Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PEMANFAATAN KULIT KOPI SEBAGAI KOMPONEN PAKAN SEIMBANG UNTUK PENGGEMUKAN TERNAK DOMBA (Utilization of Coffee Pulp and Hull in the Diet for Sheep Fattening) S. PRAWIRODIGDO, TATI HERAWATI dan B. UTOMO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Jl.Soekarno-Hatta 10, Bergas 50552, Kabupaten Semarang
ABSTRACT An experiment was performed in an elevated sheep barn belongs to the Ngudi Raharjo farmers association at Pagergunung Village, Pringsurat Sub-District, Temanggung District. The experiment demonstrated the inclusion of the coffee pulp and hull (CKP) in the adequate feeds for sheep for 14 weeks fattening period. The purpose of the study was to confirm the utilization of CKP in feed for sheep to overcome feed limitation during dry season. The present experiment employed 24 male local breed sheep having initial body weight of about 18.71 kg. The sheep was penned individually and randomly fed either one of the three experimental diets namely AD-Kuat1; AD-Kuat2 and Traditional feed. The AD-Kuat1; AD-Kuat2 diets contained CKP, dried cassava tuber, elephant grass (Pennisetum purpureum), calliandra (Calliandra calothyrsus) and glerisidia (Glerisidia maculata), which were formulated to provide a daily intake of 560 g dry matter, 6.8 MJ metabolisable energy, and 57 g of crude protein. Whereas, the Traditional diet contained 6 kg of elephant grass and 0.5 kg fresh cassava tuber. The study used Completely Randomized Design with 8 replicates/treatment. Results showed that, inclusion of 200 g CKP in the diet did not render lower growth rate of the sheep (44 g versus 43 g/d, for sheep receiving AD-Kuat2 and Traditional diet, respectively). However, the sheep fed AD-Kuat1 diet tended (P<0.06) to grow (62 g/d) faster than the other two groups of experimental animal. In conclusion, CKP can be used as a feedstuff for sheep to overcome feed limitation problem during dry season at Pagergunung Village, and an introduction of 200 g of CKP in the diet is save for the animal. Key Words: Coffee Pulp And Hull, Sheep, Fattening, Adequate Feed ABSTRAK Suatu penelitian dilakukan dalam satu kandang domba milik Kelompok Tani Ngudi Raharjo di Desa Pagergunung, Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung. Penelitian ini mendemonstrasikan penerapan penggunakan limbah kulit kopi (LKP) sebagai komponen dalam formula pakan seimbang (adequate feed) untuk penggemukan domba selama 14 minggu. Tujuan penelitian adalah untuk konfirmasi manfaat LKP sebagai komponen dalam mengatasi masalah kesulitan pengadaan pakan. Penelitian menggunakan 24 ekor domba lokal jantan berbobot awal rata-rata 18,71 kg, yang ditempatkan secara individual dan dialokasikan secara acak ke dalam salah satu diantara tiga macam pakan percobaan. Percobaan ini menggunakan pakan AD-Kuat1, AD-Kuat2 yang tersusun dari LKP, ubi singkong kering, rumput gajah, daun kaliandra dan daun glerisidia, dan pakan Tradisional yang mengandung rumput gajah + ubi singkong segar. Pakan AD-Kuat1 dan AD-Kuat2 (masing-masing mengandung 100g dan 200g LKP) disusun untuk memenuhi kebutuhan energi metabolis (6,8 MJ/hari), protein tercerna (57 g/hari), dan konsumsi bahan kering 560 g/hari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan ulangan 8 ekor domba/perlakuan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa introduksi 200g LKP kering dalam susunan pakan tidak berpengaruh negatif terhadap pertambahan bobot hidup ternak domba (rata-rata 44 g versus 