Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
NILAI INDEKS BEBERAPA PAKAN HIJAUAN POTENSIAL UNTUK TERNAK DOMBA (Index Value of Some Potential Forages for Sheep) HARFIAH Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar 90245
ABSTRACT This experiment was conduted to determine the index value of some forages as feed for sheep. Characteristic degradation of forages, voluntary feed intake, feed digestibility, and growth rate of sheep were measured. Six forages studied were: alang-alang, Kolonjono, Benggala grass, rice straw, field grass, dan Elephant grass. Degradation characteristic of forage were measured by method of in sacco. Whereas voluntary feed intake, feed digestibility, and growth rate of sheep were measured by the method of in vivo. Six female growing wethers with average body weight of 15,50 – 17,00 kg were fistulated to incubate six type of the forages. Time of incubation were 8, 12, 24, 48, 72, and 96 hours. Each of the forages was incubated in the rumen of sheep for two periods. Therefore, the characteristic degradation of all six samples could be determined. In the same time voluntary feed intake, feed digestibility, and growth rate of sheep were also measured. The correlation between characteristic degradation of feed and voluntary feed intake, feed digestibility, and growth rate of sheep were analysed by using multiple-regresion. Then the equation of the multiple-regresion were further analyzed to determine the index value of the forages. The results of the experiment indicated that Kolonjono and Elephant grass had highest intake and digestibility compared to that of the other four forages. The growth rate of sheep fed Kolonjono was significantly higher (P < 0,01) than other sheep fed other five forages. The characteristic degradation of a, b, and c were good predictors for voluntary feed intake, feed digestibility, and growth rate of sheep. However, the calculation of index value resulted in wide variation between one and other forages. The reason of this variation index value was uncertain. The possible explanation of this variation could be due to the number of sheep and the number of observation which need to be increased. Key Words: Index Value, In Vivo, In Sacco ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai indeks beberapa pakan hijauan ternak domba berdasarkan karakteristik degradasi pakan, konsumsi pakan sukarela, kecernaan pakan, dan laju pertumbuhan ternak domba. Bahan pakan yang digunakan terdiri dari 6 jenis bahan pakan lokal yaitu: alang-alang, Kolonjono, rumput Benggala, jerami padi, rumput lapang, dan rumput Gajah. Karakteristik degradasi pakan diukur berdasarkan metode in sacco. Sedangkan konsumsi pakan sukarela, kecernaan pakan, dan laju pertumbuhan ternak domba diukur berdasarkan metode in vivo. Enam ekor ternak domba betina berfistula yang sedang bertumbuh dengan bobot badan awal 15,50 – 17,00 kg digunakan dalam penelitian ini. Pada percobaan in sacco, masing-masing sampel pakan diinkubasikan dalam rumen selama 8, 12, 24, 48, 72, dan 96 jam untuk 2 periode. Sehingga setiap sampel pakan (3 ulangan) diinkubasikan di dalam rumen 2 ekor ternak domba yang berbeda selama 2 periode tersebut. Sedangkan pada percobaan in vivo setiap hijauan diberikan kepada 2 ekor ternak domba percobaan secara ad libitum pada 2 periode yang berbeda sebagai ulangan. Data hasil pengamatan in vivo dapat dianalisis mengikuti prosedur kuadrat terkecil berdasarkan rancangan acak lengkap. Hasil pengamatan konsumsi pakan sukarela, kecernaan pakan, dan laju pertumbuhan ternak domba diprediksi dari karakteristik degradasi pakan menggunakan analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil persamaan regresi berganda tersebut dapat ditentukan nilai indeks pakan. Hasil percobaan in vivo dan in sacco menunjukkan bahwa nilai indeks pakan dari ke-6 hijauan yang diteliti bervarisi sangat lebar yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jumlah ternak dan jumlah pengamatan yang perlu ditingkatkan. Kata Kunci: Nilai Indeks, In Vivo, In Sacco
