Produksi Bahan Kering dan Nitrogen Beberapa Varietas Rumput Hijauan Makanan Ternak untuk Mendukung Ketahanan Pakan Andi Ella
265
PRODUKSI BAHAN KERING DAN KANDUNGAN NITROGEN BEBERAPA VARIETAS RUMPUT HIJAUAN MAKANAN TERNAK UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PAKAN Dry Matter Production and Nitrogen Content of Several Cultivars of Forage to Support Feed Security Andi Ella Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5, Sudiang, Makassar E-mail:
[email protected]
ABSTRACT An experiment has been conducted to examine effect of cutting height and frequency on dry matter production and nitrogen content of five cultivars of guinea grass (Panicum maximum) in Gowa Experimental Station, Assessment Institute for Agricultural Technology South Sulawesi. The cultivars of Panicum maximum grass used were P. maximum cv. Hamil, P. maximum cv. Coloniao, P. maximum cv. Makueni, P. maximum cv. Gatton, and P. maximum cv. Riversdale. Cutting frequencies were 4, 8, and 12 weeks after uniform cutting with height of 10, 15, and 20 cm above the ground. This experiment used completely randomized design with factorial pattern, where the first factor was cutting interval and the second factor was cutting height, with three replications. The results obtained showed that dry matter forage yield increased significantly (P<0.01) with the increase in cutting interval and cutting height; nitrogen production also increased significantly (P<0.01) with the increase in cutting interval, although cutting height did not show significant differences in total production of nitrogen in the forage. Keywords: frequency of cutting, forage production, nitrogen content, Panicum grass ABSTRAK Sebuah percobaan telah dilakukan untuk menguji pengaruh tinggi dan frekuensi pemotongan terhadap produksi bahan kering dan kandungan nitrogen pada lima jenis rumput guinea grass (Panicum maximum) di Kebun Percobaan Gowa, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Jenis rumput Panicum maximum yang digunakan adalah, P. maximum cv. Hamil, P. maximum cv. Coloniao, P. maximum cv. Makueni, Panicum maximum cv. Gatton dan P. maximum cv. Riversdale. Frekuensi pemotongan adalah 4, 8, dan 12 minggu setelah pemotongan seragam dengan tinggi 10, 15, dan 20 cm dari permukaan tanah. Percobaan ini menggunakan rancangan pola faktorial, di mana interval pemotongan sebagai faktor pertama dan tinggi pemotongan sebagai faktor kedua, dengan tiga kali ulangan. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa produksi bahan kering hijauan meningkat sangat signifikan (P<0.01) seiring dengan meningkatnya interval dan tinggi pemotongan; juga produksi nitrogen meningkat secara sangat significant (P<0.01) dengan meningkatnya interval pemotongan, meskipun tinggi pemotongan tidak memperlihatkan perbedaan terhadap total produksi nitrogen dalam hijauan. Kata kunci: frekuensi pemotongan, produksi hijauan, kandungan nitrogen, rumput Panicum
PENDAHULUAN Untuk mendapatkan produktivitas ternak yang baik, maka ternak harus ditempatkan pada kondisi lingkungan yang sesuai, terutama ketersediaan pakan yang cukup bermutu dan seimbang, yang nantinya akan sangat berpengaruh tehadap kesehatan, perbaikan produksi dan reproduksi. Ketersediaan hijauan yang cukup baik kuantitasnya maupun kualitasnya serta ketersediaanya secara terus menerus harus menjadi kunci utama dalam memelihara ternak. Salah satu jenis tananamn hijauan yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai pakan ternak adalah rumput guinea (Panicum maximum). Rumput ini mampu menghasilkan bahan kering sebanyak
266
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
20-26 tan/ha setahun dengan kandungan protein kasar berkisar 11,9%12% dan dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah. Rumput ini tahan terhadap musim kemarau yang panjang namun tetap memerlukan iklim yang lembap untuk hidup subur. Selain itu, tanaman ini tahan terhadap pengaruh naungan, sehingga sangat cocok ditanam pada areal perkebunan, seperti kawasan di bawah tanaman kelapa dan tanaman utama yang masih muda. Namun, rumput ini tidak tahan terhadap genangan air yang terlalu lama. Jenis rumput ini tumbuh dengan tegak mempunyai perakaran yang dalam, sehingga dapat bertahan tumbuh dengan baik pada kodisi kemarau yang panjang, tingginya di antara 1,5 - 2 m sesuai dengan varietasnya. Jenis rumput ini banyak dijumpai tumbuh dengan baik pada daerah tropis dan subtropics dengan curah hujan lebih dari 1.000 mm/th dan tahan terhadap naungan (Mansyur et al., 2005) Untuk mengharapkan produktivitas yang tinggi, selain bibit dan kesuburan tanah yang baik maka faktor manajemen harus pula diperhatikan, terutama frekuensi pemotongan (umur pemotongan). Tanaman yang dipotong pada umur yang terlalu tua akan sangat berpengaruh terhadap kandungan nutrisi, terutama kadar protein kasar meskipun produksi hijauannya lebih tinggi. Sebaliknya, bila dipotong terlalu sering atau interval pemotongan yang terlalu pendek, meskipun kadar protein kasarnya tinggi, produksi kumulatif hijauannya lebih sedikit. Sebaliknya, bila tanaman dipotong tertalu sering disertai tinggi pemotongan dari permukaan tanah terlalu pendek dapat berakibat tanaman akan mati karena sangat pendek waktu untuk mempersiapkan bertumbuh kembali (Rahman et al. 2009; Da Silveira et al., 2010). Oleh karena itu, untuk mendapatkan produksi hijauan yang maksimal dengan kandungan gizi yang optimal maka harus diseimbangkan umur tanaman pada saat dipotong dengan tinggi pemotongan dari permukaan tanah, sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk melihat frekuensi dan tinggi pemotongan pengaruhnya terhadap perubahan produksi bahan kering hijauan dan kandungan nutrisinya.
