Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah di Lahan Kering Dataran Rendah Wahyu Adi Nugroho dan M. Anang Firmansyah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km. 5 Palangka Raya E-mail:
[email protected] Abstrak Pengembangan bawang merah di Kalimantan Tengah, khususnya Palangka Raya lebih banyak dilakukan di dataran rendah karena wilayahnya yang didominasi dataran rendah berupa gambut dan pasir. Miskinnya kandungan hara pada tanah pasir memerlukan input, termasuk pupuk organik yang lebih tinggi dibandingkan tanah tidak berpasir. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga April 2016, di lahan kering dataran rendah Kelurahan Banturung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah di lahan kering dataran rendah. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan petak terbagi dengan petak utama adalah jenis pupuk kandang dan anak petak adalah dosis pupuk kandang. Jenis pupuk kandang (pukan) terdiri dari tiga taraf, yaitu: pukan ayam, pukan puyuh, dan pukan walet, sedangkan dosis pukan terdiri dari 4 taraf, yaitu: 0 t/ha, 4 t/ha, 8 t/ha, dan 12 t/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, baik pada umur 15, 28, dan 42 HST. Sedangkan perlakuan jenis pupuk kandang tidak terdapat pengaruh yang nyata, baik terhadap tinggi tanaman, jumlah tunas, maupun hasil panen. Hasil panen basah bawang merah pada perlakuan pukan walet cenderung paling tinggi, yaitu sebesar 1,59t/ha, sedangkan pukan ayam dan pukan puyuh berturut-turut sebesar 0,82t/ha dan 1,41t/ha. Penggunaan pukan dengan dosis di atas 4 t/ha cenderung menurunkan hasil panen, dimana pada dosis 4 t/ha sebesar 1,75t/hasedangkan pada dosis 8 t/ha dan 12 t/ha adalah 1,36t/hadan 1,29t/ha. Kata Kunci: Allium ascalonicum, lahan kering, pupuk kandang.
Pendahuluan Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan komoditas yang memegang peranan cukup strategis di masyarakat, khususnya Kalimantan Tengah. Kebutuhan konsumsi bawang merah di Kalimantan Tengah pada tahun 2016 diperkirakan mencapai 5.272 ton dan semakin meningkat pada tahun berikutnya, seiring laju pertambahan jumlah penduduk (Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, 2015). Sementara produksi bawang merah di Kalimantan Tengah masih terbatas sehingga potensi pengembangan bawang merah sangat prospektif untuk dilakukan. Pengembangan bawang merah telah dirintis di provinsi Kalimantan Tengah pada akhir tahun 2012, dengan dilakukannya demplot bawang merah di lahan marjinal di luar musim, tepatnya saat musim penghujan di Kota Palangka Raya. Hasil demplot menunjukkan bahwa dengan teknologi yang tepat bawang merah dapat dikembangkan di lahan marjinal dengan curah hujan tinggi seperti gambut dan pasir kuarsa (Firmansyah dan Anto, 2013). Kota Palangka Raya yang memiliki luas wilayah 267.851 Ha hampir seluruhnya merupakan dataran rendah, dengan komposisi tanah terbesar adalah organosol (gambut) seluas 141.088 Ha dan tanah pasir seluas 89.955 (BPS Kota Palangkaraya, 2014). Keberhasilan uji coba bawang merah di lahan pasir kuarsa menjadi pendorong untuk dilakukan studi lebih lanjut untuk memanfaatkan potensi luasnya lahan pasir di Palangka Raya untuk pengembangan bawang merah.
