsentrat rata-rata 18 g/ekor/hari sedangkan pemberian dengan konsentrat 71 g/ekor/hari atau meningkat 294%. Munier (2005) menyebutkan dalam penelitiannya selama periode pemeliharaan domba ekor gemuk yang hanya mengkonsumsi rumput lapang mendapatkan pertambahan bobot badan 9 g/ekor/hari. Konversi Pakan Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan bobot badan tertentu (Kasim, 2002). Aritonang et al. (2003) menyatakan konversi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi untuk meningkatkan satu kilogram bobot hidup, berdasarkan konversi pakan maka kita dapat mengetahui tingkat efisiensi penggunaan untuk pertumbuhan ternak sebagai konsekuensinya efisiensi produksi dapat diperhitungkan. Thalib et al. (2001) menyatakan konversi pakan suatu ransum bergantung pada konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot hidup harian, konsumsi bahan kering yang rendah belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi rendah atau sebaliknya konsumsi
bahan kering yang tinggi juga belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi tinggi. Menurut Bintang et al. (1999) konversi pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain kandungan gizi pakan (protein dan energi) yang lebih tinggi akan lebih efisien dalam pengolahan bahan pakan sehingga konversi pakan yang dihasilkan cenderung lebih rendah (lebih efisien), tingkat konsumsi pakan serta tingkat pertambahan bobot badan ternak. Budisatria (1996) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai konversi maka ternak tersebut tidak efisien dalam penggunaan pakan. Konversi pakan ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas ransum, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Bila kualitas pakan yang dikonsumsi ternak semakin baik maka akan diikuti dengan pertambahan bobot tubuh yang lebih tinggi dan semakin efisien penggunaan ransumnya (Pond et al. 1995). Menurut Sinaga (2002) nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahan makanan tersebut kurang efisien untuk diubah menjadi daging, dan sebaliknya semakin rendah nilai konversi ransum menunjukkan bahan makanan tersebut sangat efisien untuk diubah menjadi daging. Konversi pakan ternak ruminansia kecil, dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan
diikuti dengan
pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan pakannya (Martawidjaja et al. 1999). Yunita (2008) dalam penelitiannya menyatakan domba yang diberi pakan ransum komplit dan rumput Brachiaria humidicola akan menghasilkan nilai rataan konversi pakan sebesar 16,67. Income Over Feed Cost Analisis ekonomi sangat penting dalam usaha penggemukan domba, karena tujuan akhir penggemukan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu perhitungan yang dapat digunakan adalah Income Over Feed Cost (IOFC) yaitu pendapatan dari pemeliharaan setelah dikurangi biaya pakan selama penggemukan. Faktor yang dapat berpengaruh penting dalam perhitungan IOFC adalah pertambahan bobot badan selama pemeliharaan, konsumsi pakan dan harga pakan (Mulyaningsih, 2006). Kasim (2002) mengatakan bahwa IOFC dapat dihitung melalui pendekatan penerimaan dari nilai pertambahan bobot badan ternak dengan biaya pakan yang
dikeluarkan selama penggemukan. Wahju (1997) menyatakan faktor-faktor yang dapat berpengaruh penting dalam perhitungan ini adalah pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan harga pakan selama pemeliharaan. Pertambahan bobot badan yang tinggi belum tentu menjamin keuntungan maksimum, tetapi pertumbuhan yang baik diikuti dengan konversi pakan yang baik pula serta biaya pakan yang minimal akan mendapat keuntungan maksimal.
METODE Lokasi dan Waktu Pembuatan wafer dilaksanakan di laboratorium Industri Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Pengujian pada ternak domba dilaksanakan di peternakan Mitra Tani Farm (MT Farm), Ciampea, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan April hingga Juli 2009. Materi Ternak Ternak yang
digunakan adalah domba ekor gemuk jantan berjumlah
sembilan ekor yang sedang dalam proses penggemukan dengan rataan bobot badan awal adalah 26,39±0,69 kg dan umurnya ± 1 tahun. Ternak ini berasal dari peternakan domba di daerah Malang, Jawa Timur. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang individu berbentuk panggung dengan ukuran 100 x 40 x 100 cm. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum. Peralatan yang digunakan terdiri dari timbangan dengan kapasitas 5 kg untuk menimbang ransum dan sisanya, timbangan dengan kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot hidup domba. Pakan Penelitian Pakan ternak yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu wafer limbah sayuran dan konsentrat. Wafer limbah sayuran berbentuk kotak, padat, dengan panjang sisinya 20 cm dan ketebalan 2 cm. Jenis sayuran yang digunakan dalam penyusunan wafer adalah klobot jagung, kecambah tauge, dan daun brokoli. Limbah sayuran yang digunakan berasal dari Pasar Induk Kramat Jati. Penyusunan formulasi wafer menggunakan metode coba-coba (Trial and Error). Seluruh
ternak
diberikan
konsentrat
sebagai
pakan
utama
dalam
penggemukan. Ternak diberikan air minum ad libitum, sedangkan jumlah pakan yang diberikan kepada ternak menggunakan pedoman NRC (1985) untuk domba