673
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
PENDAHULUAN Kualitas produksi ternak sangat erat hubungannya dengan kualitas pakan lokal yang tersedia. Sehingga pemanfaatan sumber pakan lokal secara optimal dapat menentukan tercapainya produktivitas secara maksimal pula. Oleh karena itu untuk tujuan praktis, sangatlah bermanfaat apabila dapat ditetapkan nilai tunggal (nilai indeks) untuk masing-masing jenis bahan pakan seperti alang-alang (Imperata cilindrica) (S1), Kolonjono (Brachiaria mutica) (S2), rumput Benggala (Panicum maximum) (S3), jerami padi (Oriza sativa) (S4), rumput lapang (Paspalum sp.) (S5) dan rumput Gajah (Pennisetum purpureum) (S6). Dengan metode ini, pakan yang berbeda dapat disusun dan dirangking secara teratur menurut nilai nutrisinya, untuk mendapatkan ransum yang mencukupi untuk tujuan produksi ternak. Informasi mengenai konsumsi pakan sukarela dari pakan lokal untuk setiap jenis ternak ruminansia sangat penting untuk diteliti dalam rangka perencanaan dan pengembangan model evaluasi pakan yang tepat di Indonesia. Sebab komposisi nilai nutrisi pakan ternak ruminansia yang digunakan di Indonesia sampai saat ini adalah hasil evaluasi yang ditemukan di Negara Eropa dan Amerika dimana kondisi alam, pakan dan ternaknya jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia. Sehingga penerapan sistem tersebut tidak memberikan informasi yang bermanfaat dalam rangka pengembangan dan perencanaan peningkatan produksi ternak ruminansia di Indonesia. Nilai gizi suatu bahan pakan, selain ditentukan oleh kandungan zat-zat gizinya juga sangat ditentukan oleh kemampuan degradasi dan adaptasi mikroba rumen yang berpengaruh terhadap kecernaan pakan, terutama kandungan lignin. Evaluasi degradasi bahan pakan dalam rumen dapat dilakukan dengan menggunakan metode in vitro, in sacco, dan in vivo. Hasil penelitian ISMARTOYO dan BUDIMAN (2001) menunjukkan bahwa rumput Gajah, rumput lapang, jonga-jonga, kulit coklat, biji kapuk, kulit buah markisa dan biji markisa sangat potensial sebagai sumber pakan ruminansia di Sulawesi Selatan. Pakan tersebut sangat mudah didegradasi dan difermentasi oleh mikroba rumen. Hasil percobaan in vitro dalam sistem CBC menunjukkan bahwa
674
kecernaan bahan pakan tersebut bervariasi mulai dari 40% sampai 60%. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, laboratorium Ternak Herbivora, dan kandang Percobaan Ternak Herbivora Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar yang berlangsung selama 3 bulan mulai bulan Pebruari sampai dengan Mei 2006 yang menggunakan ternak domba betina yang sedang bertumbuh dengan bobot badan awal 15,50 – 17,00 kg. Pakan yang digunakan adalah hijauan yang berupa alang-alang, Kolonjono, rumput Benggala, jerami padi, rumput lapang dan rumput Gajah yang diperoleh di sekitar kampus Universitas Hasanuddin dan sekitar Kota Makassar. Untuk mengukur laju pertumbuhan ternak, konsumsi pakan sukarela, dan kecernaan pakan (in vivo) diperlukan 6 ekor ternak domba yang diberikan pakan tunggal secara ad libitum dengan ulangan masing-masing 2 ekor ternak domba untuk setiap jenis hijauan pada 2 periode yang berbeda berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (STEEL dan TORRIE, 1980). Data konsumsi pakan sukarela dan kecernaan pakan dianalisis secara statistik (GLM.ANOVA Minitab Versi 13,2) untuk menguji perbedaan relatif antara bahan pakan satu dengan yang lainnya. Analisis regresi berganda (Y = X1a + X2b + X3c) dilakukan untuk memprediksi konsumsi pakan sukarela dan kecernaan pakan (in vivo) dari karakteristik degradasi pakan (in sacco). Pada percobaan in sacco, masingmasing sampel pakan hijauan diinkubasikan dalam rumen selama 8, 12, 24, 48, 72 dan 96 jam untuk 2 periode. Sehingga setiap sampel pakan hijauan (3 ulangan) diinkubasikan di dalam rumen 2 ekor ternak domba yang berbeda selama 2 periode tersebut. Hasil persamaan regresi tersebut selanjutnya diolah untuk menentukan nilai indeks pakan dengan metode KIBON dan ORSKOV (1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan kandungan nutrien relatif antara bahan pakan yang diteliti dapat
