Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PEMANFAATAN WAFER LIMBAH SAYURAN PASAR UNTUK TERNAK DOMBA (Utilization of Market Vegetable Waste Wafer for Sheep) YULI RETNANI, S. KAMESWORO1, L. KHOTIDJAH1 dan A. SAENAB2 2
1 Fakultas Peternakan,Institut Pertanian Bogor, Jl. Agatis, Kampus Darmaga, Bogor Balai Pengkajian Teknologi Pertanian DKI Jakarta Jl. Ragunan 30 Pasar Minggu Jakarta Selatan
ABSTRACT Vegetable waste is part of vegetables or vegetables that are discarded. The weakness of this vegetable market waste, among others, is perishable, voluminous (bulky) and the availability was fluctuated so that processing technology is needed to make this vegetable waste durable, easy to store and to offer to sheep. To solve this problem vegetable waste could be formed into wafer. This study was done to evaluate effect of wafer of market vegetable waste on performance of a fat tail sheep.The experimental design used in this research was Completely Randomized Design with 3 treatments and 3 replications. The treatments were: R1 = concentrate + feed wafer (100% field grass); R2 = concentrate + feed wafer (50% field grass + 50% market vegetable waste); R3 = concentrate + feed wafer (100% market vegetable waste). Result showed that R3 resulted in higher dry material consumption, daily weight gain and feed conversion than conduct. R2 (50% native grasses + 50% market vegetable wastes wafer) improved sheep performance optimally, since it increased dry matter consumption 19% and daily weight gain 24% and decreased feed conversion. Key Words: Vegetable Waste Wafer, Sheep, Performance and Consumption ABSTRAK Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak digunakan atau banyak ditemukan di pasar-pasar sayuran. Kelemahan limbah sayuran pasar antara lain adalah mudah busuk, voluminous (bulky) dan ketersediaannya berfluktuasi sehingga diperlukan teknologi pengolahan pakan untuk membuat bahan menjadi tahan lama, mudah disimpan dan diberikan pada ternak. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah pembuatan wafer hijauan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemberian wafer limbah sayuran pasar sebagai alternatif pengganti hijauan terhadap performan ternak domba ekor gemuk. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Ransum wafer limbah sayuran terdiri dari 3 macam perlakuan, yaitu: R1 = Konsentrat + Wafer pakan (100% rumput lapang); R2 = konsentat + wafer pakan (50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar); R3 = konsentrat + wafer pakan (100% limbah sayuran pasar). Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan bobot badan harian (g), konsumsi dan konversi wafer pakan untuk ternak domba ekor gemuk.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian wafer limbah sayuran pasar (R3) menghasilkan konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan yang lebih tinggi daripada perlakuan yang menggunakan rumput lapang (R1). Komposisi wafer limbah sayuran pasar yang paling optimal meningkatkan performans ternak adalah 50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar (R2), karena meningkatkan konsumsi bahan kering sebesar 19% dan pertambahan bobot badan harian sebesar 24% dibandingkan perlakuan yang tidak mengkonsumsi wafer limbah sayuran pasar, selain itu konversi pakannya adalah yang paling kecil. Kata Kunci: Limbah Sayuran, Wafer, Domba, Performa dan Konsumsi
PENDAHULUAN Kebutuhan daging di Indonesia untuk konsumsi manusia semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi makanan yang bergizi. Salah satu sumber pasokan daging untuk kebutuhan masyarakat berasal dari domba. Saat ini potensi untuk mengembangkan peternakan
503
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