penggemukan, yaitu bahan kering pakan yang diberikan sebanyak 4,3% bobot badan. Imbangan konsentrat dan wafer pakan adalah 70 : 30. Kandungan zat makanan dari limbah sayuran dan rumput lapang yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan wafer dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Zat Makanan Pakan Limbah Sayuran dan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering Jenis Sayuran Klobot Jagung Kecambah Tauge Daun Kembang Kol Daun Seledri Daun Bawang Sawi Hijau Rumput Lapang
Nilai Nutrisi Abu PK SK LK Beta-N --------------------------%-------------------------2,80 5,33 48,19 0,61 43,07 2,40 21,95 57,06 0,52 18,08 11,31 27,57 18,94 3,50 38,69 26,44 14,45 18,16 0,33 40,62 11,18 28,38 23,35 0,20 36,89 20,22 32,33 16,89 0,44 30,11 8,54 14,06 40,38 1,53 35,49
Sumber : Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan INTP 2009
Komposisi bahan makanan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan kandungan zat makanan pakan wafer dan konsentrat dapat diihat pada Tabel 4. Tabel 3. Susunan dan Komposisi Wafer Bahan Baku
Rumput Lapang Klobot Jagung
R1 R2 R3 ----------------------------%-----------------------100 50 0 0 12,5 25
Kecambah Tauge
0
25
50
Daun Kembang Kol
0
12,5
25
100
100
100
Total
Keterangan : Seluruh wafer menggunakan tambahan molases sebanyak 20 gram
Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Pakan Wafer dan Konsentrat Berdasarkan Bahan Kering Komposisi
R1 R2 R3 Konsentrat ---------------------------------------%----------------------------------
Abu
11,14
8,52
7,74
11,19
Protein Kasar
12,23
17,31
17,20
12,25
Serat Kasar
41,12
37,28
34,83
16,75
Lemak Kasar
1,96
1,91
1,06
1,15
Beta-N
33,55
34,98
39,17
54,92
Keterangan : Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2009) R1 : Wafer (100% rumput lapang) + konsentrat R2 : Wafer (50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar) + konsentrat R3 : Wafer (100% limbah sayuran pasar) + konsentrat
Bentuk fisik ketiga jenis wafer limbah sayuran yang digunakan pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk Fisik Wafer Limbah Sayuran Pasar Metode Perlakuan Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis, yaitu: R1 = Wafer pakan (100% rumput lapang ) + Konsentrat R2 = Wafer pakan (50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar) + Konsentat R3 = Wafer pakan (100% limbah sayuran pasar) + Konsentrat Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan, dan model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :
Xij = µ + τi + εij Keterangan : Xij
= Variabel hasil pengamatan
µ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i (0,1,2,3)
εij
= Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Analisis data untuk percobaan ini menggunakan ANOVA (sidik ragam) dan jika berbeda nyata di uji dengan uji jarak Duncan. Peubah yang Diamati 1. Konsumsi Pakan Konsumsi pakan dihitung dari jumlah pakan harian yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan harian. Konsumsi Pakan = P0 - Px Keterangan : Po = Pakan yang diberikan (g) Px = Pakan sisa (g) 2. Pertambahan Bobot Badan Harian (gram/ekor/hari) Pertambahan bobot badan domba dapat diketahui dari selisih antara penimbangan bobot badan hidup pada akhir penelitian dan di awal penelitian PBBH (g/hari) =
Bobot Badan Awal (g) – Bobot Badan Akhir (g) Lama Penggemukan (hari)
Konversi Pakan Konversi pakan dihitung dari jumlah pakan yang dikonsumsi dibagi pertambahan bobot badan. Konversi Pakan
= KPT / PBBT
Keterangan : KPT = Konsumsi Pakan Total (g) PBBT = Pertambahan Bobot Badan Total (g) 3. Income Over Feed Cost Pendapatan
yang diperoleh
setelah
dikurangi
pemeliharaan. IOFC = (Harga jual – Harga beli) – Biaya Pakan
biaya pakan
selama
Prosedur Persiapan Sebelum penelitian kandang dipersiapkan dengan pembuatan dinding pemisah dan tempat pakan, kemudian dibersihkan. Domba jantan sebanyak 9 ekor dimasukkan ke dalam kandang individu. Ternak domba akan melalui masa adaptasi pakan wafer selama 1 minggu dengan cara mengganti rumput lapang dengan wafer limbah sayuran secara bertahap sebagai sumber hijauan, sedangkan jumlah pemberian konsentrat tidak mengalami perubahan. Pembuatan Wafer Limbah Sayuran Tahapan pembuatan wafer limbah sayuran adalah sebagai berikut : a.
Limbah sayuran (klobot jagung, kecambah tauge, dan daun brokoli) serta rumput lapang dipotong menggunakan mesin chopper.
b.
Pengeringan Limbah sayuran serta rumput lapang dengan sinar matahari selama 5 hari.
c.
Penggilingan limbah sayuran serta rumput lapang.
d.
Pencampuran limbah sayuran dan rumput lapang sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan, disertai dengan penambahan molases hingga homogen.
e.
Wafer yang telah dicampur sebanyak 400 gram dimasukkan dalam cetakan berbentuk segi empat, setelah itu dilakukan pengempaan selama 10 menit
f.
Pengkondisian lembaran wafer selama 24 jam, dibiarkan pada udara terbuka (suhu kamar).
Tahapan alur proses pembuatan wafer dapat dilihat pada Gambar 4. Pemeliharaan Ternak domba di beri pakan 2 kali sehari, yaitu pemberian pakan wafer pada pagi hari (06.00 WIB) dan pakan konsentrat pada siang hari (12.00 WIB). Pemberian wafer sebanyak 400 gram/ekor/hari, sedangkan pemberian konsentrat sebanyak 1 kg/ekor/hari. Pakan yang diberikan berdasarkan kebutuhan total bahan kering, yaitu 4,3 % dari bobot badan (NRC, 1985). Lama penggemukan domba pada penelitian ini adalah 6 minggu. Sisa pakan dari pemberian sebelumnya ditimbang dan tidak diberikan lagi. Pemberian air minum dilakukan ad libitum. Penimbangan domba dilakukan seminggu sekali.