896
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Demplot uji coba yang dilakukan pada musim kemarau tahun 2013 di Palangka Raya dengan varietas Super Philips memperoleh hasil panen basah mencapai 27,3 t/ha di lahan pasir kuarsa. Hasil ini lebih tinggi daripada pertanaman sebelumnya pada musim penghujan (MH) tahun 2012 yang hanya sebesar 17,1 t/ha (Firmansyah dan Mokhtar, 2014). Penelitian yang dilakukan Suparman (2015) pada musim kemarau tahun 2013 di lahan marjinal lahan kering dataran rendah berupa pasir kuarsa di Palangka Raya menunjukkan bahwa bawang merah varietas Pikatan, Pancasona, dan Trisula mampu berproduksi cukup tinggi, masing-masing sebesar 8,25/ha, 7,63 t/ha, dan 7,07 t/ha. Namun, sebagai tanah marjinal tanah pasir kuarsa selain bertekstur kasar, juga sangat miskin hara dan daya memegang unsur hara juga sangat rendah, sumber unsur hara umumnya berasal dari lapisan organik di permukaan tanah. Penambahan unsur hara mutlak diperlukan, termasuk pupuk organik (pupuk kandang, kompos) yang relatif lebih banyak diperlukan dibandingkan tanah yang tidak berpasir (Firmansyah dan Anto, 2013). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah di lahan kering dataran rendah. Metodologi Penelitiandilaksanakan di Kelurahan Banturung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah pada bulanFebruari sampaidenganApril 2016. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan aktual di lokasi penelitian diperlukan data iklim berupa curah hujan yang diperoleh dari BP3K Tangkiling, Bukit Batu, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Sedangkan data suhu udara diperoleh dari data BPS Kota Palangka Raya (BPS Kota Palangka Raya, 2015) Pengambilan contoh tanah di lokasi penelitian dilakukan secara komposit pada kedalaman 0-20 cm. Sifat tanah yang dianalisis yaitu: pH H2O, C Organik, N total, K-dd, Na-dd, Ca-dd, Mgdd, Kejenuhan Basa (KB), Kapasitas Tukar Kation (KTK), Al-dd, H-dd, P Bray I, dan tekstur. Pupuk kandang yang dianalisis berasal dari tiga jenis, yaitu pupuk kandang ayam, pupuk kandang burung puyuh, dan pupuk kandang burung walet. Sifat kimia pupuk kandang (pukan) yang dianalisis yaitu pH, C organik, N total, P potensial, dan K potensial. Analisis tanah maupun analisis pupuk kandang dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru, Kalimantan Selatan Penelitian menggunakan rancangan petak terbagi (RPT) dengan perlakuan jenis pupuk kandang sebagai petak utama dan perlakuan dosis pupuk kandang sebagai anak petak. Perlakuan petak utama yaitu jenis pupuk kandang, terdiridari: P1 (pukan ayam); P2 (pukan puyuh); P3(pukan walet). Sedangkan Perlakuan anak petak yaitu dosis pupuk kandang, terdiri atas: D0= 0 t/ha; D1= 4 t/ha; D2= 8 t/ha; dan D3= 12 t/ha. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Petak percobaan berukuran 1 m2 dengan jarak tanam sekitar 15 cm x 20 cm. Petak percobaan dilakukan pada bedengan setinggi 15 cm, pupuk dasar ditabur merata seminggu sebelum tanam. Pupuk dasar berupa dolomit sebanyak 0,5 t/ha. Pemupukan susulan pertama dilakukan dengan dosis 111 kg/ha NPK 16:16:16, sedangkan pemupukan susulan kedua dilakukan dengan dosis 166 kg/ha NPK 16:16:16.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
897
Bawang merah yang ditanam adalah varietas Bima Brebes, dipanen pada umur 60 hari setelah tanam (HST) yang ditandai daun mulai menguningsecara merata, pangkal daun kempes, dan umbi bawang telah nampak bernas/berisi (Firmansyah et al., 2014) Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh setiap petak satuan percobaan pada umur 15, 28, dan 42 HST meliputi tinggi tanaman, jumlah tunas, dan jumlah tanaman terserang penyakit dihitung per petak. Pada umur 60 HST, tanaman contoh bawang merah dipanen dan ditimbang bobot basahnya. Data pengamatan seluruh para meter pertumbuhan dan produksi bawang merah dianalisis menggunakan analisis of variance (ANNOVA). Untuk melihat perbedaan antar perlakuan dilakukanuji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) padataraf kepercayaan 5 % (Gomez dan Gomez 1984). Hasil dan Pembahasan Kondisi Curah Hujan Kegiatan penelitian dilakukan pada saat musim penghujan, tepatnya dimulai padaakhir Februari hingga Dasarian III April 2016. Curah hujan selama penelitian sebesar 782,7 mm (Gambar 1).Curah hujan tertinggi terjadi pada awal pertanaman, yaitu pada Dasarian III Februari sebesar 208,4 mm. Sedangkan pada dasarian I Maret, pada saat tanaman berumur 4-10 HST curah hujan turun menjadi 61,6 mm. Selanjutnya pada dasarian berikutnya curah hujan cenderung stabil pada kisaran 90,4 sampai dengan 114 mm. Pada Dasarian II Maret hingga dasarian I April curah hujan melebihi 100 mm.
