Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
INTRODUKSI BEBERAPA JENIS RUMPUT DAN LEGUMINOSA UNGGUL SEBAGAI PENYEDIA HIJAUAN PAKAN PADA LAHAN KERING DATARAN RENDAH DI KABUPATEN PINRANG (Introduction of Superior Grass and Legumes for Forages in Low-dry Land of Pinrang Regency) A. NURHAYU1, A. SAENAB2 dan M. SARIUBANG1 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5, Makassar 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian DKI Jakarta
ABSTRACT The assessment of introduction for superior grass and legumes was conducted in Tatae and Pekkabata village, Duampanua subdistrict, Pinrang Regency, South Sulawesi. The purpose of the study to get superior grass and legumes in low-dry land to provide good of forage, in particular during dry season. The grass that were introduced including Pennisetum purpureum cv Taiwan, Setaria sphacelata cv splenda, Digitaria milanjiana cv Jarra, Panicum infestum and legumes were Arachis pintoi cv Amarillo and Stylosanthes guianensis. Results obtained show that in Tatae village Pennisetum purpureum cv Taiwan has a high plants and production is 126.1 cm and 670.75 g/m2, Setaria sphacelata cv splenda that is 72.3 cm and 371.71 g/m2, Digitaria milanjiana cv Jarra has long propagation and production of forage 52.2 cm and 248.9 g/m2, Panicum infestum 25.4 cm and 176 g/m2, Stylosanthes guianensis long propagation 25.6 cm. In Pekkabata village, Setaria sphacelata cv splenda has high production of forage 68.55 cm and 204.83 g/m2, Digitaria milanjiana cv Jarra 35.25 cm and 169.93 g/m2, Panicum infestum 23.05 cm and 185.6 g/ m2 and Arachis pintoi cv Amarillo 28.25 cm and 14,549 g/m2. The conclusions are Pennisetum purpureum cv Taiwan, Setaria sphacelata cv splenda, Digitaria milanjiana cv Jarra, Panicum infestum and Arachis pintoi cv Amarillo adaptive grow well, except Stylosanthes guianensis less because it is not adaptive and drought-resistant, than winning farmers so very honored and quickly spread to the other farmers' groups have even spread to several districts such as Cempa and Lembang subdistrict. Key Words: Introduction, Grass and Legumes Superior, Forage ABSTRAK Pengkajian introduksi rumput dan leguminosa unggul dilakukan di Kelurahan Tatae dan Kelurahan Pekkabata, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan rumput dan leguminosa unggul pada daerah lahan kering dataran rendah sehingga dapat menjadi penyedia hijauan pakan berkualitas khususnya pada musim kemarau untuk mendukung kegiatan pembibitan dan penggemukan sapi potong. Jenis rumput unggul yang diintroduksi yaitu Pennisetum purpureum cv Taiwan, Setaria sphacelata cv splenda, Digitaria milanjiana cv Jarra, Panicum infestum dan leguminosa unggul berupa Arachis pintoi cv amarillo dan Stylosanthes guianensis. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa di Kelurahan Tatae Pennisetum purpureum cv Taiwan mempunyai tinggi dan produksi hijauan yaitu 126,1 cm dan 670,75 g/m2, Setaria sphacelata cv Splenda yaitu 72,3 cm dan 371,71 g/m2, Digitaria milanjiana cv Jarra mempunyai panjang rambatan dan produksi hijauan 52,2 cm dan 248,9 g/m2, Panicum infestum 25,4 cm dan 176 g/m2, Stylosanthes guianensis panjang rambatan 25,6 cm. Di Kelurahan Pekkabata Setaria sphacelata cv splenda mempunyai tinggi dan produksi hijauan 68,55 cm dan 204,83 g/m2, Digitaria milanjiana cv Jarra 35,25 cm dan 169,93 g/m2, Panicum infestum 23,05 cm dan 185,6 g/m2 dan Arachis pintoi cv amarillo 28,25 cm dan 14549 g/m2. Kesimpulan dari hasil kajian adalah introduksi rumput unggul yaitu Pennisetum purpureum cv Taiwan, Setaria sphacelata cv Splenda, Digitaria milanjiana cv Jarra, Panicum infestum dan leguminosa unggul berupa Arachis pintoi cv amarillo adaptif tumbuh baik kecuali Stylosanthes guianensis kurang adaptif karena tidak tahan kekeringan, selain itu rumput dan