43 g/hari, masing-masing untuk yang menerima AD-Kuat2 dan pakan Tradisional). Walaupun demikian, ternak domba yang menerima pakan ADKuat1 rata-rata tingkat pertumbuhannya (62 g/hari) cenderung (P<0,06) lebih tinggi dari pertumbuhan ternak yang menerima kedua pakan lainnya. Kesimpulan hasil percobaan ini adalah bahwa LKP dapat digunakan untuk membantu mengatasi kesulitan pakan ternak domba di Desa Pagergunung. Introduksi 200g LKP dalam pakan masih aman bagi ternak domba. Kata Kunci: Limbah Kulit Kopi, Ternak Domba, Penggemukan, Pakan AD-Kuat
438
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PENDAHULUAN Ternak domba adalah salah satu komoditas penting yang melekat dalam kehidupan petani di pedesaan (NOLAN et al., 1994), termasuk di daerah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Menurut data Statistik Peternakan Propinsi Jawa Tengah (DINAS PERTERNAKAN PROPINSI JAWA TENGAH, 2003) populasi ternak domba (198.976 ekor) di daerah Kabupaten Temanggung tertinggi diantara populasi di kabupaten-kabupaten lainnya. Hasil Rapid Rural Appraisal (RRA) di Desa Pagergunung pada tahun 2004 menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidup, penduduk Desa Pagergunung mengandalkan hasil pemeliharaan ternak domba lokal disamping produksi budidaya tanaman kopi (Coffea conephora) dan klengkeng (PRAWIRODIGDO et al., 2004). Berdasarkan populasinya, budidaya ternak domba di desa ini sangat dominan (1237 ekor) apabila dibandingkan dengan usaha ternak lainnya. Walaupun demikian, budidayanya masih bersifat memelihara dan belum tercermin sebagai suatu karakter usaha yang berpedoman pada pertimbangan kelayakan finansial (PRAWIRODIGDO et al., 2004). Oleh karena itu pola budidayanya masih bersifat tradisional dengan pemberian pakan seadanya (KNIPSCEER et al., 1994) sesuai dengan bahan yang dapat ditemukan waktu mencari pakan. Lebih lanjut, hasil RRA di Desa Pagergunung juga mengindikasikan bahwa masalah utama yang menjadi penghambat perkembangan budidaya ternak domba adalah kesulitan pengadaan pakan khususnya pada musim kemarau (PRAWIRODIGDO et al., 2004). Ironisnya, para petani di Pagergunung ini umumnya memberi pakan ternak domba berupa hijauan (terutama rumput) dalam jumlah berlebihan (7−10 kg/ekor/hari) yang umumnya pada musim kemarau pakan ini ditambah 0,5 kg ubi singkong segar/ekor/hari. Di sisi lain, petani belum mengetahui bahwa limbah kulit kopi (pulp and hull; LKP) dapat dimanfaatkan sebagai komponen pakan ternak domba. Padahal produksi LKP ini di Desa Pagergunung dan sekitarnya melimpah (>50 ton/tahun). Menurut ZAINUDDIN dan MURTISARI (1995) LKP mengandung protein kasar 10,4%; lemak 2,13%; serat kasar 17,2% (termasuk
lignin); abu 7,34%; kalsium 0,48%; posfor 0,04%, dan energi metabolis 14,34 MJ/kg. Namun demikian, ZAINUDDIN dan MURTISARI (1995) yang menyitir BRESSANI (1979) menyatakan bahwa LKP mengandung antinutrisi berupa senyawa kafein 1,3% dan tanin 8,5%. Ditinjau dari teknik pemanfaatannya sebagai komponen pakan ternak ruminansia kecil beberapa peneliti mempunyai pendapat yang tidak seragam. Sebagai contoh, GUNTORO et al. (2004) melakukan pemeraman LKP dengan jamur aspergillus niger terlebih dahulu sebelum mengintroduksikan ke dalam suatu campuran pakan kambing. Di lain pihak, ØRSKOV (2004, komunikasi pribadi) berpendapat bahwa untuk pakan ternak ruminansia kecil proses pemeraman LKP tidak diperlukan. Lama sebelumnya MÜLLER (1980) melaporkan bahwa dayacerna bahan kering LKP pada domba adalah 69%. Sejalan dengan itu, guna