Gambar 1.
Kondisi curah hujan dasarian III Februari hingga Dasarian III April 2016 selama penelitian bawang merah di Kelurahan Banturung, Palangka Raya
Kandungan Hara Tanah dan Pupuk Kandang Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa parameter kimia tanah lokasi penelitian memiliki nilai rendah hingga sedang, kecuali Kandungan C organik sangat rendah, dan P tersedia sangat tinggi (0). Selain itu Al dd juga tidak ada. Kandungan C organik yang sangat rendah pada tanah membutuhkan tambahan C organik dari luar, salah satunya dengan pemupukan pupuk kandang sebagai sumber C organik. Sedangkan tingginya P tersedia di dalam tanah disebabkan
898
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
efek residu pemupukan P pada pertanaman sebelumnya, mengingat pupuk P memiliki sifat slow release. Berdasarkan hasil analisis kandungan hara dalam pupuk (Tabel 2), pukan walet memiliki kandungan C organik, N total, dan kadar air yang jauh lebih tinggi dibandingkan pukan ayam dan pukan burung puyuh. Kandungan C organik pukan walet mencapai tiga kali lipat pukan ayam dan pukan puyuh, bahkan N totalnya mencapai enam kali lipat kedua jenis pukan. Tabel 1.
Hasil analisis tanah lokasi penelitianpengaruh jenis dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah di Kelurahan Banturung, Palangka Raya.
Sifat kimia/fisik tanah
Kriteria(Eviati dan
Satuan
Nilai
Reaksi Tanah pH aktual (pH H2O)
-
5,53
agak masam
C Organik N Total
% %
0,974 0,384
sangat rendah sedang
0,342
rendah
Na dd
0,252
rendah
Ca dd Mg dd
5,616 0,799
sedang rendah
49,99 14,02
sedang rendah
0
-
1,578
-
ppm P
60,306
sangat tinggi lempung berpasir
Pasir Debu
% %
82,22 11,27
Liat
%
6,50
Basa dapat ditukar Kdd
cmol (+)/kg
Kejenuhan Basa KTK
cmol (+)/kg cmol (+)/kg
Kemasaman dapat ditukar Al dd
cmol (+)/kg
H dd P Tersedia (P Bray I) Tekstur
Tabel 2.
Sulaeman 2009)
Hasil analisis pupuk kandang pada penelitian pengaruh jenis dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah di Kelurahan Banturung, Palangka Raya.
Sifat kimia/fisik pH C organik N total P potensial (P2O5) K potensial (K2O) Kadar Air
Satuan % % % % %
Pukan ayam 7,82 17,65 1,918 3,208 2,725 22,34
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Pukan puyuh 8,83 16,53 2,018 4,537 4,359 34,95
Pukan walet 8,45 53,61 13,76 3,877 1,516 57,21
899
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Lokasi penelitian ditinjau dari kelas kesesuaian lahan aktual memiliki kelas S3 – rc/nr, yaitu sesuai marginal (S3) dengan kendala media perakaran dan retensi hara. Kendala media perakaran dikaitkan dengan tekstur tanah di lokasi penelitian. Tekstur tanah termasuk lempung berpasir yang didominasi fraksi pasir sebesar 82%. Tanah pasir umumnya kurang mendukung pertumbuhan tanaman karena keterbatasan kemampuan menyimpan unsur hara dan air. Retensi hara di lokasi penelitian menjadi kendala dengan adanya reaksi tanah yang tergolong agak masam (5,53). Reaksi tanah atau pH berhubungan dengankelarutan unsur hara dalam tanah, pH juga berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme yang berperan dalam merombak bahan organik maupun dalam berbagai proses transformasi kimia di dalam tanah (USDA Natural Resources Conservation Service 1998). Tabel 3.
Kelas kesesuaian lahan aktual lokasi penelitian pengaruh jenis dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah di Kelurahan Banturung, Palangka Raya.
Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan
Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C) Ketersediaan air (wa) Curah hujan pada masa pertumbuhan (mm)
Nilai
Kelas kesesuai an lahan aktual
> 35 < 15
25 - 30
S2
> 1.600
782,7
S2
Kelas kesesuaian lahan S1
S2
S3
N
20 - 25
25 - 30 18 - 20
30 - 35 15 - 18
350 - 600
600 - 800 300 - 350
800 1.600 230 - 500
< 250
Ketersediaan oksigen (oa) Drainase
baik, agak terhambat
agak cepat, sedang
terhambat
sangat terhambat, cepat
agak cepat
S2
Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm)
900
halus, agak halus, sedang < 15 > 50
-
agak kasar
kasar
lempung berpasir
S3
15 - 35 30 - 50
35 - 55 20 - 30
> 55 < 20
< 15 >50
S1 S1
< 60
60 - 140
140 - 200
> 200
-
< 140
140 - 200
200 - 400
> 400
-
saprik+
saprik, hemik+
hemik, fibrik+
fibrik
-
> 1,2
≤ 16 20 - 35 5,8 - 6,0 7,8 - 8,0 0,8 - 1,2
< 20 < 5,8 > 8,0 < 0,8
<2
2-3
3-5
>5
-
< 20
20 - 35
35 - 50
> 50
-
> 75
50 - 75
30 - 50
< 30
-
> 16 > 35 6,0 - 7,8
14,02 49,36 5,53
S2 S1 S3
0,97
S2
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Kelas kesesuaian lahan
Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan
Nilai
Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
Kelas kesesuai an lahan aktual
S1
S2
S3
N
<8 sangat rendah
8 - 16 rendah sedang
16 - 30
> 30 sangat berat
<8 sangat rendah
S1
F0
-
-
> F0
F0
S1
<5 <5
5-15 5-15
15 - 40 15 - 25
> 40 > 25
<5 <5
S1 S1 S3 rc/nr
berat
Kelas kesesuaian lahan aktual
S1
Sumber: Djaenudin et al. 2011
Pertumbuhan Tanaman Hasil uji annova menunjukkan bahwa perlakuan dosis hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, baik pada umur 15 HST, 28 HST, dan 42 HST. Sedangkan perlakuan jenis pupuk kandang tidak terdapat pengaruh yang nyata, baik terhadap tinggi tanaman maupun jumlah tunas. Pemberian pukan tampak memberikan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman bila dibandingkan tanpa pemberian pukan (dosis 0 t/ha), baik pada umur 15 HST, 28 HST, maupun 42 HST. Namun tinggi tanaman antar perlakuan dosis 4 t/ha, 8 t/ha, dan 12 t/ha tidak ada perbedaan yang nyata satu sama lain. Hasil penelitian Firmansyah et al. (2015) di lahan alluvial Brebes menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bawang merah, tetapi berpengaruh terhadap hasil umbi bawang merah. Tabel 4.
Rerata tinggi tanaman, jumlah tunas, dan bobot panen tanaman bawang merah pada umur 15, 28, dan 42 HST di Kelurahan Banturung, Palangka Raya.
Rerata tinggi tanaman (cm)
Rerata jumlah tunas
Perlakuan
Rerata bobot tanaman bawang merah Bobot basah efisiensi lahan 100%, t/ha
Bobot kering efisiensi lahan 69%, t/ha
15 HST
28 HST
42 HST
15 HST
28 HST
42 HST
23 a
31,83 a
31,8 a
5,35 a
6,65 a
6,92 a
0,82 a
0,57 a
23,69 a
31,77 a
31,3 a
5,02 a
6,4 a
6,5 a
1,41 ab
0,98 ab
23,87 a
32,03 a
31 a
5,09 a
6,55 a
6,74 a
1,59 b
1,10 b
0 t/ha (D0)
21,67 a
28,67 a
27 a
5,27 a
6,63 a
6,26 a
0,71 a
0,49 a
4 t/ha (D1)
23,71 b
31,9 b
32,9 b
5,22 a
6,36 a
7,07 a
1,75 c
1,21 c
8 t/ha (D2)
24,36 b
33,21 b
31,8 b
4,89 a
6,44 a
5,99 a
1,36 abc
0,94 abc
12 t/ha (D3)
24,34 b
33,74 b
32,2 b
5,24 a
6,71 a
7,57 a
1,29 abc
0,89 abc
Pupuk Kandang (Pukan) Pukan Ayam (P1) Pukan Puyuh (P2) Pukan Walet (P3) Dosis
Keterangan: Angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf nyata 5%
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
901
Hasil Panen Bawang Merah Panen bawang merah dilakukan pada umur 60 HST. Berdasarkan uji annova, perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap hasil. Namun, bila dilihat perbedaan antar perlakuan, perlakuan pukan walet berbeda nyata dengan pukan ayam namun tidak berbeda nyata dengan pukan puyuh. Pukan walet cenderung memberikan hasil tertinggi dibandingkan pukan ayam dan pukan puyuh, yaitu sebesar 1,59 t/ha. Penggunaan dosis pukan di atas 4 t/ha justru cenderung menurunkan hasil panen. Pada dosis 4 t/ha hasil panen yang diperoleh 1,75 t/ha,sedangkan pada dosis 8 t/ha dan 12 t/ha adalah 1,36 t/hadan 1,29 t/ha. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk kandang diikuti dengan peningkatan bobot umbi panen (Latarang dan Syakur 2006;Mayun 2007; Budianto et al., 2015; Firmansyah et al.,2015). Penurunan hasil panen pada dosis di atas 4 t/ha diduga erat kaitannya dengan kenaikan kuantitas serangan penyakit tanaman bawang merah pada dosis pupuk kandangyang tinggi. Kesimpulan 1.