733
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
leguminosa unggul sangat disukai petani sehingga dengan cepat menyebar ke kelompok tani lain bahkan sudah menyebar ke beberapa kecamatan seperti kecamatan cempa dan lembang. Kata Kunci: Introduksi, Rumput dan Leguminosa Unggul, Hijauan Pakan
PENDAHULUAN Perkembangan ternak khususnya ternak ruminansia tidak terlepas dari ketersediaan pakan terutama hijauan pakan ternak. Hijauan pakan merupakan salah satu faktor pembatas perkembangan subsektor peternakan yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh (SURYANA dalam PRAWIRADIPUTRA, 2006). Di dalam sistem pemeliharaan tradisional, hijauan pakan ternak merupakan bagian terbesar dari seluruh pakan yang diberikan, dengan demikian hijauan pakan ternak yang umumnya terdiri atas rumput dan leguminosa merupakan bagian yang sangat penting di dalam usahata tani ternak. Namun di daerah tropika seperti di Indonesia pada umumnya dan Sulawesi Selatan pada khususnya, penyediaan pakan ternak selalu menjadi masalah sepanjang tahun terutama pada musim kemarau. Hal tersebut diakibatkan antara lain dengan kurangnya jenis hijauan yang tersedia pada musim kemarau. Selain itu penggunaan lahan dan intensifnya pertanaman tanaman pangan dan hortikultura juga menyebabkan semakin sempitnya lahan untuk hijauan pakan ternak (SARIUBANG et al, 2004). Sampai sejauh ini, sebagian besar hijauan pakan ternak yang diberikan kepada ternak di Indonesia masih berupa rumput lokal atau rumput asli atau sering juga disebut dengan rumput alam, baik yang berasal dari padang penggembalaan umum, maupun dari tempattempat lain seperti pematang sawah, pinggir hutan, saluran irigasi atau perkebunan (PRAWIRADIPUTRA et al, 2006). Kabupaten Pinrang merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang memperoleh bantuan ternak sapi oleh pemerintah daerah dan telah berkembang dengan baik, namun yang menjadi masalah utama dihadapi oleh peternak adalah ketersediaan hijauan pakan yang semakin terbatas, mengingat daerah tersebut adalah daerah lahan kering dataran rendah sehingga tingkat kekeringannya cukup tinggi khususnya di musim kemarau, selain itu persawahan sangat intensif, sehingga areal persawahan yang diharapkan sebagai lokasi
734
penyediaan rumput tidak ada lagi yang dapat dimanfaatkan. Untuk mengatasi kondisi seperti ini maka peternak dengan terpaksa harus berusaha mencarikan hijauan pakan meskipun lokasinya jauh dari kandang ternaknya. Introduksi rumput dan leguminosa adalah jenis rumput pakan yang sengaja didatangkan dari luar negeri karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan rumput lokal, terutama daya hasil dan mutunya. Biasanya rumput ini secara fisik relatif besar, tumbuh tegak, dan mempunyai daya hasil atau produktivitas yang sangat tinggi sehingga rumput ini disebut juga dengan rumput unggul (PRAWIRADIPUTRA et al., 2006). Oleh karena itu, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan melakukan kajian introduksi beberapa jenis rumput dan leguminosa unggul yang sebagian besar jenisnya telah diuji pada beberapa tempat lainnya dan telah didapatkan jenis yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kondisi setempat. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mendapatkan jenis rumput dan leguminosa unggul pada daerah lahan kering dataran rendah sehingga dapat menjadi penyedia hijauan pakan berkualitas khususnya pada musim kemarau untuk mendukung kegiatan pembibitan dan penggemukan sapi potong di daerah tersebut. MATERI DAN METODE Topografi lokasi seluruhnya datar, curah hujan rata-rata 104,25 mm/bulan intensitas curah hujan yang relatif tinggi terjadi selama bulan November sampai bulan Mei dengan rataan jumlah hujan adalah berkisar 7,75 hari/bulan dengan frekuensi tertinggi terjadi selama bulan Desember sampai bulan Februari. Air Irigasi berasal dari sungai Lasape yang terletak disebelah selatan kelurahan pengkajian. Saluran air yang masuk di lokasi kegiatan adalah saluran sekunder Kolo-Koli dan saluran Paria, dilengkapi dengan saluran tersier (BPS, 2006).