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 1. Komposisi kimia (%) alang-alang, Kolonjono, rumput Benggala, jerami padi, rumput lapang dan rumput Gajah
Alang-alang (S1)
Kolonjono (S2)
Rumput Benggala (S3)
Jerami padi (S4)
Rumput lapang (S5)
Rumput Gajah (S6)
Bahan kering
93,00
91,60
92,20
90,26
94,29
91,48
Bahan organik
90,00
88,57
89,70
87,95
91,67
88,22
Komponen (%)
9,60
6,82
5,67
3,55
5,80
10,07
38,28
31,24
28,44
33,11
41,82
35,57
1,88
1,63
2,82
1,49
1,26
3,55
Abu
11,90
16,13
14,77
21,18
7,36
18,84
BETN
38,54
44,19
48,30
40,67
43,74
31,97
Kalsium
0,38
0,35
0,48
0,37
2,01
1,12
Phosphor
0,43
0,87
0,81
0,76
0,92
0,45
Protein kasar Serat kasar Lemak kasar
diketahui berdasarkan hasil analisis proksimat pada Tabel 1. Variasi komposisi zat-zat makanan diantara bahan pakan yang diteliti dapat menyebabkan pebedaan kemampuan mikroorganisme rumen dalam mendegradasi pakan. Namun demikian secara umum bahan pakan tersebut dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok ternak ruminansia. Konsumsi dan kecernaan pakan (in vivo) Makanan yang dikonsumsi oleh seekor ternak bervariasi tergantung dari cara pemberian, cara penyediaan, bentuk makanan dan jumlah makanan yang diberikan. Rata- rata konsumsi bahan organik (BO) dan protein
kasar (PK) pakan sukarela (VFI), dan tingkat kecernaan BO dan PK pakan in vivo dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata kecernaan bahan organik sejalan dengan kecernaan protein kasar pakan, dimana kecernaan bahan organik rumput Gajah (65,61%) merupakan kecernaan pakan terbaik ke-2 setelah Kolonjono (74,77%), menyusul rumput Benggala (65,19%), rumput lapang (59,88%), alang-alang (50,19%), dan jerami padi (46,23%). Kolonjono dan rumput Gajah mempunyai nilai kecernaan yang tinggi dibandingkan ke-4 bahan pakan lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komposisi zatzat yang terkandung dalam pakan tersebut. Sedangkan jerami padi merupakan pakan yang
Tabel 2. Rata-rata konsumsi bahan organik dan protein kasar pakan sukarela, dan tingkat kecernaan bahan organik dan protein kasar pakan in vivo Domba 1 alang-alang
Domba 2 Kolonjono
Domba 3 rumput Benggala
Domba 4 jerami padi
Domba 5 rumput lapang
Domba 6 rumput Gajah
Konsumsi BO (VFI BO) (kg/ekor/hari)
1,41a
2,21b
1,55a
1,19a
1,65a
2,14b
Konsumsi PK (VFI PK) (kg/ekor/hari)
0,15a
0,17b
0,10a
0,05a
0,11a
0,25b
Kecernaan BO (%)
50,19a
74,77b
65,19b
46,23a
59,88b
65,61b
Kecernaan PK (%)
50,35a
71,54b
65,26b
47,13a
58,15b
65,13b
Parameter
Rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (P < 0,01)
675
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
paling kurang dikonsumsi oleh ternak domba Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya palatabilitas dan kandungan serat kasar yang tinggi sehingga menyebabkan ternak kesulitan dalam mencerna jerami padi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh SUTARDI (1980) dalam JAMARUN (1991) bahwa jerami padi mempunyai palatabilitas, kandungan protein, mineral, dan daya cerna yang rendah akibat dari zat-zat yang dikandungnya telah ditransfer ke biji pada fase generatif. Tingkat kecernaan dengan teknik in sacco Kemampuan degradasi mikroba rumen terhadap keenam sampel pakan yang diteliti dapat dilihat dari rata-rata kecernaan bahan organik dan protein kasar pakan in sacco pada Tabel 3 dan Tabel 4. Rata-rata kecernaan bahan organik pakan in sacco (Tabel 3) menunjukkan bahwa semakin lama masa inkubasi sampel pakan di dalam rumen, maka semakin tinggi nilai kecernaan