Limbah Sayuran dan Rumput Lapang
Analisa Bahan Baku Pakan
Pemotongan
Pengeringan
Formulasi Pakan
Penggilingan
Pencampuran
Pemadatan dengan mesin kempa
Pengkondisian
Wafer Limbah Sayuran Pasar
Analisa Pakan
Gambar 4. Tahapan Proses Pembuatan Wafer Limbah Sayuran Pasar
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering Tingkat konsumsi pakan dapat menentukan kadar nutrien dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya bobot badan (Ensminger et al. 1990). Rataan konsumsi bahan kering pakan pada penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Konsumsi Bahan Kering Perlakuan
Konsumsi Bahan Kering R1
R2
R3
-------------------------g/ekor/hari-----------------------Wafer Konsentrat Total Bahan kering
80,23±17,83 792,88±16,42 873,10±7,73b
234,30±61,78 800,71±7,08 1035,01±56,90a
236,65±51,36 743,17±41,67 979,83±91,71ab
Keterangan : Superskrip a dan b pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) R1 : Wafer (100% rumput lapang) + konsentrat R2 : Wafer (50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar) + konsentrat R3 : Wafer (100% limbah sayuran pasar) + konsentrat
Pada penelitian ini konsumsi bahan kering ternak berbeda nyata (P < 0,05). Rataan konsumsi bahan kering domba yang paling tinggi dimiliki oleh R2 sebanyak 1035,01 ± 56,90 g/ekor/hari dan yang paling rendah adalah R1 sebanyak 873,10±7,73 g/ekor/hari. Konsumsi bahan kering R1 berbeda nyata dengan R2, sedangkan R3 tidak berbeda nyata dengan R1 dan R2. Hal ini berarti penggunaan limbah sayuran dalam bentuk wafer sebagai sumber hijauan ternak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering harian domba, dimana domba yang mendapat ransum wafer limbah sayuran memiliki konsumsi bahan kering yang lebih tinggi dari pada domba yang mendapat wafer rumput lapang. Peternakan rakyat tempat penelitian ini dilaksanakan, yaitu di peternakan MT Farm biasanya menggunakan rumput lapang segar dan konsentrat sebagai pakan utama dalam usaha penggemukan
domba ekor gemuk jantan. Jumlah konsumsi bahan kering harian pakan yang tercatat pada peternakan ini adalah berkisar dari 745,34 – 912,62 g/ekor/hari. Jumlah konsumsi bahan kering harian pada penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan penelitian lainnya. Arifiyanti (2002) melaporkan dalam penelitiannya bahwa konsumsi bahan kering domba ekor gemuk yang diberi pakan hijauan dan konsentrat adalah 646,0 ± 12,80 g/ekor/hari, sedangkan Rianto et al. (2006) menyatakan domba yang setiap hari diberi pakan hijaun dan konsentrat menghasilkan konsumsi bahan kering harian berkisar 651 g/ekor/hari. Bila dibandingkan dengan NRC (1985) jumlah konsumsi bahan kering penelitian ini lebih rendah, di dalam NRC disebutkan domba pada fase penggemukan dengan bobot badan kurang lebih 30 kg akan mengkonsumsi bahan kering sebanyak 4,3% atau 1300 g/ekor/hari. Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh iklim dan jenis domba yang berbeda yang digunakan. Hasil grafik konsumsi bahan kering pada Gambar 5 menunjukkan bahwa konsumsi domba setiap perlakuan secara umum meningkat tetapi tidak disetiap minggunya, hal ini berlaku pada seluruh perlakuan. Ransum R1 meningkat konsumsinya pada minggu kedua, sedangkan diminggu selanjutnya menurun hingga meningkat kembali diminggu keenam.
Gambar 5. Grafik Konsumsi Bahan Kering Mingguan R2 mengalami peningkatan konsumsi dari minggu kedua hingga minggu ketiga, namum menurun di minggu keempat dan meningkat lagi pada minggu kelima dan keenam. R3 mengalami peningkatan konsumsi berturut-turut dari minggu kedua
hingga minggu keempat, namun menurun diminggu kelima dan meningkat lagi diminggu keenam. Meningkatnya konsumsi bahan kering dari minggu awal hingga minggu akhir turut dipengaruhi oleh pertambahan bobot badan setiap domba, sesuai dengan pernyataan Ensminger et al. (1990) yang menyatakan konsumsi akan meningkat seiring dengan pertambahan bobot badan karena adanya peningkatan kapasitas saluran pencernaan ternak. Berdasarkan grafik tersebut perkembangan konsumsi bahan kering pada R2 dan R3 terlihat lebih baik daripada R1. Hal ini dipengaruhi oleh kualitas kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi oleh domba. Wafer limbah sayuran pada R2 dan R3 memiliki kandungan protein sebesar 17,31% dan 17,2%, sedangkan kandungan protein wafer rumput R1 adalah 12,23%, sesuai dengan pernyataan Martawidjaja (1985) bahwa daya konsumsi makanan oleh ternak dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain kualitas pakan dan struktur pakan. Pakan yang rendah kandungan proteinnya dan halus strukturnya dapat menghambat perkembangan dan aktivitas mikroorganisme pencernaan di dalam rumen. Pakan yang cukup kandungan proteinnya, akan lebih cepat dicerna oleh mikroorganisme rumen, sehingga laju pencernaan makanan di dalam rumen akan lebih cepat pula. Hal ini menyebabkan ruangan rumen lebih cepat kosong sehingga memungkinkan untuk menambahkan makanan yang baru. Dengan demikian pakan yang cukup kandungan protein dan lebih halus ukuran strukturnya dalam hal ini konsentrat dan wafer, dapat meningkatkan jumlah konsumsi makanan. Konsumsi Protein Protein merupakan zat makanan yang penting bagi pertumbuhan ternak dan juga merupakan bagian terpenting dari jaringan-jaringan tubuh hewan. Protein tersusun dari rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida (McNamara, 2006). Protein yang masuk ke saluran pencernaan akan dipecah menjadi beberapa jenis asam amino, kemudian asam amino tersebut akan masuk ke saluran darah. Asam amino tersebut digunakan untuk mensintesis protein yang dibutuhkan oleh hewan untuk hidup. Fungsi protein yang paling utama adalah menghasilkan enzim yang akan mengkatalist berbagai reaksi kimia dalam tubuh hewan, protein juga menghasilkan hormon penting yang mengatur respirasi, penyaluran nutrient dalam saluran darah,
pertumbuhan dan reproduksi. Oleh karena itu bila hewan mengalami defisiensi protein maka akan mengganggu pertumbuhan dan pembentukan jaringan tubuh hewan tersebut. Konsumsi protein kasar domba pada penelitian ini bisa dilihat pada Tabel 6. Rataan konsumsi protein kasar total perhari dari masing-masing perlakuan berkisar dari 138,64±10,09 g/ekor/hari hingga 106,94±0,95 g/ekor/hari. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi protein kasar harian domba. Tabel 6. Konsumsi Protein Kasar Perlakuan
Rataan ----------------g/ekor/hari---------------
R1
106,94±0,95a
R2
138,64±10,09b
R3
131,74±13,75b
Keterangan : Superskrip a dan b pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) R1 : Wafer (100% rumput lapang) + konsentrat R2 : Wafer (50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar) + konsentrat R3 : Wafer (100% limbah sayuran pasar) + konsentrat
Konsumsi protein kasar harian R1 berbeda nyata dengan R2 dan R3, sedangkan R2 dan R3 tidak berbeda nyata. Hal ini berarti penggunaan limbah sayuran dalam bentuk wafer sebagai sumber hijauan ternak berpengaruh terhadap konsumsi protein harian kasar harian domba, dimana domba yang mendapat pakan wafer limbah sayuran memiliki konsumsi protein kasar harian yang lebih tinggi dari pada domba yang mendapat pakan wafer rumput lapang. Pemberian wafer yang mengandung limbah sayuran dan rumput lapang pada R2 memiliki kecenderungan konsumsi protein kasar harian yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil ini kemungkinan disebabkan oleh dua hal, pertama adalah kandungan protein kasar wafer R2 adalah yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lain sehingga jumlah protein kasar yang dapat dikonsumsi oleh ternak akan semakin banyak, kedua adalah R2 memiliki kecenderungan rataan konsumsi bahan kering harian yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya sehingga jumlah protein kasar yang terkandung di dalam bahan kering pakan akan lebih banyak dikonsumsi oleh ternak.