METODE PENELITIAN Percobaan ini telah dilakukan di Kebun Percobaan Gowa, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, untuk menguji pengaruh tinggi dan frekuensi pemotongan terhadap produksi bahan kering dan kandungan nitrogen lima jenis rumput guinea (Panicum maximum) yang ditanam pada plot percobaan yang berukuran 3 x 5 m. Jenis rumput yang digunakan adalah P. maximum cv. Hamil, P. maximum cv. Coloniao, P. maximum cv. Makueni, Panicum maximum cv. Gatton dan P. maximum cv. Riversdale. Frekuensi pemotongan adalah 4, 8, 12 minggu dengan tinggi cm 10, 15, dan 20 cm dari permukaan tanah. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 3 x 3, di mana interval pemotongan sebagai faktor pertama dan tinggi pemotongan sebagai faktor kedua dan tiga kali ulangan. Rumput ditanam pada awal musim hujan dengan menggunakan sobekan anakan dengan jarak tanam 25 cm dalam larikan dan 50 cm antara larikan. Pada saat tanaman rumput berumur 4 minggu tanaman dipotong seragam sesuai dengan perlakuan tinggi pemotongan (10, 15, dan 20 cm di atas permukaan tanah), selanjutnya dipotong sesuai perlakuan interval pemotongan (4, 8, dan 12 minggu). Setiap hasil pemotongan ditimbang untuk mengetahui produksi hijauan segar, selanjutnya diambil sampel sebanyak 1 kg masing-masing perlakuan, dikeringkan dalam oven untuk mengetahui produksi bahan keringnya. Sampel tersebut digiling dan dianalisis untuk mengetahui produksi bahan kering dan kandungan nitrogennya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Interval Pemotongan Manajemen pemotongan, terutama umur tanaman pada saat dipotong sangat berpengaruh terhadap kuantitas maupun kualitas hijauan pakan ternak. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa interval pemotongan berpengaruh nyata terhadap produksi bahan kering rumput (Da Silveira, 2010; Carnevalli et al., 2006; Da Silva et al., 2009). Hasil yang sama pada penelitian ini menunjukkan
Produksi Bahan Kering dan Nitrogen Beberapa Varietas Rumput Hijauan Makanan Ternak untuk Mendukung Ketahanan Pakan Andi Ella
267
bahwa dari lima kultivar P maximum memberikan respon yang sangat signifikan (P<0.01) terhadap produksi bahan kering hijauan di mana semakin lama interval pemotongan semakin tinggi produksi hijauan (Tabel 1). Produksi bahan kering hijauan tertinggi diperoleh dari cv. Coloniao dan cv. Riversdale yaitu masing adalah 64,56 t/ha dan 64,23 t/th dari frekuensi pemotongan 12 minggu, meskipun tidak beda jauh dengan cv. Hamil dan cv. Catton dan yang terendah produksi bahan keringnya adalah cv. Makueni pada umur pemotongan yang sama. Hasil ini hampir sama dilaporkan oleh Hare et al. (2009) di mana produksi bahan kering beberapa jenis rumput yang diperoleh adalah 67,82 t/ha. Tabel 1. Pengaruh interval pemotongan terhadap produksi bahan kering hijauan (t/ha) rumput P. Maximum Jenis rumput
Frekuensi pemotongan (minggu) 4 8 12
cv. Hamil
cv. Coloniao
cv. Makueni
cv. Catton
cv. Riverdale
38,16 52,09 63,12
40.23 55,60 64.56
36,43 50,09 59.98
41,05 53,26 61,67
40,63 58,64 64,23
Produksi bahan kering (t/ha/) a
39.30 b 53,94 c 62,71
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01).