Perlakuan dosis hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, baik pada umur 15 HST, 28 HST, dan 42 HST. Sedangkan perlakuan jenis pupuk kandang tidak terdapat pengaruh yang nyata, baik terhadap tinggi tanaman, jumlah tunas, maupun bobot basah bawang.
2.
3.
Bobot basah bawang merah pada perlakuan pukan walet cenderung paling tinggi dibandingkan pukan ayam dan pukan puyuh, yaitu sebesar 1,59t/ha, sedangkan pukan ayam dan pukan puyuh berturut-turut sebesar 0,82t/ha dan 1,41t/ha. Penggunaan dosis pukan di atas 4 t/ha cenderung menurunkan hasil panen, dimana pada dosis 4 t/ha sebesar 1,75t/ha sedangkan pada dosis 8 t/ha dan 12 t/ha adalah 1,36t/ha dan 1,29t/ha.
Daftar Pustaka
BPS Kota Palangka Raya, 2014. Palangka Raya Dalam Angka 2014, Palangka Raya: Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya. BPS Kota Palangka Raya, 2015. Palangka Raya Dalam Angka 2015, Palangka Raya: Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya. Budianto, A., Sahiri, N. dan Madauna, I.S., 2015. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah ( Allium ascalonicum L .) Varietas Lembah Palu. Jurnal Agrotekbis, 3(4), pp.440–447. Djaenudin, D. et al., 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian 2nd ed., Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Eviati dan Sulaeman, 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman , Air dan Pupuk 2nd ed., Bogor: Balai Penelitian Tanah. Firmansyah, I. et al., 2015. Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah dengan Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Hayati pada Tanah Alluvial ( The Growth and Yield of Shallots with Organic Fertilizers and Biofertilizers Application in Alluvial Soil ). Jurnal Hortikultura, 25(2), pp.133–141. Firmansyah, M.A. et al., 2014. Uji Adaptasi Bawang Merah di Lahan Gambut Pada Saat Musim Hujan di Kalimantan Tengah (Adaptation Test of Shallots at Peat Land During the Rainy Season in Central Kalimantan). Jurnal Hortikultura, 24(2), pp.114–123.
902
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Firmansyah, M.A. dan Anto, A., 2013. Teknologi Budidaya Bawang Merah Lahan Marjinal di Luar Musim, Palangka Raya: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah. Firmansyah, M.A. dan Mokhtar, M.S., 2014. Kisah Sukses Merintis Pengembangan Bawang Merah di Kalimantan Tengah, Jakarta: IAARD Press. Gomez, A. a dan Gomez, K. a, 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research 2nd ed., John Wiley and Sons, Inc. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, 2015. Road Map Pengembangan Bawang Merah dan Cabai Merah di Kalimantan Tengah Tahun 2016 - 2020, Palangka Raya: Kerjasama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah. Latarang, B. dan Syakur, A., 2006. Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang. Jurnal Agroland, 13(3), pp.265–269. Mayun, I.A., 2007. Efek Mulsa Jerami Padi dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah di Daerah Pesisir. Agritrop, 26(1), pp.33–40. Suparman, 2015. Uji Adaptasi Bawang Merah di Lahan Marginal Kalimantan Tengah. In Prosiding Seminar Nasional Peran Inovasi Teknologi dan Jasa Lingkungan Budaya Subak dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Denpasar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali. USDA Natural Resources Conservation Service, 1998. Soil Quality Indicators: pH, Washington, DC.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
903