Berdasarkan standar NRC (1985) pada domba dengan bobot 20 - 30 kg dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 295 g/ekor/hari – 300 g/ekor/hari membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 167 g/ekor/hari – 191 g/ekor/hari, dan bila dibandingkan antara NRC dan hasil penelitian ini maka jumlah konsumsi protein kasar harian ternak domba masih dibawah standar NRC.
Gambar 6. Grafik konsumsi Protein Kasar Mingguan Grafik konsumsi protein kasar ternak domba selama periode pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 6. Melihat rataan konsumsi protein kasar pada grafik dapat diartikan bahwa seluruh perlakuan mengalami peningkatan konsumsi protein kasar dari awal hingga akhir periode pemeliharaan. Perlakuan yang memiliki rataan paling tinggi adalah R2 sedangkan yang paling rendah adalah R1. Ketiga perlakuan sama-sama mengalami peningkatan konsumsi protein kasar pada minggu kedua. R1 dan R2 sama-sama mengalami penurunan konsumsi protein kasar pada minggu ke 4 kemudian meningkat hingga minggu ke 6, sedangkan konsumsi protein kasar R3 mengalami peningkatan terus tiap minggunya dan hanya mengalami sedikit penurunan pada minggu ke 5. Bila dibandingkan dengan grafik konsumsi bahan kering pakan maka dapat dilihat bahwa laju peningkatan dan penurunan konsumsi protein kasar selaras dengan konsumsi bahan kering pakan. Konsumsi Total Digestible Nutrient (TDN) TDN merupakan sebuah nilai perkiraan dari kandungan energi suatu pakan yang akan dikonsumsi oleh hewan. Perry et al. (2003) menyatakan nilai TDN suatu
bahan pakan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain (1) presentase bahan kering dari pakan tersebut : air yang terkandung dalam pakan tidak berkontribusi terhadap nilai TDN, dengan semakin banyak air maka kandungan nutrient pakan akan kecil begitu pula dengan nilai TDN pakan, (2) bahan kering pakan yang dapat dicerna : hanya bahan kering tercerna yang memiliki nilai TDN, meskipun bahan kering tersebut memiliki kandungan nutrisi dan energi tinggi tetapi jika tidak dapat dicerna maka bahan kering tersebut tidak memiliki nilai TDN, (3) jumlah bahan mineral dalam kecernaan bahan kering : mineral tidak memiliki nilai TDN, (4) jumlah lemak dalam bahan kering yang dapat dicerna : semakin tinggi kandungan lemak pakan maka semakin tinggi pula nilai TDN pakan. Hasil dari perhitungan berdasarkan rumus Hartadi et al. (1997) diketahui kandungan TDN dalam ransum penelitian yang digunakan, yaitu wafer R1 sebesar 11,32%, wafer R2 sebesar 22,94%, wafer R3 sebesar 33,1% dan konsentrat sebesar 40,64%. Rataan konsumsiTDN pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil uji lanjut pada rataan konsumsi TDN ransum menunjukkan
bahwa perlakuan
berpengaruh nyata terhadap konsumsi TDN. Tabel 7. Konsumsi TDN Perlakuan
Rataan
R1
----------------g/ekor/hari--------------331,31±4,93b
R2
379,16±12,27a
R3
380,36±33,45a
Keterangan : Superskrip a dan b pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) R1 : Wafer (100% rumput lapang) + konsentrat R2 : Wafer (50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar) + konsentrat R3 : Wafer (100% limbah sayuran pasar) + konsentrat
Konsumsi TDN harian R1 berbeda nyata dengan R2 dan R3, sedangkan R2 dan R3 tidak berbeda nyata. Hal ini berarti penggunaan limbah sayuran dalam bentuk wafer sebagai sumber hijauan ternak berpengaruh terhadap konsumsi TDN harian harian domba, dimana domba yang mendapat pakan wafer limbah sayuran memiliki konsumsi TDN harian yang lebih tinggi dari pada domba yang mendapat pakan wafer rumput lapang. Konsumsi TDN pada penelitian ini berkisar dari 380,36±33,45
g/ekor/hari hingga 331,31±4,93 g/ekor/hari. Pemberian wafer yang mengandung limbah sayuran dan rumput lapang pada R3 memiliki kecenderungan konsumsi TDN harian yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan konsumsi TDN pada tiap perlakuan antara lain konsumsi bahan kering dari pakan tersebut dan nilai TDN yang terkandung dari pakan tersebut. Nilai kandungan TDN wafer pada R3 adalah yang paling tinggi, yaitu 33,1% sehingga akan mempengaruhi jumlah konsumsi TDN harian ternak. Rianto et al. (2006) menyatakan konsumsi TDN dihitung dari persen nutrisi pakan yang dapat dicerna, sehingga dengan adanya perbedaan nyata pada konsumsi dan kecernaan nutrisi pakan menyebabkan konsumsi TDN juga berbeda nyata. Grafik rataan konsumsi TDN mingguan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Konsumsi TDN Mingguan Kisaran konsumsi TDN berdasarkan NRC (1985), yaitu domba berbobot 2030 kg dengan pertambahan bobot badan 250 - 295 g/ekor/hari akan mengkonsumsi TDN 800 - 940 g/ekor/hari, bila standar NRC tersebut dibandingkan dengan hasil penelitian ini maka dapat diketahui bahwa konsumi TDN ransum penelitian ini belum mencukupi standar NRC. Perbedaan ini dimungkinkan adanya faktor genetik dan iklim yang digunakan dalam penelitian.