pakan tersebut. Hasil kecernaan in sacco tersebut sejalan dengan hasil kecernaan in vivo yang menunjukkan bahwa Kolonjono dan rumput Gajah lebih banyak dikonsumsi dan lebih mudah dicerna oleh ternak domba dibandingkan dengan ke-4 jenis pakan lainnya. Penelitian tentang pengembangan konsep baru untuk evaluasi pakan ruminansia oleh ØRSKOV et al, (1988) di Inggris, KIBON dan ØRSKOV (1993) di Negeria, KHAZAL et al, (1993) di Portugal, dan SHEM et al, (1995) di Tanzania menunjukkan bahwa ada korelasi yang erat antara karakteristik degradasi pakan dengan konsumsi pakan sukarela dan laju pertumbuhan ternak. Karakteristik degradasi pakan tersebut adalah fraksi pakan yang mudah larut (a), fraksi pakan yang lambat terdegradasi (b), kecepatan degradasi fraksi pakan (c), bentuk dan ukuran partikel pakan yang menentukan laju fraksi pakan (r), dan volume rumen. Rata-rata karakteristik degradasi bahan organik dan protein kasar pakan dalam rumen domba disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 3. Rata-rata kecernaan bahan organik pakan in sacco (%) Inkubasi (jam)
Domba 1 alang-alang
Domba 2 Kolonjono
Domba 3 rumput Benggala
Domba 4 jerami padi
Domba 5 rumput lapang
Domba 6 rumput Gajah
8,00
19,02
22,17
21,21
16,73
20,11
22,93
12,00
28,81
32,92
32,27
24,68
30,25
34,40
24,00
40,47
40,89
42,41
36,10
45,84
43,22
48,00
45,93
53,88
49,79
36,10
53,17
51,16
72,00
49,55
57,29
56,54
39,58
54,09
56,45
96,00
50,41
58,46
57,01
39,58
55,00
57,33
Tabel 4. Rata-rata kecernaan protein kasar pakan in sacco (%) Inkubasi (jam)
Domba 1 alang-alang
Domba 2 Kolonjono
Domba 3 rumput Benggala
Domba 4 jerami padi
Domba 5 rumput lapang
Domba 6 rumput Gajah
8,00
20,33
24,68
22,66
19,41
22,57
25,62
12,00
31,74
36,52
34,48
28,08
33,85
38,43
24,00
44,64
46,39
45,32
41,08
51,29
48,29
48,00
50,59
60,21
53,20
42,09
59,50
57,15
72,00
54,56
64,16
60,10
45,10
60,53
63,07
96,00
55,55
65,15
61,08
45,10
61,55
64,05
676
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 5. Rata-rata karakteristik degradasi bahan organik pakan dalam rumen Jenis pakan
a (%)
b (%)
c (%)
a + b (%)
Lag time (jam)
So (%)
Alang-alang
10,00
39,33
0,08
49,33
4,20
10,00
Kolonjono
12,00
46,87
0,05
58,87
3,15
12,00
Rumput Benggala
11,00
45,68
0,05
56,70
2,00
11,00
Jerami padi
9,00
29,82
0,12
38,91
5,20
9,00
Rumput lapang
12,00
42,53
0,09
54,53
5,20
12,00
Rumput Gajah
13,00
43,77
0,06
56,76
2,10
13,00
a b c a+b So Lag time
= = = = = =
fraksi pakan cepat terdegradasi fraksi pakan lambat terdegradasi kecepatan degradasi pakan potensi degradasi kelarutan pakan dalam air waktu adaptasi mikroba rumen sebelum mendegradasi pakan
Tabel 6. Rata-rata karakteristik degradasi protein kasar pakan dalam rumen Jenis pakan
a (%)
b (%)
c (%)
a + b (%)
Lag time (jam)
So (%)
Alang-alang
10,00
44,63
0,08
54,64
4,20
10,00
Kolonjono
12,00
53,99
0,05
65,99
1,42
12,00
Rumput Benggala
11,00
49,31
0,06
60,31
1,80
11,00
9,00
35,33
0,12
44,33
5,13
9,00
Rumput lapang
12,00
49,12
0,09
59,09
5,20
12,00
Rumput Gajah
13,00
50,43
0,06
63,42
1,55
13,00
Jerami padi
Karakteristik degradasi pakan dalam rumen domba (Tabel 5, Tabel 6) menunjukkan bahwa fraksi pakan yang mudah terdegradasi (a) bervariasi mulai dari 9% (jerami padi) dan 13% (rumput Gajah). Fraksi a yang cepat larut mengandung bahan kering polisakarida yang larut dalam air seperti yang ditemukan pada jagung oleh WILCOX et al, (1994). Komponen yang dapat larut tersebut dapat berupa gula yang secara cepat dapat didegradasi dan dapat pula berisi beberapa komponen organik yang dapat larut tetapi sukar didegradasi seperti Acid Detergent Insoluble Nitrogen (ADIN) (CHEESON, 1981; MCDONALD et al., 1995). Tingginya nilai fraksi a tersebut juga dipengaruhi oleh proses pencucian, dimana sebagian besar bahan pakan tersebut mudah larut dalam air. Hal ini sesuai dengan pendapat ORSKOV (1982), bahwa proses pencucian sangat mempengaruhi hilangnya partikelpartikel pakan, akibat adanya bahan pakan