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Pengkajian ini dilakukan di kelurahan Tatae dan Pekkabata, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan dengan melibatkan kelompok tani ”Lembu Suro”. Penanaman dan pengamatan dilakukan sejak bulan Mei hingga Oktober 2007. Pada Kelurahan Tatae penanaman dilakukan dalam plot-plot percobaan dengan ukuran 20 x 5 m, introduksi rumput unggul berupa Panicum infestum, Setaria sphacelata cv Splendida, D. milanjiana cv Jarra, dan Pennisetum purpureum cv Taiwan, sedangkan leguminosa berupa Stylosanthes guianensis. Di Kelurahan Pekkabata dilakukan dalam plot percobaan dengan ukuran 10 x 5 m, rumput unggul yang diintroduksi adalah Panicum infestum, S. sphacelata cv Splendida dan D. milanjiana cv Jarra, sedang jenis leguminosa berupa Arachis pintoi cv Amrillo. Di kelurahan Pekkabata dilakukan penanaman di pinggir saluran irigasi disamping untuk menahan erosi juga untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan. Metode penanaman dengan menggunakan stek batang untuk Pennisetum purpureum cv Taiwan dan metode anakan (pols) untuk jenis rumput dan leguminosa lainnya. Pemberian pupuk formula pupuk NPK (2 : 1 : 2) dengan perbandingan untuk jenis rumput 2,5 kw/ha sedangkan jenis leguminosa diberikan pupuk 2 kw/ha dengan formula (NPK = 1 : 2 : 1). Pemotongan pertama untuk rumput 40 hari setelah tanam dengan interval pemotongan 20 hari, sedang untuk leguminosa pemotongan pertama 60 hari setelah tanam dengan interval pemotongan 30 hari. Pengamatan dilakukan setelah pemotongan pertama. Parameter yang diukur adalah tinggi tanaman pada rumput kecuali D. milanjiana cv Jarra dan leguminosa berupa panjang rambatan, produksi hijauan dan penyebaran rumput di tingkat petani dengan metode survei dan wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi tanaman Dari hasil pengukuran, P. purpureum cv Taiwan mempunyai rataan tinggi sebesar 126,1 cm, Setaria sphacelata cv Splenda 72,3 cm, Panicum infestum 25,4 cm, panjang rambatan Digitaria milanjiana cv Jarra 52,2 cm. Untuk leguminosa S. guianensis rataan panjang rambatannya 25,6 cm. Pengamatan tinggi tanaman atau panjang rambatan pada lokasi I yaitu Kelurahan Tatae dapat dilihat pada Tabel 1. Perbedaan pertumbuhan tiap jenis tanaman disamping disebabkan oleh potensi genetiknya juga disebabkan oleh respon masing-masing tanaman terhadap iklim seperti jenis tanah dan kandungan air tanah, intensitas radiasi matahari, curah hujan (TILMAN et al., 1983). Berdasarkan hasil pengamatan, P. purpureum cv Taiwan (rumput Taiwan) yang paling baik pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis lainnya. Rumput ini merupakan kultivar dari rumput Gajah. Kultivar ini yang disenangi dan dianjurkan oleh BIB Lembang untuk ditanam. Batangnya lunak, daun lebar berbulu lembut, tingkat nutrisi cukup baik. Produktivitas tinggi, bisa mencapai 300 ton/hektar per tahun dengan kondisi pemupukan dan pemeliharaan optimal (ANONIMUS, 2005). Stylosanthes guianensis menunjukkan pertumbuhan yang kurang bagus oleh karena kondisi lahan yang kering. hal ini sesuai yang dilaporkan LOMPENGENG et al. (2000) bahwa Stylosanthes guianensis kurang adaptif pada lahan kering jenis tanah PMK (pod solid merah kuning). Pada jenis lahan ini hanya mampu bertahan pada defoliasi kedua akibat kekeringan dan kurangnya unsur hara.