Pertambahan Bobot Badan Ensminger
(2002)
mengatakan
pertumbuhan
didefinisikan
sebagai
pertambahan ukuran dari tulang, otot, organ dalam, dan bagian lain dari tubuh ternak. Menurut NRC (1985), pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi fisiologis ternak dan tata laksana. Rataan pertambahan bobot badan dapat dilihat pada Tabel 8. Rataan pertambahan bobot badan harian domba pada penelitian ini berkisar dari 110,71 g/ekor/hari hingga 137,30 g/ekor/hari. Berdasarkan hasil analisis uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan harian domba. Hal ini berarti penggunaan limbah sayuran dalam bentuk wafer pakan sebagai sumber hijauan ternak tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian domba. Tabel 8. Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Perlakuan
Rataan ----------------g/ekor/hari---------------
R1
110,71±5,45a
R2
137,30±6,92a
R3
126,98±34,55a
Keterangan : Superskrip a dan b pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) R1 : Wafer (100% rumput lapang) + konsentrat R2 : Wafer (50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar) + konsentrat R3 : Wafer (100% limbah sayuran pasar) + konsentrat
Peternakan rakyat tempat penelitian ini dilaksanakan, yaitu di peternakan MT Farm biasanya menggunakan rumput lapang segar dan konsentrat sebagai pakan utama dalam usaha penggemukan domba ekor gemuk jantan. Pertambahan bobot badan harian yang tercatat pada peternakan ini adalah berkisar dari 71,67 – 80,42 g/ekor/hari. Hasil pertambahan bobot badan penelitian ini lebih besar bila dibandingkan penelitian lain, seperti yang dilaporkan oleh Rianto et al. (2006) yang menguji produktivitas domba dengan pakan hijauan dan konsentrat secara ad libitum mendapatkan hasil pertambahan bobot badan sebesar 44 gram/hari. Hasil tidak jauh berbeda di dapatkan oleh Arifin et al. (2006) pada penelitian yang memberikan rumput gajah dan pakan tambahan kepada ternak domba memberikan hasil
pertambahan bobot badan sebesar 40,62 g/ekor/ hari. Martawidjajda (1985) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan domba tanpa konsentrat dan hanya mengkosumsi rumput rata-rata 18 g/ekor/hari sedangkan pemberian dengan konsentrat 71 g/ekor/hari atau meningkat 294%. Bila dibandingkan dengan penelitian dari negara lain hasil pertambahan bobot badan harian pada penelitian ini lebih rendah. Seperti yang disebutkan oleh Devendra (1982) dalam penelitian tentang domba dengan pemberian pakan 75% konsentrat dan 25% rumput lapang memiliki pertambahan bobot badan harian sebesar 209 g/ekor/hari. Grafik perkembangan bobot badan mingguan domba pada Gambar 8 menunjukkan bahwa secara umum ketiga perlakuan meningkatkan bobot badan ternak domba, walaupun peningkatan yang dialami setiap perlakuan berfluktuasi sifatnya setiap minggu. Pertambahan bobot badan akhir yang dicapai selama periode pemeliharaan ternak, yaitu sebesar 465 kg untuk R1, R2 mengalami kenaikan sebesar 5,7 kg, dan R3 mengalami kenaikan 5,3 kg.
Gambar 8. Perkembangan Bobot Badan Domba Bila grafik hasil perkembangan bobot badan pada penelitian ini dibandingkan dengan kurva pertumbuhan domba yang diberikan oleh Ensminger (2002) memang terdapat perbedaan. Menurut kurva Ensminger domba dengan umur 1 tahun atau 50 minggu memiliki kisaran bobot badan sebesar 40 - 50 kg, sedangkan pada penelitian ini bobot badan ternak domba berada pada kisaran 30 kg. Perbedaan ini disebabkan
oleh perbedaan bangsa ternak domba yang digunakan, ransum yang diberikan, dan lingkungan pemeliharaan ternak domba, namun bila kurva tersebut dijadikan sebagai referensi pertumbuhan ternak maka grafik penelitian ini masih dapat meningkat lagi seiring dengan meningkatnya pertambahan bobot badan ternak pada periode pemeliharaan yang lebih panjang. Konversi Pakan Aritonang et al. (2003) menyatakan konversi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi untuk meningkatkan satu kilogram bobot hidup. Konversi pakan khususnya ternak ruminansia kecil dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi maka nilai konversi pakan akan semakin rendah dan akan semakin efisien pakan yang digunakan (Pond et al. 1995). Konversi pakan bergantung pada konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot hidup harian. Konsumsi bahan kering yang rendah belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi rendah atau sebaliknya konsumsi bahan kering yang tinggi juga belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi tinggi (Thalib et al. 2001). Bagi peternak domba nilai konversi pakan yang kecil merupakan salah satu tujuan utama dalam program penggemukan. Konversi menunjukkan kemampuan ternak dalam mengubah pakan yang dikonsumsi menjadi daging. Semakin rendah nilai konversi maka semakin tinggi kemampuan ternak mengubah pakan menjadi daging. Bila nilai konversi yang rendah tercapai maka keuntungan pendapatan yang diperoleh peternak akan tinggi. Rataan konversi pakan disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Konversi pakan Perlakuan
Rataan
R1
9,20±0,51a
R2
8,79±0,65a
R3
9,23±2,23a
Keterangan : Superskrip a dan b pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) R1 : Wafer (100% rumput lapang) + konsentrat R2 : Wafer (50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar) + konsentrat R3 : Wafer (100% limbah sayuran pasar) + konsentrat
Berdasarkan data pada Tabel 9 rataan konversi pakan tiap perlakuan tidak berbeda jauh. Hasil analisis uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konversi pakan (P<0,05), kisaran konversi pakan penelitian ini adalah 8,79 ± 0,65 hingga 9,23 ± 2,23. Konversi
pakan
yang
tidak berbeda nyata pada penelitian ini dipengaruhi oleh pertambahan bobot badan domba yang tidak berbeda nyata juga. Bintang et al. (1999) dan Sinaga (2002) turut menyatakan hal serupa, yaitu salah satu faktor yang mempengaruhi nilai konversi pakan adalah pertambahan bobot badan harian ternak tersebut. Hasil rataan konversi pakan pada penelitian ini masih lebih rendah bila dibandingkan hasil laporan Yunita (2008) dalam penelitiannya yang menyebutkan domba yang diberi ransum komplit dan rumput Brachiaria humidicola akan menghasilkan nilai rataan konversi pakan sebesar 16,67. Bila dibandingkan dengan konversi pakan standar NRC (1985) untuk ternak domba yang bernilai 4 maka rataan konversi pakan dalam penelitian ini masih terlalu tinggi. Menurut Yunita (2008) hal ini disebabkan perbedaan iklim di Indonesia yang beriklim tropis dengan standar NRC yang didasarkan dengan iklim subtropis merupakan salah satu penyebab perbedaan standar nilai konversi pakan, kebutuhan nutrisi di daerah tropis cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan subtropis. Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost adalah salah satu cara untuk menghitung pendapatan yang diterima oleh peternak. Pendapatan merupakan salah satu tujuan utama dalam peternakan yang melakukan transaksi jual beli hewan ternak, dengan mengetahui jumlah pendapatan yang diterima maka seorang peternak dapat mengetahui apakah biaya pakan yang dikeluarkan selama pemeliharaan ternak cukup ekonomis atau tidak. Secara sederhana perhitungan IOFC adalah pendapatan dari penjualan ternak dikurangi biaya pakan. Komponen utama yang diperhatikan dari perhitungan ini adalah harga jual domba, harga beli bakalan dan biaya pakan. Faktor penting lain yang mempengaruhi nilai IOFC antara lain jumlah konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Besarnya keuntungan yang diperoleh perhitungan IOFC dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Perhitungan IOFC Perlakuan