yang mudah larut dalam air dan sebagai akibat dari proses pencucian itu sendiri. Kehadiran mikroba rumen di dalam kantong selama masa inkubasi dapat juga berperan sebagai sumber kesalahan dalam penentuan kecernaan pakan menggunakan teknik in sacco. Rendahnya nilai fraksi a pada jerami padi merupakan indikasi bahwa proses adaptasi mikroba rumen berlangsung lebih lama, disebabkan oleh adanya kandungan silika pada jerami padi. Silika tersebut tidak dapat dicerna oleh mikroba rumen, seperti yang dikemukakan oleh CHUZAEMI (1994) bahwa keterbatasan manfaat jerami padi sebagai pakan ternak karena adanya kandungan silika yang tinggi. Fraksi b atau fraksi pakan yang lambat terdegradasi pada karakteristik degradasi bahan organik pakan (Tabel 5) menunjukkan bahwa tingginya nilai fraksi b pada Kolonjono dan rumput Gajah menunjukkan bahwa ke-2 jenis bahan pakan tersebut mempunyai kecernaan
677
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
yang lebih tinggi dibandingkan ke-4 bahan pakan lainnya. Nilai fraksi c (laju degradasi fraksi b) yang terendah pada Kolonjono dan rumput Benggala, menyusul rumput Gajah, alangalang, rumput lapang, dan yang tertinggi pada jerami padi. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan pakan, pakan yang mengandung protein yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme rumen yang akhirnya dapat meningkatkan laju degradasi pakan tersebut (SIREGAR, 1994). Ternak ruminansia membutuhkan sumber protein yang berasal dari protein mikroba rumen. Sedangkan produksi protein mikrobial berbeda-beda setiap waktu, hal ini dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan (CZERKAWSKI, 1988). Tingginya fraksi b dan rendahnya fraksi c pada Kolonjono dan rumput Gajah sebagai indikasi bahwa ke-2 bahan pakan tersebut lebih muda didegradasi oleh mikroba rumen dibandingkan dengan ke-4 bahan pakan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh komponen penyusun isi sel yang mudah dicerna dan gampang larut seperti pati, protein, lemak dan mineral yang larut (VAN SOEST, 1994). Nilai fraksi a + b (total fraksi berpotensi terdegradasi, termasuk material yang lolos dari kantong nilon tanpa mengalami degradasi) cenderung sejalan antara karakteristik degradasi bahan organik (Tabel 5) dan karakteristik degradasi protein kasar pakan (Tabel 6). Lag time tertinggi (Tabel 6) terdapat pada rumput lapang (5,20 jam) dan jerami padi (5,13 jam), sedangkan lag time terendah adalah Kolonjono (1,42 jam) dan rumput Gajah (1,55 jam). Kondisi ini tidak jauh beda dengan ratarata karakteristik degradasi bahan organik pakan dalam rumen (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk beradaptasi dengan kehadiran pakan Kolonjono dan rumput Gajah lebih singkat dibandingkan dengan rumput lapang dan jerami padi. Uraian tersebut diatas menegaskan bahwa Kolonjono dan rumput Gajah adalah bahan pakan yang mudah didegradasi dan difermentasi oleh mikroba rumen ternak domba. Hal ini dibuktikan dengan keistimewaan yang dimiliki oleh Kolonjono dan rumput Gajah, yaitu: dengan nilai a+b
678
yang tinggi menghasilkan kecepatan degradasi (c) yang lebih rendah, angka kelarutan ke-2 bahan pakan tersebut dalam air (So) juga relatif tinggi, dan dengan lag time yang relatif singkat menghasilkan nilai kecernaan in sacco yang lebih tinggi dibandingkan dengan ke-4 bahan pakan lainnya. Hal ini sesuai dengan kecernaan in vivo, dimana Kolonjono dan rumput Gajah menunjukkan nilai kecernaan tertinggi. Dengan demikian teknik in sacco dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kecernaan in vivo. Pertambahan berat badan ternak domba Pertambahan berat badan (PBB) merupakan akibat dari membesar dan bertambahnya berat jaringan-jaringan tubuh yang dipengaruhi oleh salah satu faktor yaitu kualitas dan kuantitas konsumsi makanan. Hal ini erat kaitannya dengan kesehatan ternak dan kondisi lingkungan. Kemampuan jenis dan bangsa ternak ruminansia dalam mengkonsumsi pakan berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian ini, ternak domba diteliti kemampuannya dalam mengkonsumsi dan mencerna pakan tunggal yang diberikan secara ad libitum. Jumlah pakan yang dikonsumsi sangat mempengaruhi pertambahan berat badan. Hal ini didukung oleh konsumsi bahan organik dan protein kasar pakan (Tabel 2), dimana rumput Gajah dan Kolonjono lebih banyak dikonsumsi. Kolonjono dan rumput Gajah juga mempunyai nilai kecernaan yang tinggi di bandingkan dengan ke-4 bahan pakan lainnya. Tidak selamanya konsumsi makanan yang tinggi akan memberikan PBB yang tinggi pula (ANGGORODI, 1980) yang juga didukung oleh DINKEL (1985), bahwa PBB seekor ternak dipengaruhi oleh faktor makanan, bangsa, dan keadaan ternak itu sendiri. Hasil yang diperoleh pada Tabel 7 menunjukkan bahwa walaupun jerami padi merupakan bahan pakan yang paling kurang dikonsumsi oleh ternak domba, namun PBB nya lebih tinggi (95,23g/ekor/hari) dibandingkan domba yang diberi pakan rumput Benggala (92,86g/ekor/hari) dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan domba yang diberi pakan rumput Gajah (95,24 g/ekor/hari).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 7. Pertambahan berat badan domba (g/ekor/hari)
Rata-rata
Domba 1 Alang-alang
Domba 2 Kolonjono
Domba 3 rumput Benggala
Domba 4 Jerami padi
Domba 5 rumput lapang
Domba 6 rumput Gajah
107,13ab
140,47b
92,86ab
95,23ab
80,95a
95,24ab
Rata-rata yang diikuti oleh huruf berbeda, menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,01)
Nilai indeks pakan Ruminansia sebagai ternak yang menyediakan reaktor biologis yang sangat kompleks dapat dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan pakan berserat kasar tinggi (roughage) (RASJID, 2005). Dalam rangka memacu proses produksi ruminansia secara optimal, efektif, dan efisien sangatlah bermanfaat apabila dapat diberikan
nilai tunggal (nilai indeks) untuk masingmasing jenis bahan pakan seperti; alang-alang, Kolonjono, rumput Benggala, jerami padi, rumput lapang, rumput Gajah. Dengan cara ini, pakan yang berbeda dapat disusun dan ranking secara teratur menurut nilai nutrisinya, untuk menghasilkan ransum yang cukup untuk tujuan produksi ternak. Kombinasi konsumsi protein kasar pakan dan karakteristik degradasi pakan (Tabel 8) sejalan dengan (Tabel 9), dimana koefisien
Tabel 8. Karakteristik degradasi bahan organik pakan dan nilai indeks pakan Jenis pakan Alang-alang a,b,c a,b,c a,b,c Kolonjono a,b,c a,b,c a,b,c Rumput Benggala a,b,c a,b,c a,b,c Jerami padi a,b,c a,b,c a,b,c Rumput lapang a,b,c a,b,c a,b,c Rumput Gajah a,b,c a,b,c a,b,c
Nilai indeks pakan
R2 (%)
VFI = -12,5 + 0,390a + 0,271b - 7,7c Kec = -907 + 23,6a + 17,4b + 489c PBB = 1319 - 17,1a - 19,8b - 3417c
38,91 40,66 71,53
89,80 93,40 27,20
VFI = 0,56 - 0,162a + 0,051b + 23,6c Kec = -31 - 1,03a + 1,96b + 531c PBB = 4062 - 8,1a - 86,0b + 4305c
34,04 -102,97 483,06
81,20 73,60 84,30
VFI = -19,6 + 0,468a + 0,314b + 33,5c Kec = -244 + 6,5a + 4,89b + 345c PBB = -945 + 18,4a + 16,8b + 1,291c
45,23 48,02 56,22
25,90 15,00 34,70
VFI = -59,2 + 1,79a + 1,67b - 46,0c Kec = -2287 + 66,9a + 66,2b - 2,024c PBB = -1329 + 43a + 43b - 1955c
39,90 42,14 33,36
64,90 80,20 18,10
VFI = -32,8 + 0,726a + 0,391b + 106c Kec = -611 + 13,7a + 7,51b + 2,178c PBB = 5,095 - 56,5a - 86,9b - 7,529c
48,05 49,62 89,29
94,10 93,00 52,80
VFI = 0,6 - 0,98a + 0,223b + 76c Kec = 187 - 32,7a + 4,07b + 2,190c PBB = -362 - 133a + 37,9b + 9115c
-1,61 3,53 -3,76
13,40 25,70 28,80
Persamaan regresi