domba mulai terbuka, dapat dilihat dari populasi domba di Jawa Barat mencapai 4.221.806 ekor atau 55,92% populasi nasional (DISNAK JAWA BARAT, 2006). Kendala yang sering dijumpai antara lain masih rendahnya produktivitas ternak akibat pakan yang kualitasnya rendah yang berkaitan dengan ketersediaan sumber hijauan, khususnya selama musim kemarau, sehingga perlu diupayakan alternatif hijauan pengganti yang murah, mudah didapat dan tersedia sepanjang musim. Menurut HERMAN (2002), domba ekor gemuk memiliki bobot hidup berkisar antara 33 – 49 kg pada jantan dan 19 – 49 kg pada betina, sebagai penghasil karkas berukuran kecil dengan kondisi perlemakan yang baik. Pakan merupakan salah satu faktor penentu produktivitas ternak, sehingga ketersediaan pakan yang berkualitas baik merupakan persyaratan untuk pengembangan ternak di suatu wilayah. Akan tetapi penyediaan pakan di Indonesia saat ini masih mengalami berbagai kendala, salah satunya adalah berupa pakan import yang berakibat tingginya biaya pakan. Namun di sisi lain juga ada kemungkinan pemanfaatan sumber pakan yang kurang optimal. Teknologi pengolahan yang mudah, murah dan dapat meningkatkan daya simpan sangat dibutuhkan untuk mengatasi kelangkaan ketersediaan pakan di musim kemarau. Teknologi pengepresan dengan mesin kempa dapat menghasilkan produk pakan berbentuk wafer. Pakan wafer yang terdiri dari bahanbahan penguat, sumber mineral, vitamin dan protein merupakan suplemen pakan lengkap yang sangat dibutuhkan ternak untuk meningkatkan produktivitasnya. FIRDAUS et al., (2004), menyatakan bahwa ternak yang dipelihara dengan sistem perkandangan harus dapat memenuhi kebutuhan sejumlah nutrien yang dibutuhkan agar dapat tumbuh dan berkembang. Sehingga diharapkan produk wafer suplemen pakan komplit dapat diberikan pada ternak untuk meningkatkan produktivitas daging domba lokal. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemberian wafer limbah sayuran pasar sebagai alternatif pengganti hijauan terhadap konsumsi dan pertambahan bobot badan pada domba ekor gemuk.
504
MATERI DAN METODE Ternak Ternak yang digunakan adalah domba ekor gemuk berjumlah sembilan ekor yang sedang dalam proses penggemukan dengan rataan bobot badan awal adalah 25 – 27 kg. Ternak ini berasal dari peternakan domba di daerah Malang, Jawa Timur. Kandang dan peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang individu berbentuk panggung dengan ukuran 100 cm × 40 cm × 100 cm. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum. Peralatan yang digunakan terdiri dari: timbangan dengan kapasitas 5 kg untuk menimbang ransum dan sisanya, timbangan dengan kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot hidup domba. Domba jantan sebanyak 9 ekor dipilih berdasarkan keseragaman umur. Bahan makanan Bahan makanan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis wafer, yaitu wafer rumput lapang (R1), wafer rumput rumput lapang + limbah sayuran (50 : 50), serta wafer limbah sayuran. Limbah sayuran yang digunakan dalam penyusunan wafer adalah klobot jagung, kecambah toge, dan daun brokoli. Penyusunan formulasi wafer menggunakan metode coba-coba (Trial and Error). Seluruh ternak juga diberikan konsentrat sebagai pakan utama dalam penggemukan. Ternak diberikan air minum secara ad libitum, sedangkan jumlah pakan yang akan diberikan kepada ternak menggunakan pedoman NRC (1985) untuk domba penggemukan, yaitu bahan kering pakan yang diberikan sebanyak 4,3% bobot badan. Imbangan konsentrat: Wafer pakan adalah 70 : 30. Kandungan nutrien ransum yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 1. Susunan dan komposisi wafer (%) Bahan baku
R1
R2
R3
Rumput lapang
100
50
0
Klobot jagung
0
12,5
25
Kecambah toge
0
25
50
Daun brokoli
0
12,5
25
100
100
100
R1
R2
R3
Konsentrat
Bahan kering
85,63
86,83
90,58
85,79
Abu
9,54
7,4
7,01
9,6
Protein kasar
10,47
15,03
15,58
10,51
Serat kasar
35,21
32,37
31,55
14,37
Lemak
1,68
1,66
0,96
0,99
Total Kandungan nutrien ransum (%) Bahan baku
Seluruh wafer menggunakan tambahan molases sebanyak 20 gram. R1: wafer 100% rumput lapang R2: wafer 50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar R3: wafer 100% limbah sayuran pasar Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, INSTITUT PERTANIAN BOGOR (2009).
Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Ransum wafer limbah sayuran terdiri dari 3 macam perlakuan, yaitu: R1 = Konsentrat + wafer pakan (100% rumput lapang ) R2 = Konsentat + wafer pakan (50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar) R3 = Konsentrat + wafer pakan (100% limbah sayuran pasar) Analisis data untuk percobaan ini menggunakan ANOVA (sidik ragam) dan jika berbeda nyata akan di uji dengan uji jarak Duncan. Peubah yang diamati 1.