Harga Jual/Domba
Harga Beli/ Domba
Biaya Pakan
IOFC
R1
Rp 765.500
Rp 598.000
Rp 67.875
Rp 99.125
R2
Rp 805.000
Rp 607.200
Rp 81.450
Rp 116.350
R3
Rp 802.500
Rp 616.400
Rp 73.350
Rp 112.530
Besarnya keuntungan yang diperoleh menurut perhitungan IOFC adalah selisih antara pendapatan penjualan domba dikurangi biaya pakan yang dikeluarkan selama proses pemeliharaan. Biaya-biaya lain yang dikeluarkan selama proses pemeliharaan ternak tidak diperhitungkan dalam sistem IOFC. Harga bakalan yang dibeli pada awal periode pemeliharaan adalah Rp 23.000/kg, sedangkan harga jual domba setelah periode pemeliharaan adalah Rp 27.000/kg. Pendapatan penjualan domba diperoleh dari selisih antara harga jual domba dikurangi harga beli bakalan, bobot badan rata-rata bakalan yang digunakan pada awal pemeliharaan antara lain R1 26 kg, R2 26,4 kg, dan R3 26,8 kg. Bobot badan rata-rata pada akhir periode pemeliharaan antara lain R1 30,6 kg, R2 32,2 kg, dan R3 32,1 kg. Pengeluaran biaya pakan selama proses pemeliharaan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi pakan selama 42 hari pemeliharaan dikali harga pakan per kilogram. Konsumsi pakan rata-rata setiap perlakuan yaitu, R1 mengkonsumsi 3,875 kg wafer dan 38,82 kg konsentrat, R2 mengkonsumsi 11,33 kg wafer dan 39,2 kg konsentrat, R3 mengkonsumsi 10,86 kg wafer dan 36,38 kg konsentrat. Penelitian ini menggunakan dua jenis pakan yaitu wafer dan konsentrat, harga untuk setiap jenis pakan adalah, Rp 2.500/kg untuk wafer R1, Rp 2.000/kg untuk wafer R2, Rp 1.750/kg untuk wafer R3 dan Rp 1.500/kg untuk konsentrat. Nilai IOFC dihitung berdasarkan pendapatan penjualan domba dikurangi biaya pakan, dapat dilihat pada Tabel 10 nilai IOFC untuk setiap perlakuan adalah R1 Rp 99.125, R2 Rp 116.350, dan R3 Rp 112.530. Dengan melihat nilai IOFC pada setiap perlakuan dapat disimpulkan bahwa R2 mendapatkan nilai IOFC yang paling tinggi sedangkan R1 mendapatkan nilai IOFC yang paling rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain R2 menggunakan wafer pakan yang harganya lebih murah daripada R1, tingginya jumlah konsumsi harian R2 sejalan
dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan setiap ekor ternak. Sebaliknya pada R1 mempunyai nilai IOFC yang paling rendah. Hal ini disebabkan karena R1 menggunakan wafer pakan yang harganya lebih mahal daripada perlakuan lainnya, selain itu konsumsi pakannya adalah yang paling rendah sehingga pertambahan bobot badan ternaknya juga adalah yang paling rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian pemberian wafer limbah sayuran pasar kepada ternak domba menunjukkan hasil penggunaan wafer limbah sayuran dapat menjadi pengganti rumput lapang sebagai sumber hijauan pada usaha peternakan domba ditinjau dari peubah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan IOFC. Saran Berdasarkan hasil pengamatan di peternakan domba, ternak
yang
mengkonsumsi wafer limbah sayuran pasar membutuhkan waktu untuk beradaptasi mengenal jenis pakan baru. Penggunaan konsentrat sebagai pakan utama ternak domba dapat meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjut tentang wafer komplit limbah sayuran.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan segala limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc. sebagai dosen pembimbing utama dan Ir. Lilis Khotijah, M.Si. sebagai dosen pembimbing anggota atas segala bimbingannya selama penelitian hingga penulisan skripsi. Sembah bakti dan ucapan terima kasih yang tulus dan tak terkira penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Ayahanda Rudi Karyawan, Ibunda Helmia, adikku Maretha Putriany yang selalu mencurahkan kasih sayang tiada henti, do’a, kesabaran, dukungan moril dan materil yang diberikan kepada penulis dan tak lupa Fathimah As Sa‘adah yang selalu setia berada di sisiku. Semoga penulis dapat memenuhi harapan dan memberikan yang terbaik. Amin. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mbak Wenny S.Pt, ibu Andi, pak Yudi dan mas Chaerul dari Kantor Pasar Induk yang telah membantu dari proses awal penelitian di Pasar Induk Kramat Jati hingga penulisan skripsi ini. Penulis turut mengucapkan terima kasih kepada peternakan MT Farm terutama kepada mas Amrul S.Pt dan mas Budi S.Pt yang sangat berbaik hati menyediakan tempat tempat penelitian dan membantu selama penelitian. Terima kasih atas segala bantuan seluruh staf di Laboratorium Industri Makanan Ternak, yaitu mang Wardi, pak Atib, pak Hadi dan mbak Anis yang telah membantu pada penelitian ini. Penulis tidak lupa turut mengucapkan terima kasih kepada teman penelitian Fieta, yang memberikan bantuan dan kerjasamanya untuk penulisan skripsi ini. Penulis berterimakasih kepada seluruh teman-teman INTP 42 atas persaudaraan yang telah diberikan selama 3 tahun dan membuat masa kehidupan di kampus menjadi sangat berharga, semoga silahturahmi kita tidak terputus sampai disini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Februari 2010 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Apriadji, W. H. 1990. Memproses Sampah. Penebar Swadaya Masyarakat, Jakarta. Arifin, M., H. Kurniawan, dan A. Purnomoadi. 2006. Respon komposisi tubuh domba lokal terhadap tata waktu pemberian hijauan dan pakan tambahan yang berbeda. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Vet. 371 - 375 Arifiyanti, L. 2002. Daun bawang merah sebagai hijauan substitusi rumput lapang pada ternak domba ekor gemuk lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aritonang, D., T. Roefiah, T. Pasaribu, dan Y. C. Raharjo. 2003. Laju pertumbuhan kelinci rex, satin dan persilangannya yang diberi Lactosym dalam sistem pemeliharaan intensif . J. Ilmu Ternak dan Vet. 8 (3) : 164 – 169. ASAE Standard. 1994. Wafers, pellet, and crumbels - definition and methods for determining specific weight, durability and moisture content. in McEllhiney, R. R (Eds). Feed manufacturing technology IV. American Feed Industry IV. Bakrie, B., J. Hogan, J. B. Liang, A. M. M. Tareque, and R. C. Upadhyay. 