VFI = konsumsi bahan organik pakan sukarela; PBB = pertambahan berat badan domba Kec = kecernaan bahan organik pakan sukarela
679
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
regresi tertinggi terdapat pada alang-alang, menyusul Kolonjono, dan rumput lapang. Sedangkan korelasi pertambahan berat badan domba dan karakteristik degradasi pakan bukan merupakan prediktor yang baik untuk memprediksi pertambahan berat badan. Demikian pula dengan bahan pakan lainnya tidak menunjukkan prediktor yang baik untuk memprediksi konsumsi pakan, kecernaan in vivo, dan pertambahan berat badan domba berdasarkan karakteristik degradasi pakan in sacco. Dengan memperhatikan faktor a, faktor b, dan faktor c untuk memprediksi kecernaan in vivo, maka nilai indeks pakan dapat dihitung dengan jalan membagi angka (konstan) dalam persamaan regresi tersebut dengan angka yang sama sehingga hasilnya menjadi sama dengan satu (= 1). Pembagian tersebut akan menghasilkan koefisien b’ untuk b, koefisien c’
untuk c. Jumlah hasil perkalian (y= 1a + b’b + c’c) disebut sebagai nilai indeks pakan. Hasil perhitungan nilai indeks pakan untuk ke-6 jenis bahan pakan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai indeks pakan yang diteliti bervariasi sangat lebar. Tinggi rendahnya nilai indeks pakan tersebut terutama disebabkan oleh fluktuasi nilai a, b, dan nilai c dari setiap jenis bahan pakan, disamping itu juga dipengaruhi oleh nilai a + b, dan lag time. Rangking bahan pakan ruminansia bedasarkan analisis nilai indeks pakan belum pernah dilakukan dan baru pertama kali dilakukan di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan. Sejauh ini belum ditemukan daftar nilai indeks pembanding dan atau nilai indeks pakan standar untuk koreksi dan atau bahan kajian.
Tabel 9. Karakteristik degradasi protein kasar pakan dan nilai indeks pakan Faktor
Persamaan regresi
Nilai indeks pakan
R2 (%)
Alang-alang a,b,c
VFI = -4,58 + 0,103a + 0,0812b + 1,11c
46,04
89,00
a,b,c
Kec = -2412 + 52,8a + 41,7b + 936c
46,67
96,30
a,b,c
PBB = 1591 - 28,1a - 23,5b - 1998c
53,01
18,50
Kolonjono a,b,c
VFI = 0,128 - 0,0077a + 0,00542b + 1,91c
-38,26
87,10
a,b,c
Kec = -71,5 + 0,65a + 2,09b + 514c
225,14
92,30
a,b,c
PBB = 642 + 12,1a - 16,9b + 5559c
110,38
24,50
a,b,c
VFI = -151 + 0,0456a + 0,0168b + 5,25c
36,14
67,50
a,b,c
Kec = -292 + 9,0a + 4,28b + 938c
40,70
37,20
a,b,c
PBB = -621 + 13,0a + 9,66b + 1700c
55,49
39,90
a,b,c
VFI = -0,03 + 0,0042a + 0,0016b - 0,10c
25,32
1,40
a,b,c
Kec = 351 - 9,7a - 6,1b + 2c
31,20
5,40
a,b,c
PBB = 3963 - 119a - 87,0b + 2394c
59,70
63,40
Rumput Benggala
Jerami padi
VFI = konsumsi bahan organik pakan sukarela; PBB = pertambahan berat badan domba Kec=kecernaan bahan organik pakan sukarela
680
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
KESIMPULAN DAN SARAN
CZERKAWASKI, J.W. 1988. An introduction to ruminant studies. Pergamon press, Oxford.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil percobaan in vivo dan in sacco menunjukkan bahwa Kolonjono dan rumput Gajah memiliki nilai konsumsi dan kecernaan tertinggi dibandingkan ke-4 pakan lainnya. 2. Pertambahan berat badan ternak domba yang diberi hijauan Kolonjono sangat nyata lebih tinggi (P < 0,01) dibandingkan yang diberi pakan lainnya. 3. Karakteristik degradasi a, b dan c merupakan prediktor yang baik untuk memprediksi konsumsi pakan sukarela, kecernaan pakan, dan laju pertumbuhan ternak domba. Akan tetapi nilai indeks pakan dari ke-6 hijauan yang diteliti bervariasi sangat lebar yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jumlah ternak dan jumlah pengamatan yang perlu ditingkatkan. 4. Nilai indeks pakan hasil penelitian berdasarkan korelasi antara konsumsi pakan sukarela, kecernaan pakan, dan pertambahan berat badan ternak domba dengan karakteristik degradasi pakan, belum dapat digunakan sebagai indikator dalam memilih pakan hijauan untuk ternak domba.