Pertambahan Bobot Badan Harian (g). Pertambahan bobot badan domba dapat
2.
3.
diketahui dengan penimbangan bobot badan hidup. Konsumsi Pakan. Konsumsi pakan dihitung dari selisih jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan yang tidak dikonsumi. Konversi Pakan. Konversi pakan dihitung dari jumlah pakan yang dikonsumsi dibagi pertambahan bobot badan.
Prosedur Pembuatan Wafer Limbah Sayuran Tahapan pembuatan wafer limbah sayuran adalah sebagai berikut : a. Limbah sayuran (klobot jagung, kecambah tauge, dan daun brokoli) serta rumput lapang dipotong menggunakan forage chopper dengan ukuran 2 – 3 cm. b. Pengeringan limbah sayuran serta rumput lapang dengan sinar matahari selama 5 hari hingga kadar airnya mencapai 15 – 17%.
505
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
c. Limbah sayuran yang telah kering digiling kasar dengan mesin hammer mill, d. Pencampuran limbah sayuran dan rumput lapang sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan, disertai dengan penambahan molases 5% hingga homogen. e. Wafer yang telah dicampur sebanyak 400 gram dimasukkan dalam cetakan dengan ukuran 20 x 20 x 1,5 cm, setelah itu dilakukan pengempaan selama 10 menit dengan suhu 120ºC. f. Pengkondisian lembaran wafer selama 24 jam, dibiarkan pada udara terbuka (suhu kamar). Pembuatan wafer limbah sayuran pasar pada penelitian kali ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan Ternak domba diberi pakan 2 kali sehari, yaitu pemberian pakan wafer pada pagi hari (06.00 WIB) dan pakan konsentrat pada siang hari (12.00 WIB). Pemberian wafer sebanyak 400 g/ekor/hari, sedangkan pemberian konsentrat sebanyak 1 kg/ekor/hari. Pakan yang diberikan berdasarkan kebutuhan total bahan kering, yaitu 5% dari bobot badan (NRC, 1985). Lama penggemukan domba pada penelitian ini adalah 6 minggu. Sisa pakan dari pemberian sebelumnya ditimbang dan tidak diberikan lagi. Pemberian air minum dilakukan ad libitum. Penimbangan domba dilakukan seminggu sekali. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi. Konsumsi pakan terkait dengan faktor essensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi, sebab tingkat konsumsi pakan dapat menentukan kadar nutrien dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi (PARAKKASI, 1999). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan
506
meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya bobot badan (ENSMINGER et al., 1990). Rataan konsumsi bahan kering ransum pada domba percobaan disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 perbedaan konsumsi total harian dan konsumsi bahan kering yang terjadi dipengaruhi oleh konsumsi wafer yang memang berbeda nyata (P < 0,05), sedangkan tingkat konsumsi konsentrat antar perlakuan tidak berbeda nyata. Rataan konsumsi bahan kering harian domba yang paling tinggi dimiliki oleh perlakuan R2 sebanyak 1045,13 g/hari dan yang paling rendah adalah perlakuan R1 sebanyak 871,71 g/hari. Berdasarkan hasil analisis uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata (P < 0,05) terhadap konsumsi bahan kering harian domba. Konsumsi bahan kering yang berbeda nyata dengan perlakuan R1 adalah perlakuan R2, sedangkan perlakuan R3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan R1 dan R2. Hal ini berarti penggunaan limbah sayuran dalam bentuk wafer pakan sebagai sumber hijauan ternak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering harian domba, dimana domba yang mendapat ransum wafer limbah sayuran memiliki konsumsi bahan kering yang lebih tinggi dari pada domba yang mendapat ransum wafer rumput lapang. Komposisi wafer yang paling optimum konsumsi bahan keringnya adalah wafer perlakuan R2, yaitu 50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar karena meningkatkan konsumsi bahan kering sebesar 19% dibandingkan perlakuan yang tidak mengkonsumsi wafer limbah sayuran pasar. Jumlah konsumsi bahan kering harian pada penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan penelitian sejenis lainnya. RIANTO et al.(2006) menyebutkan domba yang setiap hari diberi pakan hijaun dan konsentrat menghasilkan konsumsi bahan kering harian berkisar 651 gram/hari. Bila dibandingkan dengan NRC (1985) jumlah konsumsi bahan kering penelitian ini lebih rendah, di dalam NRC disebutkan domba dengan bobot badan 30 kg akan mengkonsumsi bahan kering sebanyak 1300 g/hari. Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh iklim dan jenis domba yang berbeda yang digunakan di antara kedua penelitian.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 2. Konsumsi ternak domba Perlakuan
Parameter R1
R2 b
R3 a
258,49 ± 55,9a
Wafer (g/ekor/hari)
92,07 ± 21,6
Konsentrat (g/ekor/hari)
924,21 ± 19,1a
933,33 ± 8,3a
866,27 ± 48,6a
Total (g/ekor/hari)
1016,27 ± 6,9b
1203,17 ± 65,5a
1124,76 ± 103,5ab
871,71 ± 6b
1045,13 ± 59,6a
967,62 ± 89,4ab
Bahan kering (g/ekor/hari)
269,84 ± 71,2
Superskrip a dan b pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (P <0,05) R1: wafer 100% rumput lapang R2: wafer 50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar R3: wafer 100% limbah sayuran pasar
paling rendah adalah perlakuan R1 sebanyak 110,71 g/hari. Berdasarkan hasil analisis uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan harian domba. Hal ini berarti penggunaan limbah sayuran dalam bentuk wafer pakan sebagai sumber hijauan ternak tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian domba. Meskipun hasil uji lanjut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan, namun bisa dilihat bahwa pemberian wafer limbah sayuran perlakuan R2 memberikan hasil pertambahan bobot badan harian yang lebih tinggi sebesar 24% daripada perlakuan R1.
Pertambahan bobot badan Pengukuran kenaikan bobot badan dapat dilakukan dengan penimbangan berulang secara harian, mingguan, dan bulanan (TILLMAN et al., 1991). Menurut NRC (1985), pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi fisiologis ternak dan tata laksana. Rataan pertambahan bobot badan dapat dilihat pada Tabel 3. Rataan pertambahan bobot badan harian domba yang paling tinggi dimiliki oleh perlakuan R2 sebanyak 137,30 g/hari dan yang Tabel 3. Pertambahan bobot badan harian domba
Ulangan
Perlakuan
Rataan
1
2
3
1
109,52
105,95
116,66
110,71 ± 5,45
2
126,19
142,85
142,85
137,30 ± 6,92
3
103,57
110,71
166,67
126,98 ± 34,55
Rataan
113,09
118,25
142,06
Superskrip a dan b pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P < 0,05) R1: wafer 100% rumput lapang R2: wafer 50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar R3: wafer 100% limbah sayuran pasar
507
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Kisaran pertambahan bobot badan yang tinggi pada perlakuan R2 ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti konsumsi bahan kering harian domba perlakuan R2 yang lebih tinggi daripada perlakuan R1 dan R3, sehingga semakin banyak pakan yang masuk ke saluran pencernaan untuk dicerna oleh tubuh domba, kemudian dapat dihubungkan oleh kandungan nutrien dari ransum domba yaitu wafer limbah sayuran dan konsentrat yang memiliki kualitas tertutama dalam kandungan protein kasar yang sebesar 15,03% baik sehingga dapat menyediakan berbagai zat nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak agar dapat berkembang secara optimal. Menurut TOMASZEWSKA et al., (1993) domba yang dipelihara dengan bobot 20 kg dan memiliki pertambahan bobot badan harian sebesar 100 g akan memerlukan konsumsi protein total sebesar 14%. Hasil pertambahan bobot badan penelitian ini lebih besar bila dibandingkan penelitian sejenis lainnya seperti yang dilaporkan oleh RIANTO et al. (2006) yang menguji produktivitas domba dengan pakan hijauan dan konsentrat secara ad libitum mendapatkan hasil pertambahan bobot badan sebesar 44 gram/hari. MARTAWIDJAJA (1985) turut menambahkan bahwa pertambahan bobot badan domba tanpa konsentrat rata-rata 18 g/ekor/hr sedangkan pemberian dengan konsentrat 71 g/ekor hari atau meningkat 294%. Bila dibandingkan dengan penelitian dari negara lain hasil pertambahan bobot badan harian pada penelitian ini lebih rendah. Seperti yang disebutkan oleh DEVENDRA et al., (1982) dalam penelitiannya domba dengan pemberian pakan 75% konsentrat dan 25% rumput lapang memiliki pertambahan bobot badan harian sebesar 209 g. NRC (1985) turut menambahkan domba yang diberi bahan kering pakan sebanyak 4,3% bobot tubuh mendapatkan pertambahan bobot badan harian sebesar 295 g. Konversi pakan ARITONANG et al. (2003) menyatakan konversi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi untuk meningkatkan satu kilogram bobot hidup. Konversi ransum khususnya ternak ruminansia kecil dipengaruhi oleh kualitas ransum, nilai kecernaan dan efisiensi
508
pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi maka nilai konversi pakan akan semakin rendah dan akan semakin efisien pakan yang digunakan (POND et al., 1995). Konversi pakan suatu ransum bergantung pada konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot hidup harian. Konsumsi bahan kering yang rendah belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi rendah atau sebaliknya konsumsi bahan kering yang tinggi juga belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi tinggi (THALIB et al., 2001). Bagi peternak domba nilai konversi ransum yang kecil merupakan salah satu tujuan utama dalam program penggemukan. Konversi menunjukkan bahwa kemampuan ternak dalam mengubah pakan yang dikonsumsi menjadi daging. Semakin rendah nilai konversi maka semakin tinggi kemampuan ternak mengubah pakan menjadi daging. Bila nilai konversi yang rendah tercapai maka keuntungan pendapatan yang diperoleh peternak akan optimal. Keuntungan ini disebabkan oleh pakan yang dikonsumsi tidak banyak yang terbuang serta pakan tersebut memiliki efisensi yang baik dalam meningkatkan pertambahan bobot badan ternak, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pakan ternak bisa lebih kecil. Rataan konversi pakan disajikan dalam tabel 4. Hasil analisis ragam menunjukkan pakan ternak bisa lebih kecil. Rataan konversi pakan disajikan dalam Tabel 4.bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konversi pakan (P < 0,05). Hal ini bisa dimengerti karena rataan konversi pakan tiap perlakuan tidak berbeda jauh, meskipun secara statistik pengaruh perlakuan tidak memberikan pengaruh besar. Namun bisa dilihat perlakuan R2 memberikan rataan konversi pakan yang paling rendah sebesar 8,79 ± 0,65, sedangkan perlakuan R3 memberikan rataan konversi pakan tertinggi sebesar 9,23 ± 2,23. Maka bisa disimpulkan bahwa ransum yang paling efisien dikonsumsi dan memberikan pertambahan bobot badan yang paling optimal bagi ternak domba adalah perlakuan R2. BINTANG et al. (1999) dan SINAGA (2002) turut menyatakan hal serupa, yaitu salah satu faktor yang mempengaruhi nilai konversi pakan adalah
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 4. Konversi ransum Ulangan
Perlakuan
Rataan
1
2
3
1
9,30
9,64
8,64
9,20 ± 0,51a
2
9,34
8,94
8,07
8,79 ± 0,65a
3
9,85
11,09
6,76
9,23 ± 2,23a
Rataan
9,50
9,89
7,83
Superskrip a dan b pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P < 0,05) R1: wafer 100% rumput lapang R2: wafer 50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar R3: wafer 100% limbah sayuran pasar
pertambahan bobot badan harian ternak tersebut. Bila dihubungkan dengan hasil pembahasan sebelumnya, beberapa faktor yang membuat ransum perlakuan R2 dapat memberikan nilai konversi pakan yang paling baik antara lain konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian dan nilai nutrien pakan. Pada pembahasan sebelumnya ransum perlakuan R2 memiliki nilai konsumsi bahan kering tertinggi sebesar 1045,13 ± 59,56. Hal ini diimbangi dengan nilai pertambahan bobot badan harian tertinggi sebesar 137,30 ± 6,92, meskipun konsumsi pakannya paling tinggi namun dengan pertambahan bobot badan yang tinggi pula membuat ransum perlakuan R2 lebih baik dimanfaatkan oleh ternak domba. Nilai konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan erat kaitannya dengan nutrisi yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi, berdasarkan hasil analisa laboratorium ransum perlakuan R2 memiliki kandungan protein kasar sebesar 15,03% dan kandungan protein kasar konsentrat sebesar 10,51% yang sesuai dengan anjuran DEVENDRA et al. (1982) untuk pemeliharaan domba sebaiknya memiliki kisaran kandungan protein dalam ransum sebesar 9 – 15%. Hasil rataan konversi pakan pada penelitian ini bila dibandingkan dengan konversi pakan standar NRC (1985) untuk ternak domba yang bernilai 4 maka rataan konversi pakan dalam penelitian ini masih terlalu tinggi.
KESIMPULAN Penggunaan wafer limbah sayuran pasar sebagai hijaun dalam ransum berpengaruh baik terhadap performans ternak domba penggemukan. Perlakuan yang mengkonsumsi wafer limbah sayuran pasar menghasilkan konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan yang lebih tinggi daripada perlakuan yang menggunakan rumput lapang. Komposisi wafer limbah sayuran pasar yang paling optimal meningkatkan performans ternak adalah 50% rumput lapang + 50% limbah sayuran pasar, karena meningkatkan konsumsi bahan kering sebesar 19% dan pertambahan bobot badan harian sebesar 24% dibandingkan perlakuan yang tidak mengkonsumsi wafer limbah sayuran pasar, selain itu konversi pakannya adalah yang paling kecil. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada seluruh tim peneliti atas kerjasamanya dalam menyelesaikan penelitian tentang wafer limbah sayuran pasar juga ucapan terimkasih kami sampaikan kepada Ketua Departemen INTP dan Dekan Fakultas Peternakan IPB yang telah mendukung penelitian ini serta KKP3T dan Badan Penelitian dan Pengebangan Pertanian, Departemen Pertanian.
509
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
DAFTAR PUSTAKA ARITONANG, D.,T. ROEFIAH, T. PASARIBU, dan Y. C. RAHARJO. 2003. Laju pertumbuhan kelinci rex, satin dan persilangannya yang diberi Lactosym dalam sistem pemeliharaan intensif . JITV. 8 (3): 164 – 169. BINTANG, I.A.K., A.P. SINURAT, T. MURTISARI, T. PASARIBU, T. PURWADARIA, dan T. HARYATI. 1999. Penggunaan bungkil inti sawit dan produk fermentasinya dalam ransum itik sedang bertumbuh. JITV 4 (3): 179 – 185. DEVENDRA, C. and G.B. MC LEROY. 1982. Goat and Sheep Production in The Tropics. Longman Group Ltd, Singapore. DISNAK JAWA BARAT. 2009. (http://www.disnak.jabarprov.go.id/index.php ?mod=manageMenuAuto&idMenuKiri=709& idMenu=730) [17 Februari 2009]. ENSMINGER, M.E., J.E. OLDFIELD and W.W. HEINEMANN, 1990. Feed and Nutrition. The Ensminger Publishing Company, California. FIRDAUS, D., A. ASTUTI dan E. WINA. 2004. Pengaruh kondisi fisik kaliandra dan campurannya dengan gamal segar terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien pada domba. JITV 9 (1): 12 – 16. HERMAN, R. 2002. Komposisi karkas domba priangan dan ekor gemuk jantan muda yang dipotong pada bobot yang berbeda. J. Peternakan dan Lingkungan 8 (2): 49 – 56. MARTAWIDJAJA, M. 1985. Pengaruh musim terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan domba. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor. 2 (4): 163 – 166.
510
NATIONAL RESEARCH COUNCIL. 1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6th Revised Edition. National Academy Press, Washington. POND, W.G., D.C. CHURCH and K.R. POND. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding 4th Edition. John Wiley and Sons, New York. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta RIANTO, E., ANGGALINA, S. DARTOSUKARNO dan A. PURNOMOADI. 2006. Pengaruh Metode Pemberian Pakan Terhadap Produktivitas Domba Ekor Tipis. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 5 September 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm: 361 – 354. SINAGA, S. dan M. SILALAHI. 2002. Performans produksi babi akibat tingkat pemberian manure ayam petelur sebagai bahan pakan alternatif. JITV 7 (4): 207 – 213. THALIB, HARYANTO, B. HAMID, H. SUHERMAN D. dan MULYANI. 2001. Pengaruh Kombinasi Defaunator dan Probiotik Terhadap Ekosistem Rumen dan Performan Ternak Domba. JITV 6 (2): 83 – 89. TILLMAN, E., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRAJDO dan S. LABDOSOEHARDJO. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. TOMASZEWSKA, M.W., A. DJAJANEGARA, S. GARDINER, T.R. WIRADARYA and I.M. MASTIKA. 1993. Small Ruminant Production in the Humid Tropics. Sebelas Maret University, Surakarta, Indonesia.