1996. Ruminant Nutrition and Production in the Tropics and Subropics. Australian Center for International Agricultural Research, Canberra. Bintang, I. A. K., A. P Sinurat, T. Murtisari, T. Pasaribu, T. Purwadaria, dan T. Haryati. 1999. Penggunaan bungkil inti sawit dan produk fermentasinya dalam ransum itik sedang bertumbuh. J. Ilmu Ternak dan Vet. 4 (3) : 179 185 Bradford, G. E., dan I. Inounu. 1996. Prolific breeds of Indonesia. M. H. Fahmy (Ed). Prolific Sheep. CAB International. University Press, Cambridge. Budisatria, I.G.S. 1996. Pengaruh cara pemberian daun lamtoro dalam bentuk segar dan bentuk tepung terhadap penampilan domba. Bulletin Peternakan. 20: 2836. Budisatria, I.G.S. 1998. The effect of urea and molasses addition to the diet on the performance of male local sheep. Buletin Peternakan. 22 (4) : 180 – 186. Church, D.C. and W. G. Pond . 1988. Basic Animal and Feeding. John Willey and Son, New York. Damron, W. Stephen 2006. Introduction to Animal Science: Global, Biological, Social and Industry Perspectives 3rd Ed. Pearson Education, New Jersey. Devendra, C. and G. B. Mc Leroy. 1982. Goat and Sheep Poduction in the Tropics. Longman Group Ltd, Singapore. Dinas
Peternakan Jawa Barat. 2009. Data statistik peternakan 2008. http://www.disnak.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenuAuto&idMe nuKiri=709&idMenu=796. Html. [10 November 2009].
Ensminger, M. E., J . E. Oldfield, and W.W. Heinemann, 1990. Feed and Nutrition. The Ensminger Publishing Company, California.
Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat Science. Interstate Publisher Inc, Illinois. Freer. and H. Dove. 2002. Sheep Nutrition. Cabi Publishing, New York. Hadiwiyoto. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Indayu, Jakarta. Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, and A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hasanuddin, A., S. Hasan, dan S. Nompo. 2002. Kandungan bahan kering dan bahan organik rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang difermentasi dengan starbio dan urea pada lama penyimpanan berbeda. Buletin Nutrisi dan Makanan ternak. 3 (2) : 25 - 32 Kantor Pasar Induk Kramat Jati. 2009. Data pasokan sayuran dan buah-bahan tahun 2009. Jakarta. Kasim. 2002. Performans domba lokal yang diberi ransum komplit berbahan baku jerami padi dan onggok yang mendapat perlakuan cairan rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Litbang Departemen Pertanian. 2009. Pemanfaatan limbah sayuran dan buah-buahan sebagai pupuk organik cair dan pakan ternak. http://jakarta.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view= article&id=30:pemanfaatan-limbah-sayuran-dan-buah-buahan-sebagaipupuk-organik-cair-dan-pakan-ternak-2007-&catid=13:pertanian&Itemid=24. Html. [10 November 2009]. Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies 3rd Ed. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Manley, D. 2001. Biscuit, Cracker and Cookie Recipe for the Food Industry. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Martawidjaja, M. 1985. Pengaruh musim terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan domba. J. Ilmu dan Peternakan. 2 (4): 163-166. Martawidjaja, M., B. Setiadi, dan S. S. Sitorus, 1999. Pengaruh tingkat proteinenergi ransum terhadap kinerja produksi kambing kacang muda. J. Ilmu Ternak dan Vet. 4 (3) : 167 - 172 Mawati, S., E. Warastuty, dan A. Purnomoadi. 2004. Pengaruh pemberian ampas tahu terhadap potongan komersial karkas domba lokal jantan. J. Ilmu dan Peternakan. 29 (3) : 172 – 177. McNamara, J. P. 2006. Principles of Companion Animal Nutrition. Pearson Prentice Hall, New Jersey. Mulyaningsih, T. 2006. Penampilan domba ekor tipis (Ovies aries) jantan yang digemukkan dengan beberapa imbangan konsentrat dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor Munier, F. F., M. Rusdi, D. Bulo, Saidah, dan F. N. Fahmi. 2005. Kajian sistem usaha tani integrasi domba ekor gemuk dan tanaman kacang tanah di wilayah Poor Farmer. Pros Seminar Nasional Teknologi Peternakan Vet. 521 - 529
National Research Council. 1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6th Revised Ed. National Academy Press, Washington. Ngadiyono, N., H. Hartadi, M. Winugroho, dan D. D. Siswansyah. 2001 . Pengaruh pemberian bioplus terhadap kinerja sapi madura di Kalimantan Tengah. J. Ilmu Ternak dan Vet. 6 (2) : 69 – 75. Noviagama, V. R. 2002. Penggunaan tepung gaplek sebagai bahan perekat alternatif dalam pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pangestu, E., L. A. Sofjan, W. Manalu, T. Toharmat, dan S. Tarigan, 2004. Penampilan produksi dan status zn pada domba yang mendapatkan tambahan pakan limbah agroindustri. J. of Indonesian Animal Agruculture. 29 (4) : 194 – 200. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Perry, T. W., A. E. Cullison, and R. S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding 6th Ed. Prentice Hall, New Jersey. Pond, W.G., D.C. Church and K.R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding 4th Ed. John Wiley and Sons, New York. Punto, Ria. 2009. Melumat sampah. http://bandarsampah.blogdetik.com/files/2009. HTML. [ 15 Februari 2010]. Rianto , E., D. Anggalina, S. Dartosukarno, dan A. Purnomoadi, 2006. Pengaruh metode pemberian pakan terhadap produktivitas domba ekor tipis. Pros Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Vet. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. 361-365 Rusmana, D., Abun, dan D. Saefulhadjar. 2007. Pengaruh pengolahan limbah sayuran secara mekanis terhadap kecernaan dan efisiensi penggunaan protein pada ayam kampung super. Laporan Penelitian Peneliti Muda. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran, Bandung. Setyawan, A. R., E. Rianto, Sunarso, K. Setyaningsih, dan G. Mahesti,. 2009. The Change of body composition of different body weight and feeding level. J. of Indonesian Animal Agruculture. 34 (3) : 159 – 166. Sinaga, S. dan M. Silalahi, 2002. Performans produksi babi akibat tingkat pemberian manure ayam petelur sebagai bahan pakan alternatif. J. Ilmu Ternak dan Vet. 7 (4) : 207-213. Suparyanto, A., T. Purwadaria, dan Subandriyo. 1999. Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda bangsa dan kelompok domba di Indoneia melalui pendekatan analisis morfologi. J. Ilmu Ternak dan Vet. 4 (2) : 80 – 88. Suparyanto, A., Subandriyo, T. R. Wiradarya, dan H. pertumbuhan non - linier domba lokal sumatera Ternak dan Vet. 6 (4): 259 – 265. Supriadi. dan A. Musofie. 2005. Hijauan pakan dan kering. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Teknologi Pertanian Yogyakarta. 69 – 77.