Hasil yang sama juga diperoleh pada produksi kumulatif nitrogen, yaitu ada kecenderungan bahwa semakin lama interval pemotongan semakin tinggi produksi nitrogen, meskipun pada penelitian ini antara pemotongan setiap 4 minggu dengan pemotongan 8 minggu tidak memberikan perbedaan yang signifikan, sedangkan dengan interval pemotongan 12 minggu pengaruhnya sangat nyata (P<0,01). Sementara itu, persentase nitrogen dalam hijauan semakin menurun seiring dengan meningkatnya umur tanaman pada saat pemotongan (Tabel 2). Hasil ini hampir sama yang dilaporkan Middleton (1982) dengan menggunakan beberapa jenis rumput yang berbeda baik rumput menjalar maupun rumput tegak di mana interval pemotongan yang lebih lama memberikan produksi kumulatif bahan kering hijauan maupun nitrogen dan kecenderungan % N dalam hijauan akan menurun pula bila interval pemotongan semakin lama. Secara keseluruhan terlihat bahwa semakin lama jarak waktu pemotongan semakin tinggi produksi bahan kering hijauan dan nitrogen untuk semua kultivar rumput P. maximum. Namun, kultivar diperlukan manajemen waktu pemotongan yang tepat agar bukan saja produksi yang tinggi tetapi juga kualitasnya yang harus dipertahankan. Tabel 2.
Pengaruh interval pemotongan terhadap produksi nitrogen dan % nitrogen dalam hijauan rumput P. Maximum Jenis rumput
Frekuensi pemotongan (minggu)
cv. Hamil
cv. Coloniao
4 8 12
568 584 678
582 580 702
cv. Makueni cv. Catton 546 570 690
547 568 680
cv. Riverdale 588 590 699
Produksi N (kg/ha a
566,20 a 578,40 b 689,80
%N 2,42 1,98 1,32
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01).
Tinggi Pemotongan Tinggi pemotongan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produksi bahan kering hijauan, bahkan ada kecenderungan bahwa semakin tinggi pemotongan dari permukaan tanah produksi hijauan akan menurun (Tabel 3). Bagian tanaman yang tersisa dari pemotongan adalah
268
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
merupakan bagian yang masih dapat dikonsumsi oleh ternak. Bagian ini sangat berpengaruh terhadap jumlah total produksi hijauan dari suatu jenis tanaman, terutama jenis rumputan. Tabel 3. Pengaruh tinggi pemotongan terhadap produksi bahan kering hijauan rumput P. Maximum Tinggi pemotongan (cm) 10 15 20
cv. Hamil 42,16 40.86 40,25
cv. Coloniao 40.23 55,60 52.56
Jenis rumput cv. Makueni 36,43 50,09 48.98
cv. Catton 41,05 53,26 50,67
cv. Riverdale 40,63 58,64 54,23
Produksi bahan kering (t/ha/) a
39.30 b 53,94 b 49,34
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01).
Akumulasi produksi hijauan dari tinggi pemotongan 10 cm dari permukaan tanah adalah yang paling rendah baik dibandingkan dengan tinggi pemotongan 15 cm maupun 20 cm. Secara umum terlihat bahwa justru tinggi pemotongan 15 cm yang memberikan produksi bahan kering tertinggi (53,94 t/ha). Rendahnya produksi bahan kering pada tinggi pemotongan 10 cm kemungkinan besar diakibatkan oleh banyaknya bagian tunas yang terpotong sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk tumbuh kembali dibandingkan dengan tinggi pemotongan 15 cm. Di sisi lain, karena rendahnya produksi bahan kering hijauan untuk tinggi pemotongan 20 cm kemungkinan adalah banyak bagian tanaman tersisa yang tidak terpotong, sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap akumulasi produksi bahan kering hijauan, seperti yang telah dilaporkan Voorthuizen (1972) pada rumput guinea grass.