penerapan penggunaan LKP secara praktis, maka penelitian ini difungsikan sebagai demonstrasi introduksi LKP tanpa diolah ke dalam suatu campuran pakan berimbang (adequate feed) untuk penggemukan domba lokal. Penelitian ini juga sebagai pembelajaran langsung yang memberikan dasar pertimbangan bagi petani dalam menggunakan LKP sebagai komponen pakan alternatif. MATERI DAN METODE Ternak dan pengelolaannya Penelitian ini menggunakan 24 ekor domba lokal jantan berumur lima bulan dan berbobot awal rata-rata 18,71 kg. Ternak percobaan dipelihara di dalam satu kandang panggung kelompok milik Kelompok Tani Ngudi Raharjo di Desa Pagergunung Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung. Kandang yang digunakan dilengkapi dengan tempat pakan individu menggunakan kotak bersekat dengan bahan papan kayu dan 24 buah ember plastik berkapasitas lima liter sebagai tempat air minum. Masing-masing ternak percobaan ditempatkan secara acak ke dalam ruang bersekat pagar bambu (60 x 125 cm2) di kandang tersebut. Posisi ternak dalam kandang adalah dua baris bertolak belakang (face out).
439
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Pada kandang bagian anterior masing-masing ternak, menggantung seruas buluh bambu berisi garam dapur (NaCl beryodium) sehingga ternak-ternak ini dapat mengkonsumsinya secara leluasa sesuai kebutuhan. Sebelum menerima perlakuan pakan, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bias hasil percobaan maka masing-masing ternak domba diberi obat cacing secara oral dengan takaran sesuai aturan dalam kemasan obat tersebut. Selanjutnya ternak ini dialokasikan secara acak ke dalam tiga macam perlakuan pakan percobaan, sehingga masing-masing ternak memperoleh salah satu diantara ketiga pakan tersebut. Pengukuran pertambahan bobot hidup dilakukan dengan penimbangan ternak domba secara individu setiap dua minggu sekali menggunakan timbangan gantung dengan tingkat akurasi 200 g sampai 100 kg. Pakan dan pengelolaan pemberiannya Penelitian ini menggunakan pakan ADKuat 1, AD-Kuat 2 yang tersusun dari LKP, ubi singkong (Manihot esculenta) kering, rumput gajah (Pennisetum purpureum), daun kaliandra
(Calliandra calothyrsus) dan daun glirisidia (Glerisidia maculata), dan pakan Tradisional yang mengandung rumput gajah + ubi singkong segar. Pakan AD-Kuat1 dan ADKuat2 (masing-masing mengandung 100g dan 200g LKP) disusun untuk dapat memenuhi kebutuhan energi metabolis (6,8 MJ/hari), protein tercerna (57 g/hari), dan konsumsi bahan kering 560 g/hari (MCDONALD et al., 1992). Susunan pada formula pakan percobaan ini tercantum dalam Tabel 1. Masing-masing ternak domba diperkenalkan dengan pakan percobaan ransumnya secara bertahap dengan masa adaptasi pakan selama 14 hari. Kemudian pemberian ketiga pakan tersebut masingmasing dilanjutkan selama 12 minggu periode pengamatan. Pakan percobaan diransumkan dua kali sehari (pagi dan sore hari). Khusus untuk ternak domba yang menerima pakan AD-Kuat1 dan AD-Kuat2, campuran LKP dan ubi singkong kering diberikan terlebih dahulu hingga habis, kemudian campuran komponen pakan lainnya diberikan sesudahnya dalam bentuk sudah tercacah. Sisa pakan ditimbang untuk menghitung konsumsi pakan selama percobaan. Air minum disediakan ad libitum dan diganti dengan yang baru setiap hari