H. Martojo. 2001. Analisis dan persilangannya. J. Ilmu kegunaan lainnya di lahan Ternak. Balai Pengkajian
Susangka, I., K. Haetami, dan Y. Andriani. 2006. Evaluasi nilai gizi limbah sayuran dengan cara pengolahan berbeda dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan nila. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Bandung. Syananta, F. S. 2009. Uji sifat fisik wafer imbah sayuran pasar dan palatabilitasnya terhadap ternak domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Thalib, A., B. Haryanto, H. Hamid, D. Suherman, dan Mulyani. 2001. Pengaruh kombinasi defaunator dan probiotik terhadap ekosistem rumen dan performan ternak domba. J. Ilmu Ternak dan Vet. 6 (2): 83-89. Trisyulianti, E. 1998. Pembuatan wafer rumput gajah untuk pakan ruminansia besar. Seminar Hasil-Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wiradarya, T. R. 1989. Peningkatan produktivitas ternak domba melalui perbaikan efisiensi nutrisi rumput lapang. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yunita. 2008. Performa domba jantan lokal dengan perlakuan pakan yang berbeda selama dua bulan penggemukan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Anova Konsumsi Bahan Kering SK Perlakuan Error Total Keterangan:
db 2 6 8 db Fhit F0,05 F0,01
JK 40649,53 23416,62 64066,14
KT 20324,76 3902,77
Fhit 5,21
F 0.05 5,14
F 0.01 10,92
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 2. Uji Jarak Duncan Konsumsi Bahan Kering Subset Perlakuan Duncan
a
N
1
2
1
3
8,73
3
3
9,79
2
3
9,79 1,03
Sig.
0,05
0,24
Lampiran 3. Anova Konsumsi Protein Kasar SK Perlakuan Error Total Keterangan:
db 2 6 8 db Fhit F0,05 F0,01
JK 1667,92 583,51 2251,42
KT 833,96 97,25
Fhit 8,58
F 0,05 5,14
F 0,01 10,92
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 4. Uji Jarak Duncan Konsumsi Protein Kasar Subset Perlakuan Duncana
N
1
2
1
3
3
3
1,31
2
3
1,38
Sig.
1,06
1
0,34
Lampiran 5. Anova Konsumsi Total Digestible Nutrient SK Perlakuan Error Total Keterangan:
db 2 6 8
JK 4693,95 2593,90 7287,86
db Fhit F0,05 F0,01
KT 2346,98 432,32
Fhit 5,43
F 0.05 5,14
F 0.01 10,92
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 6. Uji Jarak Duncan Konsumsi Total Digestible Nutrient Subset Perlakuan Duncana
N
1
2
1
3
2
3
3,79
3
3
3,80
3,31
Sig.
1
0,93
Lampiran 7. Anova Pertambahan Bobot Badan Harian SK Perlakuan Error Total Keterangan:
db Fhit F0,05 F0,01
db
JK
KT
Fhit
F 0.05
F 0.01
2 6 8
1078,04 2632,55 3710,59
539,02 438,76
1,23
5,14
10,92
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 8. Uji Jarak Duncan Pertambahan Bobot Badan Harian Subset perlakuan Duncana
N
1
1
3
1,10
3
3
1,26
2
3
1,35
Sig.
0,15
Lampiran 9. Anova Konversi Pakan SK Perlakuan Error Total Keterangan:
db 2 6 8 db Fhit F0,05 F0,01
JK 0,37 11,31 11,68
KT 0,19 1,88
Fhit 0,10
F 0.05 5,14
F 0.01 10,92
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 10. Uji Jarak Duncan Konversi Pakan Subset Perlakuan Duncan
a
N
1
2
3
8,78
1
3
9,19
3
3
9,23
Sig.
0,61
Lampiran 11. Biaya Bahan Baku Pakan Wafer Jenis Bahan
Jumlah (kg)
Harga (Rp)
Harga Satuan (Rp/kg)
Klobot Jagung
75
15.000
200
Kecambah Tauge
75
15.000
200
Daun Brokoli
75
15.000
200
Rumput Lapang
300
75.000
250
Lampiran 12. Harga Pakan Wafer dan Konsentrat Jenis Pakan
Jumlah (kg)
Biaya Pakan (Rp)
Harga satuan (Rp/kg)
Wafer R1
20
50.000
2.500
Wafer R2
20
40.000
2.000
Wafer R3
20
30.000
1.500
Konsentrat
114.4
171.600
1.500
Lampiran 13. Biaya Pakan Selama Pemeliharaan (Rp) Perlakuan
Wafer
Konsentrat
Total Biaya
R1 R2 R3
9.687 22.650 19.000
58.200 58.800 54.570
67.875 81.450 73.570
Lampiran 14. Pendapatan (Rp) Perlakuan
Harga Jual
Harga Beli
Pendapatan
R1 R2 R3
765.500 805.000 802.500
598.000 607.200 616.400
167.000 197.800 186.100
Lampiran 15. IOFC (Rp) Perlakuan
Pendapatan
Biaya Pakan
IOFC
R1
167.000
67.875
99.125
R2
197.800
81.450
116.350
R3
186.100
73.570
112.530