Interaksi Interval Pemotongan x Tinggi Pemotongan Pengaruh interaksi antara interval pemotongan dengan tinggi pemotongan terhadap produksi bahan kering dan nitrogen hijauan terlihat pada Tabel 4. Pada tabel tersebut terlihat bahwa interaksi antara interval pemotongan dengan tinggi pemotongan sangat nyata perbedaannya (P<0,01) antara interval pemotongan 12 minggu interaksi tinggi pemotongan 10 cm dengan tinggi pemotongan 15 cm dan 20 cm dari permukaan tanah juga dengan interval pemotongan 4 minggu dan 8 minggu. Tabel 4. Pengaruh interaksi interval pemotongan dengan tinggi pemotongan terhadap bahan kering dan nitrogen hijauan Tinggi pemotongan (cm) 10 15 20
Bahan kering (t/ha) Cutting interval (minggu) 4 8 12 22,25 34,85 61,49 25,94 33,48 51,18 25,97 34,88 46,93
produksi
Nitrogen (t/ha) Cutting interval (minggu) 4 8 12 505 536 728 569 531 574 558 553 583
Produksi nitrogen secara kumulatif juga terlihat bawa interval pemotongan 12 minggu sangat signifikan pengaruhnya (P<0,01) terhadap total produksi nitrogen dengan interval pemotongan 4 dan 8 minggu pada tinggi pemotongan 15 dan 20 cm dari permukaan tanah, di mana produksi nitrogen yang paling tinggi adalah 728 t/ha pada tinggi pemotongan 10 cm dengan interval pemotongan 12 minggu. Kondisi ini memungkinkan karena pada tinggi pemotongan 10 cm banyak bagian tanaman yang tepotong apalagi dibarengi dengan interval pemotongan yang lebih lama yaitu 12 minggu sehingga tanaman mempunyai waktu yang lebih lama untuk bertumbuh dan berproduksi. Kondisi yang sama juga telah dilaporkan Middleton (1982) pada beberapa jenis rumput yang berbeda, baik pada tanaman rumput yang tumbuhnya tegak maupun rumput yang tumbuhnya menjalar (stolon) dengan interval pemotongan yang lebih longgar dengan tinggi pemotongan lebih pendek memberikan produksi hijauan kering secara kumulatif lebih tinggi dibandingkan dengan interval pemotongan yang lebih pendek dengan tinggi pemotongan yang lebih tinggi.
Produksi Bahan Kering dan Nitrogen Beberapa Varietas Rumput Hijauan Makanan Ternak untuk Mendukung Ketahanan Pakan Andi Ella
269
KESIMPULAN DAN SARAN
Produksi bahan kering hijauan, nitrogen, dan prosentanse N dalam hijauan tertinggi diperoleh dari cv. Coloniao dan cv. Riversdale pada frekuensi pemotongan 12 minggu, meskipun tidak beda jauh dengan cv. Hamil dan cv. Catton. Manajemen pemotongan harus diperhatikan. Tanaman hijauan pakan tidak boleh dipotong pada umur yang terlalu tua karena akan menurunkan kandungan nutrisinya terutama kandungan protein dan serat kasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam pengelolaan hijauan pakan ternak. Karena manajemen pemotongan sangat menentukan kecukupan ketersediaan hijauan pakan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA Carnevalli, R.A., S.C. Da Silva, A.A. Oliveira, M.C. Uebele, F.O. Bueno, J. Hodgson, G.V. Silva, and J.P. Moraes. 2006. Herbage production and grazing losses in panicum maximum cv. Mombaca Pastures under four grazing managements. Tropical Grassland 40:165–176. Da Silveira. M.C.T., D. N. Junior, B.A.L. Da Cunha, G.S. Difante, K.S. Pena, S.C. Da Silva, and F. Sbrissia. 2010. Effect of cutting interval and cutting height on morphogenesis and faccumulation of guinea grass (Panicum maximum). Tropival Grassland 44:103 –108. Da Silva, S.C., A.A.O. Boneo, R.A. Carnevalli, M.C. Uebel., F.O. Bueno, J. Hodgson, C. Matthew, G.C. Arnold, and J.P.G. Morais. 2009. Sward structural caharacteristics and herbage accumulation of panicum maximum cv. Mombaca subjected to rotational stocking managements. Scientia Agricola 66:8–19. Here, M.D., P. Tatsapong, and S. Phengphet. 2009. Herbage yield and quality of brachiaria cultivars, paspalaum atratum and panicum maximum in North-East Thailand. Tropical Grassland 43:65–72. Middleton, C.H. 1982. Dry matter and nitrogen changes in five tropical grasses as influenced by cutting height and frequency. Tropical Grassland 16:12 -117. Mansyur., N.P. Indrani, dan l. Susilawati. 2005a. Peranan leguminosa tanaman penutup pada sistem pertanaman jagung untuk penvediaan hijauan pakan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005. Bogor, 12–13 September 2005. Rahman, M.M., Y. Ishii, M. Niim, and O. Kawamura. 2009. Effect of clipping interval and nitrogen fertilization on oxalte content in pot grown napir grass (Pennisetum purpureum). Tropical Grasslan 43:73–78. Voorthuizen, van E.G. 1972. The effects of cutting frequency and cutting height on four naturally occurring pasture grasses in Tanzania. East Africa Agricuture and Forestry Journal 37:258-264.