Tabel 1. Susunan komponen pakan percobaan untuk penggemukan ternak domba lokal Keterangan Bahan pakan Kulit kopi kering (Coffea conephora) Ubi singkong segar (Manihot esculenta) Ubi singkong kering (Manihot esculenta) Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) Daun Glerisidia (Glerisidia maculata) Jumlah Analisis profil bahan kering & protein kasar Bahan kering Protein kasar Estimasi karakter protein & energi* Protein tercerna Energi metabolis (MJ/ransum harian) Estimasi harga (Rp/ransum harian/ekor)
Proporsi bahan dalam susunan pakan(g/ekor/hari) Tradisional
AD-Kuat1
AD-Kuat2
500 6000 6500
100 130 2000 250 200 2680
200 70 2000 250 160 2680
1230,0 407,0
683,9 261,0
709,2 259.2
22,2 11,1 1950,00
66,8 6,9 1000,28
66,9 6,9 943,28
*Dikalkulasi berdasarkan data tabel komposisi pakan untuk Indonesia dari HARTADI et al. (1997)
440
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Rancangan percobaan Penelitian menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (Completely randomized design) dengan ulangan 8 ekor ternak domba per perlakuan (SNEDECOR dan COCHRAN, 1967). Variabel yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup dan nilai konversi pakan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi dengan program Minitab, kemudian perbedaan antar perlakuan dievaluasi menggunakan uji beda nyata terkecil (least significant different). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa introduksi LKP ke dalam campuran pakan ternak domba tidak menimbulkan depresi konsumsi pakan secara nyata (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa perbedaan konsumsi bahan kering pakan AD-Kuat 1 dan AD-Kuat 2 versus pakan Tradisional tidak bermakna (not significant). Data hasil penelitian ini memberikan arti bahwa introduksi LKP sampai 200 g/ekor/hari dalam campuran pakan ternak domba tidak menimbulkan depresi konsumsi bahan keringnya. Lebih lanjut, terlihat bahwa perbedaan konsumsi bahan kering antara ternak yang menerima LKP 100
g/ekor/hari dan 200 g/ekor/hari dalam campuran pakannya juga tidak nyata. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ratarata konsumsi bahan kering oleh ternak domba pada ketiga perlakuan pakan lebih besar dari pada standar kebutuhan konsumsi bahan kering (560 g/hari) yang disarankan oleh MCDONALD et al. (1992). Faktor dominan yang diduga menyebabkan konsumsi bahan kering yang lebih tinggi dalam penelitian ini adalah profil dan karakter nutrien yang terkandung dalam pakan percobaan lebih rendah dari pada yang terdapat dalam pakan yang dianjurkan oleh MCDONALD et al. (1992). Oleh karena itu, tampaknya ternak domba berusaha memenuhi kebutuhan nutriennya dengan mengkonsumsi bahan kering lebih banyak. Di samping itu, kemampuan ternak domba di pedesaan dalam mengkonsumsi pakan yang memang lebih banyak karena sudah terkondisikan dengan keadaan lingkungan. Data konsumsi pakan yang tercatat dalam penelitian ini memberikan highlight bahwa pola pemberian pakan tradisional yang dilakukan secara rutin oleh petani dari sisi kuantitas berlebihan, tetapi dari kualitasnya tidak mencukupi kebutuhan nutrien ternak. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya rumput yang tersisa setiap hari (rata-rata 3 kg/ekor). Tentu saja pola pemberian pakan ini merupakan pemborosan penggunaan sumberdaya dan
Tabel 2. Respons ternak domba terhadap introduksi limbah kulit kopi di dalam pakan Pakan perlakuan
Variabel pengamatan
Tradisional
AD-Kuat1
Perbedaan AD-Kuat2
Estimasi rata-rata konsumsi Bahan kering (g/ekor/hari)
690
684
673
TN
Protein tercerna (g/ekor/hari)
11,1b
66,8a
66,1a
P<0,05
6,6
6,9
6,6
TN
69*
91**
59*
P<0,06
Energi metabolis (MJ/ekor/hari) Rata-rata pertambahan bobot hidup pada: Bulan pertama (38 hari; g/hari) Bulan ke dua (68 hari; g/hari)