Tabel 1. Tinggi tanaman atau panjang rambatan hijauan di Kelurahan Tatae, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang Tinggi tanaman (cm)
Jenis hijauan Setaria sphacelata cv Splenda Digitaria milanjiana cv Jarra Panicum infestum Stylosanthes guianensis Pennisetum purpureum
Plot I
Plot II
Plot III
Rataan
85,7 45,8 25,6 98,8
70,9 50,3 30,2 20,4 120,8
60,3 60,5 20,5 30,8 158,8
72,3 52,2 25,4 25,6 126,1
735
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Untuk pengamatan tinggi tanaman pada lokasi II Pekkabata yaitu pada pinggir saluran irigasi dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pertumbuhan tinggi tanaman relatif lebih rendah karena musim kemarau. Kebutuhan air tanaman dipenuhi melalui penyiraman. Pada plot ini tidak dilakukan pengamatan produksi biomas karena umur tanaman masih muda dan musim tidak memungkinkan, namun dari indikator pertumbuhan berupa tinggi tanaman keempat jenis rumput dan legum tersebut masuk dalam kategori adaptif. Produksi hijauan Produksi hijauan di Kelurahan Tatae dari berat basah lebih tinggi dari tahun sebelumnya pada lokasi yang sama Rumput baru yaitu rumput Taiwan (P. purpureum cv Taiwan) menampakkan hasil berat basah yang tinggi rata-rata 2866,6 g/m2 (sampel diambil/meter kubik). Menyusul Setaria sphacelata cv Splenda berat basah rata-rata 1326,6 g/m2, Digitaria milanjiana cv Jarra berat basah ratarata 793,3 g/m2. Berat basah rata rata Panicum infestum 670 g/m2. Sedangkan leguminosa Stylosanthes guianensis tidak dapat diukur
produksi hijauannya karena pertumbuhannya yang kurang bagus. Berat kering rata-rata tanam rumput P. purpureum 670,63 g/m2, S. sphacelata cv Splenda 371,7 g/m2, D. milanjiana cv Jarra 248,9 g/m2, P. infestum 176 g/m2 (Tabel 3). Rumput S. sphacelata cv splenda mempunyai rataan berat basah 204,83 g/m2, D. milanjiana cv Jarra 885 g/m2 dan dan P. infestum 462,5 g/m2. Sedangkan leguminosa Arachis pintoi cv amarillo mempunyai berat basah 510 g/m2. Produksi rumput S. sphacelata cv splenda, D. milanjiana cv Jarra dan P. infestum di Kelurahan Tatae lebih tinggi daripada produksi di Kelurahan Pekkabata oleh karena di Kelurahan Tatae pertumbuhan tanaman sudah memasuki tahun ke-2. Hal ini sesuai dikemukakan oleh IDRIS (2003), bahwa sampel yang diambil pada tanaman yang sama tetapi umur berbeda umumnya berat basah lebih tinggi (jarak defoliasi yang sama). Selanjutnya dijelaskan tanaman tua mempunyai rumpun yang lebih tinggi dari sebelumnya. Selain itu di Kelurahan Pekkabata tanaman yang ditanam di pinggir irigasi kondisi lahannya sangat kering karena memasuki musim kemarau dan saluran irigasi dalam keadaan kering pula sehingga penyiraman tanaman sangat kurang (Tabel 4).
Tabel 2. Tinggi tanaman dan panjang rambatan hijauan pakan di Kelurahan Pekkabata, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang Jenis hijauan
Tinggi tanaman (cm) Plot I
Plot II
Rataan
Setaria sphacelata cv Splenda
65,4
71,7
68,55
Digitaria milanjiana cv Jarra
43,5
27,0
35,25
Panicum infestum
20,5
25,6
23,05
Arachis pintoi cv amarillo
21,8
34,7
28,25
Tabel 3. Produksi hijauan di Kelurahan Tatae, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang
Jenis hijauan
Berat basah (g/m2) I
II
III
Setaria sphacelata cv Splenda
1800
1200
980
Digitaria milanjiana cv Jarra
780
700
900
Rataan (g/m2)
Berat kering (g/m2)
Rataan (g/m2)
I
II
III
1326,6
498,60
327,76
289,30
371,7
793,3
258,78
247,20
240,85
248,9
Panicum infestum
690
780
540
670
197,31
210,20
120,80
176
Pennisetum purpureum
3400
2300
2900
2866,6
850,30
560,80
600,79
670,73
736
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 4. Produksi hijauan di lokasi penanaman Kelurahan Pekkabata, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang Berat basah (g/m2)
Jenis hijauan
Rataan (g/m2)
Berat kering (g/m2)
Rataan (g/m2)
I
II
I
II
Setaria sphacelata cv Splenda
650
1570
1110
178,86
230,80
204,83
Digitaria milanjiana cv Jarra
570
1200
885
138,89
200,97
169,93
Panicum infestum
800
1250
462,5
170,90
200,30
185,6
Arachis pintoi cv amarillo
460
560
510
120,78
170,20
145,49
Penyebaran rumput di tingkat petani Setelah tahun ke dua introduksi rumput unggul di Kelurahan Tatae dan Kelurahan Pekkabata dilakukan survei dan wawancara ke petani kooperator dan non kooperator, diperoleh data bahwa penyebaran rumput unggul yang diintroduksi di lokasi pengkajian sudah menyebar pada beberapa petani lain di sekitar lokasi pengkajian, bahkan sudah menyebar ke kecamatan lain. Hasil survei dan wawancara dapat dilihat pada Tabel 5.