DINKEL, C.A. 1985. Weaning wight of beef calves as affected by ages and sexof calves and ages of dam. J. Anim. Sci. 24: 1067.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji lebih dalam kemungkinan adanya parameter lain yang mempengaruhi nilai indeks pakan selain konsumsi pakan sukarela, kecernaan pakan, dan pertambahan berat badan ternak domba dengan karakteristik degradasi pakan untuk menghasilkan nilai indeks yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA ANGGORODI, R. 1980. Ilmu makanan ternak umum. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. CHEESON, A. 1981. Polysaccharide degradation by rumen microorganisms. In: HOBSON, P.N. (Ed.) The rumen microbial system. Elsevier Applied Sci., New York, USA. CHUZAEMI, S. 1994. Potensi Jerami Padi sebagai Pakan Ternak Ditinjau dari Kinetika Degradasi dan Retensi Jerami di Dalam Rumen. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
ISMARTOYO and B. NOHONG. 2001. A Consecutive Batch System is A New and An Appropriate Concept of Feed Evaluation System in South Sulawesi. Final Repeort DCRG 2000/2001. JAMARUN, N. 1991. Teknologi Terapan dan Pengembangan Peternakan. Departemen P dan K. Pusat penelitian Universitas Andalas, Padang. KHAZAL, K., M.T. DENTINHO, J.M. RIBEIRO and E.R. ØRSKOV. 1993. A comparison of gas production during incubation with rumen contents in vitro and nylon bag degradibility as predictor of the apparent digestibility in vivo and the voluntary intake of hays. Anim. Prod. 57: 105 – 112. KIBON, A. and ØRSKOV, E.R. 1993. The see of degradation characteristics of browse plant to predict intake and digestibility by goats. Anim. Prod. 57: 247 – 251. MCDONALD, P., R.A. EDWARDS, J.F.D. GREENHALGH and C.A. MORGAN. 1995. Animal nutrition. Longman scientific and technical publisher. New York, U.S.A. MINITAB. 2000. Minitab Statistical Software for Windows Rel. 13.2. Minitab Inc. ØRSKOV, E.R. 1982. Protein nutritional in ruminants. Academic Press, London. ØRSKOV, E.R., G.W. RCID dan M. KAY. 1988. Prediction of intake by cattle from degradation characteristics of rouhages. Anim. Prod. 46: 29 – 34. RASJID, S. 2005. Keajaiban ruminansia. Orasi Ilmiah pada Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Nutrisi Ruminansia Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. SHEM, M.N. 1995. Evaluation of the locally feed resources on small holder farm on slopes of Mount Kilimanjoro. Ph.D Thesis, University of Aberdeen. SIREGAR. 1994. Ransum ternak ruminansia. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1980. Principle and procedures of statistics. A Biometrical Approach. Second Edition. MCGraw Hill International Book Company. Japan. pp.195229.
681
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
VAN SOEST, P.J. 1994. Nutritional ecology of the ruminant. 2nd Edition. Comell University Press, New York.
WILLCOX, M. C., R. D. SHAVER, J.G. COORS, and K.K. BATAJOO. 1994. Influence of sugaryBrawn 2 or dent corn at two forage levels on intake, digestion, and milk production by dairy cows. J. Anim. Sci. 72:220.
DISKUSI Pertanyaan: 1. Bagaimana kondisi alang-alang yang digunakan? 2. Apakah tidak menampilkan perlakuan mana yang terbaik? Jawaban: 1. Alang-alang yang digunakan masih muda karena terbukti memiliki kadar air yang tinggi. 2. Dalam makalah semua ditampilkan bukan dalam persen tetapi dalam satuan kg.
682