48*
64**
55*
P<0,06
Bulan ke tiga (98 hari; g/hari)
43*
62**
44*
P<0,06
16,05b
11,4a
15,30b
P<0,05
Konversi pakan (98 hari)
MJ = Mega Joules T.N. = Tidak nyata Superskrip a dan b pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata ** dan * pada baris yang sama menunjukkan kecenderungan perbedaan
441
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
biaya pakan. Menurut para petani, konsistensi penerapan pola pemberian pakan berlebihan ini tidak menjadi masalah, karena residu pakan dimanfaatkan lagi dengan cara ditimbun bersama kotoran ternak sehingga menjadi pupuk kandang dan digunakan untuk memupuk tanah ladangnya. Ditinjau dari sisi alokasi biaya ransum harian, maka penerapan pola pemberian pakan tradisional juga memerlukan dana lebih mahal (>Rp 950) dari pada pemberian pakan ADKuat1 maupun AD-Kuat2 (Tabel 1). Oleh karena itu dapat dianjurkan, bahwa apabila tradisi petani terpaksa dipertahankan maka untuk lebih menghemat dana sebaiknya pemberian rumput dalam campuran pakan Tradisional dibatasi 3 kg saja; Sehingga dari alokasi dana pembelian rumput dapat dihemat Rp 900/ekor/hari. Di sisi lain, data konsumsi protein tercerna (terestimasi) dari ke tiga macam pakan perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Pada Tabel 2 tertera bahwa konsumsi protein tercerna dari pakan Tradisional paling rendah apabila dibandingkan dengan yang dipenuhi dari pakan AD-Kuat1 dan AD-Kuat2. Hal ini logis karena profil protein tercerna pada rumput gajah dan ubi singkong segar yang terkandung dalam pakan Tradisional juga rendah. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa perbedaan konsumsi protein tercerna pada pakan AD-Kuat1 dan AD-Kuat2 tidak nyata. Meskipun demikian, konsusmsi protein tercerna oleh ternak domba yang menerima pakan AD-Kuat2 yang lebih rendah dari target (Tabel 1) karena ternak-ternak tersebut tidak mampu mengkonsumsi semua rumput yang diransumkan sehingga meninggalkan residu 2000 g rumput/ekor/hari. Dari sisi konsumsi energi metabolis terlihat perbedaan yang tidak nyata diantara konsumsinya pada ketiga pakan perlakuan. Tetapi sesuai dengan profil energi metabolis pakan dan kemampuan ternak dalam mengkonsumsi ransum yang diterima setiap hari, terlihat bahwa ternak yang memperoleh pakan Tradisional dan pakan AD-Kuat2 (Tabel 2) belum dapat mencukupi standar kebutuhannya (6,8 MJ/hari) MCDONALD et al. (1992). Lebih lanjut, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan pengaruh dari ketiga perlakuan pakan terhadap pertambahan
442
bobot ternak domba tidak nyata. Namun terdapat kecenderungan (P<0,06) bahwa introduksi 100 g LKP di dalam pakan ternak domba (AD-Kuat1) menghasilkan pertambahan bobot hidup harian yang lebih baik dari pada domba yang menerima pakan Tradisional maupun AD-Kuat2. Data yang terdokumentasi dalam penelitian ini memberikan konfirmasi pernyataan MÜLLER (1980) dan GINTING (2004) serta menambah bukti hasil penelitian GUNTORO et al. (2004) bahwa LKP dapat digunakan sebagai komponen pakan ternak ruminansia kecil. Di samping itu, apabila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ternak domba yang menerima pakan Tradisional, maka konsisten dengan pola konsumsi bahan keringnya tampak bahwa ternak domba masih toleran terhadap introduksi LKP tanpa diproses sama sekali sampai 200 g/ekor/hari dalam pakannya. Temuan dalam penelitian ini memberikan bukti pernyataan ORSKOV (2004, komunikasi pribadi) tentang dapat dan tidaknya introduksi LKP tanpa diolah terlebih dahulu di dalam pakan ternak ruminansia kecil. Berdasarkan tujuan penggunaan LKP untuk mendapatkan hasil pertumbuhan ternak domba yang lebih memuaskan, anjuran GUNTORO et al. (2004) lebih terapan apabila dibandingkan dengan saran ORSKOV (2004, komunikasi pribadi). Meskipun demikian, untuk mendapatkan hasil yang optimal, seharusnya dalam proses fermentasi dipilih kapang sebagai organic decomposer yang dapat memecah lignin, dan dalam pengolahannya diatur sedemikian rupa sehingga timbul temperatur thermophilic yang mampu menonaktifkan zat racun yang terdapat di dalam LKP. Untuk kepentingan itu diperlukan penelitian lebih lanjut guna mendapatkan organic decomposer yang tepat dan mampu mengurai lignin dan menonaktifkan zat racun dalam LKP sehingga meningkatkan nilai manfaatnya. Lebih lanjut, secara visual terlihat bahwa selama 98 hari pengamatan, pertambahan bobot hidup harian ternak domba yang diberi pakan AD-Kuat2 rata-rata lebih rendah 38 g dari pada yang menerima pakan AD-Kuat1. Perbedaan ini diduga karena pengaruh defisiensi energi metabolis yang terjadi pada ternak yang mengkonsumsi pakan AD-Kuat2,, dan kandungan zat anti-nutrisi yang lebih tinggi pada pakan tersebut. Menurut MÜLLER,
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
(1980) zat anti-nutrisi yang terkandung dalam bahan pakan dapat mengakibatkan rendahnya dayacerna bahan tersebut pada ternak ruminansia. Padahal LKP mengandung zat anti-nutrisi kafein dan tanin (ZAINUDDIN dan MURTISARI, 1995) dan senyawa fenolik primer seperti lignin (GINTING, 2004) yang potensial pengaruhnya dalam menekan nilai manfaat nutrien di dalamnya. Secara keseluruhan dapat diinformasikan bahwa selama percobaan terjadi pola tingkat pertumbuhan harian yang mirip diantara ketiga kelompok ternak yang memperoleh pakan berbeda. Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan harian ternak domba pada bulan pertama penggemukan, relatif lebih tinggi dibandingkan pada bulan-bulan berikutnya. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa selama periode penggemukan terjadi reduksi pertumbuhan. Pola yang timbul di dalam penelitian ini tampaknya sesuai dengan pola zigmoid yang secara normal terjadi dalam kurva tingkat pertumbuhan ternak, di mana semakin tua umur ternak, tingkat pertumbuhannya juga semakin berkurang. Konsisten dengan data rata-rata harian konsumsi bahan kering pakan dan pertumbuhan ternak percobaan selama 98 hari penelitian, maka tampak bahwa ternak domba yang mengkonsumsi pakan AD-Kuat1 nilai konversi pakannya lebih baik (P<0,05) dari pada yang memperoleh pakan Tradisional maupun AD-Kuat2. Berarti, ternak domba dalam penelitian ini mampu menggunakan pakan lebih efisien apabila mengkonsumsi pakan yang disusun menggunakan formula pakan AD-Kuat1 dari pada yang menerima LKP 200g/ekor/hari dalam susunan pakannya atau yang diberi pakan Tradisional. KESIMPULAN Hasil penelitian ini mengkonfirmasikan bahwa, introduksi LKP sampai 200 g/hari dalam susunan pakan seimbang untuk membantu mengatasi masalah kesulitan pakan ternak domba pada musim kemarau masih aman. Formula AD-Kuat1 adalah formula pakan paling ideal untuk penggemukan ternak domba lokal, meskipun demikian perlu penelitian lebih lanjut untuk memilih biodecomposer yang tepat dalam mengolah LKP agar dayagunanya lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA DINAS PERTERNAKAN PROPINSI JAWA TENGAH. 2003. Statistik Peternakan Propinsi Jawa Tengah. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah, Ungaran. GINTING, S.P. 2004. Tantangan dan peluang pemanfaatan pakan lokal untuk pengembangan peternakan kambing di Indonesia. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 6 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan dan Loka Penelitian Kambing Potong. hlm. 61−77. GUNTORO, S., M. RAI YASA, RUBIYO dan I.N. SUYASA. 2004. Optimalisasi integrasi usaha tani kambing dengan tanaman kopi. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi TanamanTernak. Denpasar, 20−22 Juli 2003. Puslitbang Perternakan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali dan CASREN. hlm. 389−395. HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D. TILLMAN. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. KNIPSCHEER, H.C., H.W. SHWU-ENG and A. MULYADI. 1994. Opportunities for commercialization of small ruminant production in Indonesia. Strategic Development for Small Ruminant Production in Asia and The Pacific. Proc. of a symposium held in conjunction with 7th AsianAustralasian Association of Animal Production Societies Congress. Small RuminantCollaborative Research Support Program, University of California Davis, USA. pp. 157−170. MC DONALD, P., R.A. EDWARDS and J.E.D. GREENHALGH. 1992. Animal nutrition 4th Ed. Longman Scientific & Technical, Singapore. MÜLLER, Z.O. 1980. Feed from animal waste: State of knowledge. Food and Agriculture Organization, Rome. NOLAN, M.F., C. VALDIVIA, S.W. HANDAYANI and R. FLOYD. 1994. Agriculture, population and the environment: A look at commercialization of small ruminant production in Southeast Asia. Strategic Development for Small Ruminant Production in Asia and The Pacific. Proc. of a symposium held in conjunction with 7th Asian-Australasian Association of Animal Production Societies Congress. Small Ruminant-Collaborative Research Support Program, University of California Davis, USA. pp. 137−155.
443
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PRAWIRODIGDO, S., T. HERAWATI dan B. UTOMO. 2004. Prespektif efisiensi penggunaan bahan pakan lokal dalam perbaikan usaha ternak domba oleh petani miskin di Desa Pagergunung, Kabupaten Temanggung. Pros. Seminar Nasional Pemberdayaan petani miskin di lahan marginal melalui inovasi teknologi tepat guna. Mataram, Nusa Tengara Barat. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. hlm. 235−241.
SNEDECOR, G.W. and W.G. COCHRAN. 1967. Statistical methods: Applied to experiments in agriculture and biology (5th Ed.). The Iowa State University Press. Ames, Iowa, U.S.A. ZAINUDDIN, D. dan T. MURTISARI. 1995. Penggunaan limbah agro-industri buah kopi (kulit buah kopi) dalam ransum ayam pedaging (Broiler). Pros. Pertemuan Ilmiah Komunikasi dan Penyaluran Hasil Penelitian. Semarang. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu, Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian. hlm. 71−78.
DISKUSI Pertanyaan: 1. Bagaimana cara pemberian limbah kulit kopi (LKP), diproses dahulu atau tidak? Bagaimana konsumsinya karena perlu adaptasi? 2. Berapa batas ambang toleransi pemberian LKP dalam ransum? Jawaban: 1. Limbah kulit kopi yang diberikan adalah limbah kulit kopi langsung, bukan dari limbah proses pembuatan kopi (tidak ada pemrosesan terlebih dahulu sebelum diberikan). Pada mulanya diberikan dalam bentuk kering, namun ternak tidak tertarik. Selanjutnya dicoba dengan tambahan air (dicampur) sehingga ternak mulai mau makan dan lebih disenangi 2. Dalam kondisi kesulitan pakan, pemberian LKP maksimal 200 g. Untuk hasil yang baik pemberian hanya 100 g.
444