Penyebaran rumput unggul dilokasi kajian belum seperti diharapkan, namun pola penyebarannya sudah ke kelompok tani yang lain baik di Kecamatan Duampanua maupun kecamatan lainnya seperti Lembang dan Cempa. Demikian pula terhadap tanggapan petani yang mengembangkan rumput, umumnya jenis yang palatabel adalah P. purpureum cv Taiwan menyusul S. sphacelata dan D. milanjiana, sedang untuk A. pintoi cv amarillo ada petani mengaku mengembangkannya disela tanaman tahunan.
Tabel 5. Pola penyebaran rumput dan leguminosa introduksi Nama petani
Kecamatan
Tanggapan
Rahman
Lembang
Jenis Setaria sphacelata yang paling palatabel kemudian rumput raja Pennisetum purpureum cv Taiwan, Digitaria milanjiana dan Panicum infestum sedang Arachis pintoi cv Amarillo cenderung dikembangkan disela tanaman tahunan
Supu
Lembang
Pennisetum purpureum cv Taiwan yang paling palatable kemudian Digitaria milanjiana, Panicum infestum sedang Arachis pintoi cv Amarillo kurang mampu berkompetisi dengan gulma
Herwin
Lembang
Jenis Setaria sphacelata yang paling palatabel kemudian rumput raja Pennisetum purpureum cv Taiwan, Digitaria milanjiana dan Panicum infestum
Suki
Lembang
Jenis Setaria sphacelata yang paling palatabel kemudian rumput raja Pennisetum purpureum cv Taiwan dan Arachis pintoi cv Amarillo, ketiga rumput tersebut perlu pemeliharaan dan pemupukan setelah defoliasi ketiga
H. Laesang
Cempa
Pennisetum purpureum cv Taiwan dan Setaria sphacelata sangat cocok untuk penggemukan ditambah dedak sebagai sumber energi, sedang Arachis pintoi cv Amarillo kurang diminati karena membutuhkan lahan yang luas tapi biomasnya rendah
H. Madong
Cempa
Jenis Setaria sphacelata yang paling palatabel kemudian Pennisetum purpureum cv Taiwan, Digitaria milanjiana dan Panicum infestum
Jamalu
Duampanua
Jenis Setaria sphacelata yang paling palatabel kemudian Pennisetum purpureum cv Taiwan, Digitaria milanjiana dan Panicum infestum, kurang berminat mengembangkan Arachis pintoi cv amarillo
Sujoko
Duampanua
Jenis Setaria sphacelata yang paling palatabel kemudian Pennisetum purpureum cv Taiwan, Digitaria milanjiana dan Panicum infestum
737
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
KESIMPULAN 1. Introduksi rumput unggul yaitu Pennisetum purpureum cv Taiwan, Setaria sphacelata cv splenda, Digitaria milanjiana cv Jarra, Panicum infestum dan leguminosa unggul berupa Arachis pintoi cv amarillo adaptif tumbuh baik kecuali Stylosanthes guianensis kurang adaptif karena tidak tahan kekeringan. 2. Rumput dan leguminosa unggul disukai petani sehingga dengan cepat menyebar ke kelompok tani lain bahkan sudah menyebar ke beberapa kecamatan seperti kecamatan cempa dan lembang DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2005. Hijauan pakan ternak: Rumput Gajah. http://manglayang.blogsome.com. (31 Desember 2005). BPS. 2006. Pinrang dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
LOMPENGENG, A.B., G. KARTONO, F. DJUFRY, N.I. SIDIQ dan M.A. MUSTAHA. 2000. Pola pengembangan Pakan Ternak pada Lahan Kering Alang-Alang. Laporan Pertemuan Teknis Tim Komisi Pengkajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kendari. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. PRAWIRADIPUTRA, B.R., SAJIMIN, N.D. PURWANTARI dan I. HERDIAWAN. 2006. Hijauan Pakan Ternak di Indonesia. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. SARIUBANG, M., D. PASAMBE, A. NURHAYU, A.B. LOMPENGENG dan R. HARYANI. 2006. Kajian Peningkatan Produktivitas Sapi Potong Berorientasi Agribisnis di Lahan Kering Dataran Rendah. Laporan Hasil. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. TILMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1983. Ilmu Makan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
IDRIS, Y.M. 2003. Respon Pertumbuhan dan Produksi Berbagai jenis Hijauan Pakan di Bawah Naungan Pada Musim Hujan dan Kemarau dengan Interval Defoliasi di Lahan Tegalan Kab. Barru. Thesis. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
DISKUSI Pertanyaan: Bagaimana kandungan nutrisi dari introduksi rumput dan legume unggul berdasarkan palatabilitas? Jawab: Penelitian belum sampai pada pengujian tingkat palabilitas dari rumput dan legum unggul sebagai